• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kompetensi dan Sistem Imbalan terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas dalam Penanggulangan Malaria Melalui Kegiatan Surveilans di Kabupaten Nias Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kompetensi dan Sistem Imbalan terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas dalam Penanggulangan Malaria Melalui Kegiatan Surveilans di Kabupaten Nias Selatan"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN

MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DI KABUPATEN NIAS SELATAN

TESIS

OLEH:

SRIMAWARNI DACHI 077012023/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN

MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DI KABUPATEN NIAS SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai salah satu syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

SRIMAWARNI DACHI 077012023/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM

PENANGGULANGAN MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DIKABUPATEN NIAS SELATAN

Nama Mahasiswa : Srimawarni Dachi Nomor Induk Mahasiswa : 077012023

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (dr. Surya Dharma, M.P.H) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S ) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 28 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : dr. Surya Dharma, M.P.H

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN

MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DI KABUPATEN NIAS SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010 Penulis

(6)

ABSTRAK

Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah endemis malaria yang mengalami fluktuasi kejadian malaria, terutama pasca bencana alam gempa bumi tahun 2005. Tahun 2008 tercatat malaria klinis 15.543 kasus dan malaria positif 320 kasus. Indikator keberhasilan penanggulangan malaria salah satunya adalah pelaksanaan program surveilans malaria oleh petugas P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) puskesmas. Di Nias Selatan kinerja petugas P2PM dinilai masih rendah yang tercermin dari kualitas laporan tahun 2008 hanya 52% yang lengkap dan ditemukannya error rate dalam mengidentifikasi hasil diagnosis laboratorium lebih dari 5%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di Kabupaten Nias Selatan. Penelitian ini menggunakan jenis survei eksplanatori. Populasi adalah seluruh staf puskesmas yang berfungsi sebagai petugas P2PM di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan yang terdiri atas 21 puskesmas dengan petugas P2PM berjumlah 49 orang yang seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara keterampilan, perilaku kerja, imbalan finansial, imbalan non finansial terhadap kinerja petugas P2PM Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas adalah perilaku kerja dengan nilai koefisien B = 5,732.

Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, perlu meningkatkan imbalan finansial dan non finansial kepada petugas P2PM puskesmas agar kinerja petugas P2PM puskesmas lebih baik, melaksanakan pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas kinerja petugas P2PM puskesmas dan mengalokasikan anggaran untuk menjamin keberlangsungan kegiatan surveilans penyakit malaria.

(7)

ABSTRACT

Nias Selatan District is considered as malaria endemic area given fluctuating malaria cases, especially after the earthquake in 2005. In 2008, 15,543 cases of clinically found and out of it 320 cases were laboratory. One of successful of malaria prevention indicators is the implementation of surveillance of malaria by P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) officers. Prior to this study, the officers performance was low as it reflected in the quality of health center report to Nias Selatan District Health Office. Only 52% of the report completed and error rate was more than 5%.

The objective of this study was to analyze the influence of competency (knowledge, skill and working attitude) and the reward system (financial and non-financial) on the performance of P2PM Health Centre officers, mainly in handling and preventing the malaria diseases by surveillance activities in Nias Selatan District. This research adopted explanatory survey. The population were all of health center officers serving as P2PM officers in 21 health centres in Nias Selatan District counted for 49 personnels and all of them were selected as sample (total sampling). The data were collected by interview based on questionnaire. Data analysis was done by using multiple linear regression test.

The result showed that there were significant influence between skill, serving attitude, financial reward, non-financial reward on the performance of P2PM officers of health centre in the working area of the Nias Selatan District Health Office. The most influencing variable was serving attitude with the coefficient of B= 5.732.

It is suggested to the Nias Selatan District Health Office to provide better financial and non-financial rewards to P2PM Health Centre officers, to motivate them improving their performance. It is also suggested to provide specific training to improve their quality of service as P2PM officers, and allocate reasonable budget to assure sustainability of malaria surveillance activities.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat karuniaNya penulis telah

dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Kompetensi dan Sistem Imbalan

terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas dalam Penanggulangan Malaria Melalui

Kegiatan Surveilans di Kabupaten Nias Selatan”

Dalam menyusun tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc

(CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan kepada Dr. Drs.

Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara dan selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara serta kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si

selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Surya Dharma, M.P.H selaku anggota

Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan

pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunann tesis

ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Endang Sulistyarini, S.E, M.Si

selaku Ketua Komisi Pembanding dan dr. Heldy B.Z., M.P.H selaku anggota Komisi

(9)

Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada Pemda Kabupaten Nias

Selatan yang telah memberikan ijin belajar. Demikian juga dengan Kepala Dinas

Kesehatan Nias Selatan yang telah memberikan rekomendasi untuk melakukan

penelitian di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan.

Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada

orang tua penulis, abang, kakak dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan

dukungan moril dalam penulisan tesis ini.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2010 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Srimawarni Dachi dilahirkan di Teluk Dalam pada tanggal 29 September

1979, anak kedelapan dari delapan bersaudara. Anak dari bapak F. Dachi dan ibu (†)

N. Dachi.

Memulai pendidikan di SD Inpres Teluk Dalam, Nias Selatan, dan lulus tahun

1992, melanjutkan pendidikan di SMPN-1 Teluk Dalam, Nias Selatan, dan lulus

tahun 1995. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA St. Xaverius Gunung Sitoli,

Kabupaten Nias dan lulus tahun 1998. Selanjutnya meneruskan pendidikan Diploma

III di Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan St. Carolus, Jakarta, lulus tahun 2001. Pada

tahun 2004 melanjutkan Program studi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 2007. Saat ini sedang mengikuti Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Penulis bekerja sebagai staf Rumah Sakit Umum Gunung Sitoli, Kabupaten

Nias pada tahun 2001-2003. Staf Puskesmas Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan

pada tahun 2003-2004. Tugas belajar PHP II Program S1 Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2004-2007. Staf Dinas

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitan ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSATAKA... 8

2.1. Kompetensi ... 8

2.1.1. Pengetahuan ... 13

2.1.2. Keterampilan ... 17

2.1.3. Perilaku Kerja ... 18

2.2. ...Sistem Imbalan/Kompensasi... 21

2.2.1. Jenis-jenis Imbalan ... 23

2.2.2. Tujuan Sistem Imbalan/Kompensasi ... 24

2.3. ...Kinerja ...26

2.4. ...Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ... 32

2.5. ...Penang gulangan Malaria ... 35

2.5.1. Penyakit Malaria... 35

2.5.2. Klasifikasi Malaria ... 37

2.5.3. Aspek Penanggulangan Malaria dengan Surveilans... 39

2.6. Landasan Teori ... 48

(12)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 52

3.1. ...Jenis Penelitian ... 52

3.2. ...Lokasi dan Waktu Penelitian... 52

3.3. Populasi dan Sampel ... 53

3.4. ...Metode Pengumpulan Data... 53

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 54

3.5.1. Variabel Penelitian ... 54

3.5.2 Definisi Operasional. ... 55

3.6. ...Metode Pengukuran ... 56

3.7. ...Metode Analisis Data... 59

BAB 4 HASIL ... 61

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 61

4.1.1 Letak Geografis ... 61

4.1.2 Demografi ... 61

4.1.3 Topografi dan Klimatologi ... 63

4.1.4 Tenaga Kesehatan Kesehatan ... 64

4.1.4 Jumlah Penderita Malaria ... 66

4.2. Analisis Univariat ... 68

4.2.1.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kompetensi Kerja Petugas P2PM Puskesmas... 68

4.2.2. ...Dis tribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sistem Imbalan Petugas P2PM Puskesmas... 71

4.2.3. ...Dis tribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas ... 73

4.3. Analisis Bivariat ... 74

4.3.1. ...Hu bungan Kompetensi dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan ... 74

(13)

4.4. Analisis Multivariat ... 78

BAB 5 PEMBAHASAN ... 81 5.1.Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Nias Selatan ... 81 5.2.Pengaruh Kompetensi dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan ... 84 5.3.Pengaruh Sistem Imbalan terhadap Kinerja Petugas P2PM

Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan... 93

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 99 6.1.

Kesimpulan ... 99 6.2. ...Saran

100

DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN... 104

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Bebas) dan Dependen (Terikat)... 59

4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 62

4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Pada Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 66

4.3 Presentasi Penderita Malaria yang Diobati di Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2008 ... 68 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Petugas

(14)

4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keterampilan Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 70 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Kerja Petugas

P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 71 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Imbalan Finansial Pada

Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 72

4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Imbalan Non Finansial Pada Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 73 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas P2PM

Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 73

4.10 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 75 4.11 Tabulasi Silang Variabel Keterampilan dengan Kinerja Petugas P2PM

Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 75

4.12 Tabulasi Silang Variabel Perilaku Kerja dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 76

4.13 Tabulasi Silang Variabel Imbalan Finansial dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 77

4.14 Tabulasi Silang Variabel Imbalan Non Finansial dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 78

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Plasmodium Malaria ... 36

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1...Kuesion er Penelitian... 104

2...Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner... 112

3...Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner ... 118

4...Hasil Pengolahan Data Statistik ... 121

5...Surat Permohonan Ijin Penelitian... 128

6...Surat rekomendasi melaksanakan penelitian ... 129

(17)

ABSTRAK

Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah endemis malaria yang mengalami fluktuasi kejadian malaria, terutama pasca bencana alam gempa bumi tahun 2005. Tahun 2008 tercatat malaria klinis 15.543 kasus dan malaria positif 320 kasus. Indikator keberhasilan penanggulangan malaria salah satunya adalah pelaksanaan program surveilans malaria oleh petugas P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) puskesmas. Di Nias Selatan kinerja petugas P2PM dinilai masih rendah yang tercermin dari kualitas laporan tahun 2008 hanya 52% yang lengkap dan ditemukannya error rate dalam mengidentifikasi hasil diagnosis laboratorium lebih dari 5%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di Kabupaten Nias Selatan. Penelitian ini menggunakan jenis survei eksplanatori. Populasi adalah seluruh staf puskesmas yang berfungsi sebagai petugas P2PM di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan yang terdiri atas 21 puskesmas dengan petugas P2PM berjumlah 49 orang yang seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara keterampilan, perilaku kerja, imbalan finansial, imbalan non finansial terhadap kinerja petugas P2PM Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas adalah perilaku kerja dengan nilai koefisien B = 5,732.

Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, perlu meningkatkan imbalan finansial dan non finansial kepada petugas P2PM puskesmas agar kinerja petugas P2PM puskesmas lebih baik, melaksanakan pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas kinerja petugas P2PM puskesmas dan mengalokasikan anggaran untuk menjamin keberlangsungan kegiatan surveilans penyakit malaria.

(18)

ABSTRACT

Nias Selatan District is considered as malaria endemic area given fluctuating malaria cases, especially after the earthquake in 2005. In 2008, 15,543 cases of clinically found and out of it 320 cases were laboratory. One of successful of malaria prevention indicators is the implementation of surveillance of malaria by P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) officers. Prior to this study, the officers performance was low as it reflected in the quality of health center report to Nias Selatan District Health Office. Only 52% of the report completed and error rate was more than 5%.

The objective of this study was to analyze the influence of competency (knowledge, skill and working attitude) and the reward system (financial and non-financial) on the performance of P2PM Health Centre officers, mainly in handling and preventing the malaria diseases by surveillance activities in Nias Selatan District. This research adopted explanatory survey. The population were all of health center officers serving as P2PM officers in 21 health centres in Nias Selatan District counted for 49 personnels and all of them were selected as sample (total sampling). The data were collected by interview based on questionnaire. Data analysis was done by using multiple linear regression test.

The result showed that there were significant influence between skill, serving attitude, financial reward, non-financial reward on the performance of P2PM officers of health centre in the working area of the Nias Selatan District Health Office. The most influencing variable was serving attitude with the coefficient of B= 5.732.

It is suggested to the Nias Selatan District Health Office to provide better financial and non-financial rewards to P2PM Health Centre officers, to motivate them improving their performance. It is also suggested to provide specific training to improve their quality of service as P2PM officers, and allocate reasonable budget to assure sustainability of malaria surveillance activities.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai

negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

Malaria Report 2005 bahwa hingga tahun 2005 malaria masih menjadi masalah

kesehatan utama di 107 negara di dunia. Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500

juta orang setiap tahunnya dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1 juta

orang setiap tahunnya. Diperkirakan sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis

malaria. Malaria juga menyebabkan negara kehilangan 12 % dari pendapatan nasional

untuk menanggung biaya penanggulangan malaria.

Secara etiologi malaria merupakan penyakit berbasis lingkungan yang

disebabkan oleh parasit Plasmodium dan menyerang semua kelompok umur, ras,

jenis kelamin, golongan ekonomi. Malaria juga terdapat hampir di seluruh belahan

dunia, khususnya Afrika dan Asia (Depkes RI, 2005).

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih tergolong berisiko

terhadap serangan penyakit malaria. Tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria

klinis, dan menurun pada tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita

positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman malaria) tahun

2006 sebanyak 350.000 kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311.000 kasus (Depkes

(20)

Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia (2008), dari 576 Kabupaten/Kota

yang ada, 424 Kabupaten/Kota (73,6%) diantaranya endemis malaria. Sebanyak 6

propinsi dinyatakan endemis tinggi (Annual Parasite Incidence/API > 5/1.000

penduduk), yaitu: propinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera

Utara (Nias, Nias Selatan, Madina, Labuhan batu, Asahan, Tapanuli selatan) dan

Nusa Tenggara Timur (NTT), sedangkan daerah yang termasuk daerah endemis

sedang (API 1-5/1.000 penduduk) Aceh, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jambi,

Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan yang

termasuk daerah endemis rendah (API 0-1/1.000 penduduk) yakni Jawa Barat, dan

sebagian daerah di Jawa, Kalimantan serta Sulawesi, serta daerah non endemis atau

tanpa penularan malaria, DKI Jakarta, Bali dan Barelang Binkar.

Malaria masih menjadi masalah kesehatan yang utama di provinsi Sumatera

Utara. Berdasarkan hasil laporan Dinas Kesehatan Sumatera Utara, terdapat 6

kabupaten yang dinyatakan endemik malaria, yaitu: Nias, Nias Selatan, Madina,

Labuhan batu, Asahan dan Tapanuli Selatan. Rata-rata terjadi 50.000 kasus malaria

klinis/tahun, 9-10 orang meninggal setiap tahun (Dinkes Sumut, 2009).

Kabupaten Nias Selatan adalah salah satu kabupaten yang dinyatakan

endemik malaria. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2008),

diketahui bahwa malaria tersebar di 21 kecamatan yang meliputi 2 kelurahan dan 346

desa. Kabupaten Nias Selatan juga mengalami fluktuasi kejadian malaria. Pada tahun

2004 terdapat kasus malaria klinis sebanyak 10.133 kasus (3,63 %). Pada tahun 2005

(21)

yaitu, sebanyak 30.125 kasus (10,69%), namun menurun lagi pada tahun 2006, yaitu

sebanyak 17.525 kasus malaria klinis (6,18 %). Pada tahun 2007 penderita malaria

klinis meningkat lagi menjadi 19.379 kasus (6,27 %) dan menurun kembali pada

tahun 2008, yaitu 15.543 kasus malaria klinis ( 4,60 %).

Tingginya angka kejadian penyakit malaria menyebabkan perlunya upaya

penanggulangan secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif, preventif, dan

kuratif, hal ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta

mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB). Untuk mencapai hasil yang optimal upaya

tersebut harus dilakukan dengan berkualitas dan terintegrasi dengan program lainnya.

Untuk mendukung upaya menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria

tersebut, pemerintah telah mencanangkan berbagai program penanggulangan malaria,

salah satunya adalah surveilans malaria. Kegiatan ini bertujuan melakukan

pemantauan kejadian malaria secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal ini penting

agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan yang tepat dalam penanggulangan

malaria (Depkes RI, 2008).

Program surveilans malaria merupakan kegiatan yang terus menerus dan

teratur dalam pengumpulan, pengolahan dan analisa data, pelaporan, visualisasi data,

tindakan saat terjadi peningkatan kasus dan peningkatan jenjang kemitraan. Salah

satu indikator keberhasilan dalam penanggulangan malaria adalah keberhasilan

pelaksanaan program surveilans malaria yang didasarkan pada kinerja secara

berkualitas ditandai dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat

(22)

surveilans di indikasikan dari cakupan penemuan kasus yang bersifat pasif (passive

case detection), dan penemuan kasus secara aktif.

Kinerja petugas puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan

surveilans malaria di seluruh wilayah kerja dinas kesehatan Kabupaten Nias Selatan

dinilai masih rendah. Keadaan ini tercermin dari rendahnya kualitas laporan yang

dikirim ke dinas kesehatan, hanya 52% yang lengkap, kemudian masih ditemukan

error rate dalam mengindentifikasi hasil diagnosis laboratorium lebih dari 5%.

(Dinkes Nias Selatan, 2007).

Menurut Wirawan (2009), Kinerja mempunyai hubungan kausal dengan

kompetensi (competency atau ability). Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi,

sikap dan tindakan. Kompetensi melukiskan karakteristik pengetahuan, keterampilan,

perilaku dan pengalaman untuk melakukan suatu pekerjaan atau peran serta tertentu

secara efektif. Selanjutnya menurut Wirawan, upah merupakan tolok ukur kinerja

karyawan, upah diberikan setelah karyawan menghasilkan kinerja tertentu. Harapan

organisasi dikemukakan dalam bentuk deskripsi tugas (job description) jika seorang

karyawan menghasilkan kinerja yang diharapkan manajemen, ia akan mendapat

kompensasi tertentu. Dalam waktu tertentu ia akan mendapat kenaikan kompensasi

tertentu jika memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan manajemen organisasi. Bagi

karyawan, upah menentukan standart dan kualitas hidupnya. Upah merupakan ukuran

tenaga, pikiran, waktu, resiko kerja, dan kinerja yang ia berikan kepada majikannya.

(23)

Beberapa penelitian yang menunjukkan ada pengaruh kompetensi dan sistem

imbalan terhadap kinerja. Penelitian Surbagus dan Handono (2008) yang

dilaksanakan di Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Kota Baru Kalimantan

Selatan, menunjukkan bahwa kinerja petugas kesehatan dipengaruhi oleh kompetensi

sumber daya manusia, indikasi terlihat lihat dari 75,2% petugas dengan kinerja baik

memiliki pengetahuan yang baik.

Penelitian Rusdi Pinem (2002) menunjukkan bahwa pelaksanaan pelatihan

petugas malaria dapat meningkatkan kemampuan teknis petugas malaria tentang

diagnosa malaria dan pemeriksaan sediaan darah serta penerapan standar klinis

malaria dan penanggulangan malaria. Sama halnya dengan penelitian Adib, Nugroho dan Surahyo (2007) yang dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa untuk peningkatan koordinasi kerja Dinas Kesehatan diperlukan keterampilan memanfaatkan dan mengelola sistem intranet termasuk prosedur tetap dan sistem penghargaan berupa

uang lembur, sertifikat, dan angka kredit.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Prawirosentono (1999) yang mengemukakan

bahwa kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang

tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai

harapan masa depan. Sama halnya dengan pendapat Gibson (1987), Mangkunegara

(2001), Umar (2002), bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan

adalah imbalan, jaminan sosial, pendidikan, pengalaman, keterampilan, sarana dan

(24)

Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi,

yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu, senada dengan

Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan

pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh

yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang

tidak diberi.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, perlu dilakukan studi tentang

pengaruh kompetensi dan sistem imbalan terhadap kinerja petugas Pemberantasan

dan Pencegahan Penyakit Menular (P2PM) puskesmas dalam penanggulangan

malaria melalui kegiatan surveilans di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Nias Selatan, sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk meningkatkan

upaya penanggulangan malaria di seluruh wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Nias Selatan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah bagaimana pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku

kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas

P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di

(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi

(pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non

finansial) terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria

melalui kegiatan surveilans di Kabupaten Nias Selatan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan

sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas P2PM

puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di Kabupaten

Nias Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis yaitu dapat memperkaya konsep pedoman penanggulangan

malaria.

2. Manfaat praktis yaitu,

a. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan dalam upaya

memberhasilkan penanggulangan malaria yang efektif di unit pelayanan

kesehatan setingkat puskesmas.

b. Sebagai masukan bagi petugas tenaga P2PM program malaria di Puskesmas

dalam memberhasilkan penanggulangan malaria yang efektif.

c. Sebagai sarana perbandingan bagi peneliti dalam mengembangkan pengetahuan

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompetensi

Kompetensi sangat diperlukan dalam setiap proses sumber daya manusia,

seleksi karyawan, manajemen kinerja, perencanaan dan sebagainya. Kompetensi

adalah suatu kemampuan umtuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau

tugas yang dilandasi atas dasar keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh

sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi

menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme

dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu bidang yang terpenting, sebagai unggulan

bidang tersebut (Wibowo, 2007).

Menurut Spencer dan Spencer dalam Wibowo (2007), Menyatakan bahwa

kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara

berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu

cukup lama. Selanjutnya Spencer mengemukakan terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai berikut:

a. Keyakinan dan Nilai-nilai

Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat

mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka kreatif dan

inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda

(27)

b. Keterampilan

Keterampilan memainkan peran dikebanyakan kompetensi. Dengan

memperbaiki keterampilan petugas penanggulangan malaria, maka petugas

puskesmas akan meningkat kecakapannya dalam kompetensi tentang

pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, pelaporan, visualisasi data,

tindak lanjut dan jejaring.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan elemen kompetensi yang perlu, tetapi untuk menjadi

ahli tidak hanya cukup dengan pengalaman.

d. Karakteristik pribadi

Kepribadian tidak cenderung berubah dengan mudah. Tidaklah bijaksana

untuk mengharapkan orang memeperbaiki kompetensinya dengan mengubah

kepribadiannya.

e. Motivasi

Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah, dengan

memberikan dorongan, apresiasi terhadap petugas/staf puskesmas, pengakuan dan

perhatian individual dari atasan yang mempunyai pengaruh positif terhadap

motivasi seorang staf puskesmas.

f. Isu emosional

Mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan akan memperbaiki

(28)

pekerja mengatasi hambatan emosional tanpa bantuan banyak diantaranya

dianggap tabu dalam lingkungan kerja.

g. Kemampuan intelektual

Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual

dan pemikiran analitis.

h. Budaya organisasi

Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam

kegiatan sebagai berikut: Praktek rekrutmen dan seleksi, Sistem penghargaan,

Praktek pengambilan keputusan, Filosofi organisasi, visi dan nilai-nilai, kebiasaan

dan prosedur, komitmen pada pelatihan dan pengembangan dan proses

organisasional.

Menurut Spencer dan Spencer dalam Wibowo (2007) tingkatan kompetensi

dikelompokkan dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu:

1)Behavioral Tools

- Knowledge, merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang tertentu,

misalnya membedakan antara dokter senior dan junior.

- Skill, merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan baik.

Misalnya memberikan pengobatan yang efektif, menghindari pasien dari

(29)

2) Image Attribute

- Social role, merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh kelompok

sosial atau organisasi. Misalnya menjadi pemimpin atau pengikut, menjadi

agen perubahan atau menolak perubahan.

- Self image, merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas,

kepribadian, dan harga dirinya. Misalnyamelihat dirinya sebagai pengembang

atau manajer berada diatas ”fast track”.

3)Personal Charasteristic

- Traits, merupakan aspek tipikal berperilaku. Misalnya menjadi pendengar yang

baik.

- Motive, merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang

tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya ingin mempengaruhi perilaku

orang lain untuk kebaikan organisasi.

Menurut Mangkunegara (2005) kemampuan (ability) pegawai terdiri dari

kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan), Oleh karena itu

pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

Menurut Robbins dan Coulter (2000) ability (kemampuan, kecakapan,

ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk

melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak

lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Dari pengertian-pengertian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi

(30)

latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan

melalui tindakannya. Lebih lanjut Robbins dan Coulter menyatakan bahwa

kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:

1. Kemampuan intelektual (Intelectual ability) merupakan kemampuan melakukan

aktifitas secara mental.

2. Kemampuan fisik (physical ability) yakni kemampuan melakukan aktifitas

berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

Menurut Mathis dan Jackson (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja individu tenaga kerja, yaitu:

1. Kemampuan mereka

2. Motivasi

3. Dukungan yang diterima

4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan

5. Hubungan mereka dengan organisasi

Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan

tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan kerja.

Kemampuan dipengaruhi oleh proses belajar. Apabila karyawan tidak mempunyai

kemampuan yang cukup dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan, maka

pekerjaan tersebut tidak akan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan. Sebaliknya, jika karyawan mempunyai kemampuan yang cukup, maka

(31)

Ada 7 (tujuh) dimensi kemampuan non fisik yang paling penting, yaitu:

1. Kemampuan berhitung

2. Pemahaman Verbal

3. Kecepatan perseptual

4. Penalaran induktif

5. Penalaran deduktif

6. Visualisasi ruang

7. Ingatan (memori).

Diperlukan pengujian (tes) yang mengukur dimensi kemampuan

intelektual (kecerdasan khusus) dan merupakan peramal yang kuat bagi kinerjanya.

Oleh karena itu, kinerja sangat penting mendapat perhatian dan diketahui, baik oleh

pekerja yang bersangkutan maupun oleh pimpinannya untuk mencapai tujuan

organisasi atau perusahaan (Mathis dan Jackson, 2002).

Dari berbagai pandangan tersebut diatas dapat dirumuskan bahwa kompetensi

merupakan kemampuan menjalankan tugas atau pekerjaan dengan dilandasi

pengetahuan, keterampilan, dan didukung oleh sikap yang menjadi karakteristik

individu (Wibowo, 2007).

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah

oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada

(32)

ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul

ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau

kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya

ketika seseorang mencicipi

pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.

Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi

dikenal sebagai pengetahuan

bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan da

empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi

pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala

ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga

bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi

Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan

sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi. Selain

pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang

kemudian dikenal sebagai

yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan

tentang matematika. Dalam

pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal

budi.

Menurut Sulistiayani dan Rosidah (2003), Pengetahuan adalah merupakan

(33)

nonformal yang memberikan kontribusi pada seseorang didalam pemecahan masalah,

daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan, dengan

pengetahuan luas seorang individu mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama

timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider (1946), perubahan

perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan

sebagainya. Menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat

ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi

karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau

keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau

obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri

individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang

menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers (1962), tindakan dapat

timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat

pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti

empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima

(penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation,

Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).

Bebeberapa teori timbulnya perilaku tersebut menyimpulkan bahwa

pengetahuan seseorang hanya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

timbulnya tindakan atau kinerja seseorang. Timbulnya perilaku tersebut juga sangat

(34)

Dalam kenyataanya, pengetahuan tidak selalu berkorelasi positf terhadap

kinerja seseorang. Pengetahuan yang baik tidak selalu diiringi dengan kinerja yang

baik. Seseorang yang sudah mengerti teori kinerja dengan baik tidak serta merta

didukung dengan kinerja yang baik. Hal ini disebabkan oleh peran faktor-faktor yang

lain yang memiliki kontribusi besar terhadap kinerja seseorang.

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu

mencerdaskan manusia.

2. Media

Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas.

Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.

3. Keterpaparan informasi

Pengertian informasi menurut Oxford English Dictionary, adalah “that of which

one is apprised or told: intelligence, news”

2.1.2. Keterampilan

Secara psikologis, keterampilan/kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan

potensi dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki kemampuan di atas

(35)

sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja (prestasi) yang diharapkan.

Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job), jadi

dimensi dari variabel kemampuan pegawai adalah pengetahuan dan keterampilan

(Riduwan, 2008).

Menurut Gary (1998), keterampilan adalah kemampuan untuk

mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Keterampilan membutuhkan

dua hal yaitu kemampuan dasar (basic ability) dan training yang diperlukan untuk

mengembangkan kemampuan tersebut. Serta menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003),

Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan tekhnis operasional terhadap

bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat

tekhnis.

Menurut Robbins dan Coulter (2000) bahwa keterampilan dapat dikategorikan

menjadi empat, yaitu:

1. Keahlian dasar (Basic literacy) yakni keahlian seseorang yang pasti dan wajib

dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar.

2. Keahlian teknik (Technical skill) yakni keahlian seseorang dalam pengembangan

teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara cepat, mengoperasikan komputer.

3. Keahlian interpersonal (Interpersonal skill) yakni kemampuan seseorang secara

(36)

menjadi pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja

dalam satu tim.

4. Menyelesaikan masalah (problem solving) Menyelesaikan masalah adalah proses

aktifitas untuk menajamkan logika, berargumentasi dan penyelesaian masalah

serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan

menganalisis serta memilih penyelesaian yang baik.

2.1.3. Perilaku kerja

Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada dibelakang kinerja

kompeten. Sering dinamakan kompetensi perilaku karena dimaksudkan untuk

menjelaskan bagaimana orang berperilaku ketika mereka menjalankan perannya

dengan baik, Amstrong dan Baron dalam Widodo (2007). Perilaku apabila

didefenisikan sebagai kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai:

1. Memahami apa yang perlu dilakukan dalam bentuk: alasan kritis, kapabilitas

strategik, dan pengetahuan bisnis.

2. Membantu pekerjaan dilakukan melalui: dorongan prestasi, pendekatan proaktif,

percaya diri, kontrol, fleksibilitas, berkepentingan dengan efektivitas, persuasi dan

pengaruh.

3. Membawa serta orang dengan motivasi, keterampilan antar pribadi,

berkepentingan dengan hasil, persuasi dan pengaruh.

Sesungguhnya perilaku kerja merupakan salah satu variable yang berpengaruh

terhadap kualitas kinerja seseorang. Individu dengan kinerja tinggi sebenarnya

(37)

melakukan manajemen hukuman dan imbalan secara sistematik. Dengan demikian,

tugas organisasi adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melaksanakan

manajemen hukuman dan imbalan, sehingga menghasilkan perilaku kerja personel

yang diharapkan (Ilyas, 2002).

Perilaku manusia, menurut Maslow adalah merupakan gambaran dari

kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Dan secara konstan manusia akan berperilaku

untuk memenuhinya. Termasuk dalam wujud pengembangan diri, sebagai contoh:

bila seorang kepala puskesmas berhadapan dengan staf puskesmas yang bertugas

dalam penanggulangan kasus malaria maka kepala puskesmas memiliki ekspektansi

agar staf tersebut menjalankan tugasnya dengan baik dan memahami bahwa tugasnya

berkaitan dengan kepentingan bersama (yang merupakan pemenuhan kebutuhan akan

rasa aman atau bisa pula merupakan kebutuhan saling memiliki) namun sebaliknya

ekspektansi staf puskesmas tersebut adalah untuk mendapatkan imbalan untuk

pemenuhan kebutuhan fisiologisnya. Menurut Maslow, kebutuhan ini walaupun

merupakan kebutuhan pre-potent namun dinamis dalam hubungan antara dua orang

yang berbeda kebutuhan pre-potent-nya.

Maslow bersama Mittlemann menulis beberapa buku diantaranya berjudul

Principles of Abnormal Psychology (1941), 'A Theory of Human Motivation' (1943)

dan sebuah buku lagi yang berjudul Eupsychian Management (1965). Menurut

Maslow manusia memiliki kebutuhan dasar yang manjadi motivator, yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs)

(38)

3. Kebutuhan merasa dimiliki dan memiliki (love needs and belongingness)

4. Kebutuhan harga diri (esteem needs)

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)

Perilaku kerja seorang petugas puskesmas dalam penanggulangan kasus

malaria ditujukan oleh menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat malaria.

Untuk itu perlu berbagai upaya perbaikan di berbagai hal, agar dapat memperbaiki

perilaku kerja petugas P2PM Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Nias Selatan.

Sejumlah ahli telah mendiskusikan pendekatan perilaku dalam mencapai

kinerja yang tinggi. Ken Blanchard dalam bukunya The One Minute Manager

mengembangkan instrument manajemen untuk meningkatkan kinerja personel.

Manager menilai kinerja personel pada saat tertentu, kemudian mengembangkan

rencana kinerja, memberikan umpan balik, imbalan dan hukuman yang sesuai dengan

keluaran dan kinerja personel (Ilyas, 2002).

Perilaku individu bersifat unik dan sangat personal. Kendati demikian,

seringkali perusahaan/instansi memberlakukan ketentuan umum terhadap semua

orang. Menurut Lindstone (1978), ini semata-mata untuk kemudahan saja

dibandingkan jika harus memberlakukan karyawan secara sendiri-sendiri. Padahal,

memperlakukan karyawan sebagai personel akan membawa keuntungan yang lebih

besar bagi karyawan. Merasa diperlakukan secara adil, dipuji, diberi penghargaan

(39)

Perilaku seorang plant manager yang dapat dipergunakan untuk evaluasi

kinerja adalah ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan bulanan atau gaya

kepemimpinan yang ditunjukkan. Perilaku seorang petugas puskesmas dalam

penanggulangan kasus malaria ditunjukkan dengan menurunnya angka kesakitan dan

kematian akibat malaria.

Model kompetensi menjelaskan perilaku-perilaku yang terpenting yang

diperlukan untuk kinerja unggul dalam posisi, peran atau fungsi spesifik, yang bias

terdiri dari beberapa atau berbagai kompetensi (Wibowo, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat

terhadap 1500 tenaga kerja dengan menggunakan instrument berisi 23 pertanyaan

sepuluh faktor-faktor di lingkungan kerja (dari mulai yang paling penting sampai

yang kurang penting) yang menimbulkan kepuasan kerja memperlihatkan hasil

sebagaimana yang dilaporkan oleh Sanzotte (1977) berikut ini:

Staf (White Collar) Pekerja Kasar (Blue Collar)

A. Pekerjaannya menantang A. Gaji yang tinggi

B. Kesempatan mengembangkan diri B. Cukup Sumberdaya dan Bantuan

C. Cukup Informasi C. Jaminan

D. Diberi Otoritas yang Cukup D. Cukup Informasi

E. Cukup Sumber Daya dan Bantuan E. Pekerjaannya menantang

F. Kolega sangat menolong F. Kolega sangat menolong

G. Melihat Hasil Sebagai Upaya Sendiri G. Tanggungjawab jelas

H. Supervisor berkompeten H. Melihat Hasil Sebagai Upaya Sendiri

I. Tanggungjawab jelas I. Diberi Otoritas yang Cukup

(40)

2.2. Sistem Imbalan/Kompensasi

Menurut Handoko (2001) imbalan atau kompensasi merupakan segala sesuatu

yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Bila kompensasi

yang diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi

untuk bekerja dengan lebih baik guna mencapai sasaran organisasi dan pribadinya.

Menurut Umar (2001) “mendefinisikan kompensasi sebagai sesuatu yang

diterima karyawan sebagai balas jasa kepada karyawan untuk kerja mereka”. Selain

itu menurut Sikula seperti yang dikutip dalam Mangkunegara (2005), Imbalan atau

kompensasi adalah sesuatu yang dianggap sebagai perimbangan.

Dalam dunia kerja, imbalan finansial adalah sumber daya yang diberikan

kepada karyawan sebagai balas jasa yang diberikannya. Dari beberapa pengertian

tentang kompensasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan

segala sesuatu (biasanya berupa uang) yang diberikan oleh perusahaan kepada

karyawan sebagai balas jasa atau penghargaan untuk kerja mereka.

Hasil penelitian Kusnanto (2005), tentang hubungan insentif dengan

kepuasan kerja dipuskesmas, bahwa persepsi tentang pembagian insentif yang

berhubungan secara signifikan (p<0,05). Menurut Handerson dikutip Handoko

(2001), menyatakan bahwa segala bentuk imbalan/insentif beberapa karyawan

menjadi sangat penting sangat tergantung dari persepsi karyawan itu sendiri.

Pembagian insentif di puskesmas dipersepsikan baik menunjukan bahwa pembagian

(41)

2.2.1. Jenis-jenis Imbalan/Kompensasi

Menurut Simamora (2002) pada umumnya komponen kompensasi dapat

dibagi menjadi: kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) dan

kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation).

Kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) terdiri dari

bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus dan

kompensasi. Kompensasi financial tidak langsung (indirect financial compensation)

yang disebut dengan tunjangan meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup

dalam kompensasi langsung”. Kompensasi nonfinansial (nonfinancial compensation)

terdiri atas kepuasan kerja yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri, atau

dari lingkungan psikologis di mana orang itu bekerja. Tipe kompensasi nonfinansial

meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugas yang signifikan yang

berhubungan dengan pekerjaan.

2.2.2. Tujuan Sistem Imbalan/Kompensasi

Menurut Simamora (2002), pemberian kompensasi dalam suatu organisasi

harus diatur sedemikian rupa sehingga merupakan sistem yang baik dalam organisasi.

Secara umum, tujuan pemberian imbalan atau kompensasi adalah:

Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada organisasi/

perusahaan sebagai berikut di bawah ini :

a. Mendapatkan karyawan berkualitas baik

b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang

(42)

d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek hukumnya

e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing/kompetitor (Handoko, 2001).

Dengan sistem imbalan/kompensasi yang baik akan dicapai tujuan-tujuan,

antara lain sebagai berikut :

a. Menghargai prestasi kerja, dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah

suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya.

Selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku atau perfomance karyawan sesuai

yang diinginkan organisasi.

b. Menjamin keadilan, dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin

terjadinya keadilan di antara karyawan dalam organisasi. Masing-masing

karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan dan

prestasi kerjanya.

c. Mempertahankan karyawan, dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan

akan betah atau bertahan bekerja pada organisasi itu. Hal ini berarti mencegah

keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

d. Memperoleh karyawan yang bermutu, dengan memperoleh kompensasi yang baik

akan menarik lebih banyak calon karyawan. Dengan banyaknya pelamar atau

calon karyawan akan lebih banyak mempunyai peluang untuk memilih karyawan

yang bermutu tinggi.

e. Pengendalian biaya, dengan sistem pemberian kompensasi yang baik, akan

mengurangi seringnya melakukan rekrutmen, sebagai akibat dari makin seringnya

(43)

berarti penghematan biaya untuk rekrutmen dan seleksi untuk calon karyawan

baru.

f. Memenuhi peraturan-peraturan, Sistem administrasi kompensasi yang baik

merupakan tuntutan dari pemerintah (hukum). Suatu organisasi yang baik dituntut

adanya sistem administrasi kompensasi yang baik pula.

Menurut Mangkunegara (2005), gaji sebagai imbalan merupakan penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan terhadap keluarga. Walaupun gaji bukan merupakan

satu-satunya motivasi karyawan dalam berprestasi tetapi dapat dikatakan bahwa gaji

merupakan salah satu motivasi penting yang ikut mendorong karyawan untuk

berprestasi sehingga tinggi rendahnya gaji yang diberikan akan mempengaruhi

kinerja maupun kesetiaan karyawan terhadap perusahaan.

2.3. Kinerja

Kinerja adalah sebua

yang menterjemahkan kata dari bahasa asing

Pengertian Kinerja dalam

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau

memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu

sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga

yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda–tanda peringatan adanya kinerja

(44)

Menurut Mangkunegara (2000) “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseora

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Kemudian menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003) “Kinerja seseorang merupakan

kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil

kerjanya”. Hasibuan (2001) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu

hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan

kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta

waktu”.

Menurut Whitmore (1997) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang

dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran

umum keterampilan”. Menurut Cushway (2002) “Kinerja adalah menilai bagaimana

seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”. Menurut

Rivai (2004), mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang

ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan ole

dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Mathis dan Jackson Terjemahaan

Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001) “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.

Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997) “kinerja adalah pelaksanaan

fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu

pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus

(45)

pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu

organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu

kebijakan operasional.

Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki

kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a)

berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berpengendalian diri, (d)

kompetensi.

Menurut Mathis dan Jackson (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja individu tenaga kerja, yaitu: (1) kemampuan mereka, (2) motivasi, (3)

dukungan yang diterima, (4) keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan (5)

hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, kinerja

merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun

kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami

atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

Menurut Mangkunegara (2000), menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi kinerja antara lain : (a) faktor kemampuan secara psikologis

kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan

realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang

sesuai dengan keahlihannya, (b) faktor motivasi, terbentuk dari sikap (attiude)

seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan

(46)

mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha

mencapai potensi kerja secara maksimal.

Mc Clelland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001), berpendapat bahwa

“Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif

berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam

diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar

mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc.

Clelland, mengemukakan 6 (enam) karakteristik dari seseorang yang memiliki motif

yang tinggi yaitu : (1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi, (2) Berani mengambil

risiko, (3) Memiliki tujuan yang realistis (4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh

dan berjuang untuk merealisasi tujuan, (5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit

dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, (6) Mencari kesempatan untuk

merealisasikan rencana yang telah diprogamkan.

Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :

(1) Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman

kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.

(2) Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan

kerja

(3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem

penghargaan (reward system).

Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor

(47)

adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada

dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika

pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat

diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut

Bernardin dan Russel (1993) “ A way of measuring the contribution of individuals to

their organization “. Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu

(karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.

Menurut Wahyudi (2002) “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang

dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang

tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya”. Sedangkan menurut Simamora

(2002) “ penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk

mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.

Menurut Alwi (2001) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai

suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat evaluation harus

menyelesaikan : (1) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi

(2) Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision (3) Hasil penilaian digunakan

sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development

penilai harus menyelesaikan: (1) Prestasi riil yang dicapai individu (2) Kelemahan-

kelemahan individu yang menghambat kinerja (3) Prestasi- pestasi yang

(48)

Manfaat Penilaian Kinerja Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu

yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara

terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah :

1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi

2. Perbaikan kinerja

3. Kebutuhan latihan dan pengembangan

4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,

pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja.

5. Untuk kepentingan penelitian pegawai

6. Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai

Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2003), indikator

kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat

pencapaia suatu kegiatan yang telah ditetapkan dengan dikategorikan dalam beberapa

kelompok antara lain :

a. Masukan (input) adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan

program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber

daya manusia, dana, material, waktu, dan lain sebagainya.

b. Keluaran (output) adalah sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan atau non fisik)

sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dari program berdasarkan

masukan yang digunakan.

c. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran

(49)

setiap masyarakat, produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan

masyarakat.

d. manfaat (benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan

langsung oleh masyarakat,dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses

oleh publik.

e. Dampak (impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan

atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator

dalam suatu kegiatan.

Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengidentifikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Penetapan

indikator harus di dasarkan pada perkiraan yang nyata dengan memperhatikan tujuan

dan sasaran yang ditetapkan serta data dana pendukung yang harus diorganisasi.

Indikator kinerja yang dimaksud hendaknya:

1. Spesifik dan jelas

2. Dapat diukur secara objektif

3. Relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai

4. Tidak bias

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan

kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok

dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau

(50)

2.4. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Pusat Kesehatan Masyarakat disingkat dengan Puskesmas, adalah organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,

terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta

aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan

kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang

optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan

Puskesmas umumnya berada di bawah Dinas Kesehatan

Puskesmas adalah organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang memiliki

3 fungsi yaitu sebagai:

1. Pusat pembangunan berwawasan kesehatan

2. Pusat pengembangan masyarakat

3. Pusat pelayanan kesehatan dasar

Untuk menjalankan fungsinya tersebut, Puskesmas menyelenggarakan

pelayanan kesehatan dasar yang disebut sebagai upaya kesehatan wajib (basic six),

yaitu:

1. Promosi kesehatan

2. Kesehatan lingkungan

3. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB)

(51)

5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

6. Pengobatan

Penanggulangan malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten menjadi tanggung

jawab Sub-dinas Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) dan di

puskesmas penanggulangan malaria juga menjadi tanggung jawab unit

Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular (P2PM) bekerjasama dengan unit

promosi kesehatan, Kesehatan Lingkungan dan unit Pengobatan. Puskesmas juga

menyelenggarakan 9 (sembilan) upaya kesehatan pengembangan yaitu:

1. Usaha Kesehatan Sekolah

2) Kesehatan Olahraga

3) Perawatan Kesehatan Masyarakat

4) Kesehatan Kerja

5) Kesehatan Gigi dan Mulut

6) Kesehatan Jiwa

7) Kesehatan Mata

8) Kesehatan Lanjut Usia

9) Pengobatan Tradisional

Satuan penunjang puskesmas terdiri dari 3 bagian yakni :

1) Puskesmas Pembantu

2) Puskesmas Keliling

(52)

Puskesmas pembantu adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan

berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan

puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. Sedangkan puskesmas

keliling adalah unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan

bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang

berasal dari puskesmas, memberi pelayanan kesehatan daerah terpencil, melakukan

penyelidikan KLB, transport rujukan pasien dan penyuluhan kesehatan dengan

audiovisual dan bidan desa bertugas di desa yang belum memiliki fasilitas

pelayanan kesehatan dan bertanggung jawab kepada kepala puskesmas, membina

PSM, memberikan pelayanan dan menerima rujukan dari masyarakat.

2.5. Penanggulangan Malaria 2.5.1. Penyakit Malaria

Istilah malaria memiliki berbagai pengertian sesuai dengan perspektif yang

dipergunakan :

1. Malaria adalah istilah generik yang sering dipergunakan untuk protozoa gen

Plasmodium, biasanya sebagai bagian dari istilah kombinasi ”parasit malaria”.

Penyebaran malaria adalah suatu istilah yang menggunakan definisi ini .

2. Malaria adalah penyakit yang terjadi akibat parasit gen plasmodium dalam darah

atau jaringan.

3. Malaria adalah masalah kesehatan masyarakat yang terdiri dari berbagai efek

(53)
[image:53.612.230.405.115.320.2]

Gambar 1. Plasmodium Malaria (Sumber: Haryanto P.N, 2000)

Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui

gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di

wilayah tropik, misalnya di Amerika Selatan, Asia dan Afrika. Ada empat tipe

plasmodium parasit yang dapat menginfeksi manusia, namun yang seringkali ditemui

pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium valciparum and Plasmodium vivax.

Lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae (Depkes, 2005).

Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan

yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita

seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak

pucat/anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh/pekat karena

mengandung Hemoglobin (Hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami

(54)

perasaan tiba-tiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian

munculnya demam dan banyak berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini

berlangsung tiap dua hari. Diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat

seperti sediakala. Pada usia anak-anak serangan malaria dapat menimbulkan gejala

aneh, misalnya menunjukkan gerakan/postur tubuh yang abnormal sebagai akibat

tekanan rongga otak. Bahkan lebih serius lagi dapat menyebabkan kerusakan otak.

Berkaitan

Gambar

Gambar 1. Plasmodium Malaria (Sumber: Haryanto P.N, 2000)
Gambar 2. Kerangka Konsep
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 No Kecamatan Puskesmas Luas Jumlah Kepadatan
Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan pada Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008    Perawat Farmasi Gizi Teknisi Sanitasi Kesmas jumlah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan yang berupa pengetahuan kesadaran, pengetahuan pemahaman dan pengetahuan prinsip dasar petugas kesehatan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan bersama-sama variabel kompetensi, imbalan dan tingkat pendidikan terhadap kinerja karyawan serta

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan bersama-sama variabel kompetensi, imbalan dan tingkat pendidikan terhadap kinerja karyawan serta

Puji dan syukur kepada Tuhan YME karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di Puskesmas Kabupaten

mempengaruhi kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus. malaria di puskesmas Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penghargaan finansial dan penghargaan non finansial terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja sebagai variabel

Kompetensi Petugas Rekam Medisdi Puskesmas Wilayah Kota Bima N=38 Kompetensi Petugas Rekam Medis n % Profesionalisme yang Luhur, Etika dan Legal Baik Cukup 21 55.3 17 44.7 Mawas