• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward Terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward Terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan dalam Rangka Penyelasaian Studi Strata-1 untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

DIAH LESTARI CAHAYANI CHANIFA

108017000079

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

Backward Terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa disusun oleh

DIAH LESTARI CAHAYANI CHANIFA Nomor Induk Mahasiswa

108017000079, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 3 April 2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, 3 April 2014 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. Kadir, M.Pd.

NIP. 19670812 199402 1 001 ... ... Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi)

Abdul Muin, S.Si., M.Pd.

NIP. 19751201 200604 1 003 ... ... Penguji I

Abdul Muin, S.Si., M.Pd.

NIP. 19751201 200604 1 003 ... ... Penguji II

Dra. Afidah Mas’ud

NIP. 19610926 198603 2 004 ... ...

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(4)

NIM : 108017000079

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan tahun : 2008

Alamat : Jalan Persatuan No. 265 RT.01/RW04 Kel. Cinere, Kec. Cinere, Kota Depok, Prop. Jawa Barat. Kode Pos 16514.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward Terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis (Studi Quasi Eksperimen di SMP Negeri 226 Jakarta)” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd.

NIP : 19670812 199402 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Otong Suhyanto, M.Si.

NIP : 19681104 199903 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Januari 2014 Yang menyatakan,

(5)

i

Diah Lestari Cahayani Chanifa (108017000079). “Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward Terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh strategi pemecahan masalah working backward terhadap kemampuan memberi alasan logis siswa. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 226 Jakarta tahun ajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan sampel penelitian untuk strategi pemecahan masalah working backward sebesar 34 siswa dan strategi konvensional sebesar 35 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan memberi alasan logis siswa yang diajar dengan strategi pemecahan masalah working backward lebih tinggi daripada kemampuan memberi alasan logis siswa yang diajar dengan strategi konvensional (thitung = 2,67 dan ttabel = 1,67). Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kemampuan memberi alasan logis siswa yang diajar dengan strategi working backward sebesar 72,32 dan nilai rata-rata kemampuan memberi alasan logis siswa yang diajar dengan strategi konvensional sebesar 64,31. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pembelajaran matematika pada pokok bahasan segiempat menggunakan strategi pemecahan masalah working backward berpengaruh lebih efektif terhadap kemampuan memberi alasan logis siswa dibandingkan strategi konvensional.

(6)

ii

Diah Lestari Cahayani Chanifa (108017000079), “The Effect of Working Backward Problem Solving Strategy to the Logical Reasoning Ability of Student”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Januari 2014.

The purpose of the research is to analyze the effect of working backward problem solving strategy to the logical reasoning ability of student. The research was conducted at SMPN 226 Jakarta for academic year 2012/2013. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subject for who are taught by working backward problem solving strategy is 34 students and conventional strategy is 35 students. To determine sample used cluster random sampling technique at student of 7th class.

The results of research that logical reasoning ability of student who are taught by working backward problem solving strategy higher than students taught by conventional strategy (tcount = 2,67 dan ttable = 1,67). This matter visible from the mean score of the logical reasoning who taught with working backward problem solving strategy is 72,32 and the mean score of the logical reasoning who taught with conventional strategy is 64,31. Conclusion of the research is Mathematics’ learning of flat rectangle with working backward problem solving strategy more effective to the logical reasoning ability compared that use conventional strategy.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Selesainya skripsi ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dra. Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D., Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, M. Pd., sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini dan sebagai Dosen Penasehat Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan

ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

(8)

iv

8. Yuni Puji Astuti, S.Pd, selaku guru pamong yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

9. Siswa/i kelas VII-7 dan VII-8 SMP Negeri 226 Jakarta tahun ajaran 2012/2013, yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

10.Ayahanda (Wasiman) dan Ibunda (Tiarmi) tercinta yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan, cinta dan kasih sayangnya serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Kakakku (Galih Usman), kakak Iparku (Ummu Salamah) serta keponakanku

(Idris Assadulusud dan Ukasyah Akhtar Jihadi) tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Yang teristimewa untuk orang yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis yaitu Siti Mariam Juwaeni Ulfah, S.Pd., Eva Fauziah, S.Pd. dan Desi Ratnasari, S.Pd.

13.Kepada seluruh mahasiswa/i jurusan pendidikan matematika angkatan 2008, khususnya kelas A, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan di masa depan.

14.Kepada tutor Bimbel yaitu Kak Dian, Kak Ayu, Kak Ana dan Ochi, serta

saudari-saudariku di LSC yaitu Teh Ainun, Mbak Endah, Kak Elput, Sari, April dan Yanti, yang telah memberikan pengertian, motivasi dan doa-nya, semoga Allah SWT kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.

15.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan, Aamiin.

Jakarta, Januari 2014 Penulis

(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ... 8

A. Kajian Teori ... 8

1. Kemampuan Memberi Alasan Logis ... 8

a. Pengertian Kemampuan Penalaran ... 8

b. Proses Bernalar Matematis ... 9

c. Indikator Kemampuan Penalaran Matematis... ... 10

d. Kemampuan Memberi Alasan Logis... ... 12

2. Strategi Pemecahan Masalah Working Backward ... 15

a. Pengertian Strategi ... 15

b. Strategi Pemecahan Masalah... 16

c. Tahap Pembelajaran Strategi Pemecahan Masalah... 18

(10)

vi

e. Pengertian Strategi Pemecahan Masalah Working Backward

... . 21

f. Tahap-tahap Pembelajaran Strategi Pemecahan Masalah Working Backward ... 23

g. Contoh Soal dalam Strategi Pemecahan Masalah Working Backward ... 25

3. Pembelajaran Konvensional ... 26

B. Hasil Penelitian yang Relevan………. 28

C. Kerangka Berpikir ... 29

D. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

1. Tempat Penelitian ... 33

2. Waktu Penelitian ... 33

B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 33

1. Populasi ... 33

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 33

C. Metode dan Desain Penelitian ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

1. Variabel yang Diteliti ... 35

2. Sumber Data ... 35

3. Instrumen Penelitian ... 35

a) Instrumen Tes ... 35

b) Instrumen Non-tes ... 37

E. Uji Instrumen Tes Penelitian ... 38

1. Perhitungan Validitas Instrumen Tes ... 38

2. Perhitungan Reliabilitas Instrumen Tes ... 40

3. Perhitungan Taraf Kesukaran ... 41

4. Perhitungan Daya Beda Soal ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 43

(11)

vii

a) Uji Normalitas ... 43

b) Uji Homogenitas ... 44

2. Uji Hipotesis Statistik ... 45

a) Untuk Sampel Yang Homogen ... 45

b) Untuk Sampel Tak Homogen (Heterogen) ... 46

3. Uji Mann-Whitney ... 47

G. Perumusan Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Data ... 49

1. Data Kemampuan Memberi Alasan Logis Kelas Eksperimen 49

2. Data Kemampuan Memberi Alasan Logis Kelas Kontrol .... 51

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 56

1. Pengujian Persyaratan Analisis ... 56

a) Uji Normalitas Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa ... 56

1) Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 56

2) Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 56

b) Uji Homogenitas Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa ... 57

2. Pengujian Hipotesis ... 58

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

D. Keterbatasan Penelitian ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

viii Tabel 3.1

Tabel 3.2

Rancangan Penelitian ………... Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa………

34

36 Tabel 3.3

Tabel 3.4

Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Memberi Alasan

Logis Siswa …..………..

Kisi-kisi Non-Tes Melalui Wawancara dengan Guru…………. 37 38 Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Taraf Kesukaran dan Daya

Pembeda ……….……… 43

Tabel 4.1 Distrubusi Frekuensi Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa Kelompok Eksperimen ……… 50

Tabel 4.2 Distrubusi Frekuensi Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa Kelompok Kontrol ………... 52

Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol……… 54

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Normalitas………... 57

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas……… 57

(13)

ix

(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa Kelompok

Eksperimen ……….. 51

Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa Kelompok Kontrol …... 53 Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Memberi Alasan Logis

Siswa pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen …... 55 Gambar 4.4 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol .………... 59 Gambar 4.5 Aktivitas Siswa Saat Melakukan Strategi Pemecahan Masalah

Working Backward ………. 62

Gambar 4.6 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa Pada LKS Pertemuan ke-8………... 64 Gambar 4.7 Jawaban soal post test nomor 2 di kelas eksperimen dan kelas

kontrol ………... 66 Gambar 4.8 Jawaban soal post test nomor 4 di kelas eksperimen dan kelas

kontrol…………...……… 67

Gambar 4.9 Jawaban soal post test nomor 6 di kelas eksperimen dan kelas

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen ………...….. 77

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ……… 81

Lampiran 3 LKS Kelas Eksperimen ………. 85

Lampiran 4 Kisi-Kisi Uji Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Pokok Bahasan Segi Empat Kelas VII...………... 115

Lampiran 5 Uji Validitas Isi Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis dengan Metode Content Validity Ratio (CVR)………… 116

Lampiran 6 Rekapitulasi Penilaian Instrumen Tes Kemampuan Member Alasan Logis dengan Metode Content Validity Ratio (CVR)………. 124

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis dengan Metode Content Validity Ratio (CVR) ……… 125

Lampiran 8 Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa ……..………... 126

Lampiran 9 Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa…...………. 130

Lampiran 10 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa…...………. 134

Lampiran 11 Perhitungan Uji Validitas………..………. 135

Lampiran 12 Validitas Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa…...………... 137

Lampiran 13 Perhitungan Uji Reliabilitas………... 138

Lampiran 14 Reliabilitas Instrumen Tes………. 140

Lampiran 15 Perhitungan Taraf Kesukaran ……… 141

Lampiran 16 Taraf Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa…...……… 142

(16)

xii

Lampiran 18 Daya Pembeda Soal………... 144

Lampiran 19 Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa….. 145

Lampiran 20 Hasil Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa Kelompok Eksperimen………... 149

Lampiran 21 Hasil Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa Kelompok Eksperimen………... 150

Lampiran 22 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelas Eksperimen ………. 151

Lampiran 23 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelas Kontrol ……… 156

Lampiran 24 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ……… 161

Lampiran 25 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ………... 163

Lampiran 26 Perhitungan Uji Homogenitas ………... 165

Lampiran 27 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ………... 167

Lampiran 28 Pedoman Wawancara dengan Guru…….. ……… 170

Lampiran 29 Hasil Wawancara dengan Guru…..………... 171

Lampiran 30 Tabel. Minimum values of CVR, One tailed test, p = .05 ... 173

Lampiran 31 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment dari Pearson ……….. 174

Lampiran 32 Tabel Luas Kurva Di Bawah Normal ………... 176

Lampiran 33 Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 177

Lampiran 34 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ……….. 179

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan menjadi salah satu modal untuk meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian setiap manusia memiliki kelebihan yang tidak diberikan oleh Allah SWT kepada mahluk hidup lainnya yaitu akal pikiran. Oleh karena itu manusia hendaknya bersyukur atas karunia yang telah diterimanya dengan cara mempelajari ilmu pengetahuan.

Pendidikan dan segala dinamikanya merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas dan menjadi titik perhatian bagi para agen pembelajaran karena pendidikan salah satu tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkannya diperlukan persiapan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tujuan pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.1 Guru memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan sehingga guru perlu dibina agar memenuhi kompetensi-kompetensi yang sebagaimana tercantum pada “Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 32 dinyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen adalah meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi pendidikan, kompetensi sosial dan kompetensi professional.”2

1

Hasan Basri, Landasan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), Cet.I, h.47.

2

(18)

Paradigma dalam pendidikan saat ini memandang peserta didik ibarat gelas yang sudah terisi air baik sedikit atau banyak akan tetapi bukanlah gelas kosong artinya setiap peserta didik memiliki potensi untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya. Guru sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik menemukan pengetahuannya dan peserta didik diharapkan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran agar tercipta pembelajaran yang bermakna dan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik.

Pendidikan mencakup berbagai hal, salah satunya adalah pendidikan akademik. Dalam pendidikan akademik ada banyak bidang yang telah dipelajari, salah satunya pendidikan matematika. “Pendidikan matematika merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.”3 Kata matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu Mathematike yang berarti mempelajari. Matematika memiliki arti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam rasio (penalaran) bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.4

Matematika salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sudah dipelajari sejak taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Seiring berjalannya waktu dalam pembelajaran matematika tentu muncul permasalahan-permasalahan yang menyebabkan pembelajaran matematika di sekolah menjadi tidak efektif dan prestasi matematika siswa kurang optimal. Mungkin salah satu penyebab permasalahan tersebut yaitu siswa memiliki kekurangan dalam hal kecerdasan logis-matematis. Menurut Munif Chatib, “Kecerdasan logis-matematis melibatkan banyak komponen : perhitungan secara matematis, berpikir logis,

3

Suhendra, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Jakarta:

Universitas Terbuka,2007), h. 7.18. 4

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press,

(19)

nalar, pemecahan masalah, pertimbangan deduktif, dan ketajaman hubungan antara pola-pola numerik”.5

Berikut ini hasil-hasil penelitian tentang kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan matematika.

Penelitian yang dilakukan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) sebagai lembaga penelitian internasional. Program unggulan mereka adalah Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2006-2007 merilis urutan kualitas kompetensi matematika negara-negara di dunia, Indonesia menduduki peringkat ketiga dari bawah.6 Sedangkan hasil penelitian PISA pada tahun 2012 Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes.7 Dari penelitian PISA pada waktu tersebut terlihat bahwa kemampuan matematika anak-anak Indonesia belum mengalami peningkatan artinya masih banyak yang perlu diperbaiki dalam segala hal yang berhubungan dengan pembelajaran matematika.

Selanjutnya salah satu hasil evaluasi dari lembaga lain yaitu TIMSS tentang peringkat Indonesia berdasarkan pelajaran matematika yaitu Yohanes Surya pernah menuliskan hasil evaluasi dari TIMSS tahun 2011 pada akun resmi miliknya.

TIMSS (Trends International in Mathematics and Science Study) 2011 untuk matematika kelas VIII, Indonesia pada posisi 5 besar dari bawah (bersama Syria, Moroko, oman, Ghana). Peringkat Indonesia (36/40 dengan nilai 386) mengalami penurunan dari TIMSS 2007 (peringkat 35/49 dengan nilai 397). Tertinggi diraih oleh Korea (nilai 613) disusul Singapore (nilai 611). Nilai rata-rata 500.8

Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 226 Jakarta, peneliti memperoleh keterangan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa relatif kurang dan siswa kurang terampil dalam memberikan alasan ketika

5

Munif Chatib, Sekolah Anak-Anak Juara, (Bandung : Kaifa, 2012), Cet I, h.84.

6

Munif Chatib, Gurunya Manusia, (Bandung : Kaifa, 2012), Cet.VIII, h.22.

7

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, http://www.kopertis12.or.id/2013/12/05/skor-pisa-posisi-indonesia-nyaris-jadi-juru-kunci.html

8

Yohanes Surya, 2013,

(20)

menyelesaikan masalah. Hal ini terlihat dari nilai ulangan harian siswa yang sebagian masih berada di bawah KKM. Terlihat juga kurangnya aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran. Siswa terbiasa mendengarkan penjelasan materi dari guru kemudian mengerjakan soal-soal latihan seperti apa yang telah guru contohkan. Tentunya hal ini menyebabkan siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang non rutin untuk mengasah kemampuan bernalarnya.

Bagi para guru matematika khususnya, berdasarkan fakta dan kondisi tersebut hendaknya menjadi perhatian dan bahan evaluasi tentang strategi pembelajaran matematika yang sudah diterapkan selama ini. Seringkali guru menemukan siswanya yang mengalami kesulitan belajar matematika. Jika kesulitan belajar matematika maka siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika dengan cara yang benar.

Sebelum berkomunikasi dengan siswanya guru matematika mempunyai tugas penting yaitu menganalisis konsep dalam materi yang akan disajikan, melakukan perencanaan secara baik disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Guru juga bertanggungjawab memberikan pengarahan dalam belajar dan mengoreksi kesalahan siswa. Selain itu, guru perlu memberikan strategi pembelajaran yang bervariasi sehingga membangkitkan minat dan motivasi siswa. Namun sebagian besar guru masih belum membuat variasi dalam mengajar atau hanya menggunakan satu metode yang sama selama mengajar sehingga mengakibatkan pembelajaran kurang efektif dan kurang mengasah kemampuan matematika lainnya seperti kemampuan penalaran matematik.

Pada proses pembelajaran matematika untuk memahami suatu materi dibutuhkan penalaran. Kemampuan penalaran siswa ketika mengikuti pembelajaran matematika rendah dapat disebabkan oleh berbagai hal.

(21)

1. Mengajukan dugaan,

2. Melakukan manipulasi matematika,

3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi,

4. Menarik kesimpulan dari pernyataan, 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen,

6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.9

Sesuai dengan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang kemampuan bernalar siswa khususnya tentang kemampuan memberi alasan logis dalam memecahkan masalah matematika karena masih banyak siswa tidak mengerti apa yang mereka kerjakan dan hanya terpaku pada penggunaan rumus yang sudah ada tanpa mengerti alasan mengapa rumus tersebut yang digunakan. Peneliti mengharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik serta mampu memberi alasan terkait penyelesaian terhadap masalah tersebut.

Strategi yang dapat merealisasikan hal tersebut adalah strategi pemecahan masalah working backward yakni strategi pemecahan masalah bekerja mundur. Ketika strategi pemecahan masalah bekerja mundur diterapkan kemampuan dalam memberi alasan siswa akan terasah karena untuk memecahkan masalah matematika dengan bekerja mundur diperlukan kemampuan bernalar. Diharapkan strategi pemecahan masalah working backward dapat membantu siswa menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika dan meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa yang difokuskan terhadap kemampuan memberi alasan logis. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Working Backward Terhadap Kemampuan memberi alasan logis Logis Siswa”.

9

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

(22)

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa.

2. Siswa sulit menyelesaikan masalah matematika yang non rutin.

3. Rendahnya kemampuan matematika siswa salah satunya yaitu kemampuan penalaran.

4. Kemampuan memberi alasan logis matematika siswa masih rendah.

5. Strategi pembelajaran matematika yang diterapkan di kelas kurang variatif.

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih fokus dan mengingat permasalahan cukup luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada:

1. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi pemecahan masalah working backward (bekerja mundur). Strategi pemecahan working backward merupakan salah satu tipe strategi pemecahan masalah untuk mencari solusi dimulai dari suatu tujuan dan kemudian bekerja mundur ke belakang terhadap hal-hal yang sudah ada.

2. Kemampuan memberi alasan logis dalam penelitian ini merupakan salah satu indikator dari kemampuan penalaran matematik.

3. Subyek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 226 Jakarta kelas VII. 4. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah bangun datar

segiempat.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

(23)

E.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah strategi pemecahan masalah working backward dapat meningkatkan kemampuan memberi alasan logis pada siswa.

2. Untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pemecahan masalah working backward.

F.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa:

 Membantu siswa meningkatkan kemampuan penalaran matematika yaitu kemampuan memberi alasan logis dalam menyelesaikan permasalahan matematika dengan menggunakan strategi pemecahan masalah working backward.

 Memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika melalui strategi working backward.

2. Bagi peneliti:

Dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan peneliti terhadap strategi pemecahan masalah working backward sehingga dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran matematika di sekolah.

3. Bagi guru:

(24)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A.

Kajian Teori

1.

Kemampuan Memberi Alasan Logis

a. Pengertian Kemampuan Penalaran

Menurut NCTM, The Process Standards - Problem Solving, and Proof, Communication, Connections, and Representation - highlight ways of acquiring and using content knowledge.1. Ada 5 kemampuan dalam proses pembelajaran matematika yaitu kemampuan memecahkan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi dan representasi. Kemampuan yang akan dibahas oleh penulis yaitu kemampuan penalaran.

Kemampuan merupakan kata benda dari kata dasar mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu. Kemampuan dapat diartikan kesanggupan atau kecakapan. Penalaran menurut kamus bahasa Indonesia-Inggris merupakan terjemahan dari reasoning. Penalaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses mental yang bergerak dari apa yang kita ketahui kepada apa yang tidak kita ketahui sebelumnya. Proses berpikir kita bergerak dari pengetahuan yang sudah kita miliki tentang sesuatu yang ada menuju pengetahuan baru yang terkait dengannya.2

Penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa

1

National Council of Teachers of Mathematics, Principles and Standards for School

Mathematics, 2010 (http://www.nctm.org/standards/default.aspxx?id=58). 2

(25)

pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.3

Penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan perasaan, maka penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam penemuan kebenaran.4 Menurut Keraf, penalaran adalah proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan.5

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran merupakan proses berpikir dalam memperlihatkan hubungan antara beberapa hal berdasarkan sifat yang telah diakui kebenarannya dalam menarik kesimpulan untuk memecahkan masalah.

b. Proses Bernalar Matematis

Kata Matematika berasal dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Jadi matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).6 Matematika sebagai aktivitas bernalar (Mathematics as reasoning).7 Fondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Penalaran atau logika merupakan bagian terpenting dalam matematika. penalaran atau reasoning merupakan

3

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h.11.

4

Daldiyono, Menuju Seni Ilmu Kedokteran: Bagaimana Dokter Berpikir dan Bekerja,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2006), h. 135 5

Fadjar Shadiq, Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran

Matematika, 2004, (http://p4tkmatematika.org/downloads/smp/PenalaranPemecahanMasalah.pdf). 6

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press,

2006), Cet.I, h.3. 7

Suhendra, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta:

(26)

proses berfikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.8

Depdiknas menyatakan bahwa matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.9

Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa matematika merupakan kegiatan yang menggunakan penalaran. Oleh karena itu, dalam berbagai aktivitas pembelajaran matematika, peserta didik seharusnya dikondisikan agar selalu menggunakan penalaran yang bersifat logis, kritis, sistematis, tepat, jelas, cermat dan akurat. Selanjutnya, diharapkan kemampuan bernalar tersebut harus menjadi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak peserta didik, baik dalam kegiatan yang berkaitan dengan matematika maupun dalam aktivitas sehari-hari. Matematika harus menjadi sarana untuk meningkatkan kemampuan seseorang, dalam hal ini peserta didik, dalam kegiatan bernalarnya.

Jika kemampuan bernalar tidak dikembangkan, maka siswa akan menganggap matematika hanya sebagai materi yang mengikuti serangkaian prosedur. Selain itu siswa hanya meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya. Hal tersebut membuat matematika hanya menjadi ilmu yang sekadar menghafal rumus saja.

c. Indikator Kemampuan Penalaran Matematis

Berikut ini adalah berbagai sumber tentang indikator kemampuan penalaran.

Penjelasan teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor

8 Gelar Dwirahayu, “Pengaruh Pendekatan Analogi terhadap Peningkatan Kemampuan

Penalaran Matematika Siswa SMP”, ALGORITMA, Vol.1, 2006, h.57. 9

Fadjar Shadiq, Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran

(27)

pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:

1. Mengajukan dugaan,

2. Melakukan manipulasi matematika,

3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi,

4. Menarik kesimpulan dari pernyataan, 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen,

6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.10

Beberapa kemampuan yang tergolong dalam penalaran matematik diantaranya adalah

a) menarik kesimpulan logis

b) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola

c) memperkirakan jawaban dan proses solusi

d) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur

e) mengajukan lawan contoh

f) mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid, dan

g) menyusun pembuktikan langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian dengan induksi matematika. 11

Di tingkat-tingkat kelas 5-8, penalaran akan terserap ke dalam kurikulum matematika sehingga para siswa akan mampu :

1) Mengenali dan menerapkan penalaran deduktif dan induktif;

10

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008). h.14.

11

Rochman Natawidjaja, dkk, Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan,

(28)

2) Memahami dan menerapkan proses penalaran, dengan perhatian khusus pada penalaran ruang dan penalaran dengan proporsi dan grafik;

3) Membuat dan mengevaluasi dugaan dan argumen matematis; 4) Memvalidasi pemikiran mereka sendiri;

5) Mengapresiasi manfaat dan daya dari penalaran sebagai bagian dari matematika. 12

Dalam mengembangkan kemampuan penalaran tidak lepas dari pemikiran untuk mengamati gejala matematika, membuat dugaan, menguji generalisasi, dan memberikan alasan logis dalam pengambilan kesimpulan.13

Dalam penelitian ini penulis mengambil satu indikator dari kemampuan penalaran yaitu memberi alasan logis.

d. Kemampuan Memberi Alasan Logis

Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika logis. Menurut Prof. Howard Gardner dari Harvard University mendefinisikan kecerdasan matematis memiliki komponen inti yaitu kepekaan pada memahami pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar dan berfikir logis, memecahkan masalah. Anak yang memiliki kemampuan penalaran akan senang dengan hubungan-hubungan dan pola-pola abstrak. Dengan demikian, anak dapat meningkatkan pada kemampuannya untuk menyelesaikan masalah yang bersifat analitis dan konseptual. 14

Menurut Gardner ada kaitan antara kecerdasan matematis dan kecerdasan linguistik. Pada kecerdasan matematis, anak menganalisis

12

Wahyudin, Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran, (Bandung: CV IPA

ABONG: 2008), h.64-65. 13

Ipung Yuwono, “Kemampuan Penalaran dan Pembuktian Mahasiswa Tahun Pertama

Prodi Pendidikan Matematika”, Jurnal MIPA, Vol.2, 2006, h.149. 14

Amin Fa, Menemukan Kunci Sukses Anak Anda Dengan Multiple Intelligence Riset,

(29)

atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengonstruksi solusi dari persoalan yang muncul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa. 15

Menurut Sumardyono, M.Pd dalam menerapkan pembelajaran problem solving, mintalah siswa menjawab dalam dua kolom. Cara ini dipelopori oleh universitas Vanderbilt, yaitu dengan meminta siswa untuk menulis penyelesaian dalam dua kolom; kolom pertama berisi garis besar langkah-langkah penyelesaian dan perhitungannya, sedang kolom kedua diisi dengan alasan (argumentasi).16

Dalam menyelesaikan masalah matematika siswa dapat menggunakan kemampuan penalarannya untuk berpikir mencari solusi dari masalah tersebut, kemudian menggunakan kemampuan bahasa untuk menjabarkan atau memberi alasan logisnya, siswa dapat menuliskan dalam bentuk kalimat untuk memperjelas langkah-langkah penyelesaian yang sudah diperoleh.

Memberi alasan logis artinya memberi dasar atau pendapat mengenai sesuatu secara rasional dan tidak berhubungan dengan hal-hal yang tidak masuk akal pikiran manusia, bersifat logika serta didasarkan pada sebuah kenyataan.

Kemampuan memberi alasan logis sebagai salah satu indikator kemampuan penalaran yang berakibat pada kebenaran menjawab, baik menjawab pertanyaan lisan maupun pertanyaan tulisan. Mengembangkan kemampuan memberi alasan logis terkait erat dengan pertanyaan tingkat tinggi seperti mengapa, jelaskan, dan buktikan.

Contoh soal memberi alasan logis pada soal matematika:

Jika = a dan a , maka apakah √ kurang dari y? Jelaskan alasan jawabanmu!

15

Rohmitawati, Mengasah Kecerdasan Matematis Logis Anak Sejak Usia Dini, 2013, (http://p4tkmatematika.org/2008/11/mengasah-kecerdasan-matematis-logis-anak-sejak-usia-dini/).

16

Sumardyono, Beberapa Saran dan Tips dalam Penerapan Pembelajaran Problem

(30)

Jawaban dari soal diatas :

x dan y masing-masing memiliki a, sehingga kalau √ ditarik akarnya pasti hasilnya = ...a.

Berapa besar koefisien dari a setelah √ ditarik akarnya? Koefisien a pada xy adalah 1 kali atau

sehingga kalau ditarik akarnya maka hasilnya lebih dari 1 tapi pasti kurang dari

Mengapa koefisien a pada √ lebih dari 1? Misalnya koefisien a pada √ sama dengan 1 berarti koefisien a pada xy adalah 1.1= 1, padahal koefisien a pada xy adalah 1. = > 1 Terjadi kontradiksi. Jadi koefisien a pada √ lebih dari 1.

Mengapa koefisien a pada √ kurang dari ? Misalnya koefisien a pada √ sama dengan berarti koefisien a pada xy adalah . =

> , padahal koefisien a pada xy adalah 1. = Terjadi kontradiksi. Jadi koefisien a pada √ kurang dari .

Karena 1 < koefisien a pada √ < sedangkan a, maka hasil dari √ kurang dari y.17

Soal di atas adalah soal yang diproyeksikan untuk menggali atau melatih dan mengukur kemampuan penalaran siswa. Walaupun dalam menjawab soal di atas siswa tak dapat lepas dari konsep menarik akar kuadrat pada bentuk aljabar, namun pertanyaan dalam soal menuntut siswa untuk melakukan proses berpikir yang secara spesifik menjadi tuntutan salah satu indikator tujuan penalaran. Penyelesaian soal tersebut menuntut kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan

17

Sri Wardhani, Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika, (Yogyakarta : Pusat

(31)

berdasarkan data x dan y yang diketahui dan kemampuan memberikan alasan logis.

Kemampuan memberi alasan logis yang ingin dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu kemampuan siswa dalam bernalar untuk berpikir mengapa informasi atau cara tersebut yang digunakan ketika menyelesaikan soal sehingga berpengaruh pada benar atau tidaknya jawaban yang diperoleh.

2.

Strategi Pemecahan Masalah

Working Backward

a. Pengertian Strategi

Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (yang diinginkan). Hal senada juga dikemukakan oleh Djamarah bahwa secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.18

Joni berpendapat bahwa yang dimaksud strategi adalah suatu prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang konduktif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.19

Kozna secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.20

Dick dan Carey menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu.21

18

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran : Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam

Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet.I, h.131.

19

Hasan Basri, Landasan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), Cet.I, h.199.

20

Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang

Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.1 21

(32)

Strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal.22

Jadi strategi pembelajaran adalah segala rencana tahapan kegiatan yang dipersiapkan guru berguna untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tercipta suasana pembelajaran yang nyaman.

b. Strategi Pemecahan Masalah

Sebagian besar ahli pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau ditanggapi tetapi mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan selalu akan menjadi masalah.

Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku. 23

Menurut Robert Harris menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah pengelolaan suatu problem sehingga berhasil memenuhi tujuan yang ditetapkan untuk melakukannya.24

Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran matematika yaitu:

1) problem solving sebagai tujuan (as a goal)

2) problem solving sebagai proses (as a process), dan

22

Suparni. Ibrahim, Strategi Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 50.

23

Fadjar Shadiq, “Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran

Matematika”, 2012,

(http://p4tkmatematika.org/downloads/smp/PenalaranPemecahanMasalah.pdf). 24

Sri Wardhani dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SMP,

(33)

3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a basic skill). 25 Menurut Lenchner memecahkan masalah matematika adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam proses baru yang belum dikenal.26

Pemecahan masalah matematika sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk menemukan kembali dan memahami materi/konsep/prinsip matematika.27

Pemecahan masalah merupakan proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.28

Leeuw mengemukakan bahwa belajar pemecahan masalah pada hakikatnya adalah belajar berpikir (learning to think) dan belajar bernalar (leraning to reason) untuk mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh dalam rangka memecahkan masalah yang belum pernah dijumpai.29

Jadi strategi pemecahan masalah adalah segala rencana tahapan kegiatan yang dipersiapkan guru berguna untuk siswa dalam proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dan kerja keras untuk memahami konsep dan mengelola suatu masalah.

Di dalam matematika, suatu pertanyaan atau soal dibedakan menjadi dua macam yaitu rutin dan nonrutin. Pertanyaan atau soal rutin merupakan soal yang sudah biasa dikerjakan siswa melalui aturan atau hukum tertentu yang dapat segera digunakan untuk memecahkan soal tersebut. Sedangkan pertanyaan atau soal nonrutin merupakan soal yang tidak segera ditemukan jawabannya karena adanya tantangan serta belum diketahui prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang akan

25

Sumardyono, “Pengertian Dasar Problem Solving”, 2012, (http://erlisilitonga.files.wordpress.com/2011/12/pengertiandasarproblemsolving_smd.pdf).

26

Sri Wardhani dkk, loc. cit.

27

Rochman Natawidjaja dkk, loc. cit.

28

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, (Bandung: UPI Press,

2006), Cet.I, h.7. 29

Lia Kurniawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP ALGORITMA

(34)

diberikan kepada siswa akan menentukan iya atau tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanya suatu pertanyaan biasa. Oleh karena itu, suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seseorang siswa dan akan menjadi pertanyaan biasa bagi siswa lainnya jika ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.

Dalam penelitian ini masalah matematika yang penulis maksud adalah pertanyaan atau soal nonrutin.

c. Tahap Pembelajaran Strategi Pemecahan Masalah

Berbicara tentang pemecahahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya, yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu : (1) understand the problem, (2) make a plan, (3) carry out plan, dan (4) looking back.30

1) Memahami Masalah : Pada langkah ini, siswa atau guru harus dapat menentukan dengan jelas apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Hal-hal penting lebih baik dicatat, dibuat tabelnya, ataupun dibuat sketsa atau grafiknya.

2) Merencanakan Pemecahannya : Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat mengaitkan masalah yang ada menjadi masalah matematika. Pada tahap ini para siswa akan belajar untuk dapat mengaitkan masalah yang ada dengan konsep atau pengetahuan matematika dan mengubah masalah tersebut menjadi masalah matematika. Istilah lain yang digunakan untuk langkah ini adalah pemodelan (modelling), membuat alternatif pemecahan, dan menyusun prosedur kerja untuk dipergunakan dalam pemecahan masalah. Ada banyak cara atau strategi untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika seseorang telah menguasai

30

(35)

berbagai cara untuk menyelesaikan suatu masalah maka ia akan semakin terampil dalam menentukan strategi yang tepat dan cepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

3) Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana Langkah Kedua : Pada langkah ini, siswa atau guru harus dapat memecahkan masalah yang sudah diubah menjadi masalah matematika. Setelah menentukan strategi apa yang cocok untuk penyelesaian suatu masalah, langkah selanjutnya adalah mencari solusi dari permasalahan tersebut sesuai dengan strategi yang direncanakan. 4) Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh (Looking Back) : Pada

tahap ini dilakukan interpretasi jawaban melalui perwujudan kembali, memeriksa jawaban dan permasalahannya, serta mengevaluasi langkah-langkah pengerjaan secara keseluruhan.

d. Macam-macam Strategi Pemecahan Masalah

Beberapa strategi pemecahan masalah yang mungkin diperkenalkan pada anak sekolah antara lain: 31

a) Strategi Act It Out : Strategi ini dilakukan dengan cara menggunakan gerakan-gerakan fisik atau dengan menggerakkan benda-benda kongkrit.

b) Membuat Gambar atau Diagram (Draw a picture) : Pada saat guru mengajarkan strategi ini, hal yang perlu diperhatikan bahwa gambar atau diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu rinci.

c) Menemukan pola (Look a pattern) : Proses menemukan suatu pola dari sejumlah data yang diberikan dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan.

31

Tatang Herman, Strategi Pemecahan Masalah (Problem-Solving) dalam Pembelajaran

(36)

d) Membuat tabel : Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu dalam mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap.

e) Memperhatikan semua kemungkinan secara sistematik : Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel.

f) Tebak Periksa (Guess and Check) : Strategi menebak yang dimaksudkan dalam strategi ini yaitu menebak yang didasarkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian.

g) Strategi Bekerja Mundur (Working backward) : Suatu masalah terkadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal. Penyelesaian masalah seperti ini biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan strategi bekerja mundur.

h) Menentukan yang diketahui, yang ditanyakan, dan informasi yang diperlukan : Strategi ini merupakan cara penyelesaian yang cukup dikenal sehingga banyak terdapat dalam buku-buku matematika termasuk dalam buku paket matematika untuk sekolah dasar di Indonesia.

i) Menggunakan Kalimat Terbuka : Strategi ini juga termasuk sering diberikan dalam buku-buku matematika sekolah dasar akan tetapi pada langkah awal anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai.

(37)

k) Mengubah sudut pandang : Waktu kita mencoba menyelesaikan masalah, sebenarnya kita mulai dengan suatu sudut pandang tertentu atau mencoba menggunakan asumsi-asumsi tertentu.

e. Pengertian Strategi Pemecahan Masalah Working Backward

Pada penelitian ini peneliti akan mengambil fokus pada strategi pemecahan masalah dengan bekerja mundur (Working Backward). Pelaksanaan strategi working backward terdapat pada langkah kedua dalam strategi memecahkan masalah menurut Polya yaitu menyusun rencana.

Working Backward merupakan salah satu metode Heuristic yang terlihat amat singkat. Dengan strategi ini, pencarian untuk suatu solusi dimulai dari suatu tujuan dan kemudian bekerja mundur ke belakang (backward) terhadap hal-hal yang sudah ada.32

Salah satu tipe strategi pemecahan masalah (problem solving) yaitu working backward, artinya bekerja mundur. Strategi pemecahan masalah working backwardmenurut Blake’s Topic Bank seperti dalam paragraf di bawah ini:

The strategy of working backwards is used to solve problems that include a number of linked factors or events, where some of the information has not been provided, usually at the beginning of the problem. To solve these problems it is usually necessary to start with the answer and work methodically backwards to fill in the missing information.33

Artinya strategi bekerja mundur digunakan untuk memecahkan masalah yang mencakup sejumlah faktor terkait atau beberapa peristiwa, dimana beberapa informasi yang biasanya diketahui pada awal permasalahan tidak diberikan. Untuk mengatasi masalah tersebut

32

Dwi Riyanti dkk, Seri Diktat Kuliah: Psikologi Umum 1 Universitas Gunadarma,

(http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum_1/Bab_7.pdf). 33

Sharon Shapiro, Problem Solving Working Backwards Blake Education, 2011,

(38)

biasanya memulai dengan jawaban dan bekerja mundur untuk mengisi informasi yang hilang.

Terkadang banyak manipulasi juga dalam masalah matematika lain yang sukar dikerjakan dengan bergerak ke depan (yaitu memulai dari data menuju ke hasil), namun begitu mudah diselesaikan setelah kita mencoba bergerak dari belakang (mulai dari hasil menuju data).

Strategi working backward sangat berguna dalam berurusan dengan situasi atau urutan peristiwa. Terjadi satu demi satu dan setiap tahap, atau bagian informasi, yang dipengaruhi oleh apa yang diketahui berikutnya. Siswa mulai dari akhir, dengan tindakan akhir, dan bekerja melalui proses dalam urutan terbalik untuk menyusun apa yang terjadi dalam suatu peristiwa.

Strategi working backward dalam pembelajaran matematika khususnya yaitu menurut Shana Field, strategi working backward pada dasarnya membahas persamaan aljabar langkah demi langkah34 dan menurut Sharon Shapiro, ketika bekerja dengan strategi working backward, kita akan menggunakan lawan (kebalikan) dari suatu operasi hitung matematika. Misalkan, jika suatu masalah matematika mengharuskan kita untuk menambahkan sesuatu maka ketika menggunakan strategi bekerja mundur kita harus menguranginya dengan sesuatu tersebut, atau jika mengharuskan kita mengalikannya, maka ketika menggunakan strategi bekerja mundur kita harus membaginya dengan sesuatu tersebut.35

Dengan demikian, strategi pemecahan masalah working backward yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi untuk memecahkan masalah matematika dengan bekerja dari hal yang ditanyakan kemudian ditelusuri sampai menuju hal yang diketahui dengan menggunakan aljabar dan operasi matematika sehingga memperoleh hasil tahap demi tahap untuk mencapai tujuan

34

Shana Fields dan George Mitesser, “Working Backward” dari

http://www.docstoc.com/docs/112522255/Group-7-Working-Backwards 1 Mei 2014 35

(39)

f. Tahap-tahap Pembelajaran Strategi Pemecahan Masalah Working Backward

Komponen utama dari working backward memuat tiga komponen sebagaimana dikemukakan oleh Eeden yaitu:

a. First ask yourself ‘What is my goal?’

b. Then you ask yourself ‘What are the means to achieve this goal?’ c. Then solve or find as much means necessary to solve you goal.36 Dengan kata lain, tiga komponen yang dimaksud di atas yaitu; a. Menentukan tujuan yang ingin dicapai

b. Menentukan informasi atau cara yang dibutukan untuk mencapai tujuan

c. Menggunakan informasi atau cara yang diperoleh untuk mencapai tujuan

Langkah-langkah penyelesaian masalah dengan strategi pemecahan masalah working backward, yaitu: 37

1) Membaca masalah dengan teliti, menemukan atau mencari informasi penting, menandai atau menuliskan informasi penting tersebut.

2) Mengidentifikasi masalah apa yang ingin diselesaikan. 3) Menentukan kata kunci.

4) Membuat sketsa atau diagram dari masalah tersebut untuk membantu dalam memahami masalah (jika diperlukan).

5) Bekerja dari informasi terakhir yang diketahui (bekerja mundur) sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.

6) Gunakan aljabar dan lawan operasi bilangan matematik ketika bekerja mundur.

7) Menuliskan cara menyelesaikan masalah.

36Knud van Eeden, “Problem Solving: Meth

od: Working backwards: What is the working

backward from solution method?” dari

http://www.knudvaneeden.com/links/problem/solving/method/heuristic/working/backwards/what/i s/the/working/backward/from/solution/method/01/01.htm 1 Mei 2014

37

(40)

8) Mempertimbangkan jawaban yang didapat masuk akal dan sesuai dengan masalah atau tidak kemudian memeriksa kembali jawaban dari langkah awal hingga langkah terakhir.

Langkah-langkah penyelesaian masalah dengan strategi working backward tersebut jika diterapkan dalam langkah-langkah pemnyelesaian menurut Polya, maka poin nomor 1 dan 2 pada langkah-langkah di atas termasuk ke dalam tahap memahami masalah. Poin nomor 3 termasuk ke dalam tahap merencanakan masalah. Poin nomor 4 sampai dengan nomor 7 termasuk ke dalam tahap menyelesaikan masalah. Poin nomor 8 termasuk ke dalam tahap memeriksa kembali.

Adapun tahap-tahap dalam pembelajaran yang menggunakan strategi pemecahan masalah working backward dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Siswa menyimak penjelasan singkat dari guru mengenai suatu materi pelajaran.

2. Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 atau 5 orang dengan kemampuan heterogen.

3. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disusun berdasarkan langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Polya dan soal-soal yang diberikan yang pengerjaannya menggunakan strategi working backward.

4. Setiap siswa saling berdiskusi dalam kelompok untuk mengerjakan LKS tersebut.

5. Setelah selesai berdiskusi, beberapa perwakilan kelompok mengemukakan pendapat dan solusi dari permasalahan yang diberikan serta mempresentasikan hasil pekerjaan yang dibuat. 6. Kelompok lainnya dan guru menanggapi dan memperbaiki jika ada

(41)

g. Contoh Soal dalam Strategi Pemecahan Masalah Working Backward

John berusia 4 tahun lebih muda dari daripada Carmel tetapi Jane berusia 24 tahun lebih tua daripada Carmel. Jika usia Jane 35 tahun maka berapakah usia John?38

Jawab :

Memahami masalah:

Apa yang diketahui dari masalah tersebut?

John berusia 4 tahun lebih muda dari daripada Carmel Jane berusia 24 tahun lebih tua daripada Carmel usia Jane 35 tahun

Apakah yang ingin dicari (tujuan) dari masalah tersebut? Berapakah usia John?

Merencanakan masalah

Mulai dari hal yang ditanyakan yaitu usia John.  Menyelesaikan masalah

Misalkan usia John = A, usia Carmel = B, usia Jane = C

Usia John 4 tahun lebih muda daripada Carmel, maka A = B – 4 Usia Jane 24 tahun lebih tua daripada Carmel, maka B = C – 24 Usia Jane 35 tahun, maka C = 25

A = B – 4 A = (C – 24) – 4 A = (35 – 24) – 4 A = 11 – 4 A = 7

A = Usia John = 7 tahun  Memeriksa kembali

Misalkan usia John = A, usia Carmel = B, usia Jane = C Usia Jane 35 tahun

38

Sharon Shapiro, Problem Solving Working Backwards Blake Education, 2011,

(42)

C = 25

Usia Jane 24 tahun lebih tua daripada Carmel, maka B = C – 24 B = C – 24

B = 35 – 24 B = 11

Usia John 4 tahun lebih muda daripada Carmel, maka A = B – 4 A = B – 4

A = 11 – 4 A = 7

Jadi benar usia John adalah 7 tahun.

3.

Pembelajaran Konvensional

Konvensional menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti tradisional. Pembelajaran konvensional merupakan strategi pembelajaran yang masih banyak dan biasa diterapkan oleh guru-guru di sekolah. Menurut Djamarah, metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.39 Oleh sebab itu dalam prakteknya strategi pembelajaran yang lebih banyak digunakan oleh guru adalah strategi pembelajaran ekspositori dimana guru lebih banyak berbicara atau ceramah di dalam kelas sedangkan siswa wajib mendengarkan penjelasan yang diberikan guru.

Dalam penelitian ini strategi pembelajaran konvesional yang dilaksanakan adalah strategi pembelajaran ekspositori, hal ini karena di sekolah tersebut menerapkan strategi ekspositori.

39

Muhammad Kholik, Metode Pembelajaran Konvensional, 2011,

(43)

Wina Sanjaya mendefinisikan strategi pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Dengan strategi ini materi pelajaran disampaikan secara langsung, dan siswa tidak dituntut untuk menemukan materi tersebut.40

Dalam pendekatan ekspositori ini Syamsudin Makmum mengemukakan bahwa guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib. Secara garis besar prosedurnya ialah:41

2. Persiapan (preparation) : guru menyiapkan bahan secara lengkap dan sistematik.

3. Pertautan (apperception) : guru bertanya atau memberi uraian untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang diajarkan.

4. Penyajian (presentation) : guru menyajikan materi dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa membaca buku teks

5. Evaluasi (recitation) : guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau siswa diminta menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri.

Strategi ekspositorik yaitu guru yang mencari dan mengelola bahan pelajaran yang kemudian menyampaikannya kepada siswa.42

Jadi, pembelajaran konvensional dalam hal ini adalah pembelajaran ekspositori yaitu pembelajaran dengan proses penyampaian materi secara lisan dimana siswa juga harus mengingat dan menghafal materi tersebut disertai pemberian tugas dan latihan.

40

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

Kencana,2010), h. 179. 41

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan

Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.79. 42

(44)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan strategi pembelajaran konvensional yaitu strategi pembelajaran ekpositori ketika menjelaskan konsep dan pada saat latihan menyelesaikan masalah matematikanya menggunakan salah satu strategi pemecahan masalah yaitu menentukan yang diketahui, yang ditanya, dan informasi yang dibutuhkan.

B.

Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan dapat didukung salah satu hasil penelitian dalam jurnal ALGORITMA yang berjudul “Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP” oleh Lia Kurniawati menyatakan bahwa siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pemecahan masalah memiliki skor rata-rata yang lebih besar dalam semua aspek baik pemahaman, penalaran, maupun secara keseluruhan dari pada siswa yang pembelajarannya secara biasa/konvensional.43

Hasil Penelitian Yanto Permana dan Utari Sumarmo yang ditulis dalam jurnal EDUCATIONIST yang berjudul “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”44, diperoleh hasil bahwa ternyata kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukayasa tentang ”Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Fase-Fase Polya untuk Meningkatkan Kompetensi Penalaran Siswa SMP dalam Memecahkan

43

Lia Kurniawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP, ALGORITMA,

vol.1 No.1 Juni 2006. 44

Yanto Permana dan Utari Sumarmo,“Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan

Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, EDUCATIONIST,

(45)

Masalah Matematika”45

, dijelaskan bahwa dari penelitian ini menghasilkan suatu model pembelajaran berbasis fase-fase Polya untuk meningkatkan kompetensi siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika lalu dengan mengimplementasikan model pembelajaran ini maka guru dapat memotivasi siswanya untuk berpikir kreatif, mengemukakan ide atau gagasan dan meningkatkan kemampuan bernalarnya.

C.

Kerangka Berpikir

Matematika sangat erat hubungannya dengan kemampuan penalaran. Penalaran (reasoning) merupakan proses berpikir yang lebih tinggi dari pemahaman. Penalaran juga diartikan cara berpikir dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifatnya kemudian dapat menarik kesimpulan. Kemampuan penalaran mempunyai beberapa indikator, salah satunya yaitu memberi alasan logis. beberapa aspek dalam memberi alasan logis yaitu memahami masalah, bernalar, merencanakan penyelesaian masalah, dan memberi alasan mengapa cara atau informasi tersebut yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah terkadang siswa hanya diberi penjelasan tentang rumus atau cara mengerjakan soal kemudian diberi latihan tanpa mengerti mengapa rumus atau cara tersebut yang digunakan atau ketika menemukan soal yang non-rutin siswa tidak dapat mengerjakannya karena tidak dapat memberi alasan logis terhadap permasalahan yang diberikan sehingga berpengaruh pada benar atau tidaknya jawaban yang diperoleh. Oleh karena itu, penting bahwa siswa memiliki kemampuan memberi alasan logis, maka guru harus berusaha memberi pembelajaran siswa untuk memiliki kemampuan memberi alasan logis.

Untuk mengembangkan kemampuan memberi alasan logis siswa memerlukan strategi pembelajaran yang sesuai maka guru perlu menyiapkan

45

Sukayasa, “Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Fase-Fase Polya untuk

(46)

strategi pembelajaran yang efektif. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penalaran yaitu strategi pemecahan masalah working backward didesain untuk mengarahkan siswa dalam proses memecahkan masalah melalui hal yang ditanyakan kemudian ditelusuri sampai hal yang diketahui informasi yang terakhir diketahui dengan bantuan aljabar dan operasi matematika untuk memperoleh hasil tahap demi tahap.

Str

Gambar

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa
tabel berikut.
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Non-Tes Melalui Wawancara dengan Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh hasil penelitian yaitu: (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model PBM lebih tinggi

penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah dan berpikir logis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan strategi RAVE CCC lebih baik daripada siswa

data atau informasi secara lengkap yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah - Membuat model matematika yang kurang lengkap atau kurang tepat - Menggunakan

strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang dalam. pembelajarannya menggunakan

Karakteristik dari strategi scaffolding adalah guru berusaha menstimulir siswa untuk berfikir aktif, menjaga suasana bebas dan mendorong siswa untuk berani

Sikap positif siswa daalam menghargai pelajaran matematika dapat ditunjukkan dengan rasa percaya diri dalam memecahkan masalah matematis, fleksibilitas atau sikap

Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Matematika (Studi Eksperimen di Kelas

Hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa dengan tingkat kecemasan tinggi Berdasarkan gambar 1, dapat diamati bahwa pada indikator 1 dari kemampuan memecahkan masalah matematis,