PENETAPAN KADAR BESI DAN SENG DALAM AIR
SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DI PDAM TIRTANADI
MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ELLIYA SISWANTI
NIM 101524040
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENETAPAN KADAR BESI DAN SENG DALAM AIR
SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DI PDAM TIRTANADI
MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ELLIYA SISWANTI
NIM 101524040
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PENETAPAN KADAR BESI DAN SENG DALAM AIR SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DI PDAM TIRTANADI MEDAN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
OLEH: ELLIYA SISWANTI
NIM 101524040
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 27 juli 2013
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195005081977022001 NIP 195006221980021001
Pembimbing II, Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt.
NIP 195005081977022001
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. Drs. Immanuel S. Meliala, M. Si Apt.
NIP 195006071979031001 NIP 195001261983031002
Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt.
NIP 194909061980032001
Medan, September 2013 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul
“Penetapan Kadar Besi dan Seng Dalam Air Sebelum dan Sesudah Diolah Di
PDAM Tirtanadi Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom”.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio
Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah
memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Dra.
Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt., dan Bapak Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc.,
Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama
penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt.,
Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt., dan Ibu Salehah Salbi, M. Si., Apt,
selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah
mendidik selama perkuliahan dan Bapak Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, Dr., M.S.,
Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada
penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku Kepala
nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku Kepala Laboratorium Penelitian
USU yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat
mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
terhingga kepada Ayahanda Abu Sidik, S. Ag, dan Ibunda Rasibah S. Pd., yang
telah memberikan cinta kasih yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus
serta pengorbanan baik materi maupun non-materi. Serta Keluargaku kakak
Haniah, Syaukani, Syafriadi, Bikpun Syamsidah dan keluarga di Kotacane, Dian,
Kakak Tata, Edo, Muhammad Al Qaisar atas segala doa, kasih sayang, dan
memberikan semangat. Sahabat-sahabatku Richa, Tiwi, Dedek, terima kasih untuk
perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya selama ini, serta teman-teman
Farmasi USU 2010 yang telah ikut membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, 23 Juli 2013
Penulis
PENETAPAN KADAR BESI DAN SENG DALAM AIR SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DI PDAM TIRTANADI MEDAN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
ABSTRAK
Air merupakan materi essensial yang sangat diperlukan manusia untuk hidup. Air harus memenuhi persyaratan, kadar maksimum besi adalah 0,3 mg/L sampai 6,0 mg/L di dalam air, kadar maksimum seng 0,05 mg/L sampai 2,0 mg/L di dalam air. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar besi dan seng dalam air minum yang dihasilkan adalah suatu bahan baku air, proses pengolahan dan distribusi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kadar besi dan seng yang terdapat dalam bahan baku air yang diolah, pengaruh pengolahan air dan pengaruh distribusi air minum yang telah diolah.
Air yang digunakan berasal dari PDAM sunggal, pengambilan hasil olahan dan hasil distribusi dilakukan selama 3 minggu berturut-turut. Penentuan kadar besi dan seng dilakukan dengan Spektrofotometri Serapan Atom.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar besi dan seng lebih tinggi dalam bahan baku air yang belum diolah dan menurun sesudah diolah dan menurun lagi sesuatu didistribusi. Kadar rata-rata besi pada air yang belum diolah pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,7270 ± 0,1191), kadar besi yang sudah diolah pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,4342 ± 0,0963) mg/L. Kadar besi yang sudah masuk ke pipa pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,3328 ± 0,0491) mg/L. Kadar seng pada air yang belum diolah minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga adalah (1,0344 ± 0,0690) mg/L, kadar seng pada air yang sudah diolah pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga adalah (0,6640 ± 0,0758) mg/L, kadar seng pada air yang sudah masuk ke pipa minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,4473 ± 0,0625) mg/L.
Kesimpulannya bahwa sampel air minum yang dianalisis tidak melebihi kadar yang diizinkan, Proses pengolahan dapat menurunkan kadar besi dan seng setelah didistribusikan.
DETERMINATION OF IRON AND ZINC LEVELS IN DRINKING WATER, BEFORE AND AFTER THE TREATMENT WITH
ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY IN PDAM TIRTANADI MEDAN
ABSTRACT
Water is essential material that is very important for human life. Water should meet the requirements with maximum iron concentration 0.3 to 6.0 mg/L and the maximum zinc content 0.05 to 2.0 mg/L. There are three factors that may affect the levels of iron and zinc in drinking water, they are raw material, processes and distribution. The objective of this study was to determine the levels of iron and zinc contained in raw material water, the influence of water treatment and distribution of drinking water.
The sample of water was taken from PDAM Sunggal. The sampling of processing and distribution results was performed for three weeks. Determination of iron and zinc levels was done using Atomic Absorption Spectrophotometry.
The results showed that the levels of iron and zinc was higher in the raw materials and decreased after processing and lessen after distribution. That average levels of iron in water before the treatement at the first week, the second week, and the third week was (0.7270 ± 0.1191), iron levels after the treatment at the first week, the second week, and the third week was (0.4342 ± 0.0963) mg/L. The average of iron levels distributed water at the first week, the second week, and third week was (0.3328 ± 0.0491) mg/L. The average of zinc levels in water before the treatment at the first week, the second week and the third week was (1.0344 ± 0.0690) mg/L. The average of zinc levels in water after treatment at the first week, the second week, the third week was (0.6640 ± 0.0758) mg/L, and average of zinc levels in water at the first week, the second week, and the third week was (0.4473 ± 0.0625) mg/L.
The drinking water samples that was analyzed did not exceed the permitted levels. The treatment process reduced could the levels of iron and zinc after distributed.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Air Minum... 4
2.2 Peranan Air Minum Bagi Tubuh ... 5
2.3 Syarat- Syarat Air Minum ... 5
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Bahan Kimia Dalam Air ... 7
2.6 Pencemaran dan Efek Toksik Logam Berat ... 12
2.7 Besi ... 13
2.8 Seng ... 14
2.9 Spektrofotometri Serapan Atom ... 14
2.10 Validasi Metode Analisis ... 19
2.11 Analisis Kadar Logam ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
3.2 Bahan-bahan ... 23
3.2.1 Sampel ... 23
3.2.2 Pereaksi ... 23
3.3 Alat-alat ... 23
3.4 Prosedur Penelitian ... 24
3.4.1 Sampel ... 24
3.4.1.1 Metode Pengambilan Sampel ... 24
3.4.2 Pembuatan Sampel Untuk Spektofotometri Serapan Atom ... 24
3.4.3 Pemeriksaan Kuantitatif ... 24
3.4.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi larutan Baku Logam Besi ... 24
3.4.3.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Logam Seng ... 25
3.4.3.3 Penetapan Kadar Besi dalam Sampel ... 25
3.4.4 Perhitungan Kadar Logam ... 26
3.4.5 Analisis Statistik ... 26
3.4.5.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 26
3.4.5.2 Kadar Sebenarnya Besi dan Seng ... 27
3.4.5.3 Uji Beda Rata-Rata Kadar Besi dan Seng .... 27
3.4.6 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery) ... 28
3.4.7 Uji Presisi ... 29
3.4.8 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitatif ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Analisis Kuantitatif ... 31
4.1.1 Kurva Kalibrasi Besi dan Seng ... 31
4.1.2 Analisis Kadar Besi dan Seng dalam Air ... 32
4.1.3 Uji Perolehan Kembali (%Recovery) ... 34
4.1.4 Simpangan Baku Relatif ... 35
4.1.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
5.1 Kesimpulan ... 36
5.2 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Syarat-Syarat Air Minum ... 6
2. Besi dan Seng dalam Air ... 21
3. Nilai Q Kritis pada Taraf Kepercayaan 95% ... 27
4. Kadar besi dan seng dalam sampel yang dianalisis ... 33
5. Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kadar Besi dan Seng 34 6. Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Kadar Besi dan Seng antara Dua Logam dari Tiga Tempat yang Berbeda ... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar 1 Komponen Spektrofotometri Serapan Atom ... 18
2. Kurva Kalibrasi Besi ... 31
2. Kurva Kalibrasi Seng ... 32
3. Sampel ... 40
4. Grafik Besi ... 41
5. Grafik Seng ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Gambar Sampel Yang digunakan ... 40
Lampiran 2 Gambar Grafik Logam Besi ... 41
Lampiran 3 Gambar Grafik Logam Seng ... 42
Lampiran 4 Bagan Alir Proses Pengasaman Besi ... 43
Lampiran 5 Bagan Alir Proses Pengasaman Seng ... 44
Lampiran 6 Data Kalibrasi Besi Dengan Spektrofotometri Serapan Atom dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi ... 45
Lampiran 7 Data Kalibrasi Seng Dengan Spektrofotometri Serapan Atom dan Perhitungan Persamaan Garis Regresi ... 46
Lampiran 8 Contoh Perhitungan Besi dan Seng Dalam Sampel ... 47
Lampiran 9 Data Kadar Besi minggu pertama ... 48
Lampiran 10 Data Kadar Besi minggu kedua ... 49
Lampiran 11 Data Kadar Besi minggu ketiga ... 50
Lampiran 12 Data Kadar Seng minggu pertama ... 51
Lampiran 13 Data Kadar Seng minggu kedua ... 52
Lampiran 14 Data Kadar Seng minggu ketiga ... 53
Lampiran 15 Contoh Perhitungan Statistik Kadar Besi pada Air yang Belum Dikelola minggu ... 54
Lampiran 16 Contoh Perhitungan Statistik Kadar Seng pada Air yang Belum Dikelola minggu ... 57
Lampiran 18 Pengujian Beda nilai Rata-rata Kadar Besi ... 62
Lampiran 19 Pengujian Beda nilai Rata-rata Kadar Seng ... 63
Lampiran 20 Hasil Uji Perolehan Kembali Besi dan Seng setelah
Penambahan masing-masing larutan Baku ... 64
Lampiran 21 Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Besi ... 65
Lampiran 22 Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Seng ... 66
Lampiran 23 Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Besi dan
Seng ... 67
Lampiran 24 Alat Spektrofotometri Serapan Atom Hitachi Z-2000 ... 69
PENETAPAN KADAR BESI DAN SENG DALAM AIR SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DI PDAM TIRTANADI MEDAN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
ABSTRAK
Air merupakan materi essensial yang sangat diperlukan manusia untuk hidup. Air harus memenuhi persyaratan, kadar maksimum besi adalah 0,3 mg/L sampai 6,0 mg/L di dalam air, kadar maksimum seng 0,05 mg/L sampai 2,0 mg/L di dalam air. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar besi dan seng dalam air minum yang dihasilkan adalah suatu bahan baku air, proses pengolahan dan distribusi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kadar besi dan seng yang terdapat dalam bahan baku air yang diolah, pengaruh pengolahan air dan pengaruh distribusi air minum yang telah diolah.
Air yang digunakan berasal dari PDAM sunggal, pengambilan hasil olahan dan hasil distribusi dilakukan selama 3 minggu berturut-turut. Penentuan kadar besi dan seng dilakukan dengan Spektrofotometri Serapan Atom.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar besi dan seng lebih tinggi dalam bahan baku air yang belum diolah dan menurun sesudah diolah dan menurun lagi sesuatu didistribusi. Kadar rata-rata besi pada air yang belum diolah pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,7270 ± 0,1191), kadar besi yang sudah diolah pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,4342 ± 0,0963) mg/L. Kadar besi yang sudah masuk ke pipa pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,3328 ± 0,0491) mg/L. Kadar seng pada air yang belum diolah minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga adalah (1,0344 ± 0,0690) mg/L, kadar seng pada air yang sudah diolah pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga adalah (0,6640 ± 0,0758) mg/L, kadar seng pada air yang sudah masuk ke pipa minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,4473 ± 0,0625) mg/L.
Kesimpulannya bahwa sampel air minum yang dianalisis tidak melebihi kadar yang diizinkan, Proses pengolahan dapat menurunkan kadar besi dan seng setelah didistribusikan.
DETERMINATION OF IRON AND ZINC LEVELS IN DRINKING WATER, BEFORE AND AFTER THE TREATMENT WITH
ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY IN PDAM TIRTANADI MEDAN
ABSTRACT
Water is essential material that is very important for human life. Water should meet the requirements with maximum iron concentration 0.3 to 6.0 mg/L and the maximum zinc content 0.05 to 2.0 mg/L. There are three factors that may affect the levels of iron and zinc in drinking water, they are raw material, processes and distribution. The objective of this study was to determine the levels of iron and zinc contained in raw material water, the influence of water treatment and distribution of drinking water.
The sample of water was taken from PDAM Sunggal. The sampling of processing and distribution results was performed for three weeks. Determination of iron and zinc levels was done using Atomic Absorption Spectrophotometry.
The results showed that the levels of iron and zinc was higher in the raw materials and decreased after processing and lessen after distribution. That average levels of iron in water before the treatement at the first week, the second week, and the third week was (0.7270 ± 0.1191), iron levels after the treatment at the first week, the second week, and the third week was (0.4342 ± 0.0963) mg/L. The average of iron levels distributed water at the first week, the second week, and third week was (0.3328 ± 0.0491) mg/L. The average of zinc levels in water before the treatment at the first week, the second week and the third week was (1.0344 ± 0.0690) mg/L. The average of zinc levels in water after treatment at the first week, the second week, the third week was (0.6640 ± 0.0758) mg/L, and average of zinc levels in water at the first week, the second week, and the third week was (0.4473 ± 0.0625) mg/L.
The drinking water samples that was analyzed did not exceed the permitted levels. The treatment process reduced could the levels of iron and zinc after distributed.
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak satupun makhluk
hidup di dunia ini yang tidak memerlukan dan tidak mengandung air. Sel hidup
baik tumbuhan maupun hewan sebagian besar tersusun oleh air, dimana sel
tumbuhan mengandung lebih dari 75% air dan di dalam sel hewan mengandung
lebih dari 67% air. Kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari berbeda untuk tiap
tempat dan tiap tingkatan kehidupan (Nova, 2012).
Persyaratan kualitas air minum harus sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dimana
setiap komponen yang dikandung dalam air minum harus sesuai dengan yang
ditetapkan. Air minum selain merupakan kebutuhan esensial, namun juga
berpotensi sebagai media penularan penyakit, keracunan. Faktor yang dapat
mempengaruhi kadar besi dan seng dalam air minum yang dihasilkan adalah
proses pengolahan dan distribusi (Permenkes, 2002).
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar
kecilnya pH air atau besarnya hidrogen didalam air (Wardana, 2001).
Mineral mikro terdapat dalam jumlah kecil di dalam tubuh, namun
mempunyai peranan essensial untuk kehidupan, kesehatan dan refroduksi.
Kandungan mineral makro bahan makanan sangat tergantung pada konsentrasi
Besi adalah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan
air tanah. Perairan yang mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk
keperluan rumah tangga, karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian,
porselin dan alat-alat lainnya serta menimbulkan rasa tidak enak pada air minum
pada konsentrasi diatas kurang lebih 0,3 mg/L- 6,0 mg/L (BSN, 2004).
Seng diperoleh dari lapisan bumi atau kerak bumi, seng di dalam air
dimungkinkan berasal dari air baku yang sudah tercemar seng. Adanya seng pada
air sungai adalah sebagai akibat dari limpasan air permukaan tanah. Seng dalam
air berada dalam keadaan terlarut. Sesuai dengan kegunaannya sebagai air minum,
salah satu persyaratan uji untuk air minum antara lain uji kadar seng (Gabriel,
2001).
Menurut BSN (2004), tentang seng dan kadar maksimum seng yang
diperbolehkan di dalam air dan air limbah adalah 0,05 mg/L sampai dengan 2,0
mg/ L. Toksisitas seng pada hakekatnya rendah, tetapi dapat menyebabkan
muntah, diare, demam, kelelahan yang sangat, anemia, dan gangguan reproduksi
(Almatsier, 2004).
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ada perbedaan kadar logam besi dan seng yang terdapat dalam
air yang setelah diolah dan hasil distribusi.
2. Apakah ada perbedaan kadar logam besi dan seng dalam air yang
1.3 Hipotesis
1. Terdapat perbedaan kadar logam besi dan seng dalam air yang setelah
diolah dan hasil distribusi.
2. Kadar logam besi dan seng yang terdapat dalam air yang setelah diolah
dan hasil distribusi sesuai dengan nilai minimum pada literatur.
1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar logam besi dan seng yang terdapat dalam air
yang diolah dan hasil distribusi.
2. Untuk mengetahui perbedaan kadar besi dan seng yang terdapat dalam
air yang diolah dan hasil distribusi.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang perbedaan kadar
logam besi dan seng dalam air.
2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kadar logam besi
dan seng yang dikategorikan aman dan memenuhi persyaratan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Minum
Air minum adal
Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau,
tidak berwarna, tidak mengandung
mengandung
ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung di minum (Permenkes, 2002).
Air pada reservoir adalah air yang telah melalui saringan sudah dapat
dipakai untuk air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakterioslogis
dan ditampung pada bak reservoir (tandon) untuk diteruskan pada konsumen
(Richa,2010).
Menurut Richa (2010), kualitas air dikelompokkan menjadi beberapa
golongan menurut peruntukanya. Adapun penggolongan air menurut
peruntukkannya adalah sebagai berikut:
1. Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa penggolongan terlebih dahulu. Contoh mata air
pegunungan.
2. Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
Contohnya air sungai.
3. Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
4. Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha
di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air. Contohnya air
tanah dangkal dan air tanah dalam.
2.2 Peranan air minum bagi tubuh
Air sangat penting dalam kehidupan kita. Tanpa air kelangsungan hidup
hanya beberapa hari saja. Air merupakan bahan bangunan dari setiap sel,
kandungan air bagi setiap jaringan tubuh sangat bervariasi misalnya jaringan otot
sekitar 7,5 %; jaringan lemak sekitar 2 %; darah sekitar 90 %. Air merupakan
bahan pelarut didalam tubuh dan membantu dalam pelembutan makanan. Suhu
tubuh secara tidak langsung diatur oleh air dengan cara penyerapan melalui
paru-paru dan keringat melalui kulit. Kebutuhan air untuk diminum setiap hari sekitar 2
liter (bagi orang dewasa). Setiap individu memerlukan air sekitar 60 liter/hari
(Gabriel, 2001).
2.3 Syarat–Syarat Air Minum
Menurut PERMENKES (1990), tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air bahwa dalam jangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
perlu dilaksanakan pengawasan kualitas air secara intensif dan terus menerus,
bahwa kualitas air yang digunakan harus memenuhi syarat kesehatan agar
terhindar dari gangguan kesehatan, adapun syarat-syarat air menurut WHO
Tabel 1. Syarat-syarat air minum
No Parameter Standar Air Minum WHO SNI 2004
1 2 3 4
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Syarat Fisik Rasa Bau
Sisa Zat Padat
Derajat Kekeruhan Warna pH Tak berasa Tak berbau 500-1000 ppm
Tidak melebihi 5-30 unit(Turbidity)
5-30 unit(Skala Platina-cobalt)
7-8,5 atau 6,5-9,2
Tak berasa Tak berbau
Tidak lebih dari 200 mg
Kekeruhan max yang dapat diukur dalam pengujian ini 40 nefelometrik turbidity unit(NTU) lebih dari 40 NTU diencerkan
Tidak lebih dari 70 unit
B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Syarat Kimia Level Kontaminasi Timbal(Pb) Selenium(Se) Arsen Krom(Cr) Tembaga Flourida 0,1 ppm 0,05 ppm 0,05 ppm 1,5 ppm 1,5 ppm 1 ppm 1,0-20 ppm - - 0,2-5,0 ppm 0,2-4,0 ppm 0,18 ppm C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Zat yang tidak mengganggu
kesehatan tetapi tidak boleh melebihi batas yang ditentukan Besi Mangan Seng Calsium Magnesium Sulfat Chlorida Nitrogen- nitrat 0,3-1,0 ppm 0,1-0,3 ppm 1,0-1,5 ppm 75-200 ppm 50-150 ppm 200-500 ppm 200-600 ppm 0,001 ppm 0,3-6,0 ppm 0,1-4,0 ppm 0,05-2,0 ppm 20-400 ppm 0,2-4,0 ppm 1-40 ppm 1,5-100 ppm - D. 1. 2. Syarat Bakteriologi 100 ml contoh air tidak terdapat satu bakteri coli
Air kita perlukan untuk proses hidup dalam tubuh kita, tumbuhan dan
hewan. Sebagian besar tubuh kita, tumbuhan dan hewan terdiri atas air. Air juga
kita perlukan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga, pengairan pertanian
kita, industri, rekreasi (Tresna, 2009).
Menurut Gabriel (2001), pengolahan merupakan terjemahan dari bahasa
INGGRIS “Water Treatment” yaitu suatu usaha menjernihkan air dan
meningkatkan mutu air agar dapat diminum, proses pengolahan air meliputi 4
(empat), yaitu proses purifikasi (penjernihan) air, proses desinfeksi (peniadaan
kuman penyakit), proses pengaturan pH air, proses pengaturan mineral.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Bahan Kimia Dalam Air
a. Pencampuran dan Melarutkan
Pencampuran antara sumber air ketika masuk kedalam suatu aliran
(mengalir) kesungai/danau dapat mengendap konsentrasi senyawa kimia
organik dan anorganik tertentu, jika kandungan senyawa tersebut lebih
rendah dalam wadah penampungan air, sama halnya gabungan dua sumber
air sebagai sistem penyimpanan air dapat mengendapkan konsentrasi
senyawa kimia. Luas permukaan air dan laju air yang tinggi karakteristik
kontaminasi pencampuran yang baik dapat mengurangi senyawa kimia
ketika proses pemindahan dibandingkan dengan sumber air yang laju air
yang rendah (Darryl, dkk., 2007).
b. Proses Penguapan
Senyawa organik dengan titik didih rendah seperti pelarut klorin
biasanya terdispersi dari permukaan air oleh proses penguapan,
dikenal sebagai senyawa organik yang mudah menguap (Darryl, dkk.,
2007).
c. Proses Adsorpsi
Senyawa kimia organik dan anorganik dapat diadsorpsi oleh tanah,
sedimen (batu karang disebabkan adanya tanah liat atau dengan tanah)
atau sedimen yang kaya oleh disebabkan senyawa karbon, adsorbsi ini
terjadi karena air mengalir melalui celah tanah atau batu-batu karang atau
pun mengalir melewati sedimen. Proses ini tidak berpengaruh terhadap
senyawa organik melewati pH rendah. Pada senyawa organik dengan
koefisien partisi oktanol/air yang tinggi (lebih bersifat non polar) lebih
mudah terserap didalam tanah atau didalam sedimen dalam kolom air,
didalam sendimen efek ini menjadi efek utama dalam penurunan
perpindahan senyawa kimia sehingga konsentrasinya didalam air menurun.
Proses perlakuan terhadap air sehingga didesain sebagai penghalang
terhadap patogen (koagulasi dan filtrasi), yang akan menghilangkan atau
mengurangi konsentrasi patogen didalam air yang diadsorbsi (Darryl, dkk.,
2007).
d. pH
Logam seperti besi dan tembaga mudah larut didalam air yang
bersifat asam, dan kelarutan meningkat seiring pH. Logam lain seperti
aluminium dan seng lebih mudah larut dalam air yang bersifat pH basa
diatas 10. Dalam suasana asam lemah (pH 4,5-6,5) logam seperti besi dan
tembaga memiliki kelarutan yang lebih rendah didalam kondisi aerobik
e. Penguraian Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat merusak senyawa kimia organik didalam
lingkungan. Untuk beberapa senyawa kimia, faktor ini menjadi penting
untuk mengurangi konsentrasi senyawa tersebut dalam lingkungan
terutama terjadi pada yang diserap tanah/sendimen (Darryl, dkk., 2007).
f. Kerentanan Air Tanah
Tanah disarikan dari berbagai jenis, beberapa diantaranya mungkin
sangat rentan terhadap polusi akibat aktivitas manusia. Kerentanan sumber
air tanah sangat penting ketika menilai resiko terhadap air tanah yang
ditimbulkan oleh berbagai kegiatan (Darryl, dkk., 2007).
2.5 Pengolahan Air Minum
Menurut Richa, (2010) pengolahan air minum di PDAM (Perusahaan
Daerah Air Minum) Tirtanadi Jln. Sisingamangaraja No. 1 Medan adalah sebagai
berikut: air sungai Belawan di sunggal ditangkap oleh badan penangkap air
(intake), kemudian air baku yang sudah ditangkap oleh badan penangkap air
(intake). Mengalir secara gravitasi ke canel, dimana pada pada canel ditambahkan
liquid chorine yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme maupun
menghambat pertumbuhan lumut (algae)
Lalu air menuju Raw Water Tank (RWT), dimana bertujuan untuk
mengendapkan lumpur, sebelum masuk ke Raw Water Pump (RWP) dimana pada
RWP ditambahkan tawas. Kemudian air di alirkan ke RWP yang bertujuan untuk
memompakan air menuju ke clearator, dimana terjadi proses flokulasi dan
koagulasi. Setelah air menuju ke clearator yang berfungsi sebagai tempat
kesaringan (filter) yang berfungsi untuk menyaring flok-flok yang terikat pada
alum (Richa, 2010).
Air yang mengalir dari saringan (filter) ke bak penampungan (reservoir)
ditambahkan klor dan larutan kapur, bertujuan untuk membunuh mikroba yang
terdapat di dalam penampungan, sedangkan penambahan larutan kapur bertujuan
untuk menetralisasi pH air. Lalu air masuk ke bak penampungan (reservoir), yang
berfungsi untuk menampung air bersih kemudian dialirkan kepada konsumen
(Richa, 2010).
Menurut Richa (2010), proses pengelolaan air minum terdiri dari 9
tahapan, yaitu: pertama bangunan, mengumpulkan air merupakan suatu bangunan
untuk mengumpulkan air dari suatu asal air, untuk dimanfaatkan. Kedua bangunan
pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan
partikel-partikel pada air sungai dengan gaya gravitasi. Pada proses ini tidak ada
penambahan zat kimia.
Ketiga Penambahan koagulant, koagulant adalah bahan kimia yang
dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil
yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya. Bahan kimia yang digunakan
adalah aluminium sulfat, biasanya disebut sebagai tawas. Keempat bangunan
pengaduk cepat, bangunan pengaduk cepat berfungsi untuk meratakan bahan
kimia (koagulant) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara
baik, sempurna dan cepat (Richa, 2010).
Kelima bangunan pembentuk flock, berfungsi untuk membentuk partikel
padat yang besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloid)
pengendapan kedua, berfungsi untuk mengendapkan flock yang terbentuk pada
unit bak pembentuk flock. Pengendapan dilakukan secara gravitasi. Ketujuh filter
(saringan) effluent (hasil olahan) dari bak pengendap mengalir ke filter,
gumpalan-gumpalan dan lumpur (flock) tertahan pada lapisan atas filter. Pada
saat-saat tertentu dimana hilangnya tekanan dari air di atas saringan terlalu tinggi,
yaitu karena adanya lapisan lumpur pada bagian atas dari saringan, maka saringan
akan dicuci kembali dengan air bertekanan dari bawah (Richa, 2010).
Kedelapan reservoir, air yang telah melalui filter sudah dapat digunakan
sebagai air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteri dan ditampung
pada bak reservoir untuk diteruskan pada konsumen, terakhir pemompaan,
berfungsi untuk mengalir air kepada konsumen (Richa, 2010).
Air merupakan materi essensial yang sangat diperlukan manusia untuk
hidup, bahkan semua makhluk hidup. Air dibutuhkan untuk menjamin
organ-organ didalam tubuh berfungsi secara normal. Air penting bagi tubuh manusia
karena berperan dalam metabolisme, traspor makanan ke jaringan, pengaturan
suhu tubuh, mempertahankan fungsi sendi, keseimbangan cairan tubuh, dan
mempertahankan fungsi sendi, keseimbangan cairan tubuh, dan mempertahankan
bentuk dan fungsi sel (Oktaviani, 2013).
Menurut BSN (2004), kadar maksimum besi 0,3 mg/L sampai 6,0 mg/L
2.6 Pencemaran dan Efek Toksik Logam Berat
Pencemaran logam berat di Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan
meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan
bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman
maupun lingkungan. Logam berat dibagi kedalam dua jenis, yaitu:
1. Logam berat essensial: yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat
dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut
bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn.
2. Logam berat tidak essensial: yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh
masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik seperti Hg, Cd, Pb,
Cr.
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan
manusia. Efek toksik dari logam mampu menghalagi kerja enzim sehingga
mengganggu metabolime tubuh, menyebabkan alergi, atau karsinogen bagi
manusia bagi manusia maupun hewan.
Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang paling
toksik adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni, dan Co. Sementara itu, tingkat toksisitas
terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn
2.7 Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling terdapat di dalam tubuh manusia
dan hewan, yaitu 3-5 gram dalam tubuh orang dewasa. Besi mempunyai beberapa
fungsi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh (Almatsier, 2004).
Adanya unsur –unsur besi dalam air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
tubuh unsur tersebut. Zat besi merupakan suatu unsur yang penting dan berguna
untuk metabolime tubuh. Untuk keperluan ini tubuh membutuhkan 7-35 mg unsur
tersebut perhari, yang tidak hanya diperoleh dari air. Selain itu, kosentrasi yang
lebih besar dari 1 mg/L dapat menyebabkan warna air menjadi kemerah-merahan,
memberi rasa yang tidak enak pada minuman, kecuali dapat membentuk endapan
pada pipa-pipa logam dan bahan cucian. Dalam jumlah kecil, unsur ini diperlukan
tubuh untuk pembentukan sel-sel darah merah (Richa, 2010).
Besi merupakan komponen Hb yang berperan sebagai pengangkut oksigen
dari paru-paru menuju sel di seluruh tubuh. Definisi Fe bisa menyebabkan anemia
karena karena rendahnya kadar Hb. Gejala anemia antara lain berupa kelelahan,
kehilangan stamina, kesulitan bernapas, sakit kepala, insomnia, kehilangan nafsu
makan dan pucat, serta gangguan fungsi otak (Widowati, dkk., 2008).
Kekurangan besi adalah pucat, kuku sendok (spoon nails, suatu kelainan
bentuk dimana kuku-kuku tampak tipis dan membentuk cekung/berlukuk),
kelemahan yang disertai dengan berkurangnya kekuatan otot, perubahan dalam
tingkah laku kognitip (Kacaribu, 2008).
Kelebihan besi adalah bisa menyebabkan keracunan, dimana terjadi
2.8 Seng
Seng adalah materi essenial untuk kehidupan telah diketahui sejak lebih dari
seratus tahun yang lalu. Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar
hampir semua sel. Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal,
otot, dan tulang. Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani,
terutama daging, hati, kerang, dan telur. Tanda-tanda kekurangan seng adalah
gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual (Almatsier, 2004).
Kekurangan seng antara kecepatan pertumbuhan menurun, nafsu makan dan
masukan makanan menurun, lesiepitel lain seperti glositis, kebotakan, gangguan
sistem kekebalan tubuh, perlambatan pematangan seksual dan impotensi,
fotopobia dan penurunan adaptasi dalam gelap, hambatan penyembuhan luka,
dekubitus, luka bakar, perubahan tingkah laku (Kacaribu, 2008).
Kelebihan seng antara hingga dua sampai tiga angka kecukupan gizi
menurunkan absorbansi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali angka
kecukupan gizi mempengaruhi metabolisme kolestrol, mengubah nilai lipoprotein,
dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya ateroklerosis. Dosis konsumsi seng
sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan
yang sangat, anemia, dan gangguan reproduksi. Suplemen seng bisa menyebabkan
keracunan, begitupun makanan yang asam dan disimpan dalam kaleng yang
dilapisi seng (Kacaribu, 2008).
2.9 Spektrofotometri Serapan Atom
Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada absorbsi cahaya
oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu,
spektrofotometri serapan atom adalah mengukur besarnya absorbsi oleh atom
analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Gandjar dan Rohman,
2007).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-
unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar unsur logam tertentu dalam suatu sampel.
Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang
tinggi, pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit.
Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh
atom-atom netral dalam bentuk gas (Gandjar dan Rohman, 2007).
Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan
spektrofotometri serapan atom dengan cara absorbsi yaitu penyerapan energi
radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut
menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom
tersebut. Sebagai contoh besi menyerap radiasi pada panjang gelombang 248,3
nm, seng pada panjang gelombang 213,9 nm. Dengan menyerap energi, maka
atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat
ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Secara eksperimental akan diperoleh puncak-puncak serapan sinar oleh
atom-atom yang dianalisis. Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena
serapan radiasi yang menyebabkan eksitasi atom dari keadaan azas ke salah satu
tingkat energi yang lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (Resonance line).
Garis-garis resonansi ini akan dibaca dalam bentuk angka oleh Readout (Gandjar
Adapun instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Radiasi
Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan
logam tertentu sesuai dengan logam yang diperiksa (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Sumber Atomisasi
Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem tanpa
nyala. Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala dan sampel
diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk
aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke
nyala oleh ruang penyemprot (Gandjar dan Rohman, 2007).
1. Dengan Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara
suhunya sebesar 2200ºC. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber
nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai
bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan
Rohman, 2007).
2. Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil
dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat
pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral
dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda
berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi radiasi yang memenuhi
kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis yang dihasilkan
lampu katoda berongga. Ini akan menghilangkan interferensi oleh radiasi yang
dipancarkan dari nyala tersebut, dari gas pengisi di dalam lampu katoda berongga,
dan dari unsur-unsur lain di dalam sampel tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melewati
tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).
e. Amplifier
Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima
dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Gandjar dan
Rohman, 2007).
f. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom
Gangguan-gangguan dapat terjadi pada saat dilakukan analisis dengan alat
spektrofotometer serapan atom, gangguan itu antara lain adalah:
a. Gangguan oleh penyerapan non-atomik
Gangguan ini terjadi akibat penyerapan cahaya dari sumber sinar yang
bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik dapat
disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel pengganggu yang
berada di dalam nyala. Cara mengatasi penyerapan non-atomik ini adalah bekerja
pada panjang gelombang yang lebih besar (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di
dalam nyala
Pembentukkan atom-atom netral dalam keadaan azas di dalam nyala
sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu:
- Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya
senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan
mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala.
- Ionisasi atom-atom di dalam nyala akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi.
Prinsip analisis dengan spektrofotometer serapan atom adalah mengukur
ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena
spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan
spektrum atom dalam keadaan netral sehingga akan mempengaruhi hasil
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa
parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis
adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
ditentukan dengan dua cara, yaitu:
- Metode Simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam
suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut
dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan
(kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).
- Metode Penambahan Baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah baku. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen baku yang ditambahkan ke dalam sampel dapat
ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer dan Miller (2005), suatu
metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery
dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi.
b. Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang
memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang
dilakukan. Nilai simpangan baku relatif dikatakan memenuhi kriteria seksama
dan teliti jika RSDnya tidak lebih dari 2% (Harmita, 2004).
c. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).
d. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit
dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
e. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
2.11 Analisis Kadar Logam
Telah dilakukan penelitian yang berkenaan dengan penetapan kadar besi dan
seng dalam air. Kacaribu (2008) melakukan penelitian kandungan kadar besi dan
seng dalam air minum dari depot air minum isi ulang air pengunungan sibolangit
di kota Medan, dalam penelitian ini, persiapan sampel diawali dengan
menggunakan metode pengasaman menggunakan HNO3 (p) sebanyak 5 ml dan
sampel 100 ml, selanjutnya dilaksanakan analisis kuantitatif dari larutan sampel.
Hasil penelitian yang menyelidiki kadar besi dan seng dalam air minum, air
[image:37.595.113.515.581.682.2]minum isi ulang, air pengunungan Sibolangit dikota Medan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Besi dan Seng dalam Air
Sumber Sampel Besi Seng
Kacaribu (2008)
Air baku dari tangki mobil pengangkutan air minum
0,0789 ppm
0,3220 ppm
Air isi ulang 0,0762
ppm
0,2983 ppm Air minum depot Sibolangi 0,0796
ppm
0,3188 ppm
Selain dengan metode SSA, secara umum penetapan kadar besi dan seng
spektofotometri visibel untuk besi, dan metode kompleksometri untuk seng.
(Rohman, 2013).
Kandungan kadar besi dan seng yang dihasilkan adalah bervariasi, menurut
Peraturan Standar Nasional Indonesia tentang logam besi dan seng, kadar
maksimum besi dan seng yang diperbolehkan di dalam air adalah 0,3 – 6,0 mg/l
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui kadar logam besi dan seng dalam sampel.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas
Farmasi USU dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU, Waktu
penelitian dilakukan pada bulan September 2012- Januari 2013.
3.2 Bahan-bahan
3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang belum di
olah, air yang sudah di olah dan air yang sudah melalui pipa distribusi di PDAM
TIRTANADI MEDAN.
3.2.2 Pereaksi
Bahan yang digunakan kecuali disebutkan lain adalah pro analisis keluaran
E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu HNO3 65% b/v, larutan baku Besi 1000
mcg/ml, Seng 1000 mcg/ml, dan aquabidest.
3.3 Alat-alat
Spektrofotometri Serapan Atom (GBC Avanta ∑, Australia) lengkap
dengan Lampu Katoda Besi, Seng, Hot plate (Fison), Lemari Asam, Kertas saring
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Sampel
3.4.1.1 Metode Pengambilan Sampel
Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan secara berkelompok
(cluster random sampling), yaitu pengambilan secara sistimatis berdasarkan
kelompok minggu. Pengambilan sampelnya ada tiga tahapan yaitu minggu
pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.
Dalam minggu pertama sampel yang diambil pertama sekali yaitu Air
yang belum diolah, air yang didistribusikan kemasyarakat dan air yang sudah
masuk kedalam pipa. Selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama untuk
pengambilan sampel minggu kedua dan ketiga.
3.4.2 Pembuatan Sampel Untuk Spektrofotometri Serapan Atom
Sebanyak 20 ml air dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dikocok dan
dihomogenkan serta ditambahkan 20 ml HNO3(p), selanjutnya pengasaman diatas
hot plate. Hasil pengasaman yang diperoleh dimasukkan kedalam labu tentukur
50 ml, dicukupkan volumenya sampai garis tanda dengan aquabidest, dan
dihomogenkan. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman No 42, dan
dibuang ±10% filtrat pertama dan filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol.
(BSN, 2006 dengan Modifikasi).
3.4.3. Pemeriksaan Kuantitatif
3.4.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Logam Besi
Larutan standar logam (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan
ke dalam labu tentukur 50 ml. dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
Larutan standar (20 mcg/ml) dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke labu
tentukur 50 ml, dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabidest. Dari larutan
tersebut masing-masing dipipet 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml dan 12,5 ml
dimasukkan ke labu tentukur 50 ml dan di encerkan dengan aqubidest hingga
garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 mcg/ml, 2 mcg/ml, 3
mcg/ml, 4 mcg/ml dan 5 mcg/ml, lalu dilakukan pengukuran pada panjang
gelombang 213,9 nm.
3.4.3.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Logam Seng
Larutan standar logam (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 1ml, dimasukkan
ke dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabidest
(konsentrasi 20 mcg/ml)
Larutan standar (20 mcg/ml) dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke labu
tentukur 50 ml, dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabidest. Dari larutan
tersebut masing-masing dipipet 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml dan 12,5 ml
dimasukkan ke labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan aqubidest hingga garis
tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 mcg/ml, 2 mcg/ml, 3
mcg/ml, 4 mcg/ml dan 5 mcg/ml, lalu dilakukan pengukuran pada panjang
gelombang 248,3 nm.
3.4.3.3 Penetapan Kadar Besi dalam Sampel
Larutan hasil proses pengasaman 20 ml dimasukkan kedalam labu
tentukur 50 ml ditambahkan aqubidest hingga garis tanda. Larutan diukur
absorbansi dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang
3.4.3.4 Penetapan Kadar Seng dalam Sampel
Larutan hasil proses pengasaman 20 ml dimasukkan kedalam labu
tentukur 50 ml ditambahkan aqubidest hingga garis tanda. Larutan diukur
absorbansi dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang
masing-masing (BSN, 2006 dengan Modifikasi).
3.4.4 Perhitungan Kadar Logam
Perhitungan kadar dalam larutan sampel dapat ditentukan dengan rumus :
Kadar logam ( mcg/ml) = ������ ��
Keterangan : C = Konsentrasi (mcg/ ml) V = Volume larutan sampel (ml) Fp = Faktor Pengenceran
BS= Berat Sampel (ml)
3.4.5Analisis Statistik
3.4.5.1Penolakan Hasil Pengamatan
Kadar besi dan seng yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing
6 larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q (Gandjar dan Rohman, 2007).
Q =
terendah Nilai
tertinggi Nilai
terdekat yang
Nilai dicurigai
yang Nilai
− −
Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada
Tabel 3, apabila Q > Qkritis maka data tersebut ditolak (Gandjar dan Rohman,
Tabel 3. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%
Banyak Data Nilai Qkritis
4 0,831
5 0,717
6 0,621
7 0,570
8 0,524
Perhitungan uji penolakan hasil pengamatan mineral besi dan seng dapat
dilihat pada Lampiran 15, 16 halaman 54-57 untuk besi dan seng.
3.4.5.2 Kadar Sebenarnya Besi dan Seng
Menurut Wibisono (2005), kadar besi dan seng yang diperoleh dari hasil
pengukuran masing-masing 6 larutan sampel, ditentukan kadar sebenarnya secara
statistik dengan taraf kepercayaan 95% dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
µ = Kadar mineral dalam sampel
�̅ = Kadar rata-rata s = Standar deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk= n-1) α = Taraf kepercayaan
n = Jumlah perulangan
Rekapitulasi data hasil perhitungan kadar sebenarnya besi dan seng dapat
dilihat pada Lampiran 9-14 dan halaman 48-53.
3.4.5.3Uji Beda Rata–Rata Kadar Besi dan Seng
Setelah diperoleh kadar rata-rata besi dan seng. Selanjutnya dilakukan
pengujian beda rata-rata kadar besi dan seng menggunakan uji t dengan taraf n
s t(12 ,dk)
x α
kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan pada
rata-rata kadar besi dan seng pada air tersebut. Menurut Jones (2010), rumus uji t
adalah sebagai berikut:
) n ( + ) n ( S ) X X ( t
p 1 2
2 1 0 / 1 / 1 − =
Sp =
(
) (
)
2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 − + − + −n
n
s
n
s
n
Keterangan:X1 =Nilai rata-rata sampel 1
X2 = Nilai rata-rata sampel 2
n1 = Jumlah pengamatan pada sampel 1
n2 = Jumlah pengamatan pada sampel 2
Sp= Varians gabungan
n1-1= Jumlah derajat kebebasan untuk sampel 1
n2-1= Jumlah derajat kebebasan untuk sampel 2
n1+n2-2= Jumlah derajat kebebasan keseluruhan untuk uji t dua sampel bebas
Hasil pengujian statistik ini dibandingkan dengan nilai kritis
masing-masing dengan taraf kepercayaan 95% yaitu ± tα/2, (n1+n2-2). Nilai tersebut diperoleh
dari data tabel distribusi t. Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang
diperoleh melewati nilai kritis t, dan sebaliknya (Jones, 2010).
Perhitungan uji beda nilai rata-rata besi dan seng dapat dilihat pada
Lampiran 18-19 halaman 62-63.
3.4.6 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery)
Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode
penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar
logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan
kadar logam dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan
Larutan baku yang ditambahkan yaitu, 2 ml larutan baku besi dan 1 ml
untuk larutan baku seng dengan konsentrasi 40 mcg/ml besi, 20 mcg/ml untuk
seng kedalam sampel 20 ml. Masing-masing dilakukan 3 kali replikasi kemudian
dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel.
Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali (% recovery) dapat
dihitung dengan rumus di bawah ini:
% Perolehan kembali = 100% *A x C
C CF − A
Keterangan :
CA = Kadar analit dalam sampel sebelum penambahan baku.
CF = Kadar analit dalam sampel setelah penambahan baku.
C*A = Kadar analit baku yang tambahkan.
3.4.7 Uji Presisi
Presisi atau keseksamaan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Percobaan keseksamaan dilakukan
terhadap paling sedikit enam replikan sampel. Presisi diukur sebagai standar
devisi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD). Nilai standar deviasi relatif yang
memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang
dilakukan.
Menurut Rohman (2009), rumus untuk menghitung Standar Deviasi
Relative (RSD) adalah:
RSD = X100% X
SD
Keterangan : �̅ = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
3.4.8 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitatif
Menurut Harmita (2004), batas deteksi atau Limit of Detection (LOD)
merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih
memberikan respon signifikan. Batas kuantitasi atau limit of Quantitation (LOQ)
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Simpang Baku =
(
)
2
2
− −
∑
n Yi Y
LOD =3��� �����
LOQ = 10 ��� �����
Keterangan : LOD = limit of Detection LOQ = limit of Quantitation
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kuantitatif
4.1.1 Kurva Kalibrasi Besi Dan Seng
Kurva kalibrasi besi dan seng diperoleh dengan cara mengukur absorbansi
dari larutan standar pada panjang gelombang masing-masing. Dari pengukuran
kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y= 0, 0161X -0,00185
untuk besi dan Y= 0,1289X + 0, 01295 untuk seng.
[image:47.595.114.513.362.647.2]Kurva kalibrasi larutan standar besi dan seng dapat dilihat pada
Gambar 2 sampai Gambar 3.
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Baku Besi
y = 0,016x - 0,0018 r = 0,9979
-0,1000 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
a
b
s
o
rb
a
n
s
i
Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Baku Seng
Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linier antara
konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) seng sebesar 0,9990
dan besi sebesar 0,9979 dan. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier
yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi)
(Ermer dan Miller, 2005). Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar seng
dan besi dan perhitungan garis regresi dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 45
untuk besi dan Lampiran 7 halaman 46 untuk seng.
4.1.2 Analisis Kadar Besi dan Seng dalam Air
Penentuan kadar besi dan seng dilakukan secara spektrofotometri serapan
atom dimana sampel didestruksi terlebih dahulu dan diukur pada spektrofotometri
serapan atom. Konsentrasi besi dan seng dalam sampel ditentukan berdasarkan
persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan standar masing-masing logam.
Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 47.
y = 0,1289x + 0,01295 r = 0,9990
-0,1000 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
a
b
s
o
rb
a
n
s
i
Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran 15 dan halaman 54 untuk besi, Lampiran 16 dan halaman
57 untuk seng. Hasil analisis kuantitatif kadar besi dan seng dapat dilihat pada
[image:49.595.113.516.223.476.2]Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Kadar besi dan seng dalam sampel yang dianalisis
No Mineral Sampel Kadar dalam sampel (mg/L) Kadar rata-rata Minggu pertama minggu kedua minggu ketiga
1 Fe
Air yang belum diolah
1,1567±0,0706 0,5899±0,1128 0,4346±0,1741 0,7270±0,1191
Air yang sudah diolah
0,4101±0,1223 0,5459±0,1214 0,3466±0,0452 0,4342±0,0963
Air yang sudah masuk ke pipa
0,3363±0,0093 0,3777±0,1143 0,2846±0,0239 0,3328±0,0491
2 Zn
Air yang belum diolah
1,1875±0,0359 0,9379±0,0723 0,9779±0,0988 1,0344±0,0690
Air yang sudah diolah
0,6486±0,0037 0,5940±0,0454 0,7495±0,1785 0,6640±0,0758
Air yang sudah masuk ke pipa
0,3044±0,0337 0,3160±0,1084 0,7217±0,0454 0,4473±0,0625
Data yang didapat kemudian diuji kembali secara statistik untuk
mengetahui beda nilai kadar rata-rata logam antar kedua sampel (perhitungan
dapat dilihat pada lampiran) hasil uji statistik.
Berdasarkan kriteri batas maksimum logam berat dalam air yang
ditetapkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia yaitu SNI 06-6989.7-2004,
diketahui bahwa batas maksimum cemaran logam besi yaitu 0,3 sampai 6,0 mg/L
sedangkan seng 0,05-2 mg/L.
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa kadar rata-rata besi
semua sampel masih aman karena masih jauh dibawah aman batas maksimum
cemaran seng yang diizinkan. Hal ini didukung oleh SNI (2004) bahwa batas
maksimum besi 0,3 sampai 6,0 mg/L dan Seng 0,05-2 mg/L.
4.1.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Hasil uji perolehan kembali (Recovery) kadar seng dan besi setelah
penambahan masing-masing larutan standar besi dan seng. Dalam sampel dapat
dilihat pada Lampiran 21 dan halaman 65 untuk Persen Recovery besi dan pada
Lampiran 22 halaman 66 untuk persen Recovery seng dalam sampel dapat
dilihat pada Tabel 5.
Contoh perhitungan dan data hasil uji recovery seng dan besi dapat dilihat
pada Lampiran 21-22, halaman 65-66, dan data hasil uji recovery Lampiran 20,
[image:50.595.115.518.444.596.2]halaman 64.
Tabel 5. Persen uji perolehan kembali (Recovery) kadar Seng dan Besi
No Sampel Logam Konsentrasi dalam sampel sebelum
penambahan baku (mg/L)
(CA)
Konsentrasi bahan baku yang ditambahkan (mg/L) (C*A)
Konsentrasi setelah penambahan baku (mg/L) (CF)
% Recovery
1 Air yang belum diolah
Besi 1,1567 4 5,0855 98,22
2 Air yang belum diolah
Seng 1,1875 1 2,1305 94,30
Catatan: Data di atas merupakan hasil rata-rata dari 3 kali pengulangan.
Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji
perolehan kembali(Recovery) untuk kandungan besi dalam air yang belum
dikelola adalah 99,25%. Seng dalam air yang belum dikelola adalah 94, 81%
untuk persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang baik pada
ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapakan, rata-rata hasil perolehan
kembali berada pada rentang 80-120% (Ermer dan Miller, 2005).
4.1.4 Simpangan Baku Relatif
Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil pengukuran kadar
logam seng dan besi pada air yang belum dikelola diperoleh nilai simpangan baku
(SD) sebesar 0,80075 untuk logam besi dan 0,80085 untuk logam seng, dan nilai
simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,8067 untuk logam besi dan 0,8446 untuk
logam seng. Perhitungan ini dapat dilihat pada Lampiran 23 halaman 67. Menurut
Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar
part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 2%. Dari hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.
4.1.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Berdasarkan data kurva kalibrasi besi dan seng diperoleh batas deteksi
(LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) untuk logam tersebut. Dari hasil perhitungan
diperoleh LOD untuk pengukuran besi 0,4109 mg/L untuk seng sebesar 0,2829
mg/L, sedangkan LOQ besi 1,3699 mg/L untuk seng sebesar 0, 9431 mg/L.
Dari data perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh
pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi.
perhitungan batas deteksi dan batas kuantitas dapat dilihat pada Lampiran 17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan besi dan seng dalam air yang belum diolah,
air yang sudah diolah dan air yang sudah masuk ke pipa dengan spektrofotometer
serapan atom menunjukkan bahwa air dari tiga tempat di kota Medan telah
mengandung logam besi dan seng, adanya proses pengaruh pengolahan dan
distribusi.
Kadar rata-rata besi pada air yang belum diolah pada minggu pertama,
minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,7270 ± 0,1191), kadar besi yang
sudah diolah pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah
(0,4342 ± 0,0963) mg/L. Kadar besi yang sudah masuk ke pipa pada minggu
pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga adalah (0,3328 ± 0,0491) mg/L. Kadar
seng pada air yang belum diolah minggu pertama, minggu kedua dan minggu
ketiga adalah (1,0344 ± 0,0690) mg/L, kadar seng pada air yang sudah diolah
pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga adalah (0,6640 ± 0,0758)
mg/L, kadar seng pada air yang sudah masuk ke pipa minggu pertama, minggu
kedua, dan minggu ketiga adalah (0,4473 ± 0,0625) mg/L.
Kandungan kadar besi dan seng tidak melewati batas maksimum yang
ditetapkan, kandungan besi dan seng menurut SNI 2004 kadar maksimum besi
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti logam lainya dalam
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan II. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama. Hal. 249-257.
BSN. (2004). Air dan Air Limbah. SNI 06-6989.4.2004. Hal 1.
BSN. (2004). Air dan Air Limbah. SNI 06-6989.7-2004. Hal 1.
BSN. (2006). Air Minum Dalam Kemasan. SNI 01-3554-2006. Hal. 33.
Darryl, J., Jamie, B., John F., Philip, C., Philip, K., Shoich, K., Stephen, A., Terrece, T. (2007). Chemical Safety Of Dringking-Water: Assessing priolities For Risk Management. Switzerland: Word Health Organization. Hal. 15-16.
Ermer, J., dan Miller, J.H.M. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. A Guide to Best Practice.Weinheim: Wiley-VHC. Hal. 89, 171.
Gabriel, J. F. (2001). Fisika Lingkungan. Cetakan Pertama. Jakarta: Hipokrates. Hal. 93-95.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal. 18, 305-313, 319-322.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-135.
Jones, D.S. (2010). Statistik Farmasi. Editor: Nurul Aini. Jakarta: EGC. Hal. 94-96, 210-215.
Kacaribu. (2008). Kandungan Kadar Seng (Zn) dan Besi (Fe) Dalam Air Minum Dari Depot Air Minum Isi Ulang Air Pegunungan Sibolangit Di Kota Medan. Medan: Thesis. Fakultas Mipa. Hal. 1-80.
Nova. (2012). Penetapan Kadar Fe, Mn, Zn Pada Air Minum. Padang: Skripsi. Fakultas Farmasi. Sumbar. Hal. 1-2.
Oktaviani, N. (2013). Khasiat Selangit Air Putih, Air Kelapa, Manggis, Sirsak. Jogyakarta: In Ajna Book. Hal. 23.
Permenkes. (1990). Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Hal. 2-10.
Permenkes. (2002). Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Hal. 1-20.
Richa. (2010). Penetapan Kadar Besi(Fe) Air Pada Reservoir Dengan Cara Spektrofotometri Sinar Tampak Di Laboratorium Pdam Tirtanadi Medan. Medan: Skripsi. Fakultas Farmasi. Hal. 3-13.
Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 18.
Tresna, S. (2009). Pencemaran Lingkun