PERBANKAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
PUTRI CAROLINA PAKPAHAN
091301004
FAKULTAS PSIKOLOGI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:
Hubungan Antara Job Characteristic Dengan Work Family Conflict
Pada Karyawan Sektor Perbankan
adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 21 Mei 2014
Putri Carolina Pakpahan
ABSTRAK
Perbankan memerlukan pegawai yang mampu mengerjakan tugas berdasarkan job
characteristic yang sesuai dengan pekerjaannya. Bagi pegawai yang sudah
menikah, tuntutan tugas tidak hanya ada dalam pekerjaan saja tetapi tugas dalam
kehidupan keluarga juga harus dikerjakan. Karena ketika pegawai lebih condong
pada satu tugas saja akan mengakibatkan work family conflict. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara job characteristic dengan work family
conflict.Ada sebanyak 251 orang pegawai bank yang terlibat dalam penelitian ini.
Metode pengambilan data menggunakan skala work family conflict dan skala job
characteristic. Data di analisis secara statistik dengan menggunakan korelasi
Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan job characteristic
berhubungan positif dengan work family conflict. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua dimensi job characteristic yang berhubungan positif dengan work family conflict yaitu dimensi task significance dan autonomy. Implikasi dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman bagi pembuat
kebijakan dan pegawai untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan job
characteritic agar pegawai dapat mengetahui isi dan kondisi dari pekerjaannya
sehingga dapat menyesuaikan pekerjaan dengan keluarga agar terhindar dari work family conflict.
ABSTRACT
Banking requires an employee who is able to do the work based on job
characteristic appropriate to the job. For employees who are married, the demands
of the task not only in the course of work tasks in family life but also to be done.
When employees are more inclined on one task alone would lead to work family
conflict. The purpose of this studyi is to examine the relationship between job
characteristic and work family conflict. There were 251 bank employees involved
in this study. The data collection used work family conflict scale and job
characteristic scale. The data were analyzed statistically using correlation Pearson
Product Moment. The results showed a positive correlation between job
characteristic and work family conflict. The results also showed that there were
two dimensions of job characteristic were positively related to work family
conflict, such as task significance and autonomy. The implication of this study is
to contribute to the understanding of policy makers and employees to do the job
according to the job characteristic so employees can know the contents and
conditions of work so that it can adjust the work with family to avoid work family
conflict.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih,
atas berkat dan karunia-Nya yang telah memampukan saya dalam menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Job Characteristic Dengan Work Family Conflict Pada Karyawan Sektor Perbankan”guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara serta meraih gelar Strata 1 (S1).
Keberhasilan penulisan skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang telah membantu
saya selama proses penyelesaian skripsi ini dan juga selama menempuh
pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada:
1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi yang telah
memberikan dukungan yang terbaik untuk kesuksesan seluruh mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen pembimbing yang telah
sabar memberikan ilmu, masukan, arahan yang sangat bermanfaat dan
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing saya sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog dan Bapak Ferry Novliadi,
M.Si selaku dosen penguji yang sudah bersedia meluangkan waktunya
memberikan saran-saran yang membangun untuk kesempurnaan hasil
penelitian saya.
4. Ibu Dr. Emmy Mariatin, M.A., PhD., psikolog selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan saran dan motivasi selama masa
perkuliahan di Fakultas Psikologi
5. Dosen-dosen pengajar di Fakultas Psikologi yang tidak mungkin saya
sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih telah memberikan ilmu
yang bermanfaat untuk saya.
6. Seluruh pegawai-pegawai yang bekerja di Fakultas Psikologi yang telah
membantu selama masa perkulihan.
7. Untuk kedua orangtua saya Mindo M. Pakpahan, SH. dan Intan B.
Simbolon yang telah memberikan motivasi, dukungan, kasih sayang dan
kesabaran yang tiada henti buat adek. Terima kasih Bapak dan Mama,
adek sayang kalian.
8. Saudara-saudara saya Velly family (Abang Ucok, Kak Yanti dan Velly)
makasih Velly buat hallo puti pincessnya setiap hari, terima kasih kakak
dan abang buat semangat dan bantuan yang sudah kalian berikan selama
ini. Untuk Kakak Priska makasih buat bantuannya apapun itu bentuknnya.
Satu-satunya abang sekandung yang kupunya, Abang Leo terima kasih
buat perhatian yang selalu dikasih buat adek.
9. Terkhususnya untuk saudara saya yang satu ini, teman sehidup satu rumah.
yang sudah dikasih buat adek setiap hari. Maaf kakak udah dijadiin bahan
bulian adek tiap hari di rumah.
10.Untuk teman seperjuangan saya Aisyah Hudaya selama mengerjakan
skripsi, yang selalu mengajari saya untuk berpikir positif, memberikan
motivasi dan dukungan tanpa kenal lelah. Makasih ya sah, sampai
kapanpun kita selalu jadi teman iya .
11.Untuk Rahmi Handayani (Mijinghoo) yang selalu teliti sebagai editing
selama pengerjaan skripsi ini. Makasih iya Mi buat semangat dan
bantuannya walaupun terkadang putri masih bandel juga, maafin putri iya
Mi.
12.Untuk Sakti Wibowo dan Rahma Safirti (Kocik) makasih sudah membantu
saya dalam pengolahan data SPSS.
13.Untuk teman-teman saya Deasy Anggreini, Khoirunnisa Ade Putri,
Serefhy Meilani Silaen dan Juli Theresia maksih buat pertemanannya.
Teman-teman seperjuangan, angkatan 2009, kita telah melalui empat tahun
ini besama-sama, terima kasih untuk kebersamaannya dan untuk setiap
momen yang berkesan yang akan selalu saya ingat.
14.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyebaran skala
penelitian. Para Pegawai bank yang sudah berbaik hati: Kak Fanny, Kak
Wirda, Kak Rini, Kak Wilda, Bu Amy, Bang Fredy Damanik, Pak
Richard, Pak Yuna dan Pak Manimbul. Saudara-saudara saya: Kak
Gerrard (Oya), Kak Timo (Anna), Kak Donna, Kak Nora, Kak Dewi Aska
Kak Naya (2008), Marini (2009), Wanda (2009), Arum (2010), Khalid
(2011) dan Ririn (2011).
15.Untuk semua pihak yang membantu saya dalam pembuatan skripsi ini,
walaupun tidak saya tuliskan, saya benar-benar berterima kasih banyak
karena telah dibantu.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam penulisan skripsi ini. Namun, sumbangan pemikiran yang peneliti
sampaikan mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 21 Mei 2014
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Sistematika Penelitian . ... 7
BAB II LANDASAN TEORI . ... 9
A. Work Family Conflict . ... 9
1. Definisi Work Family Conflict . ... 9
2. Dimensi Work Family Conflict . ...10
3. Aspek-Aspek Work Family Conflic ...11
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work Family Conflict ... 12
B. Job Characteristic ... 14
2. Dimensi Job Characteristic ... 15
C. Hubungan Job Characteristic Dengan Work Family Conflict Pada Karyawan Perbankan ... 17
D. Hipotesis ... 23
1. Hipotesis Utama . ... 23
2. Hipotesis Tambahan ... 24
BAB III METODE PENELITIAN . ... 25
A. Identifikasi Variabel ... 25
B. Definisi Operasional Variabel penelitian ... 25
1. Work Family Conflict ... 25
2. Job Characteristic ... 26
C. Populasi Dan Metode Pengambilan Sampel ... 27
1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 28
D. Metode Pengambilan Sampel ... 28
1. Skala Work Family Conflict ... 29
2. Skala Job Characteristic ... 30
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33
1. Validitas Alat Ukur ... 33
2. Uji Daya Beda Item ... 34
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36
a. Skala Work Family Conflict ... 36
b. Skala Job Characteristic ... 37
F. Prosedur Penelitian ... 39
1. Pembuatan Alat Ukur ... 39
2. Uji Coba Alat Ukur ... 39
3. Revisi Alat Ukur ... 39
1. Uji Normalitas ... 40
2. Uji Linearitas ... 40
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 42
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 42
2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
3. Gambaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan ... 43
4. Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Anak ... 44
5. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 45
6. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46
B. Hasil Penelitian ... 46
1. Uji Asumsi ... 46
a. Uji Normalitas ... 46
1. Kurtosis Dan Skewness ... 47
2. Grafik Q-Q Plot ... 48
b. Uji Linearitas ... 49
2. Hasil Utama Penelitian ... 50
a. Korelasi Antara Job Characteristic Dan Work Family Conflict .. ... 50
b. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik ... 51
1. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Work Family Conflict 51 2. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Job Characteristic ... 52
C. Kategorisasi Data Penelitian ... 53
1. Kategorisasi Work Family Conflict ... 53
2. Kategorisasi Job Characteristic ... 54
D. Hasil Tambahan Penelitian ... 55
1. Korelasi Antara Dimensi Job Characteristic Dengan Work Family Conflict ... 55
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
1. Saran Metodogis ... 69
2. Saran Praktis ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor Alternatif Jawaban Skala ... 29
Tabel 2 Blue Print Skala Work Family Conflict Sebelum Uji Coba ... 30
Tabel 3 Skor Alternatif Jawaban Skala ... 31
Tabel 4 Blue Print Skala Job Characteristic Sebelum Uji Coba ... 32
Tabel 5 Skala Work family Conflict Setelah Uji Coba ... 37
Tabel 6 Skala Job Characteristic Setelah Uji Coba ... 38
Tabel 7 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ... 42
Tabel 8 Penyebaran Skala Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
Tabel 9 Penyebaran Skala Berdasarkan Status Pernikahan ... 44
Tabel 10 Penyebaran Skala Berdasarkan Jumlah Anak ... 44
Tabel 11 Penyebaran Skala Berdasarkan Masa Kerja ... 45
Tabel 12 Penyebaran Skala Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46
Tabel 13 Deskriptif Normalitas Data Work Family Conflict ... 47
Tabel 14 Deskriptif Normalitas Data Job Characteristic ... 47
Tabel 15 Hasil Pengujian Linieritas ... 49
Tabel 16 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment ... 51
Tabel 17 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Work Family Conflict ... 51
Tabel 18 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Job Characteristic ... 52
Tabel 19 Norma Kategorisasi Data Penelitian ... 53
Tabel 20 Kategorisasi Data Work Family Conflict ... 53
Tabel 21 Kategorisasi Job Characteristic ... 54
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Skala Penelitian
Lampiran B. Reliabilitas Aitem Dan Uji Daya Beda
Lampiran C. Analisis Faktor
ABSTRAK
Perbankan memerlukan pegawai yang mampu mengerjakan tugas berdasarkan job
characteristic yang sesuai dengan pekerjaannya. Bagi pegawai yang sudah
menikah, tuntutan tugas tidak hanya ada dalam pekerjaan saja tetapi tugas dalam
kehidupan keluarga juga harus dikerjakan. Karena ketika pegawai lebih condong
pada satu tugas saja akan mengakibatkan work family conflict. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara job characteristic dengan work family
conflict.Ada sebanyak 251 orang pegawai bank yang terlibat dalam penelitian ini.
Metode pengambilan data menggunakan skala work family conflict dan skala job
characteristic. Data di analisis secara statistik dengan menggunakan korelasi
Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan job characteristic
berhubungan positif dengan work family conflict. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua dimensi job characteristic yang berhubungan positif dengan work family conflict yaitu dimensi task significance dan autonomy. Implikasi dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman bagi pembuat
kebijakan dan pegawai untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan job
characteritic agar pegawai dapat mengetahui isi dan kondisi dari pekerjaannya
sehingga dapat menyesuaikan pekerjaan dengan keluarga agar terhindar dari work family conflict.
ABSTRACT
Banking requires an employee who is able to do the work based on job
characteristic appropriate to the job. For employees who are married, the demands
of the task not only in the course of work tasks in family life but also to be done.
When employees are more inclined on one task alone would lead to work family
conflict. The purpose of this studyi is to examine the relationship between job
characteristic and work family conflict. There were 251 bank employees involved
in this study. The data collection used work family conflict scale and job
characteristic scale. The data were analyzed statistically using correlation Pearson
Product Moment. The results showed a positive correlation between job
characteristic and work family conflict. The results also showed that there were
two dimensions of job characteristic were positively related to work family
conflict, such as task significance and autonomy. The implication of this study is
to contribute to the understanding of policy makers and employees to do the job
according to the job characteristic so employees can know the contents and
conditions of work so that it can adjust the work with family to avoid work family
conflict.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian di Indonesia semakin pesat, hal ini ditandai
dengan banyaknya perusahaan perbankan yang beroperasi di Indonesia baik yang
beroperasi secara lokal maupun yang beroperasi berskala internasional. Bank
merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang
keuangan. Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan,
menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Setiap perusahaan membutuhkan karyawan yang menarik serta mampu
bekerja lebih baik dan lebih cepat, sehingga diperlukan karyawan yang
mempunyai job performance yang tinggi (Douglas, 2000). Penampilan dalam
bekerja adalah salah satu faktor penting dalam mendukung performa bagi
karyawan di tempat kerja (Rickieno, 2008). Seperti yang diketahui bahwa
penampilan pegawai bank selama ini dianggap lebih menarik, dibanding
penampilan pegawai di lingkungan kerja lainnya. Maka untuk itu setiap bank
perbankan agar dapat melayani setiap produk perbankan yang ditawarkan secara
cepat, tepat, dan memuaskan.
Bagi karyawan perbankan bukan menjadi rahasia umum lagi ketika
tanggung jawab pekerjaan yang mereka emban menghabiskan sebagian besar
waktu maupun pikiran mereka (Raharjo, 2009). Hal tersebut akan menjadi beda
ketika karyawan yang bersangkutan sudah menikah dan mempunyai keluarga.
Tuntutan tanggung jawab mereka akan menjadi bertambah dengan adanya
kehidupan baru yang mereka miliki. Tuntutan atau harapan berbagai peran yang
dimainkan dapat menyebabkan karyawan mengalami konflik peran (Henslin,
2005). Konflik peran terjadi ketika tuntutan atau harapan berbagai peran muncul
secara bersamaan dan saling bertentangan (Newman & Newman, 2006).
Penjelasan diatas didukung berdasarkan kutipan yang diambil dari hasil
komunikasi interpersonal dengan beberapa karyawan bank:
“ Jumlah jam kerja yang dilakukan karyawan bank seperti kami berbeda
dengan karyawan di tempat lainnya, karena karyawan bank pada
umumnya harus datang pagi-pagi ke kantor untuk melakukan briefing
sebelum melayani nasabah ”.
Selanjutnya dari kutipan komunikasi interpersonal dari karyawan lainnya
didapat hasil:
“ Kami harus bekerja melayani nasabah mulai jam kerja dari pukul
08.00-16.00 Wib. Setelah jam pelayanan dengan nasabah, kami harus
berapa pemasukan yang didapat, jumlah perkreditan yang didapat satu
hari ”.
Mengutip dari laporan yang disampaikan oleh USA Today mengenai
tuntutan karyawan akan pekerjaan yang dijalani seperti diberitakan oleh Armour
(2002) diperoleh laporan bahwa sebanyak 32 % karyawan menginginkan adanya
keseimbangan antara pekerjaan dan kebutuhan untuk kehidupan pribadi mereka.
Untuk keamanan pekerjaan, para karyawan hanya menempatkan sebanyak 22 %
di susul dengan gaji sebanyak 18 %. Dari data tersebut dapat diperoleh informasi
bahwasanya karyawan menempatkan pemenuhan kebutuhan keluarga paling
tinggi dan bahkan melebihi penempatan gaji yang mereka peroleh dalam bekerja.
Selanjutnya, sebuah studi lain yang dilakukan oleh Financial Times yang
menyebutkan bahwa masalah rumah tangga bagi para karyawan di bagian
pelayanan akan menurunkan kinerja mereka dalam memberikan pelayanan kepada
konsumen (Furnham, 2002).
Karyawan juga dituntut untuk menyeimbangkan waktu, tenaga dan pikiran
antara keluarga dan pekerjaan. Belum berhasilnya seseorang dalam
menyelaraskan peran dalam pekerjaan dengan peran dalam keluarga, maka akan
berujung pada terjadinya work family conflict. Work family conflict adalah bentuk
tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran di
dalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Poelmans (2001) menyatakan
bahwa terjadinya work family conflict mengakibatkan beberapa outcomes negatif
diantaranya adalah berkurangnya kepuasan baik dalam bekerja maupun dalam
stress pekerja dan gangguan kesehatan. Pendapat serupa dikemukakan oleh
Voydanoff (1995) bahwa work family conflict berdampak pada kehidupan
individu yang bersangkutan baik itu secara pribadi (kehidupan rumah tangga)
maupun profesional (pekerjaan).
Selanjutnya Greenhaus dan Beutell (1985) menyatakan bahwa seseorang
yang mengalami work family conflict akan merasakan ketegangan dalam bekerja.
Konflik peran yang dialami bersifat psikologis, gejala yang terlihat pada individu
yang mengalami konflik peran adalah frustasi, rasa bersalah, kegelisahan, dan
keletihan.
Konflik keluarga dan pekerjaan dapat terjadi pada saat seseorang berusaha
memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi
oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya
(Frone, 1992). Usaha pekerja dalam memenuhi tuntutan dan keterlibatan terhadap
pekerjaan dipengaruhi oleh job characteristic (Aldag & Wayne, 2000).
Hackman dan Oldham (1980) menjelaskan job characteristic sebagai
aspek internal dari suatu pekerjaan yang mengacu pada isi dan kondisi pekerjaan.
Suatu pekerjaan yang memiliki karakteristik yang menarik bagi karyawan dan
menyenangkan untuk dikerjakan dapat menimbulkan motivasi bagi karyawan
tersebut. Suatu pekerjaan juga dapat di desain sedemikian rupa supaya dapat
memberi motivasi, menghasilkan kepuasan kerja dan produktif bagi karyawan
yang mengerjakannya (Sigit, 2003). Job characteristic juga digunakan sebagai
mereka, kondisi tugas tersebut meliputi skill variety, task identity, task
significance, autonomy dan feedback (Hackman & Oldham, 1976).
Hackman dan Oldham (1980) dengan kelima dimensi kerja dari job
Characteristic, karyawan akan termotivasi untuk menampilkan kerja yang
berkualitas tinggi, puas dengan pekerjaannya, mempunyai tingkat kemangkiran
yang rendah dan angka turnover yang rendah pula. Selanjutnya, Hackman dan
Oldham (1980) menempatkan skill variety, task identity, task significance secara
bersama-sama dapat menciptakan pengalaman kerja yang bermakna. Artinya, jika
ketiga karakteristik ini ada dalam suatu pekerjaan, maka pemegang pekerjaan itu
akan memandang pekerjaan itu sebagai hal yang penting, berharga, dan ada
gunanya untuk dikerjakan. Autonomy memberikan karyawan suatu perasaan
tanggung jawab pribadi untuk hasil kerja yang didapat. Feedback digunakan
karyawan dalam menghasilkan pengetahuan mengenai seberapa efektif ia bekerja.
Kelima inti dari Job characteristic juga efektif dalam menggambarkan
perilaku seseorang, yang mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi (Robbins,
2002). Ketika pekerja mempunyai kebutuhan prestasi yang tinggi maka tuntutan
terhadap pekerjaan akan semakin besar. Waktu dan upaya yang berlebihan dipakai
untuk bekerja mengakibatkan kurangnya waktu dan energi yang bisa digunakan
untuk melakukan aktivitas-aktivitas keluarga. Pekerja yang tidak mampu
membagi waktu kerja dengan dengan tuntutan keluarga akan memunculkan
konflik (Frone, 2003).
family conflict. Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan antara job characteristic dengan work family conflict pada
karyawan sektor perbankan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Apakah terdapat hubungan antara job characteristic dengan work family conflict
pada karyawan sektor perbankan?
C. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk, mengetahui hubungan antara job characteristic
dengan work family conflict pada karyawan sektor perbankan.
2. Mengetahui hubungan antara dimensi job characteristic: skill variety, task
identity, task significance, autonomy dan feedback dengan work family
conflict pada karyawan sektor perbankan.
3. Mengetahui deskripsi mengenai subjek penelitian dan tingkatan job
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan
dan perluasan teori untuk ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi industri
dan organisasi yang berfokus pada hubungan job characteristic dengan work
family conflict pada karyawan sektor perbankan. Dapat memperkaya wawasan
mengenai job characteristic, work family conflict dan bagaimana hubungan antara
keduanya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi
baru untuk bahan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan yang bermanfaat untuk bisa lebih mengerti mengenai
hubungan job characteristic dengan work family conflict pada karyawan yang
bekerja pada sektor perbankan. Selain itu dapat diperoleh mengenai tingkat dari
job charcteristic dan tingkat work family conflict yang dapat disampaikan pada
pihak managemen.
E. Sitematika Penelitian
Penelitian ini dibagi atas lima bab, dan masing-masing bab dibagi atas
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sitematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori dari work family
conflict dan job characteristic
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini berisikan identifikasi variabel-variabel yang diteliti, definisi
operasional, subjek penelitian, alat ukur yang digunakan, metode
pengambilan sampel, dan metode analisis data.
Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian,
dan pembahasan hasil penelitian yang merupakan perbandingan
hipotesis dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu.
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
Pada bagian ini akan membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian
dan saran yang diberikan oleh peneliti baik itu untuk penyempurnaan
penelitian ataupun untuk penelitian yang berhubungan dengan apa yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Work Family Conflict
1. Definisi Work Family Conflict
Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan work family conflict sebagai
sebuah bentuk dari conflict antar peran dimana tekanan dari peran dalam
pekerjaan dan keluarga saling bertentangan yaitu menjalankan peran dalam
pekerjaan menjadi lebih sulit karena juga menjalankan peran dalam keluarga,
begitu juga sebaliknya, menjalankan peran dalam keluarga menjadi lebih sulit
karena menjalankan peran dalam pekerjaan. Jam kerja yang panjang dan beban
kerja yang berat merupakan pertanda langsung akan terjadinya work family
conflict, dikarenakan waktu dan upaya yang berlebihan dipakai untuk bekerja
mengakibatkan kurangnya waktu dan energi yang bisa digunakan untuk
melakukan aktivitas-aktivitas keluarga (Frone, 2003; Greenhaus & Beutell, 1985).
Frone, Russell dan Cooper (1992) mendefinisikan work family conflict
sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana disatu sisi pekerja
harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan
keluarga secara utuh, sehingga sulit untuk membedakan antara pekerjaan
menggangu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan
Sebaliknya, keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan
perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga
mengganggu pekerjaan. Work family conflict ini terjadi ketika kehidupan keluarga
seseorang bertentangan dengan tanggung jawabnya ditempat kerja, seperti masuk
kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga
tuntunan kehidupan rumah yang menghalangi seseorang untuk meluangkan waktu
dan pekerjaannya atau kegiatan yang berkenaan dengan karirnya. Sependapat
dengan Frone, Greenhaus dan Parasuraman (1992) mengemukaan bahwa work
family conflict terjadi karena karyawan berusaha untuk menyeimbangkan antara
permintaan dan tekanan yang timbul, baik dari keluarga maupun yang berasal dari
pekerjaannya.
Maka dari beberapa paparan diatas dapat disimpulkan bahwa work family
conflict adalah konflik yang terjadi pada seseorang saat menjalankan dua
tutuntutan peran secara bersamaan, yaitu peran dalam bekerja dan peran dalam
keluarga, sehingga dapat memunculkan perilaku yang tidak diharapkan.
2. Dimensi Work Family Conflict
Greenhaus dan Beutell (1985) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi
work family conflict, yaitu:
1. Time-Based Conflict
Mengacu pada kesulitan dalam pembagian waktu, energi dan
kesempatan antara peran pekerjaan dan rumah tangga. Time based
peran menyebabkan tuntutan dari peran lain tidak mungkin terpenuhi
(secara fisik) dan (2) individu sangat menikmati satu peran dibanding
peran yang lain (secara mental). Waktu yang dihabiskan untuk
melaksanakan satu peran akan menyisakan sedikit waktu untuk
menjalankan peran yang lain.
2. Strain Based Conflict
Mengacu pada ketegangan atau keadaan emosional (misalnya
kelelahan, kecemasan, depresi, mudah marah) yang dihasilkan oleh
satu peran menyulitkan pemenuhan tuntutan peran yang lain atau
menghambat performansi peran lain tersebut.
3. Behavior Based Conflict
Mengacu pada pola perilaku spesifik dari satu peran yang tidak sesuai
dengan harapan perilaku peran yang lain. Ketidaksesuaian seperangkat
perilaku individu ketika di tempat kerja dan ketika di rumah
menyebabkan individu sulit menukar antara peran yang satu dengan
yang lain.
3. Aspek-aspek Work Family Conflict
Work family conflict (WFC) terdiri dari dua aspek yaitu WIF (work
interfering with family) dan FIW (family interfering with work) (Frone 2003;
Greenhaus & Beutell, 1985). Adapun asumsi dari WIF lebih dikarenakan akibat
tuntutan waktu yang terlalu berlebihan atau time-based conflict dalam satu hal
(contoh: saat bekerja) akan mencegah pelaksanaan kegiatan dalam hal lain
atau strain-based conflict pada satu hal ditumpahkan pada hal lain, seperti: pulang
ke rumah dengan suasana hati yang buruk (bad mood) setelah bekerja. Sementara
FIW lebih kepada pola perilaku yang berhubungan dengan kedua peran atau
bagian (pekerjaan atau keluarga) behavior-based conflict (Frone, 2003).
WIF dan FIW dapat dilihat dari tiga hal yaitu, tanggung jawab dan
harapan, tuntutan psikologis, serta kebijakan dan kegiatan organisasi (misalnya
dukungan sosial). Greenhaus dan Beutell (1985) work family conflict yang terjadi
akan menimbulkan konsekuensi yang negatif antara peran pekerja dalam
pekerjaan dengan keluarga. Contohnya, konflik antara pekejaan dengan keluarga
dapat meningkatkan tingkat absensi, meningkatkan turnover, menurunkan
performance, dan menurunkan kesehatan individu tersebut baik secara psikologis
maupun kesehatan fisik. Sementara menurut Moore (2005) seorang pekerja yang
menunjukkan komitmen organisasi yang tinggi maka pekerja tersebut
menunjukkan produktivitas yang tinggi, tingkat turnover yang rendah, absen yang
rendah, serta tingkat keterlambatan yang rendah.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work Family Conflict
Bellavia & Frone (2005) menguraikan beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya dalam konflik peran ganda (work family conflict), antara
lain:
1. Dalam Diri Individu (General Intra Individual Predictors)
Ciri-ciri demografis (jenis kelamin, status keluarga, usia anak terkecil)
dapat menjadi faktor resiko, kepribadian (seperti negative affectivity,
2. Peran Keluarga (Family Role Predictors)
Pembagian waktu untuk pekerjaan di keluarga (pengasuhan dan tugas
rumah tangga), stresor dari keluarga (dikritik, terbebani oleh anggota
keluarga, konflik peran dalam keluarga, ambiguitas peran dalam
keluarga).
3. Peran Pekerjaan (Work Role Predictors)
Pembagian waktu, terkena stressor kerja (tuntutan pekerjaan atau
overload, konflik peran kerja, ambiguitas peran kerja), job
characteristic (kerjasama, rasa aman dalam kerja), dukungan sosial
dari atasan dan rekan, karakteristik tempat kerja. Beban kerja yang
terlalu banyak akan membuat karyawan harus kerja lembur, atau
banyaknya tanggung jawab tugas keluar kota bersama rekan kerja
yang diberikan atasan membuat karyawan akan menghabiskan lebih
banyak waktunya untuk pekerjaan dan berada di perjalanan.
Dengan job characteristic yang dimiliki karyawan, maka akan
mempengaruhi keadaan psikologis bagi karyawan, karyawan akan merasakan
keberartian mengenai aspek pekerjaan yang dihadapinya, kemudian karyawan
tersebut akan merasa bertanggung jawab terhadap hasil dari suatu pekerjaan yang
dikerjakan, dan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh untuk
menghadapi pekerjaannya, serta peningkatan mutu karyawan dan yang
kinerja yang berkualitas tinggi, kepuasan karyawan, serta rendahnya absensi dan
rotasi karyawan.
B. Job Characteristic
1. Definisi Job Characteristic
Job characteristic merupakan aspek internal dari suatu pekerjaan yang
mengacu pada isi dan kondisi dari pekerjaan (Hackman & Oldham, 1980). Job
characteristic sebagai bentuk prediksi individu mengenai kondisi tugas yang
sesuai dengan pekerjaan mereka, kondisi tugas ini meliputi skill variety, task
identity, task significance, autonomy dan feedback (Hackman & Oldham, 1976).
Menurut As’ad (1992) job characteristic merupakan salah satu faktor yang
menentukan kesesuaian seseorang dengan suatu bidang pekerjaan tertentu, dan
memungkinkan seseorang untuk lebih berhasil dalam bidang yang ditekuninya
karena karyawan tersebut akan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
pekerjaannya, memiliki minat yang besar terhadap pekerjaan dan semakin
berorientasi di bidang pekerjaannya.
Menurut Robbins (2003) job characteristic merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Job characteristic menentukan
kesesuaian orang dengan suatu bidang pekerjaan tertentu dan memungkinkan
seseorang untuk lebih berhasil dalam bidang yang di tekuninya. Dengan
pemahaman terhadap job characteristic di harapkan karyawan tersebut akan
semakin berorientasi di bidang pekerjaannya. Karyawan akan menekuni pekerjaan
peroleh hasil yang memuaskan. Jika seorang karyawan memiliki karakteristik
yang sesuai dengan pekerjaannya maka kinerjanya akan meningkat.
Dari definisi yang diungkapkan, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
job characteristic adalah suatu kondisi pekerjaan yang dapat menentukan
kesesuaian seseorang dengan suatu bidang pekerjaan tertentu yang terdiri dari
variasi keterampilan yang dibutuhkan, prosedur dan kejelasan tugas, tingkat
kepentingan, kewenangan dan tanggung jawab serta umpan balik dari tugas yang
dilaksanakan.
2. Dimensi Job Characteristic
Menurut Hackman dan Oldham (1980), job characteristic memiliki lima
dimensi, yaitu :
a. Skill Variety
Dideskripsikan sebagai suatu tingkatan dimana pekerjaan menuntut
karyawan untuk melakukan suatu kegiatan yang menantang
keterampilan dan kemampuan mereka. Hal ini meliputi penggunaan
sejumlah keterampilan dan kemampuan yang berbeda. Beberapa studi
menyatakan bahwa skill variety adalah salah satu prediktor terbaik
dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi lebih besar terhadap
orang-orang yang memiliki berbagai keterampilan kerja.
b. Task Identity
Suatu tingkatan dimana karyawan mengenal dan dapat menyelesaikan
tugasnya secara menyeluruh dari awal sampai akhir dengan hasil yang
identifikasikan. Hal ini akan lebih berarti bagi karyawan karena
mereka menganggap bahwa pekerjaan tersebut penting dan merasa
bangga akan hasil yang didapatkannya.
c. Task Significance
Suatu tingkat dimana pekerjaan tersebut memiliki pengaruh yang
penting pada kehidupan atau pekerjaan orang lain, baik di dalam
organisasi ataupun lingkungan luar. Studi empiris menyebutkan
bahwa task significance berhubungan positif dengan kepuasan kerja
dan komitmen terhadap organisasi.
d. Autonomy
Kebebasan untuk mengendalikan sendiri pelaksanaan tugasnya
berdasarkan uraian dan spesifikasi pekerjaan yang dibebankan
kepadanya, dengan indikator kebebasan dalam merencanakan
pekerjaan dan kebebasan dalam melaksanakan tugas.
e. Feedback
Informasi atau tanggapan mengenai hasil pelaksanaan kerja
karyawan, dengan indikator penerima informasi tentang keberhasilan
yang telah dicapai dan penerimaan informasi tentang kesesuaian
pelaksanaankerja dengan keinginan atasan.
Dengan demikian berdasarkan penjelasan masing-masing dimensi, maka
munculnya Job characteristic pada karyawan karena hasil dari suatu pekerjaan
karyawan yang memiliki job characteristic akan mempengaruhi terpenuhinya
kebutuhan psikologis karyawan, kemudian akan mempengaruhi motivasi
karyawan dalam bekerja yang pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan dan
kinerja karyawa (Hackman & Oldham, 1975). Dengan demikian semakin besar
kadar kelima dimensi karakteristik suatu tugas, maka akan semakin besar pula
komitmen karyawan dalam bekerja yang selanjutnya akan mempengaruhi
komitmen karyawan terhadap organisasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan Ivancevich, Mara dan Michael (2001), yang menyatakan bahawa job
characteristic berkembang sebagai upaya untuk mengukur persepsi karyawan
terhadap isi pekerjaan (job content), yang mengidentifikasi lima dimensi inti
pekerjaan yaitu skill variety, task identity, task significance, autonomy serta
feedback.
C. Hubungan Job Characteristic Dengan Work Family Conflict Pada Karyawan Perbankan
Dunia pebankan merupakan lembaga keuangan dengan tugas memberikan
jasa keuangan melalui penitipan uang (simpanan), peminjaman uang (kredit),
serta jasa-jasa keuangan lainnya. Oleh karena itu, bank harus dapat menjaga
kepercayaan dari nasabah. Faktor utama yang berperan terhadap kemajuan
perusahaan adalah sumber daya manusianya (karyawan) yang dimiliki
perusahaan. Penampilan dalam bekerja adalah salah satu faktor penting dalam
Maka untuk itu setiap bank memerlukan karyawan yang memiliki
keterampilan dan kemampuan dalam dunia perbankan agar dapat melayani setiap
produk perbankan yang ditawarkan secara cepat, tepat, dan memuaskan.
Karyawan juga dituntut untuk menyeimbangkan waktu, tenaga dan pikiran antara
keluarga dan pekerjaan. Kesulitan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan
keluarga yang sering kali bertentangan dapat menyebabkan terjadinya work family
conflict (Bedeian, Burke, & Moffett, 1988).
Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban
kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan
terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga
anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi
keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan dengan
anggota yang lain (Yang, Chen, & Zou, 2000).
Wayne, Musisca dan Fleeson, (2004) menemukan bahwa ternyata konflik
antarperan disebabkan oleh dua bentuk tuntutan peran yang saling bertentangan
yang dikemukakan oleh Greenhaus dan Beutell (1985) sebelumnya, yaitu : waktu
(time) dan ketegangan (strain). Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang akan
memiliki lebih banyak energi, mengalami lebih sedikit stress, atau lebih mampu
menghadapi berbagai tekanan sehingga akan memiliki konflik peran yang lebih
sedikit ketika orang tersebut memiliki karakteristik tertentu yang
memungkinkannya untuk bekerja dengan memanfaatkan waktu secara lebih
Beberapa job characteristic seperti jam kerja yang panjang dan beban
kerja yang berat merupakan pertanda langsung akan terjadinya work family
conflict, dikarenakan waktu dan upaya yang berlebihan dipakai untuk bekerja
mengakibatkan kurangnya waktu dan energi yang bisa digunakan untuk
melakukan aktivitas-aktivitas keluarga (Frone, 2003; Greenhaus & Beutell, 1985).
Work Family Conflict dapat mengakibatkan stress dan ketidakpuasan, yang
kemudian berpengaruh pada keputusan ketidakhadiran karyawan dan dalam waktu
tertentu dapat meningkatkan turnover karyawan atau yang melatar belakangi
keputuasan berhenti bekerja bagi karyawan (Triaryati, 2002).
Konflik peran dan tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan faktor
terjadinya stress di tempat kerja (Nouri & Parker, 1996). Strees kerja terjadi
karena adanya karakteristik intrinsik dalam pekerjaan. Karakteristik tersebut
antara lain berupa, tuntutan kerja (task demans) seperti disain kerja, autonomy,
task identity, tingkat otomisasi (Sheridan & Radmacher, 1992), heterogenitas
personalia, saling ketergantungan dalam pelaksanaan tugas dan spesialisasi
(Schultz & Schultz, 1982). Individu yang memiliki tuntutan pekerjaan yang
melebihi batas kemampuannya, seperti lembur, akan memunculkan kelelahan,
ketegangan dan emosi negatif (Ahmad, 2008). Individu yang menghabiskan
waktunya sepanjang hari untuk bekerja akan kehilangan motivasi untuk
memenuhi tuntutan keluarga (Aslam, Shumaila, Azhar & Sadaqat, 2011). Hal ini
yang kemudian membuat pemenuhan tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga
conflict (Greenhaus & Beutell, 1985; Jimenez, Mayo, Vergel, Geurts, Munoz &
Garrosa, 2008).
Studi yang dilakukan oleh Apperson, Schimdt, Moore, dan Grunber (2002)
menemukan bahwa job characteristic yang lebih formal dan manajerial, seperti
jam kerja yang relatif panjang dan banyaknya beban pekerjaan yang harus
dikerjakan lebih cenderung memunculkan work-family conflict pada pekerja.
Job characteristic berupa pendekatan terhadap pengayaan pekerjan (job
enrichment). Program pengayaan pekerjaan (job enrichment) berusaha merancang
pekerjaan dengan cara membantu para pemangku jabatan memuaskan kebutuhan
mereka akan pertumbuhan, pengakuan, dan tanggung jawab terhadap tugas-tugas
yang dikerjakan. Dengan pemerkayaan pekerjaan dapat menambahkan sumber
kepuasan kepada pekerjaan (Simamora, 2004). Namun kepuasan pekerjaan yang
di dapat terhambat ketika seseorang pekerja mengalami work family conflict
dimana pekerja berusaha memenuhi tuntutan dari pekerjaan dan keluarga dan
kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga (Simon, Kummerling &
Hasselhorn, 2004).
Menurut Hackman dan Oldham (1975) job characteristic mempengaruhi
tingkat motivasi, kinerja karyawan, kepuasan kerja, tingkat absensi, dan tingkat
perputaran kerja. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa faktor-faktor dalam
pekerjaan yang dapat memunculkan pengalaman akan arti penting dari pekerjaan
adalah adanya variasi keterampilan (skill variety), identitas tugas (Task identity),
characteristic, bila dihubungkan dengan keadaan psikologis akan dapat
memberikan hasil antara lain, motivasi kerja intern yang tinggi, kepuasan kerja
yang tinggi dan tingkat kemangkiran serta pertukaran kerja yang rendah (Schuller,
1997).
Berdasarkan lima dimensi di atas atau yang disebut ciri-ciri intrinsik
pekerjaan, Hackman dan Oldham (1980) (Luthans, 2008) mengembangkan model
job characteristic dari motivasi kerja. Keduanya mengasumsikan bahwa ciri-ciri
pekerjaan di atas menimbulkan tiga critical psychological states, yaitu:
experienced meaningfulness of the work (skill variety, task identity dan task
significant), mengacu pada sejauh mana karyawan mengalami pekerjaan sebagai
salah satu yang umumnya bermakna, berharga dan berguna. Namun, ketika
seorang karyawan dihadapkan pada strain-based conflict maka hal yang akan
terjadi tekanan dari salah satu peran akan mempengaruhi kinerja peran lainnya.
Dimana gejala tekanan, seperti: Ketegangan kecemasan, depresi dan mudah marah
(Greenhaus dan Beutell, 1985).
Experienced responsibility for outcomes of the work (autonomy), mengacu
pada sejauh mana karyawan merasa dipertanggung jawabkan dan bertanggung
jawab untuk hasil pekerjaan yang dia lakukan. Namun tanggung jawab seorang
pekerja tidak hanya dalam pekerjaannya saja, dalam Time-Based Conflict
seseorang pekerja akan merasa kesulitan dalam pembagian waktu, energi dan
kesempatan antara peran pekerjaan dan rumah tangga. Bentuk konflik Ini secara
positif berkaitan dengan: Jumlah jam kerja, lembur, tingkat kehadiran,
Knowledge of the actual results of the work activities (feeedback),
mengacu pada sejauh mana karyawan mengetahui dan memahami secara terus
menerus, seberapa efektif ia dapat melakukan pekerjaan. Dalam behavior based
conflict, mengacu pada pola perilaku spesifik dari satu peran yang tidak sesuai
dengan harapan perilaku peran yang lain. Ketidaksesuaian seperangkat perilaku
individu ketika di tempat kerja dan ketika di rumah menyebabkan individu sulit
menukar antara peran yang satu dengan yang lain (Greenhaus dan Beutell, 1985).
Kondisi psikologis pada pegawai akan menghasilkan motivasi kerja yang
tinggi, dimana motivasi ini lebih bersifat internal, kepuasaan kerja yang terus
tumbuh, tingginya efektifitas kerja (Hackman & Oldham, 2005) dan rendahnya
tingkat absensi serta berhenti kerjanya karyawan (Djastuti, 2011). Dari penjelasan
di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa job characteristics dapat membuat
karyawan mengalami kondisi psikologis seperti meaningfulness, responsibility,
dan knowledge the results. Kondisi psikologis yang dialami karyawan akan
membuat motivasi kerja yang tinggi, puas dalam bekerja, tingginya efektifitas
kerja yang membuat rendahnya tingkat turnover dan resign dari pekerjaan dimana
hal-hal ini diindikasikan sebagai ciri-ciri dari karyawan yang terlibat dalam
pekerjaannya (Robbins, 2002).
Hackman dan Oldham (1980) menjelaskan bahwa karyawan yang berada
pada pekerjaan yang sesuai dengan tugas pekerjaan mereka akan bekerja lebih
keras karena motivasi internal yang dimiliki. Aldag, Barr dan Brief (1981) yang
membuktikan bahwa job characteristic berpengaruh terhadap motivasi kerja,
dan stres. Sedangkan Gibson (2006) menyatakan sikap terhadap job characteristic
secara positif dapat menumbuhkan semangat kerja dan untuk mencapai prestasi
kerja yang optimal.
Faktor lain yang turut mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, seperti
faktor skill variety individu, autonomy individu dalam mengerjakan tugas,
feedback yang didapatkan individu atas tugas yang diselesaikan, dan hal lain
menyangkut job characteristic itu sendiri (Hackman dan Oldham, 1976 dalam
Spector, 1996). Misalnya, seseorang yang memandang tugasnya sebagai tugas
yang penting, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja (Munandar, 2001).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika karyawan memiliki
kesesuai job characteristic yang positif dengan kehidupan pekerja, maka
karyawan tersebut akan merasa puas dengan pekerjaannya sehingga karyawan
akan lebih efektif dalam melakukan pekerjaan dan pada akhirnya karyawan akan
mengabaikan kepentingan keluarganya demi pekerjaan kemudian work family
conflict terjadi.
D. Hipotesis
1. Hipotesis Utama
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini
adalah terdapat hubungan positif antara job characteristic dengan work family
conflict pada karyawan perbankan. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi
skor job characteristic maka semakin tinggi pula skor work family conflict pada
2. Hipotesis Tambahan
Ada hubungan antara dimensi skill variety, task identidy, task significance,
dan feedback pada job characteristic dengan work family conflict.
a. Ada hubungan positif antara skill variety dengan work family conflict
pada karyawan sektor perbankan yang berarti semakin tinggi skor skill
variety semakin tinggi pula skor work family conflict.
b. Ada hubungan positif antra task identity dengan work family conflict
pada karyawan sektor perbankan yang berarti semakin tinggi skor task
identity semakin tinggi pula skor work family conflict.
c. Ada hubungan positif antara task significance dengan work family
conflict pada karyawan sektor perbankan yang berarti semakin tinggi
skor task significance semakin tinggi pula skor work family conflict.
d. Ada hubungan positif antara autonomy dengan work family conflict
pada karyawan sektor perbankan yang berarti semakin tinggi skor
autonomy semakin tinggi pula skor work family conflict.
e. Ada hubungan positif antara feedback dengan work family conflict
pada karyawan sektor perbankan yang berarti semakin tinggi skor
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional
adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan
dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien
korelasi (Suryabrata, 2003).
A. Identifikasi Variabel
Identifikasi variabel penelitian merupakan langkah penetapan
variabel-variabel utama yang menjadi fokus dalam penelitian serta penentuan fungsinya
masing-masing (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian
yang digunakan terdiri dari :
• Variabel tergantung (dependent variabel) : Work family conflict
• Variabel bebas (independent variabel) : Job characteristic
B. Definisi Operasional Variabel 1. Work Family Conflict
Work family conflict adalah konflik yang terjadi pada pekerja saat
menjalankan peran dalam bekerja dan peran dalam keluarga secara bersamaan.
dimensi yang dikemukakan oleh Greenhaus dan Beutell (1985) yaitu time based
conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.
Petunjuk tinggi rendahnya work family conflict adalah skor total yang
diperoleh dari hasil pengolahan data skala work family conflict. Semakin tinggi
skor pada skala work family conflict seseorang maka semakin tinggi work family
conflict yang dialami. Demikian sebaliknya semakin rendah skor pada skala work
family conflict maka semakin rendah work family conflict pada seseorang yang
bekerja.
2. Job Characteristic
Job characteristic adalah bentuk dari kondisi pekerjaan yang dapat
menentukan kesesuaian karyawan dengan suatu bidang pekerjaan tertentu
sehingga karyawan akan semakin merasa terlibat dengan tugas-tugasnya. Job
characteristic diukur dengan skala yang disusun berdasarkan konsep job
characteristic dari Hackman dan Oldham (1980) yang terdiri dari lima dimensi
yaitu: skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback.
Petunjuk tinggi rendahnya job characteristics adalah skor total yang
diperoleh dari hasil pengolahan data skala job characteristic. Semakin tinggi skor
yang dicapai seseorang semakin tinggi job characteristic yang dimilikinya. Begitu
juga sebaliknya semakin rendah skor yang dicapai seseorang semakin rendah job
C. Populasi Dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang
diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan, (Hadi, 2000). Dalam penelitian
ini, peneliti hanya menggunakan sejumlah orang dari populasi untuk dijadikan
subjek penelitian yang disebut sebagai sampel. Sampel merupakan sebahagian
dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah
populasi dan harus mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan yang
bekerja pada sektor perbankan. Adanya keterbatasan yang dialami oleh peneliti
dalam menjangkau populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian pegawai
perbankan dari populasi yang dijadikan subjek penelitian. Dalam penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 251 sampel, dimana sampel diambil dari beberapa
perusahaan perbankan seperti, Bank BCA sebanyak 40 sampel, Bank Mega
sebanyak 40 sampel, Bank Indonesia sebanyak 35 sampel, Bank Sumut sebanyak
30 sampel, Bank Mandiri sebanyak 30 sampel, Bank HSBC sebanyak 15 sampel,
Bank Danamon sebanyak 31 sampel dan Bank BRI sebanyak 30 sampel.
Karakteristik atau ciri dari populasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Karyawan yang bekerja di sektor perbankan
b. Level staff/ Karyawan
c. Menikah dan memiliki anak
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil
sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu dalam jumlah yang
sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh
sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling dimana
besarnya peluang anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel tidak diketahui.
Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yaitu
pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).
D. Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan
data dengan skala atau disebut dengan metode skala. Menurut Hadi (2000),
metode skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu
daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis.
Menurut Azwar (2000) karakteristik dari skala psikologi yaitu stimulus
berupa pernyataan ataupun pertanyaan yang dapat mengungkapkan indikator
perilaku responden, indikator perilaku diungkapkan melalui item-item, respon
jawaban subjek dapat diterima selama diberikan secara jujur dan
dapat menggambarkan aspek kepribadian individu, dapat merefleksikan diri yang
biasanya tidak disadari responden yang bersangkutan, responden tidak menyadari
arah jawaban ataupun kesimpulan yang diungkapkan pernyataan atau pertanyaan.
1. Skala Work Family Conflict
Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2010). Setiap
aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral
(N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap
pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung
(favorable) atau tidak mendukung (unfavorable). Skor pilihan jawaban pada
pilihan jawaban terdapat pada table 1.
Tabel 1. Skor Alternatif Jawaban Skala
Favorable Unfavorable
Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban Skor
Sangat setuju 5 Sangat setuju 1
Setuju 4 Setuju 2
Netral 3 Netral 3
Tidak setuju 2 Tidak setuju 4
Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala work family
conflict yang dibuat berdasarkan konsep Greenhaus & Buttel (1985) yaitu time
based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict. Skala work
Tabel 2. Blue Print Skala Work Family Conflict Sebelum Uji Coba
Dimensi Indikator perilaku beban kerja dapat memicu stress
2. Skala Job Characteristic
Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2010). Setiap
aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral
pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung
(favorable) atau tidak mendukung (unfavorable). Skor pilihan jawaban pada
pilihan jawaban terdapat pada tabel 3.
Tabel 3. Skor Alternatif Jawaban Skala
Favorable Unfavorable
Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban Skor
Sangat setuju 5 Sangat setuju 1
Setuju 4 Setuju 2
Netral 3 Netral 3
Tidak setuju 2 Tidak setuju 4
Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah job characteristic dari
Hackman dan Oldham (1980) yang terdiri dari lima dimensi yaitu: skill variety,
task identity, task significance, autonomy, dan feedback. Skala job charactreistic
Tabel 4. Blue Print Skala Job Characteristic Sebelum Uji Coba
Dimensi Indikator Perilaku Nomor Item Jumlah P %
Fav Unfav
Tak Variety Pekerjaan memerlukan berbagai bentuk pengetahuan dan keahlian/ keterampilan terdiri dari tahap awal sampai akhir yang jelas
Dapat mengidentifikasi dengan jelas hasil pekerjaan yang dilakukan sendiri maupun yang tim
4, 7, 10,
dilakukan rekan kerja, terhadap kinerja organisasi dan bagi orang lain diluar
8, 29, 31 2, 9, 22,
23, 7 20
Autonomy Bebas mengatur waktu melaksanakan setiap pekerjaan, memilih alat dan cara dalam
menyelesaikan
Feedback Mendapat penilaian dari atasan serta mengerti akan hasil penilaian
6, 11, 24 21, 32, 34, 35
20
E. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur
Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk
melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak
diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.
1. Validitas Alat Ukur
Validitas adalah sejauh mana kejituan dan ketelitian suatu alat ukur dalam
menjalankan fungsi ukur artinya alat ukur memang mengukur apa yang
dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas yang digunakan adalah content
validity dan construct validity. Content validity merupakan validitas yang
menggunakan langkah telaah dan revisi item pertanyaan berdasarkan dari
pendapat professional (menggunakan professional judgement). Construct validity
merupakan validitas yang menggunakan dasar pikiran penerapan teori
(Suryabrata, 2011). Analisa construct validity menggunakan analisis faktor.
Uji analisis faktor diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyers-Olkin
(KMO), yaitu mengukur apakah sampel sudah cukup memadai. Menurut
Wibisono (2003) kriteria kesesuaian dalam pemakaian analisis faktor adalah nilai
KMO > 0,5 :
a. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat memuaskan
b. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan
c. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah
d. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup
e. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan
Kemudian dilihat nilai Measure of Sampling Adequency (MSA) dengan
cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien
korelasi parsialnya. Menurut Santoso (2002) angka MSA berkisar antara 0 sampai
dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk intepretasi adalah sebagai
berikut:
a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa
kesalahan oleh variabel yang lainnya.
b. Jika MSA lebih besar dari 0,5 maka variabel tersebut masih dapat
diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
c. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka
variabel tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut, atau dikeluarkan
dari variabel lainnya.
Selanjutnya validitas konstrak dilihat berdasarkan nilai bobot faktor
(loading factor) yang menunjukan besarnya korelasi antara variabel awal dengan
faktor yang terbentuk. Dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai faktor
loadingnya lebih besar dari 0,5 (Santoso, 2002).
2. Uji Daya Beda Item
Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu
membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak
memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item ini
adalah dengan memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur
Pengujian daya beda item ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan suatu kriteria yang relevan,
yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson
Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi SPSS 18.0 for
windows dan Microsoft Office Excel 2007. Prosedur pengujian ini akan
menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda
item (Azwar, 2000).
3. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur
yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2010). Reliabilitas
merupakan alat ukur yang menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat
ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada subjek yang sama di
kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).
Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang
merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi
ukurnya secara bersama-sama (Azwar, 2010). Uji reliabilitas alat ukur dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan prosedur
hanya memerlukan satu kali penyajian tes kepada sekelompok individu sebagai
subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi.
Metode yang digunakan adalah reliabilitas AlphaCronbach.
Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
a. Skala Work Family Conflict
Skala work family conflik terdiri dari 3 dimensi yaitu, time based conflict,
strain based conflict dan behavior based conflict. Hasil uji analis faktor pada
dimensi time based conflict nilai KMO sebesar 0.688, nilai MSA bergerak dari
0.628 sampai 0.745, nilai eigenvalue sebesar 42.16% dan nilai factor loading
bergerak dari 0.500 sampai 0.740 yaitu no item 1, 15, 23, 25, 28, 30. Berikutnya,
pada dimensi stain based conflict tidak terdapat item yang gugur dengan nilai
KMO sebesar 0.774, nilai MSA bergerak dari 0.679 sampai 0.886, nilai
eigenvalue sebesar 40, 05% dan nilai factor loading bergerak dari 0.500 sampai
0.841 yaitu item 7, 9 10, 12, 19, 20, 22, 26. Kemudian yang terakhir, pada
dimensi behavior based conflict tidak terdapat item yang gugur dengan nilai KMO
sebesar 0.694, dengan nilai MSA bergerak dani 0.563 sampai 0.785, nilai
eigenvalue sebesar 41, 75 % dan nilai factor loading bergerak dari 0.564 sampai
0.934 yaitu item 4, 6, 14, 16, 18, 21, 24.
Hasil analisis skala work family conflict berdasarkan uji diskriminasi item
dan analisis faktor menunjukkan bahwa dari 30 item terdapat 9 item yang gugur
yaitu item nomor 2, 3, 5, 8, 11, 13, 17, 27, 29. Hasil uji daya beda item ini
menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Koefisien korelasi item total bergerak dari 0.362
sampai 0.689. Sedangkan validitas konstrak bergerak dari nilai 0.362 sampai
0.689. Uji reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha diperoleh hasil rxx =
Distribusi item setelah uji coba ditunjukkan pada tabel Skala work family
conflict berikut:
Tabel 5. Skala Work Family Conflict Setelah Uji Coba
No. Aspek Favourable Unfavourable Jumlah total
1. Time Based Conflict 23, 28, 30 1, 15, 25 6
2. Strain Based
Conflict
7, 12, 19, 26 9, 10, 20, 22 8
3. Behavior Based
Conflict
6, 16, 18 4, 14, 21, 24 7
Jumlah Total Item 10 11 21
b. Skala Job Characteristic
Pada skala job characteristic terdapat lima dimensi yaitu skill variety, task
identity, task significance, autonomy dan feedback. Pada dimensi skill variety
hasil uji analisis faktor pada aspek skill variety tidak terdapat item yang gugur
dengan nilai KMO sebesar 0.720, nilai MSA bergerak dari 0.690 sampai 0.789,
dengan nilai eigenvalue sebesar 45,27% dan nilai factor loading bergerak dari
0.596 sampai 0.728 yaitu nomor item 1, 3, 5, 12, 18. Pada dimensi kedua, hasil uji
analisis faktor pada aspek task identity tidak terdapat item yang gugur dengan
nilai KMO sebesar 0.867, nilai MSA bergerak dari 0.824 sampai 0.909, nilai
eigenvalue sebesar 57,46% dan nilai factor loading bergerak dari 0.624 sampai
0.840 yaitu nomor item 4, 7, 10, 14, 17, 20, 25.
Kemudian hasil uji analisis faktor pada dimensi task significance tidak
terdapat item yang gugur dengan nilai KMO sebesar 0.645, nilai MSA bergerak