PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012
Oleh
ROHANA Br. SEMBIRING 107032104/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROHANA Br. SEMBIRING 107032104/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012
Nama Mahasiswa : Rohana Br. Sembiring Nomor Induk Mahasiswa : 107032104
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si) (dr. Fauzi, S.K.M Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 30 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Fauzi S.K.M
PERNYATAAN
PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION OLEH TENAGA KESEHATAN DALAM MITIGASI BENCANA HIV/AIDS
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 30 Juli 2012
Rohana Br. Sembiring
ABSTRAK
Penyakit AIDS sejak diketahui oleh pemerhati kesehatan, maka kebijakan baru yang bernama Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan umum (KU) atau disebut juga Universal Precaution (UP) mulai dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Harus ditekankan bahwa kewaspadaan umum dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah survei cross sectional. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari bagian Unit Gawat Darurat, RA 1, Hemodialisasi Darah, dan Voluntary Counselling and Testing. Besar sampel adalah 100 tenaga kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05). Dan ada hubungan antara sikap dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05) di RSUP H. Adam Malik.
Disarankan kepada pihak RSUP H. Adam Malik memberikan pendidikan dan pelatihan tentang pencegahan HIV/AIDS serta pencegahan infeksi nosokomial bagi tenaga kesehatan khususnya di Ruangan Unit Gawat Darurat (UGD), RA 1 (HIV/AIDS), ruangan Hemodialisasi darah (HD), ruangan Voluntary Counselling and Testing (VCT) agar dapat menerapkan universal precaution untuk mitigasi bencana HIV/AIDS.
ABSTRACT
AIDS has long been known by health observers therefore a new policy called Universal Precaution is developed. This policy assumes that any blood and the other certain liquids, not to mention the status of it resources, can contain infection. It should be emphasized that Universal Precaution is needed not only to prevent from the spread of HIV but also from the other severe infections that can be more easily transmitted, for examples, the virus of Hepatitis B and C. The health service workers must fully apply the Universal Precaution in the relation to all patients.
The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the application of Universal Precaution by the health workers in the mitigation of HIV/AIDS disaster at H. Adam Malik General Hospital Medan in 2012. The data for this study were primary and secondary data obtained from the Emergency Room Unit, RA 1, Blood Hemodialization, and Voluntary Counseling and Testing. The samples for this study were 100 health workers.
The result of this study showed that there was a relationship between knowledge and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05), and there was a relationship between attitude and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05) at H. Adam Malik General Hospital Medan.
The management of H. Adam Malik General Hospital Medan is suggested to provide education and training on HIV/AIDS prevention and nosochomial infection prevention to the health workers especially those working in the Emergency Room, RA 1 (HIV/AIDS) Room, Blood Hemodialization Room, and VCT Room that they can apply the Universal Precaution for the mitigation of HIV/AIDS disaster.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menjelaskan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan
judul “Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi
Bencana HIV/AIDS Di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat
Studi Menejemen Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr . dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
5. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku dosen pembimbing I serta Dr. Fauzi,
S.K.M selaku dosen pembimbing II yang telah penuh perhatian dan kesabaran
membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis
penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Prof. dr. Sori Sarumpaet, M.P.H selaku dosen penguji I serta Suherman, S.K.M,
M.Kes selaku dosen penguji II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian
membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis
mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
7. Direktur utama, Direktur SDM & Pendidikan, Ka. Instalasi Litbang, Ka. IGD, Ka.
Instalasi. Hemodialisasi, Ka. Posyansus, Ka. Instalasi Rindu A dan selurh staff
ang telah membant terlaksanana penelitian ini di RSUP H. adam Malik Medan
8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat minat
Studi Menejemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
9. Ayahanda Alm Amin Sembiring dan Alm Suciati br purba atas segala jasanya
sehingga penulis selalu mendapatkan pendidikan yang terbaik
10.Terimakasih kepada SuamiKu H.Maryabin, S.E dan Ketiga anak-anakku tercinta
yaitu: Rahmat Dede Pramana, Mirna Sari Pratiwi dan Rahmi Aginta Ulfa atas doa
dan dukungan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat
waktu.
11.Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Penulis menyadari atas penulisan tesis ini adanya keterbatasan dan
kekurangan untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi
pengambil kebijakan di bidang kesehatan khususnya Pencegahan Penularan Infeksi
HIV/AIDS dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
Medan , 30 Juli 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Rohana Br. Sembiring lahir pada tanggal 03 Desember 1963 di Binjai
Kecamatan Binjai Timur, anak ke tujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan
Ayahanda Alm. Amin Sembiring dan Ibunda Alm. Suciati Br. Purba.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SD Melati
Muhammadiyah Sumber Karya Binjai Timur selesai tahun 1976, Sekolah Menengah
Pertama di SMP Taman Siswa Binjai, selesai tahun 1980, sekolah Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK) di Rumkit Rem Binjai selesai tahun 1984, Sekolah D1 Kebidanan
di Rumah Sakit Umum Dokter Rusdi Oloan di Glugur Medan selesai tahun 1986,
Sekolah Program D3 Kebidanan (AKBID) di Depkes Medan selesai tahun 2000,
Kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan selesai pada tahun 2007.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi Ilmu S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 hingga saat ini.
Pengalaman bekerja adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak tahun
1996 di Dinas Kesehatan Kota Binjai yang penempatan saat ini di Unit Puskesmas
DAFTAR ISI
2.1. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) ... 10
2.1.1. Definisi Kewaspadaan Universal ... 10
2.1.2. Penerapan Kewaspadaan Universal ... 11
2.3.6. Penerapan Mitigasi Sesuai dengan Prosedur Ketetapan (Protap) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan ... 23
2.3.7. Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Ruang Perawatan UGD, VCT, dan RA 1 dan Hemodialisa Darah (HD) ... 24
2.4. Bencana ... 24
2.4.1. Definisi Bencana ... 24
2.4.2. Jenis-Jenis Bencana ... 24
26. HIV/AIDS ... 26
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39
3.5.1. Variabel Mitigasi Bencana HIV/AIDS (X) ... 39
4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan ... 43
4.1.8. ketersediaan Sumber Daya Manusia ... 47
4.2. Identitas Responden ... 48
4.3. Analisis Univariat ... 49
4.3.2. Sikap ... 51
4.3.3. Penerapan Universal Precaution... 53
4.4. Analisis Bivariat ... 55
BAB 5. PEMBAHASAN ... 58
5.1. Hubungan Pengetahuan (Knowledge) Responden Mengenai Penerapan Universal Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan ... 58
5.2. Hubungan Sikap (Attitude) Responden Mengenai Penerapan Universal Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik ... 60
5.3. Keterbatasan Penelitian ... 62
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
6.1. Kesimpulan ... 63
6.2. Saran ... 64
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1. Jumlah Pasien HIV/AIDS di Indonesia ... 4
1.2. Jumlah Kunjungan Pasien HIV-AIDS di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2009-2010 ... 6
2.1. Penerapan Alat Pelindung Diri (APD oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di 4 Ruangan RSUP H.
Adam Malik Medan ... 24
3.1. Perhitungan secara Proporsional Sampel di RSUP H. Adam
Malik Medan ... 35
3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan 37
3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap ... 38
3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Penerapan ... 38
3.5 Materi Pengukuran Variabel ... 41
4.1. Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Penerapan Universal Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 48
4.2. Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Penerapan Universal Precaution Tentang Mitigsi Bencana
HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 49
4.3. Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2012 ... 50
4.4. Distribusi Sikap Mengenai Universal Precaution Pada
Respondendi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 52
4.5. Distribusi Penerapan Universal Precaution di RSUP H. Adam
4.6. Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan Universal Precaution dalam Mitigasi Bencana HIV?AIDS di RSUP H. Adam Malik
Tahun 2012 ... 56
4.7 Hubungan Sikap dengan Penerapan Universal Precaution dalam
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Model Faktor-faktor yang Berpengaruh Pada Tingkat
Kepatuhan Penerapan UP ... 31
ABSTRAK
Penyakit AIDS sejak diketahui oleh pemerhati kesehatan, maka kebijakan baru yang bernama Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan umum (KU) atau disebut juga Universal Precaution (UP) mulai dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Harus ditekankan bahwa kewaspadaan umum dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah survei cross sectional. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari bagian Unit Gawat Darurat, RA 1, Hemodialisasi Darah, dan Voluntary Counselling and Testing. Besar sampel adalah 100 tenaga kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05). Dan ada hubungan antara sikap dengan penerapan universal precaution dalam mitigasi bencana HIV/AIDS dengan nilai p=0,000(p<0,05) di RSUP H. Adam Malik.
Disarankan kepada pihak RSUP H. Adam Malik memberikan pendidikan dan pelatihan tentang pencegahan HIV/AIDS serta pencegahan infeksi nosokomial bagi tenaga kesehatan khususnya di Ruangan Unit Gawat Darurat (UGD), RA 1 (HIV/AIDS), ruangan Hemodialisasi darah (HD), ruangan Voluntary Counselling and Testing (VCT) agar dapat menerapkan universal precaution untuk mitigasi bencana HIV/AIDS.
ABSTRACT
AIDS has long been known by health observers therefore a new policy called Universal Precaution is developed. This policy assumes that any blood and the other certain liquids, not to mention the status of it resources, can contain infection. It should be emphasized that Universal Precaution is needed not only to prevent from the spread of HIV but also from the other severe infections that can be more easily transmitted, for examples, the virus of Hepatitis B and C. The health service workers must fully apply the Universal Precaution in the relation to all patients.
The purpose of this survey study with cross-sectional design was to analyze the application of Universal Precaution by the health workers in the mitigation of HIV/AIDS disaster at H. Adam Malik General Hospital Medan in 2012. The data for this study were primary and secondary data obtained from the Emergency Room Unit, RA 1, Blood Hemodialization, and Voluntary Counseling and Testing. The samples for this study were 100 health workers.
The result of this study showed that there was a relationship between knowledge and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05), and there was a relationship between attitude and the application of Universal Precaution in the mitigation of HIV/AIDS disaster with p = 0.000 (p < 0.05) at H. Adam Malik General Hospital Medan.
The management of H. Adam Malik General Hospital Medan is suggested to provide education and training on HIV/AIDS prevention and nosochomial infection prevention to the health workers especially those working in the Emergency Room, RA 1 (HIV/AIDS) Room, Blood Hemodialization Room, and VCT Room that they can apply the Universal Precaution for the mitigation of HIV/AIDS disaster.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)
yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda
dengan Indonesia Sehat 2010. Sasaran MDGs memiliki indikator dan waktu
pencapaian. Sasaran MDGs ini bisa dijadikan slogan “Indonesia Sehat di tahun 2015”
sebagai pengganti slogan sebelumnya. Pada visi Indonesia mempunyai delapan
sasaran MDGs salah satunya target untuk 2015 adalah menghentikan pencegahan
penyebara
Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau Universal
Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan
tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke
pasien lainnya (Dr. Akhmad Wiryawan, 2007). Menurut Saroso (2006), kewaspadaan
Universal adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan
cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Kewaspadaan
Universal hendaknya dipatuhi oleh tenaga kesehatan karena merupakan panduan
mengenai pengendalian infeksi yang benar dan terpadu (Kemkes, 2007).
Kewaspadaan universal diciptakan sebagai upaya perlindungan terhadap
risiko penularan yang dapat terjadi. Cara penularan yang paling umum adalah
seorang petugas layanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan
rata-rata dalam kasus pasien yang terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%,
dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika
darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa
Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) sejak diketahui oleh
pemerhati kesehatan, maka kebijakan baru yang bernama Kewaspadaan Universal
mulai dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan
tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Harus
ditekankan bahwa kewaspadaan umum dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi
terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang
dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, misalnya virus hepatitis B dan C.
Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh
dalam hubungan dengan semua pasien.
(misalnya masuk mata)
petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%.
Walaupun belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar
hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi.
Tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang prima dengan
memperhatikan kaidah-kaidah prinsip kewaspadaan universal sehingga dapat
mencegah terjadinya infeksi silang. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat
penting untuk tenaga kesehatan rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya karena
merupakan syarat untuk menerapkan kewaspadaan universal. Kemampuan untuk
tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas
kesehatan kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan
kesembuhan pasien karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Sari, 2001).
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit dengan
mengingat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dalam hal Kesehatan
bagi tenaga kesehatan, penerapan universal precaution oleh tenaga kesehatan dalam
mitigasi bencana HIV/AIDS harus dilakukan.
Penyakit AIDS, merupakan sekumpulan gejala-gejala yang menyertai infeksi
HIV (Human Immunodefeciency Virus). HIV termasuk familia retrovirus. Sel-sel
darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel
limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh (Depkes RI,
2007).
Berdasarkan laporan AIDS Epidemic Update USAID and WHO tahun 2006,
pada tahun 2004 terdapat kasus AIDS sebanyak 36,9 juta yang meningkat menjadi
39,5 juta pada tahun 2006 dengan jumlah kematian sebanyak 2,3 juta jiwa (5,8 %).
Ada 57 kasus tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV pada tahun 2001 di Amerika
Serikat, hal ini terjadi akibat risiko pekerjaan. Dari 57 kasus tersebut, sebanyak 24
(42 %) diantaranya yang terbanyak adalah tenaga perawat. Di Indonesia walaupun
belum ada data yang pasti, namun jika melihat pengendalian infeksi di rumah sakit
yang masih lemah, maka resiko penularan infeksi terutama infeksi nosokomial
tenaga kesehatan lainnya seperti dokter, laboran belum diketahui data yang pasti
tentang kasus yang terkena HIV/AIDS (Averting HIV and AIDS, 2012).
Perbandingan penderita HIV/AIDS antara laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1.
Jumlah pasien HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun yang mengalami
peningkatan, tetapi pada tahun 2011 mengalami penurunan, dan dapat dilihat pada
Tabel 1.1. dibawah ini.
Tabel 1.1. Jumlah Pasien HIV/AIDS di Indonesia
No Tahun Jumlah
1. 2007 11.140
2. 2008 16.140
3. 2009 19.973
4. 2010 26.508
5. 2011 17.314
Sumber : Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular Depkes RI, 2012
Sekretaris Jenderal YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) Iskandar Irwan
Hukum menyatakan bahwa berdasarkan laporan Pemantauan AIDS Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia sampai dengan Juni 2011, Provinsi DKI Jakarta
memiliki jumlah kumulatif kasus HIV/IADS tertinggi di Indonesia yakni sebesar
3.997 kasus, lalu diikuti provinsi Papua sebesar 3.938 kasus, kemudian Jawa Barat
sebesar 3.809, Jawa Timur sebesar 3.755 dan Bali sebesar 3.747 kasus. Untuk
Provinsi Sumatera Utara berada di peringkat 8 setelah Provinsi Jawa Tengah.
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara kasus HIV/AIDS (2009)
Data Dinas Kesehatan Kota Medan sejak tahun 2006 hingga Mei 2011 ada
2.560 penderita HIV/AIDS. Di antaranya laki-laki 1.977 orang (78%) dan 583 orang
(21 %) wanita. Faktor risiko terbesar heteroseksual (hubungan seks bebas) berjumlah
1.542 orang (60,23 %) dan penggunaan narkoba dengan jarum suntik 816 orang
(31,87). Penderita terbesar usia 25-33 tahun berjumlah 1.473 orang (57,53%),
anak-anak di bawah usia 15 tahun 47 orang (1,83 %) dan usia 16-24 tahun sebanyak 442
orang (17,26 %). Dari jumlah tersebut, sebanyak 418 orang (16,32 %) meninggal
dunia. Sementara hingga Mei 2011, sudah 1.486 orang (58,04 %) berkunjung ke
klinik IMS dan 271 orang (10,58 %) dirujuk ke klinik VCT (Voluntary Counselling
and Testing) (KPA, 2010).
Berdasarkan data dari Tabel 1.1. dan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan
dapat diketahui penyakit HIV/AIDS dengan jumlah selalu tinggi, diperkirakan jumlah
ini lebih banyak, karena ibarat fenomena gunung es. Tenaga kesehatan harus
terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien yang ditolong,
terutama pasien tersebut mengidap penyakit HIV/AIDS. Tenaga kesehatan dapat
terpapar HIV/AIDS melalui percikan darah atau cairan tubuh pada mata, hidung dan
mulut atau diskontiunitas pada permukaan kulit (misalnya luka lecet kecil), luka
tusuk yang disebabakan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya
baik pada saat prosedur dilakukan atau pada saat memproses perawatan di rumah
sakit. Untuk mengantisipasi hal ini, maka petugas kesehatan perlu memahami
pedoman universal precaution, untuk mencegah penyakit infeksi nosokomial pada
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan sebagai Rumah
Sakit Umum Pusat Rujukan salah satu fungsinya adalah merawat pasien penderita
HIV/AIDS. Jumlah kunjungan pasien HIV/AIDS tahun 2009-2010 menurut data
rekam medik RSUP. HAM Medan, terus mengalami peningkatan, jumlah kunjungan
pasien HIV/AIDS di RSUP HAM Medan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Jumlah Kunjungan Pasien HIV-AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009-2010
No. Tahun
Keterangan
Pasien
Masuk Pasien Hidup
Pasien
Sumber : Instalasi Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan, 2012
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan telah berusaha
memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, namun
kenyataan di lapangan masih banyak dijumpai kendala-kendala dalam pelayanan
pasien HIV/AIDS, seperti keterbatasan tenaga medis. Tenaga medis saat ini ada 6
(enam) orang, yaitu tenaga dokter spesialis penyakit dalam dan yang sudah pernah
mengikuti pelatihan khusus hanya 3 (tiga) orang. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
H. Adam Malik Medan menugaskan 101 orang tenaga tenaga kesehatan setiap
bulannya, dan semua tenaga kesehatan mempunyai kesempatan yang sama untuk
memberikan pelayanan langsung kepada pasien HIV/AIDS, sementara jumlah tenaga
kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan khusus baru 2 (dua) orang di Rumah
Tindakan Pencegahan Infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen
lain dalam tindakan perawatan pada pasien HIV/AIDS. Tindakan ini harus
diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk menolong dan merawat pasien, keluarga,
di ruangan rumah sakit, dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan
transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur, juga upaya-upaya
untuk menurunkan risiko terjangkitnya atau terinfeksi mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan
pengobatannya misalnya HIV/AIDS.
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara penulis terhadap tenaga
kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, pasien
HIV yang akan menjadi pasien Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
masuk melalui Unit Gawat Darurat (UGD) dan Voluntary Counseling and Testing
(VCT) sampai ke Ruang Rawat Inap Terpadu (Rindu) A1 (HIV/AIDS) dan ruangan
Hemodialisa Darah (HD) ternyata dari keseluruhan petugas kesehatan yang menolong
atau merawat pasien HIV/AIDS masih ada juga yang belum menerapkan universal
precaution.
Berdasarkan uraian tersebut maka Peneliti melakukan penelitian tentang
Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana
1.2.Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah
adalah bagaimana Penerapan Universal Precaution Oleh Tenaga Kesehatan Dalam
Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Tahun 2012.
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis Penerapan Universal Precuation Oleh
Tenaga Kesehatan Dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat
H. Adam Malik Medan Tahun 2012.
1.4.Hipotesis
Ada hubungan pengetahuan (Knowledge) dan sikap (Attitude) oleh tenaga
kesehatan dalam penerapan Universal Precaution dalam melakukan tindakan mitigasi
bencana HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun
2012.
1.5.Manfaat Penelitian
a. Bagi Manajemen Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, sebagai
bahan masukan dan pertimbangan untuk mengembangkan program peningkatan
keselamatan pasien dan petugas kesehatan dalam upaya penerapan universal
b. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang manajemen
bencana non alam; penyakit kejadian luar biasa (KLB).
c. Bagi penelitian selanjutnya secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) 2.1.1. Definisi Kewaspadaan Universal
Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan
penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007).
Pada semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek
dokter dan dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan
cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber
infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi
seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi. Pedoman
ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman
tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi
yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih
mudah menular.
2.1.2. Penerapan Kewaspadaan Universal
Pasien terinfeksi atau tidak, setiap petugas layanan kesehatan harus
menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua
Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Cuci tangan selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung
jari dan ibu jari digosok menyeluruh) dengan sabun di air mengalir setelah
berhubungan dengan pasien.
b. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau terkontaminasi
dengan cairan tubuh.
c. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh.
d. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam sekali pakai.
e. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien dengan disinfektan.
f. Penanganan alat medis harus sesuai dengan standar disinfeksi dan sterilisasi.
g. Tangani semua bahan yang telah tercemar cairan tubuh pasien dengan cara
sterilisasi atau disinfeksi.
h. Pembuangan limbah sesuai dengan prosedur pembuangan limbah RS.
2.1.3. Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan
Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk:
a. Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan.
b. Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung
tangan dan masker.
c. Penyediaan pasokan tersebut kurang.
d. Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’.
e. Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa dirinya HIV-positif agar kewaspadaan
f. Rumah sakit swasta enggan membebani semua pasien dengan ongkos
kewaspadaan yang pasien anggap tidak dibutuhkan.
Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan
yang dapat terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu
jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas layanan
kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus
pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan
dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari
pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk mata) petugas
layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum
ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas
jauh lebih tinggi (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Nosocomial, 2009).
2.2. Tenaga Kesehatan
2.2.1. Definisi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penerapan universal precaution
a. Tenaga medis meliputi dokter umum, spesialis penyakit dalam dan dokter gigi
dengan tugas memberikan pengobatan kepada pasien HIV/AIDS melalui
obat-obatan.
b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan mempunyai tugas merawat
pasien HIV/AIDS dalam 24 jam dengan adanya pembagian 3 (tiga) shift (pagi,
sore dan malam).
c. Tenaga keteknisian medis meliputi analis kesehatan bertugas mengambil sampel
darah pasien HIV/AIDS untuk pemeriksaan laboratorium dan teknisi transfusi
bertugas untuk memberikan tambahan darah kepada pasien HIV/AIDS.
2.3. Mitigasi
2.3.1. Definisi Mitigasi
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan
atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu
diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan
penjinakan/peredaman.
Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik
yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana non alam.
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat
yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan
rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian risiko (risk
assessmement).
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan
berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah
dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali
datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki
intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.
2.3.2. Tujuan Mitigasi
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs)
dan kerusakan sumber daya alam.
b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi
serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan
bekerja dengan aman (safe) (PP No. 21, 2008).
2.3.3. Jenis - Jenis Mitigasi
Mitigasi pada prakteknya dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural
dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha
pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi
memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula,
kebijakan nasional harus lebih memberikan keleluasan secara substansial kepada
daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang dianggap paling
tepat dan paling efektif efisien untuk daerahnya.
2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial
Komite pengendalian infeksi dari suatu rumah sakit umum yang besar,
misalnya rumah sakit kelas A dan kelas B, hendaknya mempunyai perwakilan dari
semua bagian dan SMF utama yang bersangkutan dengan pengendalian infeksi, yakni
medis, keperawatan, kesehatan okupasi, bagianenginering, IFRS, bagian suplai,
sentra strelisasi, katering, mirobiologi, administrasi, kesehatan masyarakat, dan juga
tim pengendali infeksi.
Rumah sakit dalam upaya pencegahan penularan infeksi melibatkan berbagai
unsur, mulai dari peran pimpinan sampai tenaga kesehatan sendiri. Peran pimpinan
adalah penyediaan sistem, sarana, dan pendukung lainnya. Peran tenaga adalah
sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi. Dengan berpedoman
pada perlunya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit dan sarana kesehatan
lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh untuk meningkatkan
kemampuan tenaga dalam pencegahan infeksi di rumah sakit. Dan meningkatkan
mutu pelayanan rumah sakit melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit yang dilaksanakan oleh semua instalasi, meliputi kualitas pelayanan, manajemen
Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi
nosokomial adalah peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam melalui
penerapan universal precaution atau yang disebut kewaspadaan universal yaitu cara
penanganan terbaru dalam meminimalkan pajanan cairan tubuh dari pasien ke
petugas kesehatan tanpa memperdulikan status infeksi. Dasar kewaspadaan universal
adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan
mencegah alat tusukan tajam, dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme
melalui darah dan cairan tubuh (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Indonesia, 2009).
2.3.5. Sarana dan Prasarana Pencegahan Infeksi Nosokomial a. Sarana Cuci Tangan
Sarana cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan saluran
pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Dengan guyuran air mengalir
tersebut diharapkan mikroorganisme akan terlepas ditambah gesekan mekanisme atau
kimiawi saat mencuci tangan mikroorganisme akan terhalau dan tidak menempel lagi
di permukaan kulit (Nursalam, 2007).
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
pencegahan dan pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk
membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi
mikroba.
Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan
mencuci tangan yang benar dan efektif dalam mengurangi infeksi nosokomial sebagai
berikut:
1) Gunakan wastafel yang mudah digapai dengan air mengalir yang hangat, sabun
biasa atau sabun antimicrobial, lap tangan kertas atau pengering,
2) Lepaskan lap tangan dan gulung lengan panjang keatas pergelangan tangan.
Hindari memakai cincin, lepaskan selama mencuci tangan.
3) Jaga supaya kuku tetap pendek dan datar,
4) Inspeksi permukaan tangan dan jari akan adanya luka atau sayatan pada kulit dan
kutikula,
5) Berdiri didepan wastapel. Jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh wastapel,
6) Alirkan air. Tekan pedal dengan kaki untuk mengatur aliran dan suhu atau dorong
pedal lutut secara lateral untuk mengatur aliran dan suhu.
7) Hindari percikan air mengenai seragam,
8) Atur aliran air sehinnga suhu hangat,
9) Basahi tangan dan lengan bawah dan seksama sebelum mengalirkan air hangat.
Pertahankan supaya tangan dan lengan bawah lebih rendah dari pada siku selama
mencuci tangan,
10) Taruh sedikit atau sabun antimicrobial cair pada tangan, sabuni dengan seksama.
11) Gosok kedua tangan dengan cepat paling sedikit 10 – 15 detik. Jalin jari-jari
tangan dan gosok telapak dan bagian punggung tangan dengan gerakan sirkuler
paling sedikit masing-masing lima kali. Pertahankan supaya ujung jari berada
12) Jika daerah dibawah kuku kotor, bersihkan dengan kuku jari tangan yang satunya,
dan tambah sabun atau stik orangewood yang bersih,
13) Bilas tangan dan pergelangan tangan dengan seksama, pertahankan supaya letak
tangan dibawah siku,
14) Ulangi langkah 10 sampai 12 namun tambah periode mencuci tangannya 1,2, 3
detik,
16) Keringkan tangan dengan seksama dan jari tangan ke pergelangan tangan dan
lengan bawah dengan handuk kertas (tisu) atau pengering,
17) Tutup air dengan kaki dan pedal lutut. (Swearingen, 2000)
b. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
tenaga dari risiko pejajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskret, kulit
yang tidak utuh dan selaput lender pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup
tindakan rutin. Jenis alat pelindung seperti sarung tangan, masker, topi,
apron/celemek, kacamata dan sepatu boot. Tidak semua alat pelindung tubuh harus
dipakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan dikerjakan (Nursalam,
2007).
Menurut Swearingen (2000), terdapat dua bentuk pencegahan yaitu: tindakan
pencegahan standart, didesain untuk semua perawatan pasien di rumah sakit tanpa
memperhatikan diagnosis mereka atau status infeksi sebelumnya. Tindakan
pencegahan transmisi, yang dibagi dalam kategori udara, droplet dan kontak dan
pathogen secara epidemiologis dapat ditularkan melalui udara dan kontak, baik
dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Tindakan pencegahan
standar diterapkan untuk darah, sekresi, dan ekresi cairan tubuh tanpa memerhatikan
kandungan darah yang terlihat pada membran mukosa. Tindakan pencegahan
berdasarkan transmisi dirancang untuk pasien yang telah didokumentasikan
mengalami atau dicurigai terinfeksi yang dapat ditransmisikan melalui udara atau
droplet, organisme yang penting secara epidomiologis, temasuk proteksi penyakit
menular (Patricia, 2005).
c. Kontrol atau Eliminasi Agen Infeksius
Tenaga kesehatan yang melakukan pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi
objek yang terkontaminasi untuk mengurangi atau memusnahkan mikroorganisme.
Pembersihan adalah membuang sampah material asing seperti kotoran dan materi
organik dari suatu objek. Desinfeksi menggambarkan proses yang memusnahkan
banyak atau semua mikroorganisme, dengan pengecualian spora bakteri, dari objek
yang mati. Biasanya menggunakan desinfeksi kimia atau pasteurisasi basah.
Sterilisasi adalah pemusnahan seluruh mikroorgnisme termasuk spora. Alat-alatharus
dalam keadaan streil pada saat pembeliannya atau bila mungkin disterilkan dengan
otoklaf untuk menghindari kontaminasi dengan mikroorganisme yang berasal dari air
seperti mikrobakteria (Nursalam, 2007).
d. Kontrol atau Eliminasi Reservoir
Tenaga kesehatan yang melakukan eliminasi reservoir dengan membersihkan
kesehatan juga membuang sampah dengan hati-hati alat yang terkontaminasi material
infeksius. Semua institusi kesehatan harus memiliki pedoman untuk membuang mater
sampah infeksius menurut kebijakan lokal dan Negara (Nursalam, 2007). Sampah
cair dituang ke dalam sistem pembuangan kotoran tertutup. Sampah medis dan
nonmedis dilakukan insemerasi (pembakaran) atau dikubur. Sampah tajam dilakukan
enkapsulisasi atau disemenkan.
e. Kontrol Terhadap Portal Keluar
Tenaga kesehatan yang melakukan praktek pencegahan dan kontrol ntuk
meminimalkan atau mencegah organisme yang keluar melalui saluran pernafasan,
tenaga kesehatan harus selalu menghindari berbicara langsung terhadap pasien.
Tenaga kesehatan harus selalu menggunakan sarung tangan sekali bila pakai
menangani eksudat. Masker, gown dan kacamata jika terdapat kemungkinan adanya
percikan dan kontak cairan. Kegunaan APD ini yaitu topi untuk menutupi rambut
yang berguna agar tidak jatuh kedalam luka, kacamata berguna untuk mencegah
percikan cairan tubuh atau darah ke dalam mata, masker untuk mencegah terciumnya
bau bila tenaga kesehatan yang demam ringan namun tetap bekerja harus memakai
masker, khususnya bila mengganti balutan atau melakukan prosedur steril,
apron/celemek berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh, sarung tangan untuk
mencegah penularan infeksi melalui tangan, dan sepatu boot untuk mencegah trauma
atau tusukan jarum.
Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab mengajarkan klien untuk
mikroorganisme adalah penanganan yang hati-hati terhadap eksudat. Cara yang
terkontaminasi dapat dengan mudah terpecik saat dibuang di toilet atau dibak sampah
(Nursalam, 2007).
f. Pengendalian Penularan
Tenaga kesehatan yang melakukan pengendalian infeksi secara efektif, dengan
tetap waspada tentang jenis penularan dan cara mengotrolnya. Bersihkan dan
sterilkan semua peralatan yang reversibel. Teknik yang paling penting adalah
mencuci tangan dengan aseptik. Untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui
kontak tidak langsung, peralatan dan bahan yang kotor harus dijaga supaya tidak
bersentuhan langsung dengan baju tenaga kesehatan (Nursalam, 2007).
g. Kontrol Terhadap Portal Masuk
Tenaga kesehatan yang melakukan harus mempertahankan integritas kulit dan
membran mukosa menurunkan kemungkinan penjamu. Tenaga kesehatan harus
berhati-hati terhadap resiko jarum suntik. Tenaga kesehatan harus menjaga kesterilan
alat dan tindakan invasive. Klien, tenaga kesehatan dan tenaga kebersihan berisiko
mendapat infeksi dari tusukan jarum secara tidak sengaja. Pada saat pembersihan luka
tenaga kesehatan menyeka bagian dalam dulu kemudian bagian luar (Nursalam,
2007).
h. Perlindungan Terhadap Penjamu yang Rentan
Tenaga kesehatan yang melakukan tindakan proteksi atau barier termasuk
penggunaan pakaian pelindung, sarung tangan, kacamata dan masker serta alat
perlukaan untuk mengurangi resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis sistem
proteksi, tenaga kesehatan harus menikuti prinsip dasar yaitu: harus mencuci tangan
sebelum masuk dan meninggalkan ruangan, benda yang terkontaminasi harus dibuang
untuk mencegah penyebaran mikroorganisme, pengetahuan tentang proses penyakit
dan jenis penularan infeksi harus diaplikasikan pada saat menggunakan barier
pelindung, semua orang yang kemungkinan terpapar selama perpindahan klien diluar
kamar proteksi harus dilindungi. Lingkungan yang protektif yng digunakan untuk
proteksi dapat memiliki tekanan udara yang negatif untuk mencegah partikel
infeksius mengalir kelur dari ruangan. Ada juga kamar khusus dengan tekanan aliran
positif digunakan pada pasien yang rentan seperti resipien transplantasi (Nursalam,
2007).
i. Perlindungan Bagi Tenaga Kerja
Perlindungan barier harus sudah bersedia bagi tenaga kesehatan yang
memasuki kamar proteksi, penggunaan gown, sarung tangan, masker dan kacamata
pelindung. Tenaga kesehatan mengenakan sarung tangan bila risiko terpapar materi
infeksius, khususnya sarung tangan direkomendasikan saat tenaga kesehatan ada
goresan atau luka pada kulit, saat melakukan fungsi vena, karena merek berisiko
terkena tumpahan darah atau cairan tubuh lainnya pada tangan, dan bila mereka
kurang pengalaman. Centre of Diases Control lebih lanjut merekomendasikan bahwa
sarung tangan hanya digunakan sekali pakai.
Menurut Blais et al, 2006 dikutip dalam Bertha, 2010 Konsep pencegahan
karena itu dalam pelaksanaannya harus mengacu kepada tenaga kesehatan, bahwa
tenaga kesehatan adalah pemberian asuhan yang di pimpin oleh tenaga kesehatan
yang professional. Tenaga kesehatan menekankan nilai humanistik dan berespon
terhadap kebutuhan pasien dan tenaga kesehatan. Dengan menekankan pada nilai
humanistik dan berespon, maka upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit
dapat dilakukan secara optimal.
2.3.6. Penerapan Mitigasi Sesuai dengan Prosedur Ketetapan (Protap) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Adapun yang menjadi tindakan-tindakan perawatan kepada pasien sesuai
dengan protap mulai dari ruangan UGD, VCT (Voluntary Counselling and Testing)
sampai ke Rindu A1 dan Hemodialisa Darah (HD) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan adalah :
a. Protap kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrab)
Alkohol/handrab merupakan cairan alternatif pengganti cuci tangan berbasis
alkohol 60 % - 90 % dicampur dengan emolien (perbandingan 100 ml : 2 ml),
penjelasan protap terlampir.
b. Protap memakai dan melepas sarung tangan.
Sarung tangan ini dipakai sewaktu melaksanakan tindakan inpasif, penjelasan
protap terlampir.
c. Protap penanganan petugas terpajan jarum suntik yang terkontaminasi dengan
penderita HIV/AIDS (terlampir).
e. Protap penanganan tumpahan darah/cairan tubuh di lantai (terlampir).
2.3.7. Penerapan APD Oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di Ruang Perawatan UGD, VCT dan RA 1 dan Hemodialisa Darah (HD).
Tabel 2.1. Penerapan Alat Pelindung Diri (APD) oleh Tenaga Kesehatan dalam Mitigasi Bencana HIV/AIDS di 4 Ruangan RSUP H. Adam Malik Medan
Sumber : RSUP H. Adam Malik Medan, 2012
2.4. Bencana
2.4.1. Definisi Bencana
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2.4.2. Jenis-Jenis Bencana
Jenis-jenis bencana yang ada di Indonesia adalah sebegai berikut :
a. Bencana alam adalah fenomena atau gejala alam yang disebabkan oleh keadaan
oleh karena suatu proses dalam lingkungan alam yang mengancam kehidupan,
struktur, dan perekonomian masyarakat seperti dapat menimbulkan malapetaka
seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dan sebagainya.
b. Bencana buatan manusia adalah peristiwa yang terjadi oleh karena proses
teknologi, interaksi manusia dengan lingkungannya atau interaksi manusia di
dalam dan di antara masyarakat itu sendiri yang menimbulkan dampak negatif
terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat seperti hasil pembangunan,
kerusuhan sosial, kecelakaan lalu lintas, KLB akibat wabah penyakit menular,
kerusuhan sosial bernuansa sara, dan sebagainya.
2.5. Mitigasi Bencana
Adapun mitigasi bencana atau tindakan-tindakan pencegahan infeksi pada
pasien HIV/AIDS adalah :
a. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.
b. Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti HIV/AIDS
Petugas kesehatan dapat terpapar HIV/AIDS di tempat kerjanya melalui :
a. Percikan atau cairan tubuh pada mata, hidung, dan mulut melalui diskontinuitas
permukaan kulit (misalnya luka atau lecet yang kecil).
b. Luka tusuk yang disebabkan oleh jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam
lainnya, baik pada saat prosedur dilakukan atau pada saat memproses peralatan.
Memakai sarung tangan, menggunakan alat perlindungan pribadi (topi, kacamata,
kemungkinan terkena percikan, berhati-hati saat menangani benda tajam dan
melakukan dekontaminasi serta memproses peralatan yang terkontaminasi secara
benar, merupakan cara-cara efektif untuk meminimalkan risiko infeksi, tidak
hanya bagi pasien yang ada di ruangan tetapi juga terhadap tenaga kesehatan
lainnya lainnya.
2.6. HIV/AIDS 2.6.1. Definisi AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau
Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi (atau:
manusia akibat infeksi virus
menyerang spesies lainnya
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
terkena
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan
(WHO, 2009).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired
artinya didapat, bukan penyakit keturunan, Immuno berarti sistem kekebalan tubuh,
merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah
sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency
Virus) (Djoerban, 2001).
HIV (Human Immunodefeciency Virus), termasuk familia retrovirus. Sel-sel
darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel
limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV
memperbanyak diri dalam sel limfosit T yang diinfeksinya dan merusak sel-sel
tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh
berangsur-angsur menurun.
2.6.2. Pola Penularan Virus HIV
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak
ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Sejumlah 75-85% penularan
terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual),
5%-10 % akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik),
3-5% melalui transfuse darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia
produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung
meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV.
Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap
HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan
dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil
2.6.3. Patofisiologi (Perjalanan Infeksi) HIV/AIDS
Seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun
untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka
selama 2 - 4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan
pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap
ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut
dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini
maka keadaan fisik yang bersangkutan tidak mempunyai kelainan khas ataupun
keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan,
maka dalam kondisi ini yang bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang
lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.
Virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih
(yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka
kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana tejadi
berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dan
sebagainya. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena
infeksi tersebut.
Seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu
12 tahun sering terjadi di negara industri seperti Jerman, sedangkan di negara
berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS,
survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di
dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infkesi oportunistik dan
kualitas pelayanan yang lebih baik.
2.6.4. Masyarakat yang Berpotensi Tertular HIV
Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti
pasangan. Oleh karena itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja
yang mempunyai perilaku tersebut, terlebih lagi berganti-ganti pasangan tersebut
adalah orang yang berisiko tinggi. Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan
hanya dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga oleh kelompok lain seperti
misalnya remaja, mahasiswa, eksekutif muda dan sebagainya. Jadi yang menjadi
masalah disini bukan pada kelompok mana tetapi pada perilaku yang berganti-ganti
pasangan.
Potensi tertular HIV/AIDS adalah orang yang mendapat tansfusi darah yang
tercemar virus HIV. Penggunaan alat suntik secara bergantian tanpa melalui proses
sterilisasi. Anak yang lahir dari ibu yang mengidap virus HIV. Orang yang karena
pekerjaannya sering berhubungan dengan penderita HIV/AIDS seperti dokter,
perawat, petugas transfusi darah, bidan, dan sebagainya. Aktivitas tersebut akan
menjadi pintu masuk bagi virus HIV/AIDS (Depkes, 2006).
2.6.5. Mitigasi Bencana HIV/AIDS
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS.
Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan
AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual, atau jika terpaksa
menggunakan kondom. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah,
misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak
boleh menjadi donor darah.
Tindakan tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS untuk
diterapkan di RSUP H. Adam Malik yaitu :
a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau yang mengandung antiseptik
selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari, punggung tangan, ujung jari dan ibu
jari digosok menyeluruh).
b. Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir dan biarkan tangan kering.
c. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah atau peralatan yang
terkontaminasi.
d. Pakai masker dan kacamata pelindung bila ada percikan cairan tubuh pasien.
e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat kesehatan tajam setelah sekali pakai.
f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh pasien.
g. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.
2.7. Landasan Teori
Menurut Gibson (1996), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan
prestasi kerja terhadap kinerja, yaitu variabel individu, organisasi dan psikologis.
Faktor individu dan demografi mencakup sub variabel jenis kelamin, umur,
pekerjaan, lama bekerja, pengetahuan tentang UP. Faktor organisasi meliputi :
kemungkinan terkena infeksi HIV, persepsi tentang keparahan penyakit HIV, dan
persepsi tentang efektifitas UP mencegah penyakit.
Gambar 2.1. Model Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Tingkat Kepatuhan Penerapan UP
Faktor Individu 1. Jenis kelamin 2. Umur
3. Pekerjaan 4. Lama bekerja 5. Pengetahuan
tentang UP
Faktor Psikologis
1. Persepsi kemungkinan terkena infeksi HIV
2. Persepsi tentang keparahan penyakit
3. Persepsi tentang efektifitas UP mencegah penyakit Penerapan Universal Precaution oleh Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit
Faktor Organisasi 1. Lingkungan kerja 2. Pelatihan
2.8. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas serta kerangka teori yang
ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Mitigasi Bencana
HIV/AIDS Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme dan menurunkan risiko penularan penyakit dari pasien ke tenaga
kesehatan melalui pengetahuan dan sikap tentang pemakaian APD di RSUP H. Adam Malik Medan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei cross sectional yang bertujuan untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time
approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini
tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Desain ini
dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas
kaitannya hubungan sebab akibatnya (Umar, 2001).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi
Adapun lokasi penelitian yaitu Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam
Malik Medan adalah rumah sakit umum milik pemerintah pusat yaitu dibagian Unit
Gawat Darurat, RA 1, Hemodialisasi Darah, dan Voluntary Counselling and Testing.
1. Ruangan ini yang sering dikunjungi oleh pasien yang dicurigai mengidap
HIV/AIDS.
2. Tenaga kesehatan yang kemungkinan terkena infeksi nosokomial misalnya virus
3.2.2. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan sebanyak 120 orang
tenaga kesehatan yang ada di Ruangan UGD, VCT, HD dan RA1 RSUP. H. Adam
Malik Medan.
3.3.2. Sampel
Peneliti menggunakan pengambilan sampelnya yaitu simpel random sampling.
Maka peneliti untuk mendapatkan sampel dari 4 ruangan yaitu ruangan UGD, VCT,
Hemodialisa Darah (HD) dan ruangan Rindu A1 (ruangan HIV/AIDS) secara
proporsional sebanyak 100 orang tenaga kesehatan dengan perhitungan dalam Tabel
3.1.:
Tabel 3.1. Perhitungan Secara Proporsional Sampel di RSUP H. Adam Malik Medan
No Ruangan Proporsional Persentase Jumlah
Sampel
4. Voluntary Counselling and Testing (VCT)
12 120
x 100 % 10 % 10 orang
Total 100 % 100 orang
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data yang diperoleh dari responden dan pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara langsung kepada tenaga kesehatan, dengan menggunakan kuisioner yang
berisi daftar pertanyaan dan pilihan jawaban yang telah dipersiapkan. Adapun sumber
data primer didapat dari hasil jawaban responden yang terkait dengan penerapan
universal precaution oleh tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS melalui
wawancara langsung kepada dokter dan perawat pelaksana dengan menggunakan
kuesioner sebagai panduan.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Bagian Personalia RSUP HAM tentang jumlah
dokter dan perawat pelaksana. Pada bagian Umum RSUP HAM tentang gambaran
umum rumah sakit serta Instalasi Rindu A. Dilihat melalui observasi pada setiap
ruangan-ruangan yaitu di ruangan Unit Gawat Darurat (UGD), ruangan RA 1
(HIV/AIDS), ruangan Hemodialisa Darah (HD), dan ruangan Voluntary Counselling
and Testing (VCT) telah menyediakan alat-alat pelindung diri seperti topi untuk
menutupi rambut yang berguna agar tidak jatuh kedalam luka yang terinfeksi, adanya
kacamata yang berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh atau darah ke dalam
mata, adanya masker untuk mencegah terciumnya bau, apron atau celemek yang
berguna untuk mencegah percikan cairan tubuh atau darah ke dalam tubuh, adanya
sarung tangan untuk mencegah penularan infeksi melalui tangan, dan adanya sepatu
Penyediaan APD tersebut ternyata RSUP H. Adam Malik Medan telah
memberikan pengadaan alat-alat pelindung diri sesuai dengan manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) di RS dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun
2009 dalam hal kesehatan bagi tenaga kesehatan, penerapan universal precaution oleh
tenaga kesehatan dalam mitigasi bencana HIV/AIDS harus dilakukan.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas dilakukan dengan tujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran
atau nilai yang menunjukkan kesahihan. Instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan
alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan
untuk mengukur apa saja yang seharusnya diukur. Instrumen dianggap valid jika nilai
koefisien korelasi r > 0,3.
Uji Reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen dapat digunakan
lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data
yang konsisten. Instrumen dianggap reliabel jika alpha cronbach > 0,6. Setelah
dilakukan ujicoba kuesioner kepada 30 tenaga kesehatan diketahui bahwa item-item
pertanyaan pada variabel mitigasi bencana dan penerapan universal precaution valid
a. Variabel Pengetahuan
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan
Berdasarkan Tabel 3.2. di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel pengetahuan
sebanyak 11 soal mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach
alpha 0,949, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan
valid dan reliabel.
b. Variabel Sikap
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Variabel Nilai Corrected
Item-Total
Cronbach Alpha
Keterangan
Pengetahuan 1 0,914 Valid
Pengetahuan2 0,853 Valid
Pengetahuan 3 0,731 Valid
Pengetahuan 4 0,853 Valid
Pengetahuan 5 0,806 Valid
Pengetahuan 6 0,671 Valid
Pengetahuan 7 0,853 Valid
Pengetahuan 8 0,615 Valid
Pengetahuan 9 0,806 Valid
Pengetahuan 10 0,806 Valid
Pengetahuan 11 0,712 Valid
Reliabilitas 0,949 Reliabel
Variabel Nilai Corrected Item-Total
Cronbach Alpha Keterangan
Sikap 1 0,493 Valid
Berdasarkan Tabel 3.3. di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sebanyak
sikap 8 soal mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha
0,889, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid dan
reliabel.
c. Variabel Penerapan
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Penerapan
Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sebanyak
penerapan 11 soal mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach
alpha 0,898, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel penerapan
valid dan reliabel.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Mitigasi Bencana HIV/AIDS (X)
Adapun variabel mitigasi bencana HIV/AIDS yaitu pengetahuan dan sikap. Variabel Nilai Corrected
Item-Total
Cronbach Alpha
Keterangan
Penerapan 1 0,498 Valid
Penerapan 2 0,686 Valid
Penerapan 3 0,781 Valid
Penerapan 4 0,664 Valid
Penerapan 5 0,501 Valid
Penerapan 6 0,502 Valid
Penerapan 7 0,711 Valid
Penerapan 8 0,656 Valid
Penerapan 9 0,569 Valid
Penerapan 10 0,664 Valid
Penerapan 11 0,711 Valid