• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alopesia Areata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Alopesia Areata"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ALOPESIA AREATA

dr. Imam Budi Putra, SpKK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

(2)

ALOPESIA AREATA

Pendahuluan

Rambut adalah struktur solid yang terdiri atas sel yang mengalami

keratinisasi padat. Berasal dari folikel epidermal yang berbentuk seperti

kantong yang tumbuh ke dalam dermis. 1,2,3

Alopesia salah satu penyakit kulit yang masih merupakan masalah

didalam menentukan penyebab maupun cara mengobatinya. Alopesia dapat

memberikan dampak negatif terhadap penderita , baik secara fisik, psikologik

maupun kosmetik. 1,4

Menurut mekanisme terjadinya, Alopesia dapat terjadi dengan atau

tanpa disertai pembentukan jaringan parut (sikatrikal dan non sikatrikal).

Kelompok alopesia non sikatrikal antara lain meliputi alopesia androgenik,

alopesia areata, alopesia yang berhubungan dengan proses sistemik, serta

alopesia traumatik.1 Diantara alopesia-alopesia tersebut, alopesia areata merupakan jenis yang sering dijumpai.1,4

Alopesia areata pertama kali diketahui sebagai penyakit kulit

diterangkan dalam Papyrus Ebers 1500 – 2500 SM. Sedangkan terminologi

alopesia areata pertama kali digunakan oleh Sauvages 1760 didalam

Nosologica Medica yang dipublikasikan di Lyons pada tahun 1760.5

Teori-teori tentang terjadinya alopesia areata antara lain berupa teori

genetik, sitokin, alergi (stigmata atopi), gangguan neurofisiologik dan

emosional, gangguan organ ektodermal, kelainan endokrin, faktor infeksi,

faktor neurologi, faktor hormonal / kehamilan dan beberapa teori lain. Pada

30 tahun terakhir, para peneliti banyak mengemukakan teori autoimun, baik

berupa gangguan pada sistem imunitas humoral maupun sistem imunitas

selular sebagai penyebab alopesia areata.1,4,6-9

Pengobatan terhadap alopesia areata banyak macamnya, baik

pengobatan topikal, intralesi, sistemik dan foto kemoterapi ataupun

(3)

dengan teori - teori etiologi yang dianutnya. Peneliti yang menganut teori

imunologis memberikan obat yang berfungsi untuk memperbaiki status

imunologis penderita, agar tercapai perbaikan klinis. Kortikosteroid paling

sering digunakan baik topikal, intralesi atau sistemik. Begitu juga dengan

imunomodulator (isoprenosin, siklosporin). Beberapa obat topikal seperti

minoxidil solution, anthralin c ream, ultra viotet light therapy dapat digunakan.

Pengobatan dengan imunoterapi topikal (bahan sensitiser) seperti

diphenilcyclopropen (DCPC), squaric acid dibutyl ester (SADBE) dan

dinitrochlorobenze (DNCB). Golongan siklosporin, dapsone, tacrolimus,

intederon dan golongan vitamin dan mineral, serta alternatif threrapy,

cryosurgery, dermatography (alopesia areata of the eyebrows) akhir-akhir ini

banyak diteili.1,4,6-21

Saat ini belum ada pengobatan yang dapat langsung menyembuhkan.

Efikasi pengobatan bersifat individual, sulit untuk memperkirakan

pertumbuhan rambut terjadi secara spontan. Dari semua terapi yang ada,

terapi Alopesia areata belum memuaskan.4

Defenisi

Alopesia areata adalah peradangan yang kronis, berulang dari rambut

terminal, yang ditandai oleh timbulnya satu atau lebih bercak kerontokan

rambut pada scalp dan atau kulit yang berambut terminal lainnya. Lesi pada

umumnya berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas, permukaan licin

tanpa adanya tanda-tanda atropi, skuamasi maupun sikatriks.1-4

lnsidens

Prevalensi pada masyarakat umum di Amerika Serikat 0,1 – 0,2 %.

Pada beberapa laporan perbandingan insidens alopesia areata sama banyak

antara pria dan wanita.6,9 Di Unit Penyakit Kulit dan Ketamin RSCM Jakarta, dalam pengamatan selama 3 tahun (1983 – 1985) penderita rata-rata

sebanyak 20 orang pertahun dengan perbandingan pria dan wanita 6 : 4.

(4)

59 tahun.22) Resiko untuk terkena alopesia areata selama masa hidup adalah 1,7 %.6,9

Etiopatogenesis

Alopsia areata telah dikenal sejak 20 abad yang lalu, namun sampai

saat ini penyebabnya yang pasti belum diketahui meskipun ada dugaan

merupakan respon auto imun.1,4,6-9,14,17

Berbagai faktor atau keadaan patologik yang dianggap berasosiasi

dengan penyakit ini adalah :

a. Genetik

Alopesiaa reata dapat diturunkan secara dominan autosomal dengan

penetrasi yang variabel. Frekuensi alopesia areata yang diturunkan

secara genetik adalah 10 – 50 %. Insidens tinggi pada alopesia areata

dengan onset dini 37 % pada umur 30 tahun dan 7,1 % pada onset lebih

dari 30 tahun. Dilaporkan terjadi pada kembar identik sebesar lebih dari

55 %. Beberapa gen terangkai erat misalnya sistem genetik HLA (Human

Leucocyte Antigen) yang berlokasi di lengan pendek kromosom-6

membentuk MHC (Major Histocompatibility Complex). Tiap gen pada

sistem genetik HLA memiliki banyak varian (alel) yang berbeda satu

dengan yang lain. Kompleks HLA pada penderita alopesia areata diteliti

karena banyaknya hubungan penyakit-penyakit autoimun dengan

peningkatan frekwensi antigen HLA. Pernah diteliti hubungan alopesia

areata kelas I (HLA-A, -B, -C0) dan HLA kelas ll (HLA-DR, -DQ, -DP).

Penelitian terbaru, ada hubungan alopesia areata dengan beberapa

antigen kelas I (HLA-A9, -B7, -B8, -B13, -B27) tapi belum dipastikan.

Beberapa tahun ini banyak terbukti hubungan alopesia areata dengan

HLA kelas ll (HLA-DR4, -DR5 subtipe DR4 dan DR11, -DQ3 subtipe DQ7

dan DQ8) alopesia areata HLA-DRS berhubungan dengan bentuk

alopesia areata onset dini dan alopesia areata dengan hilangnya rambut

(5)

DQB1*0301 (DQ7), HLA-DQB*03 (DQ3 dan HLA-DRB1*110 4 (DR11).

HLA-DBR1*03 (DQ3) tampaknya merupakan marker HLA untuk semua

bentuk alopesia areata. Alel HLA-DRB1*0401 (DR4) dan HLA-DRB1*0301

(DQ7) adalah marker untuk alopesia areata totalis/universalis yang lebih

berat. Pada Sindroma Down insiden alopesia areata sebanyak 60

dibandingkan dengan 1 pada populasi normal. Diduga ada keterlibatan

gen pada kromosom 21 yang menentukan kerentanan terhadap alopesia

areata.1,4,6,8,9,13,14

b. Stigmata atopi (faktor alergi)

Beberapa penelitian adanya hubungan antara alopesia areata dengan

atopi, terutama alopesia areata berat. Frekuensi penderita alopesia areata

yang mempunyai stigmata atopis ebesar 10 – 52 %. Kelainan yang sering

dijumpai berupa asma bronkhial, rhinitis dan atau dermatitis

atopik.6,8,9,13,14

c. Gangguan neurofisiologik dan emosional.

Pada alopesia areata telah dibuktikan dapat terjadi vasokonstriksi yang

disebabkan oleh gangguan saraf autonom, atau setelah tindakan

ortodontik. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa stres mungkin

merupakan faktor presipikasi pada beberapa kasus pada alopesia areata.

Pernah dilaporkan sebelum onset alopesia areata terjadi psikotrauma,

stres karena suatu peristiwa 6 bulan sebelum rambut gugur, prevalensi

yang tinggi terjadinya kelainan psikiatrif,a ktor psikologis, faktor situasi

dalam rumah tangga. Sebaliknya ada laporan bahwa stres tidak

memegang peranan penting dalam patogenesis alopesia areata.1,8,9,14 d. Gangguan organ ektodermal

Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia areata,

(6)

e. Kelainan endokrin

Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungsi kelenjar dan

diabetes melitus banyak dihubungan dengan alopesia areata. Tiroid,

kelenjar yang paling sering dijumpai kelainannya pada penderita alopesia

areata, memberikan gambaran penyakit goiter. Gangguan endokrin

lainnya dapat berupa vitiligo dan kelainan gonad.8,9,13,14 f. Faktor infeksi

Adanya laporan mengenai kemungkinan adanya infeksi Cytomegato virus

(CMV) pada alopesia areata. Infeksi HIV juga berpotensi sebagai faktor

pencetus terjadinya alopesia areata. Tapi ada penyelidikan lain yang

menyebutkan tidak ada hubungan bukti keterlibatan virus / bakteri belum

dapat disimpulkan.1,6,8,9,13,14 g. Faktor nuerologi

Perubahan lokal pada sistem saraf perifer pada level papila dermis

mungkin memegang peranan pada evolusi alopesia areata karena sistem

saraf perifer dapat menyalurkan neuropeptida yang memodulasi proses

inflamasi dan proliferasi. Teori ini didukung oleh Hlordinsk dkk : ada

penurunan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) dan Substansi P

(SP) pada pasien alopesia areata. Neuro CGRP bekerja sebagai

antiinflamasi poten. Neuropeptida SP mampu menginduksi pertumbuhan

rambut pada tikus. Pemberian Capsaicin (yang dapat menyebabkan

inflamasi neurogenik dan pelepasan SP) pada seluruh kulit kepala pada 2

pasien alopesia areata dapat meningkatkan adanya SP pada saraf

perifolikular pasien alopesia areata dan menginduksi pertumbuhan rambut

velus.6,8,9,14

h. Faktor hormonal / kehamilan

Ketidakseimbangan hormonal pada kehamilan kadang-kadang dapat

mencetuskan terjadi alopesia areata (Sabaroud 1896, Sabaroud 1913).

Banyak dilaporkan kasus alopesia areata terjadi selama masa kehamilan.

(7)

Masa pubertas dan menopause juga berpotensi untuk kembalinya

alopesia areata.6,14 i. Bahan kimia

Bahan-bahan kimia yang berpotensi untuk terjadinya alopesia areata

adalah acrylamide (Roselino, 1996), formaldehyde dan beberapa

pestisida.14

j. Perubahan musim

Tercatat beberapa orang dijumpai alopesia areata selama terjadi

perubahan musim yaitu selama musim winter dan bersifat sementara dan

akan tumbuh kembali dalam musim summer.14 k. Trauma fisik.14

l. Local skin injury.14

m. Kelainan Imunologis (Lihat berbagai aspek imunologis)

Mekanisme Terjadinya Alopesia Areata

Kelainan yang terjadi pada alopesia areata dimulai oleh adanya

rangsangan yang menyebabkan folikel rambut setempat memasuki fase

telogen lebih awal sehingga terjadi pemendekan siklus rambut. Proses ini

meluas, sedangkan sebagian rambut menetap di dalam fase telogen. Rambut

yang melanjutkan siklus akan membentuk rambut anagen baru yang lebih

pendek, lebih kurus, terletak lebih superfisial pada middermis dan

berkembang hanya sampai fase anagen lV. Selanjutnya sisa folikel anagen

yang hipoplastik ini akan membentuk jaringan sarung akar dalam, dan

mempunyai struktur keratin seperti rambut yang rudimenter. Beberapa ciri

khas alopesia areata dapat dijumpai, misalnya berupa batang rambut tidak

berpigmen dengan diameter bervariasi, dan kadang-kadang tumbuh lebih

menonjol ke atas (rambut-rambut pendek yang bagian proksimalnya lebih

tipis dibanding bagian distal sehingga mudah dicabut), disebut

(8)

pada alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut kurus, pendek dan

berpigmen yang disebut black dots.1,4,23

Lesi yang telah lama tidak mengakibatkan pengurangan jumlah folikel.

Folikel anagen terdapat di semua tempat walaupun terjadi perubahan rasio

anagen : telogen. Folikel anagen akan mengecil dengan sarung akar yang

meruncing tetapi tetap terjadi diferensiasi korteks, walaupun tanpa tanda

keratinisasi. Rambut yang tumbuh lagi pada lesi biasanya didahului oleh

rambut velus yang kurang berpigmen.1,4,23

Gambaran Klinis

Lesi alopesia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh bercak

kebotakan yang bulat atau lonjong, berbatas tegas. Permukaan lesi tampak

halus, licin, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Pada tepi

lesi kadang- kadang tampak exclamation-mark hairs yang mudah dicabut.

Pada awalnya gambaran klinis alopesia areata berupa bercak atipikal,

kemudian menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang terbentuk

karena rontoknya rambut, kulit kepala tampak berwarna merah muda

mengkilat, licin dan halus, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun

skuamasi. Kadang-kadang dapat disertai dengan eritem ringan dan edema.

Bila lesi telah mengenai seluruh atau hampir seluruh scalp disebut alopesia

totatis. Apabila alopesia totalis ditambah pula dengan alopesia dibagian

badan lain yang dalam keadaan normal berambut erminal disebut alopesia

universalis. Gambaran klinis spesifik lainnya adalah bentuk ophiasis yang

biasanya terjadi pada anak, berupa kerontokan rambut pada daerah occipital

yang dapat meluas ke anterior dan bilateral 1 – 2 inci di atas telinga, dan

prognosisnya buruk. Gejala subjektif biasanya pasien mengeluh gatal, nyeri,

rasa terbakar atau parastesi seiring timbulnya lesi.1,4,6-9,13,14,17

Ikeda (1965), setelah meneliti 1989 kasus, mengemukakan klasifikasi

(9)

1. Tipe umum, meliput 83 % kasus diantara umur 20 – 40 tahun, dengan

gambaran lesi berupa bercak bercak bulat selama masa perjalanan

penyakit. Penderita tidak mempunyai riwayat stigmata atopi ataupun

penyakit endokrin autonomik, lama sakit biasanya kurang dari 3 tahun.

2. Tipe atopik, meliputi 10 % kasus, yang umumnya mempunyai stigmata

atopi, atau penyakitnya telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tipe ini

dapat menetap atau mengalami rekurensi pada musim-musim tertentu

(perubahan musim).

3. Tipe kombinasi, meliput 5 % kasus, pada umur > 40 tahun dengan

gambaran lesi-lesi bulat, atau retikular. Penyakit endokrin autonomik yang

terdapat pada penderita antara lain berupa diabetes melitus dan kelainan

tiroid.

4. Tipe prehipertensif, meliputi 4 % kasus, dengan riwayat hipertensi pada

penderita maupun keluarganya. Bentuk lesi biasanya retikular.1

Klasifikasi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan patogenesis

dan meramalkan prognosis penyakit.1

Pada beberapa penderita terjadi perubahan pigmentasi pada rambut di

daerah yang akan berkembang menjadi lesi, atau terjadi pertumbuhan

rambut baru pada lesi atau pada rambut terminal di sekitar lesi. Hal ini

disebabkan oleh kerusakan keratinosit pada korteks yang menimbulkan

perubahan pada rambut fase anagen lll/IV dengan akibat kerusakan

mekanisme pigmentasi pada bulbus rambut.1,4

Berbagai Aspek lmunologis Alopesia A reata

Ada laporan hubungan alopesia areata dengan kelainan autoimun

yang klasik terutama pada penyakit tiroid dan vitiligo. Penyakit tiroid pada

alopesia areata 8–11,8%. Pada populasi normal, hanya 2% ada peningkatan

prevalensi antitiroid dan antibodi mikrosomal tiroid pada pasien alopesia

areata. Penderita alopesia areata memiliki insidens vitiligo 4 kali lebih besar.

(10)

antibodi anti otot polos pada serum penderita alopesia areata. Ada hubungan

alopesia areata dengan Anemia pernisiosa, Diabetes mellitus, Lupus

ertitematosus, Myastenia gravis, Reumatoid artritis, Rheumatik polimialgia,

Kolitisu lseratif, Liken planus, Sindroma endokrinopati Candida.1,4,6,8,9,13,14,17

1. Aspek imunitas humoral

Penelitian terdahulu, gagal menunjukkan adanya antibodi khusus

terhadap sel epidermal atau folikel rambut pada pasien alopesia areata.

Penelitian tranfer pasif serum penderita alopesia areata tikus gagal

menginhibisi pertumbuhan rambut graft. Tobin dkk melaporkan bisa

mendeteksi antibodi terhadap folikel rambut berpigmen melalui cara Western

blot pada serum seluruh penderita alopesia areata (100 %) dibanding hanya

44 % pada kontrol. Juga terdapat level autoantibodi yang tinggi terhadap

struktur folikel rambut anagen penderita alopesia areata. Respon antibodi

terhadap folikel rambut pada alopesia areata terlihat heterogen karena pasien

yang berbeda akan membentuk pola pengembangan antibodi yang berbeda

pula. Struktur target yang paling sering adalah; lapisan luar akar rambut,

matriks, lapisan dalam akar rambut dan batang rambut.8,14

Pada alopesia areata, dengan perkecualian terdapatnya autoantibodi

organ spesifik di dalam sirkulasi, tampaknya kelainan pada respons imunitas

humoral tidak terlalu menonjol. Nilai imunoglobulin (Ig) pada umumnya

normal walaupun ada yang menjumpai sedikit di bawah normal. Tetapi Safai

dkk (1979) melaporkan peningkatan kadar IgM disertai penurunan jumlah

nilai komplemen hemolitit total. Peneliti lainnya menjumpai nilai

komponen-komponen komplemen (C3 dan C4) dalam batas-batas normal. Pemeriksaan

imunofluoreseni langsung pada lesi-lesi scalp yang dilakukan oleh Bystryn

dkk (1979) menunjukkan endapan C3 dan kadang kadang lgG dan lgM

sepanjang zona membran basalis folikel rambut pada 92 % kasus alopesia

areata, dibandingkan hanya 21 % pada kasus male pattern alopecia. Pada

(11)

interselular sarung akar luar. Peneliti lain menjumpai endapan – endapan

IgC, IgM dan C3 baik di zona membran basalis maupun di ruang interselular

sarung akar dalam. Data-data di atas menunjang peranan faktor imun di

dalam patogenesis alopesia areata. Tetapi beberapa peneliti tidak berhasil

menjumpai endapan-endapan komplemen maupun imunoglobulin.24

Autoantibodi terhadap organ spesifik di dalam sirkulasi, dijumpai

meningkat fekuensinya pada 5 – 25 % penderita alopesia areata.

Antibodi-antibodi tersebut adalah terhadap tiroid, sel parietal gaster dan otot polos

serta antinuklear.1 Tetapi beberapa penulis tidak dapat membuktikan hubungan antara alopesia areata dengan autoantibodi organ spesifik.

Freidmen (1981) mengemukan tentang pentingnya umur, jenis kelamin dan

beratnya penyakit di dalam mengevaluasi frekuensi autoantibodi. Prevalensi

antibodi antitiroid di jumpai lebih tinggi pada wanita muda, dan wanita dengan

antitiroid. Antibodi terhadap sel parietal gaster meningkat bermakna hanya

pada pria.1

2. Aspek imunilas selular (Cell Mediated Irnunity)

Beberapa penelitian masih memberikan hasil yang di perdebatkan.

Pada alopesia areata jumlah T limfositnya berkurang atau normal, menurut

Friedman : jumlah sel T berkurang pada alopesia areata (dimana penurunnya

berhubungan dengan keparahan penyakit), terjadi kegagalan fungsi sel T

helper dan perubahan jumlah sel T supresor. Sedikit peningkatan sel T helper

(CD4) dan penurunan jumlah sel supresor (CD8) menyebabkan peningkatan

rasio sel helper / sel supresor berhubungan dengan jumlah rambut yang

gugur.(1) Terapi yang berhasil dengan bahan-bahan imunomodulator seperti siklosporin oral dan steroid sistemik juga mendukung patogenesis

imun-mediated pada alopesia areata. Gilhar dkk ; alopesia areata dapat diinduksi

pada kulit kepala manusia yang ditransplantasi dari tikus yang menderita

imunodefisiensi kombinasi yang berat melalui transfer autologus T limfosit

terjadi gugurnya rambut, infiltrasi sel T perifolikuler serta ekspresi HLA-DR

(12)

T yang tidak pernah dikultur dengan homogen folikular, tidak akan pernah

menginduksi alopesia areata. Induksi alopesia areata terjadi setelah diinjeksi

dengan sel CD8+ yang dikultur dengan homogen folikular, bukan oleh sel

CD4+. Bukti yang mendukung hipotesis bahwa alopesia areata merupakan

penyakit autoimun organ spesifik adalah bahwa alopesia areata ; memiliki

kerentanan herediter, meningkatkan antibodi organ spesifik, meningkatkan

antibodi terhadap folikel rambut berpigmen, tingginya level autoantibodi

terhadap struktur multipel folikel rambut anagen pada pasien alopesia areata,

peningkatan rasio T helper / sel supresor, induksi alopesia areata melalui

transfer T Iimfosit terkultur dengan homogenitas folikuler.1,4,6-9,13,14

Folikel rambut memiliki sistem imun yang berbeda dengan kulit

sekitarnya yaitu sistem imunnya terdiri dari T limfosit intrafolikular dan sel

Langerhans dilapisan luar akar bagian distal ; dan sel mast perifolikuler dan

makrofag. Juga khas adanya ekspresi MHC folikuler kelas Ia / Ib dan ICAM-1.

Folikel rambut manusia bahkan bisa jadi reservoir sel Langerhans. Epitel

folikel rambut anagen proksimal memiliki kemampuan imun karena lapisan

dalam akar rambut dan matriks rambu tidak mengekspresikan molekul MHC

kelas l yaitu imun ini bisa hilang pada penderita alopesi areata. Teori Paus ;

ada keterlibatan regulasi antigen MHC yang meningkat dan atau yang

menurun dari imunosupresan yang diproduksi secara lokal (hormon melanosit

stimulating, adenocorticotropin dan transforming growth factor) akan

menyebabkan sistem imun dapat mengenali antigen di folikel rambut yang

menyebabkan terjadinya onset alopesia areata.1,8

Pengukuran sub populasi limfosit di dalam sirkulasi dilakukan melalui 2

tehnik yang berbeda. Dengan menghitung proporsi sel T yang mempunyai

reseptor Fc untuk lgG (sel Tg) dan untuk lgM (sel Tm), Gu dkk (1981)

melaporkan peningkatan prosentase sel T suppressor (sel Tg) pada

penderita alopesia areata. Sebaliknya, peneliti lain menjumpai penurunan sel

(13)

penyakit, sebab terbukti bahwa penuruan fungsi sel T suppressor hanya

terjadi pada penderota yang secara klinis penyakitnya masih aktif.1,4,8

Dengan mempergunakan tekhnik antibodi monoklonal, aktivitas

T suppressor pada alopesis areata dapat dijumpai meningkat, menurun, atau

mormal. Untuk memperbandingkan penelitian-penelitian dengan

mempergunakan antibodi monoklonal dengan yang mempergunakan

perhitungan reseptor Fc ternyata sulit, karena terdapat disosiasi antara

subset-subset sel T yang dijelaskan oleh kedua metode di atas. Usaha untuk

membuktikan adanya respons limfosit terhadap antigen yang berkaitan

dengan rambut juga belum berhasil.1,8

Bukti lain yang menunjang peranan sistem imunitas selular terhadap

patogenesis alopesia areata, yaitu penemuan histopatologik berupa infiltrat

limfositik (sel T) di sekeliling folikel rambut penderita.9,14,25

Gambaran Histopatologis

Gambaran spesifik pada alopesia areata berupa miniaturisasi struktur

rambut, baik pada fase awal rambut anagen maupun pada rambut telogen

yang distrofik. Struktur fase awal rambut anagen biasanya dominan pada lesi

baru, sedangkan struktur rambut telogen yang distrofik di jumpai pada

stadium lanjut. Struktur fase awal rambut anagen tampak mengecil,

bulbusnya terletak hanya sekitar 2 mm di bawah permukaan kulit. Proses

keratinisasi rambut tersebut di dalam folikel berlangsung tidak sempurna.

Sarung akar dalam rambut biasanya tetap ada. Struktur rambut telogen

distrofik tidak mengandung batang rambut atau hanya berupa rambut distrofik

yang kecil. Folikel rambut akan berpindah ke dermis bagian atas. Kelenjar

sebasea dapat tetap normal atau mengalami atrofi. Terjadi infiltrasi limfosit

pada dermis di sekeliling struktu rambut miniatur. Pada kasus kronik jumlah

infiltrat peradangan berkurang, dapat terjadi invasi sel radang ke matriks

bulbus dan sarung akar luar fase awal rambut anagen. Infiltrat peradangan

(14)

Diagnosis

Diagnosis Alopesia areata berdasarkan gambaran insfeksi klinis atas

pola mosaik alopesia atau alopesia yang secara klinis berkembang

progresisf. Didukung adanya trikodistrofi, efluvium anagen, atau telogen yang

luas, dan perubahan pada gambaran histopatologi. Pada stadium akut

ditemukan distrofi rambut anagen yang disertai rambut tanda seru

(exclamation mark hair) pada bagian proksimal, sedangkan pada stadium

kronik akan didapatkan peningkatan jumlah rambut telogen. Perubahan lain

meliputi berkurangnya diameter serabut rambut, miniaturisasi, pigmentasi

yang tidak teratur. Tes menarik rambut pada bagian tepi lesi yang positif

menunjukkan keaktifan penyaki.1,8

Biopsi pada tempat yang terserang menunjukkan peradangan limfostik

peribulbar pada sekitar folikel anagen atau katagen disertai meningkatnya

eosinofil atau sel mast.9,25,26

Diagnosis Banding

Gambaran klinis alopesia areata yang berbentuk khas, bulat berbatas

tegas, biasanya tidak memberikan kesulitan untuk menegakkan

diagnosisnya. Secara mikroskopi, hal tersebut diperkuat oleh adanya rambut

distrofik dan exclamation-mark hairs. Pada keadaan tertentu gambaran

seperti alopesia areata dapat dijumpai pada lupus eritematosus diskoid,

dermatofitosis, trikotilomania atau sifilis stadium ll, sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Masa awitan alopesia areata yang cepat

dan difus sulit dibedakan secara klinis dari alopesia pasca febris dan

gangguan siklus rambut lainnya, kecuali bila dijumpai rambut distrofik.

Sikatriks pada lesi alopesia areata yang kronik dapat pula terjadi oleh karena

berbagai manipulasi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan biopsi kulit.1,7,9,13

Pengobatan

Perjalanan penyakit alopesia areata dan rekurensi tidak dapat

(15)

pengobatan menjadi sulit. Pada umumnya sulit untuk mengobati alopesia

areata yang berat, sehingga masih tetap dicari jenis dan sistem pengobatan

baru yang diharaapk an memberi hasil yang lebih baik.

Jenis - Jenis Terapi Topikal Formula Helsinki

Merupakan penemuan Dr. Screck Purola dkk, yang kemudian dibuat

formulasi berupa pengobatan topikal yang terdiri dari sampo, kondisioner,

dan tablet vitamin dikenal dengan nama formula Helsinki. Kondisionet terdiri

atas air yang telah dimurnikan ; “polysorbate 60”, biotin, niasin,

metil-paraben, dan pewangi natural. Sampo terdiri atas bahan-bahan yang telah

disebutkan tadi ditambah dengan wheat germ oil, vitamin, protein, dan bahan

pembersih lainnya. Menurut Dr. Schreck Purola cara kerja formula Helsinki

bagi kerontokan rambut terdapat pada bahan polysorbate yang dapat

menghapus kolestero berlebihan dari membran sel di kepala dan membantu

pembelahan sehingga memberi kemungkinan rambut tumbuh kembali.

Namun data-data dari penelitian mengenai formula ini tidak lengkap.20

“Pilo Genic's Biotin Products”

Berupa krim yang menurut Dr. Settel berisi bahan yang unik (secret

ingredient) yang dapat membuat krim berpenetrasi kedalam sel – sel dari

folikel rambut secara langsung sehingga dapat mengurangi kerontokan. Anita

Young, presiden dari “Pilo-Genic Research Associafes lnc” , menyatakan

bahwa produk- produk ini diformulasi untuk mengontrol kerontokan rambut

yang berlebihan dan merangsang rambut yang tumbuh yang folikelnya

mengalami miniaturisasi ke mbali. Data-data penelitian berkaitan dengan ini

masih d ipertanyakan.20

Larutan berisi progesteron

Menurut Dr. Orentreich progesteron dalam bentuk larutan dengan

(16)

untuk menghindari efek feminisasi. Bagi wanita diberi dosis yang lebih kecil

(< 2 %) untuk mencegah gangguan menstruasi. Pemakaian progesteron bagi

kerontokan rambut selain secara topikal dapat juga dilakukan dengan

suntikan ke dalam kulit kepala. Terdapat kemungkinan progesteron bersaing

dengan 5-alfareduktase, yang dapat menurunkan kadar dihidrotestosteron

(DHT) dan mengubah keseimbangan hormonal dalam folikel, sehingga

mengakibatkan berkurangnya rambut yang rontok.20

Kortikosteroid topikaI

Merupakan imunosupresor yang nonspesifik yaitu kortikosteroid

kelas ll (Clobatasol propionate) dalam bentuk larutan dengan cara

pemakaian: 2 x 1 ml/hari dioles pada seluruh kepala. Lama pengobatan ± 3 –

4 bulan. Terapi dikurangi secara bertahap bila alopesia membaik. Pada

Triple therapy digunakan kortikosteroid potensi tinggi dalam bentuk krim,

yang dipakai 30 menit sesudah pengolesan dengan larutan minoxidil, disertai

dengan penyuntikan kortikosteroid 1 x sebulan. Bila tidak ada perbaikan

maka dapat dialihkan pada Shorf contact anthralin therapy. Dalam suatu

penelitian digunakan flucinolone acetonide cream 0,2 % dua kali sehari, 61 %

menunjukkan hasil adanya respon. Pada penelitian selanjutnya dengan

menggunakan topikal desoximetasone (Topicort) cream dua kali sehari

selama 12 minggu, secara statistik pertumbuhan rambut tidak bermakna

dibandingkan dengan placebo. Pada penggunaan topikal korticosteroid

potensi tinggi selama 3 bulan berlurut-turut memberikan hasil yang lebih baik.

Topikal betametasone dipropionactere cream 0,05 % dua kali sehari dapat

digunakan.7,9,10

Oleh karena alopesia areata, salah satu diantara penyebab

kerontokan rambut dianggap diperantarai oleh reaksi imun, maka secara

khusus kita dapat memakai steroid secara topikal maupun intralesi.

Kortikosteroiid ini dapat juga dikombinasi dengan antralin atau minoxidil.

(17)

atau jamur. Efek samping dari obat ini adalah untuk terapi jangka panjang

akan menekan fungsi adrenal, folikulitis, telangiektasi dan atropi lokal,

pruritus, kulit kering dan rasa terbakar. Tidak pernah dilaporkan efek

sistemik.7,9,10,20

Terapi topikal dengan bahan- bahan iritan

Antralin

Pada dasarnya suatu “irritant treatment” bagi alopesia areata bekerja

dengan ; memutuskan pertumbuhan sel yang normal dan diferensiasi sel-sel

didalam kulit yang mengakibatkan kerusakan fisis dan akan merangsang

sistem imun untuk bereaksi dan membatasan kerusakan kulit.

Suatu kontak dermatitis induser adalah bahan kimia yang mana sistem

imun alergik terhadapnya. Tidak punya kerja langsung pada sel – sel kulit.

Dipercaya bahwa iritan dan kontak dermatitis induser y ang bekerja sebagai

suatu kompetisi antigenik (persaingan / konkurensi).

Antralin merangsang pertumbuhan rambut kembali oleh sifat-sifat

iritannya. Kemungkinan bahrwa mediator-mediator yang berlainan

memegang peranan yang dominan pada dermatitis yang dicetuskan oleh

antralin.7,7,9,10,13

Sitokin yang terlibat pada perbaian dari pertumbuhan rambut adalah

lL–1b yang menunjukkan duksi yang luar biasa sesudah pengobatan antralin

dan Tumor Necrosis Factor lnterferon α, akan menurun sesudah pengobatan dengan antralin.6,7,9,10,13

Antralin merupakan bahan topikal yang paling banyak dipakai di antara

bahah-bahan iritan lainnya untuk pengobatan alopesia areata. Dengan short

contact anthralin therapy digunakan krim antralin 1-3 %, dioleskan pada

daerah kebotakan hanya untuk beberapa jam sampai terjadi iritasi kulit

kemudian dicuci dengan air dan sabun, pemakaian ini dilakukan selama 6

bulan. Dikombinasikan dengan pengolesan larutan minoxidil 5 % 2 x sehari.

(18)

Antralin secara topikal dapat merangsang pertumbuhan kembali rambut oleh

sifat – sifat iritannya. Terdapat kemungkinan bahwa berbagai mediator yang

berlainan dapat memegang peranan dominan pada dermatitis yang

dicetuskan oleh folikuler langsung oleh ada bukti mengenai efek stimulasi

menyebabkan suatu dermatitis iritatif yang ringan mengubah fungsi imun kulit

setempat yang terlibat. Terapi kombinasi dengan antralin 0.5 % dan minoxidil

5 % memberi respons kosmetik sebesar 11 % dalam waktu 6 bulan. Respons

ini dipertahankan setelah terapi diteruskan selama 84 minggu. Pertumbuhan

kembali rambut terjadi pada minggu ke-12. Hasil yang diperoleh dengan

terapi kombinasi lebih baik daripada pemakaian obat secara tunggal. Jadi

terapi kombinasi dengan memakai obat-obat dengan mekanisme kerja yang

berlainan dapat menghasilkan suatu efek sinergistik dan dengan demikian

menghasilkan efektivitas kosmetik yang lebih tinggi.6,7,9,10,13,14,19

Obat topikal yang bekerja langsung pada folikel rambut.

Minoxidil (2,4-diamino – 6 piperidinopyrimidine-3-oxide)

Mekanisme kerja minoxidil untuk merangsang pertumbuhan rambut

tidak diketahui, meskipun bukti-bukti yang muncul menunjukkan adanya

kemungkinan efek folikuler yang langsung (mitogenic effect) dan periferal

vasolidator yang poten. Minoxidil mempunyai efek mitosis secara langsung

pada sel epidermis dan memperpanjang kemampuan hidup keratinosid. Juga

diduga bahwa mekanisme kerja dihubungkan dengan hambatan masuknya

kalsium ke dalam sel. Masuknya kalsium dalam sel secara normal dapat

meningkatkan faktor pertumbuhan epidermis (EGFs), yang menghambat

pertumbuhan rambut. Alergi terhadap minoxidil dapat dipastikan dengan

melakukan uji tempel dengan larutan minoxidil komersil dan propilen glikol

yang diencerkan. Apabila hasil kedua uji tempel adalah positif (+), maka

propilen glikol merupakan penyebab utama dermatitis kontak alergika (DKA)

ini. Dengan demikian dapat dipakai campuran larutan minoxidil yang bebas

(19)

harus dioleskan 2 x sehari untuk jangka waktu 2-3 bulan sebelum terjadi

peningkatan jumlah rambut. Apabila obat dihentikan maka rambut kembali

hilang dalam waktu 6 bulan. Pertumbuhan rambut dapat dilihat paling cepat 2

bulan sampai 1 tahun sesudah terapi dengan 5 % minoxidil. Pemberian

topikal tidak efektif pada alopesia totalis tau alopesia universalis. Kombinasi

minoxidil 5 % dengan antralin dioleskan dua kali sehari dapat mempercepat

efektifitasnya. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kombinasi minoxidil

dengan asam retinoat topikal dapat meningkatkan absorpsi minoxidil

perkutan sehingga jumlah minoxidil yang mencapai folikel juga meningkat,

dapat meningkatkan diferensiasi folikel dan pembentukan dermal vessel,

meningkatkan kecepatan pertumbuhan rambut, memperpanjang fase

anagen, merubah rambut velus menjadi rambut terminal, dengan cara

bekerja secara sinergis dengan minoxidil. Iritasi pada pemakaian tretinoin

secara topikal merupakan efek samping yang dapat dikontrol pada banyak

subyek dan suatu true contact alergy terhadap tertinoin topikal jarang terjadi.

Kebanyakan pasien tidak menganggap iritasi sebagai suatu masalah.

Kombinasi minoxidil 5 %, asam azelaik dan betametason (Xandrox) dikenal

dengan formulasi Dr. Lee. Pasien-pasien yang memakai Xandrox dianjurkan

diperiksa secara periodik bagi kemungkinan adanya HPA (Hipotalamus

Pituitary Adrenal axis) axis suppression dengan urinary free cortisol test dan

ACTH StimuIarion test .1 ,4 ,6 ,8 -10 ,13 ,14 ,19 ,20,23,27

Pemakaian bahan sensitisers topikal

Adanya mekanisme auto-imun tidak perlu berarti adanya suatu

penyakit autoimun. Disekitar lesi dari folikel rambut pada alopesia areata

adalah CD4+ dan CDs+ limfosit. Sel-sel ini kemungkinan kandidat alternatif

untuk menjadi pencetus dari alopesia areata. Apabila penyakit auto-imun

terjadi pada organ Iain, jaringan sepenuhnya rusak. Tetapi hal ini tidak terjadi

(20)

“contact sensitizing chemical” dengan induksi dari suatu inflamatory

dermatitis yang merupakan gejala kunci.11

lmuno terapi topikal berkaitan dengan induksi dan maintenance dari

dermatitis kontak alergi pada daerah kebotakan untuk merangsang

pertumbuhan rambut – rambut embali. Perubahan dalam respon imun

setempat berperan besar. Alergi kontak sensitisasi akan merubah

perbandingan peribulbar T4 : T8 dari 4 : 1 menjadi 1 : 1 (kompetisi antigenik

yang menghambat reaksi auto imun).6 Pada awalnya dipakai dinitroklorobenzen (DNCB), terapi kemudian dihentikan setelah diketahui

bahwa bahan ini bersifat mutagenik dalam test Ames. Squaric acid dibutyl

esfer (SADBE) yang negatif pada test Ames (non mutagenic tetapi larutannya

tidak stabil). Sensitiser yang kini paling banyak dipakai adalah diphencyprone

(DCPC) yang non-mutagenik, tetapi sensitif terhadap degradasi sinar ultra

ungu. Sensitiser topikal ini dipakai pada terapi atopesia areata.

Diphencyprone dioleskan1 x seminggu selama 20 – 24 minggu. Apabila tidak

ada respons hingga 24 minggu maka imunoterapi topikal ini dihentikan.

Aplikasi berulang - ulang bahan sensitisers secara topikal dapat

mencetuskan pertumbuhan kembali rambut di kepala pada 50 % - 90 %

pasien yang diterapi. Sensitisasi kontak alergik dapat menyebabkan

persaingan antigenik yang menghambat berbagai reaksi auto-imun. Terapi

dengan allergic contactants memerlukan waktu yang lama (berbulan – bulan)

menyebabkan efek samping seperti pruritis, adenopati, eritema multiforme,

vitiligo, dan kemungkinan terjadinya reaksi autosensitisasi yang dapat

membahayakan pasien.1,4,6,8,9,10,11,13,14-16,19,20,23,27

Kontra indikasi pada yang hipersensitivitas, anafilaksis, ibu hamil dan

menyusui. Sedangkan efek samping dapat limfadenopati servikal,

perubahan-perubahan pigmentasi, erupsi mirip eritema multiforme dan

(21)

Lmunosupresor / imunomodulator yang spesfik

Siklosporin

Topikal dapat bermanfaat pada beberapa pasien dengan alopesia

areata akan tetapi daya induksi dari suatu kelainan limfoproliferatif dan

kanker kulit membatasi cara pemakaian ini. Pada suatu penelitian digunakan

siklosporin 5 % dan 10 % solution 2 kali seharis elama 4 – 12 bulan tidak

menunjukkan pertumbuhan (24 pasien) sedangkan 3 pasien menunjukkan

pertumbuhan rambut velus dengan larutan 10 %. 10

Siklosporin menghambat aktivasi sel T penolong (T4 limfosit) yang

dapat patogenik pada alopesia areata. Suatu percobaan dengan siklosporin

6 mg/kg/hari peroral selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan rambut

kembali pada 50 % pasien, namun kerontokan rambut terjadi lagi setelah

obat dihentikan. Tidak terdapat respons yang menguntungkan dengan

pemakaian siklosporin topikal.6,9,10,20

Kontra indikasi hipersensitivitas, hipertensi, karsinoma. Jangan

diberikan bersama PUVA atau UVB pada psoriasis karena akan dapat

rneningkatkan karsinoma. Rifampicin, fenobarbital, isoniasid, karbamasepin,

fenitoin dapat menurunkan konsentrasi siklosporin. Azithromycin,

itraconazole, ketoconazole, fluconazole, erithromycin, acyclovir, amphotericin

B dan grape fruit juice dapat meningkatkan toksisitas siklosporin.6,9,10,13,20,23

Foto – kemo – terapi

Inflammatory cells didalam kulit mudah rusak oleh sinar UV. Psoralen

membantu memperbaiki efektivitas dari sinar UV dalam menghancurkan sel –

sel peradangan kulit. Dengan psoralen misalnya metoksalen, trioksalen dan

sinar ultra ungu-A (PUVA), menyebabkan rambut tumbuh kembali. Diberi 3

hari dalam seminggu dengan dosis 0,6 – 0,8 ml/kg p.o, 1 – 2 jam sebelum

dipapar dengan UVA. Dapat diberi secara topikal. Namun cara ini dapat

meningkatkan risiko terjadinya photodamaged dan kanker kulit, sehingga

(22)

Photochemotherapy (PUVA) dalam jangka waktu lama dapat

mencetuskan pertumbuhan rambut kepala dan tubuh pada 70 % pasien yang

diterapi. Pertumbuhan kembali nampaknya berkaitan dengan jumlah energi

yang dihasilkan. Respons awal dilihat setelah pemakaian 85 – 120

J/m2/hari.20

Khusus bagi pasien pasien dengan alopesia areata, University of

British Columbia Hair Research and Treatment Centre, 1998, membuat

protokol pengobatan pada orang dewasa, sebagai berikut :

- Kerontokan rambut < 50 %

a. Tanpa terapi

b. Penyuntikan triamisinolon asetonid intralesi

c. Larutan minoxidil 5 %

d. Kombinasi larutan minoxidil 5 % dengan kortikosteroid topikal potensi

tinggi.

e. Kombinasi larutan minoxidin 5 % dan antralin.

f. lmunoterapsie cara topikal apabila berbagai cara tersebut di atas tidak

menolong.

- Kerontokan rambut 50 %

a. Lmunoterapi secara topikal dengan diphencyprone (DPCP)

b. Larutan minoxidil 5 % dan kortikosteroid topikal potensi tinggi.

c. Larutan minoxidil 5 % dan antralin.

d. PUVA.

e. Kortikosteroid sistemik.20 Pengobatan alternatif Aloe vera

Punya daya menyejukkan dan anti peradangan

Daun seledri (apium graviolen-L)

Kelapa hijau (cocos nucifera-L)

Poison Ivy

(23)

Melatonin

Suatu neuro-hormon yang bersifat imunosupresif.

Sinar ,atahari

Menurunkan sel – sel imun didalam kulit

Heat treatment

Asprin poultice

Mustard seed (capsicum poutice)

Dimethyl sulfoxide (DMSO)

Evening primrose oil (EPO), omega 6 essential fatty acid (EFA)

Flax seed oil, lin seed oil, fish oil (omega 3 fatty acid) 6,14,20 Aroma therapy 6

Massase dengan minyak esensial setiap hari untuk waktu 7 bulan.

Pengobatan experimental

- Tacrolimus (FK – 506)

Suatu imunosupressive agen untuk menstimullasi pertumbuhan

rambut pada CD1.6,9,10,20,27

Jenis – Jenis Terapi Sistemik

Penggunaan obat sistemik untuk mengobati kerontokan rambut

biasanya digunakan untuk alopesia areata adalah :

Golongan imunomodulator ; kortikoteroid, isoprinosin dan siklosporin

Kortikosteroid

Penggunaan sterois sistemik pada pengobatan alopesia areata masih

kontroversial. Angka pertumbuhamn rambut besarnta bervariasi (27 –

89%) dan hal ini sulit untuk dibandingkan karena dosis pemberian

yang digunakan dalam beberapa penelitian berbeda. Tidak ada

kesepatan resmi berkaitan dengan pemakaian dosis steroid sistemik.

Kortikosteroid yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis

(24)

selama antara 8 – 42 bulan atau dosis denyut 300 mg yang diberikan

sebanyak 4 kali dengan interval 4 minggu.

Kekambuhan dapat terjadi dan waktunya bervariasi antara 6 - 15 bulan

sesudah prednison dihentikan.

Triamsinolon asetat 40 - 80 mg/hari IM, 1 - 6 kali/minggu selama 4,5 -

18 bulan dilaporkan memberikan hasil baik pada 11 pasien, relaps terjadi 4 -

9 minggu setelah penghentin obat. Friedli, dkk melaporkan pemakaian metil

prednisolon yang diberikan s cara intravena dalam dosis denyut 250 mg/hari,

selama 3 hari pada bulan ke 1,3,6 dan ke 12. Kekambuhan terjadi pada

sebagian pasien, waktunya antara 3 -12 bulan seteIah obat dihentikan .

1,4,6,7-10,13,14,19,21,23,27

lsoprinosin

lsoprinosin berfungsi meningkatkan jumlah dan fungsi limfosit T, serta

meningkatkan fungsi fagositosis, juga menurunkan kadar autoantibody yang

sering didapatkan pada alopesia areata, alopesia totalis atau alopesia

universalis, yaitu nuclear antibody, smooth muscle antibody, striated muscle

antibody, serta epidermal dan atau gastric parietal cell antibody. Dosis yang

digunakan adalah 50 mg/kgBB/hari, dengan dosis maksimal antara 3 - 5 g

sehari. Lama pemberian bervariasi, berkisar antara 20 minggu sampai 6

bulan. Dosis yang diberikan biasanya tidak menetap, tetapi diturunkan

setelah minggu ke 3 sampai minggu ke - 8. Tidak semua pasien memberi

respon memuaskan dan pada alopesia totalis dan universalis kekambuhan

terjadi antara 2 minggu sampai 5 bulan setelah obat dihentikan, sementara

pada alopesia areata lebih dari 1 tahun. Sabardi, dkk melaporkan kasus

alopesia areata pada anak yang diobati isoprinosin dengan dosis masing-

masing 2 x 400 mg/hari dan 4 x 250 mg/hari. Dosis diturunkan setelah 2

bulan menjadi 2 kali / minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping

(25)

urat serum, nausea, dan skin rash. Sedangkan kontra indikasinya adalah

penderita gout, urolitiasis, dan disfungi ginjal. 10,21

Siklosporin

Siklosporin memiliki efek menghambat infiltrasi imunitas ke dalam dan

sekitar folikel rambut, menghambat ekspresi HLA DR di epitel folikel,

ekspresi ICAM-1, sel T CD4, CD8, dan sel Langerhans di folikel rambut, serta

menurunkan rasio CD4/CD8. Gupta,dkk (melaporkan pemberian siklosporin

dengan dosis 6 mg/kg/hari selama12 minggu. Pertumbuhan rambut mulai

terjadi antara minggu ke 2 - 4, sedangkan kesembuhan didapatkan tiga

bulan setelah obat dihentikan. Penulis lain melaporkan pemberian siklosporin

dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dan prednison 5 mg/hari. Dosis siklosporin

diturunkan 1mg/gBB/hari setelah 10 minggu dan setelah itu 0,5 mg/kgBB/hari

tiap 6 minggu. Total lama pemberian siklosporin 24 minggu dan prednison

dihentikan 1 bulan sesudah siklosporin dihentikan. Efek samping sillosporin

adalah sakit kepala, fatigue, diare, hiperplasia ginggiva, flushing dan myalgia

serta peningkatan ureum dan kreatinin serum.6,7,9,10,21

Golongan fototerapi PUVA dan Psoralen

Foto terapi untuk alopesia areata, totalis, dan universalis dengan

menggunakan psoralen + UVA (PUVA). PUVA dapat mempengaruhi populasi

limfosit di kulit dan dalam sirkulasi. Pada alopesia areata diduga

menyebabkan perubahan respon imun melalui mekanisme yang kompleks

yang menyebabkan bulbus rambut terbebas dari serangan reaksi imun.

Secara umum, PUVA mempunyai peran sebagai imunosupresif pada kulit.

PUVA dapat menunkan jumlah sel - T, kebanyakan seI CD3+, CD4+ dan

CD8+. Juga menurunkan jumlah reseptor interleukin (IL-2). Walaupun tidak

menurunkan jumlah sel Langerhans, PUVA menurunkan ekspresi

pembentukan imumnojistokemia, jadi dapat menurunkan presentasi antigen.

(26)

yang berat badannya ≤ 25 kg sampai 60 mg untuk yang berat badannya > 90

kg, diberikan 2 jam sebelum radiasi PUVA ke seluruh badan. Frekuensi

radiasi 3 x/minggu dengan energi 8- 8,5 J/cm2 setiap beberapa kali penyinaran5. Dosis radiasi ditingkatkan 1 J/cm2 setiap beberapa kali penyinaran dan rerata radiasi keseluruhan adalah 505 J/cm2. Kekambuhan terjadi antara 8 bulan sampai 2 tahun setelah penghentian terjadi. Para

peneliti lain menggunakan dosis metosalen yang bervariasi, misalnya 10

mg/hari untuk yang berberat badan < 30 kg sampai 60 mg/haru intuk yang

berat badannya > 90 kg atau 0,6m g/kgBB, semua diberikan 2 jam sebelum

radiasi. Dosis awal radiasi 1 J/cm2 dan ditingkatkan sampai dengan 9 J/cm2.1,6,7,9,10,21

Golongan vitamin dan mineral

Vitamin terutama digunakan pada keadaan defisiensi vitamin yang

bersangkutan.

Kerontokan r mbut dan alopesia dapat merupakan salah satu gejala

defisiensi beberapa jenis vitamin, misalnya B-12, biotin, dan vitamin D. untuk

keadaan tersebut suplemen vitamin yang bersangkutan dapat menghilangkan

semua gejala defisiensi, termasuk gejala kerontokan rambut dan alopesia.

Vitamin B12 diberikan dengan dosis1 mg/minggu lM pada bulan pertama,

yang dilanjutkan dengan 1 mg/bulan, perbaikan terjadi setelah1 tahun.

Sedangkan biotin diberikan dengan dosis 150 mg/hari yang memberikan

perbaikan setelah 1 minggu, dan vitamin D dengan dosis 00 – 400 lU/hari.

Vitamin B6 yang diberikan secara lM setiap hari selama 20-30 hari

memberikan perbaikan pada wanita dengan alopesia difusa atau efluvium

telogen, dosis pemberian tersebut dapat diulangi dengan interval 6 bulan.

Pemberian vitamin E dosis tinggi pada pasien keganasan yang mendapat

sitostatik doksorubsin ternyata tidak dapat mencegah terjadinya kerontokan

(27)

Beberapa analisa dilaporkan konsentrasi Zinc pada serum darah

pasien alopesia areata menurun. Zinc sulfat dapat digunakan pada beberapa

pengobatan alopesia areata.7,14

lnterferon

Interferon 2 (1,5 million lU) 3 kali seminggu selama 3 minggu.9,10

Dapsone

Dosis 50 mg 2 kali sehari digunakan selama 6 bulan.7,9

Jenis - Jenis Terapi Lain

Cryothterapy

Bekerja menstimulasi pertumbuhan r mbut pada alopesia areata. Pada

satu penelitian pada anak dan dewasa terjadi pertumbuhan rambut kembali

pada lebih dari 60 % dari area alopesia areata pada 70 dari 72 pasien yang

diteliti. 13

Dermatography

Pada 1986 oleh Van Der Vender telah dimulai penelitian dengan “Japanese

tattoing Technique” untuk aplikasinya. Metode ini terus berkembang dan

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dawber RPR, Berker, D,Wojnarowska. F, Disorders of Hair, In Champion

RH et al eds. Rook, Wilkinsons, Ebling Textbook of Dermatology : in form

volumes 6th ed oxford, Black Well Science Ltd,1998, 2869- 931.

2. Sawaya ME, Biochemistry and Control of Hair Growth, ln Arndt KA et al

eds, Cutaneus Medicine and Surgery an Integrated Program in

Dermatology ; in two volumes, Philadelphia ; WB Saunders Company,

1996, 1245 - 67.

3. Skin and Hair Biology ; www.keratin.com

4. Olgen A.E. Hair Disorders. in. Fitzpatrick TB, et al eds. Dermatology in

General Medicine 5th ed. New York : MC Graw – Hill lnc,' l999 : 729 – 46 5. Velden EM et als : Dermatography as new treatment for alopecia areata of

the eyebrows. In International Journal of Dermatology, vol 37, Blacwell

Science Ltd, 1998 ; 617 – 21

6.

0. Anrdt l(A, Bowers KE;Alopecia areata, in Manual of Derrnatologic

'flrerapeutics

witlrE ssentialosf Diagnosis6,t he d. PliilacJelphLiaip, pincott

William&s Wilt<in,2s0 02: 21- S.

7' FiedlerV C ; Alopeciaa reataa nd othersn onscarrinagl opeciasi,n Arndt

KA et al eds. CutaneusM eicJicinaen d Surgerya lr lrrtegratedp rogrami rr

Dermatologiyn twov olumesP, hilarjelphiWa,B SaunclerCs ornpany1, 9g6,

1269 - 79

B' MadaniS , Sfralliro- l ;Alopecia areatau pclatei n JournalA mericarr

Academyo f Dermatologyv,c tl.4 2.2 000.5 49_ _6 6.

9. BolducC , et als; Alopeciaa reatain eMecjicinJeo urnavl ol.2 , No.1 1,N ov

2OO.1

10.B olducC , ShapiroJ. ; The treatmenot f alopeciaa reata,l rrD ermatolocric

(29)

27

11 Tang L, et als ; Restoratioonf hairg rowthw itht opicald iphencyprottine

mousea nd reatm odelso f alopeciaa reatai,n JournaAl mericanA cademy

of Dermatologvyo, l4 9,N o.6 . 2003,1 013- L

lr I0[.lF, l gl f,lgI

A glinira$rt uo1q f chirdhoAordo pecAiare atian

StngItnPp undtDsii elrrilm rnru1tnl3N l 4uo? u 0y?0 f-?li 0l 0 i

13.P apaclopouluAsJ , SchwartzR A, JannigerC K ; Alopeciaa reata :

ernergingco nceptsI,n Actad errnatovenerologicAal,p irraP, annonicae,t

Adriaticavo l.9 , No.3 , 2000.

14.A lopeciaa reata; www.K eratin.conr

15.S chuttelaaMr L et als ; DPCPi s a beneficatlh erapeutiacg enti n children

with severea lopeciaa reatat otalisa nd alopeciaa reatal ocalis,I n British

JournaDl errnatolog1y9 96O ct; 135( 4): 581- 5.

16.G ordon PM et als. Alopeciaa realtaw ere sensitizeda nd treatedw itlr

topicadl iphencypronIen, B ritishJ ournaDl ermatolog1y.9 96M ay;13a (5)

: 8 6 9- 7 1 .

17 .t vlaibachl- -llE, lsnerP . ; Alopeciaa reata,l n CosrneceuticaDlsr ugsV S

CosmeticsN, ewY ork- Basel,M arceDl ekkerI,n c2 000; 66 - Bg.

18.P rice VH ; Treatrnenot f [-{airL oss, In The New EnglandJ ournalo f

Medicin1e9 99S eptv, ol.3 41,N o.1 3; 964- 73.

19.S chroecleTrL , LevyM L ; Treatrnenotf hairl ossc Jisorderins clrilclre:n I n

Derrnatologic

'f

herapyv, ol 2, Munksgaarc'11,g gf , 84 - gZ.

20.D iana Nst ; PenatalaksanaaKne rontokanR an"rbuSt ecara Topikal,

WasitaatmadjSa M dkk. eds, dalam KumpulanM akalatrl lmiahD alarrr

SimposiumK esehatand an l(eindahanR arnbutP, enerbiKt elornpoSk tudi

Derrnatologl(io smetikIn donesiaJ,a kar la,2 002,2 9 - 38.

(30)

WasitaatnradjSaM dkk, eds, dalam KumlrulanM akalafrl lmiah Dalarn

SimposiumK esehatand an l(eindahanR ambut,P enerbiKt elonrpoSk tucli

DermatologKio snretiIkn donesiaJ,a l<arta2,0 02,3 9 - 50.

2?-.DatCa atatanM edikR S.D r.C iptoM angunkusurnJoa karta1, 983- 1985

I

28

23. Odorns RD, James WD, Gerber TG ; Andrew'sD iseaseso f SkinC linical

Derntatologgyth e d,W B SauncJeCrso mpanyP, hiladelphi2a0, 00,: g43- 6

24 Nakajima S, Oryn F : lmunohystologyo f alopecia areata using

immunofluorescenctee chnique. Dalam Kunrpulan Makalah llmiah

SirnposiurMn asalahK erontokanR arnbutc JanP enanggulangannyear,1 .

wasitaatmadjsaM dkk,J akartas,i emo ffset,1 gB7. 74 - s.

25.M urplryG. F, Dermatophatoloogfy F lair,I n Derrnatophatoloag yP ractical

Guidet o CornmorDt isorcJerPsh, iadelphiWa,B . SaundersC ompany1, g95

; 3 8 0 - 7

26.L ever WF, Schaumberg Lever G ; l-'listc-rpatholo9gf yt he skin

Philadelphi;a J B. l-ippirrcoctot mJrany1,g B3. 202- 3.

zz ProstY. D,B odmerC ;AlopeciaA reata; in HarperJ , OranyeA , proseN ,

ecls.

l-extbooko f PediatricD ermatolclgyin, two volurne Oxforcl.B lackwell

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bahwa untuk mencapai maksud tersebut pada huruf a, maka Kedudukan Keuangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala-kepala Dusun yang baru perlu ditetapkan dengan Peraturan

Ilmu Farmasi Kedokteran membekali pengetahuan dasar dalam memilih obat yang tepat (dengan motto 5 tepat) dan mewujudkan pemberian terapi dengan obat dalam preskripsi

Dalam rangka mencapai pelayanan yang optimal kepada pemakai jasa pengujian dan kalibrasi pada Balai Pengujian dan Kalibrasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Pembebanan yang bekerja pada analisa ini adalah pembebanan lokal yang diambil dari hasil analisa global suatu suatu struktur secara keseluruhan.. Oleh karena itu

Upaya penyadaran dilakukan sejak awal dengan memberikan bekal kepada siswa melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006

Demikian pula gereja yang berada oleh misi itu mesti menjadi suatu persekutuan yang tidak saja memberi dirinya dalam pelayanan bagi dunia dan bagi bangsa-bangsa serta

Usaha bernilai nol terjadi bila arah gaya tegak lurus terhadap arah perpindahan benda. Usaha bernilai nol terjadi ketika seseorang menahan buku dengan tanganya.

Pada penelitian ini, analisis data menggunakan media SPSS 16,0 for windows yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, dan diperoleh data yang