PROGRAM ECOVILLAGE
(Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)
FINA WINDAYANI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM ECOVILLAGE (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Fina Windayani
Partisipasi Masyarakat pada Program Ecovillage”. Di bawah bimbingan SITI AMANAH.
Lingkungan secara fisik dikelola dan diatur oleh manusia sebagai makhluk hidup. Munculnya permasalahan bencana banjir, kekeringan, penurunan luas lahan hutan yang secara signifikan serta kualitas air yang mengancam keberadaan sumberdaya air menuntut manusia sebagai pengguna untuk mengembalikan alam sebagai mana mestinya. Pengembangan desa dengan budaya lingkungan merupakan salah satu cara untuk menganggulangi permasalahan lingkungan yang terjadi, yakni dengan ecovillage. Penelitian ini dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Tujuan pada penelitian ini untuk menganalisis kepemimpinan kepala desa, menganalisis tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage, dan untuk mengidentifikasi pengaruh kepemimpinan kepala desa. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anggota yang mengikuti program ecovillage yang berjumlah 29 anggota. Tingkat kemampuan kepala desa memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan gaya kepemimpinan tidak memiliki pengaruh terhadap partisipasi anggota. Keterlibatan anggota pada program ecovillage dipengaruhi oleh kemampuan kepala desa untuk mendorong anggota dibanding dengan gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala desa.
Kata kunci: Kepemimpinan Kepala Desa, Ecovillage, dan Partisipasi Masyarakat.
ABSTRACT
FINA WINDAYANI. "Leadership Influence of The Village Head towards Community Participation Levels in Ecovillage Program". Supervised by SITI AMANAH.
The physical environment is managed and regulated by humans as living beings. The emergence of the problem of floods, drought, decline in forest land significantly and the quality of water that threatens the existence sue water resources human as a user to restore nature as appropriate. Rural development with environmental culture is one way to cope with environmental problems that occur, called ecovillage. This research located in Mekarwangi Village, Ibun Subdistrict, Bandung District. The purpose of this research are to analyze the leadership of the village head, to analyze the levels of ecovillage community participation in the program, and to identify the effect the leadership of the village head. The population of this research were all members of the follow the ecovillage program totaling 29 members. The ability of the village head has a significant effect, while the leadership style has no effect the participation of members. Members involvement of the program affected by the ecovillage the ability of the village head to encourage members than leadership style which is owned by the village head.
Keywords: Leadership Village Head, Ecovillage, and Public Participation
(Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)
FINA WINDAYANI I34120114
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Nama : Fina Windayani
NIM : I34120114
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr Ir Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr Ir Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2 001
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Ecovillage (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat menjadi sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr Ir Siti Amanah, MSc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mendukung, dan memberikan inspirasi serta saran masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Kepada seluruh responden yaitu anggota ecovillage di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan informasi yang bermanfaat untuk penulisan skripsi.
Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ayahanda Kusna Wijaya dan Ibunda Fitri Lidiastuti serta Kakak Tantri Witantriasti dan Atria Widyana serta keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa yang tidak terbatas kepada penulis hingga mampu menjalani banyak hal sampai tahapan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan SKPM 49 yang telah memotivasi dan mendukung penulis dalam kelancaran penulisan skripsi, Iqbal Syahroni dan Aris Widianto sebagai teman satu bimbingan dan sebagai teman berdiskusi dan saling bertukar pikiran, dan Kharin, Syifa, Nurin, Wulan, Nabil, Nella, Tazki, Gita, Inez, Hamzah yang telah memberikan dukungan moril dalam proses penyelesaian skripsi ini, serta semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dikatakan belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap kajian mengenai “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Ecovillage (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)” mampu memberikan manfaat bagi orang lain dan khazanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2016
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Konsep Kepemimpinan 5
Gaya Kepemimpinan 9
Kepala Desa 10
Partisipasi Masyarakat 11
Ecovillage 14
Kerangka Pikir 16
Hipotesis Penelitian 17
METODE PENELITIAN 19
Metode Penelitian 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Teknik Penentuan Responden dan Informan 19
Teknik Pengumpulan Data 20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 22
Definisi Operasional 24
GAMBARAN UMUM DESA MEKARWANGI 27
Kondisi Geografis 27
Kondisi Demografi dan Sosial 28
Kependudukan 28
Pendidikan 28
Jenis Pekerjaan 30
Karakteristik Responden 35
KEPEMIMPINAN KEPALA DESA 39
Tingkat Kemampuan Kepala Desa 39
Gaya Kepemimpinan Kepala Desa 50
Gaya Kepemimpinan Transaksional 50
TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA PROGRAM ECOVILLAGE 57 PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT
PADA PROGRAM ECOVILLAGE 61
Pengaruh Tingkat Kemampuan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi
Masyarakat pada Program Ecovillage 61
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Partisipasi Masyarakat
Program Ecovillage 64
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional Kepala Desa Mekarwangi
terhadap Partisipasi Anggota Program ecovillage 64
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Desa Mekarwangi
terhadap Partisipasi Anggota Program ecovillage 66
SIMPULAN DAN SARAN 69
Simpulan 69
Saran 69
DAFTAR PUSTAKA 71
1. Ringkasan pengertian kepemimpinan 5
2. Perbandingan manajemen dan kepemimpinan 6
3. Perbedaan pimpinan formal dan informal 8
4. Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian 20
5. Hasil uji reliabilitas 22
6. Jumlah dan persentase jenis penggunaan lahan di Desa Mekarwangi,
Kecamatan Ibun pada tahun 2015 27
7. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan kelompok umur di
Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 28
8. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan agama di Desa
Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 28
9. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di
Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 29
10.Sarana dan prasarana pendidikan Desa Mekarwangi di Desa
Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 30
11.Sarana dan prasarana sosial atau keagamaan Desa Mekarwangi di
Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 30
12.Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa
Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 31
13.Daftar desa yang mengikuti program ecovillage di Kabupaten
Bandung Tahun 2015 33
14.Daftar nama kepengurusan ecovillage di Desa Mekarwangi Tahun
2015 34
15.Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik responden 35 16.Jumlah dan persentase tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi 39 17.Jumlah dan persentase tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi
Tahun 2016 40
18.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan bertanggung jawab Kepala Desa Mekarwangi pada
program ecovillage Tahun 2016 41
19.Jumlah dan persentase tingkat kemampuan bertanggung jawab Kepala
Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 41
20.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan komunikatif Kepala Desa Mekarwangi pada program
ecovillage Tahun 2016 42
21.Jumlah dan persentase tingkat kemampuan komunikatif Kepala Desa
Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 43
22.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan fasilitator Kepala Desa Mekarwangi pada program
23.Jumlah dan persentase tingkat kemampuan fasilitator Kepala Desa
Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 45
24.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator kemampuan mediator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun
2016 46
25.Jumlah dan persentase tingkat kemampuan mediator Kepala Desa
Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 47
26.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan memotivasi Kepala Desa Mekarwangi pada program
ecovillage Tahun 2016 48
27.Akumulasi jumlah dan persentase tingkat kemampuan motivator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 48 28.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator gaya
transaksional Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage
Tahun 2016 51
29.Jumlah dan persentase gaya transaksional Kepala Desa Mekarwangi
pada program ecovillage Tahun 2016 52
30.Jumlah dan persentase responden berasarkan indikator tujuan bersama
pada program ecovillage Tahun 2016 53
31.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator kebutuhan anggota program ecovillage di Desa Mekarwangi Tahun 2016 54 32.Jumlah dan persentase gaya transformasional Kepala Desa
Mekarwangi menurut responden Tahun 2016 55
33.Penialaian kumulatif penerapan kedua gaya kepemimpinan Kepala
Desa Mekarwangi Tahun 2016 56
34.Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 57 35.Jumlah dan persentase tingkat partisipasi anggota pada program
ecovillage 59
36.Hasil uji regresi tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan Kepala Desa terhadap tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage
Tahun 2016 61
37.Penilaian responden mengenai tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi dan partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun
2016 62
38.Penilaian responden berdasarkan gaya kepemimpinan transaksional Kepala Desa Mekarwangi dan tingkat partisipasi anggota pada
program ecovillage 64
39. Penilaian responden berdasarkan gaya kepemimpinan
transformasional Kepala Desa Mekarwangi dantingkat partisipasi
1. Delapan tingkat dalam tangga partisipasi masyarakat 13
2. Kerangka Pikir 16
3. Aspek ecovillage 32
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung 76
2. Jadwal penelitian 77
3. Daftar nama anggota ecovillage 78
4. Catatan Tematik 79
5. Hasil analisis regresi 82
PENDAHULUAN
Latar BelakangLingkungan merupakan suatu kondisi fisik yang mencakup keadaan sumberdaya alam beserta isinya yang ada di muka bumi seperti tanah, energi, flora, fauna, dan maupun yang di atas lautan. Lingkungan secara fisik di kelola dan diatur oleh manusia sebagai makhluk hidup. Kondisi lingkungan fisik ini dapat berdampak baik atau bahkan buruk bagi manusia sebagai penerima manfaat dari lingkungan. Pemenuhan hidup manusia dapat diperoleh dari lingkungan sosial yang berkelanjutan. Untuk tetap meningkatkan kualitas hidup manusia harus dapat mempertahankan lingkungan yang memiliki daya dukung yang optimal dan lingkungan berkelanjutan.
Isu kerusakan lingkungan alam baik hutan maupun perkebunan di Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat serta lembaga-lembaga terkait diantaranya Dinas Kehutanan, Perhutani, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT Perkebunan Nusantara dan lain sebagainya. Ada beberapa penyebab kerusakan alam yang disebabkan oleh ulah manusia sendiri diantaranya illegal logging, polusi udara, gangguan ekosistem, pembuangan sampah sembarangan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan. Walaupun berbagai cara pencegahan dan penanggulangannya telah dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi kerusakan lingkungan alam masih sering terjadi serta menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Akibat bencana alam karena tindakan manusia sendiri berdampak kerugian bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya (Putro 2016). Perlu peran penting masyarakat dalam mengelola lingkungan alam yang dibutuhkan serta digunakan sehari-hari saling bersinergi agar tidak terjadi ketidakseimbangan alam. Alam memiliki keterbatasan kemampuan yang harus selaras dengan kebutuhan manusia atas alam. Kepedulian masyarakat harus dibangun untuk memahami dan menguasai permasalahan dikawasan sekitarnya secara swadaya. Pengembangan desa dengan budaya lingkungan merupakan salah satu cara untuk menganggulangi permasalahan lingkungan yang terjadi. Konsep tersebut dikenal dengan ecovillage.
Ecovillage adalah desa atau kampung berbudaya lingkungan di mana masyarakat mampu mengelola lingkungannya sesuai dengan kaidah keberlanjutan meliputi konservasi, pemanfaatan dan pemulihan lingkungan. Ecovillage
merupakan bentuk interaksi manusia terhadap lingkungan untuk mencapai kehidupan berkelanjutan dan lestari. Pengintegrasian kelestarian alam dan lingkungan sosial dengan cara hidup yang berdampak rendah untuk mencapai kehidupan yang berkelanjutan. Membangun budaya dan perilaku yang ramah lingkungan dengan mencakup empat aspek, yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek spiritual (Buku Panduan Ecovillage 2015).
DAS, yaitu Ciasem, Cibulan-bulan, Cibuni, Cidamar, Ciderewek, Cilaki, Cilamaya, Cipandak, Cipepetan, Cipunagara, Cisadea, Ciselang, Cisoga, Cisokan, Citarum, Ciujung (Cianjur), Ciwadas, K. Batangleutik, K. Blanakan, K. Kamal dan K. Sawo. DAS Citarum meliputi delapan kabupaten atau kota dengan DAS berstatus nasional meskipun terletak di satu provinsi1. Kriteria dalam pelaksanaan desa berbudaya lingkungan adalah desa dimana penduduknya telah mengelola lingkungan dengan baik dan semua kegiatanya berdampak positif terhadap lingkungan.
Pemimpin merupakan sosok dominan dalam sebuah perkumpulan yang memiliki peran mengatur sebuah kelompok atau organisasi. Menurut Pradana et al. (2013) untuk itu organisasi memerlukan pemimpin yang mampu menjadi motor penggerak perubahan organisasi dan pemimpin yang mampu menetapkan sasaran-sasaran khusus, memonitor perkembangan, dan mengidentifikasi penghargaan yang diterima karyawan apabila sasaran dapat tercapai. Dalam pengaturanya, pemimpin bertujuan mengendalikan sebuah kelompok agar mencapai sebuah tujuan kelompok yang dirancang secara bersama.
Dalam pemimpin desa, pemimpin memiliki pengaruh cukup kuat untuk pembangunan desa. Baik masuknya program pemeritahan desa ataupun sampai pelaksanaan pembangunan. Pemerintahan yang paling dekat dengan desa adalah kepala desa. Dijelaskan oleh Silambi (2014), bahwa kepemimpinan kepala desa sangat berpengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan karena segala keputusan ada ditangan kepala desa itu sendiri oleh sebab itu kepala desa sangat berperan penting di masyarakat. Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan dalam arti pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada kepala desa, urusan pemberdayaan masyarakat dalam penyedian sarana prasarana fasilitas umum seperti jalan, jembatan, irigasi, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa dan urusan masyarakat berarti pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kemasyarakatan, pendidikan sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa. Selain itu, kepala desa merupakan unit pemerintahan terkecil yang ada di perdesaan yang bertanggung jawab mengayomi warganya dan mengurusi masalah pembangunan.
Satu desa yang menerapkan program ini adalah Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Desa Mekarwangi telah menerapkan program
ecovillage selama tiga tahun terakhir. Dengan beberapa penghargaan atas penerapan program tersebut yakni Pembina Lingkungan Terbaik se-Provinsi Jawa Barat2. Penghargaan tersebut diberikan kepada kepala desa sebagai pembina. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan dan partisipasi masyarakat pada program ecovillage.
1
Depertemen Kehutanan (DEPHUT). www.dephut.go.id. [diunduh pada: 13 Januari 2016, pukul 10.53].
2
Masalah Penelitian
Kepala desa sebagai pemimpin desa memiliki peranan tersendiri dalam pelaksanaan program ecovillage seperti memotivasi masyarakat, memotivasi, memberi dukungan, serta tindakan-tindakan lain yang membuat masyarakat terlibat dalam program. Prestasi yang telah diraih ialah terpilihnya Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun sebagai Pembina Lingkungan Terbaik se-Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti mengetahui
bagaimana kepemimpinan dari Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada pelaksanaan program ecovillage?
Menurut BPLHD Jawa Barat (2015), ecovillage merupakan suatu ekosistem dimana masyarakat yang ada didalamnya berusaha mengintegrasikan kelestarian lingkungan sosial dengan cara hidup yang berdampak rendah untuk mencapai kehidupan yang berkelanjutan. Pada pelaksanakan pengembangan desa berbudaya lingkungan atau ecovillage melibatkan masyarakat sebagai subyek pelaksana yang bersifat partsipatif atau pendekatan Participatory Rural Apprisal
(PRA). Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengetahui
bagaimana tingkat partisipasi anggota kelompok pada program ecovillage?
Kepala desa merupakan unit pemerintahan terkecil yang ada di perdesaan yang bertanggung jawab untuk mengayomi masyarakat dalam lingkup desa dan mengurusi masalah pembangunan. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 26 menjelaskan tugas sebagai kepala desa yang terdiri dari menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kepala desa merupakan stakeholder yang mengetahui persoalan masyarakat wilayah kuasanya. Dalam mengembangkan suatu desa dengan basis lingkungan, kepala desa memiliki kemampuan mendorong masyarakat untuk terlibat berupa partisipasi. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti mengetahui bagaimana pengaruh kepemimpinan kepala desa terhadap partisipasi anggota kelompok pada program ecovillage?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada pelaksanaan program ecovillage.
2. Menganalisis tingkat partisipasi anggota kelompok pada program ecovillage. 3. Menganalisis pengaruh kepemimpinan kepala desa terhadap partisipasi
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kepemimpinan dan lingkungan. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai literatur tambahan yang digunakan untuk menulis penelitian lanjutan.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi media sosialisasi program ecovillage kepada masyarakat luas. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan mengenai pengembangan kawasan desa. 3. Bagi swasta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi media advokasi
masyarakat kepada pihak swasta, sehingga pihak swasta dapat membentuk suatu produk atau jasa yang sesuai dengan lingkungan desa.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka Konsep Kepemimpinan
Pengertian dari kepemimpinan menurut Soekanto (2006) kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (kemampuan pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin atau pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kepemimpinan ada yang bersifat resmi yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan. Ada pula pemimpin karena adanya pengakuan dari masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan. Perbedaan yang mencolok pada kepemimpinan resmi dengan yang tidak resmi adalah kepemimpinan yang resmi di dalam pelaksanaanya selalu harus berada di atas landasan-landasan atau peraturan resmi. Sehingga daya cangkupannya agak terbatas. Kepemimpinan tidak resmi mempunyai ruang lingkup tanpa batasan resmi, karena kepemimpinan tidak resmi didasarkan atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat.
Alfian (2009) mengklasifikasikan kepemimpinan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Ringkasan pengertian kepemimpinan
No Perspektif Pengertian Pemimpin
1. Focus of group processes Pemimpin merupakan pusat segala aktivitas dan perubahan kelompok. Kepemimpinan adalah pusat kehendak yang menggerakan aneka aktivitas,
perubahan, dan perkembangan
kelompok (organisasi).
2. Personality perspective Pemimpin merupakan perpaduan antara bakat khusus dan karakteristik individu, yang memiliki kemampuan untuk mendelegasikan tugas pada orang lain secara sempurna.
3. Act atau behavior Kepemimpinan merupakan seperangkat tindakan dan perilaku tertentu yang mampu menggerakan perubahan dalam organisasi.
4. Power relationship Kepemimpinan adalah relasi antara pemimpin dan yang dipimpin
5. Instrument of goal achievement Kepemimpinan adalah upaya membimbing anggota mencapai tujuan bersama.
6. Skills perspective Kepemimpinan adalah kapabilitas yang membuatnya bekerja secara efektif. Sumber : Alfian (2009)
sekarang ini, maka hal yang paling menentukan adalah sikap profesionalitas dari aparatur pemerintahan, khususnya pejabat pemimpin lembaga-lembaga pemerintahan daerah (Silambi 2014). Kepemimpinan dan manager memiliki klasifikasi yang berbeda walaupun terkadang didefinisikan suatu hal yang sama. Ada beberapa perbedaan yang cukup jelas antara kepemimpinan dan manager. Gibson et al. (1982) menerangkan bahwa kepemimpinan adalah konsep yang lebih sempit daripada manajemen. Manajer dalam organisasi formal bertanggungjawab dan dipercaya dalam melaksanakan fungsi manajemen. Pemimpin kadang terdapat pada kelompok informal, sehingga tidak selalu bertanggung jawab atas fungsi-fungsi manajemen. Seorang manajer yang ingin berhasil maka dituntut untuk memiliki kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan efektif yang berusaha memahami pemecahan masalah sebagai sebuah proses serta dapat menyeimbangkan pemuasan kebutuhan secara bersama baik anggota ataupun individu dari pemimpin tersebut (Ruvendi 2005). Menurut Kahar (2008) kepemimpinan merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam menuju perubahan. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan (leadership) ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti pemimpin (leader). Selain itu beberapa ahli mencoba membedakan antara kepemimpinan dan manager dengan beberapa aspek pembeda. Seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan manajemen dan kepemimpinan
No Manajemen Kepemimpinan
1. Arah Perencanaan, penganggaran, berfokus pada bottom line.
Menciptakan visi dan strategi, berfokus pada horizon.
2. Kewajiban Pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengawasan, 3. Hubungan Berfokus pada objek atau produk
barang jasa berdasarkan 5. Orientasi Mempertahankan stabilitas. Menciptakan perubahan
yang terkadang radikal dan menolak status quo.
Pada Tabel 2 dijelaskan mengenai perbandingan antara manajemen dan kepemimpinan pada aspek arah, kewajiban, hubungan, kualitas personal, dan orientasi. Untuk manajemen pada aspek arah berfokus pada perencanaan, penganggaran, serta pada bottom line. Sedangkan kepemimpinan menciptakan visi dan strategi, berfokus pada horizon. Pada aspek kewajiban kepemimpinan menciptakan nilai-nilai kebersamaan serta menolong orang lain untuk orang lain berkembang dan mengurangi jarak dengan pengikutnya sehingga terciptanya budaya-budaya yang melekat. Berbeda dengan kepemimpinan, manajemen lebih berfokus pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengawasan, menciptakan batasan atau jarak dengan pengikutnya. Untuk hubungan pada manajemen, hanya berfokus pada objek atau produk barang jasa berdasarkan kekuasaan jabatan. Manajemen berposisi sebagai bos. Berbeda dengan kepemimpinan yang berfokus pada orang, menginspirasi dan memotivasi yang pengikutnya. Berdasarkan pada kekuasaan personal, berlaku seperti pelatih, fasilitator, akselerator, dan pelayan. Manajemen memiliki jarak dengan pengikutnya secara emosional, berbicara, pikiran cerdas, kepatuhan, pemahaman organisasi. Berbeda dengan kepemimpinan yang memiliki hubungan secara hati atau emosional dengan pengikutnya dengan kedekatan serta pikiran yang terbuka. Memberikan kebebasan kepada pengikutnya untuk memilih serta memiliki keberanian untuk mengambil keputusan. Membuka diskusi dengan pikiran yang saling terbuka. Kepemimpinan memiliki orientasi kepada perubahan yang terkadang radikal dan menolak status quo. Manajemen lebih berorientasi untuk mempertahankan stabilitas.
Kepemimpinan dapat dilihat sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi (Rivai dan Mulyadi 2012). Kartono sebagaimana yang dikutip oleh Silambi (2014), menguraikan fungsi kepemimpinan dalam kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Memelihara struktur kelompok, menjamin interaksi yang lancar dan memudahkan pelaksanaan tugas-tugas.
2. Menyingkronkan ideologi, pikiran dan ambisi anggota-anggota kelompok dengan pola keinginan pemimpin.
3. Memberikan rasa aman dan status yang jelas kepada setiap anggota, sehingga mereka bersedia memberikan partisipasi penuh.
4. Memanfaatkan dan mengoptimalkan kepemimpinan, bakat dan produktifitas semua anggota kelompok untuk berkarya dan berprestasi. 5. Menegakkan peraturan, larangan, disiplin dan norma-norma kelompok
agar tercapai kepaduan kelompok, meminimalisir konflik dan perbedaan-perbedaan.
6. Merumuskan nilai-nilai kelompok dan memilih tujuan kelompok sambil menentukan sarana dan cara operasional guna pencapaiannya.
7. Mampu memenuhi harapan keinginan dan kebutuhan para anggota, sehingga mereka merasa puas, juga membantu adaptasi mereka terhadap tuntutan eksternal ditengah masyarakat dan memecahkan kesulitan-kesulitan hidup anggota kelompok setiap harinya.
Kepemimpinan dapat dibedakan menjadi dua yakni kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal sebagaimana yang dijelaskan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Perbedaan pimpinan formal dan informal
Pimpinan Formal Pimpinan Informal
6. Mendapatkan reward dan
punishment.
6. Tidak ada reward dan
punishment.
7. Memiliki kekuasaan dan wewenang.
Sumber : Rivai dan Mulyadi (2012)
Merujuk dari Rivai dan Mulyadi (2012) pada Tabel 3, terdapat beberapa perbedaan pimpinan formal dan informal. Pimpinan informal memiliki masa kepemimpinannya, sangat tergantung pada pengakuan dari kelompok atau komunitasnya. Imbalan atau kompensasi tidak diterima oleh pimpinan informal serta promosi untuk kenaikan jabatan dan mutasi juga tidak diterima. Pimpinan informal merupakan pimpinan tertinggi sehingga tidak memiliki atasan. Reward
dan punishment ditiadakan dalam pimpinan informal. Berbeda dengan pimpinan informal, pimpinan formal memiliki kejelasan mengenai kedudukanya secara legitimasi serta untuk menjadi pimpinan formal harus memenuhi syarat tertentu dan mendapatkan balas jasa berupa materil atau immateriil. Pemimpin formal contohnya kepala desa juga memungkinkan untuk naik jabatan atau dipindahkan, diberhentikan jika melanggar aturan yang telah ditetapkan. Jika pimpinan formal melaksanakan tugasnya secara baik maka kemungkinan untuk mendapatkan
Silambi (2014) menjelaskan kepemimpinan kepala desa sangat berpengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan karena segala keputusan ada ditangan kepala desa itu sendiri. Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan dalama arti pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada kepala desa, urusan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum seperti jalan, jembatan, irigasi, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa dan urusan masyarakat berarti pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kemasyarakatan, pendidikan sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa.
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan salah satu upaya atau cara untuk mempengaruhi pengikutnya. Masing-masing gaya memiliki kekurangan dan kelebihannya bagi pengikutnya. Menurut Siagian (2008) ada tiga macam gaya kepemimpinan:
1. Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dan seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan.
2. Otokrasi, yaitu kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri.
3. Laiszer Faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sosial itu sendiri.
Gaya kepemimpinan bersifat atau bergaya top down autokratis, partisipatif dan value based leadership. Pemimpin tipe partisipatif menuntut pemimpin turut aktif dalam berbagai kegiatan dan menetapkan tujuan bersama-sama, membagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban ke bawah dan membentuk tim dan antar tim yang efektif untuk meningkatkan skill dan kemampuan individu. Kepemimpinan value based leadership, kepemimpinan tipe ini dasarkan atas hubungan nilai yang solid dan terintergrasi di antara sesama anggota dan pemimpinnya (Gama, Betta et al. 2014). Terdapat 3 jenis gaya kepemimpinan (leadership style) yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas seorang pemimpin yaitu gaya autokratis, demokratis, partisipatif, dan bebas kendali (Reksohadirpodjo 1985 yang dikutip Ruvendi 2005).
Gaya kepemimpinan yang dikemukakan Bass (1995) dikutip oleh Ancok (2012) membagi kepemimpinan ke dalam dua gaya, yakni gaya kepemimpinan transformasional dan gaya transaksional. Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya yang bergaya manager dan gaya kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang bergaya leader.
Secara umum, kepemimpinan transformasional memiliki sifat memanusiakan pengikutnya, memperlakukan pengikutnya sebagai manusia cerdas dan terhormat,
secara maksimal (Ancok 2012). Kepemimpinan transformasional merupakan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran yang mengarahkan organisasi pada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya (Locke 1997 dikutip oleh Pradana et al. 2013). Melalui kepemimpinan transformasional maka bawahan akan merasa dipercaya, dihargai dan bawahan akan lebih menghargai pimpinannya. Menurut pandangan Bass (1995) dikutip Ancok (2012) ada empat hal yang menjadi ciri pemimpin tranformasional, yakni:
1. Idealized inlfuence atau pengaruh yang diidealkan yaitu sifat keteladanan yang ditujukan kepada pengikut dan sifat yang dikagumi pengikut dari pemimpinnya.
2. Intellectual stimulation atau simulasi intelektual yaitu pemimpin yang berfokus pada pemberian apresiasi serta tidak mengkritik pada setiap gagasan sekecil apapun gagasanya.
3. Individual consideration atau kepedulian secara perorangan yaitu ciri pemimpin yang memperhatikan kebutuhan pengikutnya dan membantu pengikutnya agar mereka dapat bisa maju dan berkembang dalam karir dan kehidupan mereka.
4. Inspiration motivation atau motivasi yang inspirasional yaitu sifat pemimpin yang memberikan inspirasi dalam bekerja, mengajak pengikutnya untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama agar hidup dan karya mereka menjadi bermakna.
Berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang bergaya manager. Bass (1985) dikutip Pradana et al. (2013) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri dari dua aspek, yaitu:
1. Imbalan kontingen yaitu pemimpin memberitahu bawahan tentang apa yang harus dilakukan bawahan jika ingin mendapatkan imbalan tertentu dan menjamin bawahan akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang dilakukan.
2. Manajemen eksepsi yaitu pemimpin berusaha mempertahankan prestasi dan cara kerja dari bawahannya, apabila ada kesalahan pemimpin langsung bertindak untuk memperbaikinya. Manajemen eksepsi dibagi menjadi dua yakni aktif dan pasif. Disebut aktif jika pemimpin secara aktif mencari apa ada kesalahan, dan jika ditemukan akan mengambil tindakan seperlunya. Disebut pasif jika pemimpin hanya bertindak jika ada laporan kesalahan, sehingga tanpa ada informasi maka 5 pemimpin tidak mengambil tindakan apa-apa.
Kepala Desa
Kepala desa merupakan jabatan resmi yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengaruhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Yulindra 2013).
tujuan dari pembangunan. Perlu adanya suatu koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat agar yang menjadi cita-cita bersama yaitu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan. Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan.
Urusan pemerintahan dalama arti pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada kepala desa, urusan pemberdayaan masyarakat dalam penyedian sarana prasarana fasilitas umum seperti jalan, jembatan, irigasi, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa dan urusan masyarakat berarti pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kemasyarakatan, pendidikan sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa (Silambi 2014).
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebut pelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala desa berwenang:
1. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa 2. mengangkat dan memberhentikan perangkat desa
3. memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa 4. menetapkan peraturan desa
5. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa 6. membina kehidupan masyarakat desa
7. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa
8. membina dan meningkatkan perekonomian desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa
9. mengembangkan sumber pendapatan desa
10.mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
11.mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa 12.memanfaatkan teknologi tepat guna
13.mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
14.mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
15.melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Partisipasi Masyarakat
efektif. Partisipasi masyarakat difungsikan sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah program pemerintah.
Menurut Nasution yang dikutip Yulindra (2013) keberhasilan penyelengaraan otonomi daerah dan desa juga tidak terlepas dari adanya peran serta atau partisipasi aktif anggota masyarakatnya, baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai individu merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem pemerintahan daerah atau desa, karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi ditunjuk guna mewujudkan masyarakat sejahtera di daerah atau desa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan di daerah atau di desa tidak saja ditangan kepala daerah atau kepala desa tetapi juga di tangan masyarakat tersebut.
Menurut Yulindra (2013) partisipasi masyarakat merupakan wujud dari terciptanya kemauan masyarakat dalam suatu program pemerintah khususnya program pembangunan bagi masyarakat. Salah satu wujud kemauan itu dengan adanya sikap mendukung terhadap penyelenggaraan program pemerintah yang ditujukan melalui partisipasi aktif anggota masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan. Program pembangunan direncanakan dan dapat terlaksana sesuai dengan harapan. Harapan ini harus sejajar dengan usaha partisipasi dari masyarakat. Menurut Surur (2013) dalam setiap program pemerintahan yang telah direncanakan oleh pemerintah wajib disosialisasikan kepada masyarakat atau dalam setiap penyusunan program baik dari tingkat pusat sampai pada tingkat desa seharusnya masyarakat juga mempunyai andil. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah.
Arnstein (1969) menjelaskan delapan tangga partisipasi yang diuraikan sebagai berikut :
1. Manipulation (manipulasi): pada tingkatan ini, masyarakat diikutkan
sebagai “stample karet” dalam badan penasehat. Tujuanya adalah untuk
dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukunganya. Tingkatan ini bukan tingkatan partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa. 2. Therapy (terapi): pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang
kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberadaanya sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelempok orang yang memerlukan pengobatan.
3. Informing (menginformasikan): pada tingkatan ini, informasi diberikan kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting. Namun, seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah sehingga masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. 4. Consultation (konsultasi): pada tingkatan ini meminta pendapat
Namun konsultasi ini masih semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diterima. Partisipasi masyarakat diukur dari frekuensi dalam pertemuan, seberapa banyak brosur dibawa pulang dan seberapa banyak menjawab kuesioner.
5. Placation (menenangkan): pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukan ke dalam suatu lembaga. 6. Patnership (kemitraan): pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui
negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and
give.
7. Delegated Power (kekuasaan didelegasikan): pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan untuk menentukan suatu keputusan. Selain itu juga masyarakat memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut.
8. Citizen control (kontrol warga negara): pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan.
Gambar 1 Delapan tingkat dalam tangga partisipasi masyarakat Sumber: Arnstein (1969)
Dijelaskan oleh Arnstein (1969), pada Nasdian (2014) delapan tangga partisipasi kemudian digolongkan kembali menjadi tiga level. Manipulasi dan Terapi masuk ke dalam level “non-partisipasi” yang dimaksud inisiatif
8. Manipulasi 7. Terapi 6. Informasi 5. Konsultasi 4. Pendamaian 3. Kemitraan 2. Pendelegasian
Kekuasaan
1. Kontrol Masyarakat
Citizen Power
Tokenism
pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi
membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik”
komunitas. Informasi, Konsultasi termasuk dalam level “Tokenisme” yang artinya
komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat, akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai
level tertinggi dalam tokensim, komunitas bisa memberikan saran pada pemegang kekuasaan. Kemitraan membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kekuasaan dan kontrol merupakan komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuasaan warga negara (citizen power) (Gambar 1).
Cohen dan Uphoff (1979) yang diacu oleh Ardilah et al. (2014) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program.
2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek.
3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.
4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widagdo (2000) menjelaskan kepemimpinan dapat mempengaruhi baik sikap kader maupun kehadiran di Posyandu adalah kepemimpinan atau kades yang paternalistik dan tradisional (masih menunggu instruksi dari atas). Namun demikian, masih sangat potensial dalam memotivasi dan mendorong para perangkat desa maupun para kader Posyandu yang ada didaerah tempat kades tersebut menjadi pimpinan. Maka kepemimpinan memiliki pengaruh pada partisipasi masyarakat dalam suatu program berupa motivasi, mendorong, dan meningkatkan kehadiran dalam kegiatan.
Ecovillage
menciptakan lingkungan yang lestari dengan basis ketetanggaan yang bersifat kekeluargaan dan lifestyle dengan landasan spiritual. Kesadaran akan perlunya keselarasan hidup antara sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dengan lingkungan. Menururt Global Ecovillage Network (2007), ecovillage adalah komunitas dimana orang-orang merasa didukung dan bertanggung jawab kepada orang-orang di sekitar mereka. Mereka cukup kecil bahwa setiap orang merasa aman, diberdayakan, dilihat dan didengar. Orang-orang kemudian dapat berpartisipasi dalam pengalaman keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan bahwa dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan bahwa masyarakat secara transparan.
Kondisi lingkungan yang semakin menurun seperti penurunan luas hutan yang semakin meluas, pencemaran air akibat industri, banjir dan kekeringan yang mendasari program ecovillage di jalankan. Tujuan dari kegiatan ecovillage ini agar masyarakat mengetahui, memahami, dan menguasai persoalan, potensi, serta kebutuhan kawasan sekitar dengan metode hadap-masalah, masyarakat sekitar dapat mencari alternatif pemecahan masalah relatif mudah dilaksanakan secara swadaya (BPLHD Jawa Barat 2015).
Indikator dalam pelaksanaan ecovillage terbagi dalam setiap aspek sebagai berikut (BPLHD Jawa Barat 2015):
1. Aspek Ekologi
a. Penerapan teknologi ramah lingkungan b. Pertanian terpadu berbasis konservasi c. Energi terbarukan (biodegister, biogas, dll)
d. Sanitasi (pengelolaan sampah, drainase dan MCK komunal atau septic tank communal)
e. Air (sumber, kualitas dan pola penggunaan) 2. Aspek Ekonomi
a. Peningkatan ekonomi lokal melalui potensi yang ada di daerah
b. Perubahan nilai ekonomi dari masalah yang ada di lingkungan menjadi potensi yang dapat dikembangkan
c. Usaha atau bisnis berkelanjutan
Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan kerangka logis yang disusun untuk mendekati persoalan yang teliti. Kerangka pikir disusun berdasarkan tinjauan konsep, hasil penelitian terdahulu, dan kondisi nyata dimasyarakat. Dalam penelitian ini, konsep mengenai kemampuan dari kepala desa dan gaya kepemimpinan dari kepala desa dikaitkan dengan konsep tingkat partisipasi dari anggota ecovilllage.
Keterangan : mempengaruhi
tidak diukur secara statistik
*Partisipasi dilihat dengan menggunakan konsep Arnstein (1969). Gambar 2 Kerangka Pikir
Tingkat kemampuan kepala desa ( )
1. Bertanggung jawab 2. Komunikatif 3. Memotivasi 4. Fasilitator 5. Mediator
Tingkat partisipasi anggota ecovillage (Y)
1. Citizen power 2. Tokenism
3. Non-partisipasi
Gaya kepemimpinan kepala desa ( )
1. Orientasi Reward and
Punishment
2. Orientasi kebutuhan anggota 3. Orientasi tujuan bersama
Karakteristik anggota kelompok Ecovillage ( )
1. Usia
2. Jenis kelamin
Pemikiran logis yang mendasari kerangka pikir yang menjelaskan mengenai tingkat partisipasi yang dipakai dalam kegiatan ecovillage, yakni perencanaan kegiatan, kegiatan bank sampah, pembuatan sumur resapan, dan penanaman lahan kritis. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun dalam pelaksanaan ecovillage. Karakteristik anggota pada pelaksanaan ecovillage memiliki karakteritik usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal dan lama menjadi anggota. Pengukuran pelaksanaan program dengan merujuk konsep Arnstein (1969) pada delapan tingkatan partisipasi ini kemudian digolongkan menjadi tiga level. Manipulasi dan Terapi masuk ke dalam level terendah level “non-partisipasi” yang dimaksud inisiatif
pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi dan Konsultasi termasuk dalam level “Tokenisme” yang
artinya komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat, akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation
sebagai level tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran pada pemegang kekuasaan. Kemitraan membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kewenangan dan kontrol merupakan komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuasaan warga negara (citizen power).
Tingkat partisipasi anggota masyarakat pemanfaat program dalam kegiatan ecovillage diduga dipengaruhi tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan dari kepala desa. Tingkat kemampuan dapat diukur dari sikap bertanggung jawab, komunikatif, memotivasi, fasilitator, dan mediator. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif dapat memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi (Rivai dan Mulyadi 2012). Untuk itu, kepemimpinan khususnya kepala desa sebagai jabatan resmi yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengaruhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Yulindra 2013). Pada gaya kepemimpinan gaya transaksional dan gaya transformasional yang merujuk pada teori Bass (1995) membagi kepemimpinan ke dalam tiga sub-peubah yakni pemimpin yang memiliki orientasi reward and punishment, orientasi kebutuhan anggota, dan orientasi tujuan bersama.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka dirumuskan hipotesis uji sebagai berikut:
1. Diduga terdapat pengaruh tingkat kemampuan kepemimpinan kepala desa terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage.
2. Diduga terdapat pengaruh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala desa terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada program
METODE PENELITIAN
Metode PenelitianPenelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel yang berhubungan dengan teori yang ada. Pada penelitian ini peneliti menggunakan variabel pengaruh dari tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan kepala desa dengan partisipasi masyarakat. Hasil dari indikator yang telah ditetapkan kemudian dibuat dalam bentuk kuesioner dengan pilihan jawaban dan skor yang telah ditetapkan oleh peneliti. Data kualitatif sebagai argumentasi pendukung diperoleh dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunkan panduan wawancara yang sebelumnya telah dibuat.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara purposive (sengaja). Lokasi ini dipilih secara purposive karena pertimbangan: 1) Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten merupakan salah satu desa yang menerima program ecovillage dan 2) berdasarkan hasil rekomendasi yang diperoleh dari BPLHD bahwa Desa Mekarwangi merupakan desa yang memiliki kepemimpinan kepala desa yang kuat dalam program
ecovillage sehingga mendapatkan penghargaan sebagai Pembina Lingkungan Terbaik se-Provinsi Jawa Barat pada tahun 20153.
Hal tersebut menjadi relevan terhadap penelitian pengaruh kepemimpinan dari kepala desa terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program
ecovillage. Penyusunan skripsi yang dilaksanakan pada jangka waktu dari bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 (Lampiran 2). Penelitian yang dilakukan dimulai dengan penyusunan proposal, kolokium, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan revisi.
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok pada program
ecovillage yang menerima pengaruh pemimpin kepala desa dalam program
ecovillage. Pemilihan responden dilakukan melalui metode sensus berdasarkan dengan jumlah anggota program yang diketahui setelah melakukan penjajakan yaitu sebanyak 29 orang. Anggota kelompok ini berasal dari Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota yang mengikuti secara aktif program ecovillage (Lampiran 3). Unit analisis yang digunakan adalah individu. Informan adalah orang yang memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data disekitar lingkunganya terkait penelitian ini yaitu pendamping lokal, pengurus, dan fasilitator. Pemilihan terhadap informan pertama secara purposive dan menggunakan teknik bola salju (snow ball) dengan jumlah yang tidak ditentukan. Pemilihan informan tersebut
3
memberikan informasi mengenai kegiatan program serta kaitanya dengan peran dari kepemimpinan kepala desa.
Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban dari responden untuk memperoleh informasi yang menunjang tujuan penelitian. Pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti agar mencegah terjadinya kesalahan pada pengisian. Pengumpulan data penelitian menggunakan pengamatan langsung atau observasi yang dilakukan peneliti kepada para responden. Dalam wawancara mendalam, peneliti menggunakan panduan wawancara mendalam yang telah dibuat sebelumnya dan hasil dari wawancara mendalam digunakan untuk mendukung data hasil kuesioner (Lampiran 4). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen dan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, dan internet yang dijelaskan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian
No Kebutuhan
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk menguatkan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Validitas untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Validitas juga untuk menguji kesahan kuesioner. Sedangkan, reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Ancok dalam Singarimbun dan Effendi 1989). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dihitung dari pertanyaan kuesioner yang mencakup seluruh variabel penelitian (tingkat kemampuan, gaya kepemimpinan, dan tingkat partisipasi). Pengujian dilakukan pada 10 orang diluar dari responden yang memiliki karakteristik mirip dengan karakteristik responden. Pertanyaan yang telah dibuat disesuaikan agar dapat dimengerti oleh responden. Uji reliabilitas menggunakan SPSS for windows 20.0 yang menghasilkan nilai
Crobanch’s Alpha. Nilai dianggap baik karena sudah memenuhi syarat > 0.5. berdasarkan hasil uji coba tersebut, maka diperoleh nilai alpha sebagai berikut: Tabel 5 Hasil uji reliabilitas
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.730 .840 46
Persyaratan dalam penentuan nilai alpha yaitu jika ilai alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna. Sedangkan jika 0.70 < alpha < 0.90 maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.50 < alpha < 0.70 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai < 0.50 maka reliabilitas rendah. Tabel hasil uji reliabilitas pada kuesioner penelitian ini menunjukkan angka 0,730. Hal tersebut menunjukkan bahwa reliabilitas tinggi.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang telah diperoleh dari kuesioner yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap tingkat partisipasi anggota kelompok dianalisis dengan menggunakan uji regresi untuk melihat pengaruh antar variabel. Uji regresi merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Model regresi yang dipakai pada penelitian ini adalah regresi linier sederhana digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh tingkat kemampuan kepala desa terhadap partisipasi masyarakat, pengaruh gaya kepemimpinan terhadap partisipasi masyarakat dengan persamaan:
Keterangan:
b= nilai koefisien regresi a= konstanta
y= tingkat partisipasi
= tingkat kemampuan
Definisi Operasional Karakteristik anggota
Merupakan ciri dan sifat yang melekat pada seorang anggota. Untuk keperluan analisis deskriptif kualitatif karakteristik anggota memiliki indikator yakni: usia responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, dan lama menjadi angggota. Keseluruhan variabel memiliki penilaian skor menggunakan standar defiasi sebagai berikut:
̅ - Sd : rendah
̅ - Sd < ̅ < ̅ + Sd : sedang
̅ + Sd : tinggi
Kepemimpinan Kepala Desa
Kepemimpinan adalah kemampuan tiap pimpinan dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya bekerja dengan semangat, bersedia bekerja sama dan mempunyai disiplin tinggi, dimana para bawahan diikat dalam kelompok secara bersama-sama dan mendorong mereka ke suatu tujuan tertentu (Kerlinger dan Padhazur yang dikutip oleh Randhita, 2009). Dalam penelitian kepemimpinan diukur melalui dua hal, yaitu tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan dari kepala desa.
a. Tingkat kemampuan kepemimpinan adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki pemimpin. Tingkat kemampuan yang diukur dalam penelitian ini adalah bertanggung jawab, komunikatif, memotivasi, fasilitator, dan mediator. Tingkat kemampuan kepemimpinan berdasarkan persepsi anggota terhadap kepemimpinan kepala desa.
Kemampuan bertanggung jawab adalah suatu tindakan atau kemampuan kepala desa dalam menanggung kewajiban yang di amanahkan oleh seseorang atau lembaga. Bertanggung jawab bukan hanya secara wewenang tetapi bertanggung jawab dengan hadir secara fisik pada setiap kegiatan program. Diukur dengan indikator:
Kepala desa melakukan pengawasan dan monitoring pada pengenalan masalah
Hadir secara rutin pada kegiatan ecovillage
Bertanggung jawab sepenuhnya pada keseluruhan kegiatan
Melakukan sosialisasi kegiatan ecovillage.
b. Kemampuan komunikatif adalah merupakan kondisi dimana kepala desa berinterksi atau keadaan dalam saling berhubungan satu sama lainya. Komunikasi yang diberikan tidak hanya berupa lisan namun berupa tulisan dan dapat menggunakan media agar pesan dapat diterima oleh penerima pesan (anggota program). Diukur dengan indikator:
Kepala desa menyampaikan informasi tentang ecovillage secara jelas dan menarik
Kepala desa selalu memberikan informasi.
c. Kemampuan fasilitator adalah kemampuan memfasilitasi keperluan yang dibutuhkan oleh anggota ecovillage. Diukur dengan indikator:
Kepala desa menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
Kepala desa memberikan dana untuk kegiatan
Kepala desa memfasilitasi setiap masalah yang terjadi.
d. Kemampuan mediator adalah kepala desa berusaha menengahi atau pihak netral yang berusaha menengahi perundingan guna mencari kesepakatan tanpa ada konflik atau perdebatan. Diukur dengan indikator:
Kepala desa hadir sebagai penengah
Kepala desa cepat tanggap pada setiap masalah
Kepala desa bersikap adil dan mencari solusi pada setiap masalah
e. Kemampuan memotivasi adalah sikap atau kemampuan kepala desa yang berusaha memberikan saran atau dukungan positif. Diukur dengan indikator:
Kepala desa memberi semangat dan dukungan
Kepala desa memotivasi untuk terlibat pada kegiatan
Menjaga hubungan baik dengan anggota
1. Gaya Kepemimpinan
Terdapat dua gaya kepemimpinan yang dikemukakan Bass (1995) dikutip oleh Ancok (2012). Bass (1995) membagi kepemimpinan ke dalam dua gaya, yakni gaya kepemimpinan transformasional dan gaya transaksional.
a. Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya yang dilakukan bawahannya untuk mencapai tujuan mereka sendiri dengan lebih menegakan aturan dan reward dari pengertian tersebut maka untuk menentukan kecenderungan gaya kepemimpinan kepala desa menggunakan sub-peubah, yakni beroreintasi pada reward and punishment. Pernyataan pada variabel ini menggunakan skala likert dengan skala tertinggi empat sampai terendah satu. Diukur dengan indikator:
Kepala desa membuat aturan yang disepakati bersama
Kepala desa membuat target kepada anggota yang dapat berhasil
Kepala desa memfokuskan pada pemberian bonus dan hadiah
Kepala desa mendiskusikan tujuan secara bersama
Kepala desa mengawasi pekerjaan anggota
Kepala desa mengajak anggota untuk mewujudkan cita-cita lingkungan
Kepala desa menerapkan hidup yang cinta lingkungan
Kepala desa memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anggota
Tingkat Partisipasi
Partisipasi merupakan wujud dari terciptanya kemauan masyarakat dalam suatu program pemerintah khususnya program pembangunan bagi masyarakat terkait pada program ecovillage. Setiap tahap dicapai dengan delapan tangga yang merujuk pada teori Arnstein (1969) mengenai delapan tingkatan partisipasi ini kemudian digolongkan menjadi tiga level. Manipulasi dan Terapi masuk ke dalam
level “non-partisipasi” yang dimaksud inisiatif pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi membuat pemegang kekuasaan
untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi, Konsultasi
termasuk dalam level “Tokenism” yang artinya komunitas bisa mendapatkan
informasi dan menyuarakan pendapat, akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam
tokenisme, komunitas bisa memberikan saran pada pemegang kekuasaan. Kemitraan membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kekuasaan dan kontrol merupakan komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuasaan warga negara (citizen power). Tingkat partisipasi dilihat pada kegiatan ecovillage yakni, perencanaan, bank sampah, penanaman lahan kritis, dan pembuatan sumur resapan. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi adalah:
1. Ikutserta dalam proses perencanaan program 2. Ikutserta dalam proses bank sampah
3. Ikutserta dalam proses penanaman lahan kritis 4. Ikutserta dalam proses pembuatan sumur resapan 5. Ikutserta dalam proses evaluasi
6. Keikutsertaan anggota sebagai suatu kebutuhan 7. Anggota dapat menyuarakan pendapat
8. Anggota merasa pendapatnya dipertimbangkan 9. Anggota merasa kehadiran diperhatikan
10.Anggota ikut menyuarakan saat pengambilan keputusan 11.Anggota dapat menyanggah pendapat orang lain
12.Anggota merasa pendapatnya dapat diterima baik oleh pihak lain