• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (Bump) Pondok Pesantren Al-Ikhlas Dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (Bump) Pondok Pesantren Al-Ikhlas Dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGUATAN BADAN USAHA MILIK PONDOK (BUMP)

PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS DALAM PENINGKATAN

USAHA EKONOMI PRODUKTIF

MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO. Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan IVANOVICH AGUSTA.

Pondok Pesantren Al-Ikhlas selain memiliki program pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (UNDOVA), juga memiliki program non formal yang bergerak dalam bidang Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Kegitan Usaha Ekonomi Produktif dikelola oleh Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas. BUMP adalah Badan Usaha yang dibentuk untuk menjadikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas sebagai pondok yang mandiri ekonomi dan tidak menggantungkan pada bantuan dari pemerintah atau lembaga lainnya. Perlu adanya langkah-langkah untuk penguatan BUMP tersebut, agar beberapa program non formal dengan berbagai unit-unit usaha produktif dapat berjalan berkelanjutan yang tujuan utamanya memberdayakan masyarakat.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah merumuskan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuan-tujuan spesifik penelitian ini, yaitu: Menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BUMP dalam peningkatan usaha ekonomi produktif; Menganalisis keterlibatan komunitas pesantren dalam pelaksanaan BUMP; dan Merumuskan strategi penguatan BUMP dalam peningkatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatif partisipatif dengan data kualitatif dan data kuantitatif. Metode tersebut digunakan untuk merumuskan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan UEP. Metode analisis kualitatif yang digunakan oleh peneliti adalah analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) dari faktor-faktor internal BUMP, serta peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dari faktor-faktor eksternal BUMP di dalam pengembangan kapasitasnya dengan menggunakan matriks SWOT.

UEP yang dikelola BUMP banyak yang tidak berjalan dengan baik, ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya: Kelembagaan BUMP yang masih belum memiliki legalitas operasional sehingga sangat sulit untuk mencari bantuan dana dari pihak lain; Manajemen yang masih kurang baik, ini terlihat karena belum adanya Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dari setiap UEP dan tidak adanya struktur yang jelas dari setiap UEP; Sumberdaya Manusia (SDM) yang masih kurang profesional dalam menangani semua UEP yang ada. Program aksi penguatan BUMP meliputi tiga aspek, antara lain: Penguatan Kelembagaan BUMP; Perbaikan Manajemen BUMP; Peningkatan kapasitas SDM pengelola UEP BUMP.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO. Strengthening Strategy of Al-Ikhlas Islamic Boarding School-Owned Enterprises (BUMP) in Increasing Productive Economic Business. Supervised by PUDJI MULJONO and IVANOVICH AGUSTA.

Al-Ikhlas Islamic Boarding School in addition to have a formal education program that consist of kindergarten to university (UNDOVA), also has a non-formal program which is engaged in the Productive Economic Business (UEP). Productive Economic Business activity managed by Al-Ikhlas Islamic Boarding School (BUMP). BUMP is a business enterprises formed to make the Al-Ikhlas Boarding School as a self-contained cottage economy and does not rely on help from the government or other institutions. So the need for measures to strengthen the BUMP, that some non-formal programs with various units can be sustainable productive enterprises whose main purpose empower communities.

The main aim of this study is to formulate a strategy of strengthening BUMP in improving the Productive Economic Business (UEP). The main aim can be addressed through specific aims of this study, namely: it can be answered through the specific objectives of this study are: to analyze the factors that support and hinder BUMP in the improvement of productive economic activities; Analyzing the pesantren community involvement in the implementation of BUMP; and formulate strategies to strengthen BUMP in the improvement of Productive Economic Business (UEP). The method used in this study is a participatory qualitative methods with quantitative and qualitative data. The method used to formulate strategies to strengthen BUMP in improving the UEP. Qualitative analysis methods used by the researchers is the SWOT analysis. SWOT analysis is used to analyze the strength (Strength) and weakness (Weakness) from BUMP internal factors, as well as opportunities (Opportunities) and threats (Threats) of the external factors BUMP in the development of capacity using SWOT matrix. Many UEP that managed by BUMP have not been going well, this is due to several factors, including: Institutional BUMP who still do not have a legal operating, so it is difficult to seek financial support from other parties; Management is still not good, it looks because there are no Standar Operational Implementation (SOP) of each UEP and no a clear structure of each UEP; Human Resources (SDM) are still lacking in handling all existing UEP. BUMP strengthening action program includes three aspects, among others: BUMP Institutional Strengthening; BUMP Management Improvements; Capacity building manager of UEP BUMP

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

STRATEGI PENGUATAN BADAN USAHA MILIK PONDOK (BUMP)

PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS DALAM PENINGKATAN

USAHA EKONOMI PRODUKTIF

MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Kajian : Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif Nama : Muhammad Mufti Imam Suyanto

NIM : I354120165

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudji Muljono, MSi Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi

Ketua Anggota Anggota

Diketahui oleh

Koordinator Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Pengembangan Masyarakat

Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan serta motivasi , serta Bapak Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS dan Bapak Ir Fredian Tonny, MS selaku pengelola program yang telah banyak memberi arahan dan motivasi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr KH. Zulkifli Muhadli, SH, MM, KH. Amir Ma’ruf Husein, SPdI, MM, selaku pimpinan dan wakil pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhlas, para tenaga pengajar Pondok Pesantren Al-Al-Ikhlas, staf PS MPM SPs IPB, serta semua pihak yang telah membantu selama penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan masalah 4

Tujuan Kajian 5

Manfaat Kajian 5

Ruang Lingkup Kajian 5

PENDEKATAN TEORITIS 7

Tinjauan Pustaka 7

Pengertian Strategi 7

Peranan Strategi 10

Klasifikasi Strategi 10

Tipe-tipe Strategi 11

Konsep dan Pengertian Proses Pemberdayaan Masyarakat 13 Dimensi dan Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat 17

Bias-bias Pemberdayaan Masyarakat 19

Instrumen Proses Pemberdayaan Masyarakat 20

Konsep Kelembagaan Sosial 23

Usaha Ekonomi Produktif (UEP) 23

Legalitas Usaha 25

Bentuk – bentuk Badan Usaha 27

Analisis Lingkungan Eksternal 29

Analisis Lingkungan Internal 30

Kerangka Pemikiran 32

METODE KAJIAN 35

Lokasi dan Waktu Kajian 35

Pendekatan Kualitatif 35

Pengumpulan Data 35

Metode Pengolahan dan Analisis Data 36

Perancangan Penyusunan Program 38

Metode Perancangan 38

Partisipan Perancangan 38

Proses Perancangan 38

PROFIL KOMUNITAS KELURAHAN MENALA KABUPATEN

SUMBAWA BARAT 41

Letak Geografis 41

Kependudukan 42

Jumlah dan Komposisi Penduduk 42

Kepadatan Geografis dan Agraris 43

Pertumbuhan Penduduk 44

Struktur Sosial 44

Stratifikasi Sosial 44

Kelembagaan Sosial 44

Jejaring Sosial 45

(14)

Kelompok Usaha Produktif 45 Aksesibilitas terhadap Kebijakan dan Sumberdaya 46

Jaringan Bisnis 46

Tokoh Bisnis 47

Pola-pola Kebudayaan 47

Sistem Norma dan Nilai 47

Orientasi Nilai Budaya 47

Pola Bersikap, Bertindak, dan Sarana 48

Pola-pola Adaptasi Ekologi 49

Mata Pencaharian Utama 49

Strategi Penghidupan 49

Masalah-masalah Sosial 50

Deskripsi Masalah Sosial 50

Dampak Masalah Sosial 51

Faktor Penyebab 51

Solusi yang Pernah Dilakukan 52

EVALUASI PROGRAM BADAN USAHA MILIK PONDOK (BUMP) PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS DALAM PENINGKATAN

USAHA EKONOMI PRODUKTIF 55

Deskripsi Program BUMP 55

Evaluasi Program BUMP 59

ANALISIS FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KINERJA

BUMP 63

Faktor Pendukung dan Penghambat UEP BUMP 63

Manajemen 63

Produksi dan Operasi 64

Pemasaran 64

Keuangan 64

Sistem Informasi Manajemen 64

Ekonomi 65

Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan 65

Politik, Pemerintahan, dan Hukum 65

Teknologi 65

Kompetitif 65

Komunitas yang Terlibat dalam UEP BUMP 69

Analisis SWOT BUMP 70

Strategi Penguatan BUMP 77

PROGRAM AKSI PENGUATAN BUMP 79

Pemberdayaan 79

Pembinaan 80

Pengembangan 81

PENUTUP 85

Simpulan 85

Saran 85

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Bidang-bidang kegiatan BUMP 24

Tabel 2 Matriks analisis SWOT 38

Tabel 3 Luas wilayah desa di Kecamatan Taliwang tahun 2011 41 Tabel 4 Jarak desa dengan ibukota kecamatan dan ibukota Kabupaten

tahun 2011 42

Tabel 5 Tinggi ibukota desa dari permukaan air laut dirinci per desa di

Kecamatan Taliwang pada akhir tahun 2011 43

Tabel 6 Evaluasi dari masing-masing UEP BUMP Pondok Pesantren

Al-Ikhlas 59

Tabel 7 Identifikasi faktor internal yang mempengaruhi BUMP Pondok

Pesantren Al-Ikhlas 66

Tabel 8 Identifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi BUMP Pondok

Pesantren Al-Ikhlas 67

Tabel 9 Daftar faktor pendukung, faktor penghambat, komunitas yang terlibat, dan strategi penguatan UEP BUMP 71

Tabel 10 Matriks Analisis SWOT BUMP 72

Tabel 11 Jumlah santri putra dan putri Pondok Pesantren Al-Ikhlas 73

Tabel 12 Program Penguatan BUMP 84

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Elemen-elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategi 12 Gambar 2 Kerangka pemikiran kajian strategi penguatan BUMP Pondok

Pesantren Al-Ikhlas dalam meningkatkan usaha ekonomi

produktif 34

Gambar 3 Persepektif penguatan BUMP, komunitas pesantren dan

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ide Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) berangkat dari kenyataan bahwa rentang kendali antara pusat kabupaten dengan masyarakat Sumbawa Barat teramat jauh, sehingga mengakibatkan lambannya pelayanan pemerintah kepada masyarakat, lambannya pemerataan pembangunan, lambannya upaya peningkatan SDM, dan lain sebagainya. Jumlah penduduk Sumbawa Barat terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tahun 2010 tercatat 114.951 jiwa terdiri dari 58.274 laki-laki dan 56.677 perempuan. Sumbawa Barat tiap tahunnya bertambah padat, hal ini terlihat dari terus meningkatnya kepadatan penduduk dari 53,57 jiwa/km2 tahun 2008 menjadi 62 jiwa/km2 di tahun 2010. Pada periode 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk Sumbawa Barat mencapai 3,2 persen per tahun, termasuk tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di NTB. Salah satu penyebab tingginya laju pertumbuhan penduduk Sumbawa Barat karena migrasi masuk yang relatif besar terutama untuk alasan ekonomi. Beroperasinya perusahaan tambang tidak hanya menarik tenaga kerja di sektor pertambangan saja, lapangan pekerjaan di sektor pendukung seperti penyediaan makanan dan minuman juga menarik minat pencari kerja dari luar Sumbawa Barat, bahkan dari luar NTB.

Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang lahir berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, mempunyai keunggulan komparatif (comparative adventage) dan keunggulan kompetitif (competitive adventage) yang cukup besar. Keunggulan-keunggulan tersebut antara lain wilayahnya cukup luas (1.849,02 km2) dengan potensi sumberdaya alam yang prospektif dikembangkan berbagai jenis komoditas, letaknya yang sangat strategis pada jalur transnasional (Bali-NTB-NNT) sebagai pintu masuk Pulau Sumbawa menuju ke Wilayah Timur Indonesia, serta penduduknya tahun 2010 sebanyak 114.754 jiwa dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2009 senilai 67,31 point (menempati nomor urut ke-3 di Provinsi NTB setelah Kota Mataram dan Kota Bima).

(18)

Al-Ikhlas Taliwang yang terletak +30 km dari lokasi penambangan, karena bagaimanapun, masyarakat tetap saja memandang Pondok Pesantren Al-Ikhlas Taliwang sebagai benteng moral dan keagamaan masyarakat.

Berbagai usaha telah dilakukan oleh Pemerintah KSB untuk merealisasikan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetif wilayah dalam kurun waktu Tahun 2006 – 2010 (Tahap I Pembangunan Jangka Panjang KSB), sehingga pembangunan telah memberikan manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, walau disadari pula masih terdapat kekurangan dan permasalahan. Usaha pembangunan tersebut perlu terus dilanjutkan dan disempurnakan melalui berbagai kebijakan dan program yang dapat memperluas kesempatan kerja (pro job), memperbesar pertumbuhan ekonomi (pro growth) dan menanggulangi kemiskinan (pro poor) pada bebagai bidang kehidupan masyarakat di Bumi Pariri Lema Bariri.

Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembangunan, pendidikan merupakan mata rantai utama yang terkait dengan solusi dari berbagai masalah kesejahteraan karena merupakan investasi panjang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai motor penggerak utama pembangunan menuju kesejahteraan. Kualitas sumber daya manusia yang unggul akan membawa implikasi langsung terhadap peningkatan daya saing sehingga mampu melakukan terobosan pemikiran yang optimal dalam usahanya untuk meningkatkan kesejahteraan, memutus rantai kemiskinan dan utamanya kebodohan. Secara umum pada periode 2005-2010 APS (Angka Partisipasi Sekolah) Sumbawa Barat mengalami kenaikan. Trend yang bisa dilihat dari APS pada periode tersebut adalah semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah APS, hal itu menunjukkan kesadaran masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi masih rendah. Tahun 2010 hampir seluruh penduduk usia 10 tahun keatas Sumbawa Barat yang telah mampu membaca dan menulis huruf latin yakni sebanyak 91,47 persen.

(19)

pendidikan, mayoritas (78,21 persen) pekerja di sektor pertanian mempunyai pendidikan SD ke bawah.

Dilihat dari tempat tinggalnya, para pekerja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan mayoritas bekerja di sektor jasa dan perdagangan (masing-masing 32 persen dan 21 persen). Sementara mereka yang tinggal di daerah perdesaan sebagian besar (41 persen) bekerja di sektor pertanian. Bagi sebagian masyarakat pasar kerja di luar negeri menjadi alternatif karena menjanjikan penghasilan besar. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumbawa Barat yang bekerja sebagai TKI sebanyak 1.043 orang. Dilihat dari tingkat pendidikannya, penduduk yang mencari nafkah di luar negeri ini hanya menamatkan sekolah sampai jenjang SMP kebawah saja, yakni mencapai 93,48 persen.

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Kata “tradisional” dalam batasan ini tidaklah merujuk dalam arti tetap tanpa

mengalami penyesuaian, tetapi menunjuk bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar masyarakat Islam Indonesia, yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup masyarakat. (Mastuhu 1994). Mengingat umurnya sudah tua dan luas penyebaran pesantren cukup merata, dapat dipahami jika pengaruh lembaga itu pada masyarakat sekitar sangat besar. Sepanjang kelahirannya, pesantren telah memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai lembaga pendidikan, lembaga penyiaran agama dan juga gerakan sosial keagamaan kepada masyarakat.

Setelah sebelas tahun (1971-1982) menjadi santri Pondok Modern Gontor Ponorogo, Pemuda bernama Zulkifli Muhadli mendirikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas setelah dua tahun melakukan persiapan untuk membangun basis masyarakat dan basis ekonomi, tepatnya tanggal 1 Februari 1984 dengan jumlah pertamanya 9 orang santri yang sebelumnya adalah murid mengajinya. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat Sumbawa tentang pondok pesantren masih sangat minim. Hal itu masih terus terjadi hingga saat ini. Pada awal dekade 1980-an telah ada sebuah Pondok Pesantren, tetapi oleh masyarakat dianggap sebagai sebuah Madrasah Diniyah saja, sehingga ketika Pondok Pesantren Al-Ikhlas Taliwang berdiri, masyarakat memberikan sambutan yang hangat. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlas Taliwang terasa begitu pesat, kemudian bermunculanlah beberapa Pondok Pesantren di tempat-tempat lain di pulau Sumbawa. Dengan demikian, meskipun bukan yang pertama, Pondok Pesantren Al-Ikhlas Taliwang dianggap sebagai pondok pesantren pelopor di Sumbawa, dan dianggap sebagai yang paling berkembang.

(20)

di Pondok-Pondok Pesantren di Sumbawa, karena masyarakat Sumbawa masih lebih memprioritaskan pendidikan putra-putrinya ke sekolah-sekolah umum, meskipun mereka memberikan apresiasi dan mengakui prestasi pendidikan yang telah ditunjukkan oleh alumni Pondok Pesantren. Pondok Pesantren Al-Ikhlas selain memiliki program pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (UNDOVA), juga memiliki program non formal yang bergerak dalam bidang Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Kegitan Usaha Ekonomi Produktif dikelola oleh Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas. BUMP adalah Badan Usaha yang dibentuk untuk menjadikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas sebagai pondok yang mandiri ekonomi dan tidak menggantungkan pada bantuan dari pemerintah atau lembaga lainnya. Sehingga perlu adanya langkah-langkah untuk penguatan BUMP tersebut, agar beberapa program non formal dengan berbagai unit-unit usaha produktif dapat berjalan berkelanjutan yang tujuan utamanya memberdayakan masyarakat.

Sekarang muncul pertanyaan bagaimana strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif?

Perumusan masalah

Kelompok-kelompok merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih luas yakni komunitas, termasuk di dalamnya adalah pondok pesantren. Kehidupan kelompok setidak-tidaknya merupakan suatu pencerminan kehidupan komunitas yang lebih luas, kelompok-kelompok tersebut disadari mempunyai pengaruh terhadap pola kehidupan sehari-hari individu.

Untuk dapat mengetahui dan menganalisis pertanyaan utama yang telah dibahas di atas maka dapat ditarik beberapa pertanyaan sepesifik dalam penelitian ini. Pertama, faktor apa saja yang mendukung dan menghambat BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif? Dalam suatu kegiatan pengembangan masyarakat, pemahaman akan penyebab perilaku dan cara-cara mengubah atau mempengaruhi perilaku individu dalam kaitannya dengan individu lain akan bermanfaat dalam menyusun rencana kerja dan juga dalam pelaksanaannya nanti. Perilaku manusia, khususnya dalam kaitannya dengan lingkungan sosialnya adalah pusat perhatian dari psikologi sosial masyarakat.

Menurut Baron dan Byrne (2004) dalam psikologi sosial penyebab perilaku sosial dan pemikiran sosial dijelaskan oleh beberapa aspek yaitu: perilaku dan karakter orang lain, proses-proses kognitif, variabel-variabel lingkungan, konteks budaya dan faktor biologis dan genetik. Berbagai penyebab inilah yang menjadikan psikologi sosial dapat dibedakan kedalam beberapa perspektif yang berbeda diantaranya adalah behavioral, cognitive, struktural dan interactionist.

Setelah mengkaji peran BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas, maka pertanyaan spesifik kedua adalah bagaimana keterlibatan komunitas pesantren dalam pelaksanaan BUMP?

(21)

Tujuan Kajian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan diadakan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan utama dan tujuan spesifik. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan utama dari penelitian ini. Tujuan utama dari penelitian ini adalah merumuskan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif. Adapun tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuan-tujuan spesifik penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat kinerja BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif;

2. Menganalisis keterlibatan komunitas pesantren dan masyarakat desa sekitar dalam pelaksanaan BUMP; dan

3. Merumuskan strategi penguatan BUMP dalam peningkatan usaha ekonomi produktif.

Manfaat Kajian

Secara umum hasil penelitian ilmiah ini dapat memberikan kontribusi bagi para pihak terhadap pengembangan pengetahuan tentang strategi penguatan BUMP dalam peningkatan usaha ekonomi produktif. Dengan demikian, diharapkan pemerintah ikut memperhatikan kemajuan pesantren di KSB.

Ruang Lingkup Kajian

(22)
(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Dalam bagian ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran. Tinjauan pustaka menjelaskan beberapa hal yaitu pengertian strategi, peranan strategi, klasifikasi strategi, tipe-tipe strategi, manajemen strategi, visi, misi, dan tujuan, konsep strategi, konsep dan pengertian pemberdayaan masyarakat, dimensi dan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat, bias-bias pemberdayaan masyarakat, instrumen proses pemberdayaan masyarakat, pesantren, konsep kelembagaan sosial, usaha ekonomi produktif, legalitas usaha, bentuk-bentuk badan usaha, analisis lingkungan eksternal, analisis lingkungan internal.

Tinjauan Pustaka

Pengertian Strategi

Pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Istilah strategi dari bahasa yunani “strategos” atau dengan kata jamak strategi yang berarti jenderal atau perwira (state officer) dengan fungsi dan tugas yang luas. Istilah tersebut digunakan untuk mewakili 10 (sepuluh) suku di yunani yang dikenal dengan sebutan Board of Tai Strategy. Dan dalam artinya sempit Matlaff (1967) menyebut strategi sebagai The Art of General (seni jenderal). Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Marrus (2002) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selanjutnya Quinn (1999) mengartikan strategi adalah suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh. Strategi diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan pengalokasian sumberdayayang dimiliki badan usaha menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan kelemahan badan usaha, antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh.

(24)

mengubah kekuatan badan usaha relatif terhadap saingan dengan seefisien mungkin. Setiap badan usaha atau organisasi, khususnya jasa, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggannya. Oleh karena itu, setiap strategi badan usaha atau organisasi harus diarahkan bagi para pelanggan. Hal ini seperti yang dijelaskan Hamel dan Prahalad (1995) “bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan”. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Misalnya strategi itu mungkin mengarahkan organisasi itu ke arah pengurangan biaya, perbaikan kualitas, dan memperluas pasar. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Badan usaha perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

Goldworthy dan Ashley (1996) mengusulkan tujuh aturan dasar dalam merumuskan suatu strategi sebagai berikut:

1. Ia harus menjelaskan dan menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang.

2. Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya.

3. Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata-mata pada pertimbangan keuangan.

4. Ia harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. 5. Strategi harus mempunyai orientasi eksternal.

6. Fleksibilitas adalah sangat esensial.

7. Strategi harus berpusat pada hasil jangka panjang.

Suatu strategi hendaknya mampu memberi informasi kepada pembacanya yang sekaligus berarti mudah diperbaharui oleh setiap anggota manajemen puncak dan setiap karyawan organisasi. Maka oleh Donelly (1996) dikemukakan enam informasi yang tidak boleh dilupakan dalam suatu strategi, yaitu:

1. Apa, apa yang akan dilaksanakan

2. Mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang akan dipakai dalam menentukan apa diatas

3. Siapa yang akan bertanggungjawab untuk atau mengoperasionalkan strategi 4. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mensukseskan strategi 5. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasional strategi tersebut 6. Hasil apa yang akan diperoleh dari strategi tersebut

Untuk menjamin agar supaya strategi dapat berhasil baik dengan meyakinkan bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi memang dapat dilaksanakan, Hatten (1996) memberikan beberapa petunjuknya sebagai berikut:

1. Strategi harus konsiten dengan lingkungan, strategi dibuat mengikuti arus perkembangan masyarakat, dalam lingkungan yang memberi peluang untuk bergerak maju.

(25)

Jangan bertentangan atau bertolak belakan, semua strategi senantiasa diserasikan satu dengan yang lain.

3. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua sumberdaya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain. Persaingan tidak sehat antara berbagai unit kerja dalam suatu organisasi seringkali mengklaim sumberdayanya, membiarkannya terpisah dari unit kerja lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang tidak menyatu itu justru merugikan posisi organisasi.

4. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya. Selain itu hendaknya juga memanfaatkan kelemahan pesaing dan membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetitif yang lebih kuat.

5. Sumber daya adalah sesuatu yang kritis. Mengingat strategi adalah sesuatu yang mungkin, hendaknya dibuat sesuatu yang memang layak dapat dilaksanakan.

6. Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar. Memang setiap strategi mengandung resiko, tetapi haruslah berhati-hati, sehingga tidak menjerumuskan organisasike lubang yang lebih besar. Oleh karena itu strategi hendaknya selalu dapat dikontrol.

7. Strategi hendaknya disusn diatas landasan keberhasilan yang telah dicapai. 8. Tanda-tanda suksesnya dari suksesnya strategi ditampakkan dengan

adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit dalam organisasi.

(26)

Peranan Strategi

Dalam lingkungan organisasi atau badan usaha, strategi memiliki peranan yang sangat penting bagi pencapaian tujuan, karena strategi memberikan arah tindakan, dan cara bagaimana tindakan tersebut harus dilakukan agar tujuan yang diinginkan tercapai. Menurut Grant (1999) strategi memiliki 3 peranan penting dalam mengisi tujuan manajemen, yaitu:

1. Strategi sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan

Strategi sebagai suatu elemen untuk mencapai sukses. Strategi merupakan suatu bentuk atau tema yang memberikan kesatuan hubungan antara keputusan-keputusan yang diambil oleh individu atau organisasi.

2. Strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi

Salah satu peranan penting strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi adalah untuk memberikan kesamaan arah bagi badan usaha. 3. Strategi sebagai target

Konsep strategi akan digabungkan dengan misi dan visi untuk menentukan di mana badan usaha berada dalam masa yang akan datang. Penetapan tujuan tidak hanya dilakukan untuk memberikan arah bagi penyusunan strategi, tetapi juga untuk membentuk aspirasi bagi badan usaha. Dengan demikian, strategi juga dapat berperan sebagai target badan usaha.

Klasifikasi Strategi

Seperti yang dipaparkan oleh Husein (2002) bahwa strategi badan usaha dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis badan usaha dan tingkatan tugas. Dilihat dari jenis badan usaha, ada strategi badan usaha konglomerasi yang memiliki beberapa Strategic Bussiness Unit (SBU), dan strategi badan usaha kecil dan hanya memiliki satu SBU. Sedangkan dilihat dari tingkatan tugas, strategi dapat diklasifikasikan menjadi : strategi generik (generic strategy), strategi utama/induk (grand strategy), dan strategi fungsional.

1. Strategi generik

Menurut Porter (2002) strategi generik adalah suatu pendekatan strategi badan usaha dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri sejenis. Dalam praktek, setelah badan usaha mengetahui strategi generiknya, untuk implementasinya akan ditindaklanjuti dengan langkah penemuan strategi yang lebih operasional. Kemudian Wheelen dan Hunger (2002) membagi strategi generik ini menjadi 3 macam yaitu:

a. Strategi stabilitas (stability). Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada tidak bertambahnya produk, pasar, dan fungsi-fungsi badan usaha lain, karena badan usaha berusaha untuk meningkatkan efisiensi di segala bidang dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan. Strategi ini resikonya relatif rendah dan biasanya dilakukan untuk produk yang tengah berada pada posisi kedewasaan (mature).

(27)

c. Strategi Penciutan (Retrenchment). Pada prinsipnya, strategi ini dimaksudkan untuk melakukan pengurangan atas produk yang dihasilkan atau pengurangan atas pasar maupun fungsi-fungsi dalam badan usaha, khususnya yang cashflow negative. Strategi ini biasanya diterapkan pada bisnis yang berada pada tahap menurun (decline).

Strategi Utama

2. Strategi utama merupakan strategi yang lebih operasional dan merupakan tindak lanjut dari strategi generik.

3. Strategi Fungsional

Strategi fungsional merupakan turunan strategi utama dan lebih bersifat spesifik serta terperinci tentang pengelolaan bidang- bidang fungsional tertentu, sperti bidang pemasaran, bidang keuangan, bidang SDM, bidang pelayanan, dan lain sebagainya.

Tipe-tipe Strategi

Ada beberapa tipe strategi menurut Koteen antara lain : 1. Corporate Strategy (strategi organisasi)

Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, nilai, tujuan, nilai-nilai inisiatif-inisiatif strategi yang baru pembahasan-pembahasan ini diperlukan, yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa

2. Program Stategy (strategi program)

Startegi ini memberikan perhatian pada implikasi-implikasi strategi dari suatu program tertentu, apa dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.

3. Resource Support Strategy (strategi pendukung sumber daya)

Strategi ini memusatkan perhatian pada maksimalisasi pemanfaatan sumberdayaessensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumberdayaitu dapat berupa tenaga, keuangan dan teknologi.

4. Institutional Strategy (strategi institusi)

Fokus dari strategi institusional ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif strategis (Salusu J 1996).

Sedangkan menurut pendapat Rangkuti (2004), strategi dapat dikelompokkan berdasarkan 3 (tiga) tipe strategi, yaitu:

1. Strategi Manajemen

Strategi manajemen meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro misalnya, strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi pengembangan produk, strategi akuisi, strategi pengembangan pasar, strategi mengenai keuangan dan sebagainya. 2. Strategi Investasi

(28)

3. Strategi Bisnis

Strategi bisnis ini juga disebut strategi bisnis secara fungsional karena bisnis ini berorientasi kepada fungsi-fungsi kegiatan manajemen, misalnya strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategi-strategi yang berhubungan dengan keuangan.

Manajemen Strategi

Manajemen strategi meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi, serta pengendalian. Menurut Pearce dan Robinson (1997) manajemen strategi didefinisikan sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran badan usaha.

Gambar 1 Elemen-elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategi Sumber: Hunger (2002)

Proses manajemen strategik menurut Pearce dan Robinson (1997) terdiri dari sembilan tugas penting, yaitu:

1. Merumuskan misi badan usaha, meliputi rumusan umum tentang maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy), dan tujuan (goal).

2. Mengembangkan profil badan usaha yang mencerminkan kondisi internal dan kapabilitasnya.

3. Menilai lingkungan eksternal badan usaha, meliputi pesaing maupun faktor kontekstual umum.

4. Menganalisis opsi badan usaha dengan mencocokkan sumberdayanya dengan lingkungan ekternal.

5. Mengidentifikasi opsi yang dikehendaki dengan mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi badan usaha.

6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang strategi umum (grand strategic) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki.

7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang dipilih.

8. Mengimplementasikan pilihan strategi dengan cara mengalokasikan sumberdaya angggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, sumberdaya manusia, struktur, teknologi dan sistem imbalan.

9. Mengevaluasi keberhasilan proses sebagai masukan bagi pengambilan keputusan yang akan datang.

Pengamatan Lingkungan

Perumusan Strategi

Implementasi Strategi

(29)

Manajemen strategi dapat membantu badan usaha dalam melihat ancaman dan peluang di masa depan dan memungkinkan badan usaha mengantisipasi kondisi yang selalu berubah di masa depan. Manajemen strategi merupakan suatu proses yang senantiasa berkesinambungan. Lingkungan organisasi berubah maka organisasi pun harus terus menerus dimodifikasi untuk memastikan bahwa yang diinginkan tercapai.

Visi, Misi, dan Tujuan

Penentuan visi dan misi merupakan langkah awal dalam proses perencanaan, sedangkan penentuan tujuan mengikuti formulasi strategi (David 2009). Ketiga komponen tersebut mempunyai hubungan yang saling menunjang serta mempunyai peran dalam pelaksanaan perencanaan strategi.Visi merupakan suatu pernyataan niat yang dirumuskan dengan seksama yang menetapkan tujuan atau keadaan masa depan yang secara khusus digunakan oleh seseorang atau sekelompok. Menurut David (2009) visi adalah pernyataan masa depan yang mungkin dan didambakan oleh kelompok. Visi diperlukan untuk memotivasi tenaga kerja secara efektif, visi bersama menciptakan perhatian bersama yang dapat mengangkat pekerja dari kebosanan kerja sehari-hari dan menempatkan mereka ke dunia baru yang penuh peluang dan tantangan.

Misi adalah tujuan atau alasan mengenai keberadaan organiasi, dalam misi badan usaha yang ditetapkan apa yang ingin atau akan dicapai oleh badan usaha. Misi ini mencakup tipe, lingkungan atau karakteristik yang dikerjakan oleh badan usaha, harapan dan keinginan yang ingin dicapai (Jauch dan Gleueck 1999). Sedangkan menurut David (2009) misi akan lebih berkaitan dengan tingkah laku masa kini. Misi merupakan pernyataan alasan keberadaan suatu kelompok, pernyataan misi mengungkapkan misi jangka panjang dari suatu kelompok dalam arti kelompok ingin menjadi seperti apa dan siapa yang ingin dilayani.

Visi dan misi merupakan motivator dalam kelompok terutama tenaga kerja. Misi adalah pernyataan tentang bisnis yang dijalankan oleh kelompok. Visi biasanya dapat membangkitkan semangat. Misi dapat memastikan kebulatan tujuan dalam kelompok, menyediakan standar untuk mengalokasikakan sumberdaya kelompok dan berfungsi sebagai titik pusat bagi individu dalam menyelaraskan diri dengan tujuan dan arah kelompok.

Tujuan merupakan hasil akhir dari suatu kreatifitas atau kinerja. Tujuan menyatakan secara tegas apa saja yang akan dicapai dan kapan serta berapa yang harus dicapai. Tujuan badan usaha umumnya meliputi profitabilitas, efektivitas, efisiensi, pertumbuhan, kesejahteraan, pemanfaatan sumberdaya secara penuh, reputasi, kontribusi kepada karyawan melalui program kesejahteraan karyawan, kepemimpinan pasar, dan mempunyai keunggulan kompetitif yang tinggi.

Konsep dan Pengertian Proses Pemberdayaan Masyarakat

(30)

Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya untuk memperkecil ketertinggalan sektor ekonomi kerakyatan. Bagaimanapun juga, sektor ini memiliki peran di dalam meningkatkan kemampuan ekonomi nasional karena persentasenya yang lebih besar dibandingkan sektor ekonomi maju. Strategi yang dapat digunakan adalah dengan membantu rakyat agar lebih berdaya sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dalammemanfaat segala potensi yang dimilikinya.

Konsep pemberdayaan tersebut mengacu pada kemampuan masyarakat memperoleh dan memanfaatkan akses atas sumberdaya yang penting sebagai upaya untuk meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Dengan menciptakan dasar ekonomi yang kuat yaitu dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat, diharapkan lapisan ekonomi kerakyatan tersebut memiliki makna keterlibatan di dalam proses pembangunan (Nasdian 2002).

Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Selain itu, pemberdayaan juga merupakan upaya mendorong dan memotivasi mereka untuk menentukan sendiri apa yang harus dilakukannya dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi sehingga mereka memiliki kesadaran dan kekuasaan penuh untuk membentuk hari depannya.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, menurut Kartasasmita (1996), upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga jurusan, yaitu : 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang (enabling)

Setiap masyarakat pasti memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya karena jika ada, tentu saja mereka sudah punah. Pemberdayaan berarti suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan cara mendorongnya, memotivasi, serta membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilkinya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) Untuk mendukung langkah pemberdayan di atas, maka diperlukan adanya penyediaan berbagai input seperti pembangunan prasarana dan sarana serta kemudahan akses terhadap berbagai peluang dan sumberdaya. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan taraf pendidikan masyarakat; penyediaan fasilitas kesehatan; kemudahan akses terhadap modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar; serta adanya lembaga-lembaga pendanaan, lembaga pendidikan dan pelatihan, serta lembaga pemasaran di tingkat lokal.

3. Memberdayakan mengandung arti melindungi mereka yang lemah

(31)

Secara konseptual, fokus proses pemberdayaan adalah bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

“ Such a definition of empowerment is centrally about people taking control of their own lives and having the power to shape their own future. “ (Shardlow dalam Adi 2003).

Dengan demikian, proses pemberdayaan masyarakat adalah proses memberdayakan individu, keluarga, kelompok, ataupun komunitas dengan cara mengembangkan masyarakat dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, akan tetapi juga meliputi usaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya dan masyarakatnya.

“ The empowerment approach, which is fumdamental to an alternative development, places the emphasis on autonomy in the decision making of territorially organized communities, local self reliance (but not autarchy), direct (participatory) democracy, and experiential social learning. “ (Friedmann 1992)

Hal lain yang tidak kalah penting di dalam proses pemberdayaan adalah bahwa setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang dimilikinya (Siregar 2002). Potensi tersebut meliputi potensi yag dimiliki di dalam diri mereka maupun potensi yang ada pada lingkungannya. Potensi tersebut dapat dijadikan suatu kekuatan yang bisa digerakkan untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhannya. Tumbuhnya kesadaran akan kemampuan diri, daya diri, peluang baru untuk memperbaiki kondisi, serta kesadaran akan arti dialog dan solidaritas antar warga dalam memenuhi kebutuhan merupakan elemen-elemen dasar keberdayaan.

Siregar (2002) juga menambahkan bahwa kesadaran masyarakat tersebut dapat digunakan setiap komunitas untuk merespon adanya peluang serta tantangan sebagai akibat dari suatu perkembangan internal dan eksternal komunitas. Kesadaran yang juga tak kalah pentingnya adalah kesadaran akan potensi kemampuan diri untuk menghayati hak dan kewajiban sebagai bagian dari komunitas setempat dan komunitas yang lebih luas. Keseluruhan tesebut pada akhirnya akan membantu dalam upaya mendorong kemauan warga masyarakat untuk memikul tanggung jawab kolektif.

Empowerment dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai pemberdayaan dalam Bahasa Indonesia. Maka definisi kerja pemberdayaan seharusnya dirumuskan sebagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan/daya (power) pihak-pihak yang tidak atau kurang berdaya. Harus dipahami sebagai upaya untuk :

1. Memberikan kekuatan/daya (power) kepada seseorang individu atau kelompok lain; dan

(32)

(power) dari pihak yang memilikinya kepada pihak yang tidak atau kurang memilikinya.

Karena itu, suka atau tidak suka, pemberdayaan selalu mengandung pengertian :

1. Pengurangan atau pemindahan daya (power) atau upaya melakukan disempowerment/less empowering pihak-pihak yang memiliki kekuatan/daya (power); dan

2. Penyerahan/penambahan daya (power) kepada pihak-pihak yang diberdayakan (empowerment).

Hal tersebut tentu saja tidak selalu disukai oleh berbagai pihak, termasuk pihak-pihak yang mengaku diri sebagai pemberdaya. (Sembiring 2003) Menurut Chambers (1995) pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses perubahan sosial yang direncanakan, tujuannya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat agar dapat melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mengarah pada kemandirian masyarakat, partispasi jaringan kerja dan keadilan (Hikmat 2004). Pemberdayaan adalah sebuah proses yang merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Menurut Suharto (2005) secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga memiliki kebebasan dalam arti bebas mengemukakan pendapat, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang diperlukan dan c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses dan cara-cara pemberdayaan:

1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife 1995 dalam Suharto 2005).

(33)

3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin 1987 dalam Suharto 2005) 4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan

komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport 1984 dalam Suharto 2005).

Maksud pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama:

1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensi serta peluang; 2. Menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian; 3. Menerapkan rencana kegiatan kelompok;

4. Memantau proses dan hasil kegiatansecara terus menerus (monitoring dan evaluasi partisipatif).

Pelaksanaan tahap–tahap di atas sering bersamaan dan lebih bersifat diulangi terus menerus. Pemberdayaan masyarakat kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok dimana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya (DFID 2001). Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu model pembangunan yang bertumpu pada aspek manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Cernea (1988) bahwa pada hakekatnya manusia adalah titik pangkal, pusat dan sasaran akhir dari pembangunan. Oleh karena itu manusiasudah seharusnya merupakan aspek utama dalam pembangunan. Seringkali sumberdaya keuangan dalam proyek-proyek pembangunan pedesaan merupakan masukan tunggal terbesar yang disuplai oleh sebuah proyek ke dalam suatu wilayah untuk mempercepat pertumbuhan. Tetapi pemasukan sumberdaya dari luar ke dalam suatu masyarakat pedesaan memerlukan proses yang perlu dikembangkan dari dalam dan secara berangsur-angsur dihimpun dan disesuaikan dengan kemampuan struktur sosial ekonomi untuk menghasilkan, menyerap dan menggunakan hasil surplus.

Dimensi dan Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat menurut Satria (2002) dan Nasdian (2002) memiliki dua dimensi pokok yaitu dimensi kultural dan dimensi struktural. Dimensi kultural meliputi upaya untuk melakukan perubahan perilaku ekonomi, peningkatan pendidikan, sikap terhadap pengembangan teknologi, serta kebiasaan masyarakat setempat. Pemberdayaan tersebut diperlukan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan kultural seperti pola hidup yang konsumtif, rendahnya kemampuan menabung, serta adanya sikap subsisten dan resisten terhadap pendidikan formal.

Sedangkan dimensi struktural meliputi upaya perbaikan struktur sosial yang memungkinkan terjadinya mobilitas sosial vertikal. Contoh dari perbaikan struktural adalah meningkatkan dan mempererat solidaritas petani dan nelayan dengan cara berhimpun dalam suatu kelompok dan organisasi yang mampu memperjuangkan kepentingan mereka (Supriatna 1997).

(34)

petani dan nelayan untuk meningkatkan keberdayaannya dalam rangka untuk meningkat kemandirian dan kesejahteraan mereka (pengembangan masyarakat).

Mengingat karakteristik dan kondisi masyarakat berbeda-beda, maka proses pemberdayaan masyarakat harus disesuaikan dengan keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan ekologi masyarakat setempat. Menurut Satria (2002) hal lain yang harus diperhatikan di dalam kegiatan pemberdayaan, adalah mengenai prinsip-prinsip pemberdayaan, yaitu:

1. Tujuan

Harus diperhatikan di dalam setiap kegiatan pemberdayaan bahwa tujuan dari kegiatan pemberdayaan adalah menjadikan individu, kelompok dan masyarakat memiliki kemampuan dan daya dalam memanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada di dalam dirinya untuk meningkatkan taraf kehidupannya.

“ membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari

lingkungannya. “ (Payne dalam Adi, 2003).

Selain itu, memberikan kemudahan bagi mereka untuk mengakses dan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang berguna untuk kepentingan mereka.Cara yang dapat dilakukan adalah mentransfer pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan, penyediaan bantuan modal dan teknologi, penyediaan sarana fisik, dan lainnya.

2. Pengetahuan dan penguatan nilai lokal

Nilai lokal merupakan salah satu modal sosial yang penting untuk dikembangkan bagi kemajuan masyarakat.Pengetahuan modern bukan segalanya yang mampu mengatasi persoalan teknis maupun masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat sebab kondisi dan karakteristik nya berbeda.

3. Keberlanjutan

Pemberdayan merupakan salah satu bentuk rekayasa sosial yang membutuhkan waktu relatif lama karena berkaitan dengan perubahan sosial yang bersifat struktural maupun kultural. Akan tetapi kegiatan pemberdayaan masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk proyek pemberdayaan seringkali terjebak pada paradigma proyek yang mengharuskan target secara nyata dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena memang sifat proyek yang relatif terbatas waktunya. Akibatnya, kondisi masyarakat pasca-proyek terkadang tidak diperhitungkan.

4. Ketepatan kelompok sasaran

(35)

5. Kesetaraan jender

Merupakan prinsip penting dalam mewujudkan efektifitas pemberdayaan. Bagaimanapun juga, merupakan salah satu ciri sosial masyarakat pedesaan/ pertanian yaitu kuatnya peran wanita selain dalam faktor produksi usahatani, mereka juga berperan dalam aktifitas ekonomi maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan ekonomi rumah tangga.Dengan demikian, dalam proyek pemberdayaan harus memperhatikan juga peran serta wanita di dalam pelaksanaannya (Mikkelsen 1999).

Bias-bias Pemberdayaan Masyarakat

Walaupun pemberdayaan masyarakat merupakan alternatif strategi pembangunan yang sudah diterima oleh penentu kebijakan pembangunan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja mengalami hambatan. Menurut Kartasasmita (1996), hal ini dikarenakan adanya bias-bias terhadap konsep pemberdayaan masyarakat Adapun bias-bias pemikiran tentang konsep pemberdayaan masyarakat tersebut adalah:

1. Adanya kecenderungan berpikir bahwa dimensi rasional dari pembangunan lebih penting daripada dimensi moralnya. Dimensi material lebih penting daripada dimensi kelembagaannnya. Dan dimensi ekonomi lebih penting daripada dimensi sosialnya. Akibat dari anggapan ini ialah alokasi sumbedaya pembangunan diprioritaskan menurut jalan pikiran yang demikian.

2. Adanya paradigma yang menyatakan bahwa pendekatan pembangunan yang berasal dari atas lebih sempurna daripada pengalaman dan aspirasi pembangunan di tingkat bawah. Efeknya adalah kebijakan-kebijakan pembangunan menjadi kurang efektif karena kurang mempertimbangkan kondisi nyata kehidupan masyarakat serta karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat.

3. Berkembangnya pemikiran bahwa pembangunan masyarakat di tingkat bawah lebih memerlukan bantuan material daripada ketrampilan teknis dan manajerial. Oleh karena itu, sering terjadi pemborosan sumberdaya dan dana karena kurang mempersiapkan ketrampilan teknis dan manajerial dalam pengembangan sumberdaya manusia. Hal ini tentu saja akan menyebabkan masyarakat bawah semakin terbelakang karena tidak ada perubahan akan ketidakberdayaan mereka.

4. Adanya anggapan bahwa teknologi yang diperkenalkan dari atas selalu lebih ampuh daripada teknologi yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Anggapan yang demikian menyebabkan adanya pendekatan pembangunan yang memaksa dan menyamaratakan teknologi tertentu untuk seluruh kawasan pembangunan di tanah air. Di lain pihak, pendekatan pembangunan yang seperti ini akan mengabaikan potensi teknologi tradisional yang dengan sedikit pembaharuan mungkin akan lebih efektif dan efisien di dalam mengatasi permasalahan pembangunan di tingkat lokal (spesifik lokasi).

(36)

diperkuat serta diberdayakan dan bukannya memperkenalkan lembaga-lembaga asing yang tidak sejalan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

6. Anggapan bahwa masyarakat lapisan bawah tidak tahu apa yang diperlukannya atau bagaimana memperbaiki nasibnya. Oleh karena itu, mereka harus dituntun dan diberi petunjuk dan tidak perlu dilibatkan dalam perencanaan meskipun yang menyangkut dirinya sendiri. Akibatnya, banyak proyek pembangunan yang salah sasaran dan tidak memecahkan masalah. Bias ini melihat masyarakat sebagai obyek pembangunan, dan bukan sebagai subyek.

7. Berkaitan dengan penjelasan di atas, adanya anggapan bahwa orang miskin disebabkan karena dia bodoh dan malas. Sehingga cara penanganannya bersifat paternalistik, yaitu memperlakukan masyarakat sebagai orang yang bodoh dan malas dan bukannya memberikan kepercayaan. Adanya cara pandang yang demikian menyebabkan masalah kemiskinan hanya dianggap sebagai masalah sosial (charity) dan bukan usaha penguatan ekonomi masyarakat miskin.

8. Adanya pemikiran yang terlalu teknis mengakibatkan dikesampingkannya modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Kurangnya pemahaman tentang sisi sosial budaya masyarakat dan kaitannya dengan pembangunan dimana hal tersebut merupakan potensi yang ada pada rakyat sebagai kekuatan pembangunan. Sebab yang lain adalah adanya ukuran efisiensi pembangunan yang salah dalam penerapannya sehingga memunculkan anggapan bahwa investasi harus selalu menghasilkan pertumbuhan dengan segera. Padahal, upaya pemberdayaan memang akan selalu menghasilkan pertumbuhan, bahkan merupakan pertumbuhan yang berkelanjutan akan tetapi umumnya memang membutuhkan jangka waktu yang lama.

9. Munculnya cara pandang yang menganggap bahwa sektor pertanian dan perdesaan adalah sektor yang tradisional, kurang produktif dan memiliki masa investasi yang panjang, sehingga sektor tersebut kurang menarik untuk diberi investasi secara besar-besaran. Berkaitan dengan hal itu juga, bermitra dengan petani dan sektor usaha kecil di bidang pertanian dan perdesaan dianggap tidak menguntungkan dan memiliki resiko yang tinggi karena skala usahanya yang kecil sehingga kualitas dan kuantitasnya dianggap kurang dapat diandalkan.

10.Terkait dengan penjelasan sebelumnya, maka muncul adanya ketidakseimbangan dalam akses terhadap sumber dana (kredit). Kegiatan investasi makin cenderung terpusat di perkotaan (industri) yang lama kelamaan akan meningkatkan arus urbanisasi. Ini tentu saja akan menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat perkotaan dan juga pedesaan.

Instrumen Proses Pemberdayaan Masyarakat

(37)

Dari pengembangan kedelapan instrumen tersebut, maka di dapatkan gambaran tentang proses pemberdayaan masyarakat. Berikut adalah kedelapan instrumen yang dimaksud:

1. Identifikasi kelompok sasaran

Setiap calon sasaran program pemberdayaan diseleksi dengan ketat untuk menjamin adanya ketepatan kelompok sasaran. Salah satu indikator yang digunakan adalah penetapan garis kemiskinan yang didasarkan pada tingkat konsumsi seperti standar Sajogyo (320 kg/orang/tahun) atau standar internasional (2100 kkal/orang/ hari) dan lainnya (Wie 1981).

2. Penelitian partisipatoris dan perencanaan usaha

Agar rumusan kegiatan di dalam program pemberdayaan dapat mencapai tujuan yang diiginkan, maka diperlukan adanya penelitian yang partisipatoris atau melibatkan seluruh masyarakat (tidak terkecuali wanita) di dalam penyusunan suatu rencana kegiatan. Hal ini dilakukan agar perencanaan yang nantinya akan dilaksanakan akan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat karena telah disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, serta potensi yang dimilikinya (Mikkelsen, 2001).

3. Pendidikan dan pelatihan timbal balik

Salah satu hal yang menyebabkan masyarakat menjadi tidak berdaya, terbelakang dan miskin adalah karena kurangnya pengetahuan serta ketrampilan di dalam melakukan manajemen usahanya.Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu pendidikan dan pelatihan bagi mereka.Agar pendidikan dan pelatihan yang diberikan dapat efektif, maka harus dilakukan di tempat yang dekat dengan sasaran yaitu di lokasi di mana mereka tinggal.

4. Mobilisasi dan pemberian sumberdaya secara seimbang

Untuk mendukung kegiatan pendidikan dan pelatihan, maka diperlukan adanya pelayanan serta kemudahan akses terhadap sumberdaya penting seperti bantuan modal usaha.Selain itu, masyarakat juga dibimbing untuk menghimpun modal yang berasal dari mereka sendiri.

5. Konsultasi manajemen dan administrasi/ pembukuan untuk mengelola tabungan dan pinjaman keluarga

Pembinaan dan pengarahan di dalam mengelola kegiatan usaha harus terus dilakukan karena dengan demikian mereka akan belajar bagaimana memanajemen usahanya. Hal yang dapat dilakukan adalah memberikan pelayanan konsultasi tentang teknik- teknik manajemen usaha serta tertib administrasi / pembukuan yang berkaitan dengan keuangan keluarga.

6. Pengembangan gerakan dan perluasan proses

Kegiatan pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menjangkau sebanyak- banyaknya sasaran.Oleh karena itu, dibutuhkan adanya peran aktif dari berbagai pihak terkait untuk mendukung Gerakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan (GNPK).

7. Pengembangan keterkaitan dengan pihak ketiga (di luar LPSM dan kelompok) dengan cara membentuk jaringan

(38)

8. Evaluasi terus-menerus atas strategi, metode, kerja dan kinerja, dalam upaya menciptakan mekanisme umpan balik

Karena kegiatan pemberdayaan biasanya merupakan suatu proyek, maka diperlukan adanya sistem pemantauan dan evaluasi sebagai bentuk laporan terhadap birokrasi. Dari hasil monitoring dan evaluasi ini, maka dapat dipelajari jalannya proses perencanaan, pelaksanaan hingga efek dan dampak yang ditimbulkan karena adanya proyek. Dengan demikian, akan dapat dijadikan koreksi atau juga acuan bagi pelaksanaan proyek selanjutnya.

Pesantren

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pesantren merupakan pendidikan yang berbasis pada pendidikan keagamaan yang diselenggarakan kelompok masyarakat yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama. Istilah pesantren atau pondok sebenarnya berasal dari Bahasa Arab funduq yang artinya hotel atau asrama. (Zarkasyi 1994). Pondok pesantren biasanya diartikan sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara non-klasikal, di mana seorang kyai mengajarkan agama Islam kepada santri-santri berdasarakan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama Arab abad pertenghan. Para santri biasanya tinggal dalam pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. (LP3ES 1975). Menurut Yacub, pesantren berarti lembaga pendidikan Islam yang umumnya dengan cara non-klasikal, pengajarnya seorang yang mempunyai ilmu agama Islam melalui kitab-kitab agama Islam klasik (kitab kuning) dengan tulusan Arab dalam bahasa Melayu kuno atau dalam bahasa Arab. Kitab-kitab itu biasanya hasil karya ulama-ulama Islam (Arab) dalam zaman pertenghan. (Yacub 1993). Dhofier menyebutkan pesantren itu terdiri dari lima unsur pokok yaitu kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik. (Dhofier Z 1984). Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain. Sekalipun kelima elemen ini saling menunjang eksistensi sebuah pesantren, tetapi kyai memainkan peranan yang begitu sentral dalam dunia pesantren. Sedangakan Zarkasyi mendefinisikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidkan agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.

Tujuan pendidikan pesantren adalah Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula, atau abdi tetapi rasu, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengha-tengah masyarakat („izzul Islam wal Muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. (Mastuhu 1994).

(39)

Prasodjo, seperti dikutip Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam, ada lima macam pola pesantren, dari yang paling sederhana sampai yang paling maju. Pola pertama, ialah pesantren yang terdiri hanya masjid dan rumah kiai. Pola kedua, terdiri dari masjid, rumah kiai, dan pondok. Pola ketiga, terdiri atas masjid, rumah kiai, pondok, dan madrasah. Pola keempat, terdiri atas masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, dan tempat keterampilan. Pola kelima, terdiri atas masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, tempat keterampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga, dan sekolah umum. Pola pertama dapat disebut sebagai embrio pesantren salafi-tradisional, dan yang disebut di akhir termasuk dalam pesantren modern. Di kabupaten Sumbawa Barat kelima-limanya pola pesantren tersebut ada sampai sekarang.

Konsep Kelembagaan Sosial

Kelembagaan sosial merupakan terjemahan dari kata social-institution. Ada pula yang menerjemahkannya sebagai pranata sosial, sebagaimana yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat (2002), bahwa pranata sosial ialah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sumner dalam Soekanto (2006) melihat kelembagaan masyarakat dari sudut kebudayaan yang diartikan sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat.

Nasdian (2003) menyatakan bahwa terdapat dua perspektif mengenai kelembagaan sosial. Perspektif pertama yaitu yang memandang kelembagaan sosial maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial dimana kelembagaan bersifat lebih universal dan penting, sedangkan asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. Perspektif yang kedua memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak, dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang konkrit. Suatu kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial, dimana kelembagaan memiliki aspek kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai dan segi struktural yang berupa berbagai peranan sosial.

Kelembagaan sosial memiliki fungsi-fungsi dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya (Soekanto 2006), yaitu memberikan pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan; menjaga keutuhan masyarakat; memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control) yang berarti juga sebagai sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Sedangkan fungsi kelembagaan sosial menurut Van Doorn dan Lammers (1959) dalam Nasdian (2003) yaitu memberikan pedoman dalam berperilaku pada masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, memberikan pegangan atau kontrol, serta memenuhi kebutuhan pokok manusia atau masyarakat.

Usaha Ekonomi Produktif (UEP)

Gambar

Gambar 2 Kerangka pemikiran kajian strategi penguatan BUMP Pondok
Tabel 2 Matriks analisis SWOT
Tabel 3 Luas wilayah desa di Kecamatan Taliwang tahun  2011
Tabel 4 Jarak desa dengan ibukota kecamatan dan ibukota Kabupaten tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Subjek penelitian, responden penelitian, dan informan (narasumber) penelitian”, (http://tatangmanguny.wordpress.com/2009/04 /21/subjek-responden-dan-informan-penelitian/,

BERNARDUS

Indikator dari tanggung jawab yang peneliti amati meliputi siswa melaksanakan tugas sesuai dengan arahan yang telah diinstruksikan oleh guru, mengerjakan tugas

Tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pembuatan lambung floating platform dalam mendesain struktur yang kuat untuk kontruksi lambung bagian

[r]

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Kesenian Gendang Beleq Masyarakat Suku Sasak Sebagai Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Perlindungan Hukum

Pertumbuhan dan Perkembangan Mengumpulkan Data Eksperimen/Ekplorasi  Mendiskusikan rancangan dan usulan penelitian tentang faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan pada tumbuhan

Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Dan Sel Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Menggunakan Model Pembelajaran ARIAS. Tesis SPS