• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Persyaratan mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

SITI MAHMUDAH NIM : 104016100419

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA KONSEP EKOSISTEM YANG BERNUANSA NILAI

Oleh

SITI MAHMUDAH NIM: 104016100419

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Dr. Zulfiani NIP.150368741

Disahkan Oleh:

Ketua Jurusan

Ir.Mahmud M. Siregar, M.Si

(3)

PADA KONSEP EKOSISTEM TERINTEGRASI NILAI”. (Quasi Eksperimen di MA

At-Taqwa Tangerang) diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada, 29 Maret 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis

berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Biologi.

Jakarta, 29 Maret 2010

Panitia Ujian Munaqasyah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP. 150 299 933

Sekertaris (Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.Pd ... ... NIP. 19790510 200604 2001

Penguji I

Prof. Dr. Zurinal Z ... ... NIP. 150 170 330

Penguji II

Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP. 150 222 933

Mengetahui :

Dekan,

(4)

Method (Quasi Experiment in MA At-Taqwa Tangerang). Majors Education of Natural Sciences, Biology Program Study Education, Faculty Science Tarbiyah and Teachership, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

This research aim to know which one better of result learn biology cooperative learning type Student Team Achievement Division or expository method and how are the students respon in ecosystem concept value. This research held in MA At-Taqwa Tangerang. Taking samples were done by using random sampling technique. Sample research amount to 52 students of X class, which is divided two group, that is X-c class student as a experiment group and X-b class student as a group control. Hypothesis that raised is null hypothesis ( Ho) which is not different of result learn biology between cooperative learning type Student Team Achievement Division and expository method in ecosystem concepts value and alternative hypothesis ( Ha) that is different of result learn biology between cooperative learning type Student Team Achievement Division and expository method in ecosystem concepts value in ecosystem concepts value. Data analysis use uji-t ( t-test ). In this research are obtained ( t-count ) equal to 3,77, with 5% signification level and degree of freedom (db) equal to 50 obtained (t-table) equal to 2,00. The result is ( t-count ) bigger than (t-table) ( 3,77 > 2,00). It means null hypothesis ( Ho) is refused and alternative hypothesis (Ha) is accepted expressing there are different of result learn biology between cooperative learning type Student Team Achievement Division and expository method in ecosystem concepts value in ecosystem concepts’s value. The result of this research, result learn biology of cooperative learning type Student Team Achievement Division better than result learn biology of expository method in ecosystem concepts’s value.

Keyword: cooperative learning, STAD (Student Team Achievement Division), expository method, result learn, and value

(5)

ii

Ekspositori Pada Konsep Ekosistem Terintegrasi Nilai (Quasi Eksperimen di MA At-Taqwa Tangerang). Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah hasil belajar biologi yang lebih tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori. Penelitian ini di laksanakan di MA At-Taqwa Tangerang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Sampel penelitian berjumlah 52 siswa kelas X, yang terbagi dua menjadi dua kelompok, yaitu siswa kelas X-c sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas X-b sebagai kelompok kontrol. Hipotesis yang diajukan adalah hipotesis nihil (Ho) yaitu tidak terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai dan hipotesis alternatif (Ha) yaitu terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai. Analisis data menggunakan uji-t. Dalam penelitian ini diperoleh t-hitung sebesar 3,77, dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (db) sebesar 50 diperoleh t-tabel sebesar 2,00. Dengan demikian t-hitung lebih besar dibandingkan t-tabel (3,77 > 2,00). Hal ini berarti hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima yang menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai. Maka kesimpulan penelitian ini adalah hasil belajar biologi yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar biologi menggunakan metode ekspositori pada konsep ekosistem yang terintegrasi nilai.

(6)

Assalamu’alaikum Warohmatullahi.Wabarokatuh.

Segala puji bagi Allah, dengan rahmat dan hidayah-Nya yang selalu

tercurah kepada seluruh hamba-Nya. Penulis senantiasa memanjatkan puji syukur

kepada-Nya atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga skripsi ini

dapat terselesaikan. Salawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan kita

Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengarahkan umatnya kepada jalan

kebenaran dan untuk menuju cahaya kemulyaan.

Skripsi yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa antara

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan Metode Ekspositori pada Konsep Ekosistem Terintegrasi Nilai” ini disusun sebagai salah satu tugas akhir untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah mendukung dan membantu atas terselesainya skripsi ini,

orang-orang tersebut adalah :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA.

4. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, selaku Pembimbing yang telah memberikan masukan

serta bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu terima kasih atas doa, dukungan, motivasi, serta kasih

sayangnya yang telah diberikan selama ini serta kakak-kakak dan adik-adikku

yang selalu memberikan bantuan, semangat dan perhatiannya selama ini.

(7)

A’yun S.Si selaku guru biologi terima kasih atas bantuannya selama ini.

9. Segenap pimpinan dan karyawan/karyawati perpustakaan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

10. Teman-teman terbaikku: Huda, Siti Aflaha, Fitri, Yanti, Iis, Yuyun, Sri, Mila

yang selalu memberikan masukan dan motivasi serta teman-teman Jurusan

IPA angkatan 2003 dan 2004 yang tidak dapat disebutkan namanya satu

persatu.

11. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

adanya keterbatasan kemampuan penulis sehingga diperlukan proses belajar yang

lebih baik lagi, namun penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak

yang terkait.

Jakarta, November 2009

Penulis

(8)

v

C1 C2 C3

1. Menjelaskan tingkatan-tingkatan organisasi dalam ekosistem. 1** 2*, 0 2 4%

2. Menyebutkan contoh populasi,

komunitas, dan ekosistem 0 13*, 47* 11* 3 6%

3. Mengidentifikasi peran dan fungsi komponen-komponen penyusun ekosistem.

3*, 42** 0 0 2 4%

4. Menyebutkan peranan komponen biotik

dalam ekosistem 6 0 0 1 2%

5. Menyebutkan fungsi komponen ekosistem

8*, 12, 34*

9, 32*, 33,

40* 7, 23* 9 18%

6. Membedakan organisme autotrof dan

heterotrof dalam ekosistem. 0 10 0 1 2%

7. Menjelaskan aliran energi, rantai makanan, jaring-jaring makanan, dan siklus biogeokimia dalam ekosistem.

5*, 31, 45, 26*,

4*, 14*18, 20, 21, 46, 48*, 49,

17*, 19, 22, 50

1

6 32%

8. Menjelaskan interaksi antarkomponen

dalam ekosistem. 25** 36** 0 2 4%

9. Memberi contoh interaksi

antarkomponen ekosistem. 35**, 41*, 43**, 44* 0 4 8%

10. Mendeskripsikan dengan contoh

peristiwa suksesi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

29, 30** 16**,

15, 27, 28**

6 12%

11. Menyebutkan tipe-tipe ekosistem.

24, 37*, 38*, 39 0 4 8%

Keterangan: *valid

[image:8.595.72.563.153.610.2]
(9)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9

A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Konstruktivisme ... 9

a. Konstruktivisme ... 9

b. Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran IPA ... 13

c. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 21

d. Metode Ekspositori ... 24

e. Pembelajaran IPA dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Metode Ekspositori ... 26

2. Nilai-nilai Sains ... 26

a. Pengertian Nilai ... 26

b. Nilai Sains ... 28

3. Hasil Belajar Biologi ... 30

a. Pengertian Belajar ... 30

(10)

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41

D. Kerangka Pikir ... 42

E. Pengajuan Hipotesis ... 44

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A. Tujuan Penelitian ... 45

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 45

C. Metode Penelitian ... 45

D. Populasi dan Sampel ... 46

E. Variabel Penelitian ... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ... 47

G. Instrumen Penelitian ... 48

1. Tes Kognitif ... 48

2. Angket/Kuesioner ... 49

H. Kalibrasi Instrumen ... 49

1. Uji Validitas ... 50

2. Uji Reliabilitas ... 51

3. Tingkat Kesukaran ... 52

4. Daya Pembeda Soal ... 53

I. Teknik Analisis Data ... 53

1. Analisis Data Kuantitatif ... 53

a. Uji Normalitas ... 53

b. Uji Homogenitas ... 53

2. Analisis Data Kualitatif ... 55

J. Hipotesis Statistik ... 55

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1. Hasil Pre Test ... 56

(11)

a. Kelas Eksperimen ... 56

b. Kelas Kontrol ... 57

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 57

1. Uji Normalitas Data ... 57

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 57

b. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 58

2. Uji Homogenitas Data ... 58

a. Uji Homogenitas Kelas Eksperimen ... 58

b. Uji Homogenitas Kelas Kontrol ... 58

C. Analisis Data ... 59

1. Uji-t (t-test) ... 59

2. Uji Hipotesis Statistik ... 60

3. Respons Siswa Terhadap Pembelajaran yang Bernuansa Nilai Religi dan Nilai Praktis ... 60

D. Pembahasan ... 61

1. Hasil Belajar Biologi Siswa ... 61

2. Respons Siswa terhadap Pembelajaran bernuansa Nilai ... 63

3. Keterbatasan dalam Penelitian ... 64

BAB V. PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 70

(12)

Pembelajaran Konvensional ... 18

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif ... 20

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 23

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 46

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Ekosistem yang bernuansa Nilai Religi dan Praktis ... 49

Tabel 3.3 Derajat Validiasi Soal ... 51

Tabel 3.4 Derajat Reliabilitas Soal ... 52

Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran ... 53

Tabel 4.1 Tabel Skor Pre Test Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56

Tabel 4.2 Tabel Skor Post Test Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 57

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Normalitas dengan Uji Liliefors ... 58

Tabel 4.4 Hasil Pemgujian Homogenitas dengan Uji Fisher ... 59

Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Kuesioner ... 60

(13)
[image:13.595.111.490.192.568.2]
(14)

2. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 74

3. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 80

4. Tes Hasil Belajar ... 86

5. Kunci Jawaban ... 89

6. Kisi-kisi Penguasaan Konsep Ekosistem ... 90

7. Pembagian Kelompok STAD (Student Team Achievement Division) ... 99

8. Lembar Kerja Siswa ... 100

9. Tes Individu ... 104

10. Angket Respons Siswa terhadap Pembelajaran Ekosistem Bernuansa Nilai 106 11. Kisi-kisi Angket Pembelajaran Ekosistem Bernuansa Nilai ... 109

12. Daya Pembeda Uji Coba dengan ANATES ... 112

13. Tingkat Kesukaran Uji Coba dengan ANATES ... 113

14. Korelasi Butir dan Skor Total dengan ANATES ... 114

15. Reliabilitas Uji Coba dengan ANATES ... 115

16. Rekap Analisis Butir dengan ANATES ... 116

17. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Pre Test) Kelas Eksperimen ... 117

18. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Pre Test) Kelas Kontrol ... 118

19. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Post Test) Kelas Eksperimen ... 119

20. Tabel. Data Skor Hasil Belajar (Post Test) Kelas Kontrol ... 120

21. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Pre Test Biologi Siswa Kelompok Eksperimen ... 121

22. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Pre Test Biologi Siswa Kelompok Kontrol ... 124

23. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Post Test Biologi Siswa Kelompok Eksperimen ... 127

24. Perhitungan Mean, Median, dan Modus, Simpangan Baku (Standar Deviasi) dan Varians Post Test Biologi Siswa Kelompok Kontrol ... 130

(15)

29. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Angket Pembelajaran Ekosistem Bernuansa

Nilai ... 150

30. Harga Kritik dari r-Product Moment ... 155 31. Nilai Persentil untuk Distribusi F... 156

32. Lembar Uji Referensi

33. Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

34. Surat Pernyataan Ilmiah

35. Surat Bimbingan

36. Surat Izin Penelitian

37. Surat Keterangan dari MA Attaqwa Tangerang

(16)

NIM : 104016100419

Jurusan/Semester : Pendidikan IPA-Pendidikan Biologi / 12 (Dua Belas)

Angkatan Tahun : 2004

Alamat : Jl. KH. Mu’min No.1 Kamps.Attaqwa Rt.04/09

Kel.Belendung Kec. Benda Tangerang-Banten 15123.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi dengan judul “PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI

SISWA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT

TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) DENGAN METODE EKSPOSITORI

PADA KONSEP EKOSISTEM TERINTEGRASI NILAI” adalah benar hasil

karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Zulfiani, M.Pd

NIP : 19760309 20050112 002

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima konsekuensi secara akademis, apabila ternyata skripsi ini bukan hasil

karya sendiri.

Jakarta, 22 Juni 2010

Yang Menyatakan,

Siti Mahmudah

Penulis & Peneliti

(17)
(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat.

Salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini

adalah pembangunan nasional. Ada banyak pengaruh yang memberikan arah

kepada pembangunan nasional. Pengaruh yang sangat menonjol berasal dari

penerapan ilmu dan teknologi. Seirama dengan perkembangan itu, tidak

hanya terjadi perbenturan dan pergeseran nilai-nilai yang dianut masyarakat,

tetapi bahkan terjadi pula perubahan-perubahan nilai.

Tugas pendidikan tidak hanya terbatas pada mengalihkan hasil-hasil

ilmu dan teknologi. Selain itu, bidang pendidikan bertugas pula menanamkan

nilai-nilai baru yang dituntut oleh perkembangan ilmu dan teknologi pada diri

anak didik dalam kerangka nilai-nilai dasar yang telah disepakati oleh bangsa

Indonesia.1

Undang-Undang No.2 Tahun 1989 maupun UU no.20/2003

merumuskan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia

yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi

pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal ini berarti tujuan pendidikan sains pun

harus mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan ranah afektif.

Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan

mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam kehidupan

sehari-hari. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang ada,

menuntut sekolah sebagai lembaga pendidikan formal untuk dapat

(19)

menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu cara yang

dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan

mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih baik khususnya bidang

ilmu pengetahuan alam (IPA).

Belajar merupakan suatu proses yang menghasilkan perubahan dalam

hal memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku seseorang . Untuk

menghasilkan perubahan tidaklah mudah, ada faktor-faktor tertentu yang

dapat mempengaruhi proses tersebut. Dalam pengajaran IPA guru harus

memahami hakikat proses pembelajaran IPA yang meliputi aspek kognitif,

afektif dan psikomotor. Setara dengan pendapat yang diungkapkan Gordon

dalam Mulyasa menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung

dalam konsep kompetensi belajar yaitu pengetahuan, pemahaman,

kemampuan, nilai, sikap dan minat.2

Sekolah merupakan sarana formal yang digunakan untuk belajar.

Pada proses pembelajaran seharusnya siswa dapat berperan aktif untuk

mengembangkan potensi dirinya. Akan tetapi, masih banyak sekolah yang

gurunya berperan sebagai pusat dari kegiatan belajar mengajar sehingga

siswa menjadi pasif.

Dari hasil observasi yang telah dilakukan di MA At-Taqwa Tangerang

di Jl. KH. Mu’min Rt 05/09 Belendung Benda Tangerang, kegiatan

pembelajaran masih terpusat pada guru. Jadi siswa hanya aktif mendengarkan

apa yang diajarkan oleh guru. Siswa menerima informasi dan pengetahuan

secara verbal sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh dengan

pembelajaran yang demikian. Padahal pembelajaran yang tepat dapat

mempengaruhi motivasi siswa untuk lebih giat dan bersemangat untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Siswa hanya diberikan

kesempatan bertanya setelah pelajaran selesai. Hanya siswa tertentu yang

aktif bertanya apabila tidak mengerti dengan materi yang telah dipelajarinya.

Selain itu, siswa menganggap biologi itu pelajaran yang membosankan

(20)

karena terlalu banyak hafalan. Selain itu, siswa kurang antusias dan terlihat

jenuh saat guru menerangkan pelajaran biologi. Keadaan ini sangat

mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, siswa membutuhkan

metode yang tepat dan menarik supaya lebih mudah untuk menerima

konsep-konsep yang berhubungan dengan biologi.

Tahun 2006 pemerintah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan yang menekankan pada pengembangan kompetensi dasar yang

dimiliki oleh siswa. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum

2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Pengembangan kurikulum ini mengacu pada Standar Pendidikan Nasional

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti yang dinyatakan dalam

pasal 36 ayat 1. 3 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dirancang agar dapat menghasilkan lulusan yang kompeten (memiliki pengetahuan,

sikap, dan nilai-nilai dasar yang tercermin dari kebiasaan berpikir dan

bertindak. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menekankan pada

ketercapaian kompetensi siswa, berorientasi pada hasil belajar dan

keberagaman, menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber

belajar yang bukan hanya guru, serta penilaian yang menekankan pada proses

dan hasil belajar. 4

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kompetensi

siswa yaitu dengan memberikan metode dan pendekatan yang bervariasi

sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar. Guru dalam memberikan

pelajaran menggunakan metode dan pendekatan, untuk melayani, mendidik

dan mengajar agar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, maka perlu

diterapkan suatu pembelajaran yang mengacu pada teori belajar kognitif.

Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA dijabarkan melalui

konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri.

Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan pendekatan

3 Depdiknas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), h. 15

(21)

konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif, karena pembelajaran kooperatif

merupakan strategi alternatif untuk mencapai tujuan IPA yang antara lain

memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan

bagaimana bersikap, menanamkan sikap hidup ilmiah, memberikan

keterampilan untuk melakukan pengamatan, mendidik siswa untuk mengenal,

mengetahui cara kerja serta mengahrgai para ilmuwan penemunya dan

menggunakan serta menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan

permasalahan. 5

Pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu model pembelajaran

yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil di mana siswa bekerjasama dalam

mengoptimalkan keterlibatannya dan anggota kelompoknya dalam belajar.

Menurut Tantra dan Tengah (1999) dalam Selamat, siswa diberikan dua

macam tanggung jawab pada belajar kooperatif yaitu, mempelajari dan

menyelesaikan materi tugas yang diberikan serta menyakinkan diri dan

anggota kelompok lainnya. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif mempunyai

tiga tingkatan sasaran, yaitu kooperatif, kompetisi, dan individualisasi. Ketiga

sasaran ini penting diupayakan dalam proses pembelajaran. Sasaran

kooperatif merupakan hal yang paling dominan dalam interaksi belajar

mengajar. Tiga tingkatan sasaran dalam pembelajaran kooperatif tersebut

yang membedakan dengan model berkelompok biasa.6

Pembelajaran kooperatif dapat membantu pembentukan kepribadian

siswa. Kepribadian dapat dikembangkan dengan bekerja sama dengan orang

lain untuk mencapai hal-hal yang baik. Kerja sama sangat diperlukan dalam

pembelajaran kooperatif sebagai bentuk interaksi siswa di lingkungan kelas,

terutama untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.

Menurut Johnson and Johnson dalam Zuchdi, sejak tahun 1970-an di

Amerika Serikat terjadi suatu gerakan dalam pendidikan yang disebut

Cooperative Learning ‘belajar secara kooperatif’ berbagai pendekatan untuk

5 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h. 142

(22)

mengajarkan kepada murid-murid cara bekerja sama dalam mengerjakan

tugas-tugas akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila proses

pendidikan tersebut dilakukan secara efektif, pembelajaran yang bersifat

akademik dan yang bersifat sosial berlangsung dengan lebih baik.7

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang

diterapkan salah satunya STAD. STAD merupakan pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok

digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran dengan cara kooperatif ini bertujuan untuk menciptakan

suasana yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa dengan bekerja

satu sama lain dengan anggota kelompoknya. Tercapainya tujuan

pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya seiring dengan peningkatan

minat dan motivasi belajar karena minat belajar berkorelasi positif dengan

hasil belajar.8

Selain dengan pembelajaran kooperatif, metode ekspositori

merupakan metode yang tepat untuk biologi karena dengan bantuan alat

bantu dan media dapat memperjelas penyampaian informasi sehingga

memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep biologi tanpa

menghafal.

Jadi dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan peserta

didik diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,

kemampuan, nilai, sikap, dan minat agar dapat melakukan sesuatu dalam

bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung

jawab.9 Di antara aspek-aspek tersebut, nilai merupakan aspek penting yang perlu dikembangkan. Menurut Manan yang dikutip dalam Suroso nilai adalah

serangkaian sikap yang menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang

harus dibuat untuk menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dan

7 Darmiyati Zuchdi, Pendekatan Pendidikan Nilai secara Komprehensif sebagai suatu Alternatif Pembentukan Akhlak Bangsa, Cakrawala Pendidikan, No. 3 Th. XX Juni 2001, h. 164

8Isjoni, Op. Cit, h. 16

(23)

aktivitas yang dapat diukur.10 Dengan demikian nilai dimaknai sebagai standar pertimbangan perilaku dalam kehidupan seseorang.

Sains/biologi merupakan bidang studi yang memberikan banyak

kesempatan untuk mengungkapkan nilai-nilai, sebab sains menyentuh banyak

segi kehidupan manusia. Nilai-nilai dan pengajaran sains saling berkaitan.

Proses pengungkapan nilai-nilai seseorang tergantung pada pengetahuan

tentang fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut dengan tingkat nilai-nilai,

seorang guru membuat pengetahuan yang diajarkannya menjadi relevan

dengan kehidupan sehari-hari.11 Nilai-nilai yang terkandung dalam sains antara lain: nilai religius, nilai praktis, nilai intelektual, nilai ekonomi, dan

nilai sosio-budaya. Pengajaran sains yang disertai pengungkapan nilai-nilai

yang terkandung dalam konsep ekosistem. Karena ekosistem membahas

hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan makhluk hidup seperti : faktor biotik

dan abiotik yang mendukung kehidupan makhluk itu sendiri serta interaksi

antara makhluk hidup dengan lingkungan maupun antara makhluk hidup

dengan makhluk hidup lainnya.

Dengan demikian, pembelajaran kooperatif dan metode ekspositori

akan memberikan suasana berbeda bagi siswa dalam kegiatan belajar

mengajar untuk memahami dan mempelajari nilai-nilai yang terkandung

dalam konsep ekosistem khususnya nilai religi dan praktis sehingga akan

mempengaruhi hasil belajar yang maksimal.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik

untuk mengambil judul : “PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI

SISWA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN METODE EKSPOSITORI PADA KONSEP EKOSISTEM TERINTEGRASI NILAI.” (Sebuah quasi eksperimen di Madrasah Aliyah At-Taqwa Tangerang)

10 Suroso Adi Yudianto, Op. Cit., h. 51-52

(24)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran masih terpusat pada guru, bukan pada siswa.

2. Dengan model pembelajaran yang ada siswa cenderung merasa jenuh

sehingga mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar (KBM) .

3. Metode yang kurang tepat menyebabkan hasil belajar juga rendah.

4. Adanya pergeseran nilai yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi sehingga diperlukan penanaman nilai-nilai

yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar masalah yang dikemukakan

tidak meluas, maka :

1. Siswa yang dimaksud dibatasi pada siswa kelas X tahun ajaran

2008/2009 MA at-Taqwa Tangerang.

2. Strategi pembelajaran dibatasi pada pembelajaran kooperatif tipe STAD

untuk kelas eksperimen dan metode ekspositori untuk kelas kontrol.

3. Nilai-nilai ekosistem yang dikaitkan dibatasi pada nilai praktis dan nilai

religius.

4. Objek penelitian dibatasi pada ranah kognitif hasil belajar biologi siswa

kelas X semester 2 pada konsep Ekosistem.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu : Manakah yang menunjukkan hasil belajar

biologi yang lebih tinggi, pembelajaran kooperatif tipe STAD atau dengan

metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai ? Bagaimanakah

respon siswa terhadap nilai yang terkandung pada konsep ekosistem?

(25)

E. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan yang peneliti inginkan, yaitu: mengetahui

manakah yang menunjukkan hasil belajar biologi yang lebih tinggi,

pembelajaran kooperatif tipe STAD atau dengan metode ekspositori pada

konsep ekosistem terintegrasi nilai dan bagaimanakah respon siswa terhadap

nilai yang terkandung pada konsep ekosistem?

F. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai sumber informasi mengenai pembelajaran kooperatif tipe STAD

dan metode ekspositori serta penerapannya di dalam kelas.

2. Sebagai suatu alternatif yang dapat berguna bagi perbaikan metode belajar

agar pembelajaran menjadi lebih baik dan berkualitas.

3. Sebagai bekal untuk membantu peningkatan hasil belajar biologi yang

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Pembelajaran Teori Konstruktivisme a. Konstruktivisme

Teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori

belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini

biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan

kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk

belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir

hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud

dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.

Seperti yang dikutip Poedjiadi (1999) dalam Hamzah, Piaget

mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh

seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak

bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi

dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri

merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan

dan keadaan keseimbangan. 1

Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri. Von

Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari

kenyataan. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi

kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.2 Pandangan konstruktivis Abruscato dan Slavin dalam pembelajaran mengatakan, bahwa anak-anak

(27)

diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar

secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat

pengetahuan yang lebih tinggi.3

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang

bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang

dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru,

apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan

pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang

mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan

konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:4

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah

ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri

pengetahuan mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui

proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan

pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan

dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan

pemahamannya yang sudah ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.

Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya

tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan

pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

Menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat

temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya.

Pengetahuan itu tidak pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri

seseorang terbentuk ketika seseorang mengalami tempaan kognitif. Melalui

(28)

perspektif ini belajar dapat dipahami sebagai proses terbentuknya konflik

kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang

bersangkutan memperoleh pengalaman kongkrit, wacana kolaboratif, dan

kegiatan melakukan refleksi.5 Jadi pengetahuan seseorang akan terus berkembang apabila selalu memperoleh pengalaman untuk mengasah struktur

kognitif dalam dirinya.

Menurut rujukan konstruktivisme setiap orang yang belajar

sesungguhnya membangun pengetahuannya sendiri.6 Dalam hal ini siswa harus aktif untuk dapat mengembangkan pengetahuan mereka.

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat

dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa

siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya

berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa

tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai

ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Sehubungan dengan hal di

atas, Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar

konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam

mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya

membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.

Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang

diterima.7

Implikasi dari pandangan dengan konstruktivisme di sekolah ialah

pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke

siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman

nyata. Senada dengan pernyataan ini peneliti pendidikan sains Piaget

mengungkapkan bahwa belajar sains merupakan proses konstruktif yang

5A. Syukur Ghazali,

Menerapkan Paradigma Konstruktivisme melalui Strategi Belajar

Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa,JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 2, OKTOBER 2002, h. 116

6 Nuryani Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: UM Press, 2005), h. 169

(29)

menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga di sini peran guru berubah,

dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosa dan fasilitator

belajar siswa.8

Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengandung empat

kegiatan inti. Pertama, pembelajaran konstruktivisme berkaitan dengan

pengetahuan awal (prior knowledge) siswa. Kedua, pembelajaran

konstruktivisme mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience).

Ketiga, dalam pembelajaran terjadi interaksi sosial (social interaction). Keempat, pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan siswa

terhadap lingkungan (sense making).9

Implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan

anakyang dikutip Poedjiadi (1999) adalah sebagai berikut: (1) tujuan

pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan

individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan

setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa

sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan

dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah

seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah

dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan

dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah

berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang

kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.10 Menurut Vygotsky, implikasi utama dalam pembelajaran

menghendaki seting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa

berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah

yang efektif masing-masing zona perkembangan terdekat mereka.

Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang

rendah hasil belajarnya, karena siswa itu dapat meningkatkan motivasi, hasil

8Nuryani Rustaman, Op Cit., h. 171 9Ibid

(30)

belajar dan menyimpan materi pelajaran yang lebih lama karena ia

mengkonstruk pemahamannya dari pengalaman sendiri.11

Sains/IPA merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis,

yang mengandung pertanyaan, pencarian, pemahaman, serta penyempurnaan

jawaban tentang suatu gejala dan karakteristik alam sekitar. Sains/IPA

merupakan suatu kebutuhan yang dicari manusia karena memberikan suatu

cara berpikir sebagai suatu struktur pengetahuan yang utuh. 12 Metode

Science mengajar kita bagaimana cara memecahkan masalah, bagaimana mengambil kesimpulan, dengan cara yang teratur, dan menghemat tenaga,

pikiran dan waktu.13 Oleh karena itu, siswa harus membangun atau

mengkonstruk pengetahuan yang belum mereka ketahui di alam agar mereka

dapat memahami apa yang mereka cari tentang sains/IPA itu sendiri. Dengan

demikian proses pembelajaran sains/IPA tidak hanya mengembangkan

aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan-keterampilan ilmiah tetapi juga

mengajarkan siswa untuk berpikir dalam mengkonstruk pengetahuan mereka

sendiri.

b. Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran IPA

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran

dalam bentuk kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri atas

siswa-siswa dengan tingkatan kemampuan yang berbeda, menggunakan aneka

macam aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan pemahaman mereka

tentang suatu subjek. Masing-masing anggota kelompok tidak hanya

mempelajari apa yang diajarkan tetapi juga saling membantu anggota

kelompoknya untuk berprestasi.14

11 Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Siswa SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 45, Tahun Ke-9, November 2003, h. 791-792

12 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2005), h. 211

(31)

Belajar kooperatif adalah sejenis belajar berkelompok yang

melibatkan 4-6 orang peserta didik. Di dalam kelompok ini, peserta didik

bekerja bersama-sama di bawah pengawasan pendidik menyelesaikan tugas

yang disediakan oleh guru. Di dalam diskusi kelompok tersebut, peserta didik

mengemukakan pendapatnya dan seorang anggota kelompok dapat diangkat

sebagai pimpinan kelompok untuk mengambil inisiatif menyimpulkan hasil

diskusi.15

Eggen dan Kauchak mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai

sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling

-membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini

juga dinamakan “belajar teman sebaya.”

Menurut Slavin (1997) seperti yang dikutip dalam Nur dan

Wikandari, pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan

siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode

pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu

dalam belajar.

Menurut Ibrahim dkk (2000), model pembelajaran kooperatif

dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting

pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman,

dan pengembangan keterampilan sosial.16

Menurut Rustaman et al. (2003), Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena

mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri

melalui berpikir rasional .

Menurut Sugandi (2002) sistem pembelajaran gotong royong atau

cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa

15 A. Syukur Ghazali, Op Cit., h. 115

(32)

dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan

pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari

sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar

kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga

memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang

bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja

seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang

dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan

kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain

selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang

maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong

royong, yaitu:17

a. Saling ketergantungan.

Saling ketergantungan didasari dengan adanya kepentingan yang sama

atau perasaan di antara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang

merupakan merupakan keberhasilan anggota yang lain atau sebaliknya.

b. Tanggung jawab perseorangan.

Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam

anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya,

karena tujuan pembelajaran kooparetif adalah menjadikan setiap anggota

kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya

c. Tatap muka.

Adanya interaksi langsung antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak

adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan

saling hubungan timbal balik yang positif sehingga dapat mempengaruhi

hasil pendidikan dan pengajaran.

d. Komunikasi antar anggota.

Untuk memperoleh informasi para siswa perlu mengadakan

perbaikan-perbaikan. Komunikasi sangat penting untuk menyampaikan ide dari

(33)

masing-masing anggota.18 e. Proses kelompok.

Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah

(proses kelompok) merupakan tujuan terpenting yang diharapkan dapat

dicapai pembelajaran kooperatif.

Definisi-definisi di atas menyimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan sekumpulan strategi pembelajaran dalam

kelompok-kelompok kecil yang digunakan guru agar siswa saling membantu dan

bekerja sama mempelajari sesuatu untuk mencapai prestasi mereka.

Shepardson dalam Ghazali menyebutkan beberapa ciri Belajar Kooperatif

(BK) seperti berikut ini:19

1. Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antarpeserta didik yang

berada dalam sebuah kelompok (student-to-student interaction).

2. Pendidik harus menciptakan interdependensi positif di kalangan anggota

kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus diupayakan

terlibat dalam kegiatan belajar ini.

3. Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil

(individual accountability).

4. Strategi BK menekankan pada pencapaian tujuan bersama (group process

skill).

Menurut Arends dalam Holil, pembelajaran yang menggunakan model

kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 20

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan

materi belajar.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

dan rendah.

3. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis

18 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h. 60-61 19A. Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstruktivisme melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa, JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 2, OKTOBER 2002: 115-131, h.

(34)

kelamin yang berbeda-beda.

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Carin adalah: (a)

setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di

antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya

dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan

keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya

berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.21

Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:22

a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi

akademis.

b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang

berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.

c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif

berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.

d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada

individu.

Menurut Lickona ada delapan bentuk pembelajaran kooperatif, yaitu:

(1) belajar berpasangan (learning partners), (2) susunan duduk berkelompok (cluster group seating), (3) belajar bertim (student team learning), (4) belajar dengan membahas berbagai topik dalam tim (Jigsaw learning), (5) mengetes tim (team testing), (6) proyek kelompok kecil (small-group learning), (7) kompetisi dalam tim (team competision), dan (8) proyek untuk seluruh kelas (Whole-class project). Sedangkan menurut Slavin, terdapat lima metode

utama dalam pembelajaran bertim (Student Teams Learning). Tiga

diantaranya, berlaku secara umum pada senua bidang studi, yaitu sebagai

berikut: ”Student Teams-Achievement Division (STAD), Teams-Games

Tournaments (TGT), and Jigsaw II’. Sedangkan dua metode lainnya hanya

berlaku secara khusus, yaitu: ”Cooperative Integrated Reading and

(35)

Composition (CIRC)” untuk pengajaran membaca dan menulis pada tingkat 2-8, dan ”Team Accelerated Instruction (TAI)” untuk pengajaran matematika pada 3-6. Dari kelima metode pembelajaran kooperatif di atas penulis

menggunakan metode ”Student Teams-Achievement Division (STAD).” 23 Pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran IPA selain dapat

mempermudah dalam proses pembelajarannya, tetapi juga dapat

mengembangkan nilai sosialnya seperti interaksi antara guru dengan siswa,

antara siswa dengan siswa lainnya, komunikatif, serta bersifat multi arah.

Sebaliknya, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang bersifat

tradisional di kelas yang didominasi oleh metode ceramah dan ekspositorik,

sehingga proses belajar lebih banyak didominasi oleh guru (teacher

centered). Menurut Johnson dan Johnson kelemahan pembelajaran konvensional jika dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif adalah

[image:35.595.111.511.239.720.2]

sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Perbandingan antara Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran

Konvensional

Kelompok Pembelajaran Kooperatif Kelompok Pembelajaran

Konvensional 1. saling tergantung secara posistif

2. pertanggungjawaban secara

individual

3. heterogen

4. kepemimpinan bergantian

5. bertanggung jawab satu sama lain 6. pada tugas dan pemeliharaan

7. keterampilan sosial diajarkan

secara langsung

8. guru mengamati dan campur

tangan

9. memperhatikan keefektifan proses

kelompok

1. tidak ada saling ketergantungan

2. tidak ada pertanggungjawaban

individual

3. homogen

4. menunjuk seorang pemimpin

5. bertanggung jawab hanya

untuk dirinya

6. hanya menekan pada tugas 7. keterampilan sosial diabaikan

8. guru mengabaikan fungsi

kelompok

9. tidak memperhatikan

kefektifan proses kelompok

22Ina Karlina, S.Pd, Op Cit.

(36)

Menurut Lickona ada beberapa keuntungan dari penggunaan

pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut :24 1. Mengajarkan nilai-nilai kerjasama

2. Membangun masyarakat di dalam kelas

3. Mengajarkan dasar keterampilan hidup

4. Meningkatkan prestasi akademik

5. Menawarkan suatu alternatif jalan keluar (other alternative to tracking), dan

6. Memiliki potensi untuk memperlunak aspek negatif dari kompetisi.

Terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada

dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:25

a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.

b. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina

hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.

c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang

dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan

menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.

d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,

mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran

untuk memperoleh kesimpulan.

Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model

pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah

sebagaimana terlihat pada tabel 2. 2.26

24I Wayan Koyan, Op Cit., h. 4 25 Ina Karlina, Op Cit.

(37)
[image:37.595.113.504.130.594.2]

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkahlaku Guru

Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran

tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2:

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

bacaan.

Fase 3:

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan

transisi secara efisien.

Fase 4:

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

mereka.

Fase 5: Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau

masingmasing

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6:

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai

baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sumber: (Arends, 1997) dalam Yusuf

Menurut Slavin dalam Karuru pendekatan konstruktivis dalam

pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar

teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami

konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep-konsep-konsep

itu dengan temannya.

(38)

menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Di dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok

kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang

terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud

kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis

kelamin dan suku.

Metode adalah suatu cara mengajar, yang berfungsi sebagai alat untuk

mencapai tujuan pengajaran. Semakin baik metode yang digunakan, maka

akan semakin efektif dan efisien pula pencapaian tujuannya.27

Guru dalam memberikan pelajaran menggunakan metode dan

pendekatan, untuk melayani, mendidik dan mengajar agar sesuai dengan

situasi dan kondisi siswa, maka perlu diterapkan suatu pembelajaran yang

pada teori belajar kognitif. Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA

dijabarkan melalui konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan

mereka sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan

pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif, karena

pembelajaran kooperatif merupakan strategi alternatif untuk mencapai tujuan

IPA yang antara lain meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama

dengan orang lain, berpikir kritis dan pada saat yang sama dapat

meningkatkan prestasi akademiknya. 28 Jadi siswa harus aktif membangun pengetahuan mereka sendiri salah satunya dengan belajar kooperatif untuk

mencapai tujuan IPA.

c. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu pembelajaran kelompok yang paling awal ditemukan dan populer di kalangan

para ahli pendidikan dari Johns Hopkins University dan telah banyak

27 Mansyur, Strategi Belajar Mengajar, Modul 1-6, (Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka,1992), h. 39

(39)

diterapkan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang sangat mudah

diterapkan. 29 Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif tipe STAD ini

menekankan pada aktivitasnya dan interaksi di antara siswa untuk saling

memotivasi dan saling menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi

yang maksimal. 30Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi

kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen,

terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki

kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.31

Pembelajaran dalam STAD dilakukan dengan presentasi, bukan hanya

oleh 4-5 anggota tim, tetapi guru juga melakukan presentasi. Siswa mengikuti

kuis individual untuk menunjukkan berapa banyak yang telah mereka

pelajari. Skor kuis individu dijumlahkan untuk membentuk sebuah tim skor,

dan tim adalah imbalan atas kinerja mereka. Tim yang terdiri dari siswa

dengan berbagai kemampuan akademis, genders, dan ras.32

Pembelajaran tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan,

dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat

pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai

tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan

tugas.33

Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama.34 Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat

dalam tabel 2. 3 berikut ini:

29Ibid, h. 126

30 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h. 74 31 http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf (9 Januari 2009)

32http:://www.ed.gov/pub/EPTW/eptw10/eptw10u.html (9 Januari 2009) 33Perdy Karuru, Op Cit., h. 791

(40)
[image:40.595.114.513.132.543.2]

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Presentasi kelas Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru

dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya

Kerja kelompok Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam

kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran

Tes Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan

kelompok, siswa diberikan tes secara

individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu

Peningkatan skor individu Setiap anggota kelompok diharapkan

mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap

peningkatan skor rata-rata kelompok

Penghargaan kolompok Kelompok yang mencapai rata-rata skor

tertinggi, diberikan penghargaan.

Ide dasar STAD adalah bagaimana memotivasi siswa dalam

menguasai materi yang disajikan serta menumbuhkan suatu kesadaran bahwa

belajar itu penting, bermakna dan menyenangkan.35 Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi

akademik baru kepada siswa setia minggu menggunakan presentasi verbal

atau teks. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa

diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor

perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi

berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang

(41)

lalu.36

Penyajian kelas maksudnya adalah pengajaran yang dilakukan oleh

guru di dalam kelas. Pengajaran di dalam kelas pada STAD tidak begitu

berbeda dengan kegiatan pengajaran biasa, hanya pengajaran yang diberikan

harus difokuskan pada materi yang dibahas saja. Setelah guru menyajikan

materi sebanyak satu atau dua kali, barulah kemudian siswa bekerja dalam

kelompok menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dalam STAD, siswa akan

disusun beranggotakan empat siswa yang beragam dalam kemampunnya

ataupun jenis kelaminnya. Fungsi ditentukannya kelompok dalam STAD

adalah untuk saling meyakinkan bahwa semua anggota dapat bekerja sama

dalam belajar, lebih khusus untuk menyiapkan semua anggota dalam

menghadapi tes perorangan dengan baik. Kelompok menjadi hal yag sangat

penting dalam STAD, karena dalam kelompok harus tercipta suatu kerja

kooperatif antar siswa sebaya untuk mencapai kemampuan akademik yang

diharapkan. Untuk menentukan anggota suatu kelompok terlebih dahulu

siswa disusun berdasarkan ranking (peringkat) nilai rapor.

Kemudian guru memberikan tes untuk mengetahui skor individu

maupun kelompok. Langkah terakhir adalah pengakuan kelompok, dilakukan

dengan memberikan pujian sebagian penghargaan atas usaha yang dilakukan

kelompok selama belajar. Pujian ini diberikan kepada kelompok yang

mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama.37

d. Metode Ekspositori

Metode ini sering dianggap sama dengan metode demonstrasi. Metode

ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua

dimensi atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau

sebagai alat untuk membantu menyampaikan informasi yang diperlukan. 38 Mengajar dengan metode ekspositori berarti memadukan antara

metode demonstrasi dengan metode ceramah. Dalam menggunakan metode

36 http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf (9 Januari 2009) 37Prayekti, Op Cit., h. 122

(42)

ini seorang guru harus menyajikan dan memperagakan benda pada tempat

yang dapat dilihat oleh seluruh siswa sehingga siswa dapat memahami

informasi yang disampaikan dengan baik.

Pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori guru

cenderung menggunakan kontrol proses pembelajaran yang aktif, sementara

siswa relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru.

Pembelajaran ekspositori ini merupakan suatu proses pembelajaran yang

berpusat pada guru (”teacher centered”), guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama. Meskipun dalam ekspositori digunakan metode lain selain

ceramah dan dilengkapi atau didukung dengan penggunaan media,

penekanannya tetap pada proses penerimaan pengetahuan (materi pelajaran)

bukan pada proses pencarian dan konstruksi pengetahuan.39

Tahapan pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut:40

1. Tahap Pendahuluan

Guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas dan tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, siswa mencatat bila perlu.

2. Tahap Penyajian Materi

Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah dan tanya

jawab, kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi untuk memperjelas

materi yang disajikan dan diakhiri dengan penyampaian ringkasan atau

latihan.

3. Tahap Penutup

Guru melaksanakan evaluasi berupa tes dan kegiatan tindak lanjut

seperti penugasan dalam perbaikan dan pengayaan atau pendalaman

materi.

39 Wahyudin Nur Nasution, Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan Ekspositori terhadap Hasil Belajar Sains ditinjau dari Cara Berpikir, h.5

(43)

e. Pembelajaran IPA dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Metode Ekspositori

Berbagai upaya dilakukan sebagai langkah untuk menyempurnakan

kurikulum serta peningkatan kualitas pembelajaran sains untuk mencapai

tujuan pembelajaran IPA yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe

Student Team Achivement Division (STAD) menjadi salah satu alternatif metode untuk meningkatkan hasil belajar IPA terutama biologi. Dengan

adanya model pembelajaran ini akan menarik minat siswa dalam proses

pembelajaran dan membantu para siswa untuk mencapai proses IPA,

keterampilan IPA, sikap ilmiah, sikap demokratis dan penerapannya di dunia

nyata. STAD dapat menyajikan proses belajar yang lebih bermakna dan

menyenangkan karena siswa bisa lebih dekat dan akrab dengan teman sebaya

mereka di kelas karena pembelajaran dilakukan dengan cara berkelompok.

Kebanyakan sekolah menggunakan metode ekspositori yang metodenya

berupa metode ceramah, tanya jawab dan juga di dukung oleh metode

demonstrasi. Akan tetapi dalam metode tersebut peranan guru lebih dominan

karena siswa hanya mendengarkan dan hanya menerima pengetahuan tanpa

adanya proses pencarian dan membangun pengetahuan.

2. Nilai-nilai Sains a. Pengertian Nilai

Menurut Mardiatmaja nilai adalah suatu hakikat suatu hal, yang

menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia demi peningkatan kualitas

manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi atau yang berguna untuk

suatu tujuan.41

Manan berpendapat bahwa nilai adalah serangkaian sikap yang

menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat untuk

menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dan aktivitas yang dapat

(44)

diukur.42 Pendapat Milton yang dikutip Kosasih (1985) bahwa memaknai nilai sebagai suatu kepercayaan atau keyakinan yang bersumber pada sistem

nilai seseorang mengenai apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan

seseorang. Dengan demikian nilai dimaknai sebagai standar penuntun

perilaku dalam kehidupan seseorang.

Fraenkel (1977:6-7) mengatakan bahwa nilai adalah ”an idea, a

concept about what some one thinks is important in life”. Ide atau konsep tentang apa yang difikirkan dan dianggap penting oleh seseorang ini akan

menjadi standar berperilaku. Jika Fraenkel lebih memandang nilai itu berada

pada fikiran manusia, maka lain lagi dengan Al-Ghazali. Al-Ghazali

memandang bahwa keberadaan nilai itu ada dalam lubuk hati serta menyatu

raga di dalamnya menjadi suara dan mata hati atau hati nurani. 43

Definisi-definisi di atas menyimpulkan bahwa nilai adalah

serangkaian sikap yang dapat dijadikan sebagai standar berperilaku serta

menyatu dalam hati nurani.

Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat atau

tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa

yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan

tujuan akhir tindakan. Bertens (1999) menganalisis ciri-ciri nilai ke dalam

tiga kategori, yaitu: pertama, nilai itu berkaitan subyek. Kedua, nilai tampil

dalam suatu konteks praktis, ketika subyek ingin membuat sesuatu. Ketiga,

nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambahkan subyek pada sifat-sifat yang

dimiliki obyek.44

Menurut Ivone Ambroise (1987), ”value is an abstract reality”.

Maksudnya nilai yang abstrak itu dapat dilacak dari tiga realitas, yaitu pola

tingkah laku, pola berpikir, dan sikap-sikap dari individu (pribadi atau

kelompok. Karena itu di dalam suatu masyarakat terdapat banyak individu

42 Mega Iswari, Pendidikan Nilai untuk Mempersiapkan Anak Menghadapi Era-Globalisasi, Jurnal Pedagogi, Vol II No. 1 Juni 2001, h. 3

43 Sa’dun Akbar, Pelakonan sebagai Pendekatan Unggulan dalam Pendidikan Nilai, Pendidikan Nilai Tahun 1 No. 2 Mei 1996, h. 69

(45)

dan banyak kelompok, maka nilai-nilai itu tidak perlu sama bagi seluruh

masyarakat, dan ketidaksamaan nilai itu bisa memacu timbulnya konflik. 45 Pendidikan nilai salah satu jenis pendekatannya adalah pendekatan

penanaman nilai yaitu suatu pendekatan yang memberi penekanan pada

penanaman nilai sosial dalam diri anak. Menurut Superka et al. (1976), tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial

tertentu oleh anak, berubahnya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

sosial yang diinginkan.46

Nilai-nilai ditanamkan pada seseorang melalui proses sosialisasi,

melalui sumber berbeda-beda: keluarga, lingkungan sosial, lembaga

pendidikan, agama, media massa, tradisi dan sebagainya. Dengan penanaman

nilai, maka siswa akan lebih memahami apa yang dikandung oleh suatu

materi atau pelajaran supaya mereka juga dapat menerapkan nilai-nilai yang

telah mereka ketahui dalam kehidupan sehari-hari.

b. Nilai Sains

Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak

hanya produk saja, akan tetapi juga mencakup pengetahuan seperti

keterampilan keingintahuan, keteguhan hati, dan juga keterampilan dalam hal

melakukan penyelidikan ilmiah.47

Science mempunyai nilai-nilai dalam kehidupan. Nilai-nilai ada dan menjadi bagian integral dari suatu proses pendidikan, baik di dalam sekolah

maupun di dalam masyarakat umum.

Secara singkat, nilai-nilai science yang dapat ditanamkan dalam

pendidikan science adalah: 48

1) Kecakapan berfikir dan bekerja menurut langkah-langkah yang teratur.

45Sumarsono, Pendidikan Nilai: Karakteristik, Peluang, dan Pelaksanaan, Aneka Widya STKIP Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXIII September 2000, h. 3

46Mega Iswari, Op Cit., h..5

(46)

2) Keterampilan mengadakan pengamatan dan penggunaan alat-alat dalam

eksperimentasi.

3) Memiliki sikap ilmiah, di antara lain:

a) Tidak berprasangka dalam mengambil keputusan.

b) Sanggup menerima gagasan-gagasan dan saran-saran baru (toleran).

c) Sanggup mengubah kesimpulan dari hasil eksperimennya bila ada

bukti-bukti yang meyakinkan benar.

d) Bebas dari ketakhyulan.

e) Dapat membedakan antara fakta dan opini.

f) Membuat perencanaan teliti sebelum bertindak.

g) Teliti, hati-hati dan seksama dalam bertindak.

h) Ingin tahu, apa, bagaimana, dan mengapa demikian ?

i) Mengahargai pendapat dan penemuan para ahli science. j) Menghargai baik isi maupun metode science.

Secara lebih rinci dapat dijelaskan tentang pengertian ke lima nilai

dalam sains adalah sebagai berikut:49

1) Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang dapat meberi

kemanfaatan langsung atau segi-segi praktis bagi kehidupan manusia dan

pemahaman/penguasaan tentang sains itu sendiri.

2) Nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat

membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan

seseorang bahwa segala sesuatu yang ada mesti ada yang

menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan

menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatnya sehinga

manusia mesti bertaqwa kepada-Nya.

3) Nilai pendidikan suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat

memberi inspirasi ide atau gagasan cemerlang untuk diterapkan ke

bidang teknik atau mental dalam pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan

hasratnya bagi kesejahteraan serta membedakan kehidupan manusia

(47)

dengan hewan.

4) Nilai intelektual suatu b

Gambar

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penguasaan Konsep Ekosistem
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir .....................................................................
Tabel 2. 1 Perbandingan antara Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran
Tabel  2.2  Sintaks Pembelajaran Kooperatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat kepercayaan diri mahasiswa terhadap teknik penjahitan jaringan, ditemukan bahwa penggunaan bahan sintetik memberikan tingkat kepercayaan diri yang

Kwh meter atau dalam dunia PLN disebut Alat Pembatas dan alat Pengukur (APP) adalah Alat milik PT PLN (Persero) yang berfungsi untuk membatasi daya listrik yang dipakai serta

Pada hari ini, Kamis tanggal Dua bulan April tahun Dua Ribu Lima Belas, kami Pokja Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Manggarai, telah mengadakan

Karbon dioksida yang ada dalam gas hasil reaksi reforming unit dipisahkan dahulu di unit purification, karbon dioksida yang telah dipisahkan dikirm sebagai

Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel Kompensasi (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2An tentang Penyelenggaraan Usaha Pemondokan (Berita Daerah Kabupaten Pamekasan Tahun 2Ol2 Nomor 11) diubah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan latihan bagi peneliti untuk dapat menerapkan ilmu metode penelitian dan ilmu keperawatan yang telah didapat di bangku kuliah

[r]