PENGARUH PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
(Studi pada Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal)
oleh :
RIZKY AGUSRIANI HAKIM DAULAY 110921025
Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 )
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAKSI
PENGARUH PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
(Studi pada Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal)
Nama : Rizky Agusriani Hakim Daulay Nim : 110921025
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah yang terdapat di Kantor Badan Pusat Statistik Kab. Madina yaitu daam kegiatan pelayanan publik belum berjalan dengan baik. Adapun kendala yang dihadapi dalam pelayanan publik yaitu pegawai bersikap kurang ramah dalam memberikan pelayanan . oleh karena itu diperlukan adanya profesionalisme kerja pegawai agar dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik bagi masyarakat. Pelayanan publik yang berkualitas akan diketahui dari respon masyarakat itu sendiri sebagai konsumen jasa public. Dengan demikian profesionalisme kerja pe gawai di Badan Pusat Statistik Kab.Madina harus ditingkatkan guna menunjang kualitas pelayanan publik bagi masyarakat.
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisa kuantitatif. Sedangkan teknik analisa data yang digunakan adalah regresi linier sederhana, untuk membuktikan adanya pengaruh dari profesionalosme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik. Data-data diperoleh dengan menyebarkan angket/koesioner kepada responden sebanyak 54 orang sebagai sampel. Dimana 34 orang dari pegawai serta 20 orang dari masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah terdapat pengaruh kecil terhadap kualitas pelayanan publik artinya profesionalisme kerja hanya memberikan kontribusi kecil yaitu sebesar 17,7 % terhadap kualitas pelayanan publik
.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, hidayah, dan inaiyah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini serta tidak lupa pula shalawat dan salam kepada Nabi besar
Muhammad SAW yang telah memberikan penerangan penerangan dalam kehidupan
ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa dan
mahasiswi untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan bagi mahasiswa/
mahasiswi Ekstensi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara.
Selama melakukan penelitian penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dari pembaca agar skripsi
ini dapat lebih bermanfaat bagi kita semua.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril
maupun materil yang diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
bersedia meluangkan waktunya untuk memberi petunjuk, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis agar skripsi ini lebih sempurna.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP, selaku Sekretaris Departemen Admnistrasi Negara Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Effendi Harahap, selaku Kepala Kantor Badan Pusat Statistik beserta staf yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 6. Ayahanda tersayang Lukman Hakim Daulay dan Ibunda Juliani Lubis yang telah
membesarkan, membimbing, dan memberikan kasih sayang dan doa yang tulus dan perhatiannya kepada penulis.
7. Abang tersayang Rully Affandi Daulay, ST terima kasih telah memberikan semangat baik itu moril maupun materil kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Suamiku tercinta Fahrin Jumali Siregar, Amd , terima kasih yang telah memberikan semangat, kasih sayang dan doa yang tulus serta perhatiannya kepada penulis.
9. Terima kasih buat Putri kecilku tersayang Nafisha Qaila Putri Siregar, terimakasih telah memberikan semangat kepada penulis, kamu begitu istimewa nak.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dan berharap penelitian ini dapat lebih bermanfaat bagi yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Medan, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……….. i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... iv
BAB I : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1
1.2.Perumusan Masalah... 4
1.3.Tujuan Penelitian... 5
1.4.Manfaat Penelitian... 5
1.5.Kerangka Teori 1.5.1.Profesionalisme Kerja Pegawai 1.5.1.1. Definisi Profrsionalisme Kerja... 7 1.5.1.2. Ciri-ciri Sikap Profesionalisme Kerja... 9
1.5.1.3.Karakteristik Profesionalisme Kerja... 10
1.5.1.4.Faktor-faktor yang mendukung Profesionalisme Kerja... 11
1.5.2.Pelayanan Publik 1.5.2.1. Pengertian Pelayanan Publik... 15
1.5.2.2. Bentuk-bentuk Pelayanan Publik... 19 1.5.2.3. Standart Pelayanan Publik... 20
1.5.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelayanan Publik... 21
1.5.2.5. Kualitas Pelayanan Publik ... 22
1.5.3.Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik... 27
1.7.Definisi Konsep... 30
1.8.Definisi Operasional... 31
1.9.Sistematika penulisan... 33
BAB II : METODE PENELITIAN 2.1.Bentuk Penelitian... 35
2.2.Lokasi Penelitian... 35
2.3.Populasi dan Sampel... 35
2.4.Teknik Pengumpulan Data... 36
2.5.Tehnik Pengumpulan Skor... 37
2.6.Teknik Analisa Data... 39
BAB III : DESKRIPSI KPP PRATAMA MEDAN PETISAH 3.1.Sejarah singkat Kantor Badan Pusat Stasistik Kab.Madina... 42
3.2.Struktur Organisasi Kantor Badan Pusat Statistik Kab.Madina... 43
3.3.Gambaran Pegawai Kantor Badan Pusat Statistik Kab.Madina... 44
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1.Identitas Responden... 45
4.1.1. Data Identitas Pegawai... 45
4.1.2. Data Identitas Masyarakat... 49
4.2.Penyajian Data... 50
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan... 104
5.2.Saran... 105
ABSTRAKSI
PENGARUH PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
(Studi pada Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal)
Nama : Rizky Agusriani Hakim Daulay Nim : 110921025
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah yang terdapat di Kantor Badan Pusat Statistik Kab. Madina yaitu daam kegiatan pelayanan publik belum berjalan dengan baik. Adapun kendala yang dihadapi dalam pelayanan publik yaitu pegawai bersikap kurang ramah dalam memberikan pelayanan . oleh karena itu diperlukan adanya profesionalisme kerja pegawai agar dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik bagi masyarakat. Pelayanan publik yang berkualitas akan diketahui dari respon masyarakat itu sendiri sebagai konsumen jasa public. Dengan demikian profesionalisme kerja pe gawai di Badan Pusat Statistik Kab.Madina harus ditingkatkan guna menunjang kualitas pelayanan publik bagi masyarakat.
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisa kuantitatif. Sedangkan teknik analisa data yang digunakan adalah regresi linier sederhana, untuk membuktikan adanya pengaruh dari profesionalosme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik. Data-data diperoleh dengan menyebarkan angket/koesioner kepada responden sebanyak 54 orang sebagai sampel. Dimana 34 orang dari pegawai serta 20 orang dari masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah terdapat pengaruh kecil terhadap kualitas pelayanan publik artinya profesionalisme kerja hanya memberikan kontribusi kecil yaitu sebesar 17,7 % terhadap kualitas pelayanan publik
.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Reformasi telah membawa bangsa Indonesia pada suatu suasana kehidupan
yang sarat dengan harapan. Pada tingkat pertama, tuntutan reformasi tertuju pada
aparatur pemerintah sebagai pelaksanaan pelayanan publik. Masyarakat
menginginkan adanya Good Governance dan meningkatnya pemahaman masyarakat
tentang pemerintahan yang baik itu adalah dapat terwujudnya kebijakan
desentralisasi. Masyarakat juga menginginkan adanya pegawai/aparatur pemerintah
yang professional di bidangnya.
Di era reformasi ini, dibutuhkan penataan sumber daya aparatur yang
profesional dalam menejemen pemerintahan sehingga akan memberikan dampak
pemerintahan yang lebih berkualitas, lebih mampu mengemban fungsi-fungsi
pelayanan publik, pemerdayaan masyarakat dan pembangunan sosial ekonomi.
Pelaksanaan pembangunan di daerah tidak akan berjalan optimal jika aparatur
pemerintah/pegawai tidak professional untuk melakukan visi misi pemerintahan.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok Kepegawaian Pasal 3
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata
dalam penyelenggaraan tugasnya.
Pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan bagi masyarakat dan juga
sebagai penanggung jawab dari fungsi pelayanan publik yang akan mengarahkan
tujuannya kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, menjadi suatu
kewajiban para aparatur pemerintah untuk tetap mengadakan perbaikan berkaitan
dengan kualitas pelayanan publik yang akan dihasilkan. Pelayanan yang berkualitas
adalah pelayanan yang mampu memberikan kepuasan terhadap masyarakat yang
dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pelayanan publik menjadi ramai
diperbincangkan, karena pelayanan publik merupakan suatu variabel yang menjadi
ukuran keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Apabila pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah daerah baik/berkualitas, maka pelaksanaan otonomi
daerah dapat dikatakan berhasil. Setelah satu dasawarsa lebih kebijakan otonomi
daerah digulirkan, kata-kata atau istilah pelayanan publik menjadi suatu yang lumrah.
Semua orang sudah tidak asing lagi dengan namanya pelayanan publik, bukannya
sebatas merubah pola pikir dan orientasi kepada pelayanan publik semata. Setelah
berhasil merubah bagaimana orientasi dan paradigma tersebut, yang tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik atau
dengan kata lain mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, Kementerian Pendayagunaan Aparatur
pada instansi pemerintah masih lemah dan setengah hati. Hampir semua instansi
pemerintah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat melalui one stop
service atau biasa disebut pelayanan terpadu satu atap. Namun, implementasinya
masih banyak ditemukan penyimpangan dan terkesan setengah hati. Penyimpangan
tersebut seperti mendahulukan orang yang dikenalnya terlebih dahulu daripada orang
lain, melihat dari status sosial orang tersebut, dan lainnya. Selain ketidakseriusan
dalam memberikan pelayanan, hingga kini masih banyak instansi pemerintah
terutama daerah yang belum membentuk pelayanan terpadu.
Rendahnya kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pegawai menjadi
citra buruk pemerintah ditengah masyarakat. Bagi masyarakat yang pernah berurusan
dengan birokrasi sering mengeluh dan kecewa terhadap tidak layaknya pegawai
dalam memberikan pelayanan. Pelayanan kepada masyarakat tidak akan dapat
terlaksana secara optimal tanpa adanya kesiapan aparatur pemerintah yang
profesional untuk melaksanakan visi dan misi pemerintahan.
Kantor Badan Pusat Statistik sebagai institusi pelayanan publik merupakan
lembaga birokrasi yang mempunyai tugas kewenangan dibidang pelayanan publik
antara lain memberikan pelayanan berupa data-data yang akurat diharapkan mampu
menerapkan dan memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Keberhasilan dan
kegagalan dalam pelayanan publik ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak, yang
dapat dilihat dari cara melakukan suatu pekerjaan.
Penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah, kinerjanya masih jauh
masyarakat , baik dari surat pembaca maupun media pengaduan lainnya, seperti yang
berkaitan dengan prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak
transparan, tidak informatif, tidak akomodatif, terbatasnya fasilitas, sarana dan
prasarana sehingga tidak menjamin kepastian hukum, waktu dan biaya serta masih
banyak praktek pungli serta tindakan yang mengindikasikan penyimpangan korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Profesionalisme kerja sebagai persyaratan dalam meningkatkan kualitas
pelayanan publik, maka setiap aparatur pemerintah dituntut untuk senantiasa
meningkatkan profesionalismenya, tapi pada kenyataannya berdasarkan kondisi
pengamatan pada pra penelitian terlihat bahwa profesionalisme kerja pegawai
belumlah sesuai dengan kondisi yang diharapkan yaitu profesionalisme kerja yang
dapat mendukung terciptanya dan terwujudnya kualitas pelayanan yang lebih baik.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan
mengemukakan dalam bentuk sebuah karya tulis ilmiah dengan judul :
“PENGARUH PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (studi pada Kantor Badan Pusat Statistik kabupaten Mandailing natal)”.
1.2 Perumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan dalam penelitian ini dan agar penelitian ini
kedalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya.
Adapun perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
“Sejauh mana Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Badan Pusat Statistik kabupaten Mandailing natal?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu
hal uang diperoleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan
penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai
melakukan penelitian.
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui Profesionalisme Kerja Pegawai di Kantor BPS Madina.
2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan publik di Kantor BPS Madina.
3. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas
pelayanan publik di Kantor BPS Madina.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
bagi pihak lain yang akan menindaklanjuti penelitian ini dengan mengambil
kancah penelitian yang berbeda dan dengan informan penelitian yang lebih
baik lagi.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut :
a. Dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan permasalahan
yang terkait dengan profesionalisme kerja pegawai dan kualitas
pelayanan publik.
b. Sebagai masukan baru, bagi penulis maupun literature perpustakaan yang
berkaitan dengan masalah-masalah studi administrasi publik.
1.5 Kerangka Teori
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu mengemukankan teori-teori
sebagai kerangka berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana penelitian
1.5.1 Profesionalisme Kerja Pegawai 1.5.1.1Definisi Profesionalisme Kerja
Menurut Siagian (2009:163) profesionalisme adalah, “Keandalan dan keahlian
dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat,
cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan.”
Sedarmayanti (2004:157) mengungkapkan bahwa, “Profesionalisme adalah suatu
sikap atau keadaan dalam melaksanakan pekerjaan dengan memerlukan keahlian
melalui pendidikan dan pelatihan tertentu dan dilakukan sebagai suatu pekerjaan yang
menjadi sumber penghasilan.”
Atmosoeprapto dalam Kurniawan (2005:74), menyatakan bahwa,
“Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi), yaitu memiliki
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan (ability) ditunjang
dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui
perjalanan waktu.”
Profesionalisme menurut Dwiyanto (2011:157) adalah, “Paham atau
keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur dalam menyelenggarakan kegiatan
pemerintahan dan pelayanan selalu didasarkan pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
Profesionalisme aparatur dalam hubungannya dengan organisasi publik
menurut Kurniawan (2005:79) digambarkan sebagai, “Bentuk kemampuan untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan,
dan mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat atau disebut dengan istilah resposivitas.”
Seorang professional dianggap memiliki keahlian, akan melakukan
kegiatan-kegiatan diantaranya pelayanan publik dengan mempergunakan keahliannya itu
sehingga menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik mutunya, lebih cepat
prosesnya, mungkin lebih bervariasi yang kesemuanya mendatangkan kepuasan pada
masyarakat.
Profesional adalah orang yang terampil, handal, dan sangat bertanggung
jawab dalam menjalankan profesinya. Orang yang tidak mempunyai integritas
biasanya tidak profesional. Profesionalisme pada intinya adalah kompetensi untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar. Yang dimaksud profesional
adalah kemampuan, keahlian atau keterampilan seseorang dalam bidang tertentu yang
ditekuninya sedemikian rupa dalam kurun waktu tertentu yang relatif lama sehingga
hasil kerjanya bernilai tinggi dan diakui serta diterima masyarakat.
Adapun ukuran profesional tidaknya pekerja yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat dapat dilihat pada pelayanan yang diberikan. Apabila pelayanan
dilayani, maka tidak usah ragu untuk menyatakan bahwa pelayanan telah diberikan
secara profesional. Sebaliknya, apabila masyarakat pada umumnya masih
mengeluhkan pelayanan yang diberikan berarti perlu dilakukan peningkatkan
profesionalitas. Oleh karena itu, akan sangat wajar apabila masyarakatlah yang paling
berhak untuk memberikan penilaian. Profesional bukanlah label yang anda berikan
kepada diri sendiri, ini adalah suatu diskripsi yang anda harapkan akan diberikan oleh
orang lain kepada anda.
1.5.1.2Ciri-ciri Sikap Profesionalisme Kerja
Ada empat ciri-ciri yang bisa ditengarai sebagai petunjuk atau indikator untuk
melihat tingkat profesionalitas seseorang, yaitu :
1. Penguasaan ilmu pengetahuan seseorang dibidang tertentu, dan ketekunan
mengikuti perkembangan ilmu yang dikuasai
2. Kemampuan seseorang dalam menerapkan ilmu yang dikuasai, khususnya
yang berguna bagi kepentingan sesama
3. Ketaatan dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi etika keilmuan, serta
kemampuannya untuk memahami dan menghormati nilai-nilai sosial yang
berlaku dilingkungannya
4. Besarnya rasa tanggung jawab terhadap Tuhan, bangsa dan negara,
dalam mengemban tugas berkaitan dengan penugasan dan penerapan bidang
ilmu yang dimiliki.
1.5.1.3Karakteristik Profesionalisme Kerja
Menurut Mertin Jr (dalam Kurniawan, 2005:75) karakteristk profesionalisme
aparatur sesuai dengan tuntutan good governance, diantaranya :
1. Equality
Perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini
didasarkan atas tipe prilaku birokrasi rasional yang secara konsisten
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa
memandang afilisasi politik, status sosial dan sebagainya.
2. Equity
Perlakuan yang sama kepada masyarakat tidak cukup, selain itu
perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistik diperlukan
perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama.
3. Loyality
Kesetiaan diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan
lain dan tidak ada kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis
kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya.
4. Accountability
Setiap aparatur pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas
apapun yang ia kerjakan.
1.5.1.4Faktor-faktor yang mendukung profesionalisme kerja
Faktor-faktor yang mendukung profesionalisme kerja pegawai yaitu sebagai
berikut :
1. Kompetensi Aparatur
Atmosoeprapto (dalam Kurniawan, 2005:74) menyebutkan bahwa
profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competency) yaitu
memiliki pengetahuan(knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan
(ability), ditunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin
muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu.
a. Pendidikan dan Pelatihan
Menurut Siagian (2000:126) pendidikan sebagai usaha sadar
mengalihkan pengetahuan seseorang kepada orang lain, baik yang
bersifat formal dan non formal. Pelatihan menurut Sedarmayanti
(2004:143) adalah salah satu bentuk peningkatan produktivitas kerja,
yang dapat dilakukan didalam maupun diluar organisasi, yang
dilakukan umumnya bersifat khusus, atau pendidikan formal.
Secara umum pendidikan dan pelatihan sangat mempengaruhi
personel dalam meningkatkan kecakapan dan ketrampilan, terutama
dalam bidang yang berhubungan dengan kepemimpinan, pengelolaan,
pengawasan dan teknis yang sangat diperlukan guna menciptakan
pelayanan yang lebih professional.
b. Keterampilan
Menurut Moenir (2002:117) keterampilan ialah kemampuan
melaksanakan tugas/pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan
peralatan kerja yang tersedia. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan
bahwa keterampilan lebih banyak menggunakan unsur anggota badan
daripada unsur lain, seperti otot, saraf, perasaan, dan pikiran.
Dalam hal pengangkatan pegawai menurut kompetensi
pegawai berdasarkan kemampuannya. Menurut UU No.43 Tahun 1999
pasal 17 ayat 2, pengangkatan Pegawai Negri Sipil dalam suatu jabatan
dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan
kopetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk
jabatan itu serta objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku,
agama, ras, dan golongan.
c. Pengalaman
Menurut Siagian (2000:128) pengalaman adalah keseluruhan
pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang
dijalani dalam perjalanan hidupnya.
Pengalaman kerja berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan
orang yang mempunyai kematangan dan pengalaman pekerjaan yang
tinggi dalam bidang tertentu untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa
arahan dari orang lain, secara kejiwaan pengalaman kerja yang matang
dalam suatu bidang tugas aka dapat menimbulkan rasa tanggung jawab
dan percaya diri.
2. Loyalitas
Secara teoritis loyalitas berhubungan dengan tingkat kedisiplinan,
Kedisiplinan akan terwujud dengan baik jika pegawai mampu mentaati
peraturan-peraturan yang ada. Loyalitas juga berkaitan erat dengan
kemampuan pertanggungjawaban tugas pekerjaan dan daya tanggap.
Selain itu loyalitas tidak membeda-bedakan pemberian pelayanan atas
dasar golongan tertentu (Hasibuan, 2002:178).
3. Budaya Organisasi
Kultur organisasi adalah kerangka kerja yang menjadi pedoman
tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan dan
mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai organisasi (Stoner,
1996:186). Budaya harus sejalan dengan tindakan organisasi pada bagian
lain. Seperti merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan
mengendalikan bahkan sebenarnya bila budaya tidak sejalan dengan
tugas-tugas ini, maka organisasi menghadapi masa sulit.
4. Performansi (performance)
Performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan
kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja (LAN, 1992). Performansi atau
prestasi (kehandalan dan kecakaan) adalah hasil yang diinginkan dari
prilaku. Performansi mempunyai hubungan erat dengan produktivitas
mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam oganisasi (Kurniawan,
2005:75).
1.5.2 Pelayanan Publik
1.5.2.1Pengertian Pelayanan Publik
Berdasarkan keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2003, definisi dari pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, didaerah, dan dilingkungan Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau
jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut UU Nomor 25/2009, bab I, pasal 1, ayat (1), pengertian pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum
adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik,
mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan terhadap
publik ( publik=umum).
Menurut Moenir (2006:26-27) mengemukakan bahwa pelayanan publik
landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha
untuk memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Menurut Pamudji (1994:21-22) jasa pelayanan pemerintah yaitu berbagai
kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan
jasa-jasa. Jenis pelayanan publik dalam arti jasa-jasa, yaitu seperti pelayanan
kesehatan, pelayanan keluarga, pelayanan pendidikan, pelayanan haji, pelayanan
pencarian keadilan, dan lain-lain.
Dengan demikian, pelayanan publik adalah segala kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga Negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan
oleh penyelenggaraan pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.
Penyelenggaraan pelayanan publik, dilakukan oleh penyelenggara pelayanan
publik, yaitu : penyelenggara Negara/pemerintah, penyelenggaraan perekonomian
dan pembangunan, lembaga indipenden yang dibentuk oleh pemerintah, badan
usaha/badan hukum yang diberi wewenang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi
pelayanan publik, badan usaha/badan hukum yang bekerjasama dan/ atau dikontrak
untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelayanan publik. Dan masyarakat
umum atau swasta yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelayanan publik
yang tidak mampu disediakan oleh pemerintah/pemerintah daerah. Menurut pasal 1
UU No. 25/2009, bahwa penyelenggaraan pelayanan publik adalah setiap institusi
penyelenggaraan Negara, korporasi, lembaga indipenden yang dibentuk berdasarkan
dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pada ayat 6 undang-undang
yang sama disebutkan bahwa pelaksanaan pelayanan publik adalah pejabat, pegawai,
petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang
bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
Maka dapat dirumuskan yang menjadi unsur yang terkandung dalam
pelayanan publik adalah :
1. Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh satu badan atau
lembaga atau aparat pemerintahan maupun swasta.
2. Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik) berdasarkan
kebutuhannya.
3. Bentuk pelayanan yang diberikan berupa barang dan jasa.
4. Ada aturan dan sistem dan tata cara yang jelas dalam pelaksanaannya.
Agar pelayanan publik berkualitas, sudah seharusnya pemerintah mereformasi
paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini
adalah pergeseran pola penyelenggaraan publik dari yang semula berorientasi kepada
pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan
masyarakat sebagai pengguna. Dengan demikian tidak ada pintu masuk alternatif
untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin mendengarkan
suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan peningkatan partisipasi
masyarakat di bidang pelayanan publik.
Secara umum stakeholders menilai bahwa kualitas pelayanan publik
efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif)
masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki berbagai kelemahan.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, memang sangat dirasakan bahwa pelayanan publik
masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain :
1. Kurang responsive. Kondisi ini terjadi pada hamper semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan penanggung jawaban instansi. Respon
terhadap berbagai keluhan aspirasi, maupun harapan masyarakat sering kali
lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang informative. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
4. kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan yang
lainnya kurang berkoordinasi. Akibatnya sering terjadi tumpang tindih
ataupun pertengahan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi
pelayanan lain yang terkait.
5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perizinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan terlalu lama.
6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya pelayanan ini dilaksanakan
dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perizinan) sering kali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Sementara dari kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain
organisasi yang tidak dirancang secara khusus dalam rangka pemberian pelayanan
kepada masyarakat penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi
berbelit-belit dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan fungsi sekaligus,
fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh
pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
1.5.2.2 Bentuk-bentuk Pelayanan Publik
Pemerintah melalui lembaga dan seluruh aparaturnya bertugas
menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Adapun kegiatan
yang dilakukan oleh aparatur terdiri dari berbagai macam bentuk.
Dalam keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun
2003, pelayanan publik dibagi berdasarkan 3 kelompok, yaitu :
1. Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu bentuk pelayanan yang
menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan
2. Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan publik.
3. Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk/jenis jasa yang dibutuhkan publik.
1.5.2.3 Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan,
sebagai jaminan adanya kepastian bagi pemberi didalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya dan bagi penerimaan pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya.
Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh
penyelenggaraan pelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerimaan pelayanan dalam
proses pengajuan permohonan, serta sebagai alat kontrol masyarakat dan/penerima
layanan atas kinerja penyelenggaraan pelayanan.
Oleh karena itu perlu disusun dan ditetapkan standar pelayanan sesuai dengan
sifat, jenis dan karakteristik layanan yang diselenggarakan, serta memperhatikan
kebutuhan dan kondisi lingkungan. Dalam proses perumusan dan penyusunannya
melibatkan masyarakat dan/atau stakeholder lainnya (termasuk aparat birokrasi)
untuk mendapatkan saran dan masukan, membangun kepedulian dan komitmen
meningkatkan kualitas pelayanan.
Standar Pelayanan Publik menurut keputusan menteri PAN
No.63/KEP/M.PAN/7/2003, sekurang-kurangnya meliputi :
2) Waktu Penyelesaian;
3) Biaya Pelayanan;
4) Produk Pelayanan;
5) Sarana dan Prasarana;
6) Kompetensi Petugas Pelayanan;
1.5.2.4Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pelayanan Publik
Suatu pelayanan yang komprehenshif yang diberikan oleh pegawai
pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan
tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah sebagai
pemberi pelayanan dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan yang
diberikan.
Menurut Moenir (2002:88) faktor-faktor yang mendukung pelayanan,
sebagai berikut :
1. Faktor kesadaran yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang
berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada
tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya dapat membawa
dampak yang sangat positif terhadap organisasinya.
2. Faktor aturan yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja
pelayanan. Aturan ini mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerjaan
dapat berjalan teratur dan terarah, oleh karena itu harus dipahami oleh
3. Faktor organisasi merupakan alat serta sistem yang memungkinkan
berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.
4. Faktor pendapatan yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai
pendukung pelaksanaannya pelayanan. Pendapatan yang cukup akan
memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik.
5. Faktor keterampilan tugas yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam
melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki, yaitu
kemampuan manajerial, kemampuan teknis, dan kemampuan untuk membuat
konsep.
6. Faktor sarana yaitu sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau
pekerjaan layanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu,
dan fasilitas lain yang melengkapi seperti fasilitas komunikasi.
1.5.2.5Kualitas Pelayanan Publik
Kata “kualitas’ mengandung banyak pengertian, menurut kamus bahasa
Indonesia, kalitas berarti : (1) tingkat baik buruknya sesuatu; (2) derajat atau taraf
(kepandaian, kecakapan, dsb); atau mutu. Pengertian kualitas menurut Fandy Tjipto
(1995:24) adalah : 1) kesesuaian dengan persyaratan; (2) kecocokan untuk
pemakaian; (3) perbaikan berkelanjutan; (4) bebas dari kerusakan/cacat; (5)
pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat; (6) melakukan segala
sesuatu secara benar; (7) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan. Konsep
yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli,menggunakan, dan
mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan yang diharapkan dapat memuaskan
kebutuhan mereka. Menurut Ibrahim (2008:22), kualitas pelayanan publik merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan dimana penilaian kualitas ditentukan pada saat terjadinya pemberian
pelayanan publik tersebut.
Menurut Zeithaml dkk (boediono,2003:114) ada lima dimensi yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu :
1. Bukti langsung (tangibles). Yang meliputi aktifitas fisik, pegawai,
perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini
adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telepon
dan komputer.
2. Daya tanggap (responsiveness). Suatu karakteristik kecocokan dalam
pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf untuk membantu
masyarakat dalam memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan
itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan
informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program
langsung.
3. Keandalan (reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari
dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai dengan waktu
yang dijanjikan.
4. Jaminan (assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki ileh para staf, bebas dari bahaya, resiko atau
keraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan oleh aparat untuk
membuat masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang
dilaksanakannya akan bebas dari kesalahn.
5. Empati (emphaty) yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik dalam memahami kebutuhan para pelanggan. Hal
ini seperti bagaimana aparat menciptakan komunikasi yang eksternal
untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang
menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan
kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atribut-atribut tersebut menurut tjiptono
(1995:25) antara lain adalah :
1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu
proses.
2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.
4. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas
5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi,
ruang tempat pelayanan, tempat parkir, kesediaan informasi dan lain-lain.
6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber- AC,
kebersihan dan lain-lain.
Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan
oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu
pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk, berkualitas atau
tidak.
Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang perbaikan dan
peningkatan mutu pelayanan, dinyatakan bahwa hakekat pelayanan umum adalah :
1. Meningkatkan mutu produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan
umum dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan serta dengan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat luas.
Oleh karena itu dalam pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur dasar
sebagai berikut :
1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas
2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan
kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap
berpegang teguh pada efisiensi dan efektifitas.
3. Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat
memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa
harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi
peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya. Selain itu Zeithaml
et,al. (1990:36) mengatakan bahwa ada 4 (empat) jurang pemisah yang menjadi
kendala dalam pelayanan publik, yaitu sebagai berikut :
a. Tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat;
b. Pemberian ukuran yang salah dalam pelayanan masyarakat;
c. Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu sendiri;
d. Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau pengobralan.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan berbagai manfaat,
diantaranya hubungan antara pelanggan dan pemberi layanan menjadi harmonis,
sehingga memberikan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan,
membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mounth) yang
pelanggan, serta laba (PAD) yang diperoleh akan semakin meningkat (
Tjiptono,1995:42).
1.5.3. Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik.
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa,
prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan Negara diarahkan pada upaya
peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondisi yang
kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan
kepada publik, dan menekan tingkat penyalahgunaan wewenang di lingkungan
pemerintahan.
Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang “netral” dalam penyelenggaraan
administrasi dan pemerintahan, ternyata dalam praktik banyak mengalami tantangan.
Dimana publik sangat mengharapkan adanya pelayanan publik yang baik, yang
proporsional dengan kepentingan publik, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada
pengadaan keseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung
jawab (accountability) yang seharusnya diberikan kepada publik yang dilayani.
Pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikendalikan oleh
kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa. Namun, jika kekuatan-kekuatan-kekuatan-kekuatan politik dan
organisasi massa tersebut kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi artikulasi dan
agregasi kepentingan masyarakat, apabila jika tidak didukung dengan adanya proses
hal ini dapat mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin besar, yang
memungkinkan aparat birokrasi dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar
birokrasi, sehingga dapat mengokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi
pemerintahan. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan kegagalan
dalam memberikan pelayanan kepada publik, dan kegagalan dalam merealisasikan
program-program yang telah diputuskan.
Masalah tersebut bisa saja terjadi karena paradigma pemerintahan yang masih
belum mengalami perubahan mendasar.paradigma lama tersebut ditandai dengan
prilaku aparatur Negara di lingkungan pemerintahan yang masih menempatkan
dirinya untuk dilayani bukannya untuk melayani, padahal seharusnya pemerintah
melayani publik bukan dilayani oleh publik. Seharusnya dalam era demokrasi
desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi menyadari bahwa pelayanan berarti
semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam
pembangunan, yang dimanifestasikan kedalam prilaku “melayani,bukan
dilayani”,”mendorong, bukan menghambat”,”mempermudah, bukan
mempersulit”,”sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan
hanya untuk segelintir orang”.
Dalam mewujudkan visi dan misi organisasi birokrasi publik, profesionalisme
aparatur dibutuhkan, karena dengan kondisi kualitas layanan yang prima, maka secara
otomatis tujuan organisasi akan mudah tercapai. Profesionalisme menunjukan pada
kemampuan petugas atau aparat yang bekerja secara maksimal sesuai dengan
efisien. Profesionalisme diukur melalui keahlian yang dimiliki oleh seseorang, yang
sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan oleh organisasi kepada seseorang.
Ini berarti aparat yang bertugas harus menguasai secara tepat semua mekanisme kerja
dan metode kerja yang ada, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai melalui
peningkatan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa atau masyarakat yang ada
ketika melakukan pengurusan terhadap masalah yang dialami.
Bagi para penyelenggara pemerintah Negara yang berkehendak menyatukan
tindakan dan kebijaksanaan dengan tatanan nilai yang hidup dan berkembang di
masyarakat, maka aparat birokrasi haruslah sensitive, responsive dan akuntabel.
Sensitivitas dan responsibilitas pada dasarnya merupakan wujud sikap tanggung
jawab aparat birokrasi terhadap kepentingan masyarakat. Kualitas pelayanan publik
dari pemerintah sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh faktor intern, seperti prilaku
pegawai, kepemimpinan, birokrasi, rangsangan yang memadai, kejelasan tugas dan
prosedur kerja, kejelasan peran dan kelengkapan sarana dan prasarana kerja dan
sejenisnya. Akan tetapi jika karena faktor ekstern, yang antara lain berupa norma
sosial dan sistem budaya, seperti persepsi, sikap, nilai-nilai organisasi dan sentimen
masyarakat terhadap kinerja aparat birokrasi. Dengan demikian masalah tanggung
jawab publik dan pelayanan aparat birokrasi sebenarnya bukan semata-mata masalah
aparat birokrasi, tetapi menjadi masalah dari semua pihak yang terlibat dalam urusan
pemerintahan, sehingga perlu perhatian dari setiap komponen penyelenggaraan
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara didalam penelitian dan harus diuji
kebebarannya sehingga dengan demikian suatu hipotesis diterima atau ditolak
hasilnya. Suatu hipotesis dapat diterima apabila disertai dengan pembuktian yang
nyata.
Menurut Sugiono (2005:70), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh sebab itu rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Maka dari rumusan masalah dan kerangka
teori yang dikemukakan diatas, penulis menurunkan hipotesa penelitian sebagai
berikut :
Hipotesis Alternatif (Ha) : ada hubungan positif antara profesionalisme kerja
pegawai dengan kualitas pelayanan publik.
Hipotesa Nol (Ho) : tidak ada hubungan positif antara profesionalisme kerja
pegawai dengan kualitas pelayanan publik.
1.7 Definisi Konsep
Konsep adalah mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar
generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu
tertentu yang menjadi pusat perhatian, (Singarimbun,1997:33). Untuk memberikan
batas-batas yang jelas dari masing-masing konsep, guna menghindari adanya salah
dengan kerangka teoritis yang telah dikemukakan diatas. Adapun yang menjasi
definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Profesionalisme kerja pegawai adalah suatu kemampuan dan ketrampilan
seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan
masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan, antara kemampuan
yang dimilikioleh birikrasi dengan kebutuhan tugas pegawai.
2. Kualitas pelayanan publik adalah mutu/kualitas pelayanan birokrat terhadap
masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan/masyarakat. Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan
pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan konsep
pelayanan prima.
1.8 Definisi Operasional
Menurut Singarimbun (1995:46), definisi operasional adalah unsur-unsur
penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variable sehingga
dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai
pendukung untuk dianalisa kedalam variable-variabbel tersebut.
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (X), profesionalisme kerja pegawai diukur dengan indicator,
sebgai berikut :
a. Equality pegawai
2) Konsistensi dalam memberikan pelayanan
b. Equity pegawai
1) Tidak adanya pengaruh pangkat/jabatan terhadap kebebasan
pegawai jika ingin menyampaikan pendapat.
2) Tidak adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin dalam
penempatan posisi kerja.
c. Loyality pegawai
1) Kesetiaan kepada institusi
2) Kesetiaan kepada pimpinan
3) Kesetiaan kepada sesama
d. Akuntanbilitas Pegawai
1) Akuntanbilitas kinerja pelayanan publik : integritas (selalu
memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang
ditetapkan), tingkat ketelitian, kelengkapan sarana dan
prasarana, kejelasan peraturan dan kedisiplinan.
2) Akuntanbilitas biaya pelayanan publik harus sesuai dengan
ketentuan dengan perundang-undangan.
2. Variabel terikat (Y), kualitas pelayanan public diukur dengan indikator, sebagai
berikut :
a. Bukti langsung. Tersedianya ruang tunggu, seragam, perlengkapan,
dan sarana komunikasi.
b. Daya tanggap. Dapat diakses, tidak lama menunggu, respon terhadap
permintaan.
c. Keandalan. Penyelesaian pelayanan dengan cepat dan selesai pada
waktu yang dijanjikan.
d. Jaminan. Terpercaya, reputasi yang baik dalam hal pelayanan, pegawai
yang kompeten.
e. Empati. Mengenal pelanggan, pendengar yang baik dan sabar.
1.9. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep,
dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian
yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA
Bab ini berisi hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa
dokumen yang akan dianalisis serta tentang uraian data-data yang
diperoleh setelah melakukan penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang
BAB II
METODELOGI PENULISAN
2.1 Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah
metode penelitian kuantitatif. Dengan menggunakan rumus statistik untuk
menganalisa data dan fakta yang diperoleh selama penelitian. Dengan metode ini
diharapkan dapat menjelaskan fenomena yang ada berdasarkan data dan fakta yang
diperoleh.
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kantor Badan Pusat Statistik Kab. Mandailing
Natal-Panyabungan Komplek Perkantoran Payaloting.
2.3 Populasi dan sampel
Badan Pusat Statistik Kab.Madina, yaitu sebanyak 34 orang dan masyarakat sebanyak 20 orang.
Menurut Sugiono (2010:91) sampel adalah kelompok kecil yang kita amati dan merupakan bagian dari populasi sehingga karateristik populasi juga oleh sampel. Untuk menentukan jumlah sampel yang dipilih digunakan rumus slovin dalam Consuelo G. Sevilla, dkk., (1993:161), yaitu sebagai berikut:
1 . 2 + =
e N
N n
Dimana :
N = Ukuran Populasi n = Ukuran Sampel
e = Nilai kritis yang diinginkan (persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel)
Dengan rumus tersebut maka dapat dihitung jumlah sampel sebagai berikut :
n = 81
1 + 81 (0.1)2 = 45
dari perhitungan di atas maka sampel yang diambil sebanyak 34 pegawai dan
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dibagi
menjadi dua cara, yaitu :
1. Pengumpulan Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan
penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang
lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan melalui :
a. Penyebaran Kuesioner, yaitu pemberian daftar pertanyaan yang
dilengkapi dengan beberapa alternatif jawaban yang sudah tersedia.
b.Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung dan
selanjutnya mengadakan pencatatan yang ditemukan terhadap
gejala-gejala yang ditemukan di lapangan.
c. Wawancara, yaitu dilakukan untuk memperoleh data yang lengkap
dan mendalam.
2. Pengumpulan Data Sekunder, data ini diperoleh dari :
a) Penelitian kepustakaan, cara ini ditempuh dengan
mempelajari sejumlah buku, tulisan, dan karya ilmiah yang
ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
b) Studi dokumentasi, cara ini dilakukan dengan jalan
melakukan penelaahan terhadap catatan-catatan tertulis yang
2.5 Teknik Pengumpilan skor
Melalui penyebaran angket yang berisikan beberapa pertanyaan yang akan
diajukan kepada responden, maka ditentukan skor pada setiap pertanyaan. Tehnik
pengukuran skor yang dilakukan dalam penelitian ini memakai Skala Likert untuk
menilai jawaban kuesioner (Sugiono, 2010:107). Penentuan ini dihitung berdasarkan
alternatif jawaban (a,b,c,d, dan e), akan diberi skor sebagai berikut:
1. Untuk pilihan jawaban “a” diberi nilai/ skor 5
2. Untuk pilihan jawaban “b” diberi nilai/ skor 4
3. Untuk pilihan jawaban “c” diberi nilai/ skor 3
4. Untuk pilihan jawaban “d” diberi nilai/ skor 2
5. Untuk pilihan jawaban “e” diberi nilai/ skor 1
Untuk mengetahui atau menentukan katagori jawaban responden dari
masing-masing variabel tergolong tinggi, sedang atau rendah maka ditentukan skala
intervalnya dengan cara sebagai berikut:
Maka diperoleh: 5 – 1
5
= 0,8
Sehingga dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden
masing-masing variabel yaitu:
1. Skor untuk katagori sangat tinggi = 4,2 – 5,0
2. Skor untuk katagori tinggi = 3,3 – 4,1
3. Skor untuk katagori sedang = 2,4 – 3,2
4. Skor untuk katagori rendah = 1,5 – 2,3
5. Skor untuk katagori sangat rendah = 0,8 – 1,4
Untuk menentukan jawaban responden tergolong sangat tinggi, tinggi, sedang,
rendah, sangat rendah maka jumlah jawaban responden akan ditentukan rata-ratanya
dengan membagi jumlah pertanyaan. Dari hasil pembagian tersebut akan diketahui
jawaban responden termasuk katagori yang mana.
2.5 Teknik Analisa Data
Tehnik analisa data dalam penelitian ini menggunakan tehnik kuantitatif yang
digunakan untuk menguji pengaruh variabel terikat. Adapun metode statistik yang
digunakan adalah:
1. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis kuantitatif dengan metode statistik yang digunakan adalah analisis
mengukur pengaruh antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) (Sunyoto,
2011: 9). Metode analisis regresi linier sederhana ini dilakukan dengan bantuan
program SPSS 18.0 yang merupakan salah satu paket program komputer yang
digunakan dalam mengelola data statistik.
Persamaan regresi linier sederhana yaitu sebagai berikut:
Y = a + bX
Dimana :
� =∑Y∑�
2 − ∑�∑��
�∑�2− (∑�2)
� = n ∑ XY− ∑�∑�
�∑�2 − (∑�2)
Keteragan:
X = Variabel Bebas
Y = Variabel Terikat
a = Konstanta ( nilai Y apabila X= 0 )
b = Koefiseien Regresi ( nilai peningkatan maupun penurunan )
2. Uji F
Uji ini bertujuan untuk mengetahui variabel independent dalam hal ini gaya
kepemimpinan yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan)
kebenaran hipotesis digunakan uji F, yaitu untuk mengetahui sejauh mana variabel
bebas yang digunakan mampu menjelaskan variabel terikat.
Untuk uji signifikan model regresi, apabila Fhitung > Ftabel dengan dk (1:n-2)
maka dapat disimpulkan bahwa model yang diperoleh signifikan.
3. Uji Tdan Signifikasi
Uji signifikan adalah uji yang dilakukan untuk menentukan arah hipotesa
diterima atau ditolak. Nilai thitung > ttabel berarti ada pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas terhadap variabel terikat, atau bisa juga dengan signifikasi di bawah
0,05 untuk penelitian sosial. Uji signifikan ini dilakukan terhadap hipotesa nilai Ho,
yang berbunyi “tidak ada pengaruh antara variabel x dengan variabel y”. Ho ditolak
apabila nilai thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) dan dapat diterima apabila nilai
thitung lebih kecil dari ttabel (thitung < ttabel).
4. Koefisien Determinasi
Model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai koefisien
determinasi (KD = r2 x 100%) semakin besar nilai tersebut maka model semakin
BAB III
DESKRIPSI KANTOR BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MANDAILING NATAL
3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Madina
Kantor Badan Pusat statistik (BPS) Kab Mandina ini berdiri sejak tahun
1998, setelah terjadinya pemekaran daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Kantor
Badan Pusat Statistik ini memiliki pemimpin yang menjabat pertama kali adalah Dwi
Prawoto dan berakhir tahun 2004. Setelah itu dilanjutkan oleh Syailan Siregar hingga
tahun 2008, dan selanjutnya digantikan dengan Ahmad Effendi Harahap. Kantor ini
Kantor Badan Pusat Satistik mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan
mendata penduduk, penghasilan, dan lainnya sehingga diproses dari data mentah
menjadi data yang dapat diolah. Kegiatan ini berfungsi untuk dapat mengetahui
seberapa banyak jumlah penduduk yang ada disekitar sehingga data tersebut dapat
dipakai ketika diperlukan oleh kegiatan-kegiatan dari pemerintahan.
3.2 Struktur Organisasi Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Madina
Struktur Organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan secara
sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung
jawab pegawai masing-masing telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk
membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, teratur
dan efisien. Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh Kantor Badan Pusat
Statistik Kab.Madina adalah jenis struktur line and staff organization atau gabungan dari jenis struktur organisasi garis dan organisasi fungsional.
Kantor Badan Pusat Statistik Kab. Madina dipimpin oleh seorang Kepala
Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor provinsi
Sumatera Utara. Adapun organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Petisah, antara lain :
2. Seksi Sosial
3. Seksi Produksi
4. Seksi Distribusi
5. Seksi Nerwilis
6. Seksi IPDS
Tugas dan fungsi masing-masing akan di uraikan dalam setiap seksi, untuk
dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Masing-masing seksi dipimpin oleh
seorang kepala seksi.
3.3 Gambaran Pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Madina
Jumlah pegawai dikantor Badan Pusat Statistik Kab.Madina adalah sebanyak
34 orang, dengan perincian sebagai berikut :
1. Berdasarkan Pendidikan Sarjana 13 orang
D-IV 5 orang
D-III/Sarjana Muda 9 orang
SLTA 6 orang
SD 1 orang
2. Berdasarkan Pangkat Golongan IV 1 orang
Golongan III 15 orang
Golongan II 17 orang
BAB IV PENYAJIAN DATA
Dalam ban ini penulis akan menguraikan data yang diperoleh selama masa
penelitian yang telah dilakukan pada Kantor Badan Pusat Statistik Kab. Madna
berdasarkan angket (qoesioner) yang telah disebarkan kepada pegawai dan
masyarakat yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yang berjumlah 64 orang.
Penyajian data sebagai tahap awal dalam rangka analisa data dari koesioner
yang telah disebarkan akan diuraikan dalam bentuk table frekuensi. Data yang
disajikan meliputi data tentang identitas responden dan variable-variabel penelitian.
Untuk pertanyaan yang menyangkut identitas responden tidak diberikan skor dan
tidak dianalisa secara kuantitatif sedangkan untuk pertanyaan mengenai variabel
penelitian yaitu profesionalisme kerja pegawai dan kualitas pelayanan publik akan
4.1 Identitas Responden 4.1.1 Data Identitas pegawai
Data Identitas responden mencakup distribusi data responden menurut
jenis kelamin, usia, dan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka identitas responden dapat diuraikan seperti berikut ini :
Tabel 4.1 Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 20 58,82
2 Perempuan 14 41,18
Total 34 100,0
Sumber : Koesioner Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari seluruh responden yang
berjumlah 34 orang, 20 orang (58,82 %) adalah Laki-laki dan sisanya 14 orang (41,18
%) adalah perempuan. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa jumlah pegawai yang
ada dibagian pelayanan publik Kantor Badan Pusat Statistik Kab. Madina lebih
didominasi oleh pegawai yang berjenis kelamin Laki-laki.
Usia Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pegawai Kantor Badan Pusat
Statisti Kab. Madina lebih didominasi oleh pegawai yang berusia 20-30 Tahun
(47,05%), kemudian diikuti dengan usia 31-40 Tahun (44,11%), diikuti lagi dengan
usia 41-50 tahun (5,89%), dan >50 Tahun (2,95%).
Tabel 4.3 Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir
Total
Sumber : Koesioner Penelitian 2013
Berdasarkan tabel, diatas dapat dilihat bahwa pegawai lebih banyak yang
berasal dari Diploma yang berjumlah 13 orang (38,23%) dan berasal dari Sarjana juga
13 orang (38,23%), kemudian diikuti tamatan SMA berjumlah 7 orang (20,58%), dan
berasal dari tamatan SD berjumlah 1 orang (2,94%).
4.1.2 Data Identitas Masyarakat
Data mengenai identitas responden masyarakat yang mengurus pelayanan
yang akan disajikan adalah mencakup distribusi data responden menurut jenis
kelamin, usia dan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka
identitas responden dapat diuraikan seperti berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Kategori Frekuensi Persentase (%) Laki-laki
Perempuan Total
9 11 20
Berdasakan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari seluruh responden yang
berjumlah 20 orang, 9 orang (45%) adalah Laki-laki dan sisanya 11 orang (55%)
adalah perempuan. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa jumlah masyarakat yang
berurusan dengan pelayanan public lebih didominasi oleh masyarakat yang berjenis
kelamin perempuan.
Tabel 4.5 Distribusi Identitas Responden Brdasarkan Usia
Kategori Frekuensi Persentase (%) 20-30 Tahun
31-40 Tahun 41-50 Tahun >50 Tahun
Total
8 7 4 1 20
40 35 20 5 100 Sumber : Koesioner Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat yang berurusan
dengan Kantor Badan Pusat Statistik Kab. Madina lebih didominasi oleh masyarakat
yang berusia 20-30 Tahun 8 orang (40%), kemudian diikuti dengan usia 31-40 Tahun
Tabel 4.6 Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat lebih banyak berasal
dari Diploma yang berjumlah 8 orang (40%), kemudian diikuti tamatan Sarjana
berjumlah 6 orang (30%)
4.2 Penyajian Data
Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan, yaitu dengan
teknik penyebaran koesioner kepada responden, berikut ini aan disajikan hasil
pengumpulan data tentang Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap
pengumpulan data tersebut akan penulis sajikan dalam bentuk tabel tunggal,
kemudian jawabab dari responden diinterpretasikan menurut analisa penulis
berdasarkan keterangan yang diberikan oleh responden.
4.2.1 Variabel Bebas (x) Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai
Tabel 4.7a Distribusi jawaban responen tentang selalu memberikan perlakuan yang sama dalam memberikan pelayanan kepada semua masyarakat yang berurusan dengan Kantor BPS Kab. Madina
Jawaban responden Frekuensi Persentase (%) Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Bedasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada 19 orang
(55,89%) yang menjawab setuju selalu memberikan perlakuan yang
sama dalam memberikan pelayanan kepada semua masyarakat yang
perlakuan yang sama dalam membrikan pelayanan kepada semua
masyarakat ada 15 orang (44,11%).
Tabel 4.7b Distribusi jawaban responden tentang melihat setiap orang diperlakukan sama saat berurusan di Kantor BPS Kab. Madina
Jawaban responden Frekuensi Persentase (%) Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada 17 orang
(85%) yang menjawab setuju bahwa melihat setiap orang yang
diperlakukan sama, sedangkan yang menjawab sangat setuju bahwa
melihat orang yang diperlakukan sama ada 2 orang (10%), yang
mengatakan tidak setuju melihat setiap orang diperlakukan sama ada 1
orang (5%).
Jawaban responden Frekuensi Persentase (%) Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada 21 orang
(61,76%) yang menjawab setuju sudah konsisten (secara rutin dan
berkelanjutan) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
sedangkan yang menjawab sangat setuju sudah konsisten (secara rutin
dan berkelanjutan) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
ada 12 orang (35,30%), yang mengatakan ragu-ragu sudah konsisten
(secara rutin dan berkelanjutan) dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat ada 1 orang (2,94%).
Jawaban responden Frekuensi Persentase (%) Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju
Sangat Setuju Total
- - 3 17 - 20
- - 15 85 - 100 Sumber : Koesioner Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada 17 orang
(85%) yang menjawab setuju bahwa pegawai sudah cukup konsisten
(rutin dan berkelanjutan) dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, sedangkan yang menjawab ragu-ragu bahwa pwgawai