HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN
DAN TRIGLISERIDA SERUM DENGAN VOLUME
INFARK DAN
OUTCOME
PADA PASIEN STROKE
ISKEMIK AKUT
T E S I S
Oleh
BENNY MARIDUK SILAEN
Nomor Register CHS : 16312
DEPARTEMEN NEUROLOGI
HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN
DAN TRIGLISERIDA SERUM DENGAN VOLUME
INFARK DAN
OUTCOME
PADA PASIEN STROKE
ISKEMIK AKUT
T E S I S
Untuk memperoleh spesialisasi dalam Program Studi
Ilmu Penyakit Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
BENNY MARIDUK SILAEN
Nomor Register CHS : 16312
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK
MEDAN
Telah diuji pada :
Selasa, 25 Nopember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K)
2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K)
3. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S
4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)
5. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)
6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S
7. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S
8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S
9. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S
10. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa
atas segala berkah, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan
kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan
salah satu tugas akhir dalam program pendidikan spesialis di Bidang Ilmu
Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian
dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang
berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H.
Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K) (Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai
PPDS), yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program
pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) (Kepala
menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan
selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. DR. Dr. Hasan
Sjahrir, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta
bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Dr. H. Hasanuddin Rambe, Sp.S(K), (Ketua
Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia
menerima penulis menjadi peserta didik serta memberi bimbingan dalam
menjalankan proses pendidikan.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Rusli Dhanu,
Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan
dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) dan Prof. Dr. Darulkutni
Nasution, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah
mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari
perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
Kepada guru-guru saya, Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K),
almarhum., Dr. Ahmad Syukri Batubara, Sp.S(K), almarhum., Dr. LBM.
Sitorus, Sp.S., Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S., Dr. Irsan NHN. Lubis, Sp.S.,
Dr. Dadan Hamdani, Sp.S., Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S., Dr. Aldy S.
Rambe, Sp.S., Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., Dr. Khairul P. Surbakti,
Sp.S., Dr. Cut Aria Arina, Sp.S., Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S dan lain-lain yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi
maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H.
Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan
Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik
yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya
dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Pimpinan Laboratorium Prodia yang telah memberikan bantuan dan
fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat
mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai.
Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli, Kepala Rumkit Putri Hijau,
Direktur RSU. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga, Direktur RS. Sri Pamela
Tebing Tinggi yang telah menerima saya saat menjalani stase pendidikan
spesialisasi, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat peserta
PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan ,
Abanganda Amran Sitorus dan Sukirman Ariwibowo, serta seluruh
perawat dan pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan
kepada kedua orang tuaku, Lancer Silaen dan Asnauli Veronika Sinaga,
yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, membekali
saya dengan pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan
bertanggungjawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan
nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam
mengikuti pendidikan ini sampai selesai.
Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak / Ibu mertua saya, Ir.
Djarani Frans Limbong dan Masta Sinurat, yang selalu memberikan
dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar
dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
Teristimewa kepada istriku tercinta Gusti El Citra Limbong, ST., dan
penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang
dalam suka dan duka, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.
Kepada kakakku Dr. Rita Elisabeth Silaen, Dr. Rosmery Anna
Silaen, Dr. Corry Catharina Silaen, Sp.PD dan adikku Tujuan Sanggam
Silaen, ST beserta seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi
dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan
pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya
sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya
haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah
melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Nopember 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Dr. Benny Mariduk Silaen
Tempat / tanggal lahir : Medan, 01 Januari 1972
Agama : Katholik
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
NIP : 140 355 770
Pangkat / Golongan : Penata Tingkat I, III/d
Nama Ayah : Lancer Silaen
Nama Ibu : Asnauli Veronika Sinaga
Nama Istri : Gusti El Citra Limbong, ST.
Nama Anak : Karmel Benedict Almora Silaen
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD. Negeri Percobaan tamat tahun 1984.
2. Sekolah Menengah Pertama di SMP.Putri Cahaya Medan tamat tahun
1987.
3. Sekolah Menengah Atas di SMA. Negeri 1 Medan tamat tahun 1990.
4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1996.
Riwayat Pekerjaan
1. Dokter di RS.Vita Insani Pematang Siantar (Oktober 1996 – Juli 1997)
2. Kepala Puskesmas Janji Angkola / Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT)
Kecamatan Purbatua Kab. Tapanuli Utara (Agustus 1997- Juli 2000).
3. Dokter PERTAMINA BPPKA untuk anjungan minyak / gas bumi lepas
pantai (Agustus 2000-April 2001).
4. Kepala Puskesmas Sarulla Kecamatan Pahae Jae Kab. Tapanuli Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR LAMBANG ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
ABSTRAK ... xix
ABSTRACT ... xx
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 11
I.3. Tujuan Penulisan ... 11
I.3.1. Tujuan Umum ... 11
I.3.2. Tujuan Khusus ... 11
I.4. Hipotesis ... 12
I.5. Manfaat Penelitian ... 13
I.5.1. Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan... 13
HALAMAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14
II.1. STROKE ISKEMIK ... 14
II.1.1. Definisi ... 14
II.1.2. Epidemiologi ... 14
II.1.3. Klasifikasi ... 15
II.1.4. Faktor Resiko ... 16
II.1.5. Patofosiologi ... 18
II.2. ADIPONEKTIN ... 18
II.2.1. Efek Adiponektin Pada Struktur Dan Fungsi Vaskuler ... 20
II.2.2. Adiponektin dan Stroke Iskemik ... 21
II.2.3. Mekanisme Kerja Adiponektin ... 21
II.2.3.1. Metabolisme lemak dan karbohidrat ... 21
II.2.3.2. Sensitifitas insulin ... 24
II.2.3.3. Anti inflamasi ... 25
II.2.3.4. Anti aterogenik ... 26
II.2.3.5. Anti trombotik ... 27
II.3. TRIGLISERIDA ... 28
II.4. COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT-scan) DAN VOLUME INFARK ……….. 30
II.5. OUTCOME STROKE DAN INSTRUMEN ………... 31
HALAMAN
BAB III. METODE PENELITIAN ... 36
III.1. TEMPAT DAN WAKTU ... 36
III.2. SUBJEK PENELITIAN ... 36
III.3. BATASAN OPERASIONAL ... 37
III.4. RANCANGAN PENELITIAN ……….. 41
III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….. 41
III.5.1. Instrumen ………... 41
III.5.2. Pengambilan Sampel ………... 42
III.5.3. Kerangka Operasional ………... 43
III.5.4. Variabel Yang Diamati ………. 43
III.5.5. Analisa Statistik ………... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
IV.1. HASIL PENELITIAN ... 46
IV.1.1. Karakteristik Penelitian ... 46
IV.1.2. Distribusi rerata nilai adiponektin, profil lemak, volume infark dan letak lesi ... 48
IV.1.2.1. Rerata nilai adiponektin, profil lemak dan volume infark ... 48
IV.1.2.2. Distribusi letak lesi berdasarkan hasil Head CT- scan ... 49
IV.1.3. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI dan mRS ... 50
IV.1.3.1. Rerata nilai NIHSS, BI dan mRS ... 50
HALAMAN
IV.2.3. Hubungan variabel dengan kadar trigliserida ... 78
IV.2.4. Hubungan adiponektin dengan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark ... 80
IV.2.5. Hubungan trigliserida dengan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark ... 81
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
V.1. KESIMPULAN ... 82
V.2. SARAN ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
DAFTAR SINGKATAN
ACC : Acetyl Coenzyme-A Carboxylase
ACE : Angiotensin Converting Enzyme
AMP : Adenosine Mono Phosphate
AMPK : AMP-activated protein kinase
ANOVA : Analysis of variance
ARBs : Angiotensin Receptor Blockers
ASNA : Asean Neurological Association
BI : Barthel Index
BMI : Body Mass Index
BMT : Bentuk Molekul Tinggi
CHD : Coronary Heart Disease
CIMT : Common Carotid Artery Intima-Media Thickness
CPT-1 : Carnitine Palmytoyl-Transferase-1
CRP : C-reactive protein
CT : Computed Tomography
CVD : Cerebrovascular Disease
DM : Diabetes Mellitus
ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
HbA1C : Hemoglobin-A1c
ICIDH : International Classification of Impairments, Disabilities and
Handicaps
LDL : Low Density Lipoprotein
LPL : Lipoprotein Lipase
MoABs : Monoclonal Antibodies
mRS : Modified Rankin Scale
MI : Myocard Infarct
NCCT : Non-Contrast Computed Tomography
NEFA : Non-Esterified Fatty Acid
NF : Nuclear Factor
NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale
NO : Nitric Oxyde
oxLDL : oxydated LDL
PAI : Plasminogen Activator Inhibitor
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
PJK : Penyakit Jantung Koroner
PPAR : Peroxisome Proliferators-Activators Receptor
RR : Relative Risk
SD : Standart Deviation
SKG : Skala Koma Glasgow
SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga
SM : Sindroma Metabolik
SPSS : Statistical Product and Science Service
SSS : Scandinavian Stroke Scale
TG : Trigliserida
TGF : Tissue Growth Factor
TIA : Transient Ischemic Attack
TNF- : Tumor Necrosis Factor-
TRL : Trygliceride Rich Lipoprotein
TZD : Thiazolidinediones
VCAM : Vascular Cell Adhesion Molecule
VLDL : Very Low Density Lipoprotein
DAFTAR LAMBANG
d : Desi
g : Gram
L : Liter
n : Besar sampel
p : Tingkat kemaknaan
r : Koefisien korelasi
: alfa
: beta
: mikro
: kappa
O2 : Oksigen
Z : Nilai baku normal berdasarkan nilai (0,01) yang telah ditentukan
1,96
Z : Nilai baku berdasarkan nilai (0,15) yang ditentukan oleh peneliti
1,036
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1. Efek seluler adiponektin pada pembuluh darah ... 20
Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian ... 47
Tabel 3. Rerata nilai adiponektin, profil lemak dan volume infark 49
Tabel 4. Distribusi letak lesi berdasarkan hasil Head CT-scan .. 50
Tabel 5. Rerata nilai NIHSS, BI dan mRS ... 52
Tabel 6. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI dan mRS berdasarkan titik potong volume infark 50 cm3 ... 53
Tabel 7. Distribusi rerata nilai adiponektin berdasarkan jenis
kelamin, suku dan kelompok umur ... 55
Tabel 8. Distribusi rerata nilai adiponektin berdasarkan faktor
resiko stroke ... 57
Tabel 9. Distribusi rerata nilai adiponektin berdasarkan profil
lemak ... 58
Tabel 10. Distribusi rerata adiponektin berdasarkan volume
infark dan lateralisasi hemisfer ... 59
Tabel 11. Distribusi rerata nilai trigliserida berdasarkan jenis
kelamin dan kelompok umur ... 60
Tabel 12. Distribusi rerata nilai trigliserida berdasarkan faktor
resiko stroke ... 61
Tabel 13. Distribusi rerata trigliserida berdasarkan volume infark
dan lateralisasi hemisfer ... 62
Tabel 14.Distribusi rerata skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar adiponektin 6,07 g/mL 63
Tabel 15. Hubungan kadar adiponektin dengan nilai NIHSS, BI,
HALAMAN
Tabel 16. Distribusi rerata skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar trigliserida 150 mg/dL 68
Tabel 17. Hubungan kadar trigliserida dengan nilai NIHSS, BI,
mRS dan volume infark ………. 69
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 1. Adiponektin mengaktifasi AMPK dan PPAR pada
hati dan otot skelet ... 23
Gambar 2. Peran adiponektin pada kaskade inflamasi ... 25
Gambar 3. Proses pembentukan aterosklerosis (plak) ... 27
Gambar 4. Kerangka Konsepsional ... 35
Gambar 5. Kerangka Operasional ... 43
Gambar 6. Grafik linier hubungan antara kadar adiponektin dengan skor NIHSS hari pertama, ketujuh dan keempat belas ... 65
Gambar 7. Grafik linier hubungan antara kadar adiponektin dengan skor BI hari pertama, ketujuh dan keempat belas ... 66
Gambar 8. Grafik linier hubungan antara kadar adiponektin dengan skor mRS hari pertama, ketujuh dan keempat belas ... 66
DAFTAR LAMPIRAN
HALAMAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan Ikut dalam Penelitian ... 89
Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data ... 90
Lampiran 3. National Institute of Health Stroke Scale ……….. 93
Lampiran 4. Barthel Index ... 95
Lampiran 5. Modified Rankin Scale ……….. 96
Lampiran 6. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
FK-USU ... 97
ABSTRAK
Latar belakang : Stroke merupakan suatu abnormalitas fungsi otak akibat terputusnya sirkulasi ke otak. Beberapa studi menyatakan adiponektin dan trigliserida serum berhubungan dengan volume infark dan outcome pasca stroke, sehingga berguna untuk memprediksi kerusakan otak dan outcome yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar adiponektin dan trigliserida serum dengan volume infark dan outcome pada pasien stroke iskemik akut.
Metode : Penelitian ini merupakanstudi observasional terhadap 32 pasien stroke iskemik akut yang dirawat di Bangsal Neurologi FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan periode Pebruari 2008 hingga Oktober 2008. Diagnosis stroke dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan neurologik serta neuroimejing. Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kadar adiponektin dan trigliserida dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit. Pengukuran outcome dilakukan dengan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel Index (BI) dan Modified Rankin Scale (mRS) pada hari pertama, ketujuh dan keempat belas.
Hasil : Subjek terdiri dari 17 laki-laki (53,1%) dan 15 perempuan (46,9%) dengan rerata umur 62,16 tahun. Nilai rerata adiponektin dan trigliserida masing-masing 6,07±11,51 g/mL dan 120,53±46,93 mg/dL. Terdapat korelasi negatif antara kadar adiponektin dengan : skor NIHSS hari pertama (r=-0,407 p=0.021), hari ketujuh (r=-0,390 p=0,027), hari keempat belas (r=-0,270 p=0,135) dan mRS hari pertama (r=-0,447 p=0,010), hari ketujuh (r=-0,400 p=0,023), hari keempat belas (r=-0,393 p=0,026) ; serta berkorelasi positif dengan skor BI hari pertama (r=0.504 p=0,003), hari ketujuh (r=0,467 p=0,007) dan hari keempat belas (r=0,452 p=0,009). Terdapat korelasi negatif antara kadar trigliserida dengan : skor NIHSS hari pertama (r=-0,137 p=0.455), hari ketujuh (r=-0,115 p=0,532), hari keempat belas (r=-0,079 p=0,667) dan mRS hari pertama (r=-0,182 p=0,319), hari ketujuh 0,127 p=0,488) dan hari keempat belas (r=-0,103 p=0,577); serta berkorelasi positif dengan skor BI hari pertama (r=0.504 p=0,003), hari ketujuh (r=0,467 p=0,007) dan hari keempat belas (r=0,452 p=0,009). Volume infark berkorelasi negatif dengan kadar adiponektin (r=-0,139 p=0,449) dan trigliserida (r=-0,340 p=0,057).
Kesimpulan : Peningkatan kadar adiponektin serum berhubungan bermakna dengan penurunan skor NIHSS dan mRS; dan peningkatan skor BI. Peningkatan kadar trigliserida serum berhubungan dengan : penurunan skor NIHSS dan mRS; dan peningkatan skor BI, namun tidak bermakna. Peningkatan kadar adiponektin dan trigliserida serum berhubungan dengan penurunan volume infark, namun tidak signifikan.
ABSTRACT
Background : Stroke is an abnormality of brain function caused by distrubtion of the circulation to brain. Several studies stated that adiponectin and triglyceride serum associated with infarct volume and post stroke outcomes, so it is useful to predict the brain damage and outcome. Our objectives was to study relationship between serum adiponectin and triglyceride with infarct volume and outcome in acute ischemic stroke.
Methods : This was an observational study of 32 acute ischemic stroke patients admitted to Neurological ward at School of Medicine, University of Sumatera Utara / H.Adam Malik Hospital Medan, from February 2008 to October 2008. Diagnosis of stroke was established on history, physical and neurological examinations and neuroimaging. Blood vein was drawn for adiponectin and triglyceride in 72 hours since admission. Outcome was measured with National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel Index (BI) and Modified Rankin Scale (mRS) on first, seventh and fourteenth days.
Results : The subjects were consisted of 17 male (53,1%) and 15 female (46,9%), mean age was 62,16 years. The mean of adiponectin and triglyceride level were 6,07±11,51 g/mL and 120,53±46,93 mg/dL. There were negative correlation between adiponectin level with NIHSS score in first day (r=-0,407 p=0.021), seventh day (r=-0,390 p=0,027), fourteenth day (r=-0,270 p=0,135) and mRS score in first day (r=-0,447 p=0,010), seventh day (r=-0,400 p=0,023), fourteenth day (r=-0,393 p=0,026) ; and positive correlation with BI score in first day (r=0.504 p=0,003), seventh day (r=0,467 p=0,007) and fourteenth day (r=0,452 p=0,009). There were negative correlation between triglyceride level with : NIHSS score in first day (r=-0,137 p=0.455), seventh day (r=-0,115 p=0,532), fourteenth day (r=-0,079 p=0,667) and mRS score in first day (r=-0,182 p=0,319), seventh day (r=-0,127 p=0,488) and fourteenth day (r=-0,103 p=0,577); and positive correlation with BI score in first day (r=0.504 p=0,003), seventh day (r=0,467 p=0,007) and fourteenth day (r=0,452 p=0,009). Infarct volume had negative correlation with adiponectin level (r=-0,139 p=0,449) and triglyceride (r=-0,340 p=0,057).
Conclusion : Increased in serum adiponectin level correlated significantly with: decreased NIHSS and mRS scores; and increased BI score. Increased in serum triglyceride level correlated with: decreased NIHSS and mRS scores; and increased BI score, but not significant. Increased in adiponectin and triglyceride level correlated with decreased infarct volume but not significant.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di
Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker, demikian juga
diberbagai negara di dunia dan setiap tahunnya 700.000 orang akan
mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan
serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang (Hacke dkk,
2003; William, 2001; Rosamond dkk, 2007).
Meskipun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif dan
akurat belum ada di Indonesia, dengan meningkatnya harapan hidup
orang Indonesia tendensi peningkatan kasus stroke akan meningkat pada
masa yang akan datang. Di Indonesia, menurut Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara
tahun 1984-1986 meningkat yaitu 0,72 per 100 penderita tahun 1984 dan
naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100
penderita pada tahun 1986. Dilaporkan pula bahwa prevalensi stroke pada
tahun 1986 adalah 35,6 per 100.000 penduduk, sedangkan di Jogyakarta
pada penelitian Lamsudin dkk (cit. Sjahrir, 2003), dilaporkan bahwa
proporsi morbiditas stroke di rumah sakit di Jogyakarta tahun 1991
penderita) dibandingkan dengan laporan penelitian sebelumnya pada
tahun 1989 (0,96 per 100 penderita).
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh
Survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit
diseluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah
sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama
perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak
dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu
11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun 33,5%
(Misbach, 2007).
Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional
dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup membutuhkan
perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15-30% menjadi cacat permanen.
Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan, bukan
hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat tetapi juga seluruh
keluarga dan pengasuh yang lain (Goldstein dkk, 2006).
Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat
dengan bertambahnya usia dan merupakan penyebab kecacatan yang
utama diantara semua orang dewasa dan merupakan penyebab utama
kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang diantara
populasi usia tua (Johnson dan Kubal, 1999; Ropper dan Brown, 2005;
Penelitian-penelitian terhadap stroke menekankan pada strategi
obat-obat baru, operasi dan intervensi yang bertujuan mengurangi
perluasan sekaligus mempengaruhi morbiditas dan mortalitasnya. Secara
bersamaan penelitian juga menekankan prevensi stroke melalui modifikasi
tingkah laku yang meningkatkan stroke seperti mengatur pola makan yang
sehat, menghentikan merokok, menghindari minum alkohol dan
penyalahgunaan obat, melakukan olahraga yang teratur serta
menghindari stress dan beristirahat yang cukup (Caplan, 2000).
Heterogenitas stroke menyebabkan sulitnya memprediksi outcome
fungsional yang terjadi secara akurat dan prediktor apa yang paling
menentukan outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional telah
diajukan dan pengukuran outcome stroke stroke mempunyai berbagai
masalah tergantung pada perjalanan penyakitnya (Caplan, 2000).
Pemilihan outcome yang tepat lebih sulit oleh karena jenis stroke, berat,
lokasi dan kecepatan pemulihannya sangat bervariasi (Brass, 2001).
Pada uji klinis terhadap stroke akut, berbagai pengukuran dilakukan
dalam menentukan outcome dan sering timbul hasil dengan interpretasi
yang berbeda. Belum ada konsensus mengenai pada tingkat mana
outcome digunakan, metode pengukuran yang digunakan, ataupun waktu
serta cut off points yang paling tepat. Beberapa laporan studi terbaru
mengenai terapi akut stroke telah melahirkan kontroversi oleh karena
terdapat ketidak konsistenan antara berbagai outcome pada tiap-tiap
dipilih secara berubah-ubah. Dan bila ingin menentukan saat penilaian
outcome harus dipertimbangkan perjalanan waktu pemulihan suatu stroke.
Lima hingga 6 bulan setelah stroke merupakan waktu yang tepat dalam
mengukur outcome neurologis dan fungsional (Duncan dkk, 2000).
Cara yang paling luas digunakan dan umumnya dapat diterima
pada saat ini adalah model yang diajukan oleh WHO, The International
Classification of Impairments, Disabilities, and Handicaps (ICIDH). Istilah
disabilitas dan handicap telah digantikan dengan istilah yang lebih positif
yaitu keterbatasan dalam beraktifitas dan berpartisipasi. Didalam
WHO-ICIDH ini, outcome dapat diukur pada tingkat yang berbeda. Setiap
intervensi diharapkan akan memberi efek perubahan yang spesifik, pada
kebanyakan kasus obat dengan melihat efek pengurangan volume
kerusakan otak sebagai suatu efek pada tingkat patologi. Akan tetapi
pasien lebih mungkin menilai kemampuannya dalam beraktifitas atau
berpartisipasi dalam peran sosial (Duncan dkk, 2000).
Meskipun upaya-upaya untuk mengkontrol faktor resiko tradisional,
stroke tetap merupakan penyakit yang sangat umum dan menimbulkan
kecacatan. Identifikasi marker baru bagi pasien yang beresiko tinggi
terkena stroke akan membantu penatalaksanaan faktor resiko dan
menawarkan cara baru untuk terapi preventif. Adiponektin suatu sitokin
yang baru ditemukan, sebelumnya telah diteorikan terlibat dalam
perkembangan penyakit aterosklerosis. Adiponektin tampaknya memiliki
hubungan yang berlawanan antara kadar serum adiponektin dan
mortalitas serebrovaskuler (Clark, 2005).
Proses inflamasi memainkan suatu peran mendasar pada penyakit
aterosklerosis serebrovaskuler dan stroke. Sejauh ini hanya sedikit
informasi yang ada tentang hubungan antara adiponektin dengan stroke,
dimana data kemaknaan prognostik protein ini pada pasien yang telah
terkena stroke belum ada (Efstathiou dkk,2005). Beberapa studi telah
melakukan penelitian kadar adiponektin dalam serum terhadap resiko
terjadinya stroke iskemik dan penyakit jantung antara lain :
Pischon dkk (2004) melakukan studi case control secara prospektif
apakah konsentrasi plasma adiponektin berhubungan dengan resiko
myocard infarct (MI) pada pria berusia 40-75 thn. Partisipan pada quintile
tertinggi dibandingkan dengan quintile terendah secara signifikan memiliki
resiko MI yang berkurang (RR. 0,39 ; P<0,001) dan disimpulkan
konsentrasi plasma adiponektin yang tinggi berhubungan dengan resiko
MI yang lebih rendah pada pria.
Rothenbacher dkk (2005) melakukan studi hubungan kadar serum
adiponektin dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) pada 312
pasien. Kadar adiponektin lebih rendah pada pasien PJK jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol , baik pada pria (4,95 mol/L vs
5,58 mol/L; P=0,004) maupun wanita (9,64 mol/L vs 11,60 mol/L;
Soderberg dkk (2004) melakukan penelitian apakah leptin dan
adiponektin merupakan marker resiko untuk stroke yang pertama pada
276 kasus (234 dengan iskemik dan 42 stroke hemoragik). Didapatkan
bahwa adiponektin tidak berhubungan dengan kejadian stroke.
Chen dkk (2005) melakukan studi case-control adanya
hipoadiponektinemia pada pasien dengan cerebrovascular disease (CVD)
iskemik pada 534 pasien diabetes tipe 2 dan non diabetes dengan atau
tanpa CVD iskemik. Kadar rerata plasma adiponektin dari 228 pasien CVD
iskemik secara signifikan lebih rendah daripada 306 pasien tanpa CVD
iskemik (4,2±3,7 g/mL vs 12,7±12,3 g/ml ; p<0,001). Penurunan
konsentrasi adiponektin secara independen dan signifikan berhubungan
dengan resiko CVD yang lebih tinggi.
Efstathiou dkk, 2005 meneliti hubungan antara kadar plasma
adiponektin dengan 5-year survival pasca stroke iskemik yang pertama
160 pasien. Kemungkinan untuk meninggal adalah 92,8%, 52,5% dan
10,5% bagi pasien yang distratifikasi berdasarkan tertil adiponektin (<4
g/mL, 4-7 g/mL, dan >7 g/mL). Resiko relatif kematian adalah 8,1
untuk individu dengan kadar adiponektin pada tertil terendah dibandingkan
dengan tertil tertinggi. Volume infark saat awal berhubungan dengan
kadar adiponektin (r=-0,51; p=0,002). Adiponektin <4 g/mL, skor NIHSS
>15 dan penyakit jantung koroner secara independen berhubungan
Iglseder dkk (2005) melakukan studi hubungan kadar plasma
adiponektin dengan fenotipe sonografi aterosklerosis subklinis yang dapat
menyatakan tahapan berbeda dari penyakit pada 1515 populasi kulit putih
usia pertengahan yang sehat. Common carotid artery intima-media
thickness (CIMT) dan adanya plak aterosklerosis dinilai dengan B-mode
ultrasound. Setelah disesuaikan faktor resikonya, setiap penurunan 1
g/mL adiponektin CIMT meningkat rata-rata 3,48 m pada pria dan 2,39
m pada wanita. Perbedaan rerata CIMT antara subjek dengan kadar
adiponektin yang rendah dan tinggi adalah 20,42 m pada pria dan 20,75
m pada wanita. Tidak dijumpai hubungan signifikan antara kadar
adiponektin dan adanya plak aterosklerosis. Hasil ini memperlihatkan
hubungan negatif yang independen antara kadar adiponektin dan CIMT,
yang menyarankan hipoadiponektinemia sebagai suatu faktor resiko
dalam perkembangan aterosklerosis dini.
Hegener dkk (2006) melakukan studi prospektif kemungkinan
hubungan kelima variasi gen adiponektin (rs266729; rs182052; rs822396;
rs2241766; dan rs1501299) dengan resiko insiden infark miokard dan
stroke iskemik. Setelah di sesuaikan untuk faktor resiko, tampak
hubungan dari rs266729 dan rs182052 dengan penurunan resiko stroke
iskemik. Studi ini memberikan bukti peran protektif gen variasi adiponektin
dalam resiko stroke iskemik yang independen dari adanya diabetes.
Bang dkk (2007) meneliti hubungan antara kadar adiponektin
berbeda berdasarkan subtipe stroke, dimana yang tertinggi pada
kelompok kardioemboli dan terendah pada kelompok aterosklerosis
intrakranial. Pada analisa regresi multipel, kadar serum adiponektin
secara independen berhubungan dengan aterosklerosis intrakranial.
Matsubara dkk (2002) meneliti hubungan antara adiponektin
dengan metabolisme lemak pada 352 wanita non diabetes berusia 16-86
tahun. Kadar plasma adiponektin pada tertil tertinggi trigliserida berkurang
dibandingkan dengan tertil tengah dan terendah, dan adiponektin
berkorelasi negatif dengan trigliserida serum.
Schulze dkk (2004) meneliti hubungan antara kadar plasma
adiponektin dengan HbA1c, lipid darah dan marker inflamasi pada 741
pasien diabetes tipe 2. Kadar plasma adiponektin berhubungan positif
dengan high density lipoprotein (HDL) kolesterol dan berhubungan negatif
dengan trigliserida, apolipoprotein B-100, C-reactive protein (CRP) dan
fibrinogen. Setiap peningkatan 10 g/mL plasma adiponektin
berhubungan dengan penurunan trigliserida 0,39 mmol/L, HbA1c 0,21%
poin, apoB100 0,04 g/L, CRP 0,51 mg/L, fibrinogen 0,53 mol/L dan
peningkatan kolesterol HDL 0,13 mmol/L.
Faktor resiko mayor untuk terjadinya stroke iskemik akut termasuk
merokok sigaret, inaktifitas fisik, unhealthy diet, dan penyakit / gangguan
tertentu seperti obesitas, diabetes mellitus, arteriosklerosis, hipertensi dan
suatu faktor resiko independen untuk terjadinya stroke iskemik (Pikija dkk,
2006).
Tanne dkk (2001) melakukan suatu studi kohort berskala besar
pada 11.177 pasien pria dan wanita yang menderita coronary heart
disease (CHD) untuk menilai peran spesifik serum trigliserida yang lebih
tinggi dalam memprediksi stroke iskemik dan transient ischemic attack
(TIA). Setelah di follow-up 6-8 tahun, terdapat 487 pasien yang
mengalami stroke iskemik / TIA (temuan klinis dan CT sken otak) dimana
pasien-pasien ini memiliki kadar rerata serum trigliserida yang lebih tinggi.
Disimpulkan bahwa serum trigliserida yang lebih tinggi merupakan suatu
faktor resiko independen untuk stroke iskemik / TIA.
Weir dkk (2003) melakukan studi retrospektif hubungan antara
trigliserida dan outcome pada 1.310 pasien stroke nondiabetik. Kadar
serum trigliserida yang lebih rendah secara independen memprediksi
mortalitas yang lebih tinggi. Disimpulkan bahwa konsentrasi trigliserida
yang rendah secara kuat memprediksi mortalitas yang lebih tinggi
menyertai stroke, sedangkan kadar serum kolesterol bukan merupakan
prediktor independen. Outcome pada stroke berhubungan lebih kuat
terhadap trigliserida daripada kolesterol.
Dharmalingam dkk (2004) melakukan studi hubungan kadar serum
trigliserida puasa dan post-prandial dengan ketebalan tunika intima karotis
pada 194 subjek (145 diabetes dan 49 kontrol). Terdapat hubungan
tetapi tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar trigliserida
post-prandial dengan ketebalan tunika intima karotis.
Dziedzic dkk (2004) melakukan suatu studi hubungan kadar serum
trigliserida dengan keparahan stroke saat masuk rumah sakit pada 836
pasien stroke iskemik akut dimana tingkat keparahan stroke saat masuk
dinilai dengan Scandinavian Stroke Scale (SSS). Pasien dengan stroke
yang parah secara signifikan memiliki kadar serum trigliserida yang lebih
rendah dibandingkan pasien dengan stroke ringan / sedang. Hasil ini
menyarankan bahwa kadar serum trigliserida yang lebih rendah
berhubungan dengan stroke yang lebih parah.
Pikija dkk (2006) melakukan suatu studi hubungan antara kadar
serum trigliserida dengan keparahan stroke iskemik akut dengan
menggunakan volume infark pada CT sken otak sebagai marker pada 121
pasien stroke iskemik akut. Pasien dengan kadar serum trigliserida puasa
yang lebih tinggi (dalam 24 jam setelah masuk rumah sakit) berhubungan
dengan volume infark yang lebih kecil. Hasil ini menyarankan suatu
hubungan independen antara kadar serum trigliserida dan keparahan
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang
telah diuraikan diatas dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah hubungan antara kadar serum adiponektin dan
trigliserida dengan volume infark dan outcome fungsional pada penderita
stroke iskemik akut.
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin dan
trigliserida dengan volume infark dan outcome fungsional pada stroke
iskemik akut.
I.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin
dengan volume infark pada penderita stroke iskemik di
RSUP.H.Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin
dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik di
3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum trigliserida
dengan volume infark pada penderita stroke iskemik di
RSUP.H.Adam Malik Medan.
4. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum trigliserida
dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik di
RSUP.H.Adam Malik Medan.
5. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin
dengan karakteristik demografi pada penderita stroke iskemik di
RSUP.H.Adam Malik Medan.
6. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum trigliserida
dengan karakteristik demografi pada penderita stroke iskemik di
RSUP.H.Adam Malik Medan.
7. Untuk mengetahui hubungan antara volume infark dan outcome
pada penderita stroke iskemik di RSUP. H.Adam Malik Medan.
I.4. HIPOTESIS
Ada hubungan antara kadar serum adiponektin dan trigliserida
I.5. MANFAAT PENELITIAN
I.5.1. Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan
Dengan mengetahui adanya hubungan antara kadar serum
adiponektin dan trigliserida dengan volume infark dan outcome yang
terjadi pada pasien stroke iskemik, maka dapat memprediksi prognosa
pasien yang dirawat di bangsal neurologi RSUP.H. Adam Malik Medan
dan sebagai dasar untuk salah satu tindakan preventif bagi pasien yang
memiliki faktor resiko.
5.2. Manfaat penelitian untuk masyarakat
Dengan diketahuinya pengaruh kadar adiponektin dan trigliserida
serum pada seseorang yang memiliki faktor resiko stroke, maka keluarga
dari penderita stroke akan dapat mempersiapkan tindakan perawatan /
pengasuhan jika suatu saat anggota keluarga mengalami serangan stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. STROKE ISKEMIK
II.1.1. Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi
Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).
II.1.2. Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di negara-negara Eropa, diperkirakan
diantara 100-200 kasus stroke baru per 100.000 penduduk pertahun
(Hacke dkk, 2003). Di Jerman didapatkan insiden pertahun 1,74 per 1000
penduduk (pria 1,47 dan wanita 2,01) (Kolominsky-Rabas dkk, 1998). Di
Amerika Selatan rerata insiden pertahun 0,35-1,83 per 1000 penduduk
(Saposnik, 2003). Insiden pertahun di Australia adalah 2,06 per 1000
didapatkan insiden pertahun pada populasi usia > 35 tahun adalah pria
2,687 per 1000 penduduk dan wanita 1,675 (Kita , 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Machfoed di beberapa rumah sakit
di Surabaya diperoleh data bahwa dari 1.397 pasien yang didiagnosa
dengan stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak 1001
(71,73%) pasien adalah stroke iskemik dan 396 (28,27%) adalah stroke
hemoragik. Umur rata-rata untuk semua pasien stroke adalah 76,43 tahun
dengan umur rata-rata untuk pasien stroke iskemik 77,43 tahun dan 75,21
tahun untuk stroke hemoragik (Machfoed, 2003).
II.1.3. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas
patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)
(Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
1. Tipe karotis
2. Tipe vertebrobasiler
II.1.4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat
diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi
(nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat
(well documented or less well documented) (Goldstein, 2006)
1. Non-modifiable risk factors :
1. Age
2. Sex
3. Low birth weight
4. Race / ethnicity
5. Genetic
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hipertensi
2. Terpapar asap rokok
4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
5. Dislipidemia
6. Stenosis arteri carotis
7. Sickle cell disease
8. Terapi hormon postmenopause
9. Poor diet
10. Physical inactivity
11. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
1. Sindroma metabolik
2. Alcohol abuse
3. Penggunaan kontrasepsi oral
4. Slepp-disordered breathing
5. Nyeri kepala migren
6. Hiperhomosisteinemia
7. Peningkatan lipoprotein (a)
8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9. Hypercoagulability
10. Inflamasi
II.1.5. Patofisiologi Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap (Sjahrir, 2003) :
Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostatsis ion
Tahap 2. : a. Eksitoksitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
II.2. ADIPONEKTIN
Jaringan lemak merupakan organ yang secara pasif menyimpan
kelebihan energi (seperti trigliserida). Namun bukti terkini menyarankan
bahwa jaringan lemak khususnya jaringan lemak visceral
dipertimbangkan sebagai organ endokrin. Pada kenyataannya, akumulasi
lemak visceral saat ini dikenal sebagai pemeran utama dalam terjadinya
berbagai faktor resiko dan dalam perubahan vaskular. Studi
eksperimental pada adiposit mencatat bahwa adiposit menghasilkan dan
mensekresi berbagai substansi yang disebut adipositokin. Terdapat 2 tipe
adipositokin : adipose-tissue-specific bioactive substances (true
jaringan lemak tetapi tidak spesifik untuk jaringan lemak. Contoh dari
adipose-spesifik adipositokin adalah adiponektin dan leptin, sedangkan
yang non spesifik adalah plasminogen activator inhibitor (PAI-I) dan
tumor necrosis factor (TNF)- (Tarquini dkk, 2007).
Adiponektin (disebut juga ACRP30, AdipoQ, apM1, dan GBP28)
adalah suatu peptida hormon dengan 247 asam amino yang ditemukan
pada tahun 1995. Adiponektin diinduksi pada awal diferensiasi sel-sel
lemak (adiposit) dan sekresinya distimulasi oleh insulin, terdiri dari suatu
kolagen dengan terminal N dan domain globular dengan terminal C, dan
memiliki struktur yang homolog dengan subunit faktor komplemen C1q.
Berlawanan dengan hormon lain yang berasal dari jaringan adiposa,
adiponektin bersirkulasi dengan konsentrasi yang relatif tinggi pada aliran
darah, terhitung sebanyak 0,05% dari total serum protein. Terdapat 2
reseptor adiponektin yaitu adipoR1 dan adipoR2. AdipoR1 diproduksi
terutama di otot skelet, sementara adipoR2 ditemukan di jaringan hepatik.
(Meiliana dkk, 2006).
Kadar plasma adiponektin berkisar 3,0-30 g/L, sedangkan kadar
adiponektin pada liquor serebrospinal dilaporkan 1-4% dari kadar serum.
Walaupun belum sepenuhnya jelas apakah adiponektin dapat melewati
blood-brain barrier, terdapat bukti-bukti adiponektin mamalia dapat
melewatinya. Waktu paruh (t½) adiponektin adalah sekitar 14 jam
(Peterlin dkk, 2007). Konsentrasi adiponektin dalam serum mempunyai
menunjukkan variasi konsentrasi yang kecil pada individu (Meiliana dkk,
2006).
II.2.1. Efek adiponektin pada struktur dan fungsi vaskuler
Studi-studi pada hewan percobaan dan manusia telah
memperlihatkan hubungan antara kadar adiponektin dan fungsi endotel.
Efek seluler adiponektin pada pembuluh darah dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1. Efek seluler adiponektin pada pembuluh darah
Meningkatkan endothelium – dependent vasodilation. Meningkatkan endothelium – independent vasodilation. Menekan aterosklerosis
Menekan ekspresi vascular adhesion molecules scavenger receptor.
Mengurangi kadar TNF dan menekan efek inflamasi TNF pada fungsi endotel.
Melemahkan efek growth factor pada sel otot polos.
Menghambat efek oxLDL terhadap sel endotel, diantaranya menekan proliferasi, pembentukan superoxide dan aktivasi AMPK.
Meningkatkan produksi NO. Stimulasi angiogenesis.
Mengurangi penebalan neointima dan proliferasi sel otot polos pada arteri yang cedera.
Inhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel.
II.2.2. Adiponektin dan Stroke
Proses inflamasi memainkan peran utama pada penyakit
serebrovaskular aterosklerotik dan stroke. Adiponektin diketahui memiliki
sifat antiaterogenik dan anti-inflamasi (Tarquini dkk, 2007). Adiponektin
mungkin memiliki efek protektif terhadap aterosklerosis dan adiponektin
berkurang pada orang dewasa dengan aterosklerosis tahap dini dan
lanjut. Hipoadiponektinemia berhubungan dengan obesitas dapat
memainkan peran dalam perkembangan sindroma metabolik (SM),
resistensi insulin dan DM tipe 2. Pasien tanpa SM dapat mengalami
hipoadiponektinemia dan hipoadiponektinemia primer akibat penyakit
genetik telah dilaporkan, sehingga hipoadiponektinemia mungkin suatu
penyakit yang sangat penting tanpa memandang adanya SM. Namun
hubungan antara kadar adiponektin dan stroke iskemik belum jelas (Bang
dkk, 2007).
II.2.3. Mekanisme kerja adiponektin
II.2.3.1. Metabolisme lemak dan karbohidrat
Selain pengaruhnya terhadap metabolisme glukosa tubuh dan
sensitifitas insulin, adiponektin dapat juga memodulasi kadar lipid dalam
plasma, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa studi
melaporkan adanya korelasi negatif antara adiponektin dengan trigliserida
dan low density lipoprotein (LDL) dan memiliki korelasi positif dengan
kadar lipid dalam plasma belum diketahui dengan jelas. Adiponektin
meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sirkulasi dan di otot sklelet
melalui aktivasi AMP-activated protein kinase (AMPK), pada kadar
adiponektin yang rendah terjadi akumulasi trigliserida (Meiliana dkk,
2006).
Adiponektin globular dan adiponektin yang utuh menstimulasi
fosforilasi dan aktivasi AMPK di otot skelet, sedangkan hanya adiponektin
yang utuh melakukannya di hati. Paralel dengan kerjanya mengaktivasi
AMPK, adiponektin menstimulasi fosforilasi Acetyl Coenzyme-A
Carboxylase (ACC), pembakaran asam lemak, ambilan glukosa, produksi
laktak di miosit, dan juga stimulasi fosforilasi ACC serta menyebabkan
reduksi dari molekul-molekul yang terlibat dalam glukoneogenesis di hati,
yang dapat dinyatakan sebagai efek penurunan glukosa akut dari
Gambar 1. Adiponektin mengaktivasi AMPK dan PPAR pada hati dan otot skelet
Dikutip dari : Kadowaki, T., Yamauchi, T. 2005. Adiponectin and Adiponectin Receptors. Endocrine Reviews. 26:439-451.
Efek adiponektin pada metabolisme Triglyceride Rich Lipoprotein
(TRL) mungkin melibatkan perubahan intrinsik pada metabolisme lemak di
otot skelet dan pengaruh terhadap aktivitas lipoprotein lipase (LPL) baik di
otot skelet maupun di adiposit. Adiponektin dapat menurunkan akumulasi
trigliserida di otot skelet dengan meningkatkan oksidasi asam lemak
melalui aktivasi acetyl-coA oxidase, Carnitine Palmytoyl-Transferase-1
(CPT-1), dan AMPK. Adiponektin juga dapat menstimulasi LPL, suatu
enzim lipolitik yang mengkatabolis very low-density lipoprotein (VLDL),
maupun ApoC-III dengan peningkatan ekspresi Peroxisome
adiponektin dapat menurunkan suplai Non-Esterified fatty Acid (NEFA) ke
hati untuk glukoneogenesis, oleh karena itu dapat menurunkan sintesis
trigliserida. Secara bersama-sama, konsentrasi adiponektin yang rendah
dapat menunda pembuangan TRL oleh hati dan jaringan perifer melalui
peningkatan kompetisi antara kilomikron dan VLDL untuk lipolisis LPL,
dan antara remnan kilomikron dan VLDL untuk klirens yang dimediasi oleh
reseptor LDL (Meiliana dkk, 2006).
II.2.3.2. Sensitifitas insulin
Beberapa studi yang menggunakan model hewan coba mendukung
hipotesis bahwa adiponektin berfungsi sebagai suatu insulin sensitizer
melalui penurunan keluaran glukosa hepatik dan oleh karena itu
berkontribusi pada pengaturan homeostasis glukosa seluruh tubuh. Efek
sensitisasi insulin dari agonis PPAR telah diketahui. Tetapi masih sering
diperdebatkan jaringan mana yang menunjukkan lokasi kerja agonis
PPAR yang paling kritis, dan gen target yang relevan dalam memediasi
perbaikan sensitifitas insulin. Sel yang memiliki kadar PPAR tertinggi
adalah adiposit, sehingga adiposit merupakan sel kandidat yang baik
dalam pencarian mediator untuk kerja agonis PPAR . Adiponektin yang
disekresikan oleh adiposit mengalami peningkatan regulasi sebagai
respon terhadap adanya paparan agonis PPAR , dan kadar adiponektin
II.2.3.3. Anti inflamasi
Secara in vitro, adiponektin menghambat signal transkripsi nuclear
factor (NF)- di endotel, yang memediasi efek TNF- dan sitokin
proinflamasi lain. Adiponektin juga menunjukkan dapat menstimulasi
produksi nitric oxyde (NO) di sel endotel vaskular dan menghambat
ekspresi molekul-molekul adhesi, menghambat ekspresi reseptor
scavenger kelas A di makrofag dan menghambat proliferasi dan migrasi
sel-sel otot polos aorta pada manusia (Meiliana dkk, 2006)
Gambar 2. Peran adiponektin pada kaskade inflamasi
II.2.3.4. Anti aterogenik
Adiponektin bersifat antiaterogenik melalui penekanan respon
inflamasi pada endotel, menghambat proliferasi sel otot polos, dan
menurunkan ekspresi mRNA vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1.
Adiponektin juga dapat menghambat perubahan ekspresi molekul adhesi
monosit yang diinduksi oleh tumour necrosis factor (TNF)- dan menekan
transformasi makrofag menjadi sel busa. Adiponektin secara negatif
mengatur pertumbuhan sel progenitor myelomonotik dan produksi TNF-
di makrofag, adiponektin menekan proliferasi yang diinduksi oleh platelet
derived growth factor (PDGF), efek dari TGF -1 dan connective tissue
growth factor. Adiponektin juga menghambat ekspresi reseptor scavenger
kelas A-1 di makrofag, menghasilkan penurunan LDL teroksidasi dan
menghambat pembentukan sel busa. Dilaporkan juga efek penekanan
secara selektif terhadap apoptosis sel endotel melalui aktivasi AMPK oleh
Gambar 3 . Proses pembentukan aterosklerosis (plak)
Dikutip dari : Kadowaki, T., Yamauchi, T. 2005. Adiponectin and Adiponectin Receptors. Endocrine Reviews. 26:439-451.
II.2.3.5. Anti trombotik
Penelitian Kato dkk (2006) menyatakan bahwa adiponektin bekerja
sebagai faktor antitrombotik endogen. Walaupun kemungkinan efek
antitrombotik in vivo adiponektin mungkin sebagian diperantarai oleh
kerjanya pada sel vaskuler. Studi ini secara jelas menunjukkan bahwa
adiponektin mempengaruhi fungsi platelet pada kondisi tidak adanya sel
vaskuler. Overekspresi adiponektin pada tikus WT melemahkan
pembentukan trombus secara in vitro. Data ini memberikan suatu
pandangan baru dimana adiponektin mungkin merupakan kandidat baru
II.3. TRIGLISERIDA
Trigliserida adalah ester dari tryhidric alcohol glycerol dengan 3
asam lemak rantai panjang. Trigliserida disintesis di hati dan juga terdapat
dalam makanan. Trigliserida juga diduga merupakan penentu utama dari
esterifikasi kolesterol atau transfer kolesterol dan remodelling HDL dalam
plasma manusia (Susanti, 2006).
Kadar trigliserida sangat bervariasi, membuat peningkatan kadar
sulit untuk dievaluasi sebagai faktor resiko untuk stroke. Peningkatan
trigliserida merupakan komponen dari SM. Kecenderungan terhadap
kadar trigliserida yang lebih tinggi pada pasien yang sebelumnya
mengalami stroke telah dilaporkan. Pada suatu studi 11.117 subjek
dengan PJK, kejadian serebrovaskular iskemik secara signifikan
berhubungan dengan trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol yang
rendah (Goldstein dkk, 2006).
Berbagai studi dan meta analisa memperlihatkan peningkatan
kadar trigliserida berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit
jantung kongestif. Beberapa studi case-control menemukan suatu
hubungan antara trigliserida yang tinggi dengan stroke iskemik. Beberapa
studi prospektif menilai hubungan trigliserida dan stroke dengan hasil
yang tidak konsisten. Selain efek aterogenik langsung TRL, trigliserida
yang tinggi tampaknya merupakan marker perubahan potensial aterogenik
Pada kenyataannya setiap terapi hipolipidemik akan
mengakibatkan perubahan pada spektrum lipid dan apoprotein plasma,
termasuk perubahan pada ukuran lipoprotein, perubahan dalam
esterifikasi kolesterol serta kecepatan lipolitik. Oleh karena itu trigliserida
berperan sebagai regulator interaksi lipoprotein dan bukan sebagai
penanda resiko independen (Susanti, 2006).
Studi terdahulu memperlihatkan bahwa konsentrasi trigliserida yang
rendah memprediksi kuat mortalitas yang lebih tinggi dalam 6 bulan
setelah stroke. Dari hasil studi Dziedzic dkk, 2004 menyarankan bahwa
kadar trigliserida yang lebih rendah berhubungan dengan stroke yang
lebih berat yang dinilai saat masuk. Kemungkinan mekanisme biologis
yang bertanggung jawab untuk hubungan kadar trigliserida dengan
keparahan stroke belum diketahui. Walaupun malnutrisi pasca stroke akut
merupakan faktor resiko untuk outcome yang buruk, hal ini tidak
menerangkan keparahan stroke saat masuk rumah sakit.
Diyakini bahwa penjelasan alternatif yang difokuskan pada sifat
neuroprotektif potensial dari kolesterol harus dipertimbangkan. Diduga
bahwa kolesterol yang tinggi kemungkinan bersifat protektif melalui
peningkatan gamma-glutamyltransferase. Enzym ini memainkan peran
pada uptake dan transport asam amino dan dapat mengurangi efek
neurotoksik asam amino. Kolesterol juga dapat menyediakan proteksi
antioksidan. Pada studi percobaan miokard iskemik, tikus yang diberi diet
yang lebih kecil secara bermakna dibandingkan dengan tikus yang
mendapat diet biasa (Dziedzic dkk, 2004).
II.4. COMPUTED TOMOGRAPHY (CT-scan) DAN VOLUME INFARK Sejak diperkenalkan tahun 1973, CT telah merubah pendekatan
akan diagnosa stroke. Dengan CT memungkinkan dengan jelas
membedakan iskemia otak dengan perdarahan dan menetukan ukuran
dan lokasi dari infark dan hemorhage (Furlan, 2001 ; Caplan, 2000). CT
sken tanpa kontras (Non-Contrast Computed Tomography / NCCT)
merupakan pemeriksaan radiologi rutin yang pertama di unit gawat darurat
untuk menilai pasien dengan stroke akut, dan masih tetap merupakan
pemeriksaan imejing stroke akut yang standart. Peran standart dari NCCT
dalam mendiagnosa stroke akut dengan cepat mendeteksi perdarahan
otak (Lev dkk, 2001).
Pada infark otak akut menurut standart pendidikan bahwa CT
adalah normal dalam 24 jam pertama setelah onset stroke (Furlan, 2001).
Pada iskemia, pada stadium awal sering normal atau hanya sedikit
abnormalitas. Selama hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat
atau oval dan batasnya kurang tegas. Kemudian menjadi lebih hipodense
dan gelap, dan lebih seperti baji (wedge-like) dan berbatas. Sebagian
infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan
ketiga onset. Hal ini yang disebut sebagai fogging effect kadang-kadang
Pantano dkk (1998) melaporkan bahwa sekitar dua pertiga pasien
ukuran infark ditegakkan dalam 24-36 jam setelah onset stroke,
sedangkan sisanya perubahan volume lesi dapat terjadi sesudah 24-36
jam pertama.
II.5. OUTCOME STROKE DAN INSTRUMEN
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut (Caplan, 2000) :.
1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis
dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi,
fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat
seperti : tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh
stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
stroke berperan sebagai manusia normal akibat ”impairment” atau
“disability” tersebut .
Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified
Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah
digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan
Instrumen
Dalam uji klinik Barthel Index (BI) dan Modified Rankin Scale
(mRS) merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai outcome
dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang memberi
penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke
(Sulter dkk, 1999).
Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian
dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu tehnik yang menilai
pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang
dikelompokkan kedalam 2 kategori yaitu (Sulter dkk, 1999) :
- Kelompok yang berhubungan dengan self-care antara lain : makan,
membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan
buang air kecil, penggunaan toilet.
- Kelompok yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan,
berpindah dan menaiki tangga.
Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa
fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0
yang menunjukkan ketergantungan total (Sulter dkk, 1999).
Skala mRS lebih mengukur ketergantungan daripada performasi
aktifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian juga adaptasi fisik
digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu
ketidakmampuan yang berat (Sulter dkk, 1999). Skala mRS adalah lebih
sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan
sedang (Weimar dkk, 2002). Meskipun kedua skala tersebut diatas
mudah digunakan dan dapat dipercaya, belum ada konsensus mengenai
bagaimana skala tersebut seharusnya digunakan untuk menentukan
outcome pada uji klinik (Sulter dkk, 1999).
Sulter dkk (1999) melakukan trial pada beberapa penelitian yang
menggunakan skala BI dan mRS pada stroke iskemik, dimana pada studi
Granger dkk menemukan bahwa skor 60 pada BI berhubungan dengan
pergeseran dari dependent menjadi independent. Dan skor 85
menunjukkan peralihan dari memerlukan bantuan minimal ke-tanpa
bantuan (independent).
Pengukuran National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
untuk menilai impairment terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat
kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze
palsy, pemeriksaan lapangan pandang, fasial palsy, motorik, ataksia,
sensori, bahasa disartria, dan ekstensi/inattention). Skala ini telah banyak
digunakan pada penelitian-penelitian dalam terapi stroke akut dan
merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. Nilai skor NIHSS
saat pasien mengalami stroke akan dapat digunakan sebagai prediksi
perawatan pada saat setelah masa akut, dimana setiap peningkatan 1
poin skor secara signifikan akan menambah lama rawatan di rumah sakit.
perawatan pasien stroke, yaitu skor ≤ 5 (ringan) pasien dapat keluar dari
rumah sakit, skor 6-13 (sedang) pasien memerlukan rehabilitasi dan > 13
(berat) akan memerlukan fasilitas perawatan yang lama (Meyer dkk, 2002;
II.6. KERANGKA KONSEPSIONAL
resiko stroke Soderberg dkk, 2004: adiponektin tdk. berhub. dgn terjadinya stroke
Chen dkk, 2005 : adiponektin
Bang dkk, 2007:adiponektin berhub. dgnaterosklerosis intrakranial
Tarquini dkk, 2007 : adiponektin sifat anti aterogenik & anti inflamasi
Aterosklerosis
Stroke Iskemik
Pikija dkk, 2006 : TG puasa berhub. dgn. volume infark
Infark
Weir dkk, 2003 : outcome stroke
berhubungan dengan TG Efstathiou dkk, 2005: adiponektin <4 g/mL berhub. dgn resiko kematian Dziedzic dkk, 2004: TG
berhub. dgn. keparahan stroke
Sulter dkk, 1999 : BI & mRS
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK-USU/RSUP.H.Adam
Malik Medan dari tanggal 1 Pebruari 2008 s/d 31 Oktober 2008.
III.2. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan
subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling non random
secara konsekutif.
Populasi Sasaran
Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dan CT sken otak.
Populasi Terjangkau
Semua penderita stroke iskemik yang dirawat di ruang rawat inap
terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK-USU/RSUP.H.Adam
Malik Medan.
Besar Sampel
Ukuran sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 1995)
n = Z + Z 2 0,5 ln[(1+r)/(1-r)
Z = nilai baku normal berdasarkan nilai yang telah ditentukan
Z = 1,036 ( = 15%) ditetapkan oleh peneliti
r = koefisien korelasi 0,51 (dari pustaka)
n = 1,96 + 1,036 2 0,5 ln[(1+0,51)/(1-0,51)
n = 31,34 ~ 32
Dibutuhkan sampel minimal sebesar 32 kasus
Kriteria Inklusi
1. Semua penderita stroke isekmik pada fase akut yang dirawat di
Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP.H.Adam Malik Medan
2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Kriteria Eksklusi
1. Penderita stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT
sken otak.
2. Pasien dengan serangan stroke berulang
3. Pasien dengan gangguan fungsi hati
4. Pasien yang menggunakan obat Thiazolidinediones (TZDs), obat
golongan ACE inhibitors, ARBs, dan obat golongan statin.
III.3. BATASAN OPERASIONAL
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi
Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).
Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan
stroke berlangsung sampai 1 minggu (Misbach, 1999).
Kadar adiponektin : Rentang nilai kadar adiponektin serum
adalah 3,0 hingga 30 g/ml (Peterlin dkk, 2007). Pemeriksaan kadar
adiponektin diukur dengan menggunakan alat R&D Systems dengan
metode sandwich enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dengan 2
macam anti-human adiponectin mouse monoclonal antibody (MoAbs) .
Pada penelitian ini nilai rujukan kadar adiponektin adalah 2,54-6,06
g/mL.
Kadar trigliserida : Nilai normal trigliserida serum adalah < 150
mg/dL (Bang dkk, 2007). Pemeriksaan kadar trigliserida pada penelitian ini
menggunakan alat Hitachi 902 automatic analyzer. Hasil pengukuran
memiliki nilai normal antara 40-160 mg/dL. Pemeriksaan trigliserida puasa
dilakukan dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit.
Kadar HDL : Nilai normal kadar HDL serum adalah ≥ 40 mg/dL
(Bang dkk, 2007).
Kadar LDL : Nilai normal kadar LDL serum adalah < 130 mg/dl