• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Kafein Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Kafein Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN KAFEIN TERHADAP KUALITAS TIDUR MAHASISWA SEMESTER VII FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA TAHUN 2012

Oleh :

NURDIANA BINTI T DASWIN 090100368

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PENGGUNAAN KAFEIN TERHADAP KUALITAS TIDUR MAHASISWA SEMESTER VII FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA TAHUN 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

NURDIANA BINTI T DASWIN 090100368

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Kafein merupakan zat psikoaktif yang paling sering digunakan dalam masyarakat. Kopi, teh, soda dan coklat merupakan antara sumber kafein yang tersedia. Efek farmakologi yang utama adalah sebagai antagonis reseptor adenosin yang dapat mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat serta dapat menganggu kualitas tidur. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental dengan desain parallel. Sampel pada penelititan ini adalah mahasiswa semester VII yang bersedia dan memenuhi criteria inklusi, dipilih secara consecutive sampling. 30 subyek penelitian dibagi kepada dua kelompok, yaitu orang yang mendapat kopi berkafein (15 orang) dan yang mendapat kopi dekafein (15 orang). Kemudian diukur kualitas tidur malamnya dengan menggunakan Kuesioner Kualitas Tidur. Analisis data dilakukan dengan uji hipotesis Kolmogrov-smirnov.

Hasil menunjukkan bahwa kualitas tidur 53,3% orang yang mendapat kopi berkafein berkualitas sedang dan 73,3% orang yang mendapat kopi dekafein berkualitas baik. Setelah dilakukan uji hipotesis, didapati bahwa terjadi perburukan yang signifikan kualitas tidur pada orang yang mendapat kopi berkafein (p= 0,003)

Disarankan pada masyarakat terutama mahasiswa agar tidak sering menggunakan kafein terutama pada malam hari kerana kafein terbukti dapat mengakibatkan perburukan kualitas tidur yaitu dari aspek jumlah jam tidur yang berkurang, onset tidur yang lebih lama, kepuasan dan kedalaman tidur yang menurun serta dapat menyebabkan gangguan untuk beraktivitas pada pagi hari.

(4)

ABSTRACT

Caffeine is a psychoactive substances most commonly consumed in the community. Intake of caffeine occurs from ingesting coffee, tea, soda, chocolate and others. Its pharmacological effects are predominantly due to its function as antagonist of adenosine receptor which can alter the function of central nervous system and can interfere with sleep quality. Sleep quality includes both quantitative and qualitative aspects of sleep.

The purpose of this study is to determine the effect of caffeine on sleep quality in Semester VII students of Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara 2012. This study is an experimental research with a parallel design. The samples in this study were students who are willing and meet the inclusion criteria, selected using consecutive sampling. 30 subjects were divided into two different groups, those who got caffeinated coffee (15 people) and who got decaffeinated coffee (15 people). Their quality of sleep was then measured using Sleep Quality Questionnaire. The data was analyzed using Kolmogrov-smirnov hypothesis test.

The results shows that 53.3% who received caffeinated coffee experienced medium quality of sleep and 73.3% of students who received decaffeinated coffee experienced good quality of sleep.. Thus, the end results of the hypothesis test shows that those who got caffeinated coffee had worse quality of sleep (p = 0.003).

It is recommended to public, especially students to decrease the usage of caffeine, especially at night cause its proven to worsen the quality of sleep. Caffeine reduced hours of sleep, prolonged sleep onset, reduce sleep satisfaction and can cause weakness in the morning.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing dalam penulisan penelitian ini, dr. Nelly E. Samosir, Sp. PK, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Muara P. Lubis, Sp.OG dan dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked. (Ped.), Sp.A., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Zaimah Z. Tala, M.S., Sp.GK, yang telah menjadi dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 4. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda T Daswin dan Ibunda Husna M

(6)

5. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh sahabat-sahabat yang luar biasa, khususnya, Karina Dwi Swastika dan Lydia Theresia T atas dukungan dan motivasi yang sangat membantu penulis.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Penggunaan Kafein Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2012” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, 7 Januari 2013

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN……….. i

ABSTRAK……….. ii

ABSTRACT……… iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Kafein ... 5

2.1.1. Pengertian dan Struktur Kimia ... 5

2.1.2. Sumber Kafein ... 6

2.1.3. Farmakodinamik ... 7

2.1.4. Farmakologi ... 8

2.1.5. Farmakokinetik ... 8

(8)

2.2. Tidur ... 10

2.2.1. Definisi ... 10

2.2.2. Fungsi Tidur ... 10

2.2.3. Fisiologi tidur ... 11

2.2.4. Faktor yang mempengaruhi tidur ... 15

2.2.5. Gangguan tidur ... 17

2.2.6. Kualitas tidur ... 23

2.3. Mekanisme kafein mempengaruhi tidur ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 26

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 26

3.2. Defenisi Operasional ... 25

3.3. Hipotesa ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Jenis Penelitian ... 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

4.3.1. Populasi ... 28

4.3.2. Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi ... 29

4.3.3. Sampel ... 29

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data……… 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... …. 32

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 32

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel... 32

(9)

5.1.4. Hasil Analisa Data ... 33 5.1.4.1 Analisa Sampel Berdasarkan Jenis Kopi Yang

Diminum. ... 33 5.1.4.2. Analisa Aspek Dalam Kuesioner Kualitas Tidur Berdasarkan Jenis Kopi Yang Diminum ... 34 5.1.4.3. Analisa Statistik Hubungan Antara Jenis Kopi

Yang Diminum Dengan Kualitas Tidur ... 40 5.2. Pembahasan ... ……….. 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan……… 43 6.2. Saran………. 43

DAFTAR PUSTAKA 44

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Jumlah Kafein Dalam Minuman 6

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Sampel 33 Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kopi Yang Diminum 34 Tabel 5.3 Distribusi Jumlah Jam Tidur Berdasarkan Jenis Kopi

Yang Diminum 35

Tabel 5.4 Distribusi Onset Tidur Berdasarkan Jenis Kopi

Yang Diminum 36

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Terbangun Pada Malam Hari Berdasarkan

Jenis Kopi Yang Diminum 37

Tabel 5.6 Distribusi Kedalaman Tidur Berdasarkan Jenis Kopi

Yang Diminum 38

Tabel 5.7 Distribusi Kepuasan Tidur Berdasarkan Jenis Kopi

Yang Diminum 39

Tabel 5.8 Distribusi Aktivitas Pada Pagi Hari Berdasarkan Jenis Kopi Yang

Diminum 40

Tabel 5.9 Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Jenis Kopi Yang Diminum Dengan Kualitas Tidur Mahasiswa Semester Vii Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 41

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Struktur Kimia Kafein 5

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 47

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 49 Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed

Consent)

50

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian 51

Lampiran 5 Ethical Clearance 53

Lampiran 6 Data Responden 54

(13)

DAFTAR ISTILAH / SINGKATAN

EEG : Electroencephalography EOG : Electrooculography EMG : Electromyography

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara LVM : Low Voltage Mix

NREM : Non Rapid Eye Movement REM: Rapid Eye Movement

(14)

ABSTRAK

Kafein merupakan zat psikoaktif yang paling sering digunakan dalam masyarakat. Kopi, teh, soda dan coklat merupakan antara sumber kafein yang tersedia. Efek farmakologi yang utama adalah sebagai antagonis reseptor adenosin yang dapat mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat serta dapat menganggu kualitas tidur. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental dengan desain parallel. Sampel pada penelititan ini adalah mahasiswa semester VII yang bersedia dan memenuhi criteria inklusi, dipilih secara consecutive sampling. 30 subyek penelitian dibagi kepada dua kelompok, yaitu orang yang mendapat kopi berkafein (15 orang) dan yang mendapat kopi dekafein (15 orang). Kemudian diukur kualitas tidur malamnya dengan menggunakan Kuesioner Kualitas Tidur. Analisis data dilakukan dengan uji hipotesis Kolmogrov-smirnov.

Hasil menunjukkan bahwa kualitas tidur 53,3% orang yang mendapat kopi berkafein berkualitas sedang dan 73,3% orang yang mendapat kopi dekafein berkualitas baik. Setelah dilakukan uji hipotesis, didapati bahwa terjadi perburukan yang signifikan kualitas tidur pada orang yang mendapat kopi berkafein (p= 0,003)

Disarankan pada masyarakat terutama mahasiswa agar tidak sering menggunakan kafein terutama pada malam hari kerana kafein terbukti dapat mengakibatkan perburukan kualitas tidur yaitu dari aspek jumlah jam tidur yang berkurang, onset tidur yang lebih lama, kepuasan dan kedalaman tidur yang menurun serta dapat menyebabkan gangguan untuk beraktivitas pada pagi hari.

(15)

ABSTRACT

Caffeine is a psychoactive substances most commonly consumed in the community. Intake of caffeine occurs from ingesting coffee, tea, soda, chocolate and others. Its pharmacological effects are predominantly due to its function as antagonist of adenosine receptor which can alter the function of central nervous system and can interfere with sleep quality. Sleep quality includes both quantitative and qualitative aspects of sleep.

The purpose of this study is to determine the effect of caffeine on sleep quality in Semester VII students of Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara 2012. This study is an experimental research with a parallel design. The samples in this study were students who are willing and meet the inclusion criteria, selected using consecutive sampling. 30 subjects were divided into two different groups, those who got caffeinated coffee (15 people) and who got decaffeinated coffee (15 people). Their quality of sleep was then measured using Sleep Quality Questionnaire. The data was analyzed using Kolmogrov-smirnov hypothesis test.

The results shows that 53.3% who received caffeinated coffee experienced medium quality of sleep and 73.3% of students who received decaffeinated coffee experienced good quality of sleep.. Thus, the end results of the hypothesis test shows that those who got caffeinated coffee had worse quality of sleep (p = 0.003).

It is recommended to public, especially students to decrease the usage of caffeine, especially at night cause its proven to worsen the quality of sleep. Caffeine reduced hours of sleep, prolonged sleep onset, reduce sleep satisfaction and can cause weakness in the morning.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kafein merupakan zat psikoaktif yang banyak digunakan pada masyarakat. Terdapat banyak sumber kafein yang tersedia seperti kopi, teh, soda dan coklat. Indonesia sendiri dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke empat di dunia dengan tingkat produksi sebesar 350 000 ton dengan nilai USD 376 juta (Yahmadi, 2005).

Kafein adalah senyawa alkaloida turunan xantine (basa purin) yang berwujud kristal berwarna putih.Kafein bersifat psikoaktif, digunakan sebagai stimulan sistem saraf pusat dan mempercepat metabolisme (diuretik). Konsumsi kafein berguna untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan menaikkan mood. Overdosis kafein akut, biasanya lebih dari 300 mg per hari, dapat menyebabkan sistem saraf pusat terstimulasi secara berlebihan. Kondisi ini disebut keracunan kafein, gejalanya antara lain gelisah, gugup, insomnia, emosional, buang air kecil berlebihan, gangguan pencernaan, otot berkedut, denyut jantung yang cepat dan tidak teratur. Selain itu, kafein juga telah terbukti dapat meningkatkan kinerja dan fungsi kognitif (Smith, Maben, & Brockman, 1993).

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.

(17)

Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kafein dapat bermanfaat untuk beberapa fungsi kognitif, namun penggunaan kafein juga dapat mengakibatkan dampak negatif. Meskipun belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa kafein memiliki hubungan kausal yang signifikan dengan mood (Smith et al., 1993), tetapi beberapa studi telah menemukan bahwa asupan kafein sebelum tidur dapat menunda onset tidur, mengurangi jumlah jam tidur , dan mengurangi kualitas tidur.

(18)

Mahasiswa merupakan antara golongan yang sering memanfaatkan kafein dalam kehidupan sehari-hari. Golongan ini sering menggunakan kafein sebagai penghilang rasa mengantuk terutama untuk tetap terjaga hingga lewat malam. Ini dapat mempengaruhi kualitas tidur dari mahasiswa tersebut, sedangkan kita tahu bahwa kualitas tidur penting bagi menentukan produktifitas dan prestasi akademis. Jumlah penelitian tentang pengaruh kafein terhadap kualitas tidur remaja terutama golongan mahasiswa masih sangat sedikit. Oleh itu, saya merasakan perlu untuk dilakukan penelitian terhadap tentang pengaruh kafein terhadap kualitas tidur remaja terutama golongan mahasiswa di Indonesia, khususnya pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah penggunaan kafein akan mempengaruhi kualitas tidur pada mahasiswa?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penggunaan kafein pada kualitas tidur mahasiswa.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kualitas tidur orang yang mendapat kopi dekafein. 2. Mengetahui tentang perbedaan kualitas tidur antara orang yang

(19)

1.4. Manfaat Penelitian

a. Bagi masyarakat dapat memberikan pengetahuan tambahan tentang pengaruh minuman berkafein seperti kopi terhadap kualitas tidur pada remaja terutama golongan mahasiwa.

b. Bagi ilmu pengetahuan dapat memberikan informasi dasar bagi penelitian lebih lanjut tentang pengaruh kafein terhadap kualitas tidur pada remaja

terutama golongan mahasiswa.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kafein

2.1.1. Pengertian dan struktur kimia kafein

Kafein merupakan stimulansia system saraf pusat dan metabolik. Ia menghambat phosphodiesterase dan mempunyai efek antagonis pada reseptor adenosine sentral. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada pusat-pusat yang lebih tinggi, yang menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau bangun (Reynolds, 1989).

Kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia C8H10N4O2, dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxanthine. Kafein mempunyai kemiripan struktur kimia dengan 3 senyawa alkaloid yaitu xanthin, theophylline, dan theobromine.

C8H10N4O2

(21)

2.1.2. Sumber Kafein

Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di didalam makanan contohnya biji kopi, teh, biji kelapa, buah kola (cola nitide) guarana, dan mate. Teh adalah sumber kafein yang lain, dan mengandung setengah dari kafein yang dikandung kopi. Beberapa tipe teh yaitu teh hitam mengandung lebih banyak kafein dibandingkan jenis teh yang lain. Kafein juga merupakan bahan yang dipakai untuk ramuan minuman non alkohol seperti cola, yang semula dibuat dari kacang kola. Soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein. Coklat terbuat dari kokoa mengandung sedikit kafein seperti terlihat pada tabel 2.1. Efek stimulan yang lemah dari coklat dapat merupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline sebagai kafein. Indonesia sendiri dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke empat di dunia dengan tingkat produksi sebesar 350 000 ton dengan nilai USD 376 juta (Yahmadi, 2005).

Tabel 2.1

Makanan/ minuman Ounces Kafein (mg)

Susu coklat 8 5

Coca Cola 12 34.5

Kopi (Brewed) 8 107.5

Kopi Dekafein (Brewed) 8 5.6

Kopi Dekafein (Instan) 8 2.5

Kopi (Espresso) 1.5 77

Kopi (Instan) 8 57

Lipton Iced Tea 20 50

(22)

2.1.3 Farmakodinamik

Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama otot polos bronchus, merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis (Sunaryo, 1995).

a. Jantung

Kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung, sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan tachicardi, bahkan pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia yang berdampak kepada kontraksi ventrikel yang premature.

b. Pembuluh darah

Kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot pembuluh darah

c. Sirkulasi Otak

Resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan O2 di otak, ini diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosineoleh Xantin d. Susunan Saraf Pusat

Kafein merupakan perangsang SSP yang kuat. Orang yang mengkonsumsi kafein tidak terlalu merasa kantuk, tidak terlalu lelah, dan daya pikirnya lebih cepat serta lebih jernih. Tetapi, kemampuannya berkurang dalam pekerjaan yang memerlukan koordinasi otot halus (kerapian), ketepatan waktu atau ketepatan berhitung. Efek diatas timbul pada pemberian kafein 82-250 mg (1-3 cangkir kopi). e. Diuresis

(23)

2.1.4 Farmakologi

Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme, digunakan secara baik untuk pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga merangsang sistem saraf pusat dengan cara menaikkan tingkat kewaspadaan, sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi badan menjadi lebih baik (Ware, 1995). Konsumsi kafein secara rutin dapat menyebabkan terjadinya toleransi. Tanda-tanda dan gejala-gejala dari konsumsi kafein secara berlebihan antara lain kecemasan, insomnia, wajah memerah, diuresis, gangguan saluran cerna, kejang otot, takikardia, aritmia, peningkatan energi dan agitasi psikomotor. Kafein dapat berinteraksi dengan siprofloksasin dimana mengakibatkan terjadinya penurunan metabolism hepatic kafein sehingga efek farmakologi kafein dapat meningkat (Sukandar dkk, 2008).

2.1.5. Farmakokinetik

(24)

Kafein diuraikan dalam hati oleh sistem enzim sitokhrom P 450 oksidasi kepada 3 dimethilxanthin metabolik, yaitu :

a. Paraxanthine (84%), mempunyai efek meningkatkan lipolisis, mendorong pengeluaran gliserol dan asam lemak bebas didalam plasma darah

b. Theobromine (12%), melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan volume urin. Theobromine merupakan alkaloida utama didalam kokoa (coklat)

c. Theophyline (4%), melonggarkan otot saluran pernafasan, digunakan pada pengobatan asma.

Hati merupakan tempat utama dalam proses metabolisme kafein. Masing masing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan dikeluarkan melalui urin (Stavric dan Gilbert 1990, Arnaud 1999).

Waktu paruh eliminasi berkisar antara 3 -7 jam dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi jenis kelamin, usia, penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan dan merokok. Telah dilaporkan bahwa waktu paruh kafein pada wanita lebih singkat dibandingkan dengan laki-laki (Nawrot et al, 2003).

2.1.6. Intoksikasi

(25)

2.2. Tidur

2.2.1. DEFINISI TIDUR

Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau lainnya (Guyton and Hall, 1997). Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respons terhadap rangsangan eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsang visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang dimulai dari input sensorik walaupun mekanisme inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan tidur. Faktor homeostatik (faktor S) maupun faktor sirkadian (faktor C) juga berinteraksi untuk menentukan waktu dan kualitas tidur. Belakangan disebutkan bahwa tidur adalah suatu proses aktif dan bukannya soal pengurangan impuls spesifik saja. Proses aktif tersebut merupakan aktivitas sinkronisasi bagian ventral dari substansia retikularis medulla oblongata (Mardjono, 2008).

2.2.2. FUNGSI TIDUR

(26)

2.2.3. FISIOLOGI TIDUR

Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau dikurangi. Tidur juga digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai dengan karakteristik pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap rangsangan dari luar.

Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu : 1. Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep. 2. Fase non rapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep.

Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan tidur, delta osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah ciri tahap tidur NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic dalam nukleus retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus. Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus dan sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi.

(27)

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: 1. Tidur stadium Satu.

Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K

2. Tidur stadium dua

Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K.

3. Tidur stadium tiga

Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.

4. Tidur stadium empat

(28)

1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:

- NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%

- REM; 25 %.

Pada manusia, tidur dibagi menjadi lima fase yaitu : 1. Tahapan terjaga

Fase ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan tenang mata tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8–12,5 Hz) mendominasi seluruh rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata. Keadaan ini biasanya berlangsung antara lima sampai sepuluh menit.

2. Fase 1

Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga twilight sensation. Fase ini ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa dan munculnya gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low voltage mix frequencies (LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan rolling (R) yang lambat dan terjadi penurunan potensial EMG. Pada orang normal fase 1 ini tidak berlangsung lama yaitu antara lima sampai sepuluh menit kemudian memasuki fase berikutnya.

3. Fase 2

(29)

4. Fase 3

Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan gambaran lain masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua, tetapi lebih singkat pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 –10 menit fase 3 akan diikuti fase 4.

5. Fase 4

Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang delta 50%) sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung cukup lama yaitu hampir 30 menit.

6. Fase REM

(30)

Waktu tidur

Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah, sepertiga akhir. Pada orang normal, sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4, sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir lebih banyak fase REM. Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relative dipengaruhi oleh usia, sebagai contoh pola tidur pada laki – laki muda (20 – 29 tahun ), pertengahan (40-49 tahun) dan tua (70 – 90 tahun) akan memberikan gambaran pola tidur yang berbeda.1,5 Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat gelisah dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda 15% waktu tidurnya dihabiskan pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang tua, demikian juga lama fase REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari pascapubertas menjadi 18% pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidur menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai bertambahnya usia.

2.2.4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIDUR

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang dapat memengaruhinya adalah :

1. Penyakit

(31)

2. Latihan dan kelelahan

Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.

3. Stres psikologis

Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.

4. Obat

Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan insomnia, antidepresan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan RF:M sehingga mudah mengantuk.

5. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Konsumsi protein yang tinggi maka sescorang tersebut akan mempercepat proses tcrjadinya tidur, karena dihasilkan triptofan yang merupakan asam amino hasil pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga memengaruhi prosca tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

6. Lingkungan

(32)

7. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk tidak tidur dapat mcnimbulkan gangguan proses tidur.

2.2.5 GANGGUAN TIDUR

Menurut International Classification of Sleep Disorders, gangguan tidur terbagi atas: 1. Dissomnia

Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur, mengalami gangguan selama tidur bangun terlalu dini atau kombinasi di antaranya.

A. Gangguan tidur spesifik Narkolepsi

Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM.

Berbagai bentuk narkolepsi:

- Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop

- Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.

- Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.

Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodic limb movement disorders) / mioklonus nortuknal

(33)

Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5 - 5 detik, berulang dalam waktu 20 - 60 detik atau mungkin berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus.

Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat, anemia.

Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms syndrome

Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya. Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otakhipotalamus

Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)

Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan.

(34)

tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.

Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usahas otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation.

Paska trauma kepala

(35)

B. Gangguan tidur irama sirkadian

Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki, walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian :

1. Sementara (acute work shift, Jet lag) 2. Menetap (shift worker)

Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM

Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut : 1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type).

2. Tipe Jet lag

3. Tipe pergeseran kerja (shift work type).

4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). 5. Tipe bangun-tidur beraturan

(36)

C. Lesi susunan saraf pusat (neurologis)

Sangat jarang. Les batang otak atau bulber dapat mengganggu awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi atau trauma daerah 8 ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ½) jarang terjadi pada fase REM.

D. Gangguan kesehatan, toksik

Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.

E. Obat-obatan

(37)

2. PARASOMNIA

Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).

Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu: a. Peminum alkohol

b. Kurang tidur c. Stress psikososial

Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (confuse), dan diikuti arousal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.

• Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnabulisme) • Gangguan teror tidur (sleep terror)

(38)

2.2.6 Kualitas tidur

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse, 1998). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur.

3. Mekanisme kafein mempengaruhi tidur

Secara khusus, kafein dapat mempercepat tindakan otak agar tetap lebih waspada. Kafein berikatan dangan reseptor adenosin di otak.

(39)

Secara khusus, kafein dapat mempercepat tindakan otak agar tetap lebih waspada. Kafein berikatan dangan reseptor adenosin di otak. Adenosin ialah senyawa nukleotida yang berfungsi mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosin, molekul kafein juga tertambat pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak sebaliknya menghalang adesonin untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin dirembes. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Tambahan, kafein juga menaikkan permukaan neurotransmitter dopamin di otak.

Sebagian besar dari efek farmakologi dari adenosin di otak hewan dapat ditekan dengan konsentrasi kafein yang relatif rendah (kurang dari 100 umol, yang setara dengan 1-3 cangkir kopi). Adenosin menurunkan pelepasan neuron dan menghambat transmisi sinaptik dan pelepasan neurotransmiter . Kafein juga meningkatkan turnover neurotransmiter, termasuk monoamin dan asetilkolin.

(40)
(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka konsep

Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang penggunaan kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi operasional

Kafein adalah senyawa alkaloid xanthin yang mempunyai efek stimulansia sistem saraf pusat yang dapat meningkatkan waspada dan memperpanjang waktu terjaga.

Kopi merupakan sejenis minuman yang diekstraksi dari biji tanaman kopi. Kopi yang digunakan pada penelitian ini adalah kopi instan jenis Arabica (Coffea Arabica) yang telah disangrai dan dihaluskan.

• Kopi dikelompokkan menurut kandungannya terhadap kafein, terdiri dari: a. Kopi berkafein : kopi yang mengandung kafein

b. Kopi dekafein : kopi yang telah mengalami proses pengurangan kadar kafein hingga sebesar ≤ 0,1% pada biji kopi yang telah disangrai atau ≤ 0,3% pada kopi instan.

Kopi Berkafein

Kualitas tidur

(42)

• Cara ukur : 2 sendok teh kopi dilarutkan dan disajikan dalam cangkir berukuran 200ml.

• Skala pengukuran adalah nominal.

Kualitas tidur adalah penilaian terhadap kualitas tidur yang subjektif, masa onset tidur, lama waktu tidur, kedalaman tidur, jumlah terjaga di waktu malam, kepuasan pada tidur malam.

Mahasiswa adalah orang yang telah terdaftar di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.

• Cara ukur : wawancara

• Alat ukur : Kuesioner Kualitas Tidur

• Kuesioner Kualitas Tidur (Karota-Bukit, 2003) terdiri dari 6 pertanyaan yaitu lama waktu tidur, masa onset tidur, jumlah terjaga pada waktu tidur , kedalaman tidur, kepuasan tidur, dan disfungsi pada siang hari.

• Hasil ukur : mempunyai nilai 0-18. Semakin tinggi nilai skor semakin baik kualitas tidur subjek.

Skor 0 ฀ untuk jawaban A Skor 1 ฀ untuk jawaban B Skor 2 ฀ untuk jawaban C Skor 3฀ untuk jawaban D • Batas pengukuran :

Skor 0-6 ฀ kualitas tidur buruk Skor 7-12 ฀ kualitas tidur sedang Skor 13-18 ฀ kualitas tidur baik • Skala pengukuran adalah interval.

3.3 Hipotesa

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental dengan desain paralel dan tujuan klinis pragmatis dimana peneliti hanya ingin mengetahui apakah ada perbedaan efek dari 2 kelompok yang ingin diteliti tanpa ingin mengetahui sebab-akibat (Mukhtar, 2011). Dengan pengamatan setelah diberikan perlakuan dapat mendeskripsikan pengaruh penggunaan kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 2012 hingga November 2012.

Kampus Universitas Sumatera Utara dipilih karena :

1. Dari pengamatan, mahasiswa banyak mengkonsumsi minuman mengandung kafein di kampus.

2. Belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya terhadap pengaruh kafein terhadap kualitas tidur di kampus FK USU.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

(44)

4.3.2. Kriteria inklusi dan ekslusi

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah :

Kriteria inklusi :

1. Mempunyai kualitas tidur yang baik. 2. Usia antara 18 tahun sampai 23 tahun. 3. Bersedia ikut dalam penelitian

4. Bukan peminum kopi secara rutin

Kriteria eksklusi : 1. Merokok.

2. Mengalami gangguan tidur.

3. Mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi tidur.

4.3.3 Sampel

(45)

Perkiraan Besar Sampel

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan dengan rumus berdasarkan Wahyuni (2007):

Keterangan :

n : besar sampel minimal

Z1-α/2 : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu Z1-β : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada B tertentu P : rata-rata P1 dan P2

P1 : proporsi efek standar P2 : perkiraan proporsi trial

P1-P2 : perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

(46)

Dengan besar sampel minimal 26 mahasiswa, maka sampel penelitian saya bulatkan menjadi 30 mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012 dan diambil dengan menggunakan metode Consecutive Sampling.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah wawancara dimana data kualitas tidur diambil dari 30 mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan Kuesioner Kualitas Tidur. Sukarelawan dilakukan skrining awal menggunakan Kuesioner Kualitas tidur untuk memenuhi kriteria inklusi yaitu memiliki kualitas tidur baik. 30 mahasiswa dibagi menjadi kelompok yang mendapat kopi berkafein dan kelompok yang mendapat kopi dekafein. Subjek dalam penelitian akan diberikan kopi yang harus diminum pada jam 7 malam. Pemantauan dilakukan bagi memastikan subjek minum sesuai aturan. Dan seterusnya dilakukan penilaian kualitas tidur setelah perlakuan, yaitu pada keesokan harinya.

Dalam memberikan perlakuan, dilakukan randomisasi sederhana. Subjek diberikan nomor urut 1 hingga 30. Nomor urut genap atau ganjil yang didapat merupakan nomor yang menunjukkan kelompok perlakuan subjek dan hanya diketahui oleh peneliti. Dalam arti kata lain, sampel penelitian tidak mengetahui adakah mereka mendapat kopi berkafein atau kopi dekafein. Hasil pada kedua kelompok seterusnya dibandingkan.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, berupa kualitas tidur dari hasil kuesioner. Hasil pengukuran ditabulasi dan diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) 17.0 for windows.

(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU). Universitas Sumatera Utara adalah sebuah universitas negeri yang terletak di Kota Medan, Indonesia dan merupakan universitas tertua serta terbaik yang terletak di luar Pulau Jawa, yaitu di Pulau Sumatera. USU juga adalah

universitas yang pertama di Pulau Sumatera yang mempunyai Fakultas Kedokteran. Gedung Fakultas Kedokteran USU terdapat di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Jl. Dr. Mansur No.5 Medan

Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik sekitar 100Ha berada di tengahnya. Fakultas ini memiliki berbagai ruang kelas, ruang administrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, kamar mandi, dan mushola.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

(48)

5.1.3. Distribusi Karakteristik Sampel Tabel 5.1. Deskripsi karakteristik sampel Karakteristik Subjek

(n=30)

Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 7 23,3

Perempuan 23 76,7

Umur

18- <21 8 26,7

21-23 22 73,3

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 orang (76,7%), kemudian laki-laki sebanyak 7 orang (23,3%). Frekuensi umur sampel terbanyak terdapat pada umur 20-23 tahun yaitu 22 orang (73,3%), kemudian umur 18-<20 tahun sebanyak 8 orang (26,7%).

5.1.4. Hasil Analisa Data

5.1.4.1 Analisa Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kopi Yang Diminum Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kopi yang diminum

Jenis kopi Frekuensi (n) Persentase (%)

Berkafein 15 50,0

Dekafein 15 50,0

Jumlah 30 100,0

Dari tabel didapatkan bahwa distribusi sampel berdasarkan jenis kopi adalah sama yaitu 15 orang (50,0%) mendapat kopi berkafein dan 15 orang (50,0%)

(49)

5.1.4.2. Analisa Aspek Dalam Kuesioner Kualitas Tidur Berdasarkan Jenis Kopi Yang Diminum

Tabel 5.3 Distribusi jumlah jam tidur berdasarkan jenis kopi yang diminum *=Uji Kolmogrov-Smirnov

Berdasarkan tabel diatas dilihat bahwa bagi sampel yang mendapat kopi berkafein, frekuensi jumlah jam tidur terbanyak adalah tidur kurang dari 5 jam yaitu 10 orang (66,7%) dan yang paling sedikit adalah tidur lebih dari 7 jam yaitu 0 orang (0%).

Pada sampel yang mendapat kopi dekafein, frekuensi jumlah jam tidur terbanyak adalah di antara 6-7 jam yaitu 7 orang (46,7) dan yang paling sedikit adalah lebih dari 7 jam yaitu 1 orang (6,7%).

Pada hasil uji statistik Kolmogrov-Smirnov diperoleh p-value < 0,05 (nilai signifikansi adalah 0,028), ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah jam tidur yang signifikan pada sampel yang mendapat kopi berkafein.

Jumlah jam tidur Jenis kopi yang diminum Jumlah p-value Berkafein Dekafein

n % n % n %

< 5 jam 10 66,7 2 13,3 12 40,0 0,028*

5-6 jam 3 20,0 5 33,3 8 26,7

6-7 jam 2 13,3 7 46,7 9 30,0

> 7 jam 0 0 1 6,7 1 3,3

(50)

Tabel 5.4 Distribusi onset tidur berdasarkan jenis kopi

Onset tidur Jenis kopi yang diminum Jumlah p-value Berkafein Dekafein

n % n % n %

> 60 menit 6 40,0 1 6,7 7 23,3 0,028* 31-60 menit 5 33,3 2 13,3 7 23,3

16-30 menit 3 20,0 3 20,0 6 20,0 <15 menit 1 6,7 9 60,0 10 33,3 Jumlah 15 100,0 15 100,0 30 100,0 *=Uji Kolmogrov-Smirnov

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang mendapat kopi berkafein, frekuensi onset tidur terbanyak adalah lebih dari 60 menit yaitu 6 orang (40,0) dan yang paling sedikit adalah onset kurang dari 15 menit yaitu 1 orang (6,7%).

Pada sampel yang mendapat kopi dekafein,frekuensi onset tidur terbanyak adalah kurang dari 15 menit yaitu 9 orang (60,0) dan yang terendah adalah onset lebih dari 60 menit yaitu 1 orang (6,7%).

(51)

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi terbangun pada malam hari berdasarkan jenis kopi

Frekuensi terbangun pada malam hari

Jenis kopi yang diminum Jumlah p-value Berkafein Dekafein

n % n % n %

> 5 kali 1 6,7 0 0 1 3,3 0,009*

3-4 kali 3 20,0 0 0 3 10,0

1-2 kali 10 66,7 5 33,3 15 50,0

Tidak ada 1 6,7 15 66,7 11 36,7

Jumlah 15 100,0 15 100,0 30 100,0

*=Uji Kolmogrov-Smirnov

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang mendapat kopi berkafein banyak yang mengeluhkan frekuensi mereka terbangun pada malam hari adalah antara 1 hingga 2 kali yaitu 10 orang (66,7%) dan yang paling sedikit adalah mereka yang tidak terbangun sama sekali pada malam hari yaitu 1 orang (6,7%).

Pada sampel yang mendapat kopi dekafein, kebanyakan mereka tidak mengeluhkan terbangun pada malam hari yaitu 10 orang (66,7%) dan yang paling sedikit yaitu tiada sampel yang dilaporkan terbangun 3-4 kali (0%) atau terbangun lebih dari 5 kali (0%).

(52)

Tabel 5.6 Distribusi kedalaman tidur berdasarkan jenis kopi yang diminum

Kedalaman tidur Jenis kopi yang diminum Jumlah p-value Berkafein Dekafein

n % n % n %

Sebentar- bentar terbangun 3 20,0 1 6,7 4 13,3 0,003* Tidur dan kemudian terbangun 7 46,7 2 13,3 9 30,0

Tidur tapi tidak nyenyak 4 26,7 1 6,7 5 16,7 Tidur sangat nyenyak 1 6,7 11 73,3 12 40,0 Jumlah 15 100,0 15 100,0 30 100,0 *=Uji Kolmogrov-Smirnov

Berdasarkan tabel, bagi sampel yang mendapat kopi berkafein frekuensi kedalaman tidur terbanyak adalah mereka yang tidur dan kemudian terbangun yaitu 7 orang (46,7%) dan yang paling sedikit adalah sampel yang tidur sangat nyenyak yaitu 1 orang (6,7%).

Pada sampel yang mendapat kopi dekafein, frekuensi kedalaman tidur

terbanyak adalah mereka yang tidur yang sangat nyenyak yaitu 11 orang (73,3%) dan paling sedikit adalah sampel yang mengeluhkan tidur tapi tidak nyenyak dan

sebentar-bentar terbangun, masing-masing kategori hanya 1 orang (6,7%). Pada hasil uji statistik Kolmogrov-Smirnov diperoleh p-value < 0,05 (nilai signifikansi adalah 0,003), ini menunjukkan bahwa adanya terjadi perburukan yang signifikan dari kedalaman tidur pada sampel yang mendapat kopi berkafein.

(53)

Tabel 5.7 Distribusi kepuasan tidur berdasarkan jenis kopi

Kepuasan tidur Jenis kopi yang diminum Jumlah p-value Berkafein Dekafein

n % n % n %

Tidak sama sekali 5 33,3 1 6,7 6 20,0 0,009* Sedikit puas 7 46,7 2 13,3 9 30,0

Cukup puas 3 20,0 11 73,3 14 46,7

Sangat puas 0 0 1 6,7 1 3,3

Jumlah 15 100,0 15 100,0 30 100,0

*=Uji Kolmogrov-Smirnov

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang mendapat kopi berkafein, frekuensi kepuasan tidur terbanyak adalah mereka yang sedikit puas yaitu 7 orang (46,7%) dan paling sedikit yaitu tiada sampel yang merasakan sangat puas dengan tidur malamnya (0%).

Pada sampel yang mendapat kopi dekafein, mereka merasakan frekuensi terbanyak kepuasan adalah cukup puas yaitu 11 orang (73,3%) dan yang paling sedikit adalah sampel yang tidak puas sama sekali yaitu 1 orang (6,7%) dan sampel yang merasa sangat puas dengan tidur malamnya juga 1 orang (6,7%).

(54)

Tabel 5.8 Distribusi aktivitas pada pagi hari berdasarkan jenis kopi

Aktivitas pada pagi hari Jenis kopi yang diminum Jumlah p-value Berkafein Dekafein

n % n % n %

Sangat lemah/lelah 0 0 0 0 0 0 0,028*

Lemah/ lelah 5 33,3 2 13,3 7 23,3

Sedikit lemah/ lelah 9 60,0 4 26,7 13 43,3 Tidak lemah/lelah 1 6,7 9 60,0 10 33,3

Jumlah 15 100,0 15 100,0 30 100,0

*=Uji Kolmogrov-Smirnov

Berdasarkan tabel, sampel yang mendapat kopi berkafein banyak yang mengeluhkan mereka merasa sedikit lemah untuk beraktivitas pada pagi hari yaitu 9 orang (60,0%). dan frekuensi paling sedikit yaitu tiada sampel yang merasa sangat lemah untuk berakitivitas pada pagi hari (0%)

Pada kebanyakan sampel yang mendapat kopi dekafein, mereka merasakan tidak lemah untuk beraktivitas pada pagi hari yaitu 9 orang (60,0%) dan frekuensi yang paling sedikit yaitu tiada sampel yang merasa sangat lemah untuk berakitivitas pada pagi hari (0%)

(55)

5.1.4.3 Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Jenis Kopi Dengan Kualitas Tidur

Tabel 5.9 Hasil analisa statistik hubungan antara jenis kopi dengan kualitas tidur Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Kualitas tidur Jenis kopi yang diminum Jumlah p-value Berkafein Dekafein

n % n % n %

Baik 1 6,7 11 73,3 12 40,0 0,003*

Sedang 8 53,3 3 20,0 11 36,7

buruk 6 40,0 1 6,7 7 23,3

Jumlah 15 100,0 15 100,0 30 100,0

*=Uji Kolmogrov-Smirnov

Kualitas tidur diukur dari hasil total skor kuesioner. Nilai 0-6 menandakan kualitas tidur buruk, nilai 7-12 menandakan kualitas tidur sedang dan nilai 13-18 menandakan kualitas baik.

Dari tabel didapatkan bahwa bagi sampel yang mendapat kopi berkafein, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori sedang yaitu 8 orang (53,3%) dan yang paling sedikit adalah kategori baik yaitu 1 orang (6,7%).

Pada sampel yang mendapat kopi dekafein, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori baik yaitu 11 orang (73,3%) dan yang paling sedikit adalah kategori buruk yaitu 1 orang (6,7%).

(56)

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini, sampel yang mendapat kopi berkafein banyak memiliki kualitas tidur sedang yaitu 8 orang (53,3%). Sedangkan bagi sampel yang mendapat kopi dekafein, banyak memiliki kualitas tidur baik yaitu 11 orang (73,3%). Pada hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur pada Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja utama kafein yaitu menghambat reseptor adenosin. Adenosin merupakan neurotransmitter yang efeknya mengurangkan aktivitas sel terutama sel saraf. Oleh sebab itu, apabila reseptor adenosin berikatan dengan kafein, efek yang berlawanan dihasilkan, lantas menjelaskan efek stimulans kafein (Allsbrook, 2008).

Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Drapeau et al (2006) yang meneliti efek penggunaan kafein 200mg sebelum tidur pada kelompok umur muda dan pertengahan. Hasil menunjukkan kafein mengurangkan kualitas tidur (p<0,09) dan, pada kedua kelompok. Selain itu, penelitian oleh Harrison dan Horne (2000) yang meneliti efek penggunaan kafein 350mg pada sampel dengan insomnia menunjukkan bahwa kafein menurunkan kualitas tidur (p<0,05) pada sampel dengan insomnia. Ini menunjukkan bahwa kafein menurunkan kualitas tidur bukan saja pada orang normal tetapi juga pada sampel dengan kondisi insomnia.

Pada penelitian ini, hasil perbandingan antar kedua kelompok menunjukkan bahwa terjadi perburukan pada jumlah jam tidur, onset tidur, frekuensi terbangun di malam hari, kedalaman tidur, kepuasan tidur dan disfungsi pada pagi hari pada kelompok yang mendapat kopi berkafein. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perburukan kualitas tidur pada kelompok yang mendapat kafein.

(57)

Brezinova (1974) yang menemukan pada sampel yang mendapat kopi berkafein terjadi penurunan dari jumlah jam tidur selama 2 jam (p<0,01) dan penelitian Drapeau et al (2006) yang menunjukkan kafein menurunkan jumlah jam tidur (p<0,02).

Pada 40% sampel yang mendapat kopi berkafein mengeluhkan onset tidur yang lebih dari 60 menit, dan onset tidur 60% sampel yang mendapat kopi dekafein adalah kurang dari 15 menit. Dari uji statistik menunjukkan terdapat perburukan dari onset tidur sampel yang mendapat kopi berkafein. Hal ini bersamaan dengan penelitian Brezinova (1974) yang menemukan kafein meningkatkan onset tidur dengan nilai rata-rata 66 menit (p<0,01) dan penelitian oleh Drapeau et al (2006) yang menunjukkan kafein memanjangkan onset tidur (p<0,01).

Pada 66,7% sampel yang mendapat kopi berkafein mengeluhkan frekuensi mereka terbangun pada malam hari antara 1 hingga 2 kali dan 60% sampel yang mendapat kopi dekafein tidak mengeluhkan terbangun pada malam hari. Penelitian oleh Brezinova (1974) juga mendapat hasil yang sama yaitu peningkatan frekuensi terbangun pada malam hari pada kelompok yang mendapat kafein (p<0,01).

Berdasarkan hasil penelitian ini, kedalaman dan kepuasan tidur pada kelompok yang mendapat kopi berkafein adalah lebih buruk berbanding kelompok dekafein. Hal ini bersamaan dengan penelitian oleh Brezinova (1974) yang membuktikan bahwa kafein menurunkan kedalaman dan kepuasan tidur (p<0,02).

(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas tidur orang yang mendapat kopi berkafein adalah 53,3% berkualitas sedang.

2. Kualitas tidur orang yang mendapat kopi dekafein adalah 73,3% berkualitas baik.

3. Kualitas tidur pada orang yang mendapat kopi berkafein adalah lebih buruk dari orang yang mendapat kopi dekafein.

6.2. Saran

1. Pada masyarakat terutama mahasiswa agar tidak sering menggunakan kafein terutama pada malam hari kerana kafein terbukti dapat mengakibatkan perburukan kualitas tidur yaitu dari aspek jumlah jam tidur yang berkurang, onset tidur yang lebih lama, kepuasan dan kedalaman tidur yang menurun serta dapat menyebabkan gangguan untuk beraktivitas pada pagi hari.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed. DSM-IV-TR. Washington D.C.: American Psychiatric Association.

Allsbrook, J 2008. Properties of caffeine molecule. Available from:

[Accessed on 21 November 2012].

Atkinson, 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Available from: http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/1A%20ma kalah.remaja&masalahnya.pdf [Accesed on 14 May 2012].

Bozorg, A. M., 2010. Narcolepsy. Available from: [Accessed on 16 May 2012].

http://emedicine.medscape.com/article/1188433-overview#showall

Buysse, D., Reynolds, C. F., Monk, T.H., Berman, S. R., Kupfer, D. J., 1989. The Pittsburgh Sleep Quality Index: A New Instrument for Psychiatric Practice and Research. Psychiatric Research, 28 (2) : 193-213

Brezinova, V. 1974. Effects on caffeine on sleep: EEG study in late middle age people. British Journal of Clinical Pharmacology, 1, 203-208

Chawla J, 2011. Neurologic Effects of Caffeine. Available from: [Accessed on 10 July 2012]

http://emedicine.medscape.com/article/1182710overview#aw2aab6b5

Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip oleh Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Drapeau, Bert, Robillard, Selmaoui, Filipi N, Carrier, 2006. Challenging sleep in aging: the effects of 200 mg of caffeine during the evening in young and middle-aged moderate caffeine consumers. J Sleep Res, 15; 133-141

Ganong, William F, 2003 Perilaku Siaga, Tidur, dan Aktivitas Listrik Otak. Dalam: Fisiologi Kedokteran,. Edisi 20. Jakarta : EGC.

(60)

Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Kedokteran.Ed 9.Jakarta: EGC.1997; 91- 102,1339-1353.

Harrison, Horne, 2000. Sleep Loss and Temporal Memory In The Quarterly Journal Of Experimental Psychology, 2000, 53A (1), 271-279

Hidayat, A. A. (2006). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: salemba

Medika.

James, J. E. (1998). Acute and chronic effects of caffeine on performance, mood, headache, and sleep. Neuropsychobiology, 38, 32-41.

Japardi, I., 2002. Gangguan Tidur. Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/1948 [Accessed: 13 Mei 2012].

Kaplan, R.M., Sallis, J.F & Patterson, T.L., 1993. Health and human Behavior. New York: Mc Graw-Hill Book Co.

Karota-Bukit, 2003. Sleep Quality and Factors Interfering with Sleep among Hospitalized elderly in Medical Units, Medan Indonesia. Master of Nursing Science thesis in Adult Nursing. Prince of Songkla University, Thailand.

Kirrcheimer, S 2004 Young Children Don’t Sleep Enough. Available from:

[Accessed on 23 JULY 2012]

Lubit, L H., 2012. Sleep Disorders. Available from: [Accessed on 20 MAY 2012].

Madiyono B, Moeslichan S,Sastroasmoro S,Budiman I,Purwanto SH.Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.Edisi ke-3.Jarkata.2008:302-331

Mukhtar, Z., T Siti Hajar Haryuna, Effendy, E., Rambe, A, Betty, Devira Zahara, 2011. DesainPenelitian Klinis dan Stastika-Kedokteran.Edisi 1:1-26.

(61)

Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta : CV. Sagung Seto

Schardt D. Caffeine: The good, the bad, and the maybe. Nutrition Action. 2008;1-6. Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC Smith A P, Brockman P, Flynn R, Maben A, Thomas M, 1993. Investigation of the

effects of coffee on alertness and performance and mood during the day and night. Neuropsychobiology 27: 217–223

Sunaryo, 2007., Perangsang Susunan Saraf Pusat. Dalam: Farmakologi dan Terapi Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007 : Edisi V: 223-233

Sun, Y., Zhang, Y., He, N., Liu, X., & Miao, D. 2007. Caffeine and placebo expectation: Effects on vigilance, cognitive performance, heart rate, and blood pressure during 28 hours of sleep deprivation. Journal of Psychophysiology, 21, 91-99.

Tortora, G.J. & Derrickson, B. 2009. Principle of Anatomy and Physiology.12th ed. John Wiley & Sons: USA.

(62)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurdiana binti T Dawin Tempat / Tanggal Lahir : Selangor / 27 Augustus 1991

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr. Sumarsono No. 5, Medan Baru, 20154. Telepon : 083197934026

Orang Tua : Ayah : T. Daswin T. Ahmad Ibu : Husna M Amin Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Kebangsaan Klang Selangor Malaysia (1997 – 2003)

2. SMK Tengku Ampuan Rahimah Klang Selangor Malaysia (2004-2008) 3. Foundation of Science Nirwana Collage (2008-2009)

(63)

Riwayat Pelatihan dan Organisasi :

1. Peserta Seminar Motivasi Jati Diri dan Pendidikan tahun 2010

2. Peserrta Satu Rumpun Satu Sekarang Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Morelan Program Sunatan Tahun 2011

3. Peserta Seminar KTI Update Kedokteran SCORE FK USU Tahun 2012 4. Peserta Program Bakti Sosial Panti Asuhan Acheh Tahun 2012.

5. Peserta Islamic Medicine 3 PHBI FK USU tahun 2012.

6. Anggota Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia di Indonesia, Cawangan Medan (PKPMI-CM)

Gambar

Gambar 2.1. Struktur kimia kafein
Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kopi yang diminum
Tabel 5.3 Distribusi jumlah jam tidur berdasarkan jenis kopi yang diminum
Tabel 5.4  Distribusi onset tidur berdasarkan jenis kopi
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS.. SUMATERA UTARA

Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Stambuk 2012.. Kata kunci: kualitas tidur,

Seterusnya, penilaian terhadap disfungsi tidur pada siang hari dinilai apakah seberapa sering timbul masalah yang mengganggu anda tetap terjaga sadar saat mengendarai

Kafein mengikat reseptor sel di otak dan mencegah mereka dari menerima kelelahan sinyal yang diproduksi oleh adenosin, untuk menjaga individu tetap terjaga dan

Skripsi ini berjudul “Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Semester VII di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2016” yang merupakan salah

Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur pada mahasiswa FK USU semester VII tahun 2016.. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian

Sesuai dengan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara tingkat stres dengan kualitas tidur pada mahasiswa semester

Hubungan Antara Karakteristik Mahasiswa dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura [Skripsi]..