• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vigor Of Lime Seed (Citrus Amblycarpa Hassk. Ohcse) On Saline And Drought Conditions

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Vigor Of Lime Seed (Citrus Amblycarpa Hassk. Ohcse) On Saline And Drought Conditions"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

VIGOR BENIH JERUK LIMAU (Citrus amblycarpa Hassk.

Ohcse) PADA KONDISI SALIN DAN KEKERINGAN

CHOIRUL UMAM

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Vigor Benih Jeruk Limau (Citrus amblycarpa Hassk. Ohcse) pada Kondisi Salin dan Kekeringan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

(4)

ABSTRAK

CHOIRUL UMAM. Vigor Benih Jeruk Limau (Citrus amblycarpa Hassk. Ohcse) pada Kondisi Salin dan Kekeringan. Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO dan ANGGI NINDITA.

Jeruk limau dibudidayakan di berbagai negara untuk digunakan sebagai bumbu masak biasanya sebagai pewangi, penyedap dan pembersih muka. Tanaman diperbanyak secara generatif dengan benih atau vegetatif dengan penyambungan. Masih sedikit informasi tentang vigor benih jeruk limau pada kondisi stress. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan pada kondisi salin dan kekeringan. Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor sejak bulan Maret sampai Juli 2015. Tujuan penelitian ini untuk memberikan informasi tentang vigor benih jeruk limau pada kondisi salin dan kekeringan. Percobaan pertama yaitu menguji vigor benih jeruk limau pada kondisi salin yang berbeda menggunakan NaCl yaitu: 0, 1500 ppm, 3000 ppm dan 4500 ppm. Percobaan kedua yaitu menguji vigor benih jeruk limau pada berbagai kondisi kekeringan menggunakan PEG 6000 pada 0, -0.75 bar, -1.5 bar dan -2.25 bar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi salin dan kekeringan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap penurunan daya berkecambah, indeks vigor dan bobot kering kecambah normal. Semakin tinggi konsentrasi NaCl (kondisi salin) atau PEG 6000 (kondisi kekeringan), nilai persentase daya berkecambah benih jeruk limau semakin kecil.

(5)

ABSTRACT

CHOIRUL UMAM. Vigor of Lime Seed (Citrus amblycarpa Hassk. Ohcse) on Saline and Drought Conditions. Supervised by FAIZA C. SUWARNO and ANGGI NINDITA

Lime is cultivated in many countries as food ingredient, food fragrances, flavorings and face cleaner. The crop is propagated by seeds generatively or by grafting vegetatively. There are limited information available on lime’s seed vigor in stress conditions. The research was consist of two experiment, i.e. saline and drought conditions. The experiment was conducted at the Laboratory of Seed Science and Technology IPB from March to July 2015. The objective of this research was to provide information related to vigor of lime seed in saline and drought conditions. First experiment was tested the vigor of lime seeds in different saline conditions by using NaCl, i.e. 0 ppm, 1500 ppm, 3000 ppm and 4500 ppm. Second experiment tested the vigor of lime seeds in different drought conditions using PEG 6000 at 0 bar, -0.75 bar, -1.5 bar and -2.25 bar. The experiment elucidated that saline and drought conditions significantly decreased germination percentage, vigor index and dry weight of normal seedling. The higher the concentration of NaCl (salinity condition) or PEG 6000 (drought condition), the smaller the germination percentage of lime seeds.

(6)
(7)

VIGOR BENIH JERUK LIMAU (Citrus amblycarpa Hassk.

Ohcse) PADA KONDISI SALIN DAN KEKERINGAN

CHOIRUL UMAM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah-Nya dan tidak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul Vigor Benih Jeruk Limau (Citrus Amblycarpa Hassk. Ohcse) pada Kondisi Salin dan Kekeringan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS dan Ibu Anggi Nindita, SP MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Winarso D. Widodo, MS.PhD atas masukan dan sarannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan do’a dan dukungan baik moril maupun materil. Terima kasih kepada Kementerian Agama RI yang telah membiayai penulis selama studi. Terima kasih kepada teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48. Semoga Allah yang Maha Mulia, dengan keluasan karunia dan anugerah-Nya menjadikan skripsi ini bermanfaat dan memberikan pahala atas karya ini.

Bogor, Oktober 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Jeruk Limau (Citrus amblycarpa Hassk. Ohcse) 2

Viabilitas dan Vigor Benih 2

Cekaman Lingkungan 3

Cekaman Salinitas 4

Cekaman Kekeringan 5

METODE PENELITIAN 6

Tempat dan Waktu 6

Bahan dan Alat 6

Pelaksanaan Percobaan 6

Rancangan Percobaan 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum 10

Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Jeruk Limau Pada Kondisi

Cekaman Salin 11

Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Jeruk Limau Pada Kondisi

Cekaman Kekeringan 15

KESIMPULAN DAN SARAN 20

Kesimpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

(14)

DAFTAR TABEL

1. Nilai daya berkecambah benih jeruk limau pada percobaan

pendahuluan 10

2. Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam vigor kekuatan tumbuh

benih jeruk limau pada kondisi salin 11

3. Nilai tengah vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada

kondisi salin 11

4. Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam vigor kekuatan tumbuh

benih jeruk limau pada kondisi kekeringan 15

5. Nilai tengah vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada

kondisi kekeringan 16

DAFTAR GAMBAR

1. Pengaruh kondisi salin terhadap daya berkecambah benih jeruk

limau 13

2. Pengaruh kondisi kekeringan terhadap daya berkecambah benih

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri buah-buahan tropika mulai tumbuh cepat semenjak tahun 1980. Perkembangan industri ini mengalami beberapa kendala, diantaranya adalah skala usaha kebun buah-buahan yang masih sempit. Sebagai negara tropika dengan areal yang cukup luas di dunia, peran Indonesia dalam produksi buah-buahan tropika cukup besar. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan banyak lahan yang belum dimanfaatkan dengan optimal, tetapi tidak mudah untuk mendapatkan lahan yang cukup luas dan sesuai untuk pengembangan buah-buahan. Sebagian lahan yang mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi sudah dimanfaatkan untuk usaha lain (Poerwanto 2003).

Jeruk limau memiliki pohon berbentuk perdu kecil dengan tinggi 1-2 m. Buahnya berukuran kecil dengan diameter antara 2-3 cm dan rasanya asam. Manfaat jeruk limau hampir sama dengan jeruk nipis yaitu daun dan buahnya sebagai campuran bumbu masak biasanya sebagai pewangi, penyedap dan pembersih muka.

Tanaman jeruk di Indonesia sebagian besar diperbanyak dengan cara okulasi atau penyambungan. Okulasi adalah teknik perbanyakan tanaman dengan memadukan bibit yang unggul dari batang atas dan batang bawah. Batang bawah dipilih dari jenis jeruk yang memiliki sifat antara lain perakaran yang bagus, tahan terhadap hama dan penyakit, tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim seperti kondisi salin dan kekeringan. Batang bawah biasa diperbanyak langsung dengan biji (generatif). Batang bawah yang sudah umum digunakan di Indonesia adalah jenis Japansche Citroen (JC) dan Rough Lemon (RL). Pengelolaan kebun jeruk yang baik sangat ditentukan oleh kualitas bibit yang digunakan dan ketersediaan sarana produksi dan pendukung lainnya (Deptan 2005). Penggunaan jenis batang bawah perlu didukung informasi mengenai potensi dan sifat varietas batang bawah. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian ketahanan salin dan kekeringan terhadap benih jeruk limau.

Menurut Sadjad (1993) untuk mendeteksi vigor benih terhadap kondisi suboptimum (kekeringan dan salin) dapat dilakukan di rumah kaca atau laboratorium dengan menguji pertumbuhan benih pada media yang dapat dikontrol dan lebih praktis seperti pada kertas, pasir, maupun tanah. Perlakuan kekeringan dapat menggunakan Polyethylene glycol (PEG) dan perlakuan salin dapat menggunakan garam NaCl.

Pengujian vigor benih jeruk limau pada kondisi salin dan kekeringan diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan informasi potensi jeruk limau jika ditanam pada kondisi suboptimal yaitu salin dan kekeringan. Sadjad et al.(1999) menyatakan bahwa benih yang vigor akan menghasilkan produk diatas normal jika ditanam pada kondisi optimum.

Tujuan

(16)

2

Hipotesis

Tingkat kekeringan dan salinitas akan memberikan pengaruh terhadap vigor benih jeruk limau.

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk Limau (Citrus amblycarpa Hassk. Ohcse)

Jeruk limau termasuk perdu yang menghasilkan jeruk paling kecil diantara jenis jeruk lainnya. Garis tengah buahnya tidak melebihi 3 cm. Jeruk limau sangat disukai untuk pembuatan sambal. Kulit buah jeruk limau tidak rata, berwarna hijau gelap, tebal dan tidak mudah dilepas. Kulit buah jeruk limau berwarna kuning ketika masak (Versteegh 2003). Buah jeruk limau memiliki bulir kecil, berwarna hijau muda dan mempunyai biji cukup banyak. Jeruk limau hampir mirip dengan jeruk purut namun ukurannya lebih kecil. Jeruk limau rasanya asam, sedangkan jeruk yang rasanya asam benihnya termasuk ke dalam golongan intermediet. Benih intermediet dapat disimpan pada kadar air yang rendah tetapi tidak tahan terhadap suhu yang rendah (dibawah 0ºC).

Jeruk limau diklasifikasikan kedalam Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil), Subkelas: Rosidae, Ordo: Sapindales, Famili: Rutaceae (suku jeruk-jerukan), Genus: Citrus dan Spesies Citrus amblycarpa (Hassk.) Ochse (Anonim 2015).

Biji jeruk bersifat poliembrioni yaitu dari satu benih dapat menghasilkan kecambah vegetatif dan kecambah zigotik (Adiyanti 2013).

Viabilitas dan Vigor Benih

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan gejala pertumbuhan, kinerja kromosom atau garis viabilitas. Viabilitas dibedakan menjadi viabilitas potensial dan viabilitas sesungguhnya (vigor). Viabilitas potensial merupakan daya hidup benih pada kondisi optimum, secara potensial mampu menghasilkan tanaman normal yang mampu berproduksi dan bereproduksi secara normal, pada pengujian benih ditunjukkan dengan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang tinggi (Sadjad 1994).

(17)

3

yang pada akhirnya akan membuahkan produksi yang normal walaupun kondisi alamnya tidak optimum (Sadjad et al. 1999).

Vigor benih dapat dipilah atas dua klasifikasi, yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Kedua macam vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan parameter viabilitas absolut yang tolok ukurnya dapat bermacam-macam (Sadjad 1993). Benih vigor tidak cukup hanya menumbuhkan satu individu tanaman yang tegar, tetapi mampu mewujudkan suatu pertanaman yang homogen yang pada akhirnya membuahkan produksi pertanaman yang optimum, meski melalui tantangan kondisi alam yang tidak optimum. Benih vigor tidak lagi mencerminkan benih secara individual, tetapi dalam wujud sebuah lot (Sadjad et al. 1999).

Cekaman Lingkungan

Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah air, udara, suhu dan cahaya. Air merupakan kebutuhan dasar untuk perkecambahan. Hal ini penting untuk pengaktifan enzim, kerusakan, translokasi dan penggunaan bahan cadangan penyimpanan. Udara terdiri atas sekitar 20% oksigen, 0.03% karbondioksida dan 80% gas nitrogen. Oksigen sangat diperlukan untuk perkecambahan. Benih berkecambah merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak reaksi dan fase individu, yang masing-masing dipengaruhi oleh suhu, yaitu suhu minimum, optimum dan maksimum dimana perkecambahan akan terjadi. Kelembaban, oksigen dan suhu yang sesuai sangat penting untuk perkecambahan semua benih, spesies tertentu juga membutuhkan cahaya untuk perkecambahan (Copeland dan McDonald 2001).

Penyerapan air oleh benih merupakan tahapan pertama dari proses perkecambahan yang berlangsung hingga munculnya radikula. Faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah sifat kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media sekitarnya (Sutopo 2002). Air memiliki peran yang sangat penting dalam proses perkecambahan benih. Peranan air dalam perkecambahan antara lain: melunakkan kulit benih, memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih, mengencerkan sitoplasma sehingga dapat mengaktifkan fungsinya dan sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma ke titik tumbuh pada perkembangan embrio (Takahashi 1995).

(18)

4

(Murtilaksono dan Wahyuni 2004). Kebutuhan air tanaman ditentukan berdasarkan nilai kandungan air (%) pada keadaan kapasitas lapang (pF 2.54) dan nilai kandungan air (%) pada keadaan titik layu permanen (pF 4.20) (Marsha et al. 2014). Nilai pF adalah nilai daya ikat tanah terhadap air. Nilai pF 2.5 setara dengan kadar air pada tekanan -0.3 bar sedangkan pF 4.2 setara dengan kadar air pada tekanan -15 bar. Kadar air kapasitas lapang tanah andosol sebesar 45.08 % (Bandi et al. 2014), tanah andosol yang berbeda sebesar 56.47% (Silalahi et al. 2013) dan tanah inceptisol sebesar 49.18% (Simangunsong et al. 2013). Pada jenis tanah yang memiliki mineral liat tipe 2:1 dan bertekstur liat, titik layu permanen dicapai pada kadar air 15%, sedangkan pada jenis tanah mineral liat tipe 1:1 yang bertekstur lempung titik layu permanen dicapai pada kadar air 10%. Apabila teksturnya pasir dan gambut kadar air titik layu permanen akan lebih rendah lagi (Hardjowigeno 1992).

Cekaman Salinitas

Tersedianya air ditentukan juga oleh faktor salinitas dari air tersebut. Air yang ada belum tentu dapat diserap oleh benih untuk proses perkecambahan. Sadjad (1975) menyatakan kandungan garam yang tinggi pada air mengakibatkan tekanan osmosis yang tinggi, sehingga menghambat masuknya air kedalam benih. Misalnya di daerah pantai, air ada berlimpah-limpah tetapi tidak tersedia karena membutuhkan tekanan osmosis yang besar untuk dapat diserap. Cekaman salinitas berpengaruh pada perkecambahan melalui pencegahan pengambilan air dengan tekanan osmotik dan masuknya ion beracun bagi perkembangan embrio atau kecambah (Desai et al. 1997).

Jeruk merupakan salah satu tanaman buah yang penting didunia yang sensitif terhadap berbagai cekaman lingkungan termasuk cekaman salin. Syvertsen dan Sanchez (2014) menyatakan bahwa pada beberapa kondisi, cekaman garam dapat menjadi menguntungkan. Fredj et al. (2013) menyatakan bahwa metode priming dengan NaCl pada 4 g L-1 dapat digunakan sebagai metode untuk meningkatkan kinerja benih ketumbar. Reninta (2012) juga menyatakan bahwa percobaan penderaan pada kondisi salin dengan konsentrasi NaCl 5.12 g L -1

terbukti efektif untuk mengidentifikasi varietas benih kedelai yang toleran terhadap cekaman salin. Salinitas adalah cekaman komplek yang mengatur tiga komponen berbeda: komponen ionik terkait untuk akumulasi ion terutama Cl -pada tanaman jeruk; komponen osmotik karena ion ini beracun di vakuola; dan peningkatan pembentukan ROS. Crespo et al. (2012) menyatakan bahwa tanah dengan konsentrasi garam yang tinggi praktis kering karena ion-ion tersebut memerangkap air yang tersedia. Tanaman jeruk merespon masalah ini dengan memproduksi osmolit kompatible seperti prolin.

(19)

5

pada konsentrasi rendah sampai dengan 0.50% hanya menghambat perkecambahan. Tidak semua benih yang tidak mampu berkecambah dapat berkecambah setelah dicuci, hal ini menunjukkan adanya pengaruh racun dari NaCl (Suwarno dan Solahuddin 1983). Pada pohon-pohon jeruk, Cl- adalah ion yang paling beracun dan toleransi garam berkorelasi dengan kemampuan batang bawah untuk meminimalkan akumulasi Cl- (Hussain et al. 2012).

Cekaman Kekeringan

Benih membutuhkan air untuk dapat berkecambah. Imbibisi adalah proses benih menyerap air untuk berkecambah (Nautiyal et al. 2010). Kadar air tanah bermacam-macam tergantung pada kondisi iklim. Di alam air tidak selalu merata. Air yang ada dan tersedia merupakan faktor yang menentukan benih untuk berkecambah. Tersedianya air harus terjadi pada suatu waktu yang tepat. Faktor yang menentukan tersedianya air adalah faktor osmosis dan saingan yang dilancarkan oleh organisme lain dalam tanah atau disekitar benih terhadap air (Sadjad 1975).

Perubahan kadar air tanah khususnya lapisan tanah bagian atas dapat mempengaruhi keadaan air dalam akar dan merangsang peningkatan konsentrasi ABA di ujung akar. Peningkatan konsentrasi ABA dalam xilem bersumber dari akar dan secara kuantitatif dapat merangsang perubahan secara fisiologi tanaman yang mengalami cekaman kekeringan pada kondisi terkontrol maupun kondisi lapang. ABA mungkin menyebabkan penurunan kemampuan perkembangan sel dengan berkurangnya proses relaksasi dinding. Tetapi ABA bukanlah satu-satunya pengontrol awal pertumbuhan daun dan fungsi tanaman secara keseluruhan (Bahrun 2002).

Simulasi cekaman kekeringan banyak dilakukan dengan menggunakan larutan osmotikum yang dapat mengontrol potensial air dalam media tanaan. Pengujian benih terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan cara simulasi kondisi kekeringan menggunakan Polyethylen Glycol (PEG). Asay dan Johnson (1983) menyatakan bahwa simulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta tidak bersifat racun bagi tanaman. Michel dan Kaufman (1973) menjelaskan bahwa Polyethylen Glycol menyebabkan penurunan potensial air secara homogen sehingga dapat digunakan untuk meniru besarnya potensial air tanah. Polyethylen Glycol juga memiliki sifat tidak beracun, tidak berbau, tidak bereaksi dengan senyawa lain (netral), non volatil dan tidak menyebabkan iritasi.

(20)

6

semakin tertekan. Kondisi tersebut dibuktikan dengan penurunan rataan tinggi, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang akan digunakan pada penelitian adalah benih jeruk limau. Buah jeruk limau berasal dari kebun di Desa Karahkel, Leuwiliang, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah NaCl, PEG-6000 (Polyethilene Glycol-6000), kertas stensil, tisu, plastik, kertas label, amplop, dan aquades.

Alat yang digunakan yaitu Alat Pengecambah Benih (APB) IPB 72-1, timbangan digital, alat tulis, cutter, magnetic stirrer, oven, saringan, pinset, hand sprayer, penggaris dan alat pengepres kertas.

Pelaksanaan Percobaan

Penelitian terdiri atas percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Percobaan utama terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan vigor benih jeruk limau pada kondisi salin dan percobaan vigor benih jeruk limau pada kondisi kekeringan.

Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilaksanakan untuk menentukan cara ekstraksi yang baik dan menentukan konsentrasi perlakuan yang akan digunakan untuk percobaan. Percobaan pendahuluan terdiri atas tiga kegiatan yaitu ekstraksi benih, pengukuran kadar air dan penanaman.

1. Ekstraksi Benih

(21)

7

2. Pengukuran Kadar Air Benih

Pengukuran kadar air benih jeruk limau dilakukan dengan metode langsung dengan menggunakan oven. Benih dimasukkan kedalam cawan porselin sebanyak 5 g. Rumus perhitungan kadar air (Widajati et al. 2013) adalah sebagai berikut:

KA = -

- X 100%

Keterangan :

M1 : Bobot cawan dan tutup

M2 : Bobot contoh kerja dan cawan beserta tutupnya sebelum di oven M3 : Bobot contoh kerja dan cawan beserta tutupnya setelah di oven

3. Penanaman

Benih hasil ekstraksi ditanam pada kertas stensil dengan menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Perlakuan benih untuk pengujian cekaman kekeringan menggunakan PEG-6000 dan cekaman salinitas menggunakan NaCl. Taraf yang digunakan untuk perlakuan cekaman kekeringan adalah PEG-6000 dengan tekanan osmotik -0.5 bar, -1 bar, -1.5 bar dan -2 bar. Pada setiap taraf perlakuan terdapat kontrol untuk menilai viabilitas benih jeruk limau. Aplikasi untuk cekaman kekeringan adalah dengan cara mengoleskan larutan PEG dengan kuas pada media kertas. Percobaan cekaman salin menggunakan NaCl dengan tekanan konsentrasi 0, 2000 ppm, 4000 ppm dan 6000 ppm. Benih ditanam pada media kertas yang sudah direndam dalam larutan NaCl. Pengamatan dilakukan dengan menghitung daya berkecambah benih.

Percobaan 1. Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Jeruk Limau Pada Kondisi Salin

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan benih berkecambah normal pada kondisi salin. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan yaitu kondisi salin dengan menggunakan NaCl yang terdiri atas empat taraf konsentrasi NaCl yang digunakan adalah 0 ppm, 1500 ppm, 3000 ppm dan 4500 ppm. Masing masing taraf terdiri atas empat ulangan.

Pembuatan Konsentrasi

Larutan NaCl dibuat dengan menghitung kebutuhan NaCl sesuai dengan konsentrasinya. Kebutuhan NaCl untuk membuat larutan 1000 ppm yaitu 1 g NaCl per 1000 mL air, sehingga untuk membuat konsentrasi sesuai taraf yang digunakan dengan mengkonversi dari kebutuhan 1000 ppm tersebut. Kebutuhan NaCl untuk membuat larutan 1500 ppm, 3000 ppm dan 4500 ppm berturut-turut adalah 1.5 g L-1, 3 g L-1 dan 4.5 g L-1. NaCl kemudian dilarutkan dalam aquades dan diaduk menggunakan magnetic stirrer hingga larut.

Penanaman

(22)

8

larutan NaCl yang digunakan adalah 0, 1500 ppm, 3000 ppm dan 4500 ppm. Media kertas direndam dalam larutan NaCl selama 10 menit supaya larutan dapat meresap ke media tanam. Pengujian dilakukan sebanyak empat ulangan sehingga terdapat 16 satuan percobaan. Benih ditanam pada media kertas yang sudah ditiriskan sebanyak 25 butir per ulangan. Benih kemudian dimasukkan kedalam alat pengecambah benih IPB 72-1.

Percobaan 2. Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Jeruk Limau Pada Kondisi Kekeringan Menggunakan Polyethylene Glycol 6000

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan benih berkecambah normal pada kondisi kekeringan. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan yaitu tekanan osmotik dengan menggunakan PEG 6000 yang terdiri atas empat taraf. Taraf PEG 6000 yang digunakan adalah 0, -0.75 bar, -1.5 bar, dan -2.25 bar. Masing masing taraf terdiri atas empat ulangan.

Pembuatan Larutan PEG 6000

Larutan PEG dibuat dengan menghitung kebutuhan PEG sesuai konsentrasinya. PEG kemudian dilarutkan dalam aquades dan diaduk menggunakan magnetic stirrer.

Penentuan kebutuhan PEG-6000 yang digunakan menggunakan rumus Michel dan Kaufmann (1973):

s = tekanan osmotik larutan (-bar) C = konsentrasi PEG-6000 dalam g L-1 T = suhu ruangan dalam oC

1 Bar = 0.98692 atm = 1 x 10 5

Pa = 1 x 10-1 Mpa

• Kebutuhan PEG-6000 untuk membuat konsentrasi -1.5 bar adalah:

-1.5 = - (1.18 x 10

• Kebutuhan PEG-6000 untuk 1 liter larutan -1.5 bar , yaitu 108.33 g L-1

Penanaman

(23)

9

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 22 HST dan 30 HST dengan tolok ukur sebagai berikut:

1. Viabilitas Potensial dengan tolok ukur Daya Berkecambah (DB)

Pengamatan daya berkecambah dilakukan terhadap benih yang telah berkecambah normal pada hari ke-22 dan ke-30 setelah tanam. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

DB = [ K T K T

∑ enih yang dikecambahkan ] x 100 %

2. Indeks Vigor

Persentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah menunjukkan persentase benih yang cepat berkecambah dan hal ini menunjukkan indeks vigor. Nilai indeks vigor selalu lebih rendah dibandingkan nilai DB tetapi cenderung mendekati daya tumbuh (field emergence) (Copeland dan McDonald 1995). Pada penelitian ini indeks vigor benih diamati pada hari ke 22 setelah tanam.

3. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)

Seluruh kecambah normal dibungkus dengan menggunakan amplop, kemudian di oven pada suhu C selama 3x24 jam. Selanjutnya kecambah dimasukkan kedalam desikator ± 30 menit dan ditimbang. Pengujian ini akan dilakukan di akhir pengamatan ketika pengamatan daya berkecambah telah selesai.

4. Panjang Akar

Menghitung panjang akar benih normal pada 30 HST dari pangkal akar yang berbatasan dengan hipokotil atau batang dengan menggunakan penggaris.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan terpisah. Percobaan pertama yaitu vigor benih jeruk limau pada kondisi salin. Percobaan kedua yaitu vigor benih jeruk limau pada kondisi kekeringan. Analisis data masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor dengan menggunakan NaCl dengan taraf konsentrasi 0, 1500 ppm, 3000 ppm dan 4500 ppm. Percobaan kekeringan menggunakan PEG-6000 dengan taraf 0, -0.75 bar, -1.5 bar, dan -2.25 bar. Setiap perlakuan terdiri atas empat ulangan sehingga terdapat 16 satuan percobaan. Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut:

= µ +

+

+

Keterangan :

= nilai hasil pengamatan daya berkecambah pada perlakuan ke-i,

ulangan ke-j; (i=1,2,3,4; j=1,2,3,4)

μ = rataan umum

(24)

10

Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji F. Jika uji F menunjukkan pengaruh perlakuan nyata maka dilakukan analisis lanjut dengan metode Duncan Mulitiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada kondisi salin dan vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada kondisi kekeringan. Percobaan pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf perlakuan baik untuk cekaman salin maupun cekaman kekeringan. Cekaman salin menggunakan garam NaCl dan cekaman kekeringan menggunakan PEG dengan bobot molekul 6000. Benih jeruk limau yang digunakan adalah benih hasil ekstraksi. Buah yang digunakan adalah buah jeruk yang sudah masak fisiologi yang ditandai dengan kulit buah yang sudah kuning. Biji hasil ekstraksi mengandung banyak lendir sehingga digunakan talc untuk membersihkannya.

Daya berkecambah percobaan pendahuluan benih jeruk limau pada beberapa taraf perlakuan dengan PEG-6000 dan NaCl disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai daya berkecambah benih jeruk limau pada percobaan pendahuluan Perlakuan salin Perlakuan kekeringan

NaCl (ppm) Rataan DB (%) PEG 6000 (bar) Rataan DB (%)

0 (kontrol) 78.7 0 (kontrol) 76.0

2000 58.7 -0.5 48.0

4000 54.7 -1.0 40.0

6000 32.0 -1.5 28.0

-2.0 8.0

Taraf perlakuan untuk percobaan utama ditentukan dari hasil percobaan pendahuluan tersebut. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, taraf untuk percobaan cekaman salin dipilih empat taraf konsentrasi percobaan NaCl yaitu: 0 ppm, 1500 ppm, 3000 ppm dan 4500 ppm. Taraf untuk percobaan cekaman kekeringan juga dipilih empat taraf PEG 6000 yaitu: 0 bar, -0.75 bar, -1.5 bar dan -2.25 bar.

Benih jeruk limau hasil ekstraksi dikeringkan pada suhu kamar selama ±16 jam. Benih jeruk limau memiliki kadar air awal berkisar antara 38-43%. Suhu kisaran pada alat pengecambah benih tipe IPB 72-1 antara 27-29ºC dengan kelembaban relatif sebesar 92%. Pertumbuhan cendawan pada media perkecambahan masih ditemukan khusunya pada percobaan cekaman kekeringan menggunakan PEG-6000. Kondisi ini mungkin terjadi karena sisa lendir pada proses ekstraksi belum bersih sehingga menyebabkan adanya cendawan. Sifat dari PEG-6000 juga yang sangat sensitif terhadap pertumbuhan cendawan membuat cendawan mudah berkembang.

(25)

11

kecambah yang paling baik dari satu benih untuk pengamatan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, bobot kering kecambah normal dan panjang akar.

Percobaan 1. Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Jeruk Limau pada Kondisi Cekaman Salin

Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh tingkat salinitas terhadap tolok ukur persentase daya berkecambah, indeks vigor, bobot kering kecambah normal (BKKN) dan panjang akar ditunjukkan pada Tabel 2. Faktor perlakuan tingkat salinitas berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur percobaan kecuali terhadap panjang akar.

Tabel 2. Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada kondisi salin koefisien keragaman; KT = kuadrat tengah

Panjang akar benih jeruk limau pada cekaman salin baik perlakuan maupun ulangan tidak berpengaruh nyata. Ulangan berpengaruh nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah benih jeruk limau pada kondisi cekaman salin. Ulangan pada tolok ukur indeks vigor dan berat kering kecambah normal pada kondisi salin tidak berpengaruh nyata. Koefisien keragaman pada tolok ukur indeks vigor dan berat kering kecambah normal mempunyai nilai yang tinggi, yaitu 35.66 untuk indeks vigor dan 16.99 untuk berat kering kecambah normal.

Hasil analisis sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata kemudian dilakukan uji lanjut DMRT. Nilai tengah tolok ukur indeks vigor, bobot kering kecambah normal (BKKN) dan panjang akar pada masing-masing tingkat (taraf) perlakuan salinitas mempunyai nilai yang berbeda-beda. Nilai tengah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai tengah vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada kondisi salin Perlakuan NaCl

(26)

12

Tolok ukur indeks vigor mempunyai nilai yang berbeda pada tiap tingkat (taraf) salinitas yang diberikan kecuali pada taraf 4500 ppm. Taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor benih jeruk limau sampai taraf 3000 ppm. Nilai indeks vigor pada taraf 3000 ppm (12%) tidak berbeda nyata dengan taraf 4500 ppm (8%). Hal ini menunjukkan bahwa nilai indeks vigor pada taraf perlakuan 4500 ppm memberikan nilai yang tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan 3000 ppm. Cekaman salin menunjukkan perbedaan yang nyata pada tolok ukur bobot kering kecambah normal (BKKN) jeruk limau. Jika dilihat dari nilai tengahnya (Tabel 3), bobot kering kecambah normal pada perlakuan kontrol (4.85 mg) berbeda nyata dengan bobot kering kecambah normal pada perlakuan cekaman salin. Namun demikian bobot kering kecambah normal benih jeruk limau tidak berbeda nyata pada tingkat cekaman salin 1500 ppm (2.65 mg), 3000 ppm (2.60 mg) dan 4500 ppm (1.88 mg). Nilai panjang akar tertinggi pada kontrol yaitu 10.25 cm dan panjang akar terendah pada taraf konsentrasi 1500 ppm sebesar 9.13 cm.

Pengaruh Kondisi Salin Terhadap Indeks Vigor Benih Jeruk Limau

Salah satu tolok ukur untuk pengujian vigor benih adalah indeks vigor benih. Rahayu dan Widajati (2007) dalam penelitiannya menggunakan tolok ukur indeks vigor untuk menilai vigor kekuatan tumbuh benih caisin.

Salah satu ciri benih yang bermutu tinggi adalah benih yang memiliki vigor tinggi. Perlakuan cekaman salin berpengaruh sangat nyata terhadap vigor benih jeruk limau. Semakin tinggi perlakuan cekaman salin, vigor benih jeruk limau semakin rendah. Hal ini dibuktikan dengan semakin rendahnya nilai indeks vigor seiring dengan tingginya taraf NaCl. Nilai indeks vigor pada kontrol sebesar 51%, 1500 ppm sebesar 26%, 3000 ppm sebesar 12% dan 4500 ppm sebesar 8%. Jeruk limau memiliki nilai tengah indeks vigor tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 51% (Tabel 3). Jika dilihat dari data, perlakuan cekaman salin sebesar 1500 ppm saja sudah menurunkan daya berkecambah benih jeruk limau sebesar 50% dari kontrol yaitu menjadi 26%.

Perlakuan cekaman salin mampu mengurangi kemampuan kecepatan berkecambah dan menghambat daya berkecambah benih jeruk limau pada awal pengamatan (22 HST). Penurunan kemampuan berkecambah benih jeruk limau dapat dikaitkan dengan pecegahan serapan air yang diciptakan oleh kondisi salin. Hal ini juga dapat dikarenakan oleh efek racun dari ion Na+ dan Cl- pada proses perkecambahan (Khajeh-hosseini et al. 2003). Perkecambahan benih juga dapat terhambat oleh stress garam karena amonia dari proses metabolisme urea (Bu et al. 2015). Masuknya ion beracun dari NaCl dapat mempengaruhi perkembangan embrio atau kecambah (Desai et al. 1997). Hal ini yang mungkin menyebabkan proses perkecambahan benih jeruk limau menjadi terhambat.

(27)

13

Pengaruh Kondisi Salin Terhadap Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal Benih Jeruk Limau

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan gejala pertumbuhan, kinerja kromosom atau garis viabilitas.Pada pengujian benih ditunjukkan dengan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang tinggi (Sadjad 1994). Nilai daya berkecambah benih jeruk limau tersaji pada Gambar 2.

Gambar 1. Pengaruh kondisi salin terhadap daya berkecambah benih jeruk limau.

Daya berkecambah benih jeruk limau pada kondisi kontrol (tanpa perlakuan) berbeda sangat nyata dibandingkan dengan daya berkecambah pada taraf perlakuan salinitas. Semakin tinggi taraf NaCl yang diberikan semakin kecil nilai daya berkecambah benih jeruk limau. Nilai daya berkecambah benih jeruk limau paling tinggi pada kontrol (84%), 1500 ppm (67%), 3000 ppm (53%) dan 4500 ppm (44%). Pada taraf konsentrasi 3000 ppm, penanaman benih jeruk limau perlu dipertimbangkan karena pada taraf konsentrasi ini daya berkecambah benih jeruk limau hanya mampu tumbuh sebesar 53%. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan persamaan linier hubungan antara taraf perlakuan NaCl terhadap daya berkecambah benih jeruk limau yaitu: y = -0.0089x + 82.033 dengan nilai R² = 0.9975. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diperkirakan pada taraf konsentrasi sekitar 9000 ppm benih jeruk limau tidak dapat berkecambah lagi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Naseri et al. (2012) bahwa perkecambahan biji barley menurun dengan meningkatnya tingkat salinitas. Penurunan ini siginifikan pada tingkat salinitas yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Natsheh et al. (2012) bahwa perkecambahan biji lentil tidak terpengaruh oleh peningkatan konsentrasi salinitas, justru persentase perkecambahan meningkat setelah irigasi air laut sebesar 2100 ppm. Syvertsen dan Sanchez (2014) menyatakan bahwa pada beberapa kondisi, cekaman garam dapat menjadi menguntungkan.

Cekaman salin dapat memberikan dampak serius pada perkecambahan benih. Suwarno dan Solahuddin (1983) menyatakan bahwa perlakuan NaCl

84

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

(28)

14

menunjukkan adanya pengaruh racun pada benih padi. Tidak semua benih yang tidak mampu berkecambah dapat berkecambah setelah dicuci. Zakaria dan Fitriani (2006) menyatakan bahwa perlakuan cekaman salin mempengaruhi perkecambahan benih salah satunya pengaruh kimia atau keracunan ion-ion spesifik yang menyusun garam. Brumos et al. (2009) menyatakan bahwa toksisitas ion Cl- adalah faktor utama yang terlibat dalam respon molekul pada daun tanaman jeruk terhadap salinitas dari pada toksisitas ion Na+. Pengaruh racun ion-ion NaCl tersebut yang mungkin menyebabkan nilai daya berkecambah benih jeruk limau mengalami penurunan. Pada tingkat 4500 ppm diduga garam NaCl menyebabkan tingkat racun yang tinggi bagi perkecambahan benih jeruk limau. Hal ini dibuktikan dengan tingginya nilai benih yang mati pada akhir pengamatan. Berdasarkan hasil percobaan, nilai benih jeruk limau yang mati pada taraf perlakuan 4500 ppm rata-rata sebesar 32% (data tidak ditampilkan).

Berkurangnya nilai daya berkecambah benih jeruk limau juga disertai dengan berkurangnya nilai bobot kering kecambah normal benih jeruk limau. Semakin tinggi taraf NaCl yang diberikan semakin kecil nilai bobot kering kecambah normal benih jeruk limau. Pada uji lanjut DMRT 1% perlakuan salin berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering kecambah normal benih jeruk limau meskipun pada taraf perlakuan 1500 ppm (2.65 mg), 3000 ppm (2.60 mg) dan 4500 ppm (1.88 mg) tidak berbeda nyata.

Dampak serius lainnya akibat cekaman salinitas adalah stres osmotik yang lebih berakibat pada berkurangnya kemampuan penyerapan unsur-unsur hara oleh akar tanaman (Santoso et al. 2012). Tekanan osmotik lingkungan lebih besar dari tekanan osmotik tanaman menyebabkan akar tanaman tidak mampu menyerap unsur hara dari lingkungan secara maksimal (Rachmawatie dan Nasir 2014). Salinitas juga dapat menyebabkan kekurangan gizi atau ketidakseimbangan dalam banyak spesies tanaman karena persaingan ion Na+ dan Cl- dengan nutrisi tanaman (Syvertsen dan Sanchez 2014). Cekaman salin menghambat aktivitas amilase pada tahap perkecambahan yang berfungsi sebagai energi selama perkecambahan (Hua-long et al. 2014). Pada percobaan ini pengaruh stres NaCl dibuktikan dengan semakin rendah nilai bobot kering kecambah normal benih jeruk limau seiring dengan peningkatan taraf NaCl yang diberikan.

Pengaruh Kondisi Salin Terhadap Panjang Akar Benih Jeruk Limau

Akar merupakan organ pokok tanaman yang memiliki peran utama dalam menjaga kelangsungan penyerapan hara dan air selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akar juga merupakan organ yang paling pertama melakukan respon terhadap kondisi lingkungan tanah misalkan garam yang tinggi. Pertumbuhan akar dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui respon tanaman terhadap suatu cekaman.

(29)

15

penyerapan melalui pemanjangan akarnya sehingga proses fisiologi berjalan normal.

Perlakuan tanpa pemberian garam NaCl (0 ppm) menunjukkan pertumbuhan akar yang paling panjang yaitu 10.25 cm, sedangkan pertumbuhan akar pada perlakuan garam NaCl menunjukkan respon akar tanaman yang bervariasi walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 3). Perlakuan konsentrasi 3000 ppm menunjukkan pertumbuhan panjang akar yang hampir sama dengan kontrol yaitu sebesar 10.08 cm. Pertumbuhan akar pada taraf konsentrasi perlakuan 1500 ppm justru memiliki panjang akar yang lebih pendek dibandingkan pertumbuhan akar pada taraf konsentrasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 9.13 cm (lebih kecil dari perlakuan 3000 ppm sebesar 10.08 cm dan perlakuan 4500 ppm sebesar 9.48 cm). Panjang akar pada perlakuan 1500 ppm, 3000 ppm dan 4500 ppm pertumbuhannya lebih rendah jika dibanding dengan kontrol walaupun tidak berbeda nyata. Pada percobaan ini, perlakuan cekaman salin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang akar benih jeruk limau. Hal ini bertentangan dengan Rahmawati (2006) yang menyatakan bahwa perlakuan cekaman salin mampu menghambat pertumbuhan akar. Hasil penelitian Rachmawatie dan Nasir (2014) menunjukkan bahwa peningkatan perlakuan konsentrasi NaCl secara nyata menurunkan panjang akar semua varietas kacang hijau. Naseri et al. (2012) menyatakan bahwa panjang akar barley berkurang seiring dengan meningkatnya tingkat salinitas.Keshavarzi et al. (2011) menyatakan bahwa salinitas yang mana merupakan hasil dari tekanan osmotik menyebabkan penurunan dalam absorbansi air sehingga mengurangi pembelahan dan diferensiasi sel serta mengurangi panjang plumula dan panjang radikula.

Percobaan 2. Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Jeruk Limau pada Kondisi Cekaman Kekeringan

Penggunaan PEG-6000 sudah banyak dilakukan untuk simulasi cekaman kekeringan karena beberapa sifat keunggulannya. Pada percobaan ini konsentrasi yang digunakan untuk percobaan cekaman kekeringan yaitu: 0 bar (kontrol), -0.75 bar, -1.5 bar dan -2.25 bar. Tolok ukur yang diamati adalah indeks vigor, daya berkecambah, bobot kering kecambah normal dan panjang akar. Hasil rekapitulasi analisis sidik ragam pada kondisi kekeringan tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada kondisi kekeringan

(30)

16

Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor, daya berkecambah, berat kering kecambah normal dan panjang akar benih jeruk limau. Faktor ulangan berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah dan tidak berpengaruh nyata terhadap indeks vigor, bobot kering kecambah normal dan panjang akar benih jeruk limau. Koefisien keragaman pada tolok ukur indeks vigor dan berat kering kecambah normal masih sangat tinggi.

Hasil analisis sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata kemudian dilakukan uji lanjut DMRT. Nilai tengah tolok ukur indeks vigor, bobot kering kecambah normal dan panjang akar benih jeruk limau pada kondisi cekaman kekeringan tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai tengah vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada kondisi kekeringan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf uji DMRT 1%.

Tingkat cekaman kekeringan memberikan respon yang berbeda pada masing-masing tolok ukur. Taraf perlakuan cekaman kekeringan pada tolok ukur indeks vigor memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tiap taraf. Semakin tinggi cekaman kekeringan, indeks vigor benih jeruk limau semakin rendah. Nilai indeks vigor pada perlakuan kontrol yaitu 60%, -0.75 bar (35%), -1.5 bar (20.84%) dan -2.25 bar (6.67%). Pada tolok ukur bobot kering kecambah normal pengaruh taraf cekaman kekeringan memberikan pengaruh yang bervariasi. Perlakuan kontrol (6.38 mg) berbeda nyata dengan perlakuan kekeringan yaitu -0.75 bar (4.45 mg), -1.5 bar (3.93 mg) dan -2.25 bar (1.85 mg). Bobot kering kecambah normal pada taraf -0.75 bar (4.45 mg) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan taraf -1.5 bar (3.93 mg). Tolok ukur panjang akar pada perlakuan kontrol (9.39 cm), -0.75 bar (9.83 cm) dan -1.5 bar (11.13 cm) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan -2.25 bar (12.74 cm).

Pengaruh Kondisi Kekeringan Terhadap Indeks Vigor Benih Jeruk Limau

(31)

17

Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor benih jeruk limau. Semakin tinggi tingkat cekaman kekeringan, semakin rendah pula nilai indeks vigor benih jeruk limau. Perlakuan kontrol memiliki nilai indeks vigor yang paling tinggi sebesar 60%, berbeda sangat nyata terhadap perlakuan cekaman kekeringan. Pada cekaman kekeringan dengan taraf -0.75 bar nilai indeks vigor turun menjadi 35.00% atau turun hampir sebesar 50% dari perlakuan kontrol. Nilai indeks vigor terendah terdapat pada cekaman kekeringan -2.25 bar dengan nilai indeks vigor sebesar 6.67%.

Proses perkecambahan sangat membutuhkan air, oleh karena itu peran air sangat penting (Aryati 2011). Tingginya nilai potensial air lingkungan menyebabkan benih mengalami penghambatan dalam proses penyerapan air. Proses penyerapan air pada perkecambahan dibagi menjadi tiga fase yaitu imbibisi, aktivasi dan pertumbuhan (Lestari dan Mariska 2006). PEG memiliki sifat menghambat penyerapan air oleh sel tanaman, sehingga tanaman sulit untuk melakukan perkecambahan (Shintarika et al. 2013). Rendahnya nilai indeks vigor diduga karena pada cekaman kekeringan benih jeruk limau mengalami penghambatan penyerapan air. Semakin tinggi tingkat cekaman kekeringan, penyerapan air oleh benih jeruk limau semakin terhambat.

Adiyanti (2013) menyatakan bahwa penambahan PEG dalam kultur jaringan diduga mengganggu proses penyerapan air oleh eksplan jeruk. Novita dan Suwarno (2014) dalam penelitiannya terhadap benih melon pada kondisi cekaman kekeringan menyatakan bahwa pada pengamatan pertama (first count) belum ada benih melon yang menunjukkan kecambah normal. Benih-benih yang tidak tumbuh diduga karena aktivitas dari PEG yang menyebabkan jumlah air yang terserap melalui permukaan kulit benih melon sangat sedikit dan lambat, sehingga benih tersebut baru terlihat tumbuh menjadi kecambah normal pada saat pengamatan kedua (final count). Yadav et al. (2011) menyatakan bahwa peningkatan cekaman kekeringan menyebabkan kemampuan serap air oleh benih mengalami penurunan dan waktu yang diperlukan untuk menyerap air akan meningkat sehingga awal proses perkecambahan akan ditunda.

Pengaruh Kondisi Kekeringan Terhadap Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal Benih Jeruk Limau

Penambahan jumlah PEG-6000 yang diberikan mengakibatkan tingkat tekanan osmotik media semakin tinggi. Peningkatan tekanan osmotik mengakibatkan penurunan persentase daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal benih jeruk limau. Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang paling banyak digunakan dalam pengujian mutu benih (Novita dan Suwarno 2014). Penurunan perkecambahan dapat dikaitkan dengan berkurangnya serapan air dalam kondisi kekeringan. Persentase perkecambahan merupakan parameter pengamatan yang memiliki efektivitas paling signifikan (Dehkordi et al. 2015).

(32)

18

tersedia semakin berkurang karena semakin tingginya daya ikat air oleh PEG-6000. Dari data tersebut diperoleh persamaan linear hubungan antara perlakuan PEG 6000 terhadap daya berkecambah benih jeruk limau yaitu y = 26.333x + 92.751; dengan nilai R² = 0.9997 (Gambar 3).

Gambar 2. Pengaruh kondisi kekeringan terhadap daya berkecambah benih jeruk limau.

Berdasarkan persamaan tersebut dapat diperkirakan pada taraf sekitar -3.5 bar benih jeruk limau tidak akan tumbuh sama sekali. Pada komoditas kacang hijau, perlakuan tekanan osmotik -1 bar dapat membedakan ketahanan lima lot benih terhadap cekaman kekeringan (Kurniawati 2012). Pada jeruk limau, perlakuan -1 bar daya berkecambah benih jeruk limau sebesar 65%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Keshtiban et al. (2015) bahwa cekaman kekeringan menggunakan PEG 6000 memiliki efek signifikan terhadap perkecambahan benih karena potensial osmotik yang lebih negatif. Liu et al. (2015) menyatakan bahwa persentase perkecambahan jagung mengalami penurunan pada cekaman kekeringan dibandingkan dengan kontrol.

Penurunan ini juga disertai dengan berkurangnya bobot kering kecambah normal benih jeruk limau. Bobot kering kecambah normal berangsur turun seiring peningkatan taraf cekaman. Nilai bobot kering kecambah normal benih jeruk limau secara berurutan yaitu kontrol (6.38 mg), -0.75 bar (4.45 mg), -1.5 bar (3.93 mg) dan -2.25 bar (1.85 mg). Kurniawati et al. (2014) menyatakan bahwa ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan, karbohidrat dan bahan organik lain akan dirombak untuk mempertahankan potensial osmotik lebih negatif sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap penurunan bobot kering tanaman.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cholid et al. (2014) terhadap tanaman jarak. Cekaman kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman jarak pagar, terlihat dari menurunnya nilai peubah jumlah tanaman hidup dan bobot kering. Menurunnya nilai peubah ketika tercekam kekeringan menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar berusaha beradaptasi dengan cekaman kekeringan agar tanaman dapat bertahan hidup dan melangsungkan metabolisme.

(33)

19

Pengaruh Kondisi Kekeringan Terhadap Panjang Akar Benih Jeruk Limau

Pada keadaan tercekam kekeringan, tanaman akan melakukan adaptasi demi melangsungkan hidup. Bentuk adaptasi tersebut dapat dilihat dari perubahan morfologi struktur atau organ tanaman. Akar sebagai organ tanaman pokok yang memiliki fungsi utama dalam penyerapan air akan melakukan respon agar tetap mendapatkan air dari lingkunngan. Panjang akar merupakan salah satu contoh respon akar dalam proses adaptasi terhadap cekaman kekeringan.

Nilai tengah panjang akar ketika mengalami cekaman kekeringan menggunakan PEG-6000 telah disajikan pada Tabel 5. Perlakuan kontrol mengindikasikan nilai panjang akar benih jeruk limau dalam keadaan tanpa perlakuan. Perlakuan kontrol memiliki nilai panjang akar sebesar 9.39 cm, nilai ini lebih kecil dibanding dengan nilai panjang akar pada perlakuan -0.75 bar, -1.5 bar dan -2.25 bar secara berturut-turut sebesar 9.83 cm, 11.13 cm dan 12.74 cm. Akar benih jeruk limau mengalamai pertambahan panjang seiring dengan peningkatan taraf PEG-6000. Pertambahan panjang akar ini dihitung berdasarkan dari rataan benih yang tumbuh normal. Akar benih jeruk limau pada perlakuan -0.75 bar mengalami pertambahan panjang sebesar 0.43 cm dari perlakuan kontrol. Pada perlakuan cekaman -1.5 bar dan -2.25 bar secara berurutan mengalami peningkatan sebesar 1.3 cm dan 1.61 cm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat cekaman kekeringan maka nilai panjang akar dari benih yang tumbuh akan semakin tinggi juga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cholid et al. (2014) bahwa ketika terjadi cekaman kekeringan tanaman jarak pagar akan memperpanjang akar. Hasil ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jajarmi (2009) yang menyatakan bahwa meningkatnya tingkat kekeringan (PEG) memiliki efek merugikan pada perkecambahan dan panjang akar gandum. Meningkatnya tingkat stress kekeringan, panjang akar semakin menurun. Penelitian lain menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi PEG mengakibatkan penurunan rataan panjang akar tanaman jeruk secara in vitro (Adiyanti 2013) dan penurunan rataan panjang akar tanaman padi (Aryati 2011). Penurunan pertumbuhan akar mungkin disebabkan oleh potesial osmotik yang rendah serta penurunan panjang dinding dan ekspansi seluler (Mohammadkhani dan Heidari 2008).

(34)

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan cekaman salin dan cekaman kekeringan dapat menurunkan indeks vigor, daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal benih jeruk limau. Semakin tinggi tingkat cekaman yang diberikan, maka indeks vigor, daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal benih jeruk limau semakin turun. Pada cekaman salin tolok ukur panjang akar tidak dapat digunakan untuk menilai ketahanan benih jeruk limau. Pada cekaman kekeringan nilai panjang akar dari benih yang tumbuh mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan cekaman kekeringan.

Saran

Taraf perlakuan NaCl dan PEG 6000 perlu dilakukan lagi dengan interval dosis yang lebih kecil agar dapat diketahui secara detail pengaruh cekaman tersebut. Pengamatan jumlah akar pada cekaman kekeringan perlu dilakukan untuk mengetahui ketahanan benih jeruk limau.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyanti DR. 2013. Seleksi kekeringan pada beberapa varietas batang bawah jeruk secara in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Anonim]. 2015. Citrus amblycarpa Hassk. Ohcse [internet]. [diunduh 2015 Sept 19]. Tersedia pada: http://www.plantamor.com/index.php?plant=1921. Aryati V. 2011. Metode pengusangan cepat terkontrol untuk mengidentifikasi

secara dini genotipe padi gogo (Oryza sativa L.) toleran kekeringan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Asay KH, Johnson DA. 1983. Breeding for drought resistance in range grass. J. Research 57(4):441-445

Azizah I. 2008. Uji ketahanan aksesi kapas (Gossypium hirsutum L.) terhadap cekaman salinitas (NaCl) pada fase perkecambahan. [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri Malang.

Bahrun A. 2002. Deteksi dini tanaman yang mengalami kekurangan air untuk menentukan waktu pengairan. Bul. Agron. 30 (3): 75-81.

Bandi AA, Sumono, Munir AP. 2014. Kajian pengaruh lama penggenangan terhadap kualitas air dan sifat fisik tanah andosol serta pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). J.Rekayasa Pangan dan Pertanian 2(1): 133-142.

(35)

21 bawah jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) toleran terhadap cekaman kekeringan. Jur. Littri 20(1): 45-56.

Copeland LO, McDonald MB. 1995. Principle of Seed Science and Technology. Ed ke-3. New York (USA): Chapman & Hall.

Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principle of Seed Science and Technology. Ed ke-4. New York (USA): Chapman & Hall.

Crespo EM, Camanes G, Agustin PG. 2012. Ammonium enhances resistance to salinity stress in citrus plants. Journal of Plant Physiology 169: 1183-1191. Dehkordi RM, Yadegari M, Hamedi B. 2015. Effect of temperature, drought and

salinity stress on germination of Portulaca oleracea L., Trigonella foenum-graecium L., Borago officinalis L., and Hypericum perforatum L. Advances in Environmental Biology 9(4): 148-152.

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe DK. 1997. Seed Handbook. Ed ke-10. New York(US): Marcel Dekker, Inc.

Dewi IP. 2012. Induksi mutasi kromosom dengan iradiasi sinar gamma cobalt60 untuk merakit padi (Oryza sativa) tahan kekeringan secara in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Erinnovita, Sari M, Guntoro D. 2008. Invigorasi benih untuk memperbaiki perkecambahan kacang panjang (Vigna unguiculata Hask. ssp. Sesquipedalis) pada cekaman salinitas. Bul. Agron. 36(3): 214-220.

Fredj MB. Zhani K, Hannachi C, Mehwachi T. 2013. Effect of NaCl priming on seed germination of four coriander cultivars (Coriandrum sativum). EurAsian J Biosci 7: 21-29.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. E Syamsudin dan JR Baharsjah, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.

Hardjowigeno S. 1992. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT Melton Putra.

Hua-long L, Han-jing S, Jing-guo W, Yang L, De-tang Z, Hong-wei Z. 2014. Effect of seed soaking with exogenous proline on seed germination of rice under salt stress. Journal of Northeast Agricultural University 21(3): 1-6. Hussain S, Luro F, Costantino G, Olitrault P, Morillon R. 2012. Physiological

analysis of salt stress behaviour of citrus species and genera: Low chloride accumulation as an indicator of salt tolerance. South African Journal of Botany 81: 103-112.

Jajarmi V. 2009. Effect of water stress on germination indices in seven wheat cultivar. World Academy of Science, Engineering and Technology 49: 105-106.

(36)

22

morphological characteristics and pigments composition. Int. J. Agric. Biol. 11(2): 100-105.

Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktik Penyimpanan Benih. Roesli R, penerjemah. Jakarta (ID) : PT Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage.

Khajeh-hosseini M, Powell AA, Bingham IJ. 2003. The interaction between salinity stress and seedvigor during germination of soybean seed. Seed Science and Technology 31(3): 715-725.

Keshavarzi MHB, Rafsanjani MSO, Moussavinik SM, Lak AP. 2011. Effect of salt (NaCl) stress on germination and early seedling growth of spinach (Spinacia oleracea L.). Annals of Biological Research 2(4): 490-497.

Keshtiban RK, Carvani V, Imandar M, 2015. Effects of salinity stress and drought due to different concentrations of sodium chloride and polyethylene glycol 6000 on germination and seedling growth characteristics of pinto bean (Phaseolus vulgaris L.). Advances in Environmental Biology 9(5): 229-235. Kurniawati I. 2012. Controlled deterioration test untuk menguji ketahanan benih

kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap kondisi cekaman kekeringan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kurniawati S, Khumaida N, Ardie SW, Hartati NS, Sudarmonowati E. 2014. Pola akumulasi prolin dan poliamin beberapa aksesi tanaman terung pada cekaman kekeringan. J. Agron. Indonesia 42(2): 136-141.

Kusmiyati F. Purbajanti ED, Kristanto BA. 2009. Karakter fisiologis, pertumbuhan dan produksi legum pakan pada kondisi salin. Semarang (ID): Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan.

Lestari EG, Mariska I. 2006. Identifikasi somaklon padi Gajahmungkur, Towuti dan IR64 tahan kekeringan menggunakan Polyethylene Glycol. Bul Agron. 34(2): 71-78.

Liu M, Li M, Liu K, Sui N. 2015. Effects of drought stress on seed germination and seedling growth of different maize varieties. Journal of Agricultural Science 7(5): 231-240.

Marsha ND, Aini N, Sumarni T. 2014. Pengaruh frekuensi dan volume pemberian air pada pertumbuhan tanaman Crotalaria mucronata Desv. Jurnal Produksi Tanaman 8(2): 673-678.

Michel BE, Kaufman MR. 1973. The osmotic potential of polyethylene glycol 6000. Plant Pysiol. 51:914-916.

Mohammadkhani N, Heidari R. 2008. Drought induced accumulation of soluble sugars and proline in two maize varieties. J. World Appl. Sci. 3(3): 448-453. Murtilaksono K, Wahyuni ED. 2004. Hubungan ketersediaan air tanah dan

sifat-sifat dasar fisika tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan 6(2): 46-50.

Naseri R. Emami T, Mirzael A, Soleymanifard A. 2012. Effect of salinity (sodium chloride) on germination and seedling growth of barley (Hordeum vulgare L.) cultivar. Intl J Agri Crop Sci 13(4): 911-917.

(37)

23

Nautiyal PC, Misra JB, Zala PV. 2010. Influence of seed maturity stages on germinability and seedling vigor in groundnut. Journal of SAT Agricultral Research 8.

Novita, Suwarno FC. 2014. Viabilitas benih melon (Cucumis melo L.) pada kondisi optimum dan sub-optimum setelah diberi perlakuan invigorasi. Bul. Agrohorti 2(1): 59-65.

Poerwanto R. 2003. Peran Manajemen Budidaya Tanaman dalam Peningkatan Ketersediaan dan Mutu Buah-Buahan. Bogor (ID): IPB Press.

Rahayu E, Widajati E. 2007. Pengaruh kemasan, kondisi ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih caisin (Brassica chinensis L.). Bul. Agron. 35(3): 191-196.

Rachmawatie SJ, Nasir M. 2014. Pertumbuhan Vigna radiata (L.) Wilczek pada tingkat salinitas NaCl yang berbeda. Agronomika 9(2): 223-234.

Rahmawati S. 2006. Status perkembangan dan perbaikan genetik padi menggunakan teknik transformasi Agrobacterium. AgroBiogen 2: 364-375. Reninta R. 2012. Evaluasi lot benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan

controlled deterioration test untuk pendugaan vigor benih terhadap salinitas. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rinanto Y. 2010. Kandungan sukrosa dan prolin kultivar tebu (Saccharum officinarum L.) selama cekaman kekeringan. Biomedika 3(1): 14-22.

Sadjad S. 1975. Teknologi benih dan masalah uji viabilitas benih dalam: Dasar dasar teknologi benih kapita selekta. Bogor (ID): IPB Press.

Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta (ID): PT Grasindo.

Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sadjad S, Endang M, Satriyas I. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Jakarta (ID): PT. Grasindo.

Santoso AM, Sulistiono, Ulfa M, Widayati N. 2012. Respon Solanum melongena terhadap paparan NaCl pada fase perkecambahan. J FKIP UNS:574-577. Setiono, Supriyanto A. 2005. Ekstraksi dan penanganan benih batang bawah

jeruk. Lolit Jeruk (5).

Silva PO, Medina EF, Barros RS, Ribeiro DM. 2014. Germination of salt-stressed seeds as related to the ethylene biosyntesis ability in three Stylosanthes species. Journal of Plant Physiology 171: 14-22.

Simangunsong FT, Sumono, Rohanah A, Susanto E. 2013. Analisis efisiensi irigasi tetes dan kebutuhan air tanaman sawi (Brassica juncea) pada tanah inceptisol. J.Rekayasa Pangan dan Pertanian 2(1): 83-89.

Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

(38)

24

Syvertsen JP, Sanchez FG. 2014. Multiple abiotic stresses occuring with salinity stress in citrus. Environmental and Experimental Botany 103: 128-137. Takahashi N. 1995. Physiology of seed germination and dormancy. Di dalam:

Matsuo T, Kumazawa K, Ishii R, Ishihara K, Hirata H, editor. Science of The Rice Plant Physiology. Vol ke-2. Tokyo: Food and Agriculture Policy Research Center. Hlm 35-34.

Versteegh JK. 2003. Tanaman Berkhasiat Indonesia. Volume 1. Soegiri J, Nawangsari, penerjemah; Nawangsari, Wisanggeni J, editor. Bogor (ID): IPB Press. Terjemahan dari: Wenken En Raadgevingen Betreffende Het Gebruik Van Indische Planten, Vruchten, Enz. Volume 1.

Widajati E, Muniarti E, Palupi ER, Kartika T, Suharman MR, Qadir A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press.

Yadav PV, Kumari M, Ahmad Z.. 2011. Seed priming mediated germination improvement and tolerance to subsequent exposure to cold and salt stress in capsicum. Research Journal of Seed Science 4(3): 125-136.

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 15 Desember 1993 dari Bapak Hadi Suwarsono dan Ibu Ramini. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SDN Ngadikerso 1, kemudian pada tahun 2008 penulis menyelesaikan studi di Madrasah Tsanawiyah Yajri, Magelang. Pada tahun 2011 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Yajri Magelang dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura melalui program PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi) yang di selenggarakan oleh Kementerian Agama RI.

Gambar

Tabel 3. Nilai tengah vigor kekuatan tumbuh benih jeruk limau pada kondisi salin
Gambar 1. Pengaruh kondisi salin terhadap daya berkecambah benih jeruk limau.
Gambar 2. Pengaruh kondisi kekeringan terhadap daya berkecambah benih jeruk

Referensi

Dokumen terkait

Objek penelitian atau studi ini adalah analisis crack pada salah satu komponen mesin pesawat terbang Roll Royce Tay 650-15 yang harus melalui pemeriksaan (inspection) di

Dalam mesin perkakas terdapat bidang, bagian permukaan, garis ataupun gerakan komponen yang dalam interaksinya harus sejajar satu dengan lainnya sedemikian

Terlihat pada Tabel 2 bahwa isolat Foc ras 1 dan ras 4 yang digabungkan maupun yang tunggal dalam penelitian ini sangat virulen terhadap pisang Ambon hijau,

Dr.Diah Karmiyati.,M.Si, selaku pembimbing pertama saya yang membantu saya, memberikan masukan dan ilmu kepada saya selama saya mengerjakan thesis saya hingga

181 (II) tahun 1947, Jerusalem merupakan wilayah internasional yang terpisah dari Tepi Barat dan Jalur Gaza ( corpus separatum ) dan mewakili historis tiga agama, pengakuan

Manusia menjadi sumber infeksi bagi “sand fly” untuk masa yang lama, agen penyebab dapat muncul dalam darah beberapa minggu hingga hitungan tahun setelah muncul gejala klinis..

a) Dalam meningkatkan kesadaran merek pada nasabah, sebaiknya Bank BNI lebih gencar dalam promosi baik di media cetak, maupun media televisi agar masyarakat lebih

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis mengenai pengaruh kompetensi fiskus terhadap kepuasan Wajib Pajak dengan kualitas pelayanan