• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Soil Transmitted Helminths pada Sayuran Kubis Segar di Pasar Tradisional di Kota Medan pada Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Soil Transmitted Helminths pada Sayuran Kubis Segar di Pasar Tradisional di Kota Medan pada Tahun 2015"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Udeyapravena a/p Udeyasurian Tempat/Tanggal Lahir : Selangor, Malaysia/ 24 Juli 1994

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Abadi, Setia Budi No.5, Medan, Sumatera Utara Orang Tua : - Ayah : Udeyasurian Kanisen

- Ibu : Selvi Palaniandy

Riwayat Pendidikan : 1.Sekolah Kebangsaan Bandar Banting (2001– 2006)

2. Sekolah Menengah Kebangsaan Banting (2007-2011)

(2)
(3)

Tel: +62-61-8211045; 8210555 Fax: +62-61-8216264, E-mail: komet_fkusu@yahoo.com

FORMULIR ISIAN OLEH PENELITI

Nama lengkap anda :

Alamat (harap ditulis dengan lengkap) :

Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :

Alamat lain yang dapat dihubungi :

Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :

Nama Institusi Anda (tulis beserta alamatnya) :

Judul Penelitian :

DAFTAR PERTANYAAN :

1. Subyek yang digunakan pada penelitian Anda :

penderita

Non Penderita

Hewan

2. Jumlah Subyek yang digunakan dalam penelitian Anda :125 SAMPEL

3. Keterangan jumlah sayur yang rosak akibat STH

4. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini (pekiraan) untuk setiap

subjek : 15 (detik/menit/jam/hari/bulan/tahun)*

UDEYAPRAVENA UDEYASURIAN

1

+6287869594234

JP TOWNHOUSE, JALAN ABADI NO 5, MEDAN

NO 9 JALAN KEMBOJA 15, TMN AMAN 42700 BANTING, SELANGOR

+60167307249

FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA,

JALAN DR. MANSUR NO. 5, MEDAN

2

3

4

5

6

(4)

di Kota Medan dan diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan

mengenai infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah dan kontaminasi telur cacing

pada sayuran.

6. Apakah masalah etik menurut Anda dapat terjadi pada penelitian Anda ini :

Tidak akan ada masalah karena penelitian ini dilakukan pada sayuran.

7. Jika subjeknya manusia, apakah percobaan terhadap hewan sudah pernah dilakukan?.

Jika tidak , sebutkan alasan mengapa langsung dilakukan terhadapa manusia ( berikan

argumentasi anda secara jelas dan mudah dimengerti).

Penelitian ini hanya perlu dilakukan pada sayuran maka tidak cocok dilakukan pada

hewan coba.

8. Prosedur pelaksanaan penelitian atau percobaan(frekwensi, interval, dan jumlah total

segala tindakan invasif yang dilakukan, dosis dan cara penggunaan obat, isotop,

radiasi atau tindakan lainnya)sebutkan!

Prosedur penelitian adalah dengan cara eksperimental dengan membeli sayuran dari

pasar tradisional dan diperiksa di laboratorium.

9. Bahaya potensial yang langsung atau tidak langsung, segera atau kemudian dan cara

yang digunakan guna pencegahannya (disebutkan jenis bahayanya).

Tidak aka nada bahaya potensial.

10. Pengalaman terdahulu sebelum atau sesudah penelitian dari tindakan yang akan

dilakukan (baik sendiri ataupun perorangan)

Belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.

11. Jika penelitian dilaksanakan pada orang sakit, sebutkan apa kegunaan bagi si sakit,

dan bagaimana pula kompensasi yang diberikan jika terjadi kerugian pada jiwanya.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan sayuran.

12. Bagaimana cara memilih penderita dan sukarelawan yang sehat?

(5)

14. Sejauh mana hubungan antara subjek manusia yang diteliti dengan peneliti? (ceklist

yang benar) :

a. hubungan dokter – pasien

b. Hubungan guru – murid

c. Hubungan majikan - anak buah

d. Mitra

e. Keluarga

f. Lain-lain

15. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian termasuk efek samping dan

komplikasinya bila ada!

Tidak ada

16. Jelaskan cara memberitahu dan mengajak subjek (lampiran contoh surat persetujuan

penderita)! Bila memberitahukan dan kesediannya secara lisan, tulisan atau karena

sesuatu hal penderita tidak dapat diminta pernyataan ataupun persetujuannya, beri

pula alasan untuk itu.

Tidak ada

17. Apakah subjek diansuransikan? (pilih salah satu)

a. Ya

b. Tidak

Medan, 30 JULI 2015

Mengetahui,

Menyatakan :

Dosen Pembimbing KTI

Peneliti Utama

(__________________________)

(____________________________)

(6)
(7)
(8)

Dalam

Positif

% within Luar 100.0% 14.7% 35.2% % of Total 24.0% 11.2% 35.2%

Negatif

Count 0 81 81

% within Dalam 0.0% 100.0% 100.0% % within Luar 0.0% 85.3% 64.8%

% of Total 0.0% 64.8% 64.8%

Total

Count 30 95 125

% within Dalam 24.0% 76.0% 100.0% % within Luar 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 24.0% 76.0% 100.0%

Tabel Distribusi STH pada Bagian Luar Kubis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

larva rhabditiform 23 18.4 18.4 18.4

larva filariform 20 16.0 16.0 34.4

telur hookworm 1 .8 .8 35.2

tidak kontaminasi 81 64.8 64.8 100.0

Total 125 100.0 100.0

Tabel Distribusi STH pada Bagian Dalam Kubis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

larva rhabditiform 17 13.6 13.6 13.6

larva filariform 9 7.2 7.2 20.8

telur ascaris 2 1.6 1.6 22.4

telur hookworm 2 1.6 1.6 24.0

tidak kontaminasi 95 76.0 76.0 100.0

(9)

Pasar Amplas % of Total 0.0% 0.0% 0.0% 4.0% 4.0%

Pasar Area Count% of Total 0.0%0 0.0%0 0.0%0 4.0%5 4.0%5

Pasar Belawan Count% of Total 1.6%2 0.8%1 0.0%0 1.6%2 4.0%5

Pasar Binjai Count% of Total 1.6%2 1.6%2 0.0%0 0.8%1 4.0%5

Pasar Cemara Count% of Total 1.6%2 1.6%2 0.0%0 0.8%1 4.0%5

Pasar Deli Count% of Total 0.8%1 1.6%2 0.0%0 1.6%2 4.0%5

Pasar Halat Count% of Total 0.8%1 0.0%0 0.0%0 3.2%4 4.0%5

Pasar Hindu Count% of Total 0.8%1 0.0%0 0.0%0 3.2%4 4.0%5

Pasar Johor Count% of Total 0.0%0 1.6%2 0.0%0 2.4%3 4.0%5

Pasar Kg.Durian Count% of Total 0.8%1 0.0%0 0.0%0 3.2%4 4.0%5

Pasar Kg.Lalang Count% of Total 0.0%0 1.6%2 0.0%0 2.4%3 4.0%5

Pasar Labuhan Count% of Total 0.8%1 0.8%1 0.8%1 1.6%2 4.0%5

Pasar Marelan Count% of Total 0.8%1 0.0%0 0.0%0 3.2%4 4.0%5 Pasar Muara

Takus Count% of Total 0.0%0 0.0%0 0.0%0 4.0%5 4.0%5

Pasar Pdg Bulan Count% of Total 0.8%1 0.8%1 0.0%0 2.4%3 4.0%5

Pasar Perjuangan Count% of Total 1.6%2 1.6%2 0.0%0 0.8%1 4.0%5

(10)

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig.(2-sided) Exact Sig.(1-sided)

Pearson Chi-Square 72.667a 1 .000

Continuity Correctionb 68.977 1 .000

Likelihood Ratio 82.727 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 72.086 1 .000

N of Valid Cases 125

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.56. b. Computed only for a 2x2 table

Pasar Selayang Count% of Total 0.0%0 1.6%2 0.0%0 2.4%3 4.0%5

Pasar Sunggal Count% of Total 1.6%2 0.0%0 0.0%0 2.4%3 4.0%5

Pasar Timur Count% of Total 1.6%2 0.8%1 0.0%0 1.6%2 4.0%5

Pasar Tj.Rejo Count% of Total 0.0%0 0.0%0 0.0%0 4.0%5 4.0%5

Pasar Tuntungan Count% of Total 0.0%0 0.0%0 0.0%0 4.0%5 4.0%5

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Arfina, Dita. 2011. Hubungan Menyiram Menggunakan Air Sumur dengan Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Tanaman Kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Asribestari, R.,Setyono,J.S. 2013. Pengaruh Daya Tarik Pasar Tradisional dan Pasar Modern Terhadap Preferensi Konsumen. J. Tek. PWK2(3): 539-548.

Astawan, M. 2004.Kandungan Gizi Aneka Bahan Makanan. Edisi 1. Jakarta: Senior. 85-91.

Brooker, S., Clements, A CA., Bundy, D AP. 2006. Global Epidemiology, Ecology and Control of Soil Transmitted Helminth Infection. Adv Parasitol62:221-261

Daniel. 2005.Tanaman Lalap Berkhasiat Obat. Edisi 2. Jakarta: Swadaya. 18-21.

Dijaafar. Rahayu, S. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit Yang Ditimbulkan dan Pencegahanya. J. Litbang Pertanian 26(2): 67-75

Eraky, M.A., Rashed, S.M., Nasr, M.E., Hamshary, A.M.S., El-Ghannam, A.S. 2014. Parasitic Contamination of Commonly Consumed Fresh Leafy Vegetables in Benha, Egypt.J.Parasitol.Res., 2(4): 1-7

(12)

Hajjami, K., Ennaji, M., Amdiouni, H., Fouad, S., and Cohen, N., 2013. Parasitic Contamination on Fresh Vegetable Consumed in Casablanca City (Morroco) and Risk for Consumer.Int. J. Sc. Tech., 2: 543-549

Haq, U.S., Maqbool, A. 2014. Parasitic Contamination of Vegetables Eaten Raw in Lahore. Pakistan J. Zool., vol. 46(5) : 1303-1309

Karrupiah, G. 2011. Perbedaan Higiene Sayuran yang Dijual di Pasar Tradisional dengan Pasar Modern. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Kusnoputranto, H., Susanna D. 2000. Kesehatan Lingkungan. Edisi 1, Jakarta: FKM UI. 68-72

Lilananda, Rudy, P. 2009. Transformasi Pasar Tradisional di Persekitaran Surabaya. Edisi 1. Surabaya: Fakultas Teknik Arsitektur UK Petra. 8-10

Nugroho, C., Djanah, S.N., Mulasari, S.A., 2010. Identifikasi Kontaminasi Telur Nematoda Usus Pada Sayuran Kubis (Brassica Oleracea) Warung Makan Lesehan Wonosari Gunungkidul Yogyakarta Tahun 2010.J. Kesehat Masyarakat., 4: 67-75

Pracaya. 2011. Kol alias Kubis. Cetakan 9. Jakarta: Penebar Swadaya. 23-34.

(13)

2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Said, D.E.S. 2012.Detection of Parasites in Commonly Consumed Raw Vegetables. Alexandria J.Med4(8):345-352

Sembiring, Rosyana Br. 2005. Analisa Kandungan Escherichia Coli Pada Beberapa Jenis Sayur Lalapan Di Beberapa Pasar Kota Medan Dan Rumah Makan Siap Saji. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera.

Setiawan, I., Suciawati, Hasanah, L., dan Edi. 2008. Wawasan SosialI lmu Pengetahuan Sosial SMP/MTS. Edisi 2. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 197-208.

Soemirat, J. 2005. Epidemiologi Lingkungan. Cetakan kedua.Yogyakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 35-40.

Sumantri, A. 2011.Metode Penelitian Kesehatan.Jakarta :Kencana, 21-28.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI, 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan.

Sutanto, I., Ismid, I.S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi keempat Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008. 6-20

Wardhana, K.P, Kurniawan, B. 2014.Identifikasi Telur STH pada Lalapan Kubis (Brassica oleracea) di warung-warung makan Universitas Lampung.Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

(14)

Pasar Tradisional di Kota Semarang. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian Nuswantoro.

WHO, 2008.Weekly Epidemiological Record. Geneva: 83:237-252. Available from:

(15)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Merupakan kerangka konsep pada penelitian ini adalah :

Gambar 3.1:Kerangka konsep Kontaminasi STH

3.2 Definisi Operasional 3.2.1Tabel Definisi operasional

Variabel Definisi Operasional CaraUkur Alat Ukur Skala Pengukuran Kontaminasi

STH TerkontaminasiSTH apabila ditemukan telur dan larva cacing pada sayuran.

Sampel sayuran

Memeriksa sayuran dengan teknik

sedimentasi.

Kategorik

STH Nematoda usus

terdiri dari cacing Ascaris

Sayuran kubis di

(16)

lumbricoides, Trichiuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis.

Larva Larva cacing adalah stadium dari cacing sebelum menjadi dewasa yang ditemukan pada sayuran.

Mikroskop Dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran yang tertentu untuk mengidentifikasi jenis STH. Ordinal

Telur Telur cacing adalah bentuk dari cacing sebelum menjadi dewasa yang ditemukan pada sayuran.

(17)

Sayuran Segala sesuatu yang berasal dari

tumbuhan yang dapat dimasak menjadi sayur (masakan) ataupun yang dapat dimasak langsung yang biasa kita sebut dengan lalapan. Sayurannya adalah kubis.

Pasar Tradisional

Pasar dimana para penjual dan pembelinya

(18)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali pada satu waktu.

4.2 Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian direncanakan pada bulan Augustus sampai Oktober pada tahun 2015. Pengambilan sampel dilakukan di pasar tradisional di Kota Medan. Pemeriksaan telur dan larva dilakukan di laboratorium Parasitologi Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada bulan September hingga November 2015.

4.3 Populasi dan Sampel penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi di dalam penelitian ini adalah sayuran segar yang dijual di pasar tradisional di Kota Medan.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang diambil adalah sayuran kubis yang diambil secara acak berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria Inklusi :

a) Sayuran yang dijual di pasar tradisional di Kota Medan. b) Sayuran yang segar.

2. Kriteria Eksklusi :

a) Sayuran segar yang cacat.

(19)

dan dalam dan dilakukan pemeriksaan dengan metode sedimentasi kepada sampel yang sudah diberi label satu per satu. Terdapat 250 sampel yang dibagi menjadi dua bagian. 125 sampel merupakan kubis bagian luar dan 125 sampel yang lain adalah bagian dalam.

4.4 Teknik pengumpulan sampel

Pada penelitian ini, besar sampel ditentukan dengan teknik cluster sampling yaitu dengan membagi populasi sebagai cluster – cluster kecil yaitu Medan bagian Kota, Timur, Barat, Selatan dan Utara. Lalu pengamatan dilakukan pada sampel cluster yang dipilih secara random. Setelah itu dimasukkan di dalam plastik dan diberi label.

4.5 Cara Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan telur dan larva cacing dilakukan dengan metode sedimentasi (pengendapan). Sayuran direndam dengan larutan NaOH 0.2% dan kemudian larutan hasil rendaman disentrifugasi sehingga didapatkan endapan. Hasil endapan selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop. Pada sampel sayuran yang ditemukan adanya telur STH, ditentukan jumlah kontaminasi dan jenis telurnya. Terdapat 2 bagian dari sampel yang akan diperiksa, yaitu bagian luar dan dalam. Dimana sampel bagian luar yaitu 3 lembar pertama pada kubis bagian luar dan bagian sampel dalam yaitu sisa dari sampel kubis bagian luar yang diambil.

4.6 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang dipergunakan adalah:

1. Sampel sayuran 2. Beaker glass 3. Imhoff cone 4. Pipet tetes

5. Alat sentrifugasi dan tabungnya 6. Rak tabung

(20)

8. Object glass 9. Cover glass 10. Mikroskop

11. Larutan NaOH 0,2% 12. Aquades

4.7 Prosedur Penelitian

1) Membagi sayuran menjadi 2 bagian yaitu kubis bagian luar dan dalam. 2) Memotong sayuran menjadi bagian-bagian kecil.

3) Merendam sayuran dengan 500ml larutan NaOH 0.2% dalam beaker glass 1000ml.

4) Setelah 30 menit, mengaduk sayuran dengan pinset lalu sayuran dikeluarkan.

5) Menyaring air rendaman kemudian memasukkan kedalam beaker glasss lain dan mendiamkan selama satu jam.

6) Membuang air yang berada di permukaanbeaker glass, air yang berada di bagian bawah beaker glass berserta endapannya diambil dengan volume 10-15ml menggunakan pipet dan masukkan ke dalam tabung sentrifugasi. 7) Menyentrifugasi air endapan dengan kecepatan 1500 putaran /menit

selama lima menit.

8) Membuang supernatan dan mengambil bagian bawah endapan kemudian memeriksanya secara mikroskopis.

9) Mengambil larutan eosin memakai pipet dan meneteskan satu tetes pada object glass.

10) Megambil endapan dari tabung sentrifugasi satu tetes lalu meneteskan pada object glass yang telah diberikan cairan eosin

(21)

4.8 Pengolahan dan Analisa Data

(22)

4.9 Alur Penelitian

Sayuran (yang memenuhi syarat inklusi dan ekslusi)

Dibawa ke laboratorium dan diproses dengan teknik

sedimentasi

Disentrifugasi

Diamati dibawah mikroskop dengan larutan

eosin

Analisa

(23)

5.1 Hasil Penelitian

Proses pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen eksperimental dimana sayuran kubis dibeli dari pasar tradisional dari setiap kecamatan di Kota Medan. Hasil dianalisis sehingga dapat menyimpulkan identifikasi STH pada sayuran kubis di pasar tradisional.

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan. Lokasi penelitian adalah di Kota Medan Sumatera Utara yang terdapat sebanyak 21 kecamatan di Medan. Letak geografis Kota Medan yang strategis dan ibukota provinsi , Medan menjadi pusat penduduk melakukan aktivitas perekonomian. Kepadatan penduduk Kota Medan termasuk peringkat yang tinggi yaitu ketiga terpadat di Indonesia. Walaupun sebagai ibukota provinsi di beberapa tempat Kota Medan masih terdapat daerah kumuh.

Penelitian ini telah dilakukan dari bulan September sampai November 2015. Sampel sayuran kubis sebanyak 125 sampel telah diperoleh dari pedagang di pasar tradisional di Kota Medan dengan metode cluster sampling.

5.1.2 Hasil dari Pemeriksaan Laboratorium

(24)

Pada tabel 5.1 diketahui bahwa dari 125 sampel sayuran kubis yang diperiksa ternyata sebanyak 44 sayuran kubis terkontaminasi dengan STH (35.2%) dan sebanyak 81 sayuran kubis tidak ditemukan kontaminasi STH (64.8%).

Jenis STH yang ditemukan pada bagian luar sayuran kubis bervariasi. Dari hasil yang didapatkan di laboratorium parasitologi berikut, dapat dilihat frekuensi distribusi masing-masing STH pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi STH

Dari tabel 5.2 ternyata sebanyak 23 sampel (18.4%) ditemukan larva rhabditiform hookworm dan 20 sampel (16.0%) ditemukan larva filariform hookworm. Pada 1 sampel (0.8%) ditemukan telur hookworm.

Pada pemeriksaan bagian dalam sayuran kubis ditemukan hasil sebagai berikut dan dalam tabel berikut adalah hasil yang diperoleh.

Hasil identifikasi STH Frekuensi Presentase %

Positif 44 35.2

Negatif 81 64.8

Total 125 100

STH Frekuensi Persentase %

Larva rhabditiform 23 18.4

Larva filariform 20 16.0

Telur hookworm 1 0.8

(25)

Dari tabel 5.3 ternyata 30 sampel sayuran kubis (24.0%) terkontaminasi oleh STH dan sisa sebanyak 95 sampel (76.0%) tidak terkontaminasi sama sekali.

Tabel berikutnya merupakan jenis STH yang telah ditemukan mengkontaminasi bagian dalam kubis.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis STH Pada Bagian Dalam Kubis

Dari tabel 5.4 ternyata bahwa sebanyak 17 sampel (13.6%) terkontaminasi dengan larva rhabditiform hookworm dan 9 sampel (7.2%) terkontaminasi dengan larva filariform hookworm. Terdapat 2 sampel (1.6%) terkontaminasi dengan telur hookworm dan 2 sampel lagi terkontaminasi dengan telur Ascaris lumbricoides. Sebanyak 95 sampel (76.0%) ditemukan adanya kontaminasi STH.

Pada tabel seterusnya akan ditampilkan frekuensi distribusi STH yang ditemukan pada masing-masing pasar tradisional.

Hasil Identifikasi

STH Frekuensi Presentase %

Positif 30 24

Negatif 95 76

Total 125 100

STH Frekuensi Presentase %

Larva Rhabditiform 17 13.6

Larva Filariform 9 7.2

Telur Ascaris Lumbricoides 2 1.6

Telur Hookworm 2 1.6

(26)

Pasar STH

Total Larva

Rhabditiform FilariformLarva HookwormTelur KontaminasiTidak Ada

Pasar Amplas 0 0 0 5 5

0.0% 0.0% 0.0% 4.0% 4.0%

Pasar Area 0 0 0 5 5

0.0% 0.0% 0.0% 4.0% 4.0%

Pasar Belawan 2 1 0 2 5

1.6% 0.8% 0.0% 1.6% 4.0%

Pasar Binjai 2 2 0 1 5

1.6% 1.6% 0.0% 0.8% 4.0%

Pasar Cemara 2 2 0 1 5

1.6% 1.6% 0.0% 0.8% 4.0%

Pasar Deli 1 2 0 2 5

0.8% 1.6% 0.0% 1.6% 4.0%

Pasar Halat 1 0 0 4 5

0.8% 0.0% 0.0% 3.2% 4.0%

Pasar Hindu 1 0 0 4 5

0.8% 0.0% 0.0% 3.2% 4.0%

Pasar Johor 0 2 0 3 5

0.0% 1.6% 0.0% 2.4% 4.0%

Pasar Kg.Durian 1 0 0 4 5

0.8% 0.0% 0.0% 3.2% 4.0%

Pasar Kg.Lalang 0 2 0 3 5

0.0% 1.6% 0.0% 2.4% 4.0%

Pasar Labuhan 1 1 1 2 5

0.8% 0.8% 0.8% 1.6% 4.0%

Pasar Marelan 1 0 0 4 5

0.8% 0.0% 0.0% 3.2% 4.0%

Pasar Muara Takus 0 0 0 5 5

0.0% 0.0% 0.0% 4.0% 4.0%

Pasar Pdg Bulan 1 1 0 3 5

0.8% 0.8% 0.0% 2.4% 4.0%

Pasar Perjuangan 2 2 0 1 5

1.6% 1.6% 0.0% 0.8% 4.0%

Pasar Petisah

1 0 0 4 5

0.8% 0.0% 0.0% 3.2% 4.0%

Pasar Pringgan 0 0 0 5 5

(27)

Berdasarkan tabel 5.5 distribusi frekuensi STH tidak banyak berbeda pada setiap pasar.Diketahui distribusi telur hookworm hanya 1 (0.8%) di Pasar tradisional di Medan Labuhan.

Berikut adalah perhitungan distribusi STH untuk sayuran kubis bagian luar dan dalam.

Pada tabel 5.6 didapatkan hasil kontaminasi sayuran kubis bagian dalam dan bagian luar.Sebanyak 35.2 % ditemukan positif pada bagian luar kubis dan 24% ditemukan positif pada bagian dalam kubis. Berdasarkan uji chi square yang dibuat untuk mengetahui perbedaan antara kontaminasi sayuran kubis bagian luar

Pasar Sei Kambing 2 0 0 3 5

1.6% 0.0% 0.0% 2.4% 4.0%

Pasar Selayang 0 2 0 3 5

0.0% 1.6% 0.0% 2.4% 4.0%

Pasar Sunggal 2 0 0 3 5

1.6% 0.0% 0.0% 2.4% 4.0%

Pasar Timur 2 1 0 2 5

1.6% 0.8% 0.0% 1.6% 4.0%

Pasar Tj.Rejo 0 0 0 5 5

0.0% 0.0% 0.0% 4.0% 4.0%

Pasar Tuntungan 0 0 0 5 5

0.0% 0.0% 0.0% 4.0% 4.0%

Total 23 20 1 81 125

18.4% 16.0% 0.8% 64.8% 100.0%

Tabel 5.6 Perbedaan Ditribusi Frekuensi Kontaminasi STH pada Kubis Bagian Dalam dan Luar

Kubis Luar Total

Positif Negatif

Dalam Positif

30 14 44

24.0% 11.2% 35.2%

Negatif 0.0%0 64.8%81 64.8%81

(28)

5.2 Pembahasan

Pada penelitian ini, sebanyak 44 dari 125 sampel sayuran kubis terkontaminasi dengan STH (35.2%). Penelitian ini memperoleh hasil yang banyak berbeda dengan yang didapat Purba (2012) yang tidak menjumpai STH sama sekali dalam sampel sayuran kubis yang diperiksa. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi untuk memperoleh hasil yang seperti ini. Salah satu faktornya adalah jumlah sampel yang diteliti, higienitas tempat penjualan sayuran dan tempat penanaman sayuran.

Pada penelitian ini didapati distribusi jenis STH pada sampel sayuran kubis. Didapatkan hasil sebanyak 34.4 % terkontaminasi dengan larva hookworm. Menurut (Haq, 2014) menemukan kejadian kontaminasi larva hookworm adalah kedua paling tinggi pada sayuran kubis, sebanyak 6% dan kontaminasi telur Ascaris lumbricoides sebanyak 16%. Faktor yang menyebabkan prevalensi kontaminasi telur dan larva pada kubis karena permukaan daun kubis yang lebar. Faktor ini secara tidak langsung memberi kesempatan pada telur dan larva STH untuk mengkontaminasi sayuran ini.

(29)

sama sekali. 30 sampel (24%) didapati terkontaminasi dengan STH. Jenis STH mencapai prevalensi yang merata. Menurut wawancara yang dilakukan dengan seorang penjual sayur di pasar tradisional yang terletak di Belawan ternyata pemborong sayuran kubis ke setiap pasar tradisional di Kota Medan sama. Tidak ada penelitian yang pernah dilakukan untuk bagian dalam sayuran kubis.

(30)

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan urai-uraian yang telah disampaikan pada pembahasan penelitian, dapat disimpulkan:

1. Prevalensi kontaminasi sayuran kubis oleh STH adalah sebanyak 35.2%. 2. Jenis STH yang banyak ditemukan adalah larva hookworm, sebanyak

34.4% berupa larva rhabditiform adalah 18.4 % dan larva filariform 16%. 3. Kontaminasi STH pada sayuran kubis bagian luar lebih banyak

dibandingkan dengan bagian dalam.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Konsumen diharapkan agar memilih sayuran yang masih utuh dan masih segar dan tidak adanya bercak

-

bercak busuk dan warna yang berubah dari warna aslinya.

2. Konsumen mencuci sayuran dengan cara yang betul. Mencuci dengan air kran yang mengalir dan tidak terkontaminasi atau dicuci dengan kalium permanganate 0.02% kemudian dicuci lagi dengan air matang yang sudah dingin.

(31)
(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Helminthiasis

Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan. Manusia merupakan hospes definitif dari beberapa nematoda usus.Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut “ Soil Transmitted Helminths“ seperti Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura(Sutanto, 2008).

Infeksi Soil Transmitted Helminthsini merupakan infeksi paling umum di daerah tropis terutama pada masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di daerah kumuh. Infeksi ini dapat terjadi bila manusia tertelan telur/larva infeksius (A.lumbricoides dan T.trichiura) atau dengan penetrasi bentuk larva filariform (larvahookworm) yang berada di tanah (WHO, 2008).

2.1.1Ascaris Lumbricoides(Cacing Gelang) 2.1.1.1 Morfologi dan Daur Hidup

Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa hidup di rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari; terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.

(33)

bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan (Sutanto, 2008).

2.1.1.2 Patofisiologi

Menurut Effendi yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006) di samping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Illeus obstructive).

2.1.1.3 Gejala Klinik dan Diagnosa

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.

Pada fase migrasi larva, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan larva dalam sputum atau bilas lambung (Sutanto, 2008). Sindroma Löeffler yang khas lebih sering terlihat di daerah dimana penularan musimannya tinggi.

(34)

telah dikonsentrasi (Gracia, 2010). Berikut adalah gambar telur dan cacing Ascaris lumbricoides.

dan betina.

corticated.

Gambar 3 :Ascaris lumbricoides unfertilised corticated.

Gambar 4 :Ascaris lumbricoides unfertilised decorticated.

Gambar 2 :Ascaris lumbricoides fertilised

(35)

Decorticated. 2.1.1.4 Epidemiologi

Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur cacing) ( Surat Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).

2.1.2Necator americanusdanAncylostoma duodenale(Cacing Tambang) 2.1.2.1 Morfologi dan Daur Hidup

Hospes definitif parasit ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mukosa usus. Cacing dewasa jantan berukuran panjang 7-11 mm x lebar 0.4-0.5 mm. Cacing dewasa Ancylostoma duodenale cenderung lebih besar dari pada Necator americanus. Cacing dewasa jarang terlihat, karena melekat erat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik.

Infeksi pada manusia didapat melalui penetrasi larva fiariform yang terdapat di tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama larva dibawa aliran darah vena ke jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-paru. Larva menembus alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring, kemudian tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di situ. Cacing melekat di mukosa, mempergunakan struktur mulut sementara, sebelum struktur mulut

(36)

permanen yang khas terbentuk. Bentuk betina mulai mengeluarkan telur kira-kira lima bulan setelah permulaan infeksi, meskipun periode prepaten dapat berlangsung dari 6 sampai 10 bulan. Apabila larva filariform A.duodenale tertelan, mereka dapat berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus tanpa melalui siklus paru-paru.

Telur-telur yang keluar bersama tinja biasanya berada pada stadium awal pembelahan. Bentuknya lonjong dengan ujung bulat melebar dan berukuran kira-kira, panjang 60µm dan lebar 40µm. Ciri-ciri khasnya yaitu adanya ruang yang jernih diantara embrio dengan kulit telur yang tipis. Telur dapat tetap hidup dan larva akan berkembang secara maksimum pada keadaan pada keadaan lembab, teduh dan tanah yang hangat, telur akan menetas 1 sampai 2 hari kemudian. Dalam 5 sampai 8 hari akan tumbuh larva infektif filariform dan dapat tetap hidup dalam tanah untuk beberapa minggu (Gracia, 2010).

2.1.2.2 Patofisiologi

Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah.Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktivitas.

Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai kecacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab (Surat Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).

2.1.2.3 Gejala klinik dan Diagnosa

(37)

‘ground itch’. Pneumonitis yang disebabkan karena migrasi larva tergantung dari pada jumlah larva yang ada. Larva ini tidak menyebabkan tingkat sensitisasi yang sama seperti padaAscaris lumbricoides.

Gejala-gejala infeksi pada fase usus disebabkan oleh 1) nekrosis jaringan usus yang berada di dalam mulut cacing dewasa dan 2) kehilangan darah karena langsung dihisap oleh cacing dan 3) terjadinya perdarahan terus menerus di tempat asal perlekatannya, yang kemungkinan diakibatkan oleh sekresi antikoagulan oleh cacing.

Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea, muntah, sakit perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah yang keluar) lesu dan pucat. Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing yang banyak pada anak-anak muda dapat menimbulkan gejala sisa yang serius, dan kematian. Selama fase usus akut dapat dijumpai peningkatan eosinofilia perifer.

Pada infeksi kronik, gejala utamanya adalah anemia defisiensi besi (mikrositik, hipokrom) dengan pucat, edema muka dan kaki, lesu dan kadar haemoglobin sampai 5g/dL atau kurang. Dapat dijumpai kardiomegali, serta retardasi mental dan fisik.

Hitung telur 5 per mg tinja jarang mempunyai arti klinis, lebih besar dari 20mg biasanya dihubungkan dengan timbulnya gejala-gejala, dan 50 per mg atau lebih merupakan infeksi cacing yang sangat berat.

(38)

Gambar 6 :Necator americanusjantan dan betina.

Gambar 7 :Ancylostoma duodenalejantan dan betina.

Gambar 8 : Telurhookworm 2.1.2.4 Epidemiologi

(39)

Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator americanus 28º-32ºC, sedangkan untuk Ancylostoma duodenalelebih rendah (23º-25ºC). Pada umumnyaAncylostoma duodenalelebih kuat. Untuk menghindari infeksi, antara lain dengan memakai sandal dan sepatu (Sutanto, 2008) .

2.1.3Trichuris Trichiura

2.1.3.1 Morfologi dan Daur Hidup

Panjang cacing betina kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anterior seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-20.000 butir.

(40)

2.1.3.2 Patofisiologi

Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapses akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia ( Surat Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).

2.1.3.3 Gejala Klinis dan Diagnosis

Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Parasit ini sering ditemukan pada pemeriksaan tinja secara rutin (Sutanto, 2008). Berikut adalah gambar Trichuris trichiura.

(41)

Gambar 10 : TelurTrichuris trichiura. 2.1.3.4 Epidemiologi

Faktor penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimum 30ºC. Pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar 30-90%.

Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik, pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, dan mencuci sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri yang memakai tinja sebagai pupuk (Sutanto, 2008).

2.1.4Strongyloides Stercoralis 2.1.4.1 Morfologi dan daur hidup

(42)

Cacing berkembangbiak secara parthenogenesis.Telur berisi parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup.

Siklus langsung, sesudah 2 hingga 3 hari di tanah, larva rabditiform yang berukuran ± 225 ×16 mikron, berubah menjadi larva filariform berbentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya ± 700 mikron.

Siklus tidak langsung, pada siklus ini larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing betina berukuran 1 mm × 0.06 mm, yang jantan berukuran 0.75 mm × 0.04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru, atau larva rabditiform tersebut mengulangi fase hidup bebas. Siklus ini terjadi bila keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab. Siklus ini terjadi di negeri yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut (Sutanto, 2008).

2.1.4.2 Patofisiologi

(43)

Autoinfeksi, larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal). Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi daur perkembangan di dalam hospes. Auto infeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita yang hidup di daerah non-endemik (Sutanto, 2008).

2.1.4.3 Gejala klinis dan Diagnosis

Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakancreeping eruptionyang sering disertai rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus. Infeksi ringan Strongyloides stercoralispada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak mejalar. Mungkin ada mual dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis dapat terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu).

(44)

Gambar 11 :Strongyloides stercoralis

2.1.4.4 Epidemiologi

Daerah yang panas , kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan cacingStrongyloides stercoralissehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung.

(45)

2.2 Sayuran

Sayuran adalah salah satu bahan makanan yang merupakan sumber protein dan mineral bagi tubuh manusia. Sebelum dimakan umumnya sayuran dimasak terlebih dahulu. Selama sayuran dimasak dengan panas yang cukup tidak ada masalah. Masalah timbul bila sayuran dimakan tanpa dimasak lebih dahulu. Dalam hal ini, bersama sayuran bisa ikut bakteri, virus atau parasit patogen yang cepat atau lambat akan menimbulkan penyakit (Djaafar , 2005). Sayuran mentah (lalapan) nilai gizinya lebih baik daripada sayuran matang, tapi lebih berisiko tertular bakteri penyakit. Secara garis besar, lalapan dibedakan atas lalapan mentah dan lalapan matang. Jenis sayuran yang umum dipakai sebagai lalapan mentah adalah selada, daun kemangi, kol, seledri dan kubis. Faktor utama yang perlu dicurigai dalam mengkonsumsi lalapan mentah adalah kontaminasi cacing berbahaya. Untuk meningkatkan kesuburan tanah sebagai media tempat tumbuh sayuran, petani sering menggunakan pupuk kotoran manusia. Terutama sayuran yang menjalar di permukaan tanah atau yang ketinggiannya dekat dengan tanah. Pencemaran sayuran oleh telur cacing telah dilaporkan beberapa kali di Jakarta baik pada sayuran yang dijual di pasar maupun sayuran di kebun (Astawan, 2004).

2.2.1 Tanaman Kubis

(46)

sebaik yang ditanam di dataran tinggi. (Pracaya, 2011) Keadaan iklim yang cocok untuk tanaman kubis adalah daerah yang relatif lembab dan dingin. Kelembaban yang diperlukan tanaman kubis adalah 80%-90% dengan suhu berkisar antara 15ºC-20ºC, serta cukup mendapatkan sinar matahari. Kubis yang ditanam di daerah yang bersuhu 25ºC terutama varietas-varietas untuk dataran tinggi akan gagal membentuk krop. Demikian pula tempat penanaman yang kurang mendapatkan sinar matahari (terlindung), pertumbuhan tanaman kubis kurang baik dan mudah terserang penyakit dan pada waktu kecil sering terjadi pertumbuhan terhenti. (Pracaya, 2011)

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi STH adalah terkontaminasinya sumber air dengan parasit tersebut. Parasit ini dapat menkontaminasi air karena dekatnya sumber air dengan feces yang mengandung parasit tersebut. (Soemirat, 2005) Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh masyarakat, yaitu

a) Sumber air: air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air tanah (sumur dangkal dan sumur dalam)

b) Pengolahan air: pengendapan, penyaringan, penyimpanan (Kusnoputranto, 2000).

(47)

2.3.2 Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar.(Setiawan, 2008).

Beberapa pasar tradisional di Kota Medan (Lilananda, 2009):

1. Pusat pasar merupakan salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayur mayur.

2. Pasar petisah menjadi acuan berbelanja yang murah dan berkualitas. 3. Pasar beruang yang terletak di Jalan Beruang.

4. Pasar simpang Limun merupakan salah satu pasar tradisonal yang cukup tua dan menjadi trade mark Kota Medan. Terletak di persimpangan Jalan Sisingamangaraja dan Jalan Sakti Lubis.

5. Pasar ramai yang terletak di Jalan Thamrin yang bersebelahan dengan Thamrin Plaza.

(48)

2.4 Kerangka Teori

Sayuran

Kontaminasi - Telur - larva Faktor

- Pupuk - Kotoran - Irigasi

Konsumen

(49)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sayuran merupakan bagian penting dari diet manusia yang sehat karena nilai gizinya. Sayuran mentah adalah sumber vitamin, serat dan mineral dan konsumsi rutin sayuran dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular, stroke dan kanker tertentu. Beberapa sayuran dimakan mentah sebagai salad untuk mempertahankan rasa asal dan mendapatkan nutrisi.

Konsumsi sayuran mentah menjadi salah satu sebab dalam penularan beberapa penyakit menular karena permukaannya yang kompleks dan porositas, yang menyebabkan pembiakan patogen dan kelangsungan hidupnya. Konsumsi sayuran mentah tanpa mencucinya dengan tepat adalah sebab penting dalam penularan penyakit parasit.

Ada peningkatan jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan konsumsi sayuran segar. Beberapa faktor dapat berkontribusi terhadap kontaminasi tanaman sayuran. Sayuran terkontaminasi ketika masih di ladang, kebun atau selama panen, transportasi, pengolahan, distribusi dan pemasaran atau bahkan di rumah (Said, 2012). Parasit usus seperti Cryptosporidium spp, Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides, hookworm, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Toxocara spp, Hymenolepis spp, Taenia spp, Fasciola spp bisa menginfeksi manusia sebagai akibat dari konsumsi sayur yang tercemar, mentah atau tidak dicuci dengan benar. Kebanyakan infeksinya oleh

Soil Transmitted Helminths(STH) (Eraky, 2014).

(50)

sangat kurang. STH yang paling sering menginfeksi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan hookworm.

Diperkirakan sekitar 807 juta manusia di dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides,

sekitar 604 juta menderita trikuriasis dan hookworm (A.duodenale dan N. americanus) menginfeksi sekitar 576 juta manusia di seluruh dunia ( WHO, 2002). Jumlah infeksi STH sangat banyak di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Letak geografis Indonesia yang beriklim tropis sesuai untuk perkembangan parasit. Geographical Information System (GIS) menyatakan distribusi STH di Indonesia mencakup seluruh pulau yang ada di Indonesia, dimana prevalensi tertinggi terdapat di Papua dan Sumatera Utara dengan prevalensi antara 50% hingga 80% (Brooker, 2006). Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan bagi STH untuk dapat melangsungkan siklus hidupnya (Sutanto, 2008).

Penelitian telah dilakukan terhadap sayuran kubis yang dipasarkan di lima pasar terbesar di kota Medan yaitu Pasar Sambu, Pasar Aksara, Pasar Pringgan, Pasar Padang Bulan dan Pasar Karimata. Ditemukan 1% telur cacing tambang (Ancylostoma duodenale) pada Pasar Pringgan, 3% larva cacing tambang pada Pasar Aksara, 2% larva cacing tambang pada Pasar Padang Bulan dan 9% larva cacing tambang pada Pasar Karimata (Purba, 2012).

Maka ini menjadi alasan utama saya untuk melakukan penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

(51)

1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum :

Untuk mengidentifikasi jenis telur dan larva STH pada sayuran kubis di pasar tradisional di Kota Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus :

1. Mengetahui angka kejadian kontaminasi STH pada sayuran kubis di pasar tradisionaldi Kota Medan.

2. Mengidentifikasi jenis STH yang mengkontaminasi pada sayuran di pasar tradisional di Kota Medan.

3. Perbedaan kontaminasi STH pada kubis bagian luar dan dalam.

1.4. Manfaat penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah dan kontaminasi telur cacing pada sayuran

2. Bagi Ilmu Kedokteran Komunitas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan infeksi STH dalam suatu komunitas.

(52)

ABSTRAK

Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang tinggi prevalensinya di negara tropis dan subtropis terutama di Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan infeksi kecacingan adalah penularan STH melalui tanah ke sayuran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi STH pada sayuran kubis di Kota Medan pada tahun 2015. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian diambil dari setiap kecamatan dengan menggunakan teknik cluster samping. Sampel penelitian berjumlah sebanyak 125 sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan memeriksa sayuran dengan teknik sedimentasi. Berdasarkan data-data yang diperoleh dilakukan penilaian frekuensi kontaminasi STH pada sayuran kubis dan frekuensi kontaminasi jenis STH.

Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi kontaminasi STH pada sayuran kubis sebesar 35.2 %. Sebanyak 34.4% adalah kontaminasi larva hookworm.

Penelitian menunjukkan bahwa masih ada sayuran yang terkontaminasi dengan STH. Dengan ini kita perlukan usaha-usaha dari pihak terlibat untuk mencegah kejadian ini. Informasi –informasi dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh setiap insan dalam pencegahan kontaminasi STH pada sayuran.

(53)

ABSTRACT

Worm infection is one of the health problems with high prevalence in tropic and subtropic countries especially Indonesia. One of the factor which causes this is the transmission of Soil Transmitted Helminths through the soil to fresh leafy vegetables.

The purpose of this descriptive study with cross sectional design is to learn to identify the contamination of STH in cabbage at markets in Medan City on 2015. Samples were collected from each districts through cluster sampling technique. Total samples was 125. The data was collected by carrying out sedimentation experiment in laboratory. Based on the data collected, the data has been tabulated as frequency of STH contamination in cabbage and frequency of type of STH contamination in cabbage.

Results shows that prevalence on STH contamination in cabbage are 35.2%. percentage of 34.4% was founded larvae from Hookworm nematode.

This research shows that there are still contaminated vegetables. So, we need efforts from the responsible party to prevent this incident. Hopefully, all the information in this research are benefited to each and everyone in preventing contamination of STH in vegetables.

(54)

Oleh :

UDEYAPRAVENA A/P UDEYASURIAN

120100494

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

UDEYAPRAVENA A/P UDEYASURIAN

120100494

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(56)

NAMA : Udeyapravena Udeyasurian NIM : 120100494

Pembimbing, Penguji I,

dr.Yoan Carolina Panggabean, MKT Prof.Dr.dr.Rozaimah Z.Hamid, M.S.,Sp.FK NIP: 197604212003122003 NIP:195304171980032001

Penguji II,

dr.Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), Sp.OG NIP: 140327002

Medan, Desember 2015 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(57)

ABSTRAK

Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang tinggi prevalensinya di negara tropis dan subtropis terutama di Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan infeksi kecacingan adalah penularan STH melalui tanah ke sayuran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi STH pada sayuran kubis di Kota Medan pada tahun 2015. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian diambil dari setiap kecamatan dengan menggunakan teknik cluster samping. Sampel penelitian berjumlah sebanyak 125 sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan memeriksa sayuran dengan teknik sedimentasi. Berdasarkan data-data yang diperoleh dilakukan penilaian frekuensi kontaminasi STH pada sayuran kubis dan frekuensi kontaminasi jenis STH.

Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi kontaminasi STH pada sayuran kubis sebesar 35.2 %. Sebanyak 34.4% adalah kontaminasi larva hookworm.

Penelitian menunjukkan bahwa masih ada sayuran yang terkontaminasi dengan STH. Dengan ini kita perlukan usaha-usaha dari pihak terlibat untuk mencegah kejadian ini. Informasi –informasi dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh setiap insan dalam pencegahan kontaminasi STH pada sayuran.

(58)

ABSTRACT

Worm infection is one of the health problems with high prevalence in tropic and subtropic countries especially Indonesia. One of the factor which causes this is the transmission of Soil Transmitted Helminths through the soil to fresh leafy vegetables.

The purpose of this descriptive study with cross sectional design is to learn to identify the contamination of STH in cabbage at markets in Medan City on 2015. Samples were collected from each districts through cluster sampling technique. Total samples was 125. The data was collected by carrying out sedimentation experiment in laboratory. Based on the data collected, the data has been tabulated as frequency of STH contamination in cabbage and frequency of type of STH contamination in cabbage.

Results shows that prevalence on STH contamination in cabbage are 35.2%. percentage of 34.4% was founded larvae from Hookworm nematode.

This research shows that there are still contaminated vegetables. So, we need efforts from the responsible party to prevent this incident. Hopefully, all the information in this research are benefited to each and everyone in preventing contamination of STH in vegetables.

(59)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya kepada Tuhan yang Maha Esa dan Maha Kuasa yang membolehkan saya menyiapkan hasil penelitian ini pada waktu yang ditetapkan. Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Untuk itu, perkenankanlah saya mengucapkan ribuan terima kasih dan penghargaan setinggi-tinggi kepada :

Dr.Yoan Carolina Panggabean, MKT selaku dosen pembimbing yang banyak menolong saya mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan saya, serta memberi dorongan dan juga masukan yang sangat membantu saya sehingga dapat saya menyiapkan hasil penelitian ini.

Dosen penguji, Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, Sp. FK dan dr. Edy Ardiansyah, M. Ked (OG), Sp.OG yang teah mengkoreksi kesalahan saya dan memberi masukan penting yang perlu saya tambahkan dalam penelitian ini.

Kedua ibubapa saya P.Selvi dan K.Udeyasurian, serta semua adik beradik saya yang telah memberikan dorongan dan semangat sehinggakan saya dapat menyiapkan penelitian ini.

Akhirnya kepada semua orang yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu , yang menbantu saya dengan memberikan sokongan dan dorongan secara langsung dan tidak langsung. Semoga semua orang yang membantu saya mendapat imbalan dari tuhan. Semoga segala jenis bantuan menjadi bermanfaat dan akan tercapai tujuan saya. Sekian, terima kasih.

Medan, 18 Desember 2015

(60)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 2

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 2

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Helminthiasis... 4

2.1.1Ascaris lumbricoides... 4

2.1.1.1 Morfologi dan Daur Hidup... 4

2.1.1.2 Patofisiologi... 5

2.1.1.3 Gejala Klinik dan Diagnosis... 5

2.1.1.4 Epidemiologi ... 7

2.1.2Necator americanusdanAncylostoma duodenale... 7

2.1.2.1 Morfologi dan Daur Hidup... 7

2.1.2.2 Patofisiologi... 8

2.1.2.3 Gejala Klinik dan Diagnosis... 8

2.1.2.4 Epidemiologi ... 10

2.1.3Trichuris trichiura... 11

2.1.3.1 Morfologi dan Daur Hidup... 11

2.1.3.2 Patofisiologi... 11

2.1.3.3 Gejala Klinik dan Diagnosis... 12

2.1.3.4 Epidemiologi ... 12

2.1.4Strongyloides stercoralis... 13

2.1.4.1 Morfologi dan Daur Hidup ... 13

2.1.4.2 Patofisiologi ... 14

2.1.4.3 Gejala Klinik dan Diagnosis ... 14

2.1.4.4 Epidemiologi... 15

2.2 Sayuran... 17

2.2.1 Tanaman Kubis ... 17

(61)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21

3.1 Kerangka Konsep ... 21

3.2 Definisi Operasional ... 21

3.2.1 Definisi Operasional... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Jenis Penelitian ... 24

4.2 Waktu Dan Lokasi Penelitian... 24

4.3 Sampel Penelitian ... 24

4.3.1 Populasi ... 24

4.3.2 Sampel Penelitian... 24

4.4 Teknik Penggumpulan Sampel... 25

4.5 Cara Pemeriksaan Sampel... 25

4.6 Alat dan Bahan Penelitian... 25

4.7 Prosedur Penelitian ... 26

4.8 Pengolahan dan Analisa Data ... 27

4.9 Alur Penelitian ... 28

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1 Hasil Penelitian ... 29

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 29

5.1.2 Hasil dari Pemeriksaan Laboratorium ... 29

5.2 Pembahasan ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 36

(62)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2.1 Tabel Variabel dan Definisi Operasional ... 26 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH pada Bagian Luar Kubis 30 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi STH ... 30 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH pada Bagian Dalam Kubis 31 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis STH Pada Bagian Dalam Kubis ... 31 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi STH Berdasarkan Pasar Tradisional ... 32 Tabel 5.6 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH Pada

(63)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1Ascaris lumbricoidesjantan dan betina ... 6

Gambar 2Ascaris lumbricoides fertilised corticated ... 6

Gambar 3Ascaris lumbricoides unfertilised corticated ... 6

Gambar 4Ascaris lumbricoides unfertilised decorticated... 6

Gambar 5Ascaris lumbricoides fertilised decorticated ... 7

Gambar 6Necator americanusjantan dan betina ... 10

Gambar 7Ancylostoma duodenalejantan dan betina ... 10

Gambar 8 TelurHookworm ... 10

Gambar 9Trichuris trichiurajantan dan betina ... 11

Gambar 10 TelurTrichuris Trichiura... 12

Gambar 11Strongyloides stercoralis ... 14

(64)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 :Ethical Clearance

Lampiran 3: KuesionerEthical Clearance

Referensi

Dokumen terkait

Dari pasar tradisional dapat ditemui angka Larva hookworm paling tinggi, di pasar traditional terdapat 54 sampel yang terkontaminasi dan juga pasar modern

Penelitian serupa dilakukan oleh Asihka dkk (2013) di pasar tradisional Kota Padang dan dari hasil penelitian ditemukan bahwa sayuran selada terkontaminasi oleh

Berbeda dengan STH lainnya, telur cacing tambang dapat tumbuh optimum pada lingkungan yang mengandung pasir karena pasir memiliki berat jenis yang lebih besar

Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan pencemaran Soil Transmitted Helminth pada sayuran mentah yang dijual antara pasar tradisional dengan.. pasar

Masih tingginya prevalensi angka pencemaran telur STH pada sayuran yang dijual di pasar modern maupun pasar tradisional dan bila diikuti dengan pemakaian pupuk kotoran

Adapun tempat pembelian sayuran tersebut tidak menutup kemungkinan sayuran tersebut terbebas dari kontaminasi cacing Soil Transmitted Helmints baik di pasar tradisional maupun

Mengetahui perbandingan pencemaran pada daun sayuran oleh cacing Soil Transmitted Helmints di pasar tradisional dan pasar modern Kota Medan pada tahun

Telur cacing Ascaris lumbricoides keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif.. Infeksi