• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Ny. X dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Keamanan di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Ny. X dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Keamanan di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Keamanan

di RSUD dr. Pirngadi Medan

Karya Tulis Ilmiah (KTI)

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Program Studi DIII Keperawatan

Oleh

Yuhana Tambunan

112500023

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)
(3)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat daaan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini yang berjudul “Kebutuhan Dasar Keamanan”. Karya tulis ilmiah ini

disusun sabagai syarat dalam menyelesaikan program pendidikan Ahlimadya

Keperawatan di program Studi D III Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Roxsana Devi Tumanggor, MNurs (MntlHlth) selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran dalam

penyusunan karya tulis ilmiah ini.

5. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku penguji yang meluangkan waktu

untuk menguji karya tulis ilmiah ini.

6. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep, selaku ketua Program Studi D III Keperawatan

Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

7. Yang terhormat kepada kedua orang tua, Alm. A. Tambunan dan Ibunda Sanur

Sagala serta kakak dan abang saya yang tidak pernah lelah memberi dukungan baik

secara moral doa sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU)

Medan khususnya Program Studi D III Keperawatan Stambuk 2011 yang telah

berpartisipasi dan mendukung selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan sebaik-baiknya.

Namun demikian, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari isi maupun

susunannya. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak yang

(4)

iii

Akhirnya penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak dan pembaca yang budiman.

Medan, Juni 2014 Hormat saya

(5)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Masalah ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II PENGELOLAAN KASUS ... 5

2.1 Konsep Dasar Asuhan Kebutuhan Keamanan ... 5

2.1.1 Definisi Keamanan ... 5

2.1.2 Karakteristik Keamanan ... 5

2.1.3 Klasifikasi Keamanan... 6

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan ... 7

2.2 Proses Keperawatan Keamanan ... 8

2.2.1 Pengkajian Keperawatan ... 8

2.2.2 Rumusan masalah... 10

2.2.3 Perencanaan Keperwatan ... 12

2.2.4 Implementasi Keperawatan ... 14

2.2.5 Evaluasi Keperawatan ... 14

2.3 Asuhan Keperawatan Kasus ... 15

2.3.1 Pengkajian ... 15

2.3.2 Analisa Data ... 23

2.3.3 Rumusan Masalah ... 25

2.3.4 Perencanaan Keperawatan dan Rasional ... 26

2.3.5 Pelaksanaan Keperawatan ... 29

BAB III PEMBAHASAN ... 32

BAB IV KESIMPULAN ... 34

A. Kesimpulan ... 34

B. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA

(6)

5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran, perasaan atau tingkah laku

sehingga dapat menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari.

Gangguan jiwa meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung tetapi dapat

menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu serta beban berat bagi keluarga

(Townsend, 2002).

Gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena

pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat, pelanggaran norma sosial

(Sheila, 2008). American Psychiathric Association (2008), mendefinisikan gangguan

jiwa sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara

klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan distres atau disabilitas

(kerusakan pada satu atau lebih fungsi area penting) atau disertai peningkatan resiko

kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan.

Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia.

Sedangkan halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada pasien

skizofrenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizofrenia mengalami halusinasi (Fitria,

2009). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam

jumlah pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan

eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan

terhadap semua stimulus (Townsend, 2002).

Gangguan atau masalah kesehatan jiwa yang berupa proses pikir maupun

gangguan sensori persepsi yang sering adalah halusinasi. Halusinasi adalah persepsi

yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal

(Sulistiyowati, 2005). Halusinasi pendengarsan merupakan bentuk yang paling sering

dari gangguan persepsi pada pasien dengan gangguan jiwa (skizofrenia). Bentuk

halusinasi ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering

berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku

pasien, sehingga pasien menghasilkan respon tertentu seperti: tersenyum atau tertawa

sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan

berkonsentrasi, serta bisa juga pasien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut

dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak berbicara atau pada

(7)

Berdasarkan data kesehatan jiwa Puslitbang Departemen Kesehatan Republik

Indonesia/Depkes RI (2007), sebanyak 0,46% masyarakat Indonesia mengalami

gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui mengidap penyakit skizofrenia dan

mengalami psikotik berat. Sebanyak 2% diketahui masyarakat Jakarta mengidap

penyakit skizofrenia dan psikopatik. Adapun sebanyak 11,8% dari total populasi

Indonesia mengalami gangguan mental-emosional yang bersifat ringan. Presentasi

terbesar terdapat di Provinsi Jawa Barat sebesar 20% (Fathimah, 2011). Sedangkan

penelitian yang dilakukan Aji (2008), yang diperoleh dari data Rekam Medis Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta (RSJDS) menyatakan bahwa, angka kejadian skizofrenia

menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah pasien sebanyak 1.893 (74,2%).

Sedangkan dari data yang didapat di Rumah Sakit Jiwa Duren Sawit Jakarta

khususnya di Ruang Berry dari 12 Desember sampai 16 Mei 2013 terdapat 238 kasus,

terbagi: gangguan sensori persepsi: halusinasi berjumlah 222 kasus atau 93,2%, isolasi

sosial: menarik diri sebanyak 171 kasus atau 71,8%, defisit perawatan diri berjumlah

186 kasus atau 78,1%, perilaku kekerasan berjumlah 118 kasus atau 49.57%, gangguan

konsep diri: harga diri rendah 30 kasus atau 12,60%.

Data di atas merupakan dokumentasi oleh pihak layanan keperawatan di Rumah

Sakit Jiwa Duren Sawit, Jakarta. Berdasarkan Herdman (2012), masalah keperawatan

seperti gangguan sensori persepsi: halusinasi, isolasi sosial: menarik diri, defisit

perawatan diri, perilaku kekerasan, gangguan konsep diri: harga diri rendah tidak sesuai

dengan penulisan label pada panduan diagnosa keperawatan NANDA Internasional

2012-2014.

Halusinasi sebagai gejala skizofrenia merupakan gejala yang bisa mengacu

kepada perilaku merusak diri sendiri maupun orang lain, berisiko memutilasi diri sendiri

dan berisiko melakukan tindakan bunuh diri (Nurjannah, 2012). Oleh karena itu,

perawat sangat berperan dalam proses penyembuhan penderita gangguan jiwa melalui

promosi kesehatan tentang pendidikan kesehatan jiwa dengan memberikan penyuluhan

kepada masyarakat cara meningkatkan kesehatan jiwa, preventif tentang bagaimana cara

mencegah terjadinya gangguan jiwa, seperti dengan mengajarkan sikap asertif, kuratif

tentang pengobatan pada klien gangguan jiwa yang dilakukan perawat berkolaborasi

dengan dokter dan rehabilitatif meliputi dukungan keluarga serta lingkungan pada klien

dengan gangguan jiwa agar kembali bisa berinteraksi dengan orang lain.

(8)

7

7

resiko bunuh diri dan resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan risiko perilaku

kekerasan terhadap orang lain yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain

(Herdman, 2012). Penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi dalam karya

tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. X dengan Prioritas Masalah

Kebutuhan Dasar Keamanan di Ruangan Rawat Gabungan Rumah Sakit Daerah

Pirngadi Medan.

1.2 Tujuan Masalah

1.2.1 Tujuan Umum

Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan dengan

pemenuhan kebutuhan dasar keamanan di Ruang Rawat Gabungan RSUD dr.

Pirngadi Medan.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pemenuhan keamanan pada pasien

Ny. X

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pemenuhan keamanan

pada pasien Ny. X

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pemenuhan

keamanan pada pasien Ny. X

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pemenuhan

keamanan pada pasien Ny. X

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pemenuhan keamanan

pada pasien Ny. X

1.3 Manfaat Masalah

1. Bagi penulis

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam membuat

serta memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan

jiwa.

2. Bagi profesi keperawatan

Diharapkan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan yang benar dan

komprehensif dilapangan praktik agar nantinya terbentuk asuhan keperawatan

(9)

3. Bagi institusi

Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan menambah bahan

pustaka tentang asuhan keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan

dasar klien.

4. Bagi rumah sakit

Sebagai bahan masukan yang diperlukan profesi keperawatan dalam

melaksanakan praktik pelayanan keperawatan untuk pemenuhan kebutuhan

(10)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keamanan

2.1.1 Definisi Keamanan

Keamanan adalah keadaan aman dan tenteram (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit atau cedera tapi keamanan juga dapat

membuat individu aman dalam aktifitasnya, mengurangi stres dan meningkatkan

kesehatan umum. Keamanan fisik (biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman

terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera (injury) baik secara mekanis, thermis,

elektris maupun bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk

melindungi diri dari bahaya yang mengancam kesehatan fisik, yang pada pembahasan

ini akan difokuskan pada providing for safety atau memberikan lingkungan yang aman

(Fatmawati, 2009).

Kebutuhan akan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya

fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai ancaman

mekanis, kimiawi, termal dan bakteriologis. Kebutuhan akan keamanan terkait dengan

konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan

sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Dalam konteks hubungan

interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,

kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten

dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan

lingkungannya (Asmadi, 2005).

Konsep dasar keamanan terkait dengan kemampuan seseorang dalam

menghindari bahaya, yang ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran serta motivasi

orang tersebut untuk melakukan tindakan pencegahan. Ada tiga faktor penting yang

terkait dengan keamanan yaitu: tingkat pengetahuan dan kesadaran individu,

kemampuan fisik dan mental untuk melakukan upaya pencegahan, serta lingkungan

fisik yang membahayakan atau berpotensi menimbulkan bahaya (Roper, 2002).

2.1.2 Karakteristik Keamanan

1. Pervasiveness (insidensi)

Keamanan bersifat pervasive artinya luas mempengaruhi semua hal. Artinya

klien membutuhkan keamanan pada seluruh aktifitasnya seperti makan,

(11)

2. Perception (persepsi)

Persepsi seseorang tentang keamanan dan bahaya mempengaruhi aplikasi

keamanan dalam aktifitas sehari-harinya. Tindakan penjagaan keamanan dapat

efektif jika individu mengerti dan menerima bahaya secara akurat.

3. Management (pengaturan)

Ketika individu mengenali bahaya pada lingkungan klien akan melakukan

tindakan pencegahan agar bahaya tidak terjadi dan itulah praktek keamanan.

Pencegahan adalah karakteristik mayor dari keamanan (Fatmawati, 2009).

2.1.3 Klasifikasi Keamanan

1. Keamanan fisik

Mempertahankan keamanan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau

mencegah ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin

penyakit, kecelakaan, bahaya, pada lingkungan. Pada saat sakit seorang klien

mungkin rentan terhadap komplikasi seperti infeksi, oleh karena itu bergantung

pada profesional dalam sistem pelayan kesehatan untuk perlindungan.

Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih

dahulu di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya, seorang perawat

mungkin perlu melindungi klien dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur

sebelum memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Potter dan

Perry, 2005).

2. Keamanan psikologis

Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami

apa yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesional

pemberi perawatan kesehatan. Seseorang harus mengetahui apa yang diharapkan

dari prosedur, pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam

lingkungan. Setiap orang merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis

pada pengalaman yang baru dan yang tidak dikenal (Potter dan Perry, 2005).

Orang dewasa yang sehat secara umum mampu memenuhi kebutuhan

keselamatan fisik dan psikologis merekat tanpa bantuan dari profesional pemberi

perawatan kesehatan. Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih rentan terancam

kesejahteraan fisik dan emosinya, sehingga intervensi yang dilakukan perawat adalah

(12)

11

11

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan (Wartonah, 2010):

1. Usia

Pada usia anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang

dilakukan. Pada orang tua/lansia akan mudah sekali jatuh atau rapuh tulang.

2. Tingkat kesadaran

Pada pasien koma, menurunnya respon terhadap rangsang, paralisis, disorientasi

dan kurang tidur.

3. Emosi

Emosi seperti kecemasan, deperesi, dan marah akan mudah sekali terjadi dan

berpengaruh terhadap masalah keselamtan dan keamanan.

4. Status mobilitas

Keterbatasan aktivitas, pararlisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun

memudahkan terjadinya resiko injuri/gangguan integritas kulit.

5. Gangguan persepsi sensori

Kerusakan sensori akan mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang

berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan.

6. Informasi/komunikasi

Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat

menimbulkan kecelakaan.

7. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional

Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok.

8. Keadaan imunitas

Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang sehingga

mudah terserang penyakit.

9. Ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih

Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit.

10.Status nutrisi

Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah

terserang penyakit demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi beresiko terhadap

penyakit tertentu.

11.Tingkat pengetahuan

Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan dapat

(13)

Kaplan dan Sadock (2007), mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan

gangguan keamanan yang berisiko terhadap bunuh diri:

1. Perbedaan jenis kelamin

2. Usia

3. Ras

4. Agama

5. Status pernikahan

6. Kependudukan

7. Iklim

8. Kesehatan fisik

9. Penyakit mental

10.Pasien jiwa

11.Gangguan depresi

12.Skizofrenia

13.Ketergantungan alkohol

14.Ketergantungan zat lainnya

15.Gangguan kepribadian

16.Gangguan kecemasan

17.Perilaku bunuh diri sebelumnya

2.2 Proses Keperawatan Keamanan

2.2.1 Pengkajian

Perawat memberikan perawatan kepada klien dan keluarga di dalam komunitas

dan tempat pelayanan kesehatan. Untuk memastikan lingkungan yang aman, perawat

perlu memahami hal-hal yang memberi konstribusi keamanan rumah, komunitas, atau

lingkungan pelayanan kesehatan, dan kemudian mengkaji berbagai ancaman terhadap

keamanan klien dan lingkungan. Pengkajian yang dilakukan kepada klien antara lain

pengkajian terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap lingkungan,

termasuk rumah klien dan tempat pelayanan kesehatan, mencakup inspeksi pada

fasilitas tersebut.

Pengkajian keamanan bisa dilakukan pada level komunitas dan pada level

lembaga pemberi layanan kesehatan itu sendiri (Potter dan Perry, 2005). Hal ini bisa

(14)

13

13

gaya hidup, status mobilisasi, perubahan sensorik, dan kesadaran klien terhadap

keamanan.

Isaack (2014), mengatakan bahwa pengkajian untuk keamanan pasien bisa

dilakukan dengan mengkaji :

1. Riwayat. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data

yang signifikan.

a. Kerentanan genetik-biologik (riwayat keluarga)

b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres

c. Hasil pemeriksaan status mental

d. Riwayat psikiatrik dan kepatuhan terhadap pengobatan di masa lalu

e. Riwayat pengobatan

f. Penggunaan obat dan alkohol

g. Riwayat pendidikan dan pekerjaan

2. Kaji klien untuk adanya gejala-gejala karakteristik

a. Apakah anda percaya bahwa anda menderita suatu penyakit?

b. Apakah anda pernah dirawat sebelumnya? Apa yang bermanfaat bagi anda

saat itu?

c. Menurut anda, apa yang menjadi kelebihan anda? Apa yang anda anggap

sebagai kesulitan-kesulitan anda?

d. Apakah anda mendengar suara-suara yang tidak didengar oleh orang lain

atau melihat hal-hal yang tidak dilihat oleh orang lain?

e. Apakah anda percaya bahwa seseorang atau sekelompok orang berencana

untuk menentang atau mencoba menyakiti anda?

f. Obat apa yang anda minum? Apakah anda mengalami masalah dengan obat

anda?

g. Siapa yang anda anggap sebagai orang yang dapat membantu dalam hidup

anda?

h. Apa aktivitas anda sehari-hari?

i. Kegiatan dan acara apa yang anda sukai?

3. Kaji sistem pendukung keluarga dan komunitas, termasuk:

a. Pengaturan hidup saat ini dan tingkat pengawasan

b. Keterlibatan dan dukungan keluarga

c. Manajer kasus atau ahli terapi

(15)

4. Kaji pengetahuan dasar klien dan keluarga. Kaji apakah klien dan keluarganya

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang:

a. Gangguan skizofrenia

b. Rekomendasi medikasi dan pengobatan

c. Tanda-tanda kekambuhan

d. Tindakan untuk mengurangi stres

5. Analisis gejala positif dan negatif

6. Analisis kekuatan dan kelemahan klien, terutama: kemampuan mengurus diri,

sosialisasi, komunikasi, menguji realitas, keterampilan pekerjaan.

7. Analisis faktor-faktor yang meningkatkan risiko ekspresi perilaku yang tidak

disadari, termasuk: agitasi, maraha, curiga, adanya halusinasi yang mengancam.

2.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Nurjannah (2012), tentang pengkajian keamanan hingga

kemungkinan diagnosa yang muncul, maka dapat diuraikan skema kebutuhan dasar

(16)

15

Keamanan

Keamanan Lingkungan

Risiko pada tahap perkembangan

Faktor risiko terhadap individu

Risiko pada perawatan kesehatan

Mobilisasi Kerusakan/

(17)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Fortinash dan Holoday-Worret (2000), mengatakan bahwa diagnosa

keperawatan yang muncul pada pasien skizofrenia adalah :

1. Gangguan komunikasi verbal

2. Ketidakefektifan koping individu

3. Risiko bunuh diri

4. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri

5. Risiko perilaku kekerasan pada orang lain

6. Gangguan proses pikir

7. Isolasi sosial

8. Gangguan proses keluarga

9. Kurang perawatan diri: mandi, berpakaian, makan/minum, buang air kecil dan

buang air besar.

Berdasarkan Nurjannah (2012), diagnosa keperawatan yang muncul pada

pengkajian kebutuhan dasar keamanan adalah:

1. Risiko trauma

2. Risiko jatuh

3. Risiko injuri

4. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri

5. Risiko perilaku kekerasan pada orang lain

6. Risiko bunuh diri

Sedangkan berdasarkan analisis terhadap kebutuhan keamanan maka

berdasarkan skema diatas, diagnosa keperawatan yang bisa muncul adalah :

1. Risiko bunuh diri

2. Rissiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

3. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain

4. Risiko trauma

5. Risiko injuri

2.2.3 Perencanaan

Perawat merencanakan intervensi teraupetik untuk klien dengan risiko tinggi

atau aktual mengalami gangguan keamanan. Tujuan keseluruhan untuk klien yang

mengalami ancaman keamanan adalah klien terbebas cedera. Perawat merencanakan

(18)

17

17

Intervensi keperawatan dirancang untuk memberikan perawatan yang aman dan

efisien. Berikut ini adalah tujuan potensial yang berfokus pada kebutuhan klien terhadap

keamanan :

1. Bahaya yang dapat dimodifikasi dalam lingkungan rumah berkurang

2. Klien akan menggunakan obat-obatan dan peralatan dengan benar dan

melakukan tindakan pengobatan.

3. Klien mengidentifikasi dan menghindari risiko yang mungkin dialami dalam

komunitas

Perawat dan klien bekerja sama dalam membuat mempertahankan keterlibatan

klien dalam menciptakan lingkungan yang aman di rumah sakit dan di rumah (Potter

dan Perry, 2005).

1. Tetapkan tujuan yang realistis bersama klien. Pada awalnya, seorang mungkin

harus menetapkan tujuan yang terbatas, bergantung pada tingkat kerusakan klien

yang dikaji.

2. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan bagi klien dengan gangguan skizofrenia.

Klien tersebut akan:

a. Menunjukkan penurunan tingkat ansietas

b. Berinteraksi dengan perawat atau anggota tim pengobatan

c. Mempertahankan higiene personal dan aktivitas hidup sehari-hari

d. Mengurangi atau menghentikan perilaku yang dianggap aneh atau tidak

tepat

e. Membedakan antara pikiran dan perasaan yang berasal dari dalam diri dan

yang berasal dari lingkungan eksternal

f. Meningkatkan interaksi sosial yang pantas

g. Mengidentifikasi pernyataan diri yang positif

h. Bekerja sama dalam menyusun rencana pengobatan dan ingin

melanjutkannya dengan rekomendasi asuhan komunitas

i. Menyampaikan secara verbal pengetahuaanya tentang penyakit, rencana

pengobatan, medikasi, tanda-tanda kekambuhan dan teknik-teknik

manajemen stres

3. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan bagi keluarga yang memiliki anggota

keluarga penderita skizofrenia. Keluarga tersebut akan:

(19)

b. Mengungkapkan secara verbal pengetahuan tentang penyakit, rencana

pengobatan, medikasi, tanda-tanda kekambuhan, penanganan krisis dan

penatalaksanaan gejala (Isaacs, 2004).

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan

keamanan klien. Karena sebagian besar tindakan keperawatan dapat diterapkan pada

semua lingkungan, maka intervensi tersebut harus terdiri dari dua bagian, yaitu:

pertimbangan tahap perkembangan dan perlindungan lingkungan. Kategori pertama dari

intervensi mencakup intervensi yang spesifik untuk mengurangi risiko pada setiap

kelompok perkembangan usia (Potter dan Perry, 2005).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Rencana keperawatan yang dirancang untuk mengurangi risiko cedera pada

klien, dievaluasi dengan cara membandingkan kriteria hasil dengan tujuan yang

ditetapkan selama tahap perencanaan. Jika tujuan telah dicapai, maka intervensi

keperawatan dengan efektif dan tepat. Jika tidak tercapai, maka perawat harus

menentukan apakah ada risiko baru yang berkembang pada klien atau apakah risiko

sebelumnya tetap ada.

Lingkungan yang aman berperan penting dalam meningkatkan,

mempertahankan dan memulihkan kesehatan. Dengan menggunakan proses

keperawatan, perawat mengkaji klien dan lingkungannya untuk menentukan faktor

risiko, mengelompokkan faktor-faktor risiko, membuat diagnosa keperawatan,

merencanakan intervensi yang spesifik, termasuk pendidikan kesehatan (Potter dan

Perry, 2005).

Evaluasi hasil:

1. Klien mengidentifikasi perasaan internalnya terhadap ansietas dan menggunakan

tindakan koping

2. Klien dapat menjaga kebersihan dan perawatan dirinya

3. Klien berkomunikasi tanpa menunjukkan pemikiran disosiasi

4. Klien dapat membedakan antara pikiran dan perasaan yang distimulasi dari

dalam dirinya dan yang distimulasi dari luar

5. Klien menunjukkan berkurangnya atau terkendalinya cara berpikir magis,

waham, halusinasi, dan ilusi

(20)

19

19

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN USU

2.3 Asuhan Keperawatan Kasus

2.3.1 Pengkajian

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. X

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 40 tahun

Status Perkawinan : Belum menikah

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak sekolah

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Kec. Medan Denai Kota Medan

Tanggal Masuk RS : 30-05-2014

No. Register : 92.74.76

Ruangan/kamar : RRG (Ruang Rawat Gabungan)/2

Golongan darah : -

Tanggal pengkajian : 02-06-2014

Tanggal operasi : Klien tidak melakukan operasi

Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid

II. KELUHAN UTAMA :

Klien mengatakan sering mendengarkan suara-suara yang meminta klien

untuk bunuh diri dan meminta klien untuk pergi. Klien mengatakan sulit

tidur, klien juga pernah lari dari ruangan inap menuju jalan raya dan

mengatakan lebih baik pergi daripada dimarahi.

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami: sebelumnya klien pernah merasakan

sakit pada daerah mata dan tidak mendapatkan pengobatan secara khusus

karena tidak mengganggu aktivitas klien.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan: tidak ada tindakan ataupun

(21)

C. Pernah dirawat/operasi: klien tidak pernah melakukan operasi.

D. Lama dirawat: klien tidak pernah dirawat.

E. Alergi: klien tidak memiliki riwayat alergi.

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua: kedua orang tua klien tidak memiliki riwayat penyakit yang

sama seperti klien. Tapi saat ini orang tua klien sering sakit karena

usianya sudah lanjut.

B. Saudara kandung: klien memiliki enam saudara kandung. Keenam

saudara klien tidak memiliki penyakit yang serius.

C. Penyakit keturunan yang ada: tidak ada penyakit keturunan dikeluarga

klien.

D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa: klien tidak

memiliki saudara ataupun keluarga yang mengalami gangguan jiwa

seperti yang dialami klien.

E. Anggota keluarga yang meninggal: tidak ada anggota keluarga klien

yang meninggal.

V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi pasien terhadap penyakitnya: klien mengatakan sudah lama

mendengarkan suara-suara tersebut tapi hingga sekarang tidak

sembuh-sembuh juga.

B. Konsep diri

- Gambaran diri: klien mengatakan tubuhnya tetap seperti biasa dan

menerima apa yang ada pada dirinya.

- Ideal diri: klien mengatakan ingin cepat sembuh dan keluar dari

rumah sakit. Supaya bisa bekerja sesuai dengan keinginannya.

- Harga diri: klien mengatakan selalu membuat orang lain kesusahan

terutama kedua orang tuanya.

- Peran diri: klien seorang anak dan kakak tertua.

C. Keadaan emosi: saat klien diajak berbicara, klien memberikan respon

yang berbeda terhadap apa yang ditanyakan. Terkadang klien

(22)

21

21

berbicara dengan nada yang keras dan menolak berbicara dengan orang

lain.

D. Hubungan sosial

- Orang yang berarti: klien mengatakan dekat dengan ibunya.

- Hubungan dengan keluarga: klien mengatakan dekat dengan

keluarganya terutama kepda orang tua dan keenam saudara

kandungnya.

- Hubungan dengan orang lain: klien mengatakan tidak suka terhadap

teman sekamar klien

- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: klien mengatakan

jika berbicara dengan teman sekamarnya selalu marah kepadanya.

Oleh karena itu klien jarang berbicara kepadanya

E. Spiritual

- Nilai dan keyakinan: klien selalu berdoa disaat pagi dan malam hari

dengan harapan cepat sembuh.

- Kegiatan ibadah: klien hanya berdoa di tempat tidur.

VI. STATUS MENTAL

- Tingkat kesadaran: compos mentis

- Penampilan: tidak rapi, tidak memakai celana dengan benar, klien

selalu memegangi celananya. Sementara sudah diajarkan bagaimana

memakai celana dengan benar.

- Pembicaraan: saat berbicara dengan lawan bicaranya, klien berbicara

dengan cepat.

- Afek: tidak sesuai

- Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang

- Persepsi: pendengaran

- Proses pikir: flight of ideas, saat berbicara klien tidak fokus pada satu

arah pembahasan. Klien selalu bercerita dengan topik yang berbeda.

- Waham: Curiga, klien selalu mengatakan bahwa orang yang satu

kamar dengan klien tidak menyukainya dan selalu marah-marah

(23)

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

B. Tanda-tanda vital

- Tekanan darah : 100/80 mmhg

- Nadi : 80 x/m

- Pernafasan : 20 x/m

- TB : 150 cm

- BB : 38 kg

C. Pemeriksaan Head to toe

Kepala dan rambut

- Ubun-ubun : normal, tidak ada ditemukan

adanya tonjolan

- Kulit kepala : kurang bersih, ditemukan

adanya ketombe

Rambut

- Penyebaran dan keadaan rambut : rambut tampak jarang, dan

sudah mulai memutih

- Bau : tidak berbau dan rambut terasa

lengket saat dipegang

Wajah

- Warna kulit : hitam

- Struktur wajah : simetris, tulang pipi tampak

menonjol

Mata

- Kelengkapan dan kesimetrisan : kedua mata lengkap dan

simetris antara mata sebelah

kanan dan kiri.

- Palbebra : tidak dilakukan pemeriksaan.

- Konjungtiva dan sklera : tidak ada ditemukan adanya

pucat dan ikterik

- Pupil : tidak dilkukan pemeriksaan.

- Cornea dan iris : tidak dilakukan pemeriksaan.

(24)

23

23

Hidung

- Tulang hidung dan posisi septum nasi: tidak ditemukan adanya

kelainan dan letaknya di medial.

- Lubang hidung : normal dan simetris

- Cuping hidung : normal dan tidak ada kelainan

Telinga

- Bentuk telinga : bentuk antara telinga kanan dan

kiri normal

- Ukuran telinga : ukuran antara telinga kanan dan

kiri simetris.

- Lubang telinga : tidak ditemukan adanya

serumen pada lubang telinga

- Ketajaman pendengaran : dapat mendengarkan dengan

baik

Mulut dan faring

- Keadaan bibir : bibir tampak kering

- Keadaan gusi dan gigi : gusi dan gigi terlihat bersih,

tidak ditemikan adanya karies

pada gigi

- Keadaan lidah : lidah tampak bersih

- Orofaring : tidak dilakukan pemeriksaan

Leher

- Posisi trachea : posisi trachea normal.

- Thyroid : tidak ditemukan adanya

pembengkakan pada thyroid.

- Suara : suara terdengar jelas

- Kelenjar limfe : tidak dilakukan pemeriksaan

- Vena jugularis : tidak dilakukan pemeriksaan

- Denyut nadi karotis : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan integumen

- Kebersihan : kurang bersih, adanya bintik

hitam seperti bekas luka pada

(25)

- Kehangatan : kulit terasa hangat

- Warna : kulit berwarna hitam

- Turgor : kembali <2 detik

- Kelembaban : kulit tampak kering

- Kelainan pada kulit : tidak ditemukan adanya

kelainan pada kulit

Pemeriksaan payudara dan ketiak

- Ukuran dan bentuk : ukuran dan bentuk payudara

simetris

- Warna payudara dan areola : areola berwarna hitam

- Kondisi payudara dan putting : tidak ditemukan adanya

kelainan antara payudara dan

puting

- Aksila dan clavicula : tidak ditemukan adanya

kelainan benjolan pada aksila

Pemeriksaan thoraks/dada

- Inspeksi thoraks : simetris antara kanan dan kiri

dan tidak ditemukan kelainan

atau luka

- Pernafasan : pernafasannya teratur 20

x/menit

- Tanda kesulitan bernafas : tidak ditemukan tanda kesulitan

bernafas

Pemeriksaan paru

- Palapasi getaran suara : tidak dilakukan pemeriksaan

- Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

- Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan jantung

- Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan

- Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

- Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

(26)

25

25

Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi : tidak ditemukan adanya luka

ataupun pembengkakan pada

abdomen

- Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan

- Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

- Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

- Anus dan perineum : tidak dilakukan pemeriksaaan

Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas: kekuatan otot dalam

rentang normal, tidak ditemukan edema pada kedua ekstremitas klien.

Hanya saja tampak kurang bersih pada kedua ekstremitas bawah klien.

Pemeriksaan neurologi: tidak dilakukan pemeriksaan secara khusus

pada neurologi

Fungsi motorik: berfungsi dengan baik. Klien dapat melakukan aktivitas

sehari-hari secara mandiri: berjalan, ganti pakaian, mandi, makan, buang

air besar dan kecil

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

I. Pola makan dan minum

- Frekuensi makan : 3 x/hari

- Nafsu/selera makan : klien menghabiskan makanan

yang telah disediakan.

- Nyeri ulu hati : tidak ditemukan adanya nyeri

ulu hati

- Alergi : klien tidak memiliki riwayat

alergi

- Mual dan muntah : klien tidak mengalami ataupun

merasakan mual dan muntah

- Waktu pemberian makan : 08.00 WIB, 12.30 WIB,

(27)

- Jumlah dan jenis makanan : klien makan makanan biasa

yang telah disediakan oleh

rumah sakit

- Waktu pemberian cairan/minum : tidak ditentukan, sesuai dengan

kebutuhan klien.

- Masalah makan dan minum : klien tidak mengalami kesulitan

dalam menelan dan mengunyah

makanan.

II. Perawatan diri/personal hygiene

- Kebersihan tubuh: kebersihan tubuh klien kurang, klien mandi tidak

menggunakan sabun mandi

- Kebersihan gigi dan mulut: gigi dan mulut tampak bersih

- Kebersihan kuku kaki dan tangan: kuku tangan dan kaki klien

tampak panjang dan kurang bersih dan berwarna hitam

III. Pola kegiatan/aktivitas

Mandi dan makan dilakukan klien secara mandiri, buang air besar

dan kecil dilakukan secara mandiri tanpa bantuan perawat atau orang

lain, ganti pakaian dilakukan secara mandiri dan kerapian dalam

berpakaian dibantu oleh perawat.

IV. Pola eliminasi

1. BAB

- Pola BAB : 1 x/hari

- Karakter feses : tidak dilakukan pemeriksaan

- Riwayat perdarahan : tidak ditemukan adanya riwayat

perdarahan

- BAB terakhir : sehari yang lalu

- Diare : klien tidak mengalami diare

- Penggunaan laksatif : tidak menggunakan laksatif

2. BAK

- Pola BAK : 4-5 kali sehari

- Karakter urin : tidak dilakukan pemeriksaan

- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK: tidak ditemukan

(28)

27

27

- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada riwayat

penyakit ginjal

- Penggunaan diuretik : tidak menggunakan diuretik

- Upaya mengatasi masalah : tidak ditemukan adanya

masalah

V. Mekanisme koping

- Adaptif : Bicara dengan orang lain

Obat-obatan yang digunakan klien

- Zophrena : 2 mg (2x1)

- Trihexyphenidyl: 2 mg (2x1)

- Alprazolam : 0,5 mg (1x1)

(29)

2.3.2 Analisa Data

No. Data Penyebab Masalah

Keperawatan

1. Ds: klien mengatakan sering

mendengar suara yang

memintanya untuk bunuh diri

dan memintanya untuk pergi

Do: klien sering berbicara dan

tertawa sendiri, terkadang wajah

klien tampak senang dan

tiba-tiba berubah menjadi murung.

Mendengar suara

yang meminta klien

bunuh diri,

berbicara dan

tertawa sendiri

klien mengatakan

lebih baik pergi

dan mati saja

risiko bunuh diri

Risiko bunuh diri

2. Ds: klien mengatakan sulit tidur

karena takut suara-suara yang

didengarnya muncul lagi.

Do: klien tampak gelisah, letih,

duduk sendiri saat waktu tidur.

Halusinasi

pendengaran

Takut suara-suara

yang didengarnya

muncul

Klien takut tidur

Klien tampak

gelisah, duduk

sendiri saat waktu

tidur

Deprivasi tidur

(30)

29

29

2.3.3 Rumusan Masalah

Masalah keperawatan

1. Risiko bunuh diri berhubungan dengan halusinasi pendengaran ditandai

dengan klien mengatakan sering mendengar suara yang memintanya untuk

bunuh diri dan pergi, klien juga tampak berbicara sendiri serta tertawa

sendiri, terkadang wajah tampak senang dan tiba-tiba berubah murung.

2. Deprivasi tidur berhubungan dengan halusinasi pendengaran ditandai dengan

klien mengatakan sulit tidur karena takut suara yang didengarnya muncul

(31)

2.3.4 Perencanaan Kperawatan

Hari/

Tanggal

No.

Dx Perencanaan Keperawatan

Senin,

02 Juni 2014

1. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Tujuan :

Klien tidak bunuh diri dengan indikator yang diberikan:

1. Mengungkapkan perasaan dengan skala 3

2. Mengekspresikan rasa harapan dengan skala 3

3. Meminta bantuan saat perasaan ingin menghancurkan

diri sendiri muncul dengan skala 3

4. Mengatakan gagasan untuk bunuh diri dengan skala 3

5. Menahan diri untuk mencari cara bunuh diri dengan

skala 3

Kriteria Hasil :

Menunjukkan pengendalian diri terhadap bunuh diri, yang

dibuktikan oleh skala 3:

1. Mengungkapkan perasaan,

2. Mengekspresikan rasa harapan,

3. Meminta bantuan saat perasaan ingin menghancurkan

diri sendiri muncul,

4. Mengatakan gagasan untuk bunuh diri,

5. Menahan diri untuk mencari cara bunuh diri.

Rencana Tindakan Rasional

NIC Manajemen halusinasi; dengan

aktivitas;

1. Bina hubungan kepercayaan

kepada klien,

2. Ciptakan lingkungan yang

aman,

3. Memberikan kesempatan

kepada klien untuk

mendiskusikan halusinasinya,

1. Menyediakan

keamanan dan

pemulihan pada

(32)

31

31

4. Monitor kemampuan

perawatan diri klien,

5. Memantau adanya halusinasi

yang mengarah kepada

kekerasan atau

membahayakan diri sendiri

Pencegahan bunuh diri; dengan

aktivitas;

1. Lindungi klien terhadap apa

yang membahayakan dirinya,

2. Jauhkan hal-hal yang

berbahaya dari lingkungan

sekitar klien

mencederai orang

lain

3. Memfasilitasi

sikap positif klien

pada situasi

tertentu

4. Menurunkan risiko

bahaya yang

Dx Perencanaan Keperawatan

Selasa,

03 Juni 2014

2. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Klien menunjukkan tidur/sleep yang dibuktikan oleh skala 3:

1. Jam tidur minimal 5 jam/24 jam dengan skala 3

2. Jumlah waktu tidur yang terobservasi dengan skala 3

3. Pola tidur dengan skala 3

4. Kualitas tidur dengan skala 3

5. Efisiensi tidur (rasio tidur/jumlah waktu tidur) dengan

skala 3.

Rencana Tindakan Rasional

Peningkatan tidur; dengan

aktivitas;

• Pantau pola tidur dan

jumlah tidur klien

• Menyesuaikan

lingkungan untuk

1. Memfasilitasi siklus

tidur dan bangun yang

teratur

2. Menciptakan

keamanan untuk

(33)

mempromosikan tidur

Manajemen halusinasi; dengan

aktivitas;

1. Bina hubungan

kepercayaan kepada

klien,

2. Ciptakan lingkungan

yang aman,

4. Monitor kemampuan

perawatan diri klien,

5. Memantau adanya

halusinasi yang

mengarah kepada

kekerasan atau

membahayakan diri

sendiri

perasaan yang baik

kepada klien

tidak mencederai diri

sendiri ataupun

mencederai orang lain

5. Memfasilitasi sikap

positif klien pada

(34)

33

33

2.3.5 Pelaksanaan Keperawatan

Hari/

Tanggal

No.

Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP)

Senin,

02 Juni 2014

1 Manajemen halusinasi; dengan

aktivitas;

1. Membina hubungan

kepercayaan kepada

klien,

2. Menciptakan lingkungan

yang aman,

3. Memberikan kesempatan

kepada klien untuk

mendiskusikan

halusinasinya,

4. Monitor kemampuan

perawatan diri klien,

5. Memantau adanya

halusinasi yang

mengarah kepada

kekerasan atau

membahayakan diri

sendiri

Pencegahan bunuh diri; dengan

aktivitas;

• Memberikan klien

terhadap apa yang

membahayakan dirinya,

• Menjauhkan hal-hal yang

berbahaya dari

lingkungan sekitar klien

S: klien mengatakan masih

mendengar suara-suara yang

meminta klien untuk bunuh

diri

O: klien tampak berbicara

dan tertawa sendiri

A: masalah teratasi sebagian

P:

• Mengungkapkan

perasaan skala

indikator 3 dengan

menajemen

halusinasi yang

diberikan

• Mengekspresikan

rasa harapan skala

indikator 3 dengan

menajemen

halusinasi yang

diberikan

• Meminta bantuan

saat perasaan ingin

menghancurkan diri

sendiri muncul skala

indikator 3 dengan

(35)

halusinasi yang

diberikan

• Mengatakan gagasan

untuk bunuh diri

skala indikator 3

dengan manajemen

halusinasi yang

diberikan

• Menahan diri untuk

mencari cara bunuh

diri skala indikator 3

dengan manajemen

halusinasi yang

diberikan

Senin,

02 Juni 2014

2 Peningkatan tidur; dengan

aktivitas;

1. Memantau pola tidur dan

jumlah tidur klien

2. Menyesuaikan

lingkungan untuk

mempromosikan tidur

Manajemen halusinasi; dengan

aktivitas;

1. Membina hubungan

kepercayaan kepada

klien,

2. Menciptakan lingkungan

yang aman,

3. Memberikan kesempatan

kepada klien untuk

mendiskusikan

halusinasinya,

S: klien mengatakan sulit

untuk tidur akibat

suara-suara yang memintanya

untuk bunuh diri.

O: klien tidak tidur saat

waktu tidur dan hanya

duduk di tempat tidur.

A: masalah teratasi sebagian

P:

• Jam tidur minimal 5

jam/24 jam skala

indikator 3 dengan

(36)

35

35

4. Monitor kemampuan

perawatan diri klien,

5. Memantau adanya

halusinasi yang

• Jumlah waktu tidur

yang terobservasi

skala indikator 3

dengan manajemen

peningkatan tidur

yang diberikan

• Pola tidur skala

indikator 3 dengan

manajemen

peningkatan tidur

yang diberikan

• Kualitas tidur skala

indikator 3 dengan

manajemen

peningkatan tidur

yang diberikan • Efisiensi tidur (rasio

tidur/jumlah waktu

tidur) skala indikator

3 dengan manajemen

peningkatan tidur

(37)

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada pengelolaan kasus di atas,

diagnosa keperawatan yang muncul adalah:

1. Risiko bunuh diri

2. Deprivasi tidur

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gerlock, Buccheri, Buffum, Trygstad,

dan Dowling (2010), bahwa pada kasus Skizofrenia dengan halusinasi pendengaran dan

Deperesi, diagnosa yang paling sering muncul adalah risiko bunuh diri, perilaku

kekerasan terhadap diri sendiri, dan perilaku kekerasan terhadap orang lain. Dan sekitar

65% dari kejadian kematian pada kasus skizofrenia adalah tindakan bunuh diri dan

percobaan bunuh diri. Hal ini dikarenakan penderita bertindak atas perintah halusinasi

disertai dengan keyakinan tentang suara, isi dan intensitas respon emosional (takut,

putus asa dan kemarahan) serta menerima suara sebagai hal yang nyata. Sehingga

bertindak sesuai dengan perintah dari halusinasi tersebut. Hal ini menjadi faktor

penyebab tingginya kejadian kematian pada kasus skizofrenia dengan halusinasi

pendengaran.

Menurut Krysinska (2003), perilaku menyakiti diri sendiri menduduk i urutan

pertama pada kasus Skizofrenia dan Depresi. Hal ini dilakukan di negara Amerika

Serikat dan Canada yakni: Manitoba, Wilkie, Macdonald, Hildahl, ditemukan bahwa

kecenderungan bunuh diri terjadi satu setengah kali lebih banyak pada penderita

berjenis kelamin laki laki dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan laki laki

cenderung mengikuti perintah suara halusinasi dibandingkan perempuan sehingga

perilaku menyakiti diri sendiri dalam hal ini risiko bunuh diri lebih besar terjadi pada

laki laki.

Dari kedua artikel di atas disimpulkan bahwa pada pasien skizofrenia dengan

halusinasi, diagnosa yang muncul adalah risiko bunuh diri, perilaku kekerasan pada diri

sendiri dan perilaku kekerasan pada orang lain. Hal ini sesuai dengan Fortinash dan

Holoday-Worret (2000), yang menyatakan bahwa diagnosa keperawatan yang paling

sering muncul pada kasus skizofrenia adalah risiko bunuh diri dan risiko prilaku

kekerasan terhadap orang lain.

Sedangkan pada kasus, muncul 2 jenis diagnosa keperawatan berdasarkan

(38)

37

37

prioritas diagnosa keperawatan, sedangkan deprivasi tidur tidak muncul dalam teori

dikarenakan tidak semua respon manusia terjawab dari teori-teori yang ada. Hal ini

dikarenakan penegakan diagnosa keperawatan adalah rumusan dari respon yang

ditunjukkan manusia terhadap stressor (Herdman, 2012). Jadi, yang namanya respon

manusia terkadang tidak bisa dipastikan ada pada semua klien dengan diagnosa medis

tertentu dengan teori yang ada walaupun masih bisa diprediksi. Namun, Nurjannah

(2012), menyatakan bahwa gejala halusinasi bisa mengakibatkan banyak gangguan,

dimana salah satunya adalah gangguan tidur pada klien. Sedangkan, jika melihat

diagnosa medis penderita yakni Skizofrenia, maka halusinasi adalah gejala yang wajib

ada sehingga gangguan tidur bisa saja terjadi (Kaplan dan Sadock, 2007).

Maka dari itu, untuk perkembangan dunia keperawatan dimasa depan,

disarankan untuk melakukan penelitian terkait penegakan diagnosa keperawatan, agar

apa yang menjadi respon manusia bisa dikaji dengan benar untuk kemudian

didokumentasikan agar layanan asuhan keperawatan yang baik bisa semakin

(39)

4.1 Kesimpulan

Keamanan adalah keadaan aman dan tenteram (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

Secara umum, keamanan (safety) adalah status seseorang dalam keadaan aman, kondisi

yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politik, pekerjaan, psikologis,

atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kerusakan, kecelakaan atau berbagai

keadaan yang tidak diinginkan. Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit atau cedera

tapi keamanan juga dapat membuat individu aman dalam aktifitasnya, mengurangi stres

dan meningkatkan kesehatan umum. Keamanan fisik (biologic safety) merupakan

keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera (injury) baik

secara mekanis, thermis, elektris maupun bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik

merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam kesehatan

fisik, yang pada pembahasan ini akan difokuskan pada providing for safety atau

memberikan lingkungan yang aman (Fatmawati, 2009).

Karya tulis ilmiah ini membahas kasus pada klien yaitu Ny. X berusia 40 tahun,

dengan diagnosa medis skizifrenia, masuk ke RS. dr. Pirngadi Medan dan dirawat inap

di Ruangan Rawat Gabungan.

Setelah dilakukan pengkajian, ditemukan data subjektif, klien mengatakan

mendengarkan suara-suara yang memintanya untuk bunuh diri dan pergi. Klien juga

mengatakan sulit tidur dikarenakan takut mendengarkan suara-suara tersebut. Data

objektif yang ditemukan antara lain klien tertawa sendiri, berbicara sendiri, dan berdiam

diri di tempat tidur. Dengan data-data di atas maka penulis menegakkan asuhan

keperawatan kebutuhan keamanan dengan diagnosa risiko bunuh diri sebagai masalah

prioritas.

4.2 Saran

1. Bagi pelayanan kesehatan

Agar petugas kesehatan selalu memberikan pengarahan kepada pasien dan

keluarga agar mampu memahami dalam pengobatan khususnya tentang

kebutuhan keamanan.

2. Bagi institusi pendidikan

Pendidikan yang lebih meningkat pengayaan, penerapan, dan pengajaran asuhan

(40)

39

39

memberikan keterampilan yang lebih kepada mahasiswa agar menambah

referensi dan pengetehuan mahasiswa.

3. Bagi pasien dan keluarga

Dengan adanya bimbingan yang dilakukan oleh perawat selama proses

pemberian asuhan keperawatan, diharapkan klien dan keluarga mandiri dalam

mencegah, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan bagi diri, keluarga

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2005. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Dalami, Suliswati, Rochimah, Suryati, Lestari. 2009. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Isaacs, A. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, J, L. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Fatmawati, I. 2009. Kebutuhan Keamanan fisik (biologic safety) pada Klien dengan Pendekata Proses Keperawatan diakses 22 Juni 2009 dari http//:www.inna-ppni.or.id.

Fortinash, K & Woret, H. 1996. Psychiatric Mental Health Nursing. St. Louis: Mosby.

Herdman, T. H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification, 2012-2014. Oxford: Wilay-Blackwell.

Kaplan, H. I. & Shadock, V. A. 2007. Kaplan & Sadock’s Synopis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Editor bahasa: Jack, Caroly, Normann.

Keliat, B. A. 2002. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

McCloskey, J. C. 1996. Nursing Intervenventions Classifications (NIC). St. Louis: Mosby.

Moorhead, Jhonson, Maas. 2003. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America: Mosby-Year Book.

Nurjannah, I. 2012. Intan’s Screening Diagnosis Assesment. Yogyakarta: Mocomedia.

Potter, P. A. & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 vol. 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Potter, P. A. & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 vol. 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

(42)

41

41

Townsend, M. C. 2002. Buku Saku Diagnosis Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Videbeck, S, L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Wartonah dan Tarwoto. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

(43)

Lampiran

CATATAN PERKEMBANGAN

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/ Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan

Senin, 02 Juni

2014

Selasa, 03 Juni

2014

• Membina hubungan kepercayaan kepada klien,

• Menciptakan lingkungan yang aman,

• Memberikan kesempatan kepada klien untuk

mendiskusikan halusinasinya,

• Memantau adanya halusinasi yang mengarah

kepada kekerasan atau membahayakan diri

sendiri

• Monitor kemampuan perawatan diri klien,

• Memberikan keamanan kepada klien terhadap

apa yang membahayakan dirinya,

• Menjauhkan hal-hal yang berbahaya dari

lingkungan sekitar klien

• Memantau pola tidur dan jumlah tidur klien

• Menyesuaikan lingkungan untuk

mempromosikan tidur

• Memberikan kesempatan kepada klien untuk

mendiskusikan halusinasinya,

• Memantau adanya halusinasi yang mengarah

kepada kekerasan atau membahayakan diri

sendiri

(44)

43

• Memberikan keamanan kepada klien terhadap

apa yang membahayakan dirinya,

• Menjauhkan hal-hal yang berbahaya dari

lingkungan sekitar klien

• Monitor kemampuan perawatan diri klien

• Memberikan kesempatan kepada klien untuk

mendiskusikan halusinasinya,

• Memantau adanya halusinasi yang mengarah

kepada kekerasan atau membahayakan diri

sendiri

• Memberikan keamanan kepada klien terhadap

apa yang membahayakan dirinya,

• Menjauhkan hal-hal yang berbahaya dari

lingkungan sekitar klien

• Memantau pola tidur dan jumlah tidur klien

• Menyesuaikan lingkungan untuk

mempromosikan tidur

• Monitor kemampuan perawatan diri klien

• Memberikan kesempatan kepada klien untuk

mendiskusikan halusinasinya,

(45)

11.00

WIB

13.30

WIB

kepada kekerasan atau membahayakan diri

sendiri

• Memberikan kesempatan kepada klien untuk

mendiskusikan halusinasinya,

• Memantau adanya halusinasi yang mengarah

kepada kekerasan atau membahayakan diri

sendiri

• Memantau pola tidur dan jumlah tidur klien

• Menyesuaikan lingkungan untuk

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku kekerasan adalah merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan

Untuk diagnosa pertama yaitu gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan, tindakan yang dilakukan adalah memberikan bayi minum PASI sesuai jadwal 30cc/ 3 jam, membangunkan bayi

Diagnosa pertama yaitu hambatan mobilisasi fisik, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala, mengkaji kekuatan

Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan khususnya Program Studi DIII Keperawatan Stambuk 2011 yang telah berpartisipasi dan mendukung

Vol.2, editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Devi Yulianti, &amp; Intan Parulian. Buku Ajar Keperawatan Medikal–Bedah Brunner

Memberikan latihan ROM pasif yaitu menggerakkan kaki kiri pasien, dan mengajarkan ROM pasif pada tangan

Maka muncul masalah keperawatan Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ditandai dengan Klien mengatakan sulit untuk bergerak khususnya