FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN SIKAP KRITIS SISWA SMA DEPOK
MENONTON SINETRON
SADAKITA BR KARO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sikap Kritis Siswa SMA Depok Menonton Sinetron adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
ABSTRACT
SADAKITA BR KARO. Factors Assosiated with Critical Attitude in Waching Sinetron among Hight School Student in Depok. Underdirection of Syahrun Hamdani and Hadiyanto
Many television programs do not give good education to people. One of the programs that get much attention from the audience is an electronic cinema (sinetron). It has already harned the people, especially the students whose condition hasn’t been mature yet in receiving various negative stimuli. Besides that, the equipping of the students’ knowledge hasn’t been done much by the parents, schools, and their surroundings. Television industries in Indonesia compete by adopting the strategy how to get the people’s attention to watch their programs. This condition harms the audience without their knowing.
The research aims: (1) to understand how the critical attitude of the senior high school students in Depok in watching the Sinetron is, (2) to understand factors relating with the critical attitude of the senior high school student in Depok in watching the Sinetron.
The research uses the methode of corelational descriptive by observing the critical attitude and the relation between the factors with the critical attitude in watching the Sinetron. The method of drawing the sample is done by using the random stratification which population is senior high scools in Depok. The first step: grouping off senior high scools in Depok base on the accreditation rank of the National Education Ministry. The second: drawing the sample in random to be the respondent. Each scools are taken 35 %. The namber of respondents is 135 students. Data analysis of the relation of examined variable by using the Pearson Corelation Product Moment and Chi-Square.
The result of the research shows the very significant relation between the respondent’ characteristics, consisted of the number of organizations, mass media in the students’ surroundings. The relation between the pocket money with the critical attitude of watching the Sinetron is merely the significant one. The relation between the media exposure, the frequency of using the mass media, and the students’ critical attitude is very significant. It also happens in the relation between the parents’ mediation and the students’ knowledge of the content of mass media television, television industries, and the effect of television show with the students’ critical attitude.
RINGKASAN
SADAKITA BR KARO. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap kritis siswa SMA Depok menonton sinetron. Dibimbing oleh SYAHRUN HAMDANI NASUTION dan HADIYANTO.
Tayangan televisi banyak yang tidak mendidik, berisi kekerasan, dan mistis. Salah satu yang menjadi sorotan masyarakat adalah sinetron. Tayangan sinetron merugikan masyarakat terutama anak sekolah dimana kondisi mereka belum matang dalam menerima berbagai stimulus yang bersifat negatif. Disamping itu pembekalan pengetahuan siswa mengenai televisi belum maksimum diupayakan orangtua, pendidikan formal di sekolah, maupun lingkungan social. Industri televisi berkompetisi untuk merebut perhatian masyarakat. Tayangan yang disajikan lebih mementingkan nilai ekonomi. Dengan kondisi demikian maka pihak sasaranlah yang dirugikan tanpa mereka sadari.
Tujuan penelitian ini adalah; (1) untuk mengetahui bagaimana sikap kritis siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Depok menonton sinetron, (2) untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap kritis siswa SMA Depok menonton sinetron.
Metode yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian adalah diskriptif korelasional, yaitu bagaimana sikap kritis dan hubungan antara faktor-faktor yang muncul dengan sikap kritis menonton sinetron. Metode penarikan sampel dengan stratifikasi random sampling dimana populasi penelitian adalah SMA Depok. Tahap pertama dikelompokkan seluruh SMA Depok berdasarkan nilai akreditasi Departemen Pendidikan Nasional. Tahap kedua pengambilan sampel yang dijadikan responden secara acak. Masing-masing sekolah yang terwakili diambil 35 %. Jumlah responden penelitian 135 orang. Analisa data hubungan antara variabel diuji dengan teknik korelasi Pearson Produk Moment dan Chi-Square.
Sikap kritis merupakan efek komunikasi yang memerlukan usaha aktivitas kognitif yang penuh dengan jalan menggambar pengalaman dan pengetahuan sebelumnya dengan memeriksa secara teliti semua informasi yang relevan, menilai baik buruk, tepat tidak tepat suatu gagasan yang hasilnya berupa respons yang menyenangkan atau tidak menyenangkan melalui jalan rasionalitas dan emosionalitas. Sikap kritis menonton sinetron adalah kemampuan mengakses, menganalisa atau menilai, dan mengambil kesimpulan baik bersifat positif maupun negatif.
Stimulus yang menerpa siswa berbagai macam, antara lain suratkabar, radio, televisi, jaringan internet, majalah dan tabloid. Media massa tersebut tersedia di tempat tinggal siswa walaupun jenis dan jumlahnya bervariasi. Televisi dan radio merupakan media yang paling banyak tersedia di tempat tinggal siswa. Faktor frekuensi menggunakan media massa berhubungan sangat signifikan dengan sikap kritis terutama tujuan penggunaannya untuk memperoleh informasi. Lamanya siswa mnggunakan media massa khususnya suratkabar merupakan bekal dalam mengakses, minilai, maupun mengambil keputusan mengenai stimulus yang diamati.
Disamping media massa, siswa juga melakukan kontak dengan masyarakat termasuk keluarga dalam hal ini mediasi orangtua, kelompok-kelompok organisasi, dan lingkungan dimana siswa berada. Pembicaraan yang dilakukan dalam kelompok khususnya kelompok kerohanian merupakan pembekalan kemampuan untuk bersikap kritis. Kelompok kerohanian pada umumnya membicarakan tentang sikap hidup, etika, moral yang diyakini baik serta diterima secara umum.
Mediasi orangtua merupakan aktivitas orangtua membicarakan tayangan televisi dalam hal ini sinetron dengan anak mereka baik yang bersifat positif maupun negatif. Tipe mediasi terdiri dari aktif, restriktif, dan coviewing. Sebagian besar siswa pernah membicarakan tayangan televisi tetapi isi pembicaraan orangtua kadang-kadang mengenai sisi negative dan positif, kadang-kadang memberikan kesempatan pada siswa berpendapat mengenai tayangan sinetron di televisi dan memberi informasi tambahan baik negatif maupun positif, serta kadang-kadang orangtua memberi pengarahan pada siswa mengenai tayangan sinetron di televisi. Hubungan mediasi orangtua dengan sikap kritis menonton sinetron sangat signifikan dan kekuatann hubungan yang dominan adalah mediasi aktif. Siswa SMA Depok membutuhkan tempat berdiskusi terutama dalam membekali kemampuan menilai baik-buruknya tayangan sinetron sesuai dengan etika dan norma yang berlaku umum.
Pengetahuan siswa mengenai isi tayangan televisi, industri televisi, dan efek tayangan televisi menunjukkan cukup tahu. Pengetahuan mengenai isi media yaitu karakteristik, manfaat, keterkaitan rating dengan penyajian iklan, isi sinetron yang mendidik dan tidak mendidik, masuk akal dan tidak masuk akal, peran pemeran utama, dan karakter peran utama, kelemahan dan kekuatan media televisi, dan manfaat media televisi. Pengetahuan mengenai industri televisi berkaitan dengan pengembangan industri media televisi, dimensi ekonomi, beratnya kompetisi antar saluran televisi, dan pemasaran pesan. Industri televisi dalam menayangkan tayangannya terkait dengan faktor ekonomi tersebut sehingga isi tayangan yang disajikan cenderung berorientasi pada selera penonton. Apa yang digemari masyarakat disajikan yang belum tentu baik bagi masyarakat karena pengetahuan mereka masih kurang. Pengetahuan mengenai efek tayangan televisi berkaitan dengan efek kognitif, afektif, dan behavioral.
Hubungan pengetahuan mengenai televisi sangat signifikan dengan sikap kritis menonton sinetron Pengetahuan merupakan salah satu dasar menganalisa sesuatu sehingga hasil analisanyapun dapat baik dan tepat, mampu menilai dan memutuskan apa yang baik ditonton, mampu menyaring agar tidak terkena dampak negatif dari tayangan sinetron demi kebaikan penonton
Faktor karakteristik siswa, terpaan media massa, mediasi orangtua, dan pengetahuan mengenai media televisi berhubungan dengan sikap kritis siswa menonton sinetron. Dari keempat faktor tersebut pengetahuan mengenai media massa televisi mempunyai assosiasi yang paling kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan pondasi dalam melakukan penyeleksian, penilaian, dan pengambilan keputusan yang tepat sesuai dengan etika dan norma yang berlaku umum. Untuk itu perlu peningkatan pengetahuan siswa mengenai isi media televisi, industri media televisi, maupun efek yang akan timbul dari tayangan televisi. Pengetahuan yang luas membekali kemampuan untuk menganalisa lebih jauh baik-buruknya suatu tayangan televisi dan mengambil keputusan yang tepat serta tidak mudah kena pengaruh efek negatif tayangan televisi.
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2008Hak Cipta Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, publikasi, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN SIKAP KRITIS SISWA SMA DEPOK
MENONTON SINETRON
SADAKITA BR KARO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : FAKTOR FFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP KRITIS SISWA SMA DEPOK MENONTON SINETRON
Nama : Sadakita Br Karo
NIM : I353060151
Disetujui
1. Komisi Pembimbing
Dr,Drh. Syahrun Hamdani Nasution Ir.Hadiyanto, MS
Ketua Anggota
Mengetahui
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia – Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2007 ialah sikap kritis menonton televisi dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Kritis Siswa SMA Depok Menonton Sinetron
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Drh. Syahrun Hamdani Nasution, Ir. Hadiyanto MS selakiu pembimbing dan Bapak Ir Sutisna Ryanto, MS sebagai Penguji di luar komisi pembimbing serta Bapak Dr. Asrul M. Mustaqim dan B. Guntarto yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Dr.Ir. Maslina W. Hutasuhut, MM, Rektor IISIP Jakarta dan Bapak Ir. Ilham Parsaulian Hutasuhut, MM, Ketua Yayasan Kampus Tercinta yang telah mengizinkan penulis mengikuti studi lanjut. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Haiva Limiyya, S.Pd Si sebagai wakil kepala sekolah bagian kurikulum SMA Lazuardi, Ibu Dra. Lies Sundari, kepala sekolah SMA Muhamaddyah Beji, Bapak Ansori Sutisna, wakil kepala sekolah SMA Arrahman, dan Ibu Elida HR, SE, wakil kepala sekolah SMA Tride. beserta guru-guru yang membantu dan siswa yang sudah bersedia menjadi responden penelitian ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami dan anak-anak penulis Ir. Antoni Depari, Andresa Rendy Biactha Depari, Anisa Sifi Begedina Depari, Dewi Aloina Depari, Priskanta Tarigan atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya. Selain itu, ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga beserta teman-teman penulis, Nutriana Rizka, Irianus, Wiwien Wirasati, dan Netik Indarwati yang sudah banyak membantu penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Depok, Juli 2008
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN SIKAP KRITIS SISWA SMA DEPOK
MENONTON SINETRON
SADAKITA BR KARO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sikap Kritis Siswa SMA Depok Menonton Sinetron adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
ABSTRACT
SADAKITA BR KARO. Factors Assosiated with Critical Attitude in Waching Sinetron among Hight School Student in Depok. Underdirection of Syahrun Hamdani and Hadiyanto
Many television programs do not give good education to people. One of the programs that get much attention from the audience is an electronic cinema (sinetron). It has already harned the people, especially the students whose condition hasn’t been mature yet in receiving various negative stimuli. Besides that, the equipping of the students’ knowledge hasn’t been done much by the parents, schools, and their surroundings. Television industries in Indonesia compete by adopting the strategy how to get the people’s attention to watch their programs. This condition harms the audience without their knowing.
The research aims: (1) to understand how the critical attitude of the senior high school students in Depok in watching the Sinetron is, (2) to understand factors relating with the critical attitude of the senior high school student in Depok in watching the Sinetron.
The research uses the methode of corelational descriptive by observing the critical attitude and the relation between the factors with the critical attitude in watching the Sinetron. The method of drawing the sample is done by using the random stratification which population is senior high scools in Depok. The first step: grouping off senior high scools in Depok base on the accreditation rank of the National Education Ministry. The second: drawing the sample in random to be the respondent. Each scools are taken 35 %. The namber of respondents is 135 students. Data analysis of the relation of examined variable by using the Pearson Corelation Product Moment and Chi-Square.
The result of the research shows the very significant relation between the respondent’ characteristics, consisted of the number of organizations, mass media in the students’ surroundings. The relation between the pocket money with the critical attitude of watching the Sinetron is merely the significant one. The relation between the media exposure, the frequency of using the mass media, and the students’ critical attitude is very significant. It also happens in the relation between the parents’ mediation and the students’ knowledge of the content of mass media television, television industries, and the effect of television show with the students’ critical attitude.
RINGKASAN
SADAKITA BR KARO. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap kritis siswa SMA Depok menonton sinetron. Dibimbing oleh SYAHRUN HAMDANI NASUTION dan HADIYANTO.
Tayangan televisi banyak yang tidak mendidik, berisi kekerasan, dan mistis. Salah satu yang menjadi sorotan masyarakat adalah sinetron. Tayangan sinetron merugikan masyarakat terutama anak sekolah dimana kondisi mereka belum matang dalam menerima berbagai stimulus yang bersifat negatif. Disamping itu pembekalan pengetahuan siswa mengenai televisi belum maksimum diupayakan orangtua, pendidikan formal di sekolah, maupun lingkungan social. Industri televisi berkompetisi untuk merebut perhatian masyarakat. Tayangan yang disajikan lebih mementingkan nilai ekonomi. Dengan kondisi demikian maka pihak sasaranlah yang dirugikan tanpa mereka sadari.
Tujuan penelitian ini adalah; (1) untuk mengetahui bagaimana sikap kritis siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Depok menonton sinetron, (2) untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap kritis siswa SMA Depok menonton sinetron.
Metode yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian adalah diskriptif korelasional, yaitu bagaimana sikap kritis dan hubungan antara faktor-faktor yang muncul dengan sikap kritis menonton sinetron. Metode penarikan sampel dengan stratifikasi random sampling dimana populasi penelitian adalah SMA Depok. Tahap pertama dikelompokkan seluruh SMA Depok berdasarkan nilai akreditasi Departemen Pendidikan Nasional. Tahap kedua pengambilan sampel yang dijadikan responden secara acak. Masing-masing sekolah yang terwakili diambil 35 %. Jumlah responden penelitian 135 orang. Analisa data hubungan antara variabel diuji dengan teknik korelasi Pearson Produk Moment dan Chi-Square.
Sikap kritis merupakan efek komunikasi yang memerlukan usaha aktivitas kognitif yang penuh dengan jalan menggambar pengalaman dan pengetahuan sebelumnya dengan memeriksa secara teliti semua informasi yang relevan, menilai baik buruk, tepat tidak tepat suatu gagasan yang hasilnya berupa respons yang menyenangkan atau tidak menyenangkan melalui jalan rasionalitas dan emosionalitas. Sikap kritis menonton sinetron adalah kemampuan mengakses, menganalisa atau menilai, dan mengambil kesimpulan baik bersifat positif maupun negatif.
Stimulus yang menerpa siswa berbagai macam, antara lain suratkabar, radio, televisi, jaringan internet, majalah dan tabloid. Media massa tersebut tersedia di tempat tinggal siswa walaupun jenis dan jumlahnya bervariasi. Televisi dan radio merupakan media yang paling banyak tersedia di tempat tinggal siswa. Faktor frekuensi menggunakan media massa berhubungan sangat signifikan dengan sikap kritis terutama tujuan penggunaannya untuk memperoleh informasi. Lamanya siswa mnggunakan media massa khususnya suratkabar merupakan bekal dalam mengakses, minilai, maupun mengambil keputusan mengenai stimulus yang diamati.
Disamping media massa, siswa juga melakukan kontak dengan masyarakat termasuk keluarga dalam hal ini mediasi orangtua, kelompok-kelompok organisasi, dan lingkungan dimana siswa berada. Pembicaraan yang dilakukan dalam kelompok khususnya kelompok kerohanian merupakan pembekalan kemampuan untuk bersikap kritis. Kelompok kerohanian pada umumnya membicarakan tentang sikap hidup, etika, moral yang diyakini baik serta diterima secara umum.
Mediasi orangtua merupakan aktivitas orangtua membicarakan tayangan televisi dalam hal ini sinetron dengan anak mereka baik yang bersifat positif maupun negatif. Tipe mediasi terdiri dari aktif, restriktif, dan coviewing. Sebagian besar siswa pernah membicarakan tayangan televisi tetapi isi pembicaraan orangtua kadang-kadang mengenai sisi negative dan positif, kadang-kadang memberikan kesempatan pada siswa berpendapat mengenai tayangan sinetron di televisi dan memberi informasi tambahan baik negatif maupun positif, serta kadang-kadang orangtua memberi pengarahan pada siswa mengenai tayangan sinetron di televisi. Hubungan mediasi orangtua dengan sikap kritis menonton sinetron sangat signifikan dan kekuatann hubungan yang dominan adalah mediasi aktif. Siswa SMA Depok membutuhkan tempat berdiskusi terutama dalam membekali kemampuan menilai baik-buruknya tayangan sinetron sesuai dengan etika dan norma yang berlaku umum.
Pengetahuan siswa mengenai isi tayangan televisi, industri televisi, dan efek tayangan televisi menunjukkan cukup tahu. Pengetahuan mengenai isi media yaitu karakteristik, manfaat, keterkaitan rating dengan penyajian iklan, isi sinetron yang mendidik dan tidak mendidik, masuk akal dan tidak masuk akal, peran pemeran utama, dan karakter peran utama, kelemahan dan kekuatan media televisi, dan manfaat media televisi. Pengetahuan mengenai industri televisi berkaitan dengan pengembangan industri media televisi, dimensi ekonomi, beratnya kompetisi antar saluran televisi, dan pemasaran pesan. Industri televisi dalam menayangkan tayangannya terkait dengan faktor ekonomi tersebut sehingga isi tayangan yang disajikan cenderung berorientasi pada selera penonton. Apa yang digemari masyarakat disajikan yang belum tentu baik bagi masyarakat karena pengetahuan mereka masih kurang. Pengetahuan mengenai efek tayangan televisi berkaitan dengan efek kognitif, afektif, dan behavioral.
Hubungan pengetahuan mengenai televisi sangat signifikan dengan sikap kritis menonton sinetron Pengetahuan merupakan salah satu dasar menganalisa sesuatu sehingga hasil analisanyapun dapat baik dan tepat, mampu menilai dan memutuskan apa yang baik ditonton, mampu menyaring agar tidak terkena dampak negatif dari tayangan sinetron demi kebaikan penonton
Faktor karakteristik siswa, terpaan media massa, mediasi orangtua, dan pengetahuan mengenai media televisi berhubungan dengan sikap kritis siswa menonton sinetron. Dari keempat faktor tersebut pengetahuan mengenai media massa televisi mempunyai assosiasi yang paling kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan pondasi dalam melakukan penyeleksian, penilaian, dan pengambilan keputusan yang tepat sesuai dengan etika dan norma yang berlaku umum. Untuk itu perlu peningkatan pengetahuan siswa mengenai isi media televisi, industri media televisi, maupun efek yang akan timbul dari tayangan televisi. Pengetahuan yang luas membekali kemampuan untuk menganalisa lebih jauh baik-buruknya suatu tayangan televisi dan mengambil keputusan yang tepat serta tidak mudah kena pengaruh efek negatif tayangan televisi.
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2008Hak Cipta Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, publikasi, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN SIKAP KRITIS SISWA SMA DEPOK
MENONTON SINETRON
SADAKITA BR KARO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : FAKTOR FFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP KRITIS SISWA SMA DEPOK MENONTON SINETRON
Nama : Sadakita Br Karo
NIM : I353060151
Disetujui
1. Komisi Pembimbing
Dr,Drh. Syahrun Hamdani Nasution Ir.Hadiyanto, MS
Ketua Anggota
Mengetahui
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia – Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2007 ialah sikap kritis menonton televisi dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Kritis Siswa SMA Depok Menonton Sinetron
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Drh. Syahrun Hamdani Nasution, Ir. Hadiyanto MS selakiu pembimbing dan Bapak Ir Sutisna Ryanto, MS sebagai Penguji di luar komisi pembimbing serta Bapak Dr. Asrul M. Mustaqim dan B. Guntarto yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Dr.Ir. Maslina W. Hutasuhut, MM, Rektor IISIP Jakarta dan Bapak Ir. Ilham Parsaulian Hutasuhut, MM, Ketua Yayasan Kampus Tercinta yang telah mengizinkan penulis mengikuti studi lanjut. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Haiva Limiyya, S.Pd Si sebagai wakil kepala sekolah bagian kurikulum SMA Lazuardi, Ibu Dra. Lies Sundari, kepala sekolah SMA Muhamaddyah Beji, Bapak Ansori Sutisna, wakil kepala sekolah SMA Arrahman, dan Ibu Elida HR, SE, wakil kepala sekolah SMA Tride. beserta guru-guru yang membantu dan siswa yang sudah bersedia menjadi responden penelitian ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami dan anak-anak penulis Ir. Antoni Depari, Andresa Rendy Biactha Depari, Anisa Sifi Begedina Depari, Dewi Aloina Depari, Priskanta Tarigan atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya. Selain itu, ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga beserta teman-teman penulis, Nutriana Rizka, Irianus, Wiwien Wirasati, dan Netik Indarwati yang sudah banyak membantu penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Depok, Juli 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Singgamanik, Kabupaten Karo Sumatra Utara pada tanggal 01 Mei 1963 dari ayah Tole Sinuraya dan ibu Masta Br Tarigan. Penulis merupakan putri ketujuh dari 11 bersaudara.
Tahun 1982 penulis lulus dari SMA Negeri Kabanjahe dan pada tahun yang sama masuk kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik Jakarta yang sekarang berubah nama menjadi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( IISIP) Jakarta. Penulis memilih program studi Ilmu Penerangan, Fakultas Ilmu Komunikasi. Tahun 1988 penulis memperoleh gelar sarjana komunikasi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………...iv DAFTAR GAMBAR………..vi DAFTAR LAMPIRAN………..vii PENDAHULUAN
Latar Belakang………1 Perumusan Masalah………..6 Tujuan Penelitian………7 Manfaat Penelitian………...7 .
TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan Media Massa ……….9 Pengetahuan Mengenai Isi Media………..10 Pengetahuan Industri Media……….11 Pengetahuan Efek Media………..12 Televisi Sebagai Media Massa………...13 Tayangan Sinetron………14 Mediasi Orangtua………..15 Terpaan Media Massa………..16 Karakteristik Siswa SMA ……...………...17 Khalayak Penonton Televisi………....20 Sikap Kritis Menonton Sinetron………..21 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir ……….26 Hipotesis……….28 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat………29 Populasi dan Sampel………29 Populasi………...29 Sampel………..30 Desain Penelitian………..31 Data dan Instrumentasi………....32 Data………...32 Instrumen………..32
Definisi Operasional………..32 Pengumpulan Data………...38 Validitas dan Reliabilitas Instrumen………...38
Validitas……….39 Reliabilitas Instrumen……….39 Analisa Data………...40 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Sekolah Menengah Atas SMA) Depok………42 SMA Lazuardi………..42 SMA Muhammadiyah 2 Beji………..44 SMA Arrahman………44 SMA Tride……….46 Gambaran Umum RCTI dan SCTV………...47 Gambaran Umum Masing-masing Sinetron………...47
Sinetron “ Namaku Mentari”………..47 Sinetron “ Cahaya”………...49 Sinetron “Kasih”………...51 Sinetron “Azizah”……….52 Sinetron “Cinta Indah”………...53 Sinetron Cinta Bunga”………53 Gambaran Karakteristik Siswa SMA Depok………55 Lokasi Tempat Tinggal Siswa SMA Depok………....55 Jenis Kelamin Siswa SMA Depok………....56 Jumlah Organisasi yang Diikuti Siswa SMA Depok………...56
Lama Mengikuti Organisasi………...58
Halaman Tingkat Pengetahuan Media Massa ……... ……….,……...72
Pengetahuan Siswa SMA Depok Mengenai Isi
Media Televisi………...72 Pengetahuan Siswa SMA Depok Mengenai Industri
Televisi………...73 Pengetahuan Siswa SMA Depok Mengenai Efek
Tayangan Televisi………...74 Sikap Kritis Siswa SMA Depok Menonton Sinetron………76 Hubungan Karakteristik dengan Sikap Kritis Menonton Sinetron………….81 Hubungan Terpaan Media Massa dengan Sikap Kritis Menonton
Sinetron………..84 Hubungan Mediasi Orangtua dengan Sikap Kritis Menonton
Sinetron………..85 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Kritis Menonton
Sinetron………...88 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Gambaran populasi penelitian……….29 2. SMA dan jumlah siswa yang terpilih menjadi sampel………...30 3. Jadwal tayang sinetron di RCTI dan SCTV waktu prime-time…………...31 4. Peubah, indikator, item pernyataan dan skala………...34 5. Siswa SMA Depok berdasarkan asal tempat tinggal………..55 6. Siswa SMA Depok berdasarkan jenis kelamin……….56 7. Jumlah organisasi yang diikuti siswa SMA Depok………...56 8. Siswa SMA Depok berdasarkan kegiatan organisasi yang diikuti
Siswa………...57 9. Siswa SMA Depok berdasarkan waktu minimum dan maksimum
mengikuti organisasi ……….58 10. Lama mengikuti organisasi dalam waktu jam………59 11. Siswa SMA Depok berdasarkan kedudukan dalam organisasi…...60 12. Peran siswa yang mengikuti organisasi……….61 13. Siswa SMA Depok berdasarkan jumlah media massa yang
tersedia………62 14. Jenis media massa dan jumlah media massa yang tersedia……….63 15. Siswa SMA Depok berdasarkan jumlah uang saku……….64 16. Siswa SMA Depok berdasarkan penggunaan media massa
dan waktu minimum dan maksimum………..65 17. Siswa SMA Depok berdasarkan aktivitas menonton sinetron…………...66 18. Siswa SMA Depok berdasarkan frekuensi membicarakan tayangan
televisi dengan orangtua………..68 19. Siswa SMA Depok berdasarkan aktifitas yang terjadi antara orangtua
Nomor halaman 23. Aktivitas komunikasi pada saat menonton bersama………72 24. Rata-rata, nilai minimum dan maksimum mediasi orangtua………...72 25. Tingkat pengetahuan siswa mengenai isi tayangan televisi………...73 26. Tingkat pengetahuan siswa mengenai industri media televisi…………..74 27. Tingkat Pengetahuan mengenai efek tayangan televisi………..75 28. Pengetahan siswa SMA Depok mengenai isi media berdasarkan
nilai rata, median, nilai maksimum dan minimum……….75 29. Sikap kritis siswa menonton tayangan sinetron………76 30. Kemampuan siswa mengakses tayangan sinetron………..77 31. Kemampuan menilai dialog dalam sinetron………..78 32. Kemampuan menilai cerminan kostum pemain sinetron……….78 33. Kemampuan menilai isi cerita sinetron………..79 34. Hubungan karakteristik siswa SMA Depok dengan sikap kritis
menonton sinetron……….81 35. Hubungan terpaan media massa dengan sikap kritis menonton
sinetron………84 36. Hubungan mediasi orangtua dengan sikap kritis menonton sinetron……86 37. Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap kritis menonton
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur pengetahuan literacy media………9 2. Kerangka berpikir penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Televisi sebagai salah satu media massa yang menayangkan gambar
bergerak dan suara sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Masing-masing keluarga minimal mempunyai satu pesawat televisi yang
dimanfaatkan setiap hari, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah
perkotaan. Masyarakat paling banyak menonton televisi saat prime-time. Hidup
tanpa pesawat televisi seolah-olah ada yang kurang karena sudah menjadi
kebutuhan masyarakat, bahkan dianggap sebagai orangtua kedua bagi
anak-anak dan guru bagi penontonnya.
Televisi sebagai kebutuhan masyarakat, penggunaannyapun mengalami
peningkatan baik dari kuantitas maupun kualitas menonton. Isi tayangan
televisipun semakin bervariasi mulai dari berita, hiburan, dan iklan. Masyarakat
menggunakan televisi sesuai dengan waktu yang mereka miliki baik secara
bersama-sama maupun sendirian. Pada umumnya semakin banyak waktu luang
maka semakin banyak peluang menonton televisi.
Mencernati perkembangan televisi dalam beberapa tahun ini makin terasa
bahwa siaran televisi tidak cukup mampu menghasilkan isi siaran yang sopan,
bermartabat, dan menghibur secara sehat serta aman bagi anak dan remaja.
Seperti yang dikemukakan Peea (2008) dalam sidang disertasi Fakultas Ilmu
Budaya UI pada tanggal 6 Maret 2008 mengenai tayangan iklan “Demi
kepentingan mencari pangsa pasar tak jarang iklan berubah menjadi media
disinformasi, manipulasi, dan dominasi yang mengandung bias serta cenderung
memberikan pemahaman yang keliru mengenai produk yang sebenarnya”.
Demikian juga tayangan sinetron, sebagian besar menayangkan tema
yang berbentuk kekerasan, kehidupan yang glamor, mistis, pergaulan remaja
yang kurang baik, seperti hamil di luar nikah, sekolah yang dijadikan lokasi
perkelahian, penjualan narkoba, pergaulan bebas, melawan orangtua dan
sebagainya. Astututi dan Nina MA (2007) menyampaikan hasil penelitian YPMA
dan 18 Perguruan Tinggi dalam seminar di Universitas Paramadina tanggal 20
Juli 2007, bahwa bentuk kekerasan yang ditayangkan dalam sinetron 41,05 %
adalah kekerasan psikologis, 25,14 % kekerasan fisik dan 10,97 %, kekerasan
korban kekerasan oleh kaum perempuan dan korban kekerasan psikologis yang
terbanyak adalah perempuan, yaitu 39 %. Usia pelaku kekerasan dan korban
kekerasan diperankan remaja, masing-masing 51 % dan 65 %.
Selain hasil penelitian mengenai muatan isi sinetron, beberapa pendapat
juga mengatakan bahwa sinetron kurang mendidik, membodohi dan tidak
masuk akal khususnya bagi kaum perempuan. Seperti yang diungkapkan Meutia,
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Myra Diarsi, aktivis perempuan, di
Kompas tanggal 27 Agustus 2007, bahwa sinetron mengajarkan kepada anak
bangsa kejahatan, kejudesan, dan perilaku licik. Banyak tayangan sinetron yang
justru membodohi penonton dan tidak memberdayakan perempuan.
Tayangan-tayangan sinetron telah melebihi titik penerimaan dan toleransi nalar. Isi
tayangan sinetron sama sekali tidak masuk akal dan penuh pembodohan.
Perilaku penonton dalam menonton televisi tanpa preferensi kuat mengenai
program yang dipilih.
Hasil penelitian dan pendapat tersebut menandakan bahwa tayangan
televisi masih banyak yang kurang mendidik masyarakat dan hal tersebut dapat
berdampak negatif kepada penontonnya. Jika masyarakat sudah paham dan
mengetahui bagaimana televisi memproduksi tayangannya yang mempunyai
dampak negatif dan positif maka tayangan-tayangan tersebut tidak perlu
dipersoalkan. Artinya masyarakat sudah mampu memilah-milah tayangan mana
yang baik dan tidak baik untuk ditonton, tayangan mana yang mendidik dan tidak
mendidik, serta masyarakat mampu melakukan penilaian dan tidak mudah
terkena pengaruh negatifnya.
Mengenai sasaran yang menonton televisi dan penonton sinetron, YPMA
bersama 18 perguruan tinggi mengungkapkan bahwa ada 11 stasiun televisi
yang bersiaran secara nasional yang dapat ditangkap oleh sekitar 40 juta rumah
tangga yang memiliki televisi di Indonesia. Tayangan sinetron menonjol ditonton
dan cukup tinggi frekuensinya. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat
menyukai sinetron. AGB Nielsen Media Research yang meneliti 20 program
acara televisi yang top, pada tanggal 03 s.d 09 Pebruari 2008, delapan
diantaranya adalah sinetron. Sinetron menempati rating teratas, yaitu Azizah
yang diikuti oleh sinetron Cinta Bunga, Cahaya, Suci, Namaku Mentari. Cinta
Indah dan Kasih.. Hal ini menunjukkan bahwa penggemar dan penonton
Penggemar sinetron tersebut juga bervariasi perilaku menontonnya. Ada
yang menyeleksi sinetron apa yang baik untuk ditonton, ada juga yang menonton
setiap sinetron. Para pecandu berat televisi biasanya akan menonton
berjam-jam lamanya tanpa melakukan penyeleksian yang baik. Penilaian mengenai
tayangan televisi berbeda antara penonton yang berat dengan penonton yang
tidak berat. Pecandu berat televisi mengatakan: “ di masyarakat sekarang
banyak terjadi gejala hamil di luar nikah, remaja yang menganggap orangtuanya
kolot, pembantu yang dapat diperlakukan majikan seenaknya, karena televisi
melalui sinetronnya selalu menceritakan kasus tersebut.” (Nurudin, 2007). Para
pecandu sinetron percaya bahwa apa yang terjadi pada masyarakat seperti yang
dicerminkan dalam sinetron-sinetron.
Pendapat ini, jika dikaitkan dengan perilaku masyarakat maka sedikit
banyaknya akan berpengaruh. Misalnya seorang anak melakukan teror bom
akan meledak dalam sebuah mal melalui telepon setelah melihat tayangan film
yang berisi teroris. Banyaknya tingkat kriminalitas remaja dalam melakukan
hubungan seks sebelum menikah karena sering melihat sinetron hamil di luar
nikah. Banyaknya anak remaja mempunyai pola pikir instan, penggunaan bahasa
yang tidak sopan dan lain sebagainya. Kompas tanggal 8 Maret 2008,
memberitakan bagaimana kejahatan kolektif secara simbolik (symbolic collective
crime) pada iklan yang terjadi karena sikap masyarakat yang belum kritis.
Menonton televisi merupakan proses aktif dalam menginterpretasikan isi
acara dengan mengkombinasikan beberapa adegan dalam acara, pengalaman
masa lalu, kemampuan untuk memahami isi acara yang perubahannya hampir
tidak kentara. Proses televisi membentuk mental adalah sebuah sentuhan
psikologi yang kompleks pada saat menonton secara terus menerus dengan
tujuan mencari hiburan dalam menghilangkan pikiran yang sedang kacau atau
bingung. Menurut hasil penelitian, penonton televisi harus mengikuti jalan
cerita, karakter-karakter dan motivasi-motivasi untuk memahami kecerobohan
yang ada dalam isi acara (Shapiro, dalam Langan, 1997).
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa
apa yang terjadi di televisi adalah dunia senyatanya. Keluhan akan tayangan
sinetron telah sering dilontarkan dalam berbagai diskusi publik, artikel suratkabar,
majalah, dan surat pembaca suratkabar. Isi sinetron yang terkait dengan
Isi siaran televisi sudah diatur dalam UU RI N0 32 tahun 2002 tentang
penyiaran, (Soenarto, 2007) pasal 36, ayat 1 mengatakan bahwa: Isi siaran
wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk
pembentukan watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa menjaga persatuan dan
kesatuan serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Ayat 3,
berbunyi: Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada
khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja dengan menyiarkan mata acara
pada waktu yang tepat dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau
menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. Demikian juga pada
ayat 5 dicantumkan isi siaran yang dilarang, yaitu:
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau bohong
b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan
narkotika dan obat terlarang, atau
c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Peraturan yang mengikat industri televisi sebagai penyelenggara siaran
sudah ditetapkan, namun kenyataannya siaran televisi lebih mementingkan
kepentingan komersial dengan mengutamakan selera masyarakat demi
meningkatkan rating siaran yang berkontribusi pada pemasangan iklan di siaran
tersebut.
Industri televisi dengan kemajuan teknologi komunikasi sudah semakin
sulit diarahkan. Selain televisi masih banyak media-media lain yang dapat
diakses oleh siswa untuk memenuhi keinginginan mereka. Faktor mental dan
kemampuan sumber daya manusia penontonlah yang perlu dibenahi dan
diperkuat.
Menonton televisi memerlukan kemampuan yang komperhensif baik dari
segi pengetahuan mengenai isi media yang dapat berupa gambaran realitas,
khayalan, iklan, berita dan sebagainya, industri media yang memproduksi satu
tayangan dengan tujuan media bisa eksis dan perusahaan untung, efek media,
serta aktif melakukan penilaian mengenai tayangan televisi sehingga dapat
meminimalisasi pengaruh negatif tayangan televisi.
Pengetahuan mengenai media world (dunia media) dan real world,
(realitas yang sebenarnya) berpengaruh terhadap jalan proses berpikir penonton
televisi. Tayangan televisi sebenarnya gambaran realitas masyarakat namun
Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat belum tentu sama dengan apa yang
ditayangkan televisi.
Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) salah satu target sasaran
tayangan televisi ikut terpengaruh. Siswa sebagai generasi penerus bangsa
harus dibentengi dengan sikap kritis dalam menilai sesuatu termasuk tayangan
televisi. Hal ini merupakan kewajiban bersama menjaga, membangun fisik dan
mental siswa agar dapat meneruskan bangsa ini dengan kemampuan yang baik
dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang ada. Kritis dalam melihat
permasalahan realitas kehidupan masyarakat termasuk siaran-siaran televisi.
Pola menonton televisi siswa SMA, kecenderungannya melebihi kumulatif
waktu yang efektif. Rata-rata siswa SMA menonton televisi empat jam ke atas
dalam satu hari. Pada hal waktu efektif menonton televisi dua jam perhari (Media
untuk anak,Kidia.com). Hal ini tidak saja berlaku pada siswa tapi juga orangtua.
Menurut hasil penelitian Sunarto, Doktor Ilmu Komunikasi UI, yang dimuat dalam
Kompas tanggal 29 Juli 2007, mengenai pola menonton tayangan kekerasan,
mengatakan “walaupun orangtua sudah mempunyai kedewasaan mental
psikologis yang bisa memilah-milah tapi jika menonton tayangan kekerasan lebih
dari empat jam sehari maka penonton tersebut menjadi tidak peka. Melihat
kekerasan, diam saja.”
Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap salah satu SMA
Depok, perempuan cenderung menonton sinetron. Waktu menonton antara jam
tayang pukul 18.00 – 21.00 Wib. Sinetron yang ditayangkan merupakan sinetron
idola siswa, termasuk peran utama yang membintanginya. Siswa menonton
dibawah pengawasan orangtua yang tidak ketat.
Gejala-gejala tersebut merupakan salah satu ciri penonton yang belum
kritis Untuk mampu menarik manfaat dan mampu menilai kebenaran isi televisi
dibutuhkan kemampuan berpikir kritis khalayak. Masyarakat belum mampu
menjadi penonton yang kritis dan benar lantaran tidak mempunyai keterampilan
berinteraksi dengan media secara kritis (Guntarto, 2003).
Berpikir kritis merupakan proses aktivitas kognitif dengan jalan
menggambar terlebih dahulu urutan pengalaman dan pengetahuan dalam
memeriksa dengan teliti semua informasi yang relevan dan bermanfaat. Berpikir
kritis merupakan berpikir evaluatif yang menghasilkan makna sesuai dengan
Sikap kritis termasuk dalam proses berpikir penerima pesan, yaitu
aktivitas kognisi yang menghasilkan makna sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya dalam memahami, memeriksa, menilai, mengambil
keputusan berkaitan dengan manfaat tayangan televisi. Sikap kritis dalam diri
penerima stimulus tidak muncul begitu saja tetapi berkaitan dengan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, bagaimana proses mediasi orang tua
dengan anaknya, intensitas terpaan media pada penonton sebelumnya, dan
juga karakteristik yang dimiliki khalayak. Penelitian (Zuharani, 1987) mengatakan
bahwa usia, lama sekolah dan jenis kelamin mempengaruhi sikap kritis.
Perumusan Masalah
Televisi dalam kenyataannya sulit diarahkan untuk menayangkan
tayangan yang mementingkan kepentingan penonton khususnya sinetron.
Tayangan sinetron sebagian besar berisi kekerasan baik psikologis, fisik maupun
relasional. Industri televisi cenderung mengejar rating dan keuntungan dengan
menyajikan acara yang sesuai dengan selera masyarakat. Pola siswa menonton
televisi belum menggambarkan pola yang kritis dan benar. Menonton televisi
dilakukan berjam-jam dengan penyeleksian yang kurang mengenai apa yang
baik untuk ditonton. Laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan dalam
menentukan pilihan serta penilaian objek tertentu. Aktivitas siswa dalam
kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler baik di rumah maupun sekolah memberikan
nuansa berbeda dalam menilai objek tertentu. Terpaan media massa yang
memberikan informasi mengenai realitas masyarakat dapat menambah
wawasan siswa dalam menseleksi, menilai dan mengambil keputusan mengenai
tayangan televisi namun isi media massa yang disajikan banyak yang kurang
membangun daya kritis pengguna media massa. Pengarahan orangtua sebagai
orang yang terdekat dengan siswa masih kurang karena kemampuan mereka
pun masih minim dan menganggap tayangan televisi sesuatu yang biasa..
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam melakukan
penilaian terhadap tayangan televisi. Pengetahuan siswa secara komperhensif
mengenai media televisi sangat berpengaruh pada kualitas penilaian tentang
televisi.
Faktor pengetahuan penonton mengenai tayangan televisi mempunyai
juga tidak sama. Terpaan media bervariasi yang ditentukan juga ketersediaan
media massa tersebut di tempat tinggal siswa. Kualitas dan kuantitas terpaan
media bagi masing-masing siswa ada perbedaan antara satu dengan yang lain.
Mediasi orang tua dengan siswa juga turut membantu bagaimana siswa
menggunakan televisi, namun keragaman pekerjaan, status sosial, tingkat
pendidikan dan lain sebagainya menyebabkan mediasi belum berjalan dengan
baik. Semua faktor tersebut merupakan faktor yang berhubungan dengan sikap
kritis siswa dalam menonton tayangan sinetron di televisi.
Untuk mengetahui apakah siswa SMA Depok mampu menseleksi dan
menilai tayangan sinetron di televisi serta faktor-faktor apa yang menyebabkan
penyeleksian, penilaian dan pengambilan keputusan yang tepat sehingga tidak
terpengaruh oleh efek negatif tayangan televisi, perlu diteliti lebih jauh. Untuk itu
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana sikap kritis siswa SMA Depok menonton tayangan
sinetron ?
2. Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan sikap kritis siswa SMA
Depok menonton tayangan sinetron ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bermaksud untuk mengantisipasi siswa SMA
Depok terhadap pengaruh tayangan televisi khususnya sinetron yang bersifat
negatif. Secara spesifik bertujuan:
1. Untuk mengetahui sejauhmana sikap kritis siswa SMA Depok
menonton tayangan sinetron di televisi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap
kritis siswa dalam menonton tayangan sinetron.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ilmiah memberikan pengembangan secara teoritis
berkaitan dengan keilmuan yang dikaji masing-masing peneliti dan juga
diharapkan mempunyai manfaat yang positif bagi lembaga-lembaga yang terkait
ataupun secara individual.
Permasalahan penelitian yang berkaitan dengan sikap kritis dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap kritis diharapkan dapat bermanfaat bagi
massa televisi. Selain itu juga diharapkan memberikan kontribusi bagi lembaga
yang terkait dengan kebijakan-kebijakan strategis dalam pendidikan, industri
TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan Media Massa
Pengetahuan merupakan dasar untuk menganalisa, mengevaluasi dan
membedah apakah objek yang diamati tepat atau tidak tepat, baik atau tidak
baik, berguna atau tidak berguna bagi kehidupan manusia. Pengetahuan sebagai
kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya
(Soekanto, 1970). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui (Hatta,
1979). Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan
pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek,kelompok,atau
orang (Asch, dalam Rakhmat, 2005).
Sikap kritis yang dimiliki siswa SMA Depok sangat tergantung pada
pengetahuan yang mereka miliki. Semakin banyak mengetahui isi media, industri
media dan efek media maka semakin mampu untuk melakukan evaluasi dengan
menilai sisi positif dan negatif sebuah tayangan televisi. Tayangan televisi
merupakan gambaran realitas sosial yang sebenarnya tetapi tidak persis sama
dengan realitas media yang ditayangkan melalui televisi.
Bagaimana menganalisis media dengan sadar dan kritis (literasi media)
digambarkan dalam Gambar 1.
________________________________________________________________
[image:37.612.135.502.433.634.2]______________________________________________________________________ Gambar 1. Struktur pengetahuan literasi media (Potter, 2001).
Struktur pengetahuan mengenai media dapat dibagi dua bagian, yaitu:
pengetahuan mengenai realitas sosial dan pengetahuan mengenai realitas
Media Literacy
Skill Knowledge Structure
Redumentary Advanced Real World
media. Pengetahuan mengenai realitas media dikelompokkan menjadi tiga
bagian,yaitu:
a. Pengetahuan isi media
b. Pengetahuan industri media
c. Pengetahuan efek media
Kognisi lebih menitikberatkan pada proses berpikir, memilih, mengambil
keputusan, dan menarik kesimpulan (Mar’at,1981). Bagaimana seorang bisa
memahami tayangan televisi tergantung kepada seberapa jauh pengetahuan
seseorang. Dengan banyaknya informasi yang diperoleh seseorang akan bisa
menghubung-hubungkan bahkan juga mampu mengabstraksikan sesuatu.
Namun demikian seringkali informasi yang diterima akan menimbulkan konflik
karena ada elemen kognitif yang berbeda. Elemen kognitif menurut Mar’at
(1961) pada dasarnya disebut pengetahuan, pendapat dan keyakinan.
Pengetahuan mengenai isi media
Banyak masyarakat setuju dengan media literasi karena masyarakat
membutuhkan informasi yang baik. Dengan isi media masyarakat butuh untuk
memahami bahwa pesan media adalah bangunan yang pasti mengikuti kaidah
atau ketentuan dimana kaidah tersebut mengubah realitas yang ditayangkan.
Untuk membangun pengetahuan mengenai isi media, ada tiga macam informasi,
yaitu formula isi, figur tokoh, dan nilai-nilai dalam isi (Potter, 2004).
Formula isi
.
Formula isi berkaitan dengan berita, iklan dan hiburan yang bersifat khayalan. Satu diantara formula tersebut adalah formula yangdominan. Tipe isi formula dominan dapat berubah-ubah. Pengetahuan mengenai
formula yang baik memberikan seseorang mampu mengikuti isi lebih mudah. Hal
ini juga menyediakan sebuah standar untuk mengerti kreativitas yang membuat
pesan.
Figur tokoh. Kita dapat mengalami isi dan media sebagai elemen anekdot individu, masing-masing memiliki daya cipta dan unik atau sebagai
kelompok awam khawatir akan mencontoh susunan-susunan acara yang
diperankan tokoh secara langsung, yang lebih memperhatikan gambar atau
adegan yang menonjol. Bagaimanapun beberapa topik penting mempunyai figur
tokoh yang baik. Kita butuh mengetahui pigur tokoh dalam isi media untuk
Nilai-nilai isi. Nilai ditanamkan dalam semua pesan media. Kita membutuhkan sensivitas. Contoh dalam tayangan hiburan, cerita-cerita tentang
konflik dan bagaimana konflik tersebut dipecahkan. Konflik biasanya dipecahkan
dengan pertandingan dengan gagasan agresif, yaitu dengan kekerasan.
Karakter kekerasan dibagi dua bagian, yaitu karakter yang baik dan karakter
yang jahat.
Pengetahuan industri media
Sebagai industri media, masyarakat butuh untuk memahami bahwa
media adalah bisnis dengan motivasi khusus. Pengetahuan mengenai industri
media memahami mengapa isi diproduksi dan mengapa pelaku industri membuat
keputusan menyajikannya. Ada empat bidang yang penting, yaitu:
pengembangan industri media, ekonomi, kepemilikan dan pengawasan, dan
pemasaran pesan.(Potter, 2004)
Pengembangan industri media. Masyarakat membutuhkan pemahaman dari mana media datang dan bagaimana berkembang. Hal ini membantu
mengapresiasi kekuatan, semangat mengambil keputusan, dan pemasaran. Hal
ini membantu memahami dengan baik bahwa jaman sekarang akan ditransfer
pada jaman yang akan datang.
Ekonomi. Tujuan utama organisasi media massa adalah memperbesar kekayaan pemegang saham. Media meningkatkan penghasilan dengan cara.
mencari bermacam-macam produser dengan target sasaran tertentu, pesan
khusus dan potensi interest yang tinggi. Media adalah bisnis yang diarahkan
untuk memperoleh keuntungan (Potter:2004)
Industri media televisi semakin hari semakin kompetitif. Televisi hidup dari biaya periklanan dimana televisi harus mengembangkan khalayaknya
hingga semakin besar harga iklan yang akan dibayar oleh dunia bisnis.
Bagaimana mengejar target tersebut merupakan strategi yang harus dipecahkan
oleh pengelola televisi. Masing-masing berlomba-lomba membangun khalayak
sebanyak-banyaknya yang berorientasi pada selera komunikan. Agar anak
menyukai acara-acara yang ditayangkan maka sering dibuat tayangan yang
sensasional, menarik yang dapat membangkitkan emosi sehingga penonton
tetap berada pada sikap menonton acara.
televisi sehingga kurang memperhatikan fungsi pengawasan. Masyarakat yang
mengkritik membutuhkan analisa, apa keuntungan atau kerugiannya bagi publik.
Ketika perusahaan membuat keuntungan yang besar maka pemegang saham
akan diuntungkan.
Pemasaran pesan. Untuk mengetahui bagaimana mencari pesan yang diinginkan perlu mengenal masyarakat itu sendiri. Selain itu masyarakat juga
butuh memahami bagamana media memasarkan pesannya. Banyak orang
menggunakan media massa yang bukan hanya massa dari media massa.
Masyarakat butuh memahami tempat pemasaran media. Mereka butuh berpikir
untuk menempatkan pesan mereka dan tempat yang harus mereka hindari.
Sebaiknya televisi sebagai lembaga media turut bertanggungjawab
tentang dampak tayangan televisi bagi anak karena anak adalah generasi
penerus bangsa. Jika mental, sikap, dan perilaku anak sudah rusak maka
bangsa ini juga dalam jangka waktu yang panjang akan dipimpin oleh
orang-orang yang moral dan perilaku yang tidak baik.
Pengetahuan Efek Media
Masyarakat butuh memahami apakah mereka mempunyai kemampuan
untuk merundingkan makna pada diri mereka sendiri. Efek media massa ada
lima tingkatan, yaitu : cognitive, attitudinal, emotional, physiological, behavioral,
dan societal (Potter,2004). Efek ini terjadi pada individu-individu baik langsung
maupun tidak langsung, jangka pendak maupun jangka panjang. Perubahan
pengetahun, sikap, emosional, fisiologis ( berkaitan dengan pengetahuan
sifat-sifat dan proses dari pada barang hidup), perilaku dan perubahan masyarakat
(societal) dapat terjadi setelah menonton televisi.
Televisi sebagai salah satu media teknologi yang bersifat audiovisual
sangat berpengaruh dalam membentuk sikap, pengetahuan dan perilaku
penontonnya. Sehubungan dengan itu menurut teori komunikasi yang bersifat
linier, pengaruh media massa seperti peluru yang siap ditembakkan kepada
sasarannya. Teori ini sudah tidak sesuai dengan keadaan masyarakat dimana
masyarakat sudah mulai memilih tayangan yang sesuai dengan selera dan
Televisi Sebagai Media Massa
Media massa mempunyai persamaan dan perbedaan antara satu dengan
yang lain . Secara umum tujuannya sama namun secara khusus ada perbedaan
baik ideologi, visi, misi, dan fisik media massa tersebut.
Ciri-ciri media massa menurut Nurudin (2003) ada tujuh poin yang
penting, yaitu :
1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga
2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen
3. Pesannya bersifat umum
4. Komunikasinya berlangsung satu arah
5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan
6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis
7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.
Ciri-ciri tersebut berlaku bagi semua media massa baik cetak, audio,
maupun audiovisual. Media massa sering dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
media massa tampak (visual), media massa berbentuk dengar (radio), dan media
massa berbentuk gabungan tampak dengan dengar (audiovisual). Media massa
yang berbentuk tampak umumnya dikerjakan dengan mesin cetak dan disebut
media massa cetak, meliputi koran, selebaran, majalah, bulletin, tabloid, dan
buku. Media massa bentuk dengar meliputi semua alat mekanis yang
menghasilkan lambang suara termasuk musik, seperti radio dan kaset. Media
massa bentuk gabungan tampak dan dengar (audiovisual) meliputi televisi, kaset
musik video dan film. Radio, televisi, dan film pada dasarnya bekerja dengan
elektronik sehingga disebut media elektronik (Efendy,1994). Namun jika
mengikuti perkembangan teknologi sekarang ini sudah semakin banyak
ragamnya termasuk media teknologi komputer sebagai alat komunikasi (internet).
Televisi merupakan paduan audio dari dua bagian yang berbeda, yaitu
audio dari segi penyiarannya (broadcast) dan video dari segi gambar
bergeraknya (moving images). Televisi mempunyai kelebihan, yakni dapat
didengar dan dilihat sekaligus. Khalayak dapat melihat gambar yang bergerak
sekaligus kata-kata dan keduanya mempunyai kesesuaian secara harmonis.
Dalam hal kelancaran siaran televisi ada pihak yang bertanggungjawab,
yaitu pengarah acara. Apabila pengarah acara membuat naskah, ia harus
1. Visualisasi, yakni menterjemahkan kata-kata yang mengandung
gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dalam proses
visualisasi pengaruh acara harus berusaha menunjukkan objek-objek
tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikan sedemikian rupa
sehingga mengandung suatu makna.
2. Penggambaran, yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual
sedemikian rupa sehingga kontinuitasnya mengandung makna
tertentu. Dalam hal pengoperasian memerlukan tiga perangkat keras
(hard ware), yaitu: studio (sarana dan prasarana penunjang),
pemancar (transmisi), dan pesawat penerima.
Tayangan Sinetron
Tayangan televisi dapat dibagi tiga bagian, yaitu berita, iklan dan hiburan.
Fungsi hiburan media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi
dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain karena masyarakat masih
menjadikan TV sebagai media hiburan. Jam-jam prime time (pukul 19.00 sampai
21.00 Wib) akan disajikan acara-acara hiburan seperti sinetron, kuis atau acara
jenaka lainnya.
Sinetron termasuk dalam program siaran drama yang dapat dibagi dua
yaitu sinetron cerita dan non cerita. Perbedaannya terletak pada format sinetron.
Sinetron cerita terdiri dari beberapa jenis, yaitu sinetron drama modern, sinetron
drama legenda, sinetron drama komedi, sinetron drama saduran, dan sinetron
drama yang dikembangkan dari cerita atau buku novel, cerita pendek dan
sejarah. Menurut Soenarto (2007) sinetron drama dapat ditempatkan pada pagi
hari, sore atau malam hari, tergantung pada tema cerita dan siapa sasarannya.
Ceiita drama bisa didapatkan dari produk dalam negeri atau disewa dari luar
negeri. Durasinya bisa 30 menit, 60 menit, 90 menit, atau bahkan lebih.
Sinetron merupakan singkatan dari sinema elektronik yang pada
dasarnya sama dengan film. Bedanya, sinetron merupakan cerita yang
berlanjut atau bersambung dan diambil dengan kamera video (secara elektronik).
Film menurut Jarvie (1987) adalah gambar bergerak yang mempunyai makna.
Film secara garis besar dibedakan menjadi dua macam, yaitu film cerita dan film
non cerita. Film cerita : film drama, film horror, film perang, film sejarah, film fiksi
ilmiah, film komedi, film laga, film musikal dan film koboi. Film non cerita: film
Mediasi Orangtua
Situasi keluarga dan hubungan orangtua dengan anak turut menentukan
sikap dan tindakan anak dalam menonton televisi. Orangtua yang sibuk bekerja
setiap hari kurang memperhatikan anak dalam keluarga termasuk kegiatan
menonton televisi. Orangtua selalu mengupayakan memenuhi kebutuhan hidup
yang layak termasuk barang-barang elektronik untuk anak-anak mereka. Situasi
ini akan berpengaruh pada perilaku anak menonton televisi dan bagaimana
penilaian mengenai tayangan televisi.
Mediasi orangtua didefinisikan dalam Encyclopedia of Communication
and Information sebagai semua kegiatan interaksi orangtua dengan anak
mengenai televisi. Usaha orangtua mengatasi efek televisi tampaknya masuk
definisi mediasi orangtua (Schement, dalam Rakhmani, 2005). Penelitian ini
menggunakan definisi orangtua dalam arti yang lebih luas, yakni orangtua yang
mencakup ibu atau ayah, orangtua tiri, orangtua angkat. Parenting dalam
penelitian ini dilakukan oleh orangtua tunggal maupun berpasangan.
Lebih lanjut Nathanson dalam Rakhmani, (2005) mengatakan mediasi
orangtua adalah tindakan nyata yang dilakukan pihak orangtua dalam membatasi
efek media massa, yang dibagi tiga tipe, yaitu: 1) Mediasi aktif, yaitu percakapan yang dilakukan antara orangtua dengan anak mengenai televisi
yang diidentifikasi menjadi tiga jenis, yaitu: a) Aktif negatif, yaitu percakapan secara umum berada dalam konteks negatif. b) Aktif positif, yaitu orangtua memberikan komentar-komentar positif mengenai apa yang ditonton anak di
televisi. c) Aktif netral, yaitu jenis mediasi aktif yang melibatkan penyediaan informasi tambahan atau instruksi bagi anak mengenai isi televisi. 2)Mediasi restriktif, yaitu peraturan yang ditentukan orangtua mengenai pola anak menonton televisi 3) Mediasi Coviewing, yaitu orangtua yang menyaksikan televisi bersama dengan anaknya.
Keluarga yang rukun dan damai serta tingkat pendapatan akan
berpengaruh pada perilaku orangtua mengarahkan anaknya menonton dan
menilai tayangan televisi. Berdasarkan hasil penelitian Warren (2005), orangtua
yang tingkat pendapatannya rendah cenderung menggunakan mediasi
restrictive daripada coviewing atau instructive. Selain itu temuan penelitian
Rakhmani (2005) menunjukkan orangtua yang mempunyai sikap negatif
anak-anak mereka mengenai efek negatif tayangan televisi. Orangtua yang
bersikap positif memilih tipe mediasi yang aktif secara kuat. Ketika pro terhadap
isi televisi maka mereka akan melakukan tindakan yang menunjukkan
membenarkan atau mendukung bahwa mereka pro terhadap televisi. Ketika
memiliki sikap negatif, merekapun melakukan hal yang berlawanan guna
mendukung sikap mereka.
Sikap orangtua terhadap televisi menunjukkan bagaimana orangtua
melakukan mediasi. Artinya sikap yang positif akan dominan melakukan mediasi
sedangkan sikap orangtua yang negatif terhadap isi televisi justru tidak
melakukan mediasi apa-apa.. Bagi orangtua yang melakukan mediasi lebih
cenderung menggunakan mediasi aktif dimana terjadi percakapan antara
orangtua dan anak mereka. Percakapan yang dilakukan tentu akan memberikan
kontribusi bagaimana si anak mengakses, menilai dan memutuskan tentang
tayangan televisi.
Sikap orangtua mengenai media terutama tayangan televisi akan
berhubungan dengan pemberian stimulus kepada anak mereka. Rangsangan
yang tepat dapat memunculkan potensi, kemampuan anak dalam lingkungan
sekitarnya. Seperti yang dikemukakan Tobing (2007), bahwa
rangsangan-rangsangan yang tepat diharapkan dapat `memunculkan' potensi atau bakat
kemampuan anak, seperti antara lain: musik, matematika, melukis, menari dan
lain sebagainya.
Terpaan Media Massa
Terpaan artinya serangan atau terkaman. Terpaan media adalah seberapa banyak media mengenai sasaran dalam kurun waktu tertentu. Dalam
konteks ini sasaran menggunakan media yang difokuskan pada media massa
baik yang bersifat cetak seperti suratkabar dan majalah, audio seperti radio, dan
audiovisual seperti televisi. Media mengenai sasaran terkait dengan penggunaan
media. Khalayak menggunakan media massa sudah pasti media mengenai
sasaran.
Rangsangan-rangsangan yang tepat diharapkan dapat memunculkan
potensi atau bakat, dan kemampuan anak, antara lain: musik, matematika,
melukis, menari dan lain sebagainya. (Tobing, 2007). Jumlah rangsangan, waktu
massa, memunculkan kemampuan kognitif, afektif, maupun konatif dalam diri
pengguna stimulus.
Penelitian Parwadi (2005) menunjukkan bahwa penggunaan media
mempunyai kontribusi atau pengaruh terhadap terjadinya penyimpangan nilai
dan perilaku. Penggunaan media televisi memang benar dapat mempengaruhi
penontonnya. Penyimpangan nilai dan perilaku terjadi, seperti cenderung
semakin permisif, berani, dan tidak sungkan-sungkan melakukan hal-hal yang
dianggap tabu atau dilarang agama maupun masyarakat terutama berusia
14 - 22 tahun (73,87 %) Usia ini adalah termasuk usia remaja atau siswa SMA.
Pada dasarnya belum ada konsep yang baku tentang batasan
penggunaan media. McQuail dan Windhal (1981), menggunakan konsep
penggunaan media yang dijabarkan sebagai jumlah isi yang digunakan dalam
berbagai media, jenis isi yang dikonsumsi, serta hubungan antara individu
konsumen media dengan isi media, Aspek-aspek terpaan media yang diukur
pada umumnya adalah aspek waktu yang digunakan dalam rangka mengikuti
berbagai media, jenis-jenis media yang diikuti, dan berbagai hubungan antara
individu yang mengkonsumsi baik dengan isi media maupun dengan media pada
umumnya (Rosengren, 1974).
Salah satu contoh pengukuran waktu yang digunakan dalam mengikuti
media dilakukan oleh McLeod dan Backer (1974) mengajukan pertanyaan:
1. “Rata-rata satu minggu berapa jam biasanya menonton televisi
setelah pukul lima petang “
2. Bagaimanakah kekerapan anda menonton jenis-jenis acara televisi
berikut ini? Acara-acara dikategorikan atas, siaran berita nasional,
lokal, khusus, dokumenter. Sedangkan kekerapan dikategorikan atas :
sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah.
Karakteristik Siswa SMA
Murid Sekolah Menengah Umum (SMA) berumur antara 15 sampai 18
tahun yang masuk dalam kategori masa remaja. Secara sederhana, remaja
dapat dinyatakan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun.
Tahapan perkembangan kejiwaan remaja dan tingkat usianya dapat
diklasifikasikan menjadi (a) remaja dini (12-15 tahun), (b) remaja penuh (15-17)
tahun, dan (c) dewasa muda (17-21) tahun (Hadisuprapto dalam Efefendi AW,
dorongan seks (Sarwono, 2004). Namun tidak semua remaja mengalami
pendidikan sampai pada tingkat SMA.
Secara umum yang dimaksud masa remaja adalah saat anak mulai
matang secara seksual dan berakhir pada saat tercapainya kedewasaan
pertumbuhan fisik, serta kesanggupan bertingkah laku yang dikuasai rasio dan
pengendalian emosi. Dengan tercapainya kematangan fisik yang berkaitan
dengan kematangan alat genetika bagian dalam maka berakhirlah masa
pubertas, disaat inilah seseorang mulai menginjak masa remaja.
Selain ciri-ciri fisik, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) biasanya
sedang mencari jati diri dengan aktif mengikuti berbagai macam kegiatan yang
bersifat ekstrakurikuler baik di sekolah maupun diluar sekolah. Kegiatan tersebut
banyak membentuk penilaian terhadap objek-objek yang menerpa mereka.
Misalnya: kegiatan pramuka, kegiatan olehahraga dan seni, mengikuti
seminar-seminar ilmiah, ikut berkecimpung dalam keorganisasian, dan sebagainya.
Pengalaman berorganisasi baik formal maupun informal merupakan pengalaman
yang melekat pada diri siswa SMA. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan yang dapat memberikan bekal dalam menilai segala stimulus yang
menerpa diri manusia termasuk tayangan televisi, internet dan lain sebagainya.
Masa SMA adalah masa remaja usia 15 s/d 18 tahun yang paling
menarik dan menantang dalam kehidupan anak remaja dan orang tua. Seorang
remaja akan mulai matang secara fisik, emosi dan intelektual. Mereka haus akan
pengalaman yang terbebas dari orang tua. Ikatan-ikatan dengan keluarga tidak
terlalu diperketat lagi, tetapi tetap tidak menghilangkan peranan pengawasan
orangtua. Kehidupan remaja sangatlah rumit, sehingga mereka membutuhkan
kebebasan sekaligus arahan pada waktu yang bersamaan.
Walaupun siswa SMA homogen dari segi usia namun perbedaan
karakteristik tetap ada karena kepribadian manusia berbeda-beda. Menurut Malik
(1994), kepribadian manusia memiliki empat determinan pokok, yaitu: (1) biologi
atau keturunan, (2) keanggotaan dalam kelompok, khususnya dalam
lingkungannya, (3) peran atau termasuk usia, status sosial, kelas, dan warna kulit
seseorang, (4) situasi, semua kejadian yang mempengaruhi yang memungkinkan
dua orang bersaudara dalam lingkungan yang sama menjadi benar-benar
Perbedaan karakteristik kepribadian individu dapat menyebabkan
bervariasinya efek pesan. Setiap orang mengakumulasi predisposisi berpikir
dan bertindak dengan cara tertentu pada berbagai tempat dan sumber.
Struktur biologis manusia-genetika, sistim syaraf dan sistim hormonal
sangat mempengaruhi perilaku manusia. Struktur genetik misalnya
mempengaruhi kecerdasan, kemampuan sensasi, dan emosi. Sistim saraf
mengatur pekerjaan otak dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia.
Sistim hormonal bukan saja mempengaruhi mekanisme biologi tetapi juga proses
psikologi (Rakhmat, 2005).
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa karakteristik
manusia berhubungan dengan kecerdasan, proses pengolahan informasi,
termasuk dalam sikap dan berperilaku. Sikap kritis juga didasari atas
kecerdasan dan kemampuan mengolah informasi yang menghasilkan sikap yang
kritis dalam menonton tayangan televisi. Laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan dari segi genetika yang berkaitan dengan proses berpikir.
Jenis kelamin dapat merujuk