PROFIL KESEHATAN INDONESIA
2010
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2011
351.770212 Ind
Katalog Dalam Terbitan Kementerian Kesehatan RI
351.770.212
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Pusat Data dan Informasi
p
Profil Kesehatan Indonesia 2010, -- Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2011
ISBN 978-602-8937-89-4
1. Judul I. HEALTH STATISTICS
Buku ini diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9, Jakarta 12950
Telepon no: 62-21-5229590, 5221432, 5277169
Fax no: 62-21-5203874
E-mail: statkes@depkes .go.id
Web site:
http://www.depkes.go.id
TIM PENYUSUN
Pengarah
dr. Ratna Rosita, MPHM
Sekretaris Jenderal Kemenkes RI
Ketua
dr. Jane Soepardi
Kepala Pusat Data dan Informasi
Editor
Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, MKes
drg. Vensya Sitohang, M.Epid
Iskandar Zulkarnaen, SKM, M.Kes
Anggota
Sunaryadi, SKM,MKes; Nuning Kurniasih, S.Si, Apt, MSi;
Marlina Indah Susanti, SKM; Supriyono Pangribowo, SKM; Istiqomah, SS;
Athi Susilowati Rois, SKM; Budi Prihantoro, S.Si ; Margiyono, SKom;
Doni Hadhi Kurnianto, SKom; B.B. Sigit;
Muslichatul Hidayah, Hanna Endang Wahyuni; Endang Kustanti;
Sondang Tambunan; Hellena Maslinda; Sinin
Kontributor
Biro Perencanaan dan Anggaran; Biro Keuangan dan Perlengkapan;
Pusat Penanggulangan Krisis; Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
Biro Kepegawaian; Set. Ditjen Bina Gizi dan KIA; Dit. Bina Gizi; Dit Bina Kesehatan Ibu;
Dit Bina Kesehatan Anak; Set. Ditjen Bina Upaya Kesehatan; Set. Ditjen Pengendalian
Penyakit Penyehatan Lingkungan; Dit. Pengendalian Penyakit Menular Langsung;
Dit. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang; Dit. Surveilans Imunisasi dan Karantina;
Set. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; Set. Badan Penelitian dan Pengembangan
i Profil Kesehatan )ndonesia merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap pencapaian hasil pembangunan kesehatan, termasuk kinerja dari penyelenggaraan standar pelayanan minimal di bidang kesehatan dan pencapaian target indikator Millenium Development Goals bidang kesehatan, serta berbagai upaya yang terkait dengan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan lintas sektor seperti Badan Pusat Statistik dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Profil kesehatan, baik Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, Profil Kesehatan Provinsi maupun Profil Kesehatan )ndonesia menyajikan data/informasi kesehatan yang relative lengkap, meliputi data derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, dan data umum serta lingkungan yang terkait dengan kesehatan. Karena itu, penyusunan profil kesehatan perlu dicermati dan sedapat mungkin menggunakan data yang berkualitas. Data yang digunakan untuk menyusun Profil Kesehatan )ndonesia ini bersumber dari Profil Kesehatan Provinsi, laporan dari unit pengelola program pembangunan kesehatan, lintas sektor terkait, hasil survei seperti Riskesdas, dan sumber data lainnya. Data yang tersaji pada Profil Kesehatan )ndonesia dapat digunakan untuk membandingkan keadaan pembangunan kesehatan antara satu provinsi dengan provinsi lainnya, perbandingan pembangunan kesehatan di )ndonesia dengan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya dan negara‐negara anggota SEARO. Dengan diterbitkannya Profil Kesehatan )ndonesia ini diharapkan perbandingan pembangunan kesehatan, baik antar provinsi maupun )ndonesia dengan negara Asia Tenggara lainnya dapat tergambar dengan jelas.
Buku ini disusun dan diupayakan terbit lebih cepat dibandingkan tahun‐tahun sebelumnya. Adanya peningkatan awareness dari pengelola Profil Kesehatan Provinsi dan pengelola program di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga penyusunan Profil Kesehatan )ndonesia ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Walaupun Petunjuk Teknis Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota yang
responsif gender sudah diedarkan sejak akhir tahun , namun mengingat
ii
Buku Profil Kesehatan )ndonesia ini disajikan dalam bentuk cetakan dan soft
copy CD serta juga dapat diunduh di website www.depkes.go.id sehingga
memudahkan para pengguna Profil Kesehatan )ndonesia untuk mendapatkannya. Semoga publikasi ini dapat berguna bagi semua pihak, baik pemerintah, organisasi profesi, swasta dan masyarakat.
Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil
Kesehatan )ndonesia ini, kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, Juni
Kepala Pusat Data dan )nformasi
ttd
dr. Jane Soepardi
iii
Saya menyambut gembira terbitnya Profil Kesehatan )ndonesia ” yang
lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun‐tahun sebelumnya. Meskipun berat dan banyak tantangan di dalam proses pengumpulan data dan informasi kesehatan ini,
akhirnya Pusat Data dan )nformasi berhasil menghimpun data tahun dan
menyusunnya dalam bentuk Profil Kesehatan )ndonesia ”.
Sudah banyak upaya yang dilakukan Pusat Data dan )nformasi agar data profil dapat terkumpul dengan cepat dan mempunyai kualitas data yang tinggi. Meskipun upaya ini belum mencapai hasil maksimal, tetapi tetap diupayakan untuk dapat menyajikannya dengan lebih baik dan lebih cepat dari tahun‐tahun sebelumnya. Tantangan dan kendala dalam penyediaan data dan informasi yang tepat waktu ternyata cukup banyak, sehingga data dan informasi dari setiap provinsi maupun pengelola program di lingkungan Kementerian Kesehatan serta lintas sektor terkait masih belum dapat terisi secara lengkap. Dengan terbitnya Profil Kesehatan )ndonesia ” ini, saya harapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, baik institusi pemerintah, institusi swasta, organisasi profesi, mahasiswa, dan kelompok masyarakat lainnya dalam mendapatkan data dan informasi kesehatan. Profil kesehatan ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan evaluasi penyelenggaraan program pembangunan kesehatan, baik di pusat maupun di daerah.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi‐tingginya kepada semua pihak, terutama kepada Pusat Data dan )nformasi yang telah menjadi koordinator dalam penyusunan Profil Kesehatan )ndonesia. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada para kontributor data di pusat dan daerah serta lintas sektor terkait. (arapan saya Profil Kesehatan )ndonesia untuk tahun‐tahun yang akan datang dapat terbit lebih cepat dan lebih berkualitas.
Jakarta, Juni Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan
ttd
dr. Ratna Rosita, MP(M
v
KATA PENGANTAR i
SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR LAMPIRAN vii
DAFTAR ISTILAH xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 7
A. Keadaan Penduduk
B. Keadaan Ekonomi
C. Keadaan Kesehatan Lingkungan
D. Keadaan Perilaku Masyarakat
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN 33
A. Mortalitas 5
B. Morbiditas
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 73
A. Pelayanan Kesehatan Dasar 5
B. Pelayanan Kesehatan Rujukan
C. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
D. Perbaikan Gizi Masyarakat 5
E. Pelayanan Kesehatan dalam Situasi Bencana
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 137
A. Sarana Kesehatan
B. Tenaga Kesehatan 55
C. Pembiayaan Kesehatan
vi
BAB VI PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA
ASEAN DAN SEARO 167
A. Kependudukan
B. Derajat Kesehatan
C. Upaya Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA 188
LAMPIRAN
***
vii
Lampiran 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Menurut Provinsi
Tahun
Lampiran 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin
Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 2.3 Jumlah Penduduk )ndonesia Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 2.4 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 2.5 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 2.6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur
Tertentu, Angka Beban Tanggungan dan Provinsi Tahun
Lampiran 2.7 Jumlah dan Persentase Daerah Tertinggal Menurut Provinsi
Tahun –
Lampiran 2.8 Kabupaten/Kota Prioritas dan Sangat Prioritas di Kawasan
Perbatasan dan Pulau Terkecil Terluar di )ndonesia Tahun
Lampiran 2.9 Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Daerah Maret Lampiran 2.10 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi dan
Tipe Daerah Tahun ‐
Lampiran 2.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Fisik Air Minum
Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.12 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Sumber Utama Air untuk Keperluan Rumah Tangga Menurut Provinsi di )ndonesia,
Riskesdas
Lampiran 2.13 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Sumber Air Minum Penggunaan Rumah Tangga Menurut Provinsi di )ndonesia,
Riskesdas
Lampiran 2.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses Terhadap Air Minum
”Berkualitas” Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Kemudahan Memperoleh Air
Untuk Minum Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Jumlah Pemakaian Air Per
Orang Per (ari Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Buang
viii
Lampiran 2.18 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset yang Digunakan
Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.19 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir
Tinja Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.20 Persentase Rumah Tangga Menurut Akses Terhadap Pembuangan Tinja Layak Sesuai MDGs Menurut Provinsi di )ndonesia,
Riskesdas
Lampiran 2.21 Persentase Rumah Tangga Menurut Cara Buang Air Besar Sesuai
JMP W(O‐UN)CEF Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.22 Persentase Rumah Tangga Menurut Kriteria Rumah Sehat
Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.23 Prevalensi Penduduk Umur ≥ 5 Tahun yang Merokok dan Tidak
Merokok Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.24 Prevalensi Penduduk Umur ≥ 5 Tahun Menurut Umur Pertama Kali Merokok atau Mengunyah Tembakau Menurut Provinsi di
)ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.25 Persentase Rumah Tangga Menurut Kriteria Penanganan Sampah
Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.26 Persentase Perempuan ‐5 Tahun Menurut Umur Perkawinan
Pertama Menurut Provinsi di )ndonesia, Riskesdas
Lampiran 2.27 Persentase Perempuan Pernah Kawin ‐5 Tahun Menurut Jumlah Anak yang Dilahirkan Menurut Provinsi di )ndonesia,
Riskesdas
Lampiran 3.1 Estimasi Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita Tahun
dan Angka (arapan (idup Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.2 )ndeks Pembangunan Manusia dan Komponen Menurut Provinsi
Tahun ‐
Lampiran 3.3 Besar Penyakit Rawat )nap di Rumah Sakit Tahun Lampiran 3.4 Besar Penyakit Rawat Jalan di Rumah Sakit Tahun
Lampiran 3.5 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan per Umur
BB/U Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.6 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan per Umur
TB/U Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.7 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan per Tinggi
Badan BB/TB Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.8 Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan per Umur dan Berat Badan per Tinggi Badan TB/U dan BB/TB Menurut
ix Lampiran 3.9 Prevalensi Status Gizi Penduduk Dewasa > Tahun Berdasarkan Kategori )ndeks Massa Tubuh )MT dan Provinsi
Tahun
Lampiran 3.10 Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Malaria Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 3.11 Annual Parasite Incidence AP) Malaria Menurut Provinsi Tahun
‐
Lampiran 3.12 Period Prevalence Malaria Satu Bulan Terakhir Menurut Cara
Diagnosis dan Provinsi Tahun
Lampiran 3.13 (asil Cakupan Penemuan Kasus Penyakit TB Paru Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 3.14 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Jenis Kelamin
dan Provinsi Tahun
Lampiran 3.15 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Kelompok Umur
Tahun , Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun
Lampiran 3.16 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan Success Rate SR Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.17 Period Prevalence TB D dan Period Prevalence Suspect TB G
Pada Penduduk ≥ 5 Tahun, Menurut Provinsi Riskesdas
Lampiran 3.18 Jumlah Kasus A)DS, Kasus Kumulatif A)DS, Kasus Meninggal, dan
Case Rate per . Penduduk Menurut Provinsi s.d Desember
Lampiran 3.19 Jumlah Kasus A)DS Kumulatif Per Triwulan Menurut Provinsi
Tahun
Lampiran 3.20 Jumlah dan Persentase Kasus A)DS Pada Pengguna NAPZA
Suntikan )DU Menurut Provinsi s.d Desember
Lampiran 3.21 Jumlah Kasus Pneumonia pada Balita Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.22 Jumlah Kasus Baru Kusta, Case Detection Rate (CDR), Proporsi Kecacatan, Kasus Pada Anak dan Wanita Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.23 Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum dan Faktor Risiko Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 3.24 Jumlah Kasus Campak Per Bulan Menurut Provinsi Tahun Lampiran 3.25 Jumlah Kasus Campak Menurut Kelompok Umur dan Provinsi
Tahun
Lampiran 3.26 Jumlah Kasus, Meninggal, dan Incidence Rate Campak Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 3.27 Frekuensi KLB dan Jumlah Kasus pada KLB Campak Menurut
x
Lampiran 3.28 KLB Campak Berdasarkan Konfirmasi Laboratorium Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 3.29 Jumlah Kasus Difteri Menurut Kelompok Umur dan Provinsi
Tahun
Lampiran 3.30 Jumlah Kasus Difteri Per Bulan Menurut Provinsi Tahun Lampiran 3.31 Jumlah Kasus AFP dan Non Polio AFP Rate Menurut Provinsi
Tahun
Lampiran 3.32 Jumlah Penderita, Meninggal, Case Fatality Rate % , dan Incidence Rate per . Penduduk Demam Berdarah Dengue
DBD/D(F Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 3.33 Jumlah Kabupaten/Kota yang Terjangkit Demam Berdarah
Dengue Menurut Provinsi Tahun –
Lampiran 3.34 Kejadian Luar Biasa KLB Diare Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 3.35 Jumlah Kasus Demam Chikungunya Menurut Provinsi Tahun Lampiran 3.36 Situasi Rabies di )ndonesia Tahun ‐
Lampiran 3.37 Jumlah Penderita Filariasis Menurut Provinsi Tahun ‐ Lampiran 3.38 Situasi Pes Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 3.39 Jumlah Kasus, Meninggal, dan Case Fatality Rate CFR
Leptospirosis Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 3.40 Situasi Antraks Pada Manusia Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 4.1 Cakupan Kunjungan )bu (amil K , K , Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan, dan Kunjungan )bu Nifas KF Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.2 Persentase Perempuan Usia ‐5 Menurut Cakupan Pelayanan )bu (amil K dan K dari Kehamilan Anak Terakhir Per
Propinsi, Riskesdas
Lampiran 4.3 Persentase )bu Usia ‐5 Tahun yang Memeriksakan Kehamilan Anak Terakhir Menurut Tenaga yang Memeriksa dan Provinsi,
Riskesdas
Lampiran 4.4 Persentase )bu Usia ‐5 Tahun yang Melaporkan Persalinan dengan Operasi Perut Saat Melahirkan Anak Terakhir Pada
Periode Lima Tahun Terakhir Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.5 Cakupan Peserta KB Baru dan KB Aktif Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.6 Persentase Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi dan
Provinsi Tahun
xi Lampiran 4.8 Persentase Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi dan
Provinsi Tahun
Lampiran 4.9 Persentase Perempuan Kawin Umur ‐ Tahun Menurut Status
Penggunaan KB, Riskesdas
Lampiran 4.10 Cakupan Penanganan Neonatal Dengan Komplikasi dan Obstetri
Dengan Komplikasi Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.11 Cakupan Kunjungan Neonatus Menurut Provinsi Tahun Lampiran 4.12 Persentase Kunjungan Neonatus Pada Balita Menurut Provinsi,
Riskesdas
Lampiran 4.13 Persentase Kunjungan Neonatus Lengkap KN , KN , KN Pada
Balita Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.14 Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi dan Anak Balita Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 4.15 Cakupan SD yang Melaksanakan Penjaringan Siswa SD/M) Kelas
Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.16 Cakupan Balita Ditimbang Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.17 Persentase Frekuensi Penimbangan Anak Umur ‐5 Bulan
Selama Enam Bulan Terakhir Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.18 Cakupan Pemberian AS) Eksklusif pada Bayi Umur ‐ Bulan
Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.19 Persentase Anak Usia ‐ Bulan yang Pernah dan Masih Disusui
Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.20 Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita dan )bu Nifas
Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.21 Cakupan Pemberian Tablet Besi Fe Pada )bu (amil Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 4.22 Persentase Anak Umur ‐5 Bulan yang Menerima Kapsul Vitamin
A Selama Enam Bulan Terakhir Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.23 Persentase Penduduk Menurut Kecukupan Konsumsi Energi dan
Protein, Riskesdas
Lampiran 4.24 Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization UC)
Menurut Provinsi Tahun –
Lampiran 4.25 Cakupan )munisasi Dasar Pada Bayi Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.26 Persentase Anak Umur ‐ Bulan yang Mendapatkan )munisasi
Dasar Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.27 Persentase Anak Umur ‐ Bulan yang Mendapatkan )munisasi
Dasar Lengkap Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.28 Droup Out Rate Cakupan )munisasi DPT‐(B ‐Campak Pada Bayi
xii
Lampiran 4.29 Cakupan )munisasi Anak Sekolah Menurut Provinsi Tahun Lampiran 4.30 Cakupan )munisasi TT Pada )bu (amil Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.31 Persentase )bu yang Mendapat Suntikan TT Selama Kehamilan
Anak Terakhir Menurut Provinsi, Riskesdas
Lampiran 4.32 Cakupan )munisasi TT Pada Wanita Usia Subur Menurut Provinsi
Tahun
Lampiran 4.33 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan Succes Rate (asil Pengobatan Penyakit TB Tahun Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 4.34 Persentase Penderita TB D yang Telah Menyelesaikan
Pengobatan Dengan OAT per Provinsi Riskesdas
Lampiran 4.35 Jumlah Kasus Pneumonia Pada Balita Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.36 Jumlah Kunjungan Pasien Rawat )nap di Rumah Sakit Menurut
Provinsi Tahun
Lampiran 4.37 )ndikator Pelayanan Rumah Sakit Umum Depkes dan Pemda
Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 4.38 Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Rumah Sakit Umum
DEPKES dan PEMDA Menurut Provinsi Tahun
Lampiran 4.39 Jumlah Kunjungan Peserta Jamkesmas di Puskesmas Tahun Lampiran 4.40 Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut RJTL Peserta
Jamkesmas Tahun
Lampiran 4.41 Jumlah Kunjungan Rawat )nap Tingkat Lanjut R)TL Peserta
Jamkesmas Tahun
Lampiran 4.42 Rekapitulasi Kejadian Bencana Menurut Jenis Bencana dan Jumlah
Korban Tahun
Lampiran 4.43 Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Seluruh )ndonesia
Bulan Juni
Lampiran 4.44 Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Seluruh )ndonesia
Bulan Juni
Lampiran 5.1 Jumlah Puskesmas dan Rasionya Terhadap Penduduk Menurut
Provinsi Tahun ‐
Lampiran 5.2 Jumlah Puskesmas Perawatan dan Puskesmas Non Perawatan
Menurut Provinsi Tahun –
Lampiran 5.3 Jumlah Rumah Sakit di )ndonesia Menurut Pengelola dan Provinsi
Tahun
Lampiran 5.4 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Menurut Pengelola
xiii Lampiran 5.5 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Milik Kemenkes
dan Pemda Menurut Kelas Rumah Sakit dan Provinsi Tahun
Lampiran 5.6 Jumlah Rumah Sakit Khusus dan Tempat Tidurnya Menurut Jenis
Rumah Sakit Tahun ‐
Lampiran 5.7 Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus Menurut Kelas Perawatan dan Provinsi Tahun
Lampiran 5.8 Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 5.9 Jumlah Sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Menurut Provinsi Tahun ‐
Lampiran 5.10 Jumlah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat UKBM
Menurut Provinsi di )ndonesia Tahun
Lampiran 5.11 Jumlah )nstitusi Politeknik Kesehatan Poltekkes Menurut
Jurusan dan Provinsi Tahun
Lampiran 5.12 Jumlah )nstitusi Non Politeknik Kesehatan Non‐Poltekkes
Menurut Jurusan/Program Studi dan Provinsi Tahun
Lampiran 5.13 Jumlah Jurusan/Program Studi Politeknik Kesehatan Poltekkes
Menurut Akreditasi dan Strata Tahun
Lampiran 5.14 Jumlah )nstitusi Non Politeknik Kesehatan Non‐Poltekkes
Menurut Akreditasi dan Strata Tahun
Lampiran 5.15 Jumlah )nstitusi Diknakes Non‐Poltekkes Menurut Status
Kepemilikan Tahun
Lampiran 5.16 Rekapitulasi Peserta Didik Poltekkes Menurut Jenis Tenaga
Kesehatan Tahun Ajaran /
Lampiran 5.17 Rekapitulasi Peserta Didik non Poltekkes Menurut Jenis Tenaga
Kesehatan Tahun Ajaran /
Lampiran 5.18 Rekapitulasi Peserta Didik Program Diploma )V Berdasarkan Jenis
)nstitusi Pendidikan Tahun –
Lampiran 5.19 Lulusan Diknakes Poltekkes dan Non Poltekkes Menurut Jenis
Tenaga Kesehatan Tahun
Lampiran 5.20 Jumlah Lulusan Poltekkes Berdasarkan Jurusan/Program Studi
)nstitusi Diknakes Seluruh )ndonesia Tahun Ajaran /
Lampiran 5.21 Rekapitulasi Lulusan Non Poltekkes Diknakes Seluruh )ndonesia
Berdasarkan Jenis dan Provinsi Tahun Ajaran /
Lampiran 5.22 Rekapitulasi Data SDM Kesehatan Per Provinsi Keadaan
Desember
Lampiran 5.23 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Menurut Jenis dan
Provinsi Tahun
Lampiran 5.24 Rasio Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan Terhadap
xiv
Lampiran 5.25 Rekapitulasi SDM Kesehatan Rumah Sakit Pemerintah per
Provinsi Menurut Jenis dan Provinsi Tahun
Lampiran 5.26 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Umum Sebagai Pegawai Tidak
Tetap PTT Aktif Tahun
Lampiran 5.27 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Gigi Sebagai Pegawai Tidak
Tetap PTT Aktif Tahun
Lampiran 5.28 Rekapitulasi Keberadaan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap
PTT Aktif Tahun
Lampiran 5.29 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Umum Sebagai Pegawai Tidak
Tetap PTT Aktif Tahun
Lampiran 5.30 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Gigi Sebagai Pegawai Tidak
Tetap PTT Tahun
Lampiran 5.31 Rekapitulasi Pengangkatan Bidan Pegawai Sebagai Tidak Tetap
PTT Tahun
Lampiran 5.32 Keadaan Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis Sebagai PTT Kementerian Kesehaan yang Masih Aktif Sampai Dengan
Desember
Lampiran 5.33 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Umum Sebagai PTT Tahun
Lampiran 5.34 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Gigi Sebagai PTT Tahun Lampiran 5.35 Distribusi Tingkat Keterlibatan )nstitusi Diklat Kesehatan Seluruh
)ndonesia Dalam Kegiatan Kediklatan Tahun
Lampiran 5.36 Distribusi Widyaiswara )nstitusi Diklat Kesehatan Seluruh
)ndonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun
Lampiran 5.37 Distribusi Frekuensi Pelatihan dan Jumlah Peserta di )nstitusi Diklat Kesehatan Seluruh )ndonesia Berdasarkan Jenis Diklat
Tahun
Lampiran 5.38 Alokasi dan Realisasi Kementerian Kesehatan R) Menurut Eselon )
Tahun
Lampiran 5.39 Data Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun Lampiran 5.40 Distribusi Pegawai Kementerian Kesehatan di Kantor Pusat, UPT
dan DPK/DPB Dirinci Menurut Strata Pendidikan Keadaan
Desember Tahun
Lampiran 6.1 Perbandingan Beberapa Data Kependudukan di Negara‐Negara
ASEAN & SEARO Tahun
Lampiran 6.2 Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan )ndeks Pembangunan Manusia di Negara‐Negara ASEAN dan SEARO
Lampiran 6.3 Penduduk yang Menggunakan Sumber Air Bersih dan yang Menggunakan Sarana Sanitasi Sehat di Negara‐Negara ASEAN dan
xv Lampiran 6.4 Perbandingan Data Tuberkulosis di Negara‐Negara ASEAN dan
SEARO Tahun /
Lampiran 6.5 Angka Estimasi ()V dan A)DS di Negara‐Negara ASEAN dan
SEARO Tahun
Lampiran 6.6 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan
)munisasi di Negara‐Negara ASEAN & SEARO Tahun
Lampiran 6.7 Perbandingan Cakupan )munisasi Dasar pada Bayi di Negara‐
Negara ASEAN & SEARO Tahun
Lampiran 6.8 Perbandingan Upaya Kesehatan di Negara‐Negara ASEAN &
SEARO Tahun ‐
xvi
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Intra Uterine Device (IUD)
: Alat Kontrasepsi yang dimasukan ke dalam rahim, terbuat dari plastik halus dan fleksibel polietilen .
Angka Insidens (IR)
: Jumlah kasus tertentu terhadap penduduk berisiko pada periode dan waktu tertentu
Angka Keberhasilan
Pengobatan (SR=Success Rate)
: Angka kesembuhan + cakupan pengobatan lengkap pada penderita TB paru BTA+
Angka Kematian Balita (AKABA)
: Jumlah kematian anak berusia ‐ tahun per . kelahiran hidup pada periode tahun tertentu.
Angka Kematian Bayi (AKB)
Infant Mortality Rate (IMR)
: Jumlah kematian bayi berusia dibawah tahun per . kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Angka Kematian Ibu (AKI)
Maternal Mortalite Rate (NMR)
: Jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan dan nifas per . kelahiran hidup pada masa tertentu.
Angka Kematian Kasar
Crude Death Rate (CDR)
: Banyaknya kematian selama satu tahun tiap . penduduk.
Angka Kematian Neonatal (AKN)
Neonatal Mortality Rate
: Jumlah kematian bayi di bawah usia hari per . kelahiran hidup pada periode tertentu
Angka Partisipasi Kasar (APK) : Persentase jumlah peserta didik SD, jumlah peserta didik SLTP, jumlah peserta didik SLTA, jumlah peserta didik PTS/PTN dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia masing‐masing jenjang pendidikan SD usia ‐ tahun, SLTP usia ‐ 5 tahun, SLTA usia ‐ tahun, PTS/PTN usia ‐ tahun .
ASI Eksklusif
Exclusive Breast Feeding : Pemberian hanya AS) Air Susu )bu saja, tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Low Birth Weight
: Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 5 gram, yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan jam pertama setelah lahir.
CFR (Case Fatality Rate) : Persentase orang yang meninggal karena penyakit tertentu terhadap orang yang mengalami penyakit yang sama
Daftar Alokasi Dana Alokasi
Khusus (DADAK)
: Dokumen pengesahan Dana Alokasi Khusus yang dikeluarkan Kementerian Keuangan.
Dependency ratio
( Angka Beban Tanggungan )
: Perbandingan antara banyaknya orang yang belum produktif usia kurang dari 5 tahun dan tidak produktif lagi usia 5 tahun ke atas dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif 5‐ tahun
Difteri : infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang
xvii Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) : Pengawasan langsung menelan obat anti tuberculosis jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat PMO
Dokter kecil : Kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari murid kelas dan 5 SD dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil.
Gross National Income : Pendapatan Nasional Bruto perkapita
HDI : (uman Development
IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
: Pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.
)PM mengukur pencapaian rata‐rata sebuah negara dalam dimensi dasar pembangunan manusia:
.(idup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.
.Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa bobotnya dua per tiga dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas bobot satu per tiga
Standar kehidupan yang layak diukur dengan GDP Gross Domestic Product per kapita / produk domestik bruto dalam
paritas kekuatan bali Purchasing Power Parity dalam Dollar
AS.
Kunjungan Neonatus 1 (KN1) : Pelayanan kesehatan neonatal dasar, kunjungan ke-1 pada 6-24 jam setelah lahir
Kunjungan Neonatus Lengkap (KN Lengkap)
: Pelayanan kesehatan neonatal dasar meliputi ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 bila tidak diberikan pada saat lahir, dan manajemen terpadu bayi muda. Dilakukan sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada -28 hari setelah lahir yang dilakukan di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.
Kunjungan Nifas 3 (KF3) : Pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya kali, pada jam pasca persalinan s.d hari; pada minggu ke )), dan pada minggu ke V) termasuk pemberian vitamin A kali serta persiapan dan/atau pemasangan KB pasca persalinan
NAPZA : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain.
NCDR (Newly Case Detection Rate)
: Rata‐rata kasus yang baru terdeteksi pada tahun pelaporan
Pasangan Usia Subur (PUS) : Pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur istrinya antara 5 tahun sampai tahun
Pes ( bubonic plaque ) : infeksi bakteri Pasteurella pestismelalui hewan pengerat liar.
xviii
Polio : Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD ) yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf higga penderita mengalami kelumpuhan.
SEARO : South East Asia Region/SEARO
TB (Tuberkulosis) : infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis
)nfeksi ini dapat menyerang paru tuberculosis paru maupun organ selain paru tuberculosis ekstra pulmonal .
TN ( Tetanus Neonatorum) : )nfeksi disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke
tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril.
UHH (Umur Harapan Hidup Waktu Lahir)
: Jumlah rata‐rata usia yang diperkirakan pada seseorang atas dasar angka kematian pada masa tersebut.
Universal Child Immunization
(UCI) : Desa atau Kelurahan UC) adalah desa/kelurahan dimana dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat ≥ %
imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun
VAR (Vaksin Anti Rabies ), dan Lyssa
: Vaksin yang digunakan untuk infeksi virus rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang di dalam tubuhnya mengandung virus Rabies.
Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”, sedangkan Misi Kementerian Kesehatan untuk mencapai visi tersebut adalah sebagai berikut :
. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.
. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan.
. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Visi dan misi ini harus berpedoman pada nilai – nilai Kementerian Kesehatan sebagai berikut yaitu : Pro Rakyat, )nklusif, Responsif, Efisien, dan 5 Bersih. Dalam implementasi Visi dan Misi Kementerian Kesehatan tersebut, sangat dibutuhkan adanya data dan i)nformasi.
Menurut W(O, dalam Sistem Kesehatan selalu harus ada Subsistem )nformasi yang mendukung subsistem lainnya. Tidak mungkin subsistem lain dapat bekerja tanpa didukung dengan Sistem )nformasi Kesehatan. Sebaliknya Sistem )nformasi Kesehatan tidak mungkin bekerja sendiri, tetapi harus bersama subsistem lain. )ni
tercermin pula dalam SKN , dimana terdapat Subsistem Manajemen dan
)nformasi Kesehatan, yang menaungi pengembangan Sistem )nformasi Kesehatan.
Undang‐undang Republik )ndonesia Nomor Tahun tentang
Kesehatan, pasal ayat menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi‐tingginya.
Selain itu pada pasal menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan, yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor, dengan ketentuan lebih
lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan pada Pasal
disebutkan pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, dan data/informasi terkait lainnya, serta terbit setiap tahun.
Sejalan dengan penyusunan Profik Kesehatan )ndonesia, di provinsi juga
disusun Profil Kesehatan Provinsi dan di kapupaten/kota disusun Profil Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada masa yang akan datang, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang dengan pesat, penyusunan profil kesehatan diharapakan dapat terselenggara secara berjenjang. Profil kesehatan provinsi disusun berdasarkan profil kesehatan kabupaten/kota dan hasil pembangunan kesehatan yang diselenggarakan provinsi, termasuk hasil lintas sektor terkait; dan Profil Kesehatan )ndonesia disusun berdasarkan profil kesehatan provinsi dan hasil pembangunan kesehatan yang diselenggarakan pusat, termasuk hasil kegiatan lintas sektor terkait tingkat nasional.
Profil Kesehatan )ndonesia, profil kesehatan provinsi, dan profil kesehatan kabupaten/kota diharapkan dapat dijadikan salah satu media untuk memantau dan mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan di pusat maupun daerah. Untuk itu penyusunan profil kesehatan yang berkualitas, yaitu yang dapat terbit lebih cepat, menyajikan data yang lengkap, akurat, konsisten, dan sesuai kebutuhan, menjadi harapan kita bersama.
Profil Kesehatan )ndonesia disusun berdasarkan data/informasi yang didapatkan dari daerah, pengelola program di lingkungan Kementerian Kesehatan, lintas sektor terkait, serta sumber data/informasi lainnya, termasuk badan/lembaga/ organisasi kesehatan nasional dan internasional.
Profil Kesehatan )ndonesia ini terdiri atas enam bab, yaitu:
Bab ) ‐ Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang latar belakang diterbitkannya Profil
Kesehatan )ndonesia ini serta sistimatika penyajiannya.
Bab )) ‐ Gambaran Umum dan Perilaku Penduduk. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum, yang meliputi: kependudukan, perekonomian, dan lingkungan fisik; serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan.
Bab ))) ‐ Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang berbagai indikaor derajat kesehatan, yang mencakup tentang angka kematian, angka harapan hidup, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat.
Bab )V ‐ Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang upaya kesehatan yang tujuan program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran tentang upaya kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi pencapaian pelayanan kesehatan dasar, pencapaian pelayanan kesehatan rujukan, pencapaian upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan upaya perbaikan gizi masyarakat.
Bab V ‐ Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya
5 sumber daya mencakup tentang keadaan sarana/fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan pembiayaan kesehatan.
Bab V) ‐ Perbandingan )ndonesia dengan Negara Anggota ASEAN dan SEARO. Bab ini menyajikan perbandingan beberapa indikator yang meliputi data kependudukan, Angka Kelahiran, Angka Kematian, )ndeks Pembangunan Manusia, data tuberkulosis, angka estimasi ()V/A)DS, kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, cakupan imunisasi pada bayi dan upaya kesehatan.
9
)ndonesia adalah negara yang terletak di Asia Tenggara, secara geografis terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia serta di antara Samudera (india dan Samudera Pasifik. Secara astronomis )ndonesia terletak antara o garis
Lintang Utara sampai o garis Lintang Selatan, dan 5o sampai o garis Bujur
Timur yang meliputi rangkaian pulau antara Sabang sampai Merauke. Dengan demikian, wilayah )ndonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan perekonomian.
)ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara. Menurut data yang bersumber dari Bakosurtanal, jumlah pulau di )ndonesia .5 pulau. Jumlah pulau itu termasuk yang berada di muara dan tengah sungai, serta delta sungai. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi. Fakta ini membuat )ndonesia memiliki keragaman budaya dan adat istiadat dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Keragaman dalam berbagai aspek tersebut juga terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
Pembagian wilayah secara administratif, wilayah )ndonesia pada tahun
terbagi atas provinsi, kabupaten/kota kabupaten dan kota , .5
kecamatan, dan 5. kelurahan/desa. Pembagian wilayah )ndonesia secara
administratif menurut provinsi pada tahun dapat dilihat pada Lampiran . .
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum )ndonesia dan perilaku
penduduk pada tahun yang meliputi: keadaan penduduk, keadaan ekonomi,
keadaan kesehatan lingkungan, dan keadaan perilaku masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan.
A. KEADAAN PENDUDUK
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun , jumlah penduduk )ndonesia
sebesar . . orang, yang terdiri atas . . penduduk laki‐laki dan
. . penduduk perempuan Lampiran . . Bila dibandingkan dengan hasil
Sensus Penduduk Tahun , jumlah penduduk sebesar 5. . 5 orang, maka
penduduk )ndonesia bertambah sekitar ,5 juta orang atau meningkat dengan
10
penduduk LPP yang bervariasi. Laju pertumbuhan penduduk terendah sebesar , % terjadi di Provinsi Jawa Tengah dan laju pertumbuhan penduduk tertinggi sebesar 5, % terjadi di Provinsi Papua.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Laju Pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memperkirakan jumlah penduduk di masa yang
akan datang. Laju pertumbuhan penduduk LPP di )ndonesia mengalami
peningkatan selama tahun terakhir, walaupun pada periode tahun sebelumnya LPP mengecil. Laju pertumbuhan penduduk )ndonesia sejak Sensus Penduduk tahun sampai dengan Sensus Penduduk tahun secara nasional dapat dilihat dalam Lampiran .
GAMBAR 2.1
LAJU PERTAMBAHAN PENDUDUK INDONESIA TAHUN 1971 2010
(% per tahun)
Tren laju pertumbuhan penduduk disajikan dalam Gambar . . Laju
pertumbuhan penduduk per tahun selama tahun ‐ sebesar , % dan
menurun secara tajam selama rentang tahun ‐ . Penurunan laju
pertumbuhan penduduk ini dimungkinkan karena berhasilnya program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah pada masa itu.
(asil sensus penduduk tahun menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
penduduk periode ‐ sebesar , % per tahun, meningkat jika
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun ‐ . Semakin
tinggi laju pertumbuhan penduduk menyebabkan jumlah penduduk yang semakin banyak di masa yang akan datang.
Berdasarkan laju pertumbuhan penduduk seperti tersebut di atas, jumlah penduduk )ndonesia semakin banyak seperti terlihat pada Gambar . . (asil sensus
penduduk tahun jumlah penduduk )ndonesia mencapai . . orang,
11
meningkat pesat jika dibandingkan dengan tahun dan tahun .
Meningkatnya jumlah penduduk di )ndonesia yang terus‐menerus apabila tidak dikendalikan akan membawa dampak yang kurang baik, di antaranya menjadi beban pembangunan, termasuk pembangunan di bidang kesehatan.
GAMBAR 2.2
TREN JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 1961 2010
(dalam jutaan jiwa)
Rasio Jenis Kelamin adalah perbandingan jumlah penduduk laki‐laki per
penduduk perempuan. Data tentang rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang ada kaitannya dengan perimbangan pembangunan laki‐laki dan perempuan secara adil.
Secara nasional, rasio jenis kelamin penduduk )ndonesia tahun sebesar
, yang artinya jumlah penduduk laki‐laki satu persen lebih banyak dibandingkan
jumlah penduduk perempuan. Nilai ini berarti bahwa setiap perempuan terdapat
laki‐laki. Rasio jenis kelamin terbesar terdapat di Provinsi Papua yaitu sebesar dan yang terkecil terdapat di Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar . Gambar . menyajikan tren rasio jenis kelamin secara nasional sejak Sensus Penduduk tahun
sampai Sensus Penduduk tahun .
12
GAMBAR 2.3
TREN RASIO JENIS KELAMIN PENDUDUK INDONESIA TAHUN 1961 2010
Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin secara grafik dapat digambarkan dalam bentuk piramida penduduk. Dasar piramida penduduk menunjukkan jumlah penduduk. Badan piramida penduduk bagian kiri menunjukkan banyaknya penduduk laki‐laki dan badan piramida penduduk bagian kanan menunjukkan jumlah penduduk perempuan menurut kelompok umur. Piramida tersebut merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda, dewasa, dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial, budaya, dan ekonomi.
GAMBAR 2.4
PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010
(jutaan jiwa)
Gambar . menunjukkan bahwa struktur penduduk di )ndonesia termasuk struktur penduduk muda. (al ini dapat diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda ‐ tahun , walaupun jumlah kelahiran telah menurun jika dibandingkan
Sumber : Badan Pusat Statistik,
[image:30.612.127.450.107.291.2]13
dengan lima tahun yang lalu dan angka harapan hidup yang semakin meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk usia tua. Badan piramida membengkak, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia kerja terutama pada kelompok umur 5‐ tahun baik laki‐laki maupun perempuan.
Berdasarkan distribusi penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur maka kita dapat memperoleh gambaran piramida penduduk )ndonesia sejak
pelaksanaan Sensus Penduduk tahun sampai dengan Sensus Penduduk tahun
. Piramida penduduk )ndonesia secara lengkap disajikan pada Gambar .5. GAMBAR 2.5
PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 1961 – 2010 (jutaan jiwa)
Piramida tahun , dan menunjukkan bentuk piramida kerucut.
Bentuk dasar piramida melebar dengan puncak yang runcing. (al ini menunjukkan tingginya angka kelahiran, tingginya angka kematian dan angka harapan hidup yang masih rendah. Jumlah bayi lahir untuk hidup sampai hari tua masih rendah. Piramida
tahun mulai menunjukkan perbedaan, jumlah kelahiran mulai menurun dan
jumlah penduduk tua mulai meningkat. (al ini menunjukkan meningkatnya angka harapan hidup dan proporsi penduduk yang lahir untuk hidup sampai hari tua semakin meningkat.
Piramida pada tahun dan tahun bentuknya sudah sangat berbeda
dibandingkan dengan bentuk piramida tahun dan . Dasar piramida
menyempit yang berarti bahwa jumlah kelahiran menurun. Puncak piramida melebar yang berarti bahwa tingkat harapan hidup penduduk semakin tinggi dan harapan
[image:31.612.130.496.245.497.2]14
bayi lahir untuk hidup sampai usia 5 tahun ke atas semakin besar. Struktur umur masih berada di umur muda. (al ini menjadikan tantangan bagi pemerintah untuk penyediaan layanan pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja yang semakin besar.
Secara nasional, dengan luas wilayah )ndonesia . . , km maka
tingkat kepadatan penduduk pada tahun sebesar jiwa per km . Tingkat
kepadatan yang tinggi masih didominasi oleh provinsi‐provinsi di Pulau Jawa. Provinsi yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah DK) Jakarta, yaitu
sebesar . jiwa per km . Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi kedua dengan kepadatan . jiwa per km . Provinsi
dengan tingkat kepadatan tertinggi ketiga yaitu D.). Yogyakarta sebesar . jiwa per km . Kepadatan penduduk terendah di Papua Barat, yaitu hanya jiwa per km , Papua merupakan provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk terendah kedua yaitu sebesar jiwa per km , yang kemudian diikuti oleh Kalimantan Tengah dengan kepadatan jiwa per km . Jumlah penduduk dan angka kepadatan penduduk per
provinsi tahun dapat dilihat pada Lampiran .5.
GAMBAR 2.6
PERSENTASE LUAS WILAYAH DAN PERSEBARAN PENDUDUK INDONESIA
MENURUT KELOMPOK PULAUPULAU BESAR TAHUN 2010
Sumber : Badan Pusat Statistik,
15
terdapat penduduk %. Pulau lainnya Nusa Tenggara, Maluku dan Papua yang luasnya % terdapat penduduk %.
)ndikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk adalah rasio beban ketergantungan atau Dependency Ratio. Rasio beban ketergantungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif umur di bawah 5 tahun dan 5 tahun ke atas dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif umur 5‐ tahun . Secara kasar perbandingan angka beban ketergantungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur nonproduktif terhadap umur produktif. Semakin tinggi rasio beban tanggungan, semakin tinggi pula jumlah penduduk nonproduktif yang ditanggung oleh penduduk umur produktif.
TABEL 2.1
JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN KETERGANTUNGAN
MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF (1564 TAHUN) DAN NON PRODUKTIF (014 TAHUN DAN 65 TAHUN KE ATAS)
DI INDONESIA TAHUN 2010
No Usia Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan %
1 0 – 14 Tahun 35.288.970 33.307.750 68.596.720 28.87 2 15 – 64 Tahun 78.935.732 78.046.486 156.982.218 66,05 3 65 Tahun ke atas 5.361.028 6.619.670 11.980.698 5,04 4 Tidak Terjawab (TT) 42.183 36.507 81.690 0,03
Jumlah 119.630.913 118.010.413 237.641.326 100,00
Angka Beban Tanggungan (%) 51,50 51,16 51,33
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Komposisi penduduk )ndonesia menurut kelompok umur yang ditunjukkan oleh Tabel . , menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda ‐ tahun sebesar , %, yang berusia produktif 5‐ tahun sebesar , 5%, dan yang berusia tua ≥ 5 tahun sebesar 5, %. Dengan demikian maka angka beban
tanggungan (dependency ratio) penduduk )ndonesia pada tahun sebesar
5 , %. (al ini berarti bahwa orang )ndonesia yang masih produktif akan menanggung 5 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin, maka angka beban tanggungan laki‐laki sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan angka beban tanggungan perempuan, yaitu 5 ,5 % untuk laki‐ laki dan 5 , % untuk perempuan.
Gambar . menunjukkan angka beban ketergantungan secara nasional adalah 5 , %. Provinsi dengan persentase angka beban ketergantungan tertinggi adalah
Nusa Tenggara Timur , % , Maluku , % dan Sulawesi Barat % .
Persentase angka beban ketergantungan yang terendah adalah DK) Jakarta , 5% ,
16
GAMBAR 2.7
ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik,
Rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur, angka beban tanggungan
dan provinsi tahun dapat dilihat pada Lampiran . .
B. KEADAAN EKONOMI
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Perekonomian )ndonesia
selama tahun – mengalami pertumbuhan masing‐masing sebesar 5,5%
, , % , , % , ,5% , dan , % .
Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar , % pada , maka nilai Produk
Domestik Bruto PDB naik sebesar Rp ,5 triliun. Dari Rp 5. , triliun
pada menjadi sebesar Rp . , triliun pada . Pertumbuhan tertinggi
terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu sebesar ,5%.
Pertumbuhan terendah terjadi di sektor pertanian sebesar , %. Sedangkan PDB untuk non migas tumbuh , %.
[image:34.612.94.485.104.366.2]17
penganggur. Sementara Bekerja menurut definisi Sakernas adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam tidak terputus dalam seminggu yang lalu. Kegiatan itu termasuk juga kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi.
Proporsi pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna untuk acuan pemerintah dalam pembukaan lapangan kerja baru di masa mendatang. Angka ini juga menunjukkan tingkat keberhasilan pembangunan program ketenagakerjaan dari
tahun ke tahun. Berdasarkan publikasi data hasil Sakernas BPS tahun ‐ ada
penurunan angka pengangguran. (al ini disebabkan bertambahnya lapangan kerja pada sektor jasa kemasyarakatan seperti jasa pertukangan, pembantu rumah tangga, transportasi dan pertanian. Perkembangan angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran terbuka jumlah dan persentase pada rentang waktu Februari
– Februari disajikan pada Tabel . .
TABEL 2.2
PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA
DAN PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA TAHUN 2008 – 2010
Feb 2008
(juta orang)
Feb 2009 (juta orang)
Feb 2010 (juta orang)
Jumlah Angkatan Kerja , , 5,
Jumlah penduduk yang bekerja , 5 , ,
Pengangguran terbuka , , ,5
Pengangguran terbuka % , , ,
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional ‐
Seperti terlihat pada Tabel . , terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja dan jumlah penduduk yang bekerja. Peningkatan jumlah penduduk telah menyebabkan peningkatan jumlah angkatan kerja. Peningkatan jumlah angkatan kerja menyebabkan semakin sempitnya peluang kerja dikarenakan minimnya lapangan pekerjaan. Pertumbuhan lapangan kerja lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja. (al inilah yang menyebabkan timbulnya pengangguran terbuka yang cukup tinggi. (al yang menggembirakan adalah turunnya jumlah pengangguran terbuka dari tahun ke tahun, walaupun angka pengangguran masih cukup tinggi.
Pembahasan yang cukup menarik tentang pengangguran adalah pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan. Pada Gambar . dapat ditunjukkan bahwa pengangguran tertinggi ada pada penduduk yang menamatkan pendidikan pada tingkat SMA dengan persetase sebesar , %. Pengangguran tertinggi kedua
ada pada penduduk dengan tingkat pendidikan SMP sebesar , %. Tingkat
18
GAMBAR 2.8
PERSENTASE TINGKAT PENGANGGURAN MENURUT PENDIDIKAN
DI INDONESIA TAHUN 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik,
Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu: geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal STRANAS PPDT adalah wilayah administrasi kabupaten. Menurut definisinya, daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk relatif tertinggal. Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan enam kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana infrastruktur , kemampuan keuangan lokal celah fiskal , aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah pedalaman, kepulauan pulau kecil dan gugus pulau , perbatasan antar negara, daerah rawan bencana dan daerah rawan konflik dan sebagian besar wilayah daerah pesisir.
19
GAMBAR 2.9
PROVINSI DENGAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL
DI INDONESIA TAHUN 2010
Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan kabupaten yang
dikategorikan kabupaten tertinggal. Saat ini )ndonesia memiliki kabupaten perbatasan, pulau‐pulau kecil terluar berpenduduk dan daerah tertinggal termasuk terpencil . Pada tahun persentase daerah tertinggal adalah , %
dari kabupaten/kota yang terdapat di provinsi. Provinsi dengan persentase
kabupaten tertinggal tertinggi adalah Sulawesi Barat, yaitu sebesar %, diikuti
oleh Nusa Tenggara Timur 5, % dan Papua , %. Jumlah dan persentase
kabupaten tertinggal menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran . .
Berdasarkan daerah tertinggal telah disusun skala prioritas dikawasan perbatasan dan pulau kecil terluar di )ndonesia oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Terdapat Kabupaten/Kota yang masuk dalam skala prioritas dan sangat prioritas yang tersebar di Provinsi di )ndonesia.
TABEL 2.3
JUMLAH KABUPATEN TERTINGGAL DAN PUSKESMAS DI DTPK
DI INDONESIA TAHUN 2010
Wilayah
Jumlah Kabupaten
Kabupaten Puskesmas
Tertinggal
%
Puskesmas biasa
Puskesmas DTPK
%
Sumatera 5 ,5
Jawa, Bali , 5 5
Kalimantan 55 , 5
Sulawesi , 5 5
Papua, Maluku, NTT, NTB 5,
Jumlah 497 183 36,8 8.015 3.014 37,6
Sumber: Kemenkes, Ditjen Binkesmas
20
Tabel . menunjukkan tentang jumlah kabupaten tertinggal dan jenis
puskesmas di )ndonesia tahun . Persentase wilayah tertinggi untuk kabupaten
tertinggal adalah Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dengan kabupaten tertinggal mencapai , %. Wilayah kabupaten tertinggal terkecil terletak di pulau Jawa dan Bali dengan persentase , %. Pulau Kalimantan dan Sumatera
mempunyai kabupaten tertinggal sebesar % dan %. Rata‐rata nasional di
)ndonesia, persentase kabupaten tertinggal sebesar ,5%. Jumlah yang masih cukup besar dan persebarannya yang tidak merata mengindikasikan adanya ketimpangan dalam program pembangunan. Secara lebih lengkap disajikan dalam Lampiran .
Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan kebutuhan terhadap makanan yang sehat sehingga dapat melemahkan daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit‐penyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang seringkali dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta bahwa keterbatasan pemenuhan pangan dapat menyebabkan busung lapar, Kwashiorkor, penyakit kekurangan vitamin seperti Xeropthalmia, Scorbut, dan Beri‐beri.
Kemiskinan dipahami sebagai ketidakmampuan ekonomi penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur dari pengeluaran. Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun unuk non makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup secara layak. Nilai standar kebutuhan minimum tersebut digunakan sebagai garis pembatas untuk memisahkan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis pembatas tersebut yang sering disebut dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan per propinsi di )ndonesia disajikan pada Lampiran . .
GAMBAR 2.9
PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2006 – 2010
Sumber: BPS, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun
21
Kategori miskin adalah mereka dengan tingkat pengeluaran per kapita per
bulan sebesar Rp . atau sekitar Rp . per hari. Jumlah ini meningkat
dibandingkan kategori miskin tahun per Maret yang tercatat sebesar Rp
. per kapita per bulan. Metode perhitungan kemiskinan dilakukan dengan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Pada bulan Maret , jumlah
penduduk miskin menurun menjadi , juta , % dari ,5 juta , 5%
penduduk miskin pada bulan Maret . (al ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan ,5 juta penduduk miskin. Persentase penduduk miskin dari tahun ‐
disajikan pada Tabel . .
TABEL 2.4
PERSEBARAN DAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN
MENURUT KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2008 – 2010
Kelompok Pulau
Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010 Jumlah
(juta) %
Jumlah (juta) %
Jumlah (juta) %
Sumatera , , 5, , , ,
Jawa , 5 , , 5 , , 55,
Kalimantan , , , , , ,
Bali dan Nusa Tenggara , ,5 , , , ,
Sulawesi , ,5 ,5 , , ,
Maluku dan Papua ,5 , ,5 , ,5 ,
Total 34,9 100,0 32,5 100,0 31,0 100,0
Berdasarkan data jumlah penduduk miskin menurut provinsi dari BPS
Lampiran . terdapat persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata
perbedaannya. Jumlah dan proporsi penduduk miskin menurut pulau dapat dilihat pada Tabel . . Lebih dari separuh penduduk miskin di )ndonesia berada di Pulau
Jawa yaitu