• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisis Kayu Lapis Batang Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sifat Fisis Kayu Lapis Batang Kelapa Sawit"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIS KAYU LAPIS BATANG KELAPA SAWIT

SKRIPSI

ARIF BUDIMAN 031203027

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Arif Budiman. Sifat Fisis Kayu Lapis Batang Kelapa Sawit. Dibimbing oleh Arif Nuryawan S. Hut, M. Si dan Evalina Herawati S. Hut, M. Si.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbandingan sifat fisis kayu lapis yang berbahan baku kelapa sawit dengan kayu lapis sembarang di pasaran. Data yang diperoleh dari pengujian sifat fisis (kadar air, kerapatan, daya serap air, dan pengembangan tebal) dalam bentuk rataan untuk masing- masing pengujian dalam 3 (tiga) kali ulangan, yaitu kayu lapis dengan perbandingan kelapa sawit dan kayu sembarang dengan perbandingan 50:50, kayu lapis dengan perbandingan kayu lapis dan kayu sembarang 50:50 dengan menggunakan pengawet boraks, dan kayu lapis sembarang yang dijual di pasar. Hasil penelitian ini adalah kayu lapis yang mempunyai kualitas sifat fisis yang terbaik terdapat pada kayu lapis sembarang yang dijual di pasaran.

(3)

Arif Budiman. Nature Fisis Plywood Palm Trunk. Guided by Arif Nuryawan S.Hut, M. Si dan Evalina Herawati S. Hut, M. Si.

ABSTRACT

This study aims to evaluate the comparative physical properties of plywood is made from raw palm oil with any plywood on the market. Data obtained from testing physical properties (water content, density, water absorption, and swelling thicknes) in the form of averaging for each test within 3 (three) times repeated, namely plywood in the proportion of palm oil and timber in the ratio of any 50 : 50, with a ratio of plywood and wood plywood any 50: 50 by using borax preservatives, and any plywood sold in the market. The results of this research is plywood that has the quality of the best physical properties contained in any plywood on the market.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Sifat Fisis Kayu Lapis Batang Kelapa Sawit”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan

mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Arif Nuryawan, S. Hut, M. Si dan Evalina Herawati, S. Hut, M. Si selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan

berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul,

melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk PT. Raja Garuda

Mas Panel di Desa Blok Songo Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu

Selatan Sumatera Utara, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas

bantuannya dalam pengambilan dan pengadaan sampel.

Disamping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar

dan pegawai Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Desember 2009

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 12 oktober 1985 dari ayah

almarhum B.Sitorus dan ibu S. Sembiring. Penulis merupakan putra sulung dari 3

bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU N 2 Kabanjahe dan pada tahun

yang sama diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen

Kehutanan. Fakultas Pertanian USU melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Sylva Universitas Sumatera Utara (HIMAS USU) dari tahun

2003-2009. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengolahan Hutan (P3H) pada

bulan Juni 2005 di Hutan Mangrove Desa Kayu Besar Kabupaten Asahan dan

Taman Hutan Raya Kabupaten Karo selama 20 hari. Penulis melaksanakan

Praktik Kerja Lapang di Toba Pulp Lestari Tbk mulai tanggal 26 Juli sampai 26

(6)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian... 2

Hipotesis Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Penting Dari Sawit ... 4

Komponen Limbah Batang Kelapa Sawit ... 4

Kelemahan Batang Kelapa Sawit ... 7

Kayu komersial yang Diperdagangkan ... 9

Kayu lapis ... 10

(7)

DAFTAR TABEL

Hal 1. Pengujian Sifat-Sifat Penting Kayu Sawit ... 4

2. Karakteristik Kayu Sawit, Agathis dan Jati ... 8

(8)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Penampang Lintang Kelapa Sawit ……… 5

2. Jaringan Pembuluh (Vascular Bundles) dengan Satu Vessel ……… 5

3. Jaringan Mikroskopis Vascular Bundles Batang Sawit dan Keberadaan

Parenkim, Vessel, Serat, dan Phloem ... 6

4. Struktur Mikroskopis Vascular Bundles Batang Sawit dan Keberadaan

Parenkim, Vessel dan Serat Dilihat dari Arah Longitudinal ... 6

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Rataan Hasil Pengukuran Kadar Air Kayu Lapis.A ... 24

2. Rataan Hasil Pengukuran Kadar Air Kayu Lapis B ... 24

3. Rataan Hasil Pengukuran Kadar Air Kayu Lapis C ... 24

4. Rataan Hasil Pengukuran Kerapatan Kayu Lapis A ... 25

5. Rataan Hasil Pengukuran Kerapatan Kayu Lapis B ... 25

6. Rataan Hasil Pengukuran Kerapatan Kayu Lapis C ... 25

7. Rataan Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kayu Lapis A ... 26

8. Rataan Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kayu Lapis B ... 26

9. Rataan Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kayu Lapis C ... 26

10. Rataan Hasil Pengukuran Pengembangan Tebal Kayu Lapis A ... 27

11. Rataan Hasil Pengukuran Pengembangan Tebal Kayu Lapis B ... 27

12. Rataan Hasil Pengukuran Pengembangan Tebal Kayu Lapis C ... 27

(10)

Arif Budiman. Sifat Fisis Kayu Lapis Batang Kelapa Sawit. Dibimbing oleh Arif Nuryawan S. Hut, M. Si dan Evalina Herawati S. Hut, M. Si.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbandingan sifat fisis kayu lapis yang berbahan baku kelapa sawit dengan kayu lapis sembarang di pasaran. Data yang diperoleh dari pengujian sifat fisis (kadar air, kerapatan, daya serap air, dan pengembangan tebal) dalam bentuk rataan untuk masing- masing pengujian dalam 3 (tiga) kali ulangan, yaitu kayu lapis dengan perbandingan kelapa sawit dan kayu sembarang dengan perbandingan 50:50, kayu lapis dengan perbandingan kayu lapis dan kayu sembarang 50:50 dengan menggunakan pengawet boraks, dan kayu lapis sembarang yang dijual di pasar. Hasil penelitian ini adalah kayu lapis yang mempunyai kualitas sifat fisis yang terbaik terdapat pada kayu lapis sembarang yang dijual di pasaran.

(11)

Arif Budiman. Nature Fisis Plywood Palm Trunk. Guided by Arif Nuryawan S.Hut, M. Si dan Evalina Herawati S. Hut, M. Si.

ABSTRACT

This study aims to evaluate the comparative physical properties of plywood is made from raw palm oil with any plywood on the market. Data obtained from testing physical properties (water content, density, water absorption, and swelling thicknes) in the form of averaging for each test within 3 (three) times repeated, namely plywood in the proportion of palm oil and timber in the ratio of any 50 : 50, with a ratio of plywood and wood plywood any 50: 50 by using borax preservatives, and any plywood sold in the market. The results of this research is plywood that has the quality of the best physical properties contained in any plywood on the market.

(12)

PENDAHULUAN

Kebutuhan terhadap kayu semakin tinggi seiring berkembangnya

pembangunan di Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab dari

sekian banyak faktor yang memicu laju kerusakan hutan sehingga industri

kehutanan mengalami krisis bahan baku. Pada tahun 2006 produksi kayu

Indonesia sebesar 21,7 juta m3, padahal setiap tahun industri kayu Indonesia

memerlukan 72 juta m3 kayu (Departemen Kehutanan, 2008a). Dengan demikian

terjadi defisit sekitar 46 juta m3. Kekurangan pasokan yang sangat besar tersebut

perlu segera diantisipasi karena akan membahayakan kelestarian hutan dan

kelanjutan industri perkayuan di Indonesia.

Kini diperkirakan tutupan hutan Indonesia tinggal 113,6 juta hektar

(Departemen Kehutanan, 2008b), dan diyakini sudah mengalami degradasi akibat

kegiatan manusia, mulai dari perladangan berpindah sampai pembukaan lahan

perkebunan dan lahan hutan industri (HTI). Upaya memperbaiki kondisi hutan

Indonesia terus dilakukan seperti yang dilakukan pemerintah melalui program

GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan). Selain itu juga

muncul ide-ide untuk melakukan efisiensi terhadap pemanfaatan kayu solid, yaitu

dengan mencari alternatif melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

pengolahan kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya baik kayu maupun non kayu,

salah satunya adalah pengembangan pemanfaatan limbah batang kelapa sawit

Di Indonesia terdapat potensi limbah kayu kelapa sawit yang cukup besar.

Mengingat pohon kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun. Setelah itu,

pohon akan ditebang karena produksinya menurun dan pohon terlalu tinggi karena

(13)

dengan kerapatan 130-143 pohon per hektar. Setelah 25 tahun diperkirakan ada

sekitar 10% pohon mati sehingga pada saat peremajaan terdapat sekitar 117 pohon

tua per hektar. Pada tahun 1967-1982 luas pertambahan areal kelapa sawit

mencapai rata-rata 15 ribu hektar/tahun. Dengan asumsi bahwa luas areal yang

diremajakan sama dengan pertambahan luas areal kelapa sawit 25 tahun

sebelumnya, maka pada tahun 1997-2007 ada sekitar 1,7 juta pohon yang

ditebang setiap tahun. Pada tahun 1983-1990 pertambahan areal rata-rata

mencapai 100 ribu hektar/tahun sehingga pada tahun 2008-2015 jumlah pohon

yang ditebang mencapai 11,7 juta pohon/tahun. Kayu kelapa sawit tersebut akan

terus tersedia sepanjang tahun karena peremajaannya dilakukan secara kontinyu

(Prayitno dan Darnoko, 1994).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perbandingan sifat fisis

kayu lapis yang berbahan baku kelapa sawit (Elaeis guineensis) dengan kayu lapis

sembarang yang ada di pasaran.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa

informasi tentang sifat-sifat fisis dari kayu lapis yang terbuat dari bahan kelapa

sawit (Elaeis guineensis) dengan kayu lapis sembarang yang umum dijual di

pasaran sehingga dapat digunakan dasar untuk penelitian dan pemanfaatan lebih

lanjut.

Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menduga adanya perbedaan sifat fisis dari papan kayu lapis

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun

sebaiknya diremajakan karena pohon sudah tua dan terlalu tinggi atau lebih dari

13 meter sehingga menyulitkan untuk dipanen (Risza, 1994). Bakar (2003),

dinyatakan bahwa volume peremajaan tersebut dihasilkan limbah batang yang

mengandung kayu dalam jumlah besar. Berdasarkan data statistik perkebunan

tahun 2000 dalam Bakar (2003), dinyatakan bahwa volume peremajaan pada

tahun 2001-2005 seluas 59.712 ha yang menghasilkan 11 juta m3 dalam bentuk

log atau 3,6 juta m3 dalam bentuk kayu gergajian. Tahun 2021-2025 luas areal

perkebunan diperkirakan seluas 229.948 ha, yang akan menghasilkan volume log

sebesar 42,3 juta m3 melebihi total produksi kayu dari hutan alam ini.

Batang sawit dapat dijadikan sebagai bahan baku pengganti atau substitusi

kayu dan serat, seperti industri pulp, perabot dan papan pertikel karena tingkat

ketersediannya yang berlimpah sepanjang tahun. Lubis et al (1994) menyatakan

bahwa batang kelapa sawit mengandung serat dan parenkim dimana keduanya

dapat digunakan dengan tujuan yang berbeda parenkim mengandung pati yang

tinggi khususnya pada bagian atas batang. Densitas atau kerapatan batang

menurun dengan naiknya ketinggian batang. Oleh karena itu cara pemanfaatan

batang kelapa sawit yang paling tepat adalah sebagai berikut:

1. Bagian bawah sampai ketinggian 2 meter dapat dimanfaatkan untuk

furniture (tiger wood) karena pada bagian ini mempunyai karakteristik

khusus yaitu terdapat bercak-bercak hitam yang populer disebut sebagai

(15)

2. Bagian atas (> 2 meter) dapat dimanfaatkan dengan dua cara, yaitu: serat

untuk papan serat atau papan partikel, sedangkan parenkim dapat

digunakan sebagai pakan ternak.

Sifat penting dari sawit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa batang sawit mempunyai sifat yang

sangat beragam dari bagian luar ke pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian

pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari kayu sawit untuk setiap

bagian batang disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Pengujian Sifat-sifat penting kayu sawit

Sifat-sifat penting Bagian dalam batang

Tepi Tengah Pusat

Berat Jenis Kadar Air (%)

Kekakuan Lentur (kg/cm²) Keteguhan Lentur (kg/cm²) Susut Volume (%) Sumber : Bakar (2003)

Komponen limbah batang kelapa sawit

Prayitno dan Darnoko (1994) menjelaskan bahwa pohon kelapa sawit yang

akan diremajakan mempunyai tinggi 9-12 meter dengan diameter 45-65 cm yang

diukur pada ketinggian 1,5 meter dari tanah. Bagian kulitnya mempunyai

ketebalan sekitar 3-3,5 cm (Gambar 1). Kayu kelapa sawit terdiri atas serat dan

parenkim. Kandungan parenkim ini meningkat pada bagian batang. Parenkim

kelapa sawit bagian atas mengandung pati sampai 40% kadar air kayu kelapa

(16)

Gambar 1. Penampang lintang kelapa sawit (foto oleh E. Bauker, 2005 dalam Erwinsyah, 2008)

Pohon sawit tergolong famili palmae, mempunyai ”kayu” dengan

komposisi sel utama berupa jaringan pembuluh (vascular bundles) (Gambar 2)

dan jaringan parenkim (Rahayu,2001). Jaringan pembuluh disusun/ terdiri atas

jaringan serat, pembuluh penyalur makanan atau metaxylem (meta dan proto).

Fungsi utama jaringan pembuluh adalah sebagai penyokong batang, dimana sel

mengandung serabut tebal dan mengandung silika. Parenkim berdinding tipis dan

mengandung karbohidrat yang tinggi (Coto, 2003).

(17)

Lebih jelas berikut ini disajikan pada Gambar 3. Struktur anatomi bagian batang

kelapa sawit secara makroskopis.

Gambar 3. Jaringan mikroskopis vascular bundles batang sawit dan keberadaan parenkim, vessel, serat, dan phloem (foto oleh E. Bauker, 2005 dalam Erwinsyah, 2008)

Jika dilihat pada arah longitudinal, maka struktur mikroskopis vascular

bundles batang sawit dan keberadaan parenkim, vessel, serat, dan phloem terlihat

dan tersaji pada Gambar 4.

(18)

Kelemahan batang kelapa sawit

Batang sawit memeliki jumlah kekurangan : tidak kuat, tidak awet,

mempunyai susut yang sangat besar dan seterusnya, sehingga tidak dapat

digunakan dalam bentuk alami. Penggunaan batang sawit sebagai kayu solid

setidaknya mempunyai empat kelemahan yaitu stabilitas dimensi rendah,

kekuatan rendah, keawetan rendah, dan sifat permesinan jelek, sehingga dari dulu

limbah batang sawit diabaikan, bahkan dianggap sebagai limbah mengganggu

(Bakar,2003). Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat hal yang

kurang menguntungkan dari kayu sawit dibandingkan kayu biasa diantaranya

adalah:

1. Kandungan air pada batang segar sangat tinggi (dapat mencapai 500%).

2. Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai

(45 %)

3. Keawetan alami sangat rendah.

4. Kadar air kesetimbangan relatif tinggi.

5. Dalam proses pengeringan terjadi kerusakan parenkim yang disertai

dengan perubahan dan kerusakan fisis secara berlebihan terutama pada

bagian kayu berkerapatan rendah.

6. Dalam pengolahan mekanis batang sawit lebih cepat menumpulkan pisau,

gergaji, dan amplas.

7. Kualitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif lebih rendah.

8. Dalam proses pengerjaan akhir (finishing) memerlukan bahan yang lebih

(19)

Salah satu masalah serius dalam pemanfaatannya adalah sifat higroskopis

yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga kadar air tanur, batang sawit

dapat kembali menyerap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%.

Pada kondisi ini beberapa jenis cendawan dan jamur dapat tumbuh subur baik

pada permukaan kayu maupun bagian dalam kayu sawit. Hal ini terutama sangat

berhubungan dengan karakteristik kimia kayu sawit yang memiliki kandungan

ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu biasa. Persentase

kandungan dan kelarutan karakteristik kimia kayu sawit lebih besar/banyak

dibandingkan kayu biasa seperti agathis dan jati disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Kimia Kayu Sawit, Agathis, dan Jati.

Sifat Kimia Sawit Agathis Jati

Sumber : Balfas (2003)

Balfas (2003) juga mengatakan bahwa kayu sawit memiliki beberapa hal

yang sangat menguntungkan dengan kayu biasa, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Harga kayu atau biaya eksploitasi sangat rendah.

2. Warna kayu cerah dan lebih seragam.

3. Tidak mengandung mata kayu.

(20)

5. Mudah diberi perlakuan kimia

6. Mudah dikeringkan

7. Pada bagian atas cukup padat (kerapatan > 500 gr/cm3) tidak dijumpai

perubahan atau kerusakan yang berarti.

Kayu Komersial yang Diperdagangkan

Menurut Sitorus (2009), pemanfaatan kayu-kayu berkualitas baik seperti

ulin, merbau, meranti, damar sangat sedikit dan terbatas. Hal ini diakibatkan oleh

harga kayu-kayu tersebut cukup mahal dan stok kayu yang sedikit bahkan tidak

ada disuplai lagi dari hutan. Jenis-jenis kayu yang ada di panglong hanya terdiri

atas beberapa jenis kayu saja, jenis kayu yang dulunya yang jarang dipergunakan,

saat ini banyak ditemukan di pasaran dan digunakan sebagai konstruksi bangunan

serta keperluan lainnya.

Adapun jenis kayu tersebut adalah kayu buah-buahan serta kayu hutan

lainnya yang kurang awet serta beberapa jenis kayu dengan kelas kuat I-II. Kayu –

kayu yang beredar di pasaran dibagi dalam 5 kelas, yaitu:

1. Sembarang keras (SK) Kampung, merupakan jenis kayu yang berasal dari

perkampungan penduduk baik itu yang tumbuh liar/alami maupun

tanaman yang dibudidayakan seperti pohon buah-buahan, seperti durian

(Durio zibethinus), nangka (Arthocarpus integra), rambutan (Nephelium

lappaceum).

2. Sembarang keras (SK) hutan, jenis kayu campuran yang berasal dari hutan

yang tumbuh secara alami dan bukan merupakan jenis tanaman yang

sering dibudidayakan. Kayu SK Hutan adalah jenis kayu yang dulunya

(21)

hutan alam sangat terbatas. Seperti ingul/surian (Toona sureni Merr),

mersawa (Anisoptera spp), rengas (Gluta rengas L).

3. Kayu meranti (Shorea spp), meranti batu (Shorea platyclados), meranti

gembung (Shorea leprosula Mig), dan keruing (Dipterocarpus spp)

4. Kayu damar laut (Shorea spp Roxb).

5. Kayu merbau (Intsia spp), merupakan jenis kayu yang memiliki kualitas

terbaik saat ini diperdagangkan di panglong. Jenis kayu merbau ini juga

memiliki warna lebih gelap jika dibandingkan dengan jenis kayu lainnya.

Banyak jenis kayu komersial yang disebutkan oleh Martawijaya et al

(1981) dalam atlas kayu Indonesia tidak ditemukan atau diperdagangkan lagi,

diantaranya adalah jenis kayu sungkai (Peronema canescens Jack), Eboni

(Diospyros celebica Back) yang merupakan jenis kayu kelas kuat I-II.

Kayu Lapis

Kayu lapis juga dikenal dengan sebutan tripleks atau multipleks. Sesuai

dengan namanya, kayu lapis terbentuk dari beberapa lapis lembaran kayu.

Lembaran-lembaran tersebut direkatkan dengan tekanan tinggi dan menggunakan

perekat khusus. Kayu lapis yang terdiri atas tiga lembar kayu disebut tripleks.

Sedangkan yang terdiri atas lebih dari tiga lembar kayu, disebut multipleks.

Jumlah lapisan ini harus selalu ganjil, sebab jumlah ganjil diyakini lebih kuat

dibandingkan dengan genap (Annisa, 2008).

Ketebalan kayu lapis bervariasi, mulai dari 3 mm, 4 mm, 9 mm, dan 18

mm. Sedangkan ukuran penampangnya adalah 120 cm x 240 cm. Kayu lapis bisa

digunakan sebagai material untuk kitchen set, tempat tidur, lemari, atau meja

(22)

Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), kayu lapis adalah produk panel

dari vinir-vinir kayu yang direkatkan bersama sehingga serat sejumlah vinir tegak

lurus dan lainnya sejajar sumbu panjang panel. Pada kebanyakan tipe kayu lapis,

serat setiap dua lapisan sekali diletakkan sejajar yang pertama. Kayu lapis terdiri

atas lapisan-lapisan vinir yang berjumlah ganjil (3, 5, 7, dst), tetapi ada juga kayu

lapis kayu lunak yang terbuat dari 4 atau 6 lapisan vinir.

Tsoumis (1991), mendefenisikan kayu lapis adalah produk panel yang

dibuat dengan cara merekatkan lembaran vinir menjadi lembaran yang

selang-seling. Karakteristik kayu lapis ditunjukkan oleh permukaan serat yang sudutnya

berturut-turut dengan baik, tetapi sering dibuat dengan merekatkan dua lembaran

dengan serat yang paralel. Secara umum permukaan serat yang sudutnya

berturut-turut dengan baik, tetapi sering dibuat dengan merekatkan dua lembaran dengan

serat yang paralel.

Secara umum permukaan kayu lapis biasanya berjumlah tiga atau lima

kadang-kadang tujuh atau sembilan lapis, tetapi boleh juga sama (empat atau

lebih) saat kedua permukaan vinir secara paralel. Lembaran vinir dipilih menurut

bentuk pembuatan kayu lapis dekoratif (furniture dan dinding panel) dipilih vinir

dengan permukaan dari tingkatan mutu berdasarkan penampilan dan warna

mengingat permukaan tengah dan belakang vinir tingkatannya menurun baik

untuk jenis vinir yang sama atau jenis yang berbeda. Kayu lapis untuk maksud

konstruksi pokok kriterianya adalah kekuatannya bukan penampilan dari produk

(23)

Bahan Baku Pembuatan Kayu Lapis

Kayu lapis biasanya dibuat dari lapisan-lapisan kayu dan perekat yang

sering digunakan adalah perekat formaldehida. Perekat formaldehida tentunya

sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dipikirkan untuk

mencari perekat lainnya yang lebih aman untuk digunakan (Tsoumis, 1991).

Proses

Proses pembuatan kayu lapis dilakukan dengan mengoleskan campuran

perekat pada permukaan vinir (lembaran kayu) kayu pertama dan merekatkannya

dengan permukaan vinir kayu kedua begitu seterusnya hingga beberapa lapis.

Setelah pelaburan selesai, dilakukan pengempaan dingin (cold press) vinir-vinir

atau lembaran serat kayu yang telah direkatkan pada suhu ruang dengan durasi

dan tekanan tertentu. Langkah berikutnya adalah pengempaan panas (hot press)

vinir-vinir kayu yang sudah direkatkan tersebut pada suhu antara 1000 – 1200 C

dengan durasi tekanan tertentu sehingga dihasilkan kayu lapis. Keteguhan rekat

(shear strength) mencapai angka lebih besar dari 7 kilogram force per sentimeter

persegi (kgf/cm2). Angka ini menandakan bahwa kayu lapis memenuhi standar

untuk interior I dan interior II, yaitu interior dengan tingkat kekuatan sedang dan

kuat (Anonim, 2008).

(24)

METODEPENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan,

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2009.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.Kayu lapis / Plywood dengan perbandingan hanya kelapa sawit dan kayu

sembarang 50 : 50 dilambangkan dengan A

2.Kayu lapis / plywood dengan perbandingan kelapa sawit dan kayu sembarang

50 : 50 menggunakan bahan pengawet boraks dilambangkan dengan B

3.Kayu lapis / plywood sembarang yang dijual di pasar dilambangkan dengan C

Untuk poin 1 dan 2 diperoleh dari PT Raja Garuda Mas Panel di Desa

Blok Songo kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Provinsi

Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ember, oven, spidol,

(25)

Prosedur Penelitian Pengujian Kualitas

Parameter kualitas papan yang diuji adalah kadar air, kerapatan,

pengembangan tebal dan daya serap air.

Kadar Air

Berdasarkan Ruhendi et al, (1989) penentuan kadar air kayu dapat

ditentukan dengan pengujian sebagai berikut. Disiapkan kayu lapis (plywood)

dengan ukuran 4 cm x 4 cm kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat

awalnya kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103 + 2) 0C

selama 24 jam. Penetapan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih

berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam

pada suhu (103 ± 2) ºC. Kadar air papan dihitung dengan rumus:

1

B0 : Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)

B1 : Berat kering oven contoh uji (g)

Kerapatan

Berdasarkan Ruhendi et al, (1989) penentuan kerapatan dapat ditentukan

dengan pengujian sebagai berikut. Disiapkan sampel dengan ukuran 4 cm x 4 cm,

kemudian ukur dimensi panjang, lebar, dan tebalnya, masing-masing pada dua

titik pengukuran kemudian sampel ditimbang untuk mendapatkan berat awalnya,

setelah volume diketahui sampel dimasukkan ke dalam oven (103 + 2) 0C selama

(26)

ditimbang untuk mendapatkan berat konstannya. Penetapan kerapatan dilakukan

dengan menghitung berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada

suhu (103 ± 2) ºC dibagi dengan volume.

Kerapatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

V

Daya Serap Air

Pengujian daya serap air tidak disyaratkan dalam standar-standar manapun

hanya sebagai pelengkap. Dalam penelitian ini pengujian daya serap air mengacu

pada Ruhendi et al (1989). Sampel dengan ukuran 5 cm x 5 cm ditimbang untuk

mendapatkan berat awalnya, kemudian direndam dalam air selama 2 jam dan 24

jam, kemudian ditimbang kembali. Daya serap air papan didapatkan dengan

menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin

selama 2 dan 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus:

DSA = 100%

B1 : berat contoh uji sebelum perendaman (g)

(27)

Pengembangan Tebal

Nuryawan dan Massijaya (2006) menyatakan bahwa pada kayu lapis

pengembangan tebal terjadi pada keseluruhan papan sebagai akibat

pengembangan (vinir) kayunya. Kayu lapis relatif akan kembali seperti semula

saat dikeringkan. Pengembangan tebal merupakan fungsi dua komponen, yaitu

spring-back dari kayu bahan penyusun saat dikempa dan pengembangan alami

dari sel-sel kayu. Pengembangan tebal dapat diuji dengan siklus kelembaban tetap

(steady state humidity cycles), pembasahan langsung (direct wetting), atau uji

perendaman dalam air (water soak test). Dalam pengujian pengembangan tebal ini

dilakukan dengan uji perendaman dalam air (water soak test).

Sampel dengan ukuran 5 cm x 5 cm diukur dimensi awalnya kemudian

direndam di dalam air selama 2 jam dan 24 jam, setelah itu dimensi diukur

kembali. Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum

dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam.

Pengembangan tebal dihitung dengan rumus:

TS= 100%

1 1 2

x T

T

T

Keterangan:

TS : pengembangan tebal (%)

T1 : tebal contoh uji sebelum perendaman (mm)

(28)

Analisis Data

Data yang diperoleh untuk sifat fisis disajikan dalam bentuk rataan,

dengan pengamatan kadar air, kerapatan, daya serap air dan pengembangan tebal

dengan 3 kali ulangan.

Pada perbandingan sifat fisis kayu lapis ini dilakukan ulangan sebanyak

tiga kali pada setiap perlakuan. Pelakuan tersebut yakni: kadar air, kerapatan,

daya serap air, dan pengembangan tebal, dimana total keseluruhan kayu lapis

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis Kayu Lapis

Sifat fisis kayu lapis (plywood) yang diuji antara lain: Kerapatan (Kr),

Kadar Air (KA), Daya Serap Air (DSA), dan Pengembangan Tebal (PT). Nilai

rata-rata pengujian fisis plywood tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-rata Pengujian Sifat Fisis plywood Terkoreksi

Jenis kayu lapis (plywood)

Ket: data di atas merupakan rerata dari 3 ulangan

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisis dari bahan struktural yang

menunjukkan besarnya kandungan air di dalam bahan yang dinyatakan dalam

persen. Hasil penelitian (Lampiran 1) menunjukkan bahwa nilai kadar air kayu

lapis A berkisar antara 12,57% sampai 14,11%, kayu lapis B (Lampiran 2)

berkisar antara 12,03% sampai 13,17%, dan kayu lapis C (Lampiran 3) berkisar

antara 13,20% sampai 15,00% .

Tabel 3. menjelaskan bahwa kayu lapis dengan nilai kadar air tertinggi

adalah kayu lapis C dengan nilai 14,18% sedangkan terendah adalah kayu lapis B

dengan nilai 12,74%. Tsoumis (1991) menyatakan kadar air merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu. Pada umumnya kekuatan kayu

meningkat dengan berkurangnya kadar air di bawah titik jenuh serat. Peningkatan

(30)

Kadar air kayu lapis yang dihasilkan nilainya berbeda-beda, namun selisih

angkanya tidak terlalu jauh. Kayu lapis C memiliki kadar air tinggi, hal tersebut

disebabkan karena sifat higroskopisnya yang tinggi pada saat proses penjualan

sehingga kayu lapis menyerap kadar air di lingkungan sekitarnya. Besarnya kadar

air tersebut dipengaruhi oleh kerapatan papan yang rendah sehingga uap air masuk

dan terikat pada kayu lapis kayu dan memasuki rongga-rongga kosong.

Kerapatan

Kerapatan adalah salah satu sifat fisis dari bahan struktural yang

menunjukkan perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu lapis A (Lampiran 4)

berkisar antara 0,63-0,66 gr/cm3, kayu lapis B (Lampiran 5) antara 0,69-0,75

gr/cm3 dan kayu lapis C (Lampiran 6) berkisar antara antara 0,60-0,67 gr/cm3.

Kayu lapis dengan nilai kerapatan tertinggi adalah kayu lapis B dengan nilai

0,72 gr/cm3 sedangkan terendah adalah kayu lapis C dengan nilai 0,56-0,72

gr/cm3. Haygeen & Bowyer (1996) menyatakan bahwa perbedaan nilai kerapatan

dipengaruhi oleh tebal dinding sel, jenis kayu, kadar air dan proses perekatan.

Selanjutnya Marra (1992) menambahkan, meningkatnya kerapatan berarti

meningkatnya kelas kuat dari kayu lapis. Terjadinya peningkatan kerapatan

disebabkan adanya lapisan perekat yang menghambat masuknya air kedalam pori

serta terjadinya pemadatan sirekat akibat pengempaan sewaktu pembuatan kayu

(31)

Daya Serap Air

Daya serap air merupakan banyaknya air yang diserap oleh kayu lapis

dalam persen terhadap berat awalnya setelah contoh uji direndam dalam air pada

suhu kamar selama 2 dan 24 jam. Untuk pengujian daya serap air tidak

disyaratkan dalam standar-standar manapun hanya sebagai pelengkap.

Daya serap air rata-rata pada kayu lapis dengan perendaman air selama 2

jam dan 24 jam dari kayu lapis A (Lampiran 7) antara 11%-14% dan 40%-51%,

kayu lapis B (Lampiran 8) antara 13-19% dan 40-47%. Kayu lapis C (Lampiran 9)

antara 3-13% dan 21-34%.

Kayu lapis dengan nilai daya serap air tertinggi untuk 2 jam perendaman

adalah kayu lapis B dengan nilai 15,50 gr/cm3 sedangkan terendah adalah kayu

lapis C dengan nilai 7,50 gr/cm3. Kayu lapis dengan nilai daya serap air tertinggi

untuk 24 jam perendaman adalah kayu lapis A dengan nilai 47,00 gr/cm3

sedangkan terendah adalah kayu lapis C dengan nilai 27,50 gr/cm3.

Pada hasil pengujian daya serap air ini, nilai hasil daya serap air pada kayu

lapis yang dihasilkan tidak terlalu jauh perbedaannya dari setiap perlakuan hal ini

diduga dikarenakan seragamnya tekanan dan waktu yang digunakan pada saat

pengempaan sehingga rongga kosong yang terdapat pada seluruh partikel tidak

jauh berbeda.

Pengembangan Tebal

Pengembangan tebal adalah besaran yang menyatakan pertambahan tebal

contoh uji dalam persen, terhadap tebal awalnya setelah contoh uji direndam

(32)

Pengembangan tebal rata-rata pada kayu lapis dengan perendaman air

selama 2 jam dan 24 jam dari kayu lapis A (Lampiran 10) antara 2,36%-3,24%

dan 7,17%-8,47%, kayu lapis B (Lampiran 11) antara 3,22-4,30% dan

9,31-9,92%. Kayu lapis C (Lampiran 12) antara 1,16-1,85% dan 2,33-2,69%.

Kayu lapis dengan nilai pengembangan tebal tertinggi untuk 2 jam

perendaman adalah kayu lapis B dengan nilai 3,78 gr/cm3 sedangkan terendah

adalah kayu lapis C dengan nilai 1,71 gr/cm3. Kayu lapis dengan nilai

pengembangan tebal tertinggi untuk 24 jam perendaman adalah kayu lapis B

dengan nilai 9,57 gr/cm3 sedangkan terendah adalah kayu lapis C dengan nilai

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada pengujian sifat fisis kayu lapis bahwa kayu lapis yang terbaik terdapat

pada kayu lapis C (kayu lapis / plywood sembarang yang dijual pasaran)

nomor papan I.

2. Pada pengujian sifat fisis kayu lapis bahwa kayu lapis yang terendah terdapat

pada kayu lapis A (kayu lapis / plywood dengan perbandingan kelapa sawit

kayu sembarang 50:50) nomor papan I, kayu lapis B (kayu lapis / plywood

dengan perbandingan kelapa sawit kayu sembarang 50:50 menggunakan

pengawet boraks) nomor papan I, kayu lapis C (kayu lapis / plywood

sembarang yang dijual pasaran) nomor papan II.

Saran

Agar dilakukan pengujian lanjutan yaitu pengujian mekanis dari ketiga

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Annisa. 2008. Jenis-Jenis Kayu Untuk Furniture. http//;kompas.com. 12 Mei 2009.

Anonim. 2008. Kayu Lapis. http//koranjakarta.com. 12 Mei 2009.

Bakar, E.S. 2003 Kayu Sawit Sebagai Substitusi Kayu dari Hutan Alam. Forum Komunikasi Teknologi dan Industri kayu, Volume2/1/ juli 2003., JTHH, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Balfas,J. 2003. Potensi Kayu Sawit Sebagai Bahan Baku Industri Perkayuan. Makalah Seminar Nasional Himpunan Alumni-IPB. Wilayah Regional Sumatera Utara. Medan.

Coto, z. 2003. Peningkatan Mutu Kayu Karet, Kayu Sawit Untuk Peningkatan Optimalisasi Pemanfaatan. Seminar Nasional Himpunan Alumni-IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera. Medan

[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2008a. Perkembangan Produksi Kayu Bulat Produksi Kayu Bulat dan Olahan Sepuluh Tahun Terakhir.

[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2008b. Luas Kawasan Hutan dan Perairan.

Haygreen, J.G dan J.L Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Terjemahan S.A. Handikusumo, S. Prawirohadmojo, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

……….. 2008. Improvement of Oil Palm Wood Properties Using Bioresin [Disertasi]. Universitas Teknik Dresden. Jerman

Lubis, A. U, Purboyo Guritno, Darnoko. 1994. Prospek Industri dengan Bahan Baku Limbah Padat Kelapa Sawit di Indonesia. Berita PPKS 2. Medan

Nuryawan A. Massijaya M.Y. 2006. Mengenal Oriented Strand Board (OSB). Departemen Ilmu Kehutanan. Fakultas Pertanian USU.

Prayitno TA dan Darnoko. 1994. Karakteristik Papan Partikel dari Pohon Kelapa Sawit. Berita PPKS 2. Medan

Rahayu IS. 2001. Sifat fisis, mekanis, kimia, dan keawetan kayu sawit. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

(35)

Ruhendi S.,Hadi SY.,dan Wahyudi I. 1989. Petunjuk Laboratorium Teknologi Perekatan. Pusat Antar universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Sitorus OR. 2009. Survey Industri Kayu Sekunder di Kota Medan. [Skripsi] Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU.

(36)

Lampiran 1. Rataan Hasil Pengukuran Kadar Air Kayu Lapis A

Lampiran 2. Rataan Hasil Pengukuran Kadar Air Kayu Lapis B

No

Lampiran 3. Rataan Hasil Pengukuran Kadar Air Kayu Lapis C

(37)

Lampiran 4. Rataan Hasil Pengukuran Kerapatan Kayu Lapis A No

Papan

Nama

Sampel BKO Volume Kerapatan Rataan

I

Lampiran 5. Rataan Hasil Pengukuran Kerapatan Kayu Lapis B No

Lampiran 6. Rataan Hasil Pengukuran Kerapatan Kayu Lapis C No

Papan

Nama

Sampel BKO Volume Kerapatan Rataan

(38)

Lampiran 7. Rataan Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kayu Lapis A

Perendaman Daya Serap Air (%)

2 jam 24 jam 2 jam Rataan 24

Lampiran 8. Rataan Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kayu Lapis B No

Perendaman Daya Serap Air (%)

Lampiran 10. Rataan Hasil Pengukuran Daya Serap Air Kayu Lapis C No

(39)

Lampiran 12. Rataan Hasil Pengukuran Pengembangan Tebal Kayu Lapis A

Lampiran 13. Rataan Hasil Pengukuran Pengembangan Tebal Kayu Lapis B No

Lampiran 14. Rataan Hasil Pengukuran Pengembangan Tebal Kayu Lapis C No

Papan

Nama Sampel

Tebal

(40)

Proses Pengujian Sifat Fisis Sampel

Gambar 1. Pengukuran ketebalan Gambar 2. Pengovenan sampel

Gambar

Tabel 1. Pengujian Sifat-sifat penting kayu sawit
Gambar 1. Penampang lintang kelapa sawit (foto oleh E. Bauker, 2005 dalam Erwinsyah, 2008)
Gambar 3. Jaringan mikroskopis vascular bundlesparenkim, vessel, serat, dan phloem (foto oleh E
Tabel 2. Karakteristik Kimia Kayu Sawit, Agathis, dan Jati.
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk DDR-SDRAM teknologi arsitektur yang digunakan hampir sama dengan SDRAM, perbedaan utama terdapat pada sirkuit clock yang memungkinkan proses transaksi dikedua sisi sinyal

rnempunyai heterosis bobot kokon dan serat sutera lebih tinggi dibanding hibnda dari persilangan galur pada ras yang berbeda, narnun daya tetas,.. lama hidup dan panjang serat

Sareng golonganipun tiyang Islam sampun saget ngendhih Nagari, inggih punika adeging Karaton Bintara (Demak), ing ngriku lajeng angawisi kalayan kenceng, titiyang Jawi

Sekolah ramah ( welcoming school ) dan guru ramah ( welcoming teacher ) sebagai syarat utama layanan pembelajaran pendidikan inklusif melalui program pengajaran yang

Penelitian tentang penggunaan bahasa indonesia dalam karya ilmiah mahasiswa menitik beratkan pada penyusunan kalimatnya, pemakaia: .. ··jiksinya, pemakaian ejaannya ,

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “ EFISIENSI KERJA PADA BAGIAN PELAYANAN PT.JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG BELAWAN ”.. Dengan kemampuan yang masih terbatas, penulis menyadari

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana hasil penerapan Path Analysis untuk melihat besarnya pengaruh kualitas pelayanan (Technical quality dan Functional