SKRIPSI
PEMANFAATAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) KLON BB00105.10 SEBAGAI BAHAN DASAR PRODUK OLAHAN KUKUS SERTA EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIKNYA
Oleh:
ANNISYA NISVIATY F 24102006
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Annisya Nisviaty. F24102006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon BB00105.10 sebagai Bahan Dasar Produk Olahan Kukus serta Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya. Di bawah bimbingan Ir. Didah Nur Faridah, MSi. dan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. (2006).
RINGKASAN
Kini, bahan pangan yang mulai banyak diminati oleh konsumen bukan hanya yang memiliki komposisi gizi yang baik, citarasa yang enak, penampakan yang menarik tetapi juga bersifat fungsional yakni bermanfaat bagi kesehatan. Dalam bentuk tepungnya, ubi jalar dapat dijadikan bahan dasar produk olahan sebagai pensubstitusi tepung terigu. Penelitian sebelumnya menunjukkan ubi jalar klon BB00105.10 mempunyai aktivitas hipoglikemik tertinggi dibandingkan 7 varietas/klon ubi jalar lainnya karena didukung oleh pati resisten (3.80 % bk) dan protein (5.47 % bk) yang paling tinggi, daya cerna pati (51.40 %) yang rendah serta mempunyai amilosa (24.94 % bk) sedang. Nilai IG ubi jalar klon BB00105.10 yang dikukus, digoreng dan dipanggang berturut-turut 62, 47 dan 80.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk olahan kukus yaitu bolu kukus, brownies kukus dan kue talam berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 yang memiliki mutu gizi baik dan indeks glikemik rendah sehingga diharapkan dapat menjadi pangan fungsional dan alternatif diet khususnya bagi penderita diabetes melitus dan obesitas. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung ubi jalar dan analisis sifat fisiko-kimianya. Penelitian lanjutan meliputi formulasi dan pembuatan produk olahan kukus, uji organoleptik produk (uji hedonik dan ranking), analisis sifat fisiko-kimia dan IG produk terbaik.
Berdasarkan uji organoleptik didapatkan formula terbaik bolu kukus dengan komposisi: 80 g tepung terigu, 20 g tepung ubi jalar klon BB00105.10, 57 g telur, 80 g gula pasir, 4 g SP, 1 g GMS, 65 ml air dan 0.5 g pasta pandan. Bolu kukus tersebut memiliki kadar air 38.88 % (bb), abu 0.41 % (bb), lemak 1.45 % (bb), protein 4.93 % (bb), karbohidrat 54.33 % (bb), energi 250 Kkal, serat pangan larut 2.77 % (bb), serat pangan tidak larut 1.33 % (bb), serat pangan total 4.10 % (bb), amilosa 13.55 % (bb) dan daya cerna pati 28.48 %. Formula terbaik brownies kukus memiliki komposisi: 100 g tepung ubi jalar klon BB00105.10, 120 g telur, 80 g gula pasir, 2 g SP, 1.6 g GMS, 1 g baking powder, 40 g mentega, 40 g margarin, 20 g susu skim, 14 g coklat bubuk dan 80 g coklat blok. Brownies kukus tersebut memiliki kadar air 22.44 % (bb), abu 1.83 % (bb), lemak 18.77 % (bb), protein 5.24 % (bb), karbohidrat 51.71 % (bb), energi 397 Kkal, serat pangan larut 3.50 % (bb), serat pangan tidak larut 2.31 % (bb), serat pangan total 5.81 % (bb), amilosa 7.54 % (bb) dan daya cerna pati 21.05 %.
PEMANFAATAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) KLON BB00105.10 SEBAGAI BAHAN DASAR PRODUK OLAHAN KUKUS SERTA EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIKNYA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ANNISYA NISVIATY F 24102006
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMANFAATAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) KLON BB00105.10 SEBAGAI BAHAN DASAR PRODUK OLAHAN KUKUS SERTA EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIKNYA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANNISYA NISVIATY F 24102006
Dilahirkan pada tanggal 13 Mei 1984 Di Sumedang, Jawa Barat
Tanggal Lulus : 13 November 2006
Menyetujui,
Bogor, 24 November 2006
Ir. Didah Nur Faridah, MSi Prof.Dr.Ir. Made Astawan, MS Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Annisya Nisviaty. F24102006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon BB00105.10 sebagai Bahan Dasar Produk Olahan Kukus serta Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya. Di bawah bimbingan Ir. Didah Nur Faridah, MSi. dan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. (2006).
RINGKASAN
Kini, bahan pangan yang mulai banyak diminati oleh konsumen bukan hanya yang memiliki komposisi gizi yang baik, citarasa yang enak, penampakan yang menarik tetapi juga bersifat fungsional yakni bermanfaat bagi kesehatan. Dalam bentuk tepungnya, ubi jalar dapat dijadikan bahan dasar produk olahan sebagai pensubstitusi tepung terigu. Penelitian sebelumnya menunjukkan ubi jalar klon BB00105.10 mempunyai aktivitas hipoglikemik tertinggi dibandingkan 7 varietas/klon ubi jalar lainnya karena didukung oleh pati resisten (3.80 % bk) dan protein (5.47 % bk) yang paling tinggi, daya cerna pati (51.40 %) yang rendah serta mempunyai amilosa (24.94 % bk) sedang. Nilai IG ubi jalar klon BB00105.10 yang dikukus, digoreng dan dipanggang berturut-turut 62, 47 dan 80.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk olahan kukus yaitu bolu kukus, brownies kukus dan kue talam berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 yang memiliki mutu gizi baik dan indeks glikemik rendah sehingga diharapkan dapat menjadi pangan fungsional dan alternatif diet khususnya bagi penderita diabetes melitus dan obesitas. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung ubi jalar dan analisis sifat fisiko-kimianya. Penelitian lanjutan meliputi formulasi dan pembuatan produk olahan kukus, uji organoleptik produk (uji hedonik dan ranking), analisis sifat fisiko-kimia dan IG produk terbaik.
Berdasarkan uji organoleptik didapatkan formula terbaik bolu kukus dengan komposisi: 80 g tepung terigu, 20 g tepung ubi jalar klon BB00105.10, 57 g telur, 80 g gula pasir, 4 g SP, 1 g GMS, 65 ml air dan 0.5 g pasta pandan. Bolu kukus tersebut memiliki kadar air 38.88 % (bb), abu 0.41 % (bb), lemak 1.45 % (bb), protein 4.93 % (bb), karbohidrat 54.33 % (bb), energi 250 Kkal, serat pangan larut 2.77 % (bb), serat pangan tidak larut 1.33 % (bb), serat pangan total 4.10 % (bb), amilosa 13.55 % (bb) dan daya cerna pati 28.48 %. Formula terbaik brownies kukus memiliki komposisi: 100 g tepung ubi jalar klon BB00105.10, 120 g telur, 80 g gula pasir, 2 g SP, 1.6 g GMS, 1 g baking powder, 40 g mentega, 40 g margarin, 20 g susu skim, 14 g coklat bubuk dan 80 g coklat blok. Brownies kukus tersebut memiliki kadar air 22.44 % (bb), abu 1.83 % (bb), lemak 18.77 % (bb), protein 5.24 % (bb), karbohidrat 51.71 % (bb), energi 397 Kkal, serat pangan larut 3.50 % (bb), serat pangan tidak larut 2.31 % (bb), serat pangan total 5.81 % (bb), amilosa 7.54 % (bb) dan daya cerna pati 21.05 %.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Annisya Nisviaty. Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 13 Mei 1984. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Ridwan Sumarna dan Ibu Ety Rosmiati. Penulis menempuh pendidikan di TK Murai Sejahtera (1989-1990), SDN Tegalkalong II (1990-1996), SLTPN 1 Sumedang (1996-1999), dan SMUN 1 Sumedang (1999-2002).
Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama kuliah, penulis pernah menjadi panitia dalam beberapa kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana FATETA dan BAUR 2004. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti seminar National Students’ Paper Competition on Food Issue (2003) dan IDF International Conference of FGW Student Forum for Milk and Milk Product (2005).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, baik moral maupun material berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Keluargaku tercinta, Bapa, Mamah, Kakak dan Adikku tersayang yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, nasehat, dan motivasi tiada henti.
2. Ibu Ir. Didah Nur Faridah, MSi dan Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing akademis yang selalu memberikan bimbingan, nasihat-nasihat, dan motivasi selama perkuliahan sampai penulisan skripsi. 3. Ibu Ir. Sri Widowati, M.App.Sc atas bimbingan, nasehat serta kesediaannya
menjadi dosen penguji.
4. Program B yang telah mendanai penelitian ini.
5. Pihak Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Bogor dan CIP Bogor atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian. 6. Temanku “Tiga Srikandi”, Evrin dan Julia. Terima kasih atas bantuan,
semangat dan hari-hari kebersamaan kita selama penelitian dan penyusunan skripsi.
7. Sahabatku, Mumus, Oga, Manggi, Eva, Novi, Chris, Inda dan Titing. Terima kasih atas nasehat, semangat, bantuan dan menjadikan hari-hari penulis di IPB lebih bermakna.
8. Teman-teman TPG 39, teman-teman golongan A khususnya kelompok A-2 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama praktikum, kuliah dan penelitian.
10.Laboran-laboran TPG khususnya pak Sobirin, pak Wahid, bu Rubiyah, teh Ida, dan pa Rozak serta para teknisi Pilot Plan dan SEAFAST PAU yang telah banyak membantu selama penelitian.
11.Teman-teman di Nerita, Ajeng, Lia, Midah, Tati, Uut, Nita, Yanti, Noe, Dara, Sita, Dian, Narti. Terima kasih telah mendengar cerita-cerita penulis, terima kasih juga atas bantuan, nasehat dan semangatnya. Kebersamaan kita takkan kulupakan dan;
12.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Bogor, November 2006
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN ... 2
C. MANFAAT ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. BOTANI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) ... 3
B. KOMPOSISI KIMIA UBI JALAR ... 5
C. TEPUNG UBI JALAR ... 5
D. KARBOHIDRAT UBI JALAR ... 6
1. Pati ... 7
2. Pencernaan Pati ... 8
3. Serat Pangan ... 9
E. INDEKS GLIKEMIK ... 11
F. PENGUKUSAN ... 15
1. Produk Olahan Kukus ... 16
2. Bahan Penyusun Produk Olahan Kukus ... 17
G. UJI ORGANOLEPTIK ... 20
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22
A. BAHAN DAN ALAT ... 22
B. METODE PENELITIAN ... 22
1. Penelitian Pendahuluan ... 22
2. Penelitian Lanjutan ... 23
C. METODE ANALISIS ... 29
1. Analisis Sifat Fisik ... 29
a. Densitas Kamba ... 29
c. Kelarutan dalam Air ... 29
d. Rendemen ... 30
e. Tekstur (Kekerasan) ... 30
f. Amilograf ... 31
g. Warna ... 31
h. Aktivitas Air (Aw) ... 32
2. Uji Organoleptik ... 32
3. Analisis Sifat Kimia ... 33
a. Proksimat ... 33
b. Nilai Energi ... 35
c. Kadar Amilosa ... 36
d. Kadar Serat Pangan ... 37
e. Daya Cerna Pati In Vitro ... 38
4. Analisis Indeks Glikemik ... 39
D. RANCANGAN PERCOBAAN ... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 42
1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ... 42
2. Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ... 44
3. Sifat Kimia Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ... 49
B. PENELITIAN LANJUTAN ... 52
1. Formulasi dan Pembuatan Produk Olahan Kukus ... 52
2. Uji Organoleptik Produk Olahan Kukus ... 55
3. Sifat Fisik Produk Olahan Kukus Terbaik ... 60
4. Sifat Kimia Produk Olahan Kukus Terbaik ... 62
5. Indeks Glikemik Produk Olahan Kukus Terbaik ... 72
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. KESIMPULAN ... 79
B. SARAN ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Gizi Tepung Ubi Jalar ... 6
Tabel 2. Formulasi Bolu Kukus Ubi Jalar ... 24
Tabel 3. Formulasi Brownies Kukus Ubi Jalar ... 24
Tabel 4. Formulasi Kue Talam Ubi Jalar ... 25
Tabel 5. Hasil Analisis Fisik Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ... 44
Tabel 6. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ... 50
Tabel 7. Formula Produk pada Uji Organoleptik ... 56
Tabel 8. Hasil Uji Statistik Produk Olahan Kukus Ubi Jalar ... 56
Tabel 9. Formulasi Terbaik Bolu Kukus dan Brownies Kukus Ubi Jalar ... 59
Tabel 10. Formulasi Terbaik Kue Talam Ubi Jalar ... 60
Tabel 11. Setting Texture Analyzer Produk Olahan Kukus Terbaik ... 62
Tabel 12. Komposisi Kimia Produk Olahan Kukus Terbaik ... 63
Tabel 13. Komposisi Gizi/Takaran Saji Produk Olahan Kukus Terbaik ... 64
Tabel 14. Respon Kadar Glukosa Darah Panelis Setelah Mengkonsumsi Standar (Glukosa) dan Sampel (Bolu Kukus dan Brownies Kukus).. 74
Tabel 15. Perubahan Kadar Glukosa Darah Panelis Setelah Mengkonsumsi Standar (Glukosa) dan Sampel (Bolu Kukus dan Brownies Kukus).. 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 .... 23
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Bolu Kukus Ubi Jalar ... 26
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Brownies Kukus Ubi Jalar ... 27
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Kue Talam Ubi Jalar ... 28
Gambar 5. Tanaman Ubi Jalar (A) dan Ubi Jalar Klon BB00105.10 (B) ... 42
Gambar 6. Mesin Penyawut (A); Mesin Peniris (B); Oven Pengering (C) dan Disc Mill (D) ... 43
Gambar 7. Sawut Kering (A) dan Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 (B) ... 44
Gambar 8. Bolu Kukus Terbaik (A); Brownies Kukus Terbaik (B) dan Kue Talam Terbaik (C) ... 59
Gambar 9. Histogram Rendemen Produk Olahan Kukus Terbaik ... 61
Gambar 10. Histogram Kekerasan Produk Olahan Kukus Terbaik ... 61
Gambar 11. Histogram Kadar Amilosa Produk Olahan Kukus Terbaik ... 68
Gambar 12. Histogram Kadar Serat Pangan Produk Olahan Kukus Terbaik ... 69
Gambar 13. Histogram Daya Cerna Pati Produk Olahan Kukus Terbaik ... 71
Gambar 14. Grafik Perubahan Kadar Glukosa Darah Setelah Mengkonsumsi Bolu Kukus Ubi Jalar ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penilaian Uji Organoleptik Produk Olahan Kukus ... 87 Lampiran 2. Hasil Penilaian Organoleptik Hedonik dan Ranking
Overall Bolu Kukus Ubi Jalar ... 88 Lampiran 3. Hasil Penilaian Organoleptik Hedonik dan Ranking
Overall Brownies Kukus Ubi Jalar ... 89 Lampiran 4. Hasil Penilaian Organoleptik Hedonik dan Ranking
Overall Kue Talam Ubi Jalar ... 90 Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Hedonik dan Ranking
Overall Bolu Kukus Ubi Jalar ... 91 Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Hedonik dan Ranking
OverallBrownies Kukus Ubi Jalar ... 92 Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Hedonik dan Ranking
Overall Kue Talam Ubi Jalar ... 93 Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Analisis Fisiko-Kimia Tepung Ubi Jalar
Klon BB00105.10 ... 94 Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Analisis Kimia Produk Olahan Kukus
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. PENELITIAN PENDAHULUAN
a. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) klon BB00105.10 diperoleh dari Kebun Percobaan Muara, CIP (International Potato Center), Bogor. Ubi jalar tersebut berumur ± 4 bulan. Ubi jalar klon BB00105.10 memiliki ciri-ciri antara lain berbentuk lonjong, kulit berwarna merah berbintik dan daging umbi berwarna oranye tua dengan berat rata-rata sekitar 350 gram. Persentase bagian umbi yang dapat dimakan (BDD) sekitar 83.74 % sisanya berupa kulit umbi dan bagian yang berulat. Tanaman ubi jalar dan ubi jalar klon BB00105.10 yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5a dan 5b.
(a) (b)
Gambar 5. (a) Tanaman Ubi Jalar; (b) Ubi Jalar Klon BB00105.10
terjadinya proses pencoklatan (browning). Untuk menghilangkan air hasil perendaman dilakukan penirisan dengan mesin peniris (Gambar 6b). Hasil penirisan sawut biasanya menggumpal sehingga harus diremahkan dengan tangan secara pelan-pelan dan merata. Peremahan dilakukan di atas rak kawat. Hasil penirisan dan peremahan sawut yang rata dan tipis akan mempercepat waktu pengeringan.
Sawut ubi jalar memerlukan waktu pengeringan dengan oven pengering (Gambar 6c) selama ± 8 jam pada suhu 65ºC sampai kadar airnya sekitar 12-14 %. Apabila kadar air sawut masih tinggi, sawut tidak akan tahan disimpan dan menurunkan mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Selanjutnya, sawut ubi jalar kering (Gambar 7a) digiling dengan disc mill (Gambar 6d) kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh hingga didapat tepung ubi jalar yang halus (Gambar 7b).
Gambar 6. (a) Mesin Penyawut; (b) Mesin Peniris; (a) (b)
(a) (b)
Gambar 7. (a) Sawut Kering; (b) Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10
b. Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10
Analisis sifat fisik yang dilakukan pada tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu densitas kamba, densitas padat, kelarutan dalam air, warna, Aw, amilograf dan rendemen tepung yang dihasilkan. Hasil analisis
sifat fisik tepung ubi jalar klon BB00105.10 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 8.
Tabel 5. Hasil Analisis Fisik Tepung Ubi Jalar BB00.105.10
No Parameter Nilai
1 Densitas kamba (g/ml) 0.482 Densitas padat (g/ml) 0.647 2 Kelarutan dalam air (%) 19.71
3 Warna : L 63.50
a. + 5.50
b. + 7.40
ho 51.9-55.1
4 Aw 0.350
Suhu (oC) 29.6
5 Suhu awal gelatinisasi (oC) 75.3 Waktu awal gelatinisasi (menit) 30.2
Suhu puncak gelatinisasi (oC) 93.6 Waktu puncak gelatinisasi (menit) 42.4
Viskositas (BU) 535
1. Densitas Kamba dan Densitas Padat
Densitas kamba dan densitas padat merupakan sifat fisik tepung-tepungan yang penting diketahui terutama dikaitkan dengan pengemasan, penyimpanan dan transportasi. Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu tanpa dipadatkan sedangkan densitas padat adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu dengan dipadatkan. Menurut Ainah (2004), densitas kamba dan densitas padat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Ukuran bahan dari partikel menunjukkan porositas bahan yaitu jumlah rongga diantara partikel-partikel bahan.
Tepung ubi jalar klon BB00105.10 mempunyai nilai densitas kamba sebesar 0.482 g/ml dan densitas padat sebesar 0.647 g/ml (Tabel 5). Nilai densitas kamba tepung ubi jalar klon BB00105.10 lebih besar bila dibandingkan dengan tepung ubi jalar merah varietas Toquicita (0.38 g/ml) namun tidak jauh berbeda dengan nilai densitas kamba tepung terigu (0.48 g/ml) (Anwar et al., 1993). Nilai densitas kamba yang besar berarti untuk satuan berat yang sama akan membutuhkan ruang yang kecil atau tidak luas. Dengan demikian tepung ubi jalar klon BB00105.10 bersifat tidak terlalu kamba dan bisa menghemat kemasan dan ruang penyimpanan bila dikemas.
2. Kelarutan dalam Air
Kelarutan dalam air akan mempengaruhi palatabilitas produk. Dengan adanya bahan terlarut dalam ludah maka rangsangan akan diterima oleh syaraf pencicip yang ada di permukaan lidah (Anwar et al., 1993).
bersifat larut air seperti gula dan tingginya kandungan komponen yang tidak larut air seperti serat pangan tak larut dan pati resisten. Kadar gula tepung ubi jalar klon BB00105.10 sebesar 1.10 % (bk), sedangkan pati resistennya 3.80 % (bk) (Astawan dan Widowati, 2006).
3. Warna
Warna adalah salah satu parameter yang dapat menentukan mutu produk. Penentuan warna pada tepung ubi jalar klon BB00105.10 dilakukan dengan menggunakan alat ”Minolta Chromameter CR-200”. Warna tepung ubi jalar dinyatakan dengan notasi Hunter menggunakan parameter L, a, b dan oHue. Nilai L menunjukkan kecerahan (brightness) dan mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Dimana semakin besar nilai L maka sampel akan berwarna semakin cerah.
Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Nilai 0Hue merupakan parameter kisaran warna dimana untuk warna kuning- kemerahan (yellow-red) memiliki kisaran 54-90.
Nilai L, a, b tepung ubi jalar klon BB00105.10 berturut-turut yaitu 63.5, +5.50, +7.40 dan oHue tepung ubi jalar klon BB00105.10 berkisar 51.9-55.1 (Tabel 5). Hal ini berarti tepung ubi jalar klon BB00105.10 berwarna cerah kuning-kemerahan (yellow-red) yang disebabkan oleh kandungan pigmen karotenoid yang terkandung didalamnya. Menurut Ningrum (1999), kandungan betakaroten tepung ubi jalar merah dengan pengering oven sebesar 54.19 ppm.
4. Aktivitas Air (aw)
Pengaruh aktivitas air (aw) sangat penting dalam menentukan
(aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya. Kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan sedangkan aktivitas air dapat digunakan untuk menjelaskan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan apabila terikat kuat dengan komponen bukan air maka akan lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik (Syarief dan Halid, 1993).
Nilai aktivitas air (aw) tepung ubi jalar klon BB00105.10
sebesar 0.350 pada suhu 29.60C (Tabel 5) berarti termasuk dalam produk dengan aw rendah dengan demikian aktivitas mikrobiologis
dapat dikurangi akan tetapi rentan akan terjadinya penyerapan air dari lingkungan. Bila dikemas dengan benar, tepung ubi jalar klon BB00105.10 bisa memiliki umur simpan yang relatif lama.
5. Amilograf
Pengukuran amilograf tepung ubi jalar klon BB00105.10 dilakukan dengan menggunakan alat “Brabender Visko-Amilograf”. Dari pengukuran amilograf ini dapat diketahui suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, waktu awal gelatinisasi, waktu puncak gelatinisasi dan viskositas puncak sampel. Menurut Pomeranz (1991), sifat amilograf pati dipengaruhi oleh jenis pati, konsentrasi pati yang digunakan, suhu awal terjadinya gelatinisasi dan pH suspensi. Hasil pengukuran sifat amilograf tepung ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 10.
naik dikalikan dengan kenaikan suhu (1.5°C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran.
Suhu puncak gelatinisasi adalah suhu pada saat kurva mencapai puncak atau suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu puncak gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kenaikan kurva mencapai puncak dikalikan dengan kenaikan suhu (1.5°C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran suhu awal dan suhu puncak gelatinisasi adalah 30°C. Waktu awal gelatinisasi tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu 30.2 menit sehingga suhu awal gelatinisasinya adalah 75.3ºC. Waktu puncak gelatinisasi tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu 42.4 menit sehingga suhu puncak gelatinisasinya adalah 93.6ºC (Tabel 5).
Viskositas berhubungan langsung dengan suhu gelatinisasi. Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka semakin lambat granula pati mengembang dan semakin lambat pula waktu viskositas tercapai (Winarno, 1988). Viskositas puncak tepung ubi jalar ditentukan dengan satuan brabender unit (BU) pada saat suhu gelatinisasi puncak tercapai. Viskositas puncak tepung ubi jalar klon BB00105.10 sebesar 535 BU (Tabel 5).
6. Rendemen
Pengukuran rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10 dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung yang diperoleh terhadap berat ubi jalar tanpa kulit yang dinyatakan dalam persen (%). Rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10 sebesar 28.46 % (Tabel 5). Rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10 lebih besar dari rendemen tepung ubi jalar yang dikemukakan oleh Suismono (2001) sebesar 22.55 % dan rendemen tepung ubi jalar merah yang dikemukakan oleh Adijuwana (2005) sebesar 16.73 %. Nilai rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10 yang lebih besar dapat disebabkan oleh tingginya kandungan bahan kering ubi jalar klon BB00105.10 dan rendahnya kandungan air ubi jalar segarnya.
Namun demikian, rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10 hasil penelitian ini masih cukup rendah karena banyak faktor yang mempengaruhi. Adapun faktor penyebabnya antara lain adanya sawut basah yang tertinggal di mesin penyawut pada tahap penyawutan, adanya sawut basah yang tertinggal di mesin peniris pada penirisan, adanya sawut kering yang tercecer pada saat pengangkatan dari oven pengering dan banyaknya tepung yang tertinggal di disc mill pada tahap penepungan.
c. Sifat Kimia Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10
Analisis sifat kimia yang dilakukan pada tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu uji proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference)). Komposisi kimia tepung ubi jalar klon BB00105.10 dan tepung ubi jalar merah dapat dilihat pada Tabel 6 dan Lampiran 8.
1. Kadar Air
klon BB00105.10 sebesar 5.63 % (bb) (Tabel 6). Nilai ini lebih kecil daripada kadar air tepung ubi jalar merah yang dikemukakan Ningrum (1999) yaitu 8.12 % (bb) dan kadar air tepung terigu untuk bahan makanan yang disyaratkan oleh SNI 01-3751-1995 yaitu maksimal 14 % (bb) (Indrasti, 2004).
Rendahnya kadar air tepung ubi jalar ini memberi keuntungan pada saat penyimpanan. Umur simpan tepung yang dihasilkan akan lebih lama bila dibandingkan dengan ubi jalar segarnya. Selain itu dengan semakin rendahnya kadar air maka konsentrasi komponen-komponen kering seperti protein, lemak dan karbohidrat akan lebih tinggi.
Tabel 6. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 dan Tepung Ubi Jalar Merah
Komposisi
Kandungan (%bb) Tepung ubi jalar
klon BB0105.10
Tepung ubi jalar merah a
Air 5.63 8.12
Abu 1.86 2.38
Lemak 0.97 1.63
Protein 1.86 3.80
Karbohidrat 89.70 84.04
Keterangan: a = menurut Ningrum (1999)
2. Kadar Abu
Kadar abu yang terdapat dalam suatu bahan pangan menunjukkan jumlah kandungan mineralnya. Mineral-mineral tersebut terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, belerang, magnesium, dan komponen lain dalam jumlah kecil (Indrasti, 2004).
maksimal 0.6 % (bb) (Indrasti, 2004). Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kandungan mineral dalam tepung ubi jalar. Mineral-mineral yang terdapat dalam tepung ubi jalar per 100 g bahan adalah kalsium (152 mg), fosfor (150 mg) dan zat besi (2.4 mg) (Woolfe, 1999).
3. Kadar Lemak
Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang lebih efektif daripada karbohidrat dan protein. Satu gram lemak menghasilkan 9 Kkal energi sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 Kkal.
Kadar lemak tepung ubi jalar klon BB00105.10 sebesar 0.97 % (bb) (Tabel 6). Nilai ini lebih kecil daripada kadar lemak tepung ubi jalar merah yang dikemukakan Ningrum (1999) yaitu 1.63 % (bb) dan kadar lemak tepung terigu yang dikemukakan oleh Ainah (2004) yaitu 1-2 % (bb). Kandungan lemak tepung ubi jalar klon BB0105.10 yang tergolong rendah lebih menguntungkan karena tidak mudah rusak (tengik) akibat reaksi oksidasi dan dapat disimpan dalam waktu lama.
4. Kadar Protein
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N. Fungsi utama protein adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga berfungsi sebagai zat pengatur proses metabolisme tubuh.
5. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat terdiri dari unsur C, H dan O. Dalam ilmu gizi karbohidrat terbagi menjadi karbohidrat sederhana (gula sederhana) dan karbohidrat kompleks (Almatsier, 2001). Karbohidrat pada tepung umumnya terdiri dari gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa dan pati. Perhitungan karbohidrat dalam tepung ubi jalar klon BB00105.10 dilakukan secara by difference.
Kadar karbohidrat tepung ubi jalar klon BB00105.10 sebesar 89.70 % (bb) (Tabel 6). Nilai ini lebih besar daripada kadar karbohidrat tepung ubi jalar merah yang dikemukakan Ningrum (1999) yaitu 84.04 % (bb) dan kadar karbohidrat terigu yaitu 77.30 % (bb) (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1993). Tingginya kandungan karbohidrat pada tepung ubi jalar klon BB00105.10 diharapkan dapat menjadi bahan pangan sumber karbohidrat yang murah.
2. PENELITIAN LANJUTAN
a. Formulasi dan Pembuatan Produk Olahan Kukus
Formulasi dan pembuatan produk olahan kukus yaitu bolu kukus, brownies kukus dan kue talam dilakukan dengan menggunakan tepung ubi jalar klon BB00105.10 dicampurkan dengan bahan-bahan lain penyusun produk tersebut dengan perbandingan tertentu secara trial and error dengan panduan beberapa literatur resep. Masing-masing produk dibuat enam formula berdasarkan dua variabel yaitu persentase jumlah gula yang digunakan terhadap total tepung dan perbandingan jumlah tepung ubi jalar klon BB00105.10 dengan tepung terigu yang digunakan (basis 100 g total tepung) untuk bolu kukus dan brownies kukus. Untuk kue talam, perbandingan jumlah tepung ubi jalar klon BB00105.10 dengan tepung beras dan tapioka yang digunakan (basis 100 g total tepung).
terigu yaitu 20:80, 30:70 dan 40:60, sedangkan jumlah gula adalah 70 % dan 80 %. Keenam formula bolu kukus dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 2 dan proses pembuatan bolu kukus ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 2.
Konsentrasi tepung ubi jalar klon BB00105.10 yang digunakan dalam pembuatan bolu kukus tidak dapat mencapai 100 % tapi hanya sampai 40 %. Penggunaan tepung ubi jalar yang melebihi 40 %, tidak dapat menghasilkan bolu kukus yang merekah dan mempunyai tekstur ringan seperti yang diinginkan, sehingga dalam formulasi konsentrasi tepung ubi jalar yang digunakan sebesar 20-40 %. Konsentrasi gula yang digunakan sebesar 70-80 % karena bila konsentrasinya dibawah 70 % maka bolu kukus yang dihasilkan kurang manis dan bila konsentrasinya diatas 80 % maka bolu kukus yang dihasilkan terlalu manis. Hal ini disebabkan tepung ubi jalar dapat mengurangi penggunaan gula sebesar 20 % dari formula yang menggunakan 100 % tepung terigu.
Bahan-bahan yang dicampurkan dalam pembuatan brownies kukus adalah tepung terigu, tepung ubi jalar klon BB00105.10, telur, gula pasir, SP, GMS, baking powder, mentega, margarin, susu skim, coklat bubuk dan dark cooking chocolate (coklat blok). Perbandingan tepung ubi jalar terhadap tepung terigu yaitu 80:20, 90:10 dan 100:0, sedangkan jumlah gula adalah 80 % dan 100 %. Keenam formula brownies kukus dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3 dan proses pembuatan brownies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 3.
Bahan-bahan yang dicampurkan dalam pembuatan kue talam adalah tepung ubi jalar klon BB00105.10, gula pasir, tepung beras, tapioka, maizena, garam, santan dan air. Perbandingan tepung ubi jalar terhadap tepung beras dan tapioka yaitu 50:50, 70:30 dan 90:10, sedangkan jumlah gula adalah 40 % dan 50 %. Keenam formula kue talam dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4 dan proses pembuatan kue talam dapat dilihat pada Gambar 4.
Dalam pembuatan kue talam, tepung ubi jalar bisa digunakan sampai 90 % hanya saja dengan semakin banyaknya tepung ubi jalar yang digunakan maka semakin banyak pula air yang harus ditambahkan supaya tekstur kue talam yang dihasilkan tidak keras. Dalam formulasi, konsentrasi tepung ubi jalar yang digunakan sebesar 50 %, 70 % dan 90 %. Kenaikan 20 % dimaksudkan agar produk yang dihasilkan dapat dibedakan teksturnya. Konsentrasi gula yang digunakan sebesar 40-50 % karena bila konsentrasinya dibawah 40 % maka kue talam yang dihasilkan kurang manis dan bila konsentrasinya diatas 50 % maka kue talam yang dihasilkan terlalu manis.
Dalam pembuatan bolu kukus dan brownies kukus digunakan tepung terigu lunak dengan merk “kunci biru” karena tepung terigu jenis ini memiliki kadar protein rendah (8-10 %) dan cenderung membentuk adonan yang lebih lembut dan lengket sedangkan tepung terigu keras yang mengandung protein tinggi (13.5 %) akan menyebabkan tekstur produk (khususnya cake) menjadi keras dan penampakannya kasar (Matz, 1992). Demikian halnya dalam pembuatan kue talam, digunakan tepung beras, tapioka dan maizena untuk mendapatkan tekstur yang lunak dan kenyal karena menurut Pomeranz (1991), sifat pati salah satunya sebagai bahan pengental atau pembentuk gel dan pengikat air.
Penggunaan leavening agent dan emulsifier pada produk olahan yang terbuat dari tepung ubi jalar berbeda dengan produk olahan yang terbuat dari tepung terigu. Jumlah leavening agent pada produk tepung ubi jalar lebih banyak dari produk tepung terigu karena pada tepung ubi jalar tidak terdapat protein gliadin dan glutenin yang dapat membentuk gluten. Gluten inilah yang menyebabkan produk yang terbuat dari tepung terigu lebih mengembang. Begitu pula dengan jumlah emulsifier yang ditambahkan lebih banyak dari produk tepung terigu untuk mendapatkan emulsi yang lebih stabil dan tekstur yang lebih lembut karena emulsifier dapat menghambat terjadinya retrogradasi pati sehingga tekstur cake tidak cepat mengeras.
b. Uji Organoleptik Produk Olahan Kukus
Uji organoleptik yang dilakukan pada produk olahan kukus (bolu kukus, brownies kukus dan kue talam) bertujuan untuk mendapatkan satu formula terbaik yaitu formula yang paling disukai oleh panelis dari keenam formula yang diuji. Formula produk dapat dilihat pada Tabel 7. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik dan uji rangking.
Pada penelitian ini digunakan uji hedonik dengan metode skoring untuk menilai kesukaan panelis terhadap produk secara keseluruhan (overall). Skor penilaian yang digunakan dalam uji hedonik ada 7 tingkat, dimana 7 = sangat suka dan 1 = sangat tidak suka. Pada penelitian ini juga dilakukan uji ranking untuk mengurutkan sampel berdasarkan tingkat kesukaan secara keseluruhan (overall). Ranking 1 menunjukkan produk yang paling disukai.
Selanjutnya, data hasil organoleptik tersebut dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan untuk uji hedonik (uji rating) dan uji Friedman untuk uji ranking pada selang kepercayaan 95 %. Hasil penilaian panelis uji organoleptik produk olahan kukus dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 4, sedangkan hasil pengujian statistik organoleptik produk olahan kukus dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 7.
Tabel 7. Formula Produk pada Uji Organoleptik
Produk Variabel Jumlah bahan (per 100 g tepung)
F1 F2 F3 F4 F5 F6
Bolu kukus T 20 20 30 30 40 40 G 70 80 70 80 70 80 Brownies
kukus
T 80 80 90 90 100 100
G 80 100 80 100 80 100
Kue talam T 50 50 70 70 90 90
G 40 50 40 50 40 50 Keterangan: F1 = formula 1; F2 = formula 2; F3 = formula 3; F4 =
Formula 4; F5 = Formula 5; F6 = Formula 6; T = tepung ubi jalar klon BB00105.10 dan G = gula pasir
Tabel 8. Hasil Uji Statistik Organoleptik Produk Olahan Kukus
Perlakuan Bolu kukus Brownies kukus Kue talam Rating Ranking Rating Ranking Rating Ranking F1 4.43a 4.20a 5.20ab 3.97a 5.20a 3.37a F2 5.63b 2.40b 5.47b 2.83b 4.80a 3.80b F3 4.87a 3.50c 4.87a 4.30c 5.10a 3.03c F4 4.97a 3.57d 5.60b 2.83d 5.30a 3.00d F5 4.70a 4.17e 5.40b 3.50e 4.80a 4.10e F6 5.03a 3.17f 5.23ab 3.57f 4.97a 3.70f Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom
menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (uji Duncan α = 5 %)
selang kepercayaan 95 %. Uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa formula 1 tidak berbeda nyata dengan formula 3, 4, 5 dan 6 namun kelima formula tersebut berbeda nyata dengan formula 2. Tingkat kesukaan keseluruhan berkisar antara 4.43-5.63 (Tabel 8) atau netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah pada bolu kukus formula 2 yaitu 5.63.
Hasil uji ranking (Lampiran 5) menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap rataan ranking pada selang kepercayaan 95 %. Nilai rataannya berkisar 2.40-4.20 (Tabel 8). Formula 2 mempunyai rataan terendah diikuti dengan formula 6, 3, 4, 5, 1. Dengan demikian bolu kukus formula 2 paling disukai panelis.
Bolu kukus formula 2 (20 % tepung ubi jalar, 80 % gula pasir) terpilih untuk dianalisis selanjutnya. Hal ini dikarenakan berdasarkan uji rating, skor kesukaan bolu kukus formula 2 paling tinggi dan berbeda nyata dengan kelima formula lainnya dan berdasarkan uji ranking paling disukai oleh panelis.
Hasil analisis sidik ragam brownies kukus (Lampiran 6) menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada selang kepercayaan 95 %. Uji lanjut Duncan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa formula 1 tidak berbeda nyata dengan formula 3 dan 6. Formula 2 tidak berbeda nyata dengan formula 4 dan 5. Formula 1, 3 dan 6 berbeda dengan formula 2, 4 dan 5. Tingkat kesukaaan keseluruhan berkisar antara 4.87-5.60 (Tabel 8) atau netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan panelis tertinggi pada brownies kukus formula 4 yaitu 5.60.
Hasil uji ranking (Lampiran 6) menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap rataan ranking pada selang kepercayaan 95 %. Nilai rataannya berkisar 2.83-4.30 (Tabel 8). Formula 4 dan 2 mempunyai rataan terendah diikuti dengan formula 5, 6, 1, 3. Dengan demikian brownies kukus formula 4 dan formula 2 paling disukai panelis.
jalar yang digunakan paling banyak dan gula pasir yang digunakan paling sedikit serta berdasarkan uji rating tidak berbeda nyata dengan formula 4 dan formula 2 yang paling tinggi tingkat kesukaannya dan menggunakan lebih sedikit tepung ubi jalar dan lebih banyak gula pasir. Tepung ubi jalar dipilih yang jumlahnya paling tinggi dan gula dipilih yang jumlahnya paling rendah karena mempertimbangkan pengaruh keduanya terhadap nilai indeks glikemik produk.
Hasil analisis sidik ragam kue talam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa formulasi tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada selang kepercayaan 95 %. Tingkat kesukaaan keseluruhan berkisar antara 4.80-5.30 (Tabel 8) atau netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah pada kue talam formula 4 yaitu 5.30.
Hasil uji ranking (Lampiran 7) menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap rataan ranking pada selang kepercayaan 95 %. Nilai rataannya berkisar 3.00-4.10 (Tabel 8). Formula 4 mempunyai rataan terendah diikuti dengan formula 3, 1, 6, 2, 5. Dengan demikian kue talam formula 4 paling disukai panelis.
Kue talam formula 5 (90 % tepung ubi jalar, 40 % gula pasir) dipilih untuk analisis selanjutnya. Walaupun menurut uji ranking kue talam formula 5 bukan yang paling disukai, jumlah tepung ubi jalar yang digunakan paling banyak dan gula pasir yang digunakan paling sedikit serta berdasarkan uji rating tidak berbeda nyata dengan formula 4 yang paling tinggi tingkat kesukaannya dan menggunakan lebih sedikit tepung ubi jalar dan lebih banyak gula pasir.
(a) (b) (c) Gambar 8. Formula Terbaik Produk Olahan Kukus :
(a) Bolu kukus; (b) Brownies kukus; (c) Kue talam
Tabel 9. Formulasi Terbaik Bolu Kukus dan Brownies Kukus Ubi Jalar
Bahan Jumlah bahan
Bolu kukus (F2) Brownies kukus (F5)
Tepung ubi jalar (g) 20 100
Tepung terigu (g) 80 0
Telur (isi utuh) (g) 57 120
Gula pasir (g) 80 80
Air (ml) 65 -
SP (g) 4 2
GMS (g) 1 1.6
Pasta pandan (g) 0.5 -
Susu skim (g) - 20
Coklat bubuk (g) - 14
Coklat blok (g) - 80
Mentega (g) - 40
Margarin (g) - 40
[image:31.612.163.506.276.567.2]Tabel 10. Formulasi Terbaik Kue Talam Ubi Jalar
Bahan Jumlah bahan
Kue talam (F5)
Lapisan bawah
Tepung ubi jalar (g) 90 Air mendidih (ml) 95
Gula pasir (g) 40
Tepung beras (g) 5
Tapioka (g) 5
Santan encer (ml) 100
Lapisan atas
Tepung beras (g) 4
Tapioka (g) 2
Maizena (g) 4
Garam (g) 0.5
Santan kental (ml) 75
c. Sifat Fisik Produk Olahan Kukus Terbaik
Masing-masing produk olahan kukus terbaik dianalisis sifat fisiknya. Analisis sifat fisik yang dilakukan yaitu rendemen produk yang dihasilkan dan tekstur (kekerasan).
1. Rendemen
Pengukuran rendemen produk olahan kukus (bolu kukus, brownies kukus dan kue talam) terbaik dihitung berdasarkan perbandingan berat produk yang dihasilkan terhadap berat adonan yang dinyatakan dalam persen (%). Rendemen bolu kukus, brownies kukus dan kue talam terbaik berturut-turut sebesar 98.36 %, 98.64 % dan 98.25 % (Gambar 9).
bahan-bahan penyusunnya seperti protein yang bersifat hidrofilik sehingga bobot akhirnya lebih bertambah. Perbandingan rendemen produk olahan kukus terbaik dapat dilihat pada Gambar 9.
98,36 98,64 98,25
90 95 100 105 110
bolu kukus brow nies kukus kue talam
Produk Rendemen
(%)
Gambar 9. Histogram Rendemen Produk Olahan Kukus Terbaik
2. Kekerasan
Kekerasan produk bolu kukus, brownies kukus dan kue talam terbaik dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer. Kekerasan bolu kukus, brownies kukus dan kue talam terbaik berturut-turut sebesar 760 gf, 1751 gf dan 1639 gf (Gambar 10).
Brownies kukus dan kue talam memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi daripada bolu kukus. Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya kandungan tepung ubi jalar pada kedua produk tersebut sehingga membuat tekstur produk tersebut cenderung padat (bantat) dan dibutuhkan beban yang lebih besar untuk menembusnya. Adapun setting yang digunakan dalam pengukuran kekerasan produk olahan kukus terbaik dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan perbandingan kekerasan produk olahan kukus terbaik dapat dilihat pada Gambar 10.
1639
760
1751
500 1000 1500 2000
bolu kukus brow nies kukus kue talam
Produk Kekerasan
(gf)
Tabel 11. Setting Texture Analyzer Produk Olahan Kukus Terbaik
Parameter Setting
Bolu kukus Brownies kukus Kue talam Mode Force/comp Force/comp Force/comp Option Return to start Return to start Return to start Pre test speed
(mm/s)
1.0 1.0 2.0
Test speed (mm/s)
1.0 1.0 1.0
Post test speed (mm/s)
10.0 10.0 10.0
Rupture test
distance (mm) 1.0 1.0 1.0
Distance (mm) 12.5 5.0 4.0
Force (g) 100 100 100
Time (sec) 5.0 5.0 5.0
Count 2 2 2
Jenis probe P/75 P/75 P/35
d. Sifat Kimia Produk Olahan Kukus Terbaik a. Proksimat
Analisis sifat kimia yang dilakukan pada produk olahan kukus terbaik meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference)), nilai energi, kadar amilosa, serat pangan dan daya cerna pati. Komposisi kimia produk olahan kukus terbaik dapat dilihat pada Tabel 12 dan lampiran 9, sedangkan komposisi gizi/takaran saji produk olahan kukus terbaik dapat dilihat pada Tabel 13.
1. Kadar Air
penyerapan air oleh molekul-molekul pati (Winarno, 1997). Kadar air bolu kukus, brownies kukus dan kue talam berturut-turut sebesar 38.88 % (bb), 22.44 % (bb) dan 54.40 % (bb) (Tabel 12).
Secara umum, kadar air produk olahan kukus cukup tinggi disebabkan dalam proses pengukusan terjadi penyerapan air dan uap air olah bahan sehingga mengakibatkan peningkatan kadar air bahan (Lukman, 1992). Kadar air kue talam paling tinggi dibandingkan dengan bolu kukus dan brownies kukus dikarenakan komponen utama penyusunnya adalah air dan santan. Semakin tinggi kadar air maka keawetan produk semakin menurun karena meningkatnya aktivitas mikroorganisme oleh karena itu waktu simpan kue talam relatif singkat bila dibandingkan dengan bolu kukus dan brownies kukus.
Tabel 12. Komposisi Kimia Produk Olahan Kukus Terbaik
Komposisi
Kandungan Bolu kukus Brownies
kukus
Kue talam
Air (% bb) 38.88 22.44 54.40
Abu (% bb) 0.41 1.83 0.68
Lemak (% bb) 1.45 18.77 4.45
Protein (% bb) 4.93 5.24 1.48
Karbohidrat (% bb) 54.33 51.71 38.98
Energi (Kkal/100g) 250 397 202
2. Kadar Abu
Kadar abu brownies kukus paling tinggi bila dibandingkan dengan kue talam dan bolu kukus. Hal ini dikarenakan pada brownies kukus, komponen utama penyusunnya adalah 100 % tepung ubi jalar klon BB00105.10 yang memiliki komponen anorganik (abu) yang tinggi yaitu 1.86 % (bb). Dengan demikian brownies kukus akan menyumbangkan mineral lebih besar bagi tubuh daripada kue talam dan bolu kukus bila dikonsumsi.
Tabel 13. Komposisi Gizi/Takaran Saji Produk Olahan Kukus Terbaik
Produk
Berat/ takaran saji (g)
Komposisi gizi/takaran saji
Lemak (g) Protein (g) Karbo- hidrat (g) Energi (Kkal) Bolu kukus 30
0.44 1.48 16.30 75 (1 %) ( 3 %) (5 %)
Brownies kukus
30 5.63 1.57 15.51 119 (10 %) (3 %) (5 %)
Kue talam 40 1.78 0.59 15.59 81 (3 %) (1 %) (5 %)
Keterangan: Angka dalam ( ) merupakan persen AKG berdasarkan diet 2000 Kkal
3. Kadar Lemak
Lemak merupakan komponen zat gizi yang menyumbangkan energi paling besar dibandingkan karbohidrat dan protein. Kadar lemak bolu kukus, brownies kukus dan kue talam berturut-turut sebesar 1.45 % (bb), 18.77 % (bb) dan 4.45 % (bb) (Tabel 12).
brownies kukus akan menyumbangkan lemak yang lebih tinggi bila dibandingkan kue talam dan bolu kukus bila dikonsumsi.
Namun perlu diingat bahwa pangan berlemak harus dikonsumsi secara bijaksana. Total konsumsi lemak tidak boleh melebihi 30 % dari total energi dan total konsumsi lemak jenuh tidak melebihi 10 % dari total energi. Konsumsi lemak jenuh dengan jumlah yang sangat tinggi dapat meningkatkan konsentrasi kolesterol darah dan dapat berkorelasi dengan penyakit pada sistem kardiovaskuler (Goldberg, 1994).
Persentase angka kecukupan gizi (AKG) lemak berdasarkan diet 2000 Kkal bila mengkonsumsi bolu kukus dan brownies kukus masing-masing sebesar 30 gram berturut-turut 1 % dan 10 %. Sedangkan bila mengkonsumsi kue talam sebesar 40 gram adalah 3 % (Tabel 13).
4. Kadar Protein
Protein merupakan zat gizi yang juga sebagai penyumbang energi selain karbohidrat dan lemak. Selain itu protein juga berperan sebagai enzim, alat angkut, alat penyimpanan, pengatur pergerakan, penunjang sistem mekanis, sistem pertahanan tubuh, media perambatan impuls syaraf dan sebagai pengendali pertumbuhan (Winarno, 1997). Kadar protein bolu kukus, brownies kukus dan kue talam berturut-turut sebesar 4.93 % (bb), 5.24 % (bb) dan 1.48 % (bb) (Tabel 12).
Kadar protein brownies kukus paling tinggi dibandingkan dengan bolu kukus dan kue talam karena protein banyak disumbangkan dari telur dan susu skim. Dengan demikian brownies kukus akan menyumbangkan protein yang lebih tinggi bila dibandingkan bolu kukus dan kue talam bila dikonsumsi.
yaitu sebesar 3 %. Sedangkan bila mengkonsumsi kue talam sebesar 40 gram adalah 1 % (Tabel 13).
5. Kadar Karbohidrat (by difference)
Karbohidrat selain berperan sebagai sumber energi utama juga berperan mencegah pemecahan protein tubuh secara berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan mineral (Winarno, 1997). Komponen karbohidrat yang banyak terdapat pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Kadar karbohidrat bolu kukus, brownies kukus dan kue talam berturut-turut sebesar 54.33 % (bb), 51.71 % (bb) dan 38.98 % (bb) (Tabel 12).
Kadar karbohidrat bolu kukus paling tinggi dibandingkan dengan brownies kukus dan kue talam karena kadar air dan kadar lemaknya cenderung rendah. Karbohidrat bolu kukus banyak disumbangkan dari gula pasir dan tepung terigu. Kadar karbohidrat tepung terigu mencapai 77.30 % (bb) (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1993). Dengan demikian bolu kukus akan menyumbangkan karbohidrat yang lebih tinggi bila dibandingkan brownies kukus dan kue talam bila dikonsumsi.
Persentase angka kecukupan gizi (AKG) karbohidrat berdasarkan diet 2000 Kkal bila mengkonsumsi bolu kukus dan brownies kukus masing-masing sebesar 30 gram dan kue talam sebesar 40 gram adalah sama yaitu sebesar 5 % (Tabel 13).
b. Nilai Energi
Nilai energi merupakan nilai yang diperoleh dari konversi protein, lemak dan karbohidrat menjadi energi. Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 Kkal energi per gram, sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 Kkal per gram.
dan kue talam 202 Kkal (Tabel 12). Bila mengkonsumsi bolu kukus dan brownies kukus masing-masing sebesar 30 gram dan kue talam sebesar 40 gram maka akan menghasilkan energi berturut-turut 75 Kkal, 119 Kkal dan 81 Kkal (Tabel 13). Brownies kukus menyumbangkan energi paling besar dibandingkan bolu kukus dan kue talam karena kandungan lemak, protein dan karbohidratnya yang tinggi. Tingginya energi yang dikandung brownies kukus menjadikan produk ini dapat dijadikan sumber energi yang potensial.
c. Kadar Amilosa
Granula pati mempunyai dua polimer yakni amilosa dan amilopektin yang dapat dipisahkan dengan air panas. Amilosa disebut sebagai fraksi terlarut sedangkan amilopektin disebut sebagai fraksi tidak larut. Amilosa merupakan polimer rantai lurus glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4)-glikosidik (BeMiller dan Whistler, 1996). Amilosa dapat berikatan dengan iodin membentuk warna biru dan intensitas warnanya menunjukkan panjang rantainya (Dziedzic dan Kaersley, 1998). Reaksi amilosa dengan iod terjadi melalui mekanisme perangkapan iod di dalam heliks amilosa.
Kandungan amilosa yang lebih tinggi akan menyebabkan pencernaan terjadi lebih lambat karena amilosa merupakan polimer glukosa yang memiliki struktur tidak bercabang (struktur lebih kristalin dengan ikatan hidrogen yang lebih ekstensif). Struktur yang tidak bercabang ini membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan akibatnya sulit dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004). Selain itu amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Meyer, 1973).
14,59 13,55
7,54
5 10 15 20
bolu kukus brow nies kukus kue talam
Produk Kadar amilosa
[image:40.612.186.503.255.389.2](% bb)
Gambar 11. Histogram Kadar Amilosa Produk Olahan Kukus Terbaik
d. Kadar Serat Pangan
Serat pangan atau dietary fiber merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, serat pangan (dietary fiber) dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat larut air (Soluble Dietary Fiber atau SDF) dan bersifat tidak larut air (Insoluble Dietary Fiber atau IDF). Gabungan SDF dan IDF merupakan total serat pangan (TDF).
brownies kukus dan kue talam berturut-turut sebesar 4.10 % (bb), 5.81 % (bb) dan 6.36 % (bb) (Gambar 12 dan Lampiran 9).
Kadar serat pangan total ketiga produk olahan tersebut tidak jauh berbeda. Kadar serat pangan larut pada ketiga produk olahan kukus tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan kadar serat pangan tidak larutnya. Serat yang larut air biasanya dapat berupa gum, pektin dan beberapa hemiselulosa larut air sedangkan komponen serat yang tidak larut air bisa berupa selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, kitin dan lilin tanaman. Perbandingan kadar serat pangan produk olahan kukus terbaik dapat dilihat pada Gambar 12.
Dengan demikian, secara umum ketiga produk olahan kukus tersebut dapat dikatakan sebagai pangan fungsional sumber serat karena menurut salah satu petunjuk Departemen of Nutrition, Ministry of Health and Institute of Health (1999) seperti yang dikutip oleh Friska (2002) menyatakan bahwa makanan bisa diklaim sebagai sumber serat pangan jika mengandung serat pangan sebesar 3-6 gram/100 gram.
Dalam bentuk utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Serat juga dapat memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim sehingga proses pencernaan menjadi lambat (Rimbawan dan siagian, 2004). Tingginya kadar serat pangan larut pada produk dapat bermanfaat bagi penderita diabetes melitus karena dapat mereduksi absorpsi glukosa usus (Prosky dan De Vries, 1992).
3,50 2,31 1,36 6,36 2,77 4,99 1,33 5,81 4,10 0 2 4 6 8 10
bolu kukus brow nies kukus kue talam
e. Daya Cerna Pati
Daya cerna pati adalah kemampuan enzim pemecah pati dalam menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih kecil (gula-gula sederhana). Dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran daya cerna pati secara in vitro. Dalam metode ini pati dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi gula-gula sederhana (glukosa, maltosa) dan alfa limit dekstrin. Jumlah glukosa dan maltosa diukur secara spektrofotometri setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat (DNS). Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase terhadap pati murni.
Daya cerna pati bolu kukus, brownies kukus dan kue talam berturut-turut sebesar 28.48 %, 21.05 % dan 40.82 % (Gambar 13 dan lampiran 9). Daya cerna pati kue talam paling tinggi bila dibandingkan dengan bolu kukus dan brownies kukus. Semakin tinggi daya cerna suatu pati berarti semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis dalam waktu tertentu yang ditunjukkan oleh semakin banyaknya glukosa dan maltosa yang dihasilkan.
Tingginya nilai daya cerna pati kue talam dikarenakan menggunakan tapioka sebagai bahan dasarnya. Tapioka memiliki nilai daya cerna pati yang lebih tinggi daripada terigu. Daya cerna tapioka sebesar 95.89 % sedangkan terigu hanya 37.01 % (Fadilah, 2004). Bolu kukus memiliki nilai daya cerna pati lebih rendah karena komponen utama penyusunnya adalah tepung terigu.
Brownies kukus terbaik yang komponen utamanya 100 % tepung ubi jalar memiliki nilai daya cerna pati paling rendah dibandingkan ketiga produk olahan kukus tersebut dapat disebabkan oleh terhalangnya granula pati oleh serat sehingga sulit dicerna oleh enzim-enzim amilolitik manusia dan menyebabkan penurunan waktu transit makanan pada usus halus. Total serat pangan brownies kukus sebesar 5.81 % (bb). Brownies kukus juga merupakan pangan yang mengandung lemak (18.77 % bb) dan protein (5.24 % bb) tinggi yang cenderung memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan khususnya pencernaan pati di usus halus menjadi diperlambat.
Penyebab lain rendahnya daya cerna brownies kukus adalah tepung ubi jalar yang digunakan sebagai bahan dasarnya dan produk itu sendiri telah mengalami retrogradasi akibat pemanasan dimana struktur patinya ada yang berubah menjadi resistant starch. Resistant starch merupakan fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus (Tharanthan dan Mahadevamma, 2003). Dengan demikian, struktur kimia pati resisten tersebut tidak dapat dikenali lagi oleh enzim α-amilase sehingga enzim tidak dapat menghidrolisisnya.
Kandungan resistant starch pada tepung ubi jalar klon BB00105.10 menurut Astawan dan Widowati (2006) adalah 3.80 % (bk). Perbandingan daya cerna pati produk olahan kukus terbaik dapat dilihat pada Gambar 13.
28,48
21,05
40,82
10 20 30 40 50
bolu kukus brow nies kukus kue talam
Produk Daya ce rna pati
e. Indeks Glikemik Produk Olahan Kukus Terbaik
Dari ketiga jenis produk olahan kukus tadi (bolu kukus, brownies kukus dan kue talam), selanjutnya dipilih dua produk untuk dianalisis indeks glikemiknya. Pemilihan dua jenis produk tersebut didasarkan pada hasil analisis kimia yang telah dilakukan pada produk yaitu parameter pendukung indeks glikemik seperti kadar protein, lemak, amilosa, serat pangan dan daya cerna pati.
Berdasarkan analisis kimia pada ketiga produk olahan kukus, diperoleh bahwa pengujian indeks glikemik dilakukan terhadap bolu kukus dan brownies kukus terbaik. Hal ini dikarenakan bolu kukus dan brownies kukus memiliki nilai daya cerna pati lebih rendah (Gambar 13) dan memiliki kadar protein lebih tinggi daripada kue talam (Tabel 12). Kedua faktor ini dapat memberikan pengaruh terhadap nilai indeks glikemik produk selain kadar lemak, serat pangan dan amilosa.
Bolu kukus dipilih untuk dianalisis indeks glikemiknya daripada kue talam karena walaupun kadar lemak kue talam lebih tinggi daripada bolu kukus (Tabel 12), konsumsi lemak harus tetap dibatasi. Disamping itu, kadar amilosa (Gambar 11) dan serat pangan larut (Gambar 12) bolu kukus tidak jauh berbeda dengan kue talam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap IG-nya.
Pengujian indeks glikemik (IG) dilakukan dengan menggunakan darah manusia sebagai subjek penelitian (in vivo). Manusia merupakan subjek yang umum digunakan dalam penelitian IG karena metabolisme manusia sangat rumit sehingga sulit ditiru secara in vitro (Ragnhild et al., 2004). Perekrutan panelis dilakukan melalui upaya sosialisasi kegiatan penelitian kepada beberapa mahasiswa IPB. Mahasiswa yang bersedia menjadi panelis diminta untuk menandatangani formulir kesediaan (tanpa paksaan) dan mengikuti penjelasan secara lengkap mengenai tujuan dan prosedur penelitian.
mempunyai standar glukosa masing-masing (glukosa A dan glukosa B). Grup A menguji bolu kukus dan grup B menguji brownies kukus. Syarat-syarat panelis yang digunakan adalah sehat, tidak menderita diabetes dan memiliki nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan kisaran normal (18-25). Seleksi ini dimaksudkan untuk meminimalisasi variasi yang mungkin timbul antar panelis.
Setiap panelis diberikan sampel berupa bolu kukus dan brownies kukus yang jumlahnya setara dengan 50 gram karbohidrat. Berdasarkan analisis proksimat, kadar karbohidrat (by difference) bolu kukus dan brownies kukus sebesar 54.33 % (bb) dan 51.71 % (bb). Dengan demikian untuk mendapatkan 50 gram karbohidrat setiap panelis mendapatkan 92 gram bolu kukus dan 97 gram brownies kukus. Pangan standar yang digunakan adalah 50 gram glukosa bubuk yang dilarutkan dalam 240 ml air (IG = 100).
Pengambilan darah dilakukan dari pembuluh darah kapiler jari tangan karena darah yang diambil dari pembuluh kapiler memiliki variasi kadar glukosa darah antar panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena (Ragnhild et al., 2004). Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat glucometer. Glukosa yang terdapat dalam darah akan bereaksi dengan enzim glucose oxidase (GOD) dan potassium ferrycianide yang terdapat dalam test strip menghasilkan potassium ferrocyanide. Jumlah potassium ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang terdapat dalam sampel (Arkray Inc., 2001 dalam Bernard, 2005).
mengkonsumsi standar (glukosa) dan sampel (bolu kukus dan brownies kukus) dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Tabel 14. Respon Kadar Glukosa Darah Panelis (mg/dl) Setelah Mengkonsumsi Standar (Glukosa) dan Sampel (Bolu Kukus dan Brownies Kukus)a
Makanan Puasa 30 SMb 60 SMb 90 SMb 120 SMb
Glukosa A 86 137 136 122 108
Bolu kukus 88 129 104 96 90
Glukosa B 87 144 136 111 93
Brownies kukus 84 95 95 99 92
a Hasil rata-rata dari 8 panelis b
SM = setelah makan, angka di depan SM menunjukkan waktu (menit)
Tabel 15. Perubahan Kadar Glukosa Darah Panelis (mg/dl) Setelah Mengkonsumsi Standar (Glukosa) dan Sampel (Bolu kukus dan Brownies Kukus)
Makanan 30 SMa 60 SMa 90 SMa 120 SMa Glukosa A
51 50 36 22 Bolu kukus
41 16 8 2 Glukosa B
57 49 24 6 Brownies kukus
11 11 15 8
a
SM = setelah makan, angka di depan SM menunjukkan waktu (menit)
Dengan demikian bolu kukus dan brownies kukus berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 digolongkan sebagai pangan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah (<55). Menurut Ragnhild et al. (2004), bahan pangan yang memiliki nilai IG rendah akan menghasilkan kenaikan dan penurunan kadar glukosa darah yang tidak terlalu curam sesaat setelah makanan tersebut dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh. Kedua produk ini dapat dijadikan alternatif diet khususnya bagi penderita diabetes melitus dan obesitas.
0 10 20 30 40 50 60
0 30 60 90 120 150
Waktu sampling kadar glukosa darah (menit)
P e ruba ha n k a da r gl uk os a da ra h ( m g/ dl ) glukos a bolu kukus
Gambar 14. Grafik Perubahan Kadar Glukosa Darah Setelah Mengkonsumsi Bolu Kukus Ubi Jalar Terbaik
0 10 20 30 40 50 60
0 30 60 90 120 150
waktu sampling kadar glukosa darah (menit)
pe ruba h a n k a da r gl u k os a da ra h ( m g/ dl ) glukos a
brownies kukus
[image:47.612.120.503.220.714.2] [image:47.612.172.503.246.457.2]Indeks glikemik (IG) hanya memberikan informasi mengenai kecepatan perubahan karbohidrat menjadi glukosa darah. IG tidak memberikan informasi mengenai banyaknya karbohidrat dan dampak pangan tertentu terhadap kadar glukosa darah. Kelemahan IG akan tampak bila membandingkan kandungan karbohidrat pada pangan yang berbeda. Beban glikemik dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai pengaruh konsumsi pangan aktual terhadap peningkatan kadar glukosa darah.
Beban glikemik bertujuan untuk menilai dampak konsumsi karbohidrat dengan memperhitungkan IG pangan. Beban glikemik (BG) didefinisikan sebagai IG pangan dikalikan dengan kandungan karbohidrat pangan tersebut per takaran saji dikalikan 100. Oleh karena itu, BG menggambarkan kualitas dan kuantitas karbohidrat dan interaksinya dalam pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Beban glikemik bolu kukus dan brownies kukus dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Beban Glikemik Bolu kukus dan Brownies kukus terbaik Makanan IG Takaran
saji (g)
Karbohidrat/
takaran saji (g) BG
Klasifikasi IG dan BG
Bolu kukus 46 30 16.30 7 rendah
Brownies kukus 29 30 15.51 4 rendah Keterangan : IG = indeks glikemik; BG = beban glikemik
BB00105.10 digolongkan sebagai pangan yang memiliki beban glikemik rendah (<10).
Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi ataupun rendahnya nilai indeks glikemik (IG) suatu bahan pangan diantaranya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, kadar gula, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein serta kadar anti-gizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Menurut Ragnhild et al. (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya indeks glikemik suatu bahan pangan adalah daya cerna pati, interaksi antara pati dan protein, jumlah dan jenis lemak, kadar gula dan serat pangan serta bentuk fisik dari bahan pangan.
Nilai IG brownies kukus lebih rendah daripada bolu kukus. Hal ini dikarenakan brownies kukus memiliki kadar protein (5.24 % bb), lemak (18.77 % bb) dan serat pangan larut (3.50 % bb) yang lebih tinggi serta daya cerna pati (21.05 %) yang lebih rendah daripada bolu kukus. Walaupun kadar amilosa bolu kukus (13.55 % bb) lebih tinggi daripada brownies kukus (7.54 % bb), kedua produk tersebut masih digolongkan ke dalam produk yang berkadar amilosa rendah (<20), sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai IG-nya.
Pangan yang mengandung protein dan lemak tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Dengan demikian konsumsi lemak dan protein dapat menghambat proses pencernaan pati akibatnya kadar glukosa darah tidak mengalami kenaikan secara cepat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak dan protein tinggi, indeks glikemiknya cenderung rendah (Rimbawan dan Siagian, 2004). Namun pangan berlemak tinggi, apapun jenisnya dan walaupun memiliki nilai IG rendah perlu dikonsumsi secara bijaksana.
memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim sehingga proses pencernaan khususnya pati menjadi lambat dan respon glukosa darah pun akan lebih rendah. Dengan demikian IG-nya cenderung lebih rendah. Tingginya kadar serat pangan larut pada produk dapat bermanfaat bagi penderita diabetes melitus karena dapat mereduksi absorpsi glukosa usus (Prosky dan De Vries, 1992).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Bolu kukus dan brownies kukus berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 tergolong pangan yang memiliki nilai indeks glikemik dan beban glikemik rendah dan bisa dijadikan alternatif diet khususnya bagi penderita diabetes melitus dan obesitas. Nilai IG rata-rata bolu kukus dan brownies kukus ubi jalar berturut-turut 46±9 dan 29±9. Apabila kedua produk tersebut masing-masing dikonsumsi sebesar 30 gram maka BG-nya berturut-turut 7 dan 4. Brownies kukus memberikan respon glikemik lebih baik daripada bolu kukus karena didukung oleh kadar protein (5.24 % bb), lemak (18.77 % bb) dan serat pangan larut (3.50 % bb) yang lebih tinggi serta daya cerna pati (21.05 %) yang lebih rendah daripada bolu kukus.
B. SARAN
Perlu penelitian lebih lanjut untuk menduga umur simpan produk olahan kukus berbahan dasar tepung ubi jalar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana, T. D. 2005. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) untuk Mendukung Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ainah, N. 2004. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji Bunga Teratai Putih (Nymphae pubescens Willd) dan Aplikasinya pada Pembuatan Roti.. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Aini, N. 2006. Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produk-Produknya untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. http://tumoutou.net/pps702_9145/nuraini.html. [ 29 Maret 2006].
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
American Dietetic Association. 1999. Functional Foods-Position of ADA J.Am. Diet. Assoc (42) 7: 1278-1285.
Anwar, F., B. Setiawan dan A. Sulaeman. 1993. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Pati dan Tepung Ubi Jalar serta Pemanfaatannya dalam Rangka Diversifikasi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC.
Asp, N. G., C. G. Johanson, H. Halmer and M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. J. Agric. Food. Chem. (31): 476 – 482.
Astawan, M. dan S. Widowati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Ubi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan Penelitian RUSNAS. Bogor.
Bhattacharya, K. R. 1979. Gelatinization Temperature of Rice Starch and Its Determination. Di dalam: Proceedings of The Workshop on Chemical Aspects of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos. pp 232-247.
BeMiller, J. N. and R. L. Whistler. 1996. Carbohydrates. Di dalam: Fennema, O. R (Ed.). Food Chemistry 3rd Ed. Marcel Dekker Inc., New York. Pp 157-224.
Brand-Miller, J. 2000. Carbohydrates. Di dalam : Mann, J. dan A.S. Truswell (Eds.). Essentials of human nutrition, 2nd Ed. Oxford University Press, Oxford, pp. 231-255.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wotton. 1981. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh: H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Budijanto, S. , N. Andarwulan dan D. Herawati. 2001. Modul Praktikum Kimia dan Teknologi Lipida. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cataldo, C. B, J. R. Nyenhuis and E. N. Whitner. 1989. Nutritional and Diet Therapy, Principles and Practice. Ed ke-2. St. Paul : West Pub Comp.
Clydesdale, F.M. 1999. ILSI North America Food Component Reports. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 39 (3): 203-316.
Colagiuri, S. 1997. Carbohydrates and Glycemic Index-Effect on Glucose Insulin and Lipid Metabolism. Summary Report of a Regional Symposium Held in Singapore on June 26, 1997.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1993. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dziedzic, S. Z. and M. W. Kearsley. 1998. The Technology of Starch Production. Di dalam Hoseney, R. C. 1998. Principle of Cereal Science and Technology (2nd ed). American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA.
El, S. N. 1999. Determination of Glycemic Index for Some Breads. Journal of Food Chemistry. 67 : 67 – 69.
Fadilah, N. 2004. Pengaruh Pengolahan dan Penyimpanan Mi Instan Berbahan Dasar Terigu- Tepung Singkong- Tapioka serta Penambahan CMC (Carboxymethyl Cellulose) terhadap Daya Cerna Pati Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry 2nd Ed. Marcel Dekker., Inc., Westport, Connecticut.
Foster-Powell, K., S.H.A. Holt and J. C. Brand-Miller. 2002. International Table of Glycemic Index and Glycemic Load Values. Am. J. Clin. Nutr. 76: 5-56.
Friska, T. 2002. Penambahan Sayur Bayam (Amaranthus tricolor L.), Sawi (Brassica juicea L.) dan Wortel (Daucus carota L.) pada Pembuatan Crackers Tinggi Serat Makanan. Skripsi. Jurusa