• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang

Menjalani Perawatan di RSUP H. Adam Malik

Medan

Maisarah

101121103

Skripsi

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

Prakata

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberi Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul : Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan selaku penguji 1.

3. Ibu Wardiah, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan waktu dan masukan yang sangat berharga selama proses akademik

(5)

5. Rosina tarigan , S.Kep, M.Kep, Sp. KMB. CWCC selaku dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini

6. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf

nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administrati

7. Direktur RSUP Haji Adam malik Medan yang telah memberikan izin penelitian

8. Teristimewa kepada keluarga tercinta ayahanda Zainuddin, ibunda Hasmah A.ma,Pd dan abangda Tamlikha dan Marnus Putra.

9. Teman-teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2010 Ekstensi Sore yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini

Di akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Januari 2012

(6)
(7)

4.6 Uji validitas & reabilitas ... 33

4.7 Pengumpulan data ... 34

4.8 Analisa data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1 Hasil Penelitian ... 37

5.2 Pembahasan ... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Rekomendasi ... 46

Daftar Pustaka

Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Izin Selesai Penelitian Lampiran 3 : Jadwal Tentatif Penelitian

Lampiran 4 : Infomcontion dan Instrumen Penelitian Lampiran 5 : How To Score Rand Sf-36 Questionaire

Lampiran 6 : Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Lampiran 7 : Taksasi Dana

(8)

Daftar Tabel

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian ... 29 Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan

data demografi responden di RSUPH. Adam Malik

Medan ... 38 Tabel 3. Distribusi frekuensi Kualitas hidup pasien HIV/AIDS

yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik

(9)

Judul : Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Maisarah

NIM : 101121103

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Tahun : 2012

Abstrak

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 17 responden. Sampel di ambil dengan menggunakan teknik accidental sampling Pengumpulan data dilakukan dengan cara pembagian kuesioner. Data yang telah terkumpul di analisa dengan menggunakan statistik deskriptif. Kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Dari hasil penelitian yang di lakukan terhadap 17 pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan yang dilihat dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental didapatkan mayoritas kualitas buruk dan didapat satu kategori kualitas baik yaitu pada kesehatan mental di dapatkan 10 (58.82%), pada kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawawan didapatkan 5 pasien (29.41%) kualitas hidupnya baik, dan 12 pasien (70.58%) kualitas buruk. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup pasien HIV/AIDS.

(10)

Judul : Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Maisarah

NIM : 101121103

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Tahun : 2012

Abstrak

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 17 responden. Sampel di ambil dengan menggunakan teknik accidental sampling Pengumpulan data dilakukan dengan cara pembagian kuesioner. Data yang telah terkumpul di analisa dengan menggunakan statistik deskriptif. Kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Dari hasil penelitian yang di lakukan terhadap 17 pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan yang dilihat dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental didapatkan mayoritas kualitas buruk dan didapat satu kategori kualitas baik yaitu pada kesehatan mental di dapatkan 10 (58.82%), pada kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawawan didapatkan 5 pasien (29.41%) kualitas hidupnya baik, dan 12 pasien (70.58%) kualitas buruk. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup pasien HIV/AIDS.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang

AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Immunodeficiecy Virus) yang merusak sebagian dari sistem kekebalan tubuh

manusia (limfosit). Virus ini berkembang biak dan merusak limfosit sistim

kekebalan tubuh, sehingga orang yang terinfeksi HIV tersebut mudah terkena berbagai penyakit mematikan dan tidak lazim (infeksi oportunistik), yang akhirnya meningkatkan risiko kematian penderita. Gejala infeksi oportusnistik

seperti batuk-batuk lama, menceret terus-terusan dan badan yang semakin kurus (Nasronudin, 2007).

(12)

terbanyak (3589 kasus). Di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual sampai awal Februari 2010 sudah mencapai 128 kasus (Marza, 2010).

Medan pada Januari 2011 kasus HIV/AIDS ada sebanyak 2.616 kasus yakni, HIV 1.081 dan AIDS 1.535, rincian kasus HIV/AIDS di kota medan

menduduki rangking pertama. Kabupaten Deli Serdang 205, Karo 117, Tosaba 114 orang bahkan kabupaten yang baru dimekarkan seperti Batu Bara kasusnya ditemukan 6 orang, Padang Lawas AIDS 2 orang, Pak-Pak barat 1 orang AIDS

kasus ini di dominasi usia produktif antara 20-29 tahun sebanyak 1.316, juga telah sampai pada anak usia dibawah satu tahun, dimana HIV ada 3 orang dan AIDS 2

orang, Usia 1-4 tahun 28 orang (HIV 24 dan AIDS 4 orang), usia 5-9 tahun 5 orang yang HIV/AIDS (Depkes, 2011).

Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu

singkat terjadi peningkatan jumlah penderita semakin banyak melanda. Dikatakan pula bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai penyakit (AIDS), virus

(HIV) tetapi juga reaksi/dampak negatif berbagai bidang seperti kesehatan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi baik oleh negara maju maupun negara berkembang (Widiyatna.

2009).

Peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS tidak terlepas dari peran tenaga kesehatan terutama perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

(13)

HIV/AIDS dipelosok sering tidak mendapatkan kunjungan dari petugas kesehatan khususnya perawat sehingga pasien maupun keluarga tidak mampu merawat

kondisinya agar tidak terkena infeksi oportunistik pada saat daya tahan tubuh mereka mengalami penurunan (Faziah, 2006).

Peningkatan kasus HIV/AIDS diperlukan kesiapan para tenaga kesehatan

untuk memberikan bantuan dan pelayanan pada pasien-pasien HIV/AIDS. Meskipun belum ditemukan obat yang bisa membunuh virus HIV secara tuntas,

dengan ditemukannya obat antiretroviral, para penderita HIV/AIDS bisa lebih meningkat usia harapan hidupnya dengan didukung oleh perawatan yang adekuat agar tercapai kualitas hidup yang optimal (Laplip, 2004).

Bastian dan Wawan (2003) mengutarakan ketika seseorang didiagnosa terinfeksi HIV / AIDS, maka hampir selalu ini merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan. Meskipun terkena karena perilaku mereka sendiri, diagnosa HIV bisa terasa berat untuk dapat diterima. Reaksi bisa beragam. Ada yang bereaksi dengan kemarahan, ketakutan yang amat sangat, membantah kebenaran tes, atau kadang, dengan reaksi tumpul.

Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan

kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan

dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, Nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental

(14)

Penelitian Ratna (2004) didapatkan 67,7% penderita dengan hasil skor total kualitas hidup kategori sedang, 48% dengan skor domain fisik kategori

tinggi. Dari domain psikologi 69,6%, kemandirian 55,9%, sosial 63,7%, dan lingkungan terdapat 78,4% penderita dengan kategori sedang, serta pada domain spiritual didapatkan 55,9% dengan kategori tinggi. Kualitas hidup penderita

dalam penelitian ini cukup terganggu meskipun tidak secara berlebihan, namun perlu diwaspadai dapat mengalami penurunan ke kategori rendah.

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan masih merupakan masalah yang menarik perhatian para profesional kesehatan. Kualitas hidup pasien yang optimal menjadi isu penting yang harus diperhatikan dalam

memberikan pelayanan keperawatan yang komprehensif. Pasien bisa bertahan hidup dengan pengobatan rutin dan masih menyisakan sejumlah persoalan penting

sebagai dampak dari terapi pengobatan HIV/AIDS.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS di RSUP Haji

Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kualitas hidup pasien HIV/AID yang menjalani perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani

(15)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melihat gambaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan fungsi

fisik, keterbatasan fisik, nyeri pada tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental

2. Melihat gambaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi

institusi pendidikan keperawatan di bidang keperawatan medikal bedah.

b. Bagi Praktik Keperawatan

Sebagai bahan informasi tentang kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dan dukungan yang optimal kepada pasien .

c. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan data awal dalam mengadakan

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

HIV/AIDS

2.1.1 HIV (

Human Imunnodeficiency Virus)

HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari Human

Imunnodeficiency Virus dalam bahasa Indonesia berarti virus penyebab

menurunnya kekebalan tubuh manusia. HIV adalah Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus HIV

menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berpungsi untuk kekebalan tubuh (Maryunani, 2009).

Kecepatan reproduksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berperan melawan infeksi yang lain, refroduksi HIV berjalan dengan lambat, namun

reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi keadaan ini dapat

menjelaskan periode laten yang diperlihatkan sebagian penderita sudah terinfeksi HIV. Sebagai contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala selama sepuluh tahun, kendati demikian sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65%)

tetap menderita penyakit HIV atau AIDS yang simtomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Smaltzer & Bare, 2001).

(17)

menyerang dan memberi isyarat pada sel darah putih lainnya untuk segera membentuk antibody yang dapat mengikat pathogen tersebut. Setelah diikat,

pathogen itu dilumpuhkan dan diberi ciri untuk selanjutnya dihancurkan. Lalu sel CD4 kemudian memanggil lagi jenis darah putih lainnya, sel T pembunuh (killer T cell), untuk memusnahkan sel yang terjadi tadi. HIV mampu menyerang dan

mampu mangalahkan sel CD4 yang justru amat diandalkan untuk menghadapi HIV tersebut beserta kuman-kuman jenis lainnya. Itulah yang menyebabkan HIV

membuat tumbuh menjadi sangat rentan terhadap infeksi kuman-kuman lainnya dan jenis-jenis kanker yang umumnya dapat dikendalikan. Tanpa adanya sistem imun yang efektif, penyakit-penyakit yang lazimnya disebut infeksi oportunistik,

akan menyerang tubuh dan mengakibatkan kematian (Hutapea, 1995).

2.1.2 AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom)

AIDS adalah singkatan dari acquired (didapat) immune (kekebalan)

deficiency (penurunan) Syndrom (kumpuan dan gejala), yaitu menurunnya daya

tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi HIV. Seorang yang

teinfeksi HIV, dapat dengan mudah terserang berbagai penyakit yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak terlalu berbahaya akan tetapi bagi mereka yang

teah terinfeksi HIV, penyakit-penyakit tersebut dapat bertambah parah. Hal ini disebabkan karena menurunnya daya immunitas (kekebalan) tubuh, dan dapat berakhir dengan kematian (Nasution, Putra, & Nasution, 2000).

AIDS adalah kependekan dari acquired immune deficiency Syndrom kumpulan gejala akibat atau kekurangan dan kelemahan sistem kekebalan tubuh

(18)

AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV.

Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang bersipat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma Kaposi

dan limpoma yang hanya menyerang otak (Djuanda, 2007). 2.1.3 Perjalanan Penyakit

Perjalanan klinis pada pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunaan sederajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas

biasanya diikuti adanya peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi

oportunistik serta penyakit keganasan (Depkes RI, 2003).

Dari yang semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun.

Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan bergabung dengan DNA

sel pasien, sehingga orang yang yeng terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi, sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk pada 3-6

minggu setelah infeksi kondisi ini dikenal dengan dengan infeksi primer. Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu dimana HIV pertama kali masuk kedalam

(19)

penigkatan aktivitas imun, yaitu pada tingkat seluler (HLA-DR; sel T; IL-2R) serum atau humoral (beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R dan antibodi

upregulation (gp 120, anti p24; IgA). Selama infeksi primer jumlah limpisit CD4+

dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limposit CD4+ pada nodus limpa dan thymus selama waktu tersebut yang membuat individu yang

terinfeksi HIV akan mungkin terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limposit T. Tes antibodi HIV

menggunakan enzyme linked imunoabsorbent assay (ELISA) yang menunjukkan hasil positip. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala) ini berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok orang yang

perjalanan penyakitnya sangat cepat, hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya sangat lambat (Nursalam, 2009).

2.1.4 Tes Diagnostik

Tes Skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA. Untuk mengidentifikasi antibody terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitip, tapi

tidak selalu spesifik, karena penyakit lain bisa juga menunjukkan hasil positif. Beberapa penyakit bisa menyebabkan false positip, antara lain adalalah penyakit

autoimun, infeksi virus, atau keganasan hematologi. Kehamilan juga bisa menyebabkan false positip. Tes yang lain biasanya digunakan untuk mengonfirmasi hasil ELISA, antara lain Western Blot (WB), Indirect

Immunofluoresence Assy (IFA) atau pun Radio- Immunoprecipitation Assy

(20)

Western Blot merupakan elektroforosis gel poliakrilamid yang digunakan

untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA, jika tidak ada rantai

protein yang ditemukan, berarti hasil tes negatip. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan, berarti western Blot positip. Tes western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh

karena itu, tes harus diulangi lagi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika tes western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes western Blot harus

diulang lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatip maka pasien dianggap HIV negatip.

PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk DNA dan RNA virus HIV

sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering di gunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas (Nursalam, 2009).

2.1.5 Pembagian Tingkat Klinis Panyakit HIV

Global Programe on AIDS dari badan kesehatan dunia (WHO)

mengusulkan “pembagian tingkat kinis penyakit infeksi HIV” sesudah

mengadakan pertemuan di Geneva bulan juni 1989 dan bulan Februari 1990. Usulan tersebut berdasarkan penelitian terhadap 907 penderita seropositif HIV

dari 26 pusat perawatan yang berasal dari 5 benua. Pembagian tingkat klinis infeksi HIV tersebut adaah sebagai berikut:

a. Tingkat klinik 1 (Asimtomatik/LPG):

(21)

2. Limfadenopati Generalisata Persisten (LPG): yakni pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat yang

menetap.

Pada tingkat ini pasien belum mempunyai keluhan dan dapat melakukan

aktivitasnya secara normal. b. Tingkat klinik 2 (Dini).

1. Penurunan berat badan kurang dari 10%

2. Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya dermatitis seboroika,

prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulkus pada mulut beruang dan cheilitis angualaris.

3. Herfes joster yang timbul pada 5 tahun terakhir

4. Infeksi saluran napas bagian atas berulang, misalnya sinusitis.

Pada tingkat ini, pasien sudah menunjukkan gejala tetapi aktivitas tetap normal.

c. Tingkat kinik 3 (menengah)

1. Penurunan berat badan >10% berat badan 2. Diare kronik >1 bulan, penyebab tidak diketahui

3. Panas yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hingga timbul maupun terus menerus

4. Kandidasi mulut

5. Bercak putih serabut dimulut (hairy leukoplakia) 6. Tuberculosis paru setahun trakhir

(22)

Pada tingkat klinik 3 ini, penderita biasanya berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam sehari, selama sebulan trakhir.

d. Tingkat klinik 4 (lanjut)

1. Badan menjadi kurus (HIV westing syndrome), yaitu: berat badan turun lebih dari 10% dan (a) diare kronik tanpa diketahui sebabnya

selama lebih dari satu bulan, atau (b) kelemahan kronik dan panas tanpa diketahui sebabnya, selama lebih dari satu bulan .

2. Pneumonia pneumosistis karini 3. Toksoplasmosis otak

4. Kriptosporidiosis dengan diare> 1 bulan

5. Kriptokokosis di luar paru

6. Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali di limpa, hati atau

kelenjar getah bening.

7. Infeksi virus herves simplek di mokokutan lebih dari satu bulan, atau di alat dalam (visceral) lamanya tidak dibatasi

8. Leukoensefalopati multifocal progresip

9. Mikosis (infeksi jamur) misalnya histoplasmosis, kokkidiodomikosis

yang endenik, menyerang banyak organ tubuh (disseminate). 10.Kandidiasis esophagus, trakea, bronkus atau paru.

11.Mikrobakteriosis atipik (mirip bakteri TBC), disseminate

12.Tuberculosis di luar paru 13.Limpoma

(23)

15.Ensefalopati HIV, sesuai kriteria CDC, yaitu: gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif

sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan, tanpa dapat diteukan penyebabnya selain HIV (Rustamaji, 2001).

2.1.6 Penularan HIV/AIDS

Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu : a. Hubungan seksual dengan mengidap HIV/AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tampa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual

berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah. Selama

berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah

pasangan seksual (Syaiful, 2000). b. Ibu dan bayinya

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).

Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan

belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%. Penularan juga terjadi selama proses

(24)

memberan mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan, semakin lama proses melahirkan, semakin besar risiko

penularan. Oleh karena itu, lama persalinan bisa dipersingkatan dengan operasi section caesaria. Transmisi lain terjadi selam periode post

partum melalui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang

positif sekitar 10% (Lily V, 2004)

c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menularnya HIV karena Virus langsung ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh

d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan

langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.

e. Alat-alat untuk menoreh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang membuatato, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut

mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu. f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian.

Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang

digunakan oleh para penguna narkoba (injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menular HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai

(25)

pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV (Nursalam, 2009).

2.1.7 Pencegahan Penularan HIV/AIDS

Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit: a. Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang sering menggunakan

obat bius secara intravena.

b. Mitra seksual multiple atau hubungan seksual dengan orang yang

mempunyai banyak teman kencan seksual kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.

c. Cara hubungan seksual yang dapat merusak selaput lendir rektal, dapat

memperbesar kemungkinan mendapatkan AIDS. Senggama anal pasif yang pernah dilaporkan pada beberapa penelitian menunjukkan korelasi

tersebut. Walaupun belum terbukti, kondom dianggap salah satu untuk menghindari penyakit kelamin, cara ini msih merupakan anjuran.

d. Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat bius intravena dapat

dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk tersebut dan melanggar penggunaan jarum suntik bersama.

e. Semua orang tergolong berisiko tinggi AIDS seharusnya tidak terjadi donor. Di AS soal ini sudah dipecahkan zat anti-AIDS dalam darah melalui cara Enzyme Linked Immuno Sorbent assay (ELISA).

(26)

2.1.8 Perawatan Pasien HIV/AIDS

Asuhan perawatan pada pasien HIV/AIDS bersifat unik untuk setiap

individu, dipengaruhi oleh karakteristik individu, tahap perkembangan gejala yang sedang dialami oleh penderita HIV/AIDS, dan sikap masyarakat terhadap HIV/AIDS. Masalah-masalah keperawatan yang umum ditemukan pada penderita

HIV/AIDS diantaranya:

a. Resiko mendapatkan infeksi (opportunistic infection) sehubungan dengan

penurunan kekebalan tubuh

b. Kelelahan (fatigue) sehubungan dengan proses infeksi HIV

c. Nyeri akut/kronis sehubungan dengan adanya neuropathy, kanker, infeksi

d. Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit menelan, nyeri pada mulut,

diare

e. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan infeksi, kanker f. Isolasi sosial sehubungan dengan takut penyebaran virus, stigma

g. Resiko harga diri rendah sehubungan dengan perubahan penampilan tubuh h. Perubahan pola seksual sehubungan dengan resiko penyebaran penyakit

i. Cemas sehubungan dengan kurang pengetahuan, kurang dukungan keluarga/sosial

j. Respon pertahanan (coping mechanism) yang tidak efektif sehubungan

dengan penyakit kronis yang progresif

k. Kesedihan yang mendalam sehubungan dengan penurunan fungsi

(27)

Untuk mengurangi resiko mendapatkan infeksi, ODHA dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan diri (personal hygienes), memelihara keamanan dan

kebersihan makanan dan minuman, menjaga kebersihan lingkungan, menghindari perilaku yang beresiko tertular atau menularkan penyakit, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Fatigue bisa timbul akibat infeksi, pengobatan,

anemia, dehidrasi, depresi, atau karena nutrisi yang jelek. Fatigue dapat dikelola dengan cara menyelingi aktivitas dengan istirahat, menyusun jadual

kegiatan/pekerjaan yang memerlukan banyak tenaga dilakukan pada saat kondisi lebih energik. Diet makanan tinggi kalori, tinggi protein serta mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral. Selama infeksi HIV berlangsung, pasien pada

umumnya tinggal di rumah. Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan untuk waktu-waktu tertentu selama episode akut. Ketika penyakit terus berkembang,

pasien perlu perawatan serius dari keluarga atau perawat masyarakat (community

nurse). Perawat akan membantu cara melakukan perawatan fisik, membangun

hubungan terapetik, dan mengkoordinasikan perawatan dengan anggota tim

kesehatan lainnya. Berbagai fasilitas pendukung di masyarakat harus dikenali. Ketika pasien berada dalam fase terminal, perawatan yang memberi dukungan

kenyamanan dan dukungan emosi untuk pasien dan keluarga sangat dibutuhkan (Laplit, 2004).

2.1.9 Pelayanan Kesehatan Untuk HIV/AIDS

(28)

a. Pasilitas perawatan akut

Perawatan rawat inap intensip yang mempunyai stap emhkap dan

sudah berpengalaman. Di ruang rawat ini penderita diawasi 24 jam penuh. Jenis peayanan dasar yang diperlukan adlah penyakit dalam, bedah, anastesi, laboratorium, radiologi, gizi, dan farmasi.

b. Fasilitas perawatan khusus

Adalah fasilitas perawatan yang sudah terbiasa merawat pasien

HIV/AIDS. Unit ini menyediakan perawatan untuk pasien HIV/AIDS yang tidak dalam fase akut tetapi memerlukan perawatan di rumah sakit untuk rehabilitas.

c. Fasilitas perawatan intermediate

Fasilitas ini digunakan untuk menderita yang tidak terus-menurus

memerlukan dokter atau perawat yang berpengalaman. Ini berlaku baik untuk fasilitas rawat inap maupun berobat jalan.

d. Pasilitas perawatan masyarakat

Penderita HIV/AIDS yang sedang tidak dirawat di rumah sakit kadang-kadang memerlukan beberapa jenis fasilitas non-medik, seperti

perumahan, pengadaan makanan, dan bantuan aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi, atau ke toilet.

e. Pusat kesehatan masyarakat.

Puskesmas yang diperlihatkan adalah yang dilengkapi dengan pelayanan fisikologi, rehabilitasi, sosial, gizi, dan pendidikan

(29)

f. Perawatan kesehatan dirumah

Fasilitas ini diperlukan oleh penderita, agar ia dapat tetap tinggal di

rumahnya sambil terus dipantau dan mendapat perawatan medic yang berkesinambungan. Untuk tujuan tersebut diperlukan pekerja sosial, perawatan, dan relawan baik dari kalangan agama maupun dari lapisan

masyarakat lain (Rustamaji, 2001).

2.2 Kualitas Hidup

2.2.1 Definisi Kualitas Hidup

Tidak mudah untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat. Pengertian

mengenai kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun semua pengertian tersebut tergantung dari siapa yang membuatnya. Seperti halnya

definisi sehat, yaitu tidak hanya berarti tidak ada kelemahan atau penyakit, demikian juga mengenai kualitas hidup, kualitas hidup bukan berarti hanya tidak ada keluhan saja, akan tetapi masih ada hal-hal lain yang dirasakan oleh penderita,

bagaimana perasaan penderita sebenarnya dan apa yang sebenarnya menjadi keinginannya.

Menurut Calman (1993) mengungkapkan bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”.

Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya, dicontohkan dengan membandingkan

(30)

berada”. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidak cocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas

hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil. Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antara

keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan

emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Menurut Schipper yang dikutip oleh Ware (1992) mengemukakan kualitas hidup sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang

diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien. Menurut Donald yang dikutip oleh Haan (1993), kualitas hidup berbeda dengan status fungsional, dalam hal

kualitas hidup mencakup evaluasi subyektif tentang dampak dari penyakit dan pengobatannya dalam hubungannya dengan tujuan, nilai dan pengharapan seseorang, sedangkan status fungsional memberikan suatu penilaian obyektif dari

kemampuan fisik dan emosional pasien.

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup

Menurut Trbojevic (1998) kalitas hidup dikembangkan untuk memberikan suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan kesejahteraan.

Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan prioritas kesehatan sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi

(31)

Menurut Hay (1992) kualitas hidup dapat disimpulkan menjadi 2 komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental, untuk mengkaji kualitas

hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:

a. Fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktivitas yang

memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak

tangga, membungkuk, berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju sendiri.

b. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pertanyaan penggunaan waktu yang

singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada beberapa pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan.

c. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktivitas.

d. Pesepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi

kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang

sangat baik.

e. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana pasien dalam melaksanakan aktivitasnya apakah semangat memiliki energi

yang banyak, bosan dan lelah.

f. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi

(32)

g. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah masalah emosi mempengaruhi penggunaan waktu yang singkat dalam pekerjaan

atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan dan tidak berhati-hati sebagai mana mestinya.

h. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup,

merasa tertekan, tenang, sedih dan periang.

University of Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi

dalam tiga bagian yaitu internal hidup, kepemilikan (hubungan indivindu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi indivindu).

a. Internal hidup

Internal hidup dalam kualitas hidup dibagi 3 yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik, personal

higienis, nutrisi, olah raga, pakaian dan penampilan fisik secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis,

kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan control diri. Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standart-standart pribadi dan kepercayaan spiritual.

b. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan indivindu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi 2 yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik yang terdiri dari

(33)

c. Harapan

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi

2 yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. Secara praktis yaitu aktivitas rumah tangga, pekerjaan, aktivitas sekolah atau sukarelawan dan pencarian

kebutuhan atau sosial. Secara pekerjaan yaitu aktivitas peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan dan penggunaan waktu santai, aktivitas relaksasi dan reduksi stress.

2.2.4 Teori Kualitas Hidup

Kualitas hidup berarti hidup yang baik, hidup yang baik sama seperti

hidup dengan kehidupan yang berkualitas tinggi (Ventegodt, Merrick, Andersen, 2003). Hal ini digambarkan pada kebahagiaan, pemenuhan kebutuhan, fungsi dalam konteks sosial dan lain-lain. Dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam 3

bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu :

a. Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan

oleh masing-masing indivindu yang memelikinya. Masing-masing indivindu secara personal mengevaluasi bagaimana meraka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka.

b. Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupukan level yang dalam. Ini mengansumsikan bahwa indivindu

memiliki suatu sifat dasar yang lebih dalamyang berhak untuk dihormati dan dimana indivindu dapat hidup dalam keharmonisan.

c. Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh

(34)

seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu

rentang spectrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang merupakan teori kualitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas hidup,

mencapai potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor objektif. a. Kesejahteraan

Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan

pemenuhan kebutuhan dan relasasi diri. b. Kepuasan hidup

Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika

pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas. Kepuasan adalah pernyataan mental

yaitu keadaan kognitif. c. Kebahagiaan

(35)

kebahagiaan diperoleh dari adaptasi tehadap budaya seseorang, kebahagiaan di asosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional seperti

cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

d. Makna dalam hidup

Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan

dari ketidak berartian dan kesangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa

yang tidak berarti.

e. Gambaran Biologis Kualitas Hidup

Gambaran biologis kualitas hidup yaitu system informasi biologis dan

tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik mencerminkan tingkat system informasi biologi seperti sel-sel dalam

tubuh membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana

hidup bermakna atau tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu system informasi biologis. Orang yang hidup tanpa makna juga merupakan jenis

orang yang rentan terhadap penyakit yang mempengaruhi penampilan fisik dan kesejahteraan dari tubuh, terlihat tanpa penyebab. Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik menggunakan suatu

(36)

f. Mencapai Potensi Hidup

Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan

antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari mahluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan

teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organism sosial.

g. Pemenuhan kebutuhan

Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu

ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya dimiliki oleh mahluk hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi.

Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi menjadi sederhana yakni kebutuhan aktual.

h. Faktor-faktor objektif

Asfek faktor objektif dari kualitas hidup di hubungkan dengan faktor-faktor eksternal hidup secara mudah diwujutkan. Hal tesebut mencakup

pendapatan, status perkawinan, setatus kesehatan dan jumlah hubungan dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal. Derajat

(37)

Secara umum pengkajian kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel

dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup yang telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum untuk orang yang memiliki penyakit spesifik. Konsebtualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan

menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi koknitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering

(38)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan kualitas hidup pasien HIV/AIDS, secara deskriptif digambarkan sebagai berikut:

Gambar : 3.1 Kerangka penelitian

3.2 Defenisi operasional

Untuk menghilangkan kesalah pahaman tentang istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka di bawah ini dijelaskan secara operasional sebagai

berikut:

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan :

1. Fungsi fisik

2. Keterbatasan peran fisik 3. Nyeri

4. Kesehatan secara umum 5. Vitalitas

6. Fungsi sosial

7. Keterbatasan peran emosional 8. Kesehatan mental

(39)

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian

secara fisik dan

mental maka

orang tersebut

akan mencapai

suatu kepuasan

dalam hidupnya.

Kuesioner yang berisi 36

pertanyaan yang terdiri dari

a. 0-50

Kualitas hidup

buruk

b. 51-100

Kualitas hidup baik

Ordinal

2. Keterbatasan peran

fisik ada 4

4. Kesehatan secara

(40)

5. Vitalitas ada 4

7. Keterbatasan peran

emosional ada 3

pertanyaan pada

nomor 17, 18, dan

19.

k. Jawaban 1= 0

Jawaban 2 =100

8. Kesehatan mental ada 5 pertanyaan

(41)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan penulis adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk untuk mengidentifikasi gambaran kualitas

hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS yang menjalani

perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan yang berjumlah 279 pasien pada tahun 2010.

4.2.2 Sampel.

Sampel adalah sebagaian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi Teknik sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah (aksidental sampling) yaitu teknik penentuan sampel dengan secara kebetulan ada atau tersedia (Notoajmodjo, 2005).

Sampel pada tahun 2011 ada sebanyak 17 orang dan semua pasien di jadiakan sebagai sampel penelitian . Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(42)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang rawat inap Rindi A1 Rumah Sakit Umum

Pusat H. Adam Malik Medan pada tanggal 24 September s/d 24 Oktober 2011. Adapun pertimabangan pememilih lokasi penelitian karena Rumah Sakit Umum

Pusat H. Adam Malik Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan Rumah Sakit pendidikan, lokasi rumah sakit yang sterategis dan jumlah penderita HIV/AIDS yang di rawat relatip banyak sehingga dapat memenuhi keriteria

sampel yang diinginkan.

4.3 Pertimbangan Etik

Peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka hakikatnya sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik yaitu: responden mempunyai hak untuk

memutuskan apakah ia bersedia menjadi subjek atau tidak tanpa ada sanksi apapun, tidak menimbulkan penderitaan bagi responden, peneliti harus

memberitahukan penjelasan dan informasi secara lengkap dan rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada responden, responden harus diperlakukan secara baik sebelum, selama dan sesudah penelitian, responden tidak

boleh didiskriminasi jika menolak untuk melanjutkan menjadi subjek penelitian, data yang diberikan harus dirahasiakan untuk itu perlu adanya anonymity (tanpa

(43)

bersedia maka responden diminta untk menandatangani surat persetujuan yang telah dibaca dan dipahami.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner, pada bagian instrumen penelitian berisi data demografi pasien yang meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Insrumen kedua berisi kuesioner untuk mengukur kualitas hidup dengan mengadopsi model instrumen the medical outcome study (MOS) measure of

patient dari Hay (1992) dan diambil dari tesis mahasiswa dan di terjemahkan oleh

Oktaviana Dewi. Instrumen ini dibagi menjadi dua komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental yang terbagi dalam 36 pertanyaan yang dilihat dari

pengalaman responden selama satu bulan terakhir dari tiap-tiap pertanyaan mempunyai bentuk tipe dan pilihan jawaban yang berbeda dengan jumlah skor

yang telah ditentukan yaitu (0-100) setiap kuesioner, 0 adalah nilai terendah dan 100 adalah nilai tertinggi semakin tinggi total skor maka semakin baik kualitas hidupnya,

Untuk menilai komponen kesehatan fisik dan mental maka ada delapan subvariabel yang meliputi :

1. Fungsi fisik ada 10 pertanyaan pada nomor 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12. Terdiri dari 3 pilihan jawaban, jika jawaban 1 maka skor 0, jawaban 2 = 50, jawaban 3= 100

(44)

Terdiri dari 2 pilihan jawaban, jika jawaban 1= 0 dan jawaban 2= 100 3. Nyeri ada 2 pertanyaan pada nomor 21, dan 22 terdiri dari 6 pilihan jawaban

dengan skor jawaban 1= 0, jawaban= 20, jawaban 3= 40, jawaban 4 = 60, jawaban 5 = 80, dan jawaban 8= 100

4. Kesehatan secara umum ada 5 pertanyaan pada nomor 1, 2, 33, 35, 36, dan

36. terdiri dari 5 pilihan jawaban dengan skor jawaban 1= 100, jawaban 2= 75, jawaban 3= 50, jawaban 4= 25, dan jawaban 5 = 0.

5. Vitalitas ada 4 pertanyaan pada nomor 23, 27, 29, dan 31. Terdiri dari 6 pilihan jawaban dengan skor jawaban 1= 0, jawaban 2= 20, jawaban 3= 40, jawaban 4= 60, jawaban 5= 80, dan jawaban 6= 100.

6. Fungsi sosial ada 2 pertanyaan pada nomor 20, dan 32. Terdiri dari 5 pilihan jawaban dengan jawaban 1= 100, jawaban 2= 75, jawaban 3= 50, jawaban

4= 25, dan jawaban 5= 0

7. Keterbatasan peran emosional ada 3 pertanyaan pada nomor 17, 18, dan 19. Terdiri dari 2 pilihan jawaban dengan skor jawaban 1=0, dan jawaban 2=

100.

8. Kesehatan mental ada 5 pertanyaan pada nomor 24, 25, 26, 28, 30 terdiri

dari 6 pilihan jawaban dengan skor jawaban 1= 0, jawaban 2= 20, jawaban 3= 40, jawaban 4= 60, jawaban 5= 80, dan jawaban 6= 100

4. 6 Uji Validitas

Dalam penelitian ini uji Validitas tidak lagi dilakukan oleh peneliti karena insrumen mengukur kualitas hidup diadopsi dari model instrumen the medical

(45)

lakukan uji validitas karena sudah sesuai standart WHO dan telah divalidasi oleh pakar yang mengamati tentang kualitas hidup dan tidak di cantumkan angka.

4.7 Uji Reliabilitas

Uji reabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian

selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas konsistensi eksternal, uji reabilitas ini bertujuan untuk menguji

kekuatan instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Dengan menggunakan uji formula Cronbach alpha harus >0,7 agar dianggap reliabel maka kuesioner ini layak digunakan (Polit, &

Hungler, 1995).

Menurut Nursalam (2008) uji realibilitas dilakukan terhadap 10 orang

yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebagai sampel tetapi tidak akan menjadi sampel penelitian.

Kuesioner ini telah dilakukan uji reliabilitas kepada 10 pasien HIV/AIDS

di RSUP. Haji Adam Malik Medan di ambil diluar sampel penelitian. Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani

perawatan terhadap 10 orang adalah 0,87 dengan demikian instrumen ini layak di gunakan.

4.8 Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara prosedur sebagai berikut, mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

(46)

permohonan izin yang diperoleh ke kantor RSUPH. Adam Malik Medan. Setelah mendapat izin dari RSUPH. Adam Malik medan peneliti melaksanakan

pengumpulan data penelitian. Menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner sebelum menanyakan kesediaannya untuk terlibat. Kemuadian peneliti menanyakan apakah calon

responden bersedia. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (syarat Persetujuan) menjadi responden

kemudian menjelaskan dan membantu responden dalam pengisian kuesioner, responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak mengerti kemudian mencatat jawaban responden sampai selesai dan data dikumpulkan

untuk dianalisa.

4.7 Analisa Data

Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan pengolahan data atau analisa data, yang secara garis besar meliputi:

a. Persiapan yaitu mengecek kelengkapan identitas dan kelengkapan isian data.

b. Tabulasi data dengan memberikan skor (scoring) terhadap item-item

yang di beri skor sesuai dengan lampiran 5 pada step 1.

c. Mengelompokkan kesionar bardasarkan delapan sudvariabel mengukur

kualitas hidup lampiran 5 pada Step 2.

(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian yang telah dilakukan selama

satu bulan yaitu dari tanggal 24 September sampai dengan 24 Oktober dengan jumlah responden sebanyak 17 orang. Penyajian analisa data dalam penelitian ini

diuraikan berdasarkan data demografi dan data kualitas hidup (fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, keterbatasan emosional, dan kesehatan mental) diRSUP. H. Adam Malik Medan.

5.1.1 Data Demografi Responden

Table 5.1 dibawah dapat dilihat bahwa mayoritas usia responden berada

pada kelompok umur 31-40 Tahun sebanyak 9 Orang (52.94%), mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu 17 orang (100%), berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden yaitu SMU sebanyak 11 orang (64,70%), pekerjaan

responden mayoritas bekerja sebagai wirasuasta sebanyak 10 orang (58,82%), rata-rata penghasilan responden yaitu Rp < 1.300.000 sebanyak 14 orang (82.35)

(48)

Table 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di RSUP H. Adam Malik Medan (N= 17).

5.1.2 Kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan Fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS di dasarkan kesehatan fisik dan kesehatan mental didapatkan dengan nilai tertinggi terdapat pada kesehatan

Data demografi responden Frekuensi Persentase

Umur

Status pernikahan

(49)

mental yaitu 10 (58.82%), dan dilanjutkan dengan fungsi fisik 9 (52,94%), keterbatasan emosional 8 (47.05%), dan di lanjutkan dengan keterbatasan fisik 7

(41.17%), Vitalitas 7 (41.17%), nyeri tubuh 6 (35.29%), fungsi sosial 5 (29.41%) dan yang terendah adalah subvariabel kesehatan secara umum dangan nilai 0. 5.2 Tabel Distribusi prekuensi kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan

Fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan (N=17).

No Komponen Baik Buruk Jumlah

1. Fungsi Fisik 9 (52.94%) 8 (47.05%) 17

2. Keterbatasan peran fisik 7 (41.17%) 10 (58.82%) 17

3. Nyeri 6 (35.29%) 11 (64.70% 17

4. Keterbatasan secara umum 0 17 (100%) 17

5. Vitalitas 7 (41.17%) 10 (58.82%) 17

6. Fungsi sosial 5 (29.41%) 12 (70.58%) 17 7. Keterbatasan peran emosional 8 (47.05%) 9 (52.94%) 17 8. Kesehatan mental 10 (58.82%) 7 (41.17%) 17

5.1.3 Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan.

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS di dasarkan delapan variebel dengan jumlah 36 pertanyaan dengan kategori baik dan buruk di dapatkan bahwa jumlah kategori baik sebanyak 5 (29.41%) dan jumlah kualitas buruk sebanyak 12

(70.58%).

(50)

Table 5.3 Distribusi prekuensi kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan (N=17).

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani

perawatan di RSUPH. Adam malik medan n F

a. Baik 5 29.41

b. Buruk 12 70.58

5.2

Pembahasan

5.2.1

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan Fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum, vitalitas,

fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental

yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan (N=17)

Hasil analisa peneliti yang terdiri dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatasan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental. Didapatkan pada kategori kesehatan mental yaitu 10 (58.82%) dengan kategori baik pada kesehatan mental responden merasa putus

asa dan sedih. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Margiantari dan Basuki (2002) yang mengatakan pasien menerima diri sendiri sebagaimana

adanya, pasien pun mengakui bahwa kondisinya sekarang adalah kekurangannya, pasien merasa berharga, bermanfaat, juga menunjukkan penderita HIV/AIDS rentang terhadap kesehatan mental, ini terlihat bahwa pasien mengalami

perasaan-perasaan khawatir, ketidak puasan dan ketidak berdayaan. Pada penelitian Margiantari, Basuki dan Riyanto (2007) Awalnya pasien tidak menerima

(51)

menerima keadaan dirinya dengan banyak melakukan kegiatan positif untuk mengendalikan emosi dan membangkitkan semangatnya seperti mengikuti

seminar-seminar tentang HIV/AIDS dan berdiskusi dengan sesama orang dengan HIV/AIDS.

Kategori fungsi fisik yaitu 9 (52.94%) yaitu kategori baik responden

mampu melakukan aktifitas mandi atau memakai baju sendiri. Menurut Effendi dan Nasronudin (2008) aspek seperti kemampuan fisik yang di tandai dengan

mempunyai banyak energi dan sistem kekebalan tubuh meningkat sehingga penderita HIV/AIDS dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri aktivitas paling tinggi sebagai penampilan fisik penderita adalah mempunyai

kemampuan melaksanakan aktivitas normal dan tidak perlu perawatan khusus. Sedangkan menurut Encarta (2002) bahwa setiap makhluk hidup secara alami di

bekali kemampuan untuk menolong diri sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar bertahan hidup. Tiori tersebut juga di kemukakan oleh Malcom (1992) bahwa kesungguhan dan kematangan diri

sendiri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri secara mandiri. Keadaan kesehatan membatasi pasien berjalan merupakan menunjukkan bahwa

penurunan dari fungsi fisik diantara orang HIV positif dibandingkan dengan orang negatif namun perbedaan ini tidak terlalu besar, seorang HIV positif yang memiliki tingkat fungsi fisik yang sama dengan orang HIV negativ bisa

(52)

Kategori fungsi sosial di dapatkan 12 (70.58%) yaitu kategori buruk. Dapat dilihat dari mayoritas responden mengatakan kesehatan fisik atau masalah

emosi mempengaruhi kegiatan sosial responden. Menurut hasil penelitian Nurlaila (2008) aspek sosial bagi pesien HIV/AIDS seperti melakukan peran dalam keluarga, masyarakat atau kemampuan aktivitas dalam komunitas menjadi suatu

kendala karena adanya stigma dan diskriminasi kondisi ini membuat pasien HIV/AIDS menarik diri dari lingkungannya dan juga penghubung antara fungsi

kogniti yang lebih tinggi seperti pertimbangan dan respon emosi yang lebih primitip seperti rasa takut. Menurut Sunaryadi (2003) karena adanya diskriminasi maka pasien akan kehilangan pekerjaan dengan akibat terjadinya maslah finansial.

Pasien HIV/AIDS sering mengalami kesulitan dalam mencari tempat tinggal, bahkan untuk bertahan di tempat tinggalnya pun kadang-kadang mengalami

kesulitan ini semuanya akibat adanya stigma dan diskriminasi. Dalam penelitian Tejawinata, (2003) pasien HIV/AIDS memberikan dampak yang besar kepada keluarga, terutama pada pasien-pasien yang muda atau dalam usia produktif.

Pasangannya yang tidak tahu bahwa ia terinfeksi, akan terinfeksi pula dan akibatnya timbul penyesalan yang mendalam bahkan kemarahan pasangannya.

Lebih-lebih bila anaknya juga terinfeksi, sehingga anak ini tidak dapat meneruskan sekolah atau bahkan tidak bisa mulai bersekolah. Akibat yang lebih luas lagi, orang tua pasien akhirnya harus menggantikan pasien memelihara

cucu-cucunya.

Keterbatasan fisik di dapatkan 10 responden (58.82%) kategori buruk yang

(53)

kativitas lain mayoritas pasien menjawab tidak. Hal ini sesuai menurut Sukarni (1994) keadaan yang sempurna baik dari segi fisik, mental maupun kesejahteraan

sosial diri seseorang dikatakan sehat tidak hanya lepas dari penyakit dan kelemahan tetapi juga mampu menjalankan aktifitas kehidupan dan menyesuaikan diri dengan perubahan dan juga responden mengalami kesulitan dalam melakukan

pekerjaan atau aktivitas –aktivitass lain. Sesuai dengan yang dikatakan Papalia (2001) yang menyebutkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada pasien

mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan sebagian aktivitas atau seperti biasanya.

Keterbatasan emosional didapatkan 9 (52.94%) yaitu kategori buruk

mayoritas responden tidak berhati-hati sebagai mana biasanya dan dan pasien mengalami tertekan atau cemas. Dalam hal ini sesuai dengan penelitian Hal ini

sesuai yang di katakan (Nurachman,1999) pasien yang sedih dan tertekan yaitu merasa tidak berguna, tidak berdaya, cemas yang disebabkan oleh penyakit yang di deritanya. Doengoes, Moorhouse, (1999) mengatakan bahwa kecemasan dan

kegagalan yang terjadi di sebabkan oleh adanya ancaman terhadap perubahan pada status kesehatan, sosial, ekonomi, fungsi peran dan hubungan dengan orang

lain. Abdullah (2008) mengemukakan bahwa keyakinan diri yang rendah pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan penderita mengalami hypocondria, dimana penderita seringkali memikirkan mengenai kehilangan, kesepian dan

perasaan berdosa di atas segala apa yang telah dilakukan sehingga menyebabkan mereka kurang menitik beratkan langkah-langkah penjagaan kesehatan dan

(54)

Vitalitas di dapatkan 10 (58.82%) kategori buruk dimana responden mengatakan cepat lelah pada kategori ini pasien menjawab merasa cepat lelah hal

ini sesuai yang di katakana oleh Papilia (2001) yang menyebutkan perubahan-perubahan fisik pada pasien mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan sebagian aktifitasnya dengan baik dan merasa cepat lelah.

Nyeri tubuh didapatkan 11 (64.70%) kategori buruk pada kategori ini mayoritas responden menjawab seberapa besar pasien merasakan nyeri pada tubuh

anda mayoritas responden menjawab nyeri sedang. Menurut haylock (2006) bahwa rasa nyeri pada penderita HIV/AIDS merampas kemungkinan untuk menikamati hidup dari penderitanya dan rasa nyeri yang hebat sanggup

menimbulkan perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari.

Keterbatasan secara umum di dapatkan bahwa 17 responden (100) kategori

buruk dimana responden mengatakan kondisi kesehatan saat ini dan merasa kesehatannya semakin menburuk. Menurut Murtiwi (2005) kesehatan pasien dapat di ukur berdasarkan terpenuhinya semua tingkatan kehidupan fisik, fungsional,

sosial, spiritual psikososil, dan ekonomi. Jadi kemungkinan pasien merasakan bahwa semua tingkatan kehidupannya terpenuhi dengan baik. Dalam penelitian

Wahyuni (2007) responden cendrung terus menerus atau sering berdoa dan mendekatkan diri pada tuhan karena hal ini dianggap sebagai sumber kekuatan agar mampu menerima keadaan yang dihadapi. Menurut Hamid (1999) dukungan

dari keluarga sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang

(55)

5.2.2

Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan (N=17).

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 17 pasien di dapatkan 5 pasien (29.41%) kualitas hidup baik, dan 12 pasien (70.58%) kualitas hidup buruk.

Penurunan kualitas hidup salah satunya di pengaruhi oleh kesehatan mental atau psikologis pasien HIV/AIDS (Hay, 1992). Berdasarkan hasil penelitian Widiyanto (2009) menunjukkan bahwa seluruh penderita HIV/AIDS mengalami problem

psikologis berupa stres, merasa bersalah, putus asa, pasrah dan ketakutan akan kematian dalam hidup. Halim dan Atmoko (2005) dalam hasil penelitiannya

mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan pada penderita HIV/AIDS, maka kesejahteraan psikologis pada penderita HIV/AIDS akan semakin rendah sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderita HIV/AIDS.

Sukarni (1994) berpendapat keadaan yang sempurna baik dari segi fisik, mental maupun kesejahteraan sosial dari seseorang dikatakan sehat tidak hanya

lepas dari penyakit dan kelemahan tetapi juga mampu menjalankan aktivitas kehidupan dan dapat menyesuaikan dengan perubahan, untuk mencegah berbagai penyakit diperlukan dukungan keluarga dan fasilitas yang memadai.

(56)

Roy (dalam Winarto, 2007) memandang manusia yang utuh dan sehat, individu mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biopsikososial setiap orang menggunakan koping yang positif maupun yang negatif. Untuk mampu beradaptasi tiap individu akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, konsep diri yang positif, mampu memelihara integritas diri, selalu berada pada rentang sehat sakit untuk memelihara proses adaptasi. Demikian besar dampak mekanisme koping adaptif untuk kualitas hidup pada pasien HIV reaktif maka diperlukan pertukaran informasi secara mendetail dan menyeluruh antar sesama pasien HIV.

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan Fungsi fisik,

keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum, vitalitas,

fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kesehatan mental

yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam Malik Medan (N=17)

Dari hassil penelitian yang di lakukan terhadap 17 pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan yang di lihat dari Fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran

emosional, dan kesehatan mental di dapatkan mayoritas kualitas buruk dan hanya di dapat satu kategori kualitas baik yaitu pada kesehatan mental di dapatkan 10

(58.82%) kategori baik

6.1.2 Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di

RSUPH. Adam Malik Medan (N=17).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 17 pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUPH. Adam malik medan menggambarkan kualitas

(58)

6.1 Rekomendasi

6.1.1 Rekomendasi terhadap keterbatasan penelitian

Pada penelitian ini tdak membahas hubungan antara data demografi dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan, maka diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menyelidiki hubungan antara faktor

demografi dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrument kualitas hidup secara

umum, sehingga pada penelitian selanjutnya direkomendasikan untuk menggunakan instrument yang lebih spesifik dalam mengukur kualitas hidup pasien HIV/AIDS dan dipandang perlu meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar tentang kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di

RSUPH. Adam Malik Medan.

6.1.2 Rekomendasi bagi peraktek keperawatan

Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan yang mengalami masalah

pasien hendaknya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Peran perawat sanagat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang

(59)

DAFTAR PUSTAKA

America Thoracic Society. (2002). Quality of life resource. Di buka pada wab site di buka pada tanggal 1 april 2011.

Arikunto (0). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Depkes R.I. 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan dan pengobatan bagi

ODHA. Jakarta: diditjen PPM dan Depkes.

Depkes R.I. 2010. Prevalensi HIV/AIDS. Di buka di website www://peningkatan jumlah HIV/AIDS pada tanggal 5 april.

Diana, aini (2009). Kualitas hidup Lansia Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum

Pusat Adam Malik Medan. Skripsi USU

Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Balai penerbit FKUI. Jakarta

Effendi, Hastjorjo, & Nasronudin (2000) Pengaruh Psikoterapi Transpersonal

Terhadap Kulalitas Hidup Pasien HIV dan AIDS.

Granik, Reuben & Mermin, Jonathan. 2003. Ancaman HIV dan kesehatan

masyarakat. Insist Jogyakarta.

Hay, R.D. (1992). The medical outcomes study (mos) : measuring functioning and

wellbeing. Di buka pada wedsite http://www. The medical outcomes study

(mos).com di buka pada tanggal 1 april 2011.

Hurlock, E. B (1990). Psikoligi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hutapea, R. (1995). AIDS & PMS dan pemerkosaan. Jakarta: Rineka Cipta Lily, V.L. 2004. Transmisi hiv dari ibu ke anak. Majalah kedokteran Indonesia

Malcom, (1992). “The Adult Learner, A Neglacted Special”. Di Buka pada website pada tanggal 2 desember 2011

Margiantari, Basuki & Riyanto (2002) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

(60)

Maryunani, Anik & Ummu. (2009). Pencegahan Penularan Hiv Dari Ibu Ke

Bayi. Tarns Info Media. Jakarta

Marza, Eka Adela Putra. 2010. Usia produktif di sumut terjangkit HIV/AIDS. Dibuka pada websit 2011

Nasution, R.H & Putra D. (2000). AIDS dan narkoba dikenal untuk dihindari. Medan. Yayasan Humaniora.

Notoajmodjo, Soekidjo (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta

Nursalam. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta. Salemba Medika

Nursalam, 2001. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba medika.

Press. Rustamai, Nurul A. 2001. Membidik AIDS: iktiar memahami HIV dan

ODHA. Yayasan galang, jogyakarta.

Priambodo, Ayu Prawesti.200. Pengetahuan, sikap, dan pelaksanaan teknik pencegahan umum perawat terhadap penularan hiv/aids. Di buka di website

http:/

Silitonga, Robert. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas

Hidup Penderita Penyakit Parkinson Di Poliklinik Saraf Rs Dr Kariadi.

Program pascasarjana magister ilmu

Sukanta, Putu Oka. 2005. Potensi Diri Dan Alam Untuk Pengobatan HIV/AIDS. Jakarta. Penebar Swadaya

Sukarni (1994). Kesehatan Keluarga Dan Lingkungan. Yogyakarta. Kanisus

Suhartini, R 2004. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kemandirian Pada Pasien. Dibuka pada websit dibuka pada tanggal 2 desember 2011.

Syaiful, P. 1999. Pers Meliputi AIDS. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Widiyatna. 2009. Di buka pada website http//www. Representatif For HIV/AIDS

Dkt Indonesia.Com. Pada tanggal 12 maret jam 20:30 wib.

Gambar

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian
Table 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi  responden di RSUP H
Tabel Distribusi prekuensi kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan Fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri, keterbatsan secara umum,
Table Distribusi prekuensi kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUPH.Adam Malik berdasarkan Fungsi Fisik (N=17)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada penderita-penderita HIV/AIDS dengan menggunakan kuesioner BDI dan tujuan

Saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “ Gambaran Tingkat Depresi pada pasien HIV/AIDS di Pusat Pelayanan Khusus RSUP Haji Adam Malik”.. Penelitian ini akan dimulai

Akan me lakukan penelitian dengan judul “Gambaran Tekanan Darah Pasien Saat Menjalani Hemodialisis Di RSUP Haji Adam Malik Medan”. Saya sebagai peneliti mohon kesediaan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah gambaran tingkat depresi pada pasien HIV/AIDS

Berdasarkan keterangan diatas yang telah dijelaskan, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana gambaran intensitas nyeri pada pasien Karsinoma Nasofaring dalam

psikiatrik pada orang yang hidup dengan HIV/AIDS adalah antara 30% - 60%. Penelitian oleh Treisman (2007) pada klinik HIV John

a) Gejala yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan HIV, seperti : diare, demam lebih dari satu bulan, keringat malam, rasa lelah berlebihan, batuk

Aktivasi imun kronis yang disebabkan oleh HIV ditandai dengan tingginya kadar sitokin proinflamasi dan kemokin dalam sirkulasi, menyebabkan peningkatan masif dari