• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang Pendidikan Islam"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

IZZAH FAUZIAH NIM 109011000140

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i

diwacanakan, tidak akan pernah rampung didesign, dan tidak akan pernah diperoleh solusi akhir, karena pendidikan Islam berkenaan dengan persoalan umat Islam dengan jumlah yang sangat besar, melebihi satu milyar, dengan pola kehidupan masing-masing yang sangat dinamis. Berbagai pemikiran dan solusi telah dikemukakan oleh para ahli, terutama menyangkut konsep dan implementasi konsep tersebut, yang sudah tentu bahwa warna-warni pemikirannya banyak dipengaruhi oleh pandangan hidup, nilai-nilai, dan pengalaman yang mereka lalui. Salah satu tokoh pendidikan Islam yang merumuskan pendidikan Islam adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Peneliti mengangkat tokoh ini, karena beliau adalah salah seorang intelektual Muslim yang memberikan kontribusi baru dalam dunia pendidikan Islam. Adapun fokus dari penelitian ini adalah apa saja pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang pendidikan Islam dan relevansinya pada era sekarang? Sedangkan tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui dan mengkaji pendidikan Islam menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan pendekatan library research yaitu lebih menitikberatkan pada pengumpulan data dari berbagai sumber yang relevan. Dalam hal ini mencakup buku-buku, internet, dan hasil penelitian yang terkait dengan judul karya ilmiah ini.

(8)

ii

Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Syed Muhammad

Naquib Al-Attas” diajukan dalam rangka melengkapi dan memenuhi syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Strata Satu (S1) Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya berkat adanya bantuan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pembahasan judul skripsi ini. Maka pada kesempatan kali ini, penulis dengan setulus hati ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Hj. Nurlena Rifa‟i, MA, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam kelancaram perkuliahan.

2. Bpk. Drs. Abdul Majid Khon, MA selaku Ketua Jurusan (Kajur) Pendidikan Agama Islam dan Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA, selaku Sekretaris Jurusan (Sekjur) Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

3. Bpk. Prof. Dr. Ahmad Syafi‟ie Noor selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan nasehat dan motivasi penulis agar menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

(9)

iii

6. Pimpinan dan seluruh staff karyawan/i Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan pelayanan yang baik dalam hal peminjaman dan pengembalian buku kepada penulis.

7. Ayahanda (Bpk. Wasito, S.Ag) dan Ibunda (Ibu Muzdalifah) yang selalu memberikan motivasi, bimbingan, arahan baik berupa materi maupun non-materi hingga terselesaikannya skripsi ini. Skripsi penulis persembahkan untuk ayahanda dan ibunda.

8. Adik-adik tercinta Muhammad Khothif Arham dan Muhammad Faiq Ammar yang selalu memberikan motivasi agar penulis selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kawan-kawan tercinta PAI angkatan thn. 2009 khususnya kelas D dan TH yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10.Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga telah

turut memberikan motivasi agar penulis menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Harapan penulis, semoga hasil pembahasan dalam skripsi ini akan bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya serta mendapat ridha Allah SWT.

Segala kekurangan dan kesalahan dalam skripsi ini mohon dimaklumi, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati, demi kebaikan dan kebenaran. Semoga Allah SWT. berkenan mengampuni dosa dan kesalahan kita. Amiin Ya Rabbal „Alamin..

Hormat penulis,

(10)

iv

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 6

C. Pembatasan Masalah 6

D. Perumusan Masalah 7

E. Tujuan Penelitian 7

F. Kegunaan Penelitian 7

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam 9

2. Tujuan Pendidikan Islam 21

3. Fungsi Pendidikan Islam 29

4. Kurikulum Pendidikan Islam 32

5. Metodologi Pendidikan Islam 35

B. Pemikiran Pendidikan Islam 37

C. Hasil Penelitian yang Relevan 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

(11)

v

E. Analisis Data 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Syed Muhammad Naquib Al-Attas

1. Riwayat Hidup Syed Muhammad Naquib Al-Attas 45 2. Latar Belakang Pendidikan dan Karir Syed Muhammad

Naquib Al-Attas 46

3. Karya-karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas 49 B. Pembahasan

1. Pengertian Pendidikan Islam 55

2. Pengertian Pendidikan Islam “Ta’dib” 58 3. Pengertian Pendidikan Islam “Tarbiyah” 61

4. Tujuan Pendidikan Islam 65

5. Sistem Pendidikan dalam Islam 67

6. Kurikulum Pendidikan Islam 69

7. Metode Pendidikan Islam 76

8. Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang

Pendidikan Islam dan Relevansinya pada Era Sekarang 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 79

B. Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 81

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama yang universal. Yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.

Salah satu diantara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya.1

Menurut Islam, pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu, ajaran Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup – semenjak dari buaian hingga ajal datang (Al-Hadis) –

life long education.2

(13)

Apabila kita memperhatikan ayat-ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu pengetahuan.

Firman Allah dalam Surat Al-„Alaq ayat 1-5 :

ُمَرْكَاا َكبَرَو ْأَرْ قِا . ٍقَلَع ْنِم َناَسْنِاا َقَلَخ . َقَلَخ ىِذلا َكبر ِمْساِب ْأَرْ قِا

َملَع . ِمَلَقْلاِب َملَع يِذلا .

.ْمَلْعَ ي ََْ اَم َناَسْنِاا

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan

manusia dari segumpal darah. Bacalah Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada apa yang

tidak ketahui. (QS. Al-„Alaq : 1-5)

Dari ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan.3

Pendidikan merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya mengandung berbagai dimensi. Seperti dimensi manusia sebagai subyek atau pelaku pendidikan (baik berstatus sebagai pendidik atau peserta didik), maupun dimensi landasan, tujuan, materi atau kurikulum, metodologi, dan dimensi institusi dalam penyelenggaraan pendidikan. Dimensi-dimensi tersebut merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan pelaksanaan proses kegiatan pendidikan, dan masing-masing dimensi ini memiliki paradigma fungsional sendiri-sendiri dan saling terkait untuk bersinergi dalam sebuah sistem pendidikan.4

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey dalam Jalaludin menyatakan, bahwa:

Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin ilmu. Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, memerlukan adanya pendidikan.

3Ibid., h. 99

(14)

Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.5

Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia, karena pendidikan Islam berorientasi dalam memberikan bekal kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, pendidikan menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan generasi sejalan dengan tuntutan masyarakat.

Semestinya pendidikan Islam selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar manusia tidak hanya menginginkan kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis), namun kebahagiaan di duniapun bisa diraihnya.

Pada kehidupan masyarakat yang semakin berbudaya dengan tuntutan hidup yang makin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada pembinaan keterampilan, melainkan kepada pengembangan kemampuan-kemampuan teoretis dan praktis berdasarkan konsep-konsep berpikir ilmiah.6

Dalam perkembangannya, pendidikan Islam telah melahirkan dua pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun, sebagai akumulasi dari respon dari sejarah pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan. Dua model bentuk yang dimaksud adalah pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dan pendidikan Islam yang bercorak modernis. Pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya lebih menekankan pada aspek doktriner normatif yang cenderung eksklusif-literalis, apologetis. Sementara pendidikan Islam modernis, lama-kelamaan ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh mendasarnya.7

5 Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 67

6 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), cet ke-1, h. 2

(15)

Pada dasarnya, pendidikan dalam perspektif Islam berupaya untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik yang menyangkut aspek jasmaniah, maupun rohaniah, akal dan akhlak. Dengan optimalisasi seluruh potensi yang dimiliknya, pendidikan Islam berupaya mengantarkan peserta didik ke arah kedewasaan pribadi secara paripurna, yaitu yang beriman dan berilmu pengetahuan.8

Islam memandang peserta didik sebagai makhluk Allah dengan segala potensinya yang sempurna sebagai khalifah fil ardh, dan terbaik di antara makhluk lainnya. Kelebihan manusia tersebut bukan hanya sekedar fisik, tetapi lebih jauh dari itu, manusia memiliki kelebihan pada aspek psikisnya. Kedua aspek manusia tersebut memiliki potensinya masing-masing yang sangat mendukung bagi proses aktualisasi diri pada posisinya sebagai makhluk yang mulia. Dengan potensi fisik dan psikis, atau dengan kata lain potensi material dan spiritual tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang terbaik.9

Seperti diketahui, masalah pendidikan Islam merupakan masalah yang tidak akan pernah tuntas diwacanakan, tidak akan pernah rampung didesign, dan tidak akan pernah diperoleh solusi akhir, karena pendidikan Islam berkenaan dengan persoalan umat Islam dengan jumlah yang sangat besar, melebihi satu milyar, dengan pola kehidupan masing-masing yang sangat dinamis. Berbagai pemikiran dan solusi telah dikemukakan oleh para ahli, terutama menyangkut konsep dan implementasi konsep tersebut, yang sudah tentu bahwa warna-warni pemikirannya banyak dipengaruhi oleh pandangan hidup, nilai-nilai, dan pengalaman yang mereka lalui. Tetapi ada kesan kuat bahwa dalam satu hal mereka sepakat, bahwa pendidikan Islam harus bertujuan memberikan bekal dan pengembangan potensi keimanan, keislaman dan keihsanan. Selain itu, agar pendidikan Islam tidak mengabaikan pengembangan potensi jasmani, „aqal, dan qalbunya secara seimbang dan integral, agar dia memiliki

8 Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet ke-1, h. vii

(16)

kesiapan menghadapi masa depannya dengan penuh percaya diri dan penuh tanggung jawab.10

Sejarah memang mencatat bahwa peradaban Islam pernah menikmati posisi sebagai kiblat ilmu pengetahuan dunia, dan masa keemasan tersebut diperkirakan dinikmati umat Islam sekitar abad ke-7 hingga ke-15. Setelah itu masa-masa tersebut kejayaan peradaban ilmiah Islam mulai melayu dan statis, kalau tidak lebih tepat dikatakan „mundur‟, dan kemunduran itu berlanjut hingga abad ke-21 ini.11

Dunia Islam akhir-akhir ini tengah mengadapi berbagai permasalahan seputar krisis pendidikan Islam. Masa depan Islam akan sangat tergantung pada bagaimana dunia itu menghadapi tantangan ini. Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan (modernisasi) dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Islam.

Dari sudut pandang Islam, pendidikan menduduki posisi sangat urgen dan prinsipil. Karena pendidikan merupakan sesuatu yang sangat inheren dalam kehidupan umat manusia.12 Pendidikan berkembang dari yang sederhana (primitif), yang berlangsung ketika manusia masih berada dalam ruang lingkup kehidupan yang serba sederhana serta konsep tujuan yang amat terbatas pada hal-hal yang bersifat survival (pertahanan hidup terhadap ancaman alam sekitar), sampai pada bentuk pendidikan yang sarat dengan metode, tujuan, serta model pendidikan yang sesuai dengan masyarakat saat ini.13

Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi. Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan,

10 Abdul Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam dari Ordonansi Guru sampai UU Sisdiknas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), cet ke-1, h. v

11 Abdur Rahman Assegaf, Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Suka Press, 2007), cet. ke-1, h. vii

12 Mohammad Tidjani Djauhari, Pendidikan untuk Kebangkitan Islam, (Jakarta: TAJ, 2008), cet. ke-1, h. 48

(17)

kebodohan, dan keterbelakangan budaya dan ekonomi. Kandungan materi pelajaran dalam pendidikan Islam yang masih berkutat pada tujuan yang lebih bersifat ortodoksi diakibatkan adanya kesalahan dalam memahami konsep-konsep pendidikan yang masih bersifat dikotomis, yakni pemilahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum (sekular), bahkan mendudukkan keduanya secara diametral.14

Menindaklanjuti masalah ini, salah satu tokoh pendidikan Islam yang sangat peduli terhadap eksistensi pendidikan Islam kontemporer, Syed Muhammad Naquib Al-Attas yang berdedukasi dipertengahan abad ke-20, merupakan otoritas yang sangat berpengaruh pada kebijakan Islam Melayu bahkan dunia internasional. Attas bukan hanya seorang ideator ulung maupun hanya teoritis semata, namun Al-Attas telah merealisasikan dalam penerapan gagasan dan idenya pada Universitas (ISTAC) dan sukses dengan hasil yang patut dibanggakan.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis termotivasi untuk menyusun sebuah skripsi dengan judul “Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang Pendidikan Islam”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Terdapat banyak perbedaan terhadap konsep pendidikan Islam

2. Perlu dirumuskan konsep pendidikan Islam yang ideal, sehingga dapat menjawab kekurangan pada pendidikan Islam yang telah diterapkan selama ini.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang ada, terbatasnya waktu, biaya yang diperlukan dan kemampuan berfikir penulis yang masih sangat terbatas, maka penulis

(18)

perlu membatasi masalah agar lebih terarah dan tidak menimbulkan kekeliruan dalam pemahamannya.

Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini tentang:

1. Mengenal sosok Syed Muhammad Naquib Al-Attas, latar belakang keluarga, pendidikan dan pengalaman serta karya – karyanya.

2. Menguraikan konsep pendidikan Islam menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

D. Perumusan Masalah

Dengan adanya pembatasan masalah di atas, penulis akan berusaha untuk menjawab permasalahan tentang:

1. Bagaimana pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang pendidikan Islam?

2. Apa relevansi pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang pendidikan Islam pada era sekarang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang pendidikan Islam.

2. Mengeksplorasi relevansi pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang pendidikan Islam pada era sekarang.

F. Kegunaan Penelitian

(19)

1. Masyarakat sebagai tambahan bahan informasi tentang pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang pendidikan Islam.

2. Peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama untuk ditindaklanjuti dan dikembangkan lebih jauh tentang pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang pendidikan Islam.

(20)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pen- dan akiran –an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam

Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan sebagainya)

mendidik.1 Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan lebih mengacu kepada cara melakukan sesuatu perbuatan dalam hal ini mendidik. Selain kata pendidikan, dalam bahasa Indonesia terdapat pula kata pengajaran. Kata ini sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta adalah cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau mengajarkan. Kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah mengajar yang berarti memberi pengetahuan dan pelajaran.

(21)

Kata pendidikan selanjutnya sering digunakan untuk menerjemahkan kata

education dalam bahasa Inggris. Sedangkan pengajaran digunakan untuk

menerjemahkan kata teaching juga dalam bahasa Inggris.

Jika pengertian secara semantik (kebahasaan) dari kata pendidikan, pengajaran (education atau teaching) sebagaimana disebutkan di atas diperhatikan secara seksama, nampak bahwa kata tersebut lebih menunjukkan pada suatu kegiatan atau proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Pengertian tersebut belum menunjukkan adanya program, sistem, dan metode yang lazimnya digunakan dalam melakukan pendidikan atau pengajaran.2

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.3 Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.4

Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan bukan sifat formal saja, tetapi mencakup pula yang non formal.5

Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Atau lebih jelas lagi, pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan

2 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet ke-1, h. 4-5 3 Dewasa di sini dimaksudkan adalah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, paedagogis, dan sosiologis.

(22)

sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.6

Dari pengertian pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam mempengaruhi orang lain yang bertujuan untuk mendewasakan manusia seutuhnya, baik lahir maupun bathin. Artinya, dengan pendidikan, manusia bisa memiliki kesetabilan dalam tingkah laku atau tindakan, kesetabilan dalam pandangan hidup dan kesetabilan dalam nilai-nilai kehidupan dengan penuh rasa tanggung jawab.7

Di Indonesia, menurut UU No. 20 Th. 2003 dalam Hasbullah menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.” 8

Pengertian pendidikan saat ini sudah sangat beragam, sehingga banyak sekali pakar pendidikan yang mendefinisikan pendidikan itu sendiri. Bukan hanya para pakar yang mendefinisikan pendidikan itu sendiri, namun Islam (agama yang diridhai oleh Allah SWT) mampu mendefinisikan pendidikan.

Pendidikan dalam Islam memiliki tiga istilah dalam bahasa Arab yaitu

at-tarbiyah, at-ta’lim, dan at-ta’dib. Dari ketiga istilah ini, kata at-tarbiyah sering kali

digunakan pada saat ini. Namun kata at-ta’lim dan at-ta’dib jarang sekali digunakan, padahal kata at-ta’lim dan at-ta’dib ini sudah ada pada awal pertumbuhan pendidikan Islam.9

6 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, t.t), h. 10

7 Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Suara ADI, 2009), cet ke-1, h. 33

(23)

Istilah tarbiyah berakar dari tiga kata, yakni pertama dari kata rabba – yarbu yang berarti “bertambah dan tumbuh”, kedua kata rabiya – yarba yang berarti “tumbuh dan berkembang”, dan ketiga kata rabba – yarubbu yang berarti “memperbaiki, menguasai, dan memimpin, menjaga dan memelihara”. Kata al-Rabb, juga berasal dari kata tarbiyah dan berarti “mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan” secara bertahap atau membuat sesuatu mencapai kesempurnaannya secara bertahap atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur-angsur. 10

Kata pendidikan, yang dalam bahasa Inggris ”education” dalam bahasa Arab (bahasa persatuan Islam) disebut “tarbiyah”. Kata tarbiyah, berasal dari kata dasar

rabba – yurabbi – tarbiyah (

ةَييبْرَ ت

-

ْيَِر ي

ََِر

)” yang berarti tumbuh dan

berkembang (Al-Munjid). Dalam Al-Mu’jam al-Wasith, terdapat penjelasan sebagai berikut:

اَبَرَو

َلا اَو ق ىيََ

يةَييق ل ْْاَو يةَييلْقَعْلاَو يةَييدَس

“Mendidiknya, berarti menumbuhkan potensi jasmaniah, akliah (akal) serta

akhlak (budi pekerti)”. 11

Abdurrahman al-Nahlawi yang menggunakan kata Tarbiyah dalam arti pendidikan berpendapat bahwa istilah tarbiyah berarti :

a. Memelihara fitrah anak.

b. Menumbuhkan seluruh bakat dan kesiapannya.

c. Mengarahkan fitrah dan seluruh bakatnya agar menjadi baik dan sempurna.

d. Bertahap dalam prosesnya.

Berdasarkan pengertian pendidikan di atas, al-Nahlawi menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Tarbiyah adalah :

a. Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran, dan target.

10 Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik : Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam, (Jawa Timur: UMG Press, 2004), cet ke-1, h. 38

(24)

b. Pendidik yang sebenarnya adalah Allah, karena Dialah yang menciptakan fitrah dan bakat manusia. Dialah yang membuat dan memberlakukan hukum-hukum perkembangan serta bagaimana fitrah dan bakat itu berinteraksi. Dialah pula yang menggariskan syariat untuk mewujudkan kesempurnaan, kebaikan, dan kebahagiaannya.

c. Pendidikan menghendaki penyusunan langkah-langkah sistematis yang harus didahului secara bertahap oleh berbagai kegiatan dan pengajaran.

12

Tarbiyah dimaknai sebagai proses penanaman etika yang dimulai pada jiwa

anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi–potensi dan kompetensi–kompetensi jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat–sifat bijak, baik, cinta akan kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.13

Dari beberapa istilah di atas dapat disimpulkan bahwa kata tarbiyah berarti upaya memelihara, mengurus, mengatur, dan memperbaiki sesuatu atau potensi atau fitrah manusia yang sudah ada sejak lahir agar tumbuh dan berkembang menjadi dewasa atau sempurna.14

Dalam pengertian tarbiyah ini, terdapat lima kata kunci yang dapat dianalisis : a. Menyampaikan (al-tabligh). Pendidikan dipandang sebagai usaha penyampaian, pemindahan, dan transformasi dari orang yang tahu (pendidik) pada orang yang tidak tahu (peserta didik) dan dari orang dewasa pada orang yang belum dewasa.

b. Sesuatu (asy-syay’). Maksud dari “sesuatu” di sini adalah kebudayaan, baik material maupun non-material (ilmu pengetahuan, seni, estetik, etika, dan lain-lain) yang harus dketahui dan diinternalisasikan oleh peserta didik.

12 Moh. Shofan, op.cit., h. 40-41

13 Rois Mahfud, Al-Islam : Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 144

(25)

c. Sampai pada batas kesempurnaan (ila kamalihi). Maksudnya adalah bahwa proses pendidikan itu berlangsung terus–menerus tanpa henti, sehingga peserta didik memperoleh kesempurnaan, baik dalam pembentukan karakter dengan nilai – nilai tertentu maupun memiliki kompetensi tertentu dengan ilmu pengetahuan.

d. Tahap demi tahap (syay’ fa syay’). Maksudnya, transformasi ilmu pengetahuan dan nilai dilakukan dengan berjenjang menurut tingkat kedewasaan peserta didik, baik secara biologis, psikologis, sosial maupun spiritual.

e. Sebatas pada kesanggupannya (bi hasbi isti’dadihi). Maksudnya, dalam proses transformasi pengetahuan dan nilai itu harus mengetahui tingkat peserta didik, baik dari sisi usia, kondisi fisik, psikis, sosial, ekonomi dan sebagainya, agar dalam tarbiyah itu ia tidak mengalami kesulitan. 15 At – ta’lim secara etimologis berasal dari kata kerja „allama yang berarti “mengajar”. Jadi makna ta’lim dapat diartikan “pengajaran” seperti dalam bahasa Arab dinyatakan tarbiyah wa ta’lim berarti “Pendidikan dan Pengajaran”, sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arabnya “al–Tarbiyah al-Islamiyah”. Kata ta’lim dengan kata kerja „allama juga sudah digunakan pada zaman Nabi, baik di dalam Al-Qur‟an maupun Hadis serta pemakaian sehari-hari pada masa dulu lebih sering digunakan dari pada tarbiyah. Kata „allama memberi pengertian sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian pengetahuan. 16

Kata ta’lim adalah isim mashdar dari „allamayu’allimuta’liiman. Menurut al-Raghib al-Asfahani dalam Abudin Nata menyebutkan bahwa:

Kata al-ta’lim adalah al-tanbih al-nafs littashawur al-ma’aniy yang artinya memperingatkan jiwa untuk menggambarkan berbagai pengertian. Sedangkan kata

15 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. ke-2, h. 14

(26)

ta’allum berarti proses mengingatkan jiwa dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang berbagai makna. Kata ta’lim terkadang digunakan juga untuk pengertian memberitahukan, jika penggunaan kata ta’lim tersebut dilakukan secara berulang-ulang.17

Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan “proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.” Pengertian ini didasarkan atas firman Allah SWT. dalam QS. Al-Baqarah ayat 31 tentang „allama Tuhan kepada Nabi Adam as. Proses transmisi itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis asma’ (nama - nama) yang diajarkan oleh Allah kepadanya.18

Penunjukkan kata al-ta’liim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan firman Allah SWT. :

َ ُ اَهَل ك َءاََْْأا َمَداَء َمَلَعَو

َرَع

: ةرقبلا( َْنيقيداَص ْم تْ ك ْنيا يءَا ؤَه يءاََْْايب ْ ينو ئَبْ نَأ َلاَقَ ف يةَكيئَاَمْلا ىَلَع ْم هَض

۱۳

)

“Dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama, kemudian Allah berkata

kepada malaikat : ”Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama semua itu, jika kamu besar”. (QS. Al-Baqarah : 31) 19

Al-Qur‟an tidak menyebutkan secara eksplisit kata “ta’lim”. Rasyid Ridha dalam Asrorun Niam Sholeh mendefinisikan:

Al-ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan kepada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan. Muhammad Naquib Al-Attas mengartikan ta’lim dengan “pengajaran tanpa pengenalan secara mendasar”.”20

Istilah ta’lim merupakan bagian kecil dari tarbiyah al–aqliyah yang bertujuan memperoleh pengetahuan dan keahlian berpikir, yang sifatnya mengacu pada

17 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 93 18 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op.cit., h. 19

19 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), cet ke-1, h. 87

(27)

dominan kognitif. Sebaliknya at – tarbiyah tidak hanya mencakup domain kognitif, tetapi juga domain afektif dan psikomotorik.21

Kata ta’diib merupakan mashdar dari addaba – yuaddibu –ta’diiban (

َبَدَأ

بيدَا ي

-اًبْ ييدْأَت

) yang dapat diartikan kepada proses pendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik. Orientasi kata ta’diib lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi muslim yang berakhlak mulia.

Pengertian ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW. :

يبْييدْأَت َنَسْحَأَف يَِر يَِبَد

(

ثيدحا

)

“Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku”. (Al-Hadits)22

Proses ta’dib harus didasarkan pada komitmen kuat untuk membangun moralitas manusia dan dimulai diri sendiri. Dalam ta’dib, seorang pendidik harus selalu sadar bahwa proses ta’dib tidak pernah lepas dari arahan Allah. Tuhan ikut campur dengan mengarahkan langkah pendidik.23

Ta’dib, sebagai upaya dalam pembentukan adab (tata krama) terbagi atas empat macam :

a. Ta’dib adab al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu diciptakan.

b. Ta’dib adab al-khidmah, pendidikan tata krama spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang Raja (Malik) dengan menempuh tata krama yang pantas.

c. Ta’dib adab al-syari’ah, pendidikan tata krama spiritual dalam syari‟a, yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala

21 Rois Mahfud, op.cit., h. 144 22 Samsul Nizar, op.cit., h. 90

(28)

pemenuhan syari‟ah Tuhan akan berimplikasi pada tata krama yang mulia.

d. Ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata krama spiritual dalam persahabata, berupa saling menghormati dan berprilaku mulia di antara sesama.24

Sedangkan istilah ta’dib menurut Daud (1987) dalam Rois Mahfud menyatakan bahwa

“Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur–angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat–tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa untuk membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.”25

Hasil Konferensi Pendidikan Islam se-Dunia Kedua tahun 1980 di Islamabad, Pakistan, merumuskan bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk mengembangkan manusia dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, dan ilmiah baik secara individual maupun kolektif menuju ke arah pencapaian kesempurnaan hidup sesuai dengan ajaran Islam.26

Menurut Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly dalam Muzayyin Arifin menyatakan:

“Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiannya sesuai dengan kemampuan dasar (fithrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar).”27

Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam : Tinjauan Teoretis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner mengemukakan bahwa hakikat pendidikan

Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak

24 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op.cit., h. 20-21 25 Rois Mahfud, op.cit., h. 144

26 A. Fatah Yasin, op.cit., h. 24

(29)

didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. 28

Sedangkan menurut Armai Arief, pendidikan Islam adalah suatu proses penanaman nilai-nilai Islam melalui pengajaran, bimbingan dan latihan yang dilakukan dengan sadar dan penuh tanggung jawab dalam rangka pembentukan, pembinaan, pendayagunaan, dan pengembangan pikir, zikir, dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati, yang mampu mengembangkan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 29

Dari pengertian ini nampak penekanannya kepada usaha membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik ke tingkat maksimal. Dalam pengertian ini terkandung makna usaha orang dewasa muslim yang sadar (pendidik muslim), melalui ajaran Islam, menuju titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya (sebagai tujuan pendidikan).30

Pendidikan Islam, sebelumnya hanya dipersepsi sebagai materi, sekarang persepsi umat telah berubah, pendidikan Islam tidak hanya dipersepsi sebagai materi, tetapi juga sebagai institusi, sebagai kultur dan aktivitas, dan sebagai sistem. Inilah yang sekarang tercermin dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah yang secara operasional

mengatur pelaksanaan undang-undang tersebut. Dengan demikian, maka penyebutan istilah “Pendidikan Islam” bisa mencakup empat persepsi tersebut: pertama, pendidikan Islam dalam pengertian materi; kedua, pendidikan Islam dalam pengertian institusi; ketiga, pendidikan Islam dalam pengertian kultur dan aktivitas; keempat, pendidikan Islam dalam pengertian pendidikan Islam yang islami.

Pendidikan Islam menurut pengertian yang pertama, (pendidikan Islam dalam pengertian materi), maka yang dimaksud pendidikan Islam adalah “materi

28 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), cet ke-1, h. 22

(30)

Pendidikan Agama Islam (PAI)” yang wajib diberikan di semua jenis, bentuk, dan jenjang pendidikan, baik di sekolah (SD, SMP, SMA, SMK, dan/atau yang sederajat), di Madrasah sebagai sekolah umum berciri khas Islam (MI, MTs, MA, MAK, dan/atau yang sederajat), dan di Madrasah Diniyah (Ula, Wustha dan „Ulya), karena sesuai dengan penegasan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa PAI adalah isi kurikulum yang wajib diajarkan di setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan. Perbedaan pokok antara materi PAI di Sekolah, di Sekolah Umum Berciri Khas Islam, dan di Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut: kalau di Sekolah, PAI merupakan mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak (dengan sub mata pelajaran atau unsur pokok keimanan, ibadah, Al-Qur‟an - hadis, akhlak, mu‟amalah, syari‟ah, dan tarikh) dengan satu silabi, sedang di Madrasah sebagai sekolah umum berciri khas Islam, PAI merupakan satu kelompok mata pelajaran agama dan akhlak (terdiri dari Qur‟an, Hadis, Fikih, Akidah Akhlak, SKI, dan bahasa Arab) dan setiap mata pelajaran memiliki silabi tersendiri. Selanjutnya, di Madrasah Diniyah PAI menjadi materi inti dan tujuan institusional lembaga adalah dalam rangka tafaqquh fiddin. Di Madrasah Diniyah ada variasi lagi, kalau di Madrasah Salafiyah menggunakan referensi kitab kuning, sedang di Diniyah Takmiliyah PAI bersifat pelengkap bagi peningkatan kompetensi keagamaan siswa yang sedang belajar di Sekolah atau Sekolah Umum Berciri Khas Islam.

(31)

kelembagaan itu dalam sebuah kelembagaan yang integral, sistemik, dan holistik serta mampu menjelma sebagai ”magnet school”, yakni lembaga yang mampu menyedot potensi dari partisipasi masyarakat karena reputasi kelembagaannya yang menyajikan layanan pendidikan yang berkualitas.31

Pendidikan Islam menurut pengertian yang ketiga, (pendidikan Islam dalam pengertian kultur dan aktivitas), maka yang dimaksud adalah budaya, kultur atau nilai-nilai keislaman dan aktivitas yang tumbuh dan berkembang dan berpengaruh terhadap iklim pendidikan Islam, citra pendidikan Islam, performance institusi pendidikan Islam, dan aktivitas pendidikan Islam. Kultur pendidikan Islam, selama ini kurang tergarap secara baik dan profesional, sehingga terjadi kesenjangan yang begitu jauh antara idealitas ajaran Islam yang menekankan kebesihan dan citra kelembagaan pendidikan Islam yang kerap disebut “kumuh”, ada kesenjangan antara cita dan fakta, dan sebagainya. Kultur dan aktivitas pendidikan Islam seperti ini penting digagas dan dikembangkan dalam rangka memberdayakan pendidikan Islam sekaligus mengangkat pendidikan Islam dari keterpurukannya.

Yang terakhir, pendidikan Islam menurut pengertian yang keempat, (pendidikan Islam dalam pengertian pendidikan yang islami), maka yang dimaksud adalah sistem pendidikan yang islami. Pendidikan Islam, sebagaimana pendidikan lainnya, memiliki komponen-komponen utama, seperti: dasar, tujuan, prinsip, metode, evaluasi dan sebagainya. Konstruksi komponen-komponen utama tersebut, menurut pengertian yang keempat, selalu mengacu pada ajaran normatif (Al-Qur’an

dan al-hadits) dan terapannya dalam pendidikan.32

Pendidikan Islam merupakan upaya pelayanan ataupun usaha secara sadar, secara terencana bagi pengembangan optimalisasi potensi dasar yang ada dalam diri setiap individu. Potensi dasar tersebut berupa potensi untuk mengakui Allah sebagai Tuhan yang menciptakan alam semesta, potensi untuk menjadi manusia yang baik

31 Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam dari Ordonansi Guru sampai UU SISDIKNAS, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), cet ke-1, h. 2-4

(32)

dan berbuat baik, potensi untuk mengembangkan naluri kekhalifahan, dan potensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan lain-lain.33

Jadi, pendidikan Islam adalah suatu upaya atau proses, pencarian, pembentukan, dan pengembangan sikap dan perilaku untuk mencari, mengembangkan, memelihara, serta menggunakan ilmu dan perangkat teknologi atau keterampilan demi kepentingan manusia sesuai dengan ajaran Islam.34

2. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah dunia cita, yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan suasana ideal itu nampak pada tujuan akhir (ultimate aims of

education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat.35 Sedangkan

tujuan umum dari pendidikan ialah membawa anak kepada kedewasaannya, yang berarti bahwa ia harus dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.36

Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia yang sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.37

33 Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikan Islam Antara Hasan Al-Banna dan Mohammad Natsir, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2011), h. 44

34 Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. ke- 1, h. 96

35 Zuhairini, op.cit., h. 160

36 M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 19

(33)

Ada yang memerinci tujuan pendidikan dalam bentuk taksonomi (sistem klasifikasi) yang terutama meliputi:

a. Pembinaan kepribadian (nilai formil).

 Sikap (attitude).

 Daya pikir praktis rasional.

 Obyektivitas.

 Loyalitas kepada bangsa dan ideologi.

 Sadar nilai-nilai moral dan agama.

b. Pembinaan aspek pengetahuan (nilai materiil), yaitu materi ilmu sendiri. c. Pembinaan aspek kecakapan, keterampilain (skill) nilai-nilai praktis. d. Pembinaan jasmani yang sehat.38

Tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II, Pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab”.39

Sedangkan, tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempersiapkan anak didik atau individu dan menumbuhkan segenap potensi yang ada, baik jasmani maupun rohani, dengan pertumbuhan yang terus menerus agar dapat hidup dan berpenghidupan sempurna, sehingga ia dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umatnya.40

38 Zuhairini, op.cit., h. 161

39 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 8

(34)

Secara umum, tujuan pendidikan Islam itu adalah dengan mengacu pada QS. 51 : 56, yaitu menjadikan manusia sebagai insan pengabdi kepada Khaliqnya, guna mampu membangun dunia dan mengelola alam semesta sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan Allah SWT.41

Rumusan tujuan ini diilhami oleh firman Allah sebagai berikut :

َتْقَلَخ اَمَو

َنْو د بْعَ ييل َايا َسْنياا َو َنيْلا

(

: تايرذلا

٦٥

)

“Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku”.

(QS. Adz-Dzariyat : 56) 42

Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal.

b. Sifat-sifat dasar manusia.

c. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.

d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini, setidaknya ada 3 macam dimensi ideal Islam, yaitu : (a) mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di muka bumi. (b) mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik, (c) mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat (fi dunya hasanah wa fi

al-akhirat al-hasanah).

Menurut al-Syaibani dalam Samsul Nizar mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, pisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fil

(35)

ardh. Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syariat Islam, serta mengisi tugas kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya.43

Tujuan pendidikan dalam konsep Islam harus mengarah pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya yaitu tujuan dan tugas hidup manusia, memperhatikan sifat–sifat dasar manusia, tuntutan masyarakat, dan dimensi–dimensi ideal Islam.

Pertama, terkait dengan ontologi hakikat manusia sudah sangat jelas dalam

konsep Islam di mana manusia diciptakan bukan karena kebetulan atau sia – sia, ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu seperti dikatakan dalam QS. Ali „Imran [3] : 191. Tujuan diciptakan manusia adalah mutlak untuk Allah SWT, mendedikasikan dirinya baik sebagai wakil-Nya di muka bumi maupun sebagai „abd Allah SWT.

Kedua, memperhatikan sifat – sifat dasar manusia (nature of human) yang

oleh Allah SWT ditempatkan sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang bertujuan untuk mengabdi kepada-Nya sebagaimana dilukiskan dalam QS. Al-Dzariyat [51] : 56 :

َنْو د بْعَ ييل َايا َسْنياا َو َنيلا َتْقَلَخ اَمَو

: تايراذلا(

٥٦

)

Artinya :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada –Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Ketiga, tuntutan masyarakat baik berupa pelestarian nilai – nilai budaya yang

telah melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dan tuntutan dunia modern.

(36)

Keempat, dimensi kehidupan ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang membahagiakan sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau material yang dimiliki. Namun demikian, manusia dituntut untuk menempatkan secara selaras antara kebutuhan dunia dan akhirat secara proporsional seperti yang direkomendasikan dalam QS. Al-Qashash [28] : 77 :

َو اَيْ ُلا َنيم َكَبيسَن َسَْ ت َا َو َةَريخَااَراَدلا ها َكَت اَء اَمْييف يغَتْ باَو

يغْبَ ت َاَو َكْيَليا ها َنَسْحَا اَمَك ْنيسْحَا

َنْو ديسْف مْلا ُبي ُ َا َها َنيا يضْرَاا يِ َداَسَفْلا

: صصقلا(

٧٧

)

Artinya :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu

dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu

berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang – orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al – Qashash : 77)44

Menurut tugas dan fungsi manusia secara filosofis, tujuan pendidikan bisa dibedakan sebagai berikut :

a. Tujuan individual yang menyangkut individu, melalui proses belajar dengan tujuan mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat. b. Tujuan sosial yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya serta dengan perubahan-perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman dan kemajuan hidupnya.

(37)

c. Tujuan profesional yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni, dan profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat.

Dalam proses kependidikan, ketiga tujuan di atas dicapai secara integral, tidak terpisah, sehingga dapat mewujudkan tipe manusia paripurna seperti dikehendaki oleh ajaran Islam. 45

Menurut al-Qabisy dalam A. Fattah Yasin menyatakan:

“Tujuan pendidikan Islam itu adalah upaya menyiapkan peserta didik agar menjadi muslim yang dapat menyesuaikan hidupnya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Dengan tujuan ini diharapkan peserta didik juga mampu memiliki pengetahuan dan mampu mengamalkan ajaran Islam, karena hidup di dunia ini tidak lain adalah jembatan menuju hidup di akhirat.”46

Menurut Prof. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam dalam Muzayyin Arifin telah menyimpulkan 5 (lima) tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa

Falsafatuha”, yaitu :

a. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam – buitstu li

utammima makarimal akhlak – dan bahwa mencapai akhlak yang

sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. Dan bukanlah tujuan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pemikiran Islam untuk mengisi otak pelajar dengan informasi–informasi kering dan mengajar mereka pelajaran–pelajaran yang belum mereka ketahui. Dapat diringkaskan tujuan asasi pendidikan Islam itu dalam suatu kata, yaitu “keutamaan” (

al-fadhilah). Menurut tujuan ini setiap pengajaran harus berorientasi pada

pendidikan akhlak, dan akhlak keagamaan di atas segala – galanya.

b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya

45 Arifin, op.cit., h. 29

(38)

segi keduniaan saja, tetapi ia menaruh perhatian pada kedua–duanya sekaligus dan ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan itu sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi pendidikan.

c. Menumbuhkan ruh ilmiah (Scientific Spirit) pada pelajaran dan memuaskan keinginan hati untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sebagai sekedar ilmu. Pada waktu pendidik–pendidik muslim menaruh perhatian kepada pendidikan agama dan akhlak dan mempersiapkan diri untuk kehidupan dunia dan akhirat dan mempersiapkan untuk mencari rezeki, mereka juga menumbuhkan perhatian pada sains, sastra, kesenian dalam berbagai jenisnya, sekedar sebagai sains, sastra dan seni.

d. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan tertentu, supaya ia dapat menguasai profesi tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. Pendidikan Islam, sekalipun menekankan segi kerohanian dan akhlak, tidaklah lupa menyiapkan seseorang untuk hidup dan mencari rezeki. Begitu juga ia tak lupa melatih badan, akal, hati, perasaan–perasaan, kemauan, tangan, lidah, dan pribadi.

e. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi–segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau spiritual semata–mata, tetapi menaruh perhatian pada segi kemanfaatan pada tujuan–tujuan, kurikulum, dan aktifitasnya. 47

Menurut Ahmad D. Marimba dalam Moh. Shofan mengemukakan bahwa suatu usaha tanpa tujuan tidak akan berarti apa-apa. Oleh karenanya, setiap usaha mesti ada tujuan dan begitu pula dalam pendidikan Islam sangat penting adanya tujuan pendidikan yang dilaksanakan. Ada empat fungsi tujuan dalam pendidikan Islam, yaitu :

(39)

Pertama, tujuan berfungsi mengakhiri usaha, dalam hal ini perlu sekali antisipasi ke depan dan efisiensi dalam tujuan agar tidak terjadi penyimpangan.

Kedua, tujuan berfungsi mengerahkan usaha, dalam hal ini tujuan dapat menjadi

pedoman sebagai arah kegiatan. Ketiga, tujuan dapat merupakan titik pangkal untuk mencapai tujaun lainnya, baik merupakan kelanjutan tujuan sebelumnya maupun bagi tujuan baru, dalam hal ini ada tujuan yang lebih luhur, mulia daripada usaha lainnya. Di samping itu tujuan bisa bersifat paralel ataupun garis lurus (linier), bisa juga tujuan dekat, jauh dan lebih jauh atau tujuan sementara (antara) dan tujuan akhir.48

Tujuan pendidikan Islam pada hakikatnya sama dan sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam itu sendiri, yaitu untuk membentuk manusia muttaqin yang rentangannya berdimensi infinitum (tidak terbatas menurut jangkauan manusia), baik secara linear maupun secara algoritmik (berurutan secara logis) berada dalam garis-garis mukmin – muslim – muhsin dengan perangkat komponen, variabel, dan parameternya masing-masing yang secara kualitatif bersifat kompetitif.

Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam dapat dipecah menjadi tujuan-tujuan berikut ini:

a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdhah. b. Membentuk manusia muslim yang di samping dapat melaksanakan ibadah

mahdhah dapat juga melaksanakan ibadah muamalah dalam

kedudukannya sebagai orang perorang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu.

c. Membentuk warga negara yang bertanggungjawab kepada masyarakat dan bangsanya dalam rangka bertanggungjawab kepada Allah Penciptanya. d. Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan

terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki teknostruktur masyarakatnya.

(40)

e. Mengembangkan tenaga ahli di bidang ilmu (agama dan ilmu-ilmu islami lainnya). 49

Tujuan umum dalam pendidikan Islam adalah mencapai kepribadian yang sempurna dari segala aspek insaniah, seperti jasmaniah, ruhaniah, intelek, dan sebagainya. Sedangkan tujuan akhir dalam pendidikan Islam adalah perwujudan ketundukkan yang sempurna kepada Allah SWT.

3. Fungsi Pendidikan Islam

Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya sebagai instrumen penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi sebagai instrumen transfer nilai. Fungsi pertama menyiratkan bahwa pendidikan memiliki peran artikulasi dalam membekali seseorang atau sekelompok orang dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, yang berfungsi sebagai alat untuk menjalani hidup yang penuh dengan dinamika, kompetisi, dan perubahan. Fungsi kedua menyiratkan peran dan fungsi pendidikan sebagai instrumen transformasi nilai – nilai luhur dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kedua fungsi tersebut secara eksplisit menandai bahwa pendidikan mengandung makna bagi pengembangan sains dan teknologi serta pengembangan etika, moral, dan nilai – nilai spiritual kepada masyarakat agar tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang beradab dan bermartabat, terampil, demokratis, dan memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) serta keunggulan komperatif (comperative

advantage). 50

Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu:

(41)

a. Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan nasional.

b. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.51

Dari batasan terminologis dan tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat bahwa peranan pendidikan sangat besar dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan kebudayaan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar peradaban bisa terbentuk sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita-cita, dan falsafah yang berlaku di suatu masyarakat atau bangsa.

Untuk mencapai konsep di atas, maka kesemuanya itu merupakan tanggung jawab yang dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi pendidikan Islam dapat dilihat dari dua dimensi :

a. Dimensi mikro (internal), yaitu manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan. Pada dimensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama.

Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insan yang berkualitas dan mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai pribadi, maupun kepada masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya.

(42)

Dari batasan di atas, terlihat bahwa fungsi pendidikan dalam perspektif Islam adalah proses penanaman nilai-nilai Ilahiyah pada diri anak didik, sehingga mereka mampu mengaktualisasikan dirinya semaksimal mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip religius.

b. Dimensi makro (eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungannya. Pada dimensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang di dalamnya manusia melakukan berbagai bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.52

Untuk itu, pendidikan Islam harus mampu menjadi fasilitator bagi pelaksanaan aktualisasi seluruh potensi peserta didik dan transformasi nilai-nilai sosiokulturalnya dengan ruh islami. Upaya lintas sektoral ini, akan membuat pendidikan Islam lebih proporsional dan mampu mengayomi seluruh kepentingan manusia dengan segala karakteristik yang dimiliknya. Dengan pola ini akan meletakkan pendidikan Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan kepentingan masyarakat di mana pendidikan Islam itu terlaksana. Bila fungsi pendidikan Islam diatas telah dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka otomatis akan memungkinkan akan terlaksananya tugas pendidikan sebagai alat yang membimbing dan mengarahkan seluruh potensi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin terwujud dengan baik pula.53

Pendidikan Islam, dengan bertitik tolak dari prinsip iman – islam – ihsan atau akidah – ibadah – akhlak untuk menuju suatu sasaran kemuliaan manusia dan budaya yang diridhai Allah SWT, setidak-tidaknya memiliki fungsi-fungsi berikut ini:

a. Individualisasi nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat manusia muttaqin dalam bersikap, berpikir, dan berperilaku.

b. Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam.

(43)

c. Rekayasa kultur Islam demi terbentuk dan berkembangnya peradaban Islam.

d. Menemukan, mengembangkan, serta memelihara ilmu, teknologi, dan keterampilan demi terbentuknya para manajer dan manusia profesional. e. Pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari,

mengembangkan, serta memelihara ilmu dan teknologi.

f. Pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang ekonomi, fisika, kimia, arsitektur, seni musik, seni budaya, politik, olahraga, kesehatan dan sebagainya.

g. Pengembangan kualitas muslim dan warga negara sebagai anggota dan pembina masyarakat yang berkualitas kompetitif.54

4. Kurikulum Pendidikan Islam

Secara etimologi, kurikulum dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga yang berarti “a little racecourse” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga). Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, memberinya pengertian sebagai “circle of instruction” yaitu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat di dalamnya. Sementara pendapat lain mengemukakan bahwa kurikulum ialah arena pertandingan tempat pelajar bertanding untuk menguasai pelajaran guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah atau gelar kesarjanaan. 55

Kata “kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang – lebih satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa orang dari start sampai ke finish. Barulah

(44)

pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu :

a. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.

b. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan. 56

Di dalam kurikulum tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu yang harus diajarkan oleh pendidik (guru) kepada anak didik, dan anak didik mempelajarinya, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu, karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam, misalnya olahraga, kepramukaan, widya wisata, seni budaya; mempunyai pengaruh cukup besar dalam proses mendidik anak didik, sehingga perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum itu.57

Dasar-dasar kurikulum pendidikan Islam antara lain adalah : a. Dasar agama.

Kurikulum diharapkan dapat menolong siswa untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia dan melengkapinya dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat.

b. Dasar falsafah

Pendidikan Islam harus berdasarkan wahyu Tuhan dan tuntunan Nabi SAW. serta warisan para ulama.

c. Dasar psikologis

Kurikulum tersebut harus sejalan dengan ciri perkembangan siswa, tahap kematangan dan semua segi perkembangannya.

(45)

d. Dasar sosial

Kurikulum diharapkan turut serta dalam proses kemasyarakatan terhadap siswa, penyesuaian mereka dengan lingkungannya, pengetahuan dan kemahiran yang akan menambah produktifitas dan keikutsertaan mereka dalam membina umat dan bangsanya. 58

Secara umum karakteristik kurikulum pendidikan Islam adalah pencerminan nilai-nilai Islami yang dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dan termanifestasi dalam seluruh aktivitas dan kegiatan pendidikan dalam prakteknya. Dalam konteks ini harus difahami bahwa karakteristik kurikulum pendidikan Islam senantiasa memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dengan prinsip-prinsip yang telah diletakkan Allah SWT dan Rasul-Nya, Muhammad SAW. Konsep inilah yang membedakan kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan pada umumnya. 59

Dalam Islam, kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam. Apabila aqidah Islam sudah menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan seorang Muslim, asas bagi negaranya, asass bagi hubungan antar Muslim, asas bagi aturan dan masyarakat umumnya, maka seluruh pengetahuan yang diterima seorang Muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula, baik hal itu berupa antar Muslim, masalah-masalah politik, dan kenegaraan, atau masalah-masalah apa pun yang ada kaitannya dengan kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.60

Kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri–ciri sebagai berikut: a. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama

dan akhlak. Agama dan akhlak itu harus diambil oleh Al-Qur‟an dan hadis serta contoh – contoh dari tokoh terdahulu yang saleh.

b. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal, dan rohani.

58 Armai Arief, op.cit., h. 34-35 59 Samsul Nizar, op.cit., h. 61

(46)

Untuk pengembangan menyeluruh ini kurikulum harus berisi mata pelajaran yang banyak, sesuai dengan tujuan pembinaan setiap aspek itu. c. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara

pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat; jasmani, akal, dan rohani manusia. Keseimbangan itu tentulah bersifat relatif karena tidak dapat diukur secara objektif.

d. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir, pahat, tulis – indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu, memperhatikan juga pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, keterampilan, dan bahasa asing sekalipun semuanya ini diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat, minat, dan kebutuhan.

Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan–perbedaan kebudayaan yang sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaan itu. 61

5. Metodologi Pendidikan Islam

Metodologi pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik. Asal kata “metode” mengandung pengertian “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan”. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan atau cara”, bila ditambah dengan logi sehingga menjadi metodologi berarti “ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui” untuk mencapai suatu tujuan, oleh karena kata logi yang berasal dari bahasa Greek (Yunani) logos berarti “akal” atau “ilmu”. 62

Sementara itu, pendidikan merupakan usaha membimbing dan membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual pribadi anak didik ke arah

61Ahmad Tafsir, op.cit., h. 65-66

(47)

kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Maka pendidikan Islam adalah sebuah proses dalam membentuk manusia-manusia muslim yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan dan merealisasikan tugas dan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT., baik kepada Tuhannya, sesama manusia dan sesama makhluk lainnya. P

Referensi

Dokumen terkait

Melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan kesling. Dokumen Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan 1)  Hasil Kerja : Tulis Hasil Kerja sesuai dengan uraian tugas.

diperkenalkan dalam buku ini sangat sesuai untuk digunakan pembelajar asing, terutama pembelajar Indonesia. Sebagian besar ungkapan dapat dipahami dengan mudah oleh

Dalam penelitian ini kenaikan minat dari tingkat sedang ketingkat tinggi hanya sebanyak 7 responden (46,7%) hal ini disebabkan hambatan WUS dalam menggunakan

Berdasa hasil penelitian metode bimbingan teman sejawat yang diterapkan dalam mata kuliah Praktik proses produksi I tidak memberikan hasil yang lebih baik dari pada

keburukan pendatang asing ini ialah kesulitan yang dihadapi oleh kerajaan untuk membanteras kemasukan pendatang asing tanpa izin ini, banyak tenaga, dan masa kerajaan terbazir

Tijdschrift van Het kononklijk Nederlandsch, Aardrijkskundundig Genootschap, Deel LII, 1935 , hlm.. Pada akhir Maret pada harga ini transaksi pertama dengan

e) Kelurahan Koya Barat, Kelurahan Koya Timur, Kampung Koya Tengah, Kampung Holtekamp, dan Kampung Skouw Mabo terletak di Distrik Muara Tami. Kawasan peruntukan perumahan

Penentuan Vertical Flow Sub-Surface Flow Constructed Wetland dengan substrat batu vulkanik yang akan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan Vertical Flow