• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kebijakan Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

IKAN TERI DI PULAU PASARAN KOTA BANDAR LAMPUNG

AKMI RETNO DWIPA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2013

(4)
(5)

AKMI RETNO DWIPA. Analisis Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Kluster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan KASTANA SAPANLI.

Provinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar khususnya di sektor perikanan tangkap. Salah satu komoditas perikanan yang cukup potensial di Provinsi Lampung adalah ikan teri. Ikan teri dihasilkan melalui usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan bagan di perairan Teluk Lampung. Salah satu sentra pengolahan hasil perikanan adalah Pulau Pasaran di Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung. Sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian berprofesi sebagai pengolah ikan teri. Jenis ikan teri yang dihasilkan adalah teri nasi, teri jengki, dan teri nilon dalam bentuk olahan ikan asin kering. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 32 Tahun 2010, Pulau Pasaran telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan. Salah satu upaya mendukung penetapan tersebut adalah dengan membentuk klaster industri pengolahan ikan teri. Stakeholders yang terlibat dalam tim pengembangan klaster pengolahan ikan teri ditetapkan melalui Surat Keputusan Walikota Bandar Lampung No. 256/23/HK/2011. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tata kelembagaan, mengevaluasi pengaruh dan kepentingan stakeholders, mengkaji efisiensi efisiensi dan desain kelembagaan, serta mengevaluasi strategi kebijakan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis tata kelola, analisis pengaruh dan kepentingan, biaya transaksi, dan Analisis Hirarki Proses (AHP).

Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa tata kelola pengembangan klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran masih sering terjadi konflik antara pengolah dengan nelayan dan pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena belum terbentuknya tata kelembagaan rantai pasok yang efisien dan economics foundation belum lengkap, sehingga pengembangan klaster industri belum berjalan secara optimal. Economics foundation yang harus dikembangkan adalam peningkatan kemampuan manajemen, peningkatan investasi modal, dan kemampuan pasar. Rasio biaya transaksi pengolah menunjukkan bahwa biaya transaksi tidak mempengaruhi aspek produksi pengolah. Strategi kebijakan yang direkomendasikan dari analisis AHP adalah meningkatkan kapasitas manajemen pengolah sebagai prioritas utama, yang diikuti dengan membuka akses pemasaran, dukungan finansial, pelatihan teknologi tepat guna, dan pengembangan infrastruktur.

(6)

AKMI RETNO DWIPA. Institutional Economics Policy Analysis on The Development of Anchovy Processing Cluster Industry in Pulau Pasaran Bandar Lampung City. Direction by TRIDOYO KUSUMASTANTO and KASTANA SAPANLI.

Lampung Province has potential resource in fisheries. One of the potential fisheries commodity in Lampung Province is anchovy which is produced by lift net in Lampung Bay. The final product of anchovy is dry-salted anchovy which has local name “teri”, process mainly in Pulau Pasaran, Teluk Betung Timur, Bandar Lampung City. Types of anchovy that produced, are “teri nasi”, “teri jengki”, and “teri nilon”. According to Ministerial Decree No. 32 Tahun 2010, Pulau Pasaran has been established as “minapolitan area”. Development of anchovy cluster industry in Pulau Pasaran based on strategic planning was decided by stakeholders and endorsed by Mayor Decree of Bandar Lampung No. 256/23/HK/2011. The objectives of this research were to analyze institutional frameworks, to evaluate influence and importance of stakeholders, to review efficiency and institutional design, and to evaluate alternative policy. This research used four methods that are institutional analysis, influence and importance analysis, transaction cost, and Analytical Hierarchy Process (AHP). The result showed that institutional frameworks in Pulau Pasaran anchovy processing cluster industry development is facing conflict between processors with fishermen and intermediate users. Market efficiency has not been supported by strong supply chain system because of lack capacity of cluster industry stakeholders. The economics foundation of industry cluster pyramid has to be developed by improving management skill, increase of capital investment, and marketing capability. Transaction cost ratio showed that volume of production has not been influenced by transaction cost. AHP analysis suggests that group of processor capability in management should be developed as the first priority, followed by developing access of market, improving of financial support, trainning of processing technology, and developing infrastructure.

(7)

IKAN TERI DI PULAU PASARAN KOTA BANDAR LAMPUNG

AKMI RETNO DWIPA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(8)
(9)

Nama : Akmi Retno Dwipa

NIM : H44090037

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(10)
(11)

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Mei 2013 ini adalah Kebijakan Ekonomi Kelembagaan, dengan judul Analisis Kebijakan Ekonomi Kelembagaan Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan ini antara lain :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku Dosen Penguji dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 3. Ayahanda dan Ibunda Tercinta, Bapak Akhmad Rifani, SE dan Ibu Dra.

Lasmina yang selalu memberikan dukungan dan doa restu dalam penyelesaian skripsi ini, dan Adik kesayangan Rissa Zeno yang selalu mendoakan dan menyemangati.

4. Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung yang telah membantu dalam pengumpulan informasi dan data.

5. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dan Kota Bandar Lampung yang telah memberikan dukungan dan informasi dan data yang terkait dengan penelitian.

6. Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan data yang terkait dengan penelitian.

7. BAPPEDA Kota Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan data terkait penelitian.

8. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan data terkait penelitian.

9. DPD APINDO Provinsi Lampung yang telah memberikan informasi dan data terkait penelitian.

10.Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa yang telah memberikan informasi terkait Program Pengembangan Masyarakat Klaster Pulau Pasaran.

11.Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Lampung Bapak Dr. Ir. Hanung Ismono, M.Si yang telah memberikan informasi terkait penelitian. 12.Semua instansi pemerintahan maupun LSM yang tergabung dalam Tim

Pengembangan Klaster Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran yang telah memberikan informasi dan data yang terkait dengan penelitian ini.

13.Kelompok Pengolah Ikan Teri dan masyarakat Pulau Pasaran yang telah memberikan informasi dalam pengumpulan data penelitian ini.

(12)

skripsi.

16.Teman-teman bimbingan skripsi, yaitu Charra Rosemarry, Hesti Yunita, Edwina Firdhatari, Nur Afniati, dan Petrus Romil.

17.Rekan-rekan dekat yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi, yaitu Mila Kharisma, Larasati Anggraini, Astari Miranti, Putu Debby, Haleda Riezka, dan Nadya Ichsani.

18.Ibu Muty dan Mbak Osmaleli yang selalu memberikan dukungan semangat serta doa dalam penyelesaian skripsi.

19.Semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam pengembangan klaster industri di bidang perikanan.

Bogor, September 2013

(13)

Halaman

1.2 Perumusan Masalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klaster Industri ... 7

2.2.Kerangka Analisis Kelembagaan ... 8

2.2.1 Tata Kelola Sumberdaya Perikanan ... 9

2.3. Definisi Biaya Transaksi ... 10

2.3.1 Klasifikasi Biaya Transaksi ... 11

2.3.2 Efisiensi Biaya Transaksi ... 12

2.4 Analisis Kebijakan ... 14

2.5 Analytic Hierarchy Process ... 16

2.6 Aransemen Kelembagaan ... 18

2.7 Penelitian Terdahulu ... 18

3 KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

4.2 Metode Penelitian ... 23

4.3 Jenis dan Sumber Data ... 23

4.4 Metode Pengambilan Sampel ... 24

4.5 Metode Analisis Data ... 25

4.5.1 Analisis Tata Kelola ... 25

4.5.2 Analisis Stakeholders ... 27

4.5.3 Analisis Pengaruh dan Kepentingan stakeholders ... 28

4.5.4 Analisis Biaya Transaksi ... 30

4.5.6 Desain Kelembagaan ... 31

4.5.5 Analytic Hierarchy Process ... 31

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis ... 37

5.2 Kondisi Demografi ... 38

5.3 Kondisi Sosial Ekonomi ... 39

(14)

5.5.1 Kondisi Umum Responden ... 46

5.5.2 Pendidikan ... 48

5.5.3 Ketersediaan Armada Kapal ... 49

5.6 Karakteristik Pasar ... 50

5.6.1 Komponen Harga Pasar ... 50

5.6.2 Saluran Pemasaran ... 51

5.7 Proses Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran ... 52

6 TATA KELOLA KLASTER INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN TERI 6.1 Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri ... 55

6.2 Kelembagaan sebagai Aturan Main ... 55

6.2.1 Aturan Formal ... 55

6.2.2 Aturan Informal ... 57

6.3 Analisis Tata Kelola ... 57

6.4 Analisis Kepentingan dan Pengaruh Aktor ... 60

6.5 Desain Stakeholders ... 68

6.6 Hubungan Antar Aktor ... 69

7 ANALISIS EFISIENSI DAN DESAIN KELEMBAGAAN 7.1 Struktur Biaya Transaksi Pemerintah ... 71

7.2 Struktur Biaya Pengolah ... 72

7.2.1 Komponen Biaya Produksi ... 72

7.2.2 Struktur Penerimaan Pengolah ... 75

7.2.3 Komponen Biaya Transaksi ... 76

7.3 Rasio Biaya Transaksi ... 78

7.3.1 Rasio Biaya Transaksi Pemerintah ... 78

7.3.2 Rasio Biaya Transaksi Kelompok Pengolah ... 81

7.3.3 Rasio Biaya Transaksi Pengolah Terhadap Biaya Produksi- Penerimaan ... 84

7.3.4 Faktor Penyebab Biaya Transaksi Pengolah ... 85

7.3.5 Minimalisasi Biaya Transaksi ... 86

7.4 Desain Kelembagaan ... 87

9.1 Batas Yurisdiksi ... 88

9.2 Hak Kepemilikan ... 88

9.3 Aturan Representasi ... 89

9.4 Mekanisme Implementasi ... 90

8 ANALISIS KEBIJAKAN EKONOMI KELEMBAGAAN 8.1 Analytic Hierarchy Process ... 93

8.2 Hasil Pengolahan Data Horizontal ... 95

(15)
(16)

Halaman

1. Data Produksi Ikan Teri Provinsi Lampung ... 1

2. Matriks Jenis dan Sumber Data ... 24

3. Aktor dan key person yang Terlibat dalam Pengambilan Sampel ... 25

4. Ukuran Kuantitatif Identifikasi dan Pemetaan Aktor ... 29

5. Nilai Skala Perbandingan Berpasangan ... 33

6. Matriks Pendapat Individu ... ... 34

7. Matriks Pendapat Gabungan ... ... 34

8. Indeks Acak ... 35

9. Luas Wilayah Kecamatan Teluk Betung Timur Berdasarkan Kelurahan ... 37

10.Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan Kelurahan ... 39

11.Jumlah Penduduk Pulau Pasaran Berdasarkan Golongan Umur dan Jenis Kelamin ... 39

12.Data Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 43

13.Data Perlakuan Produksi Perikanan Laut Menurut Cara Perlakuan ... 43

14.Jenis Armada Kapal Laut di Pulau Pasaran ... 45

15.Jenis Alat Tangkap Ikan Teri di Pulau Pasaran ... 46

16.Kisaran Harga Bahan Baku Ikan Teri ... 50

17.Harga Jual Ikan Teri Kering ... 51

18.Matriks Proposed stakeholders Pengembangan Klaster Industri ... 68

19.Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengembangan Pulau Pasaran ... 72

20.Biaya Produksi Pengolah Ikan Teri Per Tahun ... 75

21.Rata-rata Penerimaan Pengolah Ikan Teri ... 75

22.Biaya Transaksi Pengolah Ikan Teri Per Tahun ... 78

23.Komponen Biaya Transaksi Pemerintah ... 79

24.Rasio Biaya Manajerial Terhadap Total Biaya Transaksi ... 79

(17)

Pembinaan ... 80

28.Rasio Biaya Transaksi Pengolah Terhadap Total Biaya Transaksi ... 81

29.Rasio Biaya Operasional Bersama Terhadap Total Biaya Transaksi ... 82

30.Rasio Komponen Biaya Operasional Terhadap Total Biaya Operasional ... 82

31.Rasio Biaya Informasi Terhadap Total Biaya Transaksi ... 83

32.Rasio Biaya Distribusi Terhadap Total Biaya Transaksi ... 83

33.Rasio Komponen Biaya Distribusi Terhadap Total Biaya Distribusi ... 83

34.Rasio Biaya Perizinan Terhadap Total Biaya Transaksi ... 84

35.Rasio Biaya Transaksi Terhadap Biaya Produksi dan Penerimaan ... 84

36.Bobot dan Prioritas Pengolahan Horizontal Elemen Tingkat 3 ... 96

37.Bobot dan Prioritas Pengolahan Horizontal Elemen Tingkat 4 ... 98

38.Bobot dan Prioritas Faktor Penyusun Strategi Kebijakan Klaster Industri ... 100

39.Bobot dan Prioritas Aktor Penyusun Strategi Kebijakan Klaster Industri ... 101

(18)

Halaman

1. Komponen Kunci Klaster Industri ... 8

2. Kerangka Analisis Kelembagan ... 10

3. Skema Lapisan Biaya Transaksi ... 13

4. Determinasi Biaya Transaksi ... 14

5. Analisis Kebijakan Berorientasi Permasalahan ... 15

6. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 22

7. Kerangka Analisis Tata Kelola ... 26

8. Matriks Aktor Grid ... 30

9. Struktur Hirarki strategi kebijakan Pengembangan Klaster ... 36

10.Persentase Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 40

11.Sebaran fasilitas umum ... 41

12.Fasilitas Gedung Sekolah ... 42

13.Data Produksi Olahan Ikan Teri Pulau Pasaran ... 44

14.Sebaran Usia Responden ... 46

15.Sebaran Lama Menetap dan Unit Usaha Responden ... 47

16.Sebaran Daerah Asal Responden ... 48

17.Sebaran Tingkat Pendidikan Responden ... 49

18.Sebaran Armada Kapal Pengolah Ikan ... 49

19.Bagan Alir Pengolahan Ikan Teri ... 54

20.Analisis Tata Kelola ... 59

21.Pemetaan Aktor Grid ... 60

22.Hubungan Antar Aktor ... 70

23.Desain Kelembagaan ... 91

24.Struktur Hirarki ... 94

(19)

Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 110

2. Dokumentasi Penelitian ... 111

3. Data Responden ... 112

4. Data Biaya Produksi Responden ... 113

(20)
(21)

1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Dewasa ini, perkembangan usaha perikanan budidaya dan tangkap banyak dikembangkan sebagai sumber pemasukan aktivitas ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. Kondisi tersebut mendukung sektor perikanan yang dahulu menjadi sektor yang terpinggirkan, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (Kusumastanto 2003). Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi sumberdaya perikanan. Potensi sumberdaya perikanan tersebut diharapkan dapat mendukung pembangunan dan revitalisasi sektor perikanan dan kelautan.

Provinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar khususnya di sektor perikanan tangkap. Salah satu komoditas perikanan yang cukup potensial di Provinsi Lampung adalah ikan teri. Ikan teri dihasilkan melalui usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan bagan di perairan Teluk Lampung. Produksi tersebut tersaji pada Tabel 1 yang ditunjukkan oleh data Produksi Ikan Teri Provinsi Lampung Tahun 2005 – 2011.

Tabel 1. Data Produksi Ikan Teri Provinsi Lampung

Tahun Produksi (kg)

2005 19.042,10

2006 15.796,60

2007 13.608,90

2008 23.768,22

2009 7.433,84

2010 15.929,93

2011 906,30

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2012

(22)

Salah satu sentra pengolahan hasil perikanan adalah Pulau Pasaran di Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung. Sebagian besar masyarakat di Pulau Pasaran berprofesi sebagai pengolah ikan teri. Ikan teri merupakan komoditas yang relatif tersedia di Pulau Pasaran karena aktivitas nelayan yang menangkap ikan di sekitar perairan Pulau Pasaran. Jenis ikan teri yang dihasilkan adalah teri nasi, teri jengki, dan teri nilon dalam bentuk olahan ikan asin kering.

Berdasarkan Keputusan Menteri No. 32 Tahun 2010, Pulau Pasaran telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan. Kawasan minapolitan menurut Perda No. 10 Tahun 2011 adalah bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan atau kegiatan pendukung lainnya. Hal tersebut mendasari pembentukan kelompok kerja (POKJA) percepatan pembangunan kawasan agropolitan dan minapolitan di Provinsi Lampung tahun 2011-2014 yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Lampung No. G/89/II.02/HK/2011, dengan mempertimbangkan pengembangan ekonomi desa mandiri dan berkesinambungan, serta mengurangi ketimpangan kota-desa melalui koordinasi masyarakat, swasta, maupun pemerintahan. POKJA memiliki peran dalam kegiatan perumusan program, sosialisasi program, memfasilitasi kelembagaan agribisnis dan pelayanan informasi, monitoring dan evaluasi, serta memfasilitasi koordinasi dan konsultasi tentang permasalahan pembangunan kawasan minapolitan.

(23)

Pulau Pasaran memiliki potensi yang cukup besar untuk menopang pemasukan daerah khususnya kota Bandar Lampung. Kondisi empiris yang kontras terjadi di lapangan dan menghambat rantai pasok pengolah ikan teri adalah pola pemasaran hasil olahan yang belum memadai. Harga jual ikan teri cenderung fluktuatif menyesuaikan harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul dan berimplikasi pada pendapatan para pengolah. Selain itu, permasalahan keterbatasan dalam manajemen usaha perikanan yang kurang memperhatikan aspek keberlanjutan menjadi alasan kurang tertatanya kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.

Salah satu upaya peningkatan posisi tawar pengolah ikan teri di Pulau Pasaran adalah melalui pembentukan lembaga seperti kelompok usaha pengolah ikan teri. Bentuk kemitraan usaha tersebut merupakan alternatif pemberdayaan masyarakat dalam upaya peningkatan lapangan pekerjaan yang berintegrasi secara vertikal dengan stakeholders terkait bidang perikanan. Pembinaan serta pelatihan yang intensif kepada para pengolah ikan menjadi langkah peningkatan modal sosial masyarakat dan perbaikan tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, investasi yang dibangun pada usaha perikanan harus mengikuti pola pengembangan ekonomi berkelanjutan (sustainable development) yang bertumpu pada matra ekologi, ekonomi, dan sosial.

Pembentukan klaster kelompok pengolah ikan teri dilakukan bersama dengan mitra usaha seperti perbankan, BUMN, LSM, dan kelompok pemerintah yang memberikan bantuan teknis pengembangan klaster. Integrasi vertikal berbagai stakeholders dengan kepentingan dan pengaruh posisi aktor juga berkontribusi dalam implementasi klaster industri. Pengembangan Pulau Pasaran sangat ditentukan strategi kebijakan yang akan diambil oleh para pengambil keputusan. Stakeholders yang terlibat dalam tim pengembangan klaster pengolahan ikan teri telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Walikota Bandar Lampung No. 256/23/HK/2011.

(24)

melainkan biaya lainnya seperti biaya transaksi. Selain itu, karakteristik masyarakat yang homogen berprofesi sebagai pengolah ikan teri memiliki kebebasan untuk mengatur rantai pemasaran melalui pedagang pengepul atau konsumen secara langsung, sehingga berdampak pada struktur pasar yang akan terbentuk. Oleh karena itu, hasil (output) yang diharapkan dari penelitian ini adalah desain kelembagaan klaster industri pengolahan ikan teri yang terintegrasi dan berkelanjutan.

1.2Perumusan Masalah

Pembentukan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran merupakan upaya peningkatan ketahanan dan kemandirian pengolah ikan teri untuk mencapai kesejahteraan. Pelaksanaan program klaster ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kelompok pengolah ikan teri dengan pembinaan serta pendampingan dalam hal transfer teknologi pengolahan ikan teri. Program tersebut difasilitasi oleh POKJA yang perannya telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Manfaat langsung yang didapat oleh kelompok pengolah berupa peningkatan produktivitas ikan teri kering seiring dengan penguatan kelembagaan dan keterpaduan kelompok. Kelembagaan yang terbentuk dapat menjadi modal sosial terciptanya kemandirian dan keberlanjutan kelompok pengolah ikan teri.

(25)

1. Bagaimana tata kelembagaan dalam klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?

2. Bagaimana pengaruh dan kepentingan antar stakeholders yang terlibat dalam tata kelola klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?

3. Bagaimanakah efisiensi ekonomi dan desain kelembagaan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?

4. Bagaimanakah strategi kebijakan yang sesuai diterapkan dalam pengembangan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji tata kelembagaan dan implikasi ekonomi klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran sebagai rekomendasi dalam meminimisasi biaya transaksi. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis tata kelembagaan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

2. Mengevaluasi pengaruh dan kepentingan antar stakeholders yang terlibat dalam tata kelola klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

3. Mengkaji efisiensi ekonomi dan desain kelembagaan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

4. Mengevaluasi strategi kebijakan yang sesuai diterapkan dalam pengembangan klaster pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

1.4Ruang Lingkup Penelitian

(26)

Arahan strategi kebijakan dievaluasi dengan struktur hirarki untuk menentukan kebijakan yang sesuai dengan kondisi lokal. Kajian penelitian ini hanya difokuskan pada pengembangan kawasan minapolitan di bidang pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

1.5Manfaat Penelitian

(27)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klaster Industri

Teori klaster industri yang dikembangkan oleh Porter (1990) menyatakan bahwa industri nasional akan kompetitif secara internasional jika terjalin sinergi interrelationship diantara empat variabel dalam Diamond Factor Model, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan lokal, kesesuaian dan dukungan industri,strategi perusahaan, struktur, dan persaingan, serta dua pengaruh penting dari kesempatan dan pemerintah. Klaster merupakan konsentrasi geografis perusahaan yang saling terhubung, pemasok terspesialisasi, penyedia jasa, perusahaan di industri terkait, dan institusi yang berkaitan dan berkompetisi dengan bidang tertentu.

Menurut Daryanto (2010) klaster adalah kelompok usaha yang terdapat dalam suatu kesatuan geografis yang terkait dari hulu sampai hilir dan terlibat dengan aktivitas penunjang seperti pembiayaan serta lembaga penelitian dan pengembangan yang menunjang aktivitas usaha klaster. Hubungan antar perusahaan dalam klaster bersifat vertikal dan horizontal. Bersifat vertikal adalah mekanisme rantai pembelian dan penjualan, sedangkan horizontal melalui produk dan jasa komplementer, penggunaan input terspesialisasi, teknologi, dan institusi. Indikator keberhasilan struktur klaster adalah industri penghela yang berorientasi ekspor dan berkaitan dengan industri pemasok. Komponen keberhasilan tersebut didukung oleh tatanan kelembagaan yang diilustrasikan pada Gambar 1 dalam piramida kunci klaster.

(28)

Leader Firms

Sistem pemasok (pemasok bahan baku,

komponen, dan jasa) Economic Foundations (sumberdaya manusia, penelitian dan

teknologi, sumberdaya kapital, iklim usaha, infrastruktur fisik, dan kualitas

hidup)

industri adalah upaya untuk mengurangi biaya transportasi dan transaksi dalam suatu sektor usaha untuk meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif, serta mendorong terciptanya inovasi.

Gambar 1. Komponen Kunci Klaster Industri Sumber : SRI International (2007) dalam Daryanto (2010)

2.2Kerangka Analisis Kelembagaan

Ekonomi politik selalu berkaitan dengan pembatasan kelembagaan dalam suatu pengelolaan sumberdaya. Deliarnov (2006) menjelaskan terdapat tiga lapis kelembagaan sebagai norma-norma dan konvensi, kelembagaan sebagai aturan main, serta kelembagaan sebagai hubungan kepemilikan. Lebih lanjut Deliarnov (2006) menyatakan bahwa kelembagaan sebagai norma dan konvensi merupakan aransemen yang didasari oleh konsensus atau pola tingkah laku dan norma yang disepakati bersama. Norma dan konvensi umumnya bersifat informal, ditegakan oleh keluarga, masyarakat, dan adat.

(29)

conduct. Level aksi kolektif merupakan aturan untuk aksi berupa kebijakan di masa mendatang, sedangkan level konstitusi merupakan prinsip-prinsip bagi pengambilan keputusan kolektif masa mendatang. Aturan pada level konstitusi biasanya tertulis secara formal dan dikodifikasi.

Kerangka analisis kelembagaan menurut Ostrom et al (1997) adalah sebuah kerangka berpikir yang dapat membantu mengidentifikasi variabel yang relevan untuk dikembangkan serta menyediakan bahasan yang lebih luas mengenai spesifik teori pembahasan yang akan digunakan. Langkah dalam pendekatan analisis kelembagaan adalah dengan mengidentifikasi unit konseptual yang disebut arena aksi dengan fokus kepada analisis, prediksi, dan penjabaran dari kebiasaan serta outcomes yang mutlak didapatkan. Arena aksi terdiri dari situasi aksi dan komponen aktor. Situasi aksi dapat dicirikan dengan menggunakan beberapa variabel, yaitu partisipan, posisi, aksi, potensial outcomes, fungsi pemetaan aksi terhadap outcomes, informasi, serta biaya dan manfaat setiap aksi dan outcomes. Komponen lain, aktor, merupakan partisipan pada situasi aksi yang memiliki preferensi, informasi, kriteria pemilihan dan sumberdaya.

Langkah selanjutnya dalam kerangka analisis kelembagaan adalah mengevaluasi outcomes yang didapatkan menggunakan kriteria evaluasi. Kriteria evaluasi sangat berkaitan erat dengan konsep efisiensi dan pareto optimal. Konsep lainnya yang juga berhubungan adalah prinsip keadilan sangat penting dalam menentukan tipe aturan yang dipertimbangkan untuk diterapkan dalam suatu komunitas. Kriteria aturan yang diturunkan kepada generasi di masa mendatang tanpa pengenalan substansi eror masih menjadi kriteria lainnya. Kerangka analisis kelembagaan dapat diilustrasikan pada Gambar 2.

2.2.1 Tata Kelola Sumberdaya Perikanan

(30)

yang erat kaitannya dengan moral. Ketiga, pilar kognitif (the cognitive pillar) yang berperan sebagai aturan perikanan yang dinamis dan komplek.

Gambar 2. Kerangka Analisis Kelembagaan Sumber : Ostrom et al (1997)

2.3 Definisi Biaya Transaksi

Menurut Williamson (1985) diacu dalam Rachman (1999) biaya transaksi adalah biaya untuk menjalankan sistem ekonomi dan biaya untuk menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan. Biaya transaksi adalah biaya yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang melakukan pertukaran dalam dunia yang informasinya tidak sempurna, banyak aktor yang berprilaku oportunis, dan rasionalitas para pelakunya terbatas.

Lebih lanjut North (1991) menyatakan bahwa biaya transaksi adalaha ongkos untuk menspesifikasikan dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dengan sendirinya mencakup semua biaya organisasi politik dan ekonomi mengutip laba dari perdagangan (pertukaran). Biaya transaksi adalah biaya melakukan negoisasi, mengukur, dan memaksakan pertukaran. Karakteristik transaksi yang mempengaruhi besaran biaya transaksi menurut Williamson (1996) adalah ketidakpastian yang terkait dengan produksi, supply, demand, fluktuasi harga, iklim, dan kondisi lapang, frekuensi yang bergantung pada keadaan dan

Atributes of Physics

Atributes of Community

Rules in use

Action Arena

Action Situations

Actors

Pattern of interactions

Outcomes

(31)

kemampuan produksi, dan spesifikasi yang meliputi site specify, physical asset specifity, dan human asset specifity.

2.3.1 Klasifikasi Biaya Transaksi

Menurut Furobotn dan Richter (2000) yang diacu dalam Yustika (2006) biaya transaksi adalah ongkos untuk menggunakan pasar dan biaya melakukan hak untuk memberikan pesanan di dalam perusahaan yang merupakan rangkaian biaya yang diasosiasikan untuk menggerakan dan menyesuaikan dengan kerangka politik kelembagaan. Biaya transaksi terbagi menjadi dua tipe, yaitu biaya transaksi tetap: investasi spesifik yang dibuat didalam menyusun kesepakatan kelembagaan, dan biaya transaksi variabel: biaya yang tergantung pada jumlah dan volume transaksi. Secara spesifik, biaya transaksi pasar dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Biaya untuk menyiapkan kontrak sebagai biaya untuk pencarian dan informasi karena individu/perusahaan membuat pengeluaran secara langsung seperti iklan, mengunjungi pelanggan yang prospektif dan pengeluaran tidak langsung seperti biaya komunikasi kepada pihak-pihak yang prospektif untuk melakukan pertukaran.

b. Biaya untuk mengeksekusi kontrak berupa biaya negosiasi dan pengambilan keputusan seperti biaya pengumpulan informasi, kompensasi yang dibayar kepada penasehat, biaya untuk menyepakati keputusan di dalam kelompok.

c. Biaya pengawasan dan pemaksaan kewajiban yang tertuang dalam kontrak seperti mengawasi waktu pengiriman yang disetujui, mengukur kualitas dan jumlah produk.

Biaya transaksi manajerial meliputi :

(32)

b. Biaya menjalankan organisasi yang dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu biaya informasi dan biaya yang diasosiasikan dengan transfer fisik barang dan jasa yang divisinya terpisah.

Biaya transaksi politik yang berhubungan dengan penyediaan organisasi dan barang publik yang diasosiasikan dengan aspek politik, seperti biaya penawaran barang publik yang dilakukan melalui tindakan kolektif. Contoh biaya transaksi politik adalah 1) biaya penyusunan, pemeliharaan, dan perubahan organisasi politik formal dan informal; 2) biaya untuk menjalankan politik.

Penjelasan tentang biaya transaksi juga dikemukakan menurut Dietrich (1994) biaya transaksi dapat dibagi menjadi biaya sebelum kontrak (ex ante) dan setelah kontrak (ex-post). Biaya transaksi ex ante adalah biaya membuat draft, negosiasi, dan mengamankan kesepakatan, sedangkan biaya transaksi ex post adalah :

a. Biaya kegagalan adaptasi ketika transaksi menyimpang dari kesepakatan yang telah dipersyaratkan.

b. Biaya negosiasi/tawar menawar yang terjadi apabila upaya bilateral dilakukan untuk mengoreksi penyimpangan setelak kontrak (ex post). c. Biaya untuk merancang dan menjalankan kegiatan yang berhubungan

dengan struktur tata kelola pemerintahan.

d. Biaya pengikatan agar komitmen yang telah dilakukan dapat dijamin.

2.3.2 Efisiensi Biaya Transaksi

Menurut Williamson (1981) dua asumsi prilaku ketika analisis biaya transaksi beroperasi adalah rasionalitas terbatas dan prilaku oportunis yang secara umum termanifestasikan dalam wujud menghindari kerugian, penyimpangan moral, penipuan, melalaikan kewajiban, dan bentuk-bentuk prilaku strategis lain untuk menjelaskan pilihan sistem kontrak dan struktur kepemilikan perusahaan. Faktor yang paling mempengaruhi besaran biaya transaksi adalah sifat hak kepemilikan di dalam masyarakat.

(33)

kelembagaan diperlukan sebagai parameter perubahan yang menggeser biaya perbandingan pasar, hybrids, dan hierarki. Dampaknya dapat berakibat pada asumsi prilaku ekonomi biaya transaksi, yaitu rasionalitas terbatas dan prilaku oportunis yang diilustrasikan pada Gambar 3.

perubahan parameter

preferensi endogen

Gambar 3. Skema Lapisan Biaya Transaksi Sumber : Williamson (1997)

Berdasarkan penjelasan skema lapisan biaya transaksi dan definisi serta faktor-fator penentu biaya transaksi, dapat dideterminasikan biaya transaksi sebagai unit analisis menurut Beckman (2004) yang diilustrasikan pada Gambar 4, yaitu :

a. Atribut prilaku yang melekat pada setiap pelaku ekonomi, yaitu rasionalitas terbatas/terikat dan oportunisme.

b. Sifat yang berkenaan dengan atribut dari transaski, yaitu spesifisitas aset, ketidak pastian, dan frekuensi.

c. Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola kegiatan ekonomi, yaitu pasar, hybrid, hierarki dan pengadilan, regulasi, birokrasi publik. d. Faktor yang berdekatan dengan aspek lingkungan kelembagaan, yaitu

hukum kepemilikan, kontrak, dan budaya.

Lingkungan Kelembagaan

Tata kelola

(34)

Gambar 4. Determinasi Biaya Transaksi Sumber : Yustika (2006) berdasarkan konseptual Beckmann (2004)

2.4 Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan menurut Partowidagdo (1999) yang diacu dalam Marasabessy (2011) adalah ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Kebijakan yang diambil mempunyai biaya dan manfaat sosial bagi suatu kelompok tertentu. Analisis kebijakan memiliki tiga peranan diantaranya :

a. Analisis objektif, yaitu analisis yang mengungkap fakta seperti aslinya dan membiarkan analis menyatakan kebenaran. Kepentingan klien adalah nomor dua.

b. Pembela klien, yaitu analisis yang jarang memberikan kesimpulan yang definitif dan justru menggunakan kesamaran demi kepentingan klien. c. Pembela isu, yaitu analisis yang jarang memberikan kesimpulan yang

definitif dan justru menguatkan kesamaran tersebut dan membuang hal-hal yang tidak menguntungkan jika diperkirakan hasil analisisnya tidak mendukung pembelaan isu tersebut.

Selain itu, analisis kebijakan menurut Dunn (1998) tidak hanya terbatas pada pengujian teori deskriptif karena permasalahan kebijakan sangat kompleks. Teori-teori biasanya gagal untuk memberikan informasi yang memungkinkan para pengambil kebijakan mengendalikan dan memanipulasi proses-proses kebijakan, sehingga dibutuhkan evaluasi maupun anjuran kebijakan. Analisis kebijakan

Biaya Transaksi Struktur tata kelola :

pasar, hybrid, hierarki, pengadilan, regulasi dan birokrasi

Atribut transaksi : spesifikasi aset, ketidakpastian aset

Atribut prilaku dari pelaku: rasionalitas dan opotunisme

(35)

menghasilkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah serta menghasilkan informasi mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik.

Analisis kebijakan harus dilakukan dengan prosedur kebijakan agar dapat menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Prosedur analisis kebijakan yang dikembangkan oleh Quade dalam Dunn (1998) dapat diilustrasikan pada Gambar 5. Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan mengikuti teknik pendekatan analisis, yaitu :

a. Pendekatan empiris, adalah pendekatan yang menjelaskan sebab akibat dari kebijakan publik.

b. Pendekatan evaluasi, adalah pendekatan yang terutama berkenaan dengan penentuan harga atau nilai dan beberapa kebijakan.

c. Pendekatan normatif, adalah pendekatan yang terutama berkenaan dengan pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah kebijakan.

Gambar 5. Analisis Kebijakan Berorientasi Permasalahan Sumber : Quade dalam Dunn (1998)

Pemecahan masalah dalam analisis kebijakan menggunakan prosedur deskripsi, prediksi, evaluasi, dan rekomendasi. Hubungan yang dikaitkan dengan segi waktu

(36)

akan dilakukan tindakan prediksi dan rekomendasi sebelum tindakan diambil, sedangkan deksripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi.

2.5 Analytic Hierarchy Process

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah bentuk pengorganisasian informasi dan berbagai keputusan secara rasional agar dapat memilih alternatif yang paling disukai. Metode AHP digunakan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif untuk mendapatkan keputusan yang efektif. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks tidak terstruktur, serta bersifat strategik, dan dinamis melalui upaya penataan rangkaian variabelnya dalam suatu hirarki. Data yang diperlukan hanya bersifat kualitatif yang berdasarkan persepsi, pengalaman, atau intuisi.

Penerapan metode AHP memerlukan pakar sebagai responden dalam perumusan strategi kebijakan yang akan dipilih. Pakar merupakan orang-orang yang menguasai, mempengaruhi pengambil kebijakan, serta benar-benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. Menurut Saaty (1993) AHP dapat digunakan dalam menetapkan prioritas, menghasilkan seperangkat alternatif, memilih alternatif kebijakan yang terbaik, menetapkan berbagai persyaratan, mengalokasikan sumberdaya, meramalkan hasil dan memprediksi resiko, mengukur prestasi, merancang sistem, serta memecahkan permasalahan.

Metode AHP digunakan untuk menguji konsistensi berbagai penilaian, khususnya apabila terjadi penyimpangan penilaian yang terlalu jauh dari nilai konsistensi yang sempurna. Indikator tersebut disintesiskan melalui interpretasi hubungan eigen vector dengan nilai eigen value terbesar sebagai prioritas yang mengindikasikan alternatif terpenting dalam menyelesaikan permasalahan. Metode AHP juga dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua aktor yang terlibat dalam proses tersebut. Keunggulan penggunaan metode AHP diantaranya:

(37)

b. Kompleksitas; AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

c. Saling ketergantungan; AHP mencerminkan kecenderungan alami dari pemikiran untuk memilih elemen dalam suatu sistem dengan berbagai tingkat yang berlainan dan pengelompokkna unsur serupa dalam setiap tingkatan.

d. Pengukuran; AHP menghasilkan satu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujudnya suatu metode untuk menetapkan prioritas.

e. Konsistensi; AHP melacak konsistensi logis dari berbagai pertimbangan yang dipakai untuk menetapkan berbagai prioritas.

f. Sintesis; AHP menuntun kepada taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

g. Tawar menawar; AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi dapat memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

h. Pemilihan konsensus; AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

i. Pengulangan proses; AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka atas satu persoalan dan memperbaiki berbagai pertimbangan serta pengertian mereka melalui berbagai pengulangan.

2.6 Aransemen Kelembagaan

(38)

keterkaitan langsung dengan pengelola sumberdaya kelautan, stakeholders dan masyarakat. Arahan kebijakan tersebut pada akhirnya menjadi kebijakan ekonomi politik yang menjadi tanggung jawab bersama semua level institusi eksekutif dan legislatif yang mempunyai keterkaitan kelembagaan maupun sektor pembangunan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Pulau Pasaran telah dilakukan oleh Helda (2004). Penelitian ini mengenai analisis nilai tambah pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil analisis, usaha pengolahan ikan teri masih menguntungkan walaupun pengolahannya masih tradisional. Nilai tambah dari pengolahan produk adalah Rp950,82 per kg, dengan rata-rata rasio nilai tambah sebesar 18,16%. Marjin yang diperoleh pengolah sebesar Rp1.342,67 per kg terdiri dari pendapatan tenaga kerja perebus 2,6%, pendapatan penjemur 3,61%, pendapatan sortir 0,52%, sumbangan input lain 29,18%, dan tingkat keuntungan sebesar 64,09%.

Penelitian mengenai biaya transaksi telah dilakukan oleh Anggraini (2005). Penelitian tersebut membandingan komponen biaya transaksi pada Nelayan Diesel dan Nelayan kincang, serta biaya transaksi petani pemilik dan petani penggarap. Rasio biaya transaksi-penerimaan Nelayan Diesel adalah 0,10 dan Nelayan Kincang 0,17. Rasio biaya transaksi-biaya total Nelayan Diesel adalah 0,15 dan Nelayan Kincang adalah 0,24. Dari sisi petani, rasio biaya transaksi-penerimaan petani pemilik 0,19 dan petani penggarap 0,18, sedangkan rasio biaya transaksi-biaya total petani pemilik adalah 0,30 dan petani penggarap adalah 0,21. Penelitian ini memiliki kelebihan yang lebih detil karena membandingkan biaya transaksi nelayan dan petani dalam kondisi yang berbeda.

(39)

mencapai Rp 9.962.500. Tingkat diskonto 12% memperlihatkan jangka waktu lima tahun biaya keefektifan pemerintah mencapai Rp783.140.270,15 jauh lebih tinggi dibandingan dengan kelompok nelayan yang mencapai Rp25.521.874,33.

Penelitian oleh Marasabessy (2010) mengidentifikasi aktor yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan melibatkan pihak pemerintah, swasta, dan nelayan. Biaya transaksi pemberian paket bantuan di Kecamatan Leihitu berupa biaya seleksi sebesar Rp7.025.000, biaya pembinaan sebesar Rp5.300.000, dan biaya monitoring sebesar Rp6.900.000. Penelitian ini memiliki kelebihan karena terdapat kelompok pembanding dalam satu kecamatan Leihitu yang menerima paket bantuan lainnya dalam menganalisis rasio biaya transaksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Rudiyanto (2011) menganalisis kelembagaan dan biaya transaksi dalam pengelolaan Sea Farming di Pulau Panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Berdasarkan hasil penelitian, total biaya transaksi kelompok sea farming adalah sebesar Rp875.000 per tahun. Biaya tersebut lebih banyak dikeluarkan untuk kegiatan operasional bersama. Efektifitas biaya transaksi mencapai 0,13 yang mengindikasikan penggunaan biaya transaksi tersebut sudah relatif efektif. Kekurangan dari penelitian ini adalah tidak ada pembanding dalam analisis biaya transaksi, sehingga analisis kualitatif terhadap rasio biaya transaksi terkesan subjektif.

Penelitian mengenai Analytic Hierarchy Process dilakukan oleh Arti (2011) untuk menilai strategi kebijakan pemerintah terkait dengan industri kelapa sawit nasional di PTPN IV Medan. Hasil penelitian mengenai analisis faktor yang yang mempengaruhi industri kelapa sawit adalah keamanan berusaha, teknologi produktivitas, investasi, pemberdayaan masyarakat, daya saing, sarana pra saranan, dan situasi politik ekonomi. Hasil analisis kebutuhan AHP masing-masing faktor, aktor, dan tujuan diperoleh strategi kebijakan yang paling dominan dan sangat menentukan adalah penetuan harga tandan buah segar.

(40)
(41)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan hasil studi literatur mengenai potensi Pulau Pasaran sebagai sentra pengolahan ikan teri kering, didapatkan bahwa Pulau Pasaran dijadikan sebagai kawasan minapolitan melalui pengembangan klaster pengolahan ikan teri. Hal tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat di Pulau Pasaran yang hampir seluruhnya berprofesi sebagai pengolah ikan teri dari hulu sampai hilir. Pola rantai pemasaran hasil olahan ikan teri dijual kepada pedagang pengumpul maupun langsung kepada konsumen tanpa ada mekanisme yang baku. Kondisi iklim usaha yang kurang kondusif mendorong dinas-dinas terkait untuk meningkatkan kinerja sektor industri perikanan, sebagai upaya peningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Pulau Pasaran melalui pendekatan kelembagaan.

Strategi penguatan kelembagaan dilakukan melalui tahapan perintisan kegiatan dengan memberikan pelatihan kepada pengolah ikan teri. Pengolah diberikan arahan untuk berorganisasi dan berpartisipasi dalam mengelola sumberdaya perikanan yang ada. Pengolah juga diberikan pembinaan dan pendampingan secara intensif dengan meningkatkan kapasitas manajemen unit usaha bersama. Oleh karena itu, peran stakeholders dari berbagai tingkatan sangat penting untuk memfasilitasi pengolah dalam mengakses sumberdaya lebih efisien.

(42)

pelaksanaan program klaster industri pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung. Alur kerangka pemikiran penelitian tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Keterangan :

Lingkup penelitian Aspek penelitian Titik balik penelitian

Pulau Pasaran daerah penghasil dan pengolah ikan teri

Klaster kelompok pengolah ikan teri Pulau Pasaran

Analisis Rasio Efisiensi Biaya Transaksi

Analisis kebijakan Analisis Keragaan

kelembagaan

Aransemen kelembagaan

Tata Kelola

Analisis

Stakeholders Rule of the game

Rekomendasi Kebijakan Biaya

transaksi

Analytic Hierarchy

Process

(43)

4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pra penelitian berupa pengumpulan informasi awal dilakukan pada Bulan Februari hingga Maret 2013, sedangkan pengambilan data dilakukan pada Bulan Maret hingga Mei 2013. Lokasi objek yang diteliti adalah Pulau Pasaran, Kota Bandar Lampung.

4.2 Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian adalah survei. Pelaksanaan metode survei membutuhkan perencanaan yang matang dan terfokus pada permasalahan. Aspek penting yang harus diperhatikan dalam metode survei adalah organisasi dan manajemen. Pengamatan langsung digunakan untuk mengumpulkan informasi yang lebih menggambarkan suatu gejala yang ada di lapangan dengan ikut serta dalam kehidupan sehari-hari objek yang dipelajari. Pengamatan langsung juga berguna dalam membantu menjelaskan data kuantitatif terkait penelitian. Teknik wawancara dengan memberikan kuisioner kepada responden ataupun kepada suatu kelompok untuk memperoleh jawaban yang merupakan konsensus dari pendapat responden atau anggota kelompok tersebut.

4.3 Jenis dan Sumber Data

(44)

Tabel 2. Matriks Jenis dan Sumber Data

No Aspek penelitian Jenis data keterangan Sumber data 1. Tata kelembagaan

4. Analisis kebijakan primer Analytic Hierarchy Process

Wawancara pakar

4.4 Metode Pengambilan Sampel

(45)

Tabel 3. Aktor dan key person yang Terlibat dalam Pengambilan Sampel

4.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan perangkat lunak Graph untuk memetakan aktor grid, Microsoft

No Aspek yang diteliti Stakeholders yang terlibat Jumlah (orang)

2. Analisis Pengaruh dan Kepentingan 4. Analisis Kebijakan Bank Indonesia Perwakilan

(46)

Excell untuk menghitung biaya transaksi, dan Expert Choice 2000 untuk menganalisis strategi kebijakan.

4.5.1 Analisis Tata Kelola

Analisis tata kelola merupakan analisis kelembagaan dan pembangunan (The Institutional Analysis and Development) yang dikembangkan oleh Ostrom (1997). Tata kelola sumberdaya perikanan menurut Pido et al (1997) dalam Suhana (2008) terdiri dari enam atribut yang berpengaruh, diantaranya atribut biofisik dan teknologi, atribut pasar, atribut pemegang kepentingan, atribut kelembagaan dan organisasi pengolah ikan teri, atribut pengambil keputusan, dan atribut eksogen yang tersaji pada Gambar 7.

Gambar 7. Kerangka Analisis Tata Kelola Sumber : Pido et al (1997) dalam Suhana (2008)

(47)

individu maupun kolektif. Atribut teknologi digunakan untuk mengatur teknologi apa saja yang diperbolehkan ataupun tidak dalam mengakses sumberdaya.

Atribut yang kedua adalah pasar. Atribut pasar memiliki elemen utama yang meliputi aspek permintaan dan penawaran komoditas yang dihasikan dari suatu sumberdaya. Atribut pasar seperti harga dan struktur pasar merupakan insentif sekaligus disinsentif yang terbentuk dalam suatu tata kelembagaan pengelolaan sumberdaya. Atribut ketiga adalah pemegang kepentingan yang melekat pada masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Komponen atribut pemegang keputusan adalah kepercayaan, agama, tradisi, budaya, mata pencaharian, derajat sosial, ekonomi, homogenitas atau heterogenitas dalam masyarakat, kepemilikan aset, norma masyarakat, serta tingkat integritas dalam ekonomi dan politik.

Atribut keempat adalah tatanan dan indikator pengambilan keputusan. Atribut ini sangat bergantung pada tata kelembagaan, hak-hak masyarakat, dan aturan-aturan yang dirumuskan. Atribut kelima adalah kelembagaan dan organisasi eksternal, yaitu lembaga atau organisasi yang berada diluar masyarakat pengolah, tetapi masih berpengaruh pada kehidupan pengolah. Atribut yang keenam adalah eksogen. Berbagai faktor eksogen dapat berdampak bagi pembangunan serta pengelolaan sumberdaya perikanan. Faktor eksogen adalah hal-hal yang terjadi diluar kontrol pengolah dan masyarakat dalam bentuk kebijakan atau lainnya dalam suatu organisasi yang lebih tinggi tingkatannya. Hal yang tidak terduga tersebut dapat terjadi pada skala nasional maupun internasional. Contoh variabel eksogen adalah bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kebijakan makro, kebijakan ekonomi, resesi, isu perdagangan internasional, kesepakatan internasional, serta penemuan teknologi.

4.5.2 Analisis Stakeholders

(48)

dipengaruhi dan mempengaruhi pengelolaan klaster sentra pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran.

Suhana (2008) mejelaskan bahwa analisis aktor adalah suatu sistem untuk mengumpulkan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan informasi, dan menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok, dan kondisi yang memungkinkan terjadinya trade-off. Langkah-langkah dalam melakukan analisis aktor adalah :

a. Identifikasi aktor b. Membuat tabel aktor

c. Menganalisis pengaruh dan kepentingan aktor d. Membuat aktor grid

e. Menyepakati hasil analisis dengan aktor utama Proses penentuan aktor dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Mengidentifikasi berdasarkan pengalaman di bidang pembangunan wilayah (berkaitan dengan perencanaan kebijakan).

b. Mengidentifikasi catatan statistik dan laporan penelitian berupa daftar panjang individu dan keompok yang terkait dengan pembangunan wilayah pesisir.

c. Identifikasi aktor menggunakan pendekatan partisipatif dengan teknik snowball sampling dari aktor ke aktor lainnya. Aktor yang pertama diidentifikasi mengemukakan pendangan tentang keberadaan aktor lainnya yang saling berkaitan dengan bidangnya.

4.5.3 Analisis Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders

(49)

Tabel 4. Ukuran Kuantitatif Identifikasi dan Pemetaan Aktor

Skor Aspek Kriteria Keterangan

Kepentingan Aktor

5 Keterlibatan Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya

4 Manfaat Tinggi Ketergantungan tinggi pada

Keberadaan manfaat sumberdaya 3 Sumberdaya Cukup tinggi Cukup bergantung pada

keberadaan sumberdaya

2 Pengelolaan Kurang tinggi Ketergantungan pada pengelolaan sumberdaya kecil

1 Ketergantungan Rendah Tidak bergantung pada keberadaan sumberdaya Pengaruh Aktor

5 Penetapan

Kebijakan

Sangat tinggi Jika responnya berpengaruh nyata terhadap aktivitas aktor lain 4 Partisipasi Tinggi Jika responnya berpengaruh besar

terhadap aktivitas aktor lain 3 Interaksi Cukup tinggi Jika responnya cukup

berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain

2 Kewenangan Kurang tinggi Jika responnya berpengaruh kecil terhadap aktivitas aktor lain 1 Kapasitas Rendah Jika responnya tidak berpengaruh

terhadap aktivitas aktor lain Sumber : Abbas (2005) dalam Suhana (2008)

Aktor yang memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap pembangunan wilayah bervariasi sesuai motif, cakupan wilayah, dan orientasi tujuan pembangunan. Langkah selanjutnya adalah pembentukan aktor grid yang akan memetakan posisi aktor berdasarkan kepentingan dan pengaruh. Kuadran I (subject) adalah kelompok aktor yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kegiatan tetapi rendah pengaruhnya, mencakup anggota organisasi yang melakukan kegiatan dan responsif terhadap pelaksanaan kegiatan tetapi bukan pengambil kebijakan.

(50)

memiliki derajat pengaruh dan kepentingan yang tinggi untuk mensukseskan kegiatan seperti tokoh masyarakat, kepala instansi, dan kepala pemerintahan. Kuadran IV (actors) adalah aktor yang terpengaruh tetapi rendah kepentingannya dalam pencapaian tujuan dan hasil kebijakan.

Tinggi Kuadran I Kuadran II

A. Subject C. Players

Kepentingan

Kuadran III Kuadran IV B. By Standers D. Actors Rendah

Rendah Tinggi

Pengaruh

Gambar 8. Matriks Aktor grid

4.5.4 Analisis Biaya Transaksi

Analisis biaya transaksi menggunakan persamaan yang digunakan untuk biaya transaksi kelompok pengolah ikan teri (TRC1), menurut perhitungan yang

dilakukan oleh Anggraini (2005) adalah sebagai berikut:

TrCj =

Σ

Pij ...(1)

Rasio masing-masing komponen biaya transaksi terhadap total biaya transaksi (Z) dihitung dengan menggunakan persamaan :

Zij =

... (2)

Rasio biaya transaksi (rtcj) terhadap biaya total produksi dihitung menggunakan

persamaan :

rtcj =

... (3)

Keterangan :

TrCj = Total biaya transaksi (Rp/tahun)

(51)

Zij = Rasio biaya transaksi

rtcj = Rasio Biaya Transaksi terhadap biaya total

TCj = Total Biaya Produksi (Rp/tahun)

4.5.5 Desain Kelembagaan

Metode desain kelembagaan dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Pakpahan (1989) yang diacu dalam Suhana (2008). Desain kelembagaan dianalisis secara deskriptif yang didapatkan dari evaluasi hasil analisis kebijakan dan aransemen kelembagaan. Desain kelembagaan dicirikan menjadi tiga komponen utama, yaitu :

a. Batas Yuridiksi, adalah hak atas batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna keduanya. Batas yuridiksi mencakup penentuan siapa dan hal apa yang ada dalam suatu organisasi atau masyarakat.

b. Hak Kepemilikan, adalah konsep hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, adat, tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Hak kepemilikan memiliki sumber kekuatan untuk mengakses dan mengatur sumberdaya atas dasar pengesahan dari masyarakat dimana dia berada.

c. Aturan Representasi, adalah hal yang mengatur permasalahan aktor yang berpartisipasi terhadap proses pengambilan keputusan. Aturan representati menentukan alokasi dan distribusi sumberdaya yang akan berpengaruh pada biaya transaksi berupa biaya pembuatan keputusan. Mekanisme representasi yang efisien dapat menjadi arahan dalam meminimumkan biaya transaksi.

4.5.6 Analytic Hierarchy Process (AHP)

(52)

lainnya pada tingkat hirarki dibawahnya. Pengolahan vertikal juga dilakukan untuk mengetahui besarnya tingkat alternatif dari strategi kebijakan yang dapat dipilih disertai dengan bobot yang dikandung oleh masing-masing elemen dalam hirarki terhadap tujuan utamanya. Langkah-langkah dalam metode AHP dijelaskan oleh Saaty (1993) adalah sebagai berikut :

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci alternatif solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara

menyeluruh. Kebijakan dianalisis dengan penyusunan hirarki yang berkaitan dengan faktor yang berpengaruh terhadap fokus kebijakan pada level satu, kriteria kebijakan pada level dua, aktor pada level tiga, dan strategi kebijakan pada level empat. Struktur hirarki lengkap dapat dilihat pada Gambar 9.

3. Menyusun matriks berpasangaan untuk mengetahui kontribusi dan pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh pada tingkatan diatasnya.

4. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks di langkah ke-3 sebanyak [n(n-1)]/2 buah, dengan n adalah banyaknya komponen yang dibandingkan. Matriks perbandingan berpasangan diisi dengan menggunakan skala banding yang tertera pada Tabel 5 dengan berdasarkan pada judgement atau persepsi penilaian tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lain oleh responden.

(53)

Tabel 5. Nilai Skala Perbandingan Berpasangan

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua

nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Sumber : Saaty (1993) dalam Arti (2011)

6. Melakukan langkah 3, 4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Matriks perbandingan dalam AHP dibedakan menjadi dua, yaitu Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapatan Gabungan (MGP). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu yang disimbolkan dengan aij yang tertera pada Tabel 6.

MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata

(54)

Tabel 6. Matriks Pendapat Individu

X A1 A2 A3 ... A11

A1 a11 a12 a13 ... a111

A2 a21 a22 a23 ... a211

A3 a31 a32 a33 ... a311

... ... ... ... ... ...

A11 a111 a112 a113 ... a1111

Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan

X G1 G2 G3 ... G11

G1 g11 g12 g13 ... g111

G2 g21 g22 g23 ... g211

G3 g31 g32 g33 ... g311

... ... ... ... ... ...

G11 gn1 gn2 gn3 ... g11

Rumus rataan geometrik adalah sebagai berikut : .

gij =

... (1)

Keterangan :

n = jumlah responden (key person) aij(k) = sel penilaian setiap key person

7. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya. Vektor prioritas dirumuskan sebagai berikut :

VP (Vektor prioritas) =

(55)

Keterangan :

VE (Vektor Eigen) = ... (3)

aij = Elemen MPI pada baris ke-i dan kolom ke-j

n = Jumlah elemen yang diperbandingkan

8. Mengevaluasi inkonsistensi seluruh hirarki untuk mengetahui validasi hasil akhir persepsi responden. Revisi dapat dilakukan apabila nilai Consistency Ratio (CR) pendapat lebih dari 10% dengan menanyakan ulang kepada responden. Perhitungan uji konsistensi dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

CI = Indeks konsistensi

λmax = eigen valuemaksimum; λmax = ΣVB/n ... (5) VB (Eigen value) = VA/VP ... (6) VA (Vektor antara) = aij x VP ... (7)

n = jumlah elemen yang diperbandingkan

Selanjutnya, nilai CI dapat menjadi indikator rasio konsistensi (CR) yang dirumuskan sebagai berikut :

CR=

... (8)

Keterangan : RI adalah indeks acak Oak Ridge Laboratory, dari matriks berorde 1 sampai 15 dengan menggunakan sample berukuran 100. Indeks RI tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8. Indeks Acak

1 2 3 4 5 6 7

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32

N 8 9 10 11 12 13 14

RI 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57

(56)

Struktur hirarki yang akan menjadi fokus penelitian adalah strategi kebijakan pengembangan klaster pengolahan ikan Teri di Pulau Pasaran dalam rangka percepatan pembangunan kawasan minapolitan di Provinsi Lampung. Faktor yang menentukan strategi kebijakan adalah dukungan kelembagaan, dukungan pemerintah, ketersediaan dana, dan pengembangan teknologi. Alternatif strategi kebijakan adalah pendampingan dan penguatan kelompok masyarakat pengolah ikan teri, pengembangan infrastruktur, membuka akses pemasaran, pemberian kredit usaha, dan pelatihan serta transfer teknologi dalam pengolahan ikan Teri.

Gambar 9. Struktur Hirarki Strategi Kebijakan Pengembangan Klaster

Kelompok masyarakat

Tim Teknis Lembaga Keuangan

(57)

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Kondisi Geografis

Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung yang memiliki luas wilayah daratan ± 192,21 Km dengan panjang garis pantai ± 27,01 km yang membentang dari kecamatan Panjang sampai Kecamatan Teluk Betung Timur. Wilayah Teluk Betung Timur merupakan hasil pemekaran Kecamatan Teluk Betung Barat yang diresmikan pada tanggal 17 September 2012. Topografi Kecamatan Teluk Betung Timur terdiri dari wilayah perbukitan, dataran rendah, dan pantai. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 1.483 Ha yang wilayahnya berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Teluk Betung Utara 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Teluk Betung Barat 3. Sebelah Timur : Kecamatan Teluk Betung Selatan 4. Sebelah Barat : Kecamatan Bumi Waras

Kecamatan Teluk Betung Timur (TBT) merupakan salah satu dari 26 kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung. Kecamatan TBT terbagi menjadi 6 kelurahan, yaitu : Kelurahan Kota Karang, Kelurahan Kota Karang Raya, Kelurahan Perwata, Kelurahan Keteguhan, Kelurahan Sukamaju, dan Kelurahan Way Tataan, dengan ibukota Kecamatan adalah Sukamaju. Luas wilayah Kecamatan Teluk Betung Timur per kelurahan tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Wilayah Kecamatan Teluk Betung Timur Berdasarkan Kelurahan

Kelurahan Luas wilayah (Ha) Persentase terhadap luas

kecamatan (%)

Kota Karang 30 2,02

Kota Karang Raya 26 1,75

Perwata 23 1,55

Keteguhan 364 24,54

Suka Maju 545 36,75

Way Tataan 495 33,37

(58)

Kecamatan TBT juga memiliki pulau yang berpenduduk cukup padat, yaitu Pulau Pasaran yang secara administrasi masuk dalam Kelurahan Kota Karang. Pulau Pasaran terletak pada titik koordinat 05° 271’50’’ Lintang Selatan dan 105° 15’ 55’’ Bujur Timur. Peta lokasi Penelitian secara lengkap tersaji pada Lampiran 1. Luas wilayah Pulau Pasaran awalnya ± 8 Ha dengan topografi yang bervariasi, yaitu pantai berpasir dan berbatu landai dengan vegetasi daratan didominasi oleh pohon kelapa. Seiring dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, upaya reklamasi di sepanjang garis pantai Pulau Pasaran semakin marak dilakukan, sehingga luasnya mencapai ± 12 Ha. Berdasarkan Tabel 8, luas Pulau pasaran yang menjadi fokus penelitian sebesar 40% dari total luas kelurahan Kota Karang dan 2,02% dari luas total kecamatan.

Pulau Pasaran merupakan pulau kecil dengan kondisi infrastruktur yang relatif baik. Jarak pulau dengan daratan sekitar 200 meter yang dapat ditempuh menggunakan perahu dari Dermaga Cungkeng. Waktu tempuh menuju ke pulau sekitar 5 menit dengan membayar ongkos perahu sebesar Rp3000 per orang. Aktivitas penyebrangan menuju Pulau Pasaran beroperasi setiap hari dengan mobilitas yang cukup tinggi dari masyarakat pulau sendiri maupun pendatang yang membeli hasil olahan ikan teri.

5.2 Kondisi Demografi

Data Statistik Kependudukan Tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan TBT adalah 38.478 jiwa dengan rincian laki-laki sebanyak 19.584 jiwa dan perempuan 18.894 jiwa dengan sex ratio sebesar 103,6. Jumlah penduduk berdasarkan kelurahan tersaji pada Tabel 10.

(59)

tidak terlalu luas. Jarak tempuh yang dekat dengan Ibukota Bandar Lampung menjadi alasan padatnya penduduk di wilayah ini.

Tabel 10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan

Kelurahan Jumlah penduduk

Keteguhan 10.504 27,30

Suka Maju 4.970 12,91

Way Tataan 2.517 6,54

Total 38.478

Sumber : Monografi Kecamatan 2013

Data Statistik Kependudukan yang terfokus pada lokasi Pulau Pasaran, Kelurahan Kota Karang pada Tahun 2012 menunjukkan jumlah penduduk sebanyak 1167 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 605 jiwa dan perempuan 563 jiwa. Data jumlah penduduk tersebut dibagi berdasarkan golongan umur yang tersaji pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah Penduduk Pulau Pasaran Berdasarkan Golongan Umur

Kelompok Umur Jumlah Penduduk

0 – 4 99

Sumber : Monografi Pulau Pasaran 2013

5.3 Kondisi Sosial Ekonomi

5.3.1 Pekerjaan

(60)

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00

19,65 17,57

10,24 30,69

11,35

2,37 8,14

diduga mendasarinya adalah masyarakat mencari pekerjaan di luar Kecamatan TBT. Sebesar 19,65% masyarakat berprofesi sebagai karyawan, yang terdiri dari PNS, karyawan swasta, dan ABRI. Sebaran pekerjaan secara lengkap tersaji pada Gambar 10.

Gambar 10. Persentase Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Sumber : Monografi Kecamatan 2013

(61)

0 20 40

27

1 4 2 2

Ju

m

la

h

5.3.2 Ketersediaan Fasilitas Umum

Ketersediaan fasilitas umum di Kecamatan TBT relatif memadai. Fasilitas kesehatan tersebar cukup merata di setiap kelurahan, khususnya Kelurahan Kota Karang. Sebanyak 13 posyandu terdapat di Kelurahan Kota Karang yang penduduknya terbilang cukup padat. Salah satu fasilitas Poskeskel Kota Karang terdapat di Pulau Pasaran, sehingga masyarakat Pulau Pasaran dengan mudah mendapatkan pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap pasar tradisional terbatas, karena pasar tradisional hanya berada di dua kelurahan saja, yaitu Kota Karang dan Sukamaju. Keterbatasan ini membuat masyarakat lebih memilih ke pasar di pusat kota karena selisih harga yang cukup tinggi. Sebaran fasilitas umum di Kecamatan TBT tersaji pada Gambar 11.

Gambar 11. Sebaran Fasilitas Umum Sumber : Monografi Kecamatan 2013

Gambar

Gambar 2. Kerangka Analisis Kelembagaan
Gambar 4. Determinasi Biaya Transaksi
Gambar 5. Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan mengikuti teknik
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Al Qur’an konsep gender dimaknai secara beragam menurut orientasi ayat dan penafsiran sesudahnya oleh para mufassir sehingga terjadi variasi pemaknaan dan

1) The fusion algorithm combined wavelet and IHS transform can not only increase the information and definition of the images integrated, but also improve the sensitivity of images

Nilai tersebut menyatakan bahwa apabila variabel independen yang berupa variabel persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, facilitating conditions dianggap konstan,

Na području govora o određenim religijama ističe Hegel one prirodne kao njihov početak, no ipak navodi i da taj stupanj religije prirode: »ne možemo smatrati dostojnim

Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas (1) modal yang berbetuk

Simpulan yang diperoleh adalah (1) Metode Naïve Bayes bisa digunakan untuk menentukan emosi dari kalimat berbahasa Indonesia dengan melihat hasil yang

Hasil analisis menunjukkan bahwa Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 diterapkan di seluruh unit dan departemen dalam yayasan, tidak hanya unit SDIT BIAS Assalam.. Penerapan prinsip

Pada musuh alami golongan serangga dengan mangsa sesama serangga, maka ke- mapanan dapat dilihat dari tingkat kerapatan yang tinggi karena kemampuan menyebarnya tidak