88 DAFTAR PUSTAKA
Ayudhia, Anka, 2015, Transformasi Bentuk Atap Kubah (Studi Kasus: Masjid
Al-Osmani Pekan Labuhan), Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.
Bentley, Ian, dkk, 1992, Lingkungan Yang Tanggap, Sebuah Pedoman Bagi
Perancang, Penerbit Intermatra, Bandung.
Bonta, J.P. 1979. Architecture and Its Interpretation.Rizzoli, New York
Martasudjita, Emanuel, 1998, Memahami Simbol-simbol dalam Liturgi.
Yogyakarta: Kanisius, 11.
Laurens, Joyce, 2014,Makna Bentuk Pada Arsitektur Gereja Katolik Dengan
Prinsip Inkulturasi, Arsitektur/FTSP, Universitas Kristen Petra Surabaya.
Laurens, Joyce, 2013, Relasi Bentuk-Makna Perseptual Pada Arsitektur Gereja
Katolik Di Indonesia, Arsitektur/FTSP, Universitas Kristen Petra Surabaya.
Kusbiantoro, Krismanto, 2012, Studi Komparasi Bentuk dan Makna Arsitektur
Gereja W.C.P Schoemaker, Studi Kasus Gereja Katedral ST. Petrus & GPIB Bethel Bandung, Jurusan Desain Interior Arsitektur, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Kristen Maranatha Bandung.
Malino, Wilvansius, 2012, Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan
Gereja Katolik Kristus Raja di Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Mangunwijaya, Y.B.(1995), Wastu Citra; Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk dan
89
Mayangsari, Sriti dkk, 2008, Kajian Perwujudan Nirmana Interior Gereja Katolik
Santo Paulus di Surabaya Dengan Pendekatan Semiotik, Jurnal Dimensi
Interior, Vol.6, No.1, Hal 24-34.
Ponty, M.M. 2010. Phenomenology of Perception. New York: Routledge
Ratnatami, Ariko, 2005, Aspek Bentuk Arsitektur Bangunan Pada Makna Fungsi
Bangunan dan Ekspresi Arsitektur Kawasan Koridor, Magister Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro Semarang.
Sutrisno, M., Verhaak C. 1983. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta:
Kanisius
Surasetja, R, Irawan, 2007, Fungsi, Ruang, Bentuk dan Ekspresi Dalam
Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan, FPTK-UPI.
Windhu, I. Marsana, 1997. Mengenal 30 Lambang atau Simbol Kristiani.
Yogyakarta: Kanisius.
Wiranto, Ir, MSA, 1997, Cakrawala Arsitektur, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
https://rentalmedansumut.wordpress.com/2015/01/06/graha-bunda-maria-annai-velangkanni/ (diakses pada Tanggal 7 Oktober 2015, pukul 02:22)
https://www.facebook.com/pages/Greja-Khatolik-Graha-Maria-Annai-Velangkani-Tanjung-Selamat-Medan/190251111000834 (diakses pada
49 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian yang
menunjang penggunaan metode kualitatif dengan pendekatan ilustrasi
dekriptif-interpretatif (Silaen S. dan Widiyono, 2013). Data-data yang diperlukan diperoleh
dengan melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah untuk menginterpretasikan bentuk
pada arsitektur bangunan Graha Maria Annai Velangkanni. Penelitian ini
dilakukan dengan 2 cara. Pertama membandingkan penerapan teori dengan
tinjauan pustaka. Kedua mencermati objek penelitian secara visual. Berikut
penjabaran variabel pada penelitian ini :
Tabel 3.1 Variabel penelitian
Variabel Sub Variabel Metode
Wujud arsitektur pada Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni.
Bentuk bangunan
Observasi langsung pada objek penelitian,
mengambar ulang denah dan tampak bangunan Graha Maria Annai Velangkanni kemudian menginterpretasikan data dan menyesuaikan dengan kajian pustaka.
Ekspresi wujud arsitektur Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni.
Komposisi arsitektur
warna
Observasi langsung pada objek penelitian,
50
Graha Maria Annai Velangkanni kemudian menginterpretasikan data dan menyesuaikan dengan kajian pustaka.
Elemen Arsitektur Gereja Katolik Graha Maria
Annai Velangkanni.
Ruang
Ornamen
Motif kaligrafi
Observasi langsung pada objek penelitian,
mengambar ulang denah dan tampak bangunan Graha Maria Annai Velangkanni kemudian menginterpretasikan data dan menyesuaikan dengan kajian pustaka.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode
kualitatif. Dalam rangka mengumpulkan data yang diperlukan, penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1. Observasi
Dalam mengumpulkan data, maka penulis mengumpulkan data dengan
cara mengamati secara langsung bangunan yang akan diteliti. Sehingga dalam hal
ini penulis memperoleh data yang akurat.
2. Studi Dokumen
Dalam penelitian ini dilakukan berupa pengumpulan buku, arsip-arsip atau
dokumen, artikel-artikel didalam majalah atau surat kabar yang berkaitan dengan
topik penelitian, buku-buku serta literature lain yang mendukung penelitian.
Data dalam peneltian ini di bagi menjadi 2 bagian yaitu data primer dan
data sekunder. Pada tabel 3.2 akan menjabarkan secara rinci metode pengumpulan
51
Tabel 3.2 Metode pengumpulan data
Jenis Data Data Metode Pegumpulan Data
Data Primer
Gambaran umum
bentuk Graha Maria Annai Velangkanni.
Elemen-Elemen Graha Maria Annai
Velangkanni berupa ornamen dan motif kaligrafinya beserta detail arsitekturnya.
Observasi langsung pada objek penelitian, berupa pengambilan gambar/foto Graha Maria Annai Velangkanni.
Menggambar ulang denah, tampak Graha Maria Annai Velangkanni
Data Sekunder
Tinjauan Pustaka tentang arsitektur Gereja Katolik
Mencari dan memilih tinjauan pustaka tentang arsitektur Gereja Katolik secara umum dari jurnal penelitian terdahulu dan artikel.
Tinjauan pustaka tentang bentuk arsitektur Gereja Katolik
Mencari dan memilih tinjauan pustaka tentang arsitektur Gereja Katolik secara umum dari buku, jurnal penelitian,
dokumen dan artikel.
3.4 Metode Analisa Data
Untuk sampai kepada tujuan penelitian, diperlukan metode kerja yang
sistematis. Secara umum tahapan kerja yang dilakukan berturut-turut adalah tahap
pengumpuan data, pengolahan data dan penafsiran data.
1. Tahap pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari studi kepustakaan
dan studi lapangan. Studi kepustakaan meliputi pengumpulan daftar
pustaka yang berhubungan dengan penelitian. Data-data kepustakaan yang
dikumpulkan terutama yang berhubungan dengan bentuk arsitektur Gereja
52
Studi lapangan meliputi peninjauan langsung kebangunan yang dijadikan
objek penelitian dengan melakukan pendeskripsan. Pendeskripsian objek
penelitian dilakukan secara verbal (uraian) dan pictorial (gambar) berupa
pencatatan, pemotretan, penggambaran pada komponen-komponen utama
Graha Maria Annai Velangkanni yang meliputi bagian tubuh, atap
bangunan, denah, dan ornamen berupa motif kaligrafi dan motif lainnya.
Setelah semua data dikumpulkan, maka dilakukan pengelompokkan data
untuk dianalisa.
2. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Dalam tahap ini analisis data
dilakukan setelah data kepustakaan dan data lapangan terkumpul. Analisis
yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui bentuk
arsitektur Graha Maria Annai Velangkanni. Menganalisis data dilakukan
dengan mengumpulkan data hasil observasi langsung pada objek
penelitian, mengambar ulang denah dan tampak bangunan Graha Maria
Annai Velangkanni kemudian menginterpretasikan data dengan
menyesuaikan data tersebut dengan kajian pustaka yang telah
dikumpulkan.
3. Tahap yang terakhir adalah penafsiran data. Dalam tahap ini data-data
yang diperoleh dari tahap pengumpulan data dan pengolahan data,
dirangkum untuk menghasilkan suatu kesimpulan berdasarkan kepada
53 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Graha Maria Annai Velangkanni merupakan Gereja umat Katolik. Gereja
ini digagas oleh Pastur James Barathaputra, SJ. Beliau adalah seorang pastur
Yesuit dari India yang melayani di Indonesia. Pastor James Bharataputra, SJ
adalah penggagas sekaligus pelaksana pembangunan Graha Maria Annai
Velangkanni. Gereja ini dibangun mulai dari tahun 2001 dan selesai pada tahun
2005 serta diresmikan pada tanggal 1 oktober 2005 oleh uskup medan, Mgr. Pius
Batubara.
Graha Maria Annai Velangkanni, terletak dijalan Sakura III No. 7-10
Perumahan Taman Sakura Indah, Tanjung Selamat Medan, Sumatera Utara.
Berjarak sekitar 39 KM dari Bandara Kualanamu. Lokasi Graha Maria Annai
Velangkanni ini mudah sekali dijangkau dan dilewati banyak kendaraan umum
dari berbagai jurusan.
Gereja Katolik yang ada dikota medan ini awalnya diperuntukkan bagi
umat Katolik Tamil yang ada di kota Medan, akan tetapi dalam perkembangannya
Gereja Katolik ini terbuka untuk umum. Tidak hanya sekedar umat Katolik, siapa
pun boleh berkunjung ke Graha Maria Annai Velangkanni ini untuk beribadah,
maupun untuk sekedar menikmati keindahan Arsitektur nya. Pada segi arsitektur
bangunannya sendiri, Gereja ini tampak terlihat seperti Kuil Hindu, dikarenakan
54
Hindu ini, selain di fungsikan sebagai tempat ibadah juga digunakan sebagai
tempat berziarah bagi umat Katolik.
Gambar 4.1 Skematik jarak kawasan penelitian
Sumber : Diolah dari google maps
Gambar 4.2 Peta Kawasan Eksisting Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari Google Earth Jalan Sakura III No.
7-10 Perumahan Taman Sakura Indah,
Tanjung Selamat Binjai
Belawan
Tebing
Tinggi Kabanjahe
49,6 KM
29,3 KM 14,3 KM
55
Gambar 4.3 Masterplan Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Pada Graha Maria Annai Velangkanni terdapat gedung Gereja yang terdiri
dari 3 lantai yang dipenuhi benda-benda dengan sentuhan seni di setiap dinding
dan sudut bangunan, lantai pertama di fungsikan sebagai Aula, lantai 2 merupakan
ruang sakral Gereja, dan lantai 3 difungsikan sebagai balkon. Pada area sekitar
bangunan terdapat Kapel Graha Maria Annai Velangkanni yang merupakan
rumah do’a untuk umat Katolik. Homestay atau rumah singgah sebagai
penginapan untuk pengunjung yang datang dari luar kota maupun luar negeri.
Kantin untuk menunjang kebutuhan pengunjung. Dan pos jaga. Terdapat juga
taman, yang dihiasi oleh patung-patung bercorak India baik sebagai hiasan
maupun sebagai simbol keagamaan. Pada dinding dan atap banyak terdapat
lukisan, mozaik, ornamen dan relief yang menceritakan awal terciptanya bumi dan
alam semesta.
Keterangan : Kantin
Gedung Gereja
Sakristi
Rumah do’a
56
Gambar 4.4 Tampak Depan Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Gambar 4.5 Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.6 Perspektif Graha Maria Annai Velangkanni
57 4.2 Bentuk Arsitektur Pada Graha Maria Annai Velangkanni
4.2.1 Atap
Graha Maria Annai Velangkanni menggunakan atap kubah pada
bangunannya. Terlihat 3 kubah dengan bentuk yang sama pada bagian atas
bangunan. 3 kubah ini melambangkan konsep ketuhanan Trinitas dalam agama
Katholik yaitu Allah, Yesus dan Roh Kudus.
Gambar 4.7 Tampak Atap Kubah Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Bentuk kubah pada Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni ini,
merupakan bentuk kubah yang sesuai pada gereja-Gereja Katolik pada umum nya.
Bentuk kubah ini sesuai dengan teori ciri-ciri kubah Gereja Katolik yaitu, 1.
58
yang merupakan bagian penyangga berbentuk silinder, 3. Memiliki
lubang-lubang yang disebut oculus, 4. Kubah Gereja Katolik umumnya berbentuk bulat.
Gambar 4.8 Tampak Atap Kubah Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Gambar 4.9 Atap Kubah Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Cupola
Lantern
Kubah
59
Desain kubah diadopsi dari bentuk kubah Gereja Katolik yang ada di
Eropa. Seperti, gereja St. Paul di London, Gereja Basilika Saint Peter di Vatikan,
Roma dan Gereja Katedral Berlin di Berlin, Jerman.
Gambar 4.10 Gereja St. Paul di
London
Sumber: www.google.com
Gambar 4.11 Gereja Katedral Berlin di
Jerman
Sumber: www.google.com
Gambar 4.12 Gereja Basilika Saint Peter di Roma
60 4.2.2 Candi
Bentuk candi pada Graha Maria Annai Velangkanni ini dapat di lihat pada
bentuk bangunannya. Seperti yang diketahui penggunaan bentuk-bentuk dasar
candi menggunakan citra dasar gunung dalam penghayatan religious masyarakat
kuno di India (Ayudhia, 2015).
Pembagian candi secara vertical terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu :
Gambar 4.13 Tampak bentuk candi pada Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
a. Kaki (Bhurloka)
Pada bagian ini disebut juga sebagai dasar atau base dari sebuah candi.
Bagian ini merupakan bagian yang paling luas dari keseluruhan candi. Pada Graha
Maria Annai Velangkanni, bagian ini digunakan sebagai Aula/ Ruang serbaguna.
61
b. Badan (Bhuvarloka)
Menggambarkan keadaan manusia di dunia fana ini. Sadar tetapi masih
sadar semu. Pada bagian ini merupakan bagian dimana manusia sudah mulai sadar
untuk meninggalkan nafsu duniawi. Biasanya terdapat patung yang mempunyai
makna sebagai perantara atau petunjuk jalan untuk mencapai tahap kesempurnaan
hidup. Pada Graha Maria Annai Velangkanni, bagian ini digunakan sebagai ruang
tersakral yaitu ruang utama Gereja.
c. Kepala (roof)
Merupakan bagian dimana manusia memasuki tahap kesempurnaan hidup
dan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada Graha Maria Annai
62 4.2.3 Tiang
Pada tiang penyangga bangunan Gereja Katolik Graha Maria Annai
Velangkanni, terdapat bentuk-bentuk ornamen hias. Bentuk-bentuk ornamen
tersebut melambangkan arti sebagai berikut :
Gambar 4.14 Ornamen pada Tiang Kolom Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
1. Lambang bunga teratai, Bunga teratai adalah bunga nasional di India,
karena dianggap sebagai simbol dari Kebenaran, Kesucian dan Keindahan
(Satyam-Shiwam-Sundaram). Motif-motif lotus dan teratai ini selalu hadir
di berbagai kuil, candi, perhiasan dan ornamen-ornamen yang disakralkan.
Lotus juga dinamakan Kamal, Kamala, Kamalakshi, Padma, dsb. Yang
kesemuanya berarti teratai. Makna bunga ini sangatlah tinggi. Teratai
hanya dapat tumbuh di lumpur dan air keruh, namun setelah bunganya
mekar, maka sulit sekali bahkan untuk benda sebersih apapun untuk
melekat di kelopak bunganya karena sangat berminyak. Demikian juga
1
63
dengan manusia yang tadinya bergelimangan dosa, seandainya suatu hari
disentuh olehNya, maka iapun akan disucikan ibarat teratai ini. Ornamen
Bunga teratai ini terdapat pada 2 kolom utama Gereja, dan juga terdapat
pada patung yang terletak di taman Graha Maria Annai Velangkanni.
2. Ornamen bunga melati, ornamen ini terdapat pada setiap kolom utama di
lantai 1 Graha Maria Annai Velangkanni ,ornamen melati melambangkan
keindahan dan kesucian.
Gambar 4.15 Ornamen bunga teratai
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Kolom/tiang penyangga pada bagian interior ruangan Gereja berbentuk
polos dengan warna abu-abu dan pada setip kolom diletakkan patung-patung roh
Kudus.
Gambar 4.16 Bentuk-Bentuk Tiang Kolom Pada Graha Maria Annai Velangkanni
64 4.2.4 Dinding
Dinding pada Graha Maria Annai Velangkanni menggunakan bata. Dinding
diberi warna kuning yang dipadukan dengan warna putih. Warna kuning sendiri
didalam liturgi Gereja Katolik mengungkapkan kemuliaan, kemenangan dan
kegembiraan. Biasanya dipadukan dengan warna putih.
Pada dinding Graha Maria Annai Velangkanni terdapat beberapa elemen
yaitu pintu dan jendela.
Pintu
Bentuk pintu pada Graha Maria Annai Velangkanni berbentuk
persegi. Tinggi pintu masuk Gereja Katolik ini yaitu 3 m, dengan di hiasi
ornamen pada sisi kiri dan kanannya. Sebelum mencapai pintu masuk,
terdapat tangga yang menjadi pemisah antara ruang sacral dan serambi.
Dihiasi oleh tanaman hidup yang memberikan kenyaman kepada umat.
Gambar 4.17 Pintu Masuk Gereja Graha Maria Annai Velangkanni
65 Jendela
Bentuk jendela pada Graha Maria Annai Velangkanni berbentuk
persegi dan melengkung. Pada jendela secara keseluruhan yang berbentuk
melengkung terdapat ukiran yang menceritakan terjadi nya peristiwa salib
atau yang disebut jalan salib. Sedangkan jendela yang berbentuk persegi
terdapat lukisan-lukisan Kudus.
Gambar 4.18 Ukiran Jalan Salib Pada Jendela Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.19 lukisan Bunda Maria pada Jendela Graha Maria Annai Velangkanni
66 4.3 Fungsi Arsitektur Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni 4.3.1 Fungsi Liturgial
Menurut Laurens (2013), Setiap bentukan arsitektur selalu diawali dengan
adanya aktivitas manusia yang menjadi penggerak lahirnya wadah aktivitas
tersebut. Hubungan antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya, atau antara satu
kelompok aktivitas dengan kelompok aktivitas lainnya terstruktur dalam satu
organisasi ruang atau tatanan ruang. Pelingkup tatanan ruang ini, secara tiga
dimensional merupakan aspek bentuk arsitektur. Aktivitas utama yang harus
diakomodasi dalam sebuah bangunan Gereja Katolik adalah aktivitas perayaan
liturgis, sebagai perayaan iman umat Kristen.
Gereja Katolik menekankan dasar teologis dalam setiap pendirian bangunan
Gereja; fungsi liturgial menjadi landasan utama penataan ruang dan bentuk
arsitektur Gereja Katolik, baik di masa sebelum maupun sesudah Konsili Vatikan
II. Seperti hal nya hirarki ruang sakral arsitektur Gereja Katolik pada umumnya,
pada Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni juga mengambil konsep
yang sama. Dapat dilihat pada gambar di bawah hirarki ruang sakral pada Graha
Maria Annai Velangkanni di bawah ini. Adanya dinding sebagai elemen pembatas
67
Gambar 4.20 Hirarki Ruang Sakral Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Fungsi liturgial pada Graha Maria Annai Velangkanni juga bisa dilihat pada
langit-langit gereja, yang terdapat lukisan gambar-gambar kudus.
Gambar 4.21 Gambar-Gambar Kudus
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Area yang tersakral
Area sakral
Area kurang sakral Lokasi/tempat Bangunan sakral
68 4.3.2 Fungsi Simbolisasi
Salib merupakan simbol yang di hormati oleh seluruh umat Kristen, dan
karena sifatnya yang sangat simbolis sebagai lambang pengorbanan jiwa dan raga
Kristus, maka harus berhati-hati dan jangan sampai kehilangan maknanya ketika
diulang-ulang dalam penerapannya di semua aspek interior Gereja.
Gambar 4.22 Simbol Keagamaan dan Tuntutan Liturgi Gereja Graha Maria Annai
Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.23 Lukisan Kaca Sebagai Unsur Dekoratif pada Graha Maria Annai
Velangkanni
69
Gambar 4.24 Merpati sebagai simbol kehadiran roh Kudus
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
4.4 Arsitektur Gereja Katolik
4.4.1 Tata Ruang Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni
Ruang ibadat umat ditata dalam beberapa tahap yang diatur melalui
penataan ruang Gereja (Malino, 2012).
4.4.1.1 Gerbang
Gerbang yang merupakan peralihan dari luar area Gereja ke dalam area
Gereja juga terdapat pada Graha Maria Annai Velangkanni. Gerbang pada Graha
Maria Annai Velangkanni terlihat berbeda dengan bangunan didalam nya.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada bagian atap gerbang. Atap pada gerbang ini
menggunakan atap batak yang berasal dari arsitektur setempat. Pada bagian
samping kanan dan kiri gerbang terdapat pos satpam. Gerbang ini difungsikan
70
Gambar 4.25 Gerbang Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
4.4.1.2 Halaman
Halaman Gereja merupakan tempat bersosialisasi antar umat sekaligus
sebagai peralihan suasana ramai ke suasana tenang. Biasanya dihalaman terdapat
taman, patung, gua maria, kolam pembaptisan, dan perhentian jalan salib (Malino,
2012). Seperti Gereja Katolik pada umum nya, pada bagian halaman Graha Maria
Annai Velangkanni juga terdapat taman, patung, dan lukisan kaligrafi yang
menjelaskan awal penciptaan.
Gambar 4.26 Taman Graha Maria Annai Velangkanni
71
Gambar 4.27 Lukisan Kaligrafi pada halaman Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.28 Patung pada halaman Graha Maria Annai Velangkanni
72 4.4.1.3 Gedung Gereja
Pada area Graha Maria Annai Velangkanni terdapat beberapa bangunan
yang terpisah dengan gedung Gereja. Disebelah kanan gerbang terdapat kapel
pembabtisan/ rumah do’a, pada bagian belakang bangunan Gereja terdapat
asrama, dan disebelah kiri gerbang terdapat kantin. Pada area gedung Gereja nya
sendiri terdiri dari 3 lantai. lantai 1 di fungsikan sebagai aula/ruang serbaguna,
terdapat panggung pada bagian depan. Lantai 2 di fungsikan sebagai ruang sakral
Gereja, disebelah kanan dan kiri pintu masuk terdapat ruang pengakuan,
memasuki ruang berhimpun terdapat tempat duduk jemaat yang ditata sedemikian
rupa, pada bagain depan terdapat altar. Dan di lantai 3 sendiri hanya pada bagian
kanan, kiri dan belakang yang di fungsikan sebagai ruang berhimpun dan terdapat
tempat duduk jemaat, sedangkan pada bagian tengan nya dibuat void ke lantai 2.
Gambar 4.29 Denah Lantai 1 Graha Maria Annai Velangkanni
73
Gambar 4.30 Denah Lantai 2 Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Gambar 4.31 Denah Lantai 3 Graha Maria Annai Velangkanni
74
Bentuk denah Gereja dan tatanan ruang Gereja pada Graha Maria Annai
Velangkanni ini menggunakan bentuk Rectangle, seperti yang sudah dilampirkan
pada tabel 2.1 sebelumnya.
Gambar 4.32 Bentuk Rectangle pada denah Gereja
Sumber : de Chiarra, 2007
4.4.2 Liturgi Pada Interior Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni
Desain interior Gereja Katolik adalah proses penataan interior suatu tempat
ibadah dengan mengacu pada liturgi Katolik serta bertujuan untuk mendukung
aktivitas umat dalam berliturgi. Fungsi liturgi dalam Gereja tersebut adalah untuk
memfokuskan ibadat dengan menggunakan simbol-simbol untuk membantu umat
beriman menghayati imannya, baik secara pribadi maupun bersama-sama sebagai
„Gereja‟ (Komisi Liturgi KWI, 2000).
Menurut Mayangsari dkk (2008), lay out, elemen pembentuk ruang, perabot,
dan warna merupakan unsur-unsur desain interior dalam Gereja Katolik yang
mempunyai pola serta penataan terkait dengan tanda liturgi. Untuk lay out pada
Graha Maria Annai Velangkanni sendiri, mengikuti bentuk lay out pada
75
sedilia, sakristi, altar, mimbar, balkon dan ruang pengakuan. Lay out dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.33 Lay out Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
4.4.3 Prinsip-Prinsip Ruang dan Perabot Pada Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni
Menurut Malino (2012), Prinsip-prinsip ruang dan perabot dalam Geraja
Katolik telah ditentukan oleh kongregasi dalam Institutio Generalis Missalis
Romawi abad V pada tahun 1969, yang menetapkan bahwa dalam sebuah Gereja
Katolik harus terdapat fasilitas ibadah yang berupa peralatan dan perabot. Dalam Sedilia
Sakristi
Altar Utama
Mimbar
Dome
Nave Ruang Pengakuan
76
sebuah Gereja Katolik memiliki pembagian ruang dengan fasilitas-fasilitas
sebagai berikut.
4.4.3.1 Panti Imam
Menurut Windhu (1997), Panti Imam adalah tempat imam memimpin
perayaan liturgi. Di Panti Imam terdapat altar, mimbar, kredes, tempat duduk
imam serta para pembantunya (prodiakon paroki, misdinar, dan petugas lainnya),
tebernakel, dan lampu Tuhan.
Pada Panti Imam Graha Maria Annai Velangkanni ini juga terdapat
perlengkapan yang umum dimiliki oleh Gereja Katolik pada umumnya seperti
altar, mimbar, kredes, tempat duduk imam serta para pembantunya, tabernakel
dan lampu tuhan. Perlengkapan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.34 Denah Panti Imam Graha Maria Annai Velangkanni
77
[image:31.595.138.487.83.312.2]
Gambar 4.35 Panti Imam Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
No. Keterangan
1 Altar
2 Mimbar
3 Kredes
4 Tempat duduk imam serta pembantunya
5 Tabernakel
6 Lampu Tuhan
4.4.3.2 Panti Umat
Panti umat adalah tempat beribadah umat/jema’at. Pada panti umat ini
sendiri disediakan banyak fasilitas tempat duduk dan biasanya dilengkapi juga
dengan tempat untuk berlutut agar umat dapat mengikuti tata cara liturgi ibadah
yang sudah ditetapkan.
1
2 3
4 5
78
Pada Graha Maria Annai Velangkanni sendiri juga terdapat panti umat,
yang dipenuhi oleh fasilitas tempat duduk untuk para umat/jema’at beribadah.
Kursi duduk panjang yang sederhana dan terbuat dari kayu tersusun rapi
[image:32.595.191.433.203.439.2]menambah kesakralan tempat beribadah pada Gereja Katolik ini.
Gambar 4.36 Denah Panti Umat Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Gambar 4.37 Panti Umat Graha Maria Annai Velangkanni
[image:32.595.118.507.512.640.2]79 4.4.3.3 Kamar Pengakuan
Kamar pengakuan ini adalah tempat memenerima Sakramen Tobat. Pada
Graha Maria Annai Velangkanni sendiri terdapat 2 ruang kamar pengakuan, yang
terletak tepat dikanan dan kiri Gereja setelah pintu masuk ruangan. Perletakan
kamar pengakuan ini juga sesuai dengan arsitektur Gereja Katolik pada umumnya.
Menurut malino (2012), Kamar pengakuan adalah tempat menerima Sakramen
Tobat. Ruang ini terbagi atas dua ruang bersekat kasa, masing-masing untuk
Imam dan pengakuan dosa. Di dalamnya biasanya terdapat Salib dan bangku
untuk berlutut. Kamar pengakuan ini biasanya terletak di sayap kanan dan kiri
[image:33.595.251.376.365.506.2]bagian dalam Gereja. Biasanya ada lebih dari satu kamar.
Gambar 4.38 Denah Kamar Pengakuan Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Diolah dari hasil observasi
Gambar 4.39 Kamar Pengakuan Graha Maria Annai Velangkanni
[image:33.595.119.508.572.676.2]80 4.4.3.4 Balkon
Balkon juga terdapat pada Graha Maria Annai Velangkanni. Balkon ini
difungsikan sebagai tepat duduk umat. Berbentuk leter “U” yang berada tepat
disamping kanan, kiri, dan belakang Gereja, ditengah nya dibuat void untuk
memandang langsung ke bawah kedalam ruang Gereja. Menurut malino (2012),
Balkon merupakan ruang di bagian depan Gereja. Dahulu, balkon digunakan
untuk tempat koor supaya suara lantang memenuhi gedung Gereja. Balkon yang
[image:34.595.227.395.497.679.2]tidak digunakan untuk koor, dipakai untuk tempat duduk umat.
Gambar 4.40 Balkon Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Gambar 4.41 Denah Balkon Graha Maria Annai Velangkanni
81 4.4.3.5 Portal dan Bejana Air Suci
Portal dan bejana air suci pada Graha Maria Annai Velangkanni ini terletak
diluar dari bangunan Gereja. Tepatnya berada di belakang rumah do’a / kapel
Graha Maria Annai Velangkanni. Bejana air suci berisi air yang sudah diberkati.
Tepat di samping bejana air suci, disediakan botol-botol air agar pengunjung
[image:35.595.218.407.250.375.2]maupun jemaat mudah untuk membawa dan meminum air suci tersebut.
Gambar 4.42 Portal dan Bejana Air Suci Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
4.4.3.6 Perlengkapan Gereja
Menurut Windhu (1997), Salib adalah perlengkapan Gereja yang tidak
pernah dilupakan. Setiap umat mengadakan kegiatan liturgi dan ibadah yang lain,
Salib selalu hadir di sana. Pada Graha Maria Annai Velangkanni, Salib menghiasi
bagian eksterior dan interior bangunan.
Gambar 4.43 Salib Pada Graha Maria Annai Velangkanni
[image:35.595.220.404.576.682.2]82
Patung Yesus terletak di sebelah kiri altar. Patung Yesus tersebut
merupakan tabernakel yang sangat artistik. Seperti yang terlihat pada gambar
(kanan) di bawah, patung Yesus tersebut di buat bergaya India, yang cukup
menjelaskan jika Gereja Katolik ini mengadopsi gaya arsitektur India. Patung
Yesus dengan anak-anak berbagai bangsa menyimbolkan persatuan dalam
perbedaan ras dan bangsa.
Gambar 4.44 Patung Yesus Pada Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Patung bunda Maria pada Graha Maria Annai Velangkanni ini pun tampak
terlihat unik dan berbeda dengan penampakan budan Maria di Gereja Katolik
lainnya. Patung bunda Maria ini bergaya India, dapat dilihat dari penggunaan sari
83
Gambar 4.45 Patung Bunda Maria Pada Graha Maria Annai Velangkanni
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
Selanjutnya adalah patung Santo/Santa, patung-patung Santo ini berada di
sebelah kanan dan kiri dari pintu masuk Gereja. Patung Santo Paulus terletak
disisi kiri pintu masuk Gereja dan patung Santo Fransiskus Xaverius terletak di
sisi kanan pintu masuk Gereja Graha Maria Annai Velangkanni.
Gambar 4.46 Patung Santa Pada Graha Maria Annai Velangkanni
[image:37.595.164.462.437.659.2]84
Menurut Windhu (1997), Gambar dan relief jalan Salib dapat dipastikan
ada di setiap Gereja. Jumlahnya sebanyak 14 buah. Pada saat tertentu umat
mengadakan kebaktian jalan Salib di Gereja dengan bantuan gambar atau relief
tersebut. Biasanya gambar atau relief jalan Salib dipasang pada dinding-dinding
Gereja. Yang berupa gambar biasanya merupakan lukisan, sedangkan yang berupa
relief merupakan pahatan dari batu ataupun kayu. Pada Graha Maria Annai
Velangkanni relief jalan Salib tersebut terdapat pada langit-langit ruang dalam
Gereja. Relief tersebut berupa lukisan. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah
[image:38.595.238.389.333.497.2]ini.
Gambar 4.47 Gambar dan Relief Jalan Salib Pada Graha Maria Annai
Velangkanni
85 4.4.4 Penggunaan Warna Dalam Interior Gereja Graha Maria Annai
Velangkanni
Warna yang digunakan pada interior Graha Maria Annai Velangkanni secara
keseluruhan menggunakan warna kuning yang dipertemukan dengan warna putih.
Seperti yang dituliskan oleh Windhu (1997), kuning mengungkapkan kemuliaan,
kemenangan dan kegembiraan. Gereja Katolik menggunakan warna-warna liturgi
dalam beribadah. Warna liturgi sering digunakan sesuai dengan kalender liturgi.
Dalam liturgi warna melambangkan dasar misteri Iman yang dirayakan dan
menegaskan perjalanan hidup Kristiani sepanjang tahun liturgi.
[image:39.595.115.507.330.604.2]
Gambar 4.48 Warna Dalam Interior Graha Maria Annai Velangkanni
86
Arti warna-warna yang terdapat pada bangunan Graha Maria Annai
Velangkanni ialah sebagai berikut :
Warna Hitam, Jika diperhatikan jalan beraspal mulai pada pintu
masuk dapat dilihat sosok manusia dalam kegelapan dan kedosaan
(Hitam) terlungkup bersujud dengan tangannya keluar menggeliat,
dihadapan Allah Tritunggal yang Maha Kudus dalam Surga yang
dilambangkan oleh tiga kubah dan menara yang berlantai tujuh
sebagai langit ke tujuh (Surga).
Warna Abu-Abu, dianggap sebagai simbol pertobatan dalam Alkitab.
dapat dilihat bahwa warna dominan Graha Maria adalah abu-abu.
Oleh karena itu, Graha Maria dimaksudkan untuk memberitakan
pertobatan kepada semua yang datang padaNya.
Warna Putih, yang di padukan dengan warna kuning dapat terlihat di
ruang aula gereja pada lantai 1, yang mengungkapkan kemuliaan,
kemenangan dan kegembiraan.
Warna Kuning Emas, terdapat pada tiga kubah gereja yang
87 BAB V
KESIMPULAN
Graha Maria Annai Velangkanni adalah Gereja Katolik yang bentuk
arsitekturnya banyak di pengaruhi oleh bentuk arsitektur Hindu/India dan
arsitektur lokal setempat. Dari segi eksterior bangunan, Graha Maria Annai
Velangkanni menerapkan bentuk arsitektur Hindu/India. Hal tersebut dapat dilihat
dari bentuk bangunan yang menyerupai menara candi yang pada umumnya di
gunakan pada kuil-kuil Hindu dan pengunaan ornamen dan patung-patung yang
menghiasi bagian luar dan dalam Graha Maria Annai Velangkanni. Sedangkan
bentuk gerbang masuk Graha Maria Annai Velangkanni tidak seperti bentuk
eksterior bangunannya, bentuk gerbang masuk Graha Maria Annai Velangkanni
banyak di pengaruhi oleh arsitektur lokal setempat, Hal ini bisa dilihat dari desain
atap gerbang yang menggunakan atap batak Karo di dua sisi bagian atap dan
Batak Toba di bagian tengah atap.
Penerapan bentuk arsitektur Gereja Katolik pada perancangan bangunan
Graha Maria Annai Velangkanni sendiri dapat dilihat pada bagian interior
bangunan, tata ruang gereja, Liturgi pada Interior Gereja, prinsip dan perabot
Gereja, penggunaan warna pada Gereja dan desain atap kubah Gereja. Interior dan
tatanan ruang pada Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni ini di rancang
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bentuk Dalam Arsitektur
Dalam arsitektur bentuk merupakan sebuah istilah inklusif yang memiliki
beberapa pengertian. Bentuk dapat dihubungkan pada penampilan luar yang dapat
dikenali seperti sebuah kursi atau tubuh seseorang yang mendudukinya (Ching,
1999). Hal ini juga menjelaskan kondisi tertentu dimana sesuatu dapat
mewujudkan keberadaanya, misalnya bila kita bicara mengenai air dalam bentuk
es atau uap. Dalam seni dan perancangan seringkali dipergunakan istilah tadi
untuk menggambarkan struktur formal sebuah pekerjaan cara dalam menyusun
dan mengkoordinasi unsur – unsur dan bagian – bagian dari suatu komposisi untuk mengasilkan suatu gambaran nyata (Ayudhia, 2015).
Namun bentuk dapat dihubungkan baik dengan struktur internal maupun
garis eksternal serta prinsip yang memberikan kesatuan secara menyeluruh. Jika
bentuk lebih dimaksudkan sebagai pengertian massa atau isi – dimensi, maka wujud secara khusus lebih mengarah pada aspek penting bentuk yang
mewujudkan penampilannya, konfigurasi atau peletakan garis atau kontur yang
membatasi suatu bentuk (Ayudhia, 2015).
Ciri-ciri pokok yang menunjukan suatu bentuk dipengaruhi oleh keadaan
bagaimana cara kita memandangnya. Selain itu, bentuk juga merupakan sarana
pokok yang memungkinkan kita mengenal dan melihat latar belakang, persepsi
7
dalam arsitektur. Bentuk dapat dikenali karena ia memiliki ciri-ciri visual (Ching,
1979). Ciri-ciri visual tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ciri-Ciri Visual Bentuk
No. Ciri-Ciri
Bentuk Definisi Gambar
1. Wujud
hasil konfigurasi tertentu dari
permukaan-permukaan dan sisi-sisi bentuk.
2. Dimensi
dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar dan tinggi. Dimensidimensi ini menentukan proporsinya. Adapun skalanya ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain disekelilingnya.
3. Warna
8
4. Tekstur
karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur mempengaruhi perasaan kita pada waktu menyentuh, juga pada saat kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan bentuk tersebut.
5. Posisi
letak relatif suatu bentuk terhadap suatu lingkungan atau medan visual.
6. Orientasi
posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin atau terhadap
pandangan seseorang yang melihatnya.
7. Inersia Visual
derajad konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk. Inersia suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang dasar dan garis pandangan kita.
8 Skala
9 2.2 Tinjauan Bentuk Arsitektur Pada Bangunan Graha Maria Annai
Velangkanni
2.2.1 Sejarah Graha Maria Annai Velangkanni
Menurut sejarahnya, “Gua Maria’ ini meniru aslinya di India, yang mengingatkan akan penampakan Bunda Maria pada abad ke-16, ketika seorang
ibu (Annai) yang disembuhkan penyakitnya oleh Bunda Maria di desa
Velangkanni yang terletak di pesisir selatan India. Oleh karena itu, Gua Maria di
India tersebut dinamakan Lourdes Timur. Annai Maria Velangkanni adalah
tempat ziarah untuk mengingat Bunda Maria yang sangat dihormati. Tempat
ziarah tersebut terletak di Chennai Pantai Teluk Benggala, bagian tenggara India,
di sebelah selatan dari kota Madras. Penampakan Bunda Maria yang terjadi di sini
sudah mendapat pengakuan dari Gereja Katolik. (https://.wordpress.com)
Masyarakat India yang beragama Katolik ini, sebagian menetap di
Velangkani. Namun di antara mereka ada pula yang migrasi ke berbagai tempat di
dunia ini, termasuk Medan Indonesia. Mereka migrasi dengan berbagai alasan. Di
antaranya adalah untuk kepetingan ekonomi, yaitu menaikkan taraf hidupnya. Ada
pula alasan untuk mengembangkan agama. (https://.wordpress.com)
Sebagian dari masyarakat India yang beragama Katolik dan bermigrasi ke
Indonesia khususnya medan tersebut melatarbelakangi di bangunnya Graha Maria
Annai Velangkanni ini.
Di Tanjung Selamat Medan, sejak tahun 2001, yang disebut juga tahun
Yubileum Agung, telah mulai dibangun suatu tempat suci untuk menghormati Ibu
10
Tempat suci di Tanjung Selamat didirikan untuk menghormati Ibu Maria dengan
gelar yang sama yaitu Bunda Penyembuh, atau dalam bahasa Inggris Our Lady of
Good Health. Terbangunnya tempat peribadatan Katolik ini, selain dari dukungan
umat, juga tidak dapat dilepaskan dari usaha Pastor James Bharataputra, SJ
seorang Yesuit asli India yang sudah lebih dari 30 tahun berkarya di Keuskupan
Agung Medan. Pastor James Bharataputra, SJ adalah penggagas sekaligus
pelaksana pembangunan Graha Maria Annai Velangkanni. (Sumber : Facebook
Maria Annai Velangkanni Medan)
Gereja ini memberikan pengabdiannya kepada Bunda Maria yang telah
lama menampakkan dirinya di pesisir desa Velangkanni, Tami Nadu, India sekitar
abad 17. Nama Annai Velangkani diambil dari bahasa India. Annai yang berarti
bunda dan Velangkanni adalah desa di mana Bunda Maria menampakkan diri.
Penampakan ini menjadi latar belakang dibangunnya Gereja Katolik berarsitektur
Mogul, ciri khas kuil-kuil di India. Saat masuk ke dalam gereja, pengunjung akan
terkesima dengan arsitektur yang dibuat begitu indahnya, gambar-gambar dan
lukisan berwarna-warni yang memberikan kesan indah dan damai.
(https://.wordpress.com)
2.2.2 Atap Kubah
Pengertian kubah adalah separuh bola berongga yang menghiasi atap atau
bagian atas sebuah bangunan. Bentuk kubah telah dikembangkan selama ratusan
tahun oleh banyak kelompok masyarakat di berbagai belahan dunia. Garis sejarah
11
kaya makna bahkan telah menjadi simbol semiotik yang khas bagi berbagai
agama, budaya dan peradaban tertentu (Ayudhia, 2015).
2.2.2.1 Sejarah Kubah
Seperti yang dijelaskan oleh Sopandi dalam buku Sejarah Arsitektur,
Perkembangan arsitektur di Eropa Timur dan Timur Tengah banyak mewarisi
beragam inovasi yang dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena
perkembangan teknologi membangunnya, Romawi sangat berpengaruh dalam
peradaban dunia karena kekuasaan politiknya yang sangat luas, mencakup daratan
yang mengelilingi Laut Mediterania yakni Italia, Yunani, semenanjung Eropa
Barat, sebagian Britania, delta muara Sungai Nil, semenanjung Arab, dan Asia
kecil. Pada puncak kejayaannya, yang dimulai dari abad ke- 4 SM sampai dengan
400 M, bahkan Roma juga sempat melakukan pengembangan dalam infrastruktur
kota yang sangat canggih di daerah – daerah kekuasaannya (Ayudhia, 2015). Setelah Roma mengalami banyak masalah yang menyebabkannya ketidak
kondusifan Roma sebagai ibukota, maka ibukota kekaisaran dipindahkan ke
bagian Timur, yakni ke Kota Bizantium. Kaisar Konstantin merupakan Kaisar
pertama yang memeluk agama Kristen pada tahun 313 M, bahkan beliau telah
menjadikan Agama Kristen menjadi sebuah agama yang resmi pada Kekaisaran
Romawi. Kekaisaran Romawi Timur (Kekaisaran Bizantium) telah
mengembangkan peradaban yang maju di Eropa Timur dan sebagiannya di Timur
12
karena menentukan tradisi dalam perkembangan monument – monument arsitektur, terutama pada bangunan peribadatan (Ayudhia, 2015).
Arsitektur religius di Bizantium sangat identik dengan menggunakan
elemen kubah dan bentuk denah yang terpusat. Hagia Sophia merupakan sebuah
karya agung Bizantium yang di bangun pada kurun waktu sekitar 532-537 M.
Inovasi geometri yang dihasilkan pada Hagia Sophia adalah bidang segitiga
melengkung yang disebut dengan pendentive. Kebanyakan interpretasi sejarah
arsitektur menghubungkan arsitektur Bizantium sebagai pengembangan lanjut dari
yang telah dicapai oleh monumen Patheon, yaitu berusaha menciptakan ruang
simbolis yang merepresentasikan cakrawala dan semesta lewat konstruksi kubah
[image:48.595.170.456.391.584.2](Ayudhia, 2015).
Gambar 2.1 Hagia Sophia
Sumber : www. Wikipedia.com
Arsitektur zaman Bizantium (330-1453) bersamaan dengan jaman Kristen
Awal dan Islam Awal, keduanya banyak menggunakan kubah. Struktur kubah
13
kebutuhan ruang lebar tanpa kolom, dan dapat mendengungkan suara sebagai
pengeras suara. Namun karena keindahannya kemudian banyak diambil hanya
pada elemen bentuknya saja. Pada zaman Bizantium banyak pula dibangun Gereja
dengan kubah sebagai mahkota di bagian atas bangunan, kadang – kadang hanya majemuk seperti antara lain Gereja S. Marko (1063-85) (Ayudhia, 2015).
[image:49.595.164.461.223.427.2]
Gambar 2.2 Gereja S. Marko
Sumber : www. Wikipedia.com
Era Renaissance merupakan masa peralihan dari zaman pertengahan ke
zaman modern. Arsitektur Renaissance menggambarkan perjuangan lepas dari
doktrin Gereja. Ornamen-ornamen organis muncul sebagai bagian dari keindahan
bangunan. Cahaya masih menjadi bagian dari keindahan bangunan, namun unsur
unsur duniawi juga muncul dalam bentuk detail-detail yang indah. Detail yang
bersifat duniawi pada era pertengahan sangat dibatasi. Kemunculan detail ini
dilandasi oleh ideologi untuk melepaskan diri dari doktrin Gereja. Kubah pada
Gereja ini biasanya tidak lebar, menggunakan kerangka kayu. Tidak sedikit
14
menjadi bentuk bawang, yaitu kubah yang runcing di atas, menggelembung di
tengah seperti bawang (onion) (Ayudhia, 2015).
2.2.2.2 Ciri-Ciri Kubah Gereja Katolik
Bentuk kubah pada Gereja Katolik mempunyai ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri
kubah pada Gereja Katolik terdiri dari 4 bagian (Ayudhia, 2015).:
1. Kubah gereja2 Katolik memiliki lantern (hiasan pada pucuk kubah)
yang tidak dimiliki kubah dalam arsitektur Islam maupun Ortodoks.
Lantern selain berguna untuk menambah estetika kubah, juga
berfungsi untuk menambah pencahayaan. Di atas lantern, umumnya
diberikan kubah tambahan yang berukuran kecil yang disebut cupola.
2. Kubah Gereja Katolik dan Ortodoks umumnya memiliki bagian
penyangga yang berbentuk silinder yang disebut drum atau tholobate
yang sangat jelas kentara.
3. Kubah Gereja Katolik umumnya memiliki lubang-lubang yang disebut
oculus (bulls-eye) pada tepi2nya untuk menambah pencahayaan.
15
Gambar 2.3 Bentuk Kubah Gereja Katolik
Sumber: www.google.com
Pada gambar di atas, 1 adalah cupola, 2 adalah lantern, 3 adalah kubah,
dan 4 adalah drum (tholobate).
Gambar 2.4 Kubah Katedral St. Paul di London
[image:51.595.236.387.426.654.2]16 2.2.3 Arsitektur Hindu
Agama Hindu dibawa oleh para pedagang dari India sekkitar abad ke-4 ke
kepulauan Indonesia pada umumnya dan ke pulau Jawa pada khusunya.
Permulaan inilah yang mengakhiri zaman prasejarah di Jawa. Bukti-bukti
mengenai keberadaan kerajaan Hindu-Jawa berupa prasasti-prasarti dari batu yang
ditemukan di pantai utara Jawa Barat, kurang lebih 60 kilometer sebelah timur
Kota Jakarta di lembah sungai Cisedane (Mangunwijaya, 1995).
Pada prasasti tersebut dapat dilihat bentuk dan gaya huruf India Selatan.
Dari Prasasti tersebut dapat dilihat mengenai beberapa upacara yang dilakukan
oleh seorang raja yang merayakan peresmian bangunan irigasi dan bangunan
keagamaan. Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang budayanya
dipengaruhi oleh budaya Hindu. Pada daerah ini pula ditemukan beberapa candi
Hindu. Salah satu candi Hindu yang terkenal dan cukup besar adalah candi
Larajonggrang. Sejarah kebudayaan Jawa hingga abad ke-15 yang sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan India, pada periode inilah sejarah Jawa dimasukkan
kedalan periode Hindu Jawa (Mangunwijaya, 1995).
2.2.3.1 Kebudayaan Hindu
Masyarakat India menganggap bahwa alam semesta merupakan benua
berbentuk lingkaran, yang dikelilingi oleh beberapa samudera dengan pulau pulau
besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaganya yang
keramat. Di pusat terletak Gunung Mahameru yakni gunung para Dewa
17
Alam semesta yang bermacam-macam itu pada hakikatnya hanyalah semu
atau tipuan belaka. Mereka memandang segala yang ia lihat dan yang mereka
alami sebagai sesuatu yang kosmos atau yang agung. Dengan kata lain manusia
menurut pandangan orang India harus melakukan perjalanan penuh perjuangan
dan pengekangan diri untuk pergi dari keadaan maya yang semu ini dan semakin
membersihkan diri, semakin menghening, sehingga bersih bebas tanpa rupa tanpa
nafsu ataupun hasrat, meniadakan diri. Jalan peniadaan diri (dari yang maya)
kedalam keheningan mumi mutlak (nirvana) itulah hakikat pandangan India
beserta ungkapan-ungkapan kebudayaannya (Mangunwijaya, 1995).
2.2.3.2 Ciri-Ciri Arsitektur Hindu
Banyak peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan pada jaman Hindu antara
lain berupa satu kota dimana terdapat Istana Kerajaan, mempunyai beberapa
kompleks candi yang didirikan untuk berbagai aspek kehidupan. Candi
merupakan salah satu peninggalan Hindu yang bersifat arsitektural yang masih
dapat kita lihat sampai saat ini (Ayudhia, 2015).
Candi berfungsi sebagai tempat tinggal dewa-dewa yang terbuat dari batu.
Bangunan batu yang tinggi itu melambangkan kekuasaan dan sifat abadi dari
dewa yang bersangkutan. Untuk Candi Hindu dan Candi Budha mempunyai
persamaan dan perbedaan dalam pemakaian bentuk, pola dan orientasinya tetapi
pada dasarnya adalah sama dengan memandang alam semesta (Ayudhia, 2015). Penggunaan bentuk-bentuk dasar dari candi menggunakan citra dasar
18
juga ditemukan pada daerah daerah lain di dunia, misalnya Olimpia) dihayati
sebagai tanah yang tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas, yang
dikaitkan dengan segala yang mulia, yang ningrat, yang aman (Ayudhia, 2015). A. Tata Bentuk
Pada puncak-puncak gunung itulah dibayangkan para dewata hidup. Hal ini
sangat mempengaruhi bentuk-bentuk arsitektur Hindu. Bentuk candi terbagi
menjadi beberapa tipe. Pembagian tipologi candi ini dapat dilihat dari jumlah
ruang pada candi, yaitu (Ayudhia, 2015) : 1. Bangunan candi dengan satu ruang
Gambar 2.5 Candi satu ruangan
Sumber: www.wikipedia.com
2. Bangunan candi dengan tiga ruang
Gambar 2.6 Candi tiga ruangan
19
3. Bangunan candi bertingkat dua dengan enam ruang
Gambar 2.7 Candi senam ruangan
Sumber: www.wikipedia.com
4. Bangunan candi massif tanpa ruang.
Pembagian candi secara vertikal terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu:
a. Kaki (Bhurloka)
Pada bagian ini disebut juga sebagai dasar atau base dari sebuah candi.
Bagian ini merupakan bagian yang paling luas dari keseluruhan candi. Pada tahap
ini menunjukkan makna dimana manusia masih dipenuhi oleh hawa nafsu.
b. Badan (Bhuvarloka)
Menggambarkan keadaan manusia di dunia fana ini. Sadar tetapi masih
sadar semu. Pada bagian ini merupakan bagian dimana manusia sudah mulai sadar
untuk meninggalkan nafsu duniawi. Biasanya terdapat patung yang mempunyai
makna sebagai perantara atau petunjuk jalan untuk mencapai tahap kesempurnaan
hidup. Ukuran pintu sengaja dibuat kecil agar orang yang masuk merundukkan
kepala sebagai tanda penghormatan dewa yang berada didalamnya. Bagian atas
20
Pada bagian atas dari badan (body) terdapat molding (upper molding) yang
membatasi antara badan dan kepala (roof).
c. Kepala (roof)
Merupakan bagian dimana manusia memasuki tahap kesempurnaan hidup
dan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada bagian atap terdapat 3
tingkatan yang terdiri dari:
Tingkatan 1 merupakan tingkatan paling bawah dari bagian kepala. Bagian
ini merupakan tahap awal manusia memasuki tahap kesempurnaan.
Tingkatan 2 mempunyai skala yang lebih kecl dari tingkatan pertama yang
menandakan manusia sudah berada pada tahapan yang semakin tunggi dan
semakin kecil.
Tingkatan 3 merupakan tahap dimana manusia akan memasuki
kesempurnaan hidup. Semakin kecil dan semakin suci.
Puncak dari kepala merupakan tahap puncak dimana manusia menjadi
sempurna dan suci. Pada tingkatan ini yang paling atas merupakan tahap
keberhasilan manusia melewati paradaksina (perjalanan) hidup hingga
21 2.3 Bentuk Arsitektur Gereja Katolik
Dalam kajian teori arsitektur, Capon (1999) dan Salura (2012)
menempatkan aspek fungsi, bentuk dan makna sebagai aspek yang utama dalam
arsitektur. Setiap bentukan arsitektur selalu diawali dengan adanya aktivitas
manusia yang menjadi penggerak lahirnya wadah aktivitas tersebut. Hubungan
antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya, atau antara satu kelompok aktivitas
dengan kelompok aktivitas lainnya terstruktur dalam satu tatanan ruang. Tatanan
ini, secara tiga dimensional merupakan aspek bentuk arsitektur (Laurens, 2014).
Meskipun tidak ada teori koheren yang menjelaskan dengan gamblang
sumber pemberi bentuk arsitektur, namun secara umum dapat dikatakan bahwa
terdapat tiga kelompok teori bentuk. Pertama, teori deterministik yang
menekankan pentingnya kekuatan informasi eksternal yang ditangkap oleh
perancang. Di sini perancang berperan pasif dalam menemukan kekuatan tersebut.
Dalam pandangan ini sebuah bangunan arsitektur dibentuk oleh berbagai tuntutan
fungsi fisik, sosial, psikologis, maupun fungsi simbolik yang harus
diakomodasikannya, seperti kekuatan nilai-nilai sosial budaya, ekonomi setempat,
atau bahkan ditentukan oleh prinsip tatanan yang sudah ada berdasarkan logika
geometris. Kelompok kedua adalah kelompok behavioristik yang menekankan
pentingnya kondisi transpersonal perancang, di mana perancang berperan secara
aktif mengekspresikan imajinasinya untuk kemudian membentuk kesesuaian
dengan kondisi lingkungan di luar dirinya. Penganut paham strukturalis
mempunyai pandangan yang berlawanan dengan kelompok pertama yang lebih
22
perancang tidak secara pasif menerima informasi eksternal tetapi secara aktif
mengolah informasi eksternal tersebut untuk mendapatkan solusi bagi tuntutan
desain dalam tatanan ruang (Laurens, 2014).
Bentuk arsitektur Gereja Katolik selalu dilandasi gagasan teologis agama
Katolik, yang juga menjadi dasar penerimaan dan penolakan teori atau
pemahaman tertentu lainnya. Dalam perwujudannya, arsitektur Gereja Katolik
selalu merupakan pencampuran antara hal-hal orthodoxies, yang terkait dengan
konsep teologis agama Katolik tersebut, dan hal-hal praktis yang berperan sebagai
kekuatan pembentuk perwujudan fisik bangunan Gereja (Laurens, 2014).
Mengacu kepada sejarah arsitektur Gereja Katolik, Secara umum terdapat
tiga karakteristik utama pada gaya arsitektur Renaissance. Karakteristik yang
pertama merupakan atap kubah dengan stuktur cangkang dengan detail-detailnya
yang rumit. Karakter yang kedua adalah denah bangunan yang berbentuk salib.
Serta karakter ketiga adalah skala bangunan yang monumental (Malino, 2012).
2.4 Fungsi Arsitektur Gereja Katolik 2.4.1 Fungsi Liturgial
Liturgi adalah kegiatan dari Kristus Paripurna, dalam bahasa Latin
Christus totus, atau Kristus seluruhnya, yaitu Kristus di surga sebagai kepala dan
seluruh jemaatNya yang masih ada di dunia, yaitu Gereja yang merupakan Tubuh
Kristus, dalam korban pujian dan syukur kepada Allah (Konsili Vatikan II,
23
Liturgi dirayakan dengan menggunakan berbagai tanda dan lambang, baik
yang berasal dari pengalaman manusia, tanda-tanda "Perjanjian" antara Allah dan
umatNya, tanda-tanda yang diangkat oleh Kristus, dan tanda-tanda sakramental,
yang semuanya merujuk pada keselamatan yang berasal dari Kristus,
menggambarkan dan mencicipi pada masa sekarang kemuliaan surga. Juga
dengan menggunakan perkataan (terutama dalam Liturgi Sabda di mana Kitab
Suci dibacakan dan direnungkan) dan Tindakan (terkait dengan masing-masing
Sakramen: misalnya pembaptisan, pengurapan minyak, Liturgi Ekaristi,
penumpangan tangan). Dengan nyanyian dan musik, dan gambar-gambar kudus,
misalnya ikon (Konsili Vatikan II, Konstitusi Liturgi).
Setiap bentukan arsitektur selalu diawali dengan adanya aktivitas manusia
yang menjadi penggerak lahirnya wadah aktivitas tersebut. Hubungan antara satu
aktivitas dengan aktivitas lainnya, atau antara satu kelompok aktivitas dengan
kelompok aktivitas lainnya terstruktur dalam satu organisasi ruang atau tatanan
ruang. Pelingkup tatanan ruang ini, secara tiga dimensional merupakan aspek
bentuk arsitektur (Laurens, 2013).
Aktivitas utama yang harus diakomodasi dalam sebuah bangunan Gereja
Katolik adalah aktivitas perayaan liturgis, sebagai perayaan iman umat Kristen.
Gereja Katolik menekankan dasar teologis dalam setiap pendirian bangunan
gereja; fungsi liturgial menjadi landasan utama penataan ruang dan bentuk
arsitektur Gereja Katolik, baik di masa sebelum maupun sesudah Konsili Vatikan
24
Melalui ritual Gereja lah terjadi pembentukan ruang-ruang sakral.
Berbagai aktivitas ritual umat baik yang diwadahi di pelataran bangunan Gereja,
atau di ruang luar gedung gereja, mendukung pembentukan hirarki ruang sakral.
[image:60.595.126.479.205.424.2]Dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Laurens, 2013).
Gambar 2.8 Hirarki Ruang Sakral Arsitektur Gereja Katolik
Sumber : Laurens 2013 2.4.2 Fungsi Simbolisasi
Simbol berasal dari bahasa Yunani symbolon, kata kerja: symbalein yang
berarti tanda pengenal yang menjelaskan dan mengaktualisasikan suatu
perjumpaan dan kebersamaan yang didasarkan oleh suatu kewajiban atau
perjanjian. Dapat juga dikatakan bahwa simbol adalah tanda indrawi, barang atau
tindakan, yang menyatakan realita lain di luar dirinya. Simbol memiliki lingkup
makna dan kandungan isi yang amat luas, karena itu merupakan sarana ulung
untuk mengungkapkan sesuatu tentang Tuhan. Simbol berbeda dengan tanda.
25
itu, simbol juga terbuka terhadap berbagai arti dan tafsiran, tergantung bagaimana
setiap individu memaknai simbol itu sendiri (Martasudjita, 1998).
Simbolisasi kekristenan ini tidak selalu ditampilkan dengan cara yang
sama di setiap bangunan Gereja Katolik. Transformasi simbolis terjadi melalui
adanya pengalaman yang sejalan dengan sosial-budaya masyarakat
pendukungnya/setempat dan pada periode tertentu. Di dalamnya terdapat
pembentukan simbol-simbol ekspresif yang sesuai dengan perjalanan waktu dan
perkembangan budaya, namun tidak menyimpang dari kaidah-kaidah gerejani.
Simbol-simbol keagamaan berbeda dari simbol yang lain, oleh kenyataan bahwa
simbol keagamaan merupakan representasi dari sesuatu yang sama sekali ada di
luar bidang konseptual. menunjuk pada realitas tertinggi yang tersirat dalam
tindak keagamaan. Dengan demikian, simbol keagamaan pada arsitektur Gereja
Katolik tergantung pada tuntutan liturgi Gereja. Misalnya, perwujudan sanctuary
sebagai ruang tersakral. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini (Laurens,
2013).
Gambar 2.9 Contoh Simbol Keagamaan dan Tuntutan Liturgi Gereja
26
Hakekat agama Katolik untuk menciptakan komunitas dan rasa
kebersamaan, kesatuan dan kerukunan membuat bangunan Gereja harus mampu
membentuk keterbukaan untuk menampung setiap orang. Arsitektur Gereja juga
dapat berperan sebagai media, katekisasi-tanpa-kata, melalui simbolisasi yang
menjelaskan berbagai peristiwa dalam Ekaristi Kudus, misalnya tata letak ruang
menggambarkan perjalanan hidup orang Kristen, yaitu lahir lewat
pembaptisan/penempatan kolam baptis di bagian depan Gereja, menikah lewat
sakramen perkawinan, dan meninggal yang tergambarkan peletaka makam di
belakang Gereja. Katekisasi juga dapat diekspresikan melalui patra di lantai, atau
ornamen Gereja (Laurens, 2013).
2.5 Arsitektur Gereja Katolik
2.5.1 Sejarah Arsitektur Gereja Katolik
Keberadaan arsitektur Gereja mulai berkembang ketika bangsa Romawi
mencapai kejayaannya. Kejayaan bangsa Romawi pada abad 15 tidak terlepas
pada munculnya kebudayaan baru yaitu kebudayaan Renaissance yang memiiki
arti kelahiran kembali. Hal ini mengacu pada lahirnya kembali budaya-budaya
klasik pada jaman Yunani kuno dan Romawi kuno. Langgam arsitektur gaya-gaya
Yunani serta Romawi kuno bermunculan kembali seperti kolom-kolom dorik,
ionic dan korintians (Malino, 2012).
Pada masa Renaissance, gaya arsitektur merupakan hasil karya para
seniman Roma. Proporsi yang harmonis menguasai perhatian arsitek pada masa
27
dengan satu modul, atau satuan panjang yang menjadi dasar. Bentuk-bentuk denah
yang dikembangkan adalah bentuk simetris. Menara-menara bangunan bentuknya
lebih sederhana serta jumlahnya yang tidak banyak. Arsitektur ditangani dengan
menggunakan daya nalar atau pikiran yang rasional. Perlakuan yang
menggunakan daya nalar ini sekaligus menjadi titik penting perjalanan arsitektur
Barat mengingat sebelumnya arsitektur sepenuhnya diperlakukan hanya dengan
menggunakan daya rasa seni bangunan (Malino, 2012).
Secara umum terdapat tiga karakteristik utama pada gaya arsitektur
Renaissance. Karakteristik yang pertama merupakan atap kubah dengan stuktur
cangkang dengan detail-detailnya yang rumit. Karakter yang kedua adalah denah
bangunan yang berbentuk salib. Serta karakter ketiga adalah skala bangunan yang
monumental (Malino, 2012).
Konsili Vatikan II merumuskan bahwa “membangun gedung Gereja
haruslah direncanakan dengan baik, agar cocok untuk perayaan liturgi dan
partisipasi aktif umat beriman”. Prinsip ini dijabarkan oleh Kongregasi, dengan menjelaskan bahwa pada bagian dalam Gereja terdapat (Malino, 2012):
a. Altar Utama
Merupakan pusat seluruh gedung Gereja. Altar berdiri sendiri
supaya para Imam dapat bergerak bebas disekitarnya dan dipasang
sedemikian rupa sehingga Imam menghadap umat dalam perayaan
28 b. Mimbar
Adalah tempat membacakan bacaan Kitab suci, Mazmur, Homily,
dan Doa umat. Mimbar haruslah ditempatkan sedimikian rupa,
sehingga Imam dan para petugas liturgi dapat terlihat dan suara mereka
terdengar jelas oleh umat.
c. Tabernakel
Tempat menyimpan Sakramen Mahakudus adalah sebuah kapel
khusus yang cocok untuk devosi pribadi; jika tidak memungkinkan
dapat juga digunakan altar samping atau tempat lain yang terhormat.
Sakramen maha kudus harus disimpan dalam sebuah tabernakel, yaitu
lemari kecil dari bahan yang kuat dan pantas sebagai tempat sakramen
mahakudus.
d. Lilin
Sebagai lambang kristus cahaya dunia.
e. Patung
Patung orang kudus ditempatkan untuk merangsang penghormatan
kepada Allah melalui tokoh tersebut.
f. Babtisterium
29 g. Bejana Air Suci
Berisi air yang sudah diberkati, ditempatkan dekat pintu untuk
digunakan umat saat masuk atau keluar Gereja.
h. Kamar Pengakuan
Tempat menerima sakramen tobat. Terbagi atas dua ruang bersekat
[image:65.595.162.459.248.551.2]kasa, masing-masing untuk Imam dan pengaku dosa.
Gambar 2.10 Tatanan Gereja Katolik dari Dalam
Sumber : Heuken, 1991
Keterangan :
3. Kamar penerimaan sakramen pengakuan, 2. Patung orang kudus, 3. Salib,
4. Salib dan jago di atas gedung gereja, 5. Tabernakel, 6. Lampu Tuhan, 7.
Sedilia, 8. Tempat putera/I altar, 9. Altar dengan lilin, 10. Mimbar, 11
Bangku-bangku umat, 12. Sirkulasi utama, biasanya untuk penerimaan
komuni umat.
1 2
3 4
5
6
7
8 9
10
11
30 3.1.1 Tata Ruang Gereja Katolik
Ruang ibadat umat ditata dalam beberapa tahap yang diatur melalui
penataan ruang Gereja (Malino, 2012).
1. Gerbang
Gerbang adalah penanda peralihan dari luar area Gereja ke dalam
area Gereja (Malino, 2012).
2. Halaman
Halaman Gereja sebagai tempat bersosialisasi antar umat, sekaligus
sebagai peralihan suasana ramai ke suasana tenang. Biasanya dihalaman
terdapat taman, patung, gua Maria, kolam pembaptisan, dan perhentian
jalan Salib (Malino, 2012).
3. Gedung Gereja
Pada area gedung Gereja sendiri terdapat 3 tahapan yaitu ruangan
persiapan, ruang berhimpun, dan ruang mahakudus. Di sebelah kiri pintu
masuk adalah kapel pembabtisan dan sebelah kanan adalah sakristi, tempat
petugas mempersiapkan diri secara fisik menjelang ibadat. Memasuki
ruang berhimpun, terdapat tempat duduk jemaat yang ditata sedemikian
rupa sehingga menampakkan seluruh jemaat sebagai satu himpunan.
Setiap jemaat harus dapat melihat dengan baik apa yang terjadi di ruang
mahakudus dan mendengar pewartaan di sana.
Paling ujung dari bangunan Gereja adalah ruang mahakudus, sebagai pusat
31
sabda dan ekaristi. Perayaan ekaristi terdiri dari dua bagian, yaitu liturgi sabda dan
liturgi ekaristi. Keduannya berhubungan erat sebagai satu tindakan ibadat. Dalam
perayaan ekaristi, sabda dimaksudkan sebagai pengajaran bagi orang-orang
beriman dan tubuh Kristus, yaitu perjamuaan, sebagai santapan mereka. Dengan
demikian, terdapat dua meja dalam perayaan ekaristi, yaitu meja sabda dan meja
ekaristi. Diantara kedua meja ini terdapat kursi pemimpin sebagai salah satu
pusat ibadat. Jadi, terdapat tiga pusat kegiatan dalam ruang mahakudus, yaitu
kursi-kursi pemimpin, mimbar, dan altar. Mimbar adalah pusat kegiatan selama
liturgi sabda, altar adalah pusat kegiatan selama liturgi ekaristi dan kursi
pemimpin sebagai pusat kegiatan pembukaan dan penutup ibadat, di luar liturgi
sabda dan liturgi ekaristi. (Komisi Liturgi KW 53-56 dalam Malino, 2012).
Bentuk-bentuk denah Gereja dan tatanan ruang Gereja pada umumnya
[image:67.595.109.525.460.710.2]dapat di lihat pada tabel 2.1 di bawah ini.