• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Bullying di Tempat Kerja Terhadap Intensi Turnover Pada Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Bullying di Tempat Kerja Terhadap Intensi Turnover Pada Karyawan"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

SANTRI PERMANA TARIGAN

101301012

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)
(3)

bahwa skripsi saya yang berjudul :

Peranan Bullying di Tempat KerjaTerhadap Intensi Turnover Pada Karyawan

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggu manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2015

(4)

ABSTRAK

Perilaku bullying merupakan perilaku berulang yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain yang bertujuan untuk mempermalukan, menyinggung, dan mengintimidasi. Salah satu dampak dari perilaku bullying adalah adanya keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan. Penelitian ini melibatkan 67 orang karyawan yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala intensi turnover dan skala bullying di tempat kerja. Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan regresi nonlinier menunjukkan bullying di tempat kerja memiliki peranan positif terhadap intensi turnover pada karyawan (r = 0.336, R square = 0.113, p = 0.022).

(5)

ABSTRACT

Bullying behavior is repeated behavior that is performed by a person or group of persons to another person or another group which aims to humiliate, offensive, and intimidate. One of the effects of bullying behavior is turnover intention. This study aims to know the role of workplace bullying toward employees turnover intention. This study involved 67 employees were selected through purposive sampling technique. Measuring tool used turnover intention scale and workplace bullying scale. Data was analyzed by using nonlinear regression showed that workplace bullying contribute to employees turnover intention (r = 0.336, R square = 0.113, p = 0.022).

(6)

ini untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul : Peranan Bullying di Tempat Kerja Terhadap Intensi Turnover Pada Karyawan.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada mama tercinta yang senantiasa membimbing, memberi dukungan dan selalu mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada adik-adikku, peneliti mengucapkan terima kasih atas segala perhatian dan dukungan kalian.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(7)

4. Seluruh staf pengajar Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan semoga ilmu yang diberikan dapat penulis manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Serta seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi penulis mengucapkan terima kasih.

5. Para karyawan yang telah bersedia membantu penulis untuk mengisi skala penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

6. Terima kasih yang spesial kepada Bernard Agustinus Purba S.Sos yang telah membantu penulis, menyemangati penulis, serta memberikan dukungan kepada penulis baik moral maupun materil.

(8)

segera bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan maupun isinya. Oleh karena itu, penulis bersedia menerima kritikan dan saran guna menyempurnakan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 6 Agustus 2015

Penulis,

(9)

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Intensi Turnover ... 12

1. Intensi ... 12

a. Pengertian Intensi ... 12

b. Faktor Penentu Intensi ... 14

(10)

d. Indikasi Turnover ... 19

3. Intensi Turnover ... 20

a. Pengertian Intensi Turnover ... 20

b. Aspek-aspek Intensi Turnover ... 22

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Turnover ... 23

B. Bullying di Tempat Kerja ... 30

1. Definisi Bullying di Tempat Kerja ... 30

2. Bentuk Perilaku Bullying ... 33

3. Tipe Bullying di Tempat Kerja ... 36

C. Dinamika Peranan Bullying di Tempat Kerja terhadap Intensi Turnover Pada Karyawan ... 37

D. Hipotesis Penelitian ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

1. Intensi Turnover ... 41

2. Bullying di Tempat Kerja ... 41

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 42

(11)

1. Skala Intensi Turnover ... 45

2. Skala Bullying di Tempat Kerja ... 47

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

1. Validitas Alat Ukur ... 48

2. Uji Daya Beda Aitem ... 48

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 49

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 50

a. Skala Intensi Turnover ... 50

b. Skala Bullying di Tempat Kerja ... 51

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 52

1. Tahap Persiapan ... 52

2. Tahap Pelaksanaan ... 53

3. Tahap Pengolahan ... 54

G. Metode Analisis Data ... 54

1. Uji Normalitas ... 54

2. Uji Linearitas ... 54

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 56

(12)

B. Hasil Penelitian ... 58

1. Hasil Uji Asumsi ... 58

a. Uji Normalitas ... 59

b. Uji Linearitas ... 59

2. Hasil Utama Penelitian ... 60

3. Hasil Penelitian Tambahan ... 61

a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Intensi Turnover ... 61

b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Bullying di Tempat Kerja 62 c. Kategorisasi Intensi Turnover ... 63

d. Kategorisasi Bullying di Tempat Kerja ... 64

C. Pembahasan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

1. Saran Metodologis ... 70

2. Saran Praktis ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(13)

Tabel 2. Blue print Skala Bullying di Tempat Kerja ... 47

Tabel 3. Blue print Skala Intensi Turnover Setelah Uji Coba ... 51

Tabel 4. Blue print Skala Bullying di Tempat Kerja Setelah Uji Coba .. 52

Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ... 57

Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 57

Tabel 8. Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan ... 58

Tabel 9. Normalitas Sebaran Variabel Intensi Turnover dan Bullying di Tempat Kerja ... 59

Tabel 10. Hasil Uji Linearitas ... 60

Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Nonlinier ... 61

Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Intensi Turnover ... 62

Tabel 13. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Bullying di Tempat Kerja ... 63

Tabel 14. Norma Kategorisasi Intensi Turnover ... 63

Tabel 15. Kategorisasi Data Intensi Turnover ... 64

(14)
(15)

Lampiran B Reliabilitas Skala Uji Coba Penelitian ... 91

Lampiran C Skala Penelitian ... 102

Lampiran D Hasil Uji Normalitas, Linearitas, dan Analisis Regresi Linear 111

(16)

ABSTRAK

Perilaku bullying merupakan perilaku berulang yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain yang bertujuan untuk mempermalukan, menyinggung, dan mengintimidasi. Salah satu dampak dari perilaku bullying adalah adanya keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan. Penelitian ini melibatkan 67 orang karyawan yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala intensi turnover dan skala bullying di tempat kerja. Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan regresi nonlinier menunjukkan bullying di tempat kerja memiliki peranan positif terhadap intensi turnover pada karyawan (r = 0.336, R square = 0.113, p = 0.022).

(17)

ABSTRACT

Bullying behavior is repeated behavior that is performed by a person or group of persons to another person or another group which aims to humiliate, offensive, and intimidate. One of the effects of bullying behavior is turnover intention. This study aims to know the role of workplace bullying toward employees turnover intention. This study involved 67 employees were selected through purposive sampling technique. Measuring tool used turnover intention scale and workplace bullying scale. Data was analyzed by using nonlinear regression showed that workplace bullying contribute to employees turnover intention (r = 0.336, R square = 0.113, p = 0.022).

(18)

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi pada dasarnya merupakan sekelompok orang yang bekerja sama dalam struktur dan koordinasi tertentu untuk mencapai serangkaian tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan, organisasi dapat menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada di lingkungannya. Sumber daya tersebut adalah manusia, finansial, fisik dan informasi (Griffin, 2002). Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam setiap proses produksi barang dan jasa. Cascio (1998) menegaskan bahwa manusia adalah sumber daya yang sangat penting dalam bidang industri dan organisasi. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia mencakup penyediaan tenaga kerja yang bermutu, mempertahankan kualitas dan mengendalikan biaya ketenagakerjaan.

Turnover (berpindah kerja) karyawan selalu menjadi masalah utama yang dihadapi oleh organisasi tanpa mempertimbangkan lokasi, ukuran, sifat dari bisnis,

dan strategi bisnis (profit atau non-profit oriented). Seperti yang dikatakan oleh

Yin-Fah, Foon, Leong dan Osman (2010) bahwa turnover karyawan merupakan masalah

serius terutama di bidang manajemen sumber daya manusia. Ali (2009) juga

berpendapat bahwa pengeluaran biaya organisasi akan meningkat jika turnover

(19)

Turnover menurut Rokhmah dan Riani (2005) merupakan salah satu pilihan terakhir bagi seorang karyawan apabila dia mendapati kondisi kerjanya sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi perusahaan (kehilangan sejumlah karyawan) pada periode tertentu, berbeda dengan keinginan pindah kerja (turnover intentions) yang mengacu kepada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan sebuah perusahaan yang belum diwujudkan dalam tindakan nyata yaitu meninggalkan perusahaan tersebut (Wijayanti, 2009).

Terjadinya turnover merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh

perusahaan. Menurut McShane dan Glinow (2008), turnover merupakan masalah klasik yang sudah dihadapi semenjak adanya revolusi industri. Penelitian Andini (2006) menyebutkan bahwa kondisi lingkungan kerja, upah atau gaji yang diterima,

serta adanya kesempatan untuk promosi atau jenjang karir di perusahaan akan

mempengaruhi seorang karyawan untuk meninggalkan perusahaan.

(20)

menyebabkan kerugian yang serius, khususnya ketika angka turnover karyawan tinggi.

Keluar atau pindahnya karyawan dari pekerjaan terkadang memang benar-benar diharapkan oleh pihak manajemen atau perusahaan. Seperti yang disampaikan Mathis dan Jackson (2006) mengatakan kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apalagi jika tenaga kerja yang pergi adalah mereka yang kinerjanya rendah. Namun tingkat intensitas turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi, sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibandingkan biaya rekrutmen yang ditanggung perusahaan (Toly, 1999).

Menurut Suwandi dan Indriantoro (1999) dengan tingginya tingkat turnover pada perusahaan akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Selain menimbulkan berbagai potensi biaya, turnover juga dapat menimbulkan komunikasi yang makin buruk dan gangguan kinerja organisasi (Kurniasari, 2005). Karena setiap karyawan yang keluar dari perusahaan akan membawa serta pengalaman, pengetahuan yang telah dikembangkan selama masa kerja (Harris, 2000) dan tingkat efisiensi yang telah dimilikinya (Atmajawati, 2006).

(21)

turnover, tercatat bahwa sektor industri di Amerika Serikat pada dasarnya mengalami

kerugian sebanyak 1.5 jam waktu dari gaji yang mereka keluarkan untuk karyawan.

Jika diperhitungkan seharusnya perusahaan hanya perlu mengeluarkan $40,000 untuk

menggaji karyawannya, namun faktanya perusahaan justru harus mengeluarkan

$60,000 untuk merekrut karyawan baru. Dan setiap tahunnya ada sekitar 16.8%

karyawan yang melakukan turnover (Aamodt, 2007).

Sedangkan untuk kasus di Indonesia, fenomena intensi turnover disadari

benar oleh akademisi maupun praktisi. Widodo (2010) berpendapat bahwa tingkat turnover di Indonesia tinggi. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Managing Consultant PT. Watson Wyatt Indonesia pada tahun 2006-2007 menunjukkan bahwa turnover untuk posisi terpenting di industri perbankan mencapai 6,3%-7,5%. Sedangkan turnover pada industri lainnya berkisar antara 0,1%-0,74%. Di sisi lain menurut hasil survey vibiznews.com pada tahun 2008, tingkat turnover sektor perbankan mencapai 10-11% per tahun, industri migas mencapai 12%, dan sektor manufaktur berkisar 8%.

(22)

resign di seluruh dunia pada tahun 2018 akan mencapai 192 juta. Grafik di bawah ini menunjukkan rasio turnover global dan jumlah tenaga kerja (Hay Group, 2013).

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa semenjak tahun 2010-2012 tingkat turnover semakin tinggi dan diperkirakan pada tahun-tahun berikutnya akan semakin meningkat juga. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin bertambahnya tingkat turnover dari tahun ke tahun.

(23)

bimbingan) dan keadilan terhadap upah, secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan turnover (Huselid, 1995; Vanderberg, Richardson, & Eastman, 1999). Selain itu, faktor-faktor seperti tuntutan pekerjaan dan keleluasaan mengambil keputusan (Beehr, Glaser, Canali, & Wallwey, 2001); ambiguitas peran (Baroudi & Igbaria, 1995); tantangan (Beehr, Glaser, Canali, & Wallwey, 2001); dukungan sosial (Jawahar & Hemmasi, 2006); dan kecocokan antara orang-organisasi (Bretz & Judge, 1994) juga secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan turnover.

Intensi turnover harus disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan (Suartana, 2000). Pekerjaan yang menimbulkan stres merupakan salah satu alasan seseorang untuk beralih pekerjaan. Semakin stress dan semakin rendah kepuasan kerja maka semakin tinggi keinginan seseorang untuk pindah kerja (Shader, dkk., 2001).

(24)

stres kerja utama, dan penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara bullying dan gangguan mental, terutama depresi. Selain itu, beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa adanya bullying di tempat kerja memiliki korelasi terhadap keinginan karyawan untuk pindah kerja (Ocel & Aydin, 2012; Rasool, Arju, Hasan, Rafi, & Kashif, 2013).

Bullying mencakup berbagai perilaku bermusuhan. Perilaku ini mungkin dinyatakan secara terang-terangan atau diam-diam dan mungkin ditargetkan di tempat kerja atau pada karakteristik pribadi korban (Djurkovic, McCormack & Casimir, 2008). Menyembunyikan informasi, memberikan deadline yang mustahil bagi korban, menghilangkan tanggung jawab utama dari korban, mengkritik kinerja korban secara permanen, mengisolasi sosial korban, menyebarkan rumor tentang korban, komentar yang mengganggu, serangan terhadap karakteristik pribadi korban dan ancaman kekerasan fisik adalah contoh dari perilaku bullying (Einarsen, 2000).

Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa perilaku bullying tersebut

merupakan hal sepele atau bahkan “normal” dalam tahap kehidupan manusia atau

dalam kehidupan sehari-hari. Bullying merupakan perilaku tidak “normal”, tidak sehat dan secara sosial tidak bisa diterima. Hal yang sepele pun kalau dilakukan secara berulang kali pada akhirnya dapat menimbulkan dampak serius dan fatal (Rudi, 2010).

(25)

seperti intimidasi, penghinaan publik, serangan nama panggilan, pengucilan sosial, dan kontak fisik yang tidak diinginkan memiliki potensi untuk merusak integritas dan kepercayaan karyawan serta mengurangi efisiensi (Niedl, 1996). Bullying memiliki konsekuensi yang merugikan bagi korban. Banyak peneliti telah melaporkan bahwa menjadi target bullying akan menurunkan harga diri (Mathiesen dan Einarsen, 2007; Vartia, 2003) dan menghasilkan masalah psikologis seperti rasa takut, cemas, tidak berdaya, depresi dan gangguan stres pasca-trauma (Mathiesen dan Einarsen, 2004).

Bullying di tempat kerja juga memiliki efek negatif yang luas terhadap organisasi secara keseluruhan. Telah dilaporkan bahwa korban bullying memperlihatkan perilaku organizational citizenship yang kurang (Constantino, Domingez & Galan, 2006) dan perilaku kerja kontraproduktif yang lebih banyak (Einarsen dkk., 2003). Menjadi korban bullying di tempat kerja juga mengurangi kepuasan dan komitmen terhadap organisasi (Hoel & Cooper, 2000), menurunkan produktivitas (Hoel, Einarsen & Cooper, 2003), meningkatkan absensi (Vartia, 2001), adanya penyakit (Kivimaki, Elovainio, dan Vahtera, 2000), juga kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan dan pada akhirnya turnover (McCormack, Casimir, Djurkovic & Yang, 2009).

(26)

yang lebih tua, sementara 29% mengaku pelaku bully-nya adalah orang yang lebih muda (forum.kompas.com, 2014).

Bullying di tempat kerja bukan hal yang baru, bahkan mengalami peningkatan. Di Amerika, data WBI (Workplace Bullying Institute) menunjukkan bahwa 35% pekerja di perusahaan pernah mengalami bully (data tahun 2010), dan 80% di antaranya adalah wanita. Selain itu, dari hasil studi yang dilangsungkan oleh situs karier CareerBuilder di Amerika Serikat tahun 2012, diperoleh bahwa 35% pekerja merasa ditekan (bullying) di tempat kerja, sementara tahun lalunya hanya 27% saja. Enam belas persen dari para pekerja ini melaporkan bahwa mereka mengalami masalah yang berhubungan dengan kesehatan sebagai akibat dari bullying dan 17% memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan mereka untuk melarikan diri situasi.

Berdasarkan masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan.

B. Rumusan Masalah

(27)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan.

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang Psikologi dan Industri Organisasi, khususnya mengenai peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu organisasi untuk mengetahui sejauh mana peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan. Selain itu, penelitian ini juga memberikan informasi kepada perusahaan mengenai gambaran bullying ditempat kerja dan intensi turnover karyawan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan

(28)

Bab II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Landasan teori yang diuraikan adalah mengenai intensi turnover, bullying di tempat kerja, dan dinamika peranan bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan. Selain itu, bab ini juga mengemukakan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel penelitian, jumlah sampel penelitian, metode pengambilan data, alat ukur yang digunakan terdiri atas skala bullying di tempat kerja dan skala intensi turnover, uji coba alat ukur, prosedur penelitian, serta metode analisa data.

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian, serta pembahasan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Intensi Turnover

1. Intensi

a. Pengertian Intensi

Menurut Chaplin (2004) intensi (intention) adalah satu perjuangan guna mencapai satu tujuan. Azwar (2008) menambahkan bahwa intensi atau niat menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak.

Intensi adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Hal-hal yang diasumsikan dapat menangkap faktor-faktor yang memotivasi dan yang berdampak kuat pada tingkah laku (Fishbein & Ajzen, 1975). Sebuah peristiwa akan menimbulkan respon dari individu dan kemudian akan melibatkan proses internal untuk suatu pencapaian keputusan, tingkah laku tersebut akan dilakukan atau tidak dilakukan (Fishbein & Ajzen, 1975).

(30)

Orang yang dianggap penting oleh subjek tersebut dapat memberikan dukungan bagi subjek untuk menentukan keyakinannya.

Intensi adalah bagian penting teori tindakan beralasan (Theory of reasoned action) dari Fishbein dan Ajzen (1975). Intensi merupakan prediktor sukses dari perilaku karena ia menjembatani sikap dan perilaku. Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku (Fishbein & Ajzen, 1975). Intensi dapat menunjukkan seberapa besar kemauan seseorang untuk berusaha melakukan suatu tingkah laku tertentu.

Mobley (1977) menyatakan bahwa sebelum karyawan memutuskan keluar dari organisasi maka ia akan melewati beberapa proses atau kondisi, yaitu berpikir untuk keluar (thinking of quitting), intensi untuk mencari pekerjaan lain (intention to search for another job), dan intensi untuk berhenti atau bertahan (intention to quit or stay). Berdasarkan pernyataan ini dapat dilihat bahwa sebelum seseorang keluar dari organisasi, ia akan menjalani beberapa proses kognitif yang kemudian mengarahkannya kepada perilaku aktual turnover. Hal inilah yang disebut dengan intensi.

(31)

diperkuat oleh pernyataan Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) yang mencatat bahwa sikap sejalan dengan intensi, dan merupakan prediktor perilaku yang baik di masa akan datang. Dari penjelasan-penjelasan di atas telah jelas bahwa intensi dijadikan sebagai tolak ukur untuk memprediksi perilaku.

b. Faktor Penentu Intensi

Intensi perilaku menururt Fishbein dan Ajzen (1975) dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

1. Keyakinan perilaku, yang merupakan dasar bagi pembentukan norma subyektif. Di dalam sikap terhadap perilaku terdapat dua aspek pokok, yaitu keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu, hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap, maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap obyek tersebut, demikian pula sebaliknya.

(32)

tidak menampilkan perilaku tertentu serta motivasi untuk mematuhi harapan normatif.

3. Kontrol perilaku, yang merupakan dasar bagi pembentukan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Kontrol perilaku yang dipersepsi merupakan persepsi terhadap kekuatan faktor-faktor yang mempermudah atau mempersulit. Persepsi terhadap faktor-faktor yang memudahkan atau menghalau faktor yang menyulitkan penampilan perilaku tertentu.

Intensi seringkali terlihat sebagai komponen konatif dari sikap dan pada umumnya diasumsikan bahwa komponen konatif tersebut berkaitan dengan komponen afektif dari sikap. Konsepsi/pengertian tersebut telah mengacu pada asumsi terhadap keterikatan yang kuat antara sikap dan intensi (Fishbein & Ajzen, 1975).

2. Turnover

a. Pengertian Turnover

(33)

daya manusia mempunyai peranan yang penting dan merupakan satu mata rantai dengan turnover karyawan (Carmeli & Weisberg, 2006).

Arti turnover adalah berhentinya seorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Zeffane, 2003). Kemudian menurut Mobley (2000) turnover adalah penghentian keanggotaan dalam organisasi dengan menerima upah moneter dari organisasi. Selain itu, Mathis dan Jackson (2006) mengatakan bahwa turnover berhubungan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Turnover adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus segera digantikan. Dan hal ini merupakan salah satu kerugian terbesar yang akan dialami perusahaan ketika banyak karyawannya yang meninggalkan perusahaannya, apalagi karyawan yang keluar adalah karyawan yang berpotensi.

Berdasarkan uraian tersebut maka pengertian turnover adalah berhentinya seorang karyawan dari suatu organisasi secara sukarela dan karyawan tersebut menerima upah moneter dari organisasi.

b. Jenis Turnover

Menurut Mathis dan Jackson (2006) turnover dikelompokkan dalam beberapa cara yang berbeda. Setiap klasifikasi berikut dapat digunakan dan tidak terpisah satu sama lain.

1) Turnover secara tidak sukarela

(34)

kebijakan organisasional, peraturan kerja, dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh karyawan.

2) Turnover secara suka rela

Adalah keluarnya karyawan yang dikarenakan keinginan sendiri (turnover intention). Turnover secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karir, gaji, pengawasan, geografi, dan alasan pribadi atau keluarga. Turnover sukarela juga semakin meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran organisasi, yang mana semakin perusahaan besar mempunyai lebih banyak karyawan yang mungkin keluar, semakin perusahaan tersebut bersifat impersonal, begitu pula dengan birokrasi organisasi yang ada dalam perusahaan tersebut.

3) Turnover Fungsional

Keluarnya karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah atau karyawan yang menganggu proses perusahaan.

4) Turonover Disfungsional

Keluarnya karyawan penting, berkompetensi, dan memiliki kinerja yang tinggi. Turnover disfungsional sering kali terjadi pada saat yang kurang tepat.

5) Turnover yang Tidak Dapat Dikendalikan

(35)

atau istri karyawan dipindahkan, atau karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi.

6) Turnover yang Dapat Dikendalikan

Suatu momentum keluarnya karyawan karena faktor-faktor yang dipengaruhi oleh pemberi kerja.

c. Biaya Turnover

Menurut Mathis dan Jackson (2006) salah satu kerugian terbesar dalam terjadinya turnover adalah biaya yang harus dikeluarkan. Model perkiraan biaya turnover ini selalu mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah :

1) Biaya Perekrutan

Meliputi beban perekrutan dan iklan, biaya pencarian, waktu dan gaji pewawancara dan staf SDM, biaya penyerahan karyawan, biaya relokasi dan pemindahan, waktu dan gaji supervisor dan manajerial, biaya pengujian perekrutan, waktu pengecekan referensi, beban medis sebelum pekerjaan, dan sebagainya.

2) Biaya Pelatihan

Meliputi waktu orientasi yang dibayar, waktu dan gaji staf latihan, biaya materi pelatihan, waktu dan gaji para supervisor dan manajer, dan sebagainya. 3) Biaya Produktivitas

(36)

perusahaan, lebih banyak waktu untuk menggunakan sumber dan sistem perusahaan, dan sebagainya.

4) Biaya Pemberhentian

Meliputi waktu dan gaji staf dan supervisor SDM untuk mencegah pemberhentian, waktu wawancara keluar kerja, beban pengangguran, biaya hukum yang dituntut oleh karyawan yang diberhentikan, dan sebagainya.

d. Indikasi Turnover

Menurut Harnoto (2002) turnover ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain absensi yang meningkat, mulai malas kerja, meningkatnya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan terjadinya turnover karyawan dalam sebuah perusahaan.

1) Absensi yang meningkat

Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2) Mulai malas bekerja

(37)

3) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja

Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.

4) Peningkatan protes terhadap atasan

Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya

Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

3. Intensi Turnover

a. Pengertian Intensi Turnover

(38)

belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002) menyatakan bahwa intensi turnover adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan. Banyak alasan yang menyebabkan timbulnya intensi turnover ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) perusahaan. Pendapat ini menunjukkan bahwa intensi turnover merupakan bentuk keinginan karyawan untuk berpindah ke perusahaan lain.

Handoko (2001) menyatakan turnover merupakan tantangan khusus bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar. Di lain pihak, dalam kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru meningkatkan intensi turnover.

(39)

Tingkat keluar masuknya karyawan yang tinggi dapat mengganggu kelangsungan kerja serta kelangsungan proses produksi. Apabila tingkat intensi keluar karyawan mencapai 2% ke atas bisa dikategorikan tinggi, maka memerlukan penanganan yang serius dari perusahaan. Sebab bila dibiarkan terus berlangsung bukan hanya produksi saja yang terkena dampaknya tetapi juga terhadap mental karyawan yang masih bertahan pada perusahaan (Harnoto, 2002). Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa intensi turnover adalah suatu keinginan yang timbul dari diri karyawan untuk segera meninggalkan perusahaan secara sukarela. Keinginan ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti keinginan mendapatkan kompensasi yang lebih, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan sebagainya.

b. Aspek-aspek IntensiTurnover

Aspek-aspek intensi turnover ini terdiri atas aspek-aspek intensi yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) yang dikaitkan dengan konteks turnover dan terbagi atas 4, yaitu:

1) Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. Dalam konteks tunover, perilaku spesifik yang akan diwujudkan yaitu bentuk-bentuk perilaku yang mengarah pada turnover yaitu sering membolos, tidak maksimal bekerja, berusaha mencari kerja lain dan berbuat curang.

(40)

orang/sekelompok objek (a class of object), dan orang atau objek pada umumnya (any object). Dalam konteks tunover, objek yang menjadi sasaran yaitu pekerjaan yang lebih baik, atasan, rekan kerja, absen, dan upah.

3) Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Dalam konteks tunover, situasi yang menyebabkan turnover yaitu tidak mendapat promosi dan masa depan.

4) Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode, misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang).

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi IntensiTurnover

Menurut Toly (2001) faktor-faktor yang menyebabkan intensi turnover ada delapan faktor, diantaranya adalah faktor kepuasan kerja, komitmen organisasional, kepercayaan organisasional, job insecurity, konflik peran, ketidakjelasan peran, locus of control, dan perubahan organisasional.

a. Kepuasan kerja

(41)

dengan harapan dan tujuan ia bekerja. Kepuasan kerja merupakan orientasi individu yang berpengaruh terhadap peran dalam bekerja dan karakteristik dari pekerjaanya. Handoko (2001), mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan cermin perasaan seseorang terhadap pekerjaanya.

Menurut Robbins (2006) faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja adalah kerja yang secara mental menantang, kondisi kerja yang mendukung, rekan sekerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dan organisasi. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain.

b. Komitmen Organisasional

(42)

Mowday, Porter, dan Steers (1982) menjelaskan bahwa sebagai sikap, komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai 1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, 2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan 3) keyakinan tertentu, penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

c. Kepercayaan Organisasional

Kepercayaan organisasional merupakan tahapan dimana seseorang mau beranggapan bahwa orang lain memiliki niat baik dan berkeyakinan pada perkataan serta perbuatan orang lain (Debora, 2006). Kepercayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterpaduan kelompok, persepsi pada keputusan yang adil, perilaku anggota kelompok, kepuasan kerja dan efektivitas organisasi. Ketidak percayaan timbul ketika informasi disimpan sendiri, sumber daya dialokasi secara inkonsisten, dan ketika para karyawan tidak mendapat dukungan dari manajemen.

(43)

menyediakan informasi yang akurat, memberikan penjelasan penjelasan mengenai keputusan-keputusan dan menunjukkan keterbukaan, 3) bersifat dinamis, yang berarti bahwa kepercayaan mengalami perubahan secara konstan ketika ia berdaur melalui fase-fase pembangunan, menjadi stabil, dan menjadi larut, 4) bersifat multidimensional, yang berarti kepercayaan terdiri dari banyak faktor pada tingkat kognitif, emosional, dan perilaku, dimana kesemuanya mempengaruhi persepsi seseorang atas kepercayaan (Shockley-Zalabak, Ellis, & Winograd, 2000).

d. Job Insecurity

Ketidakamanan kerja didefinisikan sebagai ketidakberdayaan seseorang secara terus menerus dalam mewujudkan keinginannya pada sebuah situasi kerja yang menakutkan (Greenhalgh & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja mencakup hal-hal seperti tidak adanya kesempatan promosi, kondisi pekerjaan umumnya dan kesempatan karir jangka panjang (Jacobson, 1991).

(44)

Berdasarkan bukti-bukti empiris ketidakamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga kerja, kehidupan fisik dan psikologis karyawan (Jacobson, 1991), pengunduran diri karyawan (Arnold & Feldman, 1982), retensi karyawan (Ashford, Lee, & Bobko, 1989), dan komitmen organisasional (Iverson, 1996).

e. Konflik Peran

Dalam kondisi persaingan bisnis yang ketat, karyawan dituntut untuk memainkan perannya lebih cepat dan lebih baik. Tuntutan peran menjadi tekanan bagi karyawan ketika karyawan harus memenuhi satu harapan namun sulit atau tidak bisa memenuhi harapan yang lain. Konflik peran merupakan suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja (Puspa & Bambang, 1999).

Gibson, Ivancevich, dan Donelly (1995) menyatakan konflik peran adalah dua atau lebih tuntutan yang dihadapi individu secara simultan, di mana pemenuhan yang satu menghalangi pemenuhan yang lainnya. Konflik peran terjadi ketika ada berbagai tuntutan dari banyak sumber yang menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang harus dipenuhi tanpa membuat tuntutan lain diabaikan (Rizzo, House, & Lirtzman, 1970).

(45)

anggota-anggota perangkat peranan (role set) di mana pemenuhan satu tuntutan akan menghalangi pemenuhan tuntutan yang lainnya.

f. Ketidakjelasan Peran

Ketidakjelasan peran adalah tidak cukupnya informasi yang dimiliki serta tidak adanya arah dan kebijakan yang jelas (Rizzo, House, & Lirtzman, 1970). Individu mengalami ketidakjelasan peran apabila mereka merasa tidak adanya kejelasan ekspektasi pekerjaan mereka, seperti kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka atau tidak memperoleh kejelasan mengenai deskripsi tugas dari pekerjaan mereka.

Ketidakjelasan peran muncul karena tidak cukupnya informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan cara yang memuaskan (Peterson & Smith, 1995). Pada umumnya seseorang yang mengalami ketidakjelasan peran akan merasa cemas, menjadi lebih tidak puas, dan melakukan tugas dengan kurang efektif dibandingkan individu lainnya, sehingga dapat menurunkan kinerja mereka. Ketidakjelasan peran juga sama halnya dengan konflik peran yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan dapat menurunkan motivasi kerja yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan kinerja dan bahkan mengakibatkan karyawan mengalami turnover.

g. Locus of Control

(46)

dalam hidupnya, baik secara umum atau di daerah tertentu seperti kesehatan atau akademik. Menurut Rotter (1960) Locus of Control mengacu pada sejauh mana orang percaya bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi mereka. Individu yang tinggi Locus of Control internal percaya bahwa peristiwa yang terjadi merupakan akibat dari perilaku mereka sendiri. Mereka memiliki kontrol yang lebih baik dari perilaku mereka, cenderung menunjukkan lebih banyak perilaku politik, dan lebih mungkin untuk mencoba mempengaruhi orang lain. Sedangkan mereka yang tinggi Locus of Control eksternal percaya bahwa kekuatan orang lain, takdir, atau kebetulan yang menentukan suatu peristiwa terjadi. Mereka lebih cenderung untuk menganggap bahwa usaha mereka akan berhasil. Mereka lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan tentang situasi mereka.

h. Perubahan Organisasional

Perubahan organisasi merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme kerja, sumber daya manusia dan budaya. Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda dan perubahan berarti bahwa kita harus merubah dalam cara mengerjakan atau berfikir tentang sesuatu.

(47)

serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2003). Lebih lanjut Robbins menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia.

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat turnover yang cenderung tinggi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kepuasan kerja, komitmen organisasional, kepercayaan organisasional, job insecurity, konflik peran, ketidakjelasan peran, locus of control, dan perubahan organisasional.

B. Bullying di Tempat Kerja

1. Definisi Bullying di Tempat Kerja

Bullying di tempat kerja merupakan perilaku interpersonal negatif yang dilakukan oleh rekan kerja atau atasan terhadap karyawan secara berulang-ulang dan terus menerus (Einarsen & Skogstad, 1996; Hoel & Cooper, 2000). Sementara itu Olweus (1999) mendefinisikan bullying sebagai bagian dari perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan sehingga sulit bagi karyawan yang mengalami bullying untuk membela dirinya sendiri.

(48)

harus ditampilkan secara sistematis dalam suatu periode waktu; (2) target harus mengalami kesulitan dalam membela dirinya sendiri terhadap tindakan ini dan (3) harus dirasakan oleh target sebagai perilaku yang menindas, tidak adil, memalukan, dan merusak. Suatu konflik tidak bisa disebut bullying jika insiden tersebut merupakan peristiwa yang terisolasi atau jika dua pihak kira-kira

memiliki “kekuatan” yang sama dalam konflik (Einarsen dkk., 2003).

Australian Public Service Commission (2009) mendefinisikan bullying sebagai perilaku berulang dan tidak beralasan yang cukup dapat dianggap mempermalukan, mengintimidasi, mengancam atau merendahkan seseorang atau sekelompok orang sehingga menimbulkan resiko bagi kesehatan dan keselamatan orang tersebut. Bullying di tempat kerja dapat terjadi karena disengaja dimana tindakan yang dilakukan memang dimaksudkan untuk mempermalukan, menyinggung perasaan, mengintimidasi atau menekan, terlepas dari perilaku tersebut menimbulkan efek yang diinginkan atau tidak. Bullying juga dapat terjadi secara tidak disengaja, dimana tindakan yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk mempermalukan, menyinggung perasaan, mengintimidasi atau menekan, namun menimbulkan efek yang cukup berarti.

(49)

kompetensi yang dimiliki karyawan, namun dalam kenyataannya target bullying biasanya adalah karyawan yang kompeten dan populer dengan proyeksi pada ketidakmampuan sosial, interpersonal dan profesional dari target (Field, 2005).

Selanjutnya Hoel, Rayner, dan Cooper (1999) mengungkapkan bahwa bullying meliputi berbagai perilaku baik yang melibatkan kekerasan ataupun tidak, seperti melecehkan, menyinggung atau mengucilkan secara sosial. Perilaku tersebut harus terjadi secara teratur dan dalam kurun waktu tertentu agar dapat diklasifikasikan sebagai bullying (Einarsen & Mikkelsen, 2003). Klasifikasi perilaku bullying tergantung pada perspektif karyawan yang mengalami bullying, mengingat bahwa perilaku tertentu dapat dianggap oleh satu orang sebagai bullying tapi tidak oleh orang lain (Liefooghe & Davey, 2003).

Leymann (1996) menyatakan bahwa durasi bullying harus berlangsung sampai 6 bulan dan terjadi paling tidak sekali seminggu. Di sisi lain Zapf dan Einarsen (2001) mengemukakan bahwa jika durasi bullying kurang dari 6 bulan dan terjadi kurang dari sekali seminggu, sudah cukup untuk dimasukkan dalam perilaku bullying. Namun ada kesepakatan bahwa bullying harus diarahkan terhadap target tertentu, terdapat lebih dari satu tindakan dan target berada dalam posisi yang sulit untuk membela dirinya sendiri.

(50)

di tempat kerja dilihat dari sudut pandang karyawan sebagai sasaran perilaku bullying.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying di tempat kerja merupakan berbagai bentuk perilaku negatif baik disengaja ataupun tidak disengaja yang dilakukan secara berulang-ulang yang terjadi dalam kurun waktu tertentu, dan dianggap dapat mempermalukan, menyinggung perasaan, mengintimidasi atau menekan serta menimbulkan efek yang tidak diinginkan terhadap karyawan yang mengalami bullying.

2. Bentuk Perilaku Bullying

Rayner dan Hoel (1997) mengemukakan perilaku yang termasuk kategori bullying berupa:

a. Ancaman terhadap status professional

Misalnya meremehkan pendapat, penghinaan publik, menuduh karyawan kurang mau berusaha.

b. Ancaman terhadap posisi pribadi

Misalnya memberi nama panggilan yang mengejek, penghinaan, intimidasi, dan merendahkan dengan mengacu pada usia karyawan.

c. Isolasi

(51)

d. Beban kerja yang berlebihan

Misalnya memberikan tekanan yang tidak semestinya, tenggat waktu yang tidak mungkin, dan gangguan yang tidak perlu.

e. Destabilisasi

Misalnya mengingatkan kesalahan yang dilakukan berulangkali, memberikan tugas yang tidak berarti, penghapusan tanggungjawab dan sengaja menggagalkan tugas yang telah dilakukan karyawan.

Selain dalam bentuk tekanan fisik, bullying juga bisa terjadi dalam bentuk lain. Berikut ini bentuk-bentuk bullying yang pernah dilaporkan terjadi di tempat kerja, yaitu:

1. Dituduh melakukan kesalahan (42%) 2. Tidak dianggap (39%)

3. Diberlakukan kebijakan dan standar yang berbeda dari pekerja lain (36%) 4. Terus-menerus dikritik (33%)

5. Diteriaki oleh seseorang di depan teman kerja lainnya (28%) 6. Digosipkan (26%)

7. Dilempari komentar-komentar tentang hasil pekerjaan yang dinilai buruk, dan disampaikan saat rapat (24%)

8. Dikeluarkan dari proyek atau rapat (18%) 9. Diledek untuk hal-hal personal (15%)

(52)

a. Work related bullying

Merupakan segala macam bentuk perilaku yang membuat situasi kerja menjadi sulit bagi karyawan yang mengalami bullying.

Diantaranya menetapkan tenggat waktu yang tidak masuk akal, beban kerja yang berlebihan, memberikan tugas yang terlalu mudah atau sedikit, selalu mengkritik hasil kerja karyawan.

b. Person related bullying

Merupakan segala macam bentuk perilaku yang mengintimidasi pribadi karyawan yang mengalami bullying.

Diantaranya meremehkan kemampuan intelektual karyawan, komentar yang menghina, menyebarkan gosip atau rumor secara berlebihan, isolasi dan pengucilan sosial.

c. Physical intimidation bullying

Merupakan segala macam bentuk perilaku yang melibatkan kekerasan fisik atau resiko kekerasan. Diantaranya diteriaki oleh atasan, menunjuk dengan jari tengah atau menghalangi jalan.

(53)

3. Tipe Bullying di Tempat Kerja

Lutgen-Sandvick dan Sypher (2009) mengemukakan tiga tipe bullying yang terjadi di tempat kerja, yaitu :

a. Dispute-related bullying

Berawal dari pertentangan interpersonal yang secara ekstrim meningkat dan menjadi konflik yang mengakar. Tujuan bullying disini adalah untuk menghukum karyawan atas kesalahan yang dilakukan atau memprovokasi karyawan agar merasa bertanggungjawab.

b. Predatory bullying

Dimulai dengan fakta bahwa karyawan kebetulan berada dalam situasi di mana seseorang melakukan penyalahgunaan wewenang terhadap mereka atau menggunakan agresi untuk memperoleh keuntungan pribadi, misalnya dengan berbicara buruk tentang rekan kerja untuk mendapatkan tugas yang lebih menarik untuk diri sendiri. Tujuan bullying dalam hal ini adalah untuk menunjukkan kekuasaan, memaksa seseorang untuk taat dan mendapatkan keuntungan pribadi.

Predatory bullying dapat dibedakan menjadi : 1) Authoritative bullying

(54)

2) Displaced bullying

Biasa disebut scapegoating, merupakan bentuk agresi terhadap orang lain selain sumber provokasi karena agresi terhadap sumber agresi dianggap terlalu berbahaya (Neuman & Baron, 2003). Hal ini terjadi ketika meningkatnya frustrasi atau stres disebabkan oleh faktor di tempat kerja yang menyebabkan karyawan menunjukkan agresi terhadap orang lain. 3) Discriminatory bullying

Merupakan pelecehan terhadap karyawan yang disebabkan oleh prasangka, biasanya pada karyawan yang berbeda dari yang lain, karyawan yang menolak aturan yang ada atau karyawan yang menjadi anggota kelompok tertentu di luar organisasi (Rayner, Hoel, & Cooper, 2002).

c. Organizational bullying

Mengindikasikan praktik organisasi yang menindas, eksploitatif dan control yang berlebihan, misalnya perampingan perusahaan, pekerjaan alih daya dan lembur tanpa kompensasi (Liefooghe & Davey, 2001)

C. Dinamika Peranan Bullying di Tempat Kerja terhadap Intensi Turnover

Pada Karyawan

(55)

organisasi terdiri atas karyawan-karyawan yang merupakan penggerak dan harus selalu diperhatikan, dipertahankan serta dikembangkan oleh organisasi (Kurniasari, 2005).

Ketika terdapat kondisi kerja yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karyawan maka karyawan akan memiliki keinginan untuk pindah kerja (turnover intention) (Rokhmah & Riani, 2005). Selain itu, dengan tidak adanya kesempatan untuk promosi atau jenjang karir, serta upah yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan juga akan menimbulkan turnover pada karyawan

(Andini, 2006). Hal inilah yang tentunya tidak diharapkan oleh perusahaan.

Apalagi ketika didapati bahwa karyawan yang berprestasi tinggilah yang justru

lebih memilih untuk meninggalkan perusahaan (Kompas Cyber Media, 2007).

Tentunya hal tersebut akan memberikan dampak buruk bagi perusahaan karena

untuk mendapatkan karyawan yang berprestasi tinggi bukanlah hal yang mudah

(Zhang& Zhang, 2006).

Selain itu, pekerjaan yang menimbulkan stress merupakan salah satu

alasan seseorang untuk beralih dari pekerjaan yang sebelumnya. Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa banyaknya sumber stress (stressor) pada

pekerjaan berkorelasi positif dengan keinginan karyawan untuk meninggalkan

(56)

Bullying di tempat kerja dinyatakan secara terang-terangan atau diam-diam dan mungkin ditargetkan di tempat kerja atau pada karakteristik pribadi korban (Djurkovic, McCormack, & Casimir, 2008). Di banyak negara, serikat buruh, organisasi profesi, dan departemen sumber daya manusia (SDM) menjadi lebih sadar selama dekade terakhir mengenai perilaku seperti intimidasi, penghinaan publik, serangan nama panggilan, pengucilan sosial, dan kontak fisik yang tidak diinginkan memiliki potensi untuk merusak integritas dan kepercayaan karyawan serta mengurangi efisiensi (Niedl, 1996).

Bullying di tempat kerja juga memiliki efek negatif yang luas terhadap organisasi secara keseluruhan, yang mana karyawan akan memperlihatkan perilaku organizational citizenship yang kurang (Constantino, Domingez, & Galan, 2006) dan perilaku kerja kontraproduktif yang lebih banyak (Einarsen dkk., 2003). Selain itu, akan berkurangnya kepuasan dan komitmen terhadap organisasi (Hoel & Cooper, 2000), menurunnya produktivitas (Hoel, Einarsen, & Cooper, 2003), meningkatkan absensi (Vartia, 2001), kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan dan pada akhirnya turnover (McCormack, Casimir, Djurkovic, & Yang, 2009). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hoel dan Salin (2003) yang mengatakan bahwa adanya bullying di tempat kerja akan mempengaruhi kinerja karyawan, yang diikuti dengan meningkatnya absensi karyawan dan kemudian keluar dari organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Ocel dan Aydin (2012) mengenai

(57)

hubungan yang positif antara workplace bullying dan turnover intention. Artinya, semakin tinggi bullying di tempat kerja maka semakin tinggi pula keinginan karyawan untuk pindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Rasool dkk (2013) yaitu workplace bullying memiliki hubungan yang positif terhadap turnover intention. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Djurkovic, McCormack, dan Casimir (2004) yaitu terdapat korelasi positif yang signifikan antara workplace bullying dan turnover intention.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa bullying di tempat kerja memiliki peranan terhadap intensi turnover pada karyawan.

D. Hipotesis

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Variabel Kriteria : Intensi Turnover

Variabel Prediktor : Bullying di Tempat Kerja

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Intensi Turnover

Intensi turnover adalah keinginan karyawan untuk keluar atau berhenti dari organisasi. Intensi turnover diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek intensi oleh Ajzen dan Fishbein (1975) yang dikaitkan dengan konteks turnover meliputi perilaku (behavior), sasaran (target), situasi (situation), dan waktu (time). Skor total pada skala merupakan petunjuk tinggi rendahnya intensi turnover. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang maka semakin tinggi pula tingkat intensi turnover. Demikian sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai maka semakin rendah pula tingkat intensi turnover.

2. Bullying di Tempat Kerja

(59)

atau ditekan dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan terhadap karyawan tersebut.

Bullying di tempat kerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan bentuk bullying di tempat kerja oleh Einarsen, Hoel dan Notelaers (2009) yang meliputi perlakuan yang menimbulkan kesulitan dalam melaksanakannya (work related bullying), perlakuan yang mengancam pribadi (person related bullying), perlakuan yang melibatkan kekerasan fisik (physical intimidation bullying).

Skor total pada skala merupakan petunjuk tinggi rendahnya bullying di tempat kerja. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat bullying yang diterima. Demikian sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula tingkat bullying yang diterima.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi & Sampel Penelitian

Menurut Hadi (2002) populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Populasi memiliki karakteristik yang dapat diperkirakan dan diklasifikasikan sesuai dengan keperluan penelitian. Sedangkan sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci.

(60)

keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2012). Sampel harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama agar dapat dilakukan generalisasi (Kaplan & Saccuzo, 2005). Subjek penelitian menurut Azwar (2004) adalah sumber utama data penelitian, yaitu mereka yang memiliki data mengenai variabel yang akan diteliti. Karakteristik subjek penelitian diperlukan untuk menjamin homogenitasnya. Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Level staff/karyawan

b. Telah bekerja minimal 6 bulan

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampling adalah cara untuk menentukan sampel dalam suatu penelitian. Penentuan sampel harus memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2002). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2003). Sampel diambil sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.

3. Jumlah Sampel Penelitian

(61)

merupakan jumlah yang minimum. Menurut Azwar (2004), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Hadi (2002) menambahkan bahwa menetapkan jumlah sampel yang banyak lebih baik dari pada menetapkan jumlah sampel yang sedikit. Namun sesungguhnya tidak ada batasan mengenai berapa jumlah sampel ideal yang harus digunakan dalam suatu penelitian. Adapun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 67 subjek.

D. Metode Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2009).

(62)

salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh‐sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda dinterpretasikan secara berbeda pula.

Penskalaan yang digunakan dalam skala ini adalah model Likert. Penskalaan model Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable merupakan pernyataan yang mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2009).

Penelitian ini menggunakan dua skala psikologis, yaitu skala intensi turnover dan skala bullying di tempat kerja.

1. Skala Intensi Turnover

Skala intensi turnover yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek intensi yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1975), meliputi :

a. Perilaku (behavior). Contoh aitemnya adalah saya ingin keluar dari perusahaan ini.

(63)

c. Situasi (situation). Contoh aitemnya adalah saya akan mencari pekerjaan lain ketika saya tidak mendapatkan promosi di perusahaan.

d. Waktu (time). Contoh aitemnya adalah pada waktu tertentu saya absen dalam bekerja.

Skala intensi turnover ini menggunakan lima pilihan jawaban yang terdiri dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan favourable dan unfavourable dengan rentang skor dari 1-5. Pada aitem favorable sistem penilaiannya adalah SS=5, S=4, N=3, TS=2, STS=1. Pada aitem yang unfavorable sistem penilaian dilakukan dengan sebaliknya, yaitu SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi tingkat intensi turnover. Sebaliknya, semakin rendah skor jawaban maka semakin rendah tingkat intensi turnover. Adapun Blue Print untuk skala intensi turnover diuraikan dalam tabel berikut :

Tabel 1. Blue Print Skala Intensi Turnover

No. Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah Aitem Bobot (%)

1 Perilaku 4, 9, 13 1, 2, 7 6 25% 2 Sasaran 6, 11, 21 3, 17, 20 6 25% 3 Situasi 5, 8, 14 10, 15, 23 6 25% 4 Waktu 12, 19, 22 16, 18, 24 6 25%

(64)

2. Skala Bullying di Tempat Kerja

Skala bullying di tempat kerja disusun berdasarkan bentuk bullying di tempat kerja menurut Einarsen, Hoel dan Notelaers (2009) yang terdiri atas 3 bentuk, yaitu : a. Work related bullying

b. Person related bullying c. Physical intimidation bullying

Setiap bentuk bullying di atas diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan dengan lima pilihan jawaban yang terdiri dari Tidak Pernah (TP), Jarang (JR), Setiap Bulan (SB), Setiap Minggu (SM), dan Setiap Hari (SH). Rentang skor dalam skala ini dari 1-5. Sistem penilaiannya adalah TP = 1, JR = 2, SB = 3, SM = 4, SH = 5. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi tingkat bullying yang diterima. Sebaliknya, semakin rendah skor jawaban maka semakin rendah tingkat bullying yang diterima. Adapun Blue Print untuk skala bullying di tempat kerja diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Blue Print Skala Bullying di Tempat Kerja

(65)

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2009).

Dalam menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi (content validity). Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) yaitu dosen pembimbing dalam proses penyusunan dan telaah aitem sehingga aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).

2. Uji Daya Beda Aitem

(66)

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2009).

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Apabila aitem yang memiliki indeks daya beda sama dengan atau lebih besar daripada 0.30 jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat memilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi aitem tertinggi. Sebaliknya apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria 0.30 menjadi 0.25 misalnya, sehingga jumlah aitem yang diinginkan tercapai (Azwar, 2009).

Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala intensi turnover dan skala bullying di tempat kerja. Untuk mempermudah perhitungan, peneliti menggunakan komputer dengan SPSS versi 17.0 For Windows.

3. Reliabilitas Alat Ukur

(67)

ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (koefisien Alpha Cronbach), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2009). Semakin tinggi nilai reliabilitas yang diperoleh (mendekati angka 1,0) maka semakin baik reliabilitasnya. Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 For Windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2009). Berikut adalah hasil uji coba alat ukur :

a. Skala Intensi Turnover

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Intensi Turnover
Tabel 2. Blue Print Skala Bullying di Tempat Kerja
Tabel 3. Blue Print Skala Intensi Turnover Setelah Uji Coba
Tabel 4. Blue Print Skala Bullying di Tempat Kerja Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Relevan dengan hal tersebut Rudy Prasetyo mengemukakan bahwa korporasi merupakan istilah yang lazim dipergunakan oleh kalangan pakar pidana untuk menyebut apa yang

Di samping tiga model pembelajaran di atas, di SMK dapat digunakan modelProduction Based Training (PBT) untuk mendukung pengembangan Teaching Factory pada mata pelajaran pengembangan

Hasil penelitian ini adalah Strategi yang digunakan oleh KSPPS BMT AL-Hikmah dalam pengembangan mutu sumber daya manusia adalah pemberian motivasi, pelatihan

Bu1ru laporan ini adalah merupakan hasil perbaikan yang telah dilakukan para pcncliti dari tiap bagian berdasarkan masukan-rnasukan yang diperoleh dari ~r

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif di mana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan

Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika bilangan pecahan melalui model pembelajaran the learning cell

Kategori perusahaan kedua belum menginstall suatu himpunan lengkap enterprise software (walaupun mungkin sudah menginstall beberapa modul ES). Perusahaan ini kami

yang dikonsumsi dan semakin besar jumlah kalori junk food yang dikonsumsi maka semakin tinggi kajadian obesitas. Hal ini menyatakan bahwa perilaku konsumsi junk food pada