PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN
MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DI KABUPATEN NIAS SELATAN
TESIS
OLEH:
SRIMAWARNI DACHI 077012023/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN
MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DI KABUPATEN NIAS SELATAN
TESIS
Diajukan Sebagai salah satu syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
SRIMAWARNI DACHI 077012023/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM
PENANGGULANGAN MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DIKABUPATEN NIAS SELATAN
Nama Mahasiswa : Srimawarni Dachi Nomor Induk Mahasiswa : 077012023
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (dr. Surya Dharma, M.P.H) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S ) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada tanggal : 28 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : dr. Surya Dharma, M.P.H
PERNYATAAN
PENGARUH KOMPETENSI DAN SISTEM IMBALAN TERHADAP KINERJA PETUGAS P2PM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN
MALARIA MELALUI KEGIATAN SURVEILANS DI KABUPATEN NIAS SELATAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2010 Penulis
ABSTRAK
Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah endemis malaria yang mengalami fluktuasi kejadian malaria, terutama pasca bencana alam gempa bumi tahun 2005. Tahun 2008 tercatat malaria klinis 15.543 kasus dan malaria positif 320 kasus. Indikator keberhasilan penanggulangan malaria salah satunya adalah pelaksanaan program surveilans malaria oleh petugas P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) puskesmas. Di Nias Selatan kinerja petugas P2PM dinilai masih rendah yang tercermin dari kualitas laporan tahun 2008 hanya 52% yang lengkap dan ditemukannya error rate dalam mengidentifikasi hasil diagnosis laboratorium lebih dari 5%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di Kabupaten Nias Selatan. Penelitian ini menggunakan jenis survei eksplanatori. Populasi adalah seluruh staf puskesmas yang berfungsi sebagai petugas P2PM di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan yang terdiri atas 21 puskesmas dengan petugas P2PM berjumlah 49 orang yang seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara keterampilan, perilaku kerja, imbalan finansial, imbalan non finansial terhadap kinerja petugas P2PM Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas adalah perilaku kerja dengan nilai koefisien B = 5,732.
Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, perlu meningkatkan imbalan finansial dan non finansial kepada petugas P2PM puskesmas agar kinerja petugas P2PM puskesmas lebih baik, melaksanakan pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas kinerja petugas P2PM puskesmas dan mengalokasikan anggaran untuk menjamin keberlangsungan kegiatan surveilans penyakit malaria.
ABSTRACT
Nias Selatan District is considered as malaria endemic area given fluctuating malaria cases, especially after the earthquake in 2005. In 2008, 15,543 cases of clinically found and out of it 320 cases were laboratory. One of successful of malaria prevention indicators is the implementation of surveillance of malaria by P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) officers. Prior to this study, the officers performance was low as it reflected in the quality of health center report to Nias Selatan District Health Office. Only 52% of the report completed and error rate was more than 5%.
The objective of this study was to analyze the influence of competency (knowledge, skill and working attitude) and the reward system (financial and non-financial) on the performance of P2PM Health Centre officers, mainly in handling and preventing the malaria diseases by surveillance activities in Nias Selatan District. This research adopted explanatory survey. The population were all of health center officers serving as P2PM officers in 21 health centres in Nias Selatan District counted for 49 personnels and all of them were selected as sample (total sampling). The data were collected by interview based on questionnaire. Data analysis was done by using multiple linear regression test.
The result showed that there were significant influence between skill, serving attitude, financial reward, non-financial reward on the performance of P2PM officers of health centre in the working area of the Nias Selatan District Health Office. The most influencing variable was serving attitude with the coefficient of B= 5.732.
It is suggested to the Nias Selatan District Health Office to provide better financial and non-financial rewards to P2PM Health Centre officers, to motivate them improving their performance. It is also suggested to provide specific training to improve their quality of service as P2PM officers, and allocate reasonable budget to assure sustainability of malaria surveillance activities.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat karuniaNya penulis telah
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Kompetensi dan Sistem Imbalan
terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas dalam Penanggulangan Malaria Melalui
Kegiatan Surveilans di Kabupaten Nias Selatan”
Dalam menyusun tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc
(CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan kepada Dr. Drs.
Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara dan selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara serta kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Surya Dharma, M.P.H selaku anggota
Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan
pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunann tesis
ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Endang Sulistyarini, S.E, M.Si
selaku Ketua Komisi Pembanding dan dr. Heldy B.Z., M.P.H selaku anggota Komisi
Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada Pemda Kabupaten Nias
Selatan yang telah memberikan ijin belajar. Demikian juga dengan Kepala Dinas
Kesehatan Nias Selatan yang telah memberikan rekomendasi untuk melakukan
penelitian di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan.
Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada
orang tua penulis, abang, kakak dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan
dukungan moril dalam penulisan tesis ini.
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, September 2010 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Srimawarni Dachi dilahirkan di Teluk Dalam pada tanggal 29 September
1979, anak kedelapan dari delapan bersaudara. Anak dari bapak F. Dachi dan ibu (†)
N. Dachi.
Memulai pendidikan di SD Inpres Teluk Dalam, Nias Selatan, dan lulus tahun
1992, melanjutkan pendidikan di SMPN-1 Teluk Dalam, Nias Selatan, dan lulus
tahun 1995. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA St. Xaverius Gunung Sitoli,
Kabupaten Nias dan lulus tahun 1998. Selanjutnya meneruskan pendidikan Diploma
III di Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan St. Carolus, Jakarta, lulus tahun 2001. Pada
tahun 2004 melanjutkan Program studi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 2007. Saat ini sedang mengikuti Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Penulis bekerja sebagai staf Rumah Sakit Umum Gunung Sitoli, Kabupaten
Nias pada tahun 2001-2003. Staf Puskesmas Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan
pada tahun 2003-2004. Tugas belajar PHP II Program S1 Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2004-2007. Staf Dinas
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Hipotesis ... 7
1.5. Manfaat Penelitan ... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSATAKA... 8
2.1. Kompetensi ... 8
2.1.1. Pengetahuan ... 13
2.1.2. Keterampilan ... 17
2.1.3. Perilaku Kerja ... 18
2.2. ...Sistem Imbalan/Kompensasi... 21
2.2.1. Jenis-jenis Imbalan ... 23
2.2.2. Tujuan Sistem Imbalan/Kompensasi ... 24
2.3. ...Kinerja ...26
2.4. ...Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ... 32
2.5. ...Penang gulangan Malaria ... 35
2.5.1. Penyakit Malaria... 35
2.5.2. Klasifikasi Malaria ... 37
2.5.3. Aspek Penanggulangan Malaria dengan Surveilans... 39
2.6. Landasan Teori ... 48
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 52
3.1. ...Jenis Penelitian ... 52
3.2. ...Lokasi dan Waktu Penelitian... 52
3.3. Populasi dan Sampel ... 53
3.4. ...Metode Pengumpulan Data... 53
3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 54
3.5.1. Variabel Penelitian ... 54
3.5.2 Definisi Operasional. ... 55
3.6. ...Metode Pengukuran ... 56
3.7. ...Metode Analisis Data... 59
BAB 4 HASIL ... 61
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 61
4.1.1 Letak Geografis ... 61
4.1.2 Demografi ... 61
4.1.3 Topografi dan Klimatologi ... 63
4.1.4 Tenaga Kesehatan Kesehatan ... 64
4.1.4 Jumlah Penderita Malaria ... 66
4.2. Analisis Univariat ... 68
4.2.1.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kompetensi Kerja Petugas P2PM Puskesmas... 68
4.2.2. ...Dis tribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sistem Imbalan Petugas P2PM Puskesmas... 71
4.2.3. ...Dis tribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas ... 73
4.3. Analisis Bivariat ... 74
4.3.1. ...Hu bungan Kompetensi dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan ... 74
4.4. Analisis Multivariat ... 78
BAB 5 PEMBAHASAN ... 81 5.1.Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Nias Selatan ... 81 5.2.Pengaruh Kompetensi dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan ... 84 5.3.Pengaruh Sistem Imbalan terhadap Kinerja Petugas P2PM
Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan... 93
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 99 6.1.
Kesimpulan ... 99 6.2. ...Saran
100
DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN... 104
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Bebas) dan Dependen (Terikat)... 59
4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 62
4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Pada Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 66
4.3 Presentasi Penderita Malaria yang Diobati di Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2008 ... 68 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Petugas
4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keterampilan Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 70 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Kerja Petugas
P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 71 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Imbalan Finansial Pada
Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 72
4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Imbalan Non Finansial Pada Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 73 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas P2PM
Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 73
4.10 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 75 4.11 Tabulasi Silang Variabel Keterampilan dengan Kinerja Petugas P2PM
Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 75
4.12 Tabulasi Silang Variabel Perilaku Kerja dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010... 76
4.13 Tabulasi Silang Variabel Imbalan Finansial dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 77
4.14 Tabulasi Silang Variabel Imbalan Non Finansial dengan Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, Tahun 2010 ... 78
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Plasmodium Malaria ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1...Kuesion er Penelitian... 104
2...Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner... 112
3...Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner ... 118
4...Hasil Pengolahan Data Statistik ... 121
5...Surat Permohonan Ijin Penelitian... 128
6...Surat rekomendasi melaksanakan penelitian ... 129
ABSTRAK
Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah endemis malaria yang mengalami fluktuasi kejadian malaria, terutama pasca bencana alam gempa bumi tahun 2005. Tahun 2008 tercatat malaria klinis 15.543 kasus dan malaria positif 320 kasus. Indikator keberhasilan penanggulangan malaria salah satunya adalah pelaksanaan program surveilans malaria oleh petugas P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) puskesmas. Di Nias Selatan kinerja petugas P2PM dinilai masih rendah yang tercermin dari kualitas laporan tahun 2008 hanya 52% yang lengkap dan ditemukannya error rate dalam mengidentifikasi hasil diagnosis laboratorium lebih dari 5%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di Kabupaten Nias Selatan. Penelitian ini menggunakan jenis survei eksplanatori. Populasi adalah seluruh staf puskesmas yang berfungsi sebagai petugas P2PM di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan yang terdiri atas 21 puskesmas dengan petugas P2PM berjumlah 49 orang yang seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Data dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara keterampilan, perilaku kerja, imbalan finansial, imbalan non finansial terhadap kinerja petugas P2PM Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas adalah perilaku kerja dengan nilai koefisien B = 5,732.
Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, perlu meningkatkan imbalan finansial dan non finansial kepada petugas P2PM puskesmas agar kinerja petugas P2PM puskesmas lebih baik, melaksanakan pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas kinerja petugas P2PM puskesmas dan mengalokasikan anggaran untuk menjamin keberlangsungan kegiatan surveilans penyakit malaria.
ABSTRACT
Nias Selatan District is considered as malaria endemic area given fluctuating malaria cases, especially after the earthquake in 2005. In 2008, 15,543 cases of clinically found and out of it 320 cases were laboratory. One of successful of malaria prevention indicators is the implementation of surveillance of malaria by P2PM (Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular) officers. Prior to this study, the officers performance was low as it reflected in the quality of health center report to Nias Selatan District Health Office. Only 52% of the report completed and error rate was more than 5%.
The objective of this study was to analyze the influence of competency (knowledge, skill and working attitude) and the reward system (financial and non-financial) on the performance of P2PM Health Centre officers, mainly in handling and preventing the malaria diseases by surveillance activities in Nias Selatan District. This research adopted explanatory survey. The population were all of health center officers serving as P2PM officers in 21 health centres in Nias Selatan District counted for 49 personnels and all of them were selected as sample (total sampling). The data were collected by interview based on questionnaire. Data analysis was done by using multiple linear regression test.
The result showed that there were significant influence between skill, serving attitude, financial reward, non-financial reward on the performance of P2PM officers of health centre in the working area of the Nias Selatan District Health Office. The most influencing variable was serving attitude with the coefficient of B= 5.732.
It is suggested to the Nias Selatan District Health Office to provide better financial and non-financial rewards to P2PM Health Centre officers, to motivate them improving their performance. It is also suggested to provide specific training to improve their quality of service as P2PM officers, and allocate reasonable budget to assure sustainability of malaria surveillance activities.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai
negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World
Malaria Report 2005 bahwa hingga tahun 2005 malaria masih menjadi masalah
kesehatan utama di 107 negara di dunia. Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500
juta orang setiap tahunnya dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1 juta
orang setiap tahunnya. Diperkirakan sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis
malaria. Malaria juga menyebabkan negara kehilangan 12 % dari pendapatan nasional
untuk menanggung biaya penanggulangan malaria.
Secara etiologi malaria merupakan penyakit berbasis lingkungan yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium dan menyerang semua kelompok umur, ras,
jenis kelamin, golongan ekonomi. Malaria juga terdapat hampir di seluruh belahan
dunia, khususnya Afrika dan Asia (Depkes RI, 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih tergolong berisiko
terhadap serangan penyakit malaria. Tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria
klinis, dan menurun pada tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita
positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman malaria) tahun
2006 sebanyak 350.000 kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311.000 kasus (Depkes
Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia (2008), dari 576 Kabupaten/Kota
yang ada, 424 Kabupaten/Kota (73,6%) diantaranya endemis malaria. Sebanyak 6
propinsi dinyatakan endemis tinggi (Annual Parasite Incidence/API > 5/1.000
penduduk), yaitu: propinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera
Utara (Nias, Nias Selatan, Madina, Labuhan batu, Asahan, Tapanuli selatan) dan
Nusa Tenggara Timur (NTT), sedangkan daerah yang termasuk daerah endemis
sedang (API 1-5/1.000 penduduk) Aceh, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jambi,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan yang
termasuk daerah endemis rendah (API 0-1/1.000 penduduk) yakni Jawa Barat, dan
sebagian daerah di Jawa, Kalimantan serta Sulawesi, serta daerah non endemis atau
tanpa penularan malaria, DKI Jakarta, Bali dan Barelang Binkar.
Malaria masih menjadi masalah kesehatan yang utama di provinsi Sumatera
Utara. Berdasarkan hasil laporan Dinas Kesehatan Sumatera Utara, terdapat 6
kabupaten yang dinyatakan endemik malaria, yaitu: Nias, Nias Selatan, Madina,
Labuhan batu, Asahan dan Tapanuli Selatan. Rata-rata terjadi 50.000 kasus malaria
klinis/tahun, 9-10 orang meninggal setiap tahun (Dinkes Sumut, 2009).
Kabupaten Nias Selatan adalah salah satu kabupaten yang dinyatakan
endemik malaria. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2008),
diketahui bahwa malaria tersebar di 21 kecamatan yang meliputi 2 kelurahan dan 346
desa. Kabupaten Nias Selatan juga mengalami fluktuasi kejadian malaria. Pada tahun
2004 terdapat kasus malaria klinis sebanyak 10.133 kasus (3,63 %). Pada tahun 2005
yaitu, sebanyak 30.125 kasus (10,69%), namun menurun lagi pada tahun 2006, yaitu
sebanyak 17.525 kasus malaria klinis (6,18 %). Pada tahun 2007 penderita malaria
klinis meningkat lagi menjadi 19.379 kasus (6,27 %) dan menurun kembali pada
tahun 2008, yaitu 15.543 kasus malaria klinis ( 4,60 %).
Tingginya angka kejadian penyakit malaria menyebabkan perlunya upaya
penanggulangan secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif, preventif, dan
kuratif, hal ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB). Untuk mencapai hasil yang optimal upaya
tersebut harus dilakukan dengan berkualitas dan terintegrasi dengan program lainnya.
Untuk mendukung upaya menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria
tersebut, pemerintah telah mencanangkan berbagai program penanggulangan malaria,
salah satunya adalah surveilans malaria. Kegiatan ini bertujuan melakukan
pemantauan kejadian malaria secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal ini penting
agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan yang tepat dalam penanggulangan
malaria (Depkes RI, 2008).
Program surveilans malaria merupakan kegiatan yang terus menerus dan
teratur dalam pengumpulan, pengolahan dan analisa data, pelaporan, visualisasi data,
tindakan saat terjadi peningkatan kasus dan peningkatan jenjang kemitraan. Salah
satu indikator keberhasilan dalam penanggulangan malaria adalah keberhasilan
pelaksanaan program surveilans malaria yang didasarkan pada kinerja secara
berkualitas ditandai dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat
surveilans di indikasikan dari cakupan penemuan kasus yang bersifat pasif (passive
case detection), dan penemuan kasus secara aktif.
Kinerja petugas puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan
surveilans malaria di seluruh wilayah kerja dinas kesehatan Kabupaten Nias Selatan
dinilai masih rendah. Keadaan ini tercermin dari rendahnya kualitas laporan yang
dikirim ke dinas kesehatan, hanya 52% yang lengkap, kemudian masih ditemukan
error rate dalam mengindentifikasi hasil diagnosis laboratorium lebih dari 5%.
(Dinkes Nias Selatan, 2007).
Menurut Wirawan (2009), Kinerja mempunyai hubungan kausal dengan
kompetensi (competency atau ability). Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi,
sikap dan tindakan. Kompetensi melukiskan karakteristik pengetahuan, keterampilan,
perilaku dan pengalaman untuk melakukan suatu pekerjaan atau peran serta tertentu
secara efektif. Selanjutnya menurut Wirawan, upah merupakan tolok ukur kinerja
karyawan, upah diberikan setelah karyawan menghasilkan kinerja tertentu. Harapan
organisasi dikemukakan dalam bentuk deskripsi tugas (job description) jika seorang
karyawan menghasilkan kinerja yang diharapkan manajemen, ia akan mendapat
kompensasi tertentu. Dalam waktu tertentu ia akan mendapat kenaikan kompensasi
tertentu jika memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan manajemen organisasi. Bagi
karyawan, upah menentukan standart dan kualitas hidupnya. Upah merupakan ukuran
tenaga, pikiran, waktu, resiko kerja, dan kinerja yang ia berikan kepada majikannya.
Beberapa penelitian yang menunjukkan ada pengaruh kompetensi dan sistem
imbalan terhadap kinerja. Penelitian Surbagus dan Handono (2008) yang
dilaksanakan di Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Kota Baru Kalimantan
Selatan, menunjukkan bahwa kinerja petugas kesehatan dipengaruhi oleh kompetensi
sumber daya manusia, indikasi terlihat lihat dari 75,2% petugas dengan kinerja baik
memiliki pengetahuan yang baik.
Penelitian Rusdi Pinem (2002) menunjukkan bahwa pelaksanaan pelatihan
petugas malaria dapat meningkatkan kemampuan teknis petugas malaria tentang
diagnosa malaria dan pemeriksaan sediaan darah serta penerapan standar klinis
malaria dan penanggulangan malaria. Sama halnya dengan penelitian Adib, Nugroho dan Surahyo (2007) yang dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa untuk peningkatan koordinasi kerja Dinas Kesehatan diperlukan keterampilan memanfaatkan dan mengelola sistem intranet termasuk prosedur tetap dan sistem penghargaan berupa
uang lembur, sertifikat, dan angka kredit.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Prawirosentono (1999) yang mengemukakan
bahwa kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang
tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai
harapan masa depan. Sama halnya dengan pendapat Gibson (1987), Mangkunegara
(2001), Umar (2002), bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan
adalah imbalan, jaminan sosial, pendidikan, pengalaman, keterampilan, sarana dan
Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi,
yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu, senada dengan
Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan
pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang
tidak diberi.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, perlu dilakukan studi tentang
pengaruh kompetensi dan sistem imbalan terhadap kinerja petugas Pemberantasan
dan Pencegahan Penyakit Menular (P2PM) puskesmas dalam penanggulangan
malaria melalui kegiatan surveilans di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Nias Selatan, sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk meningkatkan
upaya penanggulangan malaria di seluruh wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Nias Selatan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku
kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas
P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompetensi
(pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan sistem imbalan (finansial dan non
finansial) terhadap kinerja petugas P2PM puskesmas dalam penanggulangan malaria
melalui kegiatan surveilans di Kabupaten Nias Selatan.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku kerja) dan
sistem imbalan (finansial dan non finansial) terhadap kinerja petugas P2PM
puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans di Kabupaten
Nias Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis yaitu dapat memperkaya konsep pedoman penanggulangan
malaria.
2. Manfaat praktis yaitu,
a. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan dalam upaya
memberhasilkan penanggulangan malaria yang efektif di unit pelayanan
kesehatan setingkat puskesmas.
b. Sebagai masukan bagi petugas tenaga P2PM program malaria di Puskesmas
dalam memberhasilkan penanggulangan malaria yang efektif.
c. Sebagai sarana perbandingan bagi peneliti dalam mengembangkan pengetahuan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kompetensi
Kompetensi sangat diperlukan dalam setiap proses sumber daya manusia,
seleksi karyawan, manajemen kinerja, perencanaan dan sebagainya. Kompetensi
adalah suatu kemampuan umtuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau
tugas yang dilandasi atas dasar keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh
sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi
menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme
dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu bidang yang terpenting, sebagai unggulan
bidang tersebut (Wibowo, 2007).
Menurut Spencer dan Spencer dalam Wibowo (2007), Menyatakan bahwa
kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara
berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu
cukup lama. Selanjutnya Spencer mengemukakan terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai berikut:
a. Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat
mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka kreatif dan
inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda
b. Keterampilan
Keterampilan memainkan peran dikebanyakan kompetensi. Dengan
memperbaiki keterampilan petugas penanggulangan malaria, maka petugas
puskesmas akan meningkat kecakapannya dalam kompetensi tentang
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, pelaporan, visualisasi data,
tindak lanjut dan jejaring.
c. Pengalaman
Pengalaman merupakan elemen kompetensi yang perlu, tetapi untuk menjadi
ahli tidak hanya cukup dengan pengalaman.
d. Karakteristik pribadi
Kepribadian tidak cenderung berubah dengan mudah. Tidaklah bijaksana
untuk mengharapkan orang memeperbaiki kompetensinya dengan mengubah
kepribadiannya.
e. Motivasi
Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah, dengan
memberikan dorongan, apresiasi terhadap petugas/staf puskesmas, pengakuan dan
perhatian individual dari atasan yang mempunyai pengaruh positif terhadap
motivasi seorang staf puskesmas.
f. Isu emosional
Mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan akan memperbaiki
pekerja mengatasi hambatan emosional tanpa bantuan banyak diantaranya
dianggap tabu dalam lingkungan kerja.
g. Kemampuan intelektual
Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual
dan pemikiran analitis.
h. Budaya organisasi
Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam
kegiatan sebagai berikut: Praktek rekrutmen dan seleksi, Sistem penghargaan,
Praktek pengambilan keputusan, Filosofi organisasi, visi dan nilai-nilai, kebiasaan
dan prosedur, komitmen pada pelatihan dan pengembangan dan proses
organisasional.
Menurut Spencer dan Spencer dalam Wibowo (2007) tingkatan kompetensi
dikelompokkan dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1)Behavioral Tools
- Knowledge, merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang tertentu,
misalnya membedakan antara dokter senior dan junior.
- Skill, merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan baik.
Misalnya memberikan pengobatan yang efektif, menghindari pasien dari
2) Image Attribute
- Social role, merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh kelompok
sosial atau organisasi. Misalnya menjadi pemimpin atau pengikut, menjadi
agen perubahan atau menolak perubahan.
- Self image, merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas,
kepribadian, dan harga dirinya. Misalnyamelihat dirinya sebagai pengembang
atau manajer berada diatas ”fast track”.
3)Personal Charasteristic
- Traits, merupakan aspek tipikal berperilaku. Misalnya menjadi pendengar yang
baik.
- Motive, merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang
tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya ingin mempengaruhi perilaku
orang lain untuk kebaikan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2005) kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan), Oleh karena itu
pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Menurut Robbins dan Coulter (2000) ability (kemampuan, kecakapan,
ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk
melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak
lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek. Dari pengertian-pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi
latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan
melalui tindakannya. Lebih lanjut Robbins dan Coulter menyatakan bahwa
kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:
1. Kemampuan intelektual (Intelectual ability) merupakan kemampuan melakukan
aktifitas secara mental.
2. Kemampuan fisik (physical ability) yakni kemampuan melakukan aktifitas
berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.
Menurut Mathis dan Jackson (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja individu tenaga kerja, yaitu:
1. Kemampuan mereka
2. Motivasi
3. Dukungan yang diterima
4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
5. Hubungan mereka dengan organisasi
Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan kerja.
Kemampuan dipengaruhi oleh proses belajar. Apabila karyawan tidak mempunyai
kemampuan yang cukup dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan, maka
pekerjaan tersebut tidak akan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Sebaliknya, jika karyawan mempunyai kemampuan yang cukup, maka
Ada 7 (tujuh) dimensi kemampuan non fisik yang paling penting, yaitu:
1. Kemampuan berhitung
2. Pemahaman Verbal
3. Kecepatan perseptual
4. Penalaran induktif
5. Penalaran deduktif
6. Visualisasi ruang
7. Ingatan (memori).
Diperlukan pengujian (tes) yang mengukur dimensi kemampuan
intelektual (kecerdasan khusus) dan merupakan peramal yang kuat bagi kinerjanya.
Oleh karena itu, kinerja sangat penting mendapat perhatian dan diketahui, baik oleh
pekerja yang bersangkutan maupun oleh pimpinannya untuk mencapai tujuan
organisasi atau perusahaan (Mathis dan Jackson, 2002).
Dari berbagai pandangan tersebut diatas dapat dirumuskan bahwa kompetensi
merupakan kemampuan menjalankan tugas atau pekerjaan dengan dilandasi
pengetahuan, keterampilan, dan didukung oleh sikap yang menjadi karakteristik
individu (Wibowo, 2007).
2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah
oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul
ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya
ketika seseorang mencicipi
pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi
dikenal sebagai pengetahuan
bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan da
empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi
pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala
ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga
bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi
Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan
sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi. Selain
pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang
kemudian dikenal sebagai
yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan
tentang matematika. Dalam
pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal
budi.
Menurut Sulistiayani dan Rosidah (2003), Pengetahuan adalah merupakan
nonformal yang memberikan kontribusi pada seseorang didalam pemecahan masalah,
daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan, dengan
pengetahuan luas seorang individu mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama
timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider (1946), perubahan
perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan
sebagainya. Menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat
ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi
karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau
keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau
obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri
individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang
menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers (1962), tindakan dapat
timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat
pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti
empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima
(penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation,
Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).
Bebeberapa teori timbulnya perilaku tersebut menyimpulkan bahwa
pengetahuan seseorang hanya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
timbulnya tindakan atau kinerja seseorang. Timbulnya perilaku tersebut juga sangat
Dalam kenyataanya, pengetahuan tidak selalu berkorelasi positf terhadap
kinerja seseorang. Pengetahuan yang baik tidak selalu diiringi dengan kinerja yang
baik. Seseorang yang sudah mengerti teori kinerja dengan baik tidak serta merta
didukung dengan kinerja yang baik. Hal ini disebabkan oleh peran faktor-faktor yang
lain yang memiliki kontribusi besar terhadap kinerja seseorang.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu
mencerdaskan manusia.
2. Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas.
Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
3. Keterpaparan informasi
Pengertian informasi menurut Oxford English Dictionary, adalah “that of which
one is apprised or told: intelligence, news”
2.1.2. Keterampilan
Secara psikologis, keterampilan/kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan
potensi dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki kemampuan di atas
sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja (prestasi) yang diharapkan.
Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job), jadi
dimensi dari variabel kemampuan pegawai adalah pengetahuan dan keterampilan
(Riduwan, 2008).
Menurut Gary (1998), keterampilan adalah kemampuan untuk
mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Keterampilan membutuhkan
dua hal yaitu kemampuan dasar (basic ability) dan training yang diperlukan untuk
mengembangkan kemampuan tersebut. Serta menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003),
Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan tekhnis operasional terhadap
bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
tekhnis.
Menurut Robbins dan Coulter (2000) bahwa keterampilan dapat dikategorikan
menjadi empat, yaitu:
1. Keahlian dasar (Basic literacy) yakni keahlian seseorang yang pasti dan wajib
dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar.
2. Keahlian teknik (Technical skill) yakni keahlian seseorang dalam pengembangan
teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara cepat, mengoperasikan komputer.
3. Keahlian interpersonal (Interpersonal skill) yakni kemampuan seseorang secara
menjadi pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja
dalam satu tim.
4. Menyelesaikan masalah (problem solving) Menyelesaikan masalah adalah proses
aktifitas untuk menajamkan logika, berargumentasi dan penyelesaian masalah
serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan
menganalisis serta memilih penyelesaian yang baik.
2.1.3. Perilaku kerja
Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada dibelakang kinerja
kompeten. Sering dinamakan kompetensi perilaku karena dimaksudkan untuk
menjelaskan bagaimana orang berperilaku ketika mereka menjalankan perannya
dengan baik, Amstrong dan Baron dalam Widodo (2007). Perilaku apabila
didefenisikan sebagai kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai:
1. Memahami apa yang perlu dilakukan dalam bentuk: alasan kritis, kapabilitas
strategik, dan pengetahuan bisnis.
2. Membantu pekerjaan dilakukan melalui: dorongan prestasi, pendekatan proaktif,
percaya diri, kontrol, fleksibilitas, berkepentingan dengan efektivitas, persuasi dan
pengaruh.
3. Membawa serta orang dengan motivasi, keterampilan antar pribadi,
berkepentingan dengan hasil, persuasi dan pengaruh.
Sesungguhnya perilaku kerja merupakan salah satu variable yang berpengaruh
terhadap kualitas kinerja seseorang. Individu dengan kinerja tinggi sebenarnya
melakukan manajemen hukuman dan imbalan secara sistematik. Dengan demikian,
tugas organisasi adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk melaksanakan
manajemen hukuman dan imbalan, sehingga menghasilkan perilaku kerja personel
yang diharapkan (Ilyas, 2002).
Perilaku manusia, menurut Maslow adalah merupakan gambaran dari
kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Dan secara konstan manusia akan berperilaku
untuk memenuhinya. Termasuk dalam wujud pengembangan diri, sebagai contoh:
bila seorang kepala puskesmas berhadapan dengan staf puskesmas yang bertugas
dalam penanggulangan kasus malaria maka kepala puskesmas memiliki ekspektansi
agar staf tersebut menjalankan tugasnya dengan baik dan memahami bahwa tugasnya
berkaitan dengan kepentingan bersama (yang merupakan pemenuhan kebutuhan akan
rasa aman atau bisa pula merupakan kebutuhan saling memiliki) namun sebaliknya
ekspektansi staf puskesmas tersebut adalah untuk mendapatkan imbalan untuk
pemenuhan kebutuhan fisiologisnya. Menurut Maslow, kebutuhan ini walaupun
merupakan kebutuhan pre-potent namun dinamis dalam hubungan antara dua orang
yang berbeda kebutuhan pre-potent-nya.
Maslow bersama Mittlemann menulis beberapa buku diantaranya berjudul
Principles of Abnormal Psychology (1941), 'A Theory of Human Motivation' (1943)
dan sebuah buku lagi yang berjudul Eupsychian Management (1965). Menurut
Maslow manusia memiliki kebutuhan dasar yang manjadi motivator, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs)
3. Kebutuhan merasa dimiliki dan memiliki (love needs and belongingness)
4. Kebutuhan harga diri (esteem needs)
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)
Perilaku kerja seorang petugas puskesmas dalam penanggulangan kasus
malaria ditujukan oleh menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat malaria.
Untuk itu perlu berbagai upaya perbaikan di berbagai hal, agar dapat memperbaiki
perilaku kerja petugas P2PM Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Nias Selatan.
Sejumlah ahli telah mendiskusikan pendekatan perilaku dalam mencapai
kinerja yang tinggi. Ken Blanchard dalam bukunya The One Minute Manager
mengembangkan instrument manajemen untuk meningkatkan kinerja personel.
Manager menilai kinerja personel pada saat tertentu, kemudian mengembangkan
rencana kinerja, memberikan umpan balik, imbalan dan hukuman yang sesuai dengan
keluaran dan kinerja personel (Ilyas, 2002).
Perilaku individu bersifat unik dan sangat personal. Kendati demikian,
seringkali perusahaan/instansi memberlakukan ketentuan umum terhadap semua
orang. Menurut Lindstone (1978), ini semata-mata untuk kemudahan saja
dibandingkan jika harus memberlakukan karyawan secara sendiri-sendiri. Padahal,
memperlakukan karyawan sebagai personel akan membawa keuntungan yang lebih
besar bagi karyawan. Merasa diperlakukan secara adil, dipuji, diberi penghargaan
Perilaku seorang plant manager yang dapat dipergunakan untuk evaluasi
kinerja adalah ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan bulanan atau gaya
kepemimpinan yang ditunjukkan. Perilaku seorang petugas puskesmas dalam
penanggulangan kasus malaria ditunjukkan dengan menurunnya angka kesakitan dan
kematian akibat malaria.
Model kompetensi menjelaskan perilaku-perilaku yang terpenting yang
diperlukan untuk kinerja unggul dalam posisi, peran atau fungsi spesifik, yang bias
terdiri dari beberapa atau berbagai kompetensi (Wibowo, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat
terhadap 1500 tenaga kerja dengan menggunakan instrument berisi 23 pertanyaan
sepuluh faktor-faktor di lingkungan kerja (dari mulai yang paling penting sampai
yang kurang penting) yang menimbulkan kepuasan kerja memperlihatkan hasil
sebagaimana yang dilaporkan oleh Sanzotte (1977) berikut ini:
Staf (White Collar) Pekerja Kasar (Blue Collar)
A. Pekerjaannya menantang A. Gaji yang tinggi
B. Kesempatan mengembangkan diri B. Cukup Sumberdaya dan Bantuan
C. Cukup Informasi C. Jaminan
D. Diberi Otoritas yang Cukup D. Cukup Informasi
E. Cukup Sumber Daya dan Bantuan E. Pekerjaannya menantang
F. Kolega sangat menolong F. Kolega sangat menolong
G. Melihat Hasil Sebagai Upaya Sendiri G. Tanggungjawab jelas
H. Supervisor berkompeten H. Melihat Hasil Sebagai Upaya Sendiri
I. Tanggungjawab jelas I. Diberi Otoritas yang Cukup
2.2. Sistem Imbalan/Kompensasi
Menurut Handoko (2001) imbalan atau kompensasi merupakan segala sesuatu
yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Bila kompensasi
yang diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi
untuk bekerja dengan lebih baik guna mencapai sasaran organisasi dan pribadinya.
Menurut Umar (2001) “mendefinisikan kompensasi sebagai sesuatu yang
diterima karyawan sebagai balas jasa kepada karyawan untuk kerja mereka”. Selain
itu menurut Sikula seperti yang dikutip dalam Mangkunegara (2005), Imbalan atau
kompensasi adalah sesuatu yang dianggap sebagai perimbangan.
Dalam dunia kerja, imbalan finansial adalah sumber daya yang diberikan
kepada karyawan sebagai balas jasa yang diberikannya. Dari beberapa pengertian
tentang kompensasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan
segala sesuatu (biasanya berupa uang) yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan sebagai balas jasa atau penghargaan untuk kerja mereka.
Hasil penelitian Kusnanto (2005), tentang hubungan insentif dengan
kepuasan kerja dipuskesmas, bahwa persepsi tentang pembagian insentif yang
berhubungan secara signifikan (p<0,05). Menurut Handerson dikutip Handoko
(2001), menyatakan bahwa segala bentuk imbalan/insentif beberapa karyawan
menjadi sangat penting sangat tergantung dari persepsi karyawan itu sendiri.
Pembagian insentif di puskesmas dipersepsikan baik menunjukan bahwa pembagian
2.2.1. Jenis-jenis Imbalan/Kompensasi
Menurut Simamora (2002) pada umumnya komponen kompensasi dapat
dibagi menjadi: kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) dan
kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation).
Kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) terdiri dari
bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus dan
kompensasi. Kompensasi financial tidak langsung (indirect financial compensation)
yang disebut dengan tunjangan meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup
dalam kompensasi langsung”. Kompensasi nonfinansial (nonfinancial compensation)
terdiri atas kepuasan kerja yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri, atau
dari lingkungan psikologis di mana orang itu bekerja. Tipe kompensasi nonfinansial
meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugas yang signifikan yang
berhubungan dengan pekerjaan.
2.2.2. Tujuan Sistem Imbalan/Kompensasi
Menurut Simamora (2002), pemberian kompensasi dalam suatu organisasi
harus diatur sedemikian rupa sehingga merupakan sistem yang baik dalam organisasi.
Secara umum, tujuan pemberian imbalan atau kompensasi adalah:
Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada organisasi/
perusahaan sebagai berikut di bawah ini :
a. Mendapatkan karyawan berkualitas baik
b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang
d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek hukumnya
e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing/kompetitor (Handoko, 2001).
Dengan sistem imbalan/kompensasi yang baik akan dicapai tujuan-tujuan,
antara lain sebagai berikut :
a. Menghargai prestasi kerja, dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah
suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya.
Selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku atau perfomance karyawan sesuai
yang diinginkan organisasi.
b. Menjamin keadilan, dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin
terjadinya keadilan di antara karyawan dalam organisasi. Masing-masing
karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan dan
prestasi kerjanya.
c. Mempertahankan karyawan, dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan
akan betah atau bertahan bekerja pada organisasi itu. Hal ini berarti mencegah
keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
d. Memperoleh karyawan yang bermutu, dengan memperoleh kompensasi yang baik
akan menarik lebih banyak calon karyawan. Dengan banyaknya pelamar atau
calon karyawan akan lebih banyak mempunyai peluang untuk memilih karyawan
yang bermutu tinggi.
e. Pengendalian biaya, dengan sistem pemberian kompensasi yang baik, akan
mengurangi seringnya melakukan rekrutmen, sebagai akibat dari makin seringnya
berarti penghematan biaya untuk rekrutmen dan seleksi untuk calon karyawan
baru.
f. Memenuhi peraturan-peraturan, Sistem administrasi kompensasi yang baik
merupakan tuntutan dari pemerintah (hukum). Suatu organisasi yang baik dituntut
adanya sistem administrasi kompensasi yang baik pula.
Menurut Mangkunegara (2005), gaji sebagai imbalan merupakan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan terhadap keluarga. Walaupun gaji bukan merupakan
satu-satunya motivasi karyawan dalam berprestasi tetapi dapat dikatakan bahwa gaji
merupakan salah satu motivasi penting yang ikut mendorong karyawan untuk
berprestasi sehingga tinggi rendahnya gaji yang diberikan akan mempengaruhi
kinerja maupun kesetiaan karyawan terhadap perusahaan.
2.3. Kinerja
Kinerja adalah sebua
yang menterjemahkan kata dari bahasa asing
Pengertian Kinerja dalam
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau
memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu
sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga
yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda–tanda peringatan adanya kinerja
Menurut Mangkunegara (2000) “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseora
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Kemudian menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003) “Kinerja seseorang merupakan
kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil
kerjanya”. Hasibuan (2001) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta
waktu”.
Menurut Whitmore (1997) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang
dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran
umum keterampilan”. Menurut Cushway (2002) “Kinerja adalah menilai bagaimana
seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”. Menurut
Rivai (2004), mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan ole
dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Mathis dan Jackson Terjemahaan
Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001) “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997) “kinerja adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu
pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus
pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu
organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu
kebijakan operasional.
Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki
kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a)
berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berpengendalian diri, (d)
kompetensi.
Menurut Mathis dan Jackson (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja individu tenaga kerja, yaitu: (1) kemampuan mereka, (2) motivasi, (3)
dukungan yang diterima, (4) keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan (5)
hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, kinerja
merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun
kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami
atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
Menurut Mangkunegara (2000), menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain : (a) faktor kemampuan secara psikologis
kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan
realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahlihannya, (b) faktor motivasi, terbentuk dari sikap (attiude)
seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan
mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai potensi kerja secara maksimal.
Mc Clelland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001), berpendapat bahwa
“Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif
berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam
diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar
mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc.
Clelland, mengemukakan 6 (enam) karakteristik dari seseorang yang memiliki motif
yang tinggi yaitu : (1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi, (2) Berani mengambil
risiko, (3) Memiliki tujuan yang realistis (4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh
dan berjuang untuk merealisasi tujuan, (5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit
dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, (6) Mencari kesempatan untuk
merealisasikan rencana yang telah diprogamkan.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :
(1) Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman
kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
(2) Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan
kerja
(3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system).
Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor
adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat
diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut
Bernardin dan Russel (1993) “ A way of measuring the contribution of individuals to
their organization “. Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu
(karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.
Menurut Wahyudi (2002) “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang
dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang
tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya”. Sedangkan menurut Simamora
(2002) “ penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.
Menurut Alwi (2001) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai
suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat evaluation harus
menyelesaikan : (1) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi
(2) Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision (3) Hasil penilaian digunakan
sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development
penilai harus menyelesaikan: (1) Prestasi riil yang dicapai individu (2) Kelemahan-
kelemahan individu yang menghambat kinerja (3) Prestasi- pestasi yang
Manfaat Penilaian Kinerja Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu
yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara
terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah :
1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
2. Perbaikan kinerja
3. Kebutuhan latihan dan pengembangan
4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja.
5. Untuk kepentingan penelitian pegawai
6. Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai
Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2003), indikator
kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaia suatu kegiatan yang telah ditetapkan dengan dikategorikan dalam beberapa
kelompok antara lain :
a. Masukan (input) adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan
program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber
daya manusia, dana, material, waktu, dan lain sebagainya.
b. Keluaran (output) adalah sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan atau non fisik)
sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dari program berdasarkan
masukan yang digunakan.
c. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran
setiap masyarakat, produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat.
d. manfaat (benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan
langsung oleh masyarakat,dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses
oleh publik.
e. Dampak (impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan
atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator
dalam suatu kegiatan.
Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengidentifikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Penetapan
indikator harus di dasarkan pada perkiraan yang nyata dengan memperhatikan tujuan
dan sasaran yang ditetapkan serta data dana pendukung yang harus diorganisasi.
Indikator kinerja yang dimaksud hendaknya:
1. Spesifik dan jelas
2. Dapat diukur secara objektif
3. Relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
4. Tidak bias
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok
dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau
2.4. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Pusat Kesehatan Masyarakat disingkat dengan Puskesmas, adalah organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,
terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta
aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan
Puskesmas umumnya berada di bawah Dinas Kesehatan
Puskesmas adalah organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang memiliki
3 fungsi yaitu sebagai:
1. Pusat pembangunan berwawasan kesehatan
2. Pusat pengembangan masyarakat
3. Pusat pelayanan kesehatan dasar
Untuk menjalankan fungsinya tersebut, Puskesmas menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dasar yang disebut sebagai upaya kesehatan wajib (basic six),
yaitu:
1. Promosi kesehatan
2. Kesehatan lingkungan
3. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB)
5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
6. Pengobatan
Penanggulangan malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten menjadi tanggung
jawab Sub-dinas Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) dan di
puskesmas penanggulangan malaria juga menjadi tanggung jawab unit
Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular (P2PM) bekerjasama dengan unit
promosi kesehatan, Kesehatan Lingkungan dan unit Pengobatan. Puskesmas juga
menyelenggarakan 9 (sembilan) upaya kesehatan pengembangan yaitu:
1. Usaha Kesehatan Sekolah
2) Kesehatan Olahraga
3) Perawatan Kesehatan Masyarakat
4) Kesehatan Kerja
5) Kesehatan Gigi dan Mulut
6) Kesehatan Jiwa
7) Kesehatan Mata
8) Kesehatan Lanjut Usia
9) Pengobatan Tradisional
Satuan penunjang puskesmas terdiri dari 3 bagian yakni :
1) Puskesmas Pembantu
2) Puskesmas Keliling
Puskesmas pembantu adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. Sedangkan puskesmas
keliling adalah unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan
bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang
berasal dari puskesmas, memberi pelayanan kesehatan daerah terpencil, melakukan
penyelidikan KLB, transport rujukan pasien dan penyuluhan kesehatan dengan
audiovisual dan bidan desa bertugas di desa yang belum memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan dan bertanggung jawab kepada kepala puskesmas, membina
PSM, memberikan pelayanan dan menerima rujukan dari masyarakat.
2.5. Penanggulangan Malaria 2.5.1. Penyakit Malaria
Istilah malaria memiliki berbagai pengertian sesuai dengan perspektif yang
dipergunakan :
1. Malaria adalah istilah generik yang sering dipergunakan untuk protozoa gen
Plasmodium, biasanya sebagai bagian dari istilah kombinasi ”parasit malaria”.
Penyebaran malaria adalah suatu istilah yang menggunakan definisi ini .
2. Malaria adalah penyakit yang terjadi akibat parasit gen plasmodium dalam darah
atau jaringan.
3. Malaria adalah masalah kesehatan masyarakat yang terdiri dari berbagai efek
Gambar 1. Plasmodium Malaria (Sumber: Haryanto P.N, 2000)
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa
parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di
wilayah tropik, misalnya di Amerika Selatan, Asia dan Afrika. Ada empat tipe
plasmodium parasit yang dapat menginfeksi manusia, namun yang seringkali ditemui
pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium valciparum and Plasmodium vivax.
Lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae (Depkes, 2005).
Masa tunas/inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan
yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita
seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak
pucat/anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh/pekat karena
mengandung Hemoglobin (Hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami
perasaan tiba-tiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian
munculnya demam dan banyak berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini
berlangsung tiap dua hari. Diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat
seperti sediakala. Pada usia anak-anak serangan malaria dapat menimbulkan gejala
aneh, misalnya menunjukkan gerakan/postur tubuh yang abnormal sebagai akibat
tekanan rongga otak. Bahkan lebih serius lagi dapat menyebabkan kerusakan otak.
Berkaitan