• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kesehatan Indonesia 2006 - [BUKU]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Kesehatan Indonesia 2006 - [BUKU]"

Copied!
322
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PROFI L

K ESEH AT AN I N DON ESI A

2 0 0 6

DEPARTEMEN KESEHATAN R.I.

JAKARTA

2007

351.770 212 Ind

(3)
(4)

Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI 351.770 212

Ind p

Indonesia. Departemen Kesehatan. Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2006. - - Jakarta :

Departemen Kesehatan RI 2007

I. Judul 1. HEALTH STATISTICS

Buku ini diterbitkan oleh

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9, Jakarta 12950 Telepon no: 62-21-5229590, 5221432

(5)

“Profil Kesehatan Indonesia 2005” merupakan kelanjutan dari profil tahun-tahun sebelumnya. Profil Kesehatan juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas dari Pusat Data dan Informasi. Supaya profil kesehatan ini tidak membingungkan dan dianggap tertinggal, maka data dan informasi yang disajikan adalah sesuai dengan tahun yang tercantum.

“Profil Kesehatan Indonesia 2006” selain memuat informasi seperti profil kesehatan sebelumnya dan juga memuat kejadian-kejadian penting pada tahun 2006, antara lain desa siaga, askeskin, flu burung dan gempa bumi di Yogyakarta. Namun demikian “Profil Kesehatan Indonesia 2006” masih terdapat keterbatasan karena ada beberapa data yang masih belum bisa terkumpul. Untuk itu akan kami masukan data yang belum ada dalam Profil Kesehatan 2006 ke dalam Profil Kesehatan berikutnya.

“Profil Kesehatan Indonesia” dengan segala keterbatasannya tetap diupayakan agar dapat terbit lebih cepat daripada tahun-tahun sebelumnya. Di samping terbit dalam versi cetak, Profil Kesehatan 2006 dapat diakses lewat internet; http://www.depkes.go.id.

Mudah-mudahan “Profil Kesehatan Indonesia 2006” ini bermanfaat dalam mengisi kebutuhan data dan informasi kesehatan yang terkini sesuai dengan harapan kita semua.

Jakarta, 2007

Kepala Pusat Data dan Informasi

DR. Bambang Hartono, SKM, MSc

NIP. 140 058 225

(6)
(7)

Saya menyambut gembira terbitnya “Profil Kesehatan Indonesia 2006” yang lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun berat dan banyak tantangan di dalam proses pengumpulan data untuk mengisi profil kesehatan ini, akhirnya Pusat Data dan Informasi berhasil menghimpun data tahun 2006 dan menyusunnya menjadi “Profil Kesehatan Indonesia 2006”.

Tantangan dalam penyediaan data dan informasi yang tepat waktu ternyata banyak kendala sehingga data dan informasi dari setiap provinsi maupun program masih belum terisi secara lengkap. Dengan telah terbitnya “Profil Kesehatan Indonesia 2006” yang juga memuat kejadian-kejadian penting di tahun 2006, saya harapkan profil ini dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan yang didasari kepada data dan informasi (evidence based) serta digunakan sebagai salah satu rujukan data dan informasi.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi sehingga memungkinkan tersusunnya “Profil Kesehatan Indonesia 2006”.

Jakarta, 2007

Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan

Dr. H. Sjafii Ahmad, MPH

NIP. 140 086 897

SAM BU T AN

(8)
(9)

KATA PENGANTAR i

SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB I: PENDAHULUAN 1

BAB II: GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 3

A. Keadaan Penduduk 3

B. Keadaan Ekonomi 4

C. Keadaan Pendidikan 8

D. Keadaan Lingkungan 11

E. Keadaan Perilaku Masyarakat 15

BAB III: SITUASI DERAJAT KESEHATAN 19

A. Mortalitas 19

B. Morbiditas 26

BAB IV: SITUASI UPAYA KESEHATAN 59

A. Pelayanan Kesehatan Dasar 59

B. Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Penunjang 72

C. Pengendalian Penyakit Menular 81

D. Perbaikan Gizi Masyarakat 99

E. Pelayanan Kesehatan dalam Situasi Bencana 101

BAB V: SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 104

A. Sarana Kesehatan 104

B. Tenaga Kesehatan 115

C. Pembiayaan Kesehatan 122

(10)

BAB VI: PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA

ASEAN DAN SEARO 125

A. Kependudukan 125

B. Derajat Kesehatan 134

BAB VII: PENUTUP 149

DAFTAR PUSTAKA 150

LAMPIRAN 153

(11)

Lampiran 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan per Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut

Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.3 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Tertentu, Angka Beban

Tanggungan dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan+Perdesaan)

Lampiran 2.3.a Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Tertentu, Angka Beban

Tanggungan dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan)

Lampiran 2.3.b Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Tertentu, Angka Beban

Tanggungan dan Provinsi Tahun 2006 (Perdesaan)

Lampiran 2.4 Jumlah dan Persentase Daerah Tertinggal Menurut Provinsi Tahun 2004

– 2006

Lampiran 2.5 Persentase Rumah Tangga Yang Mendapat Pelayanan Gratis Selama 6

Bulan Referensi Menurut Provinsi dan Jenis Kartu yang Digunakan Tahun 2006

Lampiran 2.6 Penduduk Rumah Tangga yang Membeli Beras Murah/Raskin Selama 6

Bulan Referensi dan Jumlah Beras yang Dibeli Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.7 Tingkat Pengangguran dan Inflasi Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.8 Persentase Kepandaian Membaca Menulis pada Penduduk Berumur 10

Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan+Perdesaan)

Lampiran 2.8.a Persentase Kepandaian Membaca Menulis pada Penduduk Berumur 10

Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan)

Lampiran 2.8.b Persentase Kepandaian Membaca Menulis pada Penduduk Berumur 10

Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2006 (Perdesaan)

Lampiran 2.9 Persentase Status Pendidikan pada Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas

Menurut Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan+Perdesaan)

Lampiran 2.9.a Persentase Status Pendidikan pada Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas

Menurut Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan)

(12)

Lampiran 2.9.b Persentase Status Pendidikan pada Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Provinsi Tahun 2006 (Perdesaan)

Lampiran 2.10 Persentase Penduduk Indonesia Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut

Ijazah/STTB Tertinggi yang Dimiliki dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan+Perdesaan)

Lampiran 2.10.a Persentase Penduduk Indonesia Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut

Ijazah/STTB Tertinggi yang Dimiliki dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan)

Lampiran 2.10.b Persentase Penduduk Indonesia Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut

Ijazah/STTB Tertinggi yang Dimiliki dan Provinsi Tahun 2006 (Perdesaan)

Lampiran 2.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Tempat Tinggal (m2),

Tipe Daerah dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Provinsi

Tahun 2006 (Perkotaan+Perdesaan)

Lampiran 2.12.a Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Provinsi

Tahun 2006 (Perkotaan)

Lampiran 2.12.b Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dan Provinsi

Tahun 2006 (Perdesaan)

Lampiran 2.13 Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum dari

Pompa/Sumur/Mata Air Menurut Tipe Daerah, Jarak ke Tempat Penampungan Akhir Kotoran/Tinja Terdekat dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar,

Tipe Daerah dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.15 Persentase Rumah Tangga dengan Air Bersih (Perpipaan/Non Perpipaan)

yang Memenuhi Syarat Bakteriologis dan Air Minum yang Memenuhi Syarat Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2004-2006

Lampiran 2.16 Persentase Rumah Sehat dan Sekolah Sehat Menurut Provinsi Tahun

2006

Lampiran 2.20 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan dan Mengobati Sendiri Selama

(13)

Lampiran 2.21 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Bulan Referensi Menurut Tempat/Cara Berobat dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.22 Proporsi Penduduk yang Mengobati Sendiri Selama Bulan Referensi

Menurut Jenis Obat yang Digunakan, Tipe Daerah dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 2.23 Persentase Anak Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya

Disusui dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan+Perdesaan)

Lampiran 2.23.a Persentase Anak Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya

Disusui dan Provinsi Tahun 2006 (Perkotaan)

Lampiran 2.23.b Persentase Anak Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya

Disusui dan Provinsi Tahun 2006 (Perdesaan)

Lampiran 3.1 Estimasi Angka Kematian Bayi, Angka Harapan Hidup, Net

Reproduction Rate dan Angka Fertilitas Total Menurut Provinsi Tahun

2005-2010

Lampiran 3.2 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi Tahun 1999, 2002,

2005

Lampiran 3.3 Persentase 10 Penyakit Utama pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit

di Indonesia Tahun 2006

Lampiran 3.4 Persentase 10 Penyakit Utama pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit

di Indonesia Tahun 2006

Lampiran 3.5 Distribusi Pasien Rawat Jalan Menurut Bab ICD-X di Rumah Sakit di

Indonesia Tahun 2006

Lampiran 3.6 Distribusi Pasien Rawat Inap Menurut Bab ICD-X di Rumah Sakit di

Indonesia Tahun 2006

Lampiran 3.7 Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Malaria Menurut Provinsi

Tahun 2006

Lampiran 3.8 Annual Parasite Incidence (API) Malaria di Jawa-Bali Tahun 1997-2006

Lampiran 3.9 Hasil Cakupan Penemuan Kasus dan Evaluasi Hasil Pengobatan

Penyakit TB Paru Tahun 2006

Lampiran 3.10 Jumlah Kasus Baru BTA Positif Menurut Jenis Kelamin dan Provinsi

Tahun 2006

Lampiran 3.11 Jumlah Kasus Baru BTA Positif Menurut Kelompok Umur (Tahun) dan

Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.12 Jumlah Kumulatif Kasus AIDS, Meninggal, dan Angka Kumulatif Kasus

Per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi sampai dengan 31 Desember 2006

Lampiran 3.13 Jumlah dan Persentase Kasus AIDS Yang Menggunakan NAPZA

(14)

Lampiran 3.14 Jumlah Kasus Baru AIDS Ditemukan dan Persentase Kasus Baru Per Tri Wulan Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.15 Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV Tahun 2006

Lampiran 3.16 Jumlah Kasus Pneumonia Balita Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.17 Situasi Penyakit Kusta Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.18 Jumlah Kasus Baru Kusta dan Kecacatan Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.19 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

(PD3I) Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.20 Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.21 Jumlah Kasus Penyakit Campak di Rawat Jalan, Rawat Inap Rumah

Sakit dan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.22 Jumlah Kasus Penyakit Campak Menurut Provinsi Tahun 2006 (jumlah

yang divaksinasi)

Lampiran 3.23 Jumlah Kasus Penyakit Difteri di Rawat Jalan, Rawat Inap Rumah Sakit

dan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.24 Jumlah Kasus Penyakit Pertusis (Batuk Rejan) di Rawat Jalan, Rawat

Inap Rumah Sakit dan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.25 Jumlah Kasus Penyakit Hepatitis Klinis di Rawat Jalan, Rawat Inap

Rumah Sakit dan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.26 Jumlah Kasus Penyakit Hepatitis B di Rawat Jalan, Rawat Inap Rumah

Sakit dan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.27 Jumlah Kasus AFP Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.28 Jumlah Kasus AFP Menurut Kriteria Klinis dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.29 Perkembangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio Tahun 2006

Lampiran 3.30 Jumlah Kasus Penyakit Tetanus di Rawat Jalan, Rawat Inap Rumah

Sakit dan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.31 Frekuensi KLB Menurut Penyakit di Indonesia Tahun 2006

Lampiran 3.32 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare Tahun 2001 - 2006

Lampiran 3.33 Jumlah Penderita, Case Fatality Rate (%), dan Incidence Rate Penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF) Menurut Provinsi Tahun 2000-2006

Lampiran 3.34 Jumlah Kabupaten/Kota yang Terjangkit Penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD/DHF) Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2001– 2006

Lampiran 3.35 Jumlah dan Persentase Kabupaten Terjangkit dan Jumlah Kasus Gigitan

Hewan Tertular Rabies serta Hasil Pemeriksaan Spesimen Hewan Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.36 Jumlah Penderita Filariasis Menurut Provinsi Tahun 2000 – 2006

Lampiran 3.37 Prevalensi Frambusia Menurut Provinsi Tahun 2006

(15)

Lampiran 3.39 Situasi Taeniasis/Cysticercosis pada Manusia Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.40 Situasi Pes pada Manusia Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 3.41 Situasi Antraks pada Manusia Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran3.42 Kepesertaan dan Jenis Kasus Kecelakaan Kerja (PT Jamsostek) Tahun

2006

Lampiran 4.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 dan K4, Persalinan Ditolong Tenaga

Kesehatan, dan Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.2 Cakupan Rujukan Kasus Risti dan Penangan Komplikasi Ibu Hamil dan

Neonatal Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.3 Proporsi Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin yang

Sedang Menggunakan/Memakai Alat KB menurut Daerah Tempat Tinggal dan Provinsi, Tahun 2006

Lampiran 4.4 Proporsi Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin yang

Pernah Menggunakan/Memakai Alat KB Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Provinsi, Tahun 2006

Lampiran 4.5 Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin Menurut

Alat/Cara KB yang Sedang Digunakan/Dipakai dan Provinsi, Tahun 2006 (Perkotaan+Perdesaan)

Lampiran 4.5.a Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin Menurut

Alat/Cara KB yang Sedang Digunakan/Dipakai dan Provinsi, Tahun 2006 (Perkotaan)

Lampiran 4.5.b Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin Menurut

Alat/Cara KB yang Sedang Digunakan/Dipakai dan Provinsi, Tahun 2006 (Perdesaan)

Lampiran 4.6 Hasil Pelayanan Peserta KB Baru Kumulatif Menurut Metoda

Kontrasepsi dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.7 Jumlah dan Proporsi Peserta KB Baru Kumulatif Menurut Tempat

Pelayanan dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.8 Pencapaian Desa Universal Child Immunization (UCI) Menurut Provinsi

Tahun 2004-2006

Lampiran 4.9 Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.10 Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.11 Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPT1-Campak pada Bayi Menurut

Provinsi Tahun 2002-2006

Lampiran 4.12 Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil Menurut Provinsi, Tahun 2006

Lampiran 4.13.a Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Menurut Provinsi

(16)

Lampiran 4.13.b Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan dan Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.14 Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Rumah Sakit Umum

Depkes dan Pemda Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.15 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Umum Depkes dan Pemda Menurut

Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.16 Pemeriksaan Radiodiagnostik pada Rumah Sakit Umum Depkes dan

Pemda Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.17 Jumlah Pelayanan Laboratorium di Rumah Sakit Milik Pemerintah

Kabupaten/Kota Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.18 Utilisasi Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) dan Rawat Inap

Tingkat Lanjut (RITL) Keluarga Miskin Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.19 Penanganan Penyalahgunaan NAPZA di Rumah Sakit Menurut

Kepemilikan Tahun 2006

Lampiran 4.20 Hasil Pekan Imunisasi Nasional Menurut Provinsi Tahun 2005-2006

Lampiran 4.21 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan

Succes Rate (SR) Menurut Provinsi Tahun 2005

Lampiran 4.22 Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita Menurut Provinsi

Tahun 2005

Lampiran 4.23 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 4.24 Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe) pada Ibu Hamil Menurut Provinsi

Tahun 2006

Lampiran 4.25 Rekapitulasi Kejadian Bencana Tahun 2006

Lampiran 5.1 Jumlah Puskesmas serta Sarana Lainnya Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 5.2 Jumlah Puskesmas dan Rasionya Terhadap Penduduk Menurut Provinsi

Lampiran 5.5 Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut Pengelola dan Provinsi

Tahun 2006

Lampiran 5.6 Jumlah Rumah Sakit Umum Menurut Pengelola Tahun 2002-2006

Lampiran 5.7 Jumlah Rumah Sakit Umum Depkes/Pemda Menurut Kelas dan Provinsi

Tahun 2005

Lampiran 5.8 Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Umum Menurut Pengelola Tahun

(17)

Lampiran 5.9 Jumlah Rumah Sakit Khusus dan Tempat Tidurnya Menurut Jenis Rumah Sakit Tahun 2002 - 2006

Lampiran 5.10 Jumlah Sarana Produksi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Menurut

Jenis Dan Provinsi Tahun 2002 - 2006

Lampiran 5.11 Jumlah Sarana Distribusi dan Pelayanan Kefarmasian Menurut Provinsi

Tahun 2002 - 2006

Lampiran 5.15 Jumlah Pos Obat Desa (POD) Menurut Tingkat Perkembangannya dan

Provinsi Tahun 2006

Lampiran 5.23 Jumlah dan Jenis Ketenagaan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 5.24 Jumlah PTT yang Masih Aktif Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 5.25 Jumlah dan Jenis Ketenagaan Farmasi di Rumah Sakit Pemerintah/

Swasta dan Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 5.26 Jumlah dan Jenis Ketenagaan Farmasi Disarana Produksi dan Distribusi

Menurut Provinsi Tahun 2006

Lampiran 5.27 Jumlah Peserta Didik Tahun Ajaran 2006/2007 di Poltekkes Menurut

Profesi

Lampiran 5.28 Jumlah Peserta Didik Tahun Ajaran 2006/2007 di Non Poltekkes

Menurut Profesi

Lampiran 5.29 Jumlah Peserta Didik Program Khusus Tahun 2006

Lampiran 5.30 Jumlah Lulusan Diknakes Poltekkes dan Non Poltekkes Menurut Jenis

(18)

Lampiran 5.31 Distribusi Lulusan Poltekkes Berdasarkan Jurusan/Program Studi dan Kota Tahun 2006

Lampiran 5.32 Distribusi Lulusan Non Poltekkes Berdasarkan Jurusan /Program Studi

dan Kota Tahun 2006

Lampiran 5.33 Jumlah Pelatihan yang dilaksanakan Pusdiklatkes dan Bapelkes Nasional

Tahun 2006

Lampiran 5.34 Jumlah dan Persentase Kepesertaan Penduduk dalam Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Menurut Jenis dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 5.35 Distribusi Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Menurut Jenis

dan Provinsi Tahun 2006

Lampiran 6.1 Perbandingan Beberapa Data Kependudukan di Negara ASEAN Tahun

2006

Lampiran 6.2 Perbandingan Beberapa Data Kependudukan di Negara-Negara SEARO

Tahun 2006

Lampiran 6.3 Perbandingan Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Indeks

Pembangunan Manusia di Negara ASEAN

Lampiran 6.4 Perbandingan Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Indeks

Pembangunan Manusia di Negara-Negara SEARO

Lampiran 6.5 Perbandingan Data Tuberkulosis di Negara ASEAN Tahun 2004/2005

Lampiran 6.6 Perbandingan Data Tuberkulosis di Negara-Negara SEARO Tahun

2004/2005

Lampiran 6.7 Angka Estimasi HIV/AIDS di Negara ASEAN Tahun 2005

Lampiran 6.8 Angka Estimasi HIV/AIDS di Negara-Negara SEARO Tahun 2005

Lampiran 6.9 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

di Negara ASEAN Tahun 2006

Lampiran 6.10 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

di Negara-Negara SEARO Tahun 2006

Lampiran 6.11 Perbandingan Cakupan Imunisasi pada Bayi di Negara ASEAN Tahun

2005

Lampiran 6.12 Perbandingan Cakupan Imunisasi pada Bayi di Negara-Negara SEARO

Tahun 2005

Lampiran 6.13 Perbandingan Upaya Kesehatan di Negara ASEAN

Lampiran 6.14 Perbandingan Upaya Kesehatan di Negara-Negara SEARO

(19)

Dalam rangka mewujudkan visi “Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”, dan mengemban misi “Membuat Rakyat Sehat”, tahun 2006 Departemen Kesehatan telah membuat kebijakan "Pengembangan Desa Siaga" melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 546/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006. Untuk tahun 2006 ditarget sebanyak 12 ribu telah menjadi desa siaga. Kemudian diharapkan pada akhir tahun 2008, lebih kurang 70.000 desa di Indonesia telah menjadi desa siaga.

Tahun 2005 hingga 2009, Departemen Kesehatan dalam periode tersebut me-nempatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai prioritas pertama pembangunan kesehatan. Sesudahnya menyusul pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatan, penanggulangan penyakit menular, gizi buruk, dan krisis kesehatan akibat bencana, serta peningkatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, daerah perbatasan, dan pulau-pulau terluar. Program-program tersebut, sangat ber-kaitan untuk meningkatkan kesehatan rakyat.

Penyusunan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2006 ini berupaya untuk mengacu kepada sasaran utama Departemen Kesehatan tersebut di atas. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat akan digambarkan pada Bab II dan Bab III, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas digambarkan pada Bab IV dan Bab V, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan digambarkan pada Bab III dan IV serta meningkatkan pembiayaan kesehatan digambarkan pada Bab V.

Profil Kesehatan Indonesia 2006 ini terdiri dari 8 (delapan) bab, yaitu:

Bab I - Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang acuan diterbitkannya Profil Kesehatan Indonesia 2006 ini serta sistimatika penyajiannya.

Bab II - Situasi Umum dan Lingkungan. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Indonesia. Selain uraian tentang letak geografis, demografis, pendidikan, ekonomi dan informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas faktor-faktor lingkungan dan perilaku.

Bab III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunan kesehatan sampai dengan tahun 2006 yang mencakup tentang angka kematian, umur harapan hidup dan angka kesakitan.

BAB I

(20)

Bab IV - Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan sampai tahun 2006, untuk tercapainya dan berhasilnya program-program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran tentang upaya kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi persentase pencapaian cakupan pelayanan kesehatan dasar, persentase pencapaian cakupan pelayanan kesehatan rujukan dan berbagai upaya lain yang berupa gambaran pelayanan program kesehatan lainnya.

Bab V - Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya pembangunan bidang kesehatan sampai tahun 2006 ini. Gambaran tentang keadaan sumber daya sampai dengan tahun 2006 ini mencakup tentang keadaan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan yang ada sampai tahun 2006. Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang jumlah dan penyebaran sarana pelayanan kesehatan yang terdiri dari rumah sakit dan puskesmas termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.

Bab VI - Perbandingan Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN dan SEARO. Bab ini menyajikan perbandingan beberapa indikator tertentu meliputi data kependudukan, Angka Kelahiran, Angka Kematian, Indeks Pembangunan Manusia, data tuberkulosis, angka estimasi HIV/AIDS, kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, status gizi buruk, gizi kurang, dan BBLR, cakupan imunisasi pada bayi dan upaya kesehatan.

Bab VII - Penutup.

(21)

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah pulau 17.504. Fakta ini membuat Indonesia memiliki keragaman budaya dan adat istiadat dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Keragaman dalam berbagai aspek tersebut juga terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

Pada tahun 2006 secara administratif wilayah Indonesia terbagi atas 33 provinsi, 349 kabupaten, dan 91 kota. Wilayah tersebut meliputi 5.656 kecamatan, 7.123 kelurahan dan 71.563 desa. Jika jumlah tersebut dibandingkan dengan tahun 2005, maka dapat dikatakan telah terjadi peningkatan. Pada tahun 2005 wilayah kecamatan berjumlah 5.263 dan wilayah desa berjumlah 62. 806.

Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum Indonesia dan perilaku penduduk pada tahun 2006 yang meliputi: keadaan penduduk, keadaan ekonomi, keadaan pendidikan, keadaan lingkungan, dan perilaku penduduk yang berkaitan dengan kesehatan.

A. K EADAAN PEN DU DU K

Berdasarkan proyeksi penduduk terhadap hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2006 tercatat sebesar 222.192.000 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 118 per km2.

Tingkat kepadatan yang tinggi masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Provinsi yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar 13.499 jiwa per km2. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi ke-2 dengan kepadatan 1.146 jiwa per km2. Provinsi dengan tingkat kepadatan tertinggi ke-3 yaitu Banten sebesar 1.066 jiwa per km2. Kepadatan penduduk terendah di Provinsi Papua, yaitu hanya 8 jiwa per km2. Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk terendah ke-2 yaitu sebesar 11 jiwa per km2, yang kemudian diikuti oleh Kalimantan Timur dengan kepadatan 13 jiwa per km2.

Dari proyeksi jumlah penduduk dapat diketahui terdapat ketimpangan persebaran penduduk antar pulau yang nyata. Lebih dari separuh penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 58,51%, dengan luas hanya 7% wilayah Indonesia. Sisanya tersebar di Sumatera sebesar 21,10 %; Sulawesi 7,23%; Kalimantan 5,55%; Kepulauan Nusa Tenggara dan Bali 5,42%; dan Papua dan Maluku 2,18%. Jumlah penduduk dan angka kepadatan penduduk per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.2.

BAB I I

(22)

Melalui proyeksi penduduk berdasarkan hasil SUPAS 2005 kita dapat memperoleh gambaran piramida penduduk sebagai berikut.

GAMBAR 2.1

PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2006

Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 28,26%, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 66,71%, dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 5,03%. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Indonesia pada tahun 2006 sebesar 49,90%. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2005 sebesar 50,81%. Provinsi dengan persentase beban tanggungan tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 71,45%, diikuti oleh Sulawesi Barat sebesar 64,18%, dan Maluku sebesar 63,85%. Sedangkan provinsi dengan Angka Beban Tanggungan terendah yaitu DKI Jakarta sebesar 37,01%, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 44,38% dan DI Yogyakarta sebesar 44,63%. Berdasarkan tipe daerah, angka beban tanggungan di perdesaan lebih besar dibandingkan perkotaan, yaitu 53,61% berbanding 45,35%. Rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur, provinsi, wilayah dan angka beban tanggungan tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 2.3, 2.3.a, dan 2.3.b.

B. K EADAAN EK ON OM I

Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Data BPS menyebutkan bahwa selama tahun 2006, pertumbuhan ekonomi nasional menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7%, pada tahun 2006 angka ini turun menjadi 5,5%.

Mengkaji kondisi perekonomian tentu saja tidak terlepas dari tingkat inflasi. Data BPS menyebutkan bahwa tingkat inflasi pada tahun 2004 berada pada tingkat 6,4 %. Angka ini melonjak drastis menjadi 17,11 % pada tahun 2005. Hingga pada tahun 2006

(23)

tingkat inflasi turun secara signifikan menjadi 6,6%. Tingkat pengangguran juga menjadi salah satu variabel yang dikaji dalam menilai keadaan ekonomi suatu negara. Dengan merujuk pada data BPS, tingkat pengangguran pada tahun 2004 sebesar 9,86%, lalu merangkak naik menjadi 11,24% pada tahun 2005 hingga kemudian berada pada level 10,45% pada tahun 2006.

Kemiskinan merupakan salah satu isu krusial yang sangat terkait dengan dimensi ekonomi. Kemiskinan telah lama menjadi persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah dan berbagai kalangan. Statistik Kesra Tahun 2006 menyajikan persentase rumah tangga yang mendapatkan pelayanan gratis bidang kesehatan dan yang membeli beras murah/raskin selama 6 bulan referensi. Persentase rumah tangga yang mendapatkan pelayanan gratis menunjukkan angka 12,85%. Angka tersebut terdiri dari Askeskin sebesar 54,2%, Kartu Kompensasi BBM sebesar 3,26%, Kartu Sehat sebesar 28,12% dan lainnya sebesar 14,41%. Rumah tangga yang membeli beras murah/raskin selama 6 bulan referensi sebesar 45,01%. Rincian mengenai persentase rumah tangga yang membeli beras murah/raskin selama 6 bulan referensi dan jumlah beras yang dibeli menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 2.6

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penentuan GKM dilakukan berdasarkan pengeluaran penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan, sedangkan GKNM ditentukan berdasarkan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Pada Bulan Maret 2006, jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat menjadi 39,3 juta dari 35,10 juta pada Februari 2005. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pertambahan 4,2 juta penduduk miskin. Jika melihat persentase penduduk miskin, peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2006. Persentase penduduk miskin yang semula 15,97% pada tahun 2005 meningkat menjadi 17,75% pada tahun 2006. Persentase penduduk miskin dari tahun 2002-2006 disajikan pada Gambar 2.2 berikut ini.

GAMBAR 2.2

PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2002 - 2006

(24)

Tingkat kemiskinan juga dapat diketahui dengan melihat indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan . Indeks kedalaman kemiskinan menunjukkan gap

antara penghasilan penduduk miskin dengan garis batas kemiskinan, baik makanan maupun non makanan. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan mencerminkan gap

penghasilan antara sesama penduduk miskin. Dalam kurun waktu 2002-2006, terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada periode Februari 2005-Maret 2006 dibandingkan periode sebelumnya, dari 2,78 menjadi 3,43. Peningkatan yang sama ditunjukkan oleh indeks keparahan kemiskinan, dimana terdapat peningkatan pada periode Februari 2005- Maret 2006 dibandingkan periode sebelumnya, yaitu dari 0,76 menjadi 1,00.

Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangan termasuk kesehatan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terkait dengan daya beli ekonomi. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan kebutuhan terhadap makanan yang sehat sehingga dapat melemahkan daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit-penyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang kerap dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta betapa keterbatasan pemenuhan pangan dapat menyebabkan busung lapar, Kwashiorkor, penyakit kekurangan vitamin seperti Xeropthalmia, Scorbut, dan Beri-beri.

GAMBAR 2.3

INDEKS KEDALAMAN (P1) DAN KEPARAHAN (P2) KEMISKINAN TAHUN 2002 – 2006

Selama periode Februari 2005-Maret 2006 terjadi pergeseran posisi penduduk miskin dan hampir miskin. Dengan memperhatikan pergeseran posisi ini, dapat disimpulkan bahwa penambahan jumlah penduduk miskin selama periode Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena adanya pergeseran penduduk yang tergolong dalam transient poor yaitu mereka yang berpenghasilan tidak jauh dari garis kemiskinan. Sekitar 56,58% penduduk miskin pada bulan Februari 2005 tetap tercatat sebagai miskin pada bulan Maret 2006, tetapi sisanya berpindah posisi menjadi hampir miskin (19,36%), hampir tidak miskin (17,65%) dan tidak miskin (6,42%). Perubahan besar terjadi pada penduduk

(25)
(26)

GAMBAR 2.4

PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL TAHUN 2006

C. K EADAAN PEN DI DI K AN

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai kemampuan membaca-menulis, status pendidikan, dan tingkat kepesertaan sekolah.

Kemampuan membaca dan menulis (baca-tulis) penduduk tercermin dari Angka Melek Huruf, yaitu persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Secara nasional, persentase penduduk yang dapat membaca huruf latin pada tahun 2006 sebesar 70,51%. Sedangkan mereka yang dapat membaca huruf lainnya sebesar 2,06%, huruf latin dan lainnya sebesar 19,82% dan yang buta huruf sebesar 7,61%. Dengan demikian persentase penduduk melek huruf yang terdiri dari penduduk yang mampu membaca huruf latin, lainnya serta latin dan lainnya adalah 92,39%. Persentase melek huruf pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan, yaitu 95,12% berbanding 89,66%. Daerah perkotaan memiliki persentase melek huruf sebesar 95,76%. Angka ini lebih besar dibandingkan daerah perdesaan yang hanya sebesar 89,76%.

Provinsi dengan persentase melek huruf tertinggi adalah Sulawesi Utara sebesar 99,00%, diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 98,34% dan Riau 97,54%. Sedangkan persentase melek huruf terendah adalah Provinsi Papua sebesar 71,58%, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat sebesar 81,66%, dan Bali sebesar 87,15%. Persentase kepandaian membaca menulis pada penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut provinsi, jenis

(27)

kelamin dan tipe daerah tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 2.8, 2.8.a dan Lampiran 2.8.b.

GAMBAR 2.5

PERSENTASE PENDUDUK UMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF TAHUN 2006

Pada tahun 2006, persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah/STTB di Indonesia sebanyak 28,20%. Persentase ini lebih besar di wilayah perdesaan yang sebesar 35,15% dibandingkan perkotaan yang sebesar 19,30%. Sedangkan secara nasional, persentase penduduk yang sudah memiliki ijazah/STTB yang dimiliki yaitu SD/MI sebanyak 31,67%, tamat SLTP/MTs sebanyak 17,56%, tamat SMU/MA/SMK sebanyak 18,12%, dan tamat Diploma I sampai dengan Universitas sebesar 4,44%. Dengan demikian maka persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang memiliki ijazah SMU/SMK atau pendidikan yang lebih tinggi sebesar 22,56%.

Provinsi dengan persentase tertinggi penduduknya berpendidikan SMU/SMK atau lebih tinggi adalah DKI Jakarta (47,56), DI Yogyakarta (36,97%) dan Kepulauan Riau (36,77%). Sedangkan yang terendah di Provinsi Sulawesi Barat (14,17%), Nusa Tenggara Timur (14,20%), dan Kalimantan Barat (16,29%). Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.10.

(28)

TABEL 2.2 dikategorikan menjadi 3 kelompok umur, yaitu 7-12 tahun mewakili umur setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat SLTP, dan 16-18 tahun mewakili umur setingkat SMU. Secara umum, APS kelompok umur 7-12 tahun sebesar 97,39%, kelompok umur 13-15 tahun sebesar 84,08% dan kelompok umur 16-18 tahun sebesar 53,92%. Semakin tinggi kelompok umur, semakin rendah APS, baik bagi laki-laki maupun perempuan. dan tipe daerah. APM SD di daerah perkotaan sebesar 93,07%, lebih kecil dibandingkan angka di perdesaan yang sebesar 93,86%. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada APM SLTP dan SMU. APM SLTP di perkotaan sebesar 73,56%, lebih besar dibandingkan angka di perdesaan sebesar 61,76%. APM SMU di perkotaan juga lebih besar dibandingkan APM SMU di perdesaan, yaitu sebesar 57,17% di perkotaan sedangkan di perdesaan hanya 33,47%. Secara nasional APM SD sebesar 93,54%, APM SLTP sebesar 66,52%, dan APM SMU 43,77%.

(29)
(30)

Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator agar dapat disebut sebagai rumah tangga sehat, yaitu ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni, dan lantai rumah bukan dari tanah. Selain itu juga terdapat indikator lain yang terkait dengan faktor perilaku dan keterjangkauan terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan.

Persentase rumah tangga sehat pada tahun 2006 mencapai 24,96%. Provinsi dengan persentase rumah tangga sehat tertinggi adalah Kalimantan Timur sebesar 41.45% diikuti oleh Sulawesi Utara sebesar 39,22% dan Bali sebesar 37,38%. Sedangkan provinsi dengan persentase rumah tangga sehat terendah adalah Sumatera Selatan sebesar 7,71% diikuti oleh Banten sebesar 13,47% dan Gorontalo sebesar 15%. Persentase rumah tangga sehat berdasarkan provinsi disajikan pada Lampiran 2.17.

2 . Ak se s T e rha da p Air M inum

Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2006 yang diterbitkan oleh BPS mengkategorikan sumber air minum yang digunakan rumah tangga menjadi 2 kelompok besar, yaitu sumber air minum terlindung dan tidak terlindung. Sumber air minum terlindung terdiri dari air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan. Sedangkan sumber air minum tak terlindung terdiri dari sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, dan lainnya.

Data yang terdapat pada Statistik Kesra BPS Tahun 2006 menyebutkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung sebesar 82,29%, sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum tak terlindung sebesar 17,71%.Provinsi dengan persentase terbesar untuk rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung adalah DKI Jakarta, yaitu 99,44%, diikuti oleh Bali sebesar 93,61% dan Jawa Timur sebesar 89,26%. Persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung yang paling rendah berada di Provinsi Papua, yaitu sebesar 50,47%, diikuti oleh Kalimantan Tengah (54,23%) dan Irian Jaya Barat (57,05%).

(31)

GAMBAR 2.6

PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR MINUM TAHUN 2006

3 . J a ra k Sum be r Air M inum de nga n T e m pa t Pe na m punga n Ak hir K ot ora n/T inja

Sumber air minum sering menjadi sumber pencemar pada penyakit water borne

disease. Oleh karena itu sumber air minum harus memenuhi syarat lokalisasi dan

konstruksi. Syarat lokalisasi menginginkan agar sumber air minum terhindar dari pengotoran, sehingga perlu diperhatikan jarak sumber air minum dengan cubluk (kakus) lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah dan sumber-sumber pengotor lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan tanah dan kemiringannya. Pada umumnya jarak sumber air minum dengan beberapa sumber pengotor termasuk tempat penampungan akhir kotoran/tinja tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar letaknya tidak berada di bawah sumber-sumber tersebut.

Statistik Kesra BPS juga menampilkan persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompa/sumur/mata air menurut jarak ke tempat penampungan akhir kotoran/tinja terdekat dan provinsi. Data tersebut menyebutkan bahwa secara nasional sebanyak 46,57% rumah tangga memiliki jarak sumber air minum dari pompa/sumur/mata air terhadap tempat penampungan kotoran akhir/tinja sebesar > 10 meter. Sedangkan sebanyak 28,96 % memiliki jarak < 10 meter dan sisanya sebanyak 24,47% tidak tahu.

Pada rumah tangga yang memiliki jarak > 10 meter pada sumber air minumnya, persentase terbesar adalah DI Yogyakarta sebesar 62,08%, diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 59,81% dan Kalimantan Timur 57,70%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Banten sebesar 32,80% diikuti oleh Sulawesi Tengah sebesar 34,96% dan Nusa Tenggara Barat sebesar 35,02%. Persentase rumah tangga dengan sumber air minum dari pompa/sumur/mata air menurut tipe daerah, jarak ke tempat penampungan akhir kotoran/tinja/ terdekat dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.13.

(32)

GAMBAR 2.7

PERSENTASE RUMAH TANGGA DENGAN JARAK SUMBER AIR MINUM KE TPA TINJA >10 METER TAHUN 2006

3 . Fa silit a s T e m pa t Bua ng Air Be sa r

Keberadaan fasilitas buang air besar telah menjadi kebutuhan penting pada kehidupan masyarakat modern. Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar merupakan isu penting dalam menentukan kualitas hidup penduduk. Statistik Kesra Tahun 2006 membagi rumah tangga berdasarkan kepemilikan fasilitas tempat buang air besar yang terdiri dari; sendiri, bersama, umum, dan tidak ada. Secara nasional, persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 60,38%, rumah tangga yang memiliki bersama 13,90%, umum sebesar 6,05% dan tidak ada sebesar 19,67%.

Persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar di perkotaan dan perdesaan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Persentase di perkotaan sebesar 71,97%, sedangkan di perdesaan sebesar 51,65%. Provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar tertinggi adalah Riau sebesar 80,96% diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar 75,01% dan DKI Jakarta sebesar 74,74%. Sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 28,83% diikuti oleh Nusa Tenggara Barat sebesar 33,68% dan Sulawesi Barat sebesar 38,16%. Persentase rumah tangga menurut fasilitas tempat buang air besar, tipe daerah dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.14.

(33)

GAMBAR 2.8

PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KEPEMILIKAN FASILITAS TEMPAT BUANG AIR BESAR

TAHUN 2006

4 . Lua s La nt a i

Pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun perdesaan berdampak negatif terhadap terhadap perbandingan antara jumlah luas lantai hunian terhadap penghuni dan berkurangnya ruang terbuka pada area pemukiman. Hal ini tentu saja memiliki implikasi terhadap status kesehatan masyarakat penduduk. Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap jumlah koloni kuman. Kuman yang pada umumnya adalah penyebab penyakit menular saluran napas semakin banyak bila penghuni semakin besar.

Ukuran rumah yang relatif kecil dan berdesak-desakan diketahui juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-anak memerlukan lingkungan bebas, tempat bermain luas yang mampu mendukung daya kreatifitasnya. Dengan kata lain, rumah bila terlampau padat di samping merupakan media yang cocok untuk terjadinya penularan penyakit khususnya penyakit saluran napas juga dapat mempengaruhi perkembangan anak.

Statisik Kesra, BPS tahun 2006 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga memiliki luas lantai 50-99 m2, sebesar 41,63%, diikuti oleh rumah tangga dengan luas lantai 20-49 m2, sebesar 39,11% dan rumah tangga dengan luas lantai 100-149 m2 sebesar 8,67%. Persentase rumah tangga menurut luas lantai tempat tinggal (m2), tipe daerah, dan provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 2.11.

E. K EADAAN PERI LAK U M ASY ARAK AT

Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, akan disajikan beberapa indikator yaitu: persentase penduduk yang berobat jalan dan mengobati sendiri selama sebulan yang lalu, menurut tempat tinggal (perkotaan dan perdesaan), persentase penduduk yang berobat jalan selama sebulan yang lalu menurut tempat/cara berobat, dan persentase anak 2-4 tahun yang pernah disusui. Indikator yang disajikan mengacu pada Statistik Kesra Tahun 2006.

(34)

1 . U pa ya Pe nduduk da la m Pe nc a ria n Pe ngoba t a n

Statistik Kesra Tahun 2006 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu ternyata lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan. Sebanyak 71,44% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu memilih untuk mengobati sendiri. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 sebesar 69,88%. Sedangkan yang memilih untuk berobat jalan hanya sebesar 34,13% dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2005 yang sebesar 34,43%.

Dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan sebagian besar berada di Provinsi Bali, yaitu 46,82% yang diikuti oleh Nusa Tenggara Timur, 45,72% dan DKI Jakarta sebesar 39,46%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Maluku sebesar 19,36%, Sulawesi Barat sebesar 21,10%, dan Riau sebesar 21,80%.

Dalam hal keputusan untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu, Provinsi Maluku Utara menempati urutan teratas dengan persentase sebesar 81,73%, diikuti oleh Gorontalo sebesar 81,27% dan Kalimantan Tengah sebesar 78,49%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 51,38%, Nusa Tenggara Timur sebesar 56,64% dan Sulawesi Utara sebesar 61,92%. Rincian per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.20.

2 . T e m pa t Pe nduduk Be roba t J a la n

Persentase penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan yang lalu dan memutuskan untuk berobat jalan, dikelompokkan berdasarkan tempat berobat, yaitu Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, Praktek Dokter, Puskesmas/Pustu (Puskesmas Pembantu), Praktek Nakes (tenaga kesehatan), Praktek Batra (Pengobatan Tradisional) dan Dukun Bersalin. Menurut Statistik Kesra Tahun 2006, tempat yang paling banyak dikunjungi adalah Puskesmas/Pustu yaitu sebesar 40,45%, diikuti oleh praktek Dokter sebesar 23,85%, dan Petugas Kesehatan sebesar 19,10%.

(35)

GAMBAR 2.9

PERSENTASE PENDUDUK YANG BEROBAT JALAN KE PUSKESMAS/PUSTU TAHUN 2006

3 . Ana k 2 -4 T a hun ya ng Pe rna h Disusui

Gambaran anak yang pernah disusui berdasarkan lamanya disusui juga disajikan pada Statistik Kesra 2006. Indikator dalam bentuk persentase ini dikelompokkan menjadi 5 kategori, yaitu < 5 bulan, 6-11 bulan, 12-17 bulan, 18-23 bulan, dan > 24 bulan. Sebagian besar anak umur 2-4 tahun disusui selama > 24 bulan, hal ini terlihat dari persentase sebesar 43,46% yang kemudian diikuti kelompok yang disusui selama 18-23 bulan sebesar 21,68%, dan kelompok yang disusui selama 12-17 bulan sebesar 20,77%.

Provinsi dengan persentase anak yang pernah disusui selama > 24 bulan tertinggi adalah Kalimantan Tengah sebesar 60,56%, diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 59,31% dan Nusa Tenggara Barat sebesar 55,93%. Sedangkan persentase terendah adalah Provinsi Maluku sebesar 14,22% diikuti oleh Sumatera Utara sebesar 24,09% dan Maluku Utara sebesar 32,19%.Secara nasional, persentase bayi yang disusui selama > 24 bulan mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2004, persentase mencapai 41,36%, angka ini naik menjadi 42,80% pada tahun 2005 yang kemudian kembali naik pada tahun 2006 mencapai 43,46%. Rincian per provinsi dan wilayah dapat dilihat pada Lampiran 2.23, 2.23.a, dan Lampiran 2.23.b.

(36)

GAMBAR 2.10

PERSENTASE ANAK USIA 2-4 YANG PERNAH DISUSUI MENURUT LAMANYA DISUSUI

TAHUN 2006

Uraian di atas merupakan penjelasan secara umum tentang Indonesia tahun 2006 secara ringkas. Penjelasan yang diberikan melingkupi berbagai aspek, seperti kependudukan, perekonomian, pendidikan, kesehatan lingkungan, dan beberapa perilaku penduduk yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor kesehatan.

***

(37)

Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia berikut ini disajikan situasi mortalitas dan morbiditas.

A. M ORT ALI T AS

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan di bawah ini.

1 . Angk a K e m a t ia n Ba yi (AK B)

Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. AKB di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, Surkesnas/Susenas, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2005.

Gambaran perkembangan terakhir mengenai estimasi AKB dari beberapa sumber dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.

BAB I I I

(38)

GAMBAR 3.1

ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP TAHUN 1995 S.D TAHUN 2005

Sumber: Indikator Kesejahteraan Anak 2001 (estimasi SUPAS 1995), Estimasi Susenas 2002-2003, dan SDKI 2002-2003

Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025

Dalam beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup besar meskipun pada tahun 2000 dan 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. Pada tahun 1995 AKB diperkirakan sebesar 55 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 52 pada tahun 1997, dan turun lagi menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1999, kemudian naik menjadi menjadi 47 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. AKB menurut hasil Surkesnas/Susenas berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup. AKB menurut hasil SDKI 2002-2003 terjadi penurunan yang cukup besar dari tahun 1997 sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003.

AKB menurut Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 terjadi penurunan yang cukup besar dari tahun 1997 sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Provinsi dengan AKB terendah adalah DKI Jakarta (14 per 1.000 kelahiran hidup), DI Yogyakarta (14 per 1.000 kelahiran hidup), dan Sulawesi Utara (16 per 1.000 kelahiran hidup). Sedangkan AKB tertinggi di Nusa Tenggara Barat (51 per 1.000 kelahiran hidup), Maluku Utara (43 per 1.000 kelahiran hidup), dan Sulawesi Tengah (40 per 1.000 kelahiran hidup).

(39)
(40)

Meskipun secara umum di Indonesia, Angka Kematian Bayi cenderung menunjukan penurunan yang cukup signifikan, namun ISPA masih merupakan penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. Hal ini dapat dilihat melalui hasil survei mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi di bawah ini.

TABEL 3.3

(41)

Meskipun secara umum di Indonesia, Angka Kematian Balita cenderung menunjukan penurunan yang cukup signifikan, ISPA masih merupakan penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. Hal ini dapat dilihat melalui hasil survei mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi di bawah ini.

Kematian ibu maternal di rumah sakit periode 2002-2006 cenderung menurun dari 5,1 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 2,0 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2006. Namun tahun 2004, kematian ibu maternal mengalami kenaikan tajam dari sebelumnya 1,1 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 8,6 per 1.000 kelahiran hidup. Data angka kematian ibu maternal tahun 2002 - 2006 di rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut.

TABEL 3.6

ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2002 – 2006

Tahun Jumlah Kematian Ibu Jumlah Lahir Hidup Kematian Per 1.000 KH

2002 649 127.053 5,1

(42)

TABEL 3.7

Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu 47,3%, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus (31,5%). Sedangkan jika dilihat dari nilai CFR

(Case Fatality Rate), penyebab kematian terbesar adalah eklamsia dan preeklamsia dengan

CFR 2,1%, walaupun persentase kasusnya tidak tinggi yaitu 5,8% dari keseluruhan kasus obstetri.

4 . Angk a K e m a t ia n K a sa r (AK K )

(43)

TABEL 3.9

10 PENYAKIT UTAMA PENYEBAB KEMATIAN MENURUT DTD DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2006

No DTD ICD Sebab Sakit Jumlah Mati %[a]

1 155 I 64 Stroke tidak menyebut perdarahan atau infark

4.377 5,20

2 153 I 60 - I 62 Perdarahan intrakranial 3.677 4,37 3 55 A 09 Diare dan gastroenteritis oleh penyebab

infeksi tertentu (kolitis infeksi) intrakranial 4,37%, dan penyebab kematian No. 3 terbanyak adalah diare dan gastroenteritis 3,23%.

5 . Angk a H a ra pa n H idup Wa k t u La hir (U H H )

Penurunan AKB sangat berpengaruh pada kenaikan Angka Harapan Hidup waktu lahir. Angka kematian bayi sangat peka terhadap perubahan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perbaikan derajat kesehatan tercermin pada penurunan AKB dan kenaikan Angka Harapan Hidup pada waktu lahir. Meningkatnya umur harapan hidup ini secara tidak langsung juga memberi gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat.

(44)

TABEL 3.10

Rincian angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir, net reproduction rate

dan angka fertilitas total menurut provinsi tahun 2005 – 2010 dapat dilihat pada Lampiran 3.1.

B. M ORBI DI T AS

Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Gambaran/pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit adalah data tahun 2006 disajikan pada Tabel 3.11 berikut ini.

TABEL 3.11 5 270.9 Gejala tanda dan penemuan klinik dan laboratorium tidak normal lainnya

YTK di tempat lain

Pada tahun 2006 dari data 10 penyakit utama pasien rawat jalan di rumah sakit, yang terbanyak adalah infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya 9,32%, diikuti penyakit hipertensi esensial (primer) 4,67% dan demam yang sebabnya tidak diketahui 3,98%.

(45)

TABEL 3.12

1 5 A 09 Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis inf.)

Dari data 10 penyakit utama pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006, terbanyak adalah Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (infeksi kolitis) 7,95%, diikuti penyakit Demam Berdarah Dengue 3,64% dan penyakit Demam tifoid dan paratifoid 3,26%.

Kedua tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa penyakit infeksi masih merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan pada pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit, walaupun beberapa penyakit tidak menular seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, dan cedera juga termasuk 10 peringkat penyakit terbanyak di rumah sakit.

Distribusi pasien menurut Bab ICD-X pada pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit Indonesia tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.5 dan 3.6.

Selanjutnya berikut ini akan diuraikan situasi beberapa penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk situasi penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial KLB/wabah, situasi penyakit tidak menular.

1 . Pe nya k it M e nula r

Penyakit menular yang disajikan dalam bagian ini antara lain penyakit Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Kusta, penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial wabah, Rabies, Filariasis, Frambusia, dan Antraks.

a . Pe nya k it M a la ria

(46)

GAMBAR 3.4

SITUASI ANGKA KESAKITAN MALARIA TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Situasi Angka Kematian malaria selama tahun 2001 – 2006 relatif fluktuatif dimana pada tahun 2001 angka kematian malaria sebesar 1,4% kemudian meningkat pada tahun 2003 menjadi 4,9% tetapi menurun kembali hingga pada tahun 2006 menjadi 0,42% dan bila dibandingkan dengan target indikator yang ingin dicapai maka lebih baik yaitu lebih rendah dari target 0,45%, secara rinci dapat dilihat pada grafik berikut.

GAMBAR 3.5

SITUASI ANGKA KEMATIAN MALARIA TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

(47)

GAMBAR 3.6

ANNUAL PARASITE INCIDENCE MALARIA (‰) DAN ANNUAL MALARIA INCIDENCE (‰), TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Peningkatan insidens Malaria terjadi dalam periode 1997 – 2000. Kemudian pada bulan April tahun 2000 mulai dilaksanakan Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria). Pada tahun 2001 – 2006 angka kesakitan Malaria kembali menurun. Pada tahun 2001 angka kesakitan Malaria untuk Pulau Jawa dan Bali sebesar 0,62 per 1.000 penduduk, pada tahun 2002 menjadi 0,47, tahun 2003 menjadi 0,22 per 1.000 penduduk, tahun 2004-2005 menjadi 0,15 per 1.000 penduduk, tahun 2006 menjadi 0,19 per 1.000 penduduk. Sedangkan untuk luar Jawa-Bali, angka kesakitan Malaria (termasuk penderita klinis) pada tahun 2001 sebesar 26,20 per 1.000 penduduk menjadi 22,30 pada tahun 2002, 21,80 per 1.000 penduduk pada tahun 2003, 21,20 per 1.000 penduduk pada tahun 2004, 24,8 per 1.000 penduduk pada tahun 2005 dan 24,0 per 1.000 penduduk pada tahun 2006.

Target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 5 per 1.000 penduduk. Untuk wilayah Jawa dan Bali dapat dikatakan target sudah tercapai. Sedangkan untuk wilayah di luar Jawa dan Bali, diperkirakan masih belum mencapai target. Wilayah Indonesia Timur dengan AMI tertinggi antara lain Irian Jaya Barat (198,02), Papua (164,75) dan Nusa Tenggara Timur (105,66). Untuk Kawasan Barat Indonesia, wilayah dengan AMI tertinggi antara lain Kepulauan Bangka Belitung (43,05), Jambi (20,96), dan Sumatera Utara (20,29).

Jumlah kasus dan API/AMI penyakit Malaria menurut provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.7 dan Lampiran 3.8.

b. Pe nya k it T B Pa ru

(48)

GAMBAR 3.7

ANGKA INSIDENS KASUS BARU BTA+ PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2002 - 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Pada tahun 2006, jumlah perkiraan kasus menular TB Paru sebanyak 304.373 kasus. Cakupan penemuan semua kasus TB Paru sebanyak 277.589 kasus, dengan 175.320 kasus TB Paru BTA Positif dan Angka Penemuan Penderita/Case Detection Rate (CDR) sebesar 75,68%. Hasil cakupan penemuan kasus dan evaluasi hasil pengobatan penyakit TB paru tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.9.

Secara nasional Indonesia telah mencapai global target yaitu sebesar 75,7% (Global target CDR 70%). Jumlah provinsi yang telah mencapai CDR 70% sebanyak 7 provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Utara (91,1%), Sumatera Utara (82,7%), Gorontalo (81,7%), DKI Jakarta (77,9%), Banten (75,6%), Jawa Barat (71,7%) dan Sulawesi Tenggara (70,9%) sedangkan provinsi yang mempunyai CDR terendah adalah Maluku Utara (31,9%).

GAMBAR 3.8

CAKUPAN PENEMUAN KASUS BARU TB BTA POSITIF (CDR) PER PROVINSI TAHUN 2006

(49)

GAMBAR 3.9

PENEMUAN KASUS BARU DAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB INDONESIA TAHUN 2002 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007

TABEL 3.13

PROPORSI KASUS TBC MENURUT TIPE (JENIS) TAHUN 2002-2006

Tahun Tolak Ukur

/Kegiatan

2002 2003 2004 2005 2006

BTA Positif 0,49 0,52 0,60 0,60 0,60

BTA Negatif 0,47 0,43 0,36 0,32 0,32

Relaps/Kambuh 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01

Ekstra Paru 0,02 0,03 0,02 0,06 0,02

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

GAMBAR 3.10

PROPORSI KASUS TB PARU MENURUT TIPE (JENIS) TAHUN 2006

(50)

Pada tahun 2006, jumlah kasus baru BTA positif menurut jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebesar 59,12 %. Provinsi Jawa Barat adalah provinsi paling banyak jumlah kasus BTA positif yaitu sebanyak 30.515 kasus. Laki-laki dengan umur 25-34 tahun paling banyak ditemukan kasus baru BTA Positif yaitu 22.752 kasus, di Provinsi Jawa Barat terbanyak dengan 3.579 kasus. Jumlah kasus baru BTA positif menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan provinsi tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.10 dan Lampiran 3.11.

c . Pe nya k it H I V /AI DS

Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu HIV-Perilaku 2006 (STHTP 2006) atau IBBS (Integrated Bio Behavioral Survey) di Papua, diketahui prevalensi HIV pada penduduk Tanah Papua lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk wilayah lain di Indonesia. Survei juga menunjukkan persebaran kasus HIV tampaknya meluas ke semua wilayah Papua.

Pada tahun 2006, sebagaimana dilaporkan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL), total kasus AIDS di Papua adalah 947 kasus, 221 di antaranya meninggal. Rata-rata kasus (case rate) mencapai 51,42%. Sementara hasil estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan tertular HIV di Papua mencapai 22.220. Hanya sebagian kecil dari estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan seperti pengguna napza suntik, wanita penjaja seks (WPS), pelanggan WPS, dan waria. Sementara sebagian besar (21.110) ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah bagian dari masyarakat umum.

Survei bertujuan mendapatkan gambaran epidemi yang terjadi, baik pada kelompok resiko rawan maupun pada masyarakat umum. Survei Terpadu yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ini dirancang untuk lebih memahami prevalensi HIV serta dinamika penularan guna memerangi infeksi HIV dan AIDS di tanah Papua. Harapannya dalam waktu dekat Pemerintah Pusat maupun Daerah bersama-sama dengan semua sektor dapat merencanakan respons yang sesuai dengan kecenderungan penyebaran.

Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan 31 Desember 2006 sebanyak 8.194 kasus, dengan 1.871 kasus meninggal. Rate kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk secara nasional sebesar 3,61. Rate tertinggi terjadi di Papua sebesar 51,42 (14,24 kali angka nasional), DKI Jakarta sebesar 28.15 (7,8 kali angka nasional), Kepulauan Riau sebesar 16,94 (4,69 kali angka nasional), dan Kalimantan Barat sebesar 13,56 (3,76 kali angka nasional). Kasus yang dilaporkan telah meninggal dunia sebesar 22,83%.

Pada tahun 2006 penularan terbanyak terkait dengan IDU terjadi pada 46,63% kasus AIDS disusul penularan pada pelanggan WPS (Wanita Penjaja Seks) 14,69%, 14,23% terjadi pada masyarakat umum, pada pasangan IDU 6,62% melalui hubungan homoseksual 4,85%, pada WPS 4,62%, dan lain lain 8,36%. Persentase kasus AIDS yang menggunakan NAPZA suntik (IDU) tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (18,53%), Jawa Barat (11,82%) dan Jawa Timur (11,50%).

Sepanjang tahun 2006, jumlah kasus baru AIDS yang ditemukan terbanyak adalah pada triwulan IV sebanyak 1.207 kasus (42,01%).

(51)

GAMBAR 3.11

PROPORSI PENDERITA AIDS SECARA KUMULATIF MENURUT CARA PENULARAN S.D. TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Berikut ini gambaran mengenai perkembangan penderita HIV/AIDS sampai dengan Desember 2006.

GAMBAR 3.12

JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENGIDAP HIV YANG TERDETEKSI DARI

BERBAGAI SARANA KESEHATAN TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

GAMBAR 3.13

JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS YANG TERDETEKSI DARI

BERBAGAI SARANA KESEHATAN TAHUN 2001 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

(52)

(0,45%), kelompok umur 5-14 tahun sebanyak 22 penderita (0,27%) dan tidak diketahui kelompok umurnya sebanyak 269 penderita (3,28%), sebagaimana disajikan pada Gambar 3.14 berikut ini.

GAMBAR 3.14

PROPORSI PENDERITA AIDS SECARA KUMULATIF MENURUT KELOMPOK UMUR S.D. TAHUN 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI, 2007

Gambar di atas menunjukkan bahwa secara kumulatif sebagian besar penderita AIDS di Indonesia merupakan kelompok umur 20-49 tahun (89,83%). Seperti diketahui bahwa penularan HIV/AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik bersama pada IDU. Kelompok umur 20-49 tahun merupakan kelompok umur yang aktif dalam aktivitas seksual. IDU juga didominasi oleh kelompok umur produktif. Dapat diperkirakan hal ini saling terkait. Bila perkembangan kondisi ini terus terjadi, maka dalam jangka panjang di samping akan menjadi beban anggaran keluarga dan pemerintah juga akan menjadi ancaman bagi produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut provinsi sampai dengan 31 Desember 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3.12.

Dari Gambar 3.15 berupa peta wilayah Indonesia berikut ini, dapat dilihat Case Rate

AIDS menurut provinsi tahun 2006.

GAMBAR 3.15

CASE RATE KUMULATIF KASUS AIDS PER 100.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2006

(53)

Bila dilihat dari persebaran di Indonesia, persebaran HIV/AIDS menyebar dengan tidak merata di seluruh Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada peta di bawah ini.

GAMBAR 3.16

DISTRIBUSI PENDERITA HIV / AIDS (ODHA) DI INDONESIA TAHUN 2006

d. I nfe k si Sa lura n Pe rna fa sa n Ak ut (I SPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering berada dalam daftar Pola 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan pada tahun 2006, penyakit Sistem Napas menempati peringkat pertama dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia, yaitu dengan persentase 9,32%. Sedangkan untuk persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit pada tahun yang sama, penyakit sistem napas (Pneumonia) menempati urutan ke-8 dengan persentase 1,69%. (Lampiran 3.3 dan 3.4)

Penyakit sistem pernapasan seperti Pneumonia juga sering menyerang balita. Berdasarkan data prevalensi kesakitan pneumonia menurut SDKI 1991 – 2003 dan Survei Morbiditas ISPA 2004 dilaporkan data persentase anak yang menderita batuk dengan nafas cepat dalam dua minggu sebelum survei.

GAMBAR 3.17

MORBIDITAS PNEUMONIA BALITA1 TAHUN 1991 – 2004

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Ket: Estimasi angka insiden pnemonia balita yang digunakan adalah 10-21% (WHO) <500

(54)

Secara nasional, angka cakupan penemuan penderita balita hingga saat ini masih belum mencapai target, seperti tampak pada grafik di bawah ini.

GAMBAR 3.18

CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Pada tahun 2006 didapatkan 642.700 kasus Pneumonia pada balita, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil penemuan penderita Pneumonia balita dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut ini.

TABEL 3.14

HASIL PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA TAHUN 2000 – 2006

Tahun Penderita

2002 549.035

2003 502.275

2004 625.611

2005 600.720

2006 642.700

Sumber: Ditjen PP-PL, Depkes RI

Jumlah kematian balita yang disebabkan Pneumonia pada tahun 2006 sebesar 145 balita yang terdiri dari 114 balita berumur di bawah 1 tahun dan 31 balita berumur 1-4 tahun.

e . Pe nya k it K ust a

Gambar

GAMBAR 2.6 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT
GAMBAR 2.8 PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT
GAMBAR 2.10
TABEL 3.4 ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika tahun 2005 terdapat 10 provinsi yang terinfeksi dengan 349 kasus pada tahun 2006 hanya 2 provinsi yang terinfeksi AFP Polio dengan klasifikasi virus polio liar yaitu Jawa Timur

Tabel 4.36 Persentase Rumah Tangga yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Gratis selama 6 Bulan Referensi Menurut Jenis Kartu yang Digunakan dan Provinsi Tahun 2010 (di

Bila dilihat dari peringkat di negara ASEAN pada tahun yang sama, Singapura merupakan negara dengan peringkat IPM tertinggi yaitu pada peringkat ke-24 dari 182 negara di dunia,

Dilihat berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 10-17 tahun, persentase anak laki-laki yang bekerja sebesar 11,04 persen, lebih besar dibandingkan dengan persentase anak perempuan

Tabel 3A Penduduk 10 Tahun Keatas menurut IjazahTertinggi Yang Dimiliki,Provinsi Lampung Tahun 2017 Laki-Laki Kabupaten/Kota Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung

Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun Ke Atas di Daerah Perkotaan dan Perdesaan yang Mengakes internet dalam 3 Bulan Terakhir menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Alat yang

Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo 11 Gorontalo pada lampiran profil ini belum menggambarkan jumlah dan persentase di tingkat Provinsi dikarenakan beberapa

96 Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Termasuk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu di