PENENTUAN BILANGAN PENYABUNAN DALAM CRUDE
PALM STEARIN (CPS) DAN REFINED BLEACHED
DEODORIZED PALM STEARIN (RBDPS)DI
PT.PALMCOCO LABORATORIES
KARYA ILMIAH
SUTRISNO MARSIUS
092401036
PROGRAM DIPLOMA – 3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN BILANGAN PENYABUNAN DALAM CRUDE PALM STEARIN (CPS)DAN REFINED BLEACHED
DEODORIZED PALM STEARIN (RBDPS)DI PT. PALMCOCO LABORATORIES
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar ahli madya
SUTRISNO MARSIUS 092401036
PROGRAM DIPLOMA – 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENENTUAN BILANGAN PENYABUNAN DALAM
CRUDE PALM STEARIN (CPS)DAN REFINED BLEACHED DEODORIZED PALM STEARIN (RBDPS) DI PT. PALMCOCO LABORATORIES
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : SUTRISNO MARSIUS
NIM : 092401036
Program Studi : DIPLOMA – 3 KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di : Medan, Juni 2012
Diketahui / Disetujui Oleh :
Ketua Program Studi D-3 Kimia Dosen Pembimbing
Dra. Emma Zaidar Nst, M. Si Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si NIP:19551218 198701 2001 NIP:19740405 199903 2001
Ketua Departemen Kimia FMIPA USU
PERNYATAAN
PENENTUAN BILANGAN PENYABUNAN DALAM CRUDE PALM STEARIN (CPS)DAN REFINED BLEACHED
DEODORIZED PALM STEARIN (RBDPS) DI PT. PALMCOCO LABORATORIES
KARYA ILMIAH
Saya mengaku bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2012
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Ahli Madya bidang Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Karya Ilmiah ini berjudul“ Penentuan Bilangan Penyabunan Dalam Crude Palm Stearin (CPS)danRefined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS)di PT. Palmcoco Laboratories“.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak DR. Sutarman. M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu DR. Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si selaku Dosen pembimbing yang banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan Karya Ilmiah ini.
4. Bapak Zul Alkab, B.Sc yang telah memberikan waktu dan bimbingan kepada
penulis dalam penulisan Karya Ilmiah ini.
5. Bapak/Ibu Dosen serta Pegawai Program Studi Diploma III Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis dalam penulisan Karya Ilmiah ini.
6. Seluruh staf dan karyawan selaku pembimbing lapangan di PT. PALMCOCO
LABORATORIES.
7. Teristimewa Kepada Ibunda tercinta R. Sinambela, abang dan kakak penulis yang telah memberikan banyak dukungan baik moral maupun material kepada penulis dalam penulisan Karya Ilmiah ini.
8. Teman-teman semasa PKL yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 9. Sahabat-sahabat saya Echohadi Simbolon, Grignard N Silalahi dan Daniel
Tambayang telah membantu penulis dalam banyak hal.
10.Teman-teman Mahasiswa Diploma III FMIPA USU khususnya angkata 2009. Pada penulisan Karya Ilmiah ini penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan serta kesalahan, maka dengan segala kerendahan hati penulis memohon maaf serta mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Karya Ilmiah ini.
ABSTRAK
Telah dilakukan Penentuan Bilangan Penyabunan dengan metode titrasi terhadap beberapa Crude Palm Stearindan Refined Bleached Deodorized Palm Stearindari beberapa daerah. Dari hasil analisa diperoleh Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin untuk : Daerah Jakarta 195,15 mg KOH / g ; Belawan 205,14 mg KOH
/ g ; Dumai 199,34 mg KOH / g. Dan dalam Refined Bleached Deodorized Plm
DETERMINATION OF SAPONIFICATION VALUE IN CRUDE PALM STEARIN (CPS) AND REFINED BLEACHED
DEODORIZED PALM STEARIN (RBDPS) IN PT. PALMCOCO LABORATORIES
ABSTRACT
DAFTAR ISI
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Permasalahan 3
1.3.Tujuan 4
1.4.Manfaat 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit 5
2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit 5
2.1.2. Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit 6
2.1.3. Pengolahan Buah Kelapa Sawit 8
2.2. Minyak Kelapa Sawit 10
2.2.1. Komposisi minyak Kelapa Sawit 10
2.2.2. Pemurnian Minyak sawit 11
2.2.3. Pemanfaatan Minyak sawit 13
2.3. Crude Palm Stearin dan RBD Palm Stearin 14
2.4. Penentuan Bilangan Penyabunan 16
2.5. Standart Mutu 17
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan 19
3.1.1. Alat-alat 19
3.1.2. Bahan-bahan 20
3.2. Persiapan Analisa 20
3.2.1. Penyediaan Sampel 20
3.2.2. Pembuatan Larutan Pereaksi 21
3.2.2.1. Prosedur Pembuatan Larutan KOH Alkohol 0,5 N 21 3.2.2.2. Prosedur Pembuatan Larutan H2C2O4 0,1 N 21
3.2.2.3. Prosedur Pembuatan Indikator Phenolfthalein 1% 21
3.2.2.4. Prosedur Pembuatan KOH 0,0798 N 22
3.2.2.5. Prosedur Standarisasi KOH 0,0798 N 22
3.2.2.6. Prosedur Pembuatan Larutan HCl 5 N dari HCl(p) 37% 22
3.2.2.7. Prosedur Pembuatan Larutan HCl 0,4580 N dari
HCl 5 N 23
3.3. Proses Analisa 24
3.3.1. Penentuan Bilangan Penyabunan 24
3.3.1.1. Perlakuan Untuk Larutan Blanko 24
3.3.1.2. Perlakuan Untuk Sampel 24
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.DataAnalisa 25
4.2. Perhitungan 26
4.3. Pembahasan 27
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 29
5.2. Saran 29
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti
Kelapa sawit 10
Tabel 2.2. Spesifikasi Crude Palm Stearin 18
Tabel 2.3. Spesifikasi RBD Palm Stearin 18
Tabel 4.1. Data Analisis Bilangan Penyabunan dalam CPS 25
ABSTRAK
Telah dilakukan Penentuan Bilangan Penyabunan dengan metode titrasi terhadap beberapa Crude Palm Stearindan Refined Bleached Deodorized Palm Stearindari beberapa daerah. Dari hasil analisa diperoleh Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin untuk : Daerah Jakarta 195,15 mg KOH / g ; Belawan 205,14 mg KOH
/ g ; Dumai 199,34 mg KOH / g. Dan dalam Refined Bleached Deodorized Plm
DETERMINATION OF SAPONIFICATION VALUE IN CRUDE PALM STEARIN (CPS) AND REFINED BLEACHED
DEODORIZED PALM STEARIN (RBDPS) IN PT. PALMCOCO LABORATORIES
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataanya mampu hadir di
Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik dan produk olahannya minyak sawit
menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal. Konsumsi minyak sawit dunia
yang amat besar tidak mungkin terpenuhi oleh Malaysia, Nigeria dan Pantai Gading
sebagai produsen utama.
Awal mulanya di Indonesia, kelapa sawit sekedar berperan sebagai tanaman
hias langka di Kebun Raya Bogor, dan sebagai tanaman penghias jalanan atau
pekarangan. Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa puluh tahun sesudahnya.
Ketika itu tahun 1848, Pemerintah Kolonial Belanda mendatangkan empat bibit
kelapa sawit dari mauritius dan Amsterdam (masing-masing mengirimkan dua batang)
yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya hasil anakannya
dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara. Ditempat ini, selama beberapa puluh tahun
kelapa sawit yang telah berkembang biak hanya berperan sebagai tanaman hias
disepanjang jalan di Deli sehingga potensi yang sesungguhnya belum kelihatan.
Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan
menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak
sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan
harga dan nilai komoditas ini(Tim Penulis PS. 1998).
Proses pengolahan buah kelapa sawit untuk menghasilkan minyak sawit dapat
dilakukan dengan cara proses pemerasan daging buah kelapa sawit akan dihasilkan
minyak sawit mentah yang dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Proses
pengolahan lebih lanjut yaitu proses fraksinasi akan dihasilkan dua macam produk,
yaitu: CP Olein merupakan bagian dari minyak kelapa sawit yang merupakan fraksi
cair; CP Stearin yang merupakan fraksi padat dari minyak kelapa sawit yang
berbentuk lemak berwarnan kuning sampai jingga kemerah-merahan. CP Stearin
digunakan selain sebagai bahan makanan dapat juga digunakan sebagai bahan baku
industri kosmetik.
Melalui proses refinasi dengan cara melakukan Bleaching dan Deodorizing
maka akan dihasilkan Olein murni yang disebut RBD Palm Olein dan RBD Palm
Stearin.RBD Palm Olein merupakan bahan baku utama dalam pembuatan minyak
goreng, sedangkan RBD Palm Stearin digunakan terutama untuk margarin disamping
itu juga untuk bahan baku industri sabun dan deterjen (http://elearning.unej.ac.id).
Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama, yaitu mutu minyak sawit dalam
arti benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain dapat
ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur, angka
penyabunan dan bilangan iodin. Bilangan Penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya
milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak.
asam lemak pada minyak. Asam lemak rantai C pendek mempunyai Bilangan
Penyabunan yang besar. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat
dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur
berdasarkan Spesifikasi Standart Mutu Internasional, yang meliputi kadar asam lemak
bebas (ALB/FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida dan ukuran
pemucatan (Tim Penulis PS. 1998).
Menurut pengalaman analisis di PT. PALMCOCO LABORATORIES, hasil
analisa dengan parameter Bilangan Penyabunan terhadap mutu minyak kelapa sawit
yang diperoleh dari berbagai daerah hasilnya berbeda.
Maka dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk memilih judul “ Penentuan Bilangan Penyabunan Dalam Crude Palm Stearindan Refined Bleached Deodorized Palm Stearin “.
1.1. Permasalahan
1. Berapa Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin dan Refined
Bleached Deodorized Palm Stearindari daerah Belawan, Dumai dan Jakarta,.
2. Apakah Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin dan Refined
1.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui jumlah Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin
dan Refined Bleached Deodorized Palm Stearinyang berasal dariv daerah
Belawan, Dumai dan Jakarta.
2. Untuk melihat apakah Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin dan
Refined Bleached Deodorized Palm Stearin telah memenuhi standart mutu.
1.3.Manfaat
Dengan mengetahui Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin dan
Refined Bleached Deodorized Palm Stearin dapat diketahui mutu dari minyak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) berasal dari Afrika Barat dan dikenal
di Indonesia sejak tahun 1848, ketika ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman ini
merupakan tumbuhan tropis dan tergolong dalam famili Palmae, mulai diusahakan
secara komersial dalam skala perkebunan di Sumatera Utara sejak tahun 1911.
Sebelumnya mulai dilakukan percobaan penanaman di Muara Enim (1869), Musi
Hulu (1870) dan Bitung (1880).
Pada tahun 1939, Indonesia telah menjadi produsen dan eksportir minyak
sawit terbesar di dunia. Di Malaysia, perusahaan perkebunan kelapa sawit muncul
belakangan setelah Indonesia, pada awal pengusahaannyamereka menggunakan bibit
kelapa sawit Deli. Adanya perang dunia sampai dengan tahun 1968, menjadikan
perkebunan kelapa sawit Indonesia tertinggal oleh Malaysia yang sampai saat ini
masih mendominasi pasar internasional minyak sawit.
Perkebunan kelapa sawit selain menghasilkan minyak sawit mentah
menghasilkan berbagai produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai produk
setengah jadi dan produk jadi. Produk setengah jadi meliputi Oleo Pangan (minyak
goreng, margarin dan shortening) dan Oleokimia (asam lemak, alkohol dan gliserin).
Sedangkan produk jadi terdiri dari sabun dan kosmetika (Basyar, A.H, 1999).
Kelapa sawit yang pada saat itu dibiarkan tumbuh liar di hutan-hutan telah
dikenal oleh penduduk Afrika Barat sebagai tanaman pangan yang penting, yang
diproses dengan sangat sederhana menjadikan minyak dan tuak sawit. Disamping itu
kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai penghasil produk dagangan sehingga di
Eropa mulai muncul Pabrik atau Industri sabun dan margarin yang menggunakan
bahan baku minyak sawit mentah (CPO; Crude palm Oil) dan minyak inti sawit
(PKO; Palm Kernel Oil) untuk proses operasionalnya. Oleh karena itu, maka
timbullah keinginan para pemilik Industri sabun dan margarin untuk mendirikan
Pabrik Minyak Sawit di daerah tersebut (Tim Penulis PS, 1998).
2.1.2. Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenaln lima variaetas kelapa
sawit, yaitu :
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung.Daging buah relative tipis dengan persentase daging buah
terhadap buah bervariasi antara 35-50%.Kernel (daging biji) biasanya besar dengan
Dari empat pohon induk yang tumbuh di Kebun Raya Bogor, varietas ini
kemudian menyebar ketempat lain, antara lain ke negara Timur Jauh. Dalam
persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi daging
buahnya tebal.Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging
buah tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menghilangkan dengan jenis
yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman batina yang steril sebab bungan betina
gugur pada fase dini.Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk
jantan.Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Duraakan menghasilkan varietas
Tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu
Dura dan Pisifera.Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunan-perkebunan
pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm, dan
terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah
tinggi antara 60-96%.Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada
Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.
4. Macro Carya
5. Diwikka-wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging
buah.Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi wakkadura,
Diwikka-wakkafera dan Diwikka-wakkatenera.Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan
terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan
persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya.Rendemen minyak tinggi
terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22-24%, sedangkan pada varietas Dura
antara 16-18%.Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung
rendemen minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang
utama.Sehingga tidak mengherankan jika lebih banyak perkebunan yang menanam
kelapa sawit dari varietas Tenera (Tim Penulis PS, 1998).
2.1.3. Pengolahan Buah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit secara umum waktu tumbuh rata-rata 20-25 tahun. Pada tiga
tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda hal ini dikarenakan kelapa sawit
tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat
sampai enam tahun. Dan pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagai
periode matang, dimana periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar.
Terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati, semua
komponen buah sawit dapat dimanfatkan secara maksimal. Buah sawit memiliki
Oil (CPO) sedangkan buah sawit diolah menjadi Palm Kernel dan cangkang biji sawit
dapat digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
Ketel uap merupakan suatu bejana yang digunakan sebagai tempat untuk
memproduksi uap sebagai hasil pemanasan air pada temperatur tertentu untuk
dipergunakan diluar bejana tersebut. Sebagai sebuah unit produksi, Industri Kelapa
Sawit memerlukan sumber energi untuk menggerakkan mesin-mesin dan peralatan
lain yang memerlukan tenaga dalam jumlah besar.
Produk minyak goreng yang keras (stearin) dan lebih cair (olein) dihasilkan
dari proses fraksinasi. Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena trigliserida
didalam minyak mempunyai titik leleh yang berbeda. Trigliserida yang mempunyai
titik leleh lebih rendah akan mengkristal menjadi padatan sehinggga memisahkan
minyak sawit menjadi fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi yang
terbentuk kemudian dipisahkan dengan penyaringan.
Fraksinasi minyak sawit menjadi olein sawit dan stearin sawit di Indonesia
dilakukan dengan dua jenis proses yang dikenal sebagai fraksinasi kering dan
fraksinasi basah. Bahan baku yang digunakan dalam pabrik fraksinasi minyak sawit
berupa Refined Bleached Deodorised Palm Oil (RBD PO) yang menghasilkan produk
utama Refined Bleached Deodorised Palm Olein (RBD PL, olein) dan produk
sampingan Refined Bleached Deodorised Palm Stearin (RBD PS, stearin). Fraksinasi
kering digunakan untuk memisahkan olein sawit dan stearin sawit dari RBD PO yang
diolah secara fisik. RBD PO dialirkan ke proses fraksinasi untuk mendapatkan
2.2. Miyak Kelapa sawit
2.2.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% dan 20% buah yang dilapisi kulit yang
tipis; kadar minyak dalam prikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak
semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak
dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut
mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar
bersifat setengah padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk
cair. Jika terjadi penguraian minyak sawit, misalnya dalam proses pengolahan maka
akan didapatkan berbagai jenis asam lemak. Masing-masing bahan kimia tersebut
mempunyai ruang lingkup penggunaan yang tidak sama, sehingga dari bahan itu dapat
dikembangkan menjadi produk yang siap pakai atau bahan setengah jadi.
Tabel.2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit
Asam Lemak Minyak Kelapa sawit
(persen)
2.2.2. Pemurnian Minyak Sawit
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta
bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan
minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagau bahan mentah dalam industri.
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih
berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel
dari tempurung dan serabut serta 40-50% air. Agar diperoleh minyak sawit yang
bernutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam
tangki minyak kasar (Crude Oil Tank). Setelah melalui pemurnian yang bertahap,
akan menghasilkan minyak sawit mentah Crude Palm Oil). Proses penjernihan
dilakukan untuk menurunkan kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah
dijernihkan ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan dipasarkan atau
mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni dan hasil
olahan lainnya.
Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap
proses sebagai berikut :
1. Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dengan
basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Pemisahan asam lemak bebas
2. Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat
warna yang tidak disukai dalam minyak dengan sejumlah adsorben, seperti tanah
serap (Fuller Erath), lempung aktif (Activated Clay) dan arang aktif atau dapat juga
dengan menggunakan bahan kimia.
Pemucatan minyak dengan bahan kimia banyak digunakan terhadap minyak
untuk tujuan bahan pangan. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan
pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat warnab
diubah menjadi zat tidak berwarna yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya
ialah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan trigliserida sehingga
menurunkan flavor minyak.
3. Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip
proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan
atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak
yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak
mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan
proses deodorisasi; misalnya lemak susu, lemak cokelat dan minyak jagung.
Proses deodorasi pada suhu tinggi, komponen yang menimbulkan bau dalam
minyak akan lebih mudah menguap sehingga komponen tersebut diangkut dari
deodorasi dapat disebabkan oleh proses oksidasi, mikroba dan ion logam yang
merupakan katalisator dalam proses oksidasi minyak(Ketaren. S, 1986).
2.2.3. Pemanfaatan Minyak Sawit
Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan dan
kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak
sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri non pangan seperti
kosmetik dan farmasi. Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan
dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit. Produksi CPO indonesia
sabagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin
padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai
pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa.
Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri
pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian,
kesegaran maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rndahnya mutu
minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat
langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan atau kesalahan selama pemrosesan
dan pengangkutan.
Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan
dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter, vanaspati, shortening dan bahan
untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa
diketahui berfungsi sebagai anti kanker. Disamping itu, minyak goreng yang terbuat
dari buah sawit memiliki kemantapan kalor yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.
Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan
makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik.
Bentuk olahan pangan lain yang menggunakan bahan baku minyak sawit
adalah margarin. Margarin ini dibuat dari campuran olein, minyak inti sawit dan
stearin. Di indonesia, kualitas margarin yang dibuat dari seluruh komponen minyak
sawit tergolong masih rendah. Margarin yang berkualitas seperti itu digunakan untuk
pabrik roti. Dalam penggunaannya sebagai bahan margarin, minyak sawit masih
memiliki kekurangan terutama bila dikonsumsi di daerah dingin.
Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di
industri non pangan. Produk non pangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan
minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis untuk menghasilkan asam lemak
dan gliserin (Fauzi, Y. 2002).
2.3. CrudePalm Stearindan RBD Palm Stearin
Kelapa sawit selain menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit
(PKO) juga menghasilkan berbagai produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai
produk setengah jadi dan produk jadi. Produk setengah jadi meliputi Oleopangan
(minyak goreng dan margarin, dan shortening) dan Oleokimia (fatty acids, fatty
alkohol dan glyserin). Produk jadi terdiri dari sabun dan kosmetik (Basyar, A.H,
Produk Turunan Kelapa Sawit merupakan manfaat yang didapat dari
pengolahan lebih lanjut dari kelapa sawit yaitu minyak dasar yang dihasilkannya dari
kelapa sawit (Crude Palm Oil).Olahan lebih lanjutnya bisa berbentuk RBD Palm Oil
maupun produk turunan lainya. Produk-produk ini dibuat berdasarkan spesifikasi
kelapasawit yang di panen yaitu ALB,air, kotoran, logam besi, logam tembaga,
peroksida, dan ukuran pemucatan. Produkminyak kelapa sawit sebagai bahan
makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar
dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan
dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnianproduk. Berdasarkan faktor-faktor
mutu tersebut, maka didapat hasil pengolahanKelapa Sawit seperti : Crude Palm Oil,
Crude Palm Stearin, RBD Palm Oil, RBD Olein, RBD Stearin, Palm Kernel, Palm
Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, Palm Kernel Expeller (PKE), Palm Kernel Pellet
(http://www.attayaya.net/2010/07/produk-turunan-kelapa-sawit).
Hasil pengolahan Kelapa Sawit adalah Crude Palm Oil yang mengalami
fraksinasi menghasilkan CP Olein dan CPS. Selanjutnya CP Olein mengalami
pemurnian menghasilkan RBD Palm Olein dan CPS mengalami pemurnian
menghasilkan RBD PS.
Crude Palm Stearin merupakan lemak berwarna kuning sampai jingga
kemerah-merahan yang diperoleh dari fraksinasi CPO. Crude Palm Stearin memiliki
kadar FFA sebesar 5% dan nilai titik lunak sekitar 480 C. RBD Palm Stearin
merupakan fraksi lemak yang berasal dari CPO yang telah mengalami refinasi
sama dengan Crude Palm Stearin, hanya warnanya lebih kuning
(http://martantiya.wordpress.com/).
Fraksi stearin selain sebagai bahan makanan, dapat juga digunakan sebagai
bahan industri Oleokimia. Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari
minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit.
Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokemikal adalah asam lemak,
lemak alkohol, asam amino, metil ester dan gliserin yang dapat digunakan sebagai
sebagai bahan baku industri termasuk industri kosmetik dan aspal. Oleokimia juga
digunakan dalam pembuatan bahan detergen, cat dan lilin (Fauzi. Y, 2002).
2.3.Penentuan Bilangan Penyabunan
Hidrolisis lemak dengan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak adalah
proses penyabunan dan garam yang dihasilkannya disebut sabun. Sifat sabun yang
dapat membersihkan disebabkan oleh sifat pengemulsi yang dimilikinya.
Bilangan penyabunan didefenisikan sebagai banyaknya milligram KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak atau minyak. Untuk tiap molekul lemak
diperlukan 3 molekul KOH untuk menyabunkannya. Karena itu makin besar molekul
lemak makin kecil angka penyabunannya. Jadi dengan menentukan angka
penyabunan, berat atau ukuran molekul lemak dapat diperkirakan (Girindra, A. 1990).
Minyak yang tersusun oleh asam lemak rantai C pendek berarti mempunyai
berat molekul relatif kecil yang akan mempunyai angka penyabunan yang besar.
lemak berantai pendek. Angka penyabunan minyak kelapa sawit tergolong tinggi
disebabkan oleh karena tersusun dari asam laurat yang merupakan asam lemak jenuh
dengan berat molekul rendah. Bilangan Penyabunan yang tinggi lebih ekonomis
dalam industri pembuatan sabun. Jadi semakin tinggi Bilangan Penyabunan suatu
minyak, maka minyak tersebut semakin baik untuk dijadikan sebagai bahan baku
dalam pembuatan sabun. (http://www.scribd.com).
2.4.Standar Mutu
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan kualitas minyak
atau lemak. Ada beberapa standar mutu yang digunakan untuk menentukan kualitas
dari minyak sawit dan minyak inti sawit. Perbedaan standar mutu ini didasarkan pada
kebutuhan dan konsumennya. Ada beberapa yang faktor yang menentukan standar
mutu minyak atau lemak, antara lain adalah : kadar air dan kotoran dalam minyak,
kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu minyak adalah titik cair,
kandungan gliserida, kejernihan, kandungan logam berat, bilangan penyabunan,
bilangan iodin, sifat pohon induknya, penanganan serta kesalahan selama pemrosesan
dan pengangkutan.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air yang kurang dari
0,1 % dan kadar kotoran lebih dari 0,01%, kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin yaitu (kurang lebih dari 2% atau kurang), bilangan peroksida dibawah 2,
jernih dan kandungan logam berat harus serendah mungkin atau bebas dari ion logam
(Ketaren. S, 1986).
Tabel.2.2. Spesifikasi Crude Palm Stearin
Bilangan Asam 35 Max
Bilangan Penyabunan 193 To 206
Bilangan Iodin 35 To 45
Unsaponifiable Matter 1 Max
Moisture and Impurities 1 Max
Warna 35 Max
Sumber : PT Palmcoco Laboratories
Tabel.2.3. Spesifikasi Crude Palm Stearin
Asam Lemak Bebas 0.2 Max
Bilangan Penyabunan 193-205
Unsaponifiable matter 0.30-0.90
Bilangan Asam 0.1
Moisture and Impurities 0.10 Max
Titik Lebur 44-56 Max
Bilangan Iodin (WIJS) 22-46 Max
Warna (51/4” Lovibond Cell) 3.0R / 30Y Max
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat – alat
− Heating mantle -
− Neraca analitik Sartorius
− Erlenmeyer 250 ml pyrex
− Pipet volume 25 ml, 50ml pyrex
− Baeker glass 50 ml, 250 ml pyrex
− Statif dan klem -
− Buret 50 ml duran
− Hot plate HJ-3
− Oven memmert 30 – 230oC
− Magnetic stirer spinbarr
− Labu takar 100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000 ml pyrex
− Spatula -
− Pendingin udara (Air Condensor) 60 cm -
− Crude Palm Stearin
− Refined Bleached Deodorized Palm Stearin
− Alkohol absolute
− KOH Pellet
− Serbuk Phenolfthalein (PP)
− HCl 0,5 N
− Aquadest
− HCl (p) 37 %
− Kristal H2C2O4
3.2. Persiapan Analisa
3.2.1. Penyediaan Sampel
Sampel yang diperlukan untuk analisa Bilangan Penyabunan adalah Crude
Palm Stearin dan Refined Bleached Deodorized Palm Stearin. Sebelum dilakukan
analisa, maka sampel Crude Palm Stearin dan Refined Bleached Deodorized Palm
Stearin dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara memanaskan sampel didalam Oven
pada suhu 800 C selama 15 menit agar sampel homogen dan mudah dalam melakukan
3.2.2. Pembuatan Larutan Pereaksi
3.2.2.1. Prosedur Pembuatan Larutan KOH Alkohol 0,5 N
− Ditimbang sebanyak 14,10 gram KOH pellet.
− Dilarutkan dengan Alkohol Absolute.
− Dimasukkan kedalam labu takar 500 ml kemudian diencerkan dengan
alkohol absolute sampai garis batas. − Dihomogenkan dengan stirrer.
3.2.2.2. Prosedur Pembuatan Larutan H2C2O4 0,1 N
− Dikeringkan Kristal H2C2O4.2H2O secukupnya dalam oven selama 1
jam.
− Didinginkan dalam desikator selama 30 menit.
− Ditimbang H2C2O4.2H2O sebanyak 3,17 gram kedalam beaker glass.
− Dilarutkan dengan aquadest.
− Dimasukkan dalam labu takar 500 ml kemudian diencerkan dengan
aquadest sampai garis tanda. − Dihomogenkan dengan stirrer.
3.2.2.3. Prosedur Pembuatan Indikator Phenolfthalein 1 %
− Ditimbang sebanyak 1 gram serbuk Phenolpthalein.
− Dilarutkan dengan Alkohol Absolute.
− Dimasukkan kedalam labu takar 100 ml dilarutkan dengan Alkohol
Absolute sampai garis batas.
3.2.2.4. Prosedur Pembuatan KOH 0,0798 N
− Ditimbang 5,8 gram KOH Pellet.
− Dilarutkan dengan aquadest.
− Dimasukkan dalam labu takar 1000 ml kemuadian diencerkan dengan
aquadest sampai garis tanda. − Dihomogenkan dengan stirrer.
3.2.2.5. Prosedur Standarisasi KOH 0,0798 N
− Dipipet 5 ml larutan H2C2O4 .2H2O 0.1 N kemudian dimasukkan
kedalam Erlenmeyer 100 ml.
− Ditambahkan 3 tetes indicator phenolpthalein 1 %.
− Dititrasi dengan larutan KOH sampai terbentuk larutan merah rose.
− Dicatat volume KOH yang digunakan.
− Dihitung Normalitas actual larutan KOH.
Perhitungan V1 . N1 = V2 . N2
3.2.2.6. Prosedur Pembuatan Larutan HCl 5 N dari HCL (p) 37 %
− Ditimbang sebanyak 49,40 gram larutan HCl(p) 37%.
− Dimasukkan aquadest sebanyak 20 ml kedalam labu takar 100 ml
− Ditambahkan larutan HCl (p) 37% melalui dinding labu takar secara
perlahan-lahan.
− Dihomogenkan dengan stirrer.
3.2.2.7. Prosedur Pembuatan Larutan HCl 0,4580 N dari HCl 5 N
− Dipipet sebanyak 25 ml larutan HCl 5 N dengan pipet volume.
− Dimasukkan kedalam labu takar 250 ml.
− Diencerkan dengan aquadest sampai garis batas.
− Dihomogenkan dengan stirrer.
3.2.2.8. Prosedur Standarisasi Larutan HCl 0,4580 N
− Dipipet sebanyak 5 ml larutan HCl 0,5 N.
− Dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
− Ditambahakn indikator Phenolpthalein 1% sebanyak 3 tetes.
− Dititrasi dengan larutan KOH 0,0798 sampai terjadi perubahan warna
dari bening menjadi pink.
− Dihitung Normalitas actual larutan HCl.
3.3. Proses Analisa
3.3.1. Penentuan Bilangan Penyabunan
3.3.1.1. Perlakuan Untuk Larutan Blanko
− Dipipet larutan KOH alkohol 0,5 N sebanyak 50 ml dengan pipet
volume.
− Dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
− Diekstraksi bolak-balik selama 1 jam kemudian didinginkan.
− Ditambahkan indikator Phenolpthalein 1%.
− Dititrasi dengan larutan HCl 0,4580 N sampai terjadi perubahan warna
dari pink menjadi bening.
3.3.1.2. Perlakuan Untuk Sampel
− Dipanaskan sampel didalam oven.
− Ditimbang sampel sebanyak 1 gram didalam Erlenmeyer.
− Ditambahkan larutan KOH alkohol 0,5 N sebanyak 50 ml dengan pipet
volume.
− Diekstraksi bolak-balik selama 1 jam kemudian didinginkan.
− Ditambahkan indikator Phenolpthalein 1%.
− Dititrasi dengan larutan HCl 0,4580 N sampai terjadi perubahan warna
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Analisa
Data analisis yang telah dilakukan maka bilangan penyabunan dari Crude Palm
Stearin dapat dilihat pada tabel 4.1 dan bilangan penyabunan dari RBD Palm Stearin
dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1. Data Analisis Bilangan Penyabunan dalam CPS
Kode Berat
Sampel N.HCl V.Blanko V.Sampel
Keteranga: I-A = Sampel CPS yang berasal dari Jakarta
I-B = Sampel CPS yang berasal dari Belawan
I-C = Sampel CPS yang berasal dari Dumai
Tabel 4.2. Data Analisis Bilangan Penyabunan dalam RBD PS
Kode Berat
Sampel N.HCl V.Blanko V.Sampel
Bilangan
Keteranga: II-A = Sampel RBDPS yang berasal dari Jakarta
II-B = Sampel RBDPS yang berasal dari Belawan
II-C = Sampel RBDPS yang berasal dari Dumai
4.2. Perhitungan
������������������ (�����/�) =(� − �)��
Keterangan :
A = V.HCl Titrasi Blanko (ml)
B = V. HCl Titrasi Sampel (ml)
N = Normalitas KOH (N)
W = Berat Sampel (g)
Contoh perhitungan:
������������������ (�����/�) =(� − �)��
� � 56,1
=
(42,20− 34,50)x 0,45801,0060
�
56,1
= 196,66 mg KOH/g
4.3. Pembahasan
Bilangan penyabunan menyatakan banyaknya milligram KOH yang diperlukan untuk
menyabunankan 1 gram minyak atau lemak.
Dari data hasil penelitian diperoleh rata-rata bilangan penyabunan dalam
sampel RBD. Palm Stearin (194,75 mg KOH/g sampai 203,30 mg KOH/g) yang lebih
rendah dari pada rata-rata bilangan penyabunan dalam Crude Palm Stearin (195,15
mg KOH/g sampai 205,14 mg KOH/g).
Standart mutu minyak untuk RBD. Palm Stearin untuk parameter Bilangan
minyak untuk Crude Palm Stearin untuk parameter Bilangan Penyabunan adalah 193
mg KOH/g sampai 206 mg KOH/g.
Faktor yang menyebabkan perbedaan Bilangan Penyabunan dalam sampel
RBD. Palm Stearin dan Crude Palm stearin adalah adanya Asam Lemak Jenuh Stearat
yang lebih banyak dalam RBD. Palm Stearin dibandingkan dengan Asam Lemak
Jenuh Stearat yang terdapat dalam sampel Crude Palm Stearin. Faktor lain yang
menyebabkan perbedaan bilangan penyabunan, diantarannya adalah makin besar berat
molekul lemak makin kecil angka penyabunannya, penimbangan sampel yang tidak
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
− Bilangan Penyabunan yang terdapat dalam sampel CPSdan RBDPS yang
berasal dari daerah Belawan 205,14 dan 203,30 mg KOH/g;Dumai 199,34 dan
199,88 mg KOH/g dan Jakarta 195,15 dan 194,75 mg KOH/g.
− Bilangan Penyabunan yang diperoleh pada penelitian sesuai dengan standart
mutu yaitu: CPS 193 - 206 mg KOH/g; RBD PS 193 - 205 mg KOH/g.
5.2. Saran
− Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian penentuan
Bilangan Penyabunan pada sampel Crude Palm Oil dan Refined Bleached
Deodorized Palm Oil.
− Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian penentuan
Bilangan Asam, Bilangan Iodin pada sampel Crude Palm Stearin dan Refined
DAFTAR PUSTAKA
Basyar, A.H. 1999. Perkebunan Besar Kelapa Sawit. Indonesia : E-law dan Cepas.
Fauzi, Y. 2002. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa Usaha dan Pemasaran. Jakarta : Penebar swadaya.
Girindra, A. 1990. Biokimia I. Jakarta : PT Gramedia.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar swadaya.
Tim Penulis PS. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek Pemasaran. Jakarta : Penebar swadaya.
http://elearning.unej.ac.id
http://www.scribd.com
http://martantiya.wordpress.com/