• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keputusan Pembelian dan Preferensi Konsumen Batik Bogor Tradisiku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keputusan Pembelian dan Preferensi Konsumen Batik Bogor Tradisiku"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)

iii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Produk karya seni Indonesia memiliki daya jual yang cukup tinggi. Nilai estetika dari produk karya seni Indonesia yang begitu khas menggambarkan keanekaragaman budaya. Hal yang mendukung nilai estetika tersebut adalah kebudayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Produk-produk dengan dengan nilai estetika ini membuat produk tersebut memiliki nilai ekonomi yang mampu menembus pasar baik nasional maupun internasional. Salah satu produk

tersebut adalah batik. Hal ini terlihat dari nilai ekspor batik Indonesia yang cukup besar, yaitu:

Tabel 1. Nilai ekspor batik Indonesia 2005-2010 (dalam US $ juta)

Tahun Nilai Ekspor (US $,Juta) Laju Pertumbuhan

(%/tahun)

2005 105 -

2006 110 4,76%

2007 125 12 %

2008 114 (9,65)%

2009 120 5%

2010 125 4%

Sumber: Direktorat Jendral Industri Kecil dan Menengah diolah (Kementrian Perindustrian, 2011)

Pada tahun 2009, keberadaan batik Indonesia diklaim oleh Malaysia.

Peristiwa ini sempat memperkeruh hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia. Namun pada tanggal 2 Oktober 2009 oleh badan PBB yaitu United Nation Educational, Scientific and Cultura Organization (UNESCO), Indonesia mampu membuktikan bahwa batik adalah warisan asli budaya Indonesia. Oleh karena itu, tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai “Hari Batik”. Hari bersejarah tersebut membuat masyarakat Indonesia semakin memiliki apresiasi terhadap keberadaan batik dan batik menjadi bagian dari trend yang populer dari masyarakat.

(2)

tertentu. Selain itu, pemerintah juga menghimbau untuk menggunakan batik sekali semingu setiap hari Jumat, dan menjadi gerakan batik nasional, masyarakat ternyata menanggapi secara antusias dan berbondong-bondong menggunakan batik.

Kebijakan pemerintah mendorong peningkatan pemasaran dan produksi batik yaitu dengan mewajibkan pegawai negeri mengenakan batik pada hari-hari tertentu dan mendorong karyawan instansi swasta untuk melakukan hal yang sama, BUMN/BUMD, demikian juga bagi pelajar mulai dari pendidikan dini (taman kanak-kanak), SD, SMP, SMA/Kejuruan dan mahasiswa serta masyarakat luas. Secara rinci segmen pasar batik untuk pasar dalam negeri dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2. Pemakai batik dalam negeri Indonesia

Pemakai Batik Jumlah (orang)

Pegawai Negeri

Sumber : Kementrian Perindustrian Indonesia, 2011

Tabel di atas juga menunjukkan kebutuhan batik yang diperlukan di Indonesia. Kebutuhan tersebut menjadi peluang pasar bagi unit usaha industri batik untuk berkembang. Hal ini dikarenakan peluang pasar yang cukup besar ini masih belum mampu dimanfaatkan secara maksimal.

Batik Bogor Tradisiku merupakan salah satu unit usaha industri batik yang berkembang di Indonesia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan batik Indonesia. Sebenarnya Batik Bogor pernah ada pada zaman Rakean Darmasiksa (1175-1297) yaitu seorang raja yang memimpin kerajaan Sunda, Pakuan Pajajaran, namun batik Bogor pada zaman tersebut tidak begitu populer dan

(3)

hujan gerimis, kujang kijang sebagai daya tarik dari motifnya. Saat ini, keberadaan Batik Bogor Tradisiku didukung oleh pemerintahan kota Bogor untuk dijadikan seragam pemerintahan. Selain itu, Batik Bogor Tradisiku juga terus melakukan ekspansi pasar, khususnya mempopulerkan batiknya.

Konsumen merupakan bagain terpenting yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan unit usaha. Hal ini membuat Batik Bogor Tradisiku harus membidik secara tepat karkteristik konsumen yang menjadi targetnya. Batik Bogor Tradisiku harus mampu memberikan nilai yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai keputusan pembelian maupun preferensi konsumen terhadap Batik Bogor Tradisiku. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam perbaikan dan pengembangan Batik Bogor Tradisiku sehingga mampu meningkatkan ekspansi pasar maupun eksistensinya sebagai usaha batik yang mempopulerkan motif ikon-ikon kota Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan

masalah yang ingin dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku?

2. Bagaimana proses pengambilan keputusan konsumenBatik Bogor Tradisiku?

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Batik Bogor Tradisiku?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku

2. Mengidentifikasi dan menganalisis proses pengambilan keputusan konsumen Batik Bogor Tradisiku

(4)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah:

1. Perusahaan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dan informasi dalam membuat strategi pemasaran untuk waktu berikutnya serta menjadi riset yang dapat membantu perusahaan untuk melakukan eksplorasi dalam mengembangkan Batik Bogor Tradisiku.

2. Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan, terlebih mengaplikasian ilmu manajemen, khususnya manajemen pemasaran.

3. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi yang akan menambah wawasan dan pengetahuan serta menjadi bahan rujukan bagi

penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batik

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka dalam Wulandari, 2011), batik adalah kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “amba” yang berarti lebar, luas, kain; dan titik yang berarti titik atau matik (membuat titik). Dalam bahasa Jawa, “batik” ditulis dengan “bathik”, mengacu pada huruf Jawa “tha” yang menunjukkan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Berdasarkan etimologi tersebut, sebenarnya “batik” tidak dapat diartikan sebagai satu atau dua kata, maupun satu padanan kata tanpa penjelasan lebih lanjut (Wulandari,2011).

Batik merupakan hasil seni budaya yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna filosofis pada setiap motifnya. Penampilan sehelai batik tradisional, dari segi motif maupun warnanya, dapat menyatakan dari mana asal batik tersebut. Motif batik berkembang seiringnya berjalannya waktu, tempat, peristiwa yang menyertai, serta perkembangan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, motif batik akan menunjukkan kedalaman pemahaman terhadap nilai-nilai lokal.

2.1.1 Corak Batik

Batik Indonesia memiliki corak yang beraneka macam. Berbagai bentuk dan unsur keragaman budaya yang sangat kaya dapat dilihat dari motif batik. corak batik adalah hasil lukisan pada kain dengan menggunakan alat yang disebut dengan canting. Jumlah corak batik Indonesia saat ini sangat beragam, baik variasi maupun warnanya. Pada umumnya, corak batik sangat dipengaruhi oleh letak geografis daerah pembuatan, sifat dan tata penghidupan daerah

bersangkutan, kepercayaan, dan adat istiadat yang ada, keadaan alam sekitar, termasuk flora dan fauna, serta adanya kontak atau hubungan antardaerah pembuatan batik.

(6)

1. Ornamen utama

Ornamen utama adalah suatu motif yang menentukan makna corak tersebut. Pemberian corak batik tersebut didasarkan pada perlambang yang ada pada ornamen utama ini. Jika motif utamanya adalah parang, maka biasanya batik tersebut diberi nama parang. Banyak sekali corak utama, di antaranya gunung, api, naga, burung garuda, pohon kehidupan, tumbuhan, bangunan, parang, dan lain-lain

2. Isen-isen

Isen-isen merupakan aneka motif pengisi latar kain di bidang-bidang kosong corak batik. Pada umumnya isen-isen berukuran kecil dan kadang rumit. Isen-isen dapat berupa titik-titik, garis-garis ataupun gabungan keduanya. Dahulu, ada beragam jenis isen-isen, tetapi pada perkembangannya hanya beberapa saja yang masih bisa dijumpai dan masih dipakai saat ini.

Secara garis besar, corak batik berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Corak hias geometris

Corak hias geometris adalah corak hias yang mengandung unsur-unsur garis

dan bangunan, seperti garis miring, bujur sangkar, persegi panjang, trapesium, belah ketupat, jajaran genjang, lingkaran, dan bintang, yang disusun secara berulang-ulang membentuk satu kesatuan motif.

2. Corak hias nongeometris

Corak hias nongeometris merupakan pola dengan sususnan tidak terukur, artinya tidak dapat diukur secara pasti, meskipun dalam bidang luas dapat terjadi pengulangan seluruh motif.

2.1.2 Proses Pembuatan Batik

Kegiatan membatik merupakan salah satu kegiatan tradisional yang terus dipertahankan agar tetap konsisten seperti bagaimana asalnya. Proses pembuatan batik dari dulu hingga sekarang tidak banyak mengalami perubahan. Berikut ini adalah proses pembuatan batik dari awal hingga akhir menurut Wulandari (2011):

1. Ngemplong

(7)

jarak atau minyak kacang yang sudah ada di dalam abu merang. Kain mori dimasukkan ke dalam minyak jarak agar kain menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat warna lebih tinggi. Setelah itu, kain diberi kanji dan dijemur, selanjutnya dilakukan proses pengemplongan, yaitu kain mori dipalu untuk menghaluskan kain agar mudah di batik.

2. Nyorek atau Memola

Nyorek atau memola adalah proses menjiplak atau membuat pola di atas kain mori dengan cara meniru pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut

ngeblat. Pola biasanya dibuat atas kertas roti terlebih dahulu, baru dijiplak sesuai pola di atas kain mori. Tahapan ini dapat dilakukan secara langsung. Di atas kain atau menjiplaknya dengan menggunakan pensil atau canting. Namun agar proses pewarnaan bisa berhasil dengan baik, tidak pecah, dan sempurna, maka proses batikannya perlu diulang pada sisi kain di baliknya atau disebut dengan proses ganggang.

3. Mbathik

Mbathik merupakan cara menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dengan nglowong (menggambar garis-garis di luar pola) dan isen-isen (mengisi pola dengan berbagi macam bentuk. Di dalam proses isen-isen terdapat istilah nyecek, yaitu membuat irisan dalam pola yang sudah dibuat dengan cara memberi titik-titik (nitik).

4. Nembok

Nembok adalah proses menutupi bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan malam. Bagian tersebut ditutupi dengan lapisan malam yang tebal seolah-olah merupakan tembok penahan.

5. Medel

Medel adalah proses pencelupan kain yang sudah dibatik ke cairan warna secara berulang-ulang sehingga mendapatkan warna yang diinginkan.

6. Ngerok dan Mbirah

(8)

7. Mbironi

Mbironi adalah menutupi warna biru dan isen-isen pola yang berupa cecek atau titik dengan menggunakan malam. Selain, itu ada juga proses ngrining, yaitu proses mengisi bagian yang belum diwarnai dengan motif tertentu.

8. Menyoga

Menyoga berasal dari kata soga, yaitu sejenis kayu yang digunakan untuk mendapatkan warna cokelat dengan menyelupkan kain ke dalam campuran warna cokelat tersebut.

9. Nglorod

Nglorod merupakan tahap akhir dalam proses pembuatan sehelai kain batik tulis maupun batik cap yang menggunakan perintang warna (malam). Dalam tahap ini pembatik melepaskan seluruh malam (lilin) dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih dan kemudian

diangin-anginkan hingga kering.

2.2 Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut American Marketing Association (AMA) dalam Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemasaran membutuhkan suatu strategi yang diungkapkan dalam rencana-rencana untuk memperoleh keuntungan, kelancaran penerimaan pembayaran, investasi yang dibutuhkan, produk yang dibuat dan sebagainya. Tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami sedemikian rupa sehingga produk atau jasa cocok dengan pelanggan.

(9)

pada definisi pemasaran yang ada sekarang. Ditinjau dari aspek manajerial dalam pergeseran paradigma pemasaran menunjukkan suatu proses atau sebagai proses pengambilan keputusan manajemen yang mencakup analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian di bidang pemasaran. Pengambilan keputusan manajemen lebih memfokuskan kepada empat aspek tersebut.

Tinjauan dari aspek perilaku konsumen dalam pergeseran paradigma pemasaran menunjukan bahwa semua keputusan konsumen atau pelanggan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan keputusan konsumen dari sudut pandang konsumen, seperti kepuasan dan antusiasme juga tercakup didalamnya. Bagi pemasar, janji untuk memberikan kepuasan pelanggan melalui bauran pemasarannya dapat menimbulkan akibat terpenuhinya tujuan laba jangka panjang meskipun kadang-kadang mengorbankan laba jangka pendek (Sukotjo et al, 2010).

2.3 Produk

Produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai

pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar secara bersangkutan. Produk yang ditawarkan meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide. Produk

bisa berupa manfaat tangible maupun intangible yang dapat memuaskan

pelanggan. Secara konseptual, produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas „sesuatu‟ yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar (Tjiptono, 2008).

2.3.1 Hierarki Produk

Pada perencanaan produk, pemasar harus memperhatikan tiga hierarki tingkatan produk (Tjiptono, 2008) yaitu:

1. Produk inti

(10)

2. Produk aktual

Produk akatual merupakan bagian yang menyusun produk inti, produk ini biasanya mengembangkan fitur dari produk, desain, tingkat kualitas, nama merek, dan kemasan.

3. Produk tambahan

Produk tambahan adalah produk yang berada di sekitar produk inti maupun produk aktual. Bentuk produk tambahan misalnya adalah tambahan servis dan manfaat bagi konsumen.

2.3.2 Klasifikasi Produk

Klasifikasi produk bisa dilakukan atas bebrbagai macam sudut pandang. Berdasarkan wujudnya, produk diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama (Tjiptono, 2008) , yaitu:

1. Barang

Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat,

diraba, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya. Ditinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam barang,

yaitu:

1. Barang Tidak Tahan Lama ( Nondurable Goods)

Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun.

2. Barang Tahan Lama (Durable Goods)

Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih).

2. Jasa

Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.

(11)

atau untuk digunakan dalam menjalankan suatu bisnis. Produk konsumen produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi. Produk konsumen dibagi dalam empat tipe, yaitu:

1. Produk kebutuhan sehari-hari

Produk ini adalah produk yang biasaya sering dan segera dibeli pelanggan dengan usaha pembandingan dan pembelian minimum. 2. Produk belanja

Produk konsumen ini jarang dibeli dan dibandingkan dengan kecocokan, kualitas, harga, dan gaya produk secara cermat.

3. Produk khusus

Produk dengan karakteristik unik atau identifikasi merek, di mana sekelompok pembeli signifikan bersedia melakukan usaha untuk pembelian khusus.

4. Produk tak dicari

Produk konsumen yang mungkin tidak dikenal konsumen atau produk yang mungkin dikenal oleh konsumen tetapi biasanya konsumen tidak

berpikir untuk membelinya.

2.3. 3 Atribut Produk

(12)

1. Kualitas produk

Kualitas produk adalah salah satu sarana positioning utama pemasar. Kualitas mempunyai dampak langsung pada kinerja produk atau jasa. Oleh karena itu kualitas berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan. 2. Fitur produk

Sebuah produk dapat ditawarkan dalam beragam fitur. Model dasar, model tanpa tambahan apa pun, merupakan titik awal. Perusahaan dapat menciptakan tingkat model yang lebih tinggi dengan menambahkan lebih banyak fitur. Fitur adalah sarana kompetitif untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dari produk pesaing. Oleh karena itu, produsen pertama yang memperkenalkan fitur baru yang menilai adalah salah satu cara paling efektif untuk bersaing.

3. Gaya dan desain produk

Cara lain untuk menambah nilai pelanggan adalah melalui gaya dan

desain produk yang berbeda. Desain adalah konsep yang lebih besar dari pada gaya. Gaya hanya menggambarkan penampilan produk.

Gaya bisa menarik perhatian dan menghasilkan estetika yang indah, namun gaya membuat kinerja produk menjadi lebih baik. Tidak seperti gaya, desain adalah jantung produk. Desain tidak hanya mempunyai andil dalam penampilan produk tetapi juga dalam manfaatnya. Desain yang baik dimulai dengan pemahaman mendalam tentang kebutuhan pelanggan.

2.4 Perilaku Konsumen

Pengertian konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan

(13)

keluarga dan teman. Sedangkan konsumen organisasi adalah konsumen yang menggunakan produk untuk menjalankan organisasi, seperti organisasi bisnis, yayasan, dan lembaga lainnya. Konsumen individu dan konsumen organisasi memiliki peran yang sama penting yaitu memberikan sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi.

Engel, et al (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan barang dan jasa termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individual, dan proses psikologis.

2.4.1 Pengaruh Lingkungan

Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks, sehingga perilaku proses keputusan konsumen dipengaruhi oleh:

1. Budaya

Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan

identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis (Kotler dan Keller, 2009).

2. Kelas sosial

Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagai nilai, minat, dan perilaku yang sama. Pada kelas sosial biasanya dibedakan oleh perbedaan status sosio- ekonomi yang berjajar dari yang rendah hingga yang tinggi. Status kelas sosial kerap menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda, misalnya: model dari mobil yang dikendarai, model pakaian yang disukai, dan jenis makanan yang disajikan (Engel, et al , 1994).

3. Faktor pribadi

(14)

langsung pada perilaku konsumen, sehingga penting bagi pemasar untuk mengenal konsumen lebih dekat (Kotler dan Keller, 2009).

4. Keluarga

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh (Kotler dan Keller, 2009).

5. Situasi

Perilaku berubah ketika situasi berubah, karena perubahan ini tak menentu dan tidak dapat diramalkan. Pada kesempatan lain perubahan tersebut dapat diramalkan melalui penelitian dan dimanfaatkan dalam strategi. Terdapat tiga situasi konsumen yaitu:

1. Situasi komunikasi, yaitu latar dimana konsumen dihadapkan kepada komuikasi pribadi atau nonpribadi. Komunikasi pribadi mencakup percakapan yang mungkin dilakukan oleh konsumen dengan orang lain,

sedangkan komunikasi nonpribadi melibatkan spektrum luas stimulus, seperti iklan maupun publikasi yang berorientasi konsumen.

2. Situasi pembelian, yaitu latar di mana konsumen memperoleh barang dan jasa.

3. Situasi pemakaian, yaitu latar yang mengacu di mana konsumsi terjadi.

2.4.2 Perbedaan Individu

Perbedaaan individu menjadi bagian dari faktor internal yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku. Menuru Engel, terdapat lima hal penting di mana konsumen mungkin berbeda, yaitu:

1. Sumber daya konsumen

Setiap orang membawa tiga sumber daya ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan, yaitu: waktu, uang, dan perhatian. Umumnya terdapat keterbatasan yang jelas pada ketersediaaan masing-masing, sehingga memerlukan alokasi yang cermat.

2. Motivasi dan keterlibatan

(15)

yang dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi yang spesifik. Oleh karena itu, jangkauan kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk meminimumkan risiko dan memaksimumkan manfaat yang diperoleh dari pembelian dan pemakaian.

3. Pengetahuan

Pengetahuan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Pengetahuan konsumen mencakup susunan luas informasi, seperti ketersediaan dan karakteristik produk dan jasa, di mana dan kapan untuk membeli, serta bagaimana menggunakan produk.

4. Sikap

Sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang merespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan.

5. Kepribadian, gaya hidup, dan demografi

Kepribadian, gaya hidup, dan demografi merupakan sistem untuk mengerti mengapa orang memperlihatkan perbedaan dalam konsumsi produk dan

preferensi. Kepribadian adalah respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan, gaya hidup didefinisikan sebagai pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang.

2.4.3 Proses Psikologis

(16)

Gambar 1. Model Perilaku Konsumen (Kotler dan Keller, 2009)

2.5 Pengambilan Keputusan Konsumen

Konsumen dalam menentukan apa yang diinginkan dan dibutuhkan selalu

memperhatikan beberapa aspek-aspek. Pengambilan keputusan konsumen menjadi bagian penting dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut, sehingga terdapat beberapa tahapan dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Kotler dan Keller (2009) keputusan konsumen melewati lima tahapan yaitu:

Gambar 2. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen (Kotler dan Keller 2009)

2.5.1 Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Dari pengalaman sebelumnya, konsumen telah belajar bagaimana

(17)

mengatasi dorongan ini dan dimotivasi ke arah produk yang diketahuinya akan memuaskan produk ini.

2.5.2 Pencarian Informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pencarian informasi konsumen dibagi dalam dua level yaitu penguatan perhatian dan aktif mencari informasi. Pada level penguatan perhatian, konsumen hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Aktif mencari informasi merupakan level di mana konsumen mulai aktif dalam mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu.

Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetanga, dan kenalan.

2. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pajangan di toko.

3. Sumber publik: media massa dan organisasi penentu peringkat konsumen.

4. Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.

2.5.3 Evaluasi Alternatif

Konsumen tidak melakukan proses evaluasi tunggal sederhana untuk semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Orientasi kognitif tersebut yaitu menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Langkah-langkah dalam proses evaluasi konsumen, pertama adalah mengetahui kebutuhan konsumen, lalu konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk, dan yang terakhir adalah memandang masing-masing atribut produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut.

2.5.4 Keputusan Pembelian

(18)

untuk membeli produk yang paling disukai. Namun, dua faktor berikut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian (Gambar 3)

1. Sikap orang lain

Pada faktor ini, dapat dilihat sejauh mana sikap orang lain mengurangi faktor alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal: (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semaikin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan mengubah niat pemebeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku, preferensi pembeli terhadap suatu merek akan meningkat jika seorang yang disukainya juga menyukai merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit saat beberapa orang yang sangat dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang berlawanan dan pembeli ingin menyenangkan mereka semua.

2. Faktor situasi yang tidak terantisipasi

Faktor yang kedua ini dapat muncul dan dapat mengubah niat pembelian.

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghidari suatu keputusan yang sangat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan. Konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi resiko, seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi, preferensi atas merek, dan garansi. Oleh karena situasi ini, maka para pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan adanya risiko dalam diri konsumen dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi risiko yang dirasakan.

Gambar 3. Tahap-tahap antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian ( Kotler dan Keller, 2009)

(19)

Dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen mengambil lima sub-keputusan: merek, dealer, kuantitas, waktu, dan metode pembayaran. Dalam pembelian produk sehari-hari, keputusannya lebih kecil dan kebebasannya juga lebih kecil (Kotler dan Keler, 2009).

2.5.5 Perilaku Pasca Pembelian

Tugas pemasar tidak berakhir begitu sana ketika produk dibeli, sehingga diperlukan pemantauan terhadap:

1. Kepuasan pasca pembelian

Kepuasan pembeli diperoleh setelah membei suatu produk. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Ada beberapa tingkat kepuasan, yaitu sangat puas, puas, dan kecewa.

2. Tindakan pasca pembelian

Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen konsumen terhadap suatu produk

akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, maka konsumen akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli

produk tersebut. Jika konsumen tidak puas, maka akan bereaksi sebaliknya, bahkan membuang atau mengembalikan produk tersebut.

3. Pemakaian produk pasca pembelian

Para pemasar juga harus memantau cara pembeli memakai dan membuang produk.

2.6 Preferensi Konsumen

(20)

Kardes membagi preferensi menjadi dua, yaitu: 1. Preferensi berdasarkan sikap

Preferensi ini merupakan preferensi yang dibentuk berdasarkan sikap konsumen secara keseluruhan terhadap dua produk. Menurut Kotler dan Armstrong (2008), sikap (attitude) menggambarkan evaluasi, perasaan, dan tendensi yang konsisten dari sesorang terhadap sebuah objek atau ide. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesutatu, untuk bergerak menuju atau meninggalkan sesuatu. Sikap sulit diubah, karena adanya pola dari sikap seseorang sehingga diperlukan penyesuaian yang rumit dalam banyak hal. Oleh karena itu perusahaan harus selalu berubah menyesuaikan produknya dengan sikap yang sudah ada daripada mencoba mengubah sikap.

Adapun contoh preferensi ini yaitu: konsumen dapat membentuk preferensi tentang minuman ringan dengan membandingkan sikap mereka

terhadap Coca-Cola dan Pepsi Cola. Jika konsumen memiliki sikap yang lebih baik terhadap Coca-Cola daripada Pepsi Cola, mereka sepertinya lebih suka

Coca-Cola. Dengan catataan bahwa konsumen mungkin memiliki sikap yang sangat baik terhadap kedua produk, tetapi jika sikap mereka lebih baik terhadap Coca-Cola, mereka sepertinya lebih suka Coca-Cola.

2.Preferensi berdasarkan atribut

Preferensi berdasarkan atribut menurtu Kardes dibentuk atas dasar membandingkan satu atau lebih atribut atau fitur dari dua produk ataupun lebih. Sebagai contoh, jika konsumen tidak familiar dengan berbagai merek cat rumah, dia tidak mungkin membentuk sikap terhadap merek cat lainnya, sehingga daripada memperhitungkan sikap terhadap merek yang berbeda, konsumen mungkin hanya membendingkan merek yang berbeda pada satu atribut atau lebih. Jika perhatian utama konsumen pada biaya, maka konsumen akan membandingkan harga dan membentuk preferensi pada merek dengan harga terendah.

(21)

Sedangkan atribut bersama yaitu atribut yang tidak hanya dimiliki satu produk saja seperti atribut unik, akan tetapi semua produk memiliki atribut ini. Kedua hal ini memiliki sebuah dampak kuat pada preferensi dimana atribut unik melawan atribut bersama selalu memiliki implikasi evaluatif yang berlawanan.

Hasil ini menunjukkan bahwa atribut bersama memiliki pengaruh sedikit dalam keputusan preferensi. Selain itu ketika dihadapkan pada dua produk, hasil menunjukkan bahwa atribut unik yang menggambarkan produk kedua memiliki dampak yang lebih besar dalam preferensi, relatif terhadap atribut unik yang menggambarkan produk pertama. Asimetri ini dikenal sebagai arah perbandingan efek. Jika atribut unik dari merek fokus (produk kedua) menguntungkan, merek fokus lebih disukai. Proses perbandingan ini menunjukkan bahwa atribut bersama tidak sangat informatif karena tidak alternatif memiliki keuntungan diferensial pada atribut ini. Arah perbandingan efek diamati hanya ketika konsumen melakukan atribut berdasarkan

perbandingan, akan tetapi dihilangkan ketika konsumen membentuk sikap didasarkan preferensi. Pada tahap evaluasi, konsumen akan membentuk

preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan dan memberikan perhatian besar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya (Kotler dan Keller, 2009).

2.7 Analisis Faktor

Analisis faktor adalah suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang untuk diteliti, yang berari dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian. Jadi, pada prinsipnya analisis faktor digunakan untuk mengelompokkan beberapa variabel yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor, sehingga dimungkinkan dari beberapa atribut yang mempengaruhi suatu komponen variabel dapat diringkas menjadi beberapa faktor utama yang jumlahnya lebih sedikit (Suliyanto, 2005).

(22)

1. Principal component analysis

Principal component analysis (PCA) menggunakan total varian dalam analisisisnya. Metode ini menghasilkan faktor yang memiliki specific variance dan error variance yang paling kecil. Jika ada beberapa faktor yang dimaksimalkan, faktor yang terlebih dahulu dihasilkan adalah yang memiliki common variance terbesar, sekaligus specific dan error variance terkecil. Adapun tujuan PCA adalah mengetahui jumlah faktor minimal yang dapat diekstrak. Namun sebelum memilih metode ini, peneliti harus yakin dulu bahwa common variance lebih besar dari specific dan error variance. Adapun pengertian PCA menurut Suliyanto (2005) merupakan model dalam analisis faktor yang tujuannya untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan dihasilkan.

Model Principal Component Analysis (PCA):

………...( 1 ) Syarat, m ≤ p

Jika ditulis dalam bentuk matriks adalah:

………...( 2 )

Keterangan:

F = faktor principal component (unobservable) X = variabel yang diteliti (observable)

l = bobot dari kombinasi linier (loading)

Dengan demikian model PCA dapat dinyatakan bahwa faktor m terbentuk oleh variabel X1 dengan bobot kontribusi sebesar lm1 dan variabel X2 dengan bobot kontribusi sebesar lm2, dan seterusnya. Semakin besar bobot suatu variabel terhadap faktor yang terbentuk, maka

menunjukkan semakin erat variabel tersebut terhadap faktor yang terbentuk, demikian juga sebaliknya (Suliyanto, 2005).

2. Common Factor Analysis

(23)

diekstrak, namun metode ini lebih kuat dalam mengungkap dimensi-dimensi laten yang melandasi variabel-variabel. Metode ini juga dapat dipakai, jika peneliti tidak mengetahui specific dan error variance sehingga dapat diabaikan dalam analisis. Menurut Suliyanto (2005), metode ini merupakan model dalam analisis faktor yang tujuannya untuk mengetahui struktur variabel yang diteliti (karakteristik dari observasi). Model Common Factor Analysis :

………( 3 ) Syarat, m ≤ p

Jika ditulis dalam bentuk matriks adalah:

………. ( 4 )

Keterangan:

F = common factor (unobservable) X = variabel yang diteliti (observable) l = bobot dari kombinasi linier (loading)

= specific factor

Dengan demikian model common factor dapat dinyatakan bahwa variabel Xp memberikan kontribusi terhadap faktor F1 dengan bobot kontribusi sebesar lP1 dan kepada faktor F2 dengan bobot kontribusi sebesar lP2 dan juga kepada faktor lain yang tidak diteliti (Suliyanto, 2005).

2.8 Penelitian Terdahulu

Fitriyana (2009) dalam penelitiannya tentang Analisis Proses Pengambilan

Keputusan dan Preferensi Konsumen Terhadap Objek Wisata Pemancingan Fishing Valley Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui karakteristik

konsumen yang mengunjungi objek wisata pemancingan Fishing Valley Bogor 2)

(24)

Miftah (2010) dalam penelitiannya tentang Analisis Proses Pengambilan Keputusan dan Preferensi Konsumen Terhadap Restoran Gurih 7 Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui karakteristik konsumen Restoran Gurih 7, 2) Menganalisis proses pengambilan keputusan konsumen Restoran Gurih 7, 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen Restoran Gurih 7. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis faktor. Berdasarkan analisis faktor diperoeh lima faktor yang mempengaruhi, yaitu: assurance sebesar 0,742, reliability sebesar 0,698, tangible sebesar 0,697, responsiveness sebesar 0,611, dan empathy sebesar 0,567.

Febrianti (2011) dalam penelitiannya tentang Analisis Keputusan Pembelian dan Preferensi Konsumen Pembalut Wanita Charm. Tujuan penelitian tersebut adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik konsumen pembalut wanita Charm 2) Menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian konsumen pembalut wanita Charm 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

preferensi konsumen terhadap atribut pembalut wanita Charm. Alat analisis yang digunakan adalah analalisis deskriptif dan analisis faktor. Berdasarkan hasil

(25)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Salah satu keanekaragaman yang tumbuh di masyarakat adalah keanekaragaman hasil karya seni. Batik merupakan salah satu produk hasil karya seni sekaligus warisan budaya yang memiliki keanekaragaman. Keanekaragaman Batik terlihat dari berbagai aspek, seperti asal daerah pembuatan, motif, warna, hingga filosofi yang dimilikinya. Oleh karena itu, tak heran jika terdapat keanekaragaman batik berkembang di Indonesia.

Bogor adalah salah satu kota yang menjadi kota wisata di Indonesia. Julukan kota hujan, tugu kujang, talas, maupun kijang membuat Bogor memiliki pesona tersendiri yang dapat dikembangkan. Kecintaan akan pesona tersebut membuat tumbuhnya eksplorasi terhadap kota Bogor. Salah satu eksplorasi yang dilakukan adalah dengan mengangkat batik dengan motif-motif yang diambil dari pesona kota Bogor yaitu Batik Bogor atau yang sering dikenal dengan Batik Bogor Tradisiku.

Batik Bogor Tradisiku adalah usaha yang mengembangkan potensi batik yang ada di Indonesia, khususya mengembangkan batik yang mengangkat kota Bogor. Pada kenyataannya, usaha dari Batik Bogor Tradisiku ini mengalami berbagai tantangan berbagai pihak. Salah satu tantangan tersebut adalah banyaknya kompetitor batik daerah di Indonesia, seperti Pekalongan, Solo, maupun Yogyakarta . Batik-batik tersebut telah populer di masyarakat. Oleh karena itu, Batik Bogor Tradisiku harus melakukan eksplorasi besar-besaran, sehingga mampu menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu batik Indonesia yang memiliki potensi sama dengan batik Indonesia lainnya.

Pengetahuan tentang perilaku konsumen menjadi hal yang harus dikaji oleh suatu usaha. Adanya Batik Bogor Tradisiku sebagai salah satu batik yang sedang

(26)

pengambilan keputusan digunakan analisis deskriptif, sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen digunakan analisis faktor. Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini, akan menjadi rekomendasi yang mendukung perbaikan maupun pengembangan usaha Batik Bogor Tradisiku ke depannya.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang analisis keputusan dan preferensi konsumen Batik Bogor Tradisiku Bogor dilakukan di galeri yang berlokasi di Jalan. Jalak No. 2 Tanah Sareal- Bogor Penelitian dilakukan kepada konsumen yang sedang atau telah membeli produk Batik Bogor Tradisiku. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 hingga April 2012.

Eksplorasi Batik dengan mengangkat Batik Bogor yang dilakukan oleh Batik Bogor Tradisiku

Banyaknya kompetitor batik daerah di Indonesia

Pengetahuan tentang perilaku konsumen pada Batik Bogor Tradisiku

Analisis Faktor Karakteristik

konsumen

Proses pengambilan keputusan konsumen

Faktor-faktor yang mempengaruhi

preferensi konsumen

Analisis Deskriptif

Rekomendasi untuk perbaikan dan pengembangan Batik Bogor

(27)

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan stakeholder yang terkait dan pengisian kuesioner oleh responden. Stakeholder yang terkait dalam pengumpulan data antara lain adalah pemilik usaha dan karyawan Batik Bogor Tradisiku, Dewan Kerajinan Nasional Daerah kota Bogor (Dekranasda), Dinas Budaya dan Pariwisata kota Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Bogor, serta konsumen Batik Bogor Tradisiku. Pengumpulan data sekunder dilperoleh melalui studi literatur dengan menggunakan buku, jurnal, internet, dan sumber lain yang dapat mendukung data dalam penelitian.

3.4 Metode Pengambilan Sampel dan Jumlah Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

non-probabbility sampling dengan teknik convenience sampling. Dalam pengambilan sampel ini, sampel yang akan dipilih diukur dengan menggunakan

pendekatan menurut Gilbert (1996) yaitu pengambilan sampel pada populasi yang tidak diketahui. Adapun jumlah sampel yang digunakan diperoleh dengan

menggunakan rumus:

……….( 5 )

Keterangan: n= jumlah sampel

z= nilai dari selang kepercayaan 95%

H= Half precision (desired level of precision squared) σ = varian populasi

Pada penelitian ini varian populasi diperoleh melalui:

………...( 6 )

( Keterangan: Jumlah populasi maksimum dan jumlah populasi minimum

diperoleh melalui wawancara dengan pihak Batik Bogor Tradisiku. Sedangkan H (Half precision (desired level oh precision squared) yang digunakan adalah 10%, mengingat penelitian ini adalah penelitian ilmu sosial) sehingga diperoleh:

(28)

Maka berdasarkan perhitungan yang dilakukan, jumlah sampel yang dibutuhkan sebagai responden adalah sebanyak 100 orang.

3.5 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package For Social Science (SPSS). Kevalidan dan kesahihan data pada kuesioner yang diisi oleh responden digunakan uji validitas dan uji reliabilitas, sedangkan analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis faktor.

3.5.1 Uji Validitas

Uji validitas mengindikasikan apakah alat pengukuran yang ingin diukur sudah tepat atau belum. Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan yang mendefinisikan suatu peubah. Setelah kuesioner terbentuk, langkah awal yang dilakukan adalah menguji validitas kuesioner. Kuesioner tersebut memiliki pertanyaan-pertanyaan yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang diinginkan. Apabila pertanyaan yang tidak berhubungan, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan akan dihilangkan atau diganti dengan konsep pertanyaan lain (Umar,2003).

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi

product moment, teknik ini digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r):

√ ………

( 7 )

Keterangan :

n = jumlah responden

X = skor masing-masing pernyataan

(29)

Pada penelitian uji validitas dilakukan terhadap 30 responden dan dapat dikatakan valid bila diperoleh rhitung lebih besar dari rtabel yang ditentukan.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal-hal yang berkaitan dengan pertanyaan yang merupakan bagian dimensi suatu peubah dalam kuesioner. Jika hasil pengukuran yang dilakukan berulang menghasilkan hasi yang relatif sama, pengukuran tersebut dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik (Suliyanto, 2005). Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas yang bertujuan untuk mengetahui keandalan kuesioner. Reliabilitas suatu konstruk dinyatakan baik jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60. Pengujian reliabilitas dengan teknik Cronbach dilakukan dengan menggunakan

program SPSS menggunakan rumus:

………( 8 )

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan

= jumlah ragam butir = varians total

Rumus untuk mencari nilai ragam adalah:

( )

………..( 9 )

Keterangan: σ2

= ragam

n = jumlah sampel

X = nilai skor akhir

3.5.3 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis proses

(30)

digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku yang meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pegeluaran, dan hobi. Data-data yang diperoleh melalui kuesioner akan dikelompokkan pada tabel dan dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung Persentase adalah:

...( 10 )

Keterangan:

P = Persentase responden yang memiliki kategori tertentu

fi = jumlah responden yang memilih kategori tertentu

∑fi = total jawaban

Tabulasi silang pada analisis deskriptif dilakukan pada saat menganalisis karakteristik responden. Adapun tujuan dari tabulasi silang adalah menampilkan kaitan antara dua atau lebih variabel, atau sampai dengan menghitung apakah ada hubungan antara baris (sebuah variabel) dengan kolom (sebuah variabel yang lain). Alat statistik yang sering digunakan untuk mengukur asosiasi pada sebuah crosstab adalah chi-square (Santoso, 2010).

3.5.4 Analisis Faktor

Analisis faktor yang meliputi pricipal component analysis dan common factor analysis adalah pendekatan statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis “interrelationship” sejumlah variabel dan untuk menjelaskan dimensi-dimensi (faktor) apakah yang melandasi variabel-variabel tersebut (Simamora, 2005). Analisis faktor yang berasal dari data primer melalui kuesioner akan mengkuantifikasikan data dengan skala

Likert dan menggunakan rata-rata pembobotan tersebut sebagai data statistik yang akan diolah (Nugroho, 2005).

Penelitian yang dilakukan, analisis faktor digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen. Adanya

(31)

1. Mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel.

2. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi.

3. Mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk dianalisis multivariat lainnya.

Analisis faktor meliputi proses sebagai berikut : 1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis.

2. Menguji variabel-variabel yang akan ditentukan, dengan menggunakan metode Barlett test of sphericity. Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor, digunakan metode Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah uji yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar antara 0,5 sampai 1,0), analisis faktor layak dilakukan.

Sebaliknya, apabila nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan (Simamora, 2005). Untuk menentukan apakah proses

pengambilan sampel sudah memadai atau tidak digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Angka MSA berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria:

a. MSA=1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain.

b. MSA>0,5, variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut.

c. MSA<0,5,variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

3. Melakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu factoring, atau menurunkan satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel sebelumnya.

(32)

method. Varimax method adalah metode rotasi orthogonal untuk meminimalisasi jumlah indikator yang mempunyai factor loading tinggi pada tiap faktor. Quartimax method merupakan metode rotasi untuk meminimalisasi jumlah faktor yang digunakan untuk menjelaskan indikator. Equamax method adalah metode gabungan antara varimax method yang meminimalkan indikator dan quartimax method yang meminimalkan faktor.

5. Interpretasi atas faktor yang terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk tersebut yang dianggap dapat mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut.

(33)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Profil Batik Bogor Tradisiku

Batik Bogor Tradisiku didirikan pada tanggal 13 Januari 2008 oleh pendirinya Bapak Siswaya. Pria kelahiran Sleman-Yogyakarta ini telah menetap di Bogor lebih dari 26 tahun sehingga beliau ingin memberikan sesuatu untuk mengharumkan kota Bogor melalui kontribusi yang dimilikinya, karena beliau sangat memegang teguh peribahasa yang menyatakan “ di mana bumi dipinjak, di situ langit dijunjung”. Gagasan beliau adalah membuat batik dengan motif yang mengangkat ikon-ikon khas kota Bogor yang bertujuan untuk melestarikan budaya batik serta menumbuhkan kecintaan masyarakat Bogor terhadap batik khas kota Bogor yang diberi nama Batik Bogor Tradisiku. Dengan adanya Batik Bogor Tradisiku diharapkan kota Bogor semakin populer baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Adapun alasan mendirikan Batik Bogor Tradisiku, yaitu:

1. Sebagai bentuk kontribusi kepada kota Bogor yang telah memberikan warna kehidupan selama 26 tahun

2. Rasa ingin melestarikan budaya Indonesia yaitu batik yang seyogyanya merupakan khasanah budaya yang telah turun temurun diwariskan nenek moyang bangsa Indonesia, terlebih ketika ditetapkannya batik secara internasional oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009.

3. Jiwa sosial yang tinggi membuatnya ingin membantu para pembatik Yogya yang kehilangan pekerjaan akibat gempa bumi Jogja pada tahun 2006 silam dan juga menciptakan lapangan pekerjaan untuk warga sekitar yang membutuhkan pekerjaan.

(34)

Bogor Tradisiku juga telah mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dengan nomor 517/32/PK/B/DIPERINDAGKOP dan Tanda Daftar Industri (TDI) dengan nomor 534/03. TDI-Diperindagkop pada tanggal 15 Januari 2009.

Batik Bogor Tradisiku memiliki motif yang membawa ikon-ikon yang identik dengan kota Bogor seperti kijang, kujang, bunga teratai, dan lainnya. Kemudian pada 4 Juni 2009 sebagai peringatan Ulang Tahun Bogor ke-527 motif kujang kijang dilaunching oleh walikota Bogor , Bapak Diani Budiarto, beserta Ibu Fauziah dan motif tersebut dipatenkan bersama dua motif batik Pakuan Pajajaran, yaitu Ragen Panganten dan Banyak Ngantrang, yang hak ciptanya dimiliki Pemda Kota Bogor.

Batik Bogor Tradisiku dalam perjalanannya kembali mengeluarkan motif-motif yang membawa ikon kota Bogor, salah satunya adalah motif hujan gerimis yang merupakan julukan kota Bogor yaitu Kota Hujan yang

airnya membawa berkah dan sebagai sumber kehidupan. Melihat dari segi pemasarannya, dalam waktu 4 tahun ini, Batik Bogor Tradisiku sedang

mengalami perkembangan yang pesat. Pihak Pemda Kota Bogor juga sangat mengapresiasi dan mendukung Batik Bogor Tradisiku, salah satunya dengan kebijakan walikota Bogor yang menghimbau seluruh dinas di kota Bogor menggunakan Batik Bogor pada hari kamis. Selain dinas, instansi lain juga banyak yang sudah menggunakan seragam batik dari Batik Bogor Tradisiku seperti Badan Pengawas Daerah (Bawasda), Bappeda, BPPT, RRI, PDAM, HIMPAUDI, Universitas Pakuan, BPKP, Hotel Lido, dan Hotel Novotel. Sejak tahun 2010 juga, siswa TK, SD, SMP, dan SMA mulai menggunakan Batik Bogor Tradisiku.

(35)

Direktur

Divisi Produksi

Divisi Operasional

Divisi Pemasaran

Divisi Keuangan

Divisi SDM

4.1.2 Struktur Organisasi Batik Bogor Tradisiku

Batik Bogor Tradisiku dipimpin oleh seorang direktur utama yang bertanggung jawab atas kegiatan produksi, operasional, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia. Pada setiap kegiatan tersebut terdapat seorang supervisor yang bertanggung jawab khusus untuk

masing-masing kegiatan. Divisi produksi bertugas untuk

mengkoordinasikan seluruh kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan produksi yaitu diantaranya desain motif, proses pembatikan tulis dan cap, proses printing, proses pewarnaan, dan proses penjahitan. Divisi operasional bertanggung jawab dalam kegiatan-kegiatan operasional Batik Bogor Tradisiku seperti transportasi dan belanja bahan baku batik. Divisi pemasaran bertanggung jawab untuk memasarkan produk batik di galeri, pameran, maupun pelatihan. Divisi keuangan bertanggung jawab atas pencatatan keuangan serta

mengontrol arus kas Batik Bogor Tradisiku. Sedangkan divisi sumber daya manusia bertanggung jawab atas sumber daya manusia yang

dibutuhkan oleh Batik Bogor Tradisiku baik sebagai pembatik maupun sebagai karyawan operasional. Adapun struktur organisasi Batik Bogor Tradisiku adalah sebagai berikut :

Gambar 5. Struktur Organisasi Usaha Batik Bogor Tradisiku

4.2. Karakteristik Konsumen

(36)

per bulan, pengeluaran (setiap pembelian), dan hobi. Adanya variabel-variabel tersebut adalah untuk mengetahui karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku dan juga menganalisis karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku terkait dengan pengeluaran setiap pembelian dengan variabel karakteristik konsumen lainnya. Dengan mengetahui dan menganalisis karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku, penelitian ini dapat mengkaji pengaruh karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku baik pengaruh yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

4.2.1 Jenis Kelamin

Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan jenis kelamin terdiri dari konsumen perempuan sebesar 61 persen dan konsumen laki-laki sebesar 39 persen. Persentase tersebut menunjukkan bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku didominasi oleh konsumen perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik konsumen wanita yang cenderung lebih konsumtif dalam melakukan pembelian terhadap berbagai

produk, khsususnya produk yang digunakan sebagai bahan sandang.

Gambar 6. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan jenis kelamin

4.2.2 Usia

Karakteristik konsumen berdasarkan data dari kuesioner yang diberikan kepada 100 responden, diketahui bahwa mayoritas konsumen

Batik Bogor Tradisiku didominasi oleh usia 31-40 tahun sebesar 28 persen. Konsumen dengan kelompok usia 31-40 tahun paling banyak mendominasi usia konsumen dalam penelitian ini, karena mengingat responden pada usia tersebut telah memiliki pekerjaaan yang cukup

31%

69%

(37)

mapan, penghasilan yang cukup, serta cukup selektif dalam mengambil keputusan pembelian.

Gambar 7. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan usia

4.2.3 Status Pernikahan

Dilihat dari status pernikahannya pada hasil pengolahan data responden dapat diketahui bahwa sebagian besar konsumen Batik Bogor Tradisiku dengan status menikah sebesar 72 persen, belum menikah sebesar 26 persen, janda sebesar 2 persen, sedangkan konsumen dengan status duda tidak ada. Konsumen yang memiliki status pernikahan biasanya menggunakan batik sebagai bahan sandang untuk seragam kantor maupun event-event tertentu yang dijadikan sebagai identitas.

Gambar 8. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan status pernikahan

12%

21%

28% 23%

15% 1%

≤20 tahun

21-30 tahun

31-40 tahun

41-50 tahun

51-60 tahun

>60tahun

72% 26%

2% Menikah

(38)

4.2.4 Pendidikan Terakhir

Pendidikan mempengaruhi konsumen terkait dengan persepsi seseorang dalam menilai suatu produk. Konsumen Batik Bogor Tradisiku memiliki latar belakang pendidikan S1 sebesar 44 persen, diikuti oleh SMU/SMK sebesar 30 persen, dan persentase terendah adalah latar belakang pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, mayoritas konsumen berpendidikan terakhir S3 sebesar 1 persen. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku didominasi oleh konsumen berpendidikan S1.

Gambar 9. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan pendidikan terakhir

4.2.5 Klasifikasi Pekerjaan

Klasifikasi pekerjaan akan mempengaruhi gaya hidup konsumen dalam berpakaian dan budaya perusahaan yang dimiliki. Gaya berpakaian pada perusahaan sangat bervariatif dan memiliki ciri khas masing-masing. Hal ini dikarenakan pekerja sebagai stakeholder harus menggambarkan identitas perusahaannya. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari kuesioner diketahui bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku sebagian besar memiliki klasifikasi pekerjaan sebagai employee (pegawai) sebesar 67 persen. Konsumen yang memiliki klasifikasi pekerjaaan sebagai employee biasanya memiliki gaya berpakaian yang disesusaikan dengan budaya perusahaan seperti aturan memakai seragam

tertentu berdasarkan pada hari maupun divisinya. gguKemudian diikuti

3%

30%

11% 44%

11% 1% SD/SMP

(39)

dengan pekerjaan terbanyak kedua yaitu unemployee (tidak bekerja) sebesar 21 persen, yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan ibu rumah tangga..

Gambar 10. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan klasifikasi pekerjaan

4.2.6 Status Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan atau digunakan oleh manusia untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner diperoleh bahwa konsumen Batik Bogor Tradisiku sebagai pegawai swasta sebesar 46 persen. Mereka umumnya membeli Batik Bogor Tradisiku pada saat istirahat kantor, pulang kantor, ataupun pada akhir pekan.

Gambar 11. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan status pekerjaan

21%

1% 7% 4% 67%

Unemployee Investor Business owner Self employee Employee

20%

46% 13%

12% 9% PNS

(40)

4.2.7 Profesi

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen Batik Bogor Tradisiku berprofesi sebagai dosen/guru sebanyak 41 persen. Konsumen yang memiliki profesi sebagai dosen/ guru memiliki penampilan yang formal. Batik sebagai warisan budaya dijadikan seragam yang diselaraskan dengan penampilan formal. Oleh karena itu, dalam penampilannya guru identik dengan menggunakan seragam, khususnya batik. Batik dijadikan seragam bagi dosen/guru karena selain motifnya yang khas, bahan sandang ini juga merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan.

Gambar 12. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan profesi

4.2.8 Pendapatan Per Bulan

Pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi, karena dengan pendapatan seseorang dapat membiayai kebutuhan konsumsinya. Tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap daya beli konsumen terhadap

suatu kebutuhan produk yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner penelitian diketahui bahwa konsumen

Batik Bogor Tradisiku mayoritas memiliki pendapatan per bulan sebesar Rp 2.000.001- Rp 5.000.000 sebanyak 40 persen ( gambar 13).

41%

11%

1% 2% 6% 2% 3% 2%

12% 9%

11%

Dosen/Guru Pengusaha/Wirausaha Dokter/Tenaga Ahli Medis

TNI/Polisi Pedagang Artis

Konsultan Engineer Mahasiswa

(41)

Gambar 13. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan pendapatan

4.2.9 Pengeluaran Setiap Pembelian

Besarnya pengeluaran konsumen Batik Bogor Tradisiku pada setiap pembelian mayoritas mengeluarkan Rp. 100.001 –Rp.500.000 yaitu sebesar 48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen tidak terlalu mempertimbangkan harga sebagai faktor utama untuk membeli produk Batik Bogor Tradisiku. Konsumen yang menyukai ataupun merasa puas

dari suatu produk akan membayar berapa pun harga yang ditawarkan. Selain itu, batik bukanlah kebutuhan bahan sandang yang biasa saja, namun sebagai bahan sandang yang bernilai.

Gambar 14. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan pengeluaran setiap pembelian

20%

26% 40%

12% 2%

≤Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.001-Rp. 2.000.000

Rp. 2.000.001-Rp. 5.000.000 Rp. 5.000.001-Rp. 10.000.000

Rp. 10.000.001-Rp. 20.000.000

43%

48%

6% 1% 2%

≤Rp. 100.000 Rp. 100.001-Rp. 500.000 Rp. 500.001-Rp. 1.000.000

(42)

4.2.10 Hobi

Berdasarkan klasifikasi hobi, konsumen Batik Bogor Tradisiku memiliki hobi membaca (32%), Persentase hobi terkecil yang dimiliki konsumen adalah kolektor barang sebesar satu persen. Karakteristik konsumen berdasarkan hobi dapat dilihat pada gambar 15. Membaca merupakan salah satu hobi yang akan menambah pengetahuan dari konsumen. Hobi ini menjadikan sumber informasi bagi konsumen untuk membuka pikiran konsumen dalam memberikan penilaian terhadap berbagai hal, salah satu informasinya yang mungkin diperoleh misalnya tentang batik. Dengan adanya informasi tentang batik, konsumen akan memiliki persepsi yang lebih mendalam, seperti esensi maupun filosofi dari batik. Selain itu, hal tersebut juga didukung dengan mayoritas konsumen yang berprofesi sebagai dosen/guru.

Gambar 15. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan hobi

4.3. Tabulasi Silang

Setelah melakukan analisis deskriptif mengenai karakteristik responden

maka selanjutnya tabulasi silang antara masing-masing karakteristik responden yang satu dengan karakteristik responden yang lainnya. Pada tabulasi silang yang diolah dengan menggunkan SPSS dapat dilihat hubungan antar karakteristik dengan melihat nilai chi-square. Bila nilai chi-square hitung lebih besar daripada chi-square tabel maka dapat di katakan tolak Ho, dimana Ho adalah tidak ada hubungan antara baris dan kolom. Pada penelitian biasanya nilai α yang digunakan pada level of significance adalah 0,05 dan 0,1 (Siegel dan Catellan,

32%

30% 7%

6% 4%

1% 5%

15%

Membaca Jalan-jalan Belanja

Menonton Browsing Kolektor barang

(43)

1988). Nilai α yang dignakan pada penelitian ini adalah 0,1 dengan mempertimbangkan nilai half precission yang digunakan adalah 10%. Nilai crosstabulation yang korelasinya berada pada nilai maksimal α =0,1 maka dapat dinyatakan adanya korelasi pada variabel tersebut.

Pengolahan tabulasi silang pada penelitian ini hanya dilakukan hanya pada pengeluaran setiap pembelian terhadap variabel karakteristik konsumen lainnya. Hal ini dilakukkan karena pengeluaran setiap pembelian yang dilakukan oleh konsumen memiliki potensi dalam mempengaruhi penetapan strategi yang akan dilakukan Batik Bogor Tradisiku ke depannya.

Tabel 3. Ringkasan hasil uji crosstab pengeluaran setiap pembelian dengan variabel karakteristik konsumen lainnya

Variabel

Chi-square Test

Korelasi Value Asy.Sig

Pengeluaran setiap Pembelian * Jenis

Kelamin 2,956

a

0,565 Tidak

signifikan

Pengeluaran setiap Pembelian * Usia 15,993a 0,717 Tidak

signifikan Pengeluaran setiap Pembelian *

Status Penikahan 51,418

a

0,000 Signifikan

Pengeluaran setiap Pembelian *

Pendidikan Terakhir 50,198

Pengeluaran setiap Pembelian *Status

Pekerjaan 25,656

a

0,059 Signifikan

Pengeluaran setiap Pembelian *

Profesi 51,996

a

0,014 Signifikan

Pengeluaran setiap Pembelian *

Pendapatan 35,932

a

0,003 Signifikan

Pengeluaran setiap Pembelian * Hobi 23,522a 0,707 Tidak

(44)

4.3.1 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan status pernikahan

Konsumen Batik Bogor Tradisiku dengan status pernikahan menikah mayoritas (35%) melakukan pembelian dengan pengeluaran Rp. 100.001-Rp.500.000. Konsumen yang memiliki status pernikahan cenderung memiliki kebutuhan sandang yang bergaya formal, salah satunya batik. Batik yang biasa digunakan oleh konsumen Batik Bogor Tradisiku biasanya adalah berfungsi sebagai seragam dengan motif khas yang menjadi identitas maupun kebanggaan tersendiri sebagai identitas dalam menghadiri suatu acara maupun kegiatan. Oleh karena itu mayoritas konsumen memilih batik dengan selektif sehingga harga yang ditawarkan juga sesuai, yaitu berkisar Rp. 100.001 hingga Rp.500.000. Berbeda dengan konsumen yang belum menikah (13%) mayoritas melakukan

pembelian dengan pengeluaran ( tabel 4). Hal ini dikarenakan mayoritas konsumen lebih menyukai gaya berpakaian yang casual dibandingkan gaya berpakaian formal yang sangat identik dengan berbagai aspek yang ada.

Tabel 4. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan status pernikahan

4.3.2 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan pendidikan terakhir

Konsumen dengan pendidikan terakhir S1 (22%) mayoritas melakukan

(45)

menjad pertimbangan mereka adalah batik bukanlah sekedar bahan sandang yang biasa saja karena di dalam sehelai kain tersebut ada banyak nilai yang mungkin tidak terlihat secara eksplisit namun implisit, seperti filosofi maupun esensi dari nilai sebuah batik. Oleh karena itu, biasanya konsumen dengan tingkat pendidikan semakin tinggi cenderung selektif dan loyal terhadap nilai implisit tersebut dan memberani membayar berapa pun harganya. Hal ini akan begitu berbeda dengan konsumen dengan pendidikan terakhir yang ada di SD/SMP, SMU/SMK, dan diploma yang biasanya lebih melihat terhadap aktualisasi nilai yang bersifat ekspisit saja terhadap batik yang identik sebagai bahan sandang yang menurut mereka hanya identik dengan identitas budaya bangsa yang sudah ada sejak dahulu kala, sehingga tingkat ekspektasi harga yang mereka inginkan hanyalah berdasarkan harga yang standar di pasaran. Oleh karena itu, tak heran jika mereka tidak begitu loyal dalam melakukan pembelian yang cukup tinggi.

Tabel 5. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan pendidikan terakhir

4.3.3 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan klasifikasi pekerjaan

(46)

dari employee, business owner, dan unemployee. Adapun hal yang mempengaruhi karakteristik konsumen pada klasifikasi pekerjaan tersebut adalah pendapatan, selera, dan daya beli yang tinggi. Konsumen pada klasifikasi pekerjaan ini cenderung mempertimbangkan atribut produk lebih dari hal yang bersifat fisik atau nyata namun mempetimbangkan atribut abstrak yang mengandung hal yang bersifat implicit seperti estetika maupun product knowledge.

Tabel 6. Hasil tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan klasifikasi pekerjaan

4.3.4 Tabulasi silang pengeluaran setiap pembelian dengan status pekerjaan

Status pekerjaan merupakan variabel karakteristik konsumen yang memiliki korelasi dengan pengeluaran setiap pembelian. Hal ini dapat terlihat dari pengeluaran setiap pembelian yang memiliki perbedaan yang kontras dengan status pekerjaan yang dimiliki oleh konsumen. Konsumen dengan status pekerjaan

Gambar

Gambar 6. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan
Gambar 8. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan
Gambar 9. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan pendidikan terakhir
Gambar 11. Karakteristik konsumen Batik Bogor Tradisiku berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dikarenakan banyaknya gedung dan ruangan yang ada dan dilakukan secara acak maka penulis membuat sebuah aplikasi jadwal perkuliahan yang tidak hanya menampilkan mata kuliah,

Pada hari ini Rabu Tanggal Sembilan bulan Mei Tahun dua ribu dua belas di ruang kantor Sekolah Dasar Negeri 2 Krangganharjo UPTD Pendidikan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan

Seluruh Dosen Program Studi Magister Ilmu Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat memberikan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Pendidikan dan Pelatihan yang dilaksanakan Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan

tetap biaya untuk membeli bahan baku, upah tenaga kerja langsung, biaya transportasi, biaya. pemasaran,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Z hitung adalah 1,76 dan Z tabel 1,74 dengan kesimpulan bahwa Z hitung P Z tabel yaitu 1,76 P 1,74 maka Ha diterima dan

This study was carried out to identify the effect of the El-Nino and La-Nina phenomena towards the pattern of Mean Sea Level and tidal constituents by taking into account