KAJIAN STRATEGI BISNIS DALAM PELAKSANAAN
PENGEMBANGAN AREAL
(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
GELADIKARYA
OLEH
AFFAN SAFIQ
NIM : 047007067
KONSENTRASI : MANAJEMEN PEMASARAN
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN GELADIKARYA
Judul Geladikarya : Kajian Strategi Bisnis dalam Pelaksanaan
Pengembangan Areal
(Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))
Nama : Affan Safiq
NIM : 047007067
Program Studi : Magister Manajemen
Konsentrasi : Manajemen Pemasaran
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Ketua
Dr. Ir. Suwito, MM Anggota
Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa geladikarya yang berjudul :
“KAJIAN STRATEGI BISNIS DALAM PELAKSANAAN
PENGEMBANGAN AREAL
(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))”
adalah benar hasil karya sendiri yang belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data
dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas.
Medan, Januari 2012
Yang Membuat Pernyataan
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam rangka peningkatan usaha, PTPN III (Persero) telah melakukan berbagai upaya pengembangan lahan perkebunan. Selain itu pengembangan area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan industri hilir, program pengembangan areal tanaman sepantasnya menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena potensi menyusutnya areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis perkebunan yang masih mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama.Luas areal PTPN III selama 3 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan, yakni masih seluas 155.536,155 Ha, bahkan pada
periode tahun 2010 – 2011 potensi kehilangan lahan mencapai 1.580,71 Ha.
Kebutuhan tandan buah segar semakin mendesak seiring berdirinya industri hilir. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah luas areal PTPN III selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak mengalami pengembangan bahkan berpotensi berkurang, sedangkan kebutuhan terhadap tandan buah segar semakin meningkat seiring dengan berdirinya berbagai industri hilir CPO. Jenis penelitian
pada penelitian ini adalah Ex Post Facto (causal comparative). Pengumpulan data
melalui data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dari kuesioner kepada pihak yang berhak dan berwenang memberi data dan informasi tentang strategi perluasaan areal yang dilakukan PTPN III (Persero).
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dikumpulkan dan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis lingkungan yaitu analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang menghasilkan kekuatan dan
kelemahanserta lingkungan eksternal perusahaan yang menghasilkan peluang
dan ancaman. Dalam penelitian ini, analisis lingkungan diolah dengan 3 (tiga) jenis matriks yakni Matriks Evaluasi Faktor Intern (IFE Matriks), Matriks
RIWAYAT HIDUP
Affan Safiq lahir di Medan, tanggal 16 Mei 1975, anak pertama dari empat
bersaudara dari orang tua pasangan Bapak Achjar Ahmad Ridwan dan Ibu Almh
Alfida. Menikah dengan Chairunisa tahun 2001 dan dikarunia 2 (dua) anak yakni
Nadya Fithrie Azzahra dan M. Daffy Hamami.
Riwayat Pendidikan
SD Islam Taman Siswa Binjai Tamat Tahun 1986
SMP Negeri 1 Binjai Tamat Tahun 1990
SMA Negeri 1 Tebing Tinggi Tamat Tahun 1993
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fak. Pertanian USU Medan Tamat Tahun
1999
Riwayat Pekerjaan
Asisten Tanaman di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Sei
Putih pada tahun 2001.
Staff di Bagian Satuan Pengawasan Intern PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) pada tahun 2004.
Staff di Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero) pada tahun 2005.
Staff di Bagian Perencanaan dan Pengembangan PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero) pada tahun 2006.
Staff di Bagian Pengembangan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat, kasih, karunia
dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Geladikarya ini dengan
judul : ” Kajian Strategi Bisnis dalam Pelaksanaan Pengembangan Areal (Studi
Kasus di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))”.
Geladikarya ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan
perkuliahan di Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara Medan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi
Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Nazaruddin, MT selaku Sekretaris Program Studi Magister
Manajemen Universitas Sumatera Utara,
4. Bapak Dr. Ir. Suwito, MM selaku Anggota Komisi Pembimbing
5. Pimpinan dan Staf PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
6. Seluruh Keluarga yang selalu memberikan doa dan semangat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan masukan demi penyempurnaan Geladikarya ini.
Medan, Januari
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
RINGKASAN EKSEKUTIF ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
... 1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Hasil Penelitian ... 8
1.5. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 8
BAB II KERANGKA TEORITIS ... 9
2.1.Pengertian dan Tingkatan Strategi ... 9
2.2.Analisis Lingkungan Internal ... 13
2.3.Analisis Lingkungan Eksternal ... 17
2.4.Jenis-Jenis Strategi ... 21
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 34
4.1.Jenis Penelitian ... 34
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
4.3.Jenis dan Sumber Data ... 35
4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 36
4.5.Analisis Data ... 36
4.5.2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal ... 39
4.5.3. Matriks Internal Eksternal ... 42
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 44
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 44
5.2. Kegiatan Perusahaan ... 47
5.3. Struktur Organisasi ... 48
5.4. Anak Perusahaan ... 49
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 51
6.1. Analisis Lingkungan ... 51
6.1.1. Analisis Lingkungan Internal ... 51
6.1.1.1. Aspek Organisasi ... 51
6.1.1.2. Aspek Sumber Daya Manusia ... 54
6.1.1.3. Aspek Produksi ... 57
6.1.1.4. Aspek Teknis dan Teknologi ... 59
6.1.1.5. Aspek Keuangan ... 60
6.1.1.6. Aspek Penjualan ... 61
6.1.2. Kekuatan dan Kelemahan PTPN III ... 63
6.1.3. Analisis IFE Matriks ... 68
6.1.4. Analisis Lingkungan Eksternal ... 73
6.1.4.1. Aspek Sosial ... 73
6.1.4.2. Aspek Pemerintah ... 74
6.1.4.3. Aspek Hukum ... 80
6.1.4.4. AspekLingkungan ... 82
6.1.5. Peluang dan Ancaman PTPN III ... 83
6.1.6. Analisis EFE Matriks ... 87
6.2. Analisis IE Matriks ... 91
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
7.1. Kesimpulan ... 98
7.2. Saran ... 99
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Kuesioner ... 102
2. Luas Areal PTPN III ... 106
3. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit PTPN III ... 107
4. Laba Rugi ... 108
5. Rencana Pengembangan Areal ... 109
6. Instruksi Kerja Pembelian Lahan Baru ... 110
7. Proses Bisnis Pembelian Lahan Baru ... 112
8. Potensi Areal Pengembangan yang Diterima ... 113
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam rangka peningkatan usaha, PTPN III (Persero) telah melakukan berbagai upaya pengembangan lahan perkebunan. Selain itu pengembangan area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan industri hilir, program pengembangan areal tanaman sepantasnya menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena potensi menyusutnya areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis perkebunan yang masih mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama.Luas areal PTPN III selama 3 tahun terakhir tidak mengalami perkembangan, yakni masih seluas 155.536,155 Ha, bahkan pada
periode tahun 2010 – 2011 potensi kehilangan lahan mencapai 1.580,71 Ha.
Kebutuhan tandan buah segar semakin mendesak seiring berdirinya industri hilir. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah luas areal PTPN III selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak mengalami pengembangan bahkan berpotensi berkurang, sedangkan kebutuhan terhadap tandan buah segar semakin meningkat seiring dengan berdirinya berbagai industri hilir CPO. Jenis penelitian
pada penelitian ini adalah Ex Post Facto (causal comparative). Pengumpulan data
melalui data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dari kuesioner kepada pihak yang berhak dan berwenang memberi data dan informasi tentang strategi perluasaan areal yang dilakukan PTPN III (Persero).
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dikumpulkan dan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis lingkungan yaitu analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang menghasilkan kekuatan dan
kelemahanserta lingkungan eksternal perusahaan yang menghasilkan peluang
dan ancaman. Dalam penelitian ini, analisis lingkungan diolah dengan 3 (tiga) jenis matriks yakni Matriks Evaluasi Faktor Intern (IFE Matriks), Matriks
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gejolak perekonomian akibat krisis global telah membuktikan bahwa
subsektor perkebunan cukup tangguh untuk dapat bertahan dan menjadi
tumpuan perekonomian nasional dalam perolehan devisa dan penyediaan
lapangan pekerjaan. Indonesia sebagai negara yang memiliki keunggulan
komparatif di subsektor perkebunan dengan ketersediaan lahan
pengembangan yang cukup luas, tenaga kerja, dan iklim tropis harus dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendukung berkembangnya
sektor agribisnis di Indonesia.
Dengan keunggulan-keunggulan tersebut bisnis perkebunan di
Indonesia semakin berkembang, khususnya komoditi perkebunan yang
menjadi andalan khususnya kelapa sawit dan karet, perkembangan luas
areal perkebunan untuk kedua komoditi tersebut sangat pesat dan telah
memberikan manfaat yang positif bagi kesejahteraan masyarakat. Secara
kepemilikan usaha perkebunan untuk kedua komoditi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar
negara dan perkebunan besar swasta. Perkembangan luas lahan perkebunan
kelapa sawit selama sepuluh tahun terakhir dari 7.253.489 Ha pada tahun
2000 menjadi 10.303.503 Ha pada tahun 2009, atau terjadi penambahan luas
Membahas tentang perkebunan milik negara yang selanjutnya disebut
BUMN perkebunan, pada awalnya merupakan hasil nasionalisasi
perusahaan-perusahaan perkebunan asing yang berdiri pada periode pra
kemerdekaan menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Pengembangan
luas lahan BUMN perkebunan terjadi sangat pesat pada periode 90-an yang
didukung oleh pelaksanaan Program Transmigrasi, dan Pengembangan
Perkebunan Rakyat Pola PIR, dimana pelaksanaan pengembangan areal baru
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peran BUMN Perkebunan
sebagai Perusahaan Inti dari Perkebunan Rakyat Pola PIR di wilayah
pengembangan. Pada periode tersebut BUMN perkebunan mendapat tugas
untuk melakukan pengembangan lahan sekaligus membangun perkebunan
rakyat di wilayah-wilayah yang telah ditunjuk oleh Pemerintah.
PT. Perkebunan Nusantara III yang merupakan hasil penggabungan
PTP III, IV dan V pada tahun 1996, saat ini telah menjadi BUMN
Perkebunan dengan kinerja terbaik selama beberapa tahun terakhir dan terus
berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya. Dalam
menghadapi perubahan lingkungan bisnis global dan berupaya untuk meraih
peluang dari berkembangnya industri perkebunan maka PTPN III sedang
mengembangkan bisnisnya ke industri hilir sekaligus memperkuat industri
hulu dengan melakukan pengembangan areal tanaman.
PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan
salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang
bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil
pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah
Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.
Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambilalihan
perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958
yang dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing
menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Tahun 1968, PPN
direstrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan
(PNP) yang selajutnya pada tahun 1974 bentuk badan hukumnya diubah
menjadi PT Perkebunan (Persero).
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegitan usaha perusahaan
BUMN, Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan
melakukan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan
perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan
manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN Perkebunan yang terdiri dari
PT Perkebunan III (Persero), PT Perkebunan IV (Persero) , PT Perkebunan
V (Persero) disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT Perkebunan
Nusantara III (Persero).
Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal
14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT
Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera
Utara. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris
Harun Kamil, SH, No. 36 tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.
Negara Republik Indonesia No. 81 Tahun 1996 Tambahan Berita Negara
No. 8674 Tahun 1996.
Saat ini luas areal yang diusahakan adalah ± 160.000 Ha yang tersebar
di wilayah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Riau, terdiri dari komoditi
kelapa sawit dan karet. Pengelolaan areal kebun dan unit pengolahan dibagi
menjadi beberapa unit usaha yaitu 34 Kebun, 11 pabrik kelapa sawit, dan 8
pabrik pengolahan karet serta 6 rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan.
Unit-unit usaha tersebut dikelompokkan berdasarkan pembagian wilayah
menjadi 6 distrik yang dipimping oleh Distrik Manajer.
PTPN III (Persero) juga memiliki 7 anak perusahaan yang bergerak di
bidang perkebunan kelapa sawit, industri hilir karet, industri pengolahan
kayu karet dan kelapa sawit serta pipanisasi/penyimpanan CPO.
Dalam rangka peningkatan usaha, PTPN III (Persero) telah melakukan
berbagai upaya pengembangan lahan perkebunan. Selain itu pengembangan
area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat bagi
pengembangan industri hilir, program pengembangan areal tanaman
sepantasnya menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena
potensi menyusutnya areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis
perkebunan yang masih mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama.
Potensi berkurangnya luas areal HGU disebabkan oleh beberapa hal antara
lain :
a. Pemekaran Wilayah
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemekaran wilayah
sebagai pusat perkantoran dan fasilitas umum daerah pemekaran.
Sebagai gambaran pemekaran wilayah yang terjadi di wilayah kerja
PTPN III selama beberapa tahun terakhir telah terbentuk beberapa
kabupaten hasil pemekaran yaitu Padang Lawas, Padang Lawas Utara,
Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan dan Batubara.
b. Pembangunan Fasilitas Umum dan Sarana/Prasarana Sosial
Pelaksanaan pembangunan di lain pihak menuntut pelepasan
lahan-lahan perkebunan, rencana pembangunan Jalan Tol Medan-Tebing
Tinggi telah diplot melintasi beberapa lahan perkebunan diantaranya
areal PTPN III. Terkait dengan pemekaran wilayah yang akan
menimbulkan pusat-pusat kegiatan masyarakat yang baru yang pada
gilirannya akan menuntut pembangunan fasilitas-fasilitas umum,
sarana/prasarana sosial. Kondisi ini dapat dirasakan selama ini dengan
adanya permohonan dari Pemerintah atau kelompok masyarakat untuk
pelepasan areal HGU yang akan digunakan sebagai rumah ibadah,
sekolah dan lain-lain.
c. Garapan Masyarakat
Pertambahan jumlah penduduk membuat lahan-lahan perkebunan
disekitar pusat pemukiman akan semakin terdesak. Beberapa lokasi
HGU perkebunan yang berbatasan dengan wilayah perkotaan terancam
digarap masyarakat ataupun secara legal terdesak oleh pelaksanaan
Luas areal PTPN III selama 3 tahun terakhir tidak mengalami
perkembangan, yakni masih seluas 155.536,155 Ha, bahkan pada periode
tahun 2010 – 2011 potensi kehilangan lahan mencapai 1.580,71 Ha.
Kebutuhan tandan buah segar semakin mendesak seiring berdirinya industri
hilir. Untuk melaksanakan pengembangan areal, PTPN III telah membuat
program pengembangan areal telah dituangkan ke dalam Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan sejak tahun 2008.
Menindaklanjuti rencana pembebasan lahan untuk areal
pengembangan sesuai yang diamanatkan di dalam RKAP telah dilakukan
kajian administratif dan prasurvey ke lokasi potensi lahan pengembangan
sesuai penawaran atau informasi yang disampaikan kepada PTPN III,
sampai periode Desember 2008 pra Survey lokasi potensi areal
pengembangan yang telah dilakukan sejumlah 23 lokasi atau seluas 215.133
Ha dan untuk periode Triwulan I/2009 sejumlah 7 lokasi seluas 22.290 Ha.
Alternatif yang dilakukan untuk melakukan pengembangan areal
antara lain adalah dengan melakukan proses ganti rugi lahan kosong milik
masyarakat (perorangan), mengambil lahan yang telah memiliki izin lokasi,
atau melakukan akuisisi lahan HGU atau akuisisi perusahaan perkebunan,
kerjasama dengan mitra strategis dan pengembangan plasma.
Pada saat ini fokus pengembangan areal PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) adalah untuk mengembangkan Distrik Tapanuli Selatan (DTAPS)
yang mengelola hanya 2 (dua) kebun yaitu Kebun Batangtoru dan Kebun
Hapesong. Kegiatan pengembangan areal tersebut saat ini masih dalam
rugi ini sudah dirintis sejak Tahun 2009 melalui beberapa tahapan proses
untuk menjadi areal HGU.
Sejak tahun 2009 PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) juga
mengelola Kebun Karang Inong dan Kebun Julok Rayeuk Selatan yang
merupakan milik PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) melalui Kerjasama
Operasi (KSO). Dalam kerjasama ini PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) melakukan investasi peremajaan tanaman di kedua kebun tersebut,
namun kepemilikan lahan tetap berada di PT. Perkebunan Nusantara I
(Persero).
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah luas areal PTPN III selama 3 (tiga) tahun terakhir
tidak mengalami pengembangan bahkan berpotensi berkurang, sedangkan
kebutuhan terhadap tandan buah segar semakin meningkat seiring dengan
berdirinya berbagai industri hilir CPO.
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi
pengembangan areal yang telah dilakukan oleh PTPN III (Persero). Tujuan
spesifiknya adalah:
a. Merumuskan strategi pengembangan areal yang akan dilakukan oleh
b. Menganalisis faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi
hambatan pengembangan areal yang dilakukan oleh PTPN III
(Persero)
c. Menganalisis faktor-faktor lingkungan eksternal yang menjadi
penyebab kegagalan pengembangan areal yang dilakukan oleh PTPN
III (Persero)
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
a.PTPN III (Persero), dapat menjadi masukan berharga tentang bagaimana
menajemen perusahaan dalam mengambil keputusan khususnya dalam
perencanaan pengembangan lahan perkebunan yang secara
berkesinambungan diperlukan dalam pengembangan usahanya.
b. Bagi peneliti, dapat menerapkan pengetahuan yang pernah didapat
oleh penulis selama mengikuti kuliah sampai sejauh mana hubungan
antara teori yang didapat dengan kasus yang ada di perusahaan.
c.Bagi Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara,
sebagai tambahan referensi penelitian dalam bidang manajemen
strategi.
1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada faktor- faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi upaya pengembangan areal
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1. Pengertian dan Tingkatan Strategi
Pada masa sekarang ini terminologi kata strategi sudah menjadi
bagian integral dari aktivitas organisasi bisnis untuk dapat
mempertahankan eksistensinya (tantangan perubahan lingkungan
ekonomi, sosial budaya, teknologi, konsumen, suplier, dan terutama
persaingan) sehingga strategi tidak lagi terbatas bagi keperluan kalangan
militer saja.
Menurut Clausewitz dalam Robinson & Pearce (1997), strategi
merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan
suatu perang. Strategi merupakan rencana jangka panjang untuk
mencapai tujuan (http://www.investorwords.com), sehingga strategi
terdiri dari aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai
tujuan.
Sedangkan Mintzberg dalam Rangkuti (2000) menyatakan bahwa
kata strategi dapat digunakan dalam berbagai cara atau situasi.
1. Strategy is a plan, a how, a means of getting from here to there
2. Strategy is a pattern in actions over time (Pola)
3. Strategy is position; that is; reflects decisions to offer particular
products or services in particular markets.
Strategi menurut Porter dalam Umar (2004) adalah sekumpulan
tindakan atau aktivitas yang berbeda untuk menghantarkan nilai yang
unik. Sedangkan Thompson dan Strikcland (2001) mengatakan strategi
terdiri dari aktivitas-aktivitas yang penuh daya saing serta
pendekatan-pendekatan bisnis untuk mencapai kinerja yang memuaskan (sesuai
target).
Strategi yang disusun dapat kita bedakan menjadi beberapa
tingkatan tergantung pada jenis perusahaan yang melakukannya, apakah
perusahaan tunggal (single business) atau perusahaan terdiversifikasi
(diversified company).
Gambar 2.2. Perusahaan Disversifikasi
a. Strategi Korporat
Strategi yang dirumuskan untuk mencapai tujuan korporat atau
bisnis secara keseluruhan mencakup bagaimana mengintegrasikan dan
mengelola semua bisnis (New busines, New Devisions, New
Subdiareis, Merger, Acquisition). Korporat bertanggung jawab
membangun “value” dalam bisnisnya. Korporat bertanggung jawab
pada portofolio bisnis, memastikan bahwa bisnis akan beroprasi dalam
jangka panjang, dan memastikan setiap bisnis yang dimilikinya
kompatibel satu sama lain.
Strategi korporat merupakan game plan keseluruhan dari
perusahaan diversifikasi. Strategi ini menjadi payung atau pedoman
strategi bagi seluruh unit bisnis yang dimiliki perusahaan diversifikasi.
Penyusunan strategi korporat perlu mempertimbangkan hal-hal di
1. Langkah-langkah untuk memantapkan posisi dan keunggulan
masing-masing unit bisnis
2. Langkah-langkah mempercepat tercapainya kinerja bisnis
3. Menentukan cara untuk mencapai kesesuaian strategik (strategic
fits) antar bisnis dengan korporat
4. Menentukan prioritas investasi dan mendorong sumberdaya
korporat untuk berdaya guna di bisnis yang paling atraktif dan
menguntungkan.
b. Strategi Bisnis
Strategi bisnis atau sering disebut strategi unit bisnis ini bisa
berupa strategi di level anak perusahaan, divisi, lini produk, atau profit
centre lain yang memiliki otonomi pengelolaan bisnisnya sendiri. Isu
dalam strategi bisnis adalah bagaimana mengkoordinasikan
fungsi-fungsi bisnis/manajemen untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Di level bisnis strategi yang diformulasikan akan berkaitan
dengan posisi bisnis terhadap pesaing, bagaimana mengakomodasi
perubahan tren pasar dan teknologi, dan upaya-upaya mempengaruhi
persaingan melalui tindakan-tindakan strategis seperti integrasi
vertikal, atau tindakan politis seperti lobi. Strategi generik Michael
Porter adalah contoh strategi bisnis.
c. Strategi Fungsional
Strategi yang diformulasikan dan diimplementasikan di level
operasional, dan pemasaran. Level ini menjadi pusat informasi
manajemen strategi di level lebih atas yaitu bisnis dan korporat. Setiap
unit fungsional diharuskan mengembangkan strategi bisnis agar dapat
memberikan kontribusi pada kesuksesan strategi bisnis secara
keseluruhan.
d. Strategi Operasional
Strategi yang diformulasikan dan diimplementasikan di unit-unit
operasional seperti penjualan, distribusi, penyimpanan, promosi,
persediaan, penggajian dll. Keberhasilan manager pada jajaran ini
akan menentukan kelancaran proses dan kesuksesan organisasi secara
keseluruhan.
2.2. Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal lebih mengarah pada analisis intern
perusahaan dalam menilai atau mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
dari tiap-tiap divisi keuangan dan akuntansi, pemasaran, riset dan
pengembangan, personalia serta operasional (David, 2006). Inti dari
analisis lingkungan internal ini adalah berusaha untuk mencari
keunggulan strategis yang dipakai untuk membedakan diri dari pesaing.
Menurut Jauch dan Gluech (1999), lingkungan internal adalah proses
dimana perencanaan strategi mengkaji faktor internal perusahaan untuk
menentukan dimana perusahaan memiliki kekuatan dan kelemahan yang
dan Robinson Jr, dalam Kotler (2005), analisis lingkungan internal
adalah pengertian mengenai pencocokan kekuatan dan kelemahan
internal dengan peluang dan ancaman eksternal. Selanjutnya Pearce dan
Robinson, Jr dalam Kotler (2005) memberikan langkah-langkah dan
menganalisis lingkungan internal yang nantinya akan menghasilkan
profit perusahaan terdiri dari :
1) Identifikasi faktor-faktor strategik internal dan kegiatan yang paling
penting :
a) Identifikasi faktor internal kunci:
1. Pemasaran.
Pemasaran adalah starting point setiap kegiatan bisnis.
Fungsi-fungsi perusahaan yang lain, seperti produksi,
persediaan, keuangan, SDM dsb, merupakan derivat,
langsung atau tidak langsung, dari fungsi pemasaran. Kajian
mengenai kelayakan suatu usaha selalu dimulai dari
perkiraan kemampuan melakukan penetrasi pasar. Karena
itu, tak ada bisnis yang bisa dikembangkan tanpa
pemasaran.
2. Keuangan dan akunting.
Faktor keuangan memberikan gambaran tentang
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
atau laba perusahaan yang tergambar dalam laporan
keuangan perusahaan.
Bagian operasi dan teknik berkaitan dengan upaya
pengendalian produksi di pabrik tetap terjaga sesuai
rencana. pengendalian produksi adalah fungsi untuk
menggerakan barang melalui siklus manufaktur keseluruhan
dari pengadaan bahan baku sampai dengan pengiriman
produk jadi
4. Personalia.
Bagian personalia berkaitan dengan perencanaan, pelatihan
dan penempatan staf yang sesuai dengan rencana
perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
5. Manajemen Mutu.
Manajemen mutu dilaksanakan dalam menjaga kualitas
kerja dan produk sehingga tetap memenuhi standar yang
diinginkan.
6. Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan bagian dari sistem
penunjang pengambilan keputusan manajemen dalam
berbagai hal. Pengelolaan informasi berbasis komputer
sangat menentukan proses pengambilan keputusan
perusahaan.
7. Organisasi dan Manajemen Umum.
Pengelolaan SDM yang benar dalam organisasi
kesesuaian bidang kerja staf, sehingga pekerjaan yang
dilaksanakan dapat maksimal.
b) Identifikasi kegiatan umum :
1. Logistik ke dalam
2. Operasi
3. Logistik ke luar
4. Pemasaran dan penjualan
5. Layanan
c) Identifikasi kegiatan penunjang :
1. Pembelian
2. Pengembangan teknologi
3. Manajemen sumber daya manusia
4. Infastruktur perusahaan
a. Bagaimana faktor-faktor dan kegiatan-kegiatan ini
dibandingkan dengan informasi historis dan standar
keunggulan internal.
b. Evaluasi faktor-faktor strategik intern dengan cara :
1) Perbandingan dengan kinerja masa lalu
2) Perbandingan dengan pesaing
3) Perbandingan dengan fator-faktor sukses
2.3. Analisis Lingkungan Eksternal
Istilah lingkungan bisnis memiliki yang luas karena menunjukkan
seluruh pengaruh eksternal terhadap organisasi (Kuncoro, 2006).
Lingkungan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan sifatnya tidak dapat
diprediksi dengan tetap dan cepat sekali mengalami perubahan. Ada
banyak faktor eksternal yang mempengaruhi pilihan arah dan tindakan
suatu perusahaan dan pada akhirnya struktur organisasi serta proses
internalnya. Menurut Jauch dan Gluech (1999), analisis lingkungan
eksternal adalah suatu proses yang digunakan perencana dalam
menentukan peluang ancaman terhadap perusahaan. Pearce dan Robinson,
Jr (1997) membagi lingkungan eksternal menjadi :
1) Lingkungan Jauh yang terdiri dari faktor-faktor yang pada dasarnya
diluar dan terlepas dari perusahaan. Lingkungan jauh ini
memberikan kesempatan besar bagi perusahaan untuk maju,
sekaligus dapat menjadi hambatan dan ancaman untuk maju.
Lingkungan jauh ini terdiri dari beberapa faktor yakni :
a. Ekonomi. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat
mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan. Semakin
buruk kondisi ekonomi, semakin buruk pula iklim berbisnis.
Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat
hendaknya bersama-sama mempertahankan bahkan
meningkatkan kondisi ekonomi daerahnya menjadi lebih baik
lagi agar perusahaan dapat bergerak maju dalam usahanya.
menganalisis kondisi ekonomi suatu daerah atau negara
adalah siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga,
investasi, harga-harga produk dan jasa, pertumbuhan
ekonomi, pendapatan perkapita.
b. Sosial dan Budaya. Kondisi sosial masyarakat memang
berubah-ubah. Hendaknya perubahan-perubahan sosial yang
terjadi yang mempengaruhi perusahaan dapat diantisipasi oleh
perusahaan. Kondisi sosial ini misalnya sikap, gaya hidup,
adat istiadat, dan kebiasaan orang-orang di lingkungan
eksternal perusahaan.
c. Teknologi. Kemajuan teknologi yang pesat tidak hanya
mencakup penemuan-penemuan baru, tetapi juga meliputi
cara-cara pelaksanaan atau metode-metode baru dalam
mengerjakan suatu pekerjaan, artinya bahwa ia memberikan
suatu gambaran yang luas, meliputi mendesain,
menghasilkan, dan mendistribusikan. Setiap kegiatan usaha
yang diinginkan untuk berjalan terus menerus harus selalu
mengikuti perkembangan-perkembangan teknologi yang dapat
diterapkan pada produk atau jasa yang dihasilkan atau cara
operasinya.
d. Pemerintah. Arah, kebijakan dan stabilitas politik
pemerintah menjadi faktor penting bagi para pengusaha.
Kebijakan yang diputuskan diharapkan dapat memberi
perlu diperhatikan dari faktor pemerintah adalah
Undang-Undang dan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah.
2) Lingkungan Industri. Lingkungan ini lebih mengarah pada aspek
persaingan dimana bisnis perusahaan berada. Lingkungan industri
ini meliputi beberapa faktor yakni :
a. Pendatang baru. Pendatang baru pada suatu industri
membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian
pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya
harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga
mengurangi kemampulabaan. Ancaman masuknya pendatang
baru dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang
ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada
yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru. Jika
rintangan atau hambatan ini besar dan atau pendatang baru
memperkirakan akan ada perlawanan yang keras dari
perusahaan-perusahaan yang sudah ada, maka ancaman
masuknya pendatang baru akan rendah.
b. Persaingan yang semakin ketat dengan perusahaan
sejenis. Rivalitas (rivalry) diantara pesaing yang ada
berbentuk perlombaan untuk mendapatkan posisi, antara lain
dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan harga,
perang iklan, introduksi produk, dan meningkatkan jaminan
atau pelayanan kepada pelanggan. Persaingan ini terjadi
melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Pada kebanyakan
industri, gerakan persaingan oleh suatu perusahaan
mempunyai pengaruh besar terhadap para pesaingnya, dengan
demikian akan mendorong perlawanan atau usaha untuk
gerakan tersebut. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan
tersebut saling tergantung satu sama lain (mutually
dependent).
c. Ketersediaan Substitusi. Setiap perusahaan yang ada dalam
suatu industri bersaing (dalam arti yang luas) dengan
industri-industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk
pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan
menetapkan harga pagu (ceiling price) yang dapat diberikan
perusahaan dalam industri. Makin menarik alternatif harga
yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin berat
pembatasan laba industri. Mengenali produk-produk substitusi
adalah persoalan mencari produk lain yang dapat menjalankan
fungsi yang sama seperti produk yang ada dalam industri.
Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar
adalah produk-produk yang mempunyai kecenderungan untuk
memiliki harga yang atau prestasi yang lebih baik daripada
produk industri, dan produk yang dihasilkan oleh industri
berlaba tinggi.
d. Kekuatan konsumen. Para pembeli bersaing dengan industri
mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta
berperan sebagai pesaing satu sama lain. Kekuatan dari
tiap-tiap kelompok pembeli yang penting dalam industri
tergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasar dan pada
kepentingan relatif pembeliannya dari industri yang
bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisnis
pembeli tersebut.
2.4. Jenis-Jenis Strategi
Ada beberapa alternatif strategi yang dapat diadopsi untuk
mencapai keunggulan bersaing sehingga penjualan akan meningkat
dalam kondisi pasar yang potensial namun kemampuan konsumen untuk
membeli sangat flutuatif. Menurut Umar (2004), Strategi Generik adalah
strategi-strategi yang memiliki kesamaan yaitu menjalin kerjasama
dengan perusahaan lain, namun dengan berbagai macam cara.
Paparan strategi utama dari strategi generik dan strategi utama
Tabel 2.1. Strategi Generik dan Strategi Utama Fred R. David
Strategi Generik Strategi Utama
Strategi Integrasi Vertikal
Strategi Integrasi Horizontal (Horizontal Integration Strategy)
Strategi Intensif
(Intensive Strategy)
Strategi Pengembangan Pasar (Market Dev. Strategy)
Strategi Pengembangan Produk (Product Dev. Strategy)
Startegi Penetrasi Pasar (Market
Penetration Strategy)
Strategi Diversifikasi
(Diversification Strategy)
Strategi Diversifikasi Konsentrik
(Concentric Divers Strategy)
Strategi Diversifikasi Konglomerat (Conglomerate Divers Strategy)
Startegi Diversifikasi Horizontal
(Horizontal Divers Strategy)
Strategi Bertahan
(Devensive Strategy)
Strategi Usaha Patungan (Joint Venture Strategy)
Strategi Penciutan Biaya (Retrenchment Strategy)
Strategi Penciuatan Usaha (Divestiture Strategy)
Startegi Likuidasi (Liquidation Strategy)
Sumber : Husein, 2004
Kelompok Strategi Integrasi Vertikal (Vertical Integration Strategy)
F
orward Integration, Backward Integration, dan HorizontalIntegration merupakan tiga macam strategi yang termasuk dalam
kelompok Strategi Integrasi. Ketiganya secara kolektif sering
dianggap sebagai startegi integrasi vertical (vertical integration
startegies). Strategi ini menghendaki agar perusahaan melakukan
pengawasan yang lebih terhadap distributor, pemasok, dan/atau para
pesaing baik melalui merger, akuisisi, atau membuat perusahaan
sendiri. Penjelasan dari ketiga strategi dipaparkan berikut ini.
a. Forward Integration Strategy. Strategi ini menghendaki agar
pengendalian para distributor atau pengecer mereka, bila perlu
dengan memilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan
mendapatkan banyak masalah dengan pendistribusian barang / jasa
mereka, sehingga mengganggu stabilitas produksi, padahal,
perusahaan mampu untuk mengelolah pendistribusian dimaksud
dengan sumber daya yang dimiliki. Alasan lain, bisnis di sektor
distribusi yang dimaksud, misalnya memiliki prospek yang baik
untuk dimasuki.
b. Backward Integration Strategy. Pengusaha di bidang manufaktur
dan para pengecer membutuhkan barang – barang dari pemasok,
misalnya berupa bahan baku. Backward Integration merupakan
strategi perusahaan agar pengawasan terhadap bahan baku dapat
lebih ditingkatkan, apalagi para pemasok sudah dinilai tidak lagi
menguntungkan perusahaan, seperti keterlambatan dalam
pengadaan bahan, kualitas bahan yang menurun, biaya yang
meningkat sehingga tidak lagi dapat diandalkan. Konsumen kini
mulai lebih menghargai produk – produk yang ramah lingkungan,
sehingga mereka lebih menyukai produk yang dapat didaur ulang.
Beberapa perusahaan menggunakan backward integration untuk
memperoleh pengawasan terhadap para pemasok barang agar
produk – produk yang dapat didaur ulang itu bahan bakunya aman
dipasok. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk mendapatkan
kepemilikan danatau meningkatkan pengendalian bagi para
sedikit padahal pesaing banyak, pasokan selama ini berjalan lancer,
harga produk stabil, dan pemasok memiliki marjin keuntungan
yang tinggi serta perusahaan mempunyai modal dan sumber daya
yang berkualitas.
c. Horizontal Integration Strategy. Strategi ini dimaksudkan agar
perusahaan meningkatkan pengawasan terhadap para pesaing
perusahaan walau harus dengan memilikinya. Salah satu
kecenderungan yang paling signifikan dalam manajemen strategis
dewasa ini adalah dengan menggunakan strategi Horizontal
Integration sebagai suatu strategi pertumbuhan. Jadi, tujuan strategi
ini adalah untuk mendapatkan kepemilikan dan/atau meningkatkan
pengendalian para pesaing. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan
memiliki posisi monopoli seizin pemerintah, bersaing di industri
yang berkembang, skala ekonomi meningkat, serta modal dan
sumber daya yang dimiliki perusahaan mampu melakukan
ekspansi.
Kelompok Strategi Intensif (Intensive Strategies)
Strategi Penetrasi Pasar (Market Penetration), Pengembangan
Pasar (Market Development), dan Pengembangan Produk (Product
Development) adalah tiga strategi yang dikelompokkan ke dalam apa
yang sering disebut sebagai strategi intensive. Disebut demikian karena
strategi-strategi ini dalam implementasinya memerlukan usaha-usaha
produk – produk yang ada. Ketiga strategi intensif ini dipaparkan
berikut ini.
a. Market Penetration Strategy. Strategi ini berusaha untuk
meningkatkan market share suatu produk atau jasa melalui usaha –
usaha pemasaran yang lebih besar. Strategi ini dapat
diimplementasikan baik secara sendiri – sendiri atau bersama
dengan strategi lain untuk dapat menambah jumlah tenaga penjual,
biaya iklan, items untuk promosi penjualan, dan atau usaha – usaha
promosi lainnya. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk
meningkatkan pangsa pasar dengan usaha pemasaran yang
maksimal. Hal ini dapat dilakukan jika pasar belum jenuh, pangsa
pasar pesaing menurun, korelasi yang positif antara biaya 4P
pemasaran dan sales serta kemampuan untuk bersaing yang
meningkat.
b. Market Development Strategy. Strategi ini bertujuan untuk
memperkenalkan produk – produk atau jasa yang ada sekarang ke
daerah – daerah yang secara geografis merupakan daerah baru.
Dalam perspektif global, pengembangan pasar berskala
internasional sudah banyak dilakukan oleh perusahan – perussahan.
Namun, industri – industri tertentu akan menghadapi kesulitan
dalam bersaing jika hanya bermain di pasar lokal. Jadi, tujuan
strategi ini adalah untuk memperbesar pangsa pasar. Hal ini dapat
kapasitas produksi, pendapatan laba yang sesuai dengan harapan,
serta adanya pasar yang baru atau pasar yang belum jenuh.
c. Product Development Strategy. Strategi ini merupakan strategi
yang bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan penjualan
dengan cara meningkatkan atau memodifikasikan produk – produk
atau jasa – jasa yang ada sekarang. Strategi ini biasanya
memerlukan penelitian yang luas dan tajam serta membutuhkan
biaya yang cukup besar. Jadi, tujuan strategi ini adalah untuk
memperbaiki dan atau mengembangkan produk yang sudah ada.
Hal ini dapat dilakuakan, jika produk sudah berada pada tahapan
jenuh, pesaing menawarkan produk sejenis yang lebih baik, dan
atau lebih murah, memiliki kemampuan untuk mengembangkan
produk, dan berada pada industri yang sedang tumbuh.
Kelompok Strategi Diversifikasi (Diversification Strategies)
Ada tipe umum strategi divertifikasi yang sudah banyak diketahui
dan diimplementasikan, yaitu Concentric Diversification, Horizontal
Diversification, dan Conglomerate Diversification. Secara keseluruhan,
kelompok strategi ini makin lama makin kurang popular, paling tidak
ditinjau dari sisi tingginya tingkat kesulitan manajemen dalam
mengendalikan aktivitas – aktivitas perusahaan yang berbeda – beda
tersebut. Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an, banyak perusahaan
cenderung memberikan variasi – variasi pada bisnis mereka supaya
bisnis perusahaan tidak hanya bergantung pada beberapa jenis usaha.
berubah lagi. Bahkan, Michael Porter dari Harvard Business School
mengatakan bahwa hendaknya perusahaan – perusahaan menjual atau
menutup SBU – SBU yang kurang menguntungkan untuk kembali
fokus pada bisnis ini mereka. Bagaimanapun juga, diversifikasi kadang
– kadang masih merupakan strategi yang sesuai dan berhasil, contohnya
Philip Morris. Philip Morris memperoleh 60% dari keuntungan
penjualan rokok Marlboro. Saat itu konsumsi rokok berkurang dan
beberapa investor menolak stok tembakau. Gebrakan yang lain, Philip
Morris menghabiskan dana sejumlah $12,9 miliar untuk pengambil –
alihan Kraft General Foods, produsen makanan terbesar kedua dunia
setelah Nestle. Ketiga jenis strategi ini penulis paparkan berikut ini.
a. Concentric Diversification Strategy. Strategi ini dapat
dilaksanakan dengan cara menambahkan produk dan jasa yang baru
tetapi masih saling berhubungan. Contoh penerapan strategi ini
dilakukan oleh Prudential Insurance yang mengakuisisi Merrill
Lynch yang bergerak dalam penjualan real estat dan perumahan
penduduk dan relokasi bisnis seharga sekitar $300 juta. Perusahaan
asuransi terbesar ini berharap menjadi pemain utama dalam
industry residential brokerage. Akibat dari akuisisi ini, Prudential
menambah 450 kantor dan 18.000 tenaga penjual demi kenaikan
peringkatnya. Jadi, tujuan strategi ini untuk membuat produk baru
yang berhubungan untuk pasar yang sama. Hal ini dapat dilakukan
jika bersaing pada industri yang pertumbuhannya lambat atau
b. Horizontal Diversification Strategy. Strategi ini dilakukan dengan
menambahkan produk dan jasa pelayanan yang baru, tetapi tidak
saling berhubungan untuk ditawarkan pada para konsumen yang
ada sekarang. Besarnya resiko kegagalan strategi ini tidaklah
sebesar resiko pada strategi Conglomerate Diversification karena
perusahaan telah terbiasa dengan para konsumen yang ada
sekarang. Misalnya, pembelian Columbia Pictures Entertainment
Company oleh Sony Corporation senilai $3,4 miliar. Akuisisi ini
merupakan investasi Jepang terbesar dalam industri hiburan USA.
Jadi, tujuan strategi ini adalah menambah produk baru yang tidak
berhubungan dengan tujuan memuaskan pelanggan yang sama. Hal
ini dapat dilakukan jika produk baru dapat mendukung produk
lama, persaingan pada produk lama berjalan ketat dan dalam
tahapan mature, distribusi produk baru kepada pelanggan lancer,
dan pada tingkat yang lebih dalam adalah bahwa musim penjualan
dari kedua produk relatif beda.
c. Conglomerate Diversification Strategy. Strategi dengan
menambahkan produk atau jasa yang tidak saling berhubungan
disebut Conglomerate Diversification. Contoh pada perusahaan
yang tingkat diversifikasinya relative tinggi. GE membuat
lokomotif, bola lampu, power plant, dan lemari es. GE juga
menangani lebih banyak kartu kredit dari pada America Express
dan GE juga memilki lebih banyak pesawat terbang komersial dari
produk baru yang tidak saling berhubungan untuk pasar yang
berbeda. Hal ini dapat dilakukan, jika industri disektor ini telah
mengalami kejenuhan, ada peluang untuk memiliki bisnis yang
tidak berkaitan yang masih berkembang baik, serta memiliki
sumber daya untuk memasuki industry baru tersebut.
Kelompok Strategi Bertahan (Devensive Strategies)
Disamping strategi Integrative, dan Diversification, perusahaan
dapat juga melakukan strategi bertahan (Devensive Strategies) yang
terdiri atas strategi – strategi Joint Venture, Retrenchment atau
Liquidation. Ketiga strategi bertahan tersebut dipaparkan berikut ini.
a. Joint Venture Strategy. Strategi ini merupakan strategi yang
populer, yakni dimana terjadi saat dua atau lebih perusahaan
membentuk suatu perusahaan temporer atau konsorium untuk
tujuan kapitalisasi modal. Strategi ini dapat dipertimbangkan dalam
hal perusahaan bertahan untuk tidak mau memikul beban – beban
usahanya sendiri. Seringkali, dua atau lebih perusahaan sponsor
membentuk sebuah organisasi yang terpisah dan telah membagi
kepemilikan ekuitas pada entitas yang baru ini. Implementasi
strategi Joint Venture ini dalam kenyataannya dapat berjalan
dengan baik. Jadi, tujuan strategi ini untuk menggabungkan
beberapa perusahaan dalam bentuk perusahaan baru yang terpisah
dari induk – induknya. Hal ini dapat dilakukan, jika mereka merasa
besar, atau bermaksud dalam rangka mendapatkan kemudahan –
kemudahan lain.
b. Retrenchment Strategy. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui
reduksi biaya dan asset perusahaan. Hal ini dilakukan karena,
misalnya, telah terjadi penurunan penjualan dan laba perusahaan.
Retrenchment yang kadang – kadang disebut juga sebagai strategi
Turnaround dirancang agar perusahaan mampu bertahan pada
pasar persaingannya. Implementasinya, selama proses
retrenchment, para ahli strategi bekerja dengan sumber daya yang
terbatas dan biasanya menghadapi tekanan – tekanan dari para
pemegang saham, pekerja, dan media massa. Strategi
Retrencbmentjuga bisa dilakukan dengan cara menjual aktiva
seperti tanah dan gedung dalam rangka mendapatkan uang tunai
yang diperlukan, penutupan marginal business, penutupan pabrik
yang produknya dianggap sudah kuno, otomatisasi proses,
pengurangan jumlah karyawan, dan pembuatan sistem
pengendalian biaya yang ketat.
c. Divestiture Strategy. Menjual satu divisi atau bagian dari
perusahaan disebut divestiture. Strategi Divestiture sering
digunakan dalam rangka penambahan modal dari suatu rencana
investasi atau untuk menindaklanjuti strategi akuisisi yang telah
diputuskan untuk prosese selanjutnya. Divestituredapat berupa
bagian dari strategi retrenchmentuntuk mengganti aktivitas
perusahaan lainnya. Contohnya, pada akhir tahun 1991 Chase
Manhatta keluar dari dua perusahaan leasing, yaitu General
Electric dengan kompensasi sebesar $1,1 miliar, dan satunya lagi
pada Ford Motor senilai $900 juta. Chase perlu dana untuk
meningkatkan balance sheet dan equity capital ratio-nya. Jadi,
implementasi dari strategi ini adalah misalnya, dengan menjual
sebuah unit bisnis. Hal ini dapat dilakukan jika suatu unit bisnis
sudah tidak dapat dipertahankan keberadaannya karena, misalnya,
terus merugi dan berdampak pada kinerja perusahaan secara
keseluruhan.
d. Liquidation Strategy. Menjual seluruh aset perusahaan yang dapat
dihitung nilainya disebut liquidation. Strategi Liquidation
merupakan sebuah pengakuan dari suatu kegagalan. Bagaimanapun
juga, mungkin lebih baik menghentikan operasi perusahaan
daripada meneruskannya akan tetapi nanti rugi besar. Sebagai
contoh, Malcolm P. McLean, pelopor kapal laut pengangkut
container yang melikuidasi McLean, Industries, perusahaan yang
sudah berusia 115 tahun, dan Walt Disney membeli majalah
Discover dari Family Media pada akhir tahun 1991. Jadi, strategi
ini bertujuan untuk menutup perusahaan. Hal ini dapat dilakukan
jika perusahaan sudah tidak dapat dipertahankan keberadaannya.
Dengan menjual harta perusahaan, maka pemegang saham akan
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
Kerangka konseptual merupakan kerangka pikir mengenai hubungan antar
variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antar konsep
dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah
diuraikan pada kerangka teoritis.
PTPN III juga memiliki 7 anak perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan kelapa sawit, industri hilir karet, industri pengolahan kayu karet dan
kelapa sawit serta pipanisasi/penyimpanan CPO. Dalam rangka peningkatan
usaha, PTPN III telah melakukan berbagai upaya perluasan lahan perkebunan.
Selain itu perluasan area tanaman bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat
bagi pengembangan industri hilir, program perluasan areal tanaman sepantasnya
menjadi fokus dari kegiatan investasi di PTPN III karena potensi menyusutnya
areal HGU menjadi ancaman utama dalam bisnis perkebunan yang masih
mengandalkan industri hulu sebagai bisnis utama.
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan kerangka teoritis sebelumnya,
maka penulis mencoba untuk mengembangkan kerangka konseptual untuk
mengkaji dan membahas permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam
merumuskan strategi perluasan lahan bagi PTPN III seperti yang ditunjukkan pada
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Suatu penelitian agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan, maka
harus ditetapkan terlebih dahulu metode penelitian yang akan digunakan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Pendekatan yang
digunakan adalah studi kasus yang di dukung survei, yaitu penelitian dengan
mengambil sampel dari populasi dan menggunakan daftar pertanyaan
sebagai instrumen pengumpulan data utama (Sugiyono, 2006). Sifat dari
penelitian ini adalah deskriptif eksplanatori yakni memberikan gambaran
secara mendetail tentang latar belakang, sifat dan karakter yang khas dari
kasus yang akan diteliti.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PTPN III. Waktu penelitian dilaksanakan
selama 12 (dua belas) minggu sesuai jadwal di bawah ini :
Tabel 4.1. Kegiatan Gladikarya
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Usulan Gladikarya
2 Kolokium
3 Pengumpulan dan Analisis Data
4 Penyusunan Gladikarya
5 Seminar Perusahaan
6 Penyusunan Gladikarya Akhir
7 Sidang Gladikarya
4.3 Jenis dan Sumber Data
Terdapat 2 (dua) jenis data yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Data Primer melalui kuesioner (daftar pertanyaan) kepada pihak yang
berhak dan berwenang memberi data dan informasi tentang strategi
perluasaan areal yang dilakukan PTPN III yang terdiri dari :
1) Direktur Perencanaan dan Pengembangan
2) Kepala Bagian Pengembangan
3) Kepala Bagian Hukum dan Manajemen Risiko
4) Kepala Bagian Keuangan
5) Kepala Bagian Umum (Agraria)
6) Kepala Urusan Pengembangan
7) Distrik Manajer
b. Data Sekunder melalui studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan dan
mempelajari data-data berupa dokumen-dokumen yang ada di PTPN III.
Studi dokumentasi dalam penelitian meliputi :
1) Perkembangan Luas Areal PTPN III selama 3 Tahun Terakhir
2) Rencana dan Realisasi Perluasan Areal PTPN III.
3) Potensi Luas Areal Pengembangan yang Telah Disurvey
4) Tim yang Menangani Perluasan Areal PTPN III
5) Tugas dan Fungsi dari Masing-masing Personil dalam Tim
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Kuesioner atau daftar pertanyaan yang diberikan kepada pihak yang
berkaitan dengan perluasan areal. Kuesioner disusun dalam bentuk tabel
yang akan diolah melalui alat analisis data. Isian kuesioner dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
Kepada setiap responden diminta untuk mengajukan dan menambah
item-item pertanyaan yang relevan dan penting untuk setiap kelompok faktor
didalam masing-masing analisis data.
Setelah item tersebut terkumpul dalam setiap faktor, responden diminta
untuk memberikan nilai bobot bagi setiap item yang seluruhnya
berjumlah 1. Bobot untuk setiap nilai dapat berupa bilangan desimal.
Setelah bobot ditetapkan, responden selanjutnya diminta memberikan nilai
peringkat untuk setiap item dengan rentang nilai 1 s/d 4.
Hasil pengisian kuesioner tersebut selanjutnya direkapitulasi untuk
memperoleh nilai rata-rata bobot dan peringkat yang menggambarkan
secara umum hasil analisis dan penarikan kesimpulan.
4.5 Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini, dikumpulkan
dan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis lingkungan yaitu
analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang menghasilkan
kekuatan dan kelemahan serta lingkungan eksternal perusahaan yang
menghasilkan peluang dan ancaman. Dalam penelitian ini, analisis
Faktor Intern (IFE Matriks), Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFE Matriks)
dan Matriks Internal Eksternal (IE Matriks).
4.5.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal
Tahap ekstrasi dalam menjalankan audit manajemen strategi
adalah membuat matriks evaluasi faktor internal (Internal Factor
Evaluation-IFE Matrix). Alat formulasi strategi meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area
fungsional bisnis, dan juga memberikan dasar untuk
mengidentifikasikan dan mengevaluasi hubungan antara area-area
tersebut. Penilaian intutif dibutuhkan untuk mengembangkan
Matriks IFE, jadi kemunculan pendekatan ilmiah tidak seharusnya
diartikan bahwa ini adalah teknik yang sangat luar biasa.
Pemahaman yang baik atas faktor-faktor yang dimasukkan lebih
penting daripada angka yang sebenarnya. Matriks IFE
dikembangkan dengan lima tahap :
1. Menuliskan faktor internal utama seperti diidentifikasi dalam
proses audit internal dengan menggunakan berbagai faktor
internal, mencakup kekuatan dan kelemahan. Faktor internal
dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan terlebih dahulu
dan kemudian kelemahan sespesifik mungkin, dengan
gunakan presentase, rasio dan angka komparatif.
2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak
penting) hingga 1,0 (paling penting) untuk masing-masing
mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap
keberhasilan perusahaan dalam industri. Tanpa memandang
apakah faktor kunci itu adalah kekuatan atau kelemahan
internal, faktor yang dianggap memiliki pengaruh paling
besar dalam kinerja organisasi harus diberikan bobot yang
paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.
Didalam pembobotan faktor-faktor internal dilakukan
berdasarkan diskusi dengan pihak-pihak PTPN III (Persero)
yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian ditotal. Dari
nilai masing-masing faktor tersebut dibagi dengan total,
sehingga diperoleh bobot masing-masing faktor.
3. Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor
untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan
kelemahan utama (peringkat = 1), atau kelemahan minor
(peringkat = 2), kekuatan minor (peringkat = 3), atau
kekuatan utama (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan
harus mendapatkan peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus
mendapatkan peringkat 1 dan 2. Peringkat adalah
berdasarkan perusahaan, dimana bobot di Langkah 2 adalah
berdasarkan industri. Didalam menentukan nilai ranting dari
semua faktor internal dimintakan pendapat pihak-pihak yang
4. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya
untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing
variabel.
5. Jumlahkan rata-rata tertimbang untuk masing-masing
variabel untuk menentukan total rata-rata tertimbang untuk
organisasi.
Berapapun banyaknya faktor yang dimasukan dalam matriks
IFE, total rata-rata tertimbang berkisar antara yang terendah
1,0 dan tertinggi 4,0 dengan rata-rata 2,5. Total rata-rata
tertimbang dibawah 2,5 menggambarkan organisasi yang
lemah secara internal, sementara total nilai diatas 2,5
mengindikasikan posisi internal yang kuat.
4.5.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal
Matriks evaluasi faktor eksternal (Eksternal Factor
Evaluation-EFE Matrix) memungkinkan untuk merangkum dan
mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi,
lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan.
Matriks EFE dapat dibuat dengan lima tahapan, yaitu :
1. Buat daftar yang terdiri dari berbagai faktor eksternal yang
diklasifikasikan dalam proses audit eksternal. Masukan dari
total sepuluh hingga dua puluh faktor, termasuk peluang dan
ancaman, yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya.
Tuliskan peluang terlebih dahulu dan kemudian ancaman.
2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak
penting) hingga 1,0 (paling penting). Bobot mengindikasikan
tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan
perusahaan dalam suatu industri. Peluang sering kali diberi
bobot lebih tinggi dari ancaman, tetapi ancaman juga dapat
diberi bobot yang tinggi jika mereka sangat serius atau sangat
mengancam. Bobot yang tepat dapat ditentukan dengan
membandingkan keberhasilan atau kegagalan pesaing atau
dengan mendiskusikan faktor dan mencapai konsensus
kelompok. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan
kepada semua faktor harus sama dengan 1,0. Didalam
pembobotan faktor-faktor eksternal juga dilakukan
berdasarkan persentase dari hasil kuisioner dan data-data
sekunder, kemudian di total. Dari nilai masing-masing faktor
tersebut dibagi dengan total, sehingga diperoleh bobot
masing-masing faktor.
Didalam pembobotan faktor-faktor eksternal dilakukan
berdasarkan diskusi dengan pihak-pihak di PTPN III
(Persero) yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian
ditotal. Dari nilai masing-masing faktor tersebut dibagi
dengan total, sehingga diperoleh bobot masing-masing faktor.
3. Berikan peringkat 1 hingga 4 untuk masing-masing faktor
eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi perusahaan
perusahaan superior, 3= renspons perusahaan di atas rata-rata,
2= respon perusahaan rata-rata, dan 1= respon perusahaan
jelek. Peringkat didasari pada efektivitas strategi perusahaan.
Dengan demikian, peringkat didasarkan pada perusahaan
(company based), sedangkan bobot dalam tahap 2 didasarkan
pada industri (industri based). Penting untuk diperhatikan
bahwa ancaman dan peluang dapat diberi peringkat 1,2,3 atau
4.
4. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya
untuk menentukan nilai tertimbang.
Tanpa mempedulikan jumlah peluang dan ancaman kunci
yang dimasukan dalam matriks EFE, total nilai tertimbang
tertinggi untuk suatu organisasi adalah 4,0 dan nilai
tertimbang terendah adalah 1,0. Total nilai tertimbang
rata-rata adalah 2,5. Total nilai tertimbang sebesar 4,0
mengindikasikan bahwa organisasi merespons dengan sangat
baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam
industrinya. Dengan kata lain, strategi perusahaan secara
efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini
dan meminimalkan efek yang mungkin muncul dari ancaman
eksternal. Total nilai 1,0 mengindikasikan bahwa strategi
perusahaan tidak memanfaatkan peluang atau tidak
4.5.3 Matriks Internal Eksternal
Matriks IE bermanfaat untuk memposisikan perusahaan
kedalam matriks yang terdiri dari sembilan sel. Matriks IE terdiri
dari dua dimensi, yaitu total skor dari IFE matriks pada sumbu X
dan total skor EFE matriks pada sumbu Y. Pada sumbu X dari IE
matriks terdiri dari 3 (tiga) skor yakni ; skor 1,0 – 1,99 menyatakan
bahwa posisi internal lemah, skor 2,0 – 2,99 posisinya adalah
sedang, dan skor 3,0 – 4,0 adalah kuat. Dengan cara yang sama,
pada sumbu Y yang dipakai untuk IFE matriks, skor 1,0 – 1,99
menyatakan bahwa posisi eksternal rendah, skor 2,0 – 2,99
posisinya adalah sedang, dan skor 3,0 – 4,0 adalah tinggi. Untuk
lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
4,0 1,0
Gambar 4.1. Matriks Internal Eksternal
Matriks IE memiliki 3 (tiga) implikasi strategi yang berbeda
(Umar, 2005) yaitu :
a. SBU yang berada pada sel I, II, atau IV dapat digambarkan
sebagai Grow dan Build. Strategi yang cocok bagi SBU ini
Development, dan Produk Development atau Strategi
Terintegrasi seperti Backward Integration, Forward
Integration, dan Horizontal Integration.
b. SBU yang berada pada sel III, V, VII paling baik
dikendalikan dengan strategi Hold and Maintain.
Strategi-strategi yang umum dipakai yaitu Strategi-strategi Market Penetration
dan Product Development.
c. SBU yang berada pada sel VI, VIII, atau IX dapat