• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suplementasi sabun kalsium dalam pakan ternak ruminansia sebagai sumber energi alternatif untuk meningkatkan produksi daging yang berkualitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suplementasi sabun kalsium dalam pakan ternak ruminansia sebagai sumber energi alternatif untuk meningkatkan produksi daging yang berkualitas"

Copied!
332
0
0

Teks penuh

(1)

SUPLEMENTASI SABUN KALSIUM DALAM PAKAN TERNAK

RUMINANSIA SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI

DAGING YANG BERKUALITAS

GODLIEF JOSEPH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul Suplementasi Sabun Kalsium dalam Pakan Ternak Ruminansia sebagai Sumber Energi Alternatif untuk Meningkatkan Produksi Daging yang Berkualitas adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun.

(3)

ABSTRAK

GODLIEF JOSEPH. Suplementasi Sabun Kalsium dalam Pakan Ternak Ruminansia sebagai Sumber Energi Alternatif untuk Meningkatkan Produksi Daging yang Berkualitas. Dibimbing oleh AMINUDDIN PARAKKASI, TIEN MUCHTADI dan RUDY PRIYANTO

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemberian lemak dalam bentuk sabun kalsium (Ca-Soap) pada ternak ruminansia. Penelitian dilakukan selama 18 bulan dalam tiga tahap. Penelitian tahap pertama adalah pembuatan sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru dan minyak sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO). Penelitian tahap kedua adalah uji in vitro untuk mempelajari efektifitas sabun kalsium melindungi asam lemak poli tak jenuh dari biohidrogenasi mikroorganisma rumen. Penelitian tahap ketiga adalah uji in vivo untuk mempelajari pengaruh pemberian sabun kalsium dalam ransum penggemukan terhadap sistem pencernaan fermentatif di rumen, penampilan produksi serta sifat-sifat karkas dan daging. Penelitian ini menggunakan 15 ekor ternak domba jantan lokal dengan tiga jenis ransum sebagai perlakuan yaitu ransum A, (ransum basal tanpa penambahan sabun kalsium) sebagai kontrol; ransum B, (ransum kontrol + sabun kalsium 5%) dan ransum C, (ransum kontrol + sabun kalsium 10%). Ransum basal dalam bentuk pelet dan terdiri atas 40% rumput lapangan dan 60% konsentrat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga perlakuan dan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru mempunyai kandungan asam lemak poli tak jenuh lebih tinggi dibanding CPO. Teknologi sabun kalsium juga efektif melindungi asam lemak poli tak jenuh dari biohidrogenasi mikroorganisma rumen. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa teknologi sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru yang disuplementasikan dalam pakan ternak domba efektif sebagai sumber energi, sistem pencernaan fermentatif di rumen tetap normal, penampilan pertumbuhan ternak cukup baik dan dapat meningkatkan kualitas daging serta dapat menurunkan kandungan kolesterol pada serum dan daging domba.

(4)

ABSTRACT

GODLIEF JOSEPH. Suplementation of Ca-Soap on Ruminant Diet as Energy Alternative Source to Improve Meat Quality Production. Under the direction of AMINUDDIN PARAKKASI, TIEN MUCHTADI and RUDY PRIYANTO

The experiment was conducted to find out an efect of lipids in form of ca-soap given to the ruminant. The study was carried out for 18 months in three steps. The first step was ca-soap making wich based on lemuru fish oil and crude palm oil (CPO). The second step was in vitro experiment to study the effectifity of ca-soap in protecting polyunsaturated fatty acid (PUFA) from biohydrogenation of rumen microorganisms. The third step was in vivo experiment to study the effect of ca-soap supplementation in to ruminant fattening diet on fermentative digestion system in rumen, production performance and characteristic of carcass and its meat. The study used 15 local male sheep were divided into three treatments, namely : RA (basal diet without ca-soap) as control; RB (control diet + 5% ca-soap); and RC (control diet + 10% ca-soap). The basal diet was in pellet form wich consisted of 40% field roughage and 60% concentrate. The experiment design used was Randomized Block Design with three diet treatments and five replications. The results showed that ca- soap with using lemuru fish oil had more PUFA than CPO. The ca-soap technology was also effective protecting PUFA from biohydrogenation of rumen microorganisms. More over the research showed this technology effective as energy source as indicated by fermentative digestion in rumen was still normal, growth performance was good and even it increased meat quality, otherwise it decrease serum and meat cholesterol.

(5)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(6)

SUPLEMENTASI SABUN KALSIUM DALAM PAKAN TERNAK

RUMINANSIA SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI

DAGING YANG BERKUALITAS

GODLIEF JOSEPH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Disertasi : Suplementasi Sabun Kalsium dalam Pakan Ternak Ruminansia sebagai Sumber Energi Alternatif untuk Meningkatkan Produksi Daging yang Berkualitas. Nama : Godlief Joseph

NIM : D 016014021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.drh. H. Aminuddin Parakkasi, MSc. Ketua

Prof.Dr.Ir. Tien R. Muchtadi, MS. Dr.Ir. Rudy Priyanto Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Nahrowi, MSc. Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2004 adalah sabun kalsium, dengan judul : Suplementasi Sabun Kalsium dalam Pakan Ternak Ruminansia sebagai Sumber Energi Alternatif untuk Meningkatkan Produksi Daging yang Berkualitas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. drh. H. Aminuddin Parakkasi, MSc. sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. dan Dr. Ir. Rudy Priyanto, masing-masing sebagai anggota komisi atas bimbingan dan masukan selama ini sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Komang G. Wiryawan,MSc, Dr.Ir. Slamet Budijanto, MAgr dan Bapak Edy Lucas, PhD. sebagai penguji luar komisi yang banyak memberikan masukan yang sangat berarti dalam penyem-purnaan penulisan disertasi ini.

Pada kesempatan ini juga penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan terutama Ir. John Randa, MSc. dan Dr. Ir. Indyah Wahyuni, MSi serta staf Laboratorium NTDK yaitu Pak Darmawan, Pak Jaja dan Pak Misbah atas segala bantuannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Papa dan Mama (alm) dan seluruh keluarga serta istri dan anak-anak, Venda, Joy dan Jean.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2007

Godlief Joseph

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 23 Desember 1962, dari ayah Paulus Joseph dan Ibu Elizabeth Batseba Rikumahu. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan, Universitas Pattimura Ambon, lulus pada tahun 1987. Pada tahun 1993 penulis diterima di Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak pada Program Pascasarjana IPB dengan biaya TMPD dan menamatkannya pada tahun 1996. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2002 dengan mendapat beasiswa BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan, Universitas Pattimura Ambon sejak tahun 1988.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

PENDAHULUAN ………. 1

Latar Belakang ……….. 1

Tujuan Penelitian ……….. 4

Manfaat Penelitian ……….. 4

Hipotesis ………. 4

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

Kondisi Umum Usaha Peternakan ………. 5

Domba sebagai Ternak Percobaan ……… 9

Sistem Pencernaan Lemak pada Ternak Ruminansia ………… 12

Lemak sebagai Sumber Energi ……….. 15

Biosintesis Asam Lemak ………. 18

Pengaturan Kolesterol pada Hewan dan Manusia ……… 22

Kualitas Karkas dan Daging Ternak Ruminansia ………. 29

Teknologi Sabun Kalsium ……….. 33

BAHAN DAN METODE ………... 39

Waktu dan Tempat Penelitian ………. 39

Tahap I : Pembuatan Sabun Kalsium ………. 39

Prosedur Analisis ……….. 40

Tahap II : Percobaan in Vitro ………. 43

Prosedur Analisis ……….. 44

Tahap III : Percobaan in Vivo ……… 45

Prosedur Analisis ………. 49

Analisis Data ……… 53

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 55

Efektifitas Sabun Kalsium Melindungi Asam Lemak Poli tak Jenuh ……… 55

(11)

Bilangan Penyabunan ……… 56

Rendemen ……… 56

Kandungan Asam Lemak ……… 57

Perlindungan Asam Lemak (Percobaan In Vitro) ……….. 59

Penampilan Pertumbuhan ……….. 66

Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik ……… 66

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ………….. 68

pH Cairan Rumen ……….. 69

Produksi VFA Total ……… 70

Produksi N-NH3 ……….. 71

Pertambahan Bobot Badan Harian ………. 72

Efisiensi Penggunaan Ransum ………. 75

Feed Cost/Gain ……….. 75

Komposisi Karkas dan Daging Domba ………. 76

Bobot Potong ………. 76

Bobot Karkas ………. 76

Persentasi Karkas ……….. 77

Luas Urat Daging Mata Rusuk ………. 78

Tebal Lemak Punggung ……… 78

Kandungan Lemak Intramuskuler (Marbling) ……… 79

Komposisi Asam Lemak pada Otot Longisimus dorsi ……. 80

Kandungan Kolesterol pada Serum, Daging dan Feses …. 82 PEMBAHASAN UMU ……….. 85

SIMPULAN DAN SARAN ………. 90

DAFTAR PUSTAKA ……….. 91

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perkembangan produksi dan kebutuhan pangan ……….. 8 2 Kebutuhan energi dan protein per ekor/hari domba lokal ………. 11 3 Jenis, nama dan titik cair beberapa asam lemak ………. 36 4 Karakteristik sabun kalsium berbahan dasar minyak ikan lemuru …. 45 5 Komposis dan kandungan nutrient ransum penelitian ……….. 46 6 Komposisi dan kandungan nilai gizi topmix per 10 kg ………….. 47 7 Bilangan iod, bilangan penyabunan dan rendemen dari

minyak ikan lemuru dan CPO ……… 56 8 Kandungan asam lemak dari minyak ikan lemuru dan CPO

(gram/100 gram) ……… 57

9 Kandungan asam lemak dari sabun kalsium dengan bahan dasar

minyak ikan lemuru dan CPO (gram/100 gram) ………. 58 10 Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada

ternak domba jantan lokal ……… 68 11 Pengaruh perlakuan terhadap fermentasi mikroba di rumen

pada ternak domba jantan lokal ……….. 70 12 Pengaruh perlakuan terhadap penampilan pertumbuhan pada

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Grafik pertumbuhan domba lokal jantan ……….. 12

2 Skema sistem pencernaan lemak pada ternak ruminansia ……. 14

3 Diagram rantai transformasi energi ransum pada hewan ruminansia ……….. 17

4 Struktur ikatan asam lemak dan gliserol ……… 18

5 Biosintesis asam lemak dari karbohidrat, protein dan lemak ….. 20

6 Struktur kolesterol ……… 23

7 Metabolisme kolesterol pada hewan dengan ransum bebas kolesterol ………. 27

8 Lemak intramuscular yang diekstraksi dengan ether (Metode Soxhlet) untuk menentukan derajat marbling ……….. 30

9 Hubungan antara derajat marbling, tingkat kedewasaan dan mutu daging ……….. 31

10 Proteksi dan penyerapan asam lemak dari sabun kalsium pada ternak ruminansia ……….. 35

11 Tahapan pembuatan sabun kalsium ……… 40

12 Peralatan pembuatan sabun kalsium dan uji in vitro ……… 44

13 Kandang dan ternak domba jantan lokal di lokasi penelitian laboratorium lapangan, Fapet IPB ……… 48

14 Pemotongan ternak domba penelitian di lokasi penelitian laboratorium lapangan, Fapet IPB ……… 49

15 Tahapan pelaksanaan penelitian ………. 53

16 Pengambilan cairan rumen ………. 54

17 Pengumpulan feses ………. 54

18 Kandungan asam lemak dari minyak ikan lemuru pada rumen dan pasca rumen ……… 62

19 Kandungan asam lemak dari sabun kalsium minyak ikan lemuru pada rumen dan pasca rumen ……… 63

20 Kandungan asam lemak dari CPO pada rumen dan pasca rumen ……… 64

(14)

22 Rataan bobot potong, bobot karkas, persentasi karkas, luas urat daging mata rusuk dan tebal lemak punggung antar

perlakuan ……….. 77

23 Kandungan lemak intramuskuler (marbling) antar perlakuan …… 80 24 Komposisi kandungan asam lemak antar perlakuan ……… 82 25 Kandungan kolesterol dalam serum, daging dan feses antar

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Standar 74 dan 84 ... 97

2 Analisis statistik konsumsi bahan kering ... 98

3 Analisis statistik konsumsi bahan organik ... 98

4 Analisis statistik kecernaan bahan kering ... 99

5 Analisis statistik kecernaan bahan organik ... 100

6 Analisis statistik pH cairan rumen ... 100

7 Analisis statistik produksi VFA Total ... 101

8 Analisis statistik produksi N-NH3 ... 102

9 Analisis statistik pertambahan bobot badan harian ... 103

10 Analisis statistik efisiensi penggunaan ransum ... 103

11 Analisis statistik bobot potong ... 104

12 Analisis statistik bobot karkas panas ... 105

13 Analisis statistik persentasi karkas ... 105

14 Analisis statistik luas urat daging mata rusuk ... 106

15 Analisis statistik tebal lemak punggung ... 107

16 Analisis statistik lemak intramuskuler ... 107

17 Analisis statistik kandungan kolesterol pada serum ... 108

18 Analisis statistik kandungan kolesterol pada daging ... 109

19 Analisis statistik kandungan kolesterol pada feses ... 110

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produktivitas ternak di daerah tropis termasuk di Indonesia sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi permintaan konsumennya. Salah satu penyebab utamanya adalah nutrisi yang kurang baik.

Pakan konsentrat masih cukup mahal karena bahan-bahannya sebagian besar diimpor dan masih dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain itu hijauan makanan ternak juga masih menjadi kendala utama. Menurut Simatupang (2004) bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia kurang mempunyai keunggulan komparatif untuk mengembangkan sistem peternakan berbasis pakan rumput (grass fed livestock farming) seperti sapi potong, kerbau, kambing dan domba. Bagi ternak ruminansia hijauan makanan ternak merupakan sumber energi utama selain konsentrat. Energi merupakan komponen yang sangat esensial bagi kehidupan ternak tetapi merupakan komponen yang paling sering kekurangan dalam ransum ternak karena itu perlu diusahakan pakan alternatif untuk mencukupi kebutuhan nutrisi yang berfungsi sebagai sumber energi (Piliang, 1997).

Disamping itu permintaan akan produk peternakan seperti telur, daging dan susu baik secara kuantitas maupun secara kualitas terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk, peningkatan kesejahteraan serta kesadaran masyarakat akan gizi. Keadaan ini menyebabkan impor produk peternakan seperti daging terus meningkat (Yudohusodo, 2003).

Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) dan miyak ikan merupakan bahan-bahan yang masih mengandung lemak terutama asam lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) cuku tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak sumber energi dan asam lemak tak jenuh (PUFA).

(17)

dalam ransumnya karena dapat memberikan efek negatif pada ternak terutama dalam proses fermentasi rumen, seperti : membatasi pencernaan serat, merupakan racun bagi bakteri selulolitik, menurunkan aktivitas enzim dan menurunkan absorpsi beberapa kation. Selain itu mikroorganisma rumen juga dapat menghidrogenasi asam lemak poli tak-jenuh sehingga dapat meningkatkan kolesterol (Parakkasi, 1995). Kolesterol dapat menyebabkan penyempitan bahkan penyumbatan pembuluh darah yang disebut atherosclerosis menyebabkan pembekuan darah dan serangan jantung (Linder, 1992). Tingginya kadar lemak dan kolesterol ini sering merupakan faktor pembatas bagi konsumen untuk mengurangi atau bahkan tidak sama sekali mengkonsumsi produk peternakan ini.

Fenomena demikian merupakan kondisi yang dilematis bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pangan, mengingat daging sebagai sumber protein hewani dengan asam-asam amino esensialnya masih sangat diperlukan bagi masyarakat Indonesia. Selain itu asam lemak poli tidak jenuh dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Soewardi, 2005).

Dari uraian ini maka penggunaan CPO dan minyak ikan yang mengandung lemak dengan asam lemak poli tak jenuh yang tinggi dalam pakan ternak ruminansia sebagai sumber energi alternatif serta melindunginya dari proses biohidrogenasi mikroorganisme rumen merupakan hal yang menarik untuk dikaji.

(18)

sabun kalsium adalah suatu proses kimiawi untuk menyabunkan bahan lemak dan alkali yang dikenal dengan proses saponifikasi, dan ditambah mineral Kalsium (Ca) dengan tujuan mengubah bentuk minyak ikan dan CPO menjadi bentuk padat yang dapat dicampur dengan pakan ternak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Memepelajari penggunaan teknologi sabun kalsium (Ca-soap) dengan bahan dasar minyak ikan lemuru dan minyak sawit kasar (CPO) sebagai sumber energi alternatif dan asam lemak esensial. 2. Mempelajari penggunaan teknologi sabun kalsium untuk melindungi

asam lemak poli tak jenuh (PUFA) dari biohidrogenasi mikro-organisme rumen.

3. Mempelajari sejauh mana penggunaan sabun kalsium (Ca-soap) terhadap produksi daging pada ternak ruminansia baik secara kuantitas maupun secara kualitas.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi ilmiah mengenai peran sabun kalsium dalam melindungi asam lemak poli tak jenuh dari biohidrogenasi rumen. Manfaat aplikatifnya adalah penemuan bahan dan formula ransum untuk meningkatkan kandungan asam lemak poli tak jenuh yang dapat menurunkan kandungan kolesterol daging pada ternak ruminansia sehingga dapat meningkatkan kualitas daging tersebut.

Hipotesis

(19)

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan selama 18 bulan dalam 3 tahap yaitu : tahap pertama pembuatan sabun kalsium, tahap kedua adalah percobaan in-vitro, dan tahap ketiga adalah percobaan in vivo. Penelitianini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Potong dan Kerja dan Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium Kimia Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokterna Hewan IPB, Bogor.

Tahap I : Pembuatan sabun kalsium

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sabun kalsium terdiri dari minyak ikan lemuru dan minyak kelapa sawit kasar (CPO) sebagai sumber asam lemak, Natrium hidroksida (NaOH), Kalsium Khlorida (CaCl2) serta aquades. Sebelum pembuatan sabun kalsium (Ca-Soap), dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter yaitu : bilangan iod, bilangan penyabunan dan kandungan asam lemak dari minyak ikan lemuru dan CPO kemudian rendemen dari sabun kalsium yang dihasilkan. Setelah mengetahui bilangan iod dan bilangan penyabunan dari minyak ikan lemuru dan CPO maka dilanjutkan dengan pembuatan sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru dan CPO.

Adapun tahapan pembuatan pembuatan sabun kalsium ini dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Tahap II : Percobaan In Vitro

Percobaan secara in vitro ini dilakukan untuk mempelajari efektifitas penggunaan sabun kalsium dalam melindungi asam lemak poli tak jenuh dari proses biohidrogenasi oleh mikroorganisme rumen.

(20)

peng-amatan terhadap kandungan asam lemak poli tak jenuh di rumen dan pasca rumen.

Asam lemak

Pemanasan pada Heater

Penambahan larutan NaOH

Penambahan larutan CaCl2

Pendinginan pada suhu ruang

Pengeringan pada oven 70°C, 18 jam

Sabun Kalsium (Lemak Terlindung) Gambar 1 Tahapan pembuatan sabun kalsium.

Tahap III : Percobaan In Vivo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan pemberian sabun kalsium dengan sumber asam lemak poli tak jenuh yang terbaik (in-vitro). Penelitian ini menggunakan 15 ekor ternak domba jantan lokal yang berumur dibawah satu tahun (belum terjadi pergantian gigi seri susu), dengan bobot badan berkisar antara 9 –22 Kg dan digemukkan selama ± 3 bulan. Ternak domba tersebut ditempatkan dalam kandang individu berbentuk panggung yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum serta sarana untuk menampung urine dan feses. Ransum penelitian sebanyak tiga perlakuan yaitu :

Ransum A (RA) = ransum kontrol (tanpa penambahan sabun kalsium)

Ransum B (RB) = ransum kontrol + sabun kalsium 5% dan Ransum C (RC) = ransum kontrol + sabun kalsium 10%.

(21)

kuning, bungkil kedelei, pollard, dedek padi, minyak kelapa sawit premix dan sabun kalsium. Kompossi ransum dan kandungan nilai gizi ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Komposisi Ransum Penelitian

Bahan Ransum (%) Ransum A (RA) Ransum B (RB) Ransum C (RC) Rumput Jagung Kuning Bungkil Kedelei Pollard Dedak Padi

Minyak kelapa sawit Premix Sabun Kalsium 40 12.5 21 7 13 5.5 1 0 40 10 22.5 7 9 5.5 1 5 40 7 24.3 7.7 4.5 5.5 1 10

Tabel 2. Kandungan nutrien ransum penelitian

Kandungan nutrien Ransum A (RA)

Ransum B (RB)

Ransum C (RC)

Bahan kering (%) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) Ca (%) P (%) Energi (kkal/kg) 87.03 16.7 17.30 7.53 0.51 0.30 3790 86.50 16.64 15.04 9.18 1.21 0.80 3956 87.28 15.15 17.85 10.67 1.27 0.75 4069

(22)

disesuaikan setiap minggu agar sesuai dengan kebutuhannya. Air minum diberikan secara ad libitum, tetapi setiap hari diukur agar diketahui jumlah pemberiannya.

Parameter yang diukur adalah : konsumsi bahan kering dan bahan organik, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan berat badan harian, efisiensi penggunaan ransum, feed cost per gain, pH cairan rumen, VFA Total dan N-NH3.

Setelah perlakuan penggemukan selesai, sampel darah diambil kemudian dipuasakan selama 24 jam untuk mengurangi isi saluran pencernaan dan hanya diberi air minum saja kemudian ternak domba tersebut dipotong.

Untuk mengevaluasi kualitas karkas dan daging serta mempelajari inkorporasi asam lemak poli tak-jenuh pada karkas dan daging domba penelitian maka sampel daging otot longisimus dorsi pada potongan dari persendian thoracic vertebrata ke 12-13 sampai dengan lumbar vertebrata ke-6 dari setengah karkas bagian kiri dipisahkan. Sampel ini kemudian disimpan dalam freeser untuk analisis lebih lanjut.

Parameter yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas panas, persentase karkas, luas urat daging mata rusuk, lemak intermuskuler (marbling), kandungan asam lemak daging dan kandungan kolesterol dalam darah, daging dan feses. Secara ringkas tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

Analisis Data

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan pakan yaitu RA, RB dan RC dan masing-masing perlakuan mendapat lima ekor ternak domba sebagai ulangan. Model matematiknya adalah sebagai berikut :

Yij = μ + τi + βj + εij Keterangan :

(23)

τi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j

εjk = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

Selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan analisis sidik ragam (anova) dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

Pembuatan Sabun Kalsium dan Percobaab in-vivo Percobaan In Vitro

Parameter Bil. Iod minyak ikan dan cpo

Bil. penyabun m ikan & cpo Rend.sab kalsium m.ikan Rend sab kalsium cpo Kand asam lemak m.ikan Kand asam lemak cpo Kand as lemak pd sab.kalsium m. Ikan dan cpo

Kand asam lemak m.ikan di rumen & pasca rumen. Kand as lemak sab kal m.ikan di rumen & pasca rumen

Kand as lem cpo di rumen & pasca rumen

Kand as lem sab kal cpo di rumen & pasca rumen

Kons bhn kering & bhn org. Kec. Bhn kering & bhn org. Pertamb brt bdn harian Efisensi pengg ransum Feed cost per gain pH cairan rumen VFA total N-NH3

Bobot potong Bobot karkas panas Persentasi karkas

Luas urat daging mata rusuk Tebal lemak punggung Lemak marbling

Kand asam lemak pd daging Kand kolesterol pd darah Kand kolesterol pd daging Kand kolesterol pd feses

Gambar 2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Minyak ikan CPO

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektifitas Sabun Kalsium Melindungi Asam Lemak Poli Tak Jenuh

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efektifitas sabun kalsium melindungi asam lemak poli tak jenuh (PUFA) dari biohidrogenasi mikro-organisma rumen. Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan yaitu : 1) Pembuatan sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru dan minyak sawit kasar (CPO). Parameter yang diukur adalah bilangan iod, bilangan penyabunan, rendemen dan kandungan asam lemak pada minyak ikan lemuru dan CPO. 2) Percobaan in vitro untuk mempelajari efektifitas sabun kalsium melindungi asam lemak poli tak jenuh dari bio-hidrogenasi mikroorganisme rumen. Parameter yang diukur adalah kandungan asam lemak dari minyak ikan lemuru dan CPO di rumen dan pasca rumen serta kandungan asam lemak dari sabun kalsium minyak ikan dan CPO di rumen dan pasca rumen.

Bilangan Iod

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilangan iod pada minyak ikan lemuru adalah 10,4112 gram dan CPO adalah 4,2225 gram (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa minyak ikan lemuru mempunyai ikatan rangkap yang lebih banyak dari CPO. Ini berarti bahwa minyak ikan lemuru lebih banyak mengandung asam lemak poli tak jenuh dibanding CPO.

Bilangan Penyabunan

(25)

Tabel 3 Bilangan iod, bilangan penyabunan dan rendemen dari Minyak Ikan Lemuru dan CPO

Parameter Minyak ikan

lemuru

CPO

Bilangan Iod (gram)

Bilangan Penyabunan (mg KOH) Rendemen (%)

10.41 294.55 46.58

4.22 281.22 45.50 Sumber : Data Primer.

Rendemen

Pengukuran terhadap rendemen produk sabun kalsium dimaksud-kan untuk mengetahui tingkat efisiensi formula sabun kalsium tersebut. Nilai rendemen dari sabun kalsium pada penelitian ini adalah 46,58% untuk minyak ikan lemuru dan 45,50% untuk CPO (Tabel 3). Nilai rendemen dari hasil penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Waskito (1996) yang menggunakan minyak ikan lemuru sebagai bahan dasar pembuatan sabun kalsium yaitu sebesar 40%.

Kandungan Asam Lemak

Hasil analisis kandungan asam lemak dari minyak ikan lemuru dan CPO pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perbandingan kandungan asam lemak antara minyak ikan lemuru dan CPO mempunyai perbedaan yang cukup tinggi yaitu 348.9049 mg/gram untuk minyak ikan dan 56.3150 mg/gram untuk CPO.

(26)

Tabel 4 Kandungan asam lemak dari minyak ikan lemuru dan CPO.

Jenis Asam Lemak

Kandungan Asam Lemak (mg/g) Minyak Ikan CPO

Laurate (12:0) 2.9556 0.4645

Myristate (14:0) 27.7000 0.3153 Myristoleic (14:1) 11.8181

Pentadecanoate (15:0) 2.4674

Palmitate (16:0) 83.7968 5.6571 Poelmitoleic (16:1) 23.0066

Heptadecanoate (17:0) 4.0112 3.9936

Stearate (18:0) 25.2417 7.2013

Oleat (18 : 1) 73.8502 20.3291

Linoleate (18:2) 11.1597 13.5496

Linolenat (18:3) 5.4373 4.8045

Arrachidate (20:0) 2.1810 Eicosenoate (20:1) 2.1310

(20 : 4) 5.0147

(20 : 5) 1.9616

Behenate (22:0) 28.2790 Erucic Acid (22:1) 14.8484

(22:6) 23.0445

Total 348.9049 56.3150

Sumber : Data Primer

(27)

Tabel 5 Kandungan Asam Lemak (mg/g) dari Sabun Kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru dan CPO.

Jenis Asam Lemak

Sabun Kalsium Minyak Ikan CPO

Laurate (12:0) 0.5053 0.0936

Myristate (14:0) 4.2339 0.0815

Myristoleic (14:1) 4.2105 Pentadecanoate (15:0) 0.2992

Palmitate (16:0) 12.9084 2.1197

Poelmitoleic (16:1) 4.7102

Heptadecanoate (17:0) 3.3025 3.3883

Stearate (18:0) 4.1574 0.2006

Oleat (18:1) 17.2261 3.1588

Linoleate (18:2) 22.0143 4.2537

Linolenat (18:3) 6.3012 1.1791

Arrachidate (20:0) 0.4763 Eicosenoate (20:1) 0.5424

(20:4) 0.0104 (20:5) 0.1375 Behenate (22:0) 2.8957

Erucic Acid (22:1) 2.8935

(22:6) 2.2964

Total 89.1211 14.4753

Sumber : Data Primer

Perlindungan Asam Lemak (Percobaan In Vitro).

Setelah memperoleh sabun kalsium dari penelitian tahap I (pembuatan sabun kalsium), maka dilanjutkan dengan uji fermentablitas (in vitro) untuk mempelajari efektifitas sabun kalsium melindungi asam lemak poli tak jenuh (PUFA). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kandungan asam lemak terutama asam lemak poli tak jenuh di rumen dan pasca rumen.

(28)

dan arakidonat (20:0) dapat disintesa dari asam lemak linoleat (Piliang dan Djojosoebagio, 2002).

Hasil penelitian (in-vitro) menunjukkan bahwa kandungan asam lemak poli tak jenuh dari minyak ikan lemuru (tanpa sabun kalsium) pada rumen dan pasca rumen mengalami penurunan (Gambar 13). Asam lemak oleat (18:1) dan linoleate (18:2) mengalami penurunan dari 11.20 dan 63.36 mg/gram menjadi 0.26 dan 0.95 mg/gram. Sedangkan asam lemak linolenate (18:3) dan DHA (22:6) mengalami penurunan dari 10.84 dan 4.14 mg/gram menjadi sangat kecil (trace) dan tidak terdeteksi.

Hasil analisis kandungan asam lemak dari sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru pada rumen dan pasca rumen menunjuk-kan bahwa menunjuk-kandungan asam lemak juga mengalami penurunan dari rumen ke pasca rumen (Gambar 14). Asam lemak oleat (18:1) dan linoleate (18:2) mengalami penurunan dari 12.04 dan 34.54 mg/gram menjadi 1.53 dan 5.31 mg/gram. Sedangkan asam lemak linolenate (18:3) dan DHA (22:6) juga mengalami penurunan tetapi masih dapat terdeteksi yaitu dari 3.46 dan 6.18 mg/gram menjadi 1.95 dan 2.52 mg/gram.

Pola yang sama juga terjadi pada kandungan asam lemak dari CPO dan sabun kalsium dengan bahan dasar CPO. Hasil analisis kandungan asam lemak dari CPO (tanpa sabun kalsium) pada rumen dan pasca rumen menunjukkan bahwa kandungan asam lemak mengalami penurunan dari rumen ke pasca rumen (Gambar 15). Asam lemak oleat (18:1) dan linoleate (18:2) mengalami penurunan dari 11.0 dan 2.50 mg/gram menjadi 0.34 dan 0.40 mg/gram. Sedangkan asam lemak linolenate (18:3) mengalami penurunan dari 1.54 mg/gram menjadi sangat kecil (trace) dan tidak terdeteksi.

(29)

3.72 mg/gram. Sedangkan asam lemak linolenate (18:3) juga mengalami penurunan tetapi masih dapat terdeteksi yaitu dari 2.30 mg/gram menjadi 1.02 mg/gram.

Tabel 4. Kandungan asam lemak (mg/g) dari minyak ikan dan CPO tanpa proses penyabunan

Jenis Asam Lemak

Minyak ikan CPO Rumen Pasca

Rumen

Rumen Pasca Rumen

Laurate (12:0) 3.62 0.38

Myristate (14:0) 33.54 0.74 0.42 Myristoleic (14:1) 12.01

Pentadecanoate (15:0) 2.42

Palmitate (16:0) 110.32 2.27 13.99 1.51 Poelmitoleic (16:1) 28.93 0.60

Heptadecanoate (17:0) 2.61 2.44 2.53 2.14

Stearate (18:0) 32.79 0.75 1.72 0.31

Cis-9-Oleic (18:1) 9.89 0.23 9.71 0.30 Linoleate (18:2) 63.36 0.95 2.50 0.40

Linolenat (18:3) 10.84 1.54

Arrachidate (20:0) 1.98 Eicosenoate (20:1) 3.10 Behenate (22:0) 6.77

(22:6) 4.14

326.33 7.98 32.79 4.65

(30)
[image:30.612.130.466.196.469.2]

by-pass merupakan sumber energi yang tidak mempunyai efek terhadap fermentasi rumen dan siap diasimilasi oleh ternak dalam sistem pencernaannya dan lolos atau terpintas dari proses degradasi mikroba dalam retikulo rumen atau disebut lemak terlindung.

Tabel 5. Kandungan asam lemak (mg/g) dari Sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru dan CPO.

Jenis Asam Lemak

Minyak ikan CPO

Rumen Pasca Rumen

Rumen Pasca Rumen

Laurate (12:0) 2.18 0.38 0.39

Myristate (14:0) 23.33 4.11 0.52 0.41 Myristoleic (14:1) 8.44 1.23

Pentadecanoate

(15:0) 1.61

Palmitate (16:0) 78.53 13.54 21.95 11.67 Poelmitoleic (16:1) 25.90 4.31

Heptadecanoate

(17:0) 2.53 2.46 2.46 2.43

Stearate (18:0) 28.81 4.83 2.31 1.09

Cis-9-Oleic (18:1) 10.63 1.35 14.08 11.30 Linoleate (18:2) 34.54 5.30 11.39 3.72

Linolenat (18:3) 3.46 1.95 2.30 1.02

Arrachidate (20:0) 1.84 0.73 Eicosenoate (20:1) 2.97 1.18 Behenate (22:0) 7.85 3.12

(22:6) 6.18 2.52

238.81 46.65 55.39 32.04

(31)

pada otot longissimus dorsi tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan minyak ikan tanpa diproteksi tidak akan berpengaruh terhadap kandungan asam lemak poli tak jenuh pada daging ternak ruminansia.

Dari penelitian tahap I ini dapat disimpulkan bahwa kandungan asam lemak poi tak jenuh (PUFA) pada minyak ikan lemuru lebih tinggi dibanding pada CPO. Teknologi sabun kalsium (Ca-Soap) efektif melindungi/memproteksi asam lemak poli tak jenuh (PUFA) dari biohidro-genasi mikroorganisme rumen. Selanjutnya disarankan untuk perlu dilakukan penelitian in-vivo yang menggunakan sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru untuk mengetahui inkorpoasi asam lemak poli-tak jenuh ke dalam karkas ternak ruminansia.

Penampilan Pertumbuhan

Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan hasil penelitian in vitro yaitu pemberian ransum penggemukan kepada ternak domba yang disuplementasikan dengan sabun kalsium yang berbahan dasar minyak ikan lemuru. Pada penelitian ini dilakukan dua tahap kegiatan penga-matan yaitu : 1) Penampilan pertumbuhan. Parameter yang diukur adalah konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik, fermentasi mikroba rumen (pH , VFA Total dan N-NH3 cairan rumen), pertam-bahan bobot badan harian, efisiensi penggunaan ransum dan feed cost/ gain. 2) Karakteristik karkas dan daging domba. Parameter yang diukur adalah bobot potong, bobot karkas, persentasi karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal lemak punggung, lemak intramuskuler, kandungan asam lemak dan kandungan kolesterol.

Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik

(32)

perbedaan antar perlakuan. Hal ini disebabkan karena pemberian ransum bagi ternak domba dalam penelitian ini adalah sama yaitu 3,8% dari bobot badan hidup. Konsumsi bahan kering selama penelitian ini setelah dianalisis setara dengan 3% bobot badan. Walaupun konsumsi bahan kering ini tidak berbeda nyata namun konsumsim bahan kering pada perlakuan RC cenderung lebih tinggi, kemudian RB dan RA. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi sabun kalsium ternyata dapat meningkatkan kualitas ransum sehingga konsumsinya meningkat. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa ransum yang berkualitas baik, tingkat konsumsinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ransum berkualitas inferior.

Nilai rataan konsumsi bahan kering yang dilaporkan oleh Mathius et al., (1997) yaitu berkisar dari 640.0 dan 703.0 (g/ekor/hari), dan juga oleh Kaunang (2004) yaitu berkisar dari 609.64 dan 741.20 (g/ekor/hari), serta Uhi (2005) yaitu berkisar dari 543.93 dan 572.98 (g/ekor/hari).

(33)

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Kualitas ransum ditentukan juga oleh tingkat kecernaan zat-zat makanan yang terkandung dalam ransum tersebut. Tingkat kecernaan zat-zat makanan dapat memberikan gambaran tentang kualitas ransum yang digunakan, karena bagian yang dicerna merupakan selisih antara kandungan zat makanan dalam ransum tersebut dengan zat makanan yang keluar melalui feses.

Tabel 10 Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi dan kecernaan bahan kering ternak domba jantan lokal

Parameter RA RB RC

Konsumsi BK (g/ekor/hari) 525.51 645.74 650.42

Konsumsi BO (g/ekor/hari) 479.41 562.95 555.10

Kecernaan BK (%) 58.40 61.83 64.83

Kecernaan BO (%) 59.36 63.27 61.15

Sumber : Data Primer

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan nilai kecernaan bahan kering (KCBK) pada perlakuan RA, RB dan RC adalah 58.40;61.83 dan 64.83 sedang rataan nilai kecernaan bahan organik (KCBO) pada perlakuan RA, RB dan RC adalah 59.36; 63.27 dan 61.15 (Tabel 10). Menurut Parakkasi (1995) bahwa penambahan lemak dalam ransum ternak ruminan dapat meningkatkan konsumsi, tapi bila berlebihan dapat berakibat negatif dan mengganggu pencernaan. Kadar lemak ransum ruminan yang melebihi 7–8% dapat menyebabkan gangguan pencernaan, terutama penurunan konsumsi yang disebabkan oleh gangguan fungsi mikroorganisme dalam rumen.

(34)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan lemak dalam bentuk sabun kalsium pada perlakuan RB dan RC masing-masing 5% dan 10% ternyata dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan baik bahan kering maupun bahan organik. Hal ini berarti bahwa suplementasi lemak pada ransum ruminan dalam bentuk sabun kalsium, dapat melindungi lemak dari sistem pencernaan dalam rumen sehingga dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan ransum.

pH Cairan Rumen

Nilai pH cairan rumen memegang peran penting dalam mengatur beberapa proses dalam rumen, baik dalam mendukung pertumbuhan mikroba rumen maupun dalam menghasilkan produk berupa asam lemak atsiri atau Volatile Fatty Acid (VFA) dan amonia (NH3). Kondisi normal pH cairan rumen adalah antara 5.5 – 7. Hasil penelitian pada Tabel 11 menunjukkan bahwa rataan nilai pH cairan rumen yang relatif sama yaitu 6.26; 6.68 dan 6.56 masing-masing untuk perlakuan RA, RB dan RC. Rataan nilai pH cairan rumen dalam penelitian ini masih berada dalam kisaran normal.

Salah satu sifat negatif dari penambahan lemak dalam ransum ruminan adalah lemak dan minyak dapat menurunkan kecernaan dalam rumen. Analisis sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan antar perlakuan. Hal ini berarti bahwa dengan penambahan lemak pada ransum ternak domba dalam bentuk sabun kalsium pada perlakuan RB dan RC tidak memberikan suatu kondisi yang negatif. Sebaliknya dengan penambahan sabun kalsium ternyata dapat meningkatkan kecernaan dan pH cairan rumen dibanding perlakuan RA (kontrol).

Produksi VFA Total Caiarn Rumen

(35)

mulut, pencernaan mikroba (fermentatif) di rumen serta pencernaan enzimatik dengan bantuan enzim dalam saluran pencernaan pasca rumen. Pencernaan fermentatif merupakan usaha merombak senyawa yang komplek menjadi bahan mudah diserap dengan bantuan mikroba rumen dan menghasilkan asam lemak volatile (Volatille Fatty Acid, VFA) yang telah diketahui merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia.

(36)

Tabel 11 Pengaruh perlakuan terhadap fermentasi mikroba rumen pada ternak domba jantan lokal.

Parameter RA RB RC

pH Cairan Rumen 6.26 6.68 6.56

Produksi VFA Total (mM) 122.8b 141.6b 170.0a

Produksi N-NH3 (mM) 7.66 8.35 7.27

Sumber : Data Primer

Produksi N-NH3 Cairan Rumen

Produksi amonia (N-NH3) merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan kecukupannya dalam rumen untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Leng, 1990). Kadar N-NH3 yang mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen adalah 4 sampai 14 mMol, dan apabila nilai N-NH3 kurang dari 4 mMol maka proses fermentasi akan terganggu (Preston and Leng, 1987). Konsentrasi N-NH3 ini antara lain ditentukan oleh tingkat protein pakan yang dikonsumsi, derajat degradabilitasnya, lamanya makanan berada di dalam rumen dan pH rumen (Ørskov, 1982).

Kadar N-NH3 dalam penelitian ini adalah 7.66, 8.35 dan 7.27 (mM) masing-masing untuk perlakuan RA, RB dan RC (Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa kadar N-NH3 dalam penelitian ini masih berada dalam kisaran normal. Analisis sidik ragam menunjuk-kan bahwa kadar N-NH3 tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian penambahan lemak pada ransum ternak domba dalam bentuk sabun kalsium tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan mikroba sehingga proses deaminasi asam amino dan fermentasi hijauan dapat berlangsung secara optimal.

Pertambahan Bobot Badan Harian

(37)

masing-masing untuk perlakuan RA, RB dan RC (Tabel 12). Analisis sidik ragam rataan pertambahan bobot badan harian antar perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan. Hal ini berarti bahwa pemberian sabun kalsium tidak mempunyai pengaruh terhadap pertambahan bobot badan ternak domba. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) merupakan manifestasi dari kualitas pakan yang diberikan. Tidak adanya perbedaan pertambahan bobot badan harian antara perlakuan dalam penelitian ini disebabkan karena pemberian pakan yang sama yaitu 3.8% dari bobot badan. Meskipun demikian pertambahan bobot badan harian ternak domba yang mendapat tambahan sabun kalsium 5% dan 10% pada perlakuan RB dan RC memberikan pertambahan bobot badan harian yang lebih baik yaitu 104,0 dan 106,29 (gram/ekor/hari).

Dalam pertumbuhan ternak, sangat dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu genetik dan lingkungannya. Hasil penelitian dari Sabrani dan Levine (1993) tentang ternak kambing dan domba di Indonesia, melaporkan bahwa untuk ternak domba jantan lokal, pertambahan bobot badan akan terjadi dengan cepat sampai umur delapan bulan, dan pada saat itu mencapai berat 23 kg, kemudian sampai umur 17 bulan tidak ada pertambahan bobot badan lagi. Setelah itu berat badan tertinggi adalah 25 kg yang dicapai pada umur 18 bulan.

Tabel 12 Pengaruh perlakuan terhadap penampilan pertumbuhan pada ternak domba jantan lokal

Parameter RA RB RC

PBBH (g/ekor/hari) 74.29 104.0 106.29

EPR 0.1454 0.1653 0.1593

Feed Cost/Gain (Rp) 14.787 17.065 20.615 Sumber : Data Primer

(38)

domba jantan lokal masing-masing adalah 54.97; 61.00 dan 75,89 (gram/ekor/hari).

Tingginya pertambahan bobot badan harian pada perlakuan RB dan RC dalam penelitian ini terkait dengan konsumsi serta kecernaan bahan kering dan bahan organik yang tinggi. Selain itu suplementasi sabun kalsium pada perlakuan RB dan RC meningkatkan produksi VFA Total dibanding RA. Peningkatan VFA Total diduga karena terjadi peningkatan propionat yaitu fraksi dari VFA. Produk akhir berupa VFA ini dalam jaringan tubuh akan dimanfaatkan sebagai sumber energi dan bahan sintesis lemak. Asam propionat diabsorbsi melalui epitel rumen dan masuk ke sirkulasi darah, kemudian dibawa ke hati untuk selanjutnya diubah menjadi glukosa dan bagian cadangan glukosa hati. Pada proses anabolis di dalam tubuh, ternak memerlukan energi dalam bentuk glukosa. Pada ternak ruminansia, glukosa dapat disintesis dari sumber-sumber bukan karbohidrat yaitu dari asam lemak atau asam amino melalui proses glukoneogenesis. Komponen asam lemak atsiri (VFA) yang termasuk glukogenik adalah asam propionate yang dalam proses metabolismenya menjadi precursor glukosa, sedangkan asam asetat dan asam butirat tidak termasuk metabolit glukogenik melainkan metabolit ketogenik.

(39)

tapi tetap mengantarkan dosis energi yang tinggi untuk membantu produksi ternak ruminansia. Disamping itu sabun kallsium tidak mempengaruhi pencernaan serat walaupun diberikan dalam jumlah yang besar dalam ransum serta akan terhindar dari penjenuhan asam lemaknya oleh bakteri rumen sehingga kandungan lemak susu dan daging dari ternak ruminansia mengandung asam-asam lemak tidak jenuh yang mungkin aman untuk dikonsumsi.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penambahan lemak dalam bentuk sabun kalsium efektif melindungi asam-asam lemak poli tak-jenuh yang merupakan asam-asam lemak esensiel sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ternak tanpa didegradasi oleh mikroba rumen. Asam lemak esensiel dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kesehatan karena asam lemak esensiel merupakan pembangun struktur sel dan integritas struktur membran sel. Defisiensi asam lemak esensiel menyebabkan hiperkeratosis pada usus yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan nutrien. Hal ini sesuai dengan pendapat Jenkins dan Palmquist (1984) yang menyatakan bahwa sabun kalsium merupakan bentuk lemak terlindung dan merupakan sumber lemak yang efektif dalam bahan pakan ternak ruminansia, karena sistem fermentasi rumen tetap normal dan kecrnaan asam lemaknya tinggi.

Efisiensi Penggunaan Ransum

(40)

perlakuan RA. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi sabun kalsium dapat meningkatkan nilai efisiensi penggunaan ransum.

Feed Cost/Gain

Nilai feed cost per gain (FC/G) dalam penelitian ini adalah untuk perlakuan RA (Rp 14 787,-/kg), RB (Rp 17 065,-/kg) dan RC (Rp 20 615,-/kg). Nilai FC/G dipengaruhi oleh banyaknya konsumsi pakan, harga bahan pakan dan besarnya PBBH yang dihasilkan. Semakin kecil nilai FC/G semakin baik, karena untuk menghasilkan PBBH yang sama dibutuhkan biaya pakan yang relatif lebih murah. Nilai FC/G pada perlakuan RB dan RC lebih tinggi karena harga minyak ikan dan bahan kimia yang mahal sehingga untuk pembuatan 1 kg sabun kalsium dibutuhkan Rp 11 720,-. Nilai FC/G ini hampir sama dengan yang dilaporkan Sukadi et al., (2002) yaitu Rp 11 232,-; Rp 17 940,- dan Rp 21 068,- masing-masing untuk perlakuan kontrol dan penambahan zat pemacu pertumbuhan phytogenic 1 dan 0.5 gram/ekor

Komposisi Karkas dan Daging Ternak Domba

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengevaluasi kualitas karkas dan daging serta mempelajari inkorporasi asam lemak poli tak jenuh pada karkas dan daging ternak domba penelitian.

Bobot Potong

(41)

perlakuan RB dan RC lebih tinggi dibanding perlakuan RA namun tidak berbeda nyata. Hasil penelitin ini hampir sama dengan hasil penelitian Sabrani dan Levine (1993) yang melaporkan bahwa bobot badan tertinggi untuk domba jantan lokal adalah 25 kg, karena itu disarankan agar pemasaran segera dilakukan setelah mencapai bobot badan tersebut. Rataan bobot potong yang dilaporkan oleh Rachmadi (2003) yaitu berkisar dari 18.7 kg dan 19.2 kg.

Bobot Karkas

Hasil penelitian juga memperlihatkan rataan bobot karkas antar perlakuan yaitu 8.0 kg, 10.24 kg dan 11.16 kg masing-masing untuk perlakuan RA, RB dan RC. Bobot karkas yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot karkas panas dimana rataan bobot karkas pada perlakuan RB dan RC yang mendapat tambahan sabun kalsium, lebih tinggi dibanding perlakuan RA, yang tidak mendapat tambahan sabun kalsium, namun analisis sidik ragam tidak menunjukkan adanya perbedaan. Rataan bobot karkas yang dilaporkan oleh Rachmadi (2003), yaitu bahwa pada lama penggemukkan sembilan minggu berkisar dari 6.90 – 7.58 kg. Tingginya bobot karkas pada perlakuan RB dan RC ini sesuai dengan tingginya bobot potong. Hal ini berarti semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas akan meningkat.

0 10 20 30 40 50 60

Bbt Potong

Bbt karkas % karkas Luas Udamaru

Tbl lemak pgg

RA RB RC

(42)

Persentasi Karkas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentasi bobot karkas yaitu 40.82%; 52.24% dan 56.93%. Rataan persentasi bobot karkas pada perlakuan RB dan RC lebih tinggi dibanding RA, namun hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan. Hasil penelitian Setiyono dan Soeparno (1992) terhadap domba lokal jantan yang dipotong pada berat 12, 14 dan 16 kg melaporkan bahwa perentasi bobot karkas tertinggi diperoleh pada bobot potong 16 kg yaitu 41.88 kg ± 1.98% dan terendah pada bobot potong 12 kg yaitu 38.33 ± 2.37%. Hasil penelitian Rachmadi (2003) terhadap domba lokal jantan dengan lama penggemukkan sembilan minggu melaporkan bahwa persentasi bobot karkas tertinggi adalah 49,68% dan terendah adalah 48,36%. Romans et al., (1994) melaporkan bahwa persentasi karkas domba adalah 50%, sedang menurut Amsar et al (1984) bahwa persentasi karkas domba lokal adalah 47.5 - 60%. Rataan persentasi bobot karkas dalam penelitian ini sesuai dengan rataan bobot potong dan bobot karkas dimana bobot potong dan bobot karkas yang tinggi akan menghasilkan persentase bobot karkas yang tinggi pula. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa persentasi karkas dipengaruhi oleh bobot potong dan bobot karkas.

Luas Urat Daging Mata Rusuk

(43)

Tebal Lemak Punggung

Tebal lemak punggung merupakan indikator untuk menentukan per-lemakan tubuh atau karkas. Makin tebal lemak punggung berarti makin besar proporsi lemak karkas (Romans et al., 1974). Soeparno (1992) menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur serta konsumsi energi, deposisi lemak juga terjadi di antara otot (lemak intermuskuler), lapisan bawah kulit (lemak sub-kutan) dan terakhir di antara ikatan serabut yaitu lemak intramuskuler atau marbling. Demikian juga Priyanto et al (1999) menyatakan bahwa daging berlemak mempunyai palatabilitas yang disukai, terutama tenderness dan juiciness karena adanya peningkatan marbling dalam daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataa tebal lemak punggung adalah 2.2, 2.875 dan 2.4 masing-masing untuk perlakuan RA, RB dan RC dan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini diduga karena pertumbuhan lemak pada ternak domba mengarah ke rongga perut sehingga lemak subkutannya tetap rendah walaupun terjadi kenaikan bobot badan.

Kualitas karkas dalam penelitian ini memperlihatkan hasil yang cukup baik karena persentasi karkasnya tinggi yang diikuti dengan proporsi urat daging yang tinggi tetapi lemaknya rendah. Kualitas karkas yang baik adalah karkas dengan urat daging yang maksimum, lemak yang minimum dan otot yang optimum. Karkas dengan proporsi urat daging yang tinggi dan tingkat perlemakan yang minimum akan lebih disukai konsumen karena mempunyai kualitas daging yang baik (Berg et al., 1978).

Kandungan Lemak Intramuskuler (Marbling)

(44)

rataan kandungan lemak intramuskuler (marbling) pada perlakuan RA, RB dan RC adalah 2.42%; 3.63% dan 3.98%. Ilustrasi ini dapat dilihat pada Gambar 23.

0 1 2 3 4

RA RB RC

Gambar 23 Kandungan lemak intramuskuler (marbling) antar perlakuan. (Sumber : Data Primer).

Derajat marbling pada perlakuan yang mendapat tambahan sabun kalsium yaitu RB dan RC lebih tinggi dibanding perlakuan RA (kontrol), tetapi hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan. Meskipun demikian derajat marbling pada perlakuan RB dan RC lebih tinggi dan masuk kategori Sligt (Sl) sedang pada prlakuan RA lebih rendah dan masuk kategori trace (TR). Hal ini berarti bahwa dengan penambahan sabun kalsium pada perlakuan RB dan RC dapat meningkatkan derajat marbling. Dengan demikian mutu daging juga dapat ditingkatkan, jika pada perlakuan RA mutu daging dikategori kedalam kelas Chois sebaliknya pada perlakuan RB dan RC mutu daging lebih tinggi dan masuk dalam kategori kelas Super.

Komposisi Asam Lemak pada Otot Longisimus dorsi

[image:44.612.129.497.83.587.2]
(45)

eicosenoate (20:1). Asam lemak ganda tidak jenuh (PUFA), terdiri dari linoleate (18:2) dan linolenate (18:3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi asam lemak pada masing-masing perlakuan secara komposit dapat dilihat pada Gambar 24 dibawah ini. Kandungan asam lemak jenuh pada perlakuan RA lebih tinggi yaitu 32.02% dibanding perlakuan RB dan RC yang mendapat tambahan sabun kalsium yaitu 30.09% dan 12.35%. Sebaliknya kandungan asam lemak tidak jenuh pada perlakuan RA, yang tidak mendapat tambahan sabun kalsium lebih rendah yaitu 67.98% dibanding perlakuan RB dan RC yaitu 69.92% dan 87.65%.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kandungan asam lemak ganda tidak jenuh pada perlakuan RB dan RC lebih tinggi yaitu 38.60% dan 36.55% dibanding RA yakni 6.77%. Hal ini menunjukkan bahwa penam-bahan sabun kalsium secara proporsional dapat menurunkan kandungan asam lemak jenuh karena sabun kalsium yang dipakai sebagai bahan dasar dalam pembuatan sabun kalsium kaya akan asam lemak ganda tidak jenuh. Tingginya kandungan asam lemak jenuh ini dapat meningkatkan kolesterol dalam darah. Asam lemak tunggal tidak jenuh tidak berpengaruh nyata terhadap status kolesterol dalam darah, sedangkan jumlah asam lemak ganda tidak jenuh dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

Rasio asam lemak ganda tidak jenuh terhadap asam lemak jenuh juga merupakan salah satu factor penting dalam upaya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Katchadurin (1979) mengelompokkan rasio asam lemak ganda tidak jenuh dengan asam lemak jenuh kedalam lima kelompok yaitu : kurang dari 0.1; 0.1-0.5; 0.5-1.5; 1.5-2.5 dan lebih dari 2.5. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian akhir-akhir ini maka disarankan agar rasio antara asam lemak ganda tidak jenuh dengan asam lemak jenuh sebaiknya berkisar dari 1.5 – 2.0.

(46)

penambahan lemak dalam bentuk sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru pada perlakuan RB dan RC masing-masing 5% dan 10% dapat meningkatkan rasio asam lemak ganda tidak jenuh dengan asam lemak jenuh. Dengan demikian proteksi asam lemak ganda tidak jenuh dalam bentuk sabun kalsium yang dilakukan dalam penelitian ini, efektif melindungi asam lemak ganda tidak jenuh dari biohidrogenase mikro-organisme rumen sehingga asam lemak ganda tidak jenuh dapat lolos sampai ke usus halus, diserap dan akhirnya diinkorporasi masuk ke dalam daging.

0% 20% 40% 60% 80% 100%

RA RB RC

[image:46.612.126.501.83.747.2]

Asam Lemak Ganda Tdk Jenuh Asam Lemak Tunggal Tdk Jenuh Asam Lemak Jenuh

Gambar 24 Komposisi kandungan asam lemak antar perlakuan (Sumber : Data Primer)

Kandungan Kolesterol pada Serum, Daging dan Feses

(47)

masing-masing untuk perlakuan RA, RB dan RC dan masih berada dalam kisaran normal (50-140) mg/dl. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 25.

Analisi sidik ragam menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata (P < 0.01) antar perlakuan. Hasil analisis uji lanjut dengan Uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P < 0.01) antara perlakuan RA dibanding dengan perlakuan RB dan RC, sedang antara perlakuan RB dan RC tidak berbeda (P > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian lemak dalam bentuk sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan pada perlakuan RB dan RC dapat menurunkan kolesterol dalam serum ternak domba karena kandungan asam lemak ganda tidak jenuh yang banyak terdapat pada minyak ikan. Ini sesuai dengan pernyataan Soewardi (2005) bahwa laporan penelitian dari Amerika, Canada, Australia, Jepang, Norwegia, Inggris dan negara-negara lain menunjukkan bahwa asam lemak ganda tidak jenuh seperti omega-3 mempunyai peranan yang sangat penting untuk kesehatan manusia karena membantu pencegahan diabetes, menurunkan kadar kolesterol, mencegah pengerasan pada pembuluh arteri dan penyakit jantung.

Hasil penelitian Kook et al., (2002) tentang efek suplemen minyak ikan pada sapi Korea melaporkan bahwa kandungan kolesterol pada serum darah berbeda sangat nyata (P < 0.01). Pada sapi yang mendapat tambahan minyak ikan, kandungan kolesterol serumnya adalah 171.33 mg/dl dibanding kontrol adalah 125.67 mg/dl. Hal ini diduga karena minyak ikan yang diberikan tidak dilindungi sehingga asam lemak tidak jenuhnya mengalami proses hidrogenasi oleh mikroorganisme dan meningkatkan kolesterol plasma.

(48)

RA dibanding dengan perlakuan RB dan RC, sedang antara perlakuan RB dan RC tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian lemak dalam bentuk sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan pada perlakuan RB dan RC dapat menurunkan kolesterol pada daging ternak domba.

0 25 50 75 100 125 150

serum daging feses

[image:48.612.134.505.191.376.2]

RA RB RC

Gambar 25 Kandungan kolesterol dalam serum, daging dan feses antar perlakuan pada ternak domba jantan lokal

(Sumber : Data Primer).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kandungan kolesterol dalam feses ternak domba antar perlakuan yaitu 16.26; 55.45 dan 40.21 (mg/dl) masing-masing untuk perlakuan RA, RB dan RC. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata namun kandungan kolesterol pada perlakuan RB dan RC cenderung lebih tinggi. Hal ini berarti penambahan sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru dapat meningkatkan kandungan kolesterol feses pada ternak domba. Kolesterol yang tidak diperlukan akan dikeluarkan bersama-sama dengan feses dan kurang lebih setengahnya dalam bentuk garam-garam empedu dan sisanya dalam bentuk hormon-hormon steroid netral.

(49)

PEMBAHASAN UMUM

Pemberian lemak dalam pakan ternak ruminansia sebagai sumber energi perlu diwaspadai mengingat ternak ruminansia sangat peka terhadap kandungan lemak yang tinggi dalam ransumnya. Kandungan lemak dalam ransum ternak ruminansia yang melebihi 7-8% dapat memberikan dampak yang negatif terutama dalam proses fermentasi rumen, seperti : membatasi pencernaan serat, merupakan racun bagi bakteri selulolitik, menurunkan aktivitas enzim dan menurunkan absorpsi beberapa kation. Disamping itu mikroorganisma rumen juga dapat menghidrogenasi asam lemak poli tak-jenuh (Lloyd. et al., 1978). Dengan adanya proses biohidrogenasi ini menyebabkan daging pada ternak ruminansia mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang tinggi yang dapat meningkatkan kolesterol. Tingginya kadar lemak dan kolesterol ini sering merupakan faktor pembatas bagi konsumen untuk mengurangi atau bahkan tidak sama sekali mengkonsumsi produk peternakan ini.

Fenomena demikian merupakan kondisi yang dilematis bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pangan, mengingat daging sebagai sumber protein hewani dengan asam-asam amino esensialnya masih sangat diperlukan bagi masyarakat Indonesia.

Dari uraian ini maka penggunaan lemak dengan asam lemak poli tak jenuh yang tinggi dalam pakan ternak ruminansia sebagai sumber energi alternatif serta melindunginya dari proses biohidrogenasi mikro-organisma rumen merupakan hal yang menarik untuk dikaji.

Teknologi sabun kalsium (Ca-Soap) merupakan salah satu teknologi perlindungan lemak yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan. Teknologi sabun kalsium adalah suatu proses kimiawi untuk menyabunkan bahan lemak dan alkali yang dikenal dengan proses saponifikasi, dan ditambah mineral Kalsium (Ca) dengan tujuan mengubah bentuk minyak ikan dan CPO menjadi bentuk padat yang dapat dicampur dengan pakan ternak.

(50)

juga menunjukkan bahwa sabun kalsium efektif melindungi asam lemak poli tak jenuh dari biohidrogenasi mikroorganisme ruman. Kandungan asam lemak poli tak-jenuh masih cukup tingi pada perlakuan sabun kalsium dibanding dengan tanpa perlakuan sabun kalsium pada daerah pasaca rumen.

Suplementasi sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru sebanyak 5% dan 10% pada perlakuan RB dan RC dalam ransum penggemukan ternak domba ini mempunyai dampak terhadap komposisi bahan ransum yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RB dan RC mempunyai kandungan energi yang lebih tinggi di banding perlakuan RA (kontrol). Hasil penelitian juga menunjukan bahwa konsumsi pada perlakuan RB dan RC cenderung lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa pemberian lemak sebagai sumber energi dengan minyak ikan lemuru tidak mempunyai dampak terhadap peningkatan panas dalam tubuh ternak domba sehingga ternak tersebut tetap merasa nyaman dan konsumsinya meningkat.

(51)

karena itu konsumsi energi yang tinggi juga akan diikuti dengan pertumbuhan yang lebih baik.

Selain itu peningkatan produksi VFA Total diduga karena ada peningkatan fraksi VFA yaitu propionat yang mengakibatkan peningkatan VFA secara keseluruhan. Asam propionat diabsorbsi melalui epitel rumen dan masuk ke sirkulasi darah, kemudian dibawa ke hati untuk selanjutnya diubah menjadi glukosa dan bagian cadangan glukosa hati. Pada proses anabolis di dalam tubuh, ternak memerlukan energi dalam bentuk glukosa. Pada ternak ruminansia, glukosa dapat disintesis dari sumber-sumber bukan karbohidrat yaitu dari asam lemak atau asam amino melalui proses glukoneogenesis. Komponen asam lemak atsiri (VFA) yang termasuk glukogenik adalah asam propionat yang dalam proses metabolismenya menjadi precursor glukosa, sedangkan asam asetat dan asam butirat tidak termasuk metabolit glukogenik melainkan metabolit ketogenik.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa produksi VFA total yang lebih tinggi pada perlakuan RC tidak memberikan dampak terhadap pH cairan rumen. pH cairan rumen pada perlakuan RC cenderung lebih rendah dibanding RB tetapi masih berada pada kisaran normal untuk terjadinya fermentasi di dalam rumen. Hal ini disebabkan karena kan- dungan serat pada perlakuan RC lebih tinggi dari perlakuan RB. Kondisi ini mengharuskan ternak domba banyak melakukan aktivitas pengunyahan (mastikasi) sehingga saliva yang disekresikan dan yang masuk ke dalam retikulorumen lebih banyak. Saliva pada ternak ruminansia banyak mengandung bikarbonat dan fosfat serta berperan sebagai larutan penyangga atau buffer sehinga pH dapat dipertahankan pada kisaran normal.

(52)

Hal ini menunjukkan bahwa tingginya energi yang terkandung pada perlakuan RB dan RC diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi pula bahkan masih tersisa dan dideposit sebagai lemak intramuskuler.

Kandungan lemak daging sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain macam dan jenis makanan, aktifitas fisik, stres dan turunan. Makanan yang mengandung asam lemak poli tak jenuh dapat menurunkan kolesterol dalam serum darah (Soewardi, 2005). Oleh karena itu pemberian sabun kalsium dengan bahan dasar minyak ikan lemuru yang kaya akan asam lemak poli tak januh dan lolos dari biohidrogenasi mikroorganisma rumen sehingga dapat menurunkan kolesterol serum.

Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa penambahan lemak dalam bentuk sabun kalsium dapat menurunkan kadar kolesterol serum dan darah sebaliknya meningkatkan kolesterol pada feses. Hal ini menunjuk-kan bahwa sabun kalsium efektif melindungi lemak sehingga lemak ini tidak semuanya didegradasi tetapi masih ada yang lolos. Hal ini berarti istilah lemak langsung lewat rumen (rumen by-pass fat) kurang tepat dan mungkin lebih baik dengan istilah lemak yang kurang tercerna dalam rumen (rumen lessdegradable fat). Dengan adanya lemak yang lolos sampai ke usus halus maka produksi cairan empedu akan meningkat. Cairan empedu ini berfungsi untuk mengemulsifikasi lemak dan dapat dibentuk melalui sintesa kolesterol. Peningkatan caiaran empedu sebagai zat pengemulsi (emulsifier) juga akan meningkatkan sintesa kolesterol untuk pembentukannya dan secara tidak langsung dapat menurunkan kolesterol di darah yang selanjutnya juga menurunkan kolesterol yang terinkorporasi di dalam daging. Selanjutnya kolesterol ini akan dikeluar-kan bersama-sama dengan feses yang mengakibatdikeluar-kan kolesterol feses meningkat.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Amsar, Natasasmita A, Sastradipradja D, Gurnadi RE, Parakkasi A. 1984. Komposisi Karkas Domba Lokal Priangan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Bobot Badan. Prosiding Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. 22 – 23 November 1984. Bogor.

Berg RT, Butterfield RM, 1976. New concepts of cattle growth. Sidney University Press.

Broster WH, Sutton JD, Tuck VJ, Balch CC. 1965. J. Agric. Sci. 65:227. Chalupa W et al . 1986. Ruminal Fermentation in vitro as Influenced by

Long Chain Fatty Acid. J. Dairy Sci. 69:1293

Jenkins TC, Palmquist DL. 1984. Effect of fatty acids or Calcium Soaps on Rumen and Total Nutrient Digestibility of Dairy Rations. J Dairy Sci. 67:978-986

Jenkin TC. 1993. Lipid Metabolism in The Rumen. J. Dairy Sci. 76:3851. Kaunang CL. 2004. Respons ruminan terhadap pemberian hijauan pakan

yang dipupuk air belerang [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Kook K., Choi BH, Sun SS, Garcia F, Myung KH. 2002. Effect of Fish Oil Supplement on Growth Performance, Ruminal Metabolism and Fatty Acid Composition of Longissimus Muscle in Koren Cattle. Asian Australian Journal Animal Science. Vol. 15 no. 1 : 1-156. Joinly Published with Korean Sociaty of Anim Sci and Technology-Official Journal of The Asian-Australian Association of Animal Production Societies (AAAP).

Lawrie RA. 1995, Ilmu Daging, Edisi Kelima, penerjemah; Parakkasi A, editor. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Meat Science

Linder MC. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Lemak. Di dalam: Maria C Linder ,editor. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. UI Press.

Leng RA. 1990. Factor Affecting the Utilization of “poor quality” Forages by Ruminants Particulary Under Tropical Condition. Di dalam: Smith RH, editor. Nutrition Research Review. Vol 3. Cambridge : Cambridge University Press.

(54)

Lubis MI. 1993. Pengaruh minyak ikan lemuru dalam pakan terhadap respons vaskuler kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang hiperkolesterol-emik. Disertasi Program Pascasarjana IPB Bogor. Mathius IW, Lubis D, Wina E, Nurhayati DP, Budiarsana IGM. 1997.

Penambahan kalsium karbonat dalam konsentrat untuk domba yang mendapat silase rumput raja sebagai pakan dasar. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 2 : 164 - 169.

Ørskov ER. 1982. Protein Nutrition in Ruminants, Academic Press Limited. London.

Palmquist DL, Jenkins TC, Joyner AE Jr. 1986. Effect of Dietary Fat and Calcium Source on Insoluble Soap Formation in the Rumen. J Dairy Sci. 69 : 1020 - 1025.

Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press.

Piliang WG. 1997. Strategi penyediaan pakan ternak berkelanjutan melalui pemanfaatan energi alternatif. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan IPB Bogor.

Piliang WG, Djojosoebagio Al Haj S. 2002. Fisiologi nutrisi Vol I.Edisi ke 4. IPB Press.

Preston TR, Leng RA. 1987. Matching ruminant production system with available resources in the tropics and sub-tropics. Armidale: Penambul Books.

Priyanto R, Johnson ER, Taylor DG. 1999. The Importance of Genotype in Steers Fed Pasture or Lucerne Hay and Prepared for The Australian and Japanese Beef Markets. New Zealand J. Of Agric. Res. 42:393-404.

Rachmadi D. 2003. Dampak pemberian bungkil inti sawit dan konsentrat yang dilindungi formaldehida pada domba terhadap kinerja dan kandungan asam lemak poli tak jenuh daging [disertasi]. Bogor: Program Pasca-sarjana, Institut Pertanian Bogor.

(55)

Sabrani M, Levine JM. 1993. Pendekatan sistem pertanian untuk produksi ruminansia kecil. Di dalam: Manika Wodzicka-Tomaszewska, IM Mastika, A Djajanegara, S Gardiner dan TR Wiradarya, editor. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press.

Simatupang P. 2004. Daya saing usaha peternakan menuju 2020 [abstrak]. Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4 - 5 Agustus 2004. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengem-bangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Soewardi K. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Perikanan dan Kelautan. Semiloka Strategi Pemantapan Produksi dan Ketersediaan Pangan. Bogor, 7 September 2005.

Speedy AW. 1980. Sheep Production. Longman, London.

Steel RGD, Torrie, JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu pendekatan biometrik. PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. Sukadi, Purbowati E, Sri Lestari CM. 2002. Aplikasi Teknologi Zat

Pemacu Pertumbuhan Phytogenic untuk Penggemukkan Ternak Domba. Di dalam: Inovasi teknologi peternakan dan veteriner dalam menunjang keterpaduan usaha peternakan yang berdaya saing. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 30 September - 1 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Hlm 87-90.

Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Uhi HT. 2005. Suplemen katalitik berbahan dasar gelatin sagu, NPN dan mineral mikro untuk ruminansia di daerah marginal [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Waskito A. 1996. Teknologi Formula Lemak Terlindung (Ca-Coated Fat) dengan cara kimia [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(56)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produktivitas ternak di daerah tropis termasuk di Indonesia sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi permintaan konsumennya. Salah satu penyebab utamanya adalah nutrisi yang kurang baik. Sebaliknya permintaan akan produk peternakan seperti telur, daging dan susu baik secara kuantitas maupun secara kualitas terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk, peningkatan kesejahteraan serta kesadaran masyarakat akan gizi.

Umumnya usaha peternakan sering menghadapi masalah, terutama dalam pemenuhan kebutuhan akan bahan pakan yang baik dan bermutu, seperti bahan pakan konsentrat sebagai sumber energi. Bahan pakan konsentrat ini sering diproduksi dari bahan-bahan seperti jagung dan kedelai, serta berbagai jenis biji-bijian lain. Padahal bahan tersebut masih merupakan bahan pangan yang hingga kini masih dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan sejumlah besar bahan-bahan tersebut masih diimport. Hal ini menyebabkan bahan pakan ini masih cukup mahal dan sulit dijangkau oleh peternak.

(57)

itu untuk penggemukan diperlukan ransum yang tinggi akan energi, oleh karena itu perlu diusahakan mencari bahan pakan alternatif untuk mencukupi kebutuhan nutrisi yang befungsi sebagai sumber energi.

Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) dan miyak ikan merupakan bahan-bahan yang masih mengandung lemak cukup tinggi sehingga dapat dipakai sebagai bahan pakan ternak sumber energi. Disamping itu bahan-bahan ini juga diketahui masih mempunyai kandungan asam lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) cukup tinggi yang dapat digunakan dalam pakan ternak ruminansia sebagai sumber asam lemak poli tak-jenuh dalam upaya memperbaiki kualitas dagingnya. Penggunaan CPO dan minyak ikan dengan kandungan lemak yang tinggi dalam pakan ternak ruminansia perlu diwaspadai karena dapat memberikan efek negatif pada ternak terutama dalam proses fermentasi rumen, seperti : membatasi pencernaan serat, merupakan racun bagi bakteri selulolitik, menurunkan aktivitas enzim dan menurunkan absorpsi beberapa kation.

Mikroorganisma rumen juga dapat menghidrogenasi asam lemak poli tak-jenuh. Hidrogenasi asam lemak tidak jenuh oleh mikroorganisma rumen menyebabkan asam lemak yang masuk ke usus halus mengandung asam lemak bebas jenuh dalam proporsi yang tinggi dan sedikit monogliserida (Lloyd et al. 1978). Dengan adanya proses biohidro-gena

Gambar

Gambar 2  Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Tabel 4  Kandungan asam lemak dari minyak ikan lemuru dan CPO.
Tabel 5  Kandungan Asam Lemak (mg/g) dari Sabun Kalsium dengan                bahan dasar minyak ikan lemuru dan CPO
Tabel 5.  Kandungan asam lemak (mg/g) dari Sabun kalsium dengan                 bahan dasar minyak ikan lemuru dan CPO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara pengambilan strategi akhir dengan metode QSPM dari beberapa dengan metode yang telah digunakan maka strategi yang baik digunakan oleh KUB Mitra Bahari dalam

bersama dengan adanya aturan mengenai diperbolehkannya menggunakan jaminan dalam akad pembiayaan mudharabah , maka pihak dari KJKS BMT BAHTERA menggunakan jaminan

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh selebriti endorser (X 1 ) dan desain produk ( X 2 ) berpengaruh secara simultan dan secar parsial

Falsafah pemidanaan retributif memadai diterapkan pada putusan hakim PT dalam perkara ini/ Dalam hal ini jika kita melihat dari tingkat kesalahan/ tindak pidana yang

Sampel resep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar resep yang memuat racikan pulveres yang ditunjukkan untuk pasien pediatri rawat jalan yang berusia 0 hari -18 tahun

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penambahan jahe dalam pakan ikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon kebal non- spesifik ikan nila

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan. Suci Fajriati 2016© Universitas

Sesuai UU No.23 tahun 2011 BAZNAS mengumpulkan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya. Dalam pengumpulan dana BAZNAS melakukan sosialisasi zakat ke