PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA TERHADAP
INTERPROFESSIONAL EDUCATION
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
DEVICA KESUMA ULUNG
NIM : 1110104000016PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERI\IYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salatr satu persyaratan memperoleh gelar Strata
I
Keperawatan di FakuttasKedokleran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
OnD
Syarif Hidayatullah Jal€rta.Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
ini
telah sayacantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedolteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (Ub{) Syarif Hidayatullatr
Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti batrwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiptakan dari hasil karya omng lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIIID Syarif Hidayatullah Jakarta
t.
2.
J.
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2014
Devica Kesuma, NIM: 1110104000016
Students’s Perception for Interprofessional Education at The Faculty of Medicine and Health Sciences Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta
xvii + 84 pages + 20 tables + 2 schemes + 7 attachments
ABSTRACT
Concept of Collaboration has been expressed as an effort to solve educational problem. The Integrated education initiated as media of collaboration according to The World Health Organization (WHO) is interprofessional education (IPE). Positive perception to accept IPE are supposed to become a consideration for an institution to develop the concept of IPE at The Faculty of Medicine and Health Sciences Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. This study to get a overview on students’ perception for IPE at The Faculty of Medicine and Health Sciences Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. The study was quantitative with descriptive analyze and cross sectional design. Samples consisted of 143 undergraduated students of medical education, public health, pharmacy, and nursing taken with disproporsional stratified random sampling method. Quantitative data were obtained through questionnaire of Interprofessional Education Perception Scale with modification. Perception about IPE mainly belonged to good (97,21%.). The questionnaire had 18 items with measure of sampling adequacy (MSA) 0,866. Female students had good perception compared to male students about subscale perception of actual operation (SS.1), competency and autonomy (SS.2), and perceived need for co-operation (SS.4). Public health had good perception on SS.1 and SS.2 compared other profession, and Medical education had good perception on understanding of others’ values (SS.3) and SS.4. Perception for IPE of undergraduate students at The Faculty of Medicine and Health Sciences Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta mainly belonged to good category.
Keyword: Perception, Student’s Perception, Interprofessional Education, undergraduate student, Interprofessional Education Perception Scale
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2014
Devica Kesuma, NIM: 1110104000016
Persepsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Interprofessional Education
xvii + 84 halaman+ 20 tabel + 2 bagan + 7 lampiran
ABSTRAK
Konsep kolaborasi sudah lama dicetuskan sebagai salah satu usaha untuk menyelesaikan masalah kesehatan. Pendidikan terintegrasi yang dicetuskan sebagai media kolaborasi menurut WHO adalah Interprofessional Education
(IPE). Persepsi yang positif terhadap penerimaan IPE diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi institusi terhadap pengembangan konsep IPE di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap
Interprofessional Education. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan desain analisis deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 143 mahasiswa yang aktif kuliah program studi pendidikan dokter, kesehatan masyarakat, farmasi, dan ilmu keperawatan dengan metode
disproporsional stratified random sampling. Pengambilan data kuantitatif dengan kuesioner IEPS (Interprofessional Education Perception Scale) yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan persepsi terhadap IPE mayoritas baik 97,21%. Kuesioner yang digunakan memiliki 18 item dengan measure of sampling adequacy (MSA) 0,866. Responden perempuan memilki persepsi yang lebih baik dari pada laki-laki pada komponen persepsi tentang bekerjasama yang sesungguhnya (K.1), kompetensi dan otonomi (K.2), serta kebutuhan untuk bekerjasama (K.4). Program studi kesehatan masyarakat memiliki persepsi yang baik pada K.1 dan K.2 dibanding dengan program studi lain, dan pendidikan dokter memilki memiliki persepsi yang baik pada komponen pemahaman terhadap profesi lain (K.3) dan K.4. Persepsi pada mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap IPE sebagian besar dalam kategori baik.
Kata kunci: Persepsi, Interprofessional Education, Mahasiswa, Interprofessional Education Perception Scale
PER}TYATAAII PERSETUJUAI\I
Skripsi denganjudul
PERSEPSI
MAHASISWA FAKT]LTAS KEDOKTERAN
DAN
ILMU
KESEHATAN UIN SYARIT
HIDAYATULLAH
JAKARTA TERHADAP
/NTERPR
OTESSI ONAL E DUCATION
Telah disetujui dan diperiksa oJeb peanbimbing skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif llidayatullah Jakarta
Disusun Oleh: I)evica Kesuma
I\IM:
1110104000016Pembimbing I Pembimbing
II
9-r
/6
Ratna Pelawati. M.Fiomed IirP. r978021s 200901 2 00s
Maftuhah. S.Kn.. M.Ken." Ph.D NrP. 19680808 2006042 001
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANT
FAKULTAS KEDOIffERAN DAI\[ ILMU KESEHATAIY
UIN SYARIF HIDAYATTJLLAII
LEMBAR PENGESAHAN
Slaipsi dengan judul
PERSEPSI
MAIIASISWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
DAI\IILMU
KESETIATAI\I
T'IN SYARIF
IIIDAYATULLAH
JAKARTA TERI{ADAP
INTERPRO FESSIONAL
EDUCATION
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:
Deviea Kesuma
ltitM: 1110104000016
Pembimbing
I
Pembimbing IIw.
Ratna Pelawati. M.Biomed I\IIP. 19780215 200901 2 005
Penguji
I
Ita Yuanita. S.Kp. M.Kep IrIP. 19700122 200801 2 005
I{IP. 19680808 200604 2 001
Penguji
II
I[IP:
19680808 200604 2 001&.'yd
q0*O
Penguji
III
trtu
Ratna Pelawati M.Biomed
I[IP. 19780215 200901 2 005
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi denganjudul
PERSEPSI
MAHASISWA
TAKI]LTAS
KEDOKTERAN
DAIY
ILMU
KESEHATAI\TT]IN
SYARIT
HIDAYATT]LLAH
JAKARTA
TERHAD
APINTERPROFESSIONAL
EDUCATION
Telah disusun dan dipertahankan di hadapan penguji oleh:
I)evica Kesuma
MM:
1110104000016Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Dekan Fakultas Kedokleran dan Itmu Kesehatan
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : DEVICA KESUMA ULUNG
Tempat, tanggal Lahir : Jakarta, 02 Oktober 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Abrati No. 123 Rt.01/01 Kotabumi
Lampung Utara
HP : +6281310963058 dan +6281298190410
E-mail : kdevica@yahoo.co.id
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TK Islam Taman Sakti 1996-1998
2. Sekolah Dasar Negeri 05 Bambu Apus 1998-2004
3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 81 Jakarta 2004-2007
4. Sekolah Menengah Atas Negeri 48 Jakarta 2007-2010
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010-sekarang
ORGANISASI
1. OSIS SMA 2008-2009
2. BEM FKIK 2012-2013
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Subhanahuwata’ala, kita memuji, meminta pertolongan dan memohon pengampunan kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan kejahatan amal perbuatan kita. Aku bersaksi tidak ada Dzat yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu Rasulullah Shollallahu „alaihi wasalam.
Atas berkat rahmat, karunia, dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skiripsi yang berjudul “Persepsi Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Interprofessional Education”.
Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi dan sistematik sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada, serta mengeluarkan gagasan ataupun saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tuaku, Ibu Sri Darwati dan Bapak Kamrus Ibrahim yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan keberhasilan penulis, serta memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama proses menyelesaikan proposal skripsi ini. Tak lupa, Adikku, Dea Milano, Mayola Mayang Segara, dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan semangat tanpa pamrih. 2. Ibu Ratna Pelawati, M. Biomed. dan Ibu Maftuhah, Ph.D selaku Dosen
x
3. Ibu Uswatun Khasanah, MNS. selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun duduk di bangku kuliah.
4. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM, selaku Ketua Program Studi dan Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak / Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Teman-teman FKIK 2009-2012, PSIK 2010, BEM FKIK 2013, Cherry,
Aisya, Fardina, teman-teman kostan yang telah membantu, memberi inspirasi, menghibur, memberi masukan, mengundang tawa dan terkhusus untuk Ivo yang telah banyak memberikan referensi dan membantu mengoreksi dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Prof. Dr, Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp. And., selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama duduk di bangku kuliah.
10. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Ciputat, Juli 2014
xi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ...
Pernyataan Keaslian Karya ...
Abstract ...
Abstrak ...
Pernyataan Persetujuan ...
Lembar Pengesahan ...
Daftar Riwayat Hidup ...
Kata Pengantar ...
Daftar Isi ...
Daftar Singkatan ...
Daftar Bagan ...
Daftar Tabel ...
Daftar Lampiran ... i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
xi
xiv
xv
xvi
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interprofessionalisme ... 10
1. Interprofessional Collaboration (IPC) ... 10
2. Interprofessional Education (IPE) ... 13
a) Pengertian ... 13
xii
c) Manfaat IPE ... 17
d) Kompetensi IPE ... 20
e) Gambaran Pelaksanaan IPE ... 22
f) Pendekatan Pembelajaran IPE ... 23
g) Hambatan IPE ... 26
B. Persepsi Mengenai IPE ... 27
1. Pengertian Persepsi ... 27
2. Komponen Persepsi ... 27
C. Mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 32
1. Mahasiswa ... 32
2. FKIK FKIK UIN Syarif Hidayatullah ... 32
D. Penelitian Terkait ... 33
E. Kerangka Teori ... 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 40
B. Definisi Operasional ... 41
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 44
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
C. Populasi dan Sampel ... 45
D. Instrumen Penelitian ... 47
E. Validitas dan Reabilitas ... 50
1. Validitas ... 50
2. Reabilitas ... 52
F. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 54
G. Pengolahan Data ... 55
1. Editing ... 55
2. Coding ... 56
xiii
H. Analisa Data ... 56
1. Analisa Univariat ... 56
2. Uji Beda Mean (Jenis Kelamin & Komponen Persepsi IPE) ... 57
3. Uji Beda Mean (Prodi & Komponen Persepsi IPE) ... 57
I. Etika Penelitian ... 58
J. Penyajian Data ... 58
BAB V HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden ... 59
B. Persepsi Mahasiswa terhadap IPE ... 62
C. Gambaran Beda Mean (Jenis Kelamin & Komponen Persepsi IPE) ... 65
D. Gambaran Beda Mean (Prodi & Komponen Persepsi IPE) ... 67
BAB VI PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 69
B. Persepsi Mahasiswa terhadap IPE ... 72
C. Gambaran Beda Mean (Jenis Kelamin & Komponen Persepsi IPE) ... 77
D. Gambaran Beda Mean (Prodi & Komponen Persepsi IPE) ... 78
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81
B. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR SINGKATAN
UIN : Universitas Islam Negeri
FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
MKDKI : Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
IHI : Institute for Healthcare Improvement
ADEs : Adverse Drug Events
WHO : World Health Organization
IPE : Interprofessional Education
IPC : Interprofessional Collaboration
HPEQ : Health Professional Education Quality
ACCP : American College of Clinical Pharmacy
CIHC : Canadian Interprofessional Health Collaborative
CAIPE : Centre for the Advancement of Interprofessional Education
ILC : Interprofessional Learning Clinic
SPC : Stimulated Practice Centre
IEPS : Interprofessional Education Perception Scale
MSA : Measure of Sampling Adequacy
TTUHSC : Texas Tech University Health Sciences Center
FGD : Focused Group Discussion
RIPLS : Readiness Interprofessional Learning Scale
ITPS : Interprofessional Teamwork Perceptions Scale
PSKM :Program Studi Kesehatan Masyarakat
PSF : Program Studi Farmasi
PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan
PSPD : Program Studi Pendidikan Dokter
xv
DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1 Kerangka Teori 39
xvi DAFTAR TABEL Halaman 2.1 2.2 2.3 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12
Kompetensi untuk IPE American College of Clinical Pharmacy, 2009)
Original IEPS by Luecht et. al., (1990)
Perbandingan Lokasi Item Pernyataan dalam Komponen antara Luecht et. al. (1990) dan McFadyen (2007)
Definisi Operasional
Persebaran Jumlah Mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pembagian Strata Bedasarkan Program Studi dan Angkatan Kisi-kisi Instrumen Persepsi terhadap IPE
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Program Studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mei 2014
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Angkatan di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mei 2014
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mei 2014
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Akhir di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mei 2014
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mei 2014
Hasil faktor analisis item kuesioner (n=18)
Distribusi Frekuensi Item Pernyataan nomor 1 IPE (McFadyen, 2007)
Distribusi Frekuesnsi Persepsi Mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap IPE
Distribusi Frekuensi Persepsi Mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap IPE berdasarkan program studi Hasil perbedaan mean, Jenis Kelamin dan Kelompok Komponen Hasil Uji Beda Mean
Hasil perbedaan mean, Kelompok Komponen dan Program Studi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Izin Pengambilan Data dan Penelitian
Lampiran 2. Izin Penggunaan Kuesioner
Lampiran 3. Kuesioner McFadyen dan Luecht
Lampiran 4. Kuesioner Hasil Terjemah Pusat Bahasa
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian
Lampiran 6. Hasil Olah SPSS
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya,
atau antar petugas kesehatan sendiri yang tidak efektif menimbulkan masalah
tentang ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan (Basuki, 2008).
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) melampirkan
data jumlah pengaduan masyarakat terkait dugaan malpraktik kedokteran
sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2012 mencapai 182 kasus. Dari 182
kasus malpraktik di seluruh Indonesia itu, sebanyak 60 kasus dilakukan
dokter umum, 49 kasus dilakukan dokter bedah, 33 kasus dilakukan dokter
kandungan, dan 16 kasus dilakukan dokter spesialis anak. Sisanya di bawah
10 macam-macam kasus yang dilaporkan (Tempo, 2013).
Contoh kasus tentang ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan yang diduga malpraktik adalah kasus yang dialami oleh Ny. Prita
Mulyasari pada tahun 2008. Ny. Prita menulis dalam surat elektronik yang
berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak Rumah Sakit Omni
Internasional terhadap dirinya. Ny. Prita mengeluhkan kinerja perawat dan
dokter yang ia nilai tidak professional dalam menyampaikan informasi
kepada pasien, serta kurangnya informed consent terhadap tindakan medis
yang ia terima (Kompasiana, 2009). Kasus malpraktik lain yang terjadi
2
Surabaya, yang dalam tubuhnya terdapat kain kassa tertinggal pascaoperasi
cangkok otot pada September 2011 (Republika, 2013).
Kasus-kasus malpraktik yang terjadi dalam dunia kesehatan semakin
meningkat disebabkan kelalaian yang seharusnya dapat berjalan dengan baik
jika kolaborasi antar petugas kesehatan berjalan efektif (Sukardi, dkk, 2007).
Kolaborasi atau kerjasama antarpetugas kesehatan diperlukan untuk
memecahkan masalah kesehatan yang kompleks dan untuk menyukseskan
suatu pelayanan kesehatan (Basuki, 2008). Institute for Healthcare
Improvement (IHI) Amerika Serikat melaporkan hasil pelaksanaan kolaborasi
antarprofessional kesehatan di unit perawatan intensif neonatal dapat
menurunkan kejadian infeksi dari 22% menjadi 5% dalam 2 tahun. Laporan
pelaksanaan lain dari IHI adalah 20% rumah sakit di Amerika Serikat berhasil
menerapkan kolaborasi tenaga kesehatan dalam program Adverse Drug
Events (ADEs). Selain itu dapat mengurangi kesalahan sebesar 50% dalam
managemen pengobatan (Øvretveit, 2002 dalam A’la, 2010).
Kolaborasi yang baik antar profesi kesehatan sangatlah penting.
Sehingga diperlukan adanya suatu metode pembelajaran yang terintegrasi
antar profesi kesehatan. World Helath Organization (WHO) menawarkan
metode Interprofessional Education (IPE) demi mendukung kolaborasi
sehingga tercipta kerja tim yang baik (WHO, 2010). Interprofessional
Education (IPE) merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang diikuti oleh
dua atau lebih profesi kesehatan belajar tentang, dari, dan dengan satu sama
3
yang berkualitas (Royal College of Nursing, 2006). IPE adalah langkah yang
diperlukan dalam mempersiapkan tenaga kesehatan yang lebih baik dan siap
untuk menghadapi masalah kesehatan. (WHO, 2010).
Penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa dan pembimbing klinik
untuk mengevaluasi penerapan IPE di tatanan pendidikan klinik yang
dilakukan di Winchester District Memorial Hospital menyebutkan bahwa ada
antusiasme yang tinggi dari responden terhadap penerapan IPE. Kemudian
para peserta juga mengungkapkan persepsi yang positif mengenai
pelaksanaan IPE. Para peserta memberikan beberapa rekomendasi untuk IPE
di tatanan pendidikan klinik selanjutnya (Jelley et al.,2006).
Bagi seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan profesi
kesehatan, untuk nantinya mampu berkontribusi dalam pemecahan masalah
tentang kesehatan, maka sejak awal mereka harus mampu memahami konsep
IPE. Coster, et. al., (2008) menjelaskan bahwa IPE merupakan hal yang
penting dalam membantu pengembangan konsep kerja sama antarprofessional
yang ada dengan mempromosikan sikap dan tingkah laku yang positif
antarprofesi yang terlibat di dalamnya. Perlu digaris bawahi bahwa IPE perlu
dikembangkan sejak profesional kesehatan masih dalam studi akademik
untuk mencapai tujuan tersebut.
Mahasiswa yang sudah mampu bekerjasama secara interprofessional,
diharapkan ketika lulus siap memasuki dunia kerja dan bergabung dalam tim
collaborative practice. Dalam tim collaborative practice akan terjadi
4
menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan
yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk
peningkatan kualitas kesehatan (HPEQ Project, 2011).
Mahasiswa sudah memiliki persepsi dan kesiapan yang positif
terhadap IPE. Penelitian IPE pada mahasiswa di institusi pendidikan
kesehatan di Indonesia sudah mulai dilakukan. Salah satu hasil penelitian
nasional terbaru mengenai persepsi dan kesiapan mahasiswa kesehatan
terhadap IPE telah dilakukan oleh Sedyowinarso dkk., (2011) menunjukkan
mahasiswa kesehatan Indonesia memiliki persepsi yang baik terhadap IPE
sebanyak 73,62% dan mahasiswa memiliki kesiapan yang baik terhadap IPE
sebanyak 79,90%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
stake holder untuk mengembangkan IPE dalam sistem pendidikan ilmu
kesehatan di Indonesia (Sedyowinarso dkk., 2011).
Konsep IPE belum banyak diketahui di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hal ini dibuktikan
dengan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 13 Desember
2013 kepada 12 orang mahasiswa yang terdiri dari empat Program Studi,
yaitu Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Kedokteran dan Ilmu Keperawatan.
Sebagian besar mahasiswa mengatakan belum mengenal konsep IPE dan
merasa bahwa mereka memerlukan pembelajaran terintegrasi. Peneliti juga
tidak menemukan penelitian sejenis yang menjadikan, FKIK UIN Syarif
5
Penelitian mengenai persepsi IPE pada mahasiswa merupakan bentuk
kajian awal yang paling penting dan paling sering dilakukan di beberapa
negara yang telah menerapkan dan mulai mengembangkan IPE karena
mahasiswa merupakan pemangku kepentingan utama dalam upaya
pengembangan dan penerapan IPE mulai dari tingkat institusi. Persepsi
mereka terhadap metode pembelejaran IPE dapat menjadi modal utama untuk
pengembangan IPE (Sedyowinarso dkk., 2011).
Berawal dari beberapa fenomena dan fakta dari uraian di atas membuat
peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap IPE. Sehingga penelitian
tentang persepsi mahasiswa FKIK terhadap IPE diharapkan dapat menjadi
acuan bagi stake holder FKIK untuk mengembangkan IPE dalam sistem
pendidikan ilmu kesehatan di FKIK, untuk menciptakan outcome mahasiswa
FKIK yang lebih baik dalam berkolaborasi antar tenaga kesehatan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
B. Perumusan Masalah
MKDKI melampirkan data jumlah pengaduan masyarakat terkait
dugaan malpraktik kedokteran sejak tahun 2006-2012 mencapai 182 kasus.
Metode pembelajaran IPE adalah langkah yang diperlukan dalam
mempersiapkan tenaga kesehatan yang lebih baik dan siap untuk menghadapi
masalah kesehatan. IPE merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang diikuti
oleh dua atau lebih profesi kesehatan belajar tentang, dari, dan dengan satu
6
pelayanan yang berkualitas. Diharapkan mahasiswa yang sedang menempuh
pendidikan profesi kesehatan, untuk nantinya mampu berkontribusi dalam
pemecahan masalah kesehatan, maka sejak awal harus mampu memahami
konsep IPE. Indonesia adalah negara yang mulai mengembangkan metode
IPE.
Penelitian nasional Sedyowinarso (2011) tentang persepsi terhadap IPE
menunjukkan mahasiswa kesehatan Indonesia telah memiliki persepsi yang
baik terhadap IPE sebanyak 73,62%. Di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta belum pernah dilakukan penelitian tentang persepsi terhadap IPE.
Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti persepsi mahasiswa FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terhadap IPE karena bentuk riset awal yang paling
penting dan paling sering dilakukan di beberapa negara yang telah
menerapkan dan mulai mengembangkan IPE.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan tindak lanjut dari masalah yang telah
dirumuskan. Tujuan penelitian dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan
khusus (Hidayat, 2008).
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mengidentifikasi persepsi
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap
Interprofessional Education.
2. Tujuan Khusus
7
a) Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi program
studi, jenis kelamin, angkatan, pendidikan akhir, dan umur.
b) Mengetahui persepsi mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terhadap IPE.
c) Mengidentifikasi apakah ada perbedaan mean persepsi
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan
jenis kelamin terhadap komponen persepsi IPE.
d) Mengidentifikasi apakah ada perbedaan mean persepsi
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta antar
program studi berdasarkan komponen persepsi terhadap IPE.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi
peneliti, institusi pendidikan, pemerintah dan rumah sakit:
a. Bagi Peneliti
Peneliti memperoleh tambahan ilmu mengenai persepsi mahasiswa
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap metode pembelajaran
IPE yang dapat digunakan sebagai dasar untuk berkontribusi dalam
pengembangan IPE di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seperti
turut serta dalam proses sosialisasi dan memberikan usulan-usulan
metode penerapan IPE di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Bagi Institusi pendidikan
Institusi pendidikan dapat memperoleh masukan sebagai bahan
8
membuat kebijakan lebih lanjut terhadap pengembangan metode
pembelajaran IPE.
c. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuat
kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung penyelenggaraan IPE di institusi
pendidikan secara efektif dan efisien, seperti masuknya IPE sebagai salah
satu indikator dalam penilaian akreditasi institusi pendidikan kesehatan.
d. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi institusi rumah sakit untuk mendukung pembelajaran IPE di klinik.
e. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk acuan penelitan
selanjutnya, pada penelitian selanjutnya diharapkan fokus untuk
mengendalikan variabel pengganggu sehingga hasilnya lebih sempurna.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Interprofessional
Education. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
9
pengambilan data dengan menyebarkan kuisioner yang diadaptasi dari
Interdiciplinary Education Perception Scale (IEPS) diadopsi dari McFadyen
et al (2007) dan ditambah kuesioner asli IEPS milik Luecht et al (1990) yang
kemudian peneliti modifikasi kembali. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Mei 2014. Subjek yang diteliti adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang terdiri dari mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan, Farmasi, Kesehatan Masyarakat, dan
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Interprofessionalisme
1. Interprofessional Collaboration (IPC)
Kolaborasi memiliki definisi yang beragam. Berdasarkan pendapat
beberapa ahli, definisi kolaborasi mengacu pada kerja sama, proses
interaksi, hubungan timbal balik, dan proses penggabungan pemikiran
diantara beberapa orang yang saling berkaitan satu sama lain. Menurut
Lindeke dan Sieckert (2005), kolaborasi merupakan proses kompleks yang
membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan atau yang
disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien,
dan terkadang itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga
profesional kesehatan.
Profesi tenaga kerja kesehatan seperti dokter, perawat, farmasi, ahli
gizi, dan fisioterapi dapat saling berkolaborasi secara efektif untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan. Kolaborasi yang terjadi diantara
praktisi kesehatan tersebut melahirkan suatu istilah yang disebut
dengan Interprofessional Collaboration (IPC) (HPEQ, 2010). Ada
beberapa deskripsi yang dapat menjelaskan Interprofessional
Collaboration dalam penyediaan layanan kesehatan. Menurut College of
Nurses of Ontario (2008), Interprofessional Collaboration adalah kerja
11
umum dimana masing-masing anggota memberikan kontribusi yang unik
sesuai dengan batasannya masing-masing.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Teresa Broers
(2009) Interprofessional Collaboration didefinisikan sebagai beragam
profesi yang bekerja bersama sebagai suatu tim yang memiliki tujuan
untuk meningkatkan kesehatan pasien/ klien dengan saling mengerti
batasan yang ada pada masing-masing profesi kesehatan. Interprofessional
Collaboration adalah proses dalam mengembangkan dan mempertahankan
hubungan kerja yang efektif antara pelajar, praktisi, pasien / klien /
keluarga serta masyarakat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan
(CIHC, 2010).
Pelayanan kesehatan yang bermutu dapat dicapai dengan praktik
kolaborasi. Canadian Interprofessional Health Collaborative (2009)
memaparkan bahwa kolaborasi terjadi ketika pemberi pelayanan kesehatan
bekerja bersama dengan rekan seprofesi, dengan rekan selain profesinya,
dan dengan pasien dan keluarganya. Penggunaan bahasa yang tepat ketika
berbicara dengan profesi kesehatan lain atau pasien serta keluarganya
perupakan salah satu keuntungan praktek kolaborasi. Berbagi
tanggungjawab antara dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain atas
penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan untuk merumuskan dan
menyediakan rencana perawatan pasien dalam kolaborasi meningkatkan
kesadaran akan keilmuan dan keterampilan sesama anggota tim sehingga
12
(O’Daniel & Rosenstein, 2007).
Dokter, perawat, dan ahli gizi merupakan tenaga kesehatan ang
sering berinteraksi dengan pasien dalam melakukan tindakan perawatan
kesehatan di rumah sakit. Berdasarkan keadaan di lapangan, perawat dan
dokter mempunyai waktu lebih banyak dalam memberikan tindakan
kepada pasien. Mereka merupakan tenaga kesehatan yang lebih mengerti
perkembangan kesehatan pasien. Sebagai tenaga kesehatan yang terlibat
dalam tatanan klinik, perawat dan dokter mempunyai seperti keterampilan
berkomunikasi, bekerja dalam lingkungan tim yang multidisiplin,
mempelajari etikat profesional, dan mempraktikan keterampilan
psikomotor sesuai profesi (Williams et. al., 2009).
National Interprofessional Competency Framework memberikan
pendekatan integratif untuk menggambarkan kompetensi yang dibutuhkan
untuk menghasilkan kolaborasi yang efektif dalam Interprofessional
Collaboration. Kompetensi tersebut adalah:
a. Komunikasi antar profesi
b. Perawatan dengan pasien / klien / keluarga / masyarakat sebagai
pusatnya
c. Klarifikasi peran masing-masing
d. Kerja sama tim
e. Kepemimpinan kolaborasi
f. Penyelesaian konflik antar profesi (CIHC, 2010)
13
efektif dibutuhkan suatu media pembelajaran interprofessional dalam
bentuk interprofessional education bagi para pelajar dan praktisi kesehatan
untuk dapat mempelajari kompetensi-kompetensi tersebut sehingga dapat
diterapkan dalam praktek kerja yang sebenarnya (CIHC, 2010).
2. Interprofessional Education (IPE)
a) Pengertian Interprofessional Education (IPE)
Interprofessional education (IPE) adalah metode pembelajaran
yang interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan dengan
menciptakan suasana belajar berkolaborasi untuk mewujudkan praktik
yang berkolaborasi, dan juga untuk menyampaikan pemahaman
mengenai interpersonal, kelompok, organisasi dan hubungan antar
organisasi sebagai proses profesionalisasi (Royal College of Nursing,
2006). IPE dapat terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa dari program
studi kesehatan yang berbeda belajar bersama yang bertujuan untuk
meningkatkan kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan (CAIPE,
2002). IPE merupakan pendidikan interdisiplin dimana profesional
kesehatan belajar mengenai kolaborasi dalam lintas disiplin ilmu
dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
nilai dalam bekerja bersama profesi kesehatan lainnya (CIHC, 2008).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
di dalam dunia kesehatan, IPE dapat terwujud apabila para mahasiswa
dari berbagai program studi di bidang kesehatan serta disiplin ilmu
14
bagaimana kualitasnya dapat ditingkatkan demi kepentingan
masyarakat luas. Secara spesifik, IPE dapat dimanfaatkan untuk
membahas isu-isu kesehatan maupun kasus tertentu yang terjadi di
masyarakat supaya melalui diskusi interprofesional tersebut
ditemukan solusi-solusi yang tepat dan dapat diaplikasikan secara
efektif dan efisien. Penerapan IPE diharapkan dapat membuka mata
masing-masing profesi, untuk menyadari bahwa dalam proses
pelayanan kesehatan, seorang pasien menjadi sehat bukan karena 14
jasa dari salah satu profesi saja, melainkan merupakan konstribusi dari
tiap profesi yang secara terintegrasi melakukan asuhan kesehatan
(HPEQ Project, 2011).
World Health Organization (WHO) tahun 2010 menyatakan
bahwa banyak sistem kesehatan di negara-negara di dunia yang sangat
terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan masalah
kesehatan di negara itu sendiri. Hal ini kemudian disadari karena
permasalahan kesehatan sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam
kehidupan, dan untuk dapat memecahkan satu persatu permasalahan
tersebut atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri, tidak
dapat dilakukan hanya dengan sistem uniprofessional. Kontribusi
berbagi disiplin ilmu ternyata memberi dampak positif dalam
penyelesaian berbagai masalah kesehatan.
Pengembangan model IPE yang ideal harus dimulai dengan
15
utama dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang berpusat
pada pasien. Pendekatan interprofesional akan memfasilitasi dengan
lebih baik mahasiswa dari satu disiplin ilmu untuk belajar dari disiplin
ilmu lainnya. Pembelajaran bersama antardisiplin ilmu dapat
meningkatkan keterampilan baru mahasiswa yang akan memperkaya
keterampilan khusus yang dimiliki masing-masing disiplin dan
mampu bekerja sama lebih baik dalam lingkungan tim yang
terintegrasi. Selama ini penerapan IPE masih tidak konsisten, untuk
itu harus dibuat sebuah komitmen sehingga pembelajaran
interprofesional dapat diterapkan di institusi pendidikan dan
diterapkan dalam kurikulum pendidikan di semua program pelayanan
kesehatan untuk memastikan keberadaan jangka panjang IPE yang
berkelanjutan (ACCP, 2009).
b) Karakteristik Model IPE yang Ideal
Penyamaan paradigma merupakan hal yang penting dalam
membangun konsep IPE. Kolaborasi akan tercipta apabila paradigma
antar tenaga kesehatan dapat berjalan selaras yaitu fokus terhadap
kesejahteraan pasien. Pengembagan IPE yang ideal harus dimulai
dengan menyamakan paradigma, keefektifan IPE dapat terlihat apabila
pendekatan penyelesaian masalah melibatkan lebih dari satu profesi
kesehatan (Lee, 2009).
Pelaksanaan terintegrasi dalam pembelajaran perlu diperhatikan
16
terintegrasi dapat dilaksanakan dalam bentuk kemampuan
keterampilan bekerja dalam tim meliputi kemampuan penyelesaian
masalah dan penyelesaian konflik antar tim (Begley, 2009 dalam A’la,
2010). Terintegrasi ini melibatkan semua profesi kesehatan, meliputi
kedokteran, keperawatan, apoteker, kesehatan masyarakat, pekerja
sosial, dan ahli gizi.
Pelaksanaan pendidikan yang terintegrasi dalam penerapan IPE
membutuhkan lingkungan yang mampu mendukung berlangsungnya
proses pendidikan. Real world experience merupakan model
lingkungan pendidikan yang sangat relevan dalam menunjang
pelaksanaan IPE. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa lingkungan
yang mendukung terjadinya diskusi antar profesi kesehatan dalam
menyelesaikan masalah dan sebagai media bekerja dalam tim, seperti
ruang diskusi maupun mini hospital (Lee, 2009).
Persamaan paradigma, pelaksanaan yang terintegrasi maupun
lingkungan yang memadai tidak akan bisa berjalan dan membentuk
IPE yang ideal tanpa role model pendidikan yang mampu
berkomitmen dalam menuntun pelaksanaan IPE. Role model
pendidikan disini dapat diartikan sebagai dosen. Dosen dalam
pelaksanaan IPE berperan sebagai fasilitator. Ketika dosen mampu
berperan dengan baik sebagai fasilitator, akan menumbuhkan sikap
17
c) Manfaat IPE
Terkait dengan manfaat perkembangan personal dan
profesionalisme semua kelompok yang ikut dalam IPE, melaporkan
bahwa mereka telah mengalami banyak perkembangan pada diri
mereka dalam melakukan tindakan dan lebih profesional, misalnya
memberikan mahasiswa kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
seperti dalam kehidupan kerja yang nyata. Selain itu, para mahasiswa
dapat berinteraksi lebih luas dalam lingkungan fakultas sebagai suatu
lingkungan kerja, bukan hanya dalam hal akademik saja, sehingga
para mahasiswa dapat belajar untuk menghargai profesi lainnya. Salah
satu hasil yang signifikan dilaporkan oleh pelajar di area
perkembangan profesional. Mahasiswa melaporkan bahwa mereka
menjadi lebih jelas mengenai peran mereka masing-masing dan
profesi lain. Selain itu mereka merasa lebih efektif dalam melakukan
tindakan. Mereka dapat menilai masalah dari wilayah disiplin mereka
sendiri dan disesuaikan dari segi kolaborasi sehingga mereka mampu
memperluas pandangan mereka dari profesi lainnya. (Illingworth &
Sonya, 2007).
Manfaat yang penting adalah mahasiswa dapat belajar
bagaimana untuk bekerja dalam lingkungan kelompok. Mereka belajar
bagaimana manajemen konflik dan belajar saling melengkapi sebagai
sebuah tim sehingga menyelesaikan masalah lebih efektif dan efisien.
18
peningkatan keterampilan pribadi, mereka belajar lebih hormat, sabar,
dan fleksibel. Mereka juga melaporkan bahwa para mahasiswa dapat
menjadi pendengar yang lebih baik dan lebih mampu untuk
berkomunikasi dalam kelompok. Mereka belajar bagaimana
menangani perbedaan yang timbul antara orang-orang karena budaya
atau kepribadian (McCroskey & Robertson, 1999 dalam Illingworth
& Sonya, 2007).
Melalui program IPE mahasiswa dapat belajar untuk bekerja di
berbagai kelompok budaya dan langsung terlibat dalam berbagai
kelompok. Belajar untuk menghormati dan memahami profesi lain
dalam menentukan intervensi. Kelompok yang terdiri dari berbagai
budaya melatih mahasiswa untuk menghargai budaya lain, misalnya
dalam hal mengemukakan pendapat saat berdiskusi tanpa melibatkan
rasisme, masalah budaya, kepercayaan dan etnis (McCroskey &
Robertson, 1999 dalam Illingworth & Sonya, 2007).
Mahasiswa yang mengikuti program IPE dapat memanfaatkan
sumber daya yang tersedia secara maksimal karena dilakukan secara
kolaboratif dengan profesi lain. Para mahasiswa menjadi lebih
memahami akan pentingnya kolaborasi dan memahami perannya
masing-masing sebagai sebuah tim yang berorientasi pada pasien.
Laporan dari mahasiswa yang mengikuti program IPE bahwa mereka
merasa lebih mampu melayani klien sebagai hasil dari pengalaman
19
pengalaman mereka dalam menangani masalah kompleks
mengahadapi klien (McCroskey & Robertson, 1999 dalam Illingworth
& Sonya, 2007).
WHO (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang
dampak dari penerapan collaborative practice dalam dunia kesehatan.
Hasil dari penelitian ternyata sangat menjanjikan bukan hanya bagi
negara terkait, namun juga apabila digunakan di negara-negara lain.
Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa collaborative
practice dapat meningkatkan:
1. Keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan,
2. Penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai,
3. Outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan
4. Pelayanan serta keselamatan pasien.
WHO (2010) juga menjelaskan collaborative practice dapat
menurunkan:
1. Total komplikasi yang dialami pasien,
2. Jangka waktu rawat inap,
3. Ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan (caregivers),
4. Biaya rumah sakit,
5. Rata-rata clinical error, dan
6. Rata-rata jumlah kematian pasien
Mahasiswa harus mampu memahami konsep IPE sedini
20
di kemudian hari. Mahasiswa yang sejak awal mampu bekerja secara
interprofesi diharapkan sudah siap untuk memasuki dunia kerja dan
masuk ke dalam tim collaborative practice. Proses IPE membentuk
proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai kemudian
menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi
kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah
atau untuk peningkatan kualitas kesehatan (Thistlethwaite & Monica,
2010).
d) Kompetensi Interprofessional Education
Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa dengan
metode pembelajaran IPE adalah kemampuan untuk mengembangkan
kompetensi yang diperlukan untuk berkolaborasi. Dalam buku HPEQ
Project (2011) dijelaskan kompetensi kolaborasi yaitu yaitu:
1. Memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain
dengan jelas,
2. Bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam
memutuskan perawatan dan pengobatan pasien,
3. Bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan
memantau perawatan pasien,
4. Menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi
lain,
21
6. Memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan
lain.
American College of Clinical Pharmacy (ACCP) (2009)
membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu
[image:38.595.135.531.49.713.2]pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim (Tabel 2.1):
Tabel 2.1.
Kompetensi untuk IPE (ACCP, 2009)
No Kompetensi utama
IPE Komponen kompetensi IPE
1 Kompetensi
pengetahuan
Strategi koordinasi
Model berbagi tugas/ pengkajian situasi
Kebiasaan karakter bekerja dalam tim
Pengetahuan terhadap tujuan tim
Tanggung jawab tugas spesifik
2 Kompetensi
keterampilan
Pemantauan kinerja secara bersamasama
Fleksibilitas/ penyesuaian
Dukungan/ perilaku saling mendukung
Kepemimpinan tim
Pemecahan konflik
Umpan balik
Komunikasi/ pertukaran informasi
3. Kompetensi sikap
Orientasi tim
(moral)
Kemajuan bersama
Berbagi pandangan/ tujuan
4. Kompetensi
kemampuan tim
Kepaduan tim
Saling percaya
Orientasi bersama
22
e) Gambaran Pelaksanaan IPE
Sejak WHO (2010) mengidentifikasi IPE sebagai komponen
penting dari perawatan kesehatan primer pada tahun 1978, berbagai
universitas di dunia mulai mengembangkan IPE dalam kurikulum
mereka. Salah satu universitas yang relah menerapkan IPE adalah
Universitas Australia. Pada tahun 2009 telah dibentuk sebuah komite
yang terdiri dari perwakilan seluruh program profesi kesehatan di
Universitas Australia yang bertugas membahas pelaksanaan IPE dan
mengidentifikasi berbagai hambatan yang ada. Mahasiswa
keperawatan, patologi, pendidikan dokter, kesehatan masyarakat desa,
gizi kesehatan, kesehatan masyarakat, psikologi dan psikiatri di
Universitas Australia belajar bersama dan berkolaborasi dalam sebuah
pendidikan interprofessional. Program pendidikan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam
bekerjasama dengan profesi kesehatan yang lain.
Universitas di Eropa dan Amerika juga telah mengaplikasikan
IPE dalam kurikulum pendidikan mereka. Terdapat departemen
khusus di bagian pendidikan fakultas yang mengelola IPE secara
tersendiri yang mengelola dan melakukan managemen terhadap
pelaksanaan IPE. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah
dengan ceramah dan diskusi di kelas, fieldtrip untuk memperdalam
pengetahuan mereka dan melakukan diskusi kelompok dengan
23
Pada pelaksanaan program IPE terdapat pengelompokan
program dan pengembangan governance model dalam kurikulum IPE.
Metode Interprofessional Learning Clinic (ILC) dan Stimulated
Practice Centre (SPC) mempermudah integrasi pelaksanaan IPE. Para
mahasiswa menjadi mampu mengaitkan antara teori dengan praktek
secara teamwork yang dapat meningkatkan outcome pasien (Wolfson,
2007)
f) Pendekatan Pembelajaran IPE
Tidak ada satu pun metode penerapan IPE yang menjadi pilihan
utama, metode pembelajaran IPE dapat berubah sewaktu-waktu sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik dan bagaimana cara dosen
untuk menjaga perhatian peserta didik terhadap pelajaran.
Metode-metode balajar yang ada dapat saling memperkuat, tidak berdiri
sendiri. Pendekatan belajar mengajar yang dapat diterapkan dalam IPE
yaitu exchange-based learning, action-based learning, practice-based
learning, simulation-based learning, observation-based learning, dan
e-basedlearning (Sedyowinarso, dkk., 2011).
i. Exchanged-based learning merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk memungkinkan para peserta mengungkapkan
perasaan, membandingkan pandangan pertukaran pengalaman.
Debat tentang masalah etika dapat mengekspos nilai yang
mendasari perbedaan antara profesi. Permainan yang memainkan
24
meringankan belajar tetapi tetap berisi konten serius. Studi kasus
dapat meningkatkan peran aktif peserta dari profesi yang berbeda
untuk memperkenalkan pemahaman yang berbeda dan
menyarankan intervensi berbeda sebagai kelompok kerja terhadap
respon kolaboratif.
ii. Action-based learning, atau problem-based learning (PBL), atau
enquiry-based learning (EBL), sejak tahun 1970 telah menjadi
rekomendasi WHO sebagai metode pembelajaran untuk
interprofesional. Sistem pembelajaran ini tidak dirancang untuk
menyelesaikan masalah saat ini. Bukti menunjukkan bahwa PBL
mendorong kebebasan, kerja tim, ilmu pengetahuan yang lebih
terintegrasi, dan pembelajaran mendalam (Bligh, 1995 dalam
Freeth, 2005). Hughes dan Lucas, 1997 dalam Freeth, 2005,
menemukan bahwa PBL efektif dalam mencapai tujuan IPE
seperti belajar tentang peran dan meningkatkan keterampilan
komunikasi interprofesional.
iii. Interprofessional practice-based learning mengambil beberapa
bentuk penugasan luar dalam lingkungan kerja profesi lain,
pemebelajaran terkait untuk peserta didik secara bersamaan pada
penempatan di tempat kerja yang berdekatan, penempatan
bersama di pengaturan yang sama dan tujuan yang dirancang
25
iv. Simulated-based learning dapat menggunakan permainan peran
yang diadaptasi untuk memaparkan hubungan kerja antar profesi,
peserta berperan sebagai klien, pemberi pelayanan atau praktisi
dari diri mereka sendiri atau perspektif profesi lain. Keterampilan
laboratorium dikenalkan dalam pendidikan professional, misalnya
pada kedokteran dan keperawatan, dalam kondisi ini bias
dikembangkan penyertaan dua profesi atau lebih dan perspektif
interprofessional dalam diagnosis dan pengobatan. Kehidupan
kerja bisa disimulasikan di dalam lingkungan belajar di mana
hubungan tiap-tiap orang, tiap-tiap kelompok, dan tiap-tiap
organisasi bisa ditunjukkan keluar.
v. Observation-based learning, pelajar secara sederhana diminta
untuk mengamati pertemuan tim multidisiplin dengan
menggunakan metode studi observasional yang lebih canggih.
vi. E-based learning timbul karena adanya peningkatan pengenalan
dunia elektronik, ditambah dengan pembelajaran kesehatan dan
profesi kesehatan sehingga dapat memperbesar peluang
penerapan IPE. Penerapan teknologi ini dalam IPE digunakan
untuk melengkapi dan memperkuat pembelajaran tatap muka atau
sebagai penggantinya (Freeth, 2005).
g) Hambatan IPE
Berbagai penelitian mengenai hambatan IPE sudah banyak
26
terdapat pada pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya
ataupun sikap. Sangat penting untuk mengatasi hambatan-hambatan
ini sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang
lebih baik demi praktik kolaborasi hingga perubahan sistem pelayanan
kesehatan (Sedyowinarso, dkk., 2012).
Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah penanggalan
akademik, peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan
praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian
profesional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan,
jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan
dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik,
kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi
perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap
27
B. Persepsi Mengenai IPE 1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan melalui panca indera
dengan didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui,
mengartikan, dan menghayati tentang hal yang di amati, baik yang ada
diluar maupun didalam diri individu (Sunaryo, 2004). Sedangkan dalam
buku HPEQ-Project Dikti tahun 2012, persepsi adalah suatu proses
mengorganisasi dan menginterpretasi informasi yang diterima oleh panca
indra sensori, tidak hanya melihat dan mendengar secara fisik saja namun
juga terhadap maksud dari pola sebuah informasi yang didapatkan.
Persepsi meliputi kegiatan penerimaan, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan stimulus (HPEQ-Project Dikti, 2012). Persepsi
mengenai IPE adalah segala asumsi yang dimiliki seseorang terhadap IPE,
yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang terhadap IPE.
Asumsi tersebut dapat bersifat positif maupun negatif.
2. Komponen Persepsi Mengenai IPE
Luecht, et al. (1990) adalah pemilik asli kuesioner Interdisciplinary
Education Perception Scale (IEPS). Kuesioner tersebut berisi 18
pernyataan yang dapat menilai persepsi seseorang terhadap IPE
(TTUHSC, 2011). Luecht, et al. (1990) dan Lee (2009) juga menerangkan
dalam penelitian tentang skala IEPS, terdapat empat komponen persepsi
tentang IPE terdiri dari kompetensi dan otonomi, persepsi kebutuhan untuk
28
profesi lain. Hal ini sejalan dengan Barr (2005) mengenai IPE yaitu
kolaborasi, persamaan kompetensi, bekerja dalam tim, pengalaman dan
merupakan ilmu terapan.
Perspektif dari mahasiswa merupakan hal yang sangat berpengaruh
dalam pencapaian IPE kedepan (Lee, 2009). Menurut Barnsteiner et. al.
(2007) dalam A’la (2010), perkembangan IPE sangat membutuhkan sikap
dan keinginan dari peserta didik untuk bekerja sama. Penelitian Ker et. al.,
(2003) menyebutkan bahwa penerimaan mahasiswa tentang pemahaman
tentang profesi lain merupakan suau pendektakan yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaan kurikulum IPE.
Item pernyataan pada penelitian Luecht et. al. (1990) terdiri dari 18
item, 18 item tersebut tersebar pada empat komponen persepsi terhadap
IPE, yaitu:
(1) K.1 - Kompetensi dan otonomi (8 item)
(2) K.2 - Kebutuhan untuk bekerjasama (2 item)
(3) K.3 - Persepsi tentang bekerja sama yang sesungguhnya (5 item)
(4) K.4 – Pemahaman terhadap profesi lain (3 item)
Luecht et. al. (1990) menjelaskan nilai alpha untuk masing-masing
komponen adalah 0.823, 0.563, 0.543, dan 0.518 secara berurutan dan
nilai alpha secara keseluruhan item adalah 0.872 dengan jumlah responden
sebanyak 143 orang. Tabel 2.2 menjelaskan item-item pernyataan pada
29
[image:46.595.135.536.59.594.2]Tabel 2.2
Original IEPS by Luecht et. al. (1990)
1. Individuals in my profession are well-trained 6 5 4 3 2 1 2. Individuals in my profession are able to work
closely with individuals in other professions 6 5 4 3 2 1 3. Individuals in my profession demonstrate a great
deal of autonomy 6 5 4 3 2 1 4. Individuals in other professions respect the work
done by my profession 6 5 4 3 2 1 5. Individuals in my profession are very positive
about their goals and objectives 6 5 4 3 2 1 6. Individuals in my profession need to cooperate
with other professions 6 5 4 3 2 1 7. Individuals in my profession are very positive
about their contributions and accomplishments 6 5 4 3 2 1 8. Individuals in my profession must depend upon
the work of people in other professions 6 5 4 3 2 1 9. Individuals in other professions think highly of
my profession 6 5 4 3 2 1 10. Individuals in my profession trust each other's
professional judgment 6 5 4 3 2 1 11. Individuals in my profession have a higher
status than individuals in other professions 6 5 4 3 2 1 12. Individuals in my profession make every effort
to understand the capabilities and contributions of other professions
6 5 4 3 2 1 13. Individuals in my profession are extremely
competent 6 5 4 3 2 1 14. Individuals in my profession are willing to share
information and resources with other professionals
6 5 4 3 2 1 15. Individuals in my profession have good relations
with people in other professions 6 5 4 3 2 1 16. Individuals in my profession think highly of
other related professions 6 5 4 3 2 1 17. Individuals in my profession work well with
each other 6 5 4 3 2 1 18. Individuals in other professions often seek the
advice of people in my profession 6 5 4 3 2 1 The scale is as follows: 6 = strongly agree, 5 = agree, 4 = somewhat agree, 3 = somewhat disagree, 2 = disagree, 1 = strongly disagree
McFadyen, MaClaren, & Webster (2007) memaparkan sebuah
alternatif model komponen untuk kuesioner IEPS. Hasil revisi
30
milik Luecht et al.. Dua belas pertanyaan tersebut disusun ke dalam 3
komponen yaitu:
(1) K.1 - Kompetensi dan otonomi (5 item)
(2) K.2 - Kebutuhan untuk bekerjasama (2 item)
(3) K.3 - Persepsi tentang bekerja sama yang sesungguhnya (5 item)
McFadyen (2007) memaparkan nilai alpha untuk setiap komponen
adalah 0.79, 0.40, dan 0.83 secara berurutan, dan untuk nilai alpha secara
keseluruhan adalah 0.86 dengan jumlah responden sebanyak 308 orang
dari berbagai disiplin ilmu. Kuesioner IEPS yang telah direvisi oleh
McFadyen et al. menunjukkan kestabilan dan handalnya sebuah instrumen
(McFadyen et al., 2007).
Perbandingan lokasi item pada komponen persepsi terhadap IPE
[image:47.595.130.536.54.517.2]antara Luecht et. al. dan McFadyen adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
Perbandingan Lokasi Item Pernyataan dalam Komponen antara Luecht
et. al. (1990) dan McFadyen (2007) No.
Komponen Komponen
Luecht et. al.
(1990) (n=143)
McFadyen (2007) (n=308) K.1 Kompetensi dan otonomi 1,3,4,5,7,9,10,13 1,5,7,10,13
K.2 Kebutuhan untuk
bekerjasama 6,8 6,8
K.3 Persepsi tentang bekerja
sama yang sesungguhnya 2,14,15,16,17 2,14,15,16,17
K.4 Pemahaman terhadap
profesi lain 11,12,18 dihapus
Tiga dari komponen persepsi terhadap IPE milik Luecht et. al.
menunjukkan nilai dibawah 0.60 dan beberapa penelitian menjelaskan
31
McFadyen dalam penelitiannya melaporkan nilai alpha yang lebih baik
pada 2 komponen persepsi terhadap IPE (McFadyen, 2007).
Kompetensi dan otonomi menjelaskan tentang “kompetensi dan
otonomi individu dalam profesi mereka sendiri dan sikap menghormati
yang ditunjukan oleh profesi lain kepada profesi mereka” (Goelen et al.,
2006 dalam TTUHSC, 2011). Kebutuhan untuk bekerjasama menjelaskan
tentang “sikap memahami antar profesi dalam kerjasama antar disiplin
ilmu karena dapat mempengaruhi profesi mereka sendiri”. Persepsi
tentang bekerja sama yang sesungguhnya menjelaskan tentang “persepsi
tentang bekerjasama yang sesungguhnya antara profesi individu dan
profesi lainnya (Luecht et al. 1990 dalam TTUHSC, 2011).
Hasil analis faktor yang dilakukan McFadyen menunjukkan bahwa
item nomor 3, 4, dan 9 memiliki nilai korelasi dibawah 0.40, berdasarkan
hasil tersebut McFadyen mengeluarkan item nomor 3, 4, dan 9. Kurangnya
kemampuan sebuah item pengukuran untuk menilai komponen
„pemahaman terhadap profesi lain’ mengubah suatu instrumen. Tiga item
pernyataan (Item 11, 12, dan 18) pada komponen-4 „pemahaman terhadap
profesi lain’ tidak semestinya digunakan untuk menilai pemahaman
terhadap profesi lain kepada mahasiswa tingkat akademik yang belum
terpapar dalam lingkungan kerja interprofesional. Komponen „pemahaman
terhadap profesi lain’ seharusnya digunakan untuk mahasiswa tingkat
akademik yang sudah memiliki pengalaman dalam lingkungan klinik, dan
32
sendiri. Jika komponen tersebut tetap diukur kepada mahasiswa yang
belum memiliki pengalaman klinik penelitian harus dilakukan lebih
mendalam. Seharusnya hal ini menjadi catatan bahwa walaupun dilakukan
pengukuran terhadap tenaga profesional yang berpengalaman didapatkan
pengukuran dengan konsistensi yang rendah yaitu sebesar 0.586 & 0.487
Hayward et. al., (1996) dan mungkin komponen tersebut sesuatu
pengukuran yang tidak mudah untuk diukur (McFadyen, 2007)
C. Mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1. Mahasiswa
Mahasiswa mengacu pada buku Pedoman Akademik Program Strata 1
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010-2011 adalah
peserta didik yang mengikut program pendidikan sarjana. Dalam
aplikasinya, setiap program studi mempunyai jenjang yang berbeda dalam
menempuh tahap akademik ini (UIN, 2010).
2. FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Pada tanggal 30 Desember 2002, Senat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta melakukan pembahasan dalam suatu sidang tentang pentingnya
pembukaan program studi baru dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Forum tersebut merekomendasikan pendirian Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK). Pendirian FKIK dimaksudkan untuk menjawab
tantangan dalam mewujudkan konsep Indonesia Sehat 2010 yang
dicanangkan pemerintah yang membutuhkan lebih banyak tenaga dokter,
33
visi UIN “menjadikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai lembaga
pendidikan tinggi terkemuka dalam mengintegrasikan aspek keilmuan,
keislaman, dan keindonesiaan (UIN, 2010).
Di samping itu, pendirian FKIK adalah untuk menampung para
lulusan Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren yang berada dalam rural
area yang selalu termarginalisasikan karena kalah bersaing, baik secara
ekonomi maupun prestasi, untuk memasuki program studi umum pada
Universitas Negeri/Perguruan Tinggi Negeri. Berdasarkan keputusan Senat
tersebut, penyusunan proposal empat Program Studi yang bernaung di
bawah FKIK mulai dirintis, yaitu Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Farmasi, Kedokteran, dan Ilmu Keperawatan. FKIK terbagi menjadi empat
program studi, yakni: Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM),
Program Studi Farmasi (PSF), Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)
dan Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) (UIN, 2010).
D. Penelitian Terkait
1. Analisis persepsi dan kesiapan mahasiswa tahap profesi terhadap IPE
[image:50.595.128.532.77.471.2]Fauziah (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Gambaran Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa Profesi Fakultas Kedokteran
UGM terhadap Interprofessional Education di tatanan klinik. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan rancangan cross
sectional dan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pengambilan data
kuantitatif dengan menggunakan kuesioner IEPS dan RIPLS. Pengambilan
34
dilakukan terhadap 133 mahasiswa pendidikan dokter dan ilmu
keperawatan tahap pendidikan profesi. Hasilnya 117 (87.97%) mahasiswa
memiliki persepsi baik terhadap IPE dan 111 (83.46%) mahasiswa
menunjukkan kesiapan yang baik terhadap IPE.
Penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sama-sama meneliti
variabel persepsi, namun peneliti tidak mengukur variabel kesiapan.
Tetapi, pada penelitian kali ini pendekatan yang dilakukan hanya
kuantitatif. Sampel penelitian juga memiliki perbedaan, dalam penelitian
Fauziah sampel yang diambil adalah Mahasiswa FK UGM tahap profesi
program studi pendidikan dokter dan keperawatan, sedangkan pada
penelitian ini sampelnya lebih umum yaitu Mahasiswa FKIK yang terdiri
dari empat program studi dan tidak hanya yang sedang tahap profesi saja.
Penelitian ini juga menggunakan kuesioner yang berbeda, penelitian
Fauziah menggunakan IEPS milik Luecht et al. 1990 yang dimodifikasi,
sedangkan penelitian ini menggunakan IEPS yang direvisi oleh McFadyen
et al. 2007. Penelitian Fauziah dilakukan di Fakultas Kedokteran UGM,
sedangkan penelitian ini dilakukan di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Gambar
Dokumen terkait
Pengembangan dilakukan bertujuan memberikan nilai-nilai yang positif bagi masyarakat dari yang tidak baik menuju ke arah yang lebih baik. Mengetahui alasan masyarakat membuka
TampilandarikekuatandBm di antenna alumunium foil single.. Gambar 4.2.2dBm model alumunium foil bertingkat. TampilandarikekuatandBm di antenna alumunium foil bertingkat.
2011, menindaklanjuti surat pesanan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Ba’a T.A 2011 dengan memperhatikan Surat PPK tentang Tata Cara Prosedur Perencanaan umum pengadaan
Segala puji hanya bagi Allah SWT, hanya karena Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir dengan judul “Prarancangan Pabrik
a) Prefix {in-} has the meaning to indicate negation from noun. b) Suffix {-er} has the meaning to indicate noun category of verb. d) Suffix {-ness} has the meaning to
energi untuk produksi tahu di industri kecil tahu yang meggunakan bahan bakar biomassa adalah sebesar 13.62209 MJ/kg tahu atau 36.28933 MJ/kg kedelai, terdiri dari energi
coping behavior to analyze Frank William Abagnale as the major character. in coping his problems in Catch Me If
Di bawah Departemen Usaha Dagang terdiri dari bagain pembelian, bagian pemasaran,.. bagian pengiriman dan bagian gudang, sedangkan di bawah bagian Keuangan