LAPORAN TUGAS AKHIR
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN POLONIA O
L E H
NAMA : NORMAN ERICK TARIGAN NIM : 102600064
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan kesempatan dan berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan.
Adapun penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Diploma pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tatacara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia”.
Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih yang
tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan serta motivasi kepada penulis. Ucapan terimakasih disampaikan
kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai dan memberkati penulis serta
telah memberikan hidup yang terbaik kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si. selaku Ketua Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
4. Ibu Arlina, SH, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
5. Bapak Indra Efendi Rangkuti, S.Sos. selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak membantu dan membimbing serta memberikan arahan selama proses
penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
6. Bapak Ramot Mulia Jekson, S.ST, MA. yang telah memberikan bimbingan
selama masa penyelesaian Tugas Akhir ini dan berkenaan sebagai supervisor
bagi penulis.
7. Bapak Oding Rifaldi, S.T, M.Ec. selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia.
8. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Kepada Bang Afrizal Pasaribu, S.Sos. dan Ibu Korbi yang
telah membantu segala administrasi penulis selama masa perkuliahan.
9. Penghargaan tertinggi dan tidak ternilai penulis persembahkan kepada orang
tua penulis Andreas Tarigan, SE dan Maria Barus yang telah memberikan
banyak hal dalam hidup penulis baik dari segi material, moral, motivasi, serta
doa dan kasih sayangnya yang tidak henti – hentinya kepada penulis.
10. Kakak dan Abang penulis Nova Lina Tarigan, A.md dan Leonardo Tarigan,
11. Sahabat – sahabat yang selalu ada buat penulis yakni Hot Saputra Sirait,
Josua Valentino Simanjuntak, Nova Veronica Rajagukguk, Naomi Sembiring
yang selalu memberikan motivasi, hiburan dan doa kepada penulis.
12. Teman – teman seperjuangan Administrasi Perpajakan Stambuk 2010 yakni
eko prastiadi, emir nurfajar, reja abdilah, ilham, edok, alex, berman, marisi,
devi, boas, candra dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,
“Sampai Jumpa di Gerbang Kesuksesan”.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa
Tugas Akhir ini masih belum sempurna dan berharap pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Kiranya Tugas Ahkir ini dapat bermanfaat dalam prakarya ilmu pendidikan.
Medan, Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM...1
B. Tujuan Dan Manfaat PKLM...4
C. Uraian Teoritis...7
D. Ruang Lingkup PKLM...14
E. Metode PKLM...14
F. Metode Pengumpulan Data...16
G. Sistematika Penulisan PKLM...17
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK/LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A.Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia...20
B. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia...24
C. Bidang – Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia...25
D. Tingkat Pendidikan Dan Jumlah Pegawai...29
BAB III GAMBARAN DATA TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) A. Pengertian Pajak...31
C. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai...33
D. Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai...36
E. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai...37
F. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Pertambahan Nilai...40
G. Restitusi...43
H. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...44
I. Dasar Hukum Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...46
J. Sebab – Sebab Terjadinya Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...47
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI A. Prosedur Pelaksanaan Pengajuan Permohonan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai...49
B. Penyebab Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Tidak Diterima/Ditolak...63
C. Hambatan – Hambatan Yang Dihadapai Dalam Pelaksanaan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai...64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...71
B. Saran...72
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih terus
berusaha mengadakan pembangunan disegala bidang dan untuk mewujudkan cita
– cita tersebut tidaklah muda, maka pemerintah membutuhkan biaya yang cukup
besar untuk pembangunan disegala bidang tersebut. Untuk itulah pemerintah
menggali sumber dana dari kekayaan alam dan berbagai potensi lainnya yang
dimiliki Indonesia. Hasil dari kekayaan alam dan potensi lainnya itulah yang
digunakan untuk membiayai pembangunan.
Untuk mewujudkan pembangunan, dibutuhkan segala potensi yang ada
pada suatu bangsa, berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi,
manajeme dan finansial untuk melaksanakannya. Salah satu upaya menggerakan
sumber daya dari pemerintah itu dapat dilihat dari segi finansialnya, yaitu
bagaimana pemerintah dapat mencari sumber-sumber keuangan guna membiayai
pelaksanaan roda pemerintahan.
Sumber – sumber pendapatan keuangan dalam rangka menyelenggarakan
tugas pemerintah untuk pembangunan diantaranya adalah berasal dari sektor non
migas. Sumber pendapatan dari sektor non migas yang menjadi primadona saat ini
adalah berasal dari penerimaan pajak. Karena itu dibidang perpajakan sering
masyarakat untuk membiayai pembangunan dari sumber – sumber dalam negeri
semakin meningkat.
Penerimaan pajak dan pengenaan pajak berhubungan erat dengan
mentalitas suatu bangsa, maka usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak
secarfa drastis tidak dapat dilakukan dalam jangka penek, namun merupakan
proses perombakan struktural yang memerlukan waktu yang relatif panjang.
Dalam hal penerimaan pajak yang terus menerus meningkat, penerimaan pajak
juga dapat berkurang, beberapa diantaranya adalah dikarenakan kesalahan hitung
fiscus dan wajib pajak yang dijadikan keberatan dalam hal pembayaran pajak,
penyeludupan pajak oleh wajib pajak, dan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak atau yang sering disebut restitusi.
Pengembalian pajak atau restitusi dapat mengakibatkan pengurangan
penerimaan pajak, karena itu perlu penindaklajutan prosedur maupun usaha dari
Direktur Jenderal Pajak tentang penghitungan ataupun pemberian restisusi secara
tepat. Selain itu, Direktur Jenderal Pajak juga perlu menindak wajib pajak
(eksportir) yang “nakal”, misalnya melakukan ekpor fiktif dan memanipulasi
faktur pajak dengan membawanya ke pengadilan. Di samping itu, Direktur
Jenderal Pajak juga diinstruksikan untuk menindak tegas aparat pajak yang
“nakal”, yaitu yang mencoba menghambat proses permohonan restitusi para wajib
Pemberian restitusi sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak, unuk
itu sebelum mengeluarkan persetujuan restitusi, pemerintahan perlu melakukan
penelitian dan pemeriksaan lebih seksama untuk menghindari kerugian yang lebih
besar, karena tidak sedikit wajib pajak yang bermasalah, seperti tidak memenuhi
persyaratan, menggunakan data fiktif atau mempunyai tunggakan pajak lain tetapi
meminta restitusi.
Dalam rangka untuk mencegah restitusi yang salah maka diperlukan
aparatur pajak yang relatif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan
penatausahaan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masih banyaknya
wajib pajak yang belum mengetahui tata cara mengajukan permohonan restitusi
juga menyebabkan terhambatnya kinerja fiskus didalam melaksanakan
pemeriksaan karena masih ada wajib pajak yang belum melengkapi persyaratan
didalam mengajukan permohonan restitusi serta masih banyaknya permohonan
restitusi yang belum diperiksa dan ditanggapi adalah kenyataan yang
mengharuskan aparatur pajak dapat lebih meningkatkan pelayanannya. Sehinga
bagi wajib pajak yang memang benar membayar pajak lebih besar dari jumlah
pajak yang terutang supaya diberikan pelayanan yang baik dan tidak menghalangi
– halangi atas permohonan restitusi. Oleh karena itu seharusnya aparatur pajak
memberikan pelayanan yang baik untuk terciptanya keseimbangan antara hak dan
apabila petugas terlambat dalam mengembalikan kelebihan pajak tersebut maka
atas keterlambatan itu diberikan bunga 2% setiap bulannya.
Bertitik tolak dari uraian diatas maka penulis ingin menyajikan mekanisme
pelaksanaan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Polonia, khususnya pengembalian atas Pajak Pertambahan
Nilai lebih bayar. Atas dasar inilah maka penulisan Laporan Tugas Akhir ini
diberi judul “Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia’’.
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Secara teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan
kegiatan intrakurikuler yang dilakukan mahasiswa secara mandiri dengan cara
praktis dilapangan yang lansung berhubungan dengan teori – teori keahlian yang
diterima dari para Dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melaksanakan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri ini adalah :
1.1 Untuk mengetahui tatacara pengembalian restitusi atas Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) lebih bayar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
1.2 Untuk mengetahui hambatan – hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai (PPN).
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1 Bagi Mahasiswa
a. Memahami Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang diperoleh di bangku perkuliahan.
b. Mengetahui lebih dalam tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
c. Meningkatkan interaksi baik dengan petugas ataupun pegawai pajak
maupun dengan Wajib Pajak mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
d. Menambah ilmu dan wawasan dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
e. Sebagai wadah untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja dengan
dibekali keahlian ketrampilan dan pengalaman yang diperoleh sewaktu
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan Program Studi Diploma
III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
b. Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, mahasiswa
yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan untuk
meningkatkan kinerja pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Polonia.
2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
a. Meningkatan hubungan kerjasama bagi Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
b. Membuka interaksi antar mahasiswa, dosen dan instansi pemerintah di
bangku perkulihan.
c. Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta
menetapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan
ilmu, khususnya dibidang perpajakan.
d. Membangun image yang baik terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional, khusunya Universitas
Sumatera Utara.
e. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi
Peprajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
C. Uraian Teoritis 1. Definisi Pajak
Beberapa definisi pajak menurut para ahli :
1.1 Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H
Menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H Pajak adalah iuran rakyat kepada
Negara berdasarkan Undang – Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang lansung dapat ditunjukan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Resmi, 2008 : 1)
1.2 Prof Dr. P. J. A. Adriani
Menurut Prof Dr. P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran wajib masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan – peraturan umum dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang lansung dapat ditunjukan dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk
menyelengarakan pemerintahan. (Waluyo, 2006 : 4)
1.3 Dr. N. J. Feldman
Menurut Dr. N. J. Feldman Pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh
sepihak dan terutang kepada pengusaha oleh pihak yang terutang kepada
pengusaha (menurut norma – norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
kontrapertasi dan semata – mata digunakan untuk menutup
2. Pengertian Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(Pasal 1 angka 2 UU KUP).
3. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan
jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi
dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh
perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan
objek dari Pajak Pertambahan Niali (PPN). Sesuai dengan namanya, Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas nilai tambah (added value) yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi, sehingga kekhawatiran timbul efek
pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan.
4. Karekteristik Pajak Pertambahan Nilai
4.1 Pajak Tidak Lansung
Beban pajak dipikul oleh konsumen ahkir, pengusaha akan menggeser
beban pajak kepada Pembeli, sesuai dengan mata rantai produksi dan distribusi
hingga ke konsumen akhir melalui pengenaan pajak secara betingkat. Pengusaha
4.2 Pajak Konsumsi
Pemikul beban pajak berahkir pada konsumen ahkir.
4.3 PPN bersifat Netral
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didasarkan pada “destination principle” dan hanya dikenakan atas nilai tambahnya saja.
4.4 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipungut di tempat barang atau jasa tersebut
dikonsumsi.
4.5 Pajak Objektif
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya dikenakan bila terdapat faktor
objektif, yaitu : kedaaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenai
pajak.
4.6 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mendahulukan Objek, lalu kemudian
mencari Subjeknya.
4.7 Sistem Faktur
Setiap penyerahan Barang Kenak Pajak dan/atau Jasa Kenak Pajak yang
dilakukan olehPengusaha Kenak Pajak (PKP) harus dibuatkan Faktur Pajak.
5. Restitusi
Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria
sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Dirjen Pajak (Pasal 17B Undang – Undang Ketentuan Umum
dan Tatacara Perpajakan). Apabila setelah lewat jangka waktu 12 bulan Dirjen
Pajak tidak memberi suatu keputusan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan dalam
jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan tersebut (jangka waktu berahkir ) (Pasal
17B ayat 2).
Pengajuan restitusi dapat dilakukan dengan cara mengisi SPT Lebih Bayar
dan memilih kolom atau kotak restitusi (Pasal 17B) atau mengajukan restitusi
secara tertulis (setelah menerima SKPLB), KPP akan menerbitkan SPMKP (Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak) dan SKPKPP (Surat
Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak ) dalam jangka waktu 1
bulan sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak atau sejak diterbitkannya
SKPLB berdasarkan Pasal 17B (Bila Wajib Pajak mempunyai utang pajak maka
akan dilakukan kompensasi terlebih dahulu.)
Tatacara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
diatur dalam Nomor 72/PMK.03/2010 Tanggal 31 Maret 2010, Nomor
Per-63/Pj/2010 Tanggal 22 Desember 2010, Nomor 76/PMK.03/2010 Tanggal 31
6. Dasar Hukum Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) pada pasal 9 ayat (4), ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), ayat
(4d), dan ayat (4f), pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan
pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Pajak masukan yang dikreditkan
harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang – Undang.
Berdasarkan hal tersebut, apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran
lebih besar daripada pajak masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) yang harus disetor oleh pengusaha kenak pajak. Apabila dalam suatu
masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak
keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa
pajak berikutnya, hal ini yang mendasari restitusi.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
terutang, dengan catatan wajib pajak tidak punya hutang pajak lain. Ketentuan
restitusi diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
7. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-122/PJ/2006
Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah kelebihan pajak masukan
terhadap pajak keluran dalam suatu masa pajak tertentu yang atas kelebihan
tersebut diminta kembali (restitusi) sebagimana dimaksud Pasal 9 ayat (4)
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Restitusi atau pengembalian
kelebihan kelebihan pajak adalah hak bagi Wajib Pajak manakala berdasarkan
hasil pemeriksaan pajak terbukti ada kelebihan pembayaran pajak. Keputusan
yang menetapkan adanya kelebihan pembayaran pajak adalah Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan.
Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa adalah wajib dilaksanakan
dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status pembayaran pajak
dari Pengusaha Kena Pajak.
Dalam rangka pengembalian kelebihan pajak Direktorat Jenderal Pajak
telah memberikan fasilitas pembayaran pendahuluan kelebihan pajak bagi
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan tanpa
melalui proses pemeriksaan. Sehingga dalam rangka pengembalian kelebihan
pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 C Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
3. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D Undang – Undang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan.
Terhadap Pengusaha Kena Pajak pada nomor 1, 2 dan 3 pemerintah
memberikan fasiltas pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa melalui
proses pemeriksaan, cukup melalui proses penelitian. Setelah proses penelitian
selesai Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yaitu surat keputusan yang
menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak untuk Wajib
Pajak Tertentu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
72/PMK.03/2010, proses pengembalian kelebihan pajak harus selesai dalam
jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.
Kepada Pengusaha Kena Pajak selain termasuk dalam tiga kriteria pertama,
pengembalian kelebihan pajak diberikan setelah melalui proses pemeriksaan.
Setelah proses pemeriksaan selesai Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Proses pemeriksaan harus sudah selesai
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Penulis ingin
mengetahui beberapa masalah sebagai berikut :
1. Proses pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
2. Tatacara perhitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
3. Masalah – masalah dalam proses pelaksanaan pengembalian kelebihan
pembayaran (restitusi) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
4. Jumlah Wajib Pajak yang mengajukan permohonan restitusi dari Tahun
2010 sampai Tahun 2012.
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data sesuai dengan metode yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tahapan Persiapan
Pada tahapan ini penulis melakukan berbagai persiapan mulai dari
pengajuan judul kepada Ketua Program Studi, penentuan judul oleh Ketua
Program Studi, pembuatan proposal, pelaksanaan seminar proposal,
perbaikan proposal, persetujuan terhadap proposal, penunjukan dosen
pembimbing, bimbingan dan konsultasi dengan dosen pembimbing, dan
2. Studi Literatur
Yaitu kegiatan studi mencari data informasi dengan membaca landasan
teori. Buku – buku literatur, peraturan perundang – undangan dibidang
perpajakan, majalah, surat kabar, catatan – catatan maupun bahasa tertulis
yang ada hubungannya dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
3. Observasi Lapangan
Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara lansung terhadap
masalah yang di bahas dan meninjau secara lansung terhadap kondisi
pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
4. Pengumpulan Data
Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yaitu :
a) Data primer yaitu data – data yang diperoleh dari pihak – pihak
yang terkait dengan cara melakukan wawancara dengan pegawai
yang dianggap mampu memberikan data dan informasi sesuai
dengan penulisan laporan tugas akhir.
b) Data sekunder yaitu data – data yang diperoleh dari referensi
5. Analisis dan Evaluasi Data
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan. Penulis akan
menganalisa dan mengevaluasi data, dan kemudian akan dipresentasikan
secara objektif, jelas dan sistematis.
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan Pengumpulan Data digunakan tiga metode yaitu :
1. Metode Wawancara (Interview)
Yaitu dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang
ditujukan kepada pegawai yang dianggap mampu memberikan
data dan informasi tentang Tatacara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
2. Metode Observasi (Observation Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan cara
lansung maupun tidak lansung terjun ke lapangan untuk
melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar dan bila
perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pihak
instansi dengan mematuhi petunjuk atau arahan terlebih dahulu
dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada instansi
dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia,
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi
misalnya dengan mengumpulkan daftar dokumentasi yang
diperlukan seperti Peraturan Pemerintah yang berlaku, Undang –
Undang Perpajakan, data mengenai kepegawaian dan dokumen
– dokumen resmi lainnya mengenai Tatacara Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan laporan praktik
kerja lapangan mandiri ini, maka penulis membaginya dala lima bab pembahasan
yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diberikan gambaran mengenai keseluruhan isi laporan
ini. Bab ini terdiri dari latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat
PKLM, Uraian Teoritiss, Ruang Lingkup PKLM, Metode PKLM,
Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan Laporan
BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA
Pada bab ini penulis akan menjelaskan sejarah singkat lokasi dimana
Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilakukan. Dalam hal ini sejarah
singkat lokasi yang akan diuraikan penulis adalah KPP Medan
Polonia, Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Pegawai di Instansi
tersebut serta gambaran lain jika dibutuhkan.
BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN
MANDIRI
Pada bab ini penulis mencoba menjabarkan mengenai apa itu Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), subjek dan objek PPN, pajak masukan dan
pajak keluaran serta pengertian dari restitusi dan hal – hal lain yang
menyangkut proses pengembalian pajak yang lebih bayar.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI
Dalam bab ini penulis akan menganalisis data yang diperoleh,
kemudian mengadakan evaluasi serta memberikan interprestasi untuk
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dari uraian – uraian dalam bab – bab
sebelumnya serta saran – saran dari penulis yang merupakan
sumbangan pemikiran yang diharapkan dapat memberikan manfaat
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK / LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia
1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia
Pada Tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu masih ada dua Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi
Pajak Medan Selatan dan Kantor Medan Utara.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 276/KMK/01/1989
tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal
Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan
Pajak sehingga sejak April 1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara diganti
namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.
Untuk menetapkan pelayanan yang akan diberikan pemerintah kepada
masyarakat umum khususnya kepada Wajib Pajak, kemudian pada tanggal 29
Maret 1994 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK/1994
terhitung mulai 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak Medan diubah menjadi 4
1) Kantor Pelayan Pajak Medan Barat, Jl Asrama No. 7 Medan
2) Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jl Diponegoro No. 30 Medan
3) Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl Sukamulia No. 17A Medan
4) Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, Jl Binjai No. 7 Medan
Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia sendiri berdiri pada awal Tahun
2002 yang merupakan pemisahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang
terletak di Jl. Sukamulia Medan.
Pada tanggal 19 Mei 2008 Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan
dengan Nomor Kep.95/PJ/2008 tentang Kantor Pelayanan Pajak yang mengubah
Kantor Pelayanan Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri
dari :
1) KPP Pratama Binjai
2) KPP Pratama Medan Barat
3) KPP Pratama Medan Belawan
4) KPP Pratama Medan Kota
5) KPP Pratama Medan Petisah
6) KPP Pratama Medan Polonia
7) KPP Pratama Medan Timur
Berdasarakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak,
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mencakup wilayah kerja :
1) Kecamatan Medan Maimun
2) Kecamatan Medan Polonia
3) Kecamatan Medan Baru
4) Kecamatan Medan Selayang
5) Kecamatan Medan Tuntungan
6) Kecamatan Medan Johor
2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia
Struktur organisasi merupakan wadah bagi sekelompok yang bekerja sama
dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi
menyediakan pengadaan personil yang memegang jabatan tertentu dimana masing
– masing diberi tugas,wewenang,dan tanggungjawab sesuai jabatannya.
Hubungan kerja dalam organisasi dituangkan dalam struktur organisasi dimana
merupakan gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang – orang yang
menggerakan organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Struktur organisai diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang
berdasarkan susunan tingkat hirarki. Struktur organisasi juga diharapkan akan
dapat menetapkan sistem hubungan dalam organisasi yang menghasilkan
tercapainya komunikasi, koordinasi, dan integrasi secara efisien dan efektif dari
segenap kegiatan organisasi baik vertikal maupun horizontal.
Setiap instansi atau perusahaan menggunakan struktur organisasi dalam
fungsi dan tugas masing – masing. Sedangkan definisi struktur organisasi itu
sendiri adalah kerangka yang menyeluruh menghubungkan suatu organisasi dan
menerapkan hubungan yang ditetapkan. KPP Pratama Medan Polonia sendiri
menerapkan Struktur Organisasi Lini dan Staf.
KPP Pratama Medan Polonia dipimpin oleh seorang Kepala KPP yang
secara operasional bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
KPP Pratama Medan Polonia terdiri dari 1 kelompok jabatan fungsional ,1
Sub Bagian Umum,dan 9 seksi yang masing – masing seksi dipimpin Kepala
Seksi dan Pelaksana Khusus untuk Seksi Pengawasan dan Konsultasi, selain
Kepala Seksi dan Pelaksana, seksi ini juga memiliki Account Representative atau yang biasa disingkat dengan AR.
Adapun struktur organisasi yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak
B. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Polonia
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Keuangan, tugas
KPP Pratama yang termasuk didalamnya KPP Pratama Medan Polonia yaitu
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib pajak di bidang
Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak tidak lansung lainnya dalam wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas diatas, KPP Pratama termasuk KPP Pratama
Medan Polonia menyelenggarakan fungsi yaitu :
1) Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan subjek dan objek
pajak.
2) Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.
3) Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.
4) Penyuluhan Perpajakan.
5) Pelaksanaan regristasi Wajib pajak.
6) Pelaksanaan ekstensifikasi.
8) Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
9) Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib pajak.
10)Pelaksanaan konsultasi perpajakan.
11)Pelaksanaan intensifikasi.
12)Pembetulan ketetapan pajak.
13)Pelaksanaan administrasi kantor.
C. Bidang – Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Polonia
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dipegang oleh seorang
Kepala Kantor yang mempunyai tugas mengkoordinasikan penyusunan rencana
kerja KPP Pratama, mengkoordinasikan penyusunan rencana penerimaan pajak
berdasarkan potensi yang ada dan mengkoordinasikan segala hal yang
bersangkutan dengan rencana kerja yang telah ditargetkan oleh Kanwil yang
bersangkutan.
Kepala Kantor tersebut membawahi 9 seksi,1 Sub Bagian Umum,dan 1
kelompok jabatan fungsional, yang gambaran tugas dari masing – masing bagian
kerja tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sub. Bagian Umum yang bertugas :
a. Melakukan urusan tata usaha
b. Melakukan urusan kepegawaian
d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga
2) Seksi Pelayanan yang bertugas :
a. Melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan
b. Menerima dan meneliti, serta merekam surat permohonan dari
Wajib Pajak dan surat – surat lainnya
c. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuaan
Wajib Pajak dan surat lainnya
d. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan
pencabutan identitas Wajib Pajak
e. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak
3) Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang bertugas :
a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak
b. Membimbing/menghimbau kepada Wajib Pajak dan konsultasi
teknis perpajakan
c. Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak
d. Menganalisis kinerja Wajib Pajak
e. Memberikan konsultasi kepada Wajib Pajak tentang ketentuan
peraturan perundang – undangan perpajakan
f. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
g. Melakukan evaluasi hasil banding
4) Seksi Pengolahan Data dan Informasi yang bertugas :
a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data,
penyajian, informasi perpajakan
b. Perekaman dokumen perpajakan
c. Merekam SSP lembar 3
d. Merekam SPT Masa PPN
e. Merekam PPh Pasal 21
f. Merekam PPh Pasal 23/26
g. Merekam PPh Final Pasal 4 ayat 2
h. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan
i. Memberikan pelayanan dukungan teknis computer
j. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling 5) Seksi Penagihan yang bertugas :
a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak
b. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak
c. Penagihan aktif
d. Memberikan usulan penghapusan piutang pajak
6) Seksi Ekstensifikasi yang bertugas :
a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan
b. Pendataan objek dan subjek pajak
c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam
menunjang ekstensifikasi
7) Seksi Pemeriksaan yang bertugas :
a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan
b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan
c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya
8) Kelompok Jabatan Fungsional yang bertugas :
Kelompok fungsional yang terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksaan
dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara lansung
kepada Kepala KPP Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan
tugasnya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi dengan Seksi
Pemeriksaan, sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi
D. TINGKAT PENDIDIKAN DAN JUMLAH PEGAWAI
1. Jumlah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Adapun jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
[image:35.595.190.458.274.498.2]Pratama Medan Polonia adalah berjumlah 97 orang yang terdiri dari :
TABEL 1
JUMLAH PEGAWAI KPP PRATAMA MEDAN POLONIA
Kepala Kantor 1 orang
Kepala Seksi 10 orang
Supervisor 2 orang
Account Representative 22 orang
Pemeriksa Pajak 15 orang
Pelaksana 50 orang
[image:35.595.188.459.280.496.2]Jumlah Keseluruhan Pegawai 100 orang
2. Penggolongan Pegawai menurut Tingkat Pendidikan
Menurut tingkat pendidikan, pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia digolongkan sebagai berikut.
TABEL 2
[image:36.595.166.455.277.508.2]TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH PEGAWAI KPP PRATAMA MEDAN POLONIA
Tabel 2 : Data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, 2013
Tingkat Pendidikan S2 5 orang
Tingkat Pendidikan S1 31 orang
Tingkat Pendidikan D4 1 orang
Tingkat Pendidikan D3 28 orang
Tingkat Pendidikan D1 24 orang
Tingkat Pendidikan SMA 11 orang
BAB III
GAMBARAN DATA TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) A. Pengertian Pajak
1. Definisi Pajak
Pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang – Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara lansung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat.
Beberapa definisi pajak menurut para ahli :
1.1 Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H
Menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro S.H Pajak adalah iuran rakyat kepada
Negara berdasarkan Undang – Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang lansung dapat ditunjukan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Resmi, 2008 : 1)
1.2 Prof Dr. P. J. A. Adriani
Menurut Prof Dr. P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran wajib masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
prestasi kembali yang lansung dapat ditunjukan dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk
menyelengarakan pemerintahan. (Waluyo, 2006 : 4)
1.3 Dr. N. J. Feldman
Menurut Dr. N. J. Feldman Pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh
sepihak dan terutang kepada pengusaha oleh pihak yang terutang kepada
pengusaha (menurut norma – norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
kontrapertasi dan semata – mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum. (Resmi, 2008 : 2)
2. Pengertian Wajib Pajak
Wajib Pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan perpajakan. 3. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan dengan Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 1983 berbeda dengan Pajak Penjualan (PPn) yang digantikannya.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan
jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan
memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
Sedangkan Pajak Penjualan dikenakan terhadap nilai jual setiap perpindahan /
pertukaran barang dan jasa, sehingga menimbulkan adanya pajak berganda. Untuk
Barang yang Tergolong Mewah, pajak berganda ini masih diberlakukan dengan
adanya Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) akhirnya dibebankan pada konsumen. Pengusaha Kenak Pajak
(PKP) hanya Memungut dan kemudian menyetor ke Kantor Kas Negara.
B. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai
Undang – Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) adalah Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009.
C. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Lansung.
Pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran
pajak pada Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban
pajak adalah pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
adalah Pengusaha Kena Pajak yang bertindak selaku penjual Barang Kena
Pajak atau pengusaha Jasa Kena Pajak.
b. Pajak Objektif.
Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak yang
saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu
adanya keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan
pajak yang juga disebut dengan nama objek pajak.
c. Multi Stage Tax.
Multi Stage Tax adalah karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.
Setiap penyerahan barang yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai
mulai dari tingkat pabrikan (manufactured) kemudian ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. ( Sukardji, 2010 : 5)
d. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Menggunaka Faktur
Pajak.
Sebagai konsekuensi penggunaan metode kredit untuk menghitung
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang maka pada setiap penyerahan
bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti
pemungutan pajak.
e. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam
Negeri.
Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas konsumsi Barang
Kena Pajak dan / atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan dalam Negeri.
f. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral.
Netralitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibentuk oleh 2 (dua)
fakor, yaitu :
1. PPN dikenakan baik atas konsumsi barang atau jasa.
2. Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan
(destination principle).
Dalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal 2 (dua) prinsip
pemungutan, yaitu :
1. Prinsip tempat asal (origin principle).
2. Prinsip tempat tujuan (destination principle). g. Tidak Menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak Berganda.
D. Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai
Dari beberapa karakteristik Pajak Pertambahan Nilai tersebut diatas, dapat
dikemukakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa kelebihan yang
tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem
ternyata Pajak Pertambahan Nilai juga tidak bebas sama sekali dari beberapa
kekurangan.
a. Beberapa kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai
berikut :
1. Mencegah terjadinya pajak berganda.
2. Netral dalam perdagangan dalam dan luar Negeri.
3. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan barang model dapat
diperoleh kembali pada bulan perolehan sesuai dengan tipe
konsumsi dan metode pengurangan tidak lansung. Dengan
demikian dapat membantu likuiditas perusahaan.
4. Ditinjau dari sumber pendapatan negara, Pajak Pertambahan Nilai
mendapat predikat sebagai “Money Changer” karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak
b. Beberapa kelemahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai
berikut :
1. Biaya administrasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan Pajak
Tidak Lansung lainnya, baik dipihak administrasi pajak maupun
dipihak Wajib Pajak.
2. Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul,
dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen,
semakin berat beban pajak yang dipikul.
3. PPN sangat rawan dalam upaya penyeludupan pajak.
4. PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh
administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. (Untung sukardji, 2009 :
27)
E. Subjek Dan Objek Pajak Pertambahan Nilai 1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Dalam buku “Perpajakan Indonesia” secara garis besar Subjek Pajak adalah pihak – pihak (orang atau badan) yang menerima penghasilan dari suatu atau lebih
pemberi kerja. (Waluyo, 2006:57-68)
Yang menjadi subjek pajak pertambahan nilai adalah orang pribadi atau
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usah jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean.
2. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan
oleh pengusaha kena pajak.
Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat – syarat
sebagai berikut :
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kenak Pajak
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud
c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
2. Impor Barang Kena Pajak
a. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
b. Tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Dengan syarat – syarat sebagai berikut :
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
Untuk dapat memberikan perlakuan yang sama dengan impor Barang
Kena Pajak
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh
siapa pun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud / Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
8. Eskpor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan
Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh
Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean.
9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri
atau digunakan pihak lain.
10.Penyerahan Barang Kena Pajak berupah aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak.
F. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang dihitung dengan cara “mengalikan tarif pajak dengan DPP”.
Berdasarkan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000
merumuskan bahwa : “ Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang “
Selanjutnya yang dimaksud dengan harga jual, penggantian, nilai ekspor,
a. Harga Jual
Harga Jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nila (PPN) dan
Undang - Undang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan potongan
harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
Apabila PKP, selain menerbitkan faktur pajak juga menerbitkan faktur
penjualan, maka potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak tersebut juga
tercantum dalam faktur penjualan. Tidak termasuk dalam pengertian potongan
harga adalah bonus, premi, komisi, atau balas jasa lainnya, yang diberikan dalam
rangka menjualkan BKP.
b. Penggantian
Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena menyerahkan JKP, tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut Undang – Undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam faktur pajak.
c. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen
ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang
d. Nilai Impor
Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambha pungutan laiinnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang – undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Undang – Undang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diatur dalam pasal 7 ayat (1) Undang
– Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984 diubah dengan Undang – Undang
Nomor 42 Tahun 2009 sebagai penyesuaian dengan perluasan objek PPN yang
diatur dalam Pasal 4 ayat (1) sehingga menjadi sebagai berikut :
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (Sepuluh persen)
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan
atas :
a. Ekspor BKP Berwujud
b. Ekspor BKP Tidak Berwujud
c. Ekspor JKP
Adapun Pasal 7 ayat (2) tetap menentukan bahwa dengan Peraturan
Pemerintah tarif PPN tersebut dapat dinaikan paling tinggi 15% ( lima belas
G. Restitusi
Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu harus
menerbitkan surat keterangan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Dirjen Pajak (Pasal 17B Undang - Undang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan). Apabila setelah lewat jangka waktu 12 bulan Dirjen Pajak
tidak memberi suatu keputusan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan dalam jangka waktu 1
bulan setelah 12 bulan tersebut (jangka waktu berakhir ) (Pasal 17B ayat 2).
Pengajuan restitusi dapat dilakukan dengan cara mengisi SPT Lebih Bayar
dan memilih kolom atau kotak restitusi (Pasal 17B) atau mengajukan restitusi
secara tertulis (setelah menerima SKPLB), KPP akan menerbitkan SPMKP (Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak) dan SKPKPP (Surat
Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak ) dalam jangka waktu 1
bulan sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak atau sejak diterbitkannya
SKPLB berdasarkan Pasal 17B (Bila Wajib Pajak mempunyai utang pajak maka
akan dilakukan kompensasi terlebih dahulu.)
Tatacara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Per-63/Pj/2010 Tanggal 22 Desember 2010, Nomor 76/PMK.03/2010 Tanggal 31
Maret, yang mengatur tentang kelebihan pembayaran pajak.
H. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-122/PJ/2006
Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah kelebihan pajak masukan
terhadap pajak keluran dalam suatu masa pajak tertentu yang atas kelebihan
tersebut diminta kembali (restitusi) sebagimana dimaksud Pasal 9 ayat (4)
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Restitusi atau pengembalian
kelebihan kelebihan pajak adalah hak bagi Wajib Pajak manakala berdasarkan
hasil pemeriksaan pajak terbukti ada kelebihan pembayaran pajak. Keputusan
yang menetapkan adanya kelebihan pembayaran pajak adalah Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan.
Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa adalah wajib dilaksanakan
dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status pembayaran pajak
dari Pengusaha Kena Pajak.
Dalam rangka pengembalian kelebihan pajak Direktorat Jenderal Pajak
telah memberikan fasilitas pembayaran pendahuluan kelebihan pajak bagi
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan tanpa
melalui proses pemeriksaan. Sehingga dalam rangka pengembalian kelebihan
4. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (4c) Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
5. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 C Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).
6. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D Undang – Undang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan (KUP).
Terhadap Pengusaha Kena Pajak pada nomor 1, 2 dan 3 pemerintah
memberikan fasiltas pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa melalui
proses pemeriksaan, cukup melalui proses penelitian. Setelah proses penelitian
selesai Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yaitu surat keputusan yang
menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak untuk Wajib
Pajak Tertentu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
72/PMK.03/2010, proses pengembalian kelebihan pajak harus selesai dalam
jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.
Kepada Pengusaha Kena Pajak selain termasuk dalam tiga kriteria pertama,
pengembalian kelebihan pajak diberikan setelah melalui proses pemeriksaan.
Setelah proses pemeriksaan selesai Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Proses pemeriksaan harus sudah selesai
I. Dasar Hukum Restitusi Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) pada pasal 9 ayat (4), ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), ayat
(4d), dan ayat (4f), pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan
pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Pajak masukan yang dikreditkan
harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang – Undang.
Berdasarkan hal tersebut, apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran
lebih besar daripada pajak masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) yang harus disetor oleh pengusaha kenak pajak. Apabila dalam suatu
masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak
keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa
pajak berikutnya, hal ini yang mendasari restitusi.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
terutang, dengan catatan wajib pajak tidak punya hutang pajak lain. Ketentuan
restitusi diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
J. Sebab – Sebab Terjadinya Restitusi Pajak Pertambahan Nilai
Adapun yang menjadi sebab – sebab terjadinya restitusi PPN adalah sebagia
berikut :
1. Jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada Pajak
Keluaran dalam suatu Masa Pajak yang disebabkan oleh :
a. Pembelian barang modal dan bahan baku atau bahan
pembantu yang dilakukan sebelum usaha dimulai atau
pada awal usaha dimulai atau dalam Tahun berjalan.
b. Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekspor Barang
Kena Pajak yang Pajak Keluaran dikenakan tarif PPN
sebesar 0% (nol persen)
c. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
d. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Jasa Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan proyek
milik pemerintah yang dananya berasal dari hibah atau
bantuan luar negri.
2. Disamping itu kemungkinan terjadi kelebihan pembayaran pajak
bukan disebabkan adanya selisih lebih pajak masukan dibandingkan
kekeliruan pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP. Peristiwa
ini dinamkan kelebihan pembayaran pajak disebabkan oleh
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
A. Prosedur Pelaksanaan Pengajuan Permohonan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Mulai 16 Desember 2008, mekanisme penyelesaian permohonan restitusi
PPN atau PPN dan PPnBM yang diajukan oleh PKP atau diterima oleh KPP
Pratama pada atau sesudah 16 Desember 2008 dilakukan berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tanggal 16 Desember 2008
sebagai berikut :
A. Permohonan restitusi dapat diajukan kepada Kepala KPP Pratama
pada setiap akhir Masa Pajak dengan cara mengisi kolom yang
tersedia pada formulir SPT Masa PPN atau dengan surat tersendiri
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Satu surat permohonan untuk satu Masa Pajak.
2) Kelengkapan surat permohonan restitusi :
a. Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang diperlukan
sebagai Faktur Pajak, kecuali bagi PKP tertentu.
b. Kelengkapan dokumen dapat diajukan bersamaan dengan
surat permohonan atau diusulkan paling lambat satu bulan
c. Dalam hal diusulkan Kepala KPP Pratama dapat menerbitkan
surat permintaan kelengkapan permohonan pengembalian
kepada PKP yang bersangkutan dengan memperhatikan
jangka waktu melengkapi kelengkapan permohoan tersebut.
d. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan tersebut ternyata
PKP belum melengkapi surat permohonan, maka surat
permohonan restitusi diproses sebatas kelengkapan dokumen
yang sudah diterima di KPP Pratama.
Setelah melakukan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak (dalam hal ini
Kepala KPP Pratama) wajib menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima. Dalam hal jangka
waktu ini telah terlampaui ternyata tidak ada surat ketetapan pajak yang
diterbitkan, berarti permohonan PKP dikabulkan, maka dalam waktu 1 (satu)
bulan setelah jangka waktu ini terlampaui, Direktur Jenderal Pajak wajib
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
B. Dalam hal yang mengajukan permohonan adalah PKP Tertentu, maka
berlaku mekanisme sabagai berikut :
1) PKP Tertentu yang mengajukan permohonan restitusi tidak
diwajibkan melengkapi surat permohonannya dengan
kelengkapan surat permohonan pengembalian berupa Faktur
2) Setelah melakukan penelitian atas permohonan restitusi yang
diajukan oleh PKP tertentu, harus menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
(SKPPKP), satu bulan sejak surat permohonan diterima.
Apabila setelah lewat jangka waktu dimaksud, Direktur
Jenderal Pajak belum menerbitkan SKPPKP, berarti
permohonan PKP Tertentu ini dikabulkan, maka dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu terlampaui, wajib
menerbitkan SKPPKP.
3) Dalam hal permohonan restitusi diajukan oleh PKP Tertentu
meliputi Masa Pajak sebelum PKP menjadi PKP Tertentu,
pemeriksaan wajib dilakukan terhadap SPT Masa PPN yang
menyatakan kelebihan pembayarannya dikompensasi, dan
PKP Tertentu ini wajib melengkapi Faktur Pajak yang terkait.
4) Setelah menerbitkan SKPPKP, Direktur Jenderal Pajak dapat
melakukan pemeriksaan yang meliputi semua jenis pajak.
Apabila dari hasil pemeriksaan ini menghasilkan SKPKB, PKP
Tertentu wajib membayar jumlah kekurangan pajak ditambah
sanksi kenaikan sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 17 C Undang – Undang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan sebelum 1 Januari 2008 yang memberikan
kemudahan di bidang penyelesaian permohonan restitusi kepada Wajib Pajak
yang memenuhi kriteria tertentu, telah dijabarkan dalam :
1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tanggal 22
Desember 2000 jo. Nomor 235/KM 04/2003 tanggal 3 Juni 2003.
2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-550/PJ./2000 tanggal 29
Desember 2000.
Sebagai petunjuk pelaksanaannya telah diterbitkan Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.33/2001 tanggal 25 Januari 2001.
Wajib Pajak (PKP) yang memenuhi syarat Kriteria Tertentu berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 jo Nomor 235/KMK.03/2003 sehingga berhak memperoleh Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).
Sebagaimana diketahui pada tanggal 1 Januari 2008 mulai berlaku
perubahan Ketiga Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
yang dilakukan dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007. Pasal 17 C
Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan menglami
1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan
sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertmbahan Nilai.
2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk
mengansur atau menunda pembayaran pajak.
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengucualian selama 3 (tiga) tahun berturut – turut.
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
3) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
4) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib
ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan
pajak.
5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pembayaran pajak.
6) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, apabila :
a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan.
b. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu
jenis pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut – turut.
c. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu
jenis pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun
kalender
d. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahun Tahunan.
7) Tatacara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Sebagai pelaksanaan Pasal 17 C ayat (7) Undang – Undang Ketentuan
ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang,
Tatacara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, yang mulai berlaku
tanggal 1 Januari 2008. Sebagai tindak lanjut pada tanggal 18 Januari 2008
ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ./2008 mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2008. Adapun petunjuk pelaksanaanya disampaikan
melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ./2008 tanggal 18
Januari 2008.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan kriteria Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu yang untuk selanjutnya disebut “Wajib Pajak Patuh”
adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Menyampaikan SPT tepat waktu.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur
atau menunda pembayaran pajak.
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga
Pengawasan Keuangan Pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut – turut.
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2008
ditentukan bahwa paling lambat tanggal 20 Januari tahun berikutnya Direktur
Jenderal Pajak menetapkan “Penetapan Wajib Pajak Patuh” setelah dilakukan
penelitian terhadap pemenuhan persyartan dimaksud, yang berlaku untuk jangka
waktu 2 (dua) tahun kalender.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ./2008 tanggal
18 Januari 2008 tersebut ditegaskan bahwa untuk pertama kali penetapan Wajib
Pajak Patuh dilakukan paling lambat tanggal 31 Januari 2008. Kemudian
berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-1/PJ./2008 ditentukan bahwa penetapan Wajib Pajak Patuh dilakukan oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak.
Baik dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007
maupun Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ./2008
ditetapkan bahwa terhadap Wajib Pajak Patuh yang mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, dilakukan penelitian atas berikut :
a. Kelengkapan Surat Pemberitahuan dan kelengkapannya.
b. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak.
c. Kebenaran Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil
konfirmasi dalam sistem aplikasi Direktorat Jenderal Pajak atau