• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Peran Kelembagaan Petani Dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi Informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penguatan Peran Kelembagaan Petani Dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi Informasi"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN PERAN KELEMBAGAAN PETANI DALAM

PENINGKATAN KAPABILITAS PETANI MENGELOLA

INOVASI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

(Kasus Petani Sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat)

DAROJAT PRAWIRANEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Penguatan Peran Kelembagaan Petani dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi Informasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Darojat Prawiranegara

(3)

DAROJAT PRAWIRANEGARA. Penguatan Peran Kelembagaan Petani dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi Informasi. Dibimbing oleh SUMARDJO, DJUARA P. LUBIS dan SRI HARIJATI.

Penguatan peran kelembagaan petani dalam peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi pada dasarnya ditujukan guna menghadapi isu daya saing produk hortikultura khususnya sayuran/globalilisasi ekonomi, meminimalkan ketergantungan petani terhadap informasi saluran formal, efektivitas layanan informasi bagi petani, memecah kebuntuan/stagnasi informasi, menjembatani petani yang berakses lemah informasi, optimalisasi realisasi UU Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013, PerMentan No:82/Permentan/OT.140/8/2013 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Secara spesifik, penguatan peran kelembagaan juga penting dalam menghadapi kompleksitas peluang dan tantangan pembangunan pertanian ke depan, kemajuan teknologi informasi, konvergensi komunikasi, inovasi masa depan, akses terhadap pasar, akses terhadap sumberdaya produktif, penyuluhan cafetaria, daya saing lembaga petani. Kelembagaan petani yang dinamis dan adaptif yang mampu mengaplikasi teknologi informasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan informasi serta akses pada sumber informasi secara global merupakan salah satu jawaban yang patut diperhitungkan untuk menangkap peluang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi/TIK bagi peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi di dataran tinggi Jawa Barat; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelembagaan petani dalam proses peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi di dataran tinggi Jawa Barat; (3) merumuskan strategi penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi di dataran tinggi Jawa Barat.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dan di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat yang merupakan dua sentra penghasil sayuran dengan ragam dan jenis produk inovatif terbanyak di Jawa Barat. Selain itu, penentuan daerah penelitian didasarkan pada pertimbangan antara lain jumlah petani yang mengembangkan produk inovatif komoditas sayuran banyak, tipologi geografis dataran tinggi, serta banyaknya petani dan kelembagaan petani yang telah memanfaatkan informasi melalui jaringan internet (internetworking). Sampel penelitian berjumlah 243 orang (114 orang petani di Kabupaten Bandung Barat dan 129 orang petani di Kabupaten Cianjur).

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei, studi literatur dan wawancara. Survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan, survey terstruktur dengan kuesioner, wawancara mendalam (in-depth interview) dan fokus grup diskusi/FGD. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi laporan dari berbagai instansi terkait. Strategi penguatan peran kelembagaan petani menggunakan dasar hasil analisis

Structural Equational Moddelling/SEM.

(4)

latihan, lembaga input/output, lembaga kebijakan dan dukungan jaringan sarana prasarana teknologi informasi komunikasi/ICT).

Secara simultan peran kelembagaan petani di Jawa Barat telah memiliki peran yang cukup baik di lihat dari nilai validitas perananya mengelola informasi (0.91), mediasi informasi (0.81), edukasi insan informasi (0.64), wadah kerjasama (0.63) dan unit usaha/peningkatan nilai tambah (0.64). Penguatan peran kelembagaan petani sangat bergantung pada karakteristik individu anggota (thitung5.89), kualitas informasi

(thitung1.20), dinamika kelompok (thitung10.21) dan dukungan kelembagaan eksternal

(thitung1.21). Model matematik dari faktor-faktor yang berpengaruh pada peran

kelembagaan petani adalah: Y1 = 0.25*X1 + 0.042*X2 + 0.65*X3 + 0.095*X4, errorvar = 0.23 dan R2 = 0.77. Nilai R menunjukkan bahwa 77% varian dari peran kelembagaan petani dipengaruhi 25% oleh karakteristik individu, 4.2% oleh kualitas informasi, 65% oleh kedinamisan kelompok dan 9.5% oleh dukungan kelembagaan eksternal sisanya 23% pengaruhi faktor lain. Peran kelembagaan berpengaruh nyata (thitung8.59 > 1.96), karakteristik petani (thitung6.68 > 1.96), kualitas informasi (thitung9.56

> 1.96) terhadap peningkatan kapabilitas inovasi petani. Tingkat kapabilitas petani sayuran dataran tinggi Jawa Barat masih rendah. Berdasarkan hasil pengukuran validitas dengan menggunakan Confirmatory Faktor Analysis (CFA) pengukuran kapabilitas inovasi individu petani dapat dilakukan dengan indikator: (1) kemampuan beradaptasi dengan inovasi (0.89); (2) kemampuan menyaring inovasi (0.97); (3) kemampuan komitmen terhadap inovasi (0.92); (4) perilaku mengelola sumberdaya yang ada (0.89); dan (5) kemampuan melaksanakan inovasi (0.91).

Rumusan strategi peningkatan kapabilitas inovasi petani sayuran di dataran tinggi Jawa Barat berbasis teknologi informasi dilakukan melalui empat pendekatan. Pertama, perbaikan terhadap intern kelembagaan kelompoktani; kedua, perbaikan terhadap karakteristik perilaku inovasi individu petani; ketiga, perbaikan terhadap kualitas informasi; dan keempat, tingkatkan dukungan eksternal kelembagaan kelompok tani.

(5)

DAROJAT PRAWIRANEGARA. Strengthening the Role of Farmers Institution in Improving Farmers Innovation Capability Based on Information Technology. Guided by SUMARDJO, DJUARA P. LUBIS and SRI HARIJATI.

Strengthening the farmers institution role in improving innovation capabilities based on information technology is essentially intended to address the issue of

competitiveness of horticultural products, especially vegetables/economy

globalizations, minimize the dependence of farmers on the formal information channels, the effectiveness of information services for farmers, to break the deadlock/stagnation information, bridging farmers weak-access information, optimizing the realization of the Law of Agriculture Fisheries and Forestry Extension No. 16 of 2006, and Empowerment of Farmer Protection Act No. 19 of 2013, to Regulation No: 82/Permentan/OT.140/8/2013 and Law No. 14 of 2008 concerning Openness of Public Information (OPI). Specifically, the strengthening of the role of institutions is also crucial in the face of the complexity of the opportunities and challenges of agricultural development in the future, advances in information technology, the convergence of communications, future innovation, access to markets, access to productive resources, counseling cafeteria, the competitiveness of farmers‟ organizations. The dynamic and adaptive farmers institution where is able to apply information technology in the management and utilization of information and access to global resources is one of the answers to be reckoned to capture the growth opportunities of information and communication technology/ICT for increased farmers innovation capabilities.

This study aims to: (1) analyzing farmers institution role in improving farmers innovation capabilities of information technology-based in the highlands of West Java; (2) analyze the factors that affect farmers institution in the process of increasing farmers innovation capabilities of information technology-based in the highlands of West Java; (3) formulate a strategy of strengthening the farmers institution role in improving farmers innovation capabilities of information technology-based in the highlands of West Java.

The study was conducted in District Lembang, West Bandung Regency and in the District Pacet Cianjur Regency West Java Province which is two production centers with a variety of vegetables and most kinds of innovative products in West Java. Moreover, determination of the study area based on considerations such as the great number of farmers who develop innovative products of vegetables, geographical typologies plateau, and the number of farmers and farmer institution that has utilized the information through the Internet (internetworking). These samples included 243 people (114 farmers in West Bandung Regency and 129 farmers in Cianjur).

The research was conducted using survey methods, literature study and interviews. The field survey was conducted to collect primary data and secondary data. Primary data were collected by observation, structured questionnaire survey, in-depth interviews and focus group discussions/FGD. Secondary data were obtained from the documentation of reports from various relevant agencies. Results analysis of farmers‟ institution role strengthening strategy is using basic Structural Equational Moddelling/SEM.

(6)

research, education and training institutions, institutions of input/output, agency

policies and network support infrastructure information communication

technology/ICT).

Simultaneously farmers institution role in West Java has had a considerable role both in view of the validity role to manage information (0.91), mediation of information (0.81), education information man (0.64), the container co-operation (0.63) and business unit/increase value added (0.64). Optimal farmers institution role is very dependent on the individual characteristics of members (t5.89), the quality of

information (t1.20), the dynamics of the group (p-value 10.21) and external institutional

support (t1.21). The mathematical model of the factors that affect farmers institution role

is: Y1 = 0.25 * X1 + X2 + 0.042 * 0.65 * 0095 * X3 + X4, error variance = 0.23 and R2 = 0.77. The value of R indicates that 77% variance from the institutional role of the 25% of farmers affected by individual characteristics, 4.2% by the quality of information, 65% by the dynamic group and 9.5% by external institutional support for the remaining 23% influence of other factors. Institutional role (t8.59> 1.96),

characteristic of the farmers (t6.68> 1.96), the quality of information (t9.56> 1.96) is

significant affected to the improvement of farmers' innovation capabilities. Level capabilities highland vegetable farmers in West Java are still low. Based on the validity of the measurement results by using Confirmatory Factor Analysis (CFA) measurement of innovation capabilities of individual farmers can be done with the indicator: (1) the ability to adapt to innovation (0.89); (2) the ability to filter innovation (0.97); (3) the ability of the commitment to innovation (0.92); (4) managing the behavior of existing resources (0.89); and (5) the ability to implement innovations (0.91).

The strategy formulation of increasing vegetable farmers‟ innovation capability in the highlands of West Java technology-based information is done through four approaches. First, improvements to the internal farmers group institution; secondly, the improvement of the characteristics of farmers individual innovation behavior; The third, the improvement of the quality of information; and fourth, increase external support farmers group institution.

Keywords: farmers’ innovation capabilities, farmers’ institution role, information and

(7)

(C) Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

PENGUATAN PERAN KELEMBAGAAN PETANI DALAM

PENINGKATAN KAPABILITAS PETANI MENGELOLA

INOVASI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

(Kasus Petani Sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat)

DAROJAT PRAWIRANEGARA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:

1. Dr Ir Retno Sri Hartati Mulyandari, MSi. 2. Dr Ir Siti Amanah, MSc.

Pelaksanaan Ujian Tertutup:

Hari/Tanggal : Senin, 01 Februari 2016

Waktu : 09.00 – 11.00 WIB

Tempat : Gedung Pasca,

R.SPs 303, Lt. 3

Penguji pada Ujian Promosi:

1. Dr Ir Ranny Mutiara Chaidirsyah 2. Dr Ir Siti Amanah, MSc.

Pelaksanaan Ujian Promosi:

Hari/Tanggal : Senin, 07 Maret 2016

Waktu : 09.00 WIB - selesai

Tempat : Gedung Pasca,

(10)

Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi Berbasis Teknologi Informasi (Kasus Petani Sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat)

Nama : Darojat Prawiranegara

NIM : I361110031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sumardjo, MS Ketua

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS Anggota

Dr Ir Sri Harijati, MA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup: 01 Februari 2016 Tanggal Ujian Promosi: 07 Maret 2016

(11)

Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahi Robbi, yang senantiasa mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua, yang salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. Pada hakekatnya, atas Rahmat dan Karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan laporan disertasi ini. Meskipun disadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangannya, namun melalui pembimbingan, penelaahan, prelim, kolokium, seminar hasil penelitian dan serangkaian sidang komisi penulis mendapatkan masukan-masukan berharga untuk melengkapinya. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS., selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. dan Ibu Dr. Ir. Sri Harijati, MA., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah dengan kritis memberikan masukan bagi penajaman laporan disertasi, baik pada saat bimbingan, ujian kualifikasi, kolokium, seminar hasil penelitian, sidang tertutup maupun sidang komisi.

Kepada penguji luar komisi dalam sidang tertutup, Ibu Dr. Ir. Retno Sri Hartati Mulyandari, MSi. dan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, MSc., serta penguji luar komisi dalam sidang promosi, Ibu Dr. Ir. Ranny Mutiara Chaidirsyah dan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, MSc., diucapkan terima kasih atas kesediaan dan masukan-masukannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (khususnya), di FEMA dan IPB (umumnya) yang telah dengan tulus memberikan banyak ilmu dan pelajaran kepada penulis. Bapak Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS. dan Bapak Dr. Ir. Prabowo Tjitropranoto, MSc., atas kesediaannya untuk menjadi penguji luar komisi dalam ujian kualifikasi lisan, yang telah mengkritisi dan memberikan masukan-masukan yang konstruktif bagi penyempurnaan laporan disertasi ini. Terima kasih juga diucapkan kepada Mbak Desiar Ismoyowati, AMd., yang tidak pernah lelah membantu penulis dalam pengurusan administrasi.

Kepada semua pengurus gapoktan, pengurus kelompok tani, para petani sayuran, dan informan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur yang telah dengan tulus ikhlas memberikan informasi dan berbagi pengalamannya kepada penulis diucapkan terima kasih. Kepada Bapak Ahmad Hanafiah, Teh Lia, Kang Yunus, Bapak Daud, Bapak Darwin, Bapak Djamaludin, Bapak Tony, Bapak Abdul Sidik, dan Bapak Muhamad Dillah, diucapkan terima kasih atas bantuannya yang tidak pernah lelah membantu penulis dalam penggalian data di lapangan. Kepada Bapak Dr. Mapaona, Bapak Dr. Kasdi Subagyono, Bapak Dr. Bambang Irawan, Bapak Dr. Saeful Bachrein, dan Bapak Ir. Trisna Subarna, MM., diucapkan terima kasih atas kepercayaan dan rekomendasinya kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Doktoral di IPB. Diucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada pejabat dan pemangku kebijakan di Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kepercayaan dan bantuan beasiswa pendidikan Doktoral di IPB.

(12)

terima kasih yang tidak terhingga kepada Ibunda Yayah Rodiah dan Ayahanda Suwarna (Alm.) dan saudara-saudaraku A Dodo dan Teh Dede, Asep dan Yuli, Eneng dan Dendi (keluarga besar Rancaekek), serta kepada Bapak dan Ibu Mertua, Bapak Priyatna dan Ibu Teti Widianti dan saudara-saudaraku Teh Dian dan Kang Haji, Reni dan Enjang, Revi dan Oka, Rika dan Asrul (keluarga besar Laladon), serta kepada Bapak Iri Wari dan Ibu Yatini dan saudara-saudaraku Papap, Bunda, Kakak, Teh Ai (keluarga besar Sekeloa). Khusus buat istriku tercinta Rina Noviyanti Prawiranegara dan putri-putri tersayangku Taqiya Puteri Prawiranegara dan Sarah Puteri Hayya Prawiranegara, yang banyak tersita waktu dan hak-hak nya, terima kasih atas do‟a, kesabaran dan segala pengorbanannya.

Akhir kata, semoga amal kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh studi program Doktor di IPB, yang telah disebutkan dan yang mungkin belum tersebut namanya, dibalas dengan pahala yang berlipat oleh Allah

SWT. Amiin…..

Bogor, Maret 2016

(13)

Hal.

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Kegunaan Hasil Penelitian 7

Kebaruan (Novelty) 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Cyber Extension: Perspektif Baru Penyuluhan Pertanian 9

Konsep Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi 12

Peran Kelembagaaan Petani: Entry Point Peningkatan Kapabilitas

Petani Mengelola Inovasi 23

Karakteristik Individu Mendukung Penguatan Peran Kelembagaan

Petani dalam Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi 29

Kualitas Informasi: Sumber Peningkatan Kapabilitas Petani Mengelola

Inovasi 33

Dinamika Kelembagaan Kelompok 36

Lingkungan Eksternal: Mendukung Peran Kelembagaan dan

Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi 38

State of The Art 41

3 KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 44

Kerangka Berfikir 44

Hipotesis Penelitian 54

4 METODE PENELITIAN 54

5 KARAKTERISTIK PETANI, PERAN KELEMBAGAAN DAN

KAPABILITAS PETANI MENGELOLA INOVASI 56

Pendahuluan 56

Metode Penelitian 58

Hasil dan Pembahasan 58

Karakteristik Individu Mendukung Peran Kelembagaan Petani 59

Karakteristik Individu Mendukung Kapabilitas Petani Mengelola

Inovasi 62

Kesimpulan 64

6 PENGARUH KUALITAS INFORMASI BERBASIS CYBER

TERHADAP KAPABILITAS PETANI MENGELOLA INOVASI 65

Pendahuluan 65

Metode Penelitian 66

Hasil dan Pembahasan 67

Persepsi Petani terhadap Karakteristik Kualitas Informasi 67

(14)

Mengelola Inovasi 73

Kesimpulan 73

7 DINAMIKA KELOMPOK TANI MENDUKUNG PENGUATAN PERAN

KELEMBAGAAN PETANI 74

Pendahuluan 74

Metode Penelitian 75

Hasil dan Pembahasan 76

Karakteristik Kelompok Tani di Kabupaten Cianjur 76

Karakteristik Kelompok Tani di Kabupaten Bandung Barat 78

Dinamika Kelompok Tani Sayuran di Jawa Barat 80

Kesimpulan 89

8 LINGKUNGAN EKSTERNAL MENDUKUNG PENGUATAN PERAN

KELEMBAGAAN PETANI 90

Pendahuluan 90

Metode Penelitian 91

Hasil dan Pembahasan 91

Karakteristik Lingkungan Eksternal Pendukung Kelembagaan

Petani 91

Kelembagaan Penyuluhan 92

Kelembagaan Penelitian dan Pengkajian 95

Kelembagaan Pendidikan dan Pelatihan 96

Lembaga Pembuat Kebijakan 97

Dukungan Infrastruktur dan Pemanfaatan Jaringan Teknologi

Informasi 98

Kelembagaan Input-output Usahatani 101

Analisis Sistem Penyebaran Informasi melalui Kelompok Tani 102

Kesimpulan 107

9 PERAN KELEMBAGAAN PETANI DALAM PENINGKATAN

KAPABILITAS PETANI MENGELOLA INOVASI 108

Pendahuluan 108

Konsep Penguatan Peran Kelembagaan Petani Berbasis ICT 109

Metode Penelitian 110

Hasil dan Pembahasan 111

Peran Kelembagaan Petani 111

Faktor Penentu Peran Kelembagaan Petani 113

Strategi Penguatan Peran Kelembagaan Petani dalam Peningkatan

Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi 114

Implikasi Kebijakan 120

Kesimpulan 121

10 PEMBAHASAN UMUM 121

11 SIMPULAN DAN SARAN 125

Simpulan 125

Saran 126

DAFTAR PUSTAKA 127

(15)

Hal.

Tabel 1 Posisi model penelitian 9

Tabel 2 Perkembangan kajian cyber extension di Indonesia 11

Tabel 3 Perbedaan dimensi kapasitas, kompetensi, dan kapabilitas 17

Tabel 4 Jumlah populasi dan sampel penelitian 58

Tabel 5 Karakteristik petani sayuran di dataran tinggi Jawa Barat 60

Tabel 6 Tipe inovator pada level kelompok tani di Jawa Barat 62

Tabel 7 Jumlah dan persentase penilaian petani terhadap indikator kualitas

informasi yang di akses pada media internet, Tahun 2015 69

Tabel 8 Jumlah dan persentase penilaian petani terhadap indikator kapabilitas

petani mengelola inovasi, Tahun 2015 72

Tabel 9 Kondisi awal, bentuk inovasi dan kondisi petani sekarang, 2015 77

Tabel 10 Persentase penilaian petani terhadap unsur kedinamisan kelompok di

Jawa Barat, Tahun 2015 81

Tabel 11 Perspektif konvensional dan perspektif alternatif unsur dinamika

kelembagaan petani di Jawa Barat 86

Tabel 12 Persentase penilaian petani terhadap unsur kedinamisan kelompok

pada perspektif alternatif kelembagaan petani di Jawa Barat 87

Tabel 13 Jumlah populasi dan sampel penelitian 91

Tabel 14 Faktor yang berpengaruh terhadap peran kelembagaan petani 113

(16)

Hal. Gambar 1 Peningkatan kapabilitas inovasi dan teknologikal dengan model

3D 26

Gambar 2 Siklus berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dalam perspektif

konvergensi komunikasi 28

Gambar 3 Model DeLone dan McLean (1992) 35

Gambar 4 Kerangka logis alur pikir dan proses penelitian 48

Gambar 5 Skema kerangka berpikir studi penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi 50

Gambar 6 Hubungan kapasitas, kompetensi dan kapabilitas 52

Gambar 7 Hubungan antar variabel dalam analisis penguatan peran

kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani

mengelola inovasi 53

Gambar 8 Persentase tingkat kapabilitas petani mengelola inovasi 63

Gambar 9 Persentase penilaian petani terhadap kualitas informasi pertanian

yang diakses pada media internet 68

Gambar 10 Sistem alur pemasaran hasil pertanian di Kecamatan Lembang

Kabupaten Bandung Barat, 2015 79

Gambar 11 Persentase dukungan lingkungan eksternal, 2015 93

Gambar 12 Persentase kerjasama, kepercayaan dan harapan terhadap lembaga

penelitian, Tahun 2015 95

Gambar 13 Persentase penilaian petani terhadap kebijakan pertanian, 2015 98

Gambar 14 Analisis sistem penyebaran informasi melalui kelompok tani 105

Gambar 15 Persentase peran kelembagaan petani sayuran di Jawa Barat 111

Gambar 16 Proses validasi inovasi pada kelembagaan petani di Jawa Barat 112

Gambar 17 Model struktural faktor dominan yang mempengaruhi kapabilitas

petani mengelola inovasi (Standardized loading factor) 115

Gambar 18 Peran kelembagaan petani 117

Gambar 19 Kapabilitas petani mengelola inovasi 117

Gambar 20 Delapan jalur alternatif menuju peningkatan kapabilitas petani

mengelola inovasi 118

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1 Peta Kabupaten Bandung Barat 141

Lampiran 2 Peta Kabupaten Cianjur 142

Lampiran 3 Definisi operasional variabel penelitian 143

Lampiran 4 Abstrak Bab 5 149

Lampiran 5 Abstrak Bab 6 150

Lampiran 6 Abstrak Bab 7 151

Lampiran 7 Abstrak Bab 8 152

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penguatan peran kelembagaan petani dalam peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi pada dasarnya ditujukan guna menghadapi isu daya saing produk hortikultura khususnya sayuran, globalilisasi ekonomi, meminimalkan ketergantungan petani terhadap informasi saluran formal (pemerintah), efektivitas layanan informasi bagi petani sebagai realisasi UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Nomor 19 Tahun 2013, PerMentan No:82/Permentan/OT.140/8/2013 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), memecah kebuntuan/stagnasi informasi, menjembatani petani yang berakses lemah informasi, realisasi UU Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006 yang mengutamakan manusia sebagai titik sentral pembangunan pertanian.

Pada masa orde baru, penekanan penyuluhan pertanian bertumpu pada peningkatan produktivitas dan produksi. Pendekatan sentralistik, dengan dukungan dana dari negara, statis dan mekanis, pola komunikasi linear, cenderung bersifat instruksional telah menjadikan petani sebagai objek pembangunan pemerintah serta menjadikan para penyuluh sebagai alat pelaksana kebijakan pemerintah. Penyuluhan lebih pada penekanan transfer teknologi bukan pada orangnya maupun pada proses belajarnya. Pendekatan yang tidak mengutamakan manusianya ini ternyata telah menghasilkan ketergantungan yang tinggi dari masyarakat terhadap pemerintah. Chambers (1992) mengatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari paradigma konvensional tersebut adalah: (1) menurunkan kreativitas petani dan menumbuhkan sikap ketergantungan pada bantuan pemerintah; (2) kreativitas dan kearifan lembaga-lembaga lokal tidak berkembang bahkan banyak yang hilang; (3) program pembangunan agribisnis menjadi tidak efisien dan efektif karena biaya birokrasi pemerintah yang relatif tinggi; dan (4) program pembangunan sentralistik tidak sesuai dengan kondisi lokal, sehingga komoditi unggulan lokal terdesak pilihan dari atas atau pusat.

Undang-undang No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa pembangunan pertanian, kini bertumpu pada manusianya (pelaku utama) dengan segenap sumberdaya yang dimilikinya. Ditegaskan bahwa penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraan petani. Di sisi lain, begitu banyak hasil penelitian bidang pertanian baik yang dihasilkan oleh swasta maupun pemerintah melalui badan-badan penelitian hanya tersimpan dan hanya menjadi konsumsi para peneliti. Hasil penelitian yang berupa informasi pertanian pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki atau memecahkan masalah yang ada pada petani. Kenyataannya, informasi hasil penelitian pertanian belum mencapai sasaran utamanya, yaitu para petani.

(18)

keberadaan atau kondisi para anggota. Kapasitas seseorang selain ditentukan oleh karakter pribadi, juga dapat ditingkatkan melalui proses berbagi pengetahuan, pendidikan dan pembelajaran dalam kelompoknya. Petani dalam mengelola usahataninya mencari dan menggunakan sumber-sumber pengetahuan dan informasi

yang berbeda baik perorangan maupun yang bersumber dari lembaga

swasta/pemerintah dengan perantaraan berbagai media.

Terdapat banyak elemen lembaga mulai dari subsistem penciptaan pengetahuan sampai pada subsistem penerimaan pengetahuan. Di Indonesia, antar subsistem tersebut dilakukan oleh lembaga yang berbeda, sehingga lambatnya koordinasi menjadi salah satu penghambat lambatnya suatu inovasi. Untuk merajut simpul antara subsistem rantai pasok pengadaan inovasi (generating subsystem) dengan subsistem penyampaian (delivery subsystem) dan subsistem penerimaan (receiving subsystem) inovasi, maka pemanfaatan teknologi informasi merupakan salah satu alternatif solusi dalam penyampaian inovasi. Keterbukaan informasi global dalam dunia internetworking dapat berperan dalam membantu petani dengan melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan dan membantu petani untuk memilih inovasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Inovasi yang sederhana yang bersifat

inkremental (penyesuaian dan perbaikan usahatani dalam skala kecil); dapat berupa inovasi produk seperti benih, bibit atau tanaman baru; inovasi proses pengelolaan/cara budidaya terbaru tanaman sampai pada inovasi pengolahan hasil produksi seperti

packaging atau diversifikasi olahan hasil. Perkembangan jaringan pertukaran informasi di antara pelaku yang terkait, merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan teknologi informasi dan peran aktif institusi bidang pertanian, upaya untuk mengembangkan jaringan informasi bidang pertanian sampai di tingkat petani diharapkan dapat diwujudkan.

Teknologi informasi dan komunikasi (information and communication

technology/TIK) telah membangun sistem sosial ekonomi menjadi lebih sederhana, praktis, luas, cepat dan multitasting. Melalui multimedia, jejaring nirkabel, teknologi seluler, internet dan akses serba digital, setiap orang di dunia dapat terkoneksi, berkomunikasi, berkolaborasi dan berbisnis secara online atau melalui instant messenger dan jejaring sosial (seperti facebook, friendster, linked, coprol, twitter,

whatsapp dan sebagainya). Seiring dengan membaiknya sarana prasarana penunjang, meningkatnya upaya sosialisasi dan internalisasi TIK ke berbagai ruang, maka masyarakat pedesaan yang semula berakses lemah terhadap informasi dunia luar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini interaksinya menjadi semakin terbuka, terutama dengan massifnya penggunaan TIK, seperti handphone dan internet. Sosialisasi dan institusionalisasi TIK ke pedesaan kini menjadi program seluruh negara di dunia.

Park et al. (2011) menyatakan bahwa Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Canada dan Korea Selatan telah lebih dulu mengembangkan program pembangunan pedesaan berbasis TIK. Selanjutnya China dan India yang mengembangkan TIK murah (frugal innovation). Bahkan, sampai Tahun 2012, hampir 80 persen masyarakat pedesaan di India dan China sudah akses terhadap TIK (Krishnan 2012; Ha et al. 2011). Afrika dan Amerika Selatan juga mengembangkan apa yang disebut dengan program pemberdayaan masyarakat pedesaan berbasis TIK (Pippet 2010).

(19)

Internetisasi Sekolah (PIS). Selain itu, rintisan penyuluhan berbasis cyber yang dikenal dengan cyber extension telah dilaksanakan di Indonesia melalui program: (1) pengembangan sumber informasi pertanian lokal dan nasional pada program peningkatan pendapatan petani melalui inovasi dari Deptan; (2) program Unlimited Potential (UP) melalui Community Training and Learning Centre (CTLC); (3)

Partnerships for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP); dan (4) program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan atau yang umum dikenal dengan MPLIK dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dengan menyediakan satu unit server dan lima unit personal computer (PC)

client serta akses internet melalui koneksi satelit disetiap kecamatan.

Upaya-upaya tersebut juga disertai dengan pembangunan infrastruktur penunjang jejaring dan akses teknologinya. Hingga Tahun 2012, jumlah pengguna TIK di Indonesia meningkat tajam, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Kemenkominfo (2010), program desa informasi dan desa berdering hingga Januari 2010 telah mencapai lebih dari 25 ribu desa termasuk di dalamnya 100 desa pintar yang dilengkapi dengan jaringan internet. Kerja sama antar kementerian atau bagian di dalam satu perkantoran merupakan pekerjaan besar yang harus dilalui untuk menerapkan penggunaan teknologi informasi secara nasional. Pada Tahun 2010 melalui Kemenkominfo sudah dirintis penggunaan open source software yang mendominasi Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) yang diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai basis pengguna open source terbesar di dunia. PLIK menargetkan di 5,748 titik kecamatan pada akhir 2010. PLIK melibatkan internet berkecepatan pita lebar (broadband) 256 kilobite per second (kbps), lima komputer dan didominasi oleh penggunaan software sumber terbuka (open source software/OSS) yang secara alamiah melibatkan kerja sama dengan usaha kecil menengah seperti penyedia jasa internet termasuk warung Internet (Yunianto 2010).

Keuntungan yang potensial dari informasi yang didapat dari jaringan terkoneksi internet adalah ketersediaan yang secara terus menerus, kekayaan informasi (informasi nyaris tanpa batas), jangkauan wilayah internasional secara instan, pendekatan yang berorientasi kepada penerima, bersifat pribadi (individual), dan menghemat biaya, waktu, dan tenaga (Adekoya 2007). Secara riil, pemanfaatan TIK sebagai sarana akses informasi masyarakat di pedesaan belum ditangani serius, baik oleh institusi formal konvensional (seperti pusat informasi, balai pengkajian teknologi, lembaga penyuluhan) maupun oleh lembaga-lembaga alternatif yang selama ini bergerak di pedesaan (seperti lembaga swadaya, lembaga advokasi dan lembaga penyiaran), padahal kecenderungan ke depan akan mengarah pada sistem sosial, ekonomi-bisnis dan pemerintahan yang berbasis TIK, termasuk dalam pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Leeuwis (2010) menegaskan bahwa teknologi komunikasi dan informasi (TIK), khususnya internet dan jejaring sosial merupakan potensi alternatif bagi pemberdayaan masyarakat pedesaan.

(20)

Salah satu peran kelembagaan petani pedesaan adalah memperbaiki akses petani terhadap informasi. Kenyataannya, peran tersebut saat ini baru sampai pada tahap mediasi proses transfer pengetahuan dari para sumber informasi (petugas pertanian) kepada para petani. Akses langsung peran kelembagaan petani terhadap jaringan terkoneksi internet dalam perolehan informasi belum secara optimal dilakukan. Kelembagaan petani diharapkan dapat berperan dalam mengelola informasi, memediasi informasi, mengedukasi insan informasi bagi seluruh anggota petani. Posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social interplay dalam suatu komunitas. Setiap keputusan yang diambil oleh individu dipengaruhi oleh lingkungannya. Kondisi demikian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam masyarakat petani merupakan suatu tindakan berbasis kondisi komunitas (community-based action) yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu celah masuk (entry-point) upaya diseminasi teknologi. Proses diseminasi teknologi berjalan lebih mulus bila disertai dengan pemahaman dan pemanfaatan potensi elemen-elemen kelembagaan dan status petani dalam proses alih teknologi atau diseminasi inovasi (Suradisastra 2008).

Penyebaran inovasi melalui perantaraan kelembagaan petani merupakan aktivitas penting dalam mendorong terjadinya kapabilitas petani mengelola inovasi.

Perkembangan teknologi informasi melalui jaringan terkoneksi internet

(internetworking) yang terjadi makin cepat mengisyaratkan bahwa proses inovasi pun terjadi makin cepat pula. Artinya, apabila kita tidak memiliki kemampuan dalam proses inovasi ini, maka sudah jelas akibatnya, yaitu kita tertinggal. Informasi terbarukan (up date) yang berkembang di dunia luar dapat dengan cepat diakses dan dimanfaatkan oleh petani tanpa batas ruang dan waktu. Singkatnya, melalui pemanfaatan TIK sebagai sarana akses informasi yang berupa inovasi, petani mempunyai kapabilitas dalam mengelola inovasi. Petani dapat menyerap, menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal „baru‟ yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya. Peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi dapat terwujud apabila didukung oleh: (1) karakteristik petani atau sumberdaya manusia yang baik; (2) mendapatkan kualitas informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani; (3) kelembagaan petani yang dinamis sejalan dengan aspirasi anggota dan perkembangan lingkungan; (4) mendapat dukungan dari lingkungan eksternal; dan (5) mempunyai strategi yang tepat penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi.

Perumusan Masalah

Era globalisasi ekonomi seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan dalam menghadapi sistem perdagangan bebas anatara negara-negara asean (Masyarakat Ekonomi Asean/MEA Tahun 2015), sebagian pasar domestik Indonesia saat ini telah diisi oleh produk hortikultura impor dengan kualitas, cara pengepakan, diversifikasi produk, dan penampilan yang lebih baik serta harga yang bersaing dengan produk domestik. Terbukanya arus informasi mendorong pada semakin berkembangnya desakan produk impor dan peningkatan ragam selera konsumen, baik domestik maupun global. Pada produk hortikultura termasuk di dalamnya komoditas sayuran, perkembangan teknologi jenis sayuran dengan bibit/benih yang didatangkan dari luar negeri semakin membuat petani sayuran dalam negeri bersaing memenuhi selera konsumen. Berbeda dengan petani yang mengelola komoditas padi dan palawija yang cenderung masih bersifat pasif, petani sayuran cenderung bersifat proaktif, kreatif dan inovatif. Hal ini di antaranya disebabkan oleh tuntutan pasar dan pemenuhan selera konsumen.

(21)

menghasilkan daya inovasi dan daya adaptasi yang tinggi terhadap segala bentuk perubahan. Seiring dengan kemajuan di bidang TIK, proses perubahan ini terjadi secara berkesinambungan dan dalam tempo yang makin cepat. Dengan demikian kemampuan adaptasi dan inovasi individu harus berkembang lebih cepat. Dalam proses tersebut terjadi proses seleksi. Individu atau masyarakat yang berhasil melalui proses seleksi itu adalah individu yang dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan melalui "learning process".

Perubahan lingkungan yang begitu cepat saat ini terjadi melalui perkembangan TIK utamanya adalah internet. Beberapa pemanfaatan teknologi informasi internet dalam berbagai bidang kita kenal e-government (bidang pemerintahan), e-bussiness, e-commerce, e-banking (bidang bisnis perusahaan) dan e-learning (bidang pendidikan) serta OER (Open Educational Resources) yang diterbitkan UNESCO Tahun 2011. Dalam bidang pertanian, Maureen (2009) menyatakan bahwa internet dapat dimanfaatkan dalam memperbaiki aksesibilitas petani terhadap informasi pasar, input produksi, tren konsumen, yang secara positif berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi. Informasi pemasaran, praktek pengelolaan ternak dan tanaman yang baru, teknologi pengendalian penyakit dan hama tanaman/ternak, informasi peluang pasar dan harga pasar input maupun output pertanian merupakan sumber bagi petani untuk mengelola inovasi. Hasil penelitian Saravanan (2008) di India menunjukkan bahwa TIK diperlukan untuk menyiapkan kebutuhan informasi baru bagi para petani dan menyampaikan pesan dan teknologi tertentu dan juga untuk mengembangkan modul pelatihan. Teknologi informasi dapat membantu dalam mengumpulkan, menyimpan, mengambil, mengolah dan menyebarkan informasi yang diperlukan oleh petani (Vivek 2011).

Informasi-informasi pertanian yang diperoleh melalui media internet tersebut dikenal dengan cyber extension. Cyber extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan informasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif dengan mengimplementasikan teknologi informasi dalam sistem penyuluhan pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan petani melalui penyiapan informasi pertanian yang tepat waktu dan relevan kepada petani dalam mendukung proses

pengambilan keputusan berusahatani untuk meningkatkan produktivitasnya

(Mulyandari 2011). Meskipun cyber extension memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung kapasitas inovasi petani, namun sampai saat ini petani di Indonesia, masih belum seluruhnya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sumber informasi. Kecenderungannya, fakta dilapangan menunjukkan bahwa aksesibilitas dan literasi masyarakat terhadap pemanfaatan TIK sebagai sarana akses informasi masih bias lokasi, bias kelas dan bias generasi. Akibatnya, terjadi ketimpangan pemanfaatan TIK antara kelas atau kelompok masyarakat dominan dengan minoritas elit, termasuk di pedesaan. Implikasinya, keadilan informasi atau keadilan distributif tidak terbangun, sehingga kembali terjadi dominasi penguasaan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi oleh kelompok minoritas (elit desa baru). Artinya, masih banyak petani sayuran yang kurang informasi tidak dapat memanfaatkan peluang tersebut.

(22)

dimanfaatkannya secara optimal teknologi informasi dan komunikasi secara bijaksana untuk pengelolaan dan akses inovasi pertanian karena keterbatasan infrastruktur, kapasitas sumberdaya manusia, dan manajerial; dan (4) lemahnya budaya berbagi informasi (Sumardjo et al. 2009).

Menyikapi ragam persoalan tersebut dan dinamika pembangunan yang begitu kompleks dan cepat berubah, maka menjadi keharusan bagi generasi pembangunan untuk menghadirkan kelembagaan penyuluhan yang benar-benar adaptif, akomodatif, prediktif dan antisipatif. Kelembagaan penyuluhan yang memungkinkan semua pihak (user), terutama kaum lemah tidak berdaya, akses terhadap ragam pelayanan, ragam pilihan, ragam manfaat, ragam pendekatan, ragam teknologi, ragam informasi dan sebagainya. Undang-undang No. 19 Tahun 2013 menyebutkan bahwa pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan petani, salah satunya adalah kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan kelembagaan petani. Kelembagaan petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani. Kelembagaan petani seperti tertuang dalam UU No. 19 Tahun 2013 terdiri dari kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi komoditas pertanian dan dewan komoditas pertanian nasional.

Kegiatan penyuluhan di Indonesia tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, tetapi pihak swasta dan masyarakat swadayapun ikut serta dalam kegiatan penyuluhan (UU No. 16 Tahun 2006). Selain itu, keterbatasan penyuluh dalam kelembagaan penyuluhan formal (pemerintah) menjadikan tuntutan bagi penyuluh swadaya yang terhimpun dalam kelembagaan petani untuk ikut berperanserta dalam proses penyebaran informasi dan pengetahuan sekaligus bimbingan inovasi terhadap petani. Data Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 belum menunjukkan kondisi ideal (satu penyuluh per desa) bila dibandingkan antara jumlah desa sebanyak 5,879 dan jumlah tenaga penyuluh sebanyak 3,948 orang penyuluh termasuk di dalamnya penyuluh THL-TBPP sebanyak 1,748 orang. Sementara peluang kelembagaan petani sebagai media sumber informasi berbasis teknologi informasi ditunjukan dengan banyaknya kelompok tani sebanyak 30,729 dan Gapoktan sebanyak 4,950.

Mulyandari (2011) menegaskan bahwa peluang dan potensi kelembagaan lokal (petani) dalam pemanfaatan sistem informasi berbasis TIK perlu diteliti lebih lanjut, hal ini merujuk pada hasil penelitiannya yang mengungkap adanya beberapa kelemahan pengguna TIK oleh petani, yakni: (1) terbatasnya kemampuan kapasitas sumberdaya manusia; (2) rendahnya kultur berbagi (sharring) informasi dan pengetahuan serta rendahnya kesadaran untuk selalu mendokumentasikan data/informasi/kegiatan yang dimiliki atau dapat diakses); dan (3) content atau isi yang terkait dengan kredibilitas isi dan sumbernya. Sumardjo et al. (2010) menyebutkan bahwa melalui kegiatan pelatihan dan sosialisasi pemanfaatan TIK kepada petani telah berhasil meningkatkan tingkat aksesibilitas petani terhadap sistem informasi berbasis TIK sekurang-kurangnya 20 persen untuk mendukung peningkatan usahatani dan sekurang-kurangnya 10 persen keberdayaan petani dalam pengambilan keputusan usahatani.

(23)

persaingan global. Pertanyaannya kemudian adalah: (1) apakah keberadaan kelembagaan petani mampu berperan sebagai media berbagi informasi; (2) mampukah kelembagaan petani memotivasi anggota dalam mengambil, mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menyebarkan informasi; (3) mampukah kelembagaan petani berperan sebagai lembaga sistem penyuluhan yang mampu mengurangi senjang informasi atas dominasi informasi kaum elite; dan (4) strategi yang dilakukan kelembagaan petani dalam peningkatan kapabilitas petani. Berdasarkan uraian di atas, maka penguatan peran kelembagaan petani sebagai media peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi, sangat bergantung pada keberadaan anggota dengan kemampuan akses informasi, kualitas informasi, dinamika kelembagaan dan dukungan kelembagaan eksternal.

Penyuluhan berbasis internet (Cyber Extension) melalui peran kelembagaan petani sebagai media peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi merupakan fokus penelitian yang dilakukan, dengan menekankan aspek penting dari sinergi aplikasi teknologi informasi (telepon genggam dan komputer dengan jaringan internet) oleh kelembagaan petani (kelompok tani)) untuk mendukung proses peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi. Melalui jaringan terkoneksi internet, kelembagaan petani dihadapkan pada beragam pilihan informasi dari sumber informasi global yang dapat diakses langsung sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses inovasi dalam berusahatani bagi para anggotanya.

Berdasarkan uraian latar belakang dan pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan utama penelitian adalah “bagaimana strategi penguatan peran kelembagaan petani dalam mendukung peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi?”. Berdasarkan rumusan permasalahan utama tersebut, kemudian disusun rumusan permasalahan yang bersifat khusus sebagai berikut:

1. Sejauhmana peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kelembagaan petani dalam proses peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi? 3. Bagaimana strategi penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan

kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan pada uraian sebelumnya, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelembagaan petani dalam proses peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi. 3. Merumuskan strategi penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan

kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi.

Penelitian penguatan peran kelembagaan petani dalam peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi diharapkan dapat memberikan dampak pada meningkatnya akses pengguna akhir (petani) terhadap informasi pertanian berbasis TIK dalam mendukung peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi.

Kegunaan Hasil Penelitian

(24)

mempengaruhi proses peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis TIK dapat dirumuskan strategi yang tepat dalam peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis TIK melalui penguatan peran kelembagaan petani. Secara akademik diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman peran kelembagaan petani yang mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi sebagai sumber informasi dalam meningkatkan kapabilitas petani mengelola inovasi.

Hasil penelitian ini juga diharapkan berguna untuk memberikan dasar pertimbangan dalam merumuskan suatu arah pembinaan atau pengembangan sumberdaya manusia petani melalui peran kelembagaan petani di pedesaan dalam mewujudkan petani yang inovatif. Di samping itu, juga memberikan rumusan strategi penyuluhan melalui penguatan peran kelembagaan petani yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan oleh pemerintah dalam sistem penyuluhan berbasis cyber di era TIK sekarang dan kedepan. Dari segi pengembangan ilmu, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam upaya pengembangan konsep atau teori belajar mandiri bagi pengembangan kualitas sumberdaya manusia (petani) dalam pembangunan pertanian pedesaan.

Kebaruan (Novelty)

Latar belakang penelitian adalah terkait isu berkembangnya penyuluhan melalui jaringan terkoneksi internet (cyber extension) sebagai salah satu perspektif baru penyuluhan di era teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan isu daya saing organisasi/lembaga di era globalisasi teknologi informasi melalui penerapan knowledge management pada kelembagaan petani. Penelitian terkait isu daya saing melalui pendekatan knowledge management selama ini umumnya dilakukan pada bidang ekonomi, bisnis dan industri. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada aspek penelitian yang dipilih yaitu kapabilitas individu petani dalam mengelola inovasi terkait dengan penerapan konsep knowledge management oleh kelembagaan petani di pedesaan.

Beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini antara lain Hilmi et al. (2009) yang meneliti hubungan knowledge sharing behavior dan individual innovation capability di dua perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi; Penelitian Lin (2007) yang menekankan pentingnya peranan knowledge sharing dalam meningkatkan

innovation capability; penelitian Luciana et al. (2008) yang meneliti hubungan antara

knowledge sharing capability, absorptive capacity dan mekanisme formal: studi kasus industri teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia; penelitian Kristanti dan Pamela (2011) Penerapan Knowledge Management Berbasis Website CMS pada Divisi Produksi CV. Indotai Pratama Jaya; penelitian Setiarso (2005) tentang Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge-Management) dan Modal Intelektual (Intellectual Capital) untuk pemberdayaan UKM; penelitian Estriyanto dan Taupik (2008) tentang

Implementasi Knowledge Management pada APTEKINDO, Pembentukan Sharing

Culture antar Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Indonesia; penelitian Sukmawati

et al. (2010) tentang Pengaruh Dimensi Organisasi, Kepemimpinan, Motivasi terhadap

Transfer of Knowledge dan Daya Saing Organisasi (Studi pada Bank Niaga Makasar); penelitian Heru Wijayanto Aripradono tentang Pemanfaatan Pengembangan Sistem Informasi Berbasis Manajemen Pengetahuan Untuk Membentuk Sharing Culture Di STIE IEU Surabaya; penelitian Habibie (2010) tentang Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Knowledge Sharing Karyawan pada Departemen Support and Engineering Services Pt. Inco Tbk.

(25)

kelembagaan petani sebagai media komunikasi bagi peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi ini dilakukan dengan harapan menghasilkan kebaruan (novelty) sebagai berikut:

1. Mengangkat isu penerapan konsep knowledge management berbasis teknologi informasi oleh kelembagaan petani di pedesaan.

2. Merumuskan strategi penguatan peran kelembagaan petani dalam peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi berbasis teknologi informasi.

Tabel 1 Posisi model penelitian

No. Penelitian Aspek yang Dikaji Luaran

a b c d

1. Hilmi et al. (2009) √ √ √ Kapabilitas inovasi karyawan 2. Lin (2007) √ √ √ Kapabilitas inovasi karyawan 3. Luciana et al. (2008) √ √ Karyawan perusahaan 4. Kristanti (2011) √ Organisasi CV indotai

5. Setiarso (2005) √ √ √ Karyawan UKM

6. Estriyanto (2008) √ √ √ PT Aptekindo

7. Sukmawati (2010) √ √ Daya saing organisasi Bank 8. Heru Wijayanto √ √ Sistem informasi di STIE

9. Habibie (2010) √ √ Kinerja karyawan

10. Penelitian yang dilakukan

√ √ √ Peningkatan kapabilitas petani mengelola inovasi melalui kelembagaan petani

Keterangan: (a) Knowledge management; (b) knowledge sharing;

(c) Kapabilitas inovasi individu; (d) bidang ekonomi/bisnis/industri perusahaan

Melalui penelitian ini terungkap potensi yang sebenarnya dimiliki kelembagaan petani dalam pengelolaan informasi, pengetahuan dan teknologi yang bersumber dari jaringan terkoneksi internet. Pengungkapan potensi ini dapat menjadi pedoman arahan meningkatkan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kapabilitas petani yang lebih inovatif dan kompetitif melalui perubahan peran dinamika kelembagaan petani. Peran kelembagaan petani dinilai strategis karena jumlahnya yang cukup banyak, merupakan wadah langsung petani sehingga mengetahui dengan tepat informasi apa yang yang dibutuhkan berikut dengan metode/cara penyampaian yang sesuai dengan kondisi di lapangan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Cyber Extension: Perspektif Baru Penyuluhan Pertanian

(26)

yang lebih kreatif dan inovatif. Paradigma penyuluhan juga berkembang ke arah pemberdayaan (empowerment) dan praktik ramah lingkungan (eco-practices), sehingga tidak lagi anthropocentries dimana lingkungan hanya dijadikan objek eksploitasi dan eksperimen untuk kepentingan manusia (Reijntjes et al. 1992; Capra 2002).

Dinamika paradigma tersebut menegaskan bahwa penyuluhan merupakan proses dinamis dan berkelanjutan, yang tidak sekedar dalam tataran praktisnya, tetapi juga dalam konsep, materi, metode, teknik, sarana dan lembaga pendukungnya. Secara konseptual, perkembangan penyuluhan juga tidak terlepas dari pengaruh globalisasi, pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, perkembangan gelombang ekonomi, implikasi krisis multi dimensi, diasfora ekses-ekses perubahan lingkungan (global warming, climate change), perubahan peta ekonomi-politik regional-internasional dan dinamika paradigma pembangunan yang diarusutamakan di dunia. Ditegaskan oleh Arne Naess, Fritjof Capra (2002) dan Friedman, selain pergeseran paradigma pembangunan yang menjauh dari antroposentris menuju paradigma sistem, faktor perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang telah mendatarkan dunia (the world is flat) juga memiliki pengaruh sangat besar terhadap pendekatan penyuluhan (pendidikan non formal) dan pendidikan secara umum. Pendidikan bergeser dari ruang formal, ke ruang privat dan komunitas, sebut saja home schooling,

tele atau cyber-schooling dan komunitas-komunitas pendidikan kreatif.

Penyuluhan, baik sebagai sebuah konsep maupun pendekatan pembangunan, telah mengalami banyak transformasi, baik karena faktor perubahan kebijakan, tuntutan perubahan kebutuhan maupun perkembangan ilmu pengetahuan. Transformasi penyuluhan juga terjadi akibat perkembangan teknologi, salah satunya adalah cyber extension (Sumardjo et al. 2010). Selain itu dikenal juga istilah pemberdayaan berbasis teknologi komunikasi dan informasi (techno-empowerment). Menurut Khan dan Rahman (2007) teknologi bukan saja merupakan produk budaya kreatif ( techno-creative) tetapi juga senjata pemberdayaan masyarakat (the weapons of mass empowerment). Teknologi yang dimaksud adalah teknologi kini, yang oleh Habermas (2002) disebut teknologi konvergensi, teknologi yang memusat, teknologi dalam genggaman. Wujud konkritnya adalah pemanfaatan hybrid media, konvergensi media dan sosial media (social networking).

Salah satu wujud pemanfaatan TIK sebagai sarana akses informasi dalam bidang penyuluhan pertanian adalah Cyber Extension. Cyber Extension merupakan eksistensi pembangunan pertanian melalui penyebaran informasi dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi “cyber space”. Cyber space adalah dunia dibalik jaringan komputer melalui sarana telekomunikasi, seperti berbagi jaringan informasi, jejaring sosial, komunikasi komputer dan multimedia interaktif. Saravanan (2008) menyebutkan bahwa petani di India sebagian besar lebih suka internet selain radio dan televisi dalam mendapatkan informasi pertanian.

Istilah lain media transfer teknologi dalam dunia Cyber bidang pertanian adalah

e-Agriculture atau e-Agribusiness sering diambilkan dari definisi e (electronic) dalam konsep Information and Communication Technology (TIK), yaitu kegiatan pertanian dan/atau agribisnis yang memanfaatkan keunggulan TIK seperti komputer, internet, piranti lunak (softwares) dan piranti keras (hardwares), radio, televisi dan perangkat IT lainnya, serta orang yang mengoperasikan TIK tersebut. Cyber extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber extension ini memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan (Wijekoon et al. 2009).

(27)

agricultural extension) sudah mulai diterapkan di banyak negara sebagai suatu mekanisme terkini penyaluran informasi untuk mencukupi keterbatasan petani di pedesaan terhadap informasi yang dibutuhkannya. Sebagai sebuah media, cyber extension memberikan dukungan pada keseluruhan pemberian informasi termasuk produksi, manajemen, pemasaran, dan kegiatan pembangunan pedesaan lainnya.

Tabel 2 Perkembangan kajian cyber extension di Indonesia

Tahun Konsep Peneliti

1996-1998 Konsep Kafetaria Penyuluhan Slamet 2000 Konsep Keterpaduan Sistem Sumardjo dkk

2007 Konsep CE Sumardjo

2009 Kajian CE Biro Perencanaan Deptan

2010 Buku CE Sumardjo, Mulyandari

2011 Kajian CE Sumardjo

2012 Kajian CE Retno SH Mulyandari

Cyber extension merupakan penyebaran informasi pertanian melalui jaringan terkoneksi internet yang ditujukan untuk menyediakan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan pelaku usaha. Pengembangan cyber extension secara umum bertujuan untuk mengembangkan informasi pertanian berbasis web yang terpadu, terintegrasi, tepat guna dan bermanfaat bagi pelaku pertanian, kelembagaan penyuluhan serta para pelaku agribisnis ataupun para pihak lainya. Cyber extension dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan para penyuluh, pelaku utama, pelaku usaha dan masyarakat pertanian sesuai kebutuhan spesifik lokasi sehingga mempercepat peningkatan penyediaan materi penyuluhan pertanian bagi penyuluh dan pelaku usaha. Berkembangnya cyber extension juga dapat mempercepat arus informasi pertanian dari pusat sampai ke daerah dan dapat meningkatkan akses petani dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

Beberapa kebutuhan informasi utama petani yang paling penting bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian terkait pemanfaatan TI adalah informasi pasar, informasi mengenai teknik dan teknologi terbaru, informasi mengenai program pembangunan pedesaan serta subsidi, tentang prakiraan cuaca, paket pelatihan terakhir (terbaru), berita pertanian umum, informasi asuransi/mengenai proses klaim asuransi, harga masuk dan ketersediaan produk pertanian , peringatan dini penanggulangan penyakit dan hama, pengujian tanah dan informasi contoh tanah (Vivek 2011). Kini saatnya penyuluhan juga memanfaatkan segala kemudahan ini, perspektif baru penyuluhan melalui jaringan teknologi informasi (cyber extension) harus sudah kita bangun dan kita kembangkan semaksimal mungkin.

(28)

memilih informasi sesuai kebutuhan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para petani.

Pola-pola komunikasi yang dikembangkan pada pendekatan perspektif baru penyuluhan bersifat setara, egaliter, dan konvergen dengan adanya pemahaman masing-masing tanpa ada unsur pemaksaan. Fenomena informasi online saat ini mendorong khalayak pengakses media tinggal meng-klik informasi yang diinginkan di komputer atau media lainnya yang sudah dilengkapi dengan aplikasi internet untuk mengetahui informasi yang dikehendaki dan sejenak kemudian informasi itupun muncul. Aplikasi teknologi komunikasi terbukti mampu mem-by pass jalur transportasi pengiriman informasi media kepada khalayaknya. Di India, contohnya pertukaran informasi dengan pemanfaatan peralatan elektronis telah merevitalisasi peranan dari layanan penyuluhan dalam penyiapan informasi, pendidikan, dan membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk produsen pertanian (Alemna and Sam 2006). Intinya, pemanfaatan teknologi informasi dapat mempercepat perolehan informasi sesuai keinginan, waktu dan tempat petani. Partisipasi aktif dan penguasaan teknologi informasi dari anggota kelompok tani dalam akses informasi melalui pemanfaatan TIK sangat dipentingkan yang nantinya memberikan efek pada penguatan kelembagaan petani sebagai sumber informasi anggotanya.

Konsep Kapabilitas Petani Mengelola Inovasi

Penelitian tentang perubahan prilaku manusia sebagaimana yang banyak dilakukan dalam penelitian penyuluhan, tidak jarang terdapat kerancuan pemahaman tentang beberapa konsep yang terkait dengan perilaku subjek penelitian, seperti kemampuan, kapasitas, kompetensi, dan kapabilitas. Oleh karena itu, sebelum membahas konsep utama tentang kapabilitas petani mengelola inovasi, berikut dijelaskan tentang ketiga konsep tersebut, sehingga dapat diperoleh pemahaman tentang perbedaan yang mendasar antara keempat konsep tersebut.

Kapasitas

Setiap individu secara alamiah memiliki kapasitas yang melekat pada dirinya (Damanik 2014). Artinya, setiap manusia sejak lahir telah diberi kapasitas oleh sang pencipta. Kapasitas yang dimiliki seorang anak, berbeda dengan kapasitas yang dimiliki oleh individu dewasa, berkembang sesuai dengan perkembangan dirinya sebagai manusia yang meliputi perkembangan biologi, psikologi, dan tingkah laku. Konsep kapasitas pada awalnya mengacu pada konteks obyek fisik yang berarti menunjukkan suatu size atau ukuran suatu daya dukung obyek. Sebagai contoh kapasitas mesin produksi dengan ukuran tertentu menunjukkan kemampuannya dalam memproduksi pada batasan tertentu sesuai dengan ukurannya. Contoh lain, kita mengenal komputer memiliki memori (media penyimpan data) seperti hard disk, diskette, CD ROM, pita magnetic (tape).

Selanjutnya, konsep kapasitas ini diintroduksi untuk konsep kapasitas pada obyek orang, baik sebagai individu, kelompok, organisasi, maupun masyarakat (Fathciya 2010). Konsep kapasitas mengacu pada tiga makna, yaitu sebagai: (a) ABILITY, power, strength, facility, gift, intelligence, efficiency, genius, faculty, capability,forte, readiness, aptitude, aptness, competence or competency; (b) SIZE, room, range, space, volume, extent, dimensions, scope, magnitude, compass, amplitude; dan (c)

FUNCTION, position, role, post, appointment, province, sphere, service,office

(29)

bahwa kapasitas mengarah pada konteks kinerja (performance), kemampuan (ability), kapabilitas (capability) dan potensi kualitatif suatu objek atau orang. Milen (2001) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan secara tepat fungsi-fungsinya secara efektif, efesien, dan berkelanjutan. Govnet dalam Morgan 2008 menyatakan bahwa kapasitas sebagai “the ability of people, organization, and society as a whole to manage their affairs succesfully” atau

dengan kata lain kapasitas sebagai kemampuan orang-orang, organisasi, dan masyarakat dalam mengelola segala urusannya secara sukses.

Kita sering mendengar istilah pengembangan kapasitas, pembangunan kapasitas, peningkatan kapasitas, penguatan kapasitas baik dalam kontek organisasi ataupun individu. Jika merujuk pada konsep awal tentang kapasitas, pertanyaannya adalah apakah kapasitas dapat ditingkatkan atau kapasitas bisa diperbesar/dikembangkan?. Pernyataan tersebut tidaklah seluruhnya salah, bergantung pada kontek dan tujuannya. Jika mengacu pada kontek size dengan tujuan menambah kapasitas, maka pernyataan yang tepat adalah pembangunan kapasitas atau pengembangan kapasitas. Tetapi bila tujuan yang hendak dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan atau keahlian, maka pernyataan yang tepat adalah penguatan kapasitas atau peningkatan kapasitas. Dengan demikian, pembangunan kapasitas atau pengembangan kapasitas berarti menambah RAM (istilah bidang komputer) pada diri seseorang atau organisasi dari sebelumnya kecil menjadi besar dengan kata lain menambah kemampuan yang tadinya tidak ada menjadi ada pada diri individu atau organisasi. Hal ini sejalan dengan konsep UNDP (1998) yang mendefinisikan pengembangan kapasitas (capacity building) atau pembangunan kapasitas (capacity development) sebagai mengembangkan tingkatan kapasitas manusia dan lembaga. Sedangkan penguatan kapasitas atau peningkatan kapasitas artinya menguatkan kemampuan individu atau organisasi yang telah ada untuk menjadikannya lebih baik/sempurna/kompeten.

Kapasitas pada diri seseorang berkembang sesuai dengan perkembangan dirinya sebagai manusia yang meliputi perkembangan biologi, psikologi, dan tingkah laku. Teori maturity model yang dikemukakan oleh Gessel dalam Salkind (2009) menyatakan bahwa kematangan manusia melalui tahapan secara biologis dan mengikuti sejarah evolusi suatu spesies. Tingkatan kemajuan pertumbuhan anak manusia melalui urutan dan bersifat individualistik yang ditentukan genotip dari anak itu sendiri, dengan demikian tingkat pertumbuhan tidak dapat dirubah secara mendasar. Penganut teori ini mempercayai, kemampuan seseorang hanya dapat dicapai pada tahap-tahap tertentu sesuai sebatas pada kemampuan biologis yang diperoleh secara genetis. Artinya, pembangunan kapasitas atau pengembangan kapasitas haruslah disesuaikan dengan perkembangan yang ada pada diri individu sebagai manusia.

Kapasitas yang ditunjukkan dalam suatu performa mengacu pada adanya tiga ranah yang mendasarinya, yaitu ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan atau tindakan (konatif). Artinya, dalam kontek size, kapasitas pada diri manusia merupakan direktori yang mempunyai bagian-bagian (sub directory) terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan; pada kontek ability, kapasitas merupakan kumpulan kemampuan kolektif pengetahuan, keterampilan dan sikap; pada konteks function merupakan representasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Menurut Kenneth dan Stanley dalam McKenzie (1991), pengetahuan

Gambar

Tabel 2  Perkembangan kajian cyber extension di Indonesia
Tabel 3  Perbedaan dimensi kapasitas, kompetensi, dan kapabilitas
Gambar 1  Peningkatan kapabilitas inovasi dan teknologikal dengan model 3D
Gambar 2  Siklus berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dalam perspektif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan daya jangkau jaringan teknologi komunikasi

Tujuan penelitian ini untuk melihat inovasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Universitas Prof. Hazairin, SH Bengkulu berbasis teknologi informasi

Izzatul Munawwaroh, 2023: Peran Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada Pelaksanaan Pembelajaran Yang Berbasis Teknologi Informasi Di Madrasah Aliyah

Sedangkan faktor dominan berbasis pemetaan pengguna yang berkorelasi signifikan dengan metode komunikasi pendiseminasian inovasi teknologi budidaya padi adalah (1) status petani,

Hal ini kelompok ternak lembah meru sedang pada tahap menilai teknologi.berdasarkan hasil analisis korelasi antara peran kelembagaan dengan tingat adopsi teknologi peternak

Utama nya tentang hubungan antara kelembagaan dengan dinamika beberapa indikator pendapatan berdasarkan persepsi petani pengurus P3A (Kelompok Petani Pemakai Air) di

Dalam hal ini diperlukan perumusan yang dapat menjawab bagaimana supaya semua petani mampu mengadopsi inovasi teknologi dalam budidaya padi serta melihat peran penyuluh dalam

TUGAS AKHIR SISTEM INFORMASI MONITORING PROGRAM INOVASI LOKAL BERBASIS WEB DI DIREKTORAT INOVASI, KERJA SAMA DAN KEALUMNIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Diajukan