• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Pasien Sirosis Hati Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Pasien Sirosis Hati Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI

DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITIAN RETROSPEKTIF DI BAGIAN /SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS H ADAM MALIK MEDAN

JANUARI 2009 – DESEMBER 2011

TESIS

OLEH IMELDA REY

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK

MENDAPATKAN KEAHLIAN DALAM BIDANG ILMU MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

PEMBIMBING TESIS

PROF Dr LUKMAN H ZAIN,SpPD-KGEH & Dr.MABEL SIHOMBING,SpPD-KGEH

Disahkan oleh :

Ketua Ketua Program Studi

Departemen Penyakit Dalam Magister Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran USU Fakultas Kedokteran USU

(3)

DEWAN PENILAI

1. Prof.Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K) 2. Dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan kekuatan dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini yang berjudul : PROFIL PASIEN SIROSIS HATI DI RUANG RAWAT

INAP PENYAKIT DALAM RSUP H. ADAM MALIK MEDAN yang merupakan

persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Magister Ilmu Penyakit Dalam

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan

terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr Salli R Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan

penulis.

2. Dr Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Dr Zainal Safri SpPD-SPJP sebagai

ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan

sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli

penyakit dalam yang berilmu, handal dan berbudi luhur.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof Dr Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH

selaku kepala Divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit

Dalam dan sebagai pembimbing tesis serta kepada Dr Mabel Sihombing,

SpPD-KGEH sebagai pembimbing tesis yang penulis rasakan

(5)

karya tulis ini, hanya doa yang dapat penulis berikan kiranya berkat

berlimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta mereka dan keluarga.

3. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUD Dr

Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof Dr Harun Rasyid Lubis,

SpPD-KGH, Prof Dr Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof Dr

Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof Dr OK Moehadsyah SpPD-KR, Prof Dr

M Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof Dr Gontar A Siregar, SpPD-KGEH,

Prof Dr Harris Hasan SpPD-SpJP(K), Dr A Adin St Bagindo SpPD-KKV,

Dr Lufti Latief, SpPD-KKV, Dr Syafii Piliang, SpPD-KEMD (Alm), Dr H OK

Alfien Syukran SpPD-KEMD (alm), Dr Betthin Marpaung, SpPD-KGEH,

Dr Sri M Sutadi SpPD-KGEH, Dr Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr

Alwinsyah Abidin, SpPD, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr

Chairul Bahri, SpPD (alm), , Dr Mardianto, SpPD, DR Dr Dharma Lindarto

SpPD-KEMD, , Dr Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP

(FIHA)(K), Dr EN Keliat SpPD-KP, Dr Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr

Leonardo Dairy SpPD-KGEH yang merupakan guru-guru penulis yang

telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis selama

mengikuti pendidikan.

4. Dr Armon Rahimi, SpPD, Dr R Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH (alm),

Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung

SpPD, , Dr Zuhrial SpPD, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik, SpPD, Dr

Rahmat Isnanta, SpPD, Dr Santi Safril, SpPD, Dr Dairion Gatot, SpPD,

Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Franciscus Ginting, SpPD, Dr Savita

(6)

Muhadi SpPD, sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat

banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

5. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima

saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

6. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang

telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam

menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang

pendidikan keahlian ini.

7. Kepada Drs Abdul Jalil Amri Arma, MKes yang telah memberikan bantuan

yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini.

8. Para sejawat PPDS-Interna, Paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian

Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan :

Lely Husna, Yanti, Theresia, Syafruddin Abdullah, Fitri ,Wanti, Sari ,Tika

dan Deni yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik

selama ini.

9. Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/Departemen Ilmu

Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan,

karena tanpa mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan

ini.

10. Kepada kedua orang tua saya Dr. Rustam Effendi Ys,SpPD dan Dr.

Chairul Rahmah SpPK yang saya kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat

untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terimakasih atas segala

(7)

11. Kepada saudara sekandungku sekalian yang telah banyak membantu,

memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terimakasihku yang

tak terhingga untuk segalanya. .

Khusus untuk suamiku tercinta Dr. Syafrizal Nasution,SpPD terimakasih

atas kesabaran, keikhlasan, dukungan dan pengorbanan selama ini, semoga

dapat memberi kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita. Dan anakku Astrid

Beauty Clarissa Nasution semoga apa yang kita jalani selama ini dapat

menjadi pendorong untuk mencapai cita-cita yang lebih baik lagi.

Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin

penulis sampaikan buat berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan

satu persatu, dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan

rasa terimakasih yang setulusnya secara menyeluruh.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas

kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala

bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama

mengikuti pendidikan kiranya mendaapt balasan dari Allah SWT . Amin ya

Rabbal Alamin.

Medan, 22 Juli 2012

Penulis

(8)

D A F T A R I S I

Halaman

Kata pengantar ...i

Daftar isi ...v

Daftar Tabel...viii

Daftar singkatan ...ix

Abstrak...x

BAB I : P E N D A H U L U A N ...1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sirosis Hepatis...3

2.2. Etiologi dari Sirosis Hepatis...………...4

2.3. Klasifikasi Sirosis Hepatis…...5

2.4. Gejala dan Temuan Klinis...………...10

2.5. Diagnosa...14

2.6. Komplikasi...17

2.7. Penatalaksanaan...27

2.8. Prognosis...28

BAB III : PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang...31

(9)

3.3. Tujuan Penelitian ...32

3.4. Manfaat Penelitian ... ...32

3.6. Kerangka Konsepsional ...32

3.7. Bahan dan Cara 3.7.1. Desain Penelitian ...32

3.7.2. Definisi operasional………....33

3.7.2.1.Sirosis hati... …….33

3.7.2.2.Child pugh...……….33

3.7.2.3.Kriteria child pugh...…..33

3.7.3. Waktu dan Tempat Penelitian ………..33

3.7.4. Populasi Terjangkau ………..33

3.7.5. Kriteria Inklusi ……….33

3.7.6. Kriteria Eksklusi ………...34

3.7.7. Populasi dan Sampel ………....34

3.7.8. Cara Penelitian ...34

3.7.9. Analisa Data ...34

3.7.10.Kerangka Operasional ...35

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ...36

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian ...36

(10)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. K e s i m p u l a n ...42 5.2. S a r a n ...42

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ...43

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Skor Child Pugh...13 Tabel 1. Karakteristik penderita sirosis hati berdasar adanya

Hepatitis B, Hepatitis C dan Non viral...37 Tabel 2. Persentase child pugh turcotte A, B dan C penderita

Sirosis hati..……...37 Table 3. Klasifikasi child pugh turcotte berdasarkan hepatitis B, C & non viral ……….37 Table 4. Persentase Ensefalopati Hepatik berdasarkan Hepatitis B, C dan non viral...38 Table 5. Persentase Asites berdasarkan Hepatitis B, C dan non

(12)

DAFTAR SINGKATAN

MES : Matriks ekstraseluler HSC : Hepatic stellate cells MMP : Matriks metallo proteinase

PINP : Procollagen I carboxy terminal peptide PIIINP : Procollagen III amino terminal peptide TIMP : Tissue Inhibitor of metalloproteinase TGF β : Transforming growth factor β

PDGF : Platelet derived growth factor CTGF : Connective tissue growth factor TNF α : Tumor necrosis factor α

ROS : Reactive oxydative stress

MCP : Monocyte chemoattractan protein

PKA : Protein kinase A KC : Kupffer cells IFN α : Interferon α

(13)

ABSTRAKS

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Imelda Rey,

Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Mabel Sihombing, Lukman Hakim Zain FK USU/ RSUP H Adam Malik Medan

PENDAHULUAN

Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang merupakan konsekuensi dari kronisitas dan progresifitas penyakit hati . Hepatitis viral B dan C dapat menyebabkan sirosis. Sekitar 20% dari penderita Hepatitis B kronik akan berkembang menjadi sirosis, sementara 20-30% penderita Hepatitis C kronik akan bekembang menjadi sirosis dalam 20-30 tahun . Konsekuensi patofisiologi sirosis diantaranya perubahan aliran darah hepatik yaitu hipertensi portal, dan menurunnya massa sel fungsional, yang menyebabkan berkurangnya sintesa albumin, protein koagulasi, dan menurunnya detoksifikasi bilirubin, ammonia dan obat obatan.

Penulis ingin mengetahui profil pasien sirosis hepatis yang dirawat di RSUP H Adam Malik periode Januari 2009 - Desember 2011.

METODE

Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mengumpulkan data pasien yang dirawat di ruangan penyakit dalam RSUP H. Adam Malik, dalam periode Januari 2009- Desember 2011. Data dicatat melalui laporan rekam medik yang meliputi data pribadi ( umur, jenis kelamin),Hb, Leukosit, Trombosit, Bilirubin total, SGOT,SGPT, Alkalin, Protombin time, INR Albumin,viral marker (HbsAg, Anti HBc,) asites dan ensefalopati hepatik dan child pugh turcotte score. Selanjutnya dikelompokkan berdasarkan positif Hepatitis B, Hepatitis C, dan Non Viral.

HASIL

Pada penelitian ini didapatkan 141 pasien dengan diagnosa sirosis hepatis, dimana 106 (75.2%) adalah pria, dan 35 (27%) wanita. Rerata usia adalah 50,95 tahun. Mean albumin 2,41± 0,59 g/dL. Rerata Prothrombin time 16,46 ± 6,8 detik . Rerata INR 1.42 ±0,46. Rerata Bilirubin total adalah 3,75±5,34 mg/dL, tidak berbeda signifikan antara ketiga kelompok.

Asites dijumpai pada 125 (88,7%) pasien. 14 pasien (9.9%) mengalami ensefalopati hepatik. Yang terbanyak dijumpai adalah child pugh turcotte B 88 (62,4%) pasien, diikuti oleh child pugh turcotte C and A , (47 (33.3%), 6 (4.3%). Dijumpai yang terbanyak adalah hepatitis B 83 (58.9%) pasien, diikuti oleh non viral 46 (32.6%) and hepatitis C 12 (8.5%).

KESIMPULAN

Dari total 141 pasien yang dirawat di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H adam Malik medan, yang terbanyak adalah pria yaitu sekitar 75. persen. Hepatitis B terlihat yang terbanyak dijumpai pada pasien sirosis hepatis. Pasien terutama termasuk kedalam klasifikasi child pugh turcotte B. Asites dijumpai pada 88,7% pasien.dan hanya empat belas orang yang mengalami ensefalopati hepatik.

(14)

ABSTRACS

PROFILE OF CIRRHOSIS PATIENTS IN HOSPITALIZED INTERNAL MEDICINE WARD , H ADAM MALIK HOSPITAL , MEDAN

Imelda Rey, Mabel Sihombing, Lukman Hakim Zain

Division of Gastroentero-Hepatology, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine

University of North Sumatera, Adam Malik Hospital, Medan Background

Cirrhosis is a disease state that is the consequence of a wide variety of chronic, progressive liver disease. Chronic viral hepatitis B and C can cause cirrhosis. About 20% of chronic hepatitis B patients will go on to develop cirrhosis, meanwhile 20-30% chronic hepatitis C will develop cirrhosis over 20-30 years. The pathophysiologic consequences of cirrhosis are alteration of hepatic blood flow which is portal hypertension, and reduction in functional cell mass, resulting decreased synthesis of albumin, coagulation proteins, and decreases detoxification of bilirubin, ammonia and drugs. The objective of this study was to investigate the profile of cirrhosis patients in Internal Medicine Department ,Adam Malik Hospital Medan

Methods

The study was conducted retrospectively, by examining patients with cirrhosis admitted between January 2009 to December 2011. The results of name , age, sex, hemoglobin, leucocyte count, Platelet count, Aspartate Aminotransferase, Alanine aminotransferase, Prothrombin time, INR, Bilirubin, Albumin, Viral Marker, Ascites, Encephalopathy, and Child Pugh score based on medical records.

Results

We found 141 patients with cirrhosis , which 106 (75.2%) were male, and 35 (27%) were female. The mean age was 50.95 years old. The mean albumin was 2,41± 0,59 g/dL. The mean Prothrombin time was 16,46 ± 6,8 seconds The mean INR was 1.42 ±0,46. Ascites was found in 125 (88,7%) patients. 14 patients (9.9%) had encephalopathy. The most frequent were child pugh B 88 (62.4%) patients, followed by child pugh C and A ,(47 (33.3%), 6 (4.3%), respectively). The most frequent were hepatitis B 83 (58.9%) patients, followed by non viral and hepatitis C 46 (32.6%),12 (8.5%), respectively..

Conclusion

From total 141 patients, male were seventy five percents. Hepatitis B appeared to be the most found in the cirrhosis patients. Most of the patients classified into child pugh B. Most of the patients had ascites and only forteen patients had encephalopathy.

(15)

ABSTRAKS

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Imelda Rey,

Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Mabel Sihombing, Lukman Hakim Zain FK USU/ RSUP H Adam Malik Medan

PENDAHULUAN

Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang merupakan konsekuensi dari kronisitas dan progresifitas penyakit hati . Hepatitis viral B dan C dapat menyebabkan sirosis. Sekitar 20% dari penderita Hepatitis B kronik akan berkembang menjadi sirosis, sementara 20-30% penderita Hepatitis C kronik akan bekembang menjadi sirosis dalam 20-30 tahun . Konsekuensi patofisiologi sirosis diantaranya perubahan aliran darah hepatik yaitu hipertensi portal, dan menurunnya massa sel fungsional, yang menyebabkan berkurangnya sintesa albumin, protein koagulasi, dan menurunnya detoksifikasi bilirubin, ammonia dan obat obatan.

Penulis ingin mengetahui profil pasien sirosis hepatis yang dirawat di RSUP H Adam Malik periode Januari 2009 - Desember 2011.

METODE

Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mengumpulkan data pasien yang dirawat di ruangan penyakit dalam RSUP H. Adam Malik, dalam periode Januari 2009- Desember 2011. Data dicatat melalui laporan rekam medik yang meliputi data pribadi ( umur, jenis kelamin),Hb, Leukosit, Trombosit, Bilirubin total, SGOT,SGPT, Alkalin, Protombin time, INR Albumin,viral marker (HbsAg, Anti HBc,) asites dan ensefalopati hepatik dan child pugh turcotte score. Selanjutnya dikelompokkan berdasarkan positif Hepatitis B, Hepatitis C, dan Non Viral.

HASIL

Pada penelitian ini didapatkan 141 pasien dengan diagnosa sirosis hepatis, dimana 106 (75.2%) adalah pria, dan 35 (27%) wanita. Rerata usia adalah 50,95 tahun. Mean albumin 2,41± 0,59 g/dL. Rerata Prothrombin time 16,46 ± 6,8 detik . Rerata INR 1.42 ±0,46. Rerata Bilirubin total adalah 3,75±5,34 mg/dL, tidak berbeda signifikan antara ketiga kelompok.

Asites dijumpai pada 125 (88,7%) pasien. 14 pasien (9.9%) mengalami ensefalopati hepatik. Yang terbanyak dijumpai adalah child pugh turcotte B 88 (62,4%) pasien, diikuti oleh child pugh turcotte C and A , (47 (33.3%), 6 (4.3%). Dijumpai yang terbanyak adalah hepatitis B 83 (58.9%) pasien, diikuti oleh non viral 46 (32.6%) and hepatitis C 12 (8.5%).

KESIMPULAN

Dari total 141 pasien yang dirawat di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H adam Malik medan, yang terbanyak adalah pria yaitu sekitar 75. persen. Hepatitis B terlihat yang terbanyak dijumpai pada pasien sirosis hepatis. Pasien terutama termasuk kedalam klasifikasi child pugh turcotte B. Asites dijumpai pada 88,7% pasien.dan hanya empat belas orang yang mengalami ensefalopati hepatik.

(16)

ABSTRACS

PROFILE OF CIRRHOSIS PATIENTS IN HOSPITALIZED INTERNAL MEDICINE WARD , H ADAM MALIK HOSPITAL , MEDAN

Imelda Rey, Mabel Sihombing, Lukman Hakim Zain

Division of Gastroentero-Hepatology, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine

University of North Sumatera, Adam Malik Hospital, Medan Background

Cirrhosis is a disease state that is the consequence of a wide variety of chronic, progressive liver disease. Chronic viral hepatitis B and C can cause cirrhosis. About 20% of chronic hepatitis B patients will go on to develop cirrhosis, meanwhile 20-30% chronic hepatitis C will develop cirrhosis over 20-30 years. The pathophysiologic consequences of cirrhosis are alteration of hepatic blood flow which is portal hypertension, and reduction in functional cell mass, resulting decreased synthesis of albumin, coagulation proteins, and decreases detoxification of bilirubin, ammonia and drugs. The objective of this study was to investigate the profile of cirrhosis patients in Internal Medicine Department ,Adam Malik Hospital Medan

Methods

The study was conducted retrospectively, by examining patients with cirrhosis admitted between January 2009 to December 2011. The results of name , age, sex, hemoglobin, leucocyte count, Platelet count, Aspartate Aminotransferase, Alanine aminotransferase, Prothrombin time, INR, Bilirubin, Albumin, Viral Marker, Ascites, Encephalopathy, and Child Pugh score based on medical records.

Results

We found 141 patients with cirrhosis , which 106 (75.2%) were male, and 35 (27%) were female. The mean age was 50.95 years old. The mean albumin was 2,41± 0,59 g/dL. The mean Prothrombin time was 16,46 ± 6,8 seconds The mean INR was 1.42 ±0,46. Ascites was found in 125 (88,7%) patients. 14 patients (9.9%) had encephalopathy. The most frequent were child pugh B 88 (62.4%) patients, followed by child pugh C and A ,(47 (33.3%), 6 (4.3%), respectively). The most frequent were hepatitis B 83 (58.9%) patients, followed by non viral and hepatitis C 46 (32.6%),12 (8.5%), respectively..

Conclusion

From total 141 patients, male were seventy five percents. Hepatitis B appeared to be the most found in the cirrhosis patients. Most of the patients classified into child pugh B. Most of the patients had ascites and only forteen patients had encephalopathy.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang merupakan konsekuensi dari kronisitas dan progresifitas penyakit hati . Hepatitis viral B dan C dapat menyebabkan sirosis. Sekitar 20% dari penderita Hepatitis B kronik akan berkembang menjadi sirosis, sementara 20-30% penderita Hepatitis C kronik akan bekembang menjadi sirosis dalam 20-30 tahun (Bacon 2008). Konsekuensi patofisiologi sirosis diantaranya perubahan aliran darah hepatik yaitu hipertensi portal, dan menurunnya massa sel fungsional, yang menyebabkan berkurangnya sintesa albumin, protein koagulasi, dan menurunnya detoksifikasi bilirubin, ammonia dan obat obatan (Avunduk, 2008).

Kejadian sirosis hepatis untuk tiap negara berbeda-beda. Menurut Spellberg, Schiff : kejadian di China, Ceylon dan India berkisar 4-7%, di Afrika Timur 6,7%, di Chili 8,5% dan di Amerika Serikat ditemukan 2-4 % dari hasil autopsi (Hadi,2002).

(18)

belum ada hanya ada beberapa laporan dari pusat pendidikan saja. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4.1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam pada kurun waktu 1 tahun 2004 (Nurdjanah , 2009). .

Prevalensi sirosis hepatis di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1,7% . Menurut hasil observasi selama enam tahun yaitu tahun 1990 sampai 1995 yang dilakukan oleh Aryono, ditemukan bahwa 5,3% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam Rumah Sakit Pugeran Yogyakarta menderita sirosis hepatis. Lesmana dkk melaporkan terdapat 256 pasien sirosis hepatis di RS Medistra Jakarta selama bulan Agustus 2004 - Juli 2007 (Hadi, 2002).

Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40 – 50 % dan virus hepatitis C 30 – 40 %, sedangkan 10 – 20 % penyebabnya tidak diketahui dan termasuk virus bukan B dan C (non B – non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

(19)
(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sirosis Hepatis

Istilah Sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk (Hadi, 2002).

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati (Nurdjanah , 2009).

Terlepas dari penyebab sirosis, bentuk patologisnya terdiri dari perkembangan fibrosis yang menjadi suatu keadaan adanya distorsi bentuk hati yang akan membentuk nodul regeneratif. Hal ini menyebabkan penurunan massa hepatoseluler, penurunan fungsi, dan perubahan aliran darah. Induksi fibrosis terjadi dengan aktivasi sel stellate hati, sehingga terjadi peningkatan pembentukan jumlah kolagen dan komponen lain dari matriks ekstraseluler (

Sirosis hepatis merupakan entitas patologik yang ditandai dengan (1) nekrosis sel hati, progresif lambat dalam waktu lama yang akhirnya

(21)

menyebabkan gagal hati kronis dan kematian; (2) fibrosis, yang mengenai vena sentralis dan daerah porta; (3) nodul regeneratif, akibat hiperplasia sel hati yang bertahan hidup; (4) distorsi pada arsitektur lobular hati normal; dan (5) mengenai seluruh hati secara difus (Taylor, 2006).

Menurut Lindseth; sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati. Sirosis hepatis dapat mengganggu sirkulasi sel darah intra hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati (Price, 2006).

2.2. Etiologi dari Sirosis Hepatis

Penyebab pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain :

2.2.1. Faktor Kekurangan Nutrisi

(22)

mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah (Hadi, 2002).

2.2.2. Hepatitis Virus

Infeksi virus merupakan penyebab paling sering dari sirosis hepatis. Hanya HBV atau HCV mengakibatkan penyakit hati kronis. Virus Hepatitis D adalah virus yang tidak lengkap yang hanya patogen bila bersama-sama dengan HBV. Virus A dan E penyebab hepatitis, tetapi tidak berkembang menjadi sirosis hepatis. Virus hepatitis G telah diidentifikasi tidak menghasilkan penyakit hati. Infeksi HBV didiagnosis oleh adanya antigen permukaan hepatitis B (HBsAg); HCV, oleh anti-HCV dan HCV RNA (Anand, 2002).

(23)

2.2.3. Zat Hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol (Hadi, 2002).

Alkohol adalah bentuk minuman yang difermentasi yang banyak dikonsumsi oleh orang-orang dari berbagai masyarakat dan peradaban di seluruh dunia mulai dari periode Neolitik sekitar 10.000 SM sampai saat ini. Penyalahgunaan alkohol dihubungkan dengan sirosis hepatis, bagaimanapun telah terungkap dari berbagai penelitian dan studi yang dilakukan, dimulai pada akhir abad ke-18. Karena pecandu alkohol dengan sirosis hepatis secara konsisten kekurangan gizi dan memiliki tubuh kurus dipercaya bahwa penyakit hati tidak disebabkan oleh meminum terlalu banyak alkohol tetapi dikarenakan terus-menerus kekurangan asupan gizi yang seharusnya

Dalam perkembangannya pada saat hasil dari studi epidemiologis yang rinci dan studi klinis pada manusia dan studi eksperimental pada tikus dilakukan evaluasi. Hal ini ditunjukkan pada manusia sama seperti hewan laboratorium bahwa alkohol dapat langsung merusak sel-sel hati terlepas dari status gizi host. Kerusakan hati dimulai dengan hati yang

(24)

berlemak (steatosis), menyebabkan steatohepatitis, fibrosis progresif dan akhirnya akan menyebabkan sirosis hepatis. Sampai dengan tahap sirosis ada perbaikan jika alkohol dihentikan (Nayak, 2011).

Pada kondisi kalori dari protein kurang pada hewan dan manusia maka akan mendorong steatosis yang parah dan luas, tetapi tidak menyebabkan fibrosis yang signifikan dan tidak pernah menjadi sirosis. Bahkan, pembentuk kolagen dihati dapat diatasi pada tahap kekurangan protein (Nayak, 2011).

2.2.4. Penyakit Wilson

Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati (Hadi, 2002).

2.2.5. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:

(25)

2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis (Hadi, 2002).

Jika tidak diobati, hemokromatosis ini akan sangat berbahaya dan hal ini juga mengarah ke (micronodular) sirosis. Penurunan spontan belum diamati. Tingkat kelangsungan hidup pada sirosis haemochromatotic adalah 60-65% setelah 10 tahun (Kuntz, 2006).

2.2.6. Sebab-Sebab Lain

1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler (Hadi, 2002).

2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita (Hadi, 2002).

3. Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (Hadi, 2002).

2.3. Klasifikasi Sirosis Hepatis

(26)

1. Sirosis hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.

2. Sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.Sirosis hepatis kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati (Hadi, 2002).

Secara morfologi Sherlock membagi sirosis hepatis bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:

1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler) 2. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler (Hadi, 2002).

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hepatis atas:

1. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subacute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose. 2. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis

(27)

3. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis (Hadi, 2002).

Schiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:

1. Sirosis portal adalah sinonim dengan fatty, nutrional atau sirosis alkoholik

2. Sirosis postnekrotik

3. Sirosis biliaris (Hadi, 2002).

2.4. Gejala dan Temuan Klinis 2.4.1. Gejala Sirosis Hepatis

(28)

2.4.2. Temuan Klinis Sirosis Hepatis

Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walaupun ukuran lesi kecil (Nurdjanah, 2009).

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi.Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

(29)

pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol (Nurdjanah, 2009).

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta (Nurdjanah, 2009)

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh (Nurdjanah, 2009)

(30)

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya: 1. Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar 2. Batu pada vesika felea akibat hemolisis

3. Pembesaran kelenjar parotis terutama sirosis alkohlik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas (Nurdjanah,2009).

Menurut Price (2006), tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu: 1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit (Price, 2006).

2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.

(31)

3. Hati yang membesar.

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan (Price, 2006).

4. Hipertensi portal.

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati (Price, 2006).

2.5. Diagnosa

Pemeriksaan laboratorium, untuk menilai penyakit hati. Pemeriksaan tersebut antara lain:

2.5.1. Diagnosa Sirosis Hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium

1. Urine

(32)

2. Tinja

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman (Hadi, 2002).

3. Darah

Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni (Hadi, 2002).

4. Tes Faal Hati

(33)

Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini (Hadi, 2002).

Untuk pengelolaan lebih lanjut , maka penderita sirosis hepatis dengan tanda-tanda hipertensi portal dapat dibagi atas tiga kelompok berdasarkan kriteria/klasifikasi dari Child, yaitu Child A yang mempunyai prognosis baik.Child B mempunyai prognosis sedang, dan Child C yang mempunyai prognosis buruk (Hadi, 2002).

Tabel 2.1. Skor Child-Pugh

2.5.2. Sarana Penunjang Diagnostik 1. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan foto toraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi, 2002).

A B C

Serum Bilirubin (mg/dl) < 2 2 – 3 > 3 Serum Albumin (mg/dl) > 3,5 2,8 – 3,5 < 2,8 Asites Tidak ada Mudah dikontrol Sulit dikontrol Gangguan Neurologi Tidak ada Minimal Koma Lanjut

(34)

2. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal (Hadi, 2002).

3. Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa (Hadi,2002).

2.6. Komplikasi

Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain: Edema dan asites, SBP, Perdarahan saluran cerna, Sindroma hepato-renal, Sindroma hepato-pulmoner, Hipersplenisme, dan Kanker hati.

2.6.1. Edema dan Asites

(35)

jaringan di bawah kulit sekitar tumit dan kaki , karena efek gravitasi pada waktu berdiri atau duduk. Penumpukan cairan ini disebut edema atau sembab pitting (pitting edema). Pembengkakan ini menjadi lebih berat pada sore hari setelah berdiri atau duduk dan berkurang pada malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi pada waktu tidur. Kemudian dengan semakin beratnya sirosis dan semakin banyaknya garam dan air yang diretensi, air akhirnya juga akan mengumpul dalam rongga abdomen antara dinding dan perut dan organ dalam perut. Penimbunan cairan ini disebut asites yang berakibat pembesaran perut, keluhan rasa tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan ( Hernomo, 2007).

Dari segi epidemiologi asites adalah salah satu komplikasi utama dari sirosis hepatis

Untuk membedakan penyebab asites , dilakukan pemeriksaan SAAG (serum-ascites albumin gradient) : bila nilainya > 1.1 gram %, penyebabnya adalah penyakit non peritoneal (hipertensi portal,hipoalbuminemia, asites chyllous, tumor ovarium). Sebaliknya bila nilainya < 1,1 mg % disebabkan eksudat (keganasan, peritonitis-karena

(36)

TBC, jamur, amuba atau benda asing dalam peritoneum). Asites juga dibagi dalam 4 tingkatan asites, yaitu : tingkat 1, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan seksama; tingkat 2, deteksi lebih mudah tapi biasanya jumlahnya hanya sedikit; tingkat 3, tampak jelas tetapi tidak terasa keras; dan tingkat 4, bila asites mulai terasa keras (Hernomo, 2007).

2.6.2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

(37)

Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dibagi menjadi tiga sub kelompok: (1) peritonitis bakteri spontan didefinisikan jika positif ditemukan bakteri dalam asites, bersama dengan leukosit polimorfonuklear yang meningkat dalam ascites (> 250 sel/mm3). Mikroorganisme yang menyebabkan SBP terdapat dalam 60% -70% kasus. (2) Kultur negatif asites neutrocytic (Culture-negative neutrocytic ascites , CNNA) , penimbunan cairan (asites) steril, infeksi bakteri tidak dapat dibuktikan dengan kultur, hanya peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear diatas batas 250 sel/mm3 yang terlihat. Jika sampel asites mengandung darah, SBP diagnosis dibuat dengan menemukan lebih dari satu granulosit neutrophilic per 250 eritrosit. (3) Monomicrobial non-neutrocytic bacterascites (hanya bacterascites) jarang dijelaskan. Pada gangguan ini, positif kultur bakteri tidak disertai dengan peningkatan leukosit. Hal ini biasanya terungkap dalam Child-Pugh pasien kelas A. Pemulihan dari bacterascites dapat terjadi secara spontan (pada 60% -80%), atau dapat berkembang menjadi SBP khas. Bacterascites cukup sering tanpa gejala, dan antibiotik digunakan hanya jika gejala muncul dan temuan kultur persisten (Lata dkk, 2009).

2.6.3. Perdarahan Varises Esofagus

(38)

aliran darah dan peningkatan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan bagian bawah atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus dan lambung. Semakin tinggi tekanan portalnya. Semakin besar varisesnya, dan makin besar kemungkinannya pasien mengalami perdarahan varises (Hernomo, 2007).

Hipertensi portal adalah peningkatan patologis dalam gradien tekanan portal (perbedaan antara tekanan dalam vena portal dan vena cava inferior). Hal ini terjadi karena peningkatan aliran darah portal atau peningkatan resistensi vaskuler atau kombinasi keduanya. Pada sirosis hepatis, faktor utama yang menyebabkan hipertensi portal adalah peningkatan resistensi aliran darah portal dan kemudian berkembang menjadi peningkatan aliran darah portal

Perdarahan varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat, dapat berakibat fatal. Keluhan perdarahan varises bisa berupa muntah darah atau hematemesis. Bahan yang dimuntahkan dapat berwarna merah bercampur bekuan darah, atau seperti kopi ( coffee grounds appearance) akibat efek asam lambung terhadap darah.Buang air besar berwarna hitam dan lembek (melena) dan keluhan lemah dan pusing pada saat posisi berubah ( orthostatic dizziness atau fainting), yang disebabkan penurunan tekanan darah mendadak saat melakukan perubahan posisi berdiri dari berbaring. Perdarahan juga dapat timbul dari varises manapun dalam usus. Misalnya dalam kolon, meskipun ini jarang terjadi. Meskipun belum jelas mekanismenya, pasien yang masuk rumah

(39)

sakit dengan perdarahan aktif varises esofagus, berisiko tinggi untuk mengalami PBS ( Hernomo, 2007).

2.6.4. Enselopati Hepatik

Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan oleh bakteri-bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan akan terbentuk dalam usus.Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke dalam tubuh. Beberapa diantaranya misalnya amonia, berbahaya terhadap otak. Dalam keadaan normal, bahan-bahan toksik dibawa dari usus lewat vena porta masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi (Hernomo, 2007).

(40)

dan penurunan kesadaran secara bertahap. Akhirnya enselopati hepatik yang berat dapat menimbulkan koma dan kematian (Hernomo, 2007).

Bahan-bahan toksik ini juga menyebabkan otak pasien sangat sensitif terhadap obat-obat yang normalnya disaring dan didetoksifikasi dalam hati. Dosis berapa obat tersebut harus dikurangi untuk menghindari efek toksik yang meningkat pada sirosis, terutama obat golongan sedatif dan obat tidur. Sebagai alternatif, dapat dipilih obat-obat yang lain yang tidak didetoksifikasi atau dieliminasi lewat hati namun lewat ginjal. Ada tiga tipe enselopati hepatik yang mendasari : tipe A, askibat gagal hati akut; tipe B, akibat pintasan porto-sistemik tanpa sirosis dan tipe C, akibat penyakit hati kronik atau sirosis dengan atau tanpa pintasan porto-sistemik (Hernomo, 2007).

(41)

standar untuk populasi umum dan / atau BMI < 20 kg/m2

dan / atau penurunan berat badan ≥ 5% -10% dalam 3-6 bulan sebelumnya. Penyakit diabetes melitus juga dinilai dengan pengukuran glukosa puasa (

Dari hasil peneltian 40% dari pasien tersebut kekurangan gizi, 26% menderita diabetes, dan 34% enselopati hepatikum. Pasien dengan malnutrisi lebih sering menderita enselopati hepatikum dibandingkan dengan mereka yang tidak kekurangan gizi (46% vs 27%, P = 0,031). Dalam analisis multivariat, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan number connection test A secara independen berkorelasi dengan umur, keparahan sirosis dinyatakan dalam skor Child-Pugh, diabetes dan malnutrisi. Dalam penelitian ini mereka tidak melaporkan seberapa banyak pasien memiliki diabetes mellitus. Namun, risiko diabetes mellitus telah dilaporkan meningkat pada pasien dengan sirosis karena hepatitis C dan mayoritas pasien yang terdaftar dalam studi ini 56% memiliki sirosis virus. Oleh karena itu tidak diketahui apakah pasien dengan enselopati hepatikum memiliki proporsi yang lebih tinggi memiliki diabetes dibandingkan dengan pasien tanpa enselopati hepatikum ( 2008).

2.6.5. Sindroma Hepatorenal

(42)

terdapat penurunan fungsi ginjal namun ginjal secasa fisik sebenarnya tidak mengalami kerusakan sama sekali. Penurunan fungsi ginjal ini disebabkan perubahan aliran darah ke dalam ginjal. Batasan sindroma hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara progresif untuk membersihkan bahan-bahan toksik dai darah dan kegagalan memproduksi urin dalam jumlah adekuat,meskipun fungsi lain ginjal yang penting, misalnya retensi garam tidak terganggu (Hernomo, 2007).

Definisi dan kriteria diagnostik untuk sindroma hepatorenal dibentuk pada tahun 1994 didasarkan pada tiga konsep berikut: 1. Gagal ginjal pada sindroma hepatorenal adalah fungsional dan disebabkan oleh vasokonstriksi arteriolar intrarenal; 2. Sindroma hepatorenal terjadi pada pasien dengan disfungsi sirkulasi sistemik yang disebabkan oleh vasodilatasi ekstra-renal; 3. Ekspansi volume plasma tidak meningkatkan gagal ginjal ( Salerno

Bila fungsi hati membaik atau dilakukan transplantasi hati pasien sindroma hepatornal, ginjal akan bekerja normal lagi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa penurunan fungsi ginjal disebabkan akumulasi bahan-bahan toksik dalam darah akibat hati yang tidak berfungsi. Ada dua tipe sindroma hepatorenal : tipe 1, penurunan fungsi terjadi dalam beberapa bulan, dan tipe 2, penurunan fungsi ginjal terjadi sangat cepat dalam wakti satu sampai dua minggu (Hernomo, 2007).

(43)

2.6.6. Sindroma Hepatopulmoner

Sindroma Hepatopulmoner adalah komplikasi yang jarang dari penyakit hati dari berbagai etiologi yang ada dan mungkin menunjukkan prognosis buruk. Oleh karena itu, diperlukan metode skrining non-invasif yang sederhana untuk mendeteksi sindroma hepatopulmoner ini. Dalam beberapa penelitian atau studi, pulse oximetry dievaluasi untuk mengidentifikasi pasien dengan sindroma hepatorenal (Deibert

Pada pasien sirosis lanjut dapat berkembang menjadi sindroma hepatopulmoner, meskipun ini jarang terjadi. Pasien-pasien ini mengalami kesulitan bernafas akibat sejumlah hormon tertentu terlepas pada sirosis yang lanjut karena fungsi paru abnormal. Masalah dasar paru adalah tidak tersedianya cukup aliran darah dari pembuluh darah kecil dalam paru yang mengadakan kontak dengan alveoli dalam paru. Aliran darah lewat paru mengalami putusan sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara dalam alveoli. Akibatnya adalah pasien mengalami perasaan sesak nafas atau nafas pendek, terutama pada saat latihan (Hernomo, 2007).

, 2006).

2.6.7. Hipersplenisme

(44)

blokade aliran darah dari limpa. Akibatnya terjadi aliran darah kembali ke limpa, dan limpa membesar. Terjadilah splenomegali (Hernomo, 2007).

Kadang-kadang limpa dapat membengkak hebat, hingga menimbulkan nyeri perut. Dengan pembesaran limpa ini, fungsi filtrasi terhadap terhadap sel-sel darah dan trombosit ikut meningkat, sehingga jumlahnya akan menurun.Hipersplenisme merupakan istilah yang di pakai untuk menunjukkan kondisi sebagai berikut : penurunan jumlah sel darah merah (anemia), penurunan sel darah putih (leukopenia), dan atau trombosit yang rendah (trombositopenia). Anemia menyebabkan perasaan lemah, leukopenia menyebabkan peka terhadap infeksi, trombositopenia menyebabkan pembekuan darah dan menimbulkan perdarahan yang memanjang (Hernomo, 2007).

2.6.8. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)

(45)

merah (eritrositosis), gula darah yang rendah (hipoglikemia) dan kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia) (Hernomo, 2007).

Sirosis merupakan kondisi premaligna dan berhubungan dengan risiko peningkatan kanker hepatoseluler. Dari data statistik selama selama dua dekade terakhir, kejadian kanker jenis ini meningkat di Amerika Serikat, terutama karena penyebaran HBV dan HCV. Untuk itu diperlukan langkah-langkah pencegahan. Pengukuran pencegahan termasuk didalamnya skrining dengan alpha-fetoprotein dan ultrasonografi setiap 6 bulan ( Anand , 2002).

2.7. Penatalaksanaan

Menghilangkan pencetus yang menyebabkan sirosis kemungkinan akan menghambat perkembangan menjadi kelas CPT (Child Pugh Turcotte) kelas A, B, dan C lebih tinggi dan untuk mengurangi timbulnya kanker hati. Dari penelitian dan studi membuktikan bahwa pengobatan kausal bahkan dapat membalikkan atau dengan kata lain memperbaiki keadaan sirosis (Schuppan dan Afdhal, 2008).

(46)

dekompensasi hepatik dan karsinoma hepatoseluler dapat tercapai hingga mencapai 40 dan 70% pasien dengan genotipe 1 dan 2, atau 3 masing-masing sesuai kondisinya ( Schuppan dan Afdhal, 2008).

Dalam sebuah meta-analisis terakhir 75 dari 153 sirosis dengan biopsi-terbukti menunjukkan perbaikan kondisi sirosis pada biopsi setelah pengobatan berhasil, tetapi hasil perlu penyesuaian tinjauan dari variabilitas sampel biopsi. Bagaimana kegunaan pemakaian interferon selama 3-4 tahun dapat mencegah dekompensasi hati atau karsinoma hepatoseluler pada subyek dengan stadium 3 atau 4 fibrosis yang tidak respon terhadap terapi interferon-ribavirin saat ini sedang dilakukan evaluasi dalam percobaan prospektif besar dan luas (HALT-C, EPIC-3 dan copilot ) (Schuppan dan Afdhal, 2008).

(47)

atau kematian terkait dengan penyakit hati yang didapat ( Schuppan dan Afdhal, 2008).

Dalam replikasi HBV sirosis (> 105

Dalam satu studi besar, pengobatan adefovir telah berhasil digunakan pada pasien dengan pra-transplantasi resistensi lamivudine, yang menyebabkan penekanan replikasi virus HBV ketingkat tidak terdeteksi pada 76% pasien baik dengan stabilisasi atau peningkatan skor CTP dan kelangsungan hidup 90%. Data pada reversibilitas dan stabilisasi penyebab lain dari sirosis kurang didefinisikan dengan baik. Penelitian kohort menunjukkan bahwa beberapa pasien sirosis hepatitis autoimun menunjukkan regresi setelah pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid dan venesection pasien dengan hemochromatosis herediter dapat menurunkan perkembangan komplikasi dari hipertensi portal (Schuppan dan Afdhal, 2008).

(48)

2.8. Prognosis

Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-masing. Yang mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis dan regenerasi, gabungan untuk derajat yang sangat berbeda dalam pasien sirosis tunggal. Ada juga perbedaan-perbedaan individu dalam tanggapan hemodinamik dan efek yang sesuai pada ginjal, paru-paru dan hati, dll. Oleh karena itu sangat sulit memberikan prognosis yang akurat dalam setiap kasus. Selain itu, seperti prognosis hanya mencakup jangka waktu tertentu yang relatif singkat (beberapa bulan sampai satu tahun) (Kuntz, 2008).

(49)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang

Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang merupakan konsekuensi dari kronisitas dan progresifitas penyakit hati (Avunduk, 2008). Hepatitis viral B dan C dapat menyebabkan sirosis. Sekitar 20% dari penderita Hepatitis B kronik akan berkembang menjadi sirosis, sementara 20-30% penderita Hepatitis C kronik akan bekembang menjadi sirosis dalam 20-30 tahun (bacon. 2008). Konsekuensi patofisiologi sirosis diantaranya perubahan aliran darah hepatik yaitu hipertensi portal, dan menurunnya massa sel fungsional, yang menyebabkan berkurangnya sintesa albumin, protein koagulasi, dan menurunnya detoksifikasi bilirubin, ammonia dan obat obatan (Avunduk, 2008)

Di Indonesia data mengenai sirosis hati hanya beberapa laporan dari pusat pendidikan saja. Data di medan pada tahun 1996 menunjukkan angka 4% (Nurdjanah, 2009) . Angka pada saat ini diperkirakan akan meningkat dengan variasi gambaran klinis dan laboratorium . Untuk itu penulis ingin mengetahui profil pasien sirosis hepatis yang dirawat di RSUP H Adam Malik periode Januari 2009 - Desember 2011.

.

3.2. Perumusan Masalah

(50)

3.3. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui profil pasien sirosis hati di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H Adam Malik Medan

3.5. Manfaat penelitian

3.5.1. Untuk mengetahui profil pasien sirosis hati di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H Adam Malik Medan sehingga dapat menambah modalitas dalam pengelolaan sirosis hati.

3.5.2. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas sirosis hati

3.6. Kerangka Konsepsional

3.7. BAHAN DAN CARA 3.7.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mengumpulkan data pasien yang dirawat di ruangan penyakit dalam RSUP H. Adam Malik, dalam periode Januari 2009- Desember 2011.

Hepatitis B

Hepatitis C

Non Viral

Sirosis hati

Asites

Hepatik Ensefalopati

(51)

3.7.2. Definisi Operasional 3.7.2.1. Sirosis Hati :

Dinyatakan menderita sirosis hati sesuai diagnosa dokter yang tertera di dalam status pasien

3.7.2.2. Child Pugh :

Derajat keparahan penderita Sirosis yang dinilai dengan menggunakan turcotte score.

3.7.2.3. Kriteria Child Pugh : Child Pugh A :

Child Pugh B : Child Pugh C :

3.7.3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian antara bulan Januari 2009 – Desember 2011 di RSUP H Adam Malik Medan

3.7.4. Populasi Terjangkau

Semua penderita Sirosis Hati yang menjalani perawatan di ruang rawat inap diRSUP H.Adam Malik .

3.7.5. Kriteria Inklusi

(52)

3.7.6. Kriteria Eksklusi 3.7.6.1. Hepatoma

3.7.7. Populasi dan Sampel

Sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling dimana seluruh populasi digunakan sebagai sampel penelitian

3.7.8 . Cara Penelitian

Data dicatat melalui laporan rekam medik yang meliputi data pribadi ( umur, jenis kelamin),Hb, Leukosit, Trombosit, Bilirubin total, SGOT,SGPT, Alkalin, Protombin time, INR Albumin,viral marker (HbsAg, Anti HBc,) asites dan ensefalopati hepatik dan child pugh turcotte score. Selanjutnya dikelompokkan berdasarkan positif Hepatitis B, Hepatitis C, dan Non Viral.

3.7.9. Analisa Data

(53)

3.7.10. Kerangka Operasional

- ANAMNESA

- PEMERIKSAAN FISIK

- LABORATORIUM RADIOLOGI SIROSIS HATI

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Pada penelitian ini didapatkan 141 pasien dengan diagnosa sirosis hepatis, dimana 106 (75,2%) adalah pria, dan 35 (24,8%) wanita. Rerata usia adalah 50,95 ±10,8 tahun. Rerata Hb adalah 9,62±2,62 gr/dL dengan tidak dijumpai perbedaan signifikan antara penderita sirosis yang positif Hepatitis B, C dan Non viral. Rerata Leukosit 9281,49±6139,51/mm3, tidak berbeda bermakna antara penderita positif Hepatitis B, C dan non viral. Rerata Trombosit 153±110,9 x103/mm3, tidak berbeda bermakna antara ketiga kelompok. Rerata albumin 2,41± 0,59 g/dL., didapati perbedaan signifikan antara Hepatitis B, C dan Non viral (p=0,043). Perbedaan terdapat antara pasien Hepatitis C dengan Non viral (p=0,022). Sementara antara pasien Hepatitis B dengan non viral tidak dijumpai perbedaan rerata albumin (p=0,073). Demikian juga antara pasien Hepatitis B dan C tidak dijumpai perbedaan rerata albumin (p= 0,178).

(55)

Tabel 1 Karakteristik penderita sirosis hati berdasar adanya Hepatitis B, Hepatitis C dan Non viral.

Hepatitis B

9,596 ±3,824 8,657±5,454 9,281±6,139 0,705

Trombosit (x103/mm3)

161±120,4 k

108±51,96 150±102,4 153±110,9 0,643

AST a(U/L) 162,1±192,3 86±58,3 109,8±132,7 138,5±168,6 0,127

Tabel 2. Persentase child pugh turcotte A, B dan C penderita sirosis hati

(56)

* koefisien kontingen

Table 4. Persentase Ensefalopati Hepatik berdasarkan Hepatitis B, C dan non viral

Table 5. Persentase Asites berdasarkan Hepatitis B, C dan non viral Hepatitis

Rerata Prothrombin time 16,46±6,8 detik . Rerata INR 1,42±0,46. Rerata Bilirubin total adalah 3,75±5,34 mg/dL, tidak berbeda signifikan antara ketiga kelompok.

(57)

4.2. P E M B A H A S A N

Infeksi virus hepatitis B (HBV) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang serius. Prevalensinya bervariasi antar Negara, berkisar antara 0,1%-20%. Prevalensi infeksi HBV di Indonesia sangat bervariasi antar pulau. Prevalensi infeksi HBV diperkirakan berada di antara tingkat endemis tinggi dan endemisitas sedang. Data donor darah yang dikumpulkan pada tahun 1995 menunjukkan bahwa pada umUmnya daerah daerah di pulau Jawa mempunyai prevalensi yang lebih rendah (sekitar 5%) dibanding daerah di luar pulau Jawa (sekitar 8%) (Mulyanto, 2010) .

Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat infeksi HCV kronik pada sekitar 170-200 juta penduduk; prevalensinya bervariasi antar Negara. Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 2,5 juta orang dengan anti-HCV(+), namun hanya sekitar 1,6 juta orang saja yang HCV RNA (+). Tampaknya variasi genetiK HCV di Indonesia tidak begitu banyak berbeda dibandingkan dengan di negara negara lain , yaitu sekitar 67% adalah genotype I (Mulyanto, 2010) .

(58)

penderita positif Hepatitis B,C dan non viral. Rerata Trombosit 153±110,9 x103/mm3,, tidak berbeda bermakna antara ketiga kelompok. Wang mendapatkan rerata jumlah trombosit pada pasien dengan anti-HCV (180,000 platelets/L) lebih rendah dibanding pasien HbsAg positif (201,000 platelets/L) dan dengan tanpa anti-HCV dan HBsAg (234,000 platelets/L) (p < .001) (Wang, 2004). Kecenderungan trombositopenia pada pasien Hepatitis C tidak diketahui jelas tetapi dianggap multifaktorial. Pada pasien dengan penyakit hati kronis, trombositopenia berhubungan dengan keparahan penyakit dan lebih sering pada sirosis. Beberapa mekanisme dianggap berhubungan seperti hipersplenisme, pembentukan antiplatelet antibodi yg disebabkan autoimun, dan penurunan produksi trombopoetin (Wekskler, 2007).

Rerata albumin 2,41± 0,59 g/dL., didapati perbedaan signifikan antara Hepatitis B, C dan Non viral (p=0,043). Perbedaan terdapat antara pasien Hepatitis C dengan Non viral (p=0,022). Sementara antara pasien Hepatitis B dengan non viral tidak dijumpai perbedaan rerata albumin (p=0,073). Demikian juga antara pasien Hepatitis B dan C tidak dijumpai perbedaan rerata albumin (p= 0,178).

(59)

(limpa) atau peningkatan hilangnya albumin melalui usus ( portal gastropati atau enteropati); semua behubungan dengan hipertensi portal. Albumin (50%-60% of total plasma protein) globulin, dan fibrinogen menentukan pembagian terbesar plasma protein dengan peningkatan

risiko kematian 24%-56% per 2.5 g% penurunan serum albumin. Child-

Pugh turcotte score (serum albumin menjadi bagian integral dari score)

meramalkan penyakit hati lanjut (Khan, 2008).

Beberapa macam scoring penilaian derajat sirosis hati untuk memprediksi prognosis, survival sirosis dan kepentingan transplantasi diantaranya Child Pugh turcotte Score (Sanityoso. 2010) . Pada penelitian ini didapat child pugh turcotte B 88 (62,4%) pasien, diikuti oleh child pugh turcotte C and A , (47 (33,3%), 6 (4,3%). Komplikasi asites terjadi pada sekitar 10% pasien sirosis (Sanityoso. 2010) . Pada penelitian ini asites dijumpai pada 125 (88,7%) pasien. Perbedaan hasil ini disebabkan karena pasien yang diteliti pada penelitian ini adalah hanya pasien yang menjalani rawat inap. Ensefalopati hepatik terjadi pada 45% pasien sirosis (Sanityoso. 2010) . Pada penelitian ini didapat hepatik ensefalopati pada 14 (9,9%) pasien sirosis.

(60)
(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. K E S I M P U L A N

Dari total 141 pasien Sirosis yang dirawat di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H adam Malik medan, yang terbanyak adalah pria yaitu sekitar 70 persen. Hepatitis B terlihat yang terbanyak dijumpai pada pasien sirosis hepatis. Tidak dijumpai perbedaan signfikan rerata Hb, Leukosit dan Trombosit pada pasien dengan Hepatitis B, C dan non viral. Perbedaan rerata Albumin terdapat antara pasien dengan Hepatitis B dengan Non viral (p=0,011), pasien Hepatitis C dengan non viral (p=0,010). Sementara antara pasien Hepatitis B dan C tidak dijumpai perbedaan rerata albumin(p= 0,285). Pasien terutama termasuk kedalam klasifikasi child pugh turcotte B. Asites dijumpai pada 88,8% pasien.dan hanya sembilan orang yang mengalami ensefalopati hepatik.

5.2. S A R A N

(62)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli .,dan Bahar , Asril., 2007. Pulmonologi. Dalam : Sudoyo, Aru, W., dkk.,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 988 – 994.

Anand, B.S. 2002. Cirrhosis of Liver. Western Journal of Medicine, Vol. 171, p. 110-115. Available from:

[Accessed 11 May 2012]

Avunduk,C. Cirrhosis And Its Complications. Dalam : Manual Of Gastroenterology Diagnosis And Therapy. 4th Ed.Lippincott Williams & Wilkins 2008 ; 438-54

Bacon, B.R. Cirrhosis And Its Complications. Dalam : Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., Et Al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 17th Edition. Mc Graw Hill Companies, New York..2008: 1971-80

Biecker, Erwin. 2011. Diagnosis and Therapy of Ascites in Liver Cirrhosis. Journal PubMed Central (PMC) , 17(10): 1237–1248. Available from:

(63)

Chandrasomo, P., and Taylor, C. R. 2005 . Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta : EGC : 594 – 595.

Deibert, Peter., et al. 2006. Hepatopulmonary Syndrome in Patients with Chronic Liver Disease: Role of Pulse Oximetry. Journal PubMed Central (PMC), 6: 15. Available from:

Fauci, Anthony.S. MD., et al .2008. Harrison's Principles of Internal Medicine, 17 th edition. Chapter 302.

Gustaviani, Reno. 2007.Metabolik Endokrin. Dalam : Sudoyo, Aru, W., dkk.,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 1857 – 1859.

.

Hadi, Sujono. 2002 . Gastroenterologi . Bandung . PT Alumni : 613 – 651.

Hepatic

encephalopathy in patients with liver cirrhosis: Is there a role of malnutrition?. Journal PubMed Central (PMC), 14(21): 3438–3439.

Available from :

Khan, H., Iman, N. Hypoalbuminemia : A Marker Of Esophageal Varices

In Chronic Liver Disease Due To Hepatitis B And C. Rawal Medical

(64)

Kuntz, E., and Kuntz, H.D. 2006. Hepatology, Principles and Practice 2nd Edition. Chapter 35 : 716-749.

Kuntz, E., and Kuntz, H.D. 2008. Hepatology, Principles and Practice 3rd Edition. Chapter 35 : 738-772.

Kusumobroto, O.Hernomo. 2007.Sirosis Hepatis. Dalam : Sulaiman, Ali., dkk.,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta : Jaya Abadi : 335 – 345.

Lata, Jan., Stiburek,

Spontaneous bacterial peritonitis: A severe complication of liver cirrhosis. Journal PubMed Central (PMC) , 15(44): 5505–5510. Available from:

Mulyanto. Epidemiologi Hepatitis B Di Indonesia. Dalam : Sulaiman, A.S., Sulaiman, B.S., Sulaiman, H.A., Loho, I.M., Stephanie, A. Pendekatan Terkini Hepatitis B Dan C Dalam Praktik Klinis Sehari-Hari. Sagung Seto, Jakarta,2010;17-20.

(65)

Nayak, N. C. 2011. End Stage Chronic Liver Disease , Yesterday, Today and Tomorrow. In : Michelli, L Miranda., Ed. Hepatology Research And Clinical Development Liver Cirrhorsis: Causes, Diagnosis And Treatment, New York : Nova Biomedical Books : 59 – 83.

Nurdjanah, S. Sirosis Hati. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid I , Jakarta 2009;668-673

Panggabean, M.Parulan. 2007. Kardiologi. Dalam : Sudoyo, Aru, W., dkk.,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :1639 – 1640.

Price, A. Sylvia., Wilson, M. Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC : 493 – 497.

Salerno, Francesco., et al. 2007. Diagnosis, prevention and treatment of hepatorenal syndrome in cirrhosis. Journal PubMed Central (PMC), 56(9): 1310–1318.Available from:

(66)

Schuppan, Detlef., & Afdhal, Nezam H., 2008. Liver Cirrhosis. Journal PubMed Central (PMC), 371(9615): 838–851.Available from:

Suwitra, Ketut. 2007 . Ginjal Hipertensi. Dalam : Sudoyo, Aru, W., dkk.,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 570 – 573.

Liver metastases, a rare cause of portal

hypertension and stoma bleeding. Brief review of literature. Journal PubMed Central (PMC), ; 3(5): 173–176. Available from:

Wang, C.S., Yao, W.J., Wang, S.T., Chang, T.T., Chou, P. Strong Association Of Hepatitis C Virus (HCV) Infection And Thrombocytopenia: Implications From A Survey Of A Community With Hyperendemic HCV Infection . Clinical Infectious Diseases 2004;39;790-796

(67)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Dr Imelda Rey, SpPD

Tempat / tanggal lahir : Medan, 14 oktober 1977

Alamat kantor : Fakultas Kedokteran USU .Jln Dr Mansur

no 5, Medan ,Departemen Penyakit Dalam

RSUP H Adam Malik Jln Bunga Lau no

17, Medan

Alamat : Jln Sutrisno Gang Sehati 754, Medan No Telp : 061-7360276- 08126500525

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Taman Siswa Medan, Sumut Ijazah 1989 2. SMP SM Raja Tanjung Balai, Sumut Ijazah 1992 3. SMA Negeri 1 tanjung Balai, Sumut Ijazah 1995 4. Fakultas Kedokteran USU Medan Ijazah 2001 5. Spesialis Penyakit Dalam FK USU 2009

KEANGGOTAAN PROFESI

1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). 3. PGI (Persatuan Gastroenterologi Indonesia) dan PPHI

(Persatuan Peneliti hati Indonesia) Sumatera Utara

KARYA ILMIAH DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

(68)

2. Imelda rey, Harris Hasan, Refli Hasan. PCI , 15th Annual Sientific Meeting of The Indonesian Heart Association. Medan, 19-22 April 2006

3. imelda Rey, Tunggul Ch Sukendar,OK Alfien S ,Abdurrahim Rasyid Lubis. Hipokalemia Periodic Paralysis. 13th

4. Imelda Rey, Dairion Gatot, Dharma Lindarto . Pengaruh pemberian Lumbrokinase terhadap Status Hiperkoagulasi pada Penderita Ulkus Kaki Diabetik . Divisi Hematologi dan Onkologi Medik departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU , 2008 .

Gambar

Tabel 2.1. Skor Child-Pugh
Tabel 1 Karakteristik penderita sirosis hati berdasar adanya Hepatitis
Table 4.  Persentase Ensefalopati Hepatik berdasarkan Hepatitis B, C                 dan non viral

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik pasien sirosis hati yang di rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014.. Metode penelitian yang

Mengetahui tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi serta daya terima pasien rawat inap penyakit kardiovaskular terhadap makanan yang disajikan RSUP H. Mengetahui gambaran

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi, Jenis Terapi Kanker dan Status Gizi Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.. Bogor : Institut

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko yang memengaruhi terjadinya sirosis pada penderita hepatitis B di RSUP H.Adam Malik Medan Tahun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko yang memengaruhi terjadinya sirosis pada penderita hepatitis B di RSUP H.Adam Malik Medan Tahun

Pirngadi Medan tahun 2002-2006, proporsi penderita Sirosis hati dengan riwayat Hepatitis B adalah sebanyak 142 orang (56,6%) dari 251 penderita sirosis.. Dalam kurun waktu empat

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) berada dalam kategori baik sebanyak 97,7% dan tingkat kepuasan pasien

Penyebab sirosis hati sendiri sampai sekarang belum jelas, tetapi banyak faktor resiko yang mendukung terjadinya sirosis hati, antara lain faktor predisposing yaitu