MODEL PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA
KELAPA SAWIT (
Elaeis guineensis
Jacq.) UMUR 5 TAHUN
DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. PUTRI HIJAU,
KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Dedy Hamonangan Silaban 101201178
Manajemen Hutan
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Peneletian : Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.
Nama : Dedy Hamonangan Silaban
NIM : 101201178
Program Studi : Kehutanan
Minat : Manajemen Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Muhdi, S. Hut., M.Si Dr. Diana Sofia Hanafia, S.P., M.P
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
DEDY HAMONANGAN SILABAN
:
Model Pendugaan Cadangan Karbon Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 5 Tahun Di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat, dibimbing oleh MUHDI dan DIANA SOFIA HANAFIA.Tanaman kelapa sawit adalah penyerap CO2 sama halnya dengan tanaman lain seperti hutan. Saat ini pusat perkebunan kelapa sawit terletak di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model alometrik pendugaan karbon perkebunan kelapa sawit di PT. Putri Hijau Kabupaten Langkat dan mendapatkan potensi kandungan karbon tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan karbon dari tiap bagian-bagian tanaman yang dilakukan laboratorium. Hasil penelitian mendapatkan model pendugaan biomassa dan massa karbon terbaik tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun adalah W = 0,00597 D1,000 HBP1,142 dan C = 0,001559 D0,948HBP1,154, potensi biomassa
kelapa sawit PT. Putri Hijau mencapai 28,53 ton /ha pada umur 5 tahun dan nilai massa karbon mencapai 7,17 ton / ha.
ABSTRACT
DEDY HAMONANGAN SILABAN: Model Estimating Carbon Stock In Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 Years In Palm Plantation PT. Putri Hijau, Langkat, supervised by MUHDI and DIANA SOFIA HANAFIA.
Palm Oil Plant a CO2 absorber as well as other crops such as forest plants. Currently the center of oil palm plantations located in the province of North Sumatra. This study aimed to obtain carbon estimation models Allometric palm plantations in PT. Putri Hijau, Langkat and to get potential carbon content of plant oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 years. The research carried out in two stages, the first stage was data collection in the field and the second stage was biomass and carbon analyzes of each of the laboratory. The research resulted that model allometrik to get the mass of carbon biomass and the best crop of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) were W = 0.00597 D1,000 HBP1,142, and C =
0.001559 D0, 948HBP1, 154 and the results of estimating the value of the volume of oil
palm biomass PT . Putri Hijau was 28.53 tons / ha and carbon mass values was 7.17 tons / ha.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, pada
tanggal 13 Desember 1992 dari ayah F. Silaban dan Ibu E. Tampubolon. Penulis
merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 091673 Bandar Tongah pada
tahun 1998-2004, kemudian dilanjutkan di SMPN 1 Pematang Bandar pada tahun
2004-2007, lalu dilanjutkan di SMA SWASTA HKBP KAMPUS NOMMENSEN
Pematang Siantar pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU)
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan
organisasi di kampus, antara lain anggota Himpunan Mahasiswa Kehutanan
(HIMAS USU) pada tahun 2010. Selain itu penulis aktif menjadi kepala pengurus
Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) Penerima Beasiswa Karya Salemba Empat
(KSE USU) 2011-2012, Wakil Ketua Natal Program Studi Kehutanan tahun 2012,
Sekretaris Hari Lingkungan Hidup PEMA Pertanian USU tahun 2013.
Penulis pernah mengikuti pelatihan militer di Akademi Militer (AKMIL)
Magelang, Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Beasiswa Indofood Sukses
Makmur, Tbk pada tahun 2012. Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2012 di Taman Hutan Raya Tongkoh,
Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk tanggal 7 Februari – 7 Maret 2014.
Pemanenan Hasil Hutan (PHH) tahun 2014. Penulis juga penerima Dana Program
Kreativitas Mahasiswa DIKTI (PKM DIKTI) bidang Penelitian tahun 2013. Akhir
perkuliahan, penulis telah melakukan penelitian di PT. PUTRI HIJAU Kabupatan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian ini adalah Model Penduga
Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 5 Tahun di Perkebunan Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua ayahanda F. Silaban dan ibunda E. Tampubolon serta
seluruh keluarga besar atas dukungan, motivasi, kasih saying dan doanya.
2. Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si. dan Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP., MP. selaku
komisi pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
3. Beasiswa Indofood Sukses Makmur. Tbk yang telah memberikan dukungan
dana selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
4. Teman satu tim peneliti Andreas dan Guswinda yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian penelitian ini.
5. Kelompok kecil saya sweet solideo ( Imannuel, Reymond, Warsein dan Ira)
yang setia memberikan dukungan doa dan semangat.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan menambah
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, Juni 2014
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian... ... 5
Manfaat Penelitian... ... 5
TINJAUAN PUSTAKA... 6
Ekologi dan Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) ... 6
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) ... 10
Biomassa Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) ... 12
Karbon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) ... 15
Model Alometrik Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon ... 21
METODOLOGI PENELITIAN ... 24
Waktu dan Tempat Penelitian... ... 24
Alat dan Bahan Penelitian... ... 24
Metode Penelitian... ... 24
Prosedur Penelitian... ... 25
Pengumpulan data dilapangan ... 25
Analisis di laboratorium ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit ... 31
Berat Basah Tanaman Contoh ... 32
Kadar Air Kelapa Sawit ... 33
Berat Kering (Biomassa) ... 35
Kadar Karbon ... 36
Model Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon Kelapa Sawit ... 40
Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau ... 43
KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
Kesimpulan ... 48
Saran ...48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Hasil Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan di Kabupaten Langkat Dengan Menggunakan Metode Allometrik
Tahun 2012 ... 21
1. Karakteristik tanaman contoh yang digunakan untuk menyusun
persamaan allometrik ... 31
2. Hasil uji T kadar karbon kelapah sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun pada berbagai bagian tanaman ...
... 38
3. Rata-rata massa karbon kelapa sawit umur 5 tahun pada berbagai
bagian tanaman ... 39
4. Model penduga biomassa bagian-bagian tanaman kelapa sawit
umur 5 tahun ... 41
5. Model penduga massa karbon bagian-bagian tanaman kelapa sawit
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Alur Penelitian Pendugaan Cadangan Karbon Tegakan Kelapa Sawit 4
2. Karbon Tersimpan Dalam Tanaman Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanaman Serta NilaiTime Average C ... 18
3. Plot contoh ukuran 20 meter x 20 meter ... 25
4. Berat basah rata-rata pada setiap bagian kelapa sawit umur 5 tahun ... 32
5. Kadar air rata-rata tanaman sawit umur 5 tahun
berdasarkan bagian-bagiannya ... 34
6. Biomassa rata-rata bagian kelapa sawit umur 5 tahun ... 35
7. Kadar karbon rata-rata (%) bagian tanaman sawit umur 5 tahun ... 36
8. Biomassa total kelapa sawit umur 5 tahun PT. Putri Hijau
ukuran petak contoh 20 meter x 20 meter ... 44
9. Total massa karbon tanaman kelapa sawit umur 5 tahun pada
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil Inventarisasi Tanaman Kelapa Sawit Umur 5 Tahun... 53
2. Hasil Perhitungan Biomassa Tanaman Kelapa Sawit ... 54
3. Output spss model alometrik terpilih penduga biomassa tanaman kelapa sawit ... 55
4. Output spss model alometrik terpilih penduga massa karbon tanaman
kelapa sawit ... 57
ABSTRAK
DEDY HAMONANGAN SILABAN
:
Model Pendugaan Cadangan Karbon Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 5 Tahun Di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat, dibimbing oleh MUHDI dan DIANA SOFIA HANAFIA.Tanaman kelapa sawit adalah penyerap CO2 sama halnya dengan tanaman lain seperti hutan. Saat ini pusat perkebunan kelapa sawit terletak di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model alometrik pendugaan karbon perkebunan kelapa sawit di PT. Putri Hijau Kabupaten Langkat dan mendapatkan potensi kandungan karbon tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan karbon dari tiap bagian-bagian tanaman yang dilakukan laboratorium. Hasil penelitian mendapatkan model pendugaan biomassa dan massa karbon terbaik tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun adalah W = 0,00597 D1,000 HBP1,142 dan C = 0,001559 D0,948HBP1,154, potensi biomassa
kelapa sawit PT. Putri Hijau mencapai 28,53 ton /ha pada umur 5 tahun dan nilai massa karbon mencapai 7,17 ton / ha.
ABSTRACT
DEDY HAMONANGAN SILABAN: Model Estimating Carbon Stock In Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 Years In Palm Plantation PT. Putri Hijau, Langkat, supervised by MUHDI and DIANA SOFIA HANAFIA.
Palm Oil Plant a CO2 absorber as well as other crops such as forest plants. Currently the center of oil palm plantations located in the province of North Sumatra. This study aimed to obtain carbon estimation models Allometric palm plantations in PT. Putri Hijau, Langkat and to get potential carbon content of plant oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) Age 5 years. The research carried out in two stages, the first stage was data collection in the field and the second stage was biomass and carbon analyzes of each of the laboratory. The research resulted that model allometrik to get the mass of carbon biomass and the best crop of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) were W = 0.00597 D1,000 HBP1,142, and C =
0.001559 D0, 948HBP1, 154 and the results of estimating the value of the volume of oil
palm biomass PT . Putri Hijau was 28.53 tons / ha and carbon mass values was 7.17 tons / ha.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan hutan selama ini hanya memandang hasil hutan kayu, hal ini
menyebabkan penebangan hutan yang tidak terkendali yang mengakibatkan
kerusakan hutan (deforestasi). Selain itu alih guna lahan hutan menjadi lahan
perkebunan, pertanian, dan pemukiman menyebabkan laju kerusakan hutan
semakin bertambah. Padahal, pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi
kayu dan hasil hutan non kayu, tetapi juga hasil hutan lainnya seperti plasma
nuftah, penyerapan karbon, dan jasa lingkungan (Suhendang, 2002).
Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara
ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya,
sehingga memicu kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang menginginkan
mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
industri pulp, perkebunan, karet, kopi, coklat, dan lain-lain. Secara legal konversi
lahan hutan sering dilakukan melalui revisi tata guna lahan tingkat kabupaten dan
provinsi. Akibat kebijakan tersebut luas hutan alam di Indonesia terus menyusut
dari tahun 1990 sampai tahun 2010, yaitu dari 1,8 juta hektar per tahun menjadi
1,17 juta hektar per tahun (Dirjen Planalogi Kehutanan, 2010).
Indonesia adalah Negara dengan lahan hutan mencapai 60% dari area negara.
Keberadaan hutan sangat penting tidak hanya untuk ekonomi nasional dan
kehidupan masyarakat lokal, tetapi juga lingkungan global. Indonesia merupakan
tempat berkumpulnya mega keanekaragaman hayati dan penjaga lahan hutan
masih ada akan terancam keberadaannya untuk dikonversi menjadi lahan
perkebunan kelapa sawit maupun hutan tanaman industri.
Lahan yang dikonversi dan dikelola dengan benar, akan menghasilkan
kapasitas serapan karbon yang meningkat. Namun demikian, hutan ketika
dikonversi menjadi bentuk penggunaan lain dan mengalami gangguan akan
berubah menjadi sumber emisi. Saat ini sejumlah hutan tropika mengalami
degradasi hebat, diantaranya disebabkan konversi hutan menjadi areal pertanian,
perkebunan dan pemukiman.
Dalam rangka menjawab kebutuhan kebijakan alternatif, diperlukan kajian
tentang pola penggunaan lahan yang sesuai dengan upaya mitigasi perubahan
iklim. Seberapa besar relevansi perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai
penyedia jasa lingkungan yang menghasilkan penerimaan ekonomi, tanpa harus
mengubahnya menjadi penggunaan lahan tertentu yang menurunkan simpanan
karbon dan seberapa besar serapan karbon kelapa sawit dibandingkan pohon
dalam hal konversi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Jasa lingkungan yang dimaksud adalah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), yaitu sebuah mekanisme pembayaran kompensasi atas pengalihan alokasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit
sehingga mampu menghindarkan terjadinya deforestasi atau degradasi hutan.
Salah satu indikator penting untuk suatu lanskap dapat dimasukkan ke program
REDD adalah terjadinya penurunan emisi atau peningkatan simpanan karbon
vegetasi.
Deforestrasi mengacu pada hilangnya hutan akibat kegiatan manusia yang
hutan akibat degradasi yang berkesinambungan yang diakibatkan kebakaran yang
berulang kali dan penebangan illegal.
Vegetasi mempunyai peranan yang sangat penting terhadap penurunan emis i
gas rumah kaca. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu penyerap CO2 yang ada di bumi. Penyerapan karbon oleh kelapa sawit ditentukan
melalui proses fotosintesis dan pelepasan oksigen melalui respirasi. Hasil
penelitian Henson (1999) mengungkapkan bahwa dalam proses fotosintesis
(assimilasi) kelapa sawit menyerap sekitar 161 ton CO2 per hektar per tahun.
Seluruh tanaman/tumbuhan menggunakan CO2 dalam proses fotosintesis dan
menghasilkan O2 dan energi yang sebagian energi tersebut tersimpan dalam
bentuk biomassa (stok karbon).
Melihat fungsi kelapa sawit (Elaeis guneensis Jacq.) sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah karbon yang disimpan oleh kelapa sawit
menjadi penting. Di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat memiliki
potensi yang sangat besar terutama perkebunan kelapa sawit. Kabupaten Langkat
merupakan salah satu wilayah yang memiliki komoditi sawit yang cukup tinggi.
Seiring dengan berkembangnya dan makin luasnya perkebunan di Kabupaten ini
maka diperlukan suatu informasi teknis tentang cadangan karbon pada perkebunan
di kelapa sawit, juga diperlukan penelitian mengenai pendugaan cadangan karbon
hingga menghasilkan informasi C-stok dan seberapa besar jumlah C-ton/ha yang
tersimpan pada tanaman kelapa sawit di PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat,
Alur Penelitian
Berikut adalah alur penelitian yang dirancang untuk mendapatkan hasil
sesuai dengan yang sebenarnya dilapangan dan dilaboratorium :
Gambar 1. Gambaran Alur Penelitian Pendugaan Cadangan Karbon Tanaman Kelapa
Sawit.
Peninjauan Lokasi (Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Besitang, Sumatera Utara)
Perencanaan Petak Ukur
Pembuatan Petak Ukur Ukuran 20 m x 20 m
Pengukuran dimensi tanaman kelapa sawit, mencakup diameter batang tinggi total dan tinggi
Penebangan tanaman sebagai sampel untuk ditimbang berat basah dan memisahkan ke dalam bagian-bagian tanaman untuk dijadikan sebagai sampel yang akan dianalisis di
Mengukur dan menimbang bagian-bagian tanaman. Batang dibagi kedalam sortiman pendek dan
diukur diameter ujungnya. Seluruh batang dan daun ditimbang untuk memperoleh
Analisis contoh uji dilaboratorium untuk mendapatkan nilai berat jenis, kadar zat terbang, kadar abu
dan kadar karbon dalam biomassa (stok karbon)
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui seberapa besar perbedaan kandungan karbon pada tiap
bagian kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yaitu antara batang, pelepah dan daun.
2. Mendapatkan model alometrik pendugaan karbon perkebunan kelapa
sawit di PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.
3. Mendapatkan potensi kandungan karbon tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kandungan karbon
pada bagian – bagian tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) antara batang, pelepah dan daun.
Manfaat Penelitian
Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi
peneliti yang terkait dengan biomassa dan karbon tersimpan pada tanaman sawit
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi dan Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari
Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut
berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Tanaman kelapa sawit berasal dari
daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika
dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua
Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi
dipermasalahkan orang (Risza, 1994).
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya tumbuh lurus, dan
umumnya tidak bercabang, dan tidak mempunyai kambium. Tanaman ini berumah
satu atau monoecius. Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Palmae
Keluarga : Palmaeceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq
(Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).
Menurut Suyatno (1995) tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6
kelompok yaitu :
a. Tanaman belum menghasilkan 0 – 3 tahun – muda (belum menghasilkan)
c. Tanaman menghasilkan 5 – 12 tahun–teruna (produksi/Ha; mengarah naik)
d. Tanaman menghasilkan 12 – 20 tahun–dewasa (produksi/Ha; posisi
puncak)
e. Tanaman menghasilkan 21 – 25 tahun–tua (produksi/Ha; mengarah turun)
f. Tanaman menghasilkan 26 tahun – renta (produksi/Ha; sangat rendah)
Syarat tumbuh kelapa sawit merupakan aspek penting yang harus diperhatikan
karena merupakan aspek penentu dan sulit untuk dilakukan modifikasi. Hal ini
dapat diatasi dengan melakukan beberapa pendekatan agar faktor pembatas yang
ada dapat dicegah atau dapat ditekan sedemikian rupa sehingga berubah menjadi
faktor pendukung. Kelapa sawit dapat tumbuh di daerah antara 100LU-120 LS. Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar 0-400
meter di atas permukaan laut. Curah hujan optimal yang dikehendaki sekitar
2000-2400 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Intensitas
penyinaran matahari optimum antara 5-12 jam per hari dan suhu optimum berkisar
antara 240– 280 C. Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti tanah podsolik coklat, podsolik kuning, hidromorfik kelabu, alluvial, regosol, dan
organosol (tanah gambut). Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan
dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah
dengan pH 5-7, dengan pH optimum antara 5-6 (Pahan, 2008).
Daun tanaman kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip
genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun disanggah oleh pelepah yang panjangnya
bisa mencapai 9 meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai.
Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Duduk pelepah daun pada
spiral. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan biasanya
memiliki 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda
yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang
lebih tua antara 20-25 helai. Kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur 12-14
bulan. Bunganya termasuk monocious yang berarti bunga jantan dan betina
terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman ini dapat
menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri. Buah kelapa sawit termasuk buah
batu yang terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam (endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm Kernel Oil (Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).
Tumbuhan seperti perkebunan, memiliki mekanisme proses fotosintesis
(asimilasi) yang menyerap CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan
dalam bentuk biomass (stok karbon). Selain proses fotosintesis, tumbuhan juga
melakukan pernafasan/respirasi yang menghasilkan CO2 ke atmosfer bumi. Oleh
sebab itu, yang perlu dilihat adalah penyerapan netto-nya yakni CO2 yang diserap
dikurangi CO2 yang dilepas. Henson (1999) menghitung penyerapan netto CO2
perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan hutan alam tropis. Data empiris
tersebut menunjukkan bahwa secara netto kelapa sawit dan hutan alam tropis (juga
tanaman lainnya) adalah penyerap CO2 dari atmosfer bumi. Namun kemampuan
perkebunan kelapa sawit dalam menyerap CO2 (secara netto) lebih besar
Tanaman kelapa sawit juga memerlukan unsur hara tambahan untuk
pertumbuhannya, penyerapan unsur hara yang berasal dari pupuk akan lebih
efektif karena meningkatnya daya dukung tanah akibat penambahan bahan
organik dalam tanah. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman akan lebih baik
sehingga dapat meningkatkan berat basah dan berat kering tanaman dan sesuai
dengan kemampuan menyimpan oleh bagian tanaman tersebut
(Suwandi dan Chan, 1982) .
Sebagian areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya
dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya,
kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari
Eropa. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun
1969. Pada saat itu luas areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 hektar
dengan total produksi minyak sawit mentah yaitu 189.000 ton per tahun.
Sedangkan pada tahun 2005 produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapai
9,9 juta ton (Hadi, 2004).
Banyak air yang terkandung pada sepotong kayu disebut kadar air (KA)
kayu. Banyaknya kandungan kadar air pada kayu bervariasi, tergantung jenis
kayunya, bagian kayunya, kandungan tersebut berkisar sekitar 40-400%. Hasil
inventarisasi dikumpulkan dilapangan merupakan data berat basah sehingga
diperlukan data berat kering untuk memperoleh besar kadar air
(Dumanauw, 1990).
bahwa besarnya kadar air dalam pohon bervariasi antara 30 – 300 % tergantung
spesies pohon, posisi dalam batang dan musim.
Dalam suatu pohon terdapat variasi kandungan air. Hal ini tidak hanya
pada pohon tetapi sama halnya pada kelapa sawit, dimana terdapat perbedaan
kandungan kadar air pada setiap bagian-bagiannya (Haygreen & Boyner, 1996).
Penelitian oleh Tjitrosemito dan Mawardi (2001) mengemukakan
kandungan karbon kelapa sawit pada umur 19 tahun sekitar 40,28 ton/ha.
Jika dilihat dari hasil tersebut maka diduga perkebunan kelapa sawit berada pada
lahan mineral yang subur. Kondisi maksimum pada umur 19-24 tahun dengan
kandungan karbon sebesar 27.168 ton setiap hektarnya. Variasi nilai yang
diperoleh tersebut sesuai dengan luasan lokasi penelitian dan umur kelapa
sawit. Namun, pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan dan
konversi lahan gambut menjadi perkebunan terbukti melepaskan CO2 sebesar
20–55 ton/ha/tahun (Hooijer et al., 2006).
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)
Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan dua
aktifitas yang dapat mengurangi penambahan karbon di atmosfer. Peningkatan
simpanan karbon (di dalam REDD+) mengacu pada sequestrasi karbon dari
atmosfer. Ruang lingkup REDD+ dalam konteks yang luas, akan tetapi, juga
memasukkan cadangan karbon karena hal ini mengacu pada konservasi hutan dan
karbon yang disimpan di hutan yang masih utuh. Cadangan berbeda dengan emisi
dimana cadangan tidak berarti sebuah perubahan dalam konsentrasi gas rumah
kaca di atmosfer dan oleh karena itu tidak diakui sebagai aktifitas mitigasi
Data mengenai luas lahan kelapa sawit sangat bervariasi, tergantung
sumbernya. Berdasarkan data statistik, luas perkebunan sawit di Indonesia
tahun 2013 mencapai sekitar 9,3 juta ha, dimana sekitar 40% diusahakan oleh
petani, sedangkan sisanya dikuasai perusahaan swasta dan BUMN. Departemen
Pertanian Amerika Serikat memperkirakan bahwa Indonesia pada tahun 2009
telah menanam kelapa sawit pada lahan seluas kira-kira 7,3 juta hektar.
Organisasi-organisasi non- pemerintah bahkan memperhitungkan sampai 9,2 juta
hektar. Indonesia menjadi produsen ekspor minyak kelapa sawit terbesar di
dunia. Pada musim panen 2009/2010 menghasilkan 21 juta ton minyak kelapa
sawit, yaitu hampir separuh dari produksi minyak kelapa sawit dunia yang
berjumlah 45 juta ton. Di samping minyak kelapa sawit, juga dihasilkan 5,3 juta
ton minyak biji sawit yang masuk ke pasar dunia. Patut diamati bahwa Indonesia
mengalami pertumbuhan ekspor yang luar biasa antara tahun 2003 dan 2010
yaitu berlipat ganda menjadi 16,2 juta ton (musim panen 2009/2010) dan
berdasarkan perkiraan akan terus meningkat (Adams, 2011).
Tanggapan pemerintah dalam soal pembukaan lahan / sistem pertanian
dengan cara membakar hutan / lahan ini sebenarnya menjadi titik penting untuk
melihat bagaimana menempatkan posisi masyarakat ketika berhadapan dengan
isu lingkungan hidup. Tekanan atas masih terjadinya pembakaran hutan makin
menguat bukan hanya oleh kepentingan kelancaran transportasi atau kesehatan
tetapi juga oleh keinginan Indonesia untuk terlibat lebih jauh dalam perundingan
perubahan iklim dengan melaksanakan salah satu skema mitigasi perubahan
satu contributor terbesar bertambahnya karbon di atmosfer yang menjadikan
Indonesia sebagai salah satu emitter terbesar dunia saat ini (Angelsen, 2008). REDD dalam pelaksanaannya merujuk pada dua hal. Pertama, proses
pembentukan mekanisme pembayaran kepada negara berkembang yang telah
mengurangi emisinya lewat pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan.
Kedua, ia merujuk pada aktifitas persiapan bagi negara agar terlibat dalam
mekanisme REDD, yang setidaknya akan melakukan pengujian dan
pengembangan metodologi, teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara
berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon. Di Indonesia,
rujukan kedua itu dikenal dengan istilah Demonstration Activities (DA) (Departemen Kehutanan, 2008).
Produksi kredit karbon REDD membutuhkan implementasi suatu set
tahapan yang menuntut adanya berbagai institusi dan kegiatan praktek lapangan
baru. Karena REDD beroperasi berdasarkan pendekatan nasional dan di
implementasikan pada tingkat subnasional (provinsi/kabupaten/unit manajemen),
berbeda dengan CDM yang diimplementasikan dengan pendekatan proyek
(project based). Oleh karena itu, untuk mendukung implementasi REDD diperlukan suatu pengukuran densitas karbon setidaknya pada level kabupaten
agar didapatkan data yang lebih akurat pada level nasional (FAO, 2006).
Biomassa Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Biomassa adalah total berat atau volume organisasi dalam suatu area atau
volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik
hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan
Biomassa digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan
tanamam, karena tanaman dapat dianggap sebagai sumber (source) dan rosot (sinks) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukkannya. Biomassa
tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman, sejarah perkembangan vegetasi,
komposisi dan struktur tanaman serta faktor iklim (curah hujan dan temperatur)
mempengaruhi laju peningkatan biomassa tanaman, selain itu perbedaan iklim
juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik. Jumlah karbon dalam
pohon meningkat secara linier dengan meningkatnya biomassa pohon
(Onrizal, 2004).
Menurut Ahmad (1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan bagian
yang tersusun dengan banyak selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linier
yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa
maka kandungan karbon akan makin tinggi. Adanya variasi horizontal
mengakibatkan adanya kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen
kimia penyusun. Makin besar diameter tanaman diduga memiliki potensi selulosa
dan zat penyusun lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian
batang erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika
dibandingkan dengan bagian tanaman lainya.
Biomassa dibedakan menjadi dua kategori menurut Hairiah, et al. (2001),
1. Biomasa pohon. Proporsi terbesar cadangan karbon di dataran umumnya terdapat pada komponen pepohonan.
2. Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar,
rumput-rumputan atau gulma.
3. Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan
komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi
cadangan karbon yang akurat.
4. Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting yang terletak di permukaan tanah.
Adapun karbon di dalam tanah, meliputi :
1. Biomasa akar. Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung
ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama.
2. Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di
permukaan dan di dalam tanah.
Menurut Handoko (2007), biomassa disusun oleh senyawa karbohidrat yang
terdiri dari unsur karbon dioksida (CO2), hidrogen dan oksigen. Biomassa
tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman, komposisi dan struktur
tanaman.
Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan
organik hidup di atas tanah yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit
area. Hampir 50% dari biomassa dari vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon
mengalami kebakaran akan menyebabkan konsentrasi CO2 meningkat secara
global di atmosfir dan menjadi masalah lingkungan hidup. Biomassa dapat
dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above
ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground
biomass).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling
dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructivesampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model (Sutaryo,
2009).
Biomasa akar pohon pada masing-masing kelas tutupan dihitung
berdasarkan pendekatan nilai terpasang (default value) nisbah pohon: akar pada hutan tropika seperti yang telah dijelaskan dalam metodologi penelitian, yaitu4:1
untuk pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah dan 1:1 untuk
pohon di tanah-tanah miskin (Hairiah et al., 2001).
Karbon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Proporsi terbesar penyimpanan karbon di dataran umumnya terdapat pada
komponen tanaman hijau. Menurut Muhdi (2008), jumlah karbon dalam tanaman
pohon dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi dari tanaman pohon yang
akan mempengaruhi jumlah karbon dioksida bebas di atmosfer. Hubungan timbal
balik ini merupakan proses pengikatan dan pelepasan karbon bebas di atmosfer
menjadi karbon terikat pada tanaman. Tanaman hijau menggunakan energy
cahaya matahri untuk memecah molekul air dan menggabungkannya dengan
Cadangan karbon adalah jumlah karbon dalam suatu pool. Pool karbon adalah suatu system yang mempunyai mekanisme untuk mengakumulasi atau
melepas karbon. Contoh pool karbon adalah biomassa hutan, produk-produk kayu, tanah, dan atmosfer. Penyerapan karbon adalah proses memindahkan karbon dari
atmosfer dan menyimpannya dalam reservoir (Masripatin et al., 2010).
Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik.
Pergerakannya dalam suatu ekosistem bersamaan dengan pergerakan energi
melalui zat kimia lain; karbohidrat dihasilkan selama fotosintesis dan CO2
dibebaskan bersama energi selama respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal
balik fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara
lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon
dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daun dan menggabungkannya
kedalam bahan organik biomassa melalui proses fotosintesis. Sejumlah bahan
organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen. Respirasi oleh
semua organism mengembalikan CO2 ke atmosfer (Sutaryo, 2009).
Besarnya karbon tersimpan di atas permukaan sangat ditentukan oleh jenis
dan umur tanaman, keragaman dan kerapatan tanaman, kesuburan tanah, kondisi
iklim, ketinggian tempat dari permukaan laut, lamanya lahan dimanfaatkan untuk
penggunaan tertentu, serta cara pengelolaannya. Contoh variabilitas simpanan
karbon dari berbagai jenis tanaman pada lahan gambut di Kalimantan barat
(Susanti et al., 2009), menunjukkan bahwa kelapa sawit dan karet mempunyai karbon tersimpan yang tidak jauh berbeda dibanding hutan sekunder yakni berkisar
41-45 ton/ha. Namun demikian, dalam kondisi hutan alami atau dalam kondisi
penelitian ini juga hampir sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan besarnya jumlah biomassa kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) umur 5 tahun adalah sebesar 28-30 ton /ha (Yulianti, 2010).
Umur tanaman sangat menentukan besarnya karbon tersimpan. Oleh karena
itu, dalam menentukan karbon tersimpan dalam biomassa tanaman, digunakan
nilai time average (rata-rata simpanan karbon dalam satu siklus hidup tanaman). Karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit pada berbagai umur tanaman, dengan
nilai time average-nya menunjukkan perbedaan. Perbedaan nilai time average C
tanaman sawit yang didapat Rogi (2002) yaitu sebesar 60 ton/ha disebabkan oleh
adanya perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan kemampuan
tanaman dalam menambat karbon, misalnya kesuburan tanah, varietas tanaman,
dan lain sebagainya (Susanti et al., 2009).
Kelapa sawit pada umur 0-10 tahun mempunyai cadangan karbon di atas
permukaan tanah 19 ton/ha, jika diperhatikan dengan baik nilai tersebut tergolong
tidak baik hal ini dikarenakan umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan
pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis
lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan sangat tidak baik
ditemukan dilapangan (Hairiah, 2011).
Pendugaan cadangan karbon memiliki nilai yang bervariasi karena sangat
ditentukan oleh umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan
lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan
Gambar 2. Karbon Tersimpan Dalam Tanaman Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanaman Serta Nilai Time Average C
(Sumber: Rogi, 2002).
Hasil penelitian Muhdi (2012) di hutan alam tropika, Kalimantan Timur
menyatakan rata-rata kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki kadar
karbon yang bervariasi, yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang
sebesar 45,75%, dengan kisaran kadar karbon antara 40,29-53,12%. Rata-rata
kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61%, dengan kisaran kadar
karbon rata- rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan
kadar abu yang tinggi. Selain itu, daun hanya mengandung sedikit bahan
penyusun kayu sehingga kadar karbon tersimpan sedikit.
Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana
semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin
rendah. Rata-rata massa karbon terbesar pohon berasal dari batang, yakni 253,31
kg (71,14%). Selanjutnya massa karbon akar sebesar 62,24 kg (17,48%), cabang
34,03 kg (9,56%), daun 6,41 kg (1,80%), dan buah 0,06 kg (0,02%). Hasil
penelitian Kusuma (2009) menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi
terdapat pada pangkal batang sebesar 61,62%. Demikian pula halnya dengan
penelitian Febrina (2012) yang menyatakan bahwa kadar karbon terbesar
Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO
2 dari udara
dan akan melepas O
2 ke udara. Proses ini akan terus berlangsung selama
pertumbuhan dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit
mencapai lebih dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data
Ditjenbun, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyerap CO
2
sebanyak 430 juta ton. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan data penelitian dari
IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO
2 adalah 25.71
ton/ha/tahun (Htut , 2004).
Hasil temuan Nurhayati (2005) mencatat kelapa sawit mampu menyimpan
lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi jumlah tersebut dicapai setelah 10-15 tahun
pertumbuhan sehingga jumlah karbon rata-rata waktu yang ditambat oleh tanaman
kelapa sawit sekitar 60.4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44 ton C/ha/tahun dan ekivalen
dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun.
Menurut Maulana (2010), tingginya potensi simpanan karbon lebih
dipengaruhi oleh komposisi diameter pohon dan sebaran berat jenis vegetasinya.
Tipe hutan dengan komposisi jenis pohon berberat jenis tinggi akan mempunyai
potensi simpanan yang cenderung lebih tinggi daripada tipe hutan dengan
kerapatan tinggi tetapi jenis pohonnya berberat jenis rendah.
Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan dengan meningkatkan
pertumbuhan biomassa hutan secara alami, menambah cadangan kayu hutan yang
ada dengan cara penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu. Karbon
yang diserap oleh tanaman dapat disimpan dalam bentuk biomassa kayu sehingga
Unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang.
Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang
sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon
penting dalam menduga potensi karbon sawit (Limbong, 2009).
Hasil penelitian Muhdi (2013) pada 55 pohon contoh di hutan alam tropika,
Kalimantan Timur menyatakan rata-rata biomassa terbesar pohon berasal dari batang
yakni 485,65 kg (64,31%) dari total biomassa pohon. Biomassa akar sebesar 163,76
kg (21,68 %), cabang 76,69 kg (10,16%), daun 28,84 kg (3,82%), dan buah 0,18
kg (0,18%) dari total biomassa pohon. Berdasarkan hasil pengujian di
laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada daun,
yakni sebesar 108,72%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian
cabang sebesar 80,21%. Daun memiliki nilai kadar air tertinggi disebabkan oleh
struktur daun tersusun atas rongga stomata yang diisi oleh sedikit bahan penyusun
kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Berdasarkan hasil penelitian Purba (2012) bahwa Kabupaten Langkat
memiliki luas areal kebun sawit sebesar 113.725,241 ha. Keberadaan tanaman
sawit kelas umur tanaman menghasilkan pada suatu sistem penggunaan lahan
memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap total cadangan karbon. Pada
sawit 70% dari total karbon berasal dari sawit kelas umur tanaman menghasilkan
sedangkan pada sawit kelas umur tanaman belum menghasilkan hanya 30%.
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tanaman sawit di
Tabel 1. Hasil Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan di Kabupaten Langkat Dengan Menggunakan Metode Allometrik Tahun 2012
No Perusahaan Tahun Tanam Umur (Tahun) Total Cadangan Karbon (ton/ha)
Model Alometrik Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon
Pemodelan adalah pengembangan analisis ilmiah yang dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem
akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Onrizal, 2004).
Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui fotosintesis dan
kehilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih akan disimpan
dalam organ tumbuhan dalam bentuk biomassa. Fungsi dan model biomassa
dipresentasikan melalui persamaan tinggi dan diameter pohon
(Johnsen et al., 2001).
Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi paling baik antar
dimensi pohon dengan biomassanya. Sebelum membuat persamaan tersebut,
pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai
total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dari
suatu unit area tertentu (Sutaryo, 2009).
Hubungan allometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas
yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, yang dalam hal ini diwakili oleh
volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon.
Dalam hubungan ini, volume pohon atau biomassa pohon merupakan peubah tak
bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi total pohon, yang
disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu
persamaan allometrik (Hairiah et al., 2001).
Persamaan allometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh
dengan melakukan penebangan dan perunjukan dari berbagai sumber pustaka
yang mempunyai tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut
biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang
diukur 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Persamaan empirik untuk
biomassa total W berdasarkan diameter D mempunyai sebuah bentuk polinomial :
W = a + bD + cD2 + dD3 atau mengikuti fungsi : W = aDb. Setelah persamaan
allometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau parameter lain yang
digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu pohon.
Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat
dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah et al., 2001). Menurut Thenkabail et al., (2004) tanaman kelapa sawit yang tumbuh di Afrika memiliki model persamaan alometrik yang baik ini berdasarkan hasil
penelitiannya, persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
Berat Kering (kg) = 0.3747*tinggi (cm) + 3.6334 (R2 = 0.9804).
Pilihan persamaan model allometrik untuk tujuan penaksiran biomassa
harus berdasarkan persamaan yang telah diketahui. Model yang telah banyak
digunakan secara luas adalah berdasarkan hukum allometrik pertumbuhan : loge
hasil pengukuran seperti diameter pangkal atau diameter yang diukur setinggi
dada (Dbh) dengan berat, volume atau riap. Selain itu penaksiran dapat dilakukan
dengan memasukan pengukuran diameter dan tinggi pohon ke dalam persamaan :
loge Y = a + b loge (d2h). Setelah persamaan dibangun, dapat dilakukan
perhitungan berat biomassa dengan menggunakan berbagai dimensi pohon yang
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan PT. Putri Hijau, Kecamatan
Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dilakukan
dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data dilapangan dan
tahap kedua menganalisis karbon yang dilakukan di laboratorium Kimia Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : chainsaw untuk penebangan, clinometer untuk mengukur kemiringan lapangan, pita diameter untuk mengukur diameter sawit, pita meter dan tali berskala untuk mengukur jarak,
timbangan (neraca Ohaus) untuk menimbang berat batang, pelepah dan daun kelapa sawit, parang dan kampak untuk membuat patok, kamera untuk dokumentasi, alat
tulis untuk mencatat data dilapangan, kantong plastik untuk membawa sampel
tanaman, aluminium foil untuk membungkung sampel dan kalkulator menghitung data.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq).
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode sampling dengan pemanenan
metode acak sederhana dengan menggunakan 3 (tiga) buah petak contoh dengan
ukuran 20 meter x 20 meter dengan jarak petak contoh 10m ( Kiyoshi, 2002).
Gambar 3. Plot contoh ukuran 20 meter x 20 meter
Prosedur Penelitian
Pelaksanan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dilapangan
dan analisis di laboratorium. Tahapan kegiatannya adalah :
1. Pengumpulan data dilapangan
Pengambilan contoh terpilih dilakukan dengan penebangan satu buah tanaman
kelapa sawit pada tiap – tiap plot yang berukuran 20 meter x 20 meter, tanaman
contoh yang terpilih tersebut kemudian ditebang dari pangkal batang bawah diatas
permukaan tanah, kemudian dipisahkan berdasarkan bagian-bagian, yaitu batang,
pelepah dan daun. Batang akan dibagi menjadi beberapa segmen, dengan panjang
segmen sekitar 200 cm. Semua bagian pohon contoh tersebut kemudian ditimbang,
sehingga diketahui berat basah setiap bagiannya. Berat basah pohon adalah hasil
penjumlahan semua berat basah dari bagian pohon.
Tahapan kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memilih tanaman contoh kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit yang
mewakili harus tumbuh sehat.
3. Menebang dan memisahkan ke dalam bagian-bagian yaitu batang, pelepah
dan daun. Tanaman contoh ditebang sedekat mungkin dengan permukaan
tanah.
4. Mengukur dan menimbang bagian-bagian . Batang dibagi kedalam sortimen
pendek 2 m dan diukur diameter ujungnya. Seluruh batang dan daun
ditimbang untuk memperoleh bobot basah.
5. Pengambilan contoh uji seluruh tanaman contoh. Contoh uji terdiri atas
contoh uji bagian batang (pangkal, tengah, dan ujung batang), cabang,
ranting, daun dan akar masing- masing 300 gram. Contoh uji dikemas dalam
Aluminium foil untuk mencegah berkurangnya kandungan air pada contoh uji tersebut.
2. Analisis di Laboratorium Kadar air
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji ditimbang berat basahnya.
2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat
keringnya.
3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering
tanur ialah kadar air contoh uji.
Kadar karbon
Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagian-bagian kecil
sebesar batang korek api, sedangkan sample bagian daun dicincang.
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran
40-60 mesh.
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan
kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan
ditimbang dengan timbang Sartorius.
f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat
kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan.
2. Kadar abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur
listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam.
mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur
contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan.
3. Kadar karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon
menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana
kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap
kadar zat terbang dan kadar abu.
Pengolahan Data Kadar air
Nilai kadar air dari contoh uji didapat dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
BKT = Berat kering tanur (oven) dari contoh uji
Berat kering/Biomassa
Berat kering total bagian-bagian pohon dihitung dengan rumus :
Dimana :
BK = Berat kering/biomassa (Kg) BB = Berat basah (Kg)
KA = Kadar air (%)
Berat kering total dari keseluruhan pohon merupakan penjumlahan berat kering total
bagian pohon kelapa sawit yang terdiri dari berat kering batang utama dan
daun.
Kadar zat terbang
Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat
dengan rumus sebagai berikut :
%
B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat
cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950 oC
Kadar abu
Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut :
%
Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:
Kadar karbon terikat arang = 100% - kadar zat terbang arang-kadar abu.
Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa pohon atau
karbon dan bagian-bagian pohon menggunakan satu atau lebih peubah
dimensi pohon berikut :
Ŷ = ß0+ ß1D+ ß2D2 Ŷ = ß0Dß1
Ŷ = ß0+ ß1D2H Ŷ = ß0 Dß1Hß2
Dimana :
Ŷ = Taksiran nilai biomassa atau karbon pohon kelapa sawit (kg/pohon)
D = Diameter pohon (dbh) (cm)
H = Tinggi pohon (m)
ß0, ß1, ß2 = Konstanta (parameter) regresi
Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mengetahui perbedaan kadar karbon pada
bagian-bagian pohon yang dilakukan dengan analisis statistik dengan uji
nilai T ( uji beda rata-rata) menggunakan software SPSS 16.0. Adapun
parameter yang diuji adalah: Perbedaan kadar karbon rata-rata setiap
bagian tanaman yaitu pada bagian batang, pelepah, dan daun. Prosedur uji
statistik adalah sebagai berikut:
1.Menentukan formulasi hipotesis
Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman
H1 : Ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman
2.Menentukan taraf nyata pada selang kepercayaan 95%
3.Menentukan kriteria pengujian
Ho ditolak (H1 diterima) apabila P<0.05
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanaman Kelapa SawitHasil pengamatan dan perhitungan terhadap tanaman kelapa sawit pada
umur 5 tahun pada perkebunan sawit PT. Putri Hijau ke dari 3 buah petak contoh
dengan ukuran 20 meter x 20 meter dengan jarak petak contoh 10 meter, diketahui
bahwa dalam setiap petak contoh jarak tanam adalah 9 meter x 9 meter dan
terdapat 9 pokok tanaman sawit di dalamnya. Masing-masing untuk setiap petak
contoh dicari tinggi total tanaman, tinggi bebas pelepah dan diameter yang
disajikan pada Lampiran 1. Pada pengamatan yang dilakukan dilapangan terdapat
perbedaan tinggi total, tinggi bebas pelepah dan diameter dari masing – masing
tanaman contoh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik tanaman contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan allometrik
Petak Diameter batang (cm) Tinggi total (m) Tinggi bebas pelepah (m)
1 81.84 10.30 1.60
2 102.54 9.93 1.62
3 92.35 8.52 1.52
Tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan antara diameter batang, tinggi
total dan tinggi bebas pelepah dari masing-masing petak contoh. Hal ini
dikarenakan terdapat perbedaan dalam mendapatkan cahaya matahari atau
intensitas cahaya matahari yang diperoleh berbeda-beda, serta perbedaan
kandungan unsur hara yang diperoleh tanaman. Hal ini sesuai menurut pendapat
Pahan (2008) yang menyatakan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh di daerah antara
dikehendaki sekitar 2000-2400 mm per tahun dengan penyebaran merata
sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari optimum antara 5-12 jam per hari
dan suhu optimum berkisar antara 240 – 280 C. Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit
dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5-7, dengan pH optimum antara 5-6.
Berat Basah Tanaman Contoh
Hasil perhitungan potensi berat basah dari beberapa bagian tanaman
kelapa sawit yang diperoleh dari penebangan dilapangan disajikan pada Gambar 6
Gambar 6. Berat basah rata-rata pada setiap bagian kelapa sawit umur 5 tahun
Gambar 6 memperlihatkan bahwa rata-rata berat basah terbesar tanaman
sawit berasal dari batang yakni sebesar 394,6 kg, selanjutnya berat basah pelepah
sebesar 249,9 kg dan daun sebesar 49,7 kg. Perbedaan berat basah yang terjadi
antara masing-masing bagian tanaman dikarenakan perbedaan kemampuan bagian
dari tanaman dalam menyerap unsur hara dari tanah sesuai dengan pendapat
Suwandi dan Chan (1982) yang menyatakan bahwa penyerapan unsur hara yang
akibat penambahan bahan organik dalam tanah. Dengan demikian, pertumbuhan
tanaman akan lebih baik sehingga dapat meningkatkan berat basah dan berat
kering tanaman dan sesuai dengan kemampuan menyimpan oleh bagian tanaman
tersebut. Dalam penelitian Muhdi et al., (2014) menyatakan bahwa rata-rata berat basah terbesar tanaman kelapa sawit terdapat pada batang yakni 1400 kg (84,45%)
dari total biomassa keseluruhan, selanjutnya rata-rata berat basah pelepah 157,9
kg (9,52%) dan berat basah rata-rata daun sebesar 72,4 kg (4,37%). Perbedaan
hasil penelitian tersebut dikarenakan umur tanaman yang diteliti adalah berbeda
nyata.
Kadar air kelapa sawit
Air merupakan unsur alami dari semua bagian tegakan sawit yang hidup.
Sejumlah air akan tetap tinggal di dalam struktur dinding-dinding sel. Jumlah air
akan mempengaruhi sifat fisik dan mekaniknya ketahanan terhadap penghancuran
biologis, dan kestabilan dimensi produk.
Menurut Dumanauw (1990) banyak air yang terkandung pada sepotong
kayu disebut kadar air (KA) kayu. Banyaknya kandungan kadar air pada kayu
bervariasi, tergantung jenis kayunya, bagian kayunya, kandungan tersebut berkisar
sekitar 40-400%. Hasil penelitian Muhdi et al., (2014) yang menyatakan rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada batang yaitu sebesar 238,4% , selanjutnya
pelepah sebesar 261,9% dan yang terendah adalah daun sebesar 143,9%. Hasil
inventarisasi dikumpulkan dilapangan merupakan data berat basah sehingga
diperlukan data berat kering untuk memperoleh besar kadar air. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan terdapat variasi kadar air (KA), dan dapat dilihat pada
guineensis Jacq umur 5 tahun terdapat pada bagian batang yaitu 323,97% , dan pada kadar air rata-rata pelepah 218,81%, kemudian untuk kadar air rata-rata
terendah terdapat pada daun 183, 49%.
Gambar 7. Kadar air rata-rata tanaman sawit umur 5 tahun berdasarkan bagian-bagiannya.
Gambar 7 menunjukkan terjadinya perbedaan antara kandungan kadar air
dari masing-masing bagian tanaman dikarenakan pada setiap tanaman terdapat
variasi kemampuan dalam menyerap dan menyimpan air. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Haygreen & Boyner (1996), yang menyatakan bahwa dalam suatu pohon terdapat variasi kandungan air. Hal ini tidak hanya pada pohon tetapi
sama halnya pada kelapa sawit, dimana terdapat perbedaan kandungan kadar air
(KA) pada setiap bagian-bagiannya. Hasil penelitian Iswanto et al., (2010) menyebutkan bahwa nilai kadar air pohon kelapa sawit berkisar antara
219,9-379,4%. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa besarnya kadar air dalam pohon
bervariasi antara 30 – 300 % tergantung spesies pohon, posisi dalam batang dan
Berat Kering (Biomassa)
Berdasarkan hasil analisis diperoleh biomassa kelapa sawit dari setiap
bagian meliputi daun, pelepah dan batang. Hasil analisis menunjukkan nilai
rata-rata biomassa terbesar berada pada bagian batang sawit sebesar 97,751 kg,
selanjutnya pelepah sebesar 81, 338 kg dan nilai biomassa yang terendah terdapat
pada daun kelapa sawit dengan nilai rata-rata sebesar 17,505 kg.
Berdasarkan tanaman kelapa sawit contoh yang ditebang, nilai rata-rata
biomassa setiap bagian kelapa sawit disajikan pada Gambar 8. Nilai tersebut
merupakan nilai pengukuran biomassa dan perhitungan biomassa secara lengkap
dapat dilihat pada lampiran 2.
Gambar 8. Biomassa rata-rata bagian kelapa sawit umur 5 tahun
Berdasarkan Gambar 8 dapat diamati bahwa adanya variasi nilai biomassa
yang berbeda antar bagian-bagian kelapa sawit, dimana menunjukkan bahwa
biomassa terbesar terdapat pada bagian batang. Hal ini disebabkan biomassa
berkaitan erat dengan proses fotosistesis, biomassa bertambah karena tumbuhan
menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dari proses
fotosintesis, hasil fotosistesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan
pertumbuhankearah horizontal dan vertikal. Menurut Handoko (2007), biomassa
disusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari unsur karbon dioksida (CO2),
hidrogen dan oksigen. Biomassa tegakan kelapa sawit dipengaruhi oleh umur
tegakan, komposisi dan struktur tegakan. Brown (1997) mendefinisikan biomassa
sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah yang dinyatakan dalam
berat kering oven per unit area.
Kadar Karbon
Biomassa dapat menyatakan kandungan karbon yang terdapat pada suatu
tanaman kelapa sawit. Menurut Brown (1997) biomassa hutan dapat memberikan
dugaan sumber karbon di vegetasi hutan sebab 50 % dari biomassa adalah karbon.
Onrizal (2004) menyatakan bahwa jumlah karbon dalam pohon meningkat
secara linier dengan meningkatnya biomassa pohon. Jumlah kadar karbon terbesar
dari hasil yang didapatkan adalah pada batang sebesar 23, 743 % selanjutnya
diikuti oleh pelepah sebesar 22, 759 %, dan pada daun sebesar 8.32 % dapat
dilihat pada Gambar 9.
0 5 10 15 20 25
Daun Pelepah Batang
8.32 %
22.759 % 23.743 %
Batang memiliki kadar karbon terbesar karena pada masa pertumbuhan
dan masa produktif, pohon menyerap karbon melalui daun dalam proses
fotosintesis dan hasilnya langsung disebar ke seluruh bagian pohon yang lain.
Bagian pohon yang mampu menyimpan lebih banyak adalah pada bagian terbesar
yaitu batang. Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata
yang berfungsi sebagai pertukaran gas sehingga kurang padat dan tidak banyak
menyimpan karbon.
Variasi kadar karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman,
adanya korelasi positif antara pertambahan diameter dan umur dengan
pertambahan kadar karbon. Demikian juga terdapat variasi kadar karbon sawit
dimana bagian batang memiliki kadar karbon paling besar dan semakin keatas
bagian ujung batang dan bagian lainnya seperti pelepah dan daun semakin kecil.
Tingginya kadar karbon pada bagian batang disebabkan karena pada bagian
batang penyususn terbesar berupa unsur karbon. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Limbong (2009) yang menyatakan bahwa unsur karbon merupakan
bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh
selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur
karbon. Kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi
karbon sawit.
Kandungan bahan organik dan produksi biomassa sawit, variasi ini sangat
dipengaruhi oleh berat jenis, berat basah dan kadar air setiap bagian jaringan
tanaman. Uji beda nyata kadar karbon antara bagian-bagian tanaman kelapa sawit
Tabel 3. Hasil uji t kadar karbon kelapah sawit (Elaeis guineensis Jacq) umur 5 tahun pada berbagai bagian tanaman
Daun Pelepah Batang
Daun 0,00018**
Pelepah 0,12130tn
Batang 0,00006**
Keterangan : ** : Berbeda sangat nyata (P< 0,01) pada selang kepercayaan 95% tn
: Tidak berbeda nyata (P> 0,05) pada selang kepercayaan 95%
Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar karbon yang dihasilkan pada daun
dengan pelepah berbeda satu dengan lain karena nilai P berada lebih kecil dari
0,01 begitu juga kadar karbon yang dihasilkan pada batang dengan daun berbeda
satu dengan lain dikarenakan nilai P berada lebih kecil dari 0,01, sedangkan pada
kadar karbon pelepah dengan kadar karbon batang tidak berbeda nyata karena
nilai P berada diatas 0,05.
Kadar karbon pada pelepah dan batang untuk sawit umur 5 tahun dari hasil
penelitian yang dilakukan dilaboratorium diketahui bahwa tidak berbeda nyata hal
ini dikarenakan batang tanaman kelapa sawit pada umur 5 tahun memiliki
kandungan bahan organik yang tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif
yang sebagian besar disusun dari unsur karbon yang jumlahnya hampir sama
dengan pelepah. Penyataan ini sesuai dengan pendapat dari Limbong (2009) yang
menyatakan bahwa unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding
sel-sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh sel-selulosa, lignin dan bahan ekstraktif
yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang
Massa Karbon
Hasil perhitungan massa karbon kelapa sawit umur 5 tahun pada berbagai
bagian tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Diketahui bahwa nilai rata-rata massa
karbon tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 22,518 kg, kemudian
massa karbon pelepah sebesar 18,596 kg dan yang terendah pada daun yaitu
sebesar 3,208 kg.
Tabel 4. Rata-rata massa karbon kelapa sawit umur 5 tahun pada berbagai bagian tanaman
Petak Massa Karbon (Kg)
Daun Pelepah Batang Total
Pada Tabel 4 memperlihatkan adanya perbedaan massa karbon dari
masing-masing bagian tanaman. Batang memiliki proporsi terbesar dibandingkan
pelepah dan daun. Hal ini dikarenakan oleh biomassa batang yang besar dan
batang memiliki selulosa yang besar. Menurut Ahmad (1990) dalam Aminudin
(2008) batang merupakan bagian yang tersusun dengan banyak selulosa. Selulosa
merupakan molekul gula linier yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon,
sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan makin tinggi.
Adanya variasi horizontal mengakibatkan adanya kecenderungan variasi dari
kerapatan dan juga komponen kimia penyusun. Makin besar diameter tanaman
diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun lainnya akan lebih besar.
Lebih tingginya karbon pada bagian batang erat kaitannya dengan lebih tingginya
Penyerapan unsur hara, kesuburan tanah, varietas dan umur juga dapat
mempengaruhi jumlah kandungan massa karbon. Hal ini sesuai dengan penyataan
Susanti et al., (2009) menyatakan bahwa Umur tanaman sangat menentukan besarnya karbon tersimpan. Oleh karena itu, dalam menentukan karbon tersimpan
dalam biomassa tanaman, digunakan nilai time average (rata-rata simpanan karbon dalam satu siklus hidup tanaman). Karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit
pada berbagai umur tanaman, dengan nilai time average-nya menunjukkan perbedaan. Perbedaan nilai time average C tanaman sawit yang didapat Rogi (2002) yaitu sebesar 60 ton/ha disebabkan oleh adanya perbedaan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan dan kemampuan tanaman dalam menambat karbon,
misalnya kesuburan tanah, varietas tanaman.
Model Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon Kelapa Sawit
Persamaan alometrik merupakan persamaan yang menghubungkan
dimensi-dimensi dari pohon dengan nilai biomassa pohon. Setiap tanaman yang berbeda
akan memiliki pola yang berbeda untuk membentuk persamaan alometrik ini.
Penyusunan persamaan alometrik untuk kelapa sawit yang telah dilakukan
Thenkabail et al., (2004) dalam penelitiannya tersebut dapat menghasilkan persamaan berikut : Berat Kering (kg) = 0.3747*tinggi (cm) + 3.6334 (R2 = 0.9804). Persamaan tersebut disusun berdasarkan data biomassa dan dimensi kelapa sawit
yang ditanam pada lahan mineral di Afrika, sehingga kurang tepat jika diterapkan
pada kelapa sawit yang tumbuh di Sumatera Utara. Dalam penelitian ini telah
dilakukan penyusunan persamaan alometrik biomassa, massa karbon pada tiap-tiap