• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi profilaksis amitriptilin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi profilaksis amitriptilin"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PERILAKU PADA REMAJA PENDERITA MIGREN SETELAH MENDAPAT TERAPI PROFILAKSIS AMITRIPTILIN

TESIS

PRANOTO TRILAKSONO 067103008/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERUBAHAN PERILAKU PADA REMAJA PENDERITA MIGREN SETELAH MENDAPAT TERAPI PROFILAKSIS AMITRIPTILIN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (M. Ked. Ped) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PRANOTO TRILAKSONO 067103008

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Perubahan perilaku pada remaja penderita

migren setelah mendapat terapi profilaksis

amitriptilin

Nama : Pranoto Trilaksono

Nomor Induk Mahasiswa : 067103008

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Iskandar Z. Lubis, SpA(K)

Anggota

Dr. Sri Sofyani, SpA(K)

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

PERNYATAAN

PERUBAHAN PERILAKU PADA REMAJA PENDERITA MIGREN SETELAH MENDAPAT TERAPI PROFILAKSIS AMITRIPTILIN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 30 April 2010

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 3 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Iskandar Z. Lubis, SpA(K) ...

Anggota : 1. Prof. Dr. Rafita Ramayati, SpA(K) ...

2. Dr. Sri Sofyani, SpA(K) ...

3. Dr. Melda Deliana, SpA(K) ...

(6)
(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di

FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua

pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. Iskandar Z. Lubis, SpA(K), Dr. Sri Sofyani

SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran

yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian

tesis ini.

2. Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K), Dr.Yazid Dimyati, SpA dan Dr.

Johannes H. Saing, SpA yang telah sangat banyak membimbing serta

(8)

3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan

Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K),

sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Kepala BIKA

Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode

2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan periode 2006-2009, yang telah memberikan bantuan dalam

penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP

H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran

dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini

6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,

DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis

Anak di FK- USU

7. Para kepala sekolah dan guru-guru Sekolah Menengah Pertama

(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Kejuruan

setingkat SMP dan SMA, meliputi Tsanawiyah Ar-Rhaudhatul

Hasanah, Aliyah Ar-Rhaudhatul Hasanah, SMP Pencawan, SMU

(9)

dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan

baik.

8. Rekan-rekan satu angkatan pendidikan Anna T, Astri NZ, Yulia LD,

Fellycia T, Jeanida M, Erlina MN dan Armila R yang selama empat

tahun bersama-sama dalam suka dan duka. Serta teman sejawat

PPDS BIKA terutama semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya

penelitian serta penulisan tesis ini.

9. Teristimewa kepada yang tercinta Ayahnda Soedomo, Ibunda Esti

Hendrawati (alm), isteri dan anak-anak tercinta dr.Hj.Khairur Rahmah,

Raisa Khairuni, Hasabi Pratomo Trilaksono, dan Hilman Hawali

Trilaksono juga Abangnda yang selalu mendoakan, memberikan

dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti

pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan

selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang

telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, April 2010

(10)

DAFTAR ISI

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan dan Lambang xiii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku 6 2.7. Amitriptilin sebagai terapi preventif migren 16 2.8. Penilaian perilaku 18

2.10 Kerangka Konseptual 19

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian 20

3.2. Tempat dan Waktu penelitian 20

3.3. Populasi dan sampel 20

3.4. Perkiraan Besar Sampel 20

3.5. Kriteria Penelitian 22

3.6. Persetujuan/Informed consent 23

3.7. Etika Penelitian 24

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 24

3.9. Identifikasi Variabel 25

3.10. Definisi Operasional 26

3.11. Pengolahan dan Analisis Data 27

BAB 4. HASIL PENELITIAN 28

(11)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 39

6.2 Saran 39

Ringkasan 40

Summary 43

Daftar Pustaka 46

Lampiran

1. Surat Pernyataan Kesediaan 50 2. Lembar Penjelasan 51 3. Lembar Kuesioner 52

4. PedMIDAS 53

5. Lembar Persetujuan Komite Etik 53

6. Data antropometrik 55

7. Diagnosa migren 58

8. CBCL 60

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 29

Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya migren 30

Tabel 4.3. Perbandingan proporsi anak setelah intervensi 31

Tabel 4.4. Perbandingan rerata skor T CBCL setelah 32

Intervensi

Tabel 4.5. Perbandingan rerata skor T CBCL sebelum 32

dan sesudah intervensi

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Rumus bangun amitriptilin 16

Gambar 2.2. Kerangka konseptual 19

(14)

DAFTAR SINGKATAN

AAN : American Academy of Neurology

bb : berat badan

cm : centi meter

CGRP : calcitonin gene-related peptide CI : confident interval

PedMIDAS : Pediatric Migraine Disability Assessment CBCL : Child Behavior Check List TCA : Tricyclic Antidepressants

(15)

DAFTAR LAMBANG

 : Kesalahan tipe I  : Kesalahan tipe II n : Jumlah subjek / sampel P : Proporsi

P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II

Q : 1 – P

Q1 : 1 – P1

Q2 : 1 – P2

z : Deviat baku normal untuk  z : Deviat baku normal untuk 

p : Tingkat kemaknaan

X2 : Kai kuadrat > : Lebih besar dari < : Lebih kecil dari

(16)

ABSTRAK

Latar belakang. Migren merupakan fenomena yang sering dialami dan beberapa penelitian mendeskripsikan adanya karakteristik kepribadian dan tingkah laku yang berkaitan dengan kejadian migren.

Tujuan. Untuk mengetahui perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi propilaksis amitriptilin.

Metode. Uji klinis acak tersamar tunggal dilaksanakan di Medan provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2009 - Desember 2009. Migren ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan neurologi yang mendasarinya dan pemeriksaan frekuensi, durasi serta severity migren berdasarkan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS).kemudian secara acak dibagi atas kelompok intervensi yang mendapat terapi amitriptilin 10 mg/hari dan kelompok plasebo. Terapi diberikan selama 3 bulan. Orang tua diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List (CBCL) sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.

Hasil. Setelah 6 bulan, 98 anak mengikuti penelitian sampai akhir dengan umur 12-19 tahun (rata-rata 15,0 tahun). Tampak perbedaan yang bermakna pada skor T internalisasi antara kelompok amitriptilin dan plasebo (p=0.016). Perbedaan bermakna juga pada withdrawn dan somatic complaint antara kedua kelompok (p=0.015 dan p=0.001). Tidak dijumpai perbedaan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah intervensi antara kedua kelompok. Dijumpai penurunan skor T internalisasi, skor T total, withdrawn dan somatic complaint yang bermakna secara statistik pada kelompok amitriptilin setelah intervensi (p<0,05) dibandingkan sebelum intervensi dan tidak dijumpai perubahan bermakna pada kelompok plasebo.

Kesimpulan. Pada kelompok amitriptilin didapati penurunan skor T CBCL yang bermakna setelah intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah internalisasi, withdrawn dan somatic complaint.

(17)

ABSTRACT

Background. Migraine is a frequent phenomenon and several studies describe the personality characteristics and behaviors associated with incident migraine.

Objective. To investigate whether therapy prophylaxis with amitriptyline has an effect on behavior of children with migraine.

Methode. We conducted a single-blind randomized placebo-controlled clinical trial study in Medan, province of Sumatera Utara from July 2009 until December 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg per day of amitriptyline or placebo for 12 weeks. Headache frequency was measured in headache days per month. Duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The behavior were evaluated with Child Behavior Check List (CBCL) before and 6 months after intervention.

Results. After 6 months, A total of 98 patients, ranging in age from 12 – 19 years (mean age 15.0 years) were enrolled to the study. There was no significant difference on score between amitriptyline and placebo group after intervention. There was statistically significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint score of treatment group with amitriptyline after intervention (p<0,05) and there was no significant decreased in the placebo group.

Conclusion. There was significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint of CBCL scores in children who was on the treatment group with amitriptyline.

(18)

ABSTRAK

Latar belakang. Migren merupakan fenomena yang sering dialami dan beberapa penelitian mendeskripsikan adanya karakteristik kepribadian dan tingkah laku yang berkaitan dengan kejadian migren.

Tujuan. Untuk mengetahui perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi propilaksis amitriptilin.

Metode. Uji klinis acak tersamar tunggal dilaksanakan di Medan provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2009 - Desember 2009. Migren ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan neurologi yang mendasarinya dan pemeriksaan frekuensi, durasi serta severity migren berdasarkan Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS).kemudian secara acak dibagi atas kelompok intervensi yang mendapat terapi amitriptilin 10 mg/hari dan kelompok plasebo. Terapi diberikan selama 3 bulan. Orang tua diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List (CBCL) sebelum dan 6 bulan setelah intervensi.

Hasil. Setelah 6 bulan, 98 anak mengikuti penelitian sampai akhir dengan umur 12-19 tahun (rata-rata 15,0 tahun). Tampak perbedaan yang bermakna pada skor T internalisasi antara kelompok amitriptilin dan plasebo (p=0.016). Perbedaan bermakna juga pada withdrawn dan somatic complaint antara kedua kelompok (p=0.015 dan p=0.001). Tidak dijumpai perbedaan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah intervensi antara kedua kelompok. Dijumpai penurunan skor T internalisasi, skor T total, withdrawn dan somatic complaint yang bermakna secara statistik pada kelompok amitriptilin setelah intervensi (p<0,05) dibandingkan sebelum intervensi dan tidak dijumpai perubahan bermakna pada kelompok plasebo.

Kesimpulan. Pada kelompok amitriptilin didapati penurunan skor T CBCL yang bermakna setelah intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah internalisasi, withdrawn dan somatic complaint.

(19)

ABSTRACT

Background. Migraine is a frequent phenomenon and several studies describe the personality characteristics and behaviors associated with incident migraine.

Objective. To investigate whether therapy prophylaxis with amitriptyline has an effect on behavior of children with migraine.

Methode. We conducted a single-blind randomized placebo-controlled clinical trial study in Medan, province of Sumatera Utara from July 2009 until December 2009. Participants eligible for migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group was given 10 mg per day of amitriptyline or placebo for 12 weeks. Headache frequency was measured in headache days per month. Duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The behavior were evaluated with Child Behavior Check List (CBCL) before and 6 months after intervention.

Results. After 6 months, A total of 98 patients, ranging in age from 12 – 19 years (mean age 15.0 years) were enrolled to the study. There was no significant difference on score between amitriptyline and placebo group after intervention. There was statistically significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint score of treatment group with amitriptyline after intervention (p<0,05) and there was no significant decreased in the placebo group.

Conclusion. There was significant decreased on internalizing, withdrawn and somatic complaint of CBCL scores in children who was on the treatment group with amitriptyline.

(20)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Nyeri kepala merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia (greatest

shared human affliction),1 dan merupakan salah satu masalah yang sering

terjadi pada anak dan remaja dimana dapat mengganggu pelajaran dan

aktifitasnya.2 Nyeri kepala merupakan salah satu penyakit yang

menyebabkan seorang anak sering dirujuk ke dokter ahli neurologi anak.3

Insidens nyeri kepala pada anak dan remaja berkisar antara 20% sampai

55%. Prevalensinya meningkat pada anak menjelang remaja, 75% pada anak

usia 15 tahun dan 40% pada anak usia 7 tahun.1

World Federation of Neurology, menyatakan migren adalah suatu

kelainan yang bersifat familial dengan adanya serangan nyeri kepala yang

berulang dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Pada

umumnya serangan migren bersifat unilateral, berdenyut, disertai hilangnya

nafsu makan, mual, muntah, dan membaik setelah tidur.1 Pada penderita

migren dengan atau tanpa aura dapat dijumpai gangguan internalisasi

perilaku.4,5 Migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling penting dan

sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran anak di sekolah.1,5,6

Migren merupakan fenomena umum pada anak namun masih sedikit diteliti.7

Anttila dkk melaporkan peningkatan insidens migren pada anak yang luar

(21)

14,5 per 1000 menjadi 91,9 per 1000 tahun 2002 yang diakibatkan

perubahan pola hidup anak.8

Migren merupakan fenomena yang sering dialami dan beberapa

penelitian mendeskripsikan adanya karakteristik kepribadian dan tingkah laku

yang berkaitan dengan kejadian migren.9 Tingkah laku atau perilaku

didefinisikan secara luas sebagai semua aktifitas organisme yang

menunjukkan fungsi fisiologis sederhana yang dibutuhkan untuk menjalani

hidup.10 Pertama kali dilaporkan oleh Harold Wolff bahwa orang yang

mengalami migren memiliki karakteristik lembut, pemalu, menarik diri, tenang,

sopan, berkelakuan baik, teliti, bertanggung jawab, banyak pikiran dan patuh

yang berlebihan kepada orang tua, kadang - kadang perilaku ini bersamaan

dengan sikap keras kepala, kaku (tidak fleksibel).9

Selain itu sering jzuga menunjukkan karakteristik kepribadian seperti

sangat teliti, konvulsif, kematangan jiwa yang tidak sesuai dengan usia,

berusaha keras untuk menonjol di sekolah dan menjadi yang disenangi di

rumah. Sebagai tambahan, umumnya mereka kesulitan untuk menunjukkan

rasa marah .11

Terapi migren bisa dilakukan secara akut (abortif) dan profilaksis

(preventif). Anak yang seringkali mengalami serangan biasanya memerlukan

keduanya. Terapi akut bertujuan untuk menghentikan atau melakukan

prevensi progresi migren atau mengurangi nyeri kepala. Terapi preventif

(22)

frekuensi dan beratnya serangan migren.5,11 Terapi profilaksis migren pada

anak sulit dimengerti dan masih sedikit diteliti. 8,12 Terdapat dua pertiga

penderita terjadi pengurangan frekuensi migren setelah mendapat terapi

profilaksis. 12

Amitriptilin menurut United State. Headache Consortium

Recommendations, American Academy of Neurology, American Academy of

Family Physicians (AAFP) dan American College of Physicians-American

Society of Internal Medicine (ACP-ASIM) bermanfaat untuk pencegahan

migren pada dewasa, sedang pada anak walaupun penggunaan obat ini

sebagai preventif serangan migren sudah sangat berkembang, namun belum

mendapat persetujuan dari Food and Drugs Administration (FDA) karena

belum mempunyai data yang memadai dibandingkan penggunaannya pada

orang dewasa.13-19

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yaitu

apakah ada perbedaan perilaku pada remaja penderita migren setelah

pemberian terapi profilaksis amitriptilin ?

(23)

1.3. Hipotesis

Ada perbedaan perilaku pada remaja penderita migren setelah pemberian

terapi profilaksis amitriptilin.

1.4. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan

perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi propilaksis

amitriptilin .

1.5. Manfaat

1.5.1. Manfaat dalam bidang akademik atau ilmiah

- Untuk mengetahui gambaran jumlah remaja yang menderita migren

pada populasi penelitian.

- Untuk mengetahui bagaimana perilaku remaja yang menderita

migren

- Untuk mengeetahui adakah manfaat pemberian terapi profilaksis

amitriptilin terhadap perilaku remaja.

1.5.2. Manfaat dalam pelayanan masyarakat

Meningkatkan kwalitas pelayanan kesehatan khususnya peran

profilaksis amitriptilin dalam mengobati migren pada remaja.

(24)

1.5.3. Manfaat dalam pengembangan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lebih

(25)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Definisi perilaku

Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan manusia serta dapat diamati

secara langsung.20 Walgito (1994) mengemukakan bahwa perilaku dalam

pengertian yang luas meliputi perilaku yang tampak (overt behavior) dan

perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Menurut Woodworth dan

Marquis yang dikutip oleh Walgito B, mengemukakan bahwa hal ini meliputi

aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional.21

2.1.2. Proses terjadinya perilaku

Pendekatan ’neuroscience’ perilaku menekankan bahwa otak dan sistem

saraf merupakan pusat dari pemahaman akan perilaku, pikiran dan emosi.

Para ahli ’neuroscience’ percaya bahwa dasar fisik dari pikiran dan emosi

berada di otak. Impuls elektrik melalui sel otak, melepaskan substansi kimia

yang memungkinkan manusia untuk berfikir, merasa dan berkelakuan.20

Dua sistem utama yang mengatur perilaku adalah sistem aksi saraf

dan endokrin. Selain itu faktor herediter dan evolusi manusia juga

mempengaruhi perilaku.22 Otak dan sistem saraf memandu interaksi

manusia dengan dunia sekitar, menggerakkan tubuh manusia dan

(26)

Neuron mengirimkan informasi melalui axon dalam bentuk impuls

elektrik atau bergelombang. Untuk bergerak dari satu neuron ke neuron yang

lain, informasi harus diubah dari impuls elektrik menjadi pesan kimia yang

disebut neurotransmiter. Pada sinaps, dimana neuron bertemu,

neurotransmiter dilepaskan ke dalam celah sempit yang memisahkannya.

Dalam dekade terakhir ini, para ahli psikobiologi telah mengidentifikasi

ratusan neurotransmitter.22

Tiga bagian utama otak adalah hindbrain, midbrain dan forebrain.

Hindbrain terdiri atas medula (berperan dalam pengaturan pernafasan dan

postur), cerebellum (berperan dalam koordinasi motorik) dan pons (berperan

dalam tidur dan bangun). Midbrain berisi formasi retikular yang berperan

dalam pola striotipi dan perilaku (seperti berjalan, tidur atau berbalik ke arah

suara), dan sekelompok kecil neuron yang berhubungan dengan banyak

daerah otak. Forebrain merupakan tingkat tertinggi dari otak. Struktur kunci

forebrain adalah sistem limbik, thalamus, basal ganggila, hypothalamus dan

korteks serebral. Sistem limbik berperan dalam memori dan emosi melalui

dua struktur, yaitu amygdala (yang berperan dalam ketahanan dan emosi)

dan hippocampus (yang berfungsi dalam penyimpanan memori). Thalamus

merupakan struktur forebrain yang memantau makan, minum dan seks,

mengarahkan sistem endokrin melalui kelenjar hipofisis dan berperan dalam

(27)

lapisan luar otak. Fungsi mental yang lebih tinggi, seperti berfikir dan

berencana, bertempat di korteks serebral.20,23

Kelenjar endokrin melepaskan hormon ke peredaran darah. Kelenjar

hipofisis merupakan master dari kelenjar endokrin.20 Terdapat dua alasan

mengapa hormon menarik perhatian para ahli psikologi. Pertama, pada

tingkat perkembangan tertentu, hormon mengatur sistem saraf dan jaringan

tubuh. Contohnya pada saat pubertas, hormon memicu perkembangan

karakter seks skunder. Kedua, hormon mempengaruhi perilaku. Hormon

mempengaruhi berbagai hal seperti kewaspadaan atau mengantuk, perilaku

seksual, kemampuan untuk konsentrasi, agresifitas, reaksi terhadap stres,

kemampuan belajar dan kemampuan untuk melawan penyakit. Perubahan

radikal pada beberapa hormon dapat menimbulkan gangguan patologis

seperti depresi.22

Aktifitas kelenjar tiroid yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai

gejala, seperti eksitabilitas berlebihan, insomnia, menurunnya atensi, fatigue,

agitasi, karakter acting out dan kesulitan untuk memusatkan perhatian pada

satu tugas. Kadar tiroksin yang terlalu rendah menyebabkan keinginan untuk

tidur dan kelelahan yang konstan. Sehingga gangguan tiroid sering

misdiagnosis sebagai depresi.22 Kelenjar adrenal berperan penting dalam

mood, tingkat energi kemampuan menghadapi tekanan.20 Medulla adrenal

mensekresikan epinephrine dan norepinephrine. Korteks adrenal

(28)

Sebahagian besar perilaku manusia merupakan perilaku yang

dibentuk atau yang dipelajari. Cara membentuk perilaku tersebut terdiri

atas:22

1. Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan.

Cara ini berdasarkan atas teori belajar kondisioning, baik yang

dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner.

Burrhus Frederick Skinner membedakan perilaku atas:21

- Perilaku yang alami (innate behavior), yang kemudian oleh

Hergenhanh disebut juga sebagai respondent behavior, yaitu

perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, perilaku yang

bersifat refleksif.

- Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan

oleh stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata – mata

ditimbulkan oleh organisme itu sendiri. Perilaku operan belum tentu

didahului oleh stimulus dari luar.

Walaupun pendapat mereka tidak sepenuhnya sama, namun tidak

jauh berbeda. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti

yang diharapkan, akhirnya perilaku tersebut akan terbentuk.

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan

(29)

aliran kognitif yang dalam eksperimennya mementingkan pengertian

atau insight.

3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model

Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan menggunakan model

atau contoh. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social

learning theory) atau observasional learning theori yang dikemukakan

oleh Bandura.

2.2. Migren sebagai nyeri kepala primer

Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004

dibagi atas 2 golongan besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala

sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai

kelainan patologis pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor

intrinsik sedangkan pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada

organ. Pembagian nyeri kepala primer adalah migren, nyeri kepala kluster,

nyeri kepala tipe tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti

setelah berolahraga, hypnic headache dan lain-lain. Nyeri kepala sekunder

dibagi berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala,

penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan

metabolik.24,25

Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi,

(30)

bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi

difus, dan biasanya lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan

intensitas nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita

berdiam diri, karena nyeri akan bertambah pada aktivitas fisik.24,26 Serangan

biasanya terjadi sewaktu pasien sadar, nausea terjadi pada sekitar 80% anak

dan muntah pada sekitar 50% penderita yang biasanya terjadi sewaktu

serangan, disertai anoreksia dan intoleransi makanan, dan pada beberapa

anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia, yang biasa menyertai

nyeri kepalanya.16,19,24

2.3. Klasifikasi migren

Menurut IHS 2004, migren dapat dibagi atas migren tanpa aura,

dengan aura, childhood periodic syndrome, retinal migraine, probable

migraine, migren dengan komplikasi dan kejang yang dicetuskan oleh

migren.17

Migren tanpa aura (common migraine) sering dijumpai pada anak dan

remaja (70%). Pada tipe ini nyeri kepala terjadi di daerah frontal bilateral atau

unilateral yang berdenyut, intensitas sedang atau berat dengan lama

serangan selama 1 sampai 72 jam, tetapi biasanya frekuensi nyeri kepala

tidak lebih dari 6 sampai 8 kali per bulan. Biasanya anak sukar melukiskan

bentuk nyeri kepala ini secara tepat. Klinis seperti aura tidak spesifik dan

(31)

menit sampai beberapa jam. Keadaan ini lebih sering disertai oleh mual dan

nyeri perut dibandingkan muntah. Muntah berulang sering merupakan

manifestasi satu-satunya pada anak pra-sekolah. Pedoman jelas pada

migren adalah anak tampak sakit, ingin tidur dan tidak tahan cahaya terang

atau suara keras.2,3,16

Migren dengan aura (classic migraine) merupakan suatu proses

bifasik. Pada fase inisial terjadi gelombang eksitasi yang diikuti oleh depresi

fungsi kortikal dan terjadi penurunan aliran darah setempat. Pada fase

berikutnyat terjadi peningkatan aliran darah di arteri karotis interna dan

eksterna sehingga menimbulkan nyeri kepala, nausea dan muntah.2,3

Serangan nyeri kepala ini berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan

atau didahului gejala aura homonim yang reversible secara bertahap 5

sampai 20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit.2,8,19,25-30 Migren

klasik lebih jarang ditemukan pada anak dan remaja.19

Muntah siklik termasuk jenis migren yang tampak pada anak terutama

usia 4 sampai 8 tahun berupa serangan mual dan muntah secara terus

menerus, bisa 1 jam sampai 5 hari. Serangan akan mereda sendiri dan

diantara serangan pasien dalam keadaan normal. Diagnosis muntah siklik

ditegakkan bila pada eksplorasi tidak ada kelainan gastrointestinal yang

berarti dan ada riwayat keluarga migren.2,8,16 Migren abdominal juga terjadi

pada anak, gejala yang timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah

(32)

jam diikuti gejala mual dan muntah dengan masa diantara serangan anak

dalam keadaan normal. 2,8,31

2.4. Etiologi Migren

Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan, stres,

olahraga, makanan tertentu seperti coklat berperan sebagai predisposisi

migren.7,18 Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan terhadap cahaya

silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migren. Peningkatan

kadar serotonin di sirkulasi dan substans P serta polipeptida vasodilator

berperan langsung mempengaruhi pembuluh darah intrakranial dan

ekstrakranial.18,32-33

Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya

suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari

otak.2,8,18,19 Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada

migren yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2

(gen pada lengan panjang kromosom).8,34

Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti

ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia

pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial

dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah

kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di

(33)

pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung

pada faktor emosi dan psikososial. 8,35,36

Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri

sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen

yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan

makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal

serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap

vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk

konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta

gangguan emosional dan fisik. 22,37,38

2.5. Gejala klinik migren

Secara umum gejala klinik migren berupa nyeri kepala berulang

dengan interval bebas gejala dan disertai sedikitnya tiga keluhan dibawah ini

seperti nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut, umumnya

unilateral, berhubungan dengan aura (baik visual, sensorik ataupun motorik),

membaik dengan tidur, dan adanya riwayat keluarga yang sama.18

Pada migren tanpa aura, selain keluhan diatas, dapat juga dijumpai

keluhan lain seperti pucat, fotofobia, fonofobia, osmofobia, dan parestesia.

Sedang pada migren dengan aura, sebelum terjadinya nyeri kepala, biasanya

didahului dengan aura. Aura visual muncul dengan gejala pandangan kabur,

(34)

Pada beberapa orang, terkadang disertai vertigo dan lightheadedness. Aura

sensorik muncul berupa parestesia perioral dan kebas atau mati rasa pada

tangan dan kaki.8,16

Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang sama,

tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan ada

atau tidak adanya aura.39

2.6. Pengaruh migren terhadap perilaku

Perilaku selama serangan yang dilaporkan oleh anak atau orang tua

memberikan informasi yang bermanfaat mengenai intensitas serangan atau

disabilitas. Ada lima tipe perilaku selama serangan di identifikasi yaitu

1. Anak (orang tua) yang tidak dapat menjawab pertanyaan atau anak tidak

memiliki keterbatasan beraktifitas

2. Anak memiliki beberapa keterbatasan aktifitas, tapi hanya pada

beberapa permainan.

3. Anak memiliki keterbatasan aktifitas sehari-hari termasuk pada aktifitas

yang ringan.

4. Mengalami beberapa kali serangan saat istirahat dengan keadaan mata

tertutup saat gelap.

5. Selalu mengalami serangan saat istirahat.

Yang juga menjadi hal penting dalam mengindentifikasi lima tipe

(35)

sekolah. Perilaku anak saat serangan nyeri kepala juga dipengaruhi tingkat

pendidikan ibu, berkaitan dengan perilaku yang ibu lakukan saat anak

mengalami serangan.14

2.7. Amitriptilin sebagai terapi preventif migren

Amitriptilin merupakan golongan Tricyclic Antidepressants (TCA) dan

derivat dari dibenzocycloheptadiene dengan berat molekul 313.87. Obat ini

umum dipakai sebagai anti depresi.40

Gambar 2.1. Rumus bangun Amitriptilin

1. Obat anti depresi bekerja dengan mempengaruhi aktivitas neurotransmiter

monoamin, termasuk norepinefrin dan serotonin. Amitriptilin bekerja

dengan cara menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan

serotonin dari celah sinaps. Kerja TCA lebih luas dibandingkan Selective

Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSRI) karena SSRI hanya

mempengaruhi serotonin dan tidak norepinefrin. Amitriptilin juga berefek

menekan anti muskarinik, sehingga terjadi efek samping mulut kering,

retensi urin dan gangguan penglihatan. Pada migren kemungkinan terjadi

(36)

serotonin di celah sinaps. Obat golongan TCA dapat memblok reuptake

serotonin di sentral sehingga dapat mencegah serangan migren.12

Obat golongan TCA seperti amitriptilin, nortriptilin dan desipramin luas

dipakai pada anak.15 Amitriptilin merupakan terapi preventif yang efektif pada

migren, khususnya pada pasien dengan depresi atau tension headache.41

Amitriptilin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral, dengan kadar

maksimum dalam serum tercapai setelah 2-8 jam tapi dapat mencapai 12

jam, waktu paruh rata-rata dalam plasma 20 jam. Tempat biotransformasi

utama di hati. Diekskresi ke dalam urin, sedikit dalam bentuk yang tidak

berubah dan sebagian besar dalam bentuk metabolit.40 Efek sampingnya

berupa mengantuk, peningkatan berat badan, gejala antikolinergik seperti

mulut kering, mata kering, lightheadedness, konstipasi, aritmia jantung.12,32

Dosis amitriptilin dimulai dengan 5-10 mg oral saat mau tidur.15 Obat ini

dikontraindikasikan pada keadaan aritmia dan infark miokard.12

2.8. Penilaian perilaku

Penilaian perilaku atau karakter personal seringkali berdasarkan pada

kuesioner yang dilengkapi oleh orangtua atau guru.42 Beberapa contoh

instrumen yang dapat membantu dalam mendeteksi masalah perilaku adalah

Temperament and Atypical Behavior Scale, Child Behavior Check List

(CBCL), The Carey Temperament Scales, Eyberg Child Behavior Invantory,

(37)

CBCL dibuat oleh Thomas Achenbach,44,45 diawali dengan deskripsi

masalah – masalah yang dihadapi oleh orangtua dan para profesional

kesehatan mental. Deskripsi ini berdasarkan pada penelitian terdahulu,

literatur klinis dan penelitian, serta konsultasi dengan psikolog klinis dan

perkembangan, psikiater anak dan pekerja sosial kejiwaan. Akhirnya didapati

118 item seperti yang terdapat pada lampiran 3. CBCL dapat digunakan

untuk berbagai area penelitian.45

CBCL merupakan formulir yang sudah distandarisasi, diisi oleh orang

tua untuk menyebutkan masalah perilaku dan emosi anak mereka.44,45 Dari

jawaban orangtua, diperoleh skor yang selanjutnya dijumlahkan untuk

memperoleh skor untuk masing – masing skala sindrom (lampiran 3).

Selanjutnya diperoleh skor untuk internalisasi, eksternalisasi dan skor total.

Yang termasuk dalam internalisasi adalah withdrawn, somatic complaints dan

anxious / depressed, sedangkan yang termasuk dalam eksternalisasi adalah

delinquent behavior dan aggressive behavior. Untuk masing – masing skor,

(38)
(39)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Uji klinis acak tersamar tunggal

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekolah SMP Swasta Palapa, SMP Swasta

Pencawan, Tsanawiyah Ar-Rhaudhatul Hasanah, SMU Swasta Palapa, SMU

Swasta Pencawan, Aliyah Ar-Rhaudhatul Hasanah di Medan, Sumatera

Utara. Penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Juli hingga

Desember 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah anak sekolah yang berusia 12 sampai 19 tahun

yang dikunjungi ke sekolah untuk di lakukan skrining. Bila ditemukan

penderita migren sesuai dengan kriteria inklusi dimasukkan sampel

penelitian.

3.4 Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap

(40)

n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I

n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II

p1 = proporsi anak dengan gangguan perilaku untuk kelompok I (kontrol)

p2 = proporsi anak dengan gangguan perilaku untuk kelompok II (diuji)

P = Proporsi = ½ (P1+P2)

Q = 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :

 = kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)  Z  = 1,96 β = kesalahan tipe 2 = 0,2 (power 80%)  Z β = 1,84

Perbedaan gangguan perilaku yang diharapkan adalah 0,35 maka :

P1 = 0,55. dan P2 = 0,90

P = ½ (0.55+0,90) = 0,725

Q = 1- 0,725 = 0,275

Dengan memakai rumus diatas maka diperoleh besar sampel adalah 43

orang.

Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f)  48

n = besar sampel yang dihitung = 43

(41)

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 48 anak pada

setiap kelompok termasuk untuk antisipasi drop out dan metode pengambilan

sampel yaitu secara randomisasi sederhana.

3.5. Kriteria Penelitian Kriteria Inklusi:

a. Remaja usia 12 - 19 tahun yang menderita migren dengan salah satu

keadaan berikut :

1. Dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan

ketidak mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari

atau lebih dalam satu bulan

2. Kontraindikasi atau kegagalan dengan terapi akut

3. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu

4. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren

hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang

b. Orang tua bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan surat persetujuan orang tua atau walinya.

Kriteria Eksklusi:

a. Nyeri kepala kronik setiap hari

b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches

(42)

d. Sudah pernah mendapat tiga atau lebih terapi profilaksis migren

sebelumnya

e. Obesitas

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami,

pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. (Lampiran 1 dan

2)

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada tesis ini.

(Lampiran 5)

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Cara kerja

3.8.1. Pasien disurvey dulu dengan cara mengisi kuisioner

3.8.2. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik migren, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan oleh dokter anak yang telah

(43)

penelitian dengan diberi penjelasan (inform consent) sebelumnya dan

persetujuan mengikuti penelitian

3.8.3. Pasien yang setuju mengikuti penelitian kemudian dijadikan sampel dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat Amitriptilin

dan kelompok plasebo dengan randomisasi sederhana

3.8.4. Masing – masing kelompok di lakukan pemeriksaan berupa anamnesis terutama frekuensi, durasi serta disabilitas akibat nyeri kepala

migren dengan Pediatric Migren Disability Assesment (PedMIDAS).

3.8.5. Dicatat data antropometrik meliputi berat badan dan tinggi badan. 1. Berat badan: diukur dengan alat timbangan merk Camry (sensitifitas 0,5

kg), anak hanya memakai pakaian minimal berupa seragam sekolah.

2. Tinggi badan: diukur dengan pengukur tinggi merk MIC (sensitifitas 0,5

cm), tanpa alas kaki.

3.8.6. Sebelum diberikan terapi, orang tua diminta untuk mengisi kuesioner Child Behavior Check List versi bahasa Indonesia setelah sebelumnya

diberikan penjelasan tentang tata cara mengisi kuesioner tersebut.

3.8.6. Kelompok pertama (A) mendapat Amitriptilin 10mg/ hari sekali perhari saat akan tidur malam hari, diberikan selama 3 bulan

(44)

3.8.8. Obat Amitriptilin dan plasebo dimasukkan ke dalam kapsul dengan warna dan bentuk yang sama dengan formulasi oleh Apotik Kimia Farma.

Pasien tidak mengetahui obat yang diberikan.

3.8.9. Semua remaja diberi terapi dengan amitriptilin dan plasebo dengan pengawasan guru dan orangtuanya setiap hari. Selanjutnya masing-masing

remaja dari tiap kelompok diberikan catatan harian nyeri kepala untuk

mencatat frekuensi dan lamanya serangan nyeri kepala migren per bulan

selama 3 bulan

3.8.10. Pemeriksaan dilakukan tiap bulan meliputi penilaian frekuensi dan lamanya serangan migren serta efek samping yang timbul.

3.8.11.Pada akhir bulan ketiga pengobatan kembali dilakukan penilaian frekuensi, durasi nyeri kepala serta disabilitas akibat nyeri kepala migren

dengan menggunakan PedMIDAS.

3.8.12. Pasien dibolehkan meminum terapi abortif selama nyeri kepala

3.8.14. Orang tua diminta kembali mengisi kuesioner Child Behavior Check List versi bahasa Indonesia enam bulan setelah pemberian terapi profilaksis

amitriptilin.

3.9. Identifikasi Variabel

3.9.1. Variabel Bebas Skala

(45)

3.9.2. Variabel Tergantung Skala

- Perilaku, berupa:

- jumlah anak dengan skor T CBCL > 60 Nominal

- rerata skor T CBCL Numerik

3.9.3. Variabel Perancu

- Usia

- Pola Makan

- Genetik

- Menstruasi

- Stres

3.10. Definisi Operasional

Migren menurut kriteria IHS:17

Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5x serangan yang memenuhi kriteria B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:

1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari

(46)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain

Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi dua serangan yang memenuhi kriteria B

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif

(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji

dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna

C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau

aura yang lainnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit

D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan SPSS for WINDOWS 15. Perbedaan

(47)

dibandingankan dengan uji x2. Untuk membandingkan rerata skor T CBCL

diantara 2 kelompok digunakan independent sample t-test dan Mann-Whitney

U test. Perbedaan proporsi anak dengan skor T CBCL > 60 antara sebelum

dan sesudah intervensi dibandingkan dengan uji Mc Nemar. Nilai P < 0,05

dengan Interval Kepercayaan (IK) 95% ditetapkan sebagai bermakna secara

(48)

BAB 4. HASIL

Dilakukan skrining untuk mencari penderita migren pada 6 sekolah, yaitu 3

SLTA serta 3 SLTP sederajat di Medan, Sumatera Utara. Dari 2050 remaja

yang diskrining, terdapat 1654 remaja dengan nyeri kepala berulang; 208

remaja yang menderita migren sesuai kriteria HIS, namun hanya 98 orang

yang bersedia mengikuti penelitian. Sampel setelah dirandomisasi sederhana

dibagi menjadi dua kelompok. Sebanyak 50 orang dalam kelompok

amitriptilin dan 48 orang kelompok plasebo. Seluruh sampel penelitian,

mengikuti penelitian hingga akhir.

1654 orang nyeri kepala 2050 pelajar SLTP/SLTA

 90 orang menolak ikut penelitian  13 orang obesitas  7 orang nyeri kepala

setiap hari 208 orang sesuai kriteria IHS

98 orang

50 orang Grup amitriptilin

48orang Grup plasebo

50 orang dianalisis 48 orang dianalisis

(49)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Berat badan, rerata (SD), kg

Faktor Makanan sbg pencetus, n (%) Tidak ada pencetus

- Skor T Eksternalisasi

- Skor T Total

- Skor T Internalisasi

- Skor T Eksternalisasi

(50)

Dari hasil pemeriksaan dengan (PedMIDAS), jawaban kuesioner dan

penilaian CBCL sebelum intervensi didapatkan kedua kelompok perlakuan

tidak mempunyai karakteristik yang berbeda serta karakteristik sampel

masing-masing kelompok sebelum intervensi tampak bahwa terdapat

terdapat 68% remaja perempuan mengalami migren, dibanding remaja

laki-laki (32%). Sebanyak 76% remaja migren tanpa aura dan 24% migren

dengan aura. Sebanyak 76.5% remaja migren tanpa aura dan 23.5% migren

dengan aura. Faktor makanan juga berpengaruh terhadap timbulnya migren,

faktor pencetus makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan

makanan yang mengandung monosodium glutamat sebanyak 70 remaja

(71.4%) pada kedua kelompok. Nilai rata-rata pedMIDAS antara 2 kelompok

hampir sama yaitu 34.82 pada kelompok amitriptilin dan 34.44 pada

kelompok plasebo, dan dengan pedMIDAS grading yang berkisar antara

31-50, termasuk disabilitas sedang.

Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya serangan migren setelah pengobatan 3

bulan

Amitriptilin Plasebo Parameter

rerata (SD) rerata (SD) P

Frekuensi 4.32 (2.07) 4.85 (2.94) 0.001

PedMIDAS 26.12 (3.81) 34.35 (3.38) 0.001

(51)

Tampak penurunan frekuensi migren yang signifikan setelah

pengobatan selama 3 bulan dari kelompok amitriptilin yaitu dari 5.8 (SD 3.01)

menjadi 4.32 (SD 2.07) sedangkan pada kelompok plasebo tidak terdapat

perbedaan bermakna yaitu dari 4,9 (SD 2.96) menjadi 4,85 (SD 2.94). Dari

skor PedMIDAS, juga tampak perbedaan yang signifikan sebelum dan

sesudah terapi amitriptilin yaitu dari 34.82 (SD 4.13) menjadi 26.12(SD 3.81)

dibandingkan dengan kelompok plasebo dari 34.44 (SD 3.33) menjadi 34.35

(SD 3.38). (Tabel 4.2.).

Tabel 4.3.Perbandingan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah intervensi

Parameter Amitriptilin Plasebo P IK 95%

Tidak dijumpai perbedaan proporsi anak dengan skor T > 60 setelah

intervensi (Tabel 4.3). Pada rerata skor CBCL dijumpai perbedaan yang

bermakna pada T internalisasi antara kedua kelompok setelah intervensi.

(52)

Tabel 4.4. Perbandingan rerata skor T CBCL setelah intervensi antara kelompok amitriptilin dan plasebo

Parameter Amitriptilin Placebo P

CBCL Summary Measures

- Skor T Internalisasi

- Skor T Eksternalisasi

- Skor T Total

Tabel 4.5. Perbandingan rerata skor T CBCL sebelum (1) dan sesudah (2) intervensi

Intervensi Parameter Skor 1 Skor 2 P

Amitriptilin CBCL Summary Measures

- Skor T Internalisasi

- Skor T Eksternalisasi

(53)

Plasebo CBCL Summary Measures

- Skor T Internalisasi

- Skor T Eksternalisasi

- Skor T Total

Pada kelompok yang mendapat terapi amitriptilin dijumpai perubahan

yang bermakna pada skor T internalisasi dan skor T Total serta withdrawn

dan somatic complaint pada individual CBCL Scales setelah intervensi

dibanding dengan sebelumnya, sedangkan pada kelompok plasebo tidak

dijumpai perbedaan yang bermakna antara skor CBCL sebelum dan sesudah

(54)

BAB. 5. PEMBAHASAN

Perilaku adalah beberapa respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan) yang

dilakukan oleh suatu organisme. Perilaku dapat juga diartikan sebagai bagian

dari suatu kesatuan pola reaksi, dapat dikatakan juga sebagai suatu

perbuatan atau aktivitas.47 Perilaku anak dan remaja yang bervariasi

merupakan hasil pencampuran dari karakteristik biologic intrinsic dan

lingkungan dimana anak atau remaja berada. Beberapa faktor yang turut

mempengaruhi perubahan atau gangguan perilaku pada anak dan remaja

adalah faktor kerentanan psikiatrik, neurologi, kognitif, dan keluarga.

Psikopatologi yang mendasari terjadinya perubahan atau gangguan perilaku

masih belum jelas.22,47

Jenis migren yang paling sering dijumpai pada anak dan remaja

adalah migren tanpa aura (70%).2 Pada sebuah penelitian di Finlandia,

didapati bahwa terjadi peningkatan insiden migren dengan aura dari 5.2 per

1000 orang pada tahun 1974 menjadi 41.3 per 1000 orang pada tahun 2002.

Peningkatan insiden migren tanpa aura juga terjadi yaitu dari 14.5 menjadi

91.9 per 1000 orang dalam kurun waktu tersebut.48 Suatu penelitian tentang

nyeri kepala di Cincinatti mendapati bahwa sebanyak 60.6% merupakan

migren tanpa aura, sedangkan 7.9% adalah migren dengan aura dan sisanya

(55)

76.5% penderita migren tanpa aura, dan sebanyak 23.5% adalah migren

dengan aura.

Suatu penelitian di Milano, Italia menunjukkan bahwa pada penderita

anak dan remaja migren aura maupun tanpa aura terjadi gangguan perilaku

yang ditujukkan dengan adanya gangguan internalisasi dari hasil CBCL.

Pada penelitian ini didapati sebanyak 17 orang mengalami migren dengan

aura sedang 31 orang mengalami migren tanpa aura.4 Pada penelitian ini

kami jumpai sebanyak lebih dari 65.4% penderita migren yang mengalami

gangguan pada internalisasi (skor T internalisasi > 60) sebelum dilakukan

terapi.

Durasi nyeri kepala migren pada anak adalah berkisar 2-4 jam

sedangkan pada dewasa dapat mencapai 4-72 jam.10 Pengobatan profilaktik

ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala yang sering,

dan menyebabkan disabilitas.1,7 Jika migren timbul satu sampai dua kali

perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi profilaktik, tiga sampai empat

kali harus dipertimbangkan, serta jika timbul migren lima kali atau lebih terapi

harus diberikan.50 Pada penelitian ini didapati bahwa rata-rata durasi nyeri

kepala migren pada remaja adalah 1 sampai 2 jam dan ada yang lebih dari 2

jam, dengan frekuensi nyeri kepala lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.

Migren sering disertai dengan keluhan mual, muntah, ganguan

penglihatan, pendengaran dan persepsi serta dizziness. Keluhan somatik ini

(56)

lebih cemas, tegang, dan gelisah serta perfeksionis, dan biasanya gambaran

perilaku dan kepribadian ini berhubungan dengan nyeri kepala migren.8

Dalam 2 penelitian migren pada anak, menunjukkan bahwa anak penderita

migren memiliki karakteristik depresi, gelisah, sulit menyesuaikan diri dan

kurang percaya diri, khawatir, memiliki motivasi yang rendah dan peningkatan

keluhan somatic.34 Suatu penelitian nyeri kepala migren menunjukkan bahwa

anak yang mengalami nyeri kepala menunjukkan partisipasi social yang lebih

rendah dan lebih banyak mengalami keluhan somatic dan memilki skor

masalah internalisasi dan skor ansietas yang lebih tinggi bila dibandingkan

dengan anak yang mengalami nyeri kepala migren. Hal ini menunjukkan

kemungkinan gambaran kepribadian tersebut dikarenakan nyeri kepala yang

kronis.9

Suatu penelitian di Virginia menunjukkan bahwa pemberian profilaktik

migren dengan amitriptilin, sebanyak 89% menunjukkan respon positif,

sedang siproheptadin 83% selama 6 bulan pemantauan. Frekuensi nyeri

kepala berkurang dari 10.9 per bulan menjadi 4.1 per bulan sesudah terapi,

dimana terjadi penurunan sebanyak 62.4% pada amitriptilin. Sedangkan pada

pemakaian siproheptadin terjadi penurunan sebesar 55%.51 Pada penelitian

ini didapati penurunan frekuensi migren sebelum dan setelah terapi

amitriptilin, dimana terjadi sebelum pemberian terapi frekuensi nyeri kepala

sebesar 4.80 per bulan (SD 3.01), sedangkan sesudah terapi terjadi

(57)

Penilaian PedMIDAS merupakan pemeriksaan yang sensitif, reliabel,

dan valid untuk menilai disabilitas akibat nyeri kepala pada anak dan remaja,

berhubungan dengan fungsi di sekolah dan kegiatan sehari-hari di rumah.

Suatu penelitian nyeri kepala migren melaporkan terjadinya terdapat

penurunan rerata 22.3 point dari skor PedMIDAS setelah terapi profilaktik dan

hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan disabilitas dengan

pemberian terapi.32,33 Pada penelitian ini terjadi penurunan rerata nilai

PedMIDAS sebesar 7.30 point menjadi 26.12 setelah pemberian amitriptilin,

dan termasuk ke dalam disabilitas ringan, bila dibandingkan dengan plasebo.

Pengobatan profilaktik nyeri kepala migren pada anak dan remaja

ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala yang sering,

dan menyebabkan disbilitas.4,35,36 Pada penelitian ini kami jumpai adanya

perubahan yang bermakna dari skor T internalisasi, withdrawn dan somatik

complaint antara kelompok amitriptilin dan plasebo setelah pengobatan

selama 3 bulan serta diamati selama 6 bulan. Apabila dibandingkan antara

masing-masing kelompok, setelah pemberian terapi amitriptilin terjadi

penurunan skor T internalisasi, skor T total, withdrawn dan somatic complaint

daripada sebelum pengobatan. Sedangkan pada grup plasebo tidak terdapat

perubahan bermakna secara statistik. Ada sedikit perbedaan dijumpai

mungkin oleh karena adanya efek sugesti dari obat tersebut tapi hal ini tidak

(58)

profilaktik migren, terjadi perubahan pada keluhan penderita, dan secara

tidak langsung mempengaruhi perilaku penderita.

Kelemahan dari penelitian ini adalah terdapat faktor-faktor lain yang

dapat mempengaruhi perilaku seperti keterbatasan tingkat pengetahuan,

emosi orangtua serta faktor lingkungan. Selain itu, sebagaimana kuesioner

lainnya, karakteristik pemberi informasi, dalam hal ini orang tua dapat

mempengaruhi skor.

Orangtua, termasuk orangtua dengan tingkat pendidikan rendah atau

pengalaman mengasuh yang terbatas, dapat menilai anak mereka dengan

membandingkan anak mereka dengan anak lain. Hal ini merupakan cara

yang efektif untuk menemukan permasalahan pada masa anak. Namun

orangtua tidak selalu akurat, 20% - 25% orangtua tidak merasa khawatir pada

keadaan dimana perkembangan anak sudah seharusnya dikhawatirkan, dan

banyak orangtua khawatir pada keadaan yang tidak perlu dikhawatirkan.52

Multi-informan memberikan kemungkinan untuk menilai anak dari berbagai

sudut pandang. Dengan membandingkan penilaian orangtua dengan yang

lain, seperti guru, dapat membantu dalam menilai konsistensi

permasalahan.53 Pada penelitian ini, penilaian perilaku hanya berdasarkan

(59)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Terdapat perbedaan perilaku pada remaja penderita migren setelah

pemberian terapi profilaksis amitriptilin. Pada kelompok terapi profilaktik

amitriptilin didapati penurunan skor T CBCL yang bermakna setelah

intervensi dibandingkan sebelumnya dalam masalah internalisasi (withdrawn

dan somatic complaint ).

. .

6.2 Saran

Untuk objektifitas hasil yang diperoleh sebaiknya juga diberikan

(60)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hershey AD, Winner PK. Pediatric migraine: recognition and treatment. JAOA. 2005; 105:S2-8

2. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2000. h.78-86

3. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam: Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja I, Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Neurologi anak dalam praktek sehari-hari (Naskah lengkap PKB IKA XXXIV). Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1995. h.189-206

4. Riva D, Aggio F, Vago C, Nichelli F. Cognitive and behavioral effects of migraine in childhood and adolescence. Cephalalgia 2006;26:596-603

5. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam : Menkes JH, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64 6. Abu-Arefeh I, Russel G. Prevalence of headache and migraine in

schoolchildren. BMJ 1994;309:756-9

7. Kundu NC, Ahmad C. Migraine management in children-review of strategies and recommendations. J Bangladesh Coll Phys Surg. 2007; 25:77-85

8. Anttila P, Metsahonkala L, Sillanpaa M. Long-term trends in the incidence of headache in finnish schoolchildren. Pediatrics. 2006;117:1197-201

9. Cunningham S.J,M.A, McGrath P.J,Ph.D, Ferguson H.B,Ph.D. Personality and Behavioural Characteristics in Pediatric Migraine.Headache 1987;27;16 – 20.

10. Werry JS,M.D. Brain and Behavior. Dalam : LewisM, MB. BS. FRC Psych. DCH, penyunting.Child and Adolescent Psychiatry. Baltimore: Williams & Wilkins,1991.h.76-85

11. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Inc, 2006. h.1183-99

12. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001; 18:101-6

(61)

14. Eiland LS, Jenkins LS, Durham SH. Pediatric migraine: pharmacologic agents for prophylaxis. Ann Pharmacother. 2007;41:1181-90

15. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000; 1:1-9

16. Lewis DW. Preventive therapy for migraine. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. Hamilton: BC Decker Inc, 2005. h.53-7

17. Olesen J. Headache classification subcommittee of the international headache society. The international classification of headache disorders. Cephalal.2004;24(Suppl 1):24-36

18. Haslam RH. Headache. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders, 2004. h.2012-4

19. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam: Menkes JH, penyunting. Child neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64 20. Santrock JW. Psychology. Boston: McGraw-Hill, 2005. h. 6-12.

21. Walgito B. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi, 2004. h. 973.

22. Morris CG, Maisto AA. Basic psychology. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005. h.43-82

23. Ganong WF. Review of medical physiology. Edisi ke-21. Boston: McGraw-Hill, 2005. h.256-65.

24. Barnes NP, Jayawant S. Migraine. Arch Dis Child. 2005;90:53-7 25. Schor NF. Migraine in children and adolescent. Dalam: Maria BL,

penyunting. Current management in child neurology. New York: BC Decker Inc, 2005.h.39-41

26. Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic treatment. Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU Press,2004.h.21-45

27. Chutarian AM. Headaches in children. Dalam: Burg FD, Ingelfinger JR, Polin RA, Gershon AA, penyunting. Gellis & kagan’s current pediatric therapy. Edisi ke-17. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 2002. h.183-99

28. Murdoch L. Migraine. NZFP. 2004;31:90-3

(62)

30. Gunner K, Smith H, Ferguson L. Practice guideline for diagnosis and management of migraine headaches in children and adolescent: part two. J Pediatr Health Care. 2008;22(1):52-9

31. Worawattanakul, Mingmuang, Marc J. Abdominal migraine: Prophylactic treatment and follow-up. JPGN 1999;28:37-40

32. Ryan S. Pharmacy update: medicines for migraine. Arch Dis Child Educ Pract Ed. 2007; 92:ep50-55

33. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology a signs and symptoms approach. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2001

34. Gardner KL. Genetics of migraine: an update. Headache. 2006;46:19-24

35. Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic Neurology. Edisi ke 3. Michigan: McGraw-Hill Companies, 2000.h.943-64

36. Hargreaves R. New migraine and pain research. Headache. 2007;47:26-43

37. Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migren. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.h.253-63.

38. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008.h.73-123

39. Boudreau G, Leroux E. The complications of migraine classified under the international classification of headache disorders: a review. Headache Care. 2006;3:85-90

40. Blumenfeld A. Clinical approaches to migraine prophylaxis. Am J Manag Care. 2005; 11:S55-61

41. Senbil N, Gurer YKY, Aydin OF, Rezaki B, Inan L. Diagnostic criteria of pediatric migraine without aura. The Turk J of Pediatr. 2006;48:31-7

42. Boris NW, Forman MA, Daruna JH. The clinical interview (history). Dalam: Behrman RE, Kligman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 69-70.

43. American Academy Of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Developmental surveillance and screening of infants and young children. Pediatrics 2001;108:192-6.

44. Achenbach TM, Ruffle TM. The child behavior checklist and related forms for assessing behavioral/emotional problems and competencies. Pediatr Rev. 2000;21:265-71.

(63)

46. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: CV Agung Seto,2008.h.302-30

47. Windiani IGAT, Soetjiningsih. Gangguan perilaku, kenakalan dan tindak kekerasan remaja. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Buku ajar tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto; 2007.h.241-53

48. Visudtibhan A. Migraine in Thai children: Prevalence in junior high school students. J Child Neurol. 2007;22 (9):117-20

49. Hershey AD, Powers SW, Bentti AL, deGrauw TJ. Effectiveness of amitriptyline in prophylactic management of childhood headaches. Headache. 2000; 40:539-49

50. Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006;332:25-9

51. Lewis DW, Diamond S, Scott D, Jones V. Prophylactic treatment of pediatric migraine. Headache. 2004; 44:230-7

52. Ma S, Truong K, Sturm R. School characteristics and behavior problems of U.S. fifth-graders. Psychiatric services. 2007;58:610. 53. American Academy Of Pediatrics, Committee on Children With

(64)

Lampiran 1

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Orang tua dari :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitan “

Perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi

profilaksis amitriptilin “. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya

bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

(65)

Lampiran 2.

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

Kepada Yth Bapak/ Ibu…

Bersama ini kami ingin menyampaikan kepada Bapak/ Ibu bahwa

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Departemen Ilmu Kesehatan Anak

FKUSU-RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai

perubahan perilaku pada remaja penderita migren setelah mendapat terapi

profilaksis, karena migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling penting

dan sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran anak di sekolah.

Oleh karena itu kami akan memberikan Amitriptilin selama 3 bulan

sebagai pencegahan serangan migren dan akan dilakukan pengamatan

berupa pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan, pemberian diary

nyeri kepala dan kuisoner untuk mengetahui apakah ada perubahan perilaku

remaja yang menderita migren setelah mendapat terapi.

Jika Bapak/ Ibu bersedia maka kami mengharapkan bapak/ibu

menandatangani lember persetujuan setelah penjelasan. Demikianlah kami

sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Bapak/ Ibu dapat menghubungi Peneliti bila ingin menanyakan masalah

kesehatan putra / putri anda atau masalah lain seputar penelitian ini melalui:

Dr. Pranoto Trilaksono

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial - Dep. Ilmu Kesehatan Anak

FKUSU-RS H.Adam Malik, Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Telp. 8365663

Atau Kompleks Setiabudi Permai no 4, Jl. Kenanga Sari, Medan.

(66)

Lampiran 3

Divisi Neurologi No. urut

Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

KUESIONER PENELITIAN

Tanggal: Pencatat:

1. Nama Anak :

2. Tanggal Lahir : Umur : [ ] tahun, [ ] bulan 3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Urutan anak dalam keluarga : 5. Jumlah bersaudara : b. Dicetuskan oleh stress/

makanan atau menstruasi [ ] [ ] l. Nyeri membaik dengan

tidur sejenak [ ] [ ] m. Pernah berobat, dokter

Gambar

Gambar 2.1. Rumus bangun Amitriptilin
Gambar 2.3. Diagram CONSORT
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya serangan migren  setelah pengobatan 3
+3

Referensi

Dokumen terkait

41 Penelitian di Amerika Serikat pada 90 anak usia 8-17 tahun yang menderita gangguan gastrointenstinal fungsional ditemukan amitriptilin dan plasebo memberikan respon terapi

Terdapat perbedaan yang signifikan antara terapi fibrinolitik dan heparinisasi terhadap perubahan ST-elevasi pada penderita infark miokard akut di RSUD Moewardi pada

Terdapat perbedaan yang signifikan antara terapi fibrinolitik dan heparinisasi terhadap perubahan ST-elevasi pada penderita infark miokard akut di RSUD Moewardi pada

Uji-t digunakan agar dapat melihat apakah tingkat perilaku seksual beresiko pada remaja sekolah yang mendapat program Pendidik Sebaya lebih rendah dari pada tingkat perilaku

penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: Perbandingan Kadar Vitamin D pada Penderita HIV/AIDS yang Mendapat ARV Satu Tahun dan yang Belum Mendapat ARV..

Resiliensi dapat dikembangkan melalui beberapa teknik pelatihan/ terapi, salah satunya terapi perilaku kognitif. Intervensi terapi kognitif dan perilaku yang dilakukan

Pada kasus anak penderita leukemia, peningkatan kualitas hidup dengan menggunakan teknik terapi kognitif perilaku akan lebih difokuskan untuk meningkatkan dimensi

EFEK TERAPI DESENSITISASI SISTEMATIS GUNA MENGURANGI GEJALA KECEMASAN PADA PENDERITA GANGGUAN FOBIA