SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Persyaratan mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
SITI MAHMUDAH NIM : 104016100419
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA KONSEP EKOSISTEM YANG BERNUANSA NILAI
Oleh
SITI MAHMUDAH NIM: 104016100419
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dr. Zulfiani NIP.150368741
Disahkan Oleh:
Ketua Jurusan
Ir.Mahmud M. Siregar, M.Si
PADA KONSEP EKOSISTEM TERINTEGRASI NILAI”. (Quasi Eksperimen di MA
At-Taqwa Tangerang) diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada, 29 Maret 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis
berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Biologi.
Jakarta, 29 Maret 2010
Panitia Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)
Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP. 150 299 933
Sekertaris (Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA)
Nengsih Juanengsih, M.Pd ... ... NIP. 19790510 200604 2001
Penguji I
Prof. Dr. Zurinal Z ... ... NIP. 150 170 330
Penguji II
Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP. 150 222 933
Mengetahui :
Dekan,
Method (Quasi Experiment in MA At-Taqwa Tangerang). Majors Education of Natural Sciences, Biology Program Study Education, Faculty Science Tarbiyah and Teachership, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
This research aim to know which one better of result learn biology cooperative learning type Student Team Achievement Division or expository method and how are the students respon in ecosystem concept value. This research held in MA At-Taqwa Tangerang. Taking samples were done by using random sampling technique. Sample research amount to 52 students of X class, which is divided two group, that is X-c class student as a experiment group and X-b class student as a group control. Hypothesis that raised is null hypothesis ( Ho) which is not different of result learn biology between cooperative learning type Student Team Achievement Division and expository method in ecosystem concepts value and alternative hypothesis ( Ha) that is different of result learn biology between cooperative learning type Student Team Achievement Division and expository method in ecosystem concepts value in ecosystem concepts value. Data analysis use uji-t ( t-test ). In this research are obtained ( t-count ) equal to 3,77, with 5% signification level and degree of freedom (db) equal to 50 obtained (t-table) equal to 2,00. The result is ( t-count ) bigger than (t-table) ( 3,77 > 2,00). It means null hypothesis ( Ho) is refused and alternative hypothesis (Ha) is accepted expressing there are different of result learn biology between cooperative learning type Student Team Achievement Division and expository method in ecosystem concepts value in ecosystem concepts’s value. The result of this research, result learn biology of cooperative learning type Student Team Achievement Division better than result learn biology of expository method in ecosystem concepts’s value.
Keyword: cooperative learning, STAD (Student Team Achievement Division), expository method, result learn, and value
ii
Ekspositori Pada Konsep Ekosistem Terintegrasi Nilai (Quasi Eksperimen di MA At-Taqwa Tangerang). Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah hasil belajar biologi yang lebih tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori. Penelitian ini di laksanakan di MA At-Taqwa Tangerang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Sampel penelitian berjumlah 52 siswa kelas X, yang terbagi dua menjadi dua kelompok, yaitu siswa kelas X-c sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas X-b sebagai kelompok kontrol. Hipotesis yang diajukan adalah hipotesis nihil (Ho) yaitu tidak terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai dan hipotesis alternatif (Ha) yaitu terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai. Analisis data menggunakan uji-t. Dalam penelitian ini diperoleh t-hitung sebesar 3,77, dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (db) sebesar 50 diperoleh t-tabel sebesar 2,00. Dengan demikian t-hitung lebih besar dibandingkan t-tabel (3,77 > 2,00). Hal ini berarti hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima yang menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai. Maka kesimpulan penelitian ini adalah hasil belajar biologi yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar biologi menggunakan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai.
Assalamu’alaikum Warohmatullahi.Wabarokatuh.
Segala puji bagi Allah, dengan rahmat dan hidayah-Nya yang selalu
tercurah kepada seluruh hamba-Nya. Penulis senantiasa memanjatkan puji syukur
kepada-Nya atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga skripsi ini
dapat terselesaikan. Salawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengarahkan umatnya kepada jalan
kebenaran dan untuk menuju cahaya kemulyaan.
Skripsi yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa antara
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan Metode Ekspositori pada Konsep Ekosistem Terintegrasi Nilai” ini disusun sebagai salah satu tugas akhir untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah mendukung dan membantu atas terselesainya skripsi ini,
orang-orang tersebut adalah :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA.
4. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, selaku Pembimbing yang telah memberikan masukan
serta bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu terima kasih atas doa, dukungan, motivasi, serta kasih
sayangnya yang telah diberikan selama ini serta kakak-kakak dan adik-adikku
yang selalu memberikan bantuan, semangat dan perhatiannya selama ini.
A’yun S.Si selaku guru biologi terima kasih atas bantuannya selama ini.
9. Segenap pimpinan dan karyawan/karyawati perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
10. Teman-teman terbaikku: Huda, Siti Aflaha, Fitri, Yanti, Iis, Yuyun, Sri, Mila
yang selalu memberikan masukan dan motivasi serta teman-teman Jurusan
IPA angkatan 2003 dan 2004 yang tidak dapat disebutkan namanya satu
persatu.
11. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
adanya keterbatasan kemampuan penulis sehingga diperlukan proses belajar yang
lebih baik lagi, namun penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak
yang terkait.
Jakarta, November 2009
Penulis
v
C1 C2 C3
1. Menjelaskan tingkatan-tingkatan organisasi dalam ekosistem. 1** 2*, 0 2 4%
2. Menyebutkan contoh populasi,
komunitas, dan ekosistem 0 13*, 47* 11* 3 6%
3. Mengidentifikasi peran dan fungsi komponen-komponen penyusun ekosistem.
3*, 42** 0 0 2 4%
4. Menyebutkan peranan komponen biotik
dalam ekosistem 6 0 0 1 2%
5. Menyebutkan fungsi komponen ekosistem
8*, 12, 34*
9, 32*, 33,
40* 7, 23* 9 18%
6. Membedakan organisme autotrof dan
heterotrof dalam ekosistem. 0 10 0 1 2%
7. Menjelaskan aliran energi, rantai makanan, jaring-jaring makanan, dan siklus biogeokimia dalam ekosistem.
5*, 31, 45, 26*,
4*, 14*18, 20, 21, 46, 48*, 49,
17*, 19, 22, 50
1
6 32%
8. Menjelaskan interaksi antarkomponen
dalam ekosistem. 25** 36** 0 2 4%
9. Memberi contoh interaksi
antarkomponen ekosistem. 35**, 41*, 43**, 44* 0 4 8%
10. Mendeskripsikan dengan contoh
peristiwa suksesi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
29, 30** 16**,
15, 27, 28**
6 12%
11. Menyebutkan tipe-tipe ekosistem.
24, 37*, 38*, 39 0 4 8%
Keterangan: *valid
[image:8.595.72.563.153.610.2]KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9
A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Konstruktivisme ... 9
a. Konstruktivisme ... 9
b. Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran IPA ... 13
c. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 21
d. Metode Ekspositori ... 24
e. Pembelajaran IPA dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Metode Ekspositori ... 26
2. Nilai-nilai Sains ... 26
a. Pengertian Nilai ... 26
b. Nilai Sains ... 28
3. Hasil Belajar Biologi ... 30
a. Pengertian Belajar ... 30
C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41
D. Kerangka Pikir ... 42
E. Pengajuan Hipotesis ... 44
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 45
A. Tujuan Penelitian ... 45
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 45
C. Metode Penelitian ... 45
D. Populasi dan Sampel ... 46
E. Variabel Penelitian ... 46
F. Teknik Pengumpulan Data ... 47
G. Instrumen Penelitian ... 48
1. Tes Kognitif ... 48
2. Angket/Kuesioner ... 49
H. Kalibrasi Instrumen ... 49
1. Uji Validitas ... 50
2. Uji Reliabilitas ... 51
3. Tingkat Kesukaran ... 52
4. Daya Pembeda Soal ... 53
I. Teknik Analisis Data ... 53
1. Analisis Data Kuantitatif ... 53
a. Uji Normalitas ... 53
b. Uji Homogenitas ... 53
2. Analisis Data Kualitatif ... 55
J. Hipotesis Statistik ... 55
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Hasil Penelitian ... 56
1. Hasil Pre Test ... 56
a. Kelas Eksperimen ... 56
b. Kelas Kontrol ... 57
B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 57
1. Uji Normalitas Data ... 57
a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 57
b. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 58
2. Uji Homogenitas Data ... 58
a. Uji Homogenitas Kelas Eksperimen ... 58
b. Uji Homogenitas Kelas Kontrol ... 58
C. Analisis Data ... 59
1. Uji-t (t-test) ... 59
2. Uji Hipotesis Statistik ... 60
3. Respons Siswa Terhadap Pembelajaran yang Bernuansa Nilai Religi dan Nilai Praktis ... 60
D. Pembahasan ... 61
1. Hasil Belajar Biologi Siswa ... 61
2. Respons Siswa terhadap Pembelajaran bernuansa Nilai ... 63
3. Keterbatasan dalam Penelitian ... 64
BAB V. PENUTUP ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 70
Pembelajaran Konvensional ... 18
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif ... 20
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 23
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 46
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Ekosistem yang bernuansa Nilai Religi dan Praktis ... 49
Tabel 3.3 Derajat Validiasi Soal ... 51
Tabel 3.4 Derajat Reliabilitas Soal ... 52
Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran ... 53
Tabel 4.1 Tabel Skor Pre Test Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56
Tabel 4.2 Tabel Skor Post Test Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 57
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Normalitas dengan Uji Liliefors ... 58
Tabel 4.4 Hasil Pemgujian Homogenitas dengan Uji Fisher ... 59
Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Kuesioner ... 60
2. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 74
3. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 80
4. Tes Hasil Belajar ... 86
5. Kunci Jawaban ... 89
6. Kisi-kisi Penguasaan Konsep Ekosistem ... 90
7. Pembagian Kelompok STAD (Student Team Achievement Division) ... 99
8. Lembar Kerja Siswa ... 100
9. Tes Individu ... 104
10. Angket Respons Siswa terhadap Pembelajaran Ekosistem Bernuansa Nilai 106 11. Kisi-kisi Angket Pembelajaran Ekosistem Bernuansa Nilai ... 109
12. Daya Pembeda Uji Coba dengan ANATES ... 112
13. Tingkat Kesukaran Uji Coba dengan ANATES ... 113
14. Korelasi Butir dan Skor Total dengan ANATES ... 114
15. Reliabilitas Uji Coba dengan ANATES ... 115
16. Rekap Analisis Butir dengan ANATES ... 116
17. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Pre Test) Kelas Eksperimen ... 117
18. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Pre Test) Kelas Kontrol ... 118
19. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Post Test) Kelas Eksperimen ... 119
20. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Post Test) Kelas Kontrol ... 120
21. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Pre Test Biologi Siswa Kelompok Eksperimen ... 121
22. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Pre Test Biologi Siswa Kelompok Kontrol ... 124
23. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Post Test Biologi Siswa Kelompok Eksperimen ... 127
24. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Post Test Biologi Siswa Kelompok Kontrol ... 130
29. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Angket Pembelajaran Ekosistem Bernuansa
Nilai ... 150
30. Harga Kritik dari r-Product Moment ... 155 31. Nilai Persentil untuk Distribusi F... 156
32. Lembar Uji Referensi
33. Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
34. Surat Pernyataan Ilmiah
35. Surat Bimbingan
36. Surat Izin Penelitian
37. Surat Keterangan dari MA Attaqwa Tangerang
NIM : 104016100419
Jurusan/Semester : Pendidikan IPA-Pendidikan Biologi / 12 (Dua Belas)
Angkatan Tahun : 2004
Alamat : Jl. KH. Mu’min No.1 Kamps.Attaqwa Rt.04/09
Kel.Belendung Kec. Benda Tangerang-Banten 15123.
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi dengan judul “PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
SISWA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT
TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) DENGAN METODE EKSPOSITORI
PADA KONSEP EKOSISTEM TERINTEGRASI NILAI” adalah benar hasil
karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
1. Nama : Dr. Zulfiani, M.Pd
NIP : 19760309 20050112 002
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima konsekuensi secara akademis, apabila ternyata skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.
Jakarta, 22 Juni 2010
Yang Menyatakan,
Siti Mahmudah
Penulis & Peneliti
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat.
Salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini
adalah pembangunan nasional. Ada banyak pengaruh yang memberikan arah
kepada pembangunan nasional. Pengaruh yang sangat menonjol berasal dari
penerapan ilmu dan teknologi. Seirama dengan perkembangan itu, tidak
hanya terjadi perbenturan dan pergeseran nilai-nilai yang dianut masyarakat,
tetapi bahkan terjadi pula perubahan-perubahan nilai.
Tugas pendidikan tidak hanya terbatas pada mengalihkan hasil-hasil
ilmu dan teknologi. Selain itu, bidang pendidikan bertugas pula menanamkan
nilai-nilai baru yang dituntut oleh perkembangan ilmu dan teknologi pada diri
anak didik dalam kerangka nilai-nilai dasar yang telah disepakati oleh bangsa
Indonesia.1
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 maupun UU no.20/2003
merumuskan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal ini berarti tujuan pendidikan sains pun
harus mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan ranah afektif.
Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam kehidupan
sehari-hari. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang ada,
menuntut sekolah sebagai lembaga pendidikan formal untuk dapat
menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu cara yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan
mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih baik khususnya bidang
ilmu pengetahuan alam (IPA).
Belajar merupakan suatu proses yang menghasilkan perubahan dalam
hal memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku seseorang . Untuk
menghasilkan perubahan tidaklah mudah, ada faktor-faktor tertentu yang
dapat mempengaruhi proses tersebut. Dalam pengajaran IPA guru harus
memahami hakikat proses pembelajaran IPA yang meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Setara dengan pendapat yang diungkapkan Gordon
dalam Mulyasa menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung
dalam konsep kompetensi belajar yaitu pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat.2
Sekolah merupakan sarana formal yang digunakan untuk belajar.
Pada proses pembelajaran seharusnya siswa dapat berperan aktif untuk
mengembangkan potensi dirinya. Akan tetapi, masih banyak sekolah yang
gurunya berperan sebagai pusat dari kegiatan belajar mengajar sehingga
siswa menjadi pasif.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di MA At-Taqwa Tangerang
di Jl. KH. Mu’min Rt 05/09 Belendung Benda Tangerang, kegiatan
pembelajaran masih terpusat pada guru. Jadi siswa hanya aktif mendengarkan
apa yang diajarkan oleh guru. Siswa menerima informasi dan pengetahuan
secara verbal sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh dengan
pembelajaran yang demikian. Padahal pembelajaran yang tepat dapat
mempengaruhi motivasi siswa untuk lebih giat dan bersemangat untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Siswa hanya diberikan
kesempatan bertanya setelah pelajaran selesai. Hanya siswa tertentu yang
aktif bertanya apabila tidak mengerti dengan materi yang telah dipelajarinya.
Selain itu, siswa menganggap biologi itu pelajaran yang membosankan
karena terlalu banyak hafalan. Selain itu, siswa kurang antusias dan terlihat
jenuh saat guru menerangkan pelajaran biologi. Keadaan ini sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, siswa membutuhkan
metode yang tepat dan menarik supaya lebih mudah untuk menerima
konsep-konsep yang berhubungan dengan biologi.
Tahun 2006 pemerintah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang menekankan pada pengembangan kompetensi dasar yang
dimiliki oleh siswa. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum
2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pengembangan kurikulum ini mengacu pada Standar Pendidikan Nasional
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti yang dinyatakan dalam
pasal 36 ayat 1. 3 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dirancang agar dapat menghasilkan lulusan yang kompeten (memiliki pengetahuan,
sikap, dan nilai-nilai dasar yang tercermin dari kebiasaan berpikir dan
bertindak. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa, berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman, menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber
belajar yang bukan hanya guru, serta penilaian yang menekankan pada proses
dan hasil belajar. 4
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kompetensi
siswa yaitu dengan memberikan metode dan pendekatan yang bervariasi
sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar. Guru dalam memberikan
pelajaran menggunakan metode dan pendekatan, untuk melayani, mendidik
dan mengajar agar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, maka perlu
diterapkan suatu pembelajaran yang mengacu pada teori belajar kognitif.
Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA dijabarkan melalui
konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri.
Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan pendekatan
3 Depdiknas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), h. 15
konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif, karena pembelajaran kooperatif
merupakan strategi alternatif untuk mencapai tujuan IPA yang antara lain
memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap, menanamkan sikap hidup ilmiah, memberikan
keterampilan untuk melakukan pengamatan, mendidik siswa untuk mengenal,
mengetahui cara kerja serta mengahrgai para ilmuwan penemunya dan
menggunakan serta menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan. 5
Pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu model pembelajaran
yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil di mana siswa bekerjasama dalam
mengoptimalkan keterlibatannya dan anggota kelompoknya dalam belajar.
Menurut Tantra dan Tengah (1999) dalam Selamat, siswa diberikan dua
macam tanggung jawab pada belajar kooperatif yaitu, mempelajari dan
menyelesaikan materi tugas yang diberikan serta menyakinkan diri dan
anggota kelompok lainnya. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif mempunyai
tiga tingkatan sasaran, yaitu kooperatif, kompetisi, dan individualisasi. Ketiga
sasaran ini penting diupayakan dalam proses pembelajaran. Sasaran
kooperatif merupakan hal yang paling dominan dalam interaksi belajar
mengajar. Tiga tingkatan sasaran dalam pembelajaran kooperatif tersebut
yang membedakan dengan model berkelompok biasa.6
Pembelajaran kooperatif dapat membantu pembentukan kepribadian
siswa. Kepribadian dapat dikembangkan dengan bekerja sama dengan orang
lain untuk mencapai hal-hal yang baik. Kerja sama sangat diperlukan dalam
pembelajaran kooperatif sebagai bentuk interaksi siswa di lingkungan kelas,
terutama untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Menurut Johnson and Johnson dalam Zuchdi, sejak tahun 1970-an di
Amerika Serikat terjadi suatu gerakan dalam pendidikan yang disebut
Cooperative Learning ‘belajar secara kooperatif’ berbagai pendekatan untuk
5 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h. 142
mengajarkan kepada murid-murid cara bekerja sama dalam mengerjakan
tugas-tugas akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila proses
pendidikan tersebut dilakukan secara efektif, pembelajaran yang bersifat
akademik dan yang bersifat sosial berlangsung dengan lebih baik.7
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang
diterapkan salah satunya STAD. STAD merupakan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok
digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran dengan cara kooperatif ini bertujuan untuk menciptakan
suasana yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa dengan bekerja
satu sama lain dengan anggota kelompoknya. Tercapainya tujuan
pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya seiring dengan peningkatan
minat dan motivasi belajar karena minat belajar berkorelasi positif dengan
hasil belajar.8
Selain dengan pembelajaran kooperatif, metode ekspositori
merupakan metode yang tepat untuk biologi karena dengan bantuan alat
bantu dan media dapat memperjelas penyampaian informasi sehingga
memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep biologi tanpa
menghafal.
Jadi dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan peserta
didik diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap, dan minat agar dapat melakukan sesuatu dalam
bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung
jawab.9 Di antara aspek-aspek tersebut, nilai merupakan aspek penting yang perlu dikembangkan. Menurut Manan yang dikutip dalam Suroso nilai adalah
serangkaian sikap yang menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang
harus dibuat untuk menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dan
7 Darmiyati Zuchdi, Pendekatan Pendidikan Nilai secara Komprehensif sebagai suatu Alternatif Pembentukan Akhlak Bangsa, Cakrawala Pendidikan, No. 3 Th. XX Juni 2001, h. 164
8Isjoni, Op. Cit, h. 16
aktivitas yang dapat diukur.10 Dengan demikian nilai dimaknai sebagai standar pertimbangan perilaku dalam kehidupan seseorang.
Sains/biologi merupakan bidang studi yang memberikan banyak
kesempatan untuk mengungkapkan nilai-nilai, sebab sains menyentuh banyak
segi kehidupan manusia. Nilai-nilai dan pengajaran sains saling berkaitan.
Proses pengungkapan nilai-nilai seseorang tergantung pada pengetahuan
tentang fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut dengan tingkat nilai-nilai,
seorang guru membuat pengetahuan yang diajarkannya menjadi relevan
dengan kehidupan sehari-hari.11 Nilai-nilai yang terkandung dalam sains antara lain: nilai religius, nilai praktis, nilai intelektual, nilai ekonomi, dan
nilai sosio-budaya. Pengajaran sains yang disertai pengungkapan nilai-nilai
yang terkandung dalam konsep ekosistem. Karena ekosistem membahas
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan makhluk hidup seperti : faktor biotik
dan abiotik yang mendukung kehidupan makhluk itu sendiri serta interaksi
antara makhluk hidup dengan lingkungan maupun antara makhluk hidup
dengan makhluk hidup lainnya.
Dengan demikian, pembelajaran kooperatif dan metode ekspositori
akan memberikan suasana berbeda bagi siswa dalam kegiatan belajar
mengajar untuk memahami dan mempelajari nilai-nilai yang terkandung
dalam konsep ekosistem khususnya nilai religi dan praktis sehingga akan
mempengaruhi hasil belajar yang maksimal.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik
untuk mengambil judul : “PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
SISWA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN METODE EKSPOSITORI PADA KONSEP EKOSISTEM TERINTEGRASI NILAI.” (Sebuah quasi eksperimen di Madrasah Aliyah At-Taqwa Tangerang)
10 Suroso Adi Yudianto, Op. Cit., h. 51-52
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran masih terpusat pada guru, bukan pada siswa.
2. Dengan model pembelajaran yang ada siswa cenderung merasa jenuh
sehingga mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar (KBM) .
3. Metode yang kurang tepat menyebabkan hasil belajar juga rendah.
4. Adanya pergeseran nilai yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga diperlukan penanaman nilai-nilai
yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, agar masalah yang dikemukakan
tidak meluas, maka :
1. Siswa yang dimaksud dibatasi pada siswa kelas X tahun ajaran
2008/2009 MA at-Taqwa Tangerang.
2. Strategi pembelajaran dibatasi pada pembelajaran kooperatif tipe STAD
untuk kelas eksperimen dan metode ekspositori untuk kelas kontrol.
3. Nilai-nilai ekosistem yang dikaitkan dibatasi pada nilai praktis dan nilai
religius.
4. Objek penelitian dibatasi pada ranah kognitif hasil belajar biologi siswa
kelas X semester 2 pada konsep Ekosistem.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu : Manakah yang menunjukkan hasil belajar
biologi yang lebih tinggi, pembelajaran kooperatif tipe STAD atau dengan
metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai ? Bagaimanakah
respon siswa terhadap nilai yang terkandung pada konsep ekosistem?
E. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang peneliti inginkan, yaitu: mengetahui
manakah yang menunjukkan hasil belajar biologi yang lebih tinggi,
pembelajaran kooperatif tipe STAD atau dengan metode ekspositori pada
konsep ekosistem terintegrasi nilai dan bagaimanakah respon siswa terhadap
nilai yang terkandung pada konsep ekosistem?
F. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Sebagai sumber informasi mengenai pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan metode ekspositori serta penerapannya di dalam kelas.
2. Sebagai suatu alternatif yang dapat berguna bagi perbaikan metode belajar
agar pembelajaran menjadi lebih baik dan berkualitas.
3. Sebagai bekal untuk membantu peningkatan hasil belajar biologi yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Pembelajaran Teori Konstruktivisme a. Konstruktivisme
Teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini
biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan
kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk
belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Seperti yang dikutip Poedjiadi (1999) dalam Hamzah, Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak
bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri
merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan
dan keadaan keseimbangan. 1
Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri. Von
Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi
kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.2 Pandangan konstruktivis Abruscato dan Slavin dalam pembelajaran mengatakan, bahwa anak-anak
diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar
secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi.3
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru,
apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan
konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:4
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah
ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat
temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya.
Pengetahuan itu tidak pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri
seseorang terbentuk ketika seseorang mengalami tempaan kognitif. Melalui
perspektif ini belajar dapat dipahami sebagai proses terbentuknya konflik
kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang
bersangkutan memperoleh pengalaman kongkrit, wacana kolaboratif, dan
kegiatan melakukan refleksi.5 Jadi pengetahuan seseorang akan terus berkembang apabila selalu memperoleh pengalaman untuk mengasah struktur
kognitif dalam dirinya.
Menurut rujukan konstruktivisme setiap orang yang belajar
sesungguhnya membangun pengetahuannya sendiri.6 Dalam hal ini siswa harus aktif untuk dapat mengembangkan pengetahuan mereka.
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa
siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya
berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa
tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai
ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Sehubungan dengan hal di
atas, Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya
membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang
diterima.7
Implikasi dari pandangan dengan konstruktivisme di sekolah ialah
pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke
siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman
nyata. Senada dengan pernyataan ini peneliti pendidikan sains Piaget
mengungkapkan bahwa belajar sains merupakan proses konstruktif yang
5A. Syukur Ghazali,
Menerapkan Paradigma Konstruktivisme melalui Strategi Belajar
Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa,JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 2, OKTOBER 2002, h. 1166 Nuryani Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: UM Press, 2005), h. 169
menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga di sini peran guru berubah,
dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosa dan fasilitator
belajar siswa.8
Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengandung empat
kegiatan inti. Pertama, pembelajaran konstruktivisme berkaitan dengan
pengetahuan awal (prior knowledge) siswa. Kedua, pembelajaran
konstruktivisme mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience).
Ketiga, dalam pembelajaran terjadi interaksi sosial (social interaction). Keempat, pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan siswa
terhadap lingkungan (sense making).9
Implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan
anakyang dikutip Poedjiadi (1999) adalah sebagai berikut: (1) tujuan
pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan
setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan
dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah
dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan
dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah
berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang
kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.10 Menurut Vygotsky, implikasi utama dalam pembelajaran
menghendaki seting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa
berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah
yang efektif masing-masing zona perkembangan terdekat mereka.
Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang
rendah hasil belajarnya, karena siswa itu dapat meningkatkan motivasi, hasil
8Nuryani Rustaman, Op Cit., h. 171 9Ibid
belajar dan menyimpan materi pelajaran yang lebih lama karena ia
mengkonstruk pemahamannya dari pengalaman sendiri.11
Sains/IPA merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis,
yang mengandung pertanyaan, pencarian, pemahaman, serta penyempurnaan
jawaban tentang suatu gejala dan karakteristik alam sekitar. Sains/IPA
merupakan suatu kebutuhan yang dicari manusia karena memberikan suatu
cara berpikir sebagai suatu struktur pengetahuan yang utuh. 12 Metode
Science mengajar kita bagaimana cara memecahkan masalah, bagaimana mengambil kesimpulan, dengan cara yang teratur, dan menghemat tenaga,
pikiran dan waktu.13 Oleh karena itu, siswa harus membangun atau
mengkonstruk pengetahuan yang belum mereka ketahui di alam agar mereka
dapat memahami apa yang mereka cari tentang sains/IPA itu sendiri. Dengan
demikian proses pembelajaran sains/IPA tidak hanya mengembangkan
aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan-keterampilan ilmiah tetapi juga
mengajarkan siswa untuk berpikir dalam mengkonstruk pengetahuan mereka
sendiri.
b. Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran IPA
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran
dalam bentuk kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri atas
siswa-siswa dengan tingkatan kemampuan yang berbeda, menggunakan aneka
macam aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan pemahaman mereka
tentang suatu subjek. Masing-masing anggota kelompok tidak hanya
mempelajari apa yang diajarkan tetapi juga saling membantu anggota
kelompoknya untuk berprestasi.14
11 Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Siswa SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 45, Tahun Ke-9, November 2003, h. 791-792
12 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2005), h. 211
Belajar kooperatif adalah sejenis belajar berkelompok yang
melibatkan 4-6 orang peserta didik. Di dalam kelompok ini, peserta didik
bekerja bersama-sama di bawah pengawasan pendidik menyelesaikan tugas
yang disediakan oleh guru. Di dalam diskusi kelompok tersebut, peserta didik
mengemukakan pendapatnya dan seorang anggota kelompok dapat diangkat
sebagai pimpinan kelompok untuk mengambil inisiatif menyimpulkan hasil
diskusi.15
Eggen dan Kauchak mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai
sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling
-membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini
juga dinamakan “belajar teman sebaya.”
Menurut Slavin (1997) seperti yang dikutip dalam Nur dan
Wikandari, pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan
siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode
pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu
dalam belajar.
Menurut Ibrahim dkk (2000), model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting
pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman,
dan pengembangan keterampilan sosial.16
Menurut Rustaman et al. (2003), Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena
mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri
melalui berpikir rasional .
Menurut Sugandi (2002) sistem pembelajaran gotong royong atau
cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa
15 A. Syukur Ghazali, Op Cit., h. 115
dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan
pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari
sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar
kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang
bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja
seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang
dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan
kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain
selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang
maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong
royong, yaitu:17
a. Saling ketergantungan.
Saling ketergantungan didasari dengan adanya kepentingan yang sama
atau perasaan di antara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang
merupakan merupakan keberhasilan anggota yang lain atau sebaliknya.
b. Tanggung jawab perseorangan.
Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam
anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya,
karena tujuan pembelajaran kooparetif adalah menjadikan setiap anggota
kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya
c. Tatap muka.
Adanya interaksi langsung antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak
adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan
saling hubungan timbal balik yang positif sehingga dapat mempengaruhi
hasil pendidikan dan pengajaran.
d. Komunikasi antar anggota.
Untuk memperoleh informasi para siswa perlu mengadakan
perbaikan-perbaikan. Komunikasi sangat penting untuk menyampaikan ide dari
masing-masing anggota.18 e. Proses kelompok.
Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah
(proses kelompok) merupakan tujuan terpenting yang diharapkan dapat
dicapai pembelajaran kooperatif.
Definisi-definisi di atas menyimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan sekumpulan strategi pembelajaran dalam
kelompok-kelompok kecil yang digunakan guru agar siswa saling membantu dan
bekerja sama mempelajari sesuatu untuk mencapai prestasi mereka.
Shepardson dalam Ghazali menyebutkan beberapa ciri Belajar Kooperatif
(BK) seperti berikut ini:19
1. Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antarpeserta didik yang
berada dalam sebuah kelompok (student-to-student interaction).
2. Pendidik harus menciptakan interdependensi positif di kalangan anggota
kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus diupayakan
terlibat dalam kegiatan belajar ini.
3. Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil
(individual accountability).
4. Strategi BK menekankan pada pencapaian tujuan bersama (group process
skill).
Menurut Arends dalam Holil, pembelajaran yang menggunakan model
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 20
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan
materi belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
18 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h. 60-61 19A. Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstruktivisme melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa, JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 2, OKTOBER 2002: 115-131, h.
kelamin yang berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Carin adalah: (a)
setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di
antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya
dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan
keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya
berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.21
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:22
a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi
akademis.
b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang
berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif
berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada
individu.
Menurut Lickona ada delapan bentuk pembelajaran kooperatif, yaitu:
(1) belajar berpasangan (learning partners), (2) susunan duduk berkelompok (cluster group seating), (3) belajar bertim (student team learning), (4) belajar dengan membahas berbagai topik dalam tim (Jigsaw learning), (5) mengetes tim (team testing), (6) proyek kelompok kecil (small-group learning), (7) kompetisi dalam tim (team competision), dan (8) proyek untuk seluruh kelas (Whole-class project). Sedangkan menurut Slavin, terdapat lima metode
utama dalam pembelajaran bertim (Student Teams Learning). Tiga
diantaranya, berlaku secara umum pada senua bidang studi, yaitu sebagai
berikut: ”Student Teams-Achievement Division (STAD), Teams-Games
Tournaments (TGT), and Jigsaw II’. Sedangkan dua metode lainnya hanya
berlaku secara khusus, yaitu: ”Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC)” untuk pengajaran membaca dan menulis pada tingkat 2-8, dan ”Team Accelerated Instruction (TAI)” untuk pengajaran matematika pada 3-6. Dari kelima metode pembelajaran kooperatif di atas penulis
menggunakan metode ”Student Teams-Achievement Division (STAD).” 23 Pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran IPA selain dapat
mempermudah dalam proses pembelajarannya, tetapi juga dapat
mengembangkan nilai sosialnya seperti interaksi antara guru dengan siswa,
antara siswa dengan siswa lainnya, komunikatif, serta bersifat multi arah.
Sebaliknya, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang bersifat
tradisional di kelas yang didominasi oleh metode ceramah dan ekspositorik,
sehingga proses belajar lebih banyak didominasi oleh guru (teacher
centered). Menurut Johnson dan Johnson kelemahan pembelajaran konvensional jika dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif adalah
[image:35.595.111.511.239.720.2]sebagai berikut :
Tabel 2. 1 Perbandingan antara Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran
Konvensional
Kelompok Pembelajaran Kooperatif Kelompok Pembelajaran
Konvensional 1. saling tergantung secara posistif
2. pertanggungjawaban secara
individual
3. heterogen
4. kepemimpinan bergantian
5. bertanggung jawab satu sama lain 6. pada tugas dan pemeliharaan
7. keterampilan sosial diajarkan
secara langsung
8. guru mengamati dan campur
tangan
9. memperhatikan keefektifan proses
kelompok
1. tidak ada saling ketergantungan
2. tidak ada pertanggungjawaban
individual
3. homogen
4. menunjuk seorang pemimpin
5. bertanggung jawab hanya
untuk dirinya
6. hanya menekan pada tugas 7. keterampilan sosial diabaikan
8. guru mengabaikan fungsi
kelompok
9. tidak memperhatikan
kefektifan proses kelompok
22Ina Karlina, S.Pd, Op Cit.
Menurut Lickona ada beberapa keuntungan dari penggunaan
pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut :24 1. Mengajarkan nilai-nilai kerjasama
2. Membangun masyarakat di dalam kelas
3. Mengajarkan dasar keterampilan hidup
4. Meningkatkan prestasi akademik
5. Menawarkan suatu alternatif jalan keluar (other alternative to tracking), dan
6. Memiliki potensi untuk memperlunak aspek negatif dari kompetisi.
Terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada
dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:25
a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina
hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang
dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan
menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,
mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran
untuk memperoleh kesimpulan.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model
pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah
sebagaimana terlihat pada tabel 2. 2.26
24I Wayan Koyan, Op Cit., h. 4 25 Ina Karlina, Op Cit.
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkahlaku Guru
Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2:
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Fase 5: Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masingmasing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6:
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: (Arends, 1997) dalam Yusuf
Menurut Slavin dalam Karuru pendekatan konstruktivis dalam
pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar
teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep-konsep-konsep
itu dengan temannya.
menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Di dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang
terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud
kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis
kelamin dan suku.
Metode adalah suatu cara mengajar, yang berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan pengajaran. Semakin baik metode yang digunakan, maka
akan semakin efektif dan efisien pula pencapaian tujuannya.27
Guru dalam memberikan pelajaran menggunakan metode dan
pendekatan, untuk melayani, mendidik dan mengajar agar sesuai dengan
situasi dan kondisi siswa, maka perlu diterapkan suatu pembelajaran yang
pada teori belajar kognitif. Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA
dijabarkan melalui konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan
mereka sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan
pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif, karena
pembelajaran kooperatif merupakan strategi alternatif untuk mencapai tujuan
IPA yang antara lain meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama
dengan orang lain, berpikir kritis dan pada saat yang sama dapat
meningkatkan prestasi akademiknya. 28 Jadi siswa harus aktif membangun pengetahuan mereka sendiri salah satunya dengan belajar kooperatif untuk
mencapai tujuan IPA.
c. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu pembelajaran kelompok yang paling awal ditemukan dan populer di kalangan
para ahli pendidikan dari Johns Hopkins University dan telah banyak
27 Mansyur, Strategi Belajar Mengajar, Modul 1-6, (Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka,1992), h. 39
diterapkan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang sangat mudah
diterapkan. 29 Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif tipe STAD ini
menekankan pada aktivitasnya dan interaksi di antara siswa untuk saling
memotivasi dan saling menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi
yang maksimal. 30Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi
kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen,
terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.31
Pembelajaran dalam STAD dilakukan dengan presentasi, bukan hanya
oleh 4-5 anggota tim, tetapi guru juga melakukan presentasi. Siswa mengikuti
kuis individual untuk menunjukkan berapa banyak yang telah mereka
pelajari. Skor kuis individu dijumlahkan untuk membentuk sebuah tim skor,
dan tim adalah imbalan atas kinerja mereka. Tim yang terdiri dari siswa
dengan berbagai kemampuan akademis, genders, dan ras.32
Pembelajaran tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan,
dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat
pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai
tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan
tugas.33
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama.34 Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat
dalam tabel 2. 3 berikut ini:
29Ibid, h. 126
30 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h. 74 31 http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf (9 Januari 2009)
32http:://www.ed.gov/pub/EPTW/eptw10/eptw10u.html (9 Januari 2009) 33Perdy Karuru, Op Cit., h. 791
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Presentasi kelas Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru
dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya
Kerja kelompok Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam
kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran
Tes Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan
kelompok, siswa diberikan tes secara
individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu
Peningkatan skor individu Setiap anggota kelompok diharapkan
mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan skor rata-rata kelompok
Penghargaan kolompok Kelompok yang mencapai rata-rata skor
tertinggi, diberikan penghargaan.
Ide dasar STAD adalah bagaimana memotivasi siswa dalam
menguasai materi yang disajikan serta menumbuhkan suatu kesadaran bahwa
belajar itu penting, bermakna dan menyenangkan.35 Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa setia minggu menggunakan presentasi verbal
atau teks. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa
diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor
perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang
lalu.36
Penyajian kelas maksudnya adalah pengajaran yang dilakukan oleh
guru di dalam kelas. Pengajaran di dalam kelas pada STAD tidak begitu
berbeda dengan kegiatan pengajaran biasa, hanya pengajaran yang diberikan
harus difokuskan pada materi yang dibahas saja. Setelah guru menyajikan
materi sebanyak satu atau dua kali, barulah kemudian siswa bekerja dalam
kelompok menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dalam STAD, siswa akan
disusun beranggotakan empat siswa yang beragam dalam kemampunnya
ataupun jenis kelaminnya. Fungsi ditentukannya kelompok dalam STAD
adalah untuk saling meyakinkan bahwa semua anggota dapat bekerja sama
dalam belajar, lebih khusus untuk menyiapkan semua anggota dalam
menghadapi tes perorangan dengan baik. Kelompok menjadi hal yag sangat
penting dalam STAD, karena dalam kelompok harus tercipta suatu kerja
kooperatif antar siswa sebaya untuk mencapai kemampuan akademik yang
diharapkan. Untuk menentukan anggota suatu kelompok terlebih dahulu
siswa disusun berdasarkan ranking (peringkat) nilai rapor.
Kemudian guru memberikan tes untuk mengetahui skor individu
maupun kelompok. Langkah terakhir adalah pengakuan kelompok, dilakukan
dengan memberikan pujian sebagian penghargaan atas usaha yang dilakukan
kelompok selama belajar. Pujian ini diberikan kepada kelompok yang
mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama.37
d. Metode Ekspositori
Metode ini sering dianggap sama dengan metode demonstrasi. Metode
ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua
dimensi atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau
sebagai alat untuk membantu menyampaikan informasi yang diperlukan. 38 Mengajar dengan metode ekspositori berarti memadukan antara
metode demonstrasi dengan metode ceramah. Dalam menggunakan metode
36 http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf (9 Januari 2009) 37Prayekti, Op Cit., h. 122
ini seorang guru harus menyajikan dan memperagakan benda pada tempat
yang dapat dilihat oleh seluruh siswa sehingga siswa dapat memahami
informasi yang disampaikan dengan baik.
Pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori guru
cenderung menggunakan kontrol proses pembelajaran yang aktif, sementara
siswa relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru.
Pembelajaran ekspositori ini merupakan suatu proses pembelajaran yang
berpusat pada guru (”teacher centered”), guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama. Meskipun dalam ekspositori digunakan metode lain selain
ceramah dan dilengkapi atau didukung dengan penggunaan media,
penekanannya tetap pada proses penerimaan pengetahuan (materi pelajaran)
bukan pada proses pencarian dan konstruksi pengetahuan.39
Tahapan pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut:40
1. Tahap Pendahuluan
Guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas dan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, siswa mencatat bila perlu.
2. Tahap Penyajian Materi
Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah dan tanya
jawab, kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi untuk memperjelas
materi yang disajikan dan diakhiri dengan penyampaian ringkasan atau
latihan.
3. Tahap Penutup
Guru melaksanakan evaluasi berupa tes dan kegiatan tindak lanjut
seperti penugasan dalam perbaikan dan pengayaan atau pendalaman
materi.
39 Wahyudin Nur Nasution, Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan Ekspositori terhadap Hasil Belajar Sains ditinjau dari Cara Berpikir, h.5
e. Pembelajaran IPA dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Metode Ekspositori
Berbagai upaya dilakukan sebagai langkah untuk menyempurnakan
kurikulum serta peningkatan kualitas pembelajaran sains untuk mencapai
tujuan pembelajaran IPA yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achivement Division (STAD) menjadi salah satu alternatif metode untuk meningkatkan hasil belajar IPA terutama biologi. Dengan
adanya model pembelajaran ini akan menarik minat siswa dalam proses
pembelajaran dan membantu para siswa untuk mencapai proses IPA,
keterampilan IPA, sikap ilmiah, sikap demokratis dan penerapannya di dunia
nyata. STAD dapat menyajikan proses belajar yang lebih bermakna dan
menyenangkan karena siswa bisa lebih dekat dan akrab dengan teman sebaya
mereka di kelas karena pembelajaran dilakukan dengan cara berkelompok.
Kebanyakan sekolah menggunakan metode ekspositori yang metodenya
berupa metode ceramah, tanya jawab dan juga di dukung oleh metode
demonstrasi. Akan tetapi dalam metode tersebut peranan guru lebih dominan
karena siswa hanya mendengarkan dan hanya menerima pengetahuan tanpa
adanya proses pencarian dan membangun pengetahuan.
2. Nilai-nilai Sains a. Pengertian Nilai
Menurut Mardiatmaja nilai adalah suatu hakikat suatu hal, yang
menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia demi peningkatan kualitas
manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi atau yang berguna untuk
suatu tujuan.41
Manan berpendapat bahwa nilai adalah serangkaian sikap yang
menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat untuk
menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dan aktivitas yang dapat
diukur.42 Pendapat Milton yang dikutip Kosasih (1985) bahwa memaknai nilai sebagai suatu kepercayaan atau keyakinan yang bersumber pada sistem
nilai seseorang mengenai apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan
seseorang. Dengan demikian nilai dimaknai sebagai standar penuntun
perilaku dalam kehidupan seseorang.
Fraenkel (1977:6-7) mengatakan bahwa nilai adalah ”an idea, a
concept about what some one thinks is important in life”. Ide atau konsep tentang apa yang difikirkan dan dianggap penting oleh seseorang ini akan
menjadi standar berperilaku. Jika Fraenkel lebih memandang nilai itu berada
pada fikiran manusia, maka lain lagi dengan Al-Ghazali. Al-Ghazali
memandang bahwa keberadaan nilai itu ada dalam lubuk hati serta menyatu
raga di dalamnya menjadi suara dan mata hati atau hati nurani. 43
Definisi-definisi di atas menyimpulkan bahwa nilai adalah
serangkaian sikap yang dapat dijadikan sebagai standar berperilaku serta
menyatu dalam hati nurani.
Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat atau
tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa
yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan
tujuan akhir tindakan. Bertens (1999) menganalisis ciri-ciri nilai ke dalam
tiga kategori, yaitu: pertama, nilai itu berkaitan subyek. Kedua, nilai tampil
dalam suatu konteks praktis, ketika subyek ingin membuat sesuatu. Ketiga,
nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambahkan subyek pada sifat-sifat yang
dimiliki obyek.44
Menurut Ivone Ambroise (1987), ”value is an abstract reality”.
Maksudnya nilai yang abstrak itu dapat dilacak dari tiga realitas, yaitu pola
tingkah laku, pola berpikir, dan sikap-sikap dari individu (pribadi atau
kelompok. Karena itu di dalam suatu masyarakat terdapat banyak individu
42 Mega Iswari, Pendidikan Nilai untuk Mempersiapkan Anak Menghadapi Era-Globalisasi, Jurnal Pedagogi, Vol II No. 1 Juni 2001, h. 3
43 Sa’dun Akbar, Pelakonan sebagai Pendekatan Unggulan dalam Pendidikan Nilai, Pendidikan Nilai Tahun 1 No. 2 Mei 1996, h. 69
dan banyak kelompok, maka nilai-nilai itu tidak perlu sama bagi seluruh
masyarakat, dan ketidaksamaan nilai itu bisa memacu timbulnya konflik. 45 Pendidikan nilai salah satu jenis pendekatannya adalah pendekatan
penanaman nilai yaitu suatu pendekatan yang memberi penekanan pada
penanaman nilai sosial dalam diri anak. Menurut Superka et al. (1976), tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial
tertentu oleh anak, berubahnya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang diinginkan.46
Nilai-nilai ditanamkan pada seseorang melalui proses sosialisasi,
melalui sumber berbeda-beda: keluarga, lingkungan sosial, lembaga
pendidikan, agama, media massa, tradisi dan sebagainya. Dengan penanaman
nilai, maka siswa akan lebih memahami apa yang dikandung oleh suatu
materi atau pelajaran supaya mereka juga dapat menerapkan nilai-nilai yang
telah mereka ketahui dalam kehidupan sehari-hari.
b. Nilai Sains
Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak
hanya produk saja, akan tetapi juga mencakup pengetahuan seperti
keterampilan keingintahuan, keteguhan hati, dan juga keterampilan dalam hal
melakukan penyelidikan ilmiah.47
Science mempunyai nilai-nilai dalam kehidupan. Nilai-nilai ada dan menjadi bagian integral dari suatu proses pendidikan, baik di dalam sekolah
maupun di dalam masyarakat umum.
Secara singkat, nilai-nilai science yang dapat ditanamkan dalam
pendidikan science adalah: 48
1) Kecakapan berfikir dan bekerja menurut langkah-langkah yang teratur.
45Sumarsono, Pendidikan Nilai: Karakteristik, Peluang, dan Pelaksanaan, Aneka Widya STKIP Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXIII September 2000, h. 3
46Mega Iswari, Op Cit., h..5
2) Keterampilan mengadakan pengamatan dan penggunaan alat-alat dalam
eksperimentasi.
3) Memiliki sikap ilmiah, di antara lain:
a) Tidak berprasangka dalam mengambil keputusan.
b) Sanggup menerima gagasan-gagasan dan saran-saran baru (toleran).
c) Sanggup mengubah kesimpulan dari hasil eksperimennya bila ada
bukti-bukti yang meyakinkan benar.
d) Bebas dari ketakhyulan.
e) Dapat membedakan antara fakta dan opini.
f) Membuat perencanaan teliti sebelum bertindak.
g) Teliti, hati-hati dan seksama dalam bertindak.
h) Ingin tahu, apa, bagaimana, dan mengapa demikian ?
i) Mengahargai pendapat dan penemuan para ahli science. j) Menghargai baik isi maupun metode science.
Secara lebih rinci dapat dijelaskan tentang pengertian ke lima nilai
dalam sains adalah sebagai berikut:49
1) Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang dapat meberi
kemanfaatan langsung atau segi-segi praktis bagi kehidupan manusia dan
pemahaman/penguasaan tentang sains itu sendiri.
2) Nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat
membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan
seseorang bahwa segala sesuatu yang ada mesti ada yang
menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan
menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatnya sehinga
manusia mesti bertaqwa kepada-Nya.
3) Nilai pendidikan suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat
memberi inspirasi ide atau gagasan cemerlang untuk diterapkan ke
bidang teknik atau mental dalam pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan
hasratnya bagi kesejahteraan serta membedakan kehidupan manusia
dengan hewan.
4) Nilai intelektual suatu b