• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversity of coat protein gene of rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) and rice grassy stunt tenuivirus (RGSV) isolates from several districts in Java Island

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diversity of coat protein gene of rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) and rice grassy stunt tenuivirus (RGSV) isolates from several districts in Java Island"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

DARI BEBERAPA KABUPATEN DI PULAU JAWA

DWI ASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Gen Protein Selubung Isolat Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) dan Rice grassy

stunt tenuivirus (RGSV) dari Beberapa Kabupaten di Pulau Jawa adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Dwi Astuti NIM A352090061

(4)
(5)

tungrovirus (RTBV) dan Rice grassy stunt tenuivirus (RGSV) dari beberapa Kabupaten di Pulau Jawa. Dibimbing oleh ENDANG NURHAYATI dan SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.

Indonesia merupakan negara terbesar pengonsumsi beras di dunia. International Rice Research Institute (IRRI) memperkirakan Indonesia membutuhkan peningkatan produksi beras untuk 25 tahun mendatang. Salah satu kendala peningkatan produksi beras nasional adalah gangguan hama dan penyakit tanaman diantaranya penyakit tungro dan penyakit kerdil rumput.

Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi bersama Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) dan Rice tungro spherical wakaivirus (RTSV). Kedua virus ini ditularkan melalui vektor wereng daun yang terutama adalah wereng hijau (Nephotettix virescens). RTBV adalah penentu terjadinya gejala walaupun tidak dapat menginfeksi tanaman padi tanpa adanya RTSV. Tanaman terinfeksi menunjukkan gejala khas tungro yaitu kerdil, perubahan warna daun menjadi kuning sampai kuning oranye, penurunan jumlah anakan dan terkadang tampak bercak coklat seperti karat pada daun. Pada tahun 2006 gejala penyakit baru ditemukan di pertanaman padi di Indonesia yaitu perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, penurunan jumlah anakan tanpa disertai penurunan tinggi tanaman. Dilaporkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh infeksi Rice grassy stunt tenuivirus (RGSV) penyebab penyakit kerdil rumput.

Keragaman genetik isolat-isolat RTBV dari Asia Selatan dan Asia Tenggara serta beberapa daerah endemik tungro di Indonesia berdasarkan variasi gejala dan keragaman gen protein selubung RTBV telah dilaporkan. Keragaman genetik isolat-isolat RGSV juga telah dilaporkan dari dua daerah di Taiwan dan Filipina berdasarkan perbedaan gejala. Gejala yang ditimbulkan salah satu isolat RGSV dari Taiwan dan Filipina mirip dengan gejala infeksi virus tungro. Kemiripan gejala karena infeksi virus tungro dan RGSV menyebabkan kesulitan dalam melakukan diagnosis penyebab penyakit sehingga menimbulkan keresahan dikalangan petani dan para praktisi dalam menentukan strategi pengendalian penyakit. Penelitian mengenai keragaman gejala dan keragaman genetik RTBV dan RGSV sangat diperlukan untuk menentukan strategi pengendalian yang tepat.

Keragaman genetik dan gejala yang disebabkan RTBV dan RGSV dapat diketahui melalui keragaman gen protein selubungnya. Selain sebagai penentu faktor infeksi dan faktor virulensi, gen protein selubung juga berperan sebagai penginduksi gejala. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari keragaman gejala dan keragaman gen protein selubung RTBV dan RGSV dari beberapa kabupaten di Jawa. Daerah-daerah di Kabupaten Bogor, Subang, Pandeglang, Klaten, Batang, Sleman, Jember dan Banyuwangi dipilih sebagai daerah survei penyakit karena daerah-daerah ini dilaporkan sebagai daerah endemis penyakit tungro dan wereng batang coklat, serangga vektor RGSV.

(6)

dari lapangan menunjukkan gejala terinfeksi virus tungro. Terdapat dua variasi gejala yang dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah anakan dan tinggi tanaman. Variasi gejala ini dapat disebabkan oleh infeksi RTBV atau RGSV atau infeksi bersama RTBV dan RGSV.

Deteksi RTBV dan RGSV menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Seluruh gen protein selubung RTBV berhasil diamplifikasi menggunakan pasangan primer DA-F dan DA-R dengan amplikon sebesar 1224 bp. Sebagian gen protein selubung RGSV berhasil diamplifikasi menggunakan pasangan primer F3 dan B3 dengan amplikon sebesar 243 bp. Sebanyak 64 sampel berhasil diamplifikasi, 13 sampel menunjukkan hasil positif terhadap RTBV, 36 sampel positif terhadap RGSV dan 2 sampel positif terhadap RTBV dan RGSV. Hasil deteksi tersebut menunjukkan bahwa gejala mirip terinfeksi virus tungro ternyata positif terinfeksi RGSV. Dengan demikian gejala saja tidak cukup untuk mengetahui bahwa suatu tanaman terinfeksi RTBV atau RGSV sebelum dilakukan deteksi molekuler.

DNA hasil amplifikasi digunakan untuk perunutan asam nukleat dan selanjutnya dianalisis keragaman antar isolat-isolat. Analisis hubungan kekerabatan dilakukan menggunakan analisis filogenetik berdasarkan metode Neighbor-Joining. Hasil analisis kesamaan runutan basa nukleotida gen protein selubung dari 10 isolat RTBV memiliki tingkat kesamaan berkisar 40% sampai 100%, sedangkan analisis kesamaan runutan asam amino gen protein selubung tersebut berkisar 88% sampai 100%. Hasil analisis memberikan indikasi bahwa keragaman genetik isolat-isolat RTBV hanya tinggi pada tingkat runutan basa nukleotidanya. Hasil analisis kesamaan runutan basa nukleotida sebagian gen protein selubung RGSV dari 20 isolat memiliki tingkat kesamaan berkisar 30% sampai 98%, sedangkan analisis kesamaan runutan asam amino gen protein selubung tersebut berkisar 20% sampai 100%. Hasil analisis tersebut memberikan indikasi bahwa keragaman genetik isolat-isolat RGSV tinggi pada tingkat runutan basa nukleotida maupun runutan asam aminonya.

Pohon filogenetika berdasarkan runutan basa nukleotida gen protein selubung menunjukkan bahwa 10 isolat RTBV terbagi dalam 3 kelompok dan 20 isolat RGSV terbagi dalam 4 kelompok. Tersebarnya isolat-isolat RTBV dan RGSV dari Jawa pada beberapa kelompok menunjukkan bahwa keragaman isolat-isolat RTBV dan RGSV dari Jawa tidak spesifik lokasi. Nilai genetik yang besar antara isolat-isolat RGSV dari Jawa dengan semua isolat-isolat-isolat-isolat luar Indonesia menjelaskan bahwa isolat RGSV dari Jawa adalah strain yang berbeda dengan isolat-isolat RGSV lainnya yang telah dilaporkan sebelumnya.

Penelitian ini menunjukkan terdapatnya keragaman genetik dan gejala isolat-isolat RTBV dan RGSV dari Jawa. Penelitian untuk mengetahui keragaman genetik dan gejala isolat-isolat RTBV dan RGSV dari daerah endemik tungro dan kerdil rumput lainnya di Indonesia masih sangat diperlukan.

(7)

DWI ASTUTI. Diversity of Coat Protein Gene of Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) and Rice grassy stunt tenuivirus (RGSV) Isolates from Several Districts in Java Island. Supervised by ENDANG NURHAYATI and SRI HENDRASTUTI HIDAYAT

Indonesia is the largest consumer of rice in the world. International Rice Research Institute (IRRI) estimated that Indonesia may require an increase in rice production for the next 25 years. Among many constrains in rice production increement is plant diseases including tungro and grassy stunt diseases.

Tungro disease is caused by infection of two viruses, Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) and Rice tungro spherical waikavirus (RTSV). These viruses are transmitted by the rice leaf hopper vectors which mainly is green leafhoppers (Nephotettix virescens). RTBV is a determinant of the disease symptoms eventhough it could not infect rice without the presence of RTSV. Infected plants showed typical tungro symptoms involving stunting, yellow or orange-yellow discoloration of the leaves, reduced number of tillers and rust-colored spots on the leaves. In 2006 a new symptoms was found in paddy crop in Indonesia, i.e. yellow-orange discoloration of the leaves, reduced number of tillers without any reduction in plant height. It was reported that the disease is caused by infection of Rice grassy stunt tenuivirus (RGSV) the cause of grassy stunt disease.

Symptoms similarity of tungro and RGSV infection may cause difficulty in disease diagnosis and cause confusion in determining diseases control strategies. Therefore research on symptoms and genetic diversity of RTBV and RGSV is necessary to determine the appropriate control strategy.

The genetic diversity of RTBV isolates from South Asia and Southeast Asia as well as from some tungro endemic area in Indonesia based on the symptoms variation and diversity of coat protein gene have been reported. The genetic diversity of the isolates RGSV from two areas in Taiwan and Philippines based on symptoms variation have also been reported.

Genetic and symptoms diversity of RTBV and RGSV could be analysed through the diversity of coat protein gene. Coat protein gene is known as a determinant factor of infection, virulence, and symptoms induction. The research is conducted to study the diversity of symptoms and coat protein gene of RTBV and RGSV from several districts in Java. The areas in Bogor, Subang, Pandeglang, Klaten, Batang, Sleman, Jember and Banyuwangi were selected as disease survey location because these regions were reported as endemic areas for tungro disease and brown leafhopper.

(8)

Therefore identification of diseases based only on symptoms are not sufficient. The whole coat protein gene of RTBV was amplified using DA-F and DA-R primers with the amplicon of 1224 bp. Part of coat protein gene of RGSV amplified using F3 and B3 primers with the amplicon of 243 bp.

Amplified DNAs were then used for sequencing and further analysis of genetic diversity among isolates using phylogenetic analysis by Neighbor-Joining method. Analysis of nucleotide sequence of coat protein gene from 10 isolates of RTBV showed 40% to 100% similarity, whereas analysis of amino acid sequence of the isolates showed 88% to 100% similarity. Analysis of nucleotide sequence of coat protein gene from 20 isolates of RGSV showed 30% to 98% similarity, whereas analysis of amino acid sequence of the isolates showed 20% to 100% similarity. The sequence analysis indicated that genetic diversity of RTBV occurred only in nucleotide level, whereas genetic diversity of RGSV is high on nucleotide as well as amino acid level.

Phylogenetic trees based on nucleotide sequence of coat protein gene showed that 10 isolates of RTBV can be differentiated into 3 groups whereas 20 isolates of RGSV can be differentiated into 4 groups. The diversity of RTBV and RGSV isolates from Java is not location specific. Genetic value between RTBV isolates from Java with isolates outside Indonesia explained that RTBV isolates from Java is similar strain with RTBV isolates that have been reported. Genetic distance‟s value between RGSV isolates from Java with isolates outside Indonesia explained that RGSV isolates from Java is different strain with RGSV isolates that have been reported. Further research is required to determine the genetic and symptoms diversity of RTBV and RGSV isolates from other tungro and grassy stunt endemic areas in Indonesia.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

DARI BEBERAPA KABUPATEN DI PULAU JAWA

DWI ASTUTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada

Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama : Dwi Astuti

NIM : A352090061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr Ir Endang Nurhayati, MS Ketua

Dr Ir Sri Hendrastuti H., MSc Anggota

Diketahui

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.

Tanggal Ujian: 22 Januari 2013 Tanggal lulus: Ketua Program Studi Fitopatologi

Dr Ir Sri Hendrastuti H., MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

(14)

Puji syukur Kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Keragaman gen protein selubung isolat Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) dan Rice grassy stunt tenuivirus (RGSV) dari beberapa kabupaten di pulau

Jawa‟. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2011 sampai bulan Juli 2012.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir Endang Nurhayati, MS dan Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc atas bimbingan, saran, kritik dan dukungan yang besar peranannya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc yang bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr Satya Nugroho, Dr Amy Estiati, Dr Enung, Dr Syamsidah, Puspita Deswina, MSc atas ijin penggunaan bahan laboratorium untuk penelitian serta dukungan yang besar kepada penulis dalam penyelesaian studi. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada suami, orangtua dan saudara yang telah sabar memberi dukungan selama penulis menjalani studi. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada segenap pegawai kelompok penelitian PADI yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu baik di laboratorium maupun di RK atas limpahan kasih sayang, semangat, bantuan dan keceriaannya kepada penulis selama penulis menjalani studi.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Muhtar, Koordinator POPT Dinas Pertanian Kab. Pandeglang; Ibu Dini dan Ibu Usyati di BB Padi Sukamandi; Bapak Sunarno, Koordinator PHT Kab. Klaten; Ana beserta keluarga di Sukoharjo; Bapak Sumarno, Koordinator POPT Disperta Sleman beserta Bapak Suharno, POPT Seyegan dan Bapak Hermanto, POPT Godean; Bapak Susbandoro, Koordinator POPT Disperta Kab. Batang; Mbak Nazwa Faijah beserta keluarga besar di Jember dan Koordinator POPT Disperta Kab. Jember beserta Bapak Sasrur dan rekan-rekan POPT Disperta Kab. Jember; Mbak Yusi beserta keluarga besar di Banyuwangi dan Koordinator POPT Disperta Kab. Banyuwangi beserta para penyuluh POPT Disperta Kab. Banyuwangi atas bantuan yang diberikan. Terimakasih penulis sampaikan pula kepada Bapak Edi dan Pak Dadang selaku teknisi laboratorium Departemen Proteksi Tanaman IPB, serta kawan-kawan di laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas masukan moril maupun materi.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, April 2013

(15)

DAFTAR TABEL xiii

Perunutan dan Penyejajaran Basa DNA RTBV dan RNA RGSV 17

Analisis Keragaman 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Variasi Gejala Infeksi Virus pada Tanaman padi di Lapangan 18

Deteksi RTBV dan RGSV 20

Tingkat Kesamaan Runutan Basa Nukleotida dan Asam Amino Gen Protein Selubung RTBV 23

(16)

Selubung RTBV 27

Filogenetika Berdasarkan Runutan Basa Nukleotida Gen Protein Selubung RGSV 28

SIMPULAN 30

DAFTAR PUSTAKA 30

(17)

2 Hasil deteksi RTBV dan RGSV dari beberapa kabupaten di Jawa 22

3 Posisi dan panjang runutan gen protein selubung isolat-isolat RTBV Dari 8 kabupaten di Jawa 24

4 Isolat-isolat yang tersedia pada GenBank sebagai referensi perbandingan analisis gen protein selubung RTBV 24

5 Posisi dan panjang runutan gen protein selubung isolat-isolat RGSV dari 8 kabupaten di Jawa 26

6 Isolat-isolat yang tersedia pada GenBank sebagai referensi perbandingan analisis gen protein selubung RGSV 27

DAFTAR GAMBAR

1 Gejala penyakit tungro 4

2 Gambaran skematik organisasi genom RTBV 5

3 Gejala penyakit kerdil rumput 8

4 Gejala penyakit kerdil rumput tipe-2 9

5 Gambaran skematik organisasi genom RGSV 10

6 Gambaran skematik perancangan primer DA-RTBV 15

7 Gambaran skematik penempelan primer F3 dan B3 17

8 Variasi gejala kelompok pertama 18

9 Variasi gejala kelompok kedua 19

10 Hasil amplifikasi gen protein selubung RTBV 20

11 Hasil amplifikasi sebagian gen protein selubung RGSV 21

12 Pohon filogenetik isolat-isolat RTBV 28

(18)

2007-2011 di beberapa kabupaten di Jawa 37 2 Luas serangan wereng batang coklat pada tanaman padi

pada tahun 2007-2011 di beberapa kabupaten di Jawa 38 3 Hasil amplifikasi gen protein selubung RTBV dan RGSV

dari sampel tanaman padi dari beberapa kabupaten di Jawa 39 4 Varietas, umur dan gejala umum sampel tanaman padi

yang diambil dari beberapa kabupaten di Jawa 41 5 Runutan basa nukleotida gen protein selubung isolat-isolat RTBV

dari beberapa kabupaten di Jawa 43 6 Tingkat kesamaan (%) runutan basa nukleotida isolat-isolat RTBV

dari beberapa kabupaten di Jawa 51 7 Runutan asam amino gen protein selubung isolat-isolat RTBV

dari beberapa kabupaten di Jawa 52

8 Tingkat kesamaan (%) runutan asam amino isolat-isolat RTBV

dari beberapa kabupaten di Jawa 55

9 Runutan basa nukleotida gen protein selubung isolat-isolat RGSV

dari beberapa kabupaten di Jawa 56

10 Tingkat kesamaan (%) runutan basa nukleotida isolat-isolat RGSV

dari beberapa kabupaten di Jawa 58

11 Runutan asam amino gen protein selubung isolat-isolat RGSV

dari beberapa kabupaten di Jawa 59

12 Tingkat kesamaan (%) runutan asam amino isolat-isolat RGSV

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan sumber pangan utama setengah dari populasi penduduk dunia (FAO 2004), termasuk Indonesia (Zeigler dan Barclay 2008). Indonesia merupakan negara terbesar pengonsumsi beras dengan lebih dari 135 kg per kapita per tahun (IRRI 2010b). Indonesia adalah negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan India dengan produksi lebih dari 66 juta ton (IRRI 2010a). International Rice Research Institute (IRRI) memperkirakan Indonesia akan membutuhkan lebih banyak lagi beras untuk 25 tahun mendatang. Hal tersebut berarti produksi beras sebesar 4.6 ton/ha harus ditingkatkan menjadi lebih dari 6 ton/ha (IRRI 2010b).

Salah satu kendala peningkatan produksi padi nasional adalah gangguan hama dan penyakit tanaman. Organisme pengganggu tanaman (OPT) utama yang menyerang tanaman padi adalah penggerek batang, wereng batang coklat, tikus, cendawan Pyriculariaoryzae penyebab penyakit blas, bakteri Xanthomonas oryzae penyebab penyakit kresek, dan virus tungro penyebab penyakit tungro (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2011c; Baehaki 2011; Widiarta 2005). Wereng batang coklat selain merugikan secara langsung sebagai hama tanaman juga merugikan sebagai vektor pembawa virus kerdil rumput penyebab penyakit kerdil rumput dan virus kerdil hampa penyebab penyakit kerdil hampa (Baehaki 2011).

Luas serangan virus tungro pada periode Maret sampai September 2011 sebesar 8 399 ha dan 100 ha diantaranya mengalami puso (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2011a). Berdasarkan data yang didapatkan dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, pertanaman padi di daerah-daerah endemik tungro di beberapa kabupaten di Jawa yaitu antara lain di Kabupaten Pandeglang, Subang, Bogor, Klaten, Batang, Sleman, Jember dan Banyuwangi pada tahun 2011 masih cukup tinggi terinfeksi virus tungro. Pada tahun 2011 luas infeksi virus tungro pada tanaman padi di beberapa kabupaten tersebut mencapai 1 353 ha dan 9 ha mengalami puso (Lampiran 1). Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi dua virus yang berasosiasi yakni Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) dan Rice tungro spherical waikavirus (RTSV) (Hibino et al. 1978) yang ditularkan terutama oleh wereng hijau (Nephotettix virescens) (Hibino dan Cabauatan 1987). Gejala utama penyakit tungro antara lain tampak pada perubahan warna daun muda menjadi kuning-oranye dimulai dari ujung daun, daun muda agak menggulung, jumlah anakan berkurang dan tanaman menjadi kerdil (Hibino et al. 1978). Hibino (1996) menyebutkan bahwa penentu gejala tersebut adalah akibat infeksi RTBV walaupun RTBV tidak dapat menginfeksi tanaman tanpa adanya RTSV.

(20)

melaporkan adanya keragaman gen protein selubung isolat RTBV dari beberapa daerah endemis tungro di Indonesia.

Penyakit kerdil rumput yang disebabkan oleh infeksi virus kerdil rumput juga turut menjadi kendala peningkatan produksi padi nasional. Baehaki (2011) melaporkan bahwa pada tahun 2010 penyakit kerdil rumput telah menyebar di pertanaman padi yang membentang sepanjang Pulau Jawa dari Banten sampai Jawa Timur. Infeksi RGSV meluas seiring terjadinya ledakan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) sebagai vektor virus ini. Berdasarkan data yang didapatkan dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, pertanaman padi di beberapa daerah di Jawa pada tahun 2010 sampai 2011 mengalami serangan wereng batang coklat yang cukup tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Beberapa daerah tersebut antara lain Kabupaten Bogor, Pandeglang, Subang, Batang, Klaten, Sleman, Jember dan Banyuwangi. Luas serangan wereng batang coklat pada daerah-daerah tersebut berkisar 5 060 ha sampai 7 527 ha dengan 2 ha sampai 134 ha mengalami puso pada tahun 2007-2009. Pada tahun 2010-2011 luas serangan wereng batang coklat pada daerah-daerah tersebut berkisar 19 309 ha sampai 39 881 ha dengan 1 106 ha sampai 2 309 ha mengalami puso (Lampiran 2). Penyakit kerdil rumput disebabkan oleh Rice grassy stunt tenuivirus (RGSV). Tanaman padi yang terinfeksi RGSV menunjukkan gejala kerdil, jumlah anakan banyak, tumbuh tegak serta memendek, daun menyempit, warna daun menjadi hijau pucat hingga kuning dan tidak menghasilkan malai (Knowledgebank 2010).

Seperti halnya virus tungro, keragaman isolat-isolat RGSV telah dilaporkan oleh Chen dan Chiu (1982) yang didasarkan pada perbedaan gejala dari dua daerah di Taiwan. Dua isolat tersebut, isolat B dan isolat Y, menyebabkan perbedaan gejala yang jelas pada jumlah anakan dan lamina daun. Gejala yang ditimbulkan isolat Y mirip dengan gejala infeksi virus tungro. Di Filipina juga dilaporkan adanya keragaman isolat RGSV berdasarkan perbedaan gejala (Hibino et al. 1985). Tanaman padi varietas TN1 diinokulasi isolat RGSV yang berbeda yaitu RGSV-1 dan RGSV-2. Tanaman yang terinfeksi RGSV-2 menunjukkan gejala mirip dengan gejala infeksi virus tungro. Keragaman dua isolat RGSV yang lain di Filipina berdasarkan runutan basa nukleotida dilaporkan oleh Miranda et al. (2000).

Keragaman isolat RGSV dengan gejala mirip tungro seperti di Taiwan dan Filipina ditemui juga pada tanaman padi di Indonesia, khususnya di Subang (Suprihanto 2008). Kemiripan gejala karena infeksi virus tungro dan RGSV menyebabkan kesulitan dalam melakukan diagnosis penyebab penyakit sehingga menimbulkan keresahan dikalangan petani dan para praktisi dalam menentukan strategi pengendalian penyakit tungro dan kerdil rumput.

(21)

dan Banyuwangi dipilih sebagai daerah survei penyakit karena daerah-daerah ini dilaporkan sebagai daerah endemis penyakit tungro dan wereng batang coklat (WBC) (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2011a dan 2011b).

Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mempelajari keragaman gejala dan keragaman gen protein selubung isolat-isolat RTBV dan RGSV yang dikumpulkan dari tanaman yang bergejala mirip tungro di Jawa yaitu dari Kabupaten Bogor, Subang, Pandeglang, Klaten, Batang, Sleman, Jember dan Banyuwangi.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang keragaman RTBV dan RGSV di Jawa yang berguna bagi perancangan strategi pengendalian penyakit tungro dan kerdil rumput.

Hipotesis

Terdapat keragaman gen protein selubung RTBV dan RGSV pada tanaman padi bergejala mirip tungro dari beberapa daerah endemik tungro dan wereng batang coklat di Jawa.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Penyakit Tungro

Arti Penting Penyakit Tungro

Tungro berasal dari bahasa Tagalog yang berarti pertumbuhan terhambat (Azzam dan Chancellor 2002a; Mutsanna 2008). Penyakit tungro dikenal dengan berbagai nama daerah di Indonesia seperti “Mentek” di Jawa, “Kebebeng” di Bali,

“Habang” di Kalimantan, “Cella Pance” di Sulawesi Selatan dan “Konjo” di

Sulawesi Tengah (Burhanuddin 2005).

(22)

produksi beras nasional seperti di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Kalimantan Selatan (BB Padi 2010).

Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi bersama dua bentuk partikel virus tungro yakni Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) dan Rice tungro spherical wakaivirus (RTSV) (Jones et al. 1991). Kedua virus tersebut ditularkan terutama oleh wereng hijau Nephotettix virescens Distant (Hemiptera: Cicadelidae) (Hibino dan Cabunagan 1986).

Gejala Penyakit Tungro

Tanaman padi yang terinfeksi oleh RTBV dan RTSV secara bersama-sama akan menunjukkan gejala yang kompleks dan menjadi parah termasuk kerdil, penurunan jumlah anakan, perubahan warna daun menjadi kuning sampai kuning-oranye (Dasgupta et al. 1991) dan adanya bercak coklat karat pada daun (Dahal et al. 1992) (Gambar 1). Gejala belang (mottle), memutar dan klorosis antar tulang daun dapat diamati pada daun yang sangat muda (Sta et al. 1993). Apabila tanaman padi hanya terinfeksi oleh RTBV saja maka gejala yang ditimbulkan adalah gejala khas tungro ringan sedangkan apabila tanaman padi hanya terinfeksi oleh RTSV maka tanaman hampir tidak menunjukkan gejala atau kerdil sangat ringan (Hibino 1983). Dalam hal ini RTBV berfungsi sebagai penentu gejala sedangkan RTSV adalah virus helper (Hibino 1996). Secara visual, gejala penyakit tungro sering dikacaukan dengan penyakit yang disebabkan oleh virus lain atau akibat kekurangan unsur hara tertentu seperti nitrogen (Dahal et al. 1992).

Gambar 1 Gejala penyakit tungro. (A) Gejala pada daun yaitu adanya perubahan warna daun menjadi kuning-oranye. (B) Gejala pada rumpun padi yang ditunjukkan dengan tanaman kerdil dan anakan sedikit (Knowledgebank.irri.org).

Rice Tungro Virus

(23)

RTBV termasuk Famili Caulimoviridae, Genus Tungrovirus(ICTVdB 2009). Partikel RTBV berbentuk bacilliform dengan diameter 30-35 nm dan panjang kira-kira 100 sampai 300 nm yang bervariasi antar isolat (Herzog et al. 2000). Partikel berisi suatu genom DNA utas ganda melingkar yang diperbanyak melalui transkripsi balik (Ahmed dan Tissera 2001). Genom DNA RTBV berukuran 8 kb yang mengandung dua site-specific discontinuities hasil dari proses replikasi oleh reverse transcription dan memiliki empat open reading frames (ORFs) besar (Gambar 2A) (Herzog et al. 2000). Protein P1, P2, P3 dan P4 disintesis oleh mekanisme translasi khusus (Herzog et al. 2000) dari suatu pregenomic RNA yang digunakan sebagai templat untuk replikasi virus dan sebagai polycistronic mRNA (Hull 1996).

Gambar 2 Gambaran skematik organisasi genom RTBV (A) dan P3 polyprotein (B). DNA digambarkan oleh dua garis tipis dengan

(24)

Fungsi P1 (24 kDa) dan P4 (46 kDa) belum diketahui. P3 adalah suatu poliprotein besar yaitu 196 kDa (Gambar 2B). Perbandingan urutan asam amino P3 tersebut dengan protein retroviral dan pararetroviral lain menunjukkan bahwa P3 berisi domain yang berhubungan dengan movement protein (MP), coat protein (CP), aspartic protease (PR), reverse transcriptase (RT), dan Rnase H (RH), urutan N sampai C terminus. Sebagian PR berfungsi dalam pembentukan P3 (Herzog et al. 2000).

Qu et al. (1991) melaporkan bahwa partikel RTBV mengandung dua spesies protein selubung (coat protein) yaitu 33 kDa dan 37 kDa. Marmey et al. (1999) melaporkan hal yang berbeda yaitu bahwa RTBV mengandung satu spesies protein selubung 37 kDa dengan peptida kedua (34 kDa) kemungkinan besar adalah produk degradasi protein 37 kDa selama proses purifikasi virus. Gen protein selubung RTBV adalah komponen mayor dari kapsid virus yang memainkan peranan penting dalam kontrol selama proses translokasi ke inti sel tanaman. Pada DNA virus tanaman, translokasi genom virus ke dalam inti sel tanaman adalah langkah kunci dalam proses replikasi virus. Proses translokasi ini berjalan dengan melibatkan sebuah signal yang disebut signal lokalisasi inti (Nuclear Localization

Signals, NLSs). Gen protein selubung RTBV memiliki dua NLS di daerah N dan C-terminal. Daerah C-terminal dari selubung protein RTBV memiliki daerah

terpelihara yang panjang (asam amino 743-769) (Peraza et al. 2005).

Gen protein selubung telah banyak digunakan untuk studi keragaman secara molekular karena gen selubung protein telah diketahui sebagai penentu antigenik utama pada permukaan partikel virus dalam interaksi virus dan inang (Mangrauthia et al. 2012). Bol (2008) melaporkan fungsi-fungsi lain dari gen protein selubung yaitu antara lain berperan dalam translasi RNA virus dan replikasi genom virus, perpindahan virus dari sel ke sel atau secara sistemik dalam tanaman inang, penentu terjadinya gejala dan virulensi serta sebagai faktor penentu spesifik penularan virus oleh vektor. Selain dari fungsi, gen protein selubung juga banyak digunakan untuk studi keragaman virus karena komposisi asam amino dari gen protein selubung virus tanaman sangat khas bagi suatu grup virus (Fauquet et al. 1986). Runutan asam amino gen selubung protein virus tanaman menunjukkan sangat kecil atau bahkan tidak ada kesesuaian dengan grup virus tanaman lainnya (Shukla dan Ward 1988).

Penularan Virus Tungro

(25)

RTBV dan RTSV keduanya ditularkan secara tular stilet (stylet-borne) yang bersifat semipersisten nonsirkulatif dan komponen helper sangat penting bagi penjerapan spesifik RTBV dalam dinding mulut wereng daun (Hibino 1996). Ling (1966) menyebutkan bahwa di dalam tubuh vektor, virus tidak dapat ditularkan ke telur maupun stadia perkembangan imago. N. virescens yang telah mendapat virus segera dapat menularkannya sampai virus yang diperoleh habis sehingga kehilangan kemampuan menularkan virus. Masa terpanjang vektor tersebut mampu menularkan virus adalah 6 hari dan gejala akan tampak pada 6-15 hari setelah infeksi (Wathanakul dan Weerapat 1969).

Karakteristik Penyakit Kerdil Rumput

Arti Penting Penyakit Kerdil Rumput

Penyakit kerdil rumput dilaporkan pertama kali di temukan pada tahun 1970 di Taiwan (Chen dan Chiu 1982). Pada tahun 1982-1983 penyakit ini dilaporkan ditemukan di Filipina (Hibino et al. 1985) dan pada tahun 1984 di India (Mariappan et al. 1984). Penyakit ini selanjutnya ditemukan terjadi di China dan Jepang (Hibino 1996). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Rice grassy stunt virus (RGSV) (Hibino 1996).

Kerugian ekonomi yang diakibatkan penyakit kerdil rumput belum bisa ditaksir secara tepat karena besarnya kehilangan hasil akibat penyakit ini tidak bisa dipisahkan dari kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan wereng batang coklat (Tantera 1973 dalam Yoshida dan Oka 1982). Hibino (1989) melaporkan kejadian penyakit kerdil rumput di Indonesia pada tahun 1970-1977. Hal ini diperkuat oleh Tantera (1973) dalam Yoshida dan Oka (1982) yang melaporkan bahwa pada tahun 1971 pertanaman padi di Jawa Tengah seluas 8 000 ha terinfeksi RGSV dan bersama-sama dengan serangan wereng batang coklat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 77.8%. Hibino (1989) juga melaporkan terjadinya ledakan penyakit kerdil rumput di Filipina pada tahun 1982-1983. Du et al. (2005) melaporkan bahwa pada tahun 2000 Vietnam mengalami kerugian ekonomi yang cukup besar akibat penyakit kerdil rumput, kerdil hampa dan akibat langsung serangan wereng batang coklat. Dua laporan tersebut tidak mencantumkan dengan jelas berapa nilai kerugian yang dialami.

Gejala Penyakit Kerdil Rumput

(26)

Gambar 3 Gejala penyakit kerdil rumput. (A) Gejala pada rumpun tanaman padi yang menunjukkan perubahan warna daun menjadi hijau pucat hingga kuning. (B) Gejala pada rumpun tanaman padi di pertanaman padi yang menunjukkan jumlah anakan yang banyak, penyempitan daun, kerdil dan perubahan warna daun menjadi hijau pucat hingga kuning (Knowledgebank.irri.org)

Pada tahun 1982-1983 di Filipina ditemukan penyakit kerdil rumput dengan gejala seperti penyakit tungro (Hibino 1996). Selain itu penyakit ini tidak ditularkan oleh wereng daun sebagai vektor virus tungro yaitu wereng loreng dan wereng hijau melainkan oleh wereng batang coklat. Penyakit ini pada akhirnya disebut sebagai penyakit kerdil rumput tipe-2 yang disebabkan oleh infeksi virus Rice grassy stunt virus-2 (RGSV2) (Hibino et al. 1985)

(27)

Gambar 4 Gejala penyakit kerdil rumput tipe-2. (A) Gejala pada rumpun tanaman padi yaitu daun kaku berwarna kuning jingga dan anakan sedikit (BBP2TP 2010). (B) Gejala pada rumpun tanaman padi yang menunjukkan jumlah anakan sedikit, perubahan warna daun menjadi kuning jingga dan agak kerdil (Muhsin 2010)

Rice grassy stunt virus (RGSV)

RGSV termasuk Famili Bunyaviridae, Genus Tenuivirus (Hull 2002). RGSV memiliki keunikan dan beberapa perbedaan dari genus Tenuivirus yang lainnya seperti Rice stripe virus (RSV) terutama dalam hal struktur genomnya (Hull 2002). Partikel RGSV berbentuk pleomorphic, dapat terlihat seperti filamen tipis ataupun filamen yang melingkar dan seringkali membentuk konfigurasi spiral (Toriyama et al. 1998). Organisasi genom RGSV terdiri dari 6 segmen RNA yang seluruhnya adalah molekul single-stranded RNA yang ambisense (Miranda et al. 2000)dan memiliki total 12 ORF (Chomchan et al. 2003).

(28)

Gambar 5 Gambaran skematik organisasi genom RGSV. vRNA, virus genomic strand; cRNA, complementary strand RNA; kotak berwarna abu-abu menunjukkan ORF yang ada pada semua Tenuivirus sedangkan kotak dengan titik-titik ditengahnya adalah ORF yang unik yang hanya dimiliki oleh RGSV (Chomchan et al. 2003).

Penularan RGSV

Wereng batang coklat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) adalah serangga vektor utama penular RGSV selain dua spesies Nilaparvata spp lainnya yaitu N. bakeri dan N. muiri (Hibino 1996). Selain sebagai vektor RGSV, N. lugens merupakan hama paling penting pada pertanaman padi di Indonesia (Subroto et al. 1992). N. lugens menularkan RGSV secara persisten propagatif, tidak ditularkan melalui telur (Cabauatan et al. 2009).

RGSV dapat ditularkan oleh nimfa maupun N. lugens dewasa. N. lugens mendapatkan virus dengan makan pada tanaman padi sakit (periode

makan akuisisi) selama 5 sampai 10 menit. Persentase virus pada tubuh N. lugens akan semakin meningkat jika periode makan akuisisi semakin lama (Reissig et al. 1986). Hull (2002) menjelaskan bahwa virus yang ditularkan secara persisten propagatif memperbanyak diri dalam vektornya terlebih dahulu sebelum ditularkan pada tanaman inang dan waktu yang dibutuhkan disebut sebagai periode laten. Periode laten RGSV dalam tubuh N. lugens rata-rata 10 hari dan N. lugens sudah dapat menularkan virus pada tanaman sehat (Reissig et al. 1986). Cabauatan et al. (2009) melaporkan bahwa penularan RGSV bersifat transtadial yaitu virus tetap berada dalam tubuh vektor selama siklus hidupnya. Hal ini seperti yang dilaporkan oleh Reissig et al. (1986) bahwa periode retensi (waktu yang dibutuhkan oleh virus dapat bertahan dalam tubuh vektornya) RGSV yaitu selama siklus hidup N. lugens (24 hari).

Keragaman Gen Protein Selubung RTBV dan RGSV

(29)

Asia Selatan dan Asia Tenggara. Keragaman isolat-RTBV melalui pengamatan gejala dan analisis Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dari Filipina dilaporkan oleh Azzam dan Chancellor (2002a) dan Indonesia oleh Suprihanto (2005).

Keragaman pada empat isolat RTBV dari Filipina berdasarkan gejala yang berbeda pada varietas padi TN1 dan FK135 dilaporkan oleh Cabauatan et al. (1995). Uji RFLP dilakukan pula terhadap genom empat isolat RTBV tersebut dan pola RFLP menunjukkan hasil yang beragam. Suprihanto (2005) juga melakukan uji penularan virus tungro pada tanaman diferensial TN1 dan FK135, dan uji PCR-RFLP terhadap delapan isolat RTBV Indonesia. Berdasarkan gejala yang diamati dan pola PCR-RFLP diketahui bahwa delapan isolat RTBV tersebut berturut-turut menyebabkan gejala yang berbeda terutama pada warna daun dan keragaman pada gen protein selubungnya. Demikian juga Arfianis (2006) melakukan uji diferensasi dengan PCR-RFLP terhadap empat isolat Jawa Barat dan Hikmahayati (2010) terhadap dua isolat Sulawesi dan satu isolat Bogor. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya keragaman gen protein selubung RTBV.

Keragaman RGSV telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Chen dan Chiu pada tahun 1982 telah melaporkan keragaman isolat RGSV dari dua daerah di Taiwan berdasarkan perbedaan gejala. Dua isolat tersebut yaitu isolat B dan Y yang memperlihatkan perbedaan yang jelas pada jumlah anakan dan lebar daun. Isolat B menyebabkan jumlah anakan meningkat dan daun menyempit. Isolat Y sebaliknya menyebabkan jumlah anakan berkurang dengan daun yang tidak menyempit dan gejala yang ditimbulkan ini mirip dengan gejala tanaman padi terinfeksi virus tungro. Keragaman strain RGSV dilaporkan pula oleh Hibino et al. (1985) berdasarkan gejala yang berbeda pada suatu daerah di Filipina. Perbedaan gejala tersebut akibat infeksi dua strain RGSV yang berbeda yaitu RGSV-1 dan RGSV-2. Tanaman padi yang terinfeksi virus strain RGSV-2 menunjukkan gejala mirip dengan gejala tanaman padi terinfeksi virus tungro. Miranda et al. (2000) melaporkan bahwa terdapat perbedaan runutan nukleotida pada dua isolat RGSV dari Filipina dari dua daerah yang berjarak 1000 km. Perbedaan tersebut ditunjukkan sebesar 0.26 % pada RNA 5 RGSV yang menyandi 36 kDa protein selubung. Hasil ini menunjukkan adanya keragaman gen protein selubung RGSV.

Evaluasi dan Analisis Keragaman Genetik

(30)

Strain virus dapat diketahui melalui kesamaan dan keragamannya dengan metode Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD) (Comeau et al. 2004). Metode ini umumnya menggunakan sebuah primer acak (random). Berdasarkan pita-pita polimorfisme dapat diketahui adanya keragaman. Kelemahan metode RAPD adalah tidak dapat dengan spesifik mengetahui dimana letak keragaman genetik suatu virus (Comeau et al. 2004) . Metode yang dikembangkan selanjutnya yang lebih spesifik untuk mempelajari keragaman genetik virus adalah Restriction Fragment Length Polimorphism (RFLP). DNA genom yang didapatkan dari hasil isolasi DNA maupun fragmen DNA yang didapatkan dengan primer spesifik kemudian dipotong dengan satu atau lebih enzim restriksi. Pola pita polimorfisme yang didapat menunjukkan adanya keragaman dan keragaman ini spesifik di daerah tertentu dari genom virus (Xu et al. 2010; Villegas et al. 1997).

Metode lain yang saat ini paling banyak digunakan untuk mempelajari keragaman genetik virus adalah metode perunutan dan penyejajaran serta analisis kesamaan dan keragaman pada runutan-runutan basa nukleotida virus. Melalui metode evaluasi dan analisis ini akan dapat ditemukan keragaman genetik virus bahkan sampai diketahui letak perbedaan satu basa nukleotidanya. Penyejajaran runutan basa nukleotida dapat digunakan untuk melihat perubahan basa antar strain terutama di daerah-daerah fungsional (Radford et al. 2012; Banerjee et al. 2011). Selain untuk mempelajari keragaman genetik virus, perunutan dan penyejajaran basa nukleotida virus dapat pula digunakan untuk mempelajari kekerabatan dengan analisis filogenetik. Analisis filogenetik memungkinkan untuk mempelajari kekerabatan antar kelompok evolusi strain-strain suatu virus dan penyebaran virus secara geografis (Banerjee et al. 2011).

Analisis filogenetik dengan menggunakan runutan basa nukleotida diawali dengan menerjemahkan informasi yang ada dalam runutan basa ke dalam pohon filogenetik untuk menggambarkan keragaman maupun kekerabatan dari hasil perunutan isolat-isolat uji (Ubaidillah dan Sutrisno 2009). Untuk mendapatkan pohon filogenetik dari runutan basa isolat-isolat uji dilakukan terlebih dahulu penyejajaran runutan-runutan basa isolat-isolat tersebut. Runutan basa yang telah disejajarkan dijadikan data kuantitatif dengan diterjemahkan ke dalam bentuk data matrik jarak berpasangan. Jarak di sini ditentukan oleh jumlah basa yang mengalami perubahan. Semakin banyak perbedaan artinya semakin sering terjadi proses mutasi yang mengindikasikan semakin jauh jaraknya. Data matrik jarak berpasangan ini tidak dihitung secara manual tetapi sudah tersedia berupa program komputer. Dengan begitu data matrik dan hasil akhir adalah pohon filogenetik dapat digunakan untuk menggambarkan keragaman isolat-isolat uji (Ubaidillah dan Sutrisno 2009).

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, dan Laboratorium serta Rumah Kaca Kelompok Penelitian Padi, Bidang Biologi Molekular Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Sampel tanaman padi diambil dari Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Pandeglang, Subang, Batang, Klaten, Sleman, Jember dan Banyuwangi. Penelitian dimulai pada bulan November 2011 hingga Juli 2012.

Metode Penelitian

Penelitian meliputi 3 kegiatan pokok, yaitu (1) pengamatan gejala di lapangan dan pengambilan sampel tanaman dari lapangan, (2) deteksi Rice tungro bacilliform tungrovirus (RTBV) dan Rice grassy stunt tenuivirus (RGSV), (3) analisis keragaman gen protein selubung RTBV dan RGSV.

Pengamatan Gejala di Lapangan dan Pengambilan Sampel Tanaman Bergejala Tungro maupun Mirip Tungro

Pengamatan gejala di lapangan dan pengambilan sampel tanaman padi sakit dilakukan di 8 kabupaten di Jawa yaitu Bogor, Pandeglang, Subang, Batang, Klaten, Sleman, Jember dan Banyuwangi. Daerah-daerah tersebut dipilih berdasarkan laporan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2011a dan 2011b) (Lampiran 1 dan 2) dan informasi dari penyuluh setempat tentang daerah yang diketahui sebagai daerah endemis penyakit tungro dan wereng batang coklat. Informasi tentang kejadian penyakit tungro maupun serangan wereng batang coklat didapatkan dari laporan luas tambah serang periode pengambilan sampel dari Kantor Dinas Pertanian di masing-masing kabupaten.

Pada masing-masing kabupaten diambil 8 sampel dari 8 tempat di beberapa desa dari beberapa kecamatan. Pengamatan gejala dikhususkan pada tinggi tanaman, perubahan warna dan tekstur pada daun, dan jumlah anakan (Tabel 1). Sampel tanaman yang diambil adalah tanaman bergejala tungro maupun mirip tungro. Rumpun tanaman padi sakit yang diambil dari lapangan selanjutnya ditanam kembali di dalam ember plastic berisi campuran tanah dan pupuk kandang

Tabel 1 Deskripsi gejala penyakit tungro dan mirip tungro Kriteria Gejala Gejala Penyakit

Tungro Mirip Tungro

Tinggi Tanaman Kerdil Agak kerdil atau normal

Perubahan warna daun

Kuning sampai kuning oranye

Kuning sampai kuning oranye

Tekstur daun Tidak kaku Kaku

(32)

dengan perbandingan 2:1, kemudian disungkup dan dipelihara di rumah kaca Kelompok Penelitian Padi, Laboratorium Bidang Biologi Molekular Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Daun padi muda dari rumpun yang menunjukkan gejala kemudian diambil, ditimbang masing-masing sebanyak 0.1 g dan 0.2 g lalu dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam nitrogen cair sebelum disimpan pada suhu -80 oC. Sampel daun tersebut digunakan untuk tahapan isolasi DNA dan RNA total tanaman.

Deteksi Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV)

Isolasi DNA total tanaman. Isolasi DNA total tanaman padi sakit dilakukan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide). Metode yang digunakan mengikuti Doyle dan Doyle (1990) yang dimodifikasi dengan penambahan PVP (Polyvynilpyrrolidone) 2% pada bufer isolasi dan penambahan chloroform setelah fase penambahan chloroform:isoamylalcohol. Sebanyak 0.2 g daun padi sakit digerus dengan mortar dan pistil dengan bantuan nitrogen cair. Serbuk yang terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan ditambahkan sebanyak 1 ml bufer ekstraksi (2% CTAB; 0.1 M Tris-HCl, pH 8.0; 0.02 M EDTA, pH 8.0; 1.26 M NaCl; 2% PVP) yang mengandung 1% mercapto ethanol. Setelah serbuk daun dan bufer ekstraksi tercampur dengan baik, campuran kemudian diinkubasi pada 65 oC selama 30 menit, didiamkan sebentar pada suhu ruang. Setelah campuran dingin kemudian ditambahkan 750 µl campuran chloroform:isoamylalkohol (24:1), divorteks, kemudian disentrifugasi pada 11 000 rpm selama 10 menit. Supernatan selanjutnya dipindahkan pada tabung mikro 2 ml yang baru dan ditambahkan 1 ml chloroform, dicampur dan disentrifugasi pada 11 000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan lagi pada tabung mikro yang baru dan ditambahkan sebanyak 1 ml isopropanol dingin kemudian dicampur dengan membalikkan tabung berulang kali dengan perlahan. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu -20 oC selama 30 menit lalu disentrifugasi pada 11 000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensi dengan 200 µl TE pH 8.0 (10 mM Tris; 1 mM EDTA). Suspensi ini kemudian ditambahkan sebanyak 1/10 volum larutan 3 M sodium acetate pH 5.2 dan 2.5 volum ethanol absolute kemudian dicampur dengan membalikkan tabung berulang kali dengan perlahan. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu -20 oC selama 30 menit untuk presipitasi DNA dan disentrifugasi pada 13 000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk dikeringkan dan diresuspensi dengan 100 µl bufer TE pH 8.0.

(33)

ini didapatkan pasangan primer yang mengamplifikasi bagian gen selubung protein RTBV dengan ukuran 1206 bp. Untuk keperluan penggunaan primer yang lebih luas, misalnya untuk kloning gen, maka beberapa basa nukleotida dari enzim restriksi EcoRI ditambahkan pada ujung 5‟ primer forward dan KpnI pada ujung

5‟ primer reverse. Pasangan primer ini mengamplifikasi bagian gen selubung protein RTBV dengan produk sebesar 1224 bp (Gambar 6).

Gambar 6 Gambaran skematik penempelan primer DA-RTBV yang digunakan untuk mengamplifikasi gen protein selubung RTBV. (A) Ukuran genom 8000 bp adalah ukuran genom RTBV dengan NCBI Reference Sequence: X57924.1. Ukuran genom selubung protein RTBV adalah 945 bp (Nath et al. 2002). (B) Validasi ukuran amplikon pada program Primer Premier 5 (Premier Biosoft International) sebesar 1224 bp.

Amplifikasi gen protein selubung RTBV. Gen protein selubung RTBV diamplifikasi dari DNA total tanaman dengan metode PCR menggunakan sepasang primer spesifik RTBV yaitu primer forward DA-F (5‟-GGAATTCCGG CCCTCAAAAACCTAGAAG-3‟) dan primer reverse DA-R (5‟-GGGGGTACCC CCCTCCGATTTCCCATGTATG-3‟). Primer ini didapatkan dari hasil perancangan primer seperti diuraikan sebelumnya.

(34)

agarosa 1% dan diwarnai dengan merendam gel di dalam larutan ethidium bromide 0.5 µg/ml selama ± 15 menit, kemudian diamati dengan sinar ultraviolet pada UV transilluminator.

Deteksi Rice grassy stunt virus (RGSV)

Isolasi RNA total tanaman. Isolasi RNA total dilakukan dengan menggunakan TRIZOL (TRIzol® reagent) (Invitrogen, USA) menurut

Chomczynski dan Mackey (1995). Sebanyak 0.1 g daun padi sakit digerus dengan mortar dan pistil dengan bantuan nitrogen cair. Serbuk daun kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 ml dan ditambahkan 1 ml pereaksi TRIZOL. Setelah serbuk daun dan pereaksi TRIZOL tercampur dengan baik, kemudian diinkubasi pada 30 oC selama 5 menit dan setelah itu ditambahkan sebanyak 0.2 ml chloroform. Campuran ini kemudian dikocok perlahan selama 15 detik dan disentrifugasi pada 10 000 rpm (tidak lebih dari 12 000 gravitasi) pada suhu 4 oC selama 10 menit. Supernatan kemudian dipindahkan pada tabung mikro 2 ml yang baru dan ditambahkan 0.5 ml isoprophanol. Campuran ini diinkubasi pada suhu 30 oC selama 10 menit dan disentrifugasi pada 10 000 rpm pada suhu 4 oC selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk dicuci dengan 1 ml ethanol 70% (1 ml ethanol per 1 ml TRIZOL yang digunakan). Campuran ini divorteks dan disentrifugasi pada 10 000 rpm pada suhu 4 oC selama 5 menit. Pelet dikeringanginkan di Laminar Air Flow sampai tidak ada lagi sisa ethanol (pelet jangan terlalu kering) dan kemudian diresuspensi dengan 100 µl air bebas RNAse (Fermentas, USA).

Transkripsi balik RNA. Sebelum dilakukan amplifikasi, RNA total tanaman hasil isolasi terlebih dahulu ditranskripsi balik menjadi cDNA. Transkripsi balik RNA menggunakan kit RevertAidTM (Fermentas, USA). Sebanyak 1 µl RNA total tanaman hasil isolasi, 1x bufer RT, 1.75 mM DTT (di-thio-threitol), 2 mM dNTP, 10 u RevertAidTM MmuLv Reverse transcriptase, 1 u RibolockTM RNAse Inhibitor, dan 15 pmol primer B3. Primer B3 adalah primer reverse spesifik RGSV

(5‟-TCTAGAGCAGTTTCCTGTAGTC-3‟) (Le et al. 2010). Reaksi transkripsi balik dilakukan pada T-Gradient® ThermoBlock (Biometra, Germany) dengan inkubasi awal pada suhu 25 oC selama 5 menit lalu pada suhu 42 oC selama 60 menit dan pada suhu 70 oC selama 15 menit. cDNA yang dihasilkan kemudian dapat digunakan sebagai templatdalam tahap amplifikasi.

Analisis kesesuaian primer gen protein selubung RGSV. Pasangan primer yang digunakan merupakan primer spesifik RGSV (Le et al. 2010). Untuk memastikan pasangan primer tersebut mengamplifikasi di bagian gen selubung protein RGSV maka dilakukan analisis pada program Primer Premier 5 (Primer Biosoft International). Analisis dilakukan dengan menggunakan urutan basa DNA gen protein selubung RNA (Gambar 7).

(35)

Gambar 7 Gambaran skematik penempelan primer F3 dan B3 yang digunakan

untuk mengamplifikasi sebagian gen protein selubung RGSV. (A) Ukuran genom 2700 bp adalah ukuran genom RNA5 RGSV dengan NCBI Reference Sequence: NC_002327.1 dan 978 adalah ukuran gen selubung protein RGSV dengan NCBI Reference Sequence

GenBank: CBA12676.1 (Toriyama et al. 1997). (B) Validasi ukuran amplikon pada program Primer Premier 5 (Premier Biosoft International) sebesar 243 bp.

Amplifikasi sebagian gen protein selubung RGSV. Amplifikasi sebagian gen protein selubung RGSV dilakukan dengan metode PCR menggunakan sepasang primer spesifik RGSV yaitu primer forward F3 (5‟-AGACCAACTCAG AGGCA-3‟) dan primer revers B3 (5‟-TCTAGAGCAGTTTCCTGTAGTC-3‟) (Le et al. 2010). Sebanyak 0.4 pmol masing-masing primer, 1x DreamTaqTM DNA Polymerase (Fermentas, USA), dan 1 µl cDNA hasil transkripsi balik dalam volum akhir 25 µl digunakan dalam amplifikasi. Amplifikasi dilakukan pada T-Gradient® ThermoBlock (Biometra, Germany) dengan masa denaturasi selama 1 menit pada suhu 94 oC, penempelan primer selama 1 menit pada suhu 53 oC, sintesis selama 1 menit pada suhu 72 oC dan diulang sebanyak 34 kali. Hasil PCR diamati dengan cara yang sama pada amplifikasi gen protein selubung RTBV.

Analisis Keragaman Genetik RTBV dan RGSV

Perunutan dan penyejajaran basa DNA RTBV dan RNA RGSV.

(36)

RTBV dan RGSV dilakukan dengan memanfaatkan layanan berturut-turut pada Automatic DNA Sequencing 1st-BASE Laboratories Singapura dan DNA SequencingBioSM Laboratories Malaysia.

Elektroferogram yang didapatkan dilihat menggunakan program Sequence Scanner v1.0 (Applied Biosystems, USA). Hasil perunutan nukleotida yang diperoleh kemudian dikonfirmasi ke GenBank dengan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada The National Centre for Biotechnological Information (NCBI). Runutan nukleotida yang telah dikonfirmasi kemudian disejajarkan dengan menggunakan penyejajaran berganda ClustalW pada program Bioedit (Hall 1999).

Analisis keragaman. Analisis keragaman runutan nukleotida dari gen protein selubung isolat-isolat RTBV dan RGSV menggunakan beberapa perangkat lunak diantaranya Bioedit (Hall 1999), CLC Sequence Viewer 6.7 dan MEGA 5.05. Menggunakan perangkat lunak yang sama dilakukan pula analisis filogenetika. Rujukan runutan nukleotida isolat RTBV dan RGSV dari luar Indonesia yang digunakan didapatkan dari GenBank.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Padi di Lapangan

Hasil pengamatan gejala di lapangan dari sampel-sampel tanaman padi sakit yang diambil dari lapangan menunjukkan gejala terinfeksi virus tungro. Gejala umum yang diamati pada setiap sampel tanaman yang diambil antara lain perubahan warna daun, tinggi tanaman dan jumlah anakan (Lampiran 4). Variasi gejala dijumpai pada sampel-sampel tersebut. Variasi gejala dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah anakan dan tinggi tanaman. Gejala kelompok pertama yaitu daun tanaman berwarna kuning sampai oranye, tanaman kerdil dan jumlah anakan sedikit (Gambar 8). Gejala kelompok kedua yaitu daun tanaman kaku berwarna kuning-oranye, tinggi tanaman normal dan jumlah anakan normal seperti tanaman sehat (Gambar 9).

Gambar 8 Variasi gejala kelompok pertama pada tanaman padi dari beberapa

(37)

Gambar 9 Variasi gejala kelompok kedua pada tanaman padi dari beberapa daerah. A) Sumber Kejayan (Jember); B) Cikarawang (Bogor); C) Ciherang (Bogor) (tanaman pada stadia singgang).

Gejala yang ditunjukkan tanaman sampel pada variasi gejala kelompok pertama (Gambar 8) mengindikasikan tanaman padi terinfeksi virus tungro. Dasgupta et al. (1991) dan Hibino et al. (1978) menyebutkan bahwa gejala utama tanaman padi terinfeksi virus tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning sampai kuning-oranye, kerdil dan penurunan jumlah anakan. Pada variasi gejala kelompok pertama ini dijumpai variasi tingkat perubahan warna daun pada varietas tanaman padi yang berbeda. Padi varietas Ciherang (sampel 8A) menunjukkan perubahan warna menjadi kuning pada daun, sedangkan padi varietas IR64 (sampel 8B) dan Inpari (Sampel 8C) menunjukkan perubahan warna menjadi kuning-oranye. Suprihanto (2005) melaporkan adanya variasi gejala penyakit yang disebabkan infeksi virus tungro pada kultivar TN dan FK135. Pada tanaman padi TN1 terjadi perubahan warna daun dari kuning hingga oranye sedangkan pada tanaman padi FK135 menunjukkan adanya gejala garis dengan warna kuning hingga oranye pada daun. Su (1969) juga melaporkan adanya keragaman gejala tanaman padi yang terinfeksi virus menguning pada beberapa varietas yang berbeda. Srinivasulu dan Jeyarajan (1990) dalam Suprihanto (2005) menyebutkan bahwa adanya perbedaan warna kuning oranye pada daun terinfeksi virus adalah karena perbedaan kandungan pigmen hijau (klorofil), pigmen oranye (karoten) dan pigmen kuning (santofil) yang berbeda pada tingkat patogenisitas yang berbeda yang dapat dipengaruhi oleh virus yang berbeda maupun strain yang berbeda. Variasi gejala pada kelompok kedua (Gambar 9) mirip dengan gejala infeksi tungro yaitu perubahan warna daun menjadi kuning sampai oranye disertai penurunan jumlah anakan tetapi tanaman tidak kerdil.

Variasi gejala dapat disebabkan oleh perbedaan varietas tanaman, strain atau jenis virus dan umur tanaman saat terinfeksi. Ling (1972) melaporkan tentang perbedaan atau variasi gejala pada tanaman padi yang disebabkan oleh infeksi virus yang sama. Dilaporkan juga bahwa gejala yang sama dapat muncul karena infeksi virus yang berbeda. Oleh karena itu, variasi gejala pada tanaman padi dapat disebabkan oleh infeksi beberapa virus yang berbeda diantaranya virus tungro atau RGSV. Kemungkinan ini diperkuat oleh laporan Suprihanto (2008) bahwa terdapat variasi gejala daun menguning seperti gejala infeksi virus tungro tetapi disebabkan oleh RGSV.

(38)

padi terinfeksi RGSV adalah kerdil, daun sempit, perubahan warna daun dari hijau pucat hingga kuning pucat dan jumlah anakan yang banyak (BBP2TP 2010). Tetapi, variasi gejala tanaman terinfeksi RGSV juga telah dilaporkan oleh Hibino (1996) yaitu perubahan warna daun menjadi kuning hingga oranye yang dilaporkan di Taiwan pada tahun 1977, di Filipina dan Thailand pada tahun 1982-1983 dan di India pada tahun 1984. Untuk memastikan apakah variasi gejala pada tanaman-tanaman sampel dari beberapa kabupaten di Pulau Jawa terinfeksi RTBV atau RGSV diperlukan deteksi secara molekuler.

Deteksi RTBV dan RGSV

Primer DA-F dan DA-R berhasil mengamplifikasi seluruh gen protein selubung RTBV dengan amplikon sebesar 1224 bp (Gambar 10). Amplifikasi gen protein selubung RTBV menggunakan pasangan primer lain yaitu RTBV-2L

(5‟-GGTCTTGGATGGATGGTAGA-3‟) dan RTBV-2R (5‟-GCTGAGGTGCTAC ATAGGTT-3‟) pernah dilakukan oleh Suprihanto (2005) dan Hikmahayati (2010). Primer tersebut tidak digunakan pada penelitian ini karena primer tersebut dirancang untuk mengamplifikasi sebagian gen protein selubung dan sebagian gen protease aspartat RTBV (Venkintesh et al. 1994).

Gambar 10 Hasil amplifikasi gen protein selubung RTBV menggunakan sepasang primer DA-F dan DA-R. M, Marker 200 bp ladder (Fermentas, USA); 1, Air; 2 sampai 11 berturut-turut, Isolat dari daerah Sumber Salak Timur, Sumber Salak Barat, Sembung, Cijambe, Tanjung Siang, Situ Gede, Cikarawang, Muara, Patok Besi dan Pamijahan

(39)

Gambar 11 Hasil amplifikasi sebagian gen protein selubung RGSV menggunakan sepasang primer F3 dan B3. M, Marker 200 bp ladder (Fermentas USA); 1, Air, 2 sampai 9 berturut-turut, Isolat dari daerah Blanakan, Patok Besi, Ngawen, Pamijahan, Songgon, Balak, Sragi dan Muruy.

Hasil kedua deteksi tersebut menunjukkan bahwa gejala mirip terinfeksi virus tungro ternyata positif terinfeksi RGSV. Hasil deteksi membuktikan bahwa pengamatan gejala di lapangan tidak dapat digunakan untuk membedakan tanaman tersebut terinfeksi RTBV atau RGSV. Kemiripan gejala pada tanaman padi seringkali disebabkan oleh virus yang berbeda atau infeksi bersama beberapa virus. Fakta ini membuat pengamatan gejala saja tidak cukup untuk mendiagnosis penyakit yang disebabkan oleh virus pada padi (Le et al. 2010). Deteksi sangat perlu terutama bila tanaman menunjukkan gejala yang sama. Gejala kelompok pertama dapat disebabkan oleh infeksi RTBV (sampel dari Sumber Salak Barat) atau RGSV (sampel dari Gunung Bunder dan Ngawen). Demikian pula, gejala kelompok kedua dapat disebabkan oleh infeksi RGSV (sampel dari Sumber Kejayan) atau infeksi bersama RTBV dan RGSV (sampel dari Cikarawang dan Ciherang).

Hasil deteksi pada tanaman stadia singgang yang diambil dari daerah Ciherang (Gambar 9 C) menunjukkan positif terinfeksi RTBV dan RGSV. Warna daun kuning-oranye yang sangat mencolok pada singgang tersebut diduga karena infeksi ganda oleh RTBV dan RGSV dan konsentrasi virus-virus tersebut yang tinggi. Dilaporkan oleh Hibino (1996) bahwa konsentrasi virus- virus pada padi yaitu Rice bunchy stunt virus (RBSV) dan Rice gall dwarf virus (RGDV) pada tanaman singgang tergolong tinggi. Kedua virus ini ditularkan oleh wereng sebagai vektor seperti halnya RTBV dan RGSV. Oleh karena itu, peran tanaman singgang sebagai sumber inokulum virus perlu diperhatikan untuk menghindari penularan virus yang lebih luas (BB Padi 2010).

(40)

Tabel 2 Hasil deteksi RTBV dan RGSV dari beberapa sampel yang berasal dari 8 kabupaten di Jawa berdasarkan amplifikasi gen protein selubung

Kabupaten RTBV RGSV RTBV dan RGSV

Kondisi yang berbeda terjadi di Kabupaten Pandeglang dan Klaten. Hasil deteksi RTBV negatif di kedua daerah tersebut walaupun di kedua daerah tersebut ditanam varietas Ciherang yang dilaporkan tidak tahan terhadap virus tungro (BB Padi 2012). Walaupun tidak terdeteksi infeksi RTBV, tanaman padi di Kabupaten Pandeglang positif terinfeksi RGSV. Berbeda dengan kondisi di Kabupaten Klaten yaitu tidak terdeteksi infeksi RTBV dan hanya 1 dari 8 sampel terdeteksi infeksi RGSV. Gejala yang muncul kemungkinan dapat disebabkan karena kekurangan unsur hara abiotik seperti Nitrogen dan bukan karena infeksi virus. Dilaporkan oleh Dahal et al. (1992) bahwa tanaman padi yang kekurangan unsur hara Nitrogen dapat menunjukkan gejala seperti gejala tanaman terinfeksi virus tungro.

Hasil amplifikasi juga menunjukkan bahwa 56.25% (36 sampel dari total 64 sampel tanaman) sampel-sampel tanaman padi terinfeksi RGSV (Tabel 2). Sampai bulan April 2012, data mengenai luas serangan akibat infeksi RGSV belum ditemukan pada semua kabupaten tersebut. Data yang terangkum lebih kepada luas tambah serang akibat wereng batang coklat sebagai vektor RGSV. Data luas serangan akibat infeksi RGSV hanya didapatkan dari Kabupaten Klaten, Batang, Jember dan Banyuwangi. Melalui komunikasi dengan penyuluh setempat, data tersebut hanyalah didasarkan pada gejala yang dilihat dan belum berdasarkan deteksi molekuler atau deteksi lainnya yang memastikan gejala tersebut akibat infeksi RGSV.

Berdasarkan data luas tambah serang infeksi virus kerdil rumput di 4 kabupaten tersebut di atas dan dari komunikasi pribadi dengan penyuluh

(41)

Aktifitas manusia terutama menentukan pola bercocok tanam dapat mempengaruhi kondisi organisme pengganggu tanaman. Informasi bahwa masyarakat belum menerapkan pola tanam serempak didapatkan oleh penulis pada waktu pengambilan sampel yaitu melalui komunikasi dengan penyuluh setempat dan petani. Pola tanam yang tidak serempak menyebabkan usia tanaman pada satu hamparan akan berbeda-beda dan ini membuat ketersediaan makanan tak pernah habis bagi serangga penular penyakit. Dilaporkan oleh Baehaki (2011) bahwa pola tanam tidak serempak akan memicu meluasnya penyakit kerdil rumput yang disebabkan infeksi RGSV dengan wereng batang coklat sebagai vektornya. Berdasarkan informasi dari petugas penyuluh diketahui bahwa pola tanam tidak serempak disebabkan antara lain karena ketersediaan air yang cukup (dengan pengairan yang baik) sepanjang musim. Dilaporkan pula oleh Baehaki (2010) bahwa kelimpahan air akan menyebabkan perkembangan wereng batang coklat semakin cepat.

Hasil deteksi menunjukkan bahwa terdapat dua sampel terinfeksi bersama-sama RTBV dan RGSV yaitu sampel dari Kabupaten Bogor (Cikarawang dan Ciherang). Infeksi bersama ini dapat terjadi karena adanya sumber inokulum kedua virus tersebut disertai keberadaan wereng hijau dan wereng batang coklat bersama-sama sebagai vektor dari RTBV dan RGSV. Dilaporkan oleh Ling et al. (1978) bahwa infeksi dua virus yaitu RGSV dan Rice Ragged Stunt Virus (RRSV) dapat terjadi dalam satu tanaman padi di lapangan.

Infeksi RTBV di Bogor telah dilaporkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti Suprihanto (2005), Arfianis (2006), dan Hikmahayati (2010), tetapi infeksi RGSV di Bogor belum pernah dilaporkan sebelumnya. Dengan demikian hasil penelitian ini melaporkan ditemukannya infeksi RGSV di daerah endemis virus tungro di Bogor.

Tingkat Kesamaan Runutan Basa Nukleotida dan Asam Amino Gen Protein Selubung RTBV

Panjang gen protein selubung RTBV adalah 945 bp (Ganesan et al. 2009) tetapi pada penelitian ini hanya berhasil mendapatkan perunutan gen protein selubung dengan panjang berkisar antara 597 hingga 1208 bp (Tabel 3 dan Lampiran 5). Runutan nukleotida gen protein selubung isolat-isolat RTBV dari Jawa (setelah disejajarkan terhadap isolat-isolat RTBV dari luar Indonesia) terletak antara nukleotida ke-2333 sampai 3572 pada runutan nukleotida genom RTBV. Isolat-isolat RTBV luar Indonesia yang digunakan sebagai referensi diambil dari GenBank (Tabel 4). Perunutan dan penyejajaran basa nukleotida dilakukan untuk memastikan bahwa runutan tersebut adalah runutan gen selubung protein RTBV yang berada pada ORF 3 dari genom RTBV (Nath et al. 2002) yang dimulai dari nukleotida ke-2427 sampai 3372 (Ganesan et al. 2009).

Hasil analisis kesamaan runutan basa nukleotida gen protein selubung dari 10 isolat RTBV memiliki tingkat kesamaan berkisar 40% sampai 100% (Lampiran 6). Tingkat kesamaan dengan rentang yang jauh antara isolat-isolat RTBV tersebut memberikan indikasi bahwa isolat-isolat RTBV dari Jawa memiliki variasi genetik yang tinggi.

(42)

Tabel 3 Posisi dan panjang runutan gen protein selubung isolat-isolat RTBV dari 8 kabupaten di Jawa

No. Kabupaten Isolat RTBV Posisi Nukleotida Pada Genom RTBV selubung RTBV disajikan pada Lampiran 7.

a)

Tidak dilakukan perunutan basa nukleotida karena sampel nomor 1 sampai 10 telah cukup mewakili setiap kabupaten.

Tabel 4 Isolat-isolat yang tersedia pada GenBank yang digunakan sebagai referensi perbandingan analisis gen protein selubung RTBV

Hampir semua gen protein selubung RTBV (asam amino ke-476 hingga 791) menunjukkan runutan asam amino yang terpelihara (conserved). Peraza et al. (2005) menunjukkan bahwa daerah C-terminal dari gen protein selubung RTBV adalah daerah yang terpelihara (asam amino nomor 745-771) dan ditemui sebagai penanda gen protein selubung pada semua protein pararetroviral tanaman lainnya (Rothnie et al. 1994). Mutasi ditemukan di daerah terpelihara ini pada isolat RTBV dari Tanjung Siang yaitu penghapusan (deletion) asam amino N (756) dan asam amino R (761). Kano et al. (1992) menyebutkan bahwa terdapat daerah terpelihara yang identik pada gen protein selubung yang dimiliki oleh semua virus dari famili Caulimoviridae. Nath et al. (2002) menyebutkan daerah ini sebagai

“cys” motif dengan runutan CX2CX4HX4C dan pada penelitian ini ditemui pada

asam amino ke-777 sampai 790 (CYICQDENHLANRC). Pada penelitian ini hampir semua daerah tersebut terpelihara kecuali runutan pada isolat RTBV dari Tanjung Siang yang mengalami penghapusan 4 asam amino (runutan ke 780, 782,

No. Aksesi Isolat Negara

Gambar

Gambar 2 Gambaran
Tabel 1  Deskripsi gejala penyakit tungro dan mirip tungro
Gambar 6 Gambaran skematik penempelan primer DA-RTBV yang digunakan
Tabel  3  Posisi dan panjang runutan gen protein selubung isolat-isolat RTBV dari 8 kabupaten di Jawa
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nilai R 2 yang diperoleh pada tabel 5 adalah sebesar 0.620 atau 62,0% yang menunjukkan kemampuan variabel kepribadian, kemampuan dan motivasi dalam menjelaskan variasi yang

Dengan memahami hal tersebut para orang tua dan anak-anak diharapkan akan lebih bisa memilah waktu untuk bermain game online dan bisa memilih konten permainan yang sesuai

Adanya aktivitas masyarakat yang terjadi di Pantai Sri Mersing dapat mengakibatkan penurunan kualitas perairan di objek wisata tersebut... kualitas perairan akan memberikan

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Bupati

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Mempraktikkan berbagai gerak dasar ke dalam permainan dan olahraga dengan peraturan yang dimodifikasi, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.. 6.1 Mempraktikkan

The result of this study can become reference those who conduct expressive speech acts as their research and this result is expected to be a framework for the further

Telah diterangkan di atas bahwa pengertian Minat adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu, dan pengertian wirausaha