PERUBAHAN PERILAKU PADA REMAJA PENDERITA MIGREN SETELAH MENDAPAT TERAPI PROFILAKSIS AMITRIPTILIN
TESIS
PRANOTO TRILAKSONO 067103008/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERUBAHAN PERILAKU PADA REMAJA PENDERITA MIGREN SETELAH MENDAPAT TERAPI PROFILAKSIS AMITRIPTILIN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (M. Ked. Ped) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
PRANOTO TRILAKSONO 067103008
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Perubahan perilaku pada remaja penderita
migren setelah mendapat terapi profilaksis
amitriptilin
Nama : Pranoto Trilaksono
Nomor Induk Mahasiswa : 067103008
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Iskandar Z. Lubis, SpA(K)
Anggota
Dr. Sri Sofyani, SpA(K)
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)
PERNYATAAN
PERUBAHAN PERILAKU PADA REMAJA PENDERITA MIGREN SETELAH MENDAPAT TERAPI PROFILAKSIS AMITRIPTILIN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, 30 April 2010
Telah diuji pada
Tanggal : 3 Mei 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Iskandar Z. Lubis, SpA(K) ...
Anggota : 1. Prof. Dr. Rafita Ramayati, SpA(K) ...
2. Dr. Sri Sofyani, SpA(K) ...
3. Dr. Melda Deliana, SpA(K) ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di
FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. Iskandar Z. Lubis, SpA(K), Dr. Sri Sofyani
SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran
yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
2. Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K), Dr.Yazid Dimyati, SpA dan Dr.
Johannes H. Saing, SpA yang telah sangat banyak membimbing serta
3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan
Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K),
sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Kepala BIKA
Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode
2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan periode 2006-2009, yang telah memberikan bantuan dalam
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP
H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini
6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,
DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis
Anak di FK- USU
7. Para kepala sekolah dan guru-guru Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Kejuruan
setingkat SMP dan SMA, meliputi Tsanawiyah Ar-Rhaudhatul
Hasanah, Aliyah Ar-Rhaudhatul Hasanah, SMP Pencawan, SMU
dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan
baik.
8. Rekan-rekan satu angkatan pendidikan Anna T, Astri NZ, Yulia LD,
Fellycia T, Jeanida M, Erlina MN dan Armila R yang selama empat
tahun bersama-sama dalam suka dan duka. Serta teman sejawat
PPDS BIKA terutama semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya
penelitian serta penulisan tesis ini.
9. Teristimewa kepada yang tercinta Ayahnda Soedomo, Ibunda Esti
Hendrawati (alm), isteri dan anak-anak tercinta dr.Hj.Khairur Rahmah,
Raisa Khairuni, Hasabi Pratomo Trilaksono, dan Hilman Hawali
Trilaksono juga Abangnda yang selalu mendoakan, memberikan
dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti
pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan
selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang
telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, April 2010
DAFTAR ISI
Daftar Gambar xii
Daftar Singkatan dan Lambang xiii
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku 6 2.7. Amitriptilin sebagai terapi preventif migren 16 2.8. Penilaian perilaku 18
2.10 Kerangka Konseptual 19
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian 20
3.2. Tempat dan Waktu penelitian 20
3.3. Populasi dan sampel 20
3.4. Perkiraan Besar Sampel 20
3.5. Kriteria Penelitian 22
3.6. Persetujuan/Informed consent 23
3.7. Etika Penelitian 24
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 24
3.9. Identifikasi Variabel 25
3.10. Definisi Operasional 26
3.11. Pengolahan dan Analisis Data 27
BAB 4. HASIL PENELITIAN 28
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 39
6.2 Saran 39
Ringkasan 40
Summary 43
Daftar Pustaka 46
Lampiran
1. Surat Pernyataan Kesediaan 50 2. Lembar Penjelasan 51 3. Lembar Kuesioner 52
4. PedMIDAS 53
5. Lembar Persetujuan Komite Etik 53
6. Data antropometrik 55
7. Diagnosa migren 58
8. CBCL 60
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 29
Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya migren 30
Tabel 4.3. Perbandingan proporsi anak setelah intervensi 31
Tabel 4.4. Perbandingan rerata skor T CBCL setelah 32
Intervensi
Tabel 4.5. Perbandingan rerata skor T CBCL sebelum 32
dan sesudah intervensi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Rumus bangun amitriptilin 16
Gambar 2.2. Kerangka konseptual 19
DAFTAR SINGKATAN
AAN : American Academy of Neurology
bb : berat badan
cm : centi meter
CGRP : calcitonin gene-related peptide CI : confident interval
PedMIDAS : Pediatric Migraine Disability Assessment CBCL : Child Behavior Check List TCA : Tricyclic Antidepressants
DAFTAR LAMBANG
: Kesalahan tipe I : Kesalahan tipe II n : Jumlah subjek / sampel P : Proporsi
P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II
Q : 1 – P
Q1 : 1 – P1
Q2 : 1 – P2
z : Deviat baku normal untuk z : Deviat baku normal untuk
p : Tingkat kemaknaan
X2 : Kai kuadrat > : Lebih besar dari < : Lebih kecil dari
ABSTRAK
Latar belakang. Migren merupakan fenomena yang sering dialami dan beberapa penelitian mendeskripsikan adanya karakteristik kepribadian dan tingkah laku yang berkaitan dengan kejadian migren.
Tujuan. Untuk mengetahui perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi propilaksis amitriptilin.
Metode. Uji klinis acak tersamar tunggal dilaksanakan di Medan provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2009 - Desember 2009. Migren ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan neurologi yang mendasarinya dan pemeriksaan frekuensi, durasi serta severity migren berdasarkan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS).kemudian secara acak dibagi atas kelompok intervensi yang mendapat terapi amitriptilin 10 mg/hari dan kelompok plasebo. Terapi diberikan selama 3 bulan. Orang tua diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List (CBCL) sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.
Hasil. Setelah 6 bulan, 98 anak mengikuti penelitian sampai akhir dengan umur 12-19 tahun (rata-rata 15,0 tahun). Tampak perbedaan yang bermakna pada skor T internalisasi antara kelompok amitriptilin dan plasebo (p=0.016). Perbedaan bermakna juga pada withdrawn dan somatic complaint antara kedua kelompok (p=0.015 dan p=0.001). Tidak dijumpai perbedaan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah intervensi antara kedua kelompok. Dijumpai penurunan skor T internalisasi, skor T total, withdrawn dan somatic complaint yang bermakna secara statistik pada kelompok amitriptilin setelah intervensi (p<0,05) dibandingkan sebelum intervensi dan tidak dijumpai perubahan bermakna pada kelompok plasebo.
Kesimpulan. Pada kelompok amitriptilin didapati penurunan skor T CBCL yang bermakna setelah intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah internalisasi, withdrawn dan somatic complaint.
ABSTRACT
Background. Migraine is a frequent phenomenon and several studies describe the personality characteristics and behaviors associated with incident migraine.
Objective. To investigate whether therapy prophylaxis with amitriptyline has an effect on behavior of children with migraine.
Methode. We conducted a single-blind randomized placebo-controlled clinical trial study in Medan, province of Sumatera Utara from July 2009 until December 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg per day of amitriptyline or placebo for 12 weeks. Headache frequency was measured in headache days per month. Duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The behavior were evaluated with Child Behavior Check List (CBCL) before and 6 months after intervention.
Results. After 6 months, A total of 98 patients, ranging in age from 12 – 19 years (mean age 15.0 years) were enrolled to the study. There was no significant difference on score between amitriptyline and placebo group after intervention. There was statistically significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint score of treatment group with amitriptyline after intervention (p<0,05) and there was no significant decreased in the placebo group.
Conclusion. There was significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint of CBCL scores in children who was on the treatment group with amitriptyline.
ABSTRAK
Latar belakang. Migren merupakan fenomena yang sering dialami dan beberapa penelitian mendeskripsikan adanya karakteristik kepribadian dan tingkah laku yang berkaitan dengan kejadian migren.
Tujuan. Untuk mengetahui perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi propilaksis amitriptilin.
Metode. Uji klinis acak tersamar tunggal dilaksanakan di Medan provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2009 - Desember 2009. Migren ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan neurologi yang mendasarinya dan pemeriksaan frekuensi, durasi serta severity migren berdasarkan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS).kemudian secara acak dibagi atas kelompok intervensi yang mendapat terapi amitriptilin 10 mg/hari dan kelompok plasebo. Terapi diberikan selama 3 bulan. Orang tua diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List (CBCL) sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.
Hasil. Setelah 6 bulan, 98 anak mengikuti penelitian sampai akhir dengan umur 12-19 tahun (rata-rata 15,0 tahun). Tampak perbedaan yang bermakna pada skor T internalisasi antara kelompok amitriptilin dan plasebo (p=0.016). Perbedaan bermakna juga pada withdrawn dan somatic complaint antara kedua kelompok (p=0.015 dan p=0.001). Tidak dijumpai perbedaan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah intervensi antara kedua kelompok. Dijumpai penurunan skor T internalisasi, skor T total, withdrawn dan somatic complaint yang bermakna secara statistik pada kelompok amitriptilin setelah intervensi (p<0,05) dibandingkan sebelum intervensi dan tidak dijumpai perubahan bermakna pada kelompok plasebo.
Kesimpulan. Pada kelompok amitriptilin didapati penurunan skor T CBCL yang bermakna setelah intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah internalisasi, withdrawn dan somatic complaint.
ABSTRACT
Background. Migraine is a frequent phenomenon and several studies describe the personality characteristics and behaviors associated with incident migraine.
Objective. To investigate whether therapy prophylaxis with amitriptyline has an effect on behavior of children with migraine.
Methode. We conducted a single-blind randomized placebo-controlled clinical trial study in Medan, province of Sumatera Utara from July 2009 until December 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg per day of amitriptyline or placebo for 12 weeks. Headache frequency was measured in headache days per month. Duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The behavior were evaluated with Child Behavior Check List (CBCL) before and 6 months after intervention.
Results. After 6 months, A total of 98 patients, ranging in age from 12 – 19 years (mean age 15.0 years) were enrolled to the study. There was no significant difference on score between amitriptyline and placebo group after intervention. There was statistically significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint score of treatment group with amitriptyline after intervention (p<0,05) and there was no significant decreased in the placebo group.
Conclusion. There was significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint of CBCL scores in children who was on the treatment group with amitriptyline.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Nyeri kepala merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia (greatest
shared human affliction),1 dan merupakan salah satu masalah yang sering
terjadi pada anak dan remaja dimana dapat mengganggu pelajaran dan
aktifitasnya.2 Nyeri kepala merupakan salah satu penyakit yang
menyebabkan seorang anak sering dirujuk ke dokter ahli neurologi anak.3
Insidens nyeri kepala pada anak dan remaja berkisar antara 20% sampai
55%. Prevalensinya meningkat pada anak menjelang remaja, 75% pada anak
usia 15 tahun dan 40% pada anak usia 7 tahun.1
World Federation of Neurology, menyatakan migren adalah suatu
kelainan yang bersifat familial dengan adanya serangan nyeri kepala yang
berulang dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Pada
umumnya serangan migren bersifat unilateral, berdenyut, disertai hilangnya
nafsu makan, mual, muntah, dan membaik setelah tidur.1 Pada penderita
migren dengan atau tanpa aura dapat dijumpai gangguan internalisasi
perilaku.4,5 Migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling penting dan
sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran anak di sekolah.1,5,6
Migren merupakan fenomena umum pada anak namun masih sedikit diteliti.7
Anttila dkk melaporkan peningkatan insidens migren pada anak yang luar
14,5 per 1000 menjadi 91,9 per 1000 tahun 2002 yang diakibatkan
perubahan pola hidup anak.8
Migren merupakan fenomena yang sering dialami dan beberapa
penelitian mendeskripsikan adanya karakteristik kepribadian dan tingkah laku
yang berkaitan dengan kejadian migren.9 Tingkah laku atau perilaku
didefinisikan secara luas sebagai semua aktifitas organisme yang
menunjukkan fungsi fisiologis sederhana yang dibutuhkan untuk menjalani
hidup.10 Pertama kali dilaporkan oleh Harold Wolff bahwa orang yang
mengalami migren memiliki karakteristik lembut, pemalu, menarik diri, tenang,
sopan, berkelakuan baik, teliti, bertanggung jawab, banyak pikiran dan patuh
yang berlebihan kepada orang tua, kadang - kadang perilaku ini bersamaan
dengan sikap keras kepala, kaku (tidak fleksibel).9
Selain itu sering jzuga menunjukkan karakteristik kepribadian seperti
sangat teliti, konvulsif, kematangan jiwa yang tidak sesuai dengan usia,
berusaha keras untuk menonjol di sekolah dan menjadi yang disenangi di
rumah. Sebagai tambahan, umumnya mereka kesulitan untuk menunjukkan
rasa marah .11
Terapi migren bisa dilakukan secara akut (abortif) dan profilaksis
(preventif). Anak yang seringkali mengalami serangan biasanya memerlukan
keduanya. Terapi akut bertujuan untuk menghentikan atau melakukan
prevensi progresi migren atau mengurangi nyeri kepala. Terapi preventif
frekuensi dan beratnya serangan migren.5,11 Terapi profilaksis migren pada
anak sulit dimengerti dan masih sedikit diteliti. 8,12 Terdapat dua pertiga
penderita terjadi pengurangan frekuensi migren setelah mendapat terapi
profilaksis. 12
Amitriptilin menurut United State. Headache Consortium
Recommendations, American Academy of Neurology, American Academy of
Family Physicians (AAFP) dan American College of Physicians-American
Society of Internal Medicine (ACP-ASIM) bermanfaat untuk pencegahan
migren pada dewasa, sedang pada anak walaupun penggunaan obat ini
sebagai preventif serangan migren sudah sangat berkembang, namun belum
mendapat persetujuan dari Food and Drugs Administration (FDA) karena
belum mempunyai data yang memadai dibandingkan penggunaannya pada
orang dewasa.13-19
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yaitu
apakah ada perbedaan perilaku pada remaja penderita migren setelah
pemberian terapi profilaksis amitriptilin ?
1.3. Hipotesis
Ada perbedaan perilaku pada remaja penderita migren setelah pemberian
terapi profilaksis amitriptilin.
1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan
perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi propilaksis
amitriptilin .
1.5. Manfaat
1.5.1. Manfaat dalam bidang akademik atau ilmiah
- Untuk mengetahui gambaran jumlah remaja yang menderita migren
pada populasi penelitian.
- Untuk mengetahui bagaimana perilaku remaja yang menderita
migren
- Untuk mengeetahui adakah manfaat pemberian terapi profilaksis
amitriptilin terhadap perilaku remaja.
1.5.2. Manfaat dalam pelayanan masyarakat
Meningkatkan kwalitas pelayanan kesehatan khususnya peran
profilaksis amitriptilin dalam mengobati migren pada remaja.
1.5.3. Manfaat dalam pengembangan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lebih
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Definisi perilaku
Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan manusia serta dapat diamati
secara langsung.20 Walgito (1994) mengemukakan bahwa perilaku dalam
pengertian yang luas meliputi perilaku yang tampak (overt behavior) dan
perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Menurut Woodworth dan
Marquis yang dikutip oleh Walgito B, mengemukakan bahwa hal ini meliputi
aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional.21
2.1.2. Proses terjadinya perilaku
Pendekatan ’neuroscience’ perilaku menekankan bahwa otak dan sistem
saraf merupakan pusat dari pemahaman akan perilaku, pikiran dan emosi.
Para ahli ’neuroscience’ percaya bahwa dasar fisik dari pikiran dan emosi
berada di otak. Impuls elektrik melalui sel otak, melepaskan substansi kimia
yang memungkinkan manusia untuk berfikir, merasa dan berkelakuan.20
Dua sistem utama yang mengatur perilaku adalah sistem aksi saraf
dan endokrin. Selain itu faktor herediter dan evolusi manusia juga
mempengaruhi perilaku.22 Otak dan sistem saraf memandu interaksi
manusia dengan dunia sekitar, menggerakkan tubuh manusia dan
Neuron mengirimkan informasi melalui axon dalam bentuk impuls
elektrik atau bergelombang. Untuk bergerak dari satu neuron ke neuron yang
lain, informasi harus diubah dari impuls elektrik menjadi pesan kimia yang
disebut neurotransmiter. Pada sinaps, dimana neuron bertemu,
neurotransmiter dilepaskan ke dalam celah sempit yang memisahkannya.
Dalam dekade terakhir ini, para ahli psikobiologi telah mengidentifikasi
ratusan neurotransmitter.22
Tiga bagian utama otak adalah hindbrain, midbrain dan forebrain.
Hindbrain terdiri atas medula (berperan dalam pengaturan pernafasan dan
postur), cerebellum (berperan dalam koordinasi motorik) dan pons (berperan
dalam tidur dan bangun). Midbrain berisi formasi retikular yang berperan
dalam pola striotipi dan perilaku (seperti berjalan, tidur atau berbalik ke arah
suara), dan sekelompok kecil neuron yang berhubungan dengan banyak
daerah otak. Forebrain merupakan tingkat tertinggi dari otak. Struktur kunci
forebrain adalah sistem limbik, thalamus, basal ganggila, hypothalamus dan
korteks serebral. Sistem limbik berperan dalam memori dan emosi melalui
dua struktur, yaitu amygdala (yang berperan dalam ketahanan dan emosi)
dan hippocampus (yang berfungsi dalam penyimpanan memori). Thalamus
merupakan struktur forebrain yang memantau makan, minum dan seks,
mengarahkan sistem endokrin melalui kelenjar hipofisis dan berperan dalam
lapisan luar otak. Fungsi mental yang lebih tinggi, seperti berfikir dan
berencana, bertempat di korteks serebral.20,23
Kelenjar endokrin melepaskan hormon ke peredaran darah. Kelenjar
hipofisis merupakan master dari kelenjar endokrin.20 Terdapat dua alasan
mengapa hormon menarik perhatian para ahli psikologi. Pertama, pada
tingkat perkembangan tertentu, hormon mengatur sistem saraf dan jaringan
tubuh. Contohnya pada saat pubertas, hormon memicu perkembangan
karakter seks skunder. Kedua, hormon mempengaruhi perilaku. Hormon
mempengaruhi berbagai hal seperti kewaspadaan atau mengantuk, perilaku
seksual, kemampuan untuk konsentrasi, agresifitas, reaksi terhadap stres,
kemampuan belajar dan kemampuan untuk melawan penyakit. Perubahan
radikal pada beberapa hormon dapat menimbulkan gangguan patologis
seperti depresi.22
Aktifitas kelenjar tiroid yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai
gejala, seperti eksitabilitas berlebihan, insomnia, menurunnya atensi, fatigue,
agitasi, karakter acting out dan kesulitan untuk memusatkan perhatian pada
satu tugas. Kadar tiroksin yang terlalu rendah menyebabkan keinginan untuk
tidur dan kelelahan yang konstan. Sehingga gangguan tiroid sering
misdiagnosis sebagai depresi.22 Kelenjar adrenal berperan penting dalam
mood, tingkat energi kemampuan menghadapi tekanan.20 Medulla adrenal
mensekresikan epinephrine dan norepinephrine. Korteks adrenal
Sebahagian besar perilaku manusia merupakan perilaku yang
dibentuk atau yang dipelajari. Cara membentuk perilaku tersebut terdiri
atas:22
1. Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan.
Cara ini berdasarkan atas teori belajar kondisioning, baik yang
dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner.
Burrhus Frederick Skinner membedakan perilaku atas:21
- Perilaku yang alami (innate behavior), yang kemudian oleh
Hergenhanh disebut juga sebagai respondent behavior, yaitu
perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, perilaku yang
bersifat refleksif.
- Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan
oleh stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata – mata
ditimbulkan oleh organisme itu sendiri. Perilaku operan belum tentu
didahului oleh stimulus dari luar.
Walaupun pendapat mereka tidak sepenuhnya sama, namun tidak
jauh berbeda. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti
yang diharapkan, akhirnya perilaku tersebut akan terbentuk.
2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan
aliran kognitif yang dalam eksperimennya mementingkan pengertian
atau insight.
3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan menggunakan model
atau contoh. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social
learning theory) atau observasional learning theori yang dikemukakan
oleh Bandura.
2.2. Migren sebagai nyeri kepala primer
Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004
dibagi atas 2 golongan besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai
kelainan patologis pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor
intrinsik sedangkan pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada
organ. Pembagian nyeri kepala primer adalah migren, nyeri kepala kluster,
nyeri kepala tipe tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti
setelah berolahraga, hypnic headache dan lain-lain. Nyeri kepala sekunder
dibagi berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala,
penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan
metabolik.24,25
Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi,
bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi
difus, dan biasanya lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan
intensitas nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita
berdiam diri, karena nyeri akan bertambah pada aktivitas fisik.24,26 Serangan
biasanya terjadi sewaktu pasien sadar, nausea terjadi pada sekitar 80% anak
dan muntah pada sekitar 50% penderita yang biasanya terjadi sewaktu
serangan, disertai anoreksia dan intoleransi makanan, dan pada beberapa
anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia, yang biasa menyertai
nyeri kepalanya.16,19,24
2.3. Klasifikasi migren
Menurut IHS 2004, migren dapat dibagi atas migren tanpa aura,
dengan aura, childhood periodic syndrome, retinal migraine, probable
migraine, migren dengan komplikasi dan kejang yang dicetuskan oleh
migren.17
Migren tanpa aura (common migraine) sering dijumpai pada anak dan
remaja (70%). Pada tipe ini nyeri kepala terjadi di daerah frontal bilateral atau
unilateral yang berdenyut, intensitas sedang atau berat dengan lama
serangan selama 1 sampai 72 jam, tetapi biasanya frekuensi nyeri kepala
tidak lebih dari 6 sampai 8 kali per bulan. Biasanya anak sukar melukiskan
bentuk nyeri kepala ini secara tepat. Klinis seperti aura tidak spesifik dan
menit sampai beberapa jam. Keadaan ini lebih sering disertai oleh mual dan
nyeri perut dibandingkan muntah. Muntah berulang sering merupakan
manifestasi satu-satunya pada anak pra-sekolah. Pedoman jelas pada
migren adalah anak tampak sakit, ingin tidur dan tidak tahan cahaya terang
atau suara keras.2,3,16
Migren dengan aura (classic migraine) merupakan suatu proses
bifasik. Pada fase inisial terjadi gelombang eksitasi yang diikuti oleh depresi
fungsi kortikal dan terjadi penurunan aliran darah setempat. Pada fase
berikutnyat terjadi peningkatan aliran darah di arteri karotis interna dan
eksterna sehingga menimbulkan nyeri kepala, nausea dan muntah.2,3
Serangan nyeri kepala ini berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan
atau didahului gejala aura homonim yang reversible secara bertahap 5
sampai 20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.2,8,19,25-30 Migren
klasik lebih jarang ditemukan pada anak dan remaja.19
Muntah siklik termasuk jenis migren yang tampak pada anak terutama
usia 4 sampai 8 tahun berupa serangan mual dan muntah secara terus
menerus, bisa 1 jam sampai 5 hari. Serangan akan mereda sendiri dan
diantara serangan pasien dalam keadaan normal. Diagnosis muntah siklik
ditegakkan bila pada eksplorasi tidak ada kelainan gastrointestinal yang
berarti dan ada riwayat keluarga migren.2,8,16 Migren abdominal juga terjadi
pada anak, gejala yang timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah
jam diikuti gejala mual dan muntah dengan masa diantara serangan anak
dalam keadaan normal. 2,8,31
2.4. Etiologi Migren
Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan, stres,
olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai predisposisi
migren.7,18 Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan terhadap cahaya
silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migren. Peningkatan
kadar serotonin di sirkulasi dan substans P serta polipeptida vasodilator
berperan langsung mempengaruhi pembuluh darah intrakranial dan
ekstrakranial.18,32-33
Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya
suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari
otak.2,8,18,19 Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada
migren yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2
(gen pada lengan panjang kromosom).8,34
Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti
ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia
pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial
dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah
kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di
pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung
pada faktor emosi dan psikososial. 8,35,36
Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri
sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen
yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan
makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal
serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap
vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk
konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta
gangguan emosional dan fisik. 22,37,38
2.5. Gejala klinik migren
Secara umum gejala klinik migren berupa nyeri kepala berulang
dengan interval bebas gejala dan disertai sedikitnya tiga keluhan dibawah ini
seperti nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut, umumnya
unilateral, berhubungan dengan aura (baik visual, sensorik ataupun motorik),
membaik dengan tidur, dan adanya riwayat keluarga yang sama.18
Pada migren tanpa aura, selain keluhan diatas, dapat juga dijumpai
keluhan lain seperti pucat, fotofobia, fonofobia, osmofobia, dan parestesia.
Sedang pada migren dengan aura, sebelum terjadinya nyeri kepala, biasanya
didahului dengan aura. Aura visual muncul dengan gejala pandangan kabur,
Pada beberapa orang, terkadang disertai vertigo dan lightheadedness. Aura
sensorik muncul berupa parestesia perioral dan kebas atau mati rasa pada
tangan dan kaki.8,16
Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang sama,
tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan ada
atau tidak adanya aura.39
2.6. Pengaruh migren terhadap perilaku
Perilaku selama serangan yang dilaporkan oleh anak atau orang tua
memberikan informasi yang bermanfaat mengenai intensitas serangan atau
disabilitas. Ada lima tipe perilaku selama serangan di identifikasi yaitu
1. Anak (orang tua) yang tidak dapat menjawab pertanyaan atau anak tidak
memiliki keterbatasan beraktifitas
2. Anak memiliki beberapa keterbatasan aktifitas, tapi hanya pada
beberapa permainan.
3. Anak memiliki keterbatasan aktifitas sehari-hari termasuk pada aktifitas
yang ringan.
4. Mengalami beberapa kali serangan saat istirahat dengan keadaan mata
tertutup saat gelap.
5. Selalu mengalami serangan saat istirahat.
Yang juga menjadi hal penting dalam mengindentifikasi lima tipe
sekolah. Perilaku anak saat serangan nyeri kepala juga dipengaruhi tingkat
pendidikan ibu, berkaitan dengan perilaku yang ibu lakukan saat anak
mengalami serangan.14
2.7. Amitriptilin sebagai terapi preventif migren
Amitriptilin merupakan golongan Tricyclic Antidepressants (TCA) dan
derivat dari dibenzocycloheptadiene dengan berat molekul 313.87. Obat ini
umum dipakai sebagai anti depresi.40
Gambar 2.1. Rumus bangun Amitriptilin
1. Obat anti depresi bekerja dengan mempengaruhi aktivitas neurotransmiter
monoamin, termasuk norepinefrin dan serotonin. Amitriptilin bekerja
dengan cara menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan
serotonin dari celah sinaps. Kerja TCA lebih luas dibandingkan Selective
Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSRI) karena SSRI hanya
mempengaruhi serotonin dan tidak norepinefrin. Amitriptilin juga berefek
menekan anti muskarinik, sehingga terjadi efek samping mulut kering,
retensi urin dan gangguan penglihatan. Pada migren kemungkinan terjadi
serotonin di celah sinaps. Obat golongan TCA dapat memblok reuptake
serotonin di sentral sehingga dapat mencegah serangan migren.12
Obat golongan TCA seperti amitriptilin, nortriptilin dan desipramin luas
dipakai pada anak.15 Amitriptilin merupakan terapi preventif yang efektif pada
migren, khususnya pada pasien dengan depresi atau tension headache.41
Amitriptilin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral, dengan kadar
maksimum dalam serum tercapai setelah 2-8 jam tapi dapat mencapai 12
jam, waktu paruh rata-rata dalam plasma 20 jam. Tempat biotransformasi
utama di hati. Diekskresi ke dalam urin, sedikit dalam bentuk yang tidak
berubah dan sebagian besar dalam bentuk metabolit.40 Efek sampingnya
berupa mengantuk, peningkatan berat badan, gejala antikolinergik seperti
mulut kering, mata kering, lightheadedness, konstipasi, aritmia jantung.12,32
Dosis amitriptilin dimulai dengan 5-10 mg oral saat mau tidur.15 Obat ini
dikontraindikasikan pada keadaan aritmia dan infark miokard.12
2.8. Penilaian perilaku
Penilaian perilaku atau karakter personal seringkali berdasarkan pada
kuesioner yang dilengkapi oleh orangtua atau guru.42 Beberapa contoh
instrumen yang dapat membantu dalam mendeteksi masalah perilaku adalah
Temperament and Atypical Behavior Scale, Child Behavior Check List
(CBCL), The Carey Temperament Scales, Eyberg Child Behavior Invantory,
CBCL dibuat oleh Thomas Achenbach,44,45 diawali dengan deskripsi
masalah – masalah yang dihadapi oleh orangtua dan para profesional
kesehatan mental. Deskripsi ini berdasarkan pada penelitian terdahulu,
literatur klinis dan penelitian, serta konsultasi dengan psikolog klinis dan
perkembangan, psikiater anak dan pekerja sosial kejiwaan. Akhirnya didapati
118 item seperti yang terdapat pada lampiran 3. CBCL dapat digunakan
untuk berbagai area penelitian.45
CBCL merupakan formulir yang sudah distandarisasi, diisi oleh orang
tua untuk menyebutkan masalah perilaku dan emosi anak mereka.44,45 Dari
jawaban orangtua, diperoleh skor yang selanjutnya dijumlahkan untuk
memperoleh skor untuk masing – masing skala sindrom (lampiran 3).
Selanjutnya diperoleh skor untuk internalisasi, eksternalisasi dan skor total.
Yang termasuk dalam internalisasi adalah withdrawn, somatic complaints dan
anxious / depressed, sedangkan yang termasuk dalam eksternalisasi adalah
delinquent behavior dan aggressive behavior. Untuk masing – masing skor,
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Uji klinis acak tersamar tunggal
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di sekolah SMP Swasta Palapa, SMP Swasta
Pencawan, Tsanawiyah Ar-Rhaudhatul Hasanah, SMU Swasta Palapa, SMU
Swasta Pencawan, Aliyah Ar-Rhaudhatul Hasanah di Medan, Sumatera
Utara. Penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Juli hingga
Desember 2009.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah anak sekolah yang berusia 12 sampai 19 tahun
yang dikunjungi ke sekolah untuk di lakukan skrining. Bila ditemukan
penderita migren sesuai dengan kriteria inklusi dimasukkan sampel
penelitian.
3.4 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I
n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II
p1 = proporsi anak dengan gangguan perilaku untuk kelompok I (kontrol)
p2 = proporsi anak dengan gangguan perilaku untuk kelompok II (diuji)
P = Proporsi = ½ (P1+P2)
Q = 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :
= kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) Z = 1,96 β = kesalahan tipe 2 = 0,2 (power 80%) Z β = 1,84
Perbedaan gangguan perilaku yang diharapkan adalah 0,35 maka :
P1 = 0,55. dan P2 = 0,90
P = ½ (0.55+0,90) = 0,725
Q = 1- 0,725 = 0,275
Dengan memakai rumus diatas maka diperoleh besar sampel adalah 43
orang.
Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f) 48
n = besar sampel yang dihitung = 43
Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 48 anak pada
setiap kelompok termasuk untuk antisipasi drop out dan metode pengambilan
sampel yaitu secara randomisasi sederhana.
3.5. Kriteria Penelitian Kriteria Inklusi:
a. Remaja usia 12 - 19 tahun yang menderita migren dengan salah satu
keadaan berikut :
1. Dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan
ketidak mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari
atau lebih dalam satu bulan
2. Kontraindikasi atau kegagalan dengan terapi akut
3. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu
4. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren
hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang
b. Orang tua bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan surat persetujuan orang tua atau walinya.
Kriteria Eksklusi:
a. Nyeri kepala kronik setiap hari
b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches
d. Sudah pernah mendapat tiga atau lebih terapi profilaksis migren
sebelumnya
e. Obesitas
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami,
pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. (Lampiran 1 dan
2)
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada tesis ini.
(Lampiran 5)
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Cara kerja
3.8.1. Pasien disurvey dulu dengan cara mengisi kuisioner
3.8.2. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik migren, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan oleh dokter anak yang telah
penelitian dengan diberi penjelasan (inform consent) sebelumnya dan
persetujuan mengikuti penelitian
3.8.3. Pasien yang setuju mengikuti penelitian kemudian dijadikan sampel dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat Amitriptilin
dan kelompok plasebo dengan randomisasi sederhana
3.8.4. Masing – masing kelompok di lakukan pemeriksaan berupa anamnesis terutama frekuensi, durasi serta disabilitas akibat nyeri kepala
migren dengan Pediatric Migren Disability Assesment (PedMIDAS).
3.8.5. Dicatat data antropometrik meliputi berat badan dan tinggi badan. 1. Berat badan: diukur dengan alat timbangan merk Camry (sensitifitas 0,5
kg), anak hanya memakai pakaian minimal berupa seragam sekolah.
2. Tinggi badan: diukur dengan pengukur tinggi merk MIC (sensitifitas 0,5
cm), tanpa alas kaki.
3.8.6. Sebelum diberikan terapi, orang tua diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List versi bahasa Indonesia setelah sebelumnya
diberikan penjelasan tentang tata cara mengisi kuesioner tersebut.
3.8.6. Kelompok pertama (A) mendapat Amitriptilin 10mg/ hari sekali perhari saat akan tidur malam hari, diberikan selama 3 bulan
3.8.8. Obat Amitriptilin dan plasebo dimasukkan ke dalam kapsul dengan warna dan bentuk yang sama dengan formulasi oleh Apotik Kimia Farma.
Pasien tidak mengetahui obat yang diberikan.
3.8.9. Semua remaja diberi terapi dengan amitriptilin dan plasebo dengan pengawasan guru dan orangtuanya setiap hari. Selanjutnya masing-masing
remaja dari tiap kelompok diberikan catatan harian nyeri kepala untuk
mencatat frekuensi dan lamanya serangan nyeri kepala migren per bulan
selama 3 bulan
3.8.10. Pemeriksaan dilakukan tiap bulan meliputi penilaian frekuensi dan lamanya serangan migren serta efek samping yang timbul.
3.8.11.Pada akhir bulan ketiga pengobatan kembali dilakukan penilaian frekuensi, durasi nyeri kepala serta disabilitas akibat nyeri kepala migren
dengan menggunakan PedMIDAS.
3.8.12. Pasien dibolehkan meminum terapi abortif selama nyeri kepala
3.8.14. Orang tua diminta kembali mengisi kuesioner Child Behavior Check List versi bahasa Indonesia enam bulan setelah pemberian terapi profilaksis
amitriptilin.
3.9. Identifikasi Variabel
3.9.1. Variabel Bebas Skala
3.9.2. Variabel Tergantung Skala
- Perilaku, berupa:
- jumlah anak dengan skor T CBCL > 60 Nominal
- rerata skor T CBCL Numerik
3.9.3. Variabel Perancu
- Usia
- Pola Makan
- Genetik
- Menstruasi
- Stres
3.10. Definisi Operasional
Migren menurut kriteria IHS:17
Migren tanpa aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5x serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
Migren dengan aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi dua serangan yang memenuhi kriteria B
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:
1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif
(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)
2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji
dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau
aura yang lainnya ≥ 5 menit
3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit
D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan SPSS for WINDOWS 15. Perbedaan
dibandingankan dengan uji x2. Untuk membandingkan rerata skor T CBCL
diantara 2 kelompok digunakan independent sample t-test dan Mann-Whitney
U test. Perbedaan proporsi anak dengan skor T CBCL > 60 antara sebelum
dan sesudah intervensi dibandingkan dengan uji Mc Nemar. Nilai P < 0,05
dengan Interval Kepercayaan (IK) 95% ditetapkan sebagai bermakna secara
BAB 4. HASIL
Dilakukan skrining untuk mencari penderita migren pada 6 sekolah, yaitu 3
SLTA serta 3 SLTP sederajat di Medan, Sumatera Utara. Dari 2050 remaja
yang diskrining, terdapat 1654 remaja dengan nyeri kepala berulang; 208
remaja yang menderita migren sesuai kriteria HIS, namun hanya 98 orang
yang bersedia mengikuti penelitian. Sampel setelah dirandomisasi sederhana
dibagi menjadi dua kelompok. Sebanyak 50 orang dalam kelompok
amitriptilin dan 48 orang kelompok plasebo. Seluruh sampel penelitian,
mengikuti penelitian hingga akhir.
1654 orang nyeri kepala 2050 pelajar SLTP/SLTA
90 orang menolak ikut penelitian 13 orang obesitas 7 orang nyeri kepala
setiap hari 208 orang sesuai kriteria IHS
98 orang
50 orang Grup amitriptilin
48orang Grup plasebo
50 orang dianalisis 48 orang dianalisis
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Berat badan, rerata (SD), kg
Faktor Makanan sbg pencetus, n (%) Tidak ada pencetus
- Skor T Eksternalisasi
- Skor T Total
- Skor T Internalisasi
- Skor T Eksternalisasi
Dari hasil pemeriksaan dengan (PedMIDAS), jawaban kuesioner dan
penilaian CBCL sebelum intervensi didapatkan kedua kelompok perlakuan
tidak mempunyai karakteristik yang berbeda serta karakteristik sampel
masing-masing kelompok sebelum intervensi tampak bahwa terdapat
terdapat 68% remaja perempuan mengalami migren, dibanding remaja
laki-laki (32%). Sebanyak 76% remaja migren tanpa aura dan 24% migren
dengan aura. Sebanyak 76.5% remaja migren tanpa aura dan 23.5% migren
dengan aura. Faktor makanan juga berpengaruh terhadap timbulnya migren,
faktor pencetus makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan
makanan yang mengandung monosodium glutamat sebanyak 70 remaja
(71.4%) pada kedua kelompok. Nilai rata-rata pedMIDAS antara 2 kelompok
hampir sama yaitu 34.82 pada kelompok amitriptilin dan 34.44 pada
kelompok plasebo, dan dengan pedMIDAS grading yang berkisar antara
31-50, termasuk disabilitas sedang.
Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya serangan migren setelah pengobatan 3
bulan
Amitriptilin Plasebo Parameter
rerata (SD) rerata (SD) P
Frekuensi 4.32 (2.07) 4.85 (2.94) 0.001
PedMIDAS 26.12 (3.81) 34.35 (3.38) 0.001
Tampak penurunan frekuensi migren yang signifikan setelah
pengobatan selama 3 bulan dari kelompok amitriptilin yaitu dari 5.8 (SD 3.01)
menjadi 4.32 (SD 2.07) sedangkan pada kelompok plasebo tidak terdapat
perbedaan bermakna yaitu dari 4,9 (SD 2.96) menjadi 4,85 (SD 2.94). Dari
skor PedMIDAS, juga tampak perbedaan yang signifikan sebelum dan
sesudah terapi amitriptilin yaitu dari 34.82 (SD 4.13) menjadi 26.12(SD 3.81)
dibandingkan dengan kelompok plasebo dari 34.44 (SD 3.33) menjadi 34.35
(SD 3.38). (Tabel 4.2.).
Tabel 4.3.Perbandingan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah intervensi
Parameter Amitriptilin Plasebo P IK 95%
Tidak dijumpai perbedaan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah
intervensi (Tabel 4.3). Pada rerata skor CBCL dijumpai perbedaan yang
bermakna pada T internalisasi antara kedua kelompok setelah intervensi.
Tabel 4.4. Perbandingan rerata skor T CBCL setelah intervensi antara kelompok amitriptilin dan plasebo
Parameter Amitriptilin Placebo P
CBCL Summary Measures
- Skor T Internalisasi
- Skor T Eksternalisasi
- Skor T Total
Tabel 4.5. Perbandingan rerata skor T CBCL sebelum (1) dan sesudah (2) intervensi
Intervensi Parameter Skor 1 Skor 2 P
Amitriptilin CBCL Summary Measures
- Skor T Internalisasi
- Skor T Eksternalisasi
Plasebo CBCL Summary Measures
- Skor T Internalisasi
- Skor T Eksternalisasi
- Skor T Total
Pada kelompok yang mendapat terapi amitriptilin dijumpai perubahan
yang bermakna pada skor T internalisasi dan skor T Total serta withdrawn
dan somatic complaint pada individual CBCL Scales setelah intervensi
dibanding dengan sebelumnya, sedangkan pada kelompok plasebo tidak
dijumpai perbedaan yang bermakna antara skor CBCL sebelum dan sesudah
BAB. 5. PEMBAHASAN
Perilaku adalah beberapa respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan) yang
dilakukan oleh suatu organisme. Perilaku dapat juga diartikan sebagai bagian
dari suatu kesatuan pola reaksi, dapat dikatakan juga sebagai suatu
perbuatan atau aktivitas.47 Perilaku anak dan remaja yang bervariasi
merupakan hasil pencampuran dari karakteristik biologic intrinsic dan
lingkungan dimana anak atau remaja berada. Beberapa faktor yang turut
mempengaruhi perubahan atau gangguan perilaku pada anak dan remaja
adalah faktor kerentanan psikiatrik, neurologi, kognitif, dan keluarga.
Psikopatologi yang mendasari terjadinya perubahan atau gangguan perilaku
masih belum jelas.22,47
Jenis migren yang paling sering dijumpai pada anak dan remaja
adalah migren tanpa aura (70%).2 Pada sebuah penelitian di Finlandia,
didapati bahwa terjadi peningkatan insiden migren dengan aura dari 5.2 per
1000 orang pada tahun 1974 menjadi 41.3 per 1000 orang pada tahun 2002.
Peningkatan insiden migren tanpa aura juga terjadi yaitu dari 14.5 menjadi
91.9 per 1000 orang dalam kurun waktu tersebut.48 Suatu penelitian tentang
nyeri kepala di Cincinatti mendapati bahwa sebanyak 60.6% merupakan
migren tanpa aura, sedangkan 7.9% adalah migren dengan aura dan sisanya
76.5% penderita migren tanpa aura, dan sebanyak 23.5% adalah migren
dengan aura.
Suatu penelitian di Milano, Italia menunjukkan bahwa pada penderita
anak dan remaja migren aura maupun tanpa aura terjadi gangguan perilaku
yang ditujukkan dengan adanya gangguan internalisasi dari hasil CBCL.
Pada penelitian ini didapati sebanyak 17 orang mengalami migren dengan
aura sedang 31 orang mengalami migren tanpa aura.4 Pada penelitian ini
kami jumpai sebanyak lebih dari 65.4% penderita migren yang mengalami
gangguan pada internalisasi (skor T internalisasi > 60) sebelum dilakukan
terapi.
Durasi nyeri kepala migren pada anak adalah berkisar 2-4 jam
sedangkan pada dewasa dapat mencapai 4-72 jam.10 Pengobatan profilaktik
ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala yang sering,
dan menyebabkan disabilitas.1,7 Jika migren timbul satu sampai dua kali
perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi profilaktik, tiga sampai empat
kali harus dipertimbangkan, serta jika timbul migren lima kali atau lebih terapi
harus diberikan.50 Pada penelitian ini didapati bahwa rata-rata durasi nyeri
kepala migren pada remaja adalah 1 sampai 2 jam dan ada yang lebih dari 2
jam, dengan frekuensi nyeri kepala lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.
Migren sering disertai dengan keluhan mual, muntah, ganguan
penglihatan, pendengaran dan persepsi serta dizziness. Keluhan somatik ini
lebih cemas, tegang, dan gelisah serta perfeksionis, dan biasanya gambaran
perilaku dan kepribadian ini berhubungan dengan nyeri kepala migren.8
Dalam 2 penelitian migren pada anak, menunjukkan bahwa anak penderita
migren memiliki karakteristik depresi, gelisah, sulit menyesuaikan diri dan
kurang percaya diri, khawatir, memiliki motivasi yang rendah dan peningkatan
keluhan somatic.34 Suatu penelitian nyeri kepala migren menunjukkan bahwa
anak yang mengalami nyeri kepala menunjukkan partisipasi social yang lebih
rendah dan lebih banyak mengalami keluhan somatic dan memilki skor
masalah internalisasi dan skor ansietas yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan anak yang mengalami nyeri kepala migren. Hal ini menunjukkan
kemungkinan gambaran kepribadian tersebut dikarenakan nyeri kepala yang
kronis.9
Suatu penelitian di Virginia menunjukkan bahwa pemberian profilaktik
migren dengan amitriptilin, sebanyak 89% menunjukkan respon positif,
sedang siproheptadin 83% selama 6 bulan pemantauan. Frekuensi nyeri
kepala berkurang dari 10.9 per bulan menjadi 4.1 per bulan sesudah terapi,
dimana terjadi penurunan sebanyak 62.4% pada amitriptilin. Sedangkan pada
pemakaian siproheptadin terjadi penurunan sebesar 55%.51 Pada penelitian
ini didapati penurunan frekuensi migren sebelum dan setelah terapi
amitriptilin, dimana terjadi sebelum pemberian terapi frekuensi nyeri kepala
sebesar 4.80 per bulan (SD 3.01), sedangkan sesudah terapi terjadi
Penilaian PedMIDAS merupakan pemeriksaan yang sensitif, reliabel,
dan valid untuk menilai disabilitas akibat nyeri kepala pada anak dan remaja,
berhubungan dengan fungsi di sekolah dan kegiatan sehari-hari di rumah.
Suatu penelitian nyeri kepala migren melaporkan terjadinya terdapat
penurunan rerata 22.3 point dari skor PedMIDAS setelah terapi profilaktik dan
hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan disabilitas dengan
pemberian terapi.32,33 Pada penelitian ini terjadi penurunan rerata nilai
PedMIDAS sebesar 7.30 point menjadi 26.12 setelah pemberian amitriptilin,
dan termasuk ke dalam disabilitas ringan, bila dibandingkan dengan plasebo.
Pengobatan profilaktik nyeri kepala migren pada anak dan remaja
ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala yang sering,
dan menyebabkan disbilitas.4,35,36 Pada penelitian ini kami jumpai adanya
perubahan yang bermakna dari skor T internalisasi, withdrawn dan somatik
complaint antara kelompok amitriptilin dan plasebo setelah pengobatan
selama 3 bulan serta diamati selama 6 bulan. Apabila dibandingkan antara
masing-masing kelompok, setelah pemberian terapi amitriptilin terjadi
penurunan skor T internalisasi, skor T total, withdrawn dan somatic complaint
daripada sebelum pengobatan. Sedangkan pada grup plasebo tidak terdapat
perubahan bermakna secara statistik. Ada sedikit perbedaan dijumpai
mungkin oleh karena adanya efek sugesti dari obat tersebut tapi hal ini tidak
profilaktik migren, terjadi perubahan pada keluhan penderita, dan secara
tidak langsung mempengaruhi perilaku penderita.
Kelemahan dari penelitian ini adalah terdapat faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi perilaku seperti keterbatasan tingkat pengetahuan,
emosi orangtua serta faktor lingkungan. Selain itu, sebagaimana kuesioner
lainnya, karakteristik pemberi informasi, dalam hal ini orang tua dapat
mempengaruhi skor.
Orangtua, termasuk orangtua dengan tingkat pendidikan rendah atau
pengalaman mengasuh yang terbatas, dapat menilai anak mereka dengan
membandingkan anak mereka dengan anak lain. Hal ini merupakan cara
yang efektif untuk menemukan permasalahan pada masa anak. Namun
orangtua tidak selalu akurat, 20% - 25% orangtua tidak merasa khawatir pada
keadaan dimana perkembangan anak sudah seharusnya dikhawatirkan, dan
banyak orangtua khawatir pada keadaan yang tidak perlu dikhawatirkan.52
Multi-informan memberikan kemungkinan untuk menilai anak dari berbagai
sudut pandang. Dengan membandingkan penilaian orangtua dengan yang
lain, seperti guru, dapat membantu dalam menilai konsistensi
permasalahan.53 Pada penelitian ini, penilaian perilaku hanya berdasarkan
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Terdapat perbedaan perilaku pada remaja penderita migren setelah
pemberian terapi profilaksis amitriptilin. Pada kelompok terapi profilaktik
amitriptilin didapati penurunan skor T CBCL yang bermakna setelah
intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah internalisasi (withdrawn
dan somatic complaint ).
. .
6.2 Saran
Untuk objektifitas hasil yang diperoleh sebaiknya juga diberikan
DAFTAR PUSTAKA
1. Hershey AD, Winner PK. Pediatric migraine: recognition and treatment. JAOA. 2005; 105:S2-8
2. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2000. h.78-86
3. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja I, Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Neurologi anak dalam praktek sehari-hari (Naskah lengkap PKB IKA XXXIV). Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1995. h.189-206
4. Riva D, Aggio F, Vago C, Nichelli F. Cognitive and behavioral effects of migraine in childhood and adolescence. Cephalalgia 2006;26:596-603
5. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam : Menkes JH, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64 6. Abu-Arefeh I, Russel G. Prevalence of headache and migraine in
schoolchildren. BMJ 1994;309:756-9
7. Kundu NC, Ahmad C. Migraine management in children-review of strategies and recommendations. J Bangladesh Coll Phys Surg. 2007; 25:77-85
8. Anttila P, Metsahonkala L, Sillanpaa M. Long-term trends in the incidence of headache in finnish schoolchildren. Pediatrics. 2006;117:1197-201
9. Cunningham S.J,M.A, McGrath P.J,Ph.D, Ferguson H.B,Ph.D. Personality and Behavioural Characteristics in Pediatric Migraine.Headache 1987;27;16 – 20.
10. Werry JS,M.D. Brain and Behavior. Dalam : LewisM, MB. BS. FRC Psych. DCH, penyunting.Child and Adolescent Psychiatry. Baltimore: Williams & Wilkins,1991.h.76-85
11. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Inc, 2006. h.1183-99
12. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001; 18:101-6
14. Eiland LS, Jenkins LS, Durham SH. Pediatric migraine: pharmacologic agents for prophylaxis. Ann Pharmacother. 2007;41:1181-90
15. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000; 1:1-9
16. Lewis DW. Preventive therapy for migraine. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. Hamilton: BC Decker Inc, 2005. h.53-7
17. Olesen J. Headache classification subcommittee of the international headache society. The international classification of headache disorders. Cephalal.2004;24(Suppl 1):24-36
18. Haslam RH. Headache. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders, 2004. h.2012-4
19. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam: Menkes JH, penyunting. Child neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64 20. Santrock JW. Psychology. Boston: McGraw-Hill, 2005. h. 6-12.
21. Walgito B. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi, 2004. h. 973.
22. Morris CG, Maisto AA. Basic psychology. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005. h.43-82
23. Ganong WF. Review of medical physiology. Edisi ke-21. Boston: McGraw-Hill, 2005. h.256-65.
24. Barnes NP, Jayawant S. Migraine. Arch Dis Child. 2005;90:53-7 25. Schor NF. Migraine in children and adolescent. Dalam: Maria BL,
penyunting. Current management in child neurology. New York: BC Decker Inc, 2005.h.39-41
26. Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic treatment. Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU Press,2004.h.21-45
27. Chutarian AM. Headaches in children. Dalam: Burg FD, Ingelfinger JR, Polin RA, Gershon AA, penyunting. Gellis & kagan’s current pediatric therapy. Edisi ke-17. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 2002. h.183-99
28. Murdoch L. Migraine. NZFP. 2004;31:90-3
30. Gunner K, Smith H, Ferguson L. Practice guideline for diagnosis and management of migraine headaches in children and adolescent: part two. J Pediatr Health Care. 2008;22(1):52-9
31. Worawattanakul, Mingmuang, Marc J. Abdominal migraine: Prophylactic treatment and follow-up. JPGN 1999;28:37-40
32. Ryan S. Pharmacy update: medicines for migraine. Arch Dis Child Educ Pract Ed. 2007; 92:ep50-55
33. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology a signs and symptoms approach. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2001
34. Gardner KL. Genetics of migraine: an update. Headache. 2006;46:19-24
35. Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic Neurology. Edisi ke 3. Michigan: McGraw-Hill Companies, 2000.h.943-64
36. Hargreaves R. New migraine and pain research. Headache. 2007;47:26-43
37. Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migren. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.h.253-63.
38. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008.h.73-123
39. Boudreau G, Leroux E. The complications of migraine classified under the international classification of headache disorders: a review. Headache Care. 2006;3:85-90
40. Blumenfeld A. Clinical approaches to migraine prophylaxis. Am J Manag Care. 2005; 11:S55-61
41. Senbil N, Gurer YKY, Aydin OF, Rezaki B, Inan L. Diagnostic criteria of pediatric migraine without aura. The Turk J of Pediatr. 2006;48:31-7
42. Boris NW, Forman MA, Daruna JH. The clinical interview (history). Dalam: Behrman RE, Kligman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 69-70.
43. American Academy Of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Developmental surveillance and screening of infants and young children. Pediatrics 2001;108:192-6.
44. Achenbach TM, Ruffle TM. The child behavior checklist and related forms for assessing behavioral/emotional problems and competencies. Pediatr Rev. 2000;21:265-71.
46. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: CV Agung Seto,2008.h.302-30
47. Windiani IGAT, Soetjiningsih. Gangguan perilaku, kenakalan dan tindak kekerasan remaja. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Buku ajar tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto; 2007.h.241-53
48. Visudtibhan A. Migraine in Thai children: Prevalence in junior high school students. J Child Neurol. 2007;22 (9):117-20
49. Hershey AD, Powers SW, Bentti AL, deGrauw TJ. Effectiveness of amitriptyline in prophylactic management of childhood headaches. Headache. 2000; 40:539-49
50. Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006;332:25-9
51. Lewis DW, Diamond S, Scott D, Jones V. Prophylactic treatment of pediatric migraine. Headache. 2004; 44:230-7
52. Ma S, Truong K, Sturm R. School characteristics and behavior problems of U.S. fifth-graders. Psychiatric services. 2007;58:610. 53. American Academy Of Pediatrics, Committee on Children With
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Orang tua dari :
Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitan “
Perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi
profilaksis amitriptilin “. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya
bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.
Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.
Lampiran 2.
Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan
Kepada Yth Bapak/ Ibu…
Bersama ini kami ingin menyampaikan kepada Bapak/ Ibu bahwa
Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUSU-RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai
perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi
profilaksis, karena migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling penting
dan sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran anak di sekolah.
Oleh karena itu kami akan memberikan Amitriptilin selama 3 bulan
sebagai pencegahan serangan migren dan akan dilakukan pengamatan
berupa pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan, pemberian diary
nyeri kepala dan kuisoner untuk mengetahui apakah ada perubahan perilaku
remaja yang menderita migren setelah mendapat terapi.
Jika Bapak/ Ibu bersedia maka kami mengharapkan bapak/ibu
menandatangani lember persetujuan setelah penjelasan. Demikianlah kami
sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Bapak/ Ibu dapat menghubungi Peneliti bila ingin menanyakan masalah
kesehatan putra / putri anda atau masalah lain seputar penelitian ini melalui:
Dr. Pranoto Trilaksono
Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial - Dep. Ilmu Kesehatan Anak
FKUSU-RS H.Adam Malik, Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Telp. 8365663
Atau Kompleks Setiabudi Permai no 4, Jl. Kenanga Sari, Medan.
Lampiran 3
Divisi Neurologi No. urut
Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan
KUESIONER PENELITIAN
Tanggal: Pencatat:
1. Nama Anak :
2. Tanggal Lahir : Umur : [ ] tahun, [ ] bulan 3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
4. Urutan anak dalam keluarga : 5. Jumlah bersaudara : b. Dicetuskan oleh stress/
makanan atau menstruasi [ ] [ ] l. Nyeri membaik dengan
tidur sejenak [ ] [ ] m. Pernah berobat, dokter