IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)
DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TESIS
Oleh
INDAH GUSTINA
057024035/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)
DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Dalam Program Magister Studi Pembangunan Pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
INDAH GUSTINA
057024035/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)
DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TESIS
Dengan ini saya manyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2008
Judul Tesis : IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
Nama Mahasiswa : Indah Gustina Nomor Pokok : 057024035
Program Magister : Studi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Drs. Zulkifli Lubis, MA) (Drs. Sudirman, MSP) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Drs. Subhilhar, MA, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 20 Februari 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Zulkifli Lubis, MA Anggota : 1. Drs. Sudirman, MSP
2. Drs. Bengkel Ginting, M.Si 3. Drs. Irfan, M.Si
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
limpahan berkah, rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya serta salawat dan salam kepada
Nabi Muhammad SAW yang memberikan kekuatan kepada penulis dapat
menyelesaikan tesis dari perkuliahan Program Magister Studi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Implementasi Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kecamatan Medan Maimun”.
Penulisan tesis merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Program Magister
Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam
menyelesaikan studi.
Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi berbagai pihak,
baik secara moril dan materil yang diberikan kepada penulis. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sangat kepada :
1. Terutama sekali ungkapan terima kasih penulis persembahkan kepada kedua
orangtua tercinta, Papa dan Mama yang sangat sabar mendukung penulis hingga
dapat menyelesaikan studi ini. Kepada adik-adikku tersayang, Irvan dan Fitri agar
lebih bersemangat mengejar pendidikan.
2. Bapak Drs. Subhilhar, MA, Ph.D selaku Ketua Program Magister Studi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si. selaku Sekretaris Program Magister Studi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA selaku Pembimbing I dan Bapak Drs. Sudirman,
MSP selaku Pembimbing II atas kesabaran dan keikhlasannya dalam
membimbing penulis menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si selaku Penguji I dan Bapak Drs. Irfan, M.Si
selaku Penguji II yang telah memberikan saran-saran yang konstruktif bagi
6. Bapak Drs. Shafwan Hadi Umry (mantan Kepala Balai Bahasa Medan) yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi pada
Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
7. Bapak Sahril, S.S. dan teman-teman Balai Bahasa Medan (Kak Eninta, Kak
Desmita, Mas Kris, Bang Hasan, Bang Ucup “ajo”, Kak Nana dan lain-lain yang
tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya) atas dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan studi ini.
8. Sahabat-sahabat terbaik sepanjang hidupku atas seluruh dukungan dan doa yang
tulus kepadaku, Lili “The Great Teacher” (I miss you), Dina “My Advisor”,
Wulida “The Workaholic”, Iin “The Funniest Mom”, Noni (semangat jeng, kamu
bisa!!),…juga buat Dewi cs, Sinta, Yani, Jali, Kautsar, Maya, Wirda, Dewi, Mega
(thank you so much).
9. Rekan-rekan Magister Studi Pembangunan Angkatan VIII yang telah
memberikan semangat kepada penulis (Justina, Kak Ade, Topan, semuanya deh..)
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan
karena pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dari pembaca yang bersifat konstruktif sehingga tesis ini lebih bermanfaat bagi
semua pihak.
Medan, 20 Februari 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……… i
ABSTRACT ……….. ii
KATA PENGANTAR ……… iii
RIWAYAT HIDUP ……… v
DAFTAR ISI ……… vi
DAFTAR TABEL ……….... vii
DAFTAR GAMBAR ……… viii
DAFTAR LAMPIRAN ………. ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….. 1
1.2 Perumusan Masalah ……….. 8
1.3. Tujuan Penelitian ……….. 8
1.4. Manfaat Penelitian ……… 8
1.5. Kerangka Pemikiran ……….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Implementasi ..……… 11
2.1.1. Pengertian Implementasi ……….. 11
2.1.2. Tahap-Tahap Implementasi Kebijakan ………. 17
2.2. Pemberdayaan ……….. 24
2.3. Konsep Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ………. 28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ………. 39
3.2. Defenisi Konsep ……… 39
3.3. Defenisi Operasional ………. 40
3.4. Populasi dan Sampel ……….. 41
3.5. Teknik Pengumpulan Data ……… 42
3.6. Lokasi Penelitian ………... 43
3.7. Penentuan Skor ………. 43
3.8. Analisis Data ………. 44
3.8.1. Koefisien Korelasi Product Moment ……… 45
3.8.2. Koefisien Determinasi ……….. 46
3.9. Jadwal Penelitian ……… 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Singkat Kantor Kecamatan Medan Maimun ……….. 48
4.1.1. Kondisi Umum Kelurahan Hamdan ………. 51
4.1.2. Kondisi Umum Kelurahan Kampung Baru ……….. 54
4.2. Pedoman Umum P2KP ……… 57
4.3 Implementasi P2KP di Kecamatan Medan Maimun ………... 78
4.4.1. Klasifikasi Data ……… 85
4.4.2. Analisis Data ……… 89
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ………. 94
5.2. Saran ……… 95
ABSTRAK
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) merupakan pola atau program dimana masyarakat diikutkan untuk memikirkan permasalahan kemiskinan, merencanakan, dan melaksanakan sekaligus mengawasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh kondisi lingkungan mereka sendiri. Dengan melibatkan dan memikirkan tentang masalah kemiskinan, diharapkan masyarakat sendiri secara tepat akan membantu mengatasi masalah tersebut. Dengan adanya kegiatan-kegiatan P2KP dilakukan merupakan proses pembelajaran kepada seluruh masyarakat Kelurahan Hamdan dan Kelurahan Kampung Baru di Kecamatan Medan Maimun untuk memahami potensi, masalah dan karakteristik masalah kemiskinan yang ada di masyarakat. Kegiatan P2KP juga dilakukan proses pembelajaran penerapan prinsip
bottom up dan perencanaan dari bawah/perencanaan partisipatif. Penerapan perencanaan dari bawah ini akan digali dari pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas implementasi P2KP terhadap penurunan jumlah keluarga miskin dan daerah penerima program tersebut, mengetahui manfaat dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan P2KP di Kecamatan Medan Maimun. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah penulis dapat lebih mengembangkan kemampuan berfikir dalam menganalisa fenomena-fenomena yang terjadi dalam lingkup penanggulangan kemiskinan melalui penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian adalah bentuk penelitian eksplanasi dengan menggunakan teknik analisis data kuantitatif, yang menggunakan perhitungan statistik, yaitu koefisien korelasi product moment dan koefisien determinasi.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi product moment (r) bernilai 0,20092 dimana nilai r-tabel untuk n=164 yaitu 0,148. Sehingga dengan ketentuan bila rxy > r-tabel maka hipotesis alternatif diterima atau melalui perhitungan
koefisien determinasi diperoleh bahwa efektivitas implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) terhadap penurunan jumlah keluarga miskin di Kecamatan Medan Maimun memiliki tingkat efektivitas yang rendah hanya sebesar 4,0368%. Dimana hubungan ini diperoleh berdasarkan indikator-indikator yang diolah penulis meliputi efektivitas, pengembangan masyarakat, pengembangan ekonomi, perlindungan lingkungan dan kemiskinan, serta faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
ABSTRACT
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) or Urban Poverty Project (UPP) is a model or a government program to involve the society on thinking poverty problems, planning, and implementing thus controlling some problems they have in their own circumtances. By involving, the society and thinking poverty problems, people are expected can solve poverty problems accurately by themselves. To implemented the P2KP activities means to give learning process for all people in Hamdan and Kampung Baru wards in Medan Maimum District to understanding their power, to find the problems and to know the characteristics of the poverty problems in those societies. The P2KP activities also give learning process by implementing bottom up principle and bottom up planning or participative planning. Bottom up implemented planning will start from implicating poverty handling programs using the society empowerment strategy.
The objectives of this research are to know the affectivities of P2KP implementation to the decreasing of the poverty family value and the accepted programs’ areas, to know the benefits of those programs and to understand the problems in implementing those programs in Medan Maimun District. The expected benefits in this research, writer can progress his/her thinking skills in analyzing the phenomena’s that happened in poverty handling areas by implicating some theories from the classroom. Explanation research model used in the method of this research by using quantitative data analysis, and using statistics, that is product moment correlation coefficient and determination coefficient.
Based on the finding analyzed data there are product moment correlation coefficient (r) is 0.20092 in which r-table value for n=164 is 0.148. If the rxy > r-table, so alternative hypotheses accepted. By counting the determination coefficient finds that the affectivity of P2KP implementation to the decreasing of the poverty family in Medan Maimun Distirict is in low grade, that is 4.0368%. This correlation found based on the indicators that writer used such as the affectivity, society empowerment, economic development, poverty and areas protection, then another factors are not include on this research.
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Jumlah Kepala Rumah Tangga di Kelurahan Hamdan dan
Kampung Baru ……….. 7
2. Mengukur Hubungan Variabel ... 39
3. Jumlah Pegawai di Kecamatan Maimun ... 49
4. Permasalahan Masyarakat Kelurahan Hamdan Kecamatan
Medan Maimun Kota Medan ... 52
5. Permasalahan Masyarakat Kelurahan Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Kota Medan ………... 55
6. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Jawaban Responden untuk Variabel Efektivitas Implementasi Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) ... 85
7. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Jawaban Responden untuk
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran ………... 10
2. Bagan Struktur Organisasi Kecamatan Medan Maimun ………. 49
3. Struktur BKM ……….. 69
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Izin Penelitian
2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
3. Daftar Pedoman Wawancara
4. Hasil Tabulasi Data Penelitian
5. Tabel Nilai-Nilai r Product Moment
6. Capaian Pemanfaatan BLM-I Komponen Tridaya
7. Capaian Pemanfaatan BLM-II Komponen Tridaya
RIWAYAT HIDUP
Nama : Indah Gustina, S.Sos.
NIM : 057024035
Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 16 Agustus 1983
Alamat : Jalan H. Bachrum Jamil, S.H. / Turi No. 03/13
Status Perkawinan : Belum Kawin
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
1. Indah Gustina, S.Sos.
2. Irvan Sulaiman, S.H.
3. Ifitriana Sibarani Nama orang tua
Bapak
Ibu
:
Ir. H. Muhammad Natsir Sibarani, MM.
Hj. Rahmawati Simanjuntak
Pendidikan : 1. TK Islam ‘Arafah 1 Medan (1988 – 1989)
2. SD Swasta Kesatria Medan (1989 - 1995)
3. SLTP Negeri 3 Medan (1995 - 1998)
4. SMU Negeri 5 Medan (1998 - 2001)
5. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Administrasi Negara (2001 - 2005)
6. Mahasiswa Program S-2 MSP FISIP
Universitas Sumatera Utara (2006 - 2008)
Riwayat Pekerjaan : 1. Manager Pembiayaan Koperasi Syari’ah
BMT Ubudiyah Medan (2003-2005)
2. Anggota Pleno Pengurus PINBUK (Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) Perwakilan Sumatera Utara (2005 – 2006)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan fenomena global yang sangat memprihatinkan,
bagaimana tidak, dari tahun ke tahun masalah kemiskinan ini tidak kunjung surut
bahkan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat
serta menurunnya kondisi perekonomian negara Indonesia.
Kemiskinan merupakan masalah yang pada umumnya dihadapi hampir di
semua negara-negara berkembang, terutama negara yang padat penduduknya seperti
Indonesia. Dari seminar ke simposium, dari lokakarya ke semiloka, dari model
top-down ke model bottom-up, dan variasinya program intervensi, pada akhirnya tetap
menyisakan persoalan sepertinya tidak mampu menekan drastis angka kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah bersama yang harus ditanggulangi secara
serius, kemiskinan bukanlah masalah pribadi, golongan bahkan pemerintah saja, akan
tetapi hal ini merupakan masalah setiap kita warga negara Indonesia. Kepedulian dan
kesadaran antar sesama warga diharapkan dapat membantu menekan tingkat
kemiskinan di Indonesia.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) hadir untuk
melaksanakan amanah Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang
menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas mendesak untuk segera
Upaya menanggulangi kemiskinan merupakan usaha yang tidak dapat
diselesaikan dalam waktu tertentu. Penanggulangan kemiskinan merupakan suatu
proses yang tidak pernah boleh berhenti karena kemiskinan itu sendiri sangat
dinamis. Dalam P2KP, masalah kemiskinan dipandang bukan suatu hal yang terjadi
dengan sendirinya, melainkan karena sebagai akibat dari suatu kebijakan.
Masalah kemiskinan lebih cenderung merupakan suatu masalah kebijakan
politik yang berkaitan dengan masalah kebijakan pembangunan pada umumnya (di
segala bidang), baik di level atas maupun di level bawah. Dalam hal kebijakan
pembangunan, tampak jelas lemahnya atau ketidakberdayaan posisi masyarakat
terutama kelompok masyarakat miskin atau lapis bawah (grass roots) dalam proses
pengambilan keputusan.
Bagaimana program pembangunan atau penanggulangan kemiskinan dapat
berhasil apabila kebijakan atau sasarannya salah. Sering terlihat kurangnya koordinasi
antar program pembangunan, tetapi justru menunjukkan indikasi adanya ego sektoral
antar instansi, sehingga program-program tersebut terkesan kurang saling
mendukung.
Berbagai program-program intervensi tersebut, dalam kenyataannya cenderung
kurang terkoordinasi dan berjalan sendiri-sendiri. Keterkaitan secara keseluruhan
sangat lemah, sehingga terkadang memancing terjadinya kebingungan hingga
friksi-friksi antar stakeholders di daerah. Kondisi ini bahkan dipicu dengan banyaknya
program-program dengan jargon pemberdayaan masyarakat dan program sektoral
pemerintah daerah. Pada masa otonomi daerah, sangat ironis apabila masalah tersebut
terjadi, karena di daerah otonomlah sebagai terminal titik koordinasi bertemunya
aspirasi dari bawah dan kebijakan dari atas dipertemukan.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula
dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan
terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani program tersebut
secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang melanda
Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman
Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan.
Sedangkan, P2KP sendiri sebagai program penanggulangan kemiskinan di
perkotaan lebih mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan
mendudukan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui
partisipasi aktif ini dari masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya
berkedudukan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang
paling cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi
hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau
berhenti, akan tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 mengenai
program penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah melakukan intervensi
percepatan penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Komponen intervensinya mencakup tiga hal yaitu bantuan modal, penyediaan
sebesar 20 juta rupiah per kelurahan IDT. Merasa tidak cukup, dilengkapi dengan
bantuan pembangunan infrastruktur pekelurahanan melalui Pembangunan Prasarana
Pendukung Kelurahan Tertinggal (P3DT) dan Program Pembangunan Jalan Poros
Kelurahan (P2JPD). Penyediaan tenaga pendampingan disediakan baik untuk IDT
maupun P3DT. Ini saja tidak cukup. Oleh karena itu, dengan mulai berakhirnya masa
3 tahun IDT, dikembangkanlah program yang lebih besar untuk mempercepat
peningkatan sosial-ekonomi masyarakat di kelurahan (melalui Program
Pengembangan Kecamatan atau PPK) dan di perkotaan (melalui P2KP).
Bersamaan dengan itu, dengan pola mirip, dilaksanakanlah program-program
lain seperti P2MPD atau Community and Local Government Support, Program dalam
Rangka Menanggulangi Dampak Krisis Ekonomi atau PDMDKE, dan yang terakhir
adalah Jaring Pengamanan Sosial atau JPS khusus sebagai upaya penanggulangan
krisis dan mencegah kemiskinan yang makin membengkak angkanya.
Belajar dari pengalaman pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di
masa lalu yang masih memberikan porsi yang sangat besar kepada birokrasi, maka
digulirkan intervensi ekstrim Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) yang melompati jenjang birokrasi peran Pemda. Program ini merupakan
kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia melalui pinjaman Loan
IDA credit yang merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat di perkotaan. Intervensinya ditekankan pada penciptaan
dan sarana dasar lingkungan dengan penyediaan pendampingan pihak Konsultan
Manajemen Wilayah dan Fasilitator Kelurahan (KMW dan Faskel).
Program ini memiliki beberapa tujuan, antara lain; pertama, P2KP adalah
sebuah program pemberdayaan masyarakat. Utamanya ditujukan bagi masyarakat
miskin di daerah perkotaan yang menerima dampak paling berat akibat krisis
ekonomi. Dijelaskan pula bukan berarti masyarakat miskin pedesaan tidak
diperhatikan. Tetapi masyarakat perkotaan menjadi skala prioritas utama program ini,
karena mereka tidak memiliki pilihan lain selain sandaran ekonomi keluarganya.
Di sisi lain menurut pemahaman penulis, masyarakat miskin perkotaan karena
kondisi dan pengaruh kepentingan tertentu, memiliki peluang besar untuk melakukan
gerakan massa guna memperoleh hak-hak dasar mereka. Bahkan yang paling ekstrim
sekalipun. Seperti pernah terjadi, terprovokasinya gerakan anarki dalam bentuk
penjarahan dan pengrusakan oleh sebagian massa daerah perkotaan sebagai akibat
kecemburuan sosial dan ekonomi. Sementara masyarakat pedesaan meskipun
memiliki peluang yang sama, tetapi karakter kepribadian dan lingkungan mereka
yang saling berbeda, kemungkinan melakukan gerakan massa relatif sangat kecil.
Kecuali provokasi bernuansa SARA, yang dilakukan secara sistematis untuk suatu
kepentingan politik.
Kedua, program P2KP bukan sekedar program pemberdayaan ekonomi yang
bersifat penyelamatan (rescue) atau pemulihan (recovery) yang berjangka pendek
seperti program sejenis lainnya. Tetapi lebih merupakan pengentasan kemiskinan
secara utuh, simultan, berkelanjutan dan berjangka panjang. Di dalam
implementasinya, lebih diutamakan pemberdayaan dan perkuatan kelembagaan di
tingkat paling bawah (kelurahan) melalui pendekatan tribina (bina lingkungan,
ekonomi dan sosial). Artinya, menurut pemahaman penulis, melalui program P2KP
akan digali dan dibangun kembali akan budaya serta kelembagaan tradisional yang
kental akan nuansa kebersamaan dan gotong royong. Sebuah tata kehidupan yang
penuh dengan nuansa silih asah, silih asih dan silih asuh (saling mendidik, mengasihi,
dan membantu).
Ketiga, melalui pemberdayaan dan perkuatan kelembagaan masyarakat
diharapkan bisa dikembangkan suatu proses pengorganisasian yang aspiratif, terbuka,
adil dan demokratis yang mewakili kelompok usaha dari masyarakat di wilayah
sasaran program. Perwujudannya adalah pembentukan kelompok-kelompok
keswadayaan masyarakat di tingkat kelurahan dan kelurahan sebagai wadah usaha
bersama baik di bidang ekonomi, sosial maupun untuk kegiatan lainnya.
Keempat, sebagai stimulan, melalui program P2KP diupayakan dana pinjaman
sebesar USD 100 juta (sekitar Rp 800 milyar) dari Bank Dunia guna membantu
masyarakat miskin di daerah perkotaan yang tergabung di dalam organisasi
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dalam rangka memberdayakan kehidupan
mereka baik di bidang ekonomi melalui pengembangan usaha kecil (small scale
bussiness), pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana lingkungan serta
penyelenggaraan pelatihan sumber daya manusia dan penciptaan lapangan kerja.
masyarakat miskin bukanlah tujuan utama program P2KP. Dana hanyalah sekedar
sarana untuk membangkitkan kesadaran masyarakat sasaran akan pentingnya
membangun keberdayaan.
Kelurahan sasaran P2KP di Kecamatan Medan Maimun adalah Kelurahan
Hamdan dan Kelurahan Kampung Baru, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Jumlah Kepala Rumah Tangga di Kelurahan Hamdan dan Kampung Baru
Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga No. Kelurahan
Laki-laki % Perempuan % Total
Jlh ART
1. Hamdan 212 69.74 92 30.26 304 586
2. Kampung Baru
541 73.31 197 26.69 738 3.507
(Sumber : BPM, 2007)
Kualitas lingkungan perumahan dan permukiman jauh dibawah standar, dan
kelayakan mata pencarian yang tidak menentu. Kondisi ini diperlukan perbaikan di
segala sektor kehidupan masyarakat. Hal ini ditunjang dengan kondisi masyarakat
miskin Kelurahan Hamdan pada tahun 2006 dengan jumlah penduduk 9.624 jiwa,
atau 279 rumah tangga miskin. Pada tahun yang sama, jumlah penduduk di Kelurahan
Kampung Baru 23.342 jiwa atau 721 rumah tangga miskin.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui
implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang telah
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana implementasi Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kecamatan Medan Maimun.”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Implementasi P2KP pada daerah penerima program tersebut.
b. Manfaat dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan P2KP di Kecamatan
Medan Maimun.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap teori-teori dan konsep-konsep tentang efektivitas implementasi
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan kemiskinan.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun stakeholder lainnya
1.5. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian tersebut di atas untuk mempermudah pemahaman dalam
fokus kajian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan P2KP di tingkat masyarakat dititikberatkan
pada proses pembelajaran masyarakat. Sehingga pelaksanaan P2KP tidak hanya
berorientasi pada output/produk atau dilandasi prinsip sekedar terlaksana semata,
namun harus benar-benar memperhatikan dinamika proses, kesadaran kritis dan
pelembagaan nilai-nilai universal serta proses perubahan perilaku/sikap
masyarakat itu sendiri.
2. Penguatan kelembagaan oleh masyarakat yang merepresentasikan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip universal sebagai pimpinan kolektif mereka dalam membangun
kemandirian dan keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan.
3. Merencanakan/menentukan sendiri penanggulangan kemiskinan melalui PJM
Pronangkis yang merupakan dokumen hasil proses pembelajaran perencanaan
partisipatif masyarakat bersama perangkat kelurahan dan pihak terkait di
kelurahan setempat yang mencerminkan prioritas-priorotas program yang
disepakati bersama.
4. Peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan P2KP tidak hanya terbatas
pada peran monitoring, supporting, dan legitimator semata, melainkan juga
peran-peran fasilitasi, koordinasi, supervisi dan turut implementasi dalam beberapa
PROGRAM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Implementasi
2.1.1. Pengertian Implementasi
Dalam kamus Webster (Solichin Abdul Wahab, 1997:64) pengertian
implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementation"
(mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical
effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan
dampak/berakibat sesuatu).
Dalam studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah
sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik
ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih
dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang
memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika
dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting
dalam keseluruhan proses kebijakan.
Pengertian yang sangat sederhana tentang implementasi adalah sebagaimana
yang diungkapkan oleh Charles O. Jones (1991), dimana implementasi diartikan
sebagai "getting the job done" dan "doing it". Tetapi di balik kesederhanaan rumusan
yang demikian berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses
Jonse, menuntut adanya syarat yang antara lain: adanya orang atau pelaksana, uang
dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources, Lebih lanjut
Jones merumuskan batasan implementasi sebagai proses penerimaan sumber daya
tambahan, sehingga dapat mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.
Van Meter dan Horn (1978:70) mendefinisikan implementasi kebijakan
sebagai berikut: “Policy implementation encompasses those actions by public and
private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and
objectives set forth in prior policy decisions. “Definisi tersebut memberikan makna
bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan pada
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tindakan-tindakan ini, pada
suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi
pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai perubahan,
baik yang besar maupun yang kecil, yang diamanatkan oleh keputusan kebijakan.
Dengan mengacu pada pendapat tersebut, dapat diambil pengertian bahwa
sumber-sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
pembuat kebijakan, di dalamnya mencakup: manusia, dana, dan kemampuan
organisasi; yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta (individu
ataupun kelompok).
Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (dalam Solichin Abdul Wahab,
1997:65) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian."
Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, nampak bahwa implementasi
kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit
birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan
kepatuhan dari target group, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan
kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang
terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan.
Banyak model dalam proses implementasi kebijakan yang dapat
digunakan. Van Meter dan Horn dalam Samudra Wibowo et al. (1994),
mengajukan model mengenai proses implementasi kebijakan (a model of the
policy implementation process). Dalam model implementasi kebijakan ini
terdapat enam variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dengan
pelaksanaan. Van Meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari argumen
bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh
sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu
pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan dengan prestasi
perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting
dalam prosedur implementasi.
Dengan memanfaatkan model-model tersebut, maka permasalahan yang
perlu dikaji dalam hubungan ini adalah hambatan-hambatan apakah yang terjadi
dalam mengenalkan perubahan dalam organisasi? Seberapa jauhkan tingkat
efektifitas mekanisme-mekanisme kontrol pada setiap jenjang struktur?
(Masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang paling rendah tingkatannya
dalam organisasi yang bersangkutan). Seberapa petingkah rasa keterikatan
masing-masing orang dalam organisasi? (Hal ini menyangkut masalah
kepatuhan). Atas dasar pandangan seperti itu, Van Meter dan Van Horn
kemudian berusaha untuk membuat tipologi kebijakan menurut :
a. Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan.
b. Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Hal ini dikemukakan berdasarkan pada kenyataan bahwa proses
implementasi ini akan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu.
Dalam artian bahwa implementasi kebanyakan akan berhasil apabila perubahan
yang dikehendaki relatif sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan,
terutama dari mereka yang mengoperasikan program di lapangan, relatif tinggi.
Standard dan tujuan kebijakan mempunyai pengaruh tidak langsung
terhadap pelaksanaan atau penyelenggaraan kebijakan. Disamping itu standard
pelaksana melalui aktivitas komunikasi antar organisasi. Jelasnya respon para
pelaksana terhadap suatu kebijakan didasarkan pada persepsi dan interpretasi
mereka terhadap tujuan kebijakan tersebut. Walaupun demikian, hal ini bukan
berarti bahwa komunikasi yang baik akan menyeimbangkan disposisi yang baik
atau positip diantara para pelaksana. Standard dan tujuan juga mempunyai
dampak yang tidak langsung terhadap disposisi para pelaksana melalui aktivitas
penguatan atau pengabsahan. Dalam hal ini para atasan dapat meneruskan
hubungan para pelaksana dengan organisasi lain.
Hubungan antar sumber daya (resources) dengan kondisi sosial, ekonomi
dan politik dalam batas wilayah organisasi tertentu dapat dikemukakan bahwa
tersedianya dana dan sumber lain dapat menimbulkan tuntutan dari warga
masyarakat swasta, kelompok kepentingan yang terorganisir untuk ikut berperan
dalam melaksanakan dan mensukseskan suatu kebijakan. Jelasnya prospek
keuntungan pada suatu program kebijakan dapat menyebabkan kelompok lain
untuk berperan serta secara maksimal dalam melaksanakan dan mensukseskan
suatu program kebijakan.
Bagaimanapun juga dengan terbatasnya sumber daya yang tersedia,
masyarakat suatu negara secara individual dan kelompok kepentingan yang
terorganisir akan memilih untuk menolak suatu kebijakan karena keuntungan
yang diperolehnya lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya operasional.
tertentu, mempengaruhi karakter-karakter agen-agen pihak pelaksana, disposisi
para pelaksana dan penyelenggaraan atau pelaksanaan kebijakan itu sendiri.
Kondisi lingkungan diatas mempunyai efek penting terhadap kemauan
dan kapasitas untuk mendukung struktur birokrasi yang telah mapan, kwalitas,
dan keadaan agen pelaksana (implementor). Kondisi lapangan ini juga
mempengaruhi disposisi implementor. Suatu program kebijakan akan didukung
dan digerakkan oleh para warga pihak swasta, kelompok kepentingan yang
terorganisir, hanya jika para implementor mau menerima tujuan, standars dan
sasaran kebijakan tersebut. Sebaliknya suatu kebijakan tidak akan mendapat
dukungan, jika kebijakan tersebut tidak memberikan keuntungan kepada mereka.
Disamping itu karakteristik para agen implementor dapat mempengaruhi
disposisi mereka. Sifat jaringan komunikasi, derajat kontrol secara berjenjang
dan tipe kepemimpinan dapat mempengaruhi identifikasi individual terhadap
tujuan dan sasaran organisasi, dalam mana impelementasi kebijakan yang efektif
sangat tergantung kepada orientasi dari para agen/kantor implementor kebijakan.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa keberhasilan impelementasi
kebijakan sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel atau faktor yang pada
gilirannya akan mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan itu sendiri.
2.1.2. Tahap-tahap Implementasi Kebijakan
Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka
M. Irfan Islamy (1997, 102-106) membagi tahap implementasi dalam
dua bentuk, yaitu :
a. Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain.
b. Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai.
Dalam konteks ini kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin
termasuk kebijakan yang bersifat non-self-executing, karena perlu
diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan tercapai.
Ahli lain, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (dalam Slichin
Abdul Wahab, 1991, 36) mengemukakan sejumlah tahap implementasi
sebagai berikut :
Tahap I : Terdiri atas kegiatan-kegiatan :
a. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan
secara jelas;
b. Menentukan standar pelaksanaan;
c. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan.
Tahap II : Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan
struktur staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode;
Tahap III : Merupakan kegiatan-kegiatan :
a. Menentukan jadwal;
c. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
program. Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau
pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai, dengan segera.
Jadi implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan
penetapan waktu dan pengawasan, sedangkan menurut Mazmanian dan
Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, (1991) Mempelajari masalah
implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan.
Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses
pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk
mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada
masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga
yang bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi juga
memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang
berpengaruh pada implementasi kebijakan negara.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Menurut George C. Edward III dalan Implementing Public Policy
(1980, 111) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya,
1). Faktor sumber daya (resources)
Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam
implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan
konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu
kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab
mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai
sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.
Sumber-sumber penting dalam implementasi kebijakan yang
dimaksud antara lain mencakup :
a. Staf yang harus mempunyai keahlian dan kemampuan untuk
bisa melaksanakan tugas
b. Perintah
c. Anjuran atasan/pimpinan
Disamping itu, harus ada ketepatan atau kelayakan antara
jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang harus dimiliki
dengan tugas yang akan dikerjakan.
Dana untuk membiayai operasionalisasi implementasi
kebijakan tersebut, informasi yang relevan dan yang mencukupi
tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan,
dan kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat
para implementor tidak akan melakukan suatu kesalahan dalam
bagaimana caranya mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Informasi yang demikian ini juga penting untuk menyadarkan
orang-orang yang terlibat dalam implementasi, agar diantara
mereka mau melaksanakan dan mematuhi apa yang menjadi tugas
dan kewajibannya.
Kewenangan untuk menjamin atau meyakinkan bahwa
kebijakan yang diimplementasikan adalah sesuai dengan yang
mereka kehendaki, dan fasilitas/sarana yang digunakan untuk
mengoperasionalisasikan implementasi suatu kebijakan yang
meliputi : gedung, tanah, sarana dan prasarana yang kesemuanya
akan memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan.
Kurang cukupnya sumber-sumber ini berarti ketentuan-ketentuan
atau aturan-aturan tidak akan menjadi kuat, pelayanan tidak akan
diberikan dan pengaturan yang rasional tidak dapat dikembangkan.
2). Struktur Birokrasi
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa
dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai
keinginan untuk melakukannya, implementasi bisa jadi masih
3). Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk
menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya,
harapan atau pengalamannya kepada orang lain (The Liang Gie,
1982). Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat
penting, karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan
unsur manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan
permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.
4). Faktor Disposisi (sikap)
Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk
mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan,
jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor
tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan
mempunyai kemampuan untuk implementasi kebijakan tersebut,
tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983) keberhasilan implementasi rencana
dipengaruhi oleh otonomi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan kompleksitas
dari rencana itu sendiri.
1. Adanya perundang-undangan atau instruksi pemerintah yang memberikan
tanggung jawab tentang suatu kebijaksanaan yang jelas dan konsisten atau
menentukan pedoman bagi penyelesaian berbagai konflik yang akan dicapai.
2. Dengan perundang-undangan tersebut dimungkinkan pendayagunaan suatu teori
yang tepat dapat menemukenali faktor-faktor utama dalam kaitan sebab akibat
yang mempengaruhi tujuan kebijaksanaan yang hendak dicapai dan juga
memberikan wewenang serta kendali yang strategis bagi pelaksanaan atas
kelompok-kelompok sasaran untuk mencapai hasil yang diharapkan.
3. Perundang-undangan itu dapat membentuk proses implementasi sehingga dapat
memaksimalkan kemungkinan keberhasilan keterlibatan pihak pelaksana dan
kelompok sasaran.
4. Pemimpin badan/institusi pelaksana memiliki kapasitas kecakapan manajerial dan
politis, rasa pengabdian dan tanggung jawab pada upaya pencapaian sasaran yang
digariskan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Program tersebut mendapat dukungan tokoh utama dari pihak legislatif atau
eksekutif, sedangkan lembaga yudikatif bersifat netral.
6. Tingkat prioritas sasaran-sasaran yang hendak dicapai tidak berubah meskipun
muculnya kebijakan publik yang saling bertentangan atau dengan terjadinya
perubahan kondisi sosial ekonomi yang mengurangi kekuatan teori keterkaitan
sebab akibat yang mendukung peraturan atau kekuatan dukungan politis
Dalam implementasi kebijakan, bukan saja masalah komunikasi, informasi,
respon masyarakat tetapi juga pendanaan, waktu, jadwal kegiatan untuk mendukung
tim/organisasi pelaksana dalam melaksanakan tugas yang dipercayakann kepadanya
(Wahab, 1994).
Salah satu kendala yang menentukan efektivitas rencana program adalah
lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan (development control). Hal ini
disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena pemerintah daerah seringkali tidak
mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral yang dibuat dan
ditentukan oleh pusat. Selain itu juga karena rencana-rencana yang telah disusun bisa
berubah total akibat adanya investasi berskala besar yang tidak diduga sebelumnya.
Sementara itu Devas dan Rakodi (1993) menyatakan bahwa betapapun baiknya
suatu rencana, kebijaksanaan atau program, semua itu tidak akan efektif jika tidak
didukung oleh sistem manajemen pengelolaan yang profesional. Ada dua aspek yang
menentukan : (1) kemampuan kelembagaan (adminstrative capacity) dan (2)
kemampuan politik (political will).
Keberhasilan pelaksanaan suatu rencana dipengaruhi oleh banyak
faktor/variabel baik dari dalam organisasi, birokrasi, struktur komunikasi dan
informasi yang diterima (Goggin, et al, 1990).
2.2. Pemberdayaan
Secara umum pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk
sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan
tanggung jawab mereka sebagai komunitas manusia dan warga negara (Modul P2KP:
2006).
Shardlow (1998:32) dalam Adi (2003:54) melihat bahwa pemberdayaan pada
intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka.
Pemberdayaan tergantung pada kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri, karena kemiskinan mencerminkan ketiadaan pilihan bagi
seseorang. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan
langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian
yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya dengan
mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain,
memberdayakannya (The Commission Global Government dalam Kartasasmita:
1996)
Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan dua arah. Pertama, melepaskan
belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan
masyarakat dalam struktur kekuasaan. Kedua-duanya harus ditempuh, dan menjadi
sasaran dari upaya pemberdayaan.
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak
dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari
Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah (targetted). Ini yang secara
populer disebut pemihakan. Ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan
program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.
Karena dasarnya adalah kepercayaan kepada rakyat, maka program ini harus
langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi
sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa
tujuan, yaitu supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan
kamampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam merancang, malaksanakan, mengelola dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.
Selanjutnya, menggunakan pendekatan kelompok karena warga masyarakat
secara sendiri-sendiri yang kurang berdaya untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya. Karena organisasi adalah satu sumber power yang penting, maka
untuk pemberdayaan, pengorganisasian masyarakat ini menjadi penting sekali.
Pendekatan kelompok juga adalah paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber
daya juga lebih efisien.
Yang terpenting pula adalah pendampingan. Masyarakat miskin pada umumnya
mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu,
pendamping diperlukan untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki
kesejahterannya. Pendampingan ini dalam konsep pemberdayaan sangat esensial, dan
fungsinya adalah menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok
mencari cara pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu
sendiri.
Pendampingan sosial sangat menentukan kerberhasilan program
penanggulangan kemiskinan. Mengacu pada Ife (1995), peran pendamping umumnya
mencakup tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan
peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.
1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi,
kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan
dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi,
memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan
pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.
2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif
dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan
dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya.
Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan
konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas
yang berkaitan dengan peran pendidik.
3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi
antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi
kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari
sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan
4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis.
Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan” yang
mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas
teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis
sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi,
berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.
2.3. Konsep Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak
tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian
masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara
berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian
masyarakat berupa institusi kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar
dan menguat bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa
mendatang serta menyiapkan kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan
kelompok peduli setempat.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah
satu upaya pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan di daerah
perkotaan. Upaya ini membutuhkan dana yang cukup besar sehingga IBRD/IDA
perlu membantu (dalam hal ini memberi pinjaman) untuk mendanai program ini.
menetapkan indikator kinerja bagi keberhasilan program seperti yang tercantum
dalam dokumen “Loan Agreement” IBRD 4627/IDA 3535-IND.
P2KP meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses
perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses
pembelajaran (edukasi) masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan
peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian
masyarakatnya.
Kedua substansi P2KP tersebut sangat penting sebagai upaya proses
transformasi P2KP dari 'tataran proyek' menjadi 'tataran program' oleh masyarakat
bersama pemerintah daerah setempat. Bagaimanapun harus disadari bahwa upaya dan
pendekatan penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi perhatian pemerintah
pusat, melainkan justru yang terpenting harus menjadi prioritas perhatian dan
kebutuhan masyarakat bersama pemerintah daerah itu sendiri.
Substansi P2KP sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat
dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuhkembangkan kesadaran kritis
masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip
kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan
yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses
pembelajaran di tingkat masyarakat ini berlangsung selama masa Program P2KP
maupun pasca Program P2KP oleh masyarakat sendiri dengan membangun dan
Sedangkan substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah
dalam rangka mengedepankan peran dan tanggungjawab pemerintah daerah,
dilakukan melalui; pelibatan intensif Pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP,
penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D)
agar mampu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(SPK-D) dan PJM Pronangkis Kota/Kab berbasis program masyarakat (Pronangkis
Kelurahan), serta melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP).
Semua pendekatan yang dilakukan P2KP di atas, ditujukan untuk mendorong
proses percepatan terbangunnya landasan yang kokoh bagi terwujudnya kemandirian
penanggulangan kemiskinan dan juga melembaganya pembangunan berkelanjutan
(sustainable development).
Dengan demikian, pelaksanaan P2KP sebagai “gerakan bersama membangun
kemandirian dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai universal”
diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu
ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang secara kumulatif
menimbulkan perubahan kolektif masyarakat inilah yang menjadi inti pendekatan
TRIDAYA, yakni proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun: daya sosial
sehingga tercipta masyarakat efektif, daya ekonomi sehingga tercipta masyarakat
produktif dan daya pembangunan sehingga tercipta masyarakat pembangunan yang
Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan harus merupakan prinsip
keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks P2KP diterjemahkan sebagai
sosial, ekonomi dan lingkungan yang tercakup dalam konsep Tridaya.
Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection); dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat
banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan
pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan
lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan
permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif.
Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang
kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan
penduduknya.
Pengembangan Masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan P2KP
harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan
masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi
yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan
berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan
potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan
(vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam
program/kegiatan setempat.
keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur perlu mendapat porsi khusus
termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya
kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak
lingkungan fisik dan sosial.
Tujuan pelaksanaan P2KP adalah :
1. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan,
prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan,
yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam
proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi
masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya;
2. Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial,
prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama
dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan
pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM);
3. Mengedepankan peran Pemerintah kota/kabupaten agar mereka makin mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengukuhan Komite
Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan
masyarakat serta kelompok peduli setempat.
Dalam pelaksanaannya, P2KP memiliki sasaran sebagai subyek dalam
1. Masyarakat; warga kelurahan peserta P2KP dan BKM/lembaga masyarakat yang
mengakar serta KSM.
2. Pemerintah Daerah dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(TKPKD); perangkat pemerintah tingkat kota/kabupaten sampai dengan lurah
yang terkait dengan P2KP dan anggota TKPKD.
3. Kelompok Peduli; perorangan/anggota asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis,
perguruan tinggi, LSM, dan sebagainya yang peduli dengan kemiskinan.
4. Para pihak terkait; bank, notaris, auditor publik, media massa (radio, tv, dan
sebagainya).
P2KP menekankan beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Transparansi. P2KP menekankan transparansi dan penyebarluasan informasi di
semua tahapan program. Pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan harus
dilaksanakan secara terbuka dan disebarluaskan kepada seluruh masyarakat.
2. Keberpihakan pada orang miskin. Setiap kegiatan ditujukan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat, dengan mempertimbangkan dan melibatkan masyarakat
kurang mampu dalam setiap tahap kegiatan.
3. Partisipasi/melibatkan masyarakat. Partisipasi masyarakat ditekankan, khususnya
pada kelompok miskin dan perempuan. Partisipasi harus menyeluruh, melalui
pengambilan keputusan atas kesepakatan seluruh masyarakat.
4. Kompetisi untuk dana. Harus ada kompetisi sehat antar kelurahan untuk
5. Desentralisasi. P2KP memberikan wewenang kepada masyarakat untuk membuat
keputusan mengenai jenis kegiatan yang mereka butuhkan atau inginkan, serta
mengelolanya secara mandiri dan partisipatif.
P2KP bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan, sebagai berikut :
1. Diseminasi informasi dan sosialisasi tentang P2KP dilakukan dalam beberapa
cara. Lokakarya yang dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan
kelurahan untuk menyebarkan informasi dan mempopulerkan program. Di setiap
kelurahan dilengkapi papan informasi sebagai salah satu media informasi bagi
masyarakat. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait penyebaran informasi
(media massa, NGO, akademisi, anggota dewan) menjadi bagian dalam kegiatan
ini.
2. Proses perencanaan partisipatif di tingkat kelurahan dan kecamatan. Masyarakat
memilih fasilitator kelurahan untuk mendampingi dalam proses sosialisasi dan
perencanaan. Fasilitator kelurahan mengatur pertemuan kelompok, termasuk
pertemuan khusus perempuan untuk membahas kebutuhan dan prioritas
pembangunan di kelurahan. Masyarakat kemudian menentukan pilihan terhadap
jenis kegiatan pembangunan yang ingin didanai. P2KP menyediakan tenaga
konsultan sosial dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten untuk membantu
sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
3. Seleksi proyek di tingkat kelurahan dan kecamatan. Masyarakat melakukan
akan didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk
menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. Forum antar kelurahan terdiri dari
wakil-wakil dari kelurahan yang akan membuat keputusan akhir mengenai proyek
yang akan didanai. Pilihan proyek adalah open menu untuk semua investasi
produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan.
4. Masyarakat melaksanakan proyek mereka. Dalam pertemuan masyarakat memilih
anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di kelurahan-kelurahan
yang terdanai. Fasilitator teknis P2KP mendampingi TPK dalam mendisain
prasarana, penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja
umumnya berasal dari kelurahan penerima manfaat.
5. Akuntabilitas dan laporan perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK
harus memberikan laporan perkembangan kegiatan dua kali dalam pertemuan
terbuka di kelurahan, yaitu sebelum proyek mencairkan dana tahap berikutnya.
Pada pertemuan akhir, TPK akan melakukan serah terima proyek kepada
masyarakat, kelurahan dan Tim Pemelihara kegiatan.
Untuk mengelola P2KP, pemerintah Indonesia menunjuk Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) sebagai instansi pelaksana
(executing agency). Sementara itu, untuk membantu pengelolaan P2KP secara
nasional, dibentuk Tim Koordinasi P2KP (TK-P2KP) yang terdiri dari Bappenas,
Depdagri, Depkeu dan Dep. Kimpraswil, mulai dari tingkat Nasional, Provinsi,
sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) P2KP lokal atau disebut Penanggung Jawab
Operasional Kegiatan (PjOK).
P2KP bekerja di wilayah beresiko tinggi dan sangat penting untuk
mempertahankan kontrol yang ketat dan sistem pemantauan untuk memastikan
bahwa dana yang disediakan telah dipergunakan dengan sebagaimana mestinya.
P2KP menerapkan sistem pengawasan sebagai berikut :
1. Pemantauan partisipatif oleh masyarakat. Pemantauan yang paling efektif adalah
yang dilakukan oleh penerima manfaat dari program, yaitu memilih langsung
badan pemantau untuk melihat pelaksanaan dan keuangan proyek. Anggota dari
komite pemantau ini akan melakukan pengecekan terhadap harga, penawaran,
pasokan barang, manfaat bagi masyarakat, pembukuan dan status kemajuan
pengerjaan prasarana. Tim pelaksana kegiatan ini juga berkewajiban untuk
melaporkan kemajuan dan keuangan proyek sebanyak dua kali kepada masyarakat
dalam “musyawarah pertanggungjawaban”. P2KP mewajibkan agar semua
informasi yang terkait dengan proyek diumumkan pada papan informasi yang
terdapat di kelurahan.
2. Pemantauan oleh pemerintah. Dana P2KP merupakan dana publik, sehingga
pemerintah memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa kegiatan P2KP telah
dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku dan dana tersebut
juga telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Semua jajaran pemerintah yang
terlibat dalam P2KP (DPRD, Tim Koordinasi Provinsi dan Kabupaten, Bupati,
3. Pemantauan oleh konsultan. Pemantauan proyek juga merupakan tanggung jwab
bersama konsultan dan fasilitator P2KP. Konsultan di tingkat nasional, regional,
kabupaten, kecamatan dan fasilitator kelurahan semuanya berbagi tanggung jawab
untuk memantau kegiatan P2KP. Para konsultan melakukan kunjungan rutin ke
lokasi proyek untuk memberikan pendampingan teknis dan supervisi.
4. Mekanisme penanganan pengaduan dan masalah. Masyarakat dapat secara
langsung menyampaikan pertanyaan atau keluhan kepada fasilitator P2KP, staf
pemerintah, LSM atau mengirimkan keluhannya langsung ke kotak pos khusus.
P2KP membentuk unit penanganan pengaduan di tingkat pusat dan regional untuk
mencatat dan menindaklanjuti pertanyaan dan pengaduan masyarakat.
5. Pemantauan independen oleh masyarakat madani. Kelompok masyarakat seperti
LSM dan jurnalis turut melakukan pemantauan independen terhadap P2KP. PPK
mengontrak beberapa LSM yang terpilih dan cakap di setiap provinsi untuk
melakukan pemantauan rutin terhadap P2KP dan melaporkan perkembangan
kemajuan proyek setiap bulan. Jurnalis juga diundang untuk memantau dan
memberitakan serta menyiarkan berita mengenai temuan-temuan mereka di
lapangan.
6. Kajian keuangan dan audit. Tiga pihak yang secara rutin melakukan pemeriksaan
dan audit P2KP :
a. BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), lembaga audit milik
tahun 2004, BPKP melakukan audit di 22 provinsi, 62 kabupaten, 190
kecamatan dan 593 kelurahan.
b. Unit Pelatihan dan Supervisi Keuangan NMC. P2KP mempunyai 7 (tujuh)
orang staf khusus untuk melakukan supervisi dan pelatihan keuangan. Unit ini
melakukan pemeriksaan keuangan dan yang terpenting adalah memberikan on
the job training bagi Unit Pengelola Keuangan (UPK), Tim Pelaksana
Kegiatan (TPK) dan kelompok pemanfaat pinjaman ekonomi. Audit keuangan
yang dilakukan oleh BPKP dan NMC mencakup 30% dari seluruh kecamatan
P2KP.
c. Misi Supervisi Bank Dunia. Bank Dunia bersama-sama dengan NMC dan
pemerintah melakukan misi supervisi tiap setengah tahun. Misi tersebut
sangat membantu dalam mengidentifikasi isu-isu manajemen dan berguna
untuk mengevaluasi kemajuan program di tingkat pusat maupun di lapangan.
Bank Dunia juga mengontrak perusahaan audit independen untuk mengaudit
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
Penelitian Eksplanasi (Explanatory Research), yaitu untuk menguji hubungan antara
variabel yang dihipotesiskan atau untuk mengetahui apakah sesuatu variabel
berasosiasi ataukah tidak dengan variabel lainnya (Faisal, 2000 : 21). Dan untuk
memperkuat hipotesis tersebut, akan dianalisis secara kuantitatif, sehingga
diharapkan dapat menjelaskan hubungan dan pengaruh suatu gejala dengan gejala
lain.
3.2. Defenisi Konsep
Untuk memberikan batasan yang jelas tentang penelitian ini, penulis
mendefenisikan konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :
1. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
Efektivitas implementasi suatu program/kegiatan dapat dilihat dalam bentuk
terhadap program/kegiatan tersebut, waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
program/kegiatan dan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program/kegiatan.
2. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan
program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan
kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan
lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga
dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan
prinsip-prinsip universal.
3.3. Definisi Operasional
Untuk mengukur hubungan antar variabel, maka penulis merinci
indikator-indikator dari setiap variabel sebagai berikut:
Tabel 2. Mengukur Hubungan Variabel
Variabel Dimensi Indikator
Implementasi Diseminasi a. Komunikasi
b. Informasi
c. Respon masyarakat
d. Waktu pelaksanaan kegiatan e. Dana
a. Peningkatan akses pelayanan sosial - Pelayanan kesehatan bagi keluarga
miskin