PENETAPAN KADAR NIPAGIN DAN NIPASOL
DALAM KRIM PEMUTIH
SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
TUGAS AKHIR
OLEH:
NOVITA SYAHRIANI PANE NIM 102410058
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
rahmat kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga penulis dapat
meyelesaikan tugas akhir dengan baik yang berjudul “Penetapan Kadar Nipagin dan Nipasol dalam Krim Pemutih Secara Spektrofotometri Ultraviolet”.
Tugas Akhir ini merupakan sebagai salah satu salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan
Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun
berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada: Bapak Prof. Dr.
Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan Tugas Akhir
ini, Ibu Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing
Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III
Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi USU, Bapak Prof. Dr. Jansen
Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan, Bapak. Drs. Rasmadin, M.S., Apt., sebagai Sekretaris
Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan, Bapak dan ibu Dosen
beserta seluruh staff program studi Diploma III Analisis Farmasi dan Makanan
di Medan yang telah membantu selama melaksanakan PKL, Almarhum Ayahanda
Eddy Syahrial Pane dan Ibunda Suryaningsih, adik satu-satunya penulis Nindy
Syahfitri Pane beserta keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dan Teman-teman
mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan
Makanan angkatan 2010, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun
tidak mengurangi arti keberadaan bersama mereka.
Akhirnya, demi penyempurnaan Tugas Akhir ini penulis mengharapkan
kritik dan saran baik yang negativ maupun yang positif untuk kesempurnaan tugas
akhir ini. Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2013
Penulis,
Content Determination of Nipagin and Nipasol In Whitening Cream Through Ultraviolet Spectrophotometry
ABSTRACT
Whitening cream is a cosmetic cream with its efficacy to help lighten skin or to treat dark spots on the skin. The usage of preservatives (nipagin and nipasol) in the cosmetics is very important to maintain the stability of its formulations by stopping the growth of microorganisms in term of its production and marketing. The objective Standardization the levels of Nipasol and nipagin contained in whitening cream through ultraviolet spectrophotometry is to find out whether the levels of nipagin and nipasol contained in Placenta Whitening Cream meets the requirements that set out in the MAPPOMN. This standardization through ultraviolet spectrophotometry took place in Cosmetics Laboratory Center for Drug and Food Medan. Placenta Whitening Cream that contained nipagin has been tested with the levels of 0.08% and 0.1% for nipasol. as the results obtained, Placenta Whitening Cream is eligible and meets the preservative levels, according to the MAPPOMN, which standardization level of nipagin and nipasol that allowed for Placenta Whitening Cream is 0.4%.
PENETAPAN KADAR NIPAGIN DAN NIPASOL DALAM KRIM PEMUTIH SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
ABSTRAK
Krim pemutih merupakan sediaan kosmetika dengan khasiat bisa memutihkan kulit atau memucatkan noda hitam (coklat) pada kulit. Penggunaan pengawet (nipagin dan nipasol) dalam sediaan kosmetika sangat penting untuk menjaga kestabilan dari formulasi sediaan dengan menghentikan pertumbuhan mikroorganisme selama produksi dan pemasaran. Penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim pemutih secara spektrofotometri ultraviolet bertujuan untuk mengetahui apakah kadar nipagin dan nipasol yang terdapat dalam Placenta Whitening Cream memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam MA PPOMN. Penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim pemutih secara spektrofotometri ultraviolet dilakukan di Laboratorium Kosmetika Balai Besar Obat dan Makanan kota Medan. Placenta Whitening Cream yang diuji mengandung nipagin dengan kadar 0,08% dan nipasol dengan kadar 0,1%. Dari hasil yang diperoleh, Placenta Whitening Cream memenuhi persyaratan kadar pengawet, sesuai dengan MA PPOMN, dimana rentang kadar nipagin dan nipasol yang diperbolehkan untuk
Placenta Whitening Cream yaitu˂ 0,4%.
DAFTAR ISI
2.1.3. Aktivitas Mikrobiologi Nipagin dan Nipasol …………. 4
2.3.3 Permasalahan dalam Sistem Emulsi ………. 7
2.4. Spektrofotometri ………. 8
2.4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Ultraviolet ……….. 8
2.4.2. Instrumen Spektrofotometri Ultraviolet ……… 9
BAB III METODE PENGUJIAN……….. 10
3.1 Tempat Pengujian ………...……….. 10
3.2 Penetapan Kadar Nipagin dan Nipasol dalam Krim Pemutih Secara Spektrofotometri UV ……….…..… 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 13
4.1 Hasil ………... 13
4.2 Pembahasan ……… 13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 14
5.1 Kesimpulan ……….... 14
5.2 Saran ………..…… 14
DAFTAR PUSTAKA ……….…...…………. 15
Content Determination of Nipagin and Nipasol In Whitening Cream Through Ultraviolet Spectrophotometry
ABSTRACT
Whitening cream is a cosmetic cream with its efficacy to help lighten skin or to treat dark spots on the skin. The usage of preservatives (nipagin and nipasol) in the cosmetics is very important to maintain the stability of its formulations by stopping the growth of microorganisms in term of its production and marketing. The objective Standardization the levels of Nipasol and nipagin contained in whitening cream through ultraviolet spectrophotometry is to find out whether the levels of nipagin and nipasol contained in Placenta Whitening Cream meets the requirements that set out in the MAPPOMN. This standardization through ultraviolet spectrophotometry took place in Cosmetics Laboratory Center for Drug and Food Medan. Placenta Whitening Cream that contained nipagin has been tested with the levels of 0.08% and 0.1% for nipasol. as the results obtained, Placenta Whitening Cream is eligible and meets the preservative levels, according to the MAPPOMN, which standardization level of nipagin and nipasol that allowed for Placenta Whitening Cream is 0.4%.
PENETAPAN KADAR NIPAGIN DAN NIPASOL DALAM KRIM PEMUTIH SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
ABSTRAK
Krim pemutih merupakan sediaan kosmetika dengan khasiat bisa memutihkan kulit atau memucatkan noda hitam (coklat) pada kulit. Penggunaan pengawet (nipagin dan nipasol) dalam sediaan kosmetika sangat penting untuk menjaga kestabilan dari formulasi sediaan dengan menghentikan pertumbuhan mikroorganisme selama produksi dan pemasaran. Penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim pemutih secara spektrofotometri ultraviolet bertujuan untuk mengetahui apakah kadar nipagin dan nipasol yang terdapat dalam Placenta Whitening Cream memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam MA PPOMN. Penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim pemutih secara spektrofotometri ultraviolet dilakukan di Laboratorium Kosmetika Balai Besar Obat dan Makanan kota Medan. Placenta Whitening Cream yang diuji mengandung nipagin dengan kadar 0,08% dan nipasol dengan kadar 0,1%. Dari hasil yang diperoleh, Placenta Whitening Cream memenuhi persyaratan kadar pengawet, sesuai dengan MA PPOMN, dimana rentang kadar nipagin dan nipasol yang diperbolehkan untuk
Placenta Whitening Cream yaitu˂ 0,4%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”.
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan obat untuk digosokkan, dilekatkan,
dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam,
dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk
membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak
termasuk golongan obat. Banyak orang menganggap bahwa kosmetika tidak akan
menimbulkan hal-hal yang membahayakan manusia karena hanya ditempelkan
dibagian luar kulit. Pendapat ini ternyata salah karena ternyata kulit mampu
menyerap bahan yang melekat padanya (Wasitaatmadja, 1997).
Akhir-akhir ini krim pemutih merupakan sediaan kosmetika yang sangat
populer dimana banyak wanita Indonesia yang berlomba-lomba untuk memakai
krim pemutih. Sehingga konsumen harus berhati-hati dalam memilih krim
pemutih. Biasanya krim pemutih tidak lepas dari zat pengawet seperti nipagin dan
nipasol. Zat pengawet tersebut berguna untuk menjaga kestabilan suatu sediaan
kosmetika dan memiliki efek alergi pada kulit. Oleh karena itu judul tugas akhir
ini berjudul “Penetapan Kadar Nipagin Dan Nipasol Dalam Krim Pemutih Secara Spektrofotometri Ultraviolet”. Pengujian dilakukan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan
Analisis penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim pemutih
dilakukan dengan analisa kualitatif dan kuantitatif yaitu dengan metode
kromatografi lapis tipis untuk memisahkan senyawa nipagin dan nipasol dalam
sediaan krim pemutih dan spektrofotometri ultraviolet untuk menentukan kadar
nipagin dan nipasol.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim
pemutih secara spektrofotometri ultraviolet adalah untuk mengetahui apakah
kadar nipagin dan nipasol memenuhi persyaratan kadar pengawet yang ditetapkan
dalam MA PPOMN.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam
krim pemutih adalah agar dapat mengetahui bahwa produk kosmetika yang
beredar dipasaran memenuhi persyaratan kadar pengawet sehingga produk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengawet
Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam
jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat
bersifat antikuman sehingga menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba
sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).
Kebanyakan pengawet lebih bersifat bakteriostatik daripada bakterisid,
dan merupakan golongan asam(asam parahidroksibenzoat, asam benzoat, asam
borat, asam sorbat, dan garam-garamnya) dan non asam/netral (klorobutanol,
benzyl alkhol, dan beta feniletil alkhol). Pengawet biasanya mengandung gugus
fungsi yang reaktif, yang memegang peran penting dalam aktivitas antimikroba
(Anwar,2012).
Pengawet harus mempunyai toksisitas rendah, stabil terhadap pemanasan
dan selama penyimpanan, dan efektif terhadap kontaminasi fungi, bakteri, dan
khamir (Anief, 2000).
Contoh pengawet yang biasa digunakan antaralain metil p-hidroksi
benzoat (Nipagin), propilen p-hidroksi benzoat (Nipasol), asam sorbat atau
garamnya, garam natrium benzoat dalam suasana asam, dan pengawet lain yang
2.1.1. Nipagin
Pemeriaan Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
larut dalam air, dalam benzene dan karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol
dan dalam eter (Ditjen POM, 1994).
Methylparaben (Nipagin)
2.1.2. Nipasol
Pemerian Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Kelarutan Sangat
sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dan dalam eter; sukar larut dalam
air mendidih (Ditjen POM, 1994).
Propylparaben (Nipasol)
2.1.3. Aktivitas Mikrobiologi Nipagin dan Nipasol
Nipagin dan nipasol merupakan senyawa fenolik, stabil di udara, sensitif
terhadap pemaparan cahaya, tahan terhadap panas dan dingin termasuk uap
permebilitas membran sehingga isi sitoplasma keluar dan menghambat sistem
transport elekrolit yang lebih efektif terhadap kapang dan khamir dibandingkan
terhadap bakteri, serta lebih efektif menghambat bakteri Gram posistif
dibandingkan dengan bakteri Gram negativ (Ayahtullah, 2011).
2.1.3. Farmakologi Nipagin dan Nipasol
Paraben terabsorbsi dalam saluran cerna di mana rantai esternya
dihidrolisis dalam hati dan ginjal menghasilkan asam p-hidroksibenzoat yang
diekskresi melalui urine sebagai asam p-hidroksihipurat, ester asam glukoronat
atau sulfat. Pada beberapa orang menyebabkan efek alergi, terutama pada kulit
dan mulut(Ayahtullah, 2011).
2.2. Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60% dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim dibedakan dalam
dua tipe, krim tipe minyak-air dan krim tipe air-minyak. Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik/tube, ditempat sejuk (Depkes RI, 1978).
Catatan:
1. Stabilitas
Krim rusak jika terganggu sistem campurannya terutama disebabkan karena
perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu
fase secara berlebihan/ pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak
tersatukan. Agar lebih stabil disamping zat pengawet, ditambahkan zat
0,12%-0,18% atau propilparaben 0,02%-0,15%. Untuk pembuatan krim digunakan air
yang telah dididihkan dan segera digunakan setelah dingin.
2. Dianjurkan peracikannya secara aseptik.
3. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengenceran yang
cocok dan harus dilakukan secara aseptik. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam waktu 1 bulan.
4. Semua alat yang digunakan untuk pembuatan krim harus bersih dan sebelum
digunakan harus direbus dalam air dan kemudian didinginkan dan dikeringkan.
5. Jika krim diwadahkan dalam tube aluminium, tidak boleh digunakan zat
pengawet senyawa raksa organik.
6. Tube yang mudah berkarat bagian tube sebelah dalam harus terlebih dahulu
dilapisi dengan larutan damar dalam pelarut yang mudah menguap.
7. Pada etiket harus juga tertera: “Obat Luar”.
2.2.1. Sifat Krim
Sifat umum krim adalah mudah melekat pada permukaan tempat
pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau
dihilangkan. Krim juga dapat memberikan efek mengkilap, berminyak,
melembabkan, dan mudah tersebar merata (Anwar, 2012).
2.3. Emulsi
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak
mau bercampur, biasanya air dan minyak dimana cairan satu terdispersi menjadi
2.3.1. Tipe Emulsi
Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes
minyak terdispresi ke dalam fase air, dan tipa A/M dimana fase intern adalah air
dan fase ekstern adalah minyak (Anief, 2007).
2.3.2. Penggunaan Emulsi
Emulsi digunakan untuk pemakaian dalam dan pemakaian luar. Pemakaian
dalam meliputi per-oral atau per-injeksi, sedangkan pemakaian luar digunakan
pada kulit atau membran mukosa seperti lotion, liniment, kream, dan salep (Anief,
1986).
2.3.3. Permasalahan dalam Sistem Emulsi (Krim)
Menurut Anwar (2007), Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan
formulasi sediaan emulsi antara lain:
1. Pemilihan emulglator
Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan
- Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain
- Tidak menggangu stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik
- Harus stabil
- Harus tidak toksik pada pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya
- Harus berbau, berasa, dan berwarna lemah
2. Mendapatkan konsistensi yang tepat
Konsistensi suatu sediaan emulsi kadang-kadang tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Untuk meningkatkan konsistensi emulsi cair dapat dilakukan:
- meningkatkan persentase volume fase terdispersi.
- memperkecil ukuran partikel, meningkatkan homogenitas
- menambah jumlah emulgator
- menambah pengental atau emulgator hidrofob
- Persiapan mengatasi kemungkinan terjadinya oksidasi atau reaksi mikrobiologi
(pemilihan antioksidan dan pengawet yang cocok).
- Cara pembuatan, termasuk alat yang digunakan
- Pemilihan wadah.
2.4. Spektrofotometri
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Khopkar, 2003).
Metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar
sediaan dalam jumlah yang cukup banyak.
2.4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Ultraviolet
Menurut Rohman (2012), Terdapat berbagai faktor yang mengatur
pengukuran serapan UV yakni:
1. Adanya gugus penyerap (kromofor)
Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik
2. Pengaruh pelarut
Spketrum serapan UV senyawa-senyawa sediaan sebagian tergantung pada
pelarut yang digunakan untuk melarutkan sediaan. Suatu senyawa dapat menyerap
sinar UV dalam jumlah yang maksimal disatu pelarut dan akan meyerap secara
minimal dipelarut yang lain.
3. Pengaruh Suhu
Suhu rendah menawarkan pita serapan senyawa-senyawa obat yang lebih
tajam dibandingkan suhu kamar.
4. Ion-ion anorganik
5. Pengaruh Ph
pH pelarut dalam mana solut terlarut didalamnya dapat mempunyai suatu
pengaruh yang penting dalam spektrum.
2.4.2. Instrumentasi Spektrofotometri Ultraviolet
Komponen-komponen sederhana spektrofotometer ultraviolet meliputi:
1. Sumber sinar
Untuk senyawa-senyawa yang menyerap dispektrum daerah ultraviolet,
digunakan lampu deuterium. Deuterium merupakan salah satu isotop hydrogen,
yang mempunyai satu netron lebih banyak dibanding hydrogen biasa dalam inti
atomnya. Suatu lampu deuterium merupakan sumber energi tinggi yang
mengemisikan sinar pada panjang gelombang 200-370 nm dan digunakan untuk
2.Monokromator
Pada kebanyakan pengukuran kuantitatif, sinar harus bersifat
monokromatik, yakni sinar dengan satu panjang gelombang tertentu. Hal ini
dicapai dengan melewatkan sinar polikromatik (yakni sinar dengan beberapa
panjang gelombang) melalui suatu monokromator.
3. Detektor
Setelah sinar melalui sampel, maka penurunan intensitas apapun yang
BAB III
METODELOGI PENGUJIAN
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian penetapan kadar nipagin dan nipasol pada krim pemutih
dilakukan di Laboratorium Kosmetika Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2
Medan.
3.2 Penetapan Kadar Nipagin dan Nipasol pada Krim Pemutih Secara Spektrofotometri Ultraviolet.
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah spatula, timbangan analitik (Analitic Balance
Digital Precisa XB 220 A), Alat Spektrofotometri UV (Shimadzu UV 1800) , Plat
Kaca KLT (Silica Gel GF 254), string, chamber dan Sinar UV 254nm.
Bahan yang digunakan adalah Placenta Whitening Cream, kertas saring,
etanol, toluen, dan asam asetat glasial.
b. Prosedur
Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang diterapkan di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan.
1. Larutan Uji
Sejumlah cuplikan setara dengan 10 mg metil paraben ditimbang seksama,
dimasukkan kedalam gelas piala 25 ml, ditambah 5 ml etanol 96%, diaduk.
Dituangkan kedalam labu tentukur diencerkan dengan etanol 96% hingga tanda,
2. Baku
Sejumlah lebih kurang 10 mg metil paraben BPFI ditimbang seksama,
dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, ditambah etanol 96% hingga tanda,
dikocok (B).
3. Cara Pemisahan
Larutan A dan B ditotolkan secara terpisah dan dilakukan KLT sebagai
berikut :
Fase Diam : Silika gel GF 254, tebal 0,25 mm.
Fase Gerak : Toluen – Asam Asetat Glasial (80 : 20)
Penjenuhan : Dengan kertas saring
Volume Penotolan : Larutan A dan B masing-masing 50 µl.
Jarak Rambat : 15 cm
Penampak Bercak : Cahaya UV 254 nm.
4. Cara Penetapan
Bercak A dan B yang memiliki harga Rf sama, ditandai dan dikerok. Hasil
kerokan bercak A dan B dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan
dengan etanol 96% hingga garis tanda, dikocok dan disaring. Dibuat larutan
blanko dengan cara yang sama dari hasil kerokan lapis tinggi yang tidak ada
bercak pada Rf yang sama sebanyak lebih kurang 5 m dengan kerokkan bercak.
Larutan bercak A dan B masing-masing diukur pada panjang gelombang serapan
maks ± 257 nm.
Au : Serapan larutan uji (Larutan bercak A)
Ab : Serapan larutan baku (Larutan bercak B)
Bu : Bobot cuplikan yang ditimbang
Bb : Bobot baku
Fu : Faktor pengencer larutan uji
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada percobaan penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim pemutih
secara spektrofotometri ultraviolet, diketahui bahwa Placenta Whitening Cream
yang diuji mengandung nipagin dengan kadar 0,08% dan mengandung nipasol
dengan kadar 0,1%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada
lampiran.
4.2 Pembahasan
Placenta Whitening Cream yang diuji memenuhi persyaratan kadar
pengawet, karena menurut MA PPOMN rentang kadar nipagin dan nipasol yang
diperbolehkan untuk krim pemutih adalah maksimal 0,4% (MA PPOM, 2001).
Pengawet yang ideal di samping efektif mencegah kontaminasi berbagai
mikroorganisme, juga stabil, cocok dengan bahan lain dalam suatu produk,
non-toksik dan tidak menimbulkan iritasi maupun sensitisasi. Penggunaan
metilparaben dan propilparaben masih menuai kontroversi, karena sebagian ahli
menganggap zat ini aman dipakai dan sebagian lagi menganggap dapat memicu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan penetapan kadar nipagin dan nipasol dalam krim
pemutih secara spektrofotometri ultraviolet, diketahui bahwa Placenta Whitening
Cream yang diuji mengandung nipagin 0,08% dan nipasol dengan kadar 0,1%,
Placenta Whitening Cream yang diuji memenuhi persyaratan kadar pengawet
karena menurut MA PPOMN rentang kadar pengawet yang diperbolehkan untuk
krim pemutih adalah maksimal 0,4%.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penetapan kadar
nipagin dan nipasol pada krim lain misalnya krim pendingin, krim malam, dan
krim gizi. Sebaiknya dilakukan uji parameter krim lainnya, seperti organoleptis,
uji merkuri, uji hidrokinon, uji asam retinoat, dan pH. Jenis pengujian ini sangat
dibutuhkan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk digunakan
bagi masyarakat serta Placenta Whitening Cream yang dihasilkan dapat menjadi
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1986). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gahlia Indonesia. Hal. 95.
Anief, M. (2000). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 116, 156.
Anwar, E. (2012). Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat. Hal. 178, 228.
Ayahtullah, S. (2011). Mari Mengenal Nipagin dan Nipasol.
http:www.blogspot/2012/12/mari mengenal-nipagin-dan-nipasol. Tgl 2 Maret 2013.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 626, 823.
Ditjen POM. (1978). Formularium Nasional. Edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Khopkar, M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik.. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 215.
MAPPOMN. (2001). Penetapan Kadar Metil Paraben dalam Lotion Tangan dan Badan Secara Spektrofotometri. MA 13/KO/01. Jakarta: Penerbit Badan POM. Hal. 178-179.
MAPPOMN. (2001). Penetapan Kadar Propil Paraben dalam Lotion Tangan dan Badan Secara Spektrofotometri. MA 16/KO/01. Jakarta: Penerbit Badan POM. Hal. 184-185.
Rohman, A. (2012). Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan Kromatografi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 69, 83.
Lampiran
Identifikasi Nipagin dan Nipasol Secara Kromatografi Lapis Tipis
Harga Rf baku Nipagin =
Harga Rf baku Nipasol =
Nipagin
-Harga Rf sampel I =
-Harga Rf sampel II =
Nipasol
-Harga Rf sampel I =
-Harga Rf sampel II =
Penetapan Kadar Nipagin dan Nipasol Dalam Krim Pemutih Secara Spektrofotometri Ultraviolet
Nama contoh : Placenta Whitening Cream
No. Kode contoh : 0031/D-1/Kos/13
Wadah/kemasan :Plat Plastik/20 g
Pabrik : PT. Saprindo Mustika Tangerang-Jakarta
Komposisi : Water, Glycerin monostearat, Isopropyl Myristate, Cetyl
alcohol, stearic acid, Niacinamide, arbutin, Tocopherol,
Glycine Soja, Methyparaben, Propylparaben
Waktu daluarsa : Juni 2014
No. Reg. : NA18111900046
Rasa : -
Warna : Putih
Bau : Harum
Penimbangan
Data penimbangan baku pembanding
-Nipagin
Bobot wadah kosong : 9,984 mg
Bobot wadah + cuplikan : 19,945 mg
Wadah + sisa : 10,016 mg
-Nipasol
Bobot wadah kosong : 9,614 mg
Bobot wadah + cuplikan : 21,862 mg
Wadah + sisa : 10,300 mg
Data Penimbangan Sampel
-Sampel I
Bobot wadah kosong : 33,6533 gram
Bobot wadah + cuplikan : 44,7016 gram
Bobot cuplikan : 11,0483 gram
-Sampel II
Bobot wadah kosong : 33,6453 gram
Bobot wadah + cuplikan : 44,6464 gram
Perhitungan -Nipagin
Kadar 1 =
=
= 0,08 %
kadar 2 =
=
= 0,08 %
Kadar rata-rata = 0,08%
-Nipasol
Kadar 1 =
=
= 0,1 %
kadar 2 =
=
= 0,1 %