PENETAPAN KADAR MINERAL BESI, MAGNESIUM
DAN SENG PADA DAUN BANGUN-BANGUN
(
Plectranthus amboinicus
L.) SEGAR DAN YANG DIREBUS
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
JUSIA MARLUGA PASARIBU
NIM 091501079
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENETAPAN KADAR MINERAL BESI, MAGNESIUM
DAN SENG PADA DAUN BANGUN-BANGUN
(
Plectranthus amboinicus
L.) SEGAR DAN YANG DIREBUS
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
JUSIA MARLUGA PASARIBU
NIM 091501079
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PENETAPAN KADAR MINERAL BESI, MAGNESIUM
DAN SENG PADA DAUN BANGUN-BANGUN
(
Plectranthus amboinicus
L.) SEGAR DAN YANG DIREBUS
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
OLEH:
JUSIA MARLUGA PASARIBU
NIM 091501079
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : 11 Februari 2015
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 195008281976032002
Pembimbing II Drs. Fathur Rahman Harun, M.S.i., Apt. NIP 195201041980031002
Prof. Dr. rer.nat. E. De Lux Putra, SU., Apt.
NIP 19530619198301002 Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001
Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt NIP 195001261983031002
Medan, April 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah
satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dengan judul Penetapan Kadar Mineral Besi, Magnesium dan
Seng pada Daun Bangun-bangun ( Plectranthus amboinicus L.) secara
Spektrofotometri Serapan Atom.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Bapak Prof. Dr. Sumadio
Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah
memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak
Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. dan Bapak Prof. Dr. rer.nat. Effendy De
Lux Putra, SU., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta
saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Siti
Morin Sinaga, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs.
Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt, selaku dosen penguji yang telah memberikan
kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak
dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama
perkuliahan. Ibu kepala Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan Bapak kepala
Laboratorium Penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
v
Silalahi, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan
apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang
tidak pernah berhenti.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, April 2015 Penulis,
vi
DETERMINATION MINERAL OF IRON, MAGNESIUM AND ZINC IN THE FRESH and BOILED OF BANGUN-BANGUN (Plectranthus
amboinicus L.) LEAF IN ATOMIC ABSORBTION SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
Bangun-bangun leaf (Plectranthus amboinicus L.) is a plant that can use as a herb traditional in Indonesia. Batak women who are breastfeeding in Simalungun District, North Sumatera Province, has a tradition of consuming Bangun-bangun leaf in the form of vegetable soap for a month after born. They belive that by consuming the Bangun-bangun leaf soup, milk production will be increase. This Bangun-bangun leaf contain nutrient, especially iron, calsium, zinc, and magnesium. After observation from the way of the consumption of Bangun-bangun leaf, this study is aims to know about the differentiation by the iron, magnesium and zinc in a fresh and boiled Bangun-bangun leaf.
The sample of the dried destruction Bangun-bangun leaf. Then aquantitative analysis of iron, magnesium and zinc were performed using an atomic absorption spectrophotometer using air-acetylene flame at a wavelength of 248.3 nm for iron, magnesium at a wavelength of 285.2 nm and zinc at a wavelength of 213.9 nm. The advantage of this method is can determine at metal content without influence by the other metalas.
The result showed level of iron, magnesium and zinc on fresh Bangun-bangun leaf in a row for (4.2585 ± 0.04841) mg/100g, (79.7956 ± 0.71448) mg/100g dan (0.8279 ± 0.00762) mg/100g. Whereas the levels of iron, magnesium and zinc on boiled Bangun-bangun leaf in a row for (2.9431 ± 0.02406) mg/100g, (27.8655 ± 0.17421) mg/100g and (0.7081 ± 0.00829) mg/100g. Decreasing percentage in Bangun-bangun leaf after boiled for the iron, magnesium and zinc in a row is 30.84%, 65.08% and 14.47%. Statistically, the average diffrence test of iron, magnesium and zinc between the fresh and boiled Bangun-bangun leaf by using F distribution, can be conclude that content of iron, magnesium and zinc on fresh Bangun-bangun leaf is significantly higher than the boiled Bangun-bangun leaf.
vii
PENENTUAN KADAR MINERAL BESI, MAGNESIUM DAN SENG PADA DAUN BANGUN-BANGUN SEGAR DAN YANG DIREBUS (Plectranthus amboinicus L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN
ATOM
ABSTRAK
Daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai ramuan tradisional di Indonesia. Wanita Batak yang sedang menyusui di Kabupaten Simalungun, Provinisi Sumatera Utara memiliki tradisi mengkonsumsi daun bangun-bangun dalam bentuk sayur sop selama satu bulan setelah melahirkan. Mereka percaya bahwa dengan mengkonsumsi sop daun bangun-bangun, produksi air susu ibu akan meningkat. Daun bangun-bangun ini memiliki kandungan gizi terutama zat besi, kalium, seng dan magnesium. Ditinjau dari cara konsumsi daun bangun-bangun maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun yang segar dan yang direbus.
Sampel daun bangun-bangun didekstruksi kering, kemudian analisis kuantitatif besi, magnesium dan seng dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) yaitu besi pada panjang gelombang 248,3nm dan logam magnesium pada panjang gelombang 285,2 nm dan logam seng pada panjang gelombang 213,9 nm. Keuntungan dari metode ini adalah dapat menentukan kadar logam tanpa dipengaruhi oleh keberadaan logam yang lain.
Hasil penelitian menunjukkan kadar besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun segar berturut-turut sebesar (4,2585 ± 0,04841) mg/100g, (79,7956 ± 0,71448) mg/100g dan (0,8279 ± 0,00762) mg/100g. Sedangkan kadar besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun yang direbus berturut-turut sebesar (2,9431 ± 0,02406) mg/100g, (27,8655 ± 0,17421) mg/100g dan (0,7081 ± 0,00829) mg/100g. Sedangkan, persentasi penurunan kadar mineral pada daun bangun-bangun setelah direbus untuk besi, magnesium dan seng berturut-turut adalah 30,84%, 65,08% dan 14,47%. Secara statistik uji beda rata-rata kandungan besi, magnesium dan seng daun bangun-bangun segar dan yang direbus dengan menggunakan distribusi F, dapat disimpulkan bahwa kandungan besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun segar lebih tinggi secara signifikan dari daun bangun-bangun yang direbus.
viii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Daun Bangun-bangun ... 5
2.2 Mineral ... 6
2.2.1 Besi ... 6
2.2.2 Magnesium ... 7
2.2.1 Seng ... 8
ix
2.3.1 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan
Atom ... 12
2.4 Validasi Metode Analisis ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
3.2 Bahan-bahan ... 18
3.2.1 Sampel ... 18
3.2.2 Pereaksi ... 18
3.3 Alat-alat ... 18
3.4 Pembuatan Pereaksi ... 19
3.4.1 Larutan HCL 2 N ... 19
3.4.2 Larutan HNO3 ... 19
3.4.3 Larutan Asam Asetat 2 N ... 19
3.5 Prosedur Penelitian ... 19
3.5.1 Pengambilan Sampel ... 19
3.5.2 Identifikasi Sampel ... 19
3.5.3 Penyiapan Sampel ... 20
3.5.4 Proses Destruksi Kering ... 20
3.5.5 Pembuatan Larutan Sampel ... 20
3.5.6 Pemeriksaan Kualitatif ... 21
3.5.6.1 Besi ... 21
3.5.6.2 Magnesium ... 22
3.5.6.3 Seng ... 22
3.5.7 Pemeriksaan Kuantitatif ... 22
x
3.5.7.2 Magnesium ... 23
3.5.7.3 Seng ... 24
3.5.8 Analisis Data Secara Statistik ... 25
3.5.8.1 Penolakan Hasil Penelitian ... 25
3.5.9 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Antar Sampel ... 26
3.5.10 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 27
3.5.11 Simpangan Baku Relatif ... 28
3.5.12 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1 Identifikasi Sampel ... 30
4.2 Analisa Kualitatif ... 30
4.3 Analisa Kuantitatif ... 31
4.3.1 Kurva Kalibrasi Besi, Magnesium dan Seng ... 31
4.3.2 Analisa Kadar Besi, Magnesium dan Seng ... 33
4.3.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 34
4.3.4 Uji Perolehan Kembali ... 35
4.3.5 Simpangan Baku Relatif ... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif dalam Sampel daun Bangun-bangun
yang telah didestruksi ………. 31
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Besi, Magnesium dan Seng dalam Sampel daun Bangun-bangun ……….. 34
Tabel 4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 35
Tabel 4.4 Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery)... 36
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Besi ... 32
Gambar 3.2 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Magnesium ... 33
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.Hasil Identifikasi Sampel ... 41
Lampiran 2. Gambar Sampel Daun-Bangun-bangun ... 42
Lampiran 3. Bagan Alir Proses Destruksi Kering ... 43
Lampiran 4. Bagan Alir Proses Pembuatan Larutan Sampel ... 44
Lampiran 5. Data Kalibrasi Besi dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Korelasi (r) ... 45
Lampiran 6. Data Kalibrasi Magnesium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Korelasi (r) ... 45
Lampiran 7. Data Kalibrasi Seng dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Korelasi (r) ... 45
Lampiran 8. Hasil Analisis Kadar Besi, Magnesium dan Seng Dalam Daun Bangun-bangun ... 51
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Besi, Magnesium, dan Seng dalam Daun Bangun-bangun ... ... 53
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Besi dalam Sampel ... 55
Lampiran 11. Perhitungan Statistik Kadar Magnesium dalam Sampel .... 60
Lampiran 12. Perhitungan Statistik Kadar Seng dalam Sampel ... 63
Lampiran 13. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 68
Lampiran 14. Persentase Penurunan kadar Besi, Magnesium dan Seng dalam Daun Bangun-bangun segar dan rebus ... 71
Lampiran 15. Pengujian beda nilai rata-rata besi pada sampel Daun Bangun-bangun segar dan rebus ... 73
xiv
Lampiran 17. Pengujian beda nilai rata-rata seng pada sampel Daun Bangun-bangun segar dan rebus ... 77
Lampiran 18. Hasil Analisis Kadar Besi, Magnesium, dan Seng Setelah Penambahan Masing-masing Larutan Baku pada Daun Bangun-bangun ... 79
Lampiran 19. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Besi, Magnesium, dan Seng dalam Daun Bangun-bangun ... ... 81
Lampiran 20. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Besi, Magnesium, dan Seng dalam Daun Bangun-bangun ... 88
Lampiran 21. Gambar Alat Spektrofotometer Serapan Atom dan Tanur .. 92
Lampiran 22. Tabel Distribusi t ... 93
vi
DETERMINATION MINERAL OF IRON, MAGNESIUM AND ZINC IN THE FRESH and BOILED OF BANGUN-BANGUN (Plectranthus
amboinicus L.) LEAF IN ATOMIC ABSORBTION SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
Bangun-bangun leaf (Plectranthus amboinicus L.) is a plant that can use as a herb traditional in Indonesia. Batak women who are breastfeeding in Simalungun District, North Sumatera Province, has a tradition of consuming Bangun-bangun leaf in the form of vegetable soap for a month after born. They belive that by consuming the Bangun-bangun leaf soup, milk production will be increase. This Bangun-bangun leaf contain nutrient, especially iron, calsium, zinc, and magnesium. After observation from the way of the consumption of Bangun-bangun leaf, this study is aims to know about the differentiation by the iron, magnesium and zinc in a fresh and boiled Bangun-bangun leaf.
The sample of the dried destruction Bangun-bangun leaf. Then aquantitative analysis of iron, magnesium and zinc were performed using an atomic absorption spectrophotometer using air-acetylene flame at a wavelength of 248.3 nm for iron, magnesium at a wavelength of 285.2 nm and zinc at a wavelength of 213.9 nm. The advantage of this method is can determine at metal content without influence by the other metalas.
The result showed level of iron, magnesium and zinc on fresh Bangun-bangun leaf in a row for (4.2585 ± 0.04841) mg/100g, (79.7956 ± 0.71448) mg/100g dan (0.8279 ± 0.00762) mg/100g. Whereas the levels of iron, magnesium and zinc on boiled Bangun-bangun leaf in a row for (2.9431 ± 0.02406) mg/100g, (27.8655 ± 0.17421) mg/100g and (0.7081 ± 0.00829) mg/100g. Decreasing percentage in Bangun-bangun leaf after boiled for the iron, magnesium and zinc in a row is 30.84%, 65.08% and 14.47%. Statistically, the average diffrence test of iron, magnesium and zinc between the fresh and boiled Bangun-bangun leaf by using F distribution, can be conclude that content of iron, magnesium and zinc on fresh Bangun-bangun leaf is significantly higher than the boiled Bangun-bangun leaf.
vii
PENENTUAN KADAR MINERAL BESI, MAGNESIUM DAN SENG PADA DAUN BANGUN-BANGUN SEGAR DAN YANG DIREBUS (Plectranthus amboinicus L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN
ATOM
ABSTRAK
Daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai ramuan tradisional di Indonesia. Wanita Batak yang sedang menyusui di Kabupaten Simalungun, Provinisi Sumatera Utara memiliki tradisi mengkonsumsi daun bangun-bangun dalam bentuk sayur sop selama satu bulan setelah melahirkan. Mereka percaya bahwa dengan mengkonsumsi sop daun bangun-bangun, produksi air susu ibu akan meningkat. Daun bangun-bangun ini memiliki kandungan gizi terutama zat besi, kalium, seng dan magnesium. Ditinjau dari cara konsumsi daun bangun-bangun maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun yang segar dan yang direbus.
Sampel daun bangun-bangun didekstruksi kering, kemudian analisis kuantitatif besi, magnesium dan seng dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) yaitu besi pada panjang gelombang 248,3nm dan logam magnesium pada panjang gelombang 285,2 nm dan logam seng pada panjang gelombang 213,9 nm. Keuntungan dari metode ini adalah dapat menentukan kadar logam tanpa dipengaruhi oleh keberadaan logam yang lain.
Hasil penelitian menunjukkan kadar besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun segar berturut-turut sebesar (4,2585 ± 0,04841) mg/100g, (79,7956 ± 0,71448) mg/100g dan (0,8279 ± 0,00762) mg/100g. Sedangkan kadar besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun yang direbus berturut-turut sebesar (2,9431 ± 0,02406) mg/100g, (27,8655 ± 0,17421) mg/100g dan (0,7081 ± 0,00829) mg/100g. Sedangkan, persentasi penurunan kadar mineral pada daun bangun-bangun setelah direbus untuk besi, magnesium dan seng berturut-turut adalah 30,84%, 65,08% dan 14,47%. Secara statistik uji beda rata-rata kandungan besi, magnesium dan seng daun bangun-bangun segar dan yang direbus dengan menggunakan distribusi F, dapat disimpulkan bahwa kandungan besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun segar lebih tinggi secara signifikan dari daun bangun-bangun yang direbus.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus L.) merupakan salah satu
tanaman yang dapat digunakan sebagai ramuan tradisional di Indonesia. Wanita
Batak yang sedang menyusui di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
memiliki tradisi mengkonsumsi daun bangun-bangun dalam bentuk sayur sop
selama satu bulan setelah melahirkan. Mereka percaya bahwa dengan
mengkonsumsi sop daun bangun-bangun maka produksi air susu ibu akan
meningkat. Daun bangun-bangun ini memiliki kandungan gizi yang tinggi,
terutama zat besi dan karoten. Ditemukan pula bahwa konsumsi daun
bangun-bangun berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar beberapa mineral seperti
zat besi, kalium, seng dan magnesium dalam air susu ibu (ASI) (Damanik, dkk.,
2006).
Dengan mengolah dan memasak, bahan pangan dapat mengalami
perubahan gizi, dapat berupa peningkatan gizi atau sebaliknya. Bahan pangan
yang dipanaskan umumnya akan mengalami penurunan zat gizi. Merebus adalah
memanaskan bahan makanan dengan cairan hingga mendidih. Cairan yang
digunakan dapat berupa air atau kaldu. Selama perebusan akan terjadi
perubahan-perubahan pada bahan makanan menjadi lebih lunak dan mudah dicerna. Vitamin
dan mineral yang mudah larut dalam air merupakan zat gizi yang cepat hilang
2
Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat 25% untuk produksi
ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya
(Anonim, 2012). Rekomendasi mineral yang dibutuhkan selama menyusui
ditunjukkan dalam tabel 1.1 :
Tabel 1.1 Rekomendasi mineral yang dibutuhkan selama menyusui
(Ward, et al., 2012)
Seng dibutuhkan untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan
pertumbuhan saat setelah persalinan. Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk
membantu gerak otot, fungsi saraf dan memperkuat tulang (Anonim, 2010). Zat
besi mempunyai beberapa fungsi yang sangat vital dalam tubuh. Zat besi
berfungsi sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan melalui
hemoglobin dalam sel darah merah (WHO, 2001).
Menurut Damanik, et al., (2006) kandungan mineral besi, magnesium dan
seng dalam 150 g daun bangun-bangun segar berturut-turut adalah 6.8 ± 0,1 mg;
124,1 ± 6,3 mg; 2,8 ± 0,1 mg.
Berdasarkan uraian ini, peneliti tertarik untuk meneliti kadar mineral besi,
magnesium dan seng dari daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus L.) yang
banyak dikonsumsi oleh ibu menyusui. Penetapan kadar besi, magnesium dan Nutrisi Menyusui (mg/hari)
Kalsium 1000
Besi 10-30
Iodin 200
Magnesium 270
3
seng pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer
serapan atom, karena pelaksanaannya relatif lebih cepat dan sederhana, serta
memiliki batas deteksi kurang dari 1 ppm (Gandjar dan Rohman, 2007), bahan
yang digunakan dalam pengukuran sedikit dan spesifik untuk setiap logam tanpa
4 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan kadar besi, magnesium dan seng pada daun
bangun-bangun segar dan yang direbus?
2. Berapakah persentase penurunan kadar besi, magnesium dan seng pada
daun bangun-bangun setelah perebusan?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan kadar besi, magnesium dan seng pada daun
bangun-bangun segar dan yang direbus.
2. Kadar besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun mengalami
penurunan dengan proses perebusan.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan besi, magnesium dan seng pada daun
bangun-bangun segar dan daun-bangun-bangun yang direbus.
2. Untuk mengetahui persentase penurunan kadar besi, magnesium dan
seng pada daun bangun-bangun segar dan daun bangun-bangun yang
direbus.
1.5 Manfaat Penelitian
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat perbedaan kandungan
kadar besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun segar dan yang
direbus, sehingga masyarakat terutama ibu menyusui dapat memilih cara
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun bangun-bangun
Secara makroskopis, tanaman bangun-bangun memiliki ciri batang
berkayu lunak, beruas-ruas dan berbentuk bulat, diameter pangkal ± 15 mm,
tengah ± 10 mm dan ujung ± 5 mm. Daun tanaman ini tunggal, helaiannya bundar
telur, panjang helaiannya ± 3,5-6 cm, dan tulang dalam menyirip. Tanaman
bangun-bangun tumbuh secara liar, jarang berbunga, namun mudah sekali
dikembangbiakkan. Daun yang masih segar bentuknya tebal, berwarna hijau tua,
kedua permukaan daun licin. Tanaman ini ditemukan hampir di seluruh wilayah
Indonesia dengan berbagai nama yang berbeda, di Jawa Tengah disebut daun
Cumin, Orang Sunda menyebutnya daun ajeran, di Madura disebut daun kambing
dan di Bali disebut daun Iwak. Di daerah Batak Sumatra Utara sendiri disebut
sebagai daun bangun-bangun atau torbangun (Heyne, 1987).
Menurut Herbarium Medanese, (2014) taksonomi dari daun
bangun-bangun adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Lamiales
Suku : Lamiaceae
Marga : Plectranthus
6
Tumbuhan ini dipercaya dapat meningkatkan produksi ASI, tumbuhan ini
banyak ditemukan didaerah sumatera utara dan dijadikan pangan berdamping nasi
misalnya sebagai sayuran. Konsumsi daun bangun-bangun oleh penduduk daerah
sumatera utara biasanya dalam bentuk sop yang dimasak. Tanaman ini terbukti
mengandung zat besi dan karotin yang tinggi. Selain itu konsumsi tanaman ini
dapat meningkatkan kadar zat besi, kalium, seng, dan magnesium dalam ASI serta
meningkatkan berat badan bayi (Warsiki, dkk, 2009).
2.2 Mineral
Mineral esensial adalah senyawa anorganik yang mempunyai fungsi
fisiologis dalam tubuh. Mineral ini terdapat dalam makanan, dan minuman dan
diperlukan mulai dari beberapa gram per hari untuk mineral makro kemudian
beberapa miligram sampai mikrogram per hari untuk beberapa unsur (Strain dan
Cashman, 2009)
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur,
sedangkan yang termasuk mineral mikro, seperti besi, seng, iodium dan selenium
(Almatsier, 2004).
2.2.1 Besi
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini
terutama diperlukan dalam pembentukan darah yaitu dalam sintesa hemoglobin
(Hb). Zat besi dalam orang dewasa dengan berat badan 70 kg kira-kira 4-5 g.
Kira-kira 2-3 g digunakan sebagai fungsi besi seperti hemoglobin (60%),
non-7
heme terdiri dari nikotinamida adenine dinukleotida hidrogene dan succinic
dehydrogenase, enzim (5%). Sisanya ditemukan dalam penyimpanan sebagai
ferritin (20%) dan hemosiderin (10%), kedua besi ini disimpan dalam protein.
Hanya sebagian kecil jumlah besi (≤ 0,1%) ditemukan sebagai transit kelat dengan
transferin, sebagian besar besi ditranspor protein dalam tubuh (Strain dan
Cashman, 2009).
Defisiensi besi terutama terjadi pada anak-anak, remaja, ibu hamil dan ibu
menyusui. Kekurangan zat besi terjadi dalam 3 tahap. Pertama, bila simpanan besi
berkurang yang kelihatan dari penurunan ferritin dalam plasma hingga 12 µg/L
hal ini dikompensasi dengan peningkatan kemampuan absorbsi besi. Tahap kedua
yaitu habisnya simpanan besi, menurunnya transferin dan meningkatkan
protoforfirrin yaitu prekursor hem. Hal ini dapat mengganggu metabolisme kerja
dan menurunkan produktivitas kerja. Pada tahap ketiga terjadi anemia gizi berat
ditandai oleh sel darah merah yang kecil (mikrositosis), nilai hemoglobin rendah
(hipokromia) karenanya anemia zat besi dinamakan anemia hipokromik
mikrositotik. Kelebihan konsumsi dapat terjadi akibat mengkonsumsi suplemen
tinggi kandungan besi. Gejala kelebihan konsumsi besi antara lain mual, muntah
diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, mengigau dan pingsan (Cakrawati
dan Mustika, 2012).
2.2.2 Magnesium
Magnesium adalah kation kedua terbanyak yang ditemukan dalam tubuh
(sekitar 25 g). Secara rata magnesium terdistribusi dalam kerangka (50-60% dari
keseluruhan) dan pada jaringan lunak (40-50% dari keseluruhan). Di dalam
8
mempunyai peran penting dalam perkembangan dan perawatan tulang, sekitar
60% dari total magnesium dalam tubuh terdapat dalam tulang (Strain dan
Cashman, 2009).
Kebutuhan magnesium untuk remaja laki-laki hingga usia 18 tahun adalah
410 mg, untuk remaja perempuan adalah 360 mg. Kebutuhan magnesium untuk
laki-laki dewasa adalah 400 mg hingga usia 30 tahun, dan setelah itu menjadi 420
mg. Kebutuhan magnesium untuk perempuan dewasa hingga usia 30 tahun adalah
310 mg dan menjadi 320 mg setelah melewati usia 30 tahun. Pada masa
kehamilan dan menyusui akan meningkatkan kebutuhan magnesium. Kekurangan
magnesium menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan,
mudah tersinggung, gugup, kejang, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, gagal
jantung (Cakrawati dan Mustika, 2012). Kelebihan magnesium memiliki efek
buruk seperti diare, muntah, dan perut kejang (Strain dan Cashman, 2009).
2.2.3 Seng
Seng terdapat diseluruh tubuh. Seng merupakan elemen intraseluler yang
sangat berlebih, dengan ≥95% didalam tubuh. Pada orang dewasa terdapat sekitar
2 g seng, dimana sekitar 60% dan 30% terdapat dalam otot dan tulang, dan 4-6%
terdapat dalam kulit (Strain dan Cashman, 2009). Seng berperan dalam fungsi
kekebalan yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antiodi sel B, seng
berperan dalam sintesis dari degradasi kolagen, dengan demikian seng berperan
dalam pembentukan kulit, metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan luka
(Cakrawati dan Mustika, 2012).
Manifestasi klinis dari defisiensi seng pada manusia adalah perlambatan
pertumbuhan, ketidakmatangan seksual, dan diare. Defisiensi berat seng jarang
9
sering terjadi dengan defisiensi mikronutrisi lain seperti besi. Pada perempuan,
penurunan konsentrasi seng saat kehamilan ditemukan signifikan. Kebutuhan
seng dapat ditoleransi sebanyak 40 mg per hari untuk orang dewasa diatas 19
tahun, dimana pengambilan seng didapat dari makanan, air, dan suplemen
(termasuk makanan yang difortifikasi) (Strain dan Cashman,2009).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif
unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan
tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini
cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1 ppm) dan pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Prinsip dari spektrofotometer serapan atom adalah atom-atom pada
keadaan dasar mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, yang
pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan
atom-atom itu bila kembali ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi. Jika pada cahaya
dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan nyala yang mengandung
atom-atom yang bersangkutan maka sebagian cahaya itu akan diserap dan banyaknya
penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang
berada dalam nyala. Lampu yang digunakan disebut ‘lampu katode rongga’ dan
katode tersebut dilapisi dengan logam yang akan dianalisis. Kerugian teknik ini
10
sedang dianalisis dan hanya satu unsur yang dapat dianalisis pada sewaktu-waktu.
Instrumen-instrumen modern memiliki sekitar 12 lampu yang tersusun, yang
dapat secara otomatis berputar (Watson, 2005).
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas
penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah
menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya
yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung
unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Watson, 2005)
Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Radiasi
Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan
mineral tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007)
b. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi
uap atom-atomnya, yaitu:
i. Dengan nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
11
suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber
nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala tersebut asetilen sebagai
bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi. Gas asetilen-udara
digunakan untuk logam-logam yang bersifat refractory (sukar diuraikan dalam
nyala api) (Gandjar dan Rohman, 2007).
ii. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel
diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit,
kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara
melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan
dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan
suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses
penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan
Rohman, 2007).
c. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian
banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman,
2007).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).
e. Amplifier
12
dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Gandjar
dan Rohman, 2007).
f. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Komponen spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom
2.3.1 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom
adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Secara luas dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi
kimia (Khopkar, 1985).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi
pada spektrofotometri serapan atom adalah:
a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi
13
b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom
yang terjadi di dalam nyala.
c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di
dalam nyala.
d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), pembentukan atom gas dengan
energi dasar yang merupakan dasar metode spektroskopi dapat dihalangi oleh dua
macam gangguan kimia :
a. Pembentukan senyawa stabil.
Pembentukan senyawa stabil menyebabkan disosiasi analit tidak sempurna
atau pembentukan senyawa stabil di dalam nyala. Contoh sifat – sifat ini
ditunjukkan oleh:
i. Pembentukan CaSO4 atau Ca3(PO4)2 dengan adanya sulfat atau posfat
ii. Pembentukan oksida stabil dari titan, vanadium, dan aluminium.
b. Ionisasi atom – atom gas pada tingkat energi dasar
Ionisasi atom – atom gas
M M+ + e
Didalam nyala akan mengurangi intensitas pancaran garis spektrum atom di dalam
spektroskopi pancaran nyala, atom akan mengurangi intensitas absorbsi di dalam
spektroskopi serapan. Oleh karena itu perlu mengurangi kemungkinan terjadinya
ionisasi. Suhu tinggi nyala asetilen – udara atau asetilen – nitrogen oksida dapat
menyebabkan ionisasi unsur seperti unsur – unsur logam alkali: kalsium,
storonsium, dan barium. Ionisasi unsur yang ditentukan dapat dikurangi dengan
14
kation dengan potensial ionisasi lebih rendah daripada analit. Contoh larutan ion
kalsium 2000 ppm. Larutan ion kalsium ditambahkan ke dalam larutan yang akan
diukur (Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan – gangguan kimia
biasanya dapat dihindarkan oleh salah satu cara berikut:
a. Menaikkan suhu nyala
Suhu tinggi sering menyebabkan pembentukan atom – atom gas bebas,
contoh aluminium oksida lebih mudah berdisosiasi di dalam nyala asetilen –
nitrogen oksida daripada di dalam nyala asetilen udara. Gangguan kalsium
aluminium yang berasal dari pembentukan kalsium aluminat juga dapat
dihindari dengan bekerja pada suhu yang lebih tinggi daripada nyala asetilen
– nitrogen oksida.
b. Menggunakan zat pembebas (Releasing Agent)
Proses ini berdasarkan reaksi:
M - X + R R - X + M
dengan M – X adalah garam yang sukar berdisosiasi, R adalah zat pembebas.
Proses ini akan berhasil kalau R – X lebih stabil daripada M – X.
Penambahan EDTA pada larutan kalsium sebelum analisis dapat
meningkatkan kepekaan penentuan spektrofotometri nyala, karena
pembentukan komplek kalsium EDTA yang mudah terdisosiasi dalam nyala.
c. Ekstraksi analit atau unsur pengganggu
Metode ini dapat dilakukan dengan ekstraksi sederhana untuk menghilangkan
15
tidak mengganggu. Bila perlu, ekstraksi diulangi untuk menurunkan lagi
pengotor (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:
i. Metode simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya) (Harmita, 2004).
ii. Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
16
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan dalam sampel dapat
ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer dan McB.Miller (2005),
parameter ini memenuhi syarat jika nilainya berada pada rentang 80-120%.
b. Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan
secaraberulang untuk sampel yang homogen (Harmita, 2004).
Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per
million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per
billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).
c. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit
dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang
17 (Harmita, 2004).
Secara statistik linearitas dari kurva kalibrasi dinyatakan dalam koefisien
korelasi (r). Koefisien korelasi yang lebih besar dari 0,99 menyatakan adanya
hubungan yang linear (Watson, 2005).
e. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
18 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan
Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan
pada bulan April – Mei 2014.
3.2 Bahan–bahan
3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun bangun-bangun
yang diambil secara purposif di ladang di sekitar pasar V Padang Bulan Medan.
3.2.2 Pereaksi
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa
keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu akuabides (Laboratorium
Penelitian Fakultas Farmasi USU), asam nitrat 65% v/v, larutan oksina 2%, asam
klorida, larutan magneson, larutan tetrasianomerkurat, larutan amonium korida,
larutan amonia, larutan kalium tiosianat, kalium heksasianoferrat(III), asam asetat,
reagensia amonium tetratiosianatmerkurat(II), larutan baku besi 1000 µg/ml,
larutan baku magnesium 1000 µg/ml, dan larutan baku seng 1000 µg/ml.
3.3 Alat–alat
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas (pyrex), blender, hot plate,
19
spatula, lemari pengering, desikator, dan spektrofotometer serapan atom Hitachi
Z-2000 lengkap dengan lampu katoda besi, magnesium dan seng.
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Larutan HCl 2N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan akuabides sampai
100 ml (Ditjend POM, 1979).
3.4.2 Larutan HNO3 (1:1)
Sebanyak 500 ml larutan HNO3 65% b/v diencerkan dengan 500 ml
akuabides (Isaac, 1988).
3.4.3 Larutan Asam Asetat 2 N
Sebanyak 11,6 ml asam asetat glasial pekat diencerkan dengan air suling
sampai 100 ml (Ditjend POM, 1979).
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif
yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas
dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi
(Budiarto, 2004).
3.5.2 Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan oleh bagian Herbariaum Medanese
20 3.5.3 Penyiapan Sampel
3.5.3.1Sampel Segar
Daun Bangun-bangun yang baru dipetik sebanyak ± 150 gram dicuci
bersih dengan air mengalir, kemudian diangin-anginkan dan ditiriskan sampai
daunnya kering. Sampel dirajang menjadi ukuran yang lebih kecil.
3.5.3.2 Sampel yang Direbus
Daun Bangun-bangun yang baru dipetik sebanyak ± 150 gram dicuci
bersih dengan air mengalir. Sebanyak 1000 ml akuabides dimasukkan ke dalam
gelas beaker yang telah berisi daun bangun-bangun, kemudian direbus dan
dibiarkan mendidih selama 5 menit. Sampel yang telah direbus diangkat dan
disaring, kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
3.5.4 Proses Destruksi Kering
Sampel yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak 25 gram
dalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan dalam tanur
dengan temperatur awal 100℃ dan perlahan–lahan temperatur dinaikkan hingga
suhu 500℃ dengan interval 25℃ setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 24
jam (dihitung saat suhu sudah 500℃), lalu setelah suhu tanur ±27℃, krus
porselen dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Abu
ditambahkan 15 ml HNO3 (1:1), kemudian diuapkan pada hot plate sampai kering.
Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100℃
dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 600℃ dengan interval 25℃
setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin
21 3.5.6 Pembuatan Larutan Sampel
Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 15 ml HNO3 (1:1), lalu
dipindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dibilas krus porselen dengan 10 ml
akuabides sebanyak tiga kali dan dicukupkankan dengan akuabides hingga garis
tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dimana 5 ml
filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat
selanjutnya ditampung ke dalam botol (Focht, 1922). Larutan ini digunakan untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap logam besi, magnesium dan seng yang
terkandung di dalamnya.
3.5.7 Pemeriksaan Kualitatif
3.5.7.1 Besi
Larutan hasil destruksi ditambahkan dengan 5 ml larutan NH4Cl dan 5 ml
larutan NH3, didihkan terbentuk endapan. Endapan dipindahkan dengan bantuan
5-10 ml akuades ke cawan penguap. Sisa endapan dicuci dengan NH4Cl 1% dan
dituang ke cawan penguap yang sama. Endapan ditambahkan dengan 5 ml NaOH
dan 5 ml larutan H2O2 3%, kemudian didihkan dan terbentuk endapan. Larutkan
endapan dengan 1 ml larutan HNO3 1:1 dengan bantuan 3 tetes H2O2 3%,
kemudian didinginkan. Ditambahkan larutan dengan 0,1 g natrium bismut,
dikocok dan dibiarkan sampai terbentuk endapan, ditambahkan larutan KSCN
terbentuk warna merah. Ditambahkan dengan larutan kalium heksasiantoferrat(III)
22 3.5.7.2Magnesium
a. Reaksi kualitatif dengan larutan oksina amoniakal
Larutan hasil dekstruksi ditambahkan dengan sedikit larutan NH4CL
diikuti dengan larutan oksina amoniakal ( 1 ml larutan oksina 2 persen dicampur
dengan asam asetat 2 M) dan dengan 5 ml larutan amonia 2 M kemudian
dipanaskan akan terbentuk endapan kuning muda (Vogel, 1979).
b. Reaksi kualitatif dengan larutan magneson
Larutan sampel hasil dekstruksi sebanyak 3-4 tetes dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 3 tetes reagensia magneson diikuti dengan
larutan NaOH sampai basa akan terbentuk endapan biru yang memastikan
terdapat logam magnesium (Vogel, 1979).
3.5.7.3Seng
Larutan hasil dekstruksi ditambahkan NaOH berlebih, ditambahkan
dengan 1 ml larutan H2O2 3%, dan didihkan selama 3 menit kemudian disaring.
Ditambahkan dengan H2SO4 encer, tambahkan 0,5 ml larutan cobalt asetat 0,1M
dan 0,5 ml reagensia amonium tetratiosianatomerkurat(II) aduk, maka akan
terbentuk endapan biru muda (Vogel, 1979).
3.5.8 Pemeriksaan Kuantitatif
3.5.8.1Besi
a. Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi
Larutan baku Besi (1000 µg/ml) sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml lalu diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dari larutan
tersebut (10 µg/ml) dipipet masing-masing 2,5 ml; 5,0 ml; 7,5 ml; 10,0 ml; dan
12,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan
23
µg/ml; 2 µg/ml; 3 µg/ml; 4 µg/ ml; dan 5 µg/ml, lalu dilakukan pengukuran pada
panjang gelombang 248,3 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
b. Penetapan Kadar Besi dalam Sampel
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 6 ml dimasukkan ke
dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda
(Faktor pengenceran = 25/6 = 4,1666 kali). Lalu diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm
dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada
dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel
dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.8.2Magnesium
a. Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium
Larutan baku magnesium (1000 µg/ml) sebanyak 1 ml dimasukkan
kedalam labu tentukur 100 ml lalu diencerkan dengan akuabides hingga garis
tanda. Dari larutan tersebut (10 µg/ml) dipipet masing-masing 0,5 ml; 1,0 ml; 1,5
ml; 2,0 ml; dan 2,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan
dengan akuabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml; dan 1,0 µg/ml, lalu
dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala
udara-asetilen.
b. Penetapan Kadar Magnesium dalam Sampel
Larutan sampel hasil dekstruksi dipipet sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke
dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda
24
spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe
nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang
kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel
dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.8.3Seng
a. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Seng
Larutan baku seng (1000 µg/ml) sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu
tentukur 100 ml lalu diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dari larutan
tersebut (10 µg/ml) dipipet masing-masing 2,5 ml; 5,0 ml; 7,5 ml; 10,0 ml; dan
12,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan
akuabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,5
µg/ml; 1,0 µg/ml; 1,5 µg/ml; 2,0 µg/ml; dan 2,5 µg/ml, lalu dilakukan pengukuran
pada panjang gelombang 213,9 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.
b. Penetapan Kadar Seng dalam Sampel
Larutan sampel hasil dekstruksi diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 213,9 nm dengan tipe
nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang
kurva kalibrasi larutan baku seng. Konsentrasi seng dalam sampel dihitung
berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), kadar logam besi, magnesium dan
seng dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
(g) Sampel Berat
n pengencera Faktor
x (ml) Volume x
(µg/ml) i
Konsentras (µg/g)
Logam
25 3.5.9 Analisis Data Secara Statistik
3.5.9.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Menurut Sudjana (2005), kadar besi, magnesium dan seng yang diperoleh
dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis, dengan rumus
standar deviasi :
SD =
(
)
1 -n
X -Xi 2
∑
Keterangan : Xi = Kadar logam dalam sampel
−
X = Kadar rata-rata logam dalam sampel n = Jumlah perlakuan
Untuk mencari t hitung digunakan rumus:
t hitung =
n SD
X Xi
/
−
dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval
kepercayaan 99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Kadar Mineral : µ = X ± (t(α/2, dk) x SD / √n )
Keterangan :
−
X = Kadar rata-rata logam dalam sampel
SD = Standar Deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk = n-1)
α = Interval kepercayaan
n = Jumlah perlakuan
3.5.10 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel
Menurut (Sudjana, 2005) sampel yang dibandingkan adalah independen
26
diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua
populasi sama (σ = σ) atau berbeda (σ≠ σ) dengan menggunakan rumus dibawah
ini :
FO = S12 S22
Keterangan : Fo : beda nilai variansi yang dihitung
S1 : Standar deviasi terbesar
S2 : Standar deviasi terkecil
Apabila dari hasilnya Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan dengan
distribus t dengan rumus :
to =
�X1−X2� Sp�1/n1 + 1/n2
keterangan : X1 : kadar rata-rata logam 1 n1 : jumlah perlakuan sampel 1
X2 : kadar rata-rata logam 2 n2 : jumlah perlakuan sampel 2
SP : Simpangan baku
keterangan :X1 : kadar rata-rata logam 1 n1 : jumlah perlakuan sampel 1
X2 : kadar rata-rata logam 2 n2 : jumlah perlakuan sampel 2
S1 : standar deviasi sampel 1 S2 : standar deviasi sampel 2
kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai kritis t,
dan sebaliknya.
3.5.11 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Menurut Harmita (2004), uji perolehan kembali atau recovery dapat
dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition
method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih
27
penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan McB.Miller,
2005). Larutan baku yang ditambahkan untuk daun bangun-bangun segar besi,
magnesium dan seng yaitu 0,1 ml, 2 ml dan 0,02 ml (konsentrasi 1000 µg/ml).
Larutan baku yang ditambahkan pada daun bangun-bangun yang direbus untuk
mineral besi, magnesium dan seng berturut-turut adalah 0,07 ml, 0,07 ml, dan
0,02 ml (konsentrasi 1000 µg/ml).
Daun bangun-bangun yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama
sebanyak 25 gram di dalam krus porselen, lalu ditambahkan larutan baku besi,
magnesium dan seng berturut-turut sebanyak 0,1 ml, 2 ml dan 0,02 ml
(konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering
seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk daun bangun-bangun yang
direbus, daun bangun-bangun yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 25 gram
dan dimasukkan ke dalam kurs porselen, lalu ditambahkan larutan baku besi,
magnesium dan seng berturut-turut sebanyak 0,07 ml, 0,07 ml dan 0,02 ml
(konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian direbus dan dilanjutkan dengan prosedur
destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.
Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan
rumus di bawah ini:
% Perolehan Kembali= CF- CA x 100%
C*A
Keterangan :
CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku
CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku
28 3.5.12 Simpangan Baku Relatif
Menurut Harmita (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai
simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi
merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang
homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan
adanya keseksamaan metode yang dilakukan.
Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif
adalah : RSD = ×100% X
SD
Keterangan :
−
X = Kadar rata-rata logam dalam sampel SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation
3.5.12 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama.
Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Simpangan Baku ( X
SY ) =
(
)
2
2
− −
∑
n Yi Y
Batas deteksi (LOD) =
slope X SY x
3
Batas kuantitasi (LOQ) =
slope X SY x
29 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Sampel
Hasil identifikasi sampel yang dilakukan oleh bagian Herbariaum
Medanese Universitas Sumatera Utara terhadap Tanaman Bangun-bangun adalah
(Plectranthus amboinicus L.) dari suku Lamiaceae. Hasil identifikasi sampel
dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 39.
4.2 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk
mengetahui ada atau tidaknya ion-ion besi, magnesium dan seng dalam sampel.
Data dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil analisis kualitatif pada sampel daun bangun-bangun yang telah didestruksi
No. Ion yang
dianalisis Pereaksi Hasil Reaksi Hasil
1. Fe Kalium Heksasianoferrat(III) Endapan biru +
Kalium sianat Merah +
2. Mg Oksina amoniakal
Endapan kuning
muda +
Magneson Endapan biru +
3. Zn tetratiosianatomerkurat(II) Endapan biru muda +
Keterangan : + = Mengandung ion
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa larutan sampel yang diperiksa mengandung
ion besi, magnesium dan seng. Sampel positif mengandung ion besi karena uji
dengan kalium heksasianoferrat(III) positif dengan menghasilkan kompleks
[image:45.595.112.520.482.647.2]30 0
0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi (µg/ml)
A
bs
or
ban
si
Y = 0,02146X + 0,000719
memberikan endapan kuning muda dengan larutan oksina amoniakal dan
memberikan endapan biru dengan penambahan larutan magneson. Logam seng
juga positif karena memberikan endapan warna biru muda dengan
tetratiosianatomerkurat(II). Berdasarkan hasil pengendapan dari masing-masing
ketiga ion tersebut, membuktikan bahwa larutan sampel mengandung ion besi,
magnesium dan seng.
4.3 Analisis Kuantitatif
4.3.1 Kurva Kalibrasi Besi, Magnesium dan Seng
Kurva kalibrasi besi, magnesium dan seng diperoleh dengan cara
mengukur absorbansi dari larutan baku ketiganya pada panjang gelombang
masing-masing. Hasil pengukuran kurva kalibrasi untuk ketiganya diperoleh
persamaan garis regresi yaitu Y = 0,02124571429X + 0,000719047605 untuk
besi, Y = 0,4094285714X + 0,001142857 untuk magnesium dan Y =
0,16677114286X + 0,006652738425 untuk seng.
[image:46.595.124.415.521.713.2]Kurva kalibrasi larutan baku besi, magnesium dan seng dapat dilihat pada
Gambar 3.1 sampai dengan Gambar 3.3
31
Gambar 4.2 Kurva kalibrasi Magnesium
[image:47.595.134.404.367.534.2]
Gambar 4.3 Kurva kalibrasi seng
Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara
konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) besi sebesar 0,9998,
magnesium sebesar 0,9999 dan seng sebesar 0,9991. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan
adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi)
dan Y (Absorbansi) (Shargel dan Andrew, 1999). Data hasil pengukuran
absorbansi larutan baku besi, magnesium dan seng dan perhitungan persamaan
-0,05 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Konsentrasi (µg/ml)
A
bs
or
ban
si
Y= 0,4094X −0,001114
-0,05 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
0 1 2 3
Konsentrasi (µg/ml)
A
bs
or
ban
si
Y=0,1667X−
32
garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 7, halaman
44 sampai halaman 49.
4.3.2 Analisis Kadar Besi, Magnesium dan Seng pada daun bangun-bangun
Penentuan kadar besi, magnesium dan seng dilakukan secara
spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi mineral besi, magnesium dan seng
dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi
larutan baku masing-masing mineral. Agar konsentrasi mineral besi, magnesium
dan seng dalam sampel berada pada rentang kurva kalibrasi maka masing-masing
sampel diencerkan terlebih dahulu dengan faktor pengenceran yang berbeda-beda.
Faktor pengenceran untuk penentuan kadar besi adalah sebesar 25/6 kali, faktor
pengenceran untuk penentuan kadar magnesium adalah sebesar 250 kali dan seng
tidak ada pengenceran. Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8
sampai dengan Lampiran 9, halaman 50 sampai halaman 53.
Tabel 4.2 Hasil analisis kadar besi, magnesium dan seng pada daun bangun-bangun
No. Sampel Kadar Besi (mg/100g)
Kadar Magnesium (mg/100g)
Kadar Seng (mg/100g)
1.
Daun
Bangun-bangun segar
4,2585 ± 0,04841 79,7956 ± 0,71448 0.8279 ± 0,00762
2.
Daun
Bangun-bangun yang direbus
2,9431 ± 0,02406 27,8655 ± 0,17421 0,7081 ± 0,00829
Hasil analisis menunjukkan bahwa daun bangun-bangun memiliki
kandungan mineral besi, magnesium dan seng. Kadar mineral besi, magnesium
dan seng pada daun bangun-bangun segar lebih tinggi dibandingkan kadar mineral
[image:48.595.112.511.476.642.2]33
menunjukkan bahwa pada proses pengolahan makanan seperti merebus
mempengaruhi kandungan mineralnya. Mineral yang mudah larut dalam air
merupakan zat gizi yang cepat hilang pada saat perebusan (Murdiati dan amaliah,
2013).
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang dilakukan menunjukkan bahwa
konsumsi daun bangun-bangun lebih baik tanpa perebusan karena terdapat
kehilangan mineral yang banyak saat perebusan.
4.3.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Berdasarkan data kurva kalibrasi besi, magnesium dan besi diperoleh batas
deteksi dan batas kuantitasi untuk ketiga mineral tersebut. Batas deteksi dan batas
[image:49.595.110.514.409.511.2]kuantitasi besi, magnesium dan seng dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi besi, magnesium dan seng
No. Mineral Batas Deteksi (µg/mL) Batas Kuantitasi (µg/mL)
1. Besi 0,0754 0,2513
2. Magnesium 0,0251 0,0540
3. Seng 0,1331 0,4437
Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk pengukuran besi,
magnesium dan seng masing-masing sebesar 0,0754 µg/mL, 0,0251 µg/mL,
0,1331 µg/mL, sedangkan batas kuantitasinya sebesar 0,2513 µg/mL, 0,0540
µg/mL dan 0,4437 µg/mL.
Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh
pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi.
Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 13,
34 4.3.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar besi, magnesium dan seng
setelah penambahan masing-masing larutan baku besi, magnesium dan seng
[image:50.595.116.513.236.410.2]dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Persen uji perolehan kembali (recovery) kadar besi, magnesium dan seng
Sampel No. Mineral yang
dianalisis Recovery (%)
Syarat rentang persen recovery (%)
Segar 1. Besi 95,35 80-120
2. Magnesium 96,09 80-120
3. Seng 109,18 80-120
Direbus 1. Besi 97,49 80-120
2. Magnesium 102,09 80-120
3. Seng 84,66 80-120
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji
perolehan kembali (recovery) mineral besi, magnesium dan seng untuk daun
bangun-bangun segar berturut-turut adalah 93,25%, 96,09% dan 109,18%. Hasil
uji perolehan kembali mineral besi, magnesium dan seng untuk daun
bangun-bangun yang direbus berturut-turut adalah 97,49%, 102,09% dan 84,66%. Persen
recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat
pemeriksaan kadar mineral dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery)
ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, jika rata-rata hasil perolehan
kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer dan McB.Miller, 2005).
Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar besi, magnesim dan seng setelah
penambahan masing-masing larutan baku dan contoh perhitungan dapat dilihat
35 4.3.5 Simpangan Baku Relatif
Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif untuk besi, magnesium
dan seng pada daun daun bangun-bangun dapat dilihat pada Tabel 4.5, sedangkan
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 87 sampai dengan
[image:51.595.116.510.253.428.2]halaman 90.
Tabel 4.5 Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif besi, magnesium dan seng
Sampel No. Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif
Segar
1. Besi 11,5276 12,09%
2. Magnesium 0,3464 0,36%
3. Seng 3,0774 2,82
Direbus
1. Besi 7,333 7,52%
2. Magnesium 6,0391 5,92%
3. Seng 7,7207 9,12%
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) dan
nilai simpangan baku relatif (RSD). Menurut Harmita (2004), nilai simpangan
baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak
lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya
adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
36 BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis mineral besi, magnesium dan seng pada daun
bangun-bangun segar secara spektrofotometri serapan atom menunjukkan
bahwa kadar besi, magnesium dan seng dalam daun bangun-bangun segar
adalah (4,2585 ± 0,04841) mg/100g; (79,7956 ± 0,71448) mg/100g; dan
(4,1394 ± 0,00762) mg/100 g. Sedangkan dalam daun bangun-bangunyang
direbus adalah (2,9431 ± 0,02406) mg/100g; (27,8655 ± 0,17421)
mg/100g; dan (0,7081 ± 0,00829) mg/100 g.
2. Hasil uji statistik yaitu uji beda rata-rata kadar besi, magnesium dan seng
antara daun bangun-bangun yang segar dan yang direbus terdapat
perbedaan signifikan dimana kadar besi, magnesium dan seng dalam daun
bangun-bangun segar lebih tinggi daripada daun bangun-bangun yang
direbus.
.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian
37
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 228.
Anonim. (2010).Kebutuhan dasar ibu nifas : nutrisi dan cairan.
Diakses tanggal 19 agustus
Anonim (2012). Kebutuhan ibu dalam masa nifas. Diakses tanggal 19 agustus 2014.
Budiarto, E. (2004). Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 46.
Cakrawati, D., dan Mustika, N. H. (2012). Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Hal. 161, 162, 168.
Damanik, R., Wahlqvist, M.L., Wattanapenpaiboon, N. (2006). Lactagogue
effects of Torbangun, a Bataknese Traditional Cuisine. Asia Pacific
Journal of Clinical Nutrition 2006. 15(2): 267-274.
Ditjend POM, (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes. Hal. 649, 743
Ermer, J., dan McB.Miller, J.H.(2005). Method Validation in Pharmaceutical
Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Hal. 171.
Focht, (1922). Plants preparation of laboratory sample dalamHorwitz, K. (2000).
Official Methods of the Association of Official Analytical Chemist. Edisi
ketujuhbelas. Arlington: AOAC International. Hal. 42.
Ganjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3):117-119, 121, 122, 127, 128, 130.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Departemen Kehutanan. Hal. 53.
Isaac, R.A. (1988). Metal in plants Atomic Absorption Spectrophotometry method dalam Helrich, K. (1990). Official Methods of the Association of Official
38
Khopkar, S.M. (1985). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: A. Saptorahardjo. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Hal. 283, 298.
Murdiati, A., dan Amaliah. (2013). Panduan Penyiapan Pangan Sehat. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Kencana. Hal. 202,203.
Shargel, L., dan Andrew, B. C. (1999). Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics. New York: Prentice-Hall International, Inc. Hal. 15.
Strain, J. J. S dan Cashman, K. D. (2009). Mineral and Trace Elements dalam Gibney, J. M., Lanham-New, S., Cassidy, A dan Vorster, H. H. (2009).
Introduction to Human Nutritioin. Edisi kedua. United Kingdom :
Willey-Blackwell. Hal. 188, 194, 195, 209, 210, 211.
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Hal. 93, 168, 239.
Vogel, A.I. (1979). Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganik Analysis. Penerjemah: Hadyana Pudjaatmaka dan L.