• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

PERJANJIAN LAYANAN KESEHATAN ANTARA PT. PLN

(PERSERO) PROYEK INDUK PEMBANGKIT DAN

JARINGAN SUMATERA UTARA, RIAU DAN

ACEH DENGAN RUMAH SAKIT GLENI

OUTLINE

Oleh

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2 0 0 8

DEBBY AMALIA

(2)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Perjanjian yang terjadi antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana proses perjanjian yang terjadi antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni dan bagaimana kedudukan hukum perjanjian tersebut, apakah sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata dan bagaimana kekuatan hukumnya. Berdasarkan judul skripsi ini maka penelitian berlokasi di PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh. Penelitian dilakukan dengan pengembilan data, dan pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh yang berkaitan dengan penelitian, dimana hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses perjanjian yang terjadi antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni dan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum perjanjian tersebut, apakah sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata dan bagaimana kekuatan hukumnya. Penulis mengambil isi kesimpulan dari skripsi ini adalah pihak Rumah Sakit Gleni hanya dapat memutuskan perjanjian ini setelah mengajukan permintaan secara tertulis kepada pihak PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kelender sebelumnya.

Dalam hal terjadi pemutusan perjanjian ini, maka segala tagihan yang sudah/belum diajukan oleh pihak Rumah Sakit Gleni akan diselesaikan pembayarannya oleh pihak PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh sesuai dengan prosedur pihak PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh, tanpa mengesampingkan ketentuan perjanjian ini.

(3)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kemurahan dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara, dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “PERJANJIAN LAYANAN KESEHATAN ANTARA PT.PLN (Persero) PEMBANGKIT

DAN JARINGAN SUMATERA UTARA, ACEH DAN RIAU DENGAN

RUMAH SAKIT GLENI”. Penulis telah mencurahkan segenap hati, pikiran dan

kerja keras dalam penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa didalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik isi maupun kalimatnya. Oleh sebab itu skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

(4)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.M.Hum.DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH.MS selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

6. Bapak M.Siddik,SH. M Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Universtas Sumatera Utara;

8. Kepada Pimpinan dan Staf PT.PLN, yang telah membantu dalam memperoleh data yang diperlukan.

9. Kedua Orangtua tersayang, papa Drs.H.Suwandi Siregar dan mama Hj.Roshaida Panjaitan yang selalu memberikan perhatian, semangat, dan doa’nya. Terima kasih.

(5)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

menyelesaikan skripsi ini. Juga 3 keponakan yang lucu, terutama Qeysya yang sedikit suka usil-usil.

11. Untuk Sayangku Abdurrahman Mouza yang selalu mendukung agar skripsi ini cepat selesai, dan sedikit tertawa kalau membahas skripsi ini. Yang juga memberi semangat agar saya dapat wisuda secepatnya. Aku Sayang Kamu. 12. Sahabat-sahabatku yang paling terbaik Cut Dara Puspita, Dyah Esty

Wulandari. Mereka yang memberikan dukungan, semangat dan , Aku senang selalu bersama kalian.

13. Semua teman-teman Stambuk 05 FH-USU, juga teman-temanku yang baik nina, icha, rindeb, oi’ yang akhir-akhir ketawa sama dan pusing sama-sama memikirkan skripsi ini.

14. Dan semua orang yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2008

(6)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian perjanjian pada umumnya ... 13

B. Subjek dan Objek Perjanjian ... 19

C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian ... 22

D. Asas-asas perjanjian secara umum ... 25

BAB III : PERJANJIAN LAYANAN KESEHATAN A. Pengertian Layanan dan Pelayanan Kesehatan ... 33

(7)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV: TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PELAYANAN

KESEHATAN ANTARA PT. PLN (PERSERO) PROYEK

INDUK PEMBANGKIT DAN JARINGAN SUMATERA

UTARA, RIAU DAN ACEH DENGAN RUMAH SAKIT

GLENI

A. Bentuk Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh

dengan Rumah Sakit Gleni ... 42 B. Hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Proyek Induk

Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh

dengan Rumah Sakit Gleni ... 45

C. Wansprestasi yang terjadi dalam perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera

Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni ... 48

D. Penyelesaian jika terjadi sengketa antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni ... 61

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membicarakan keadaan hukum kesehatan di Indonesia dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau masyarakat. Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, melalui penjelasan umumnya dapat diketahui bahwa telah terjadi perubahan orientasi, baik tata nilai maupun pemikiran, khususnya dalam pengupayakan pemecahan masalah di bidang kesehatan. Yaitu harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dan dilaksanakan bersama antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni. Ini berarti bahwa masyarakat harus ikut serta berperan aktif dan masuk swasta, dalam melakukan fungsi dan tangungjawab sosialnya sebagai mitra pemerintah.

(9)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Kewajiban rumah sakit untuk memberi kesejahteraan pada karyawan dan menjaga keselamatan kerja, pada hakikatnya adalah merupakan penerapan manajemen sumber daya manusia dalam organisasi rumah sakit secara profesional, handal, adil serta memperlakukan para karyawan rumah sakit sesuai dengan harkat, derajat dan martabatnya sebagai manusia.

Badan usaha lain kesehatan yang terkelola harus membagi tujuan pokok menjadi dua kategori : tujuan-tujuan yang esensial dan tujuan-tujuan yang meskipun tidak esensial namun sangat diinginkan. Selama proses perundingan, sebuah badan usaha kesehatan yang dikelola perlu tetap mengingat tujuan-tujuan yang merupakan keharusan dan tujuan-tujuan-tujuan-tujuan yang diinginkan. Tidak jarang sebuah usaha layanan kesehatan yang dikelola atau seorang penyedia pada akhir proses perundingan tiba-tiba menyadari bahwa perjanjian ini belum mencapai sebuah tujuan utamanya. Tujuan utama dari sebuah usaha layanan kesehatan yang terkelola bisa berbeda-beda. Jika usaha lain kesehatan yang terkelola berada dalam sebuah masyarakat dengan seorang penyedia tunggal dari layanan spesialisasi tertentu, maka tujuan perjanjian bisa hanya pengadaan perjanjian dengan cara apapun dengan penyedia tersebut. Di sisi lain, tujuan perjanjian dari usaha layanan kesehatan yang terkelola bisa sangat rumit, dan menuntut adanya perundingan yang direncanakan dengan hati-hati untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

(10)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

kepada anggota dengan cara yang ekonomis dan efisien yang sejalan dengan standar operasional perawatan medis yang umumnya diterima di masyarakat medis. Rumah sakit tidak akan mendiskriminasi perawatan anggota dan kecuali ditentukan oleh perjanjian ini, akan membuat pelayanan tersedia bagi anggota dengan cara yang sama seperti yang diberikan pada pasien-pasien lain.

Rumah sakit akan memastikan dan mempertahankan disepanjang masa perjanjian ini, kebijakan tentang tunjangan umum dan tunjangan operasional seperti yang diperlukan untuk menjamin rumah sakit, agen-agennya dan pegawai-pegawainya terhadap setiap klaim untuk kerusakan yang ditimbulkan oleh alasan cedera atau kematian yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pelaksanaan atau tidak dilaksanakannya setiap layanan rumah sakit.

Perjanjian ini akan mulai berlaku pada tanggal efektif yang ditetapkan pada halaman tanda tangan dan akan dilanjutkan untuk sebuah jangka waktu satu tahun atau sampai diakhiri seperti yang ditentukan berikut ini:

1. Setiap pihak dapat mengakhiri perjanjian ini tanpa sebab dengan pemberitahuan tertulis paling sedikit sembilan puluh hari sebelum pengakhiran perjanjian ini.

2. Setiap pihak dapat mengakhiri perjanjian ini dengan sebab dengan pemberitahuan tertulis paling sedikit tiga puluh hari sebelumnya.1

1

(11)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Karena tujuan perjanjian adalah untuk mengontrak pemberian layanan kesehatan, maka pentingnya adanya penjelasan tentang layanan ini di dalam kontrak. Seperti telah disebutkan di atas, pencantuman layanan yang harus kontrak atau dicantumkan dalam sebuah lampiran. Format daftar sering kali memungkinkan pihak-pihak untuk lebih lentur dan memungkin kesederhanaan administrasi jika ditambahkan sebagai bagian daftar perjanjian, terutama jika perlu dilakukan perubahan untuk mendapatkan persetujuan Undang-undang.

Usaha layanan kesehatan antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni juga memerlukan hak hukum untuk mempunyai akses ke buku-buku dan catatan-catatan. Perjanjian akan menyatakan bahwa usaha layanan kesehatan yang terkelola, perwakilan dan agen pemerintah mempunyai hak utnuk memeriksa, mengkaji dan membuat atau meminta salinan dari catatan medis, keuangan dan administrasi. Perjanjian dengan penyedia secara berkala berisi pemberitahuan dari penyedia bahwa usaha layanan kesehatan yang terkelola diberi wewenang untuk menerima catatan medis.

B. Perumusan Masalah

(12)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

1. Bagaimana bentuk Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni?

2. Bagaimana hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni?

3. Bagaimana wansprestasi yang terjadi dalam perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni?

4. Bagaimana penyelesaian jika terjadi sengketa antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bentuk Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni.

(13)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

c. Untuk mengetahui wansprestasi yang terjadi dalam perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni.

d. Untuk mengetahui penyelesaian jika terjadi sengketa antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata,2

1) Agar masyarakat mengetahui sejauh manakah Proses Perjanjian yang terjadi antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni. khususnya mengenai perjanjian layanan kesehatan antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni.

b. Secara Praktis

2

(14)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang bagaimana membuat perjanjian yang baik.3

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah perjanjian layanan kesehatan antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah sakit Gleni, belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian itu mengandung elemen-elemen sebagai berikut :

1. Adanya pihak-pihak, setidak-tidaknya harus ada dua orang, inilah yang disebut sebagai subyek dalam konsep hukum.

2. Adanya persetujuan diantara para pihak itu, inilah yang disebut sebagai konsensus.

3. Adanya obyek berupa benda yang diperjanjikan.

4. Adanya tujuan yang hendak dicapai bersifat kebendaan yakni menyangkut harta kekayaan

5. Ada bentuk tertentu, apakah itu lisan atau tulisan.4

3

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Penerbit Rajawali Press, Jakarta, 1993, hal 83

4

(15)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Menurut ketentuan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian didefinisikan sebagai : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terdapat orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.

(16)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam khasanah hukum perjanjian dikenal beberapa asas yang menjadi dasar para pihak di dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu perjanjian.

Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa :

“Perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.”5

Keberhasilan organisasi pada layanan kesehatan yang terkelola tergantung pada kemampuan dan kemauan penyedianya untuk mengendalikan penggunaan yang tidak perlu. Perjanjian perlu menetapkan tanggung jawab penyedia dalam menjalankan program penilaian penggunaan dari layanan kesehatan yang terkelola. Dilema dari usaha layanan kesehatan yang terkelola

Selama ini memahami arti perjanjian (Communis Opinio Doctorum) adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua (een tweezijdige

rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan

(aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg).

5

(17)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

adalah bagaimana mengartikulasikan kewajiban ini dalam perjanjian jika program penilaian penggunaan ini sangat rinci dan sering diperbarui.6

6

Peter R. Kongstvedt, et. all, Pokok-Pokok Pengelolaan Usaha Pelayanan Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2000, hal : 242

Salah satu pilihan yang digunakan oleh beberapa organisasi usaha layanan kesehatan yang terkelola adalah melampirkan program penilaian penggunaan sebagau sebuah daftar lampiran pada perjanjian. Pilihan kedua adalah sekedar memasukkan program menurut acuan. Pada pilihan manapun, usaha layanan kesehatan yang terkelola perlu memastikan bahwa perjanjian memperbolehkan penambahan pada standar penilaian penggunaan dimasa yang akan datang tanpa persetujuan penyedia. Jika usaha layanan kesehatan yang terkelola tidak melampirkan sebuah standar acuan silang, maka layanan kesehatan yang terkelola harus memberi sebuah salinan pada petunjuk dan setiap penambahan kepada setiap penyedia. Tanpa dokumen ini, penyedia bisa berargumentasi bila tidak setuju pada petunjuk ataupun penambahan lanjutannya.

Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka, hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:

(18)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

(2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.

(3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik7

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) F. Metode Penelitian

Dalam penguraian dan penulisan skripsi ini, penlis mengumpulkan data yang diperlukan dengan menggunakan metode sebagai berikut :

Dalam hal ini berusaha mengumpulkan data-data melalui sarana kepustakaan, yakni dengan cara mempelajari dan menganalisa secara sistematik buku-buku, peraturan-peraturan dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penulisan langsung mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan mengadakan penelitian ke salah satu PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan mengadakan wawancara, mengajukan sejumlah pertanyaan dan memperoleh data-data yang langsung berhubungan dengan judul skripsi ini.

7

(19)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : Pembahasan pendahuluan terdiri dari ; Latar belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Pembahasan Tinjauan umum terhadap perjanjian terdiri atas ;

pengertian perjanjian pada umumnya, Subjek dan Objek Perjanjian, Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian, dan asas-asas perjanjian secara umum.

BAB III : Pembahasan perjanjian layanan kesehatan terdiri dari atas ;

Sistem pelayanan kesehatan yang terpadu, Kesiapan hukum di Indonesia dalam menyongsong globalisasi pelayanan kesehatan, perundingan dan pembuatan perjanjian dengan Rumah sakit dan lembaga, Dinamika hukum dalam menghadapi globalisasi pelayanan kesehatan.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan meliputi ; Bentuk-Bentuk

(20)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni, Kemudian Wanspresrasi yang terjadi dalam perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni, Penyelesaian jika terjadi sengketa antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni.

BAB V : Kesimpulan dan Saran memuat kesimpulan dari skripsi dan

beberapa saran dari penulis yang berhubungan dengan isi skripsi.

(21)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian pada Umumnya

Tentang perjanjian dianggap sudah berlangsung antara pihak pelanggan dan perusahaan apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat tentang keadaan benda dan harga barang tersebut, sekalipun harga belum dibayar dan harganya belum diserahkan (pasal 1458 KUH perdata).

Di bawah ini akan memberikan beberapa dari pengertian perjanjian antara lain:

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.8

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang atau jasa dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.9

Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;

Pengertian perjanjian ini mengandung unsur : a. Perbuatan,

8

M. Yahya Hrp, Segi Hukum Perjanjian, Alumni 1996, Bandung, hal 61

9

(22)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

c. Mengikatkan dirinya,

Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.10

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian.11

Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terdapat orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang Menurut ketentuan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian didefinisikan sebagai : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

10

R. Subekti, Op.Cit, hal 80

11

(23)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

(pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.

Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hendak menjelaskan bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata. Atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsensuil.

Dalam perjanjian konsensuil, kesepakatan yang dicapai oleh pihak secara lisan, melalui ucapan saja telah diikat para pihak. Dalam jual beli, dari rumusan pasal 1457 dan pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa:

Pasal 1457 : “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.

(24)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

Dari rumusan pasal 1457 yang dipertegas kembali oleh ketentuan pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, dapat kita lihat bahwa jual beli, segera setelah para pihak sepakat untuk bersepakat mengenai harga dan kebendaan yang dijual atau dibeli, pihak penjual diwajibkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk menyerahkan kebendaan yang dijual tersebut dan pihak pembeli diwajibkan untuk membayar harga pembelian dari kebendaan yang dibeli olehnya tersebut.

Subekti, Perjanjian adalah merupakan perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas sesuatu barang, sedang pihak lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya.12

Yang harus diserahkan oleh konsumen kepada pembeli bukan sekedar kekuasaan atas barangnya, melainkan yang harus ia serahkan adalah “hak milik” atas barang. Jadi yang harus dilakukannya adalah penyerahan atau levering secara yuridis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kontrak adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak lainnya untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

12

Subekti, Jaminan Untuk Pemberian Perjanjian menurut hukum Indonesia, Penerbit

(25)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Menurut KUH Perdata, macam-macam barang ada tiga macam penyerahannya secara yuridis atas barang yang dipersewakan yaitu:

1. Untuk barang yang bergerak 2. Untuk barang yang tidak bergerak 3. Untuk piutang atas nama

Ad. 1. Untuk barang bergerak

Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan barang itu. Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

Penyerahan benda bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.

Penyerahan tak perlu dilakukan apabila kebendaan yang harus diserahkan dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.

Hasil penyaringan terhadap pendapat dari Subekti adalah :

“Kemungkinan hanya penyerahan kunci saja kalau barang yang disewa berada dalam suatu gudang dan penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja.”13

13

R. Subekti, Op.Cit. hal. 112

(26)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Ad. 2. Untuk Barang Tidak Bergerak

Untuk barang tidak bergerak dengan peraturan yang dinamakan dengan perbuatan yang dinamakan balik nama (over serijving) dimuka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik, yaitu menurut pasal 616 KUH Perdata, dihubungkan dengan Pasal 620 KUH Perdata.

Menurut Pasal-pasal 616 KUH Perdata “penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara yang seperti ditentukan dalam pasal 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.”

Pasal 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan:

Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termasuk di atas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hypotik yang mana dalam lingkungannya barang-barang yang tak bergerak yang berada dan dengan membukukannya dalam register.

Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus menyampaikan tugas kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah ketikan dari akta keputusan itu, agar menyimpan mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dari nomor diri register yang bersangkutan.

(27)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Barang tidak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan “cassie” sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata yang berbunyi : “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta autentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang-orang lain.”

Penyerahan yang demikian bagi si berhutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui, dan diakuinya.

Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen.

B. Subjek dan Objek Perjanjian

a. Subjek Perjanjian

Dalam tiap-tiap perjanjian ada dua macam subjek yaitu:

1) Seorang manusia atau badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu

2) Seorang manusia atau badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu.

(28)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Perjanjian dan persetujuan itu harus tanpa cacat, apabila tidak demikian maka persetujuan itu dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan.

Adapun yang dimaksud dengan cacat ialah:14 a) Kekhilafan

b) Paksaan, dan c) Penipuan Ad. a) Kekhilafan

Kekhilafan ini dapat mengenai benda yang menjadi pokok persetujuan yang bersangkutan.

Kekhilafan itu dapat juga mengenai pihak lawannya dalam persetujuan yang bersangkutan.

Ad. b) Paksaan

Dalam hal ini, yang dimaksud adalah semata-mata paksaan psikis bukan fisik, sebab dalam hal ini disebut tidak ada kemauan. Jadi tidak mungkin ada konsensus (sepakat) antara kedua belah pihak, sesuai persetujuan yang diadakan dalam keadaan seperti itu adalah batal demi hukum, bukan dapat dibatalkan. Contoh: A ingin mengadakan persetujuan tentang sesuatu hal dengan B, yang

sebetulnya tidak mau mengadakannya A secara kebetulan adalah seorang ahli sihir. Ia menghipnotis B dan dalam keadaan tidak sadar, B

14

(29)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

disuruh A untuk menandatangani. Persetujuan semacam itu adalah batal demi hukum, karena tidak ada konsensus antara A dan B.15

a. Orang yang belum dewasa

Siapa yang melakukan paksaan itu tidak menjadi soal. Lain dengan halnya dengan penipuan. Pasal 1328 KUH Perdata menentukan bahwa penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan, apabila itu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak lawan dalam persetujuan itu.

Ancaman atau paksaan itu harus menimbulkan rasa takut pada orang yang normal. Harus ada rasa khawatir akan menderita kerugian mengenai dirinya adalah tidak hanya kehilangan jiwanya, melainkan juga kehilangan kesehatan, kehormatan, nama baik dan keabsahannya. Kerugian yang ditakutkan itu harus ada pada saat diadakannya persetujuan yang dipaksakan itu. Ad. c) Penipuan

Bedanya dengan kekhilafan antara lain adalah: Bahwa dalam penipuan, kehendak yang satu dengan sengaja dirumuskan ke arah yang salah satu pihak lawannya. Oleh sebab itu maka penipuan ini harus dilakukan oleh pihak lawan.

Orang yang melakukan perjanjian haruslah memiliki kecakapan.

Pasal 330 KUH Perdata orang yang melakukan perjanjian haruslah memiliki kecakapan yang memutuskan bahwa tidak cakap membuat perjanjian adalah:

15

(30)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan b. Objek Perjanjian

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif terdiri dari :

1) Memberikan sesuatu 2) Berbuat sesuatu dan

3) Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah itu dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu. C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian dapat dikaji berdasarkan hukum perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata (civil law).

Dalam hukum kontinental syarat sahnya perjanjian diatur di dalam pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu:

(31)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

d. Adanya causa yang halal.16

Keempat hal itu dikemukakan bahwa :

Syarat yang pertama sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain.

Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

a) Bahasa yang sempurna dan tertulis b) Bahasa yang sempurna secara lisan

c) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

d) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e) Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.17 Pada dasarnya cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum

16

Ibid, hal 91.

17

(32)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa di kemudian hari.18

Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis perjanjian adalah fungsi dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.19

a) Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya

Untuk sahnya perjanjian – perjanjian, diperlukan empat syarat:

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c) Suatu pokok persoalan tertentu.

d) Suatu sebab yang tidak terlarang

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam dokrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke dalam:

1) Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif ), dan

2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif)

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari pada pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan

18

Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Op.Cit, hal 83

19

(33)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dai pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.

Tidak terpenuhnya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif) maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhnya unsur obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.

a. Syarat subyektif

Syarat subyektif sahnya perjanjian tergantung pada dua macam keadaan yaitu:

(34)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

2). Adanya kecakapan dari pihak-pihak yang berjanji. Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hukum merupakan syarat subyektif kedua terbentuknya perjanjian yang sah diantara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda, namun dalam pembahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan.

b. Syarat obyektif

Syarat obyektif sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam:

1). Pasal 1332 sampai dengan pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu hal tertentu dalam perjanjian. 2). Pasal 1335 sampai dengan pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang mengatur mengenai kewajiban adanya satu sebab yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

D. Asas-asas perjanjian secara umum

(35)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

hal-hal yang dianggap luar biasa dan lebih jelas kandungan meteri kebenarannya.20

Adapun beberapa asas dalam perjanjian itu antara lain :

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

21

1) Asas Konsensualisme

Sejalan dengan arti konsensus itu sendiri yang merupakan kesepakatan, maka asas ini menetapkan terjadinya suatu perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.22

20

Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Op.Cit, hal 68

21

Wirdjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal 71

22

Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 47

(36)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

antara kedua belah pihak. Sejak terjadinya kesepakatan itu, maka saat itu perjanjian menjadi mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Keterangan tentang kata sepakat menjadi asas dalam suatu perjanjian dapat pula dilihat bunyi Pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat, yang satu diantaranya adalah kata sepakat. Dengan tercapainya kata sepakat, telah menunjukkan pada saat itu suatu perjanjian mulai berlaku dan mengikat para pihak.

2) Asas Kebebasan Berkontrak

Menurut asas ini, setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Asas kebebasan berkontrak ini dapat kita lihat di dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan: Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Dengan adanya keyentuan semacam ini sebenarnya kebebasan para pihak di dalam melahirkan suatu perjanjian menjadi tidak bebas lagi13. Namun demikian dengan adanya pembatasan ini setiap orang menjadi sadar bahwa perjanjian itu haruslah ditujukan demi untuk kebaikan dan tidak merugikan orang lain.

(37)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

kepatutan sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No. 935 K/Pdt/1985 dalam kasus sewa beli mobil. Salah satu pertinbangannya, Mahkamah Agung berpendapat isi perjanjian yang melenyapkan hak beli sewa atas barang yang telah dibeli hanya disebabkan keterlambatan atau kesulitan pembayaran angsuran tanpa mempertimbangkan jumlah angsuran yang telah dibayar, sebagai perbuatan yang tidak patut dari segi keadilan dan moral. Dalam perjanjian sewa beli mobil tersebut telah diperjanjikan kemacetan angsuran mengakibatkan penjual sewa mengambil mobil kembali tanpa mengembalikan uang angsuran yang telah diterimanya23

Pihak ketiga tidak dapat diperjanjikan oleh pihak yang mengadakan perjanjian, karena salah satu syarat sahnya perjanjian harus ada kata sepakat, yang berarti pula bahwa dalam perjanjian itu pihak ketiga tidak hadir untuk memberi kata sepakat. Logikanya, kalau dalam suatu perjanjian ditetapkan . Perjanjian ini merugikan pihak pembeli sewa, karena haknya tidak seimbang

3) Asas Kepribadian

Asas kepribadian ini terdapat di dalam Pasal 1315 KUHPerdata, yang berbunyi: Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata ini, seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan dirinya untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian.

23

(38)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

suatu janji untuk pihak ketiga, maka akan merugikan pihak ketiga yang tidak tahu apa-apa dan tidak mengikatkan dirinya24

Sedangkan asas obligator mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst) yaitu melalui penyerahan (levering).

. Namun demikian Undang-undang memberikan kekeculian terhadap asas ini sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1316 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan pasal ini bahwa pihak yang mengadakan perjanjian, diperbolehkan menetapkan janji untuk pihak ketiga sebagai penanggung akan berbuat sesuatu.

Di samping ketiga asas yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada lagi beberapa asas pelengkap tersebut mengandung arti bahwa ketentuan Undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan Undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan Undang-undang. Asas ini pada pokoknya hanya mengenai hak dan kewajiban para pihak.

25

Di samping asas-asas yang telah disebutkan di atas kiranya juga perlu diperhatikan syarat-syarat sahnya perjanjian. Hal ini dianggap penting, sebab

24

Ibid, hal 50

25

(39)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

suatu perjanjian yang dilahirkan tanpa melihat kepada syarat-syarat ini maka perjanjian yang dibuat itu akan menjadi bakal karenanya. Adapun mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian ini adalah sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yakni:

1) Sepakatnya mereka yang mengikatkan diri. 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal

Kesepakatan para pihak di dalam perjanjian dikenal dengan asas konsensualisme sebagaimana telah dijelaskan di atas. Menurut R. Subekti asas konsensualisme ini menunjukkan syarat mutlak bagi hukum perjanjian yang modern untuk terciptanya kepastian hukum. Adapun yang dimaksud dengan asas konsensualisme adalah suatu perjanjian telah lahir pada saat terjadinya kesepakatan para pihak. Persesuaian kehendak ini dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan/surat dan lain-lain.26

c. Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus;

Perjanjian berakhir karena :

a. Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu; b. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;

26

(40)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a) keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur). Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :

b) debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata); kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.

(41)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

d) pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja;

e) putusan hakim;

f) tujuan perjanjian telah tercapai;

g) dengan persetujuan para pihak (herroeping).27

27

(42)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

BAB III

PERJANJIAN LAYANAN KESEHATAN

A. Pengertian Layanan dan Pelayanan Kesehatan

Layanan yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan langganan) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh seseorang.28

Pelayanan adalah suatu usaha yang bertujuan untuk memuaskan individu dengan memenuhi kebutuhan (needs) ataupun keinginan (wants) individu tersebut.”29

Pelayanan kesehatan atau health service adalah upaya yang diselenggarakan oleh organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

28

Naimuddin, Deli Putra, Karakteristik Pelayanan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2000, hal 21

29

(43)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat. Aktivitas yang berdampak kepada bidang kesehatan tetapi bukan merupakan pelayanan kesehatan tersebut sebagai health related activites.30

Sebelumnya telah disebutkan bahwa suatu perusahaan harus memperhatikan kesehatan pegawainya. Untuk keperluan tertentu membutuhkan dana. Dengan dana diharapkan di dapat pelayanan kesehatan yang memadai. Pelayanan kesehatan yang dapat dari dana pembiayaan tersebut haruslah digunakan dengan efektif dan efisien. Efektif berarti pelayanannya memberikan hasil kesembuhan dan memuaskan pasien, sedangkan efisien berarti hemat biaya.

Perusahaan yang mempunyai banyak pegawai, apalagi yang memungkinkan pegawainya disuatu daerah, sebaliknya menentukan jenis atau bentuk pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada pegawainya, baik berupa pelayanan kedokteran (medical service) dan/ atau pelayanan kesehatan masyarakat (public health service).

31

Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan B. Prinsip Hak dalam Undang-undang Kesehatan

30

Ibid, hal 8

31

(44)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah.

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

Dalam Undang-undang ini diatur tentang :

1. asas dan tujuan yang menjadi landasan dan pemberi arah pembangunan kesehatan yang dilaksanakan melalui upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal tanpa membedakan status sosialnya;

2. hak dan kewajiban setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal serta wajib untuk ikut serta di dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan;

3. tuas dan tanggung jawab Pemerintah pada dasarnya adalah mengatur , membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan serta menggerakkan peran serta masyarakat;

(45)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

5. sumber daya kesehatan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, harus tetap melaksanakan fungsi dan tanggung jawab sosialnya dengan pengertian bahwa sarana pelayanan kesehatan harus tetap memperhatkan golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan;

Kesehatan mencerminkan komitmen masyarakat terhadap kesetaraan dan keadilan. Kesehatan dan hak asazi manusia seharusnya diprioritaskan kepentingan ekonomi dan politik.32

1. Kesempatan untuk mencapai taraf kesehatan dan kesejahteraan yang setinggi-tingginya merupakan hak asazi manusia yang mendasar, tanpa membeda-bedakan menurut ras, latar belakang etnis, agama, jenis kelamin, usia, kemampuan, orientasi seksual maupun golongan.

Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Prinsip-Prinsip Hak dalam Undang-undang Kesehatan yakni :

2. Kesehatan terutama ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi dan politik, dan seharusnya, bersama-sama dengan pembangunan yang berkesinambungan dan merata, menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan daerah.

32

(46)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

3. Partisipasi rakyat dan organisasi kemasyarakatan sangat penting dalam penyusunan, penerapan dan pengkajian ulang semua kebijakan dan program kesehatan dan sosial.

C. Hubungan Perjanjian Layanan Kesehatan dengan KUH Perdata

Badan hukum, yang pengaturannya ada di dalam Kitab UU Hukum Dagang (KUHD), menurut Abdulkadir Muhammad: “Badan hukum adalah subyek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberi hak & kewajiban seperti manusia pribadi.”

(47)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

dua macam perikatan yang terbentuk yaitu perikatan yang lahir baik karena perjanjian & baik karena UU.

Kemudian di dalam setiap perikatan selalu ditentukan tentang prestasi tertentu, hukum menentukan melalui Pasal 1234 KUHP bahwa terdapat tiga macam prestasi:

“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu & tidak berbuat sesuatu.”

Hubungan hukum hanya menentukan tiga macam prestasi, tidak memberikan tentang bentuk prestasi yang diberikan, namun terdapat doktrin ilmu hukum yang mengatakan ada dua macam perikatan dilihat dari prestasi yang diberikan yaitu yang dikenal sebagai perikatan hasil & perikatan ikhtiar. Perikatan hasil meletakkan kewajiban kepada pihak yang satu untuk membuat hasil tertentu & pihak yang lain menerima hasil tertentu. Sedangkan perikatan ikhtiar meletakkan kewajiban pihak yang satu untuk membuat ikhtiar (upaya semaksimal mungkin) & pihak yang lain menerima ikhtiar.

Prestasi perikatan hasil dikatakan dapat diukur, sedangkan prestasi dari perikatan ikhtiar dikatakan sulit untuk diukur. Sehingga untuk mengukur prestasi dokter yang sulit diukur itu, memerlukan ukuran yang dikenal sebagai standar profesi kedokteran.

(48)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

tidak berdasarkan pada perikatan hasil, kecuali untuk beberapa pelayanan kesehatan.

KUHPerdata adalah terjemahan dari het Burgerlijk Wetboek, yang menerjemahkan kata “overeenkomst” yang tertulis di dalam het Burgerlijk

Wetboek, dengan kata “persetujuan”, namun di dalam kehidupan sehari-hari

untuk “overeenkomst” biasa digunakan kata “perjanjian” atau “kontrak”. Untuk tidak menimbulkan kesimpangsiuran, maka di dalam penulisan ini tidak dipergunakan kata “persetujuan”, melainkan akan digunakan kata “perjanjian atau kontrak”.

Perikatan yang lahir karena perjanjian, seperti dituliskan di atas, dalam hubungan hukum lebih banyak dibuat, dibandingkan dengan perikatan yang lahir karena UU, & definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah: “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

(49)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

memenuhi keeempat syarat sahnya perjanjian. Pematuhan terhadap perjanjian yang tertulis mau pun tidak tertulis adalah sama, karena adanya asas “pacta

sunt servanda” yang artinya”perjanjian harus dipatuhi”. Hanya saja untuk

pembuktian, membuktikan isi dari perjanjian tidak tertulis, lebih sulit dibandingkan dengan membuktikan isi dari perjanjian tertulis.

Untuk membuat perjanjian yang sah, ditentukan syarat-syarat sahnya perjanjian melalui Pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut: Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:

1) sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3) suatu hal tertentu;

4) suatu sebab yang halal.

Mengenai keempat syarat yang ditentukan melalui Pasal 1320 KUHPerdata itu, mutlak semuanya harus dipenuhi, kalau salah satu dari keempat syarat di atas tidak dipenuhi, maka perjanjian menjadi tidak sah. Istilah hukum batalnya perjanjian apabila syarat pertama & kedua tidak dipenuhi adalah “perjanjian dapat dibatalkan” (vernietigbaar). Sedangkan dengan tidak dipenuhinya syarat ketiga & keempat, maka perjanjian “batal demi hukum” (nietig).

(50)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang cukup untuk itu. Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Berdasarkan pada ketentuan pasal 1338 tersebut, maka hubungan hukum yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan mengikat sebagai UU, tidak dapat diputuskan oleh salah satu pihak tanpa alasan yang dapat diterima oleh pihak lain & harus dijalankan dengan itikad baik.

Mengenai itikad baik, apabila ada pihak yang mendalilkan adanya pihak lain mempunyai itikad buruk, maka yang mendalilkan harus membuktikan itikad buruk itu, dengan kata lain itikad baik tidak perlu dibuktikan. Ukuran itikad baik menurut het Burgerlijk Wetboek tahun 1992, adalah kepatutan (billijkheid) & kepantasan (redelijkheid).

Kemudian pembahasan mengenai akibat hukum perjanjian yang sah, diatur di dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Namun dalam pelayanan kesehatan mengalami penyimpangan, sebab perjanjian pelayanan kesehatan antara dokter & pasien yang telah dibuat secara sah, yang berlaku sebagai UU bagi para pihak, dapat diputuskan tanpa sepakat pihak yang lainnya oleh pasien, karena pasien kapan saja dapat memutuskan perjanjian tanpa alasan apa pun juga.

(51)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

mempunyai kewajiban hukum untuk menolong setiap orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Meski pun di dalam setiap perjanjian terdapat akibat hukum dari sahnya perjanjian, terdapat penyimpangan dari Ayat (2) Pasal 1338 KUHPer, karena adanya hak asasi dari pasien untuk menentukan diri sendiri (the right of self determination), sehingga dokter tidak mempunyai hak untuk memaksa pasien untuk dilakukan pelayanan kesehatan, meski pun dokter tahu kalau tidak dilakukan pelayanan kesehatan akan berakibat fatal bagi pasien.

BAB IV

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PELAYANAN

(52)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

PEMBANGKIT DAN JARINGAN SUMATERA UTARA, RIAU

DAN ACEH DENGAN RUMAH SAKIT GLENI

A. Bentuk Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Riau dan Aceh dengan Rumah Sakit Gleni

Sebagai makhluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.

Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

(53)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

1) Kesepakatan para pihak;

2) Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll);

3) menyangkut hal tertentu; 4) adanya causa yang halal.

Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum.

Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:

(1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

(2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.

(54)

Debby Amalia : Perjanjian Layanan Kesehatan Antara PT. PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit Dan Jaringan Sumatera Utara, Riau Dan Aceh Dengan Rumah Sakit Gleni, 2008.

USU Repository © 2009

Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).

Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Selama ini kerap timbul permasalahan, bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi?

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jika melakukan klik pada tab GlassFish V2 pada panel Output panel pada bagian bawah jendela NetBeans, akan terlihat hasil dari

Fokus dari penelitian ini adalah mengkaji apakah terdapat dampak yang berbeda terhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa antara siswa yang

Ir.. Bagiitn paling rawan.. mcrnpnnyni konfrgm.itsi ynng land:,. rhn la~;\s. Tinp:iny:q

Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa penilaian karyawan terhadap program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan dalam organisasi

Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah Badan Musyawarah Masyarakat Minang (BM3) Kota Medan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui fungsi dari organisasi

Alat kontrol maupun instrumen tersebut bermacam–macam bentuk dan fungsinya, salah satunya adalah alat pengukur berat dari truk pengangkut latex (bahan baku untuk membuat sarung

Hasil penelitian ini menjelaskan Organisasi MPC Pemuda Pancasila Simalungun terdapat berbagai pendapat masyarakat yang bekerja di berbagai bidang sekitar sekretariat kantor