• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Panas Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica Papaya L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perlakuan Panas Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica Papaya L.)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE

VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA

(Carica papaya L.)

Oleh :

Ali Parjito

F14103039

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE

VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA

(Carica papaya L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Ali Parjito

F14103039

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE

VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA

(Carica papaya L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Ali Parjito

F14103039

Dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1985 Di Klaten, Jawa Tengah

Tanggal lulus : 13 Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Pembimbing Akademik

Mengetahui,

(4)

RINGKASAN

Ali Parjito. F14103039. Pengaruh Perlakuan Panas Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.

Buah pepaya termasuk dalam kelompok hortikultura yang pengembangannya mendapat perhatian. Banyak buah-buahan yang dihasilkan para petani lokal namun masih sedikit buah yang menempati pasar swalayan dan pasar internasional. Masalah mutu yang dihadapi diantaranya penampilan buah yang kotor, memar-memar, tidak higiene, warna yang tidak merata dan citarasa buah yang tidak sama antar buah yang diperdagangkan. Buah termasuk komoditas pangan yang cepat rusak (perishable) sehingga fleksibilitas di pasaran menjadi terbatas. Bila penanganan pascapanen kurang sempurna maka sekitar 30-50% hasil panen akan mengalami kerusakan sesampai ditangan konsumen. Kerusakan ini disebabkan karena setelah dilakukan pemanenan, respirasi lanjutan atau proses hidup masih terjadi. Proses tersebut meliputi perubahan warna, respirasi, dan proses lain yang menyebabkan pembusukan oleh aktivitas mikroba. Proses tersebut dapat dikendalikan dengan adanya kegiatan pascapanen yang benar sehingga berpengaruh pada kualitas buah.

Pepaya tergolong buah yang banyak diminati hampir di seluruh dunia. Daging buah yang lunak, warnanya merah atau kuning, rasanya yang manis dan mengandung banyak air. Kandungan vitamin A-nya lebih banyak daripada wortel, vitamin C-nya lebih tinggi daripada jeruk. Mengandung juga vitamin B kompleks dan vitamin E.

Nilai ekspor pepaya Indonesia masih kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya buah pepaya bermutu tinggi yang memenuhi selera dan standar luar negeri. Rendahnya mutu pepaya disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan teknologi karantina menggunakan teknik perlakuan panas (heat treatment).

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan panas dengan metode vapor heat treatment terhadap mutu buah pepaya dan mengamati perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan, meliputi susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, uji organoleptik dan menentukan perlakuan terbaik terhadap mutu pepaya selama penyimpanan.

Waktu penelitian mulai bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007 di laboratorium AP4 (Agricultural Producs Processing Pilot Plant), dan laboratorium TPPHP (Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(5)

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap kegiatan, yaitu tahap I (mengkaji perkembangan suhu buah selama proses VHT) dan tahap II (mengkaji pengaruh lama proses VHT dengan pelilinan dan tanpa pelilinan terhadap mutu buah). Perlakuan panas dilakukan dengan menempatkan pepaya pada VHT chamber

dengan suhu dan kelembaban terkontrol. Perubahan suhu dan waktu yang terjadi selama perlakuan dimonitor setiap menit menggunakan hybrid recorder. Data dianalisis menggunakan SAS dan Microsoft Excel. Pada tahap II, perlakuan panas dilakukan selama 0, 15, dan 30 menit setelah conditoning pada tahap I. Kemudian pepaya diberi perlakuan pelilinan dan tanpa pelilinan. Sebagai pembanding, diperlukan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan dan tanpa pelilinan. Pepaya kontrol dan pepaya yang sudah diberi perlakuan panas disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 10ºC dan RH 85-90%. Pengamatan mutu terhadap susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan kadar air dilakukan setiap 3 hari selama 21 hari. Setiap pengamatan dilakukan uji organoleptik terhadap warna kulit, warna daging buah, aroma, dan rasa kepada 10 orang panelis.

Model matematika penyebaran suhu yang digunakan selama VHT pada mutu A, B, dan C adalah model asimtotik, dengan persamaan Tθ = 48.59 - (22.48 EXP (-0.02θ)) dengan r2 = 0.992 untuk pepaya mutu A, Tθ = 47.24 - (22.41 EXP (-0.06θ)) dengan r2 = 0.998 untuk pepaya mutu B, dan Tθ = 49.7 - (21.21 EXP (-0.07θ)) dengan r2 = 0.993 untuk pepaya mutu C.

Pepaya yang digunakan pada tahap II adalah pepaya mutu A. Suhu pusat pepaya mencapai 45.5ºC dengan suhu medium 46.5ºC dalam waktu sekitar 80 menit (conditoning). Pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot, dan kadar air. Pelilinan mampu menghambat proses transpirasi dan respirasi buah sehingga susut sobot cenderung lebih kecil. VHT berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut dan kekerasan pepaya. Semakin lama perlakuan panas (VHT) akan menurunkan nilai total padatan terlarut dan akan memberikan efek lunak pada buah. Interaksi antara VHT dan pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya selama penyimpanan. Pemberian lilin mampu menghambat efek lunak akibat pengaruh VHT selama penyimpanan.

Perlakuan VHT selama 30 menit setelah conditioning dengan pelilinan 6% merupakan perlakuan yang optimum karena dapat mempertahankan mutu pepaya berdasarkan parameter mutu susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit sampai akhir penyimpanan (hari ke-21). Sedangkan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan maupun tanpa pelilinan hanya mampu bertahan sampai hari ke 6 karena serangan pengakit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tingkat keseragaman dimensi dan kematangan yang lebih tinggi dengan melakukan uji mortalitas hama dan penyakit pada pepaya khususnya lalat buah.dan pengamatan parameter mutu yang lebih lengkap seperti laju respirasi, uji mikroba, dan uji vitamin A.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Ali Parjito dilahirkan di Kabupaten Klaten Propinsi

Jawa Tengah pada tanggal 19 Juli 1985, anak ke-1 dari 2 bersaudara, putra Parji dan Sudarsi.

Memulai pendidikan di SDN Mudal II lulus tahun 1997, melanjutkan ke SLTPN I Boyolali lulus tahun 2000,

melanjutkan di SMUN I Boyolali lulus tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis sempat aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya : FBI FATETA, OMDA Boyolali, HIMATETA, dan pengelola F-Mart. Pada tahun 2003 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di Gudang Bulog Baru,

Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Topik yang diambil MEMPELAJARI ASPEK KETEKNIKAN PADA PROSES PENYIMPANAN DAN

PENGGILINGAN GABAH/BERAS DI GUDANG BULOG BARU

MOJOLABAN, SUKOHARJO, JAWA TENGAH”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi

Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul

PENGARUH

PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT

TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica pepaya L.)”.

Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada rosulullah SAW sebagai suri tauladan kita. Skripsi ini berjudul Pengaruh Perlakuan Panas Dengan Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penelitian dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu, Bapak, dan adikku yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama ini.

5. Teman-teman satu kosan : Gia, Khafid, Drajat, dan Fuad atas segala bantuan yang telah diberikan.

6. Teman-teman TEP 40 khususnya : Rini Susilo, Kindi, Dedi, Iin dan semua

pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna.

Bogor, Agustus 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PEPAYA ... 4

1. Tanaman pepaya ... 4

2. Panen buah pepaya ... 7

3. Pascapanen pepaya ... 8

4. Hama dan penyakti pepaya ... 9

B. TEKNOLOGI KARANTINA ... 13

1. Cold treatment (perlakuan dingin) ... 14

2. Fumigasi ... 14

3. Iradiasi ... 15

4. Perlakuan panas (heat treatment) ... 17

C. PELILINAN ... 22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 25

B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ... 25

C. METODE PENELITIAN ... 25

D. RANCANGAN PERCOBAAN ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. PERLAKUAN PANAS PADA BUAH PEPAYA ... 31

(9)

1. Susut bobot ... 35

2. Kekerasan ... 36

3. Total padatan terlarut ... 41

4. Kadar air ... 44

5. Uji organoleptik ... 47

6. Serangan hama dan penyakit ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. KESIMPULAN ... 56

B. SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia ... 1

Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100g bahan ... 5

Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar ... 7

Tabel 4. Klasfikasi/golongan pepaya malang segar ... 8

Tabel 5. Dosis radiasi minimum untuk berbagai spesies lalat buah ... 16

Tabel 6. Konsentrasi emulsi lilin karnauba yang optimal pada beberapa komoditi hortukultura ... 23

Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan ... 24

Tabel 8. Nilai parameter model asimtotik pada pepaya mutu A, B, dan C ... 31

Tabel 9. Perbandingan lama pencapaian suhu target pada pengukuran dan pendugaan ... 33

Tabel 10. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap susut robot pada hari ke-21 ... 36

Tabel 11. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kekerasan pada hari ke-12. ... 39

Tabel 12. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap total padatan terlarut pada hari ke-21. ... 44

Tabel 13. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kadar air pada hari ke-6 ... 46

Tabel 14. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna kulit buah pada hari ke-15 ... 48

Tabel 15. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna daging buah pada hari ke-15 ... 50

Tabel 16. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap aroma buah pada hari ke-15 ... 51

Tabel 17. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap rasa buah pada hari ke-15 ... 53

(11)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE

VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA

(Carica papaya L.)

Oleh :

Ali Parjito

F14103039

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE

VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA

(Carica papaya L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Ali Parjito

F14103039

2007

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE

VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA

(Carica papaya L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Ali Parjito

F14103039

Dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1985 Di Klaten, Jawa Tengah

Tanggal lulus : 13 Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Pembimbing Akademik

Mengetahui,

(14)

RINGKASAN

Ali Parjito. F14103039. Pengaruh Perlakuan Panas Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.

Buah pepaya termasuk dalam kelompok hortikultura yang pengembangannya mendapat perhatian. Banyak buah-buahan yang dihasilkan para petani lokal namun masih sedikit buah yang menempati pasar swalayan dan pasar internasional. Masalah mutu yang dihadapi diantaranya penampilan buah yang kotor, memar-memar, tidak higiene, warna yang tidak merata dan citarasa buah yang tidak sama antar buah yang diperdagangkan. Buah termasuk komoditas pangan yang cepat rusak (perishable) sehingga fleksibilitas di pasaran menjadi terbatas. Bila penanganan pascapanen kurang sempurna maka sekitar 30-50% hasil panen akan mengalami kerusakan sesampai ditangan konsumen. Kerusakan ini disebabkan karena setelah dilakukan pemanenan, respirasi lanjutan atau proses hidup masih terjadi. Proses tersebut meliputi perubahan warna, respirasi, dan proses lain yang menyebabkan pembusukan oleh aktivitas mikroba. Proses tersebut dapat dikendalikan dengan adanya kegiatan pascapanen yang benar sehingga berpengaruh pada kualitas buah.

Pepaya tergolong buah yang banyak diminati hampir di seluruh dunia. Daging buah yang lunak, warnanya merah atau kuning, rasanya yang manis dan mengandung banyak air. Kandungan vitamin A-nya lebih banyak daripada wortel, vitamin C-nya lebih tinggi daripada jeruk. Mengandung juga vitamin B kompleks dan vitamin E.

Nilai ekspor pepaya Indonesia masih kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya buah pepaya bermutu tinggi yang memenuhi selera dan standar luar negeri. Rendahnya mutu pepaya disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan teknologi karantina menggunakan teknik perlakuan panas (heat treatment).

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan panas dengan metode vapor heat treatment terhadap mutu buah pepaya dan mengamati perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan, meliputi susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, uji organoleptik dan menentukan perlakuan terbaik terhadap mutu pepaya selama penyimpanan.

Waktu penelitian mulai bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007 di laboratorium AP4 (Agricultural Producs Processing Pilot Plant), dan laboratorium TPPHP (Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(15)

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap kegiatan, yaitu tahap I (mengkaji perkembangan suhu buah selama proses VHT) dan tahap II (mengkaji pengaruh lama proses VHT dengan pelilinan dan tanpa pelilinan terhadap mutu buah). Perlakuan panas dilakukan dengan menempatkan pepaya pada VHT chamber

dengan suhu dan kelembaban terkontrol. Perubahan suhu dan waktu yang terjadi selama perlakuan dimonitor setiap menit menggunakan hybrid recorder. Data dianalisis menggunakan SAS dan Microsoft Excel. Pada tahap II, perlakuan panas dilakukan selama 0, 15, dan 30 menit setelah conditoning pada tahap I. Kemudian pepaya diberi perlakuan pelilinan dan tanpa pelilinan. Sebagai pembanding, diperlukan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan dan tanpa pelilinan. Pepaya kontrol dan pepaya yang sudah diberi perlakuan panas disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 10ºC dan RH 85-90%. Pengamatan mutu terhadap susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan kadar air dilakukan setiap 3 hari selama 21 hari. Setiap pengamatan dilakukan uji organoleptik terhadap warna kulit, warna daging buah, aroma, dan rasa kepada 10 orang panelis.

Model matematika penyebaran suhu yang digunakan selama VHT pada mutu A, B, dan C adalah model asimtotik, dengan persamaan Tθ = 48.59 - (22.48 EXP (-0.02θ)) dengan r2 = 0.992 untuk pepaya mutu A, Tθ = 47.24 - (22.41 EXP (-0.06θ)) dengan r2 = 0.998 untuk pepaya mutu B, dan Tθ = 49.7 - (21.21 EXP (-0.07θ)) dengan r2 = 0.993 untuk pepaya mutu C.

Pepaya yang digunakan pada tahap II adalah pepaya mutu A. Suhu pusat pepaya mencapai 45.5ºC dengan suhu medium 46.5ºC dalam waktu sekitar 80 menit (conditoning). Pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot, dan kadar air. Pelilinan mampu menghambat proses transpirasi dan respirasi buah sehingga susut sobot cenderung lebih kecil. VHT berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut dan kekerasan pepaya. Semakin lama perlakuan panas (VHT) akan menurunkan nilai total padatan terlarut dan akan memberikan efek lunak pada buah. Interaksi antara VHT dan pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya selama penyimpanan. Pemberian lilin mampu menghambat efek lunak akibat pengaruh VHT selama penyimpanan.

Perlakuan VHT selama 30 menit setelah conditioning dengan pelilinan 6% merupakan perlakuan yang optimum karena dapat mempertahankan mutu pepaya berdasarkan parameter mutu susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit sampai akhir penyimpanan (hari ke-21). Sedangkan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan maupun tanpa pelilinan hanya mampu bertahan sampai hari ke 6 karena serangan pengakit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tingkat keseragaman dimensi dan kematangan yang lebih tinggi dengan melakukan uji mortalitas hama dan penyakit pada pepaya khususnya lalat buah.dan pengamatan parameter mutu yang lebih lengkap seperti laju respirasi, uji mikroba, dan uji vitamin A.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Ali Parjito dilahirkan di Kabupaten Klaten Propinsi

Jawa Tengah pada tanggal 19 Juli 1985, anak ke-1 dari 2 bersaudara, putra Parji dan Sudarsi.

Memulai pendidikan di SDN Mudal II lulus tahun 1997, melanjutkan ke SLTPN I Boyolali lulus tahun 2000,

melanjutkan di SMUN I Boyolali lulus tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis sempat aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya : FBI FATETA, OMDA Boyolali, HIMATETA, dan pengelola F-Mart. Pada tahun 2003 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di Gudang Bulog Baru,

Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Topik yang diambil MEMPELAJARI ASPEK KETEKNIKAN PADA PROSES PENYIMPANAN DAN

PENGGILINGAN GABAH/BERAS DI GUDANG BULOG BARU

MOJOLABAN, SUKOHARJO, JAWA TENGAH”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi

Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul

PENGARUH

PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT

TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica pepaya L.)”.

Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.

(17)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada rosulullah SAW sebagai suri tauladan kita. Skripsi ini berjudul Pengaruh Perlakuan Panas Dengan Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penelitian dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu, Bapak, dan adikku yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama ini.

5. Teman-teman satu kosan : Gia, Khafid, Drajat, dan Fuad atas segala bantuan yang telah diberikan.

6. Teman-teman TEP 40 khususnya : Rini Susilo, Kindi, Dedi, Iin dan semua

pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna.

Bogor, Agustus 2007

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PEPAYA ... 4

1. Tanaman pepaya ... 4

2. Panen buah pepaya ... 7

3. Pascapanen pepaya ... 8

4. Hama dan penyakti pepaya ... 9

B. TEKNOLOGI KARANTINA ... 13

1. Cold treatment (perlakuan dingin) ... 14

2. Fumigasi ... 14

3. Iradiasi ... 15

4. Perlakuan panas (heat treatment) ... 17

C. PELILINAN ... 22

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 25

B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ... 25

C. METODE PENELITIAN ... 25

D. RANCANGAN PERCOBAAN ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. PERLAKUAN PANAS PADA BUAH PEPAYA ... 31

(19)

1. Susut bobot ... 35

2. Kekerasan ... 36

3. Total padatan terlarut ... 41

4. Kadar air ... 44

5. Uji organoleptik ... 47

6. Serangan hama dan penyakit ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. KESIMPULAN ... 56

B. SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia ... 1

Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100g bahan ... 5

Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar ... 7

Tabel 4. Klasfikasi/golongan pepaya malang segar ... 8

Tabel 5. Dosis radiasi minimum untuk berbagai spesies lalat buah ... 16

Tabel 6. Konsentrasi emulsi lilin karnauba yang optimal pada beberapa komoditi hortukultura ... 23

Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan ... 24

Tabel 8. Nilai parameter model asimtotik pada pepaya mutu A, B, dan C ... 31

Tabel 9. Perbandingan lama pencapaian suhu target pada pengukuran dan pendugaan ... 33

Tabel 10. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap susut robot pada hari ke-21 ... 36

Tabel 11. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kekerasan pada hari ke-12. ... 39

Tabel 12. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap total padatan terlarut pada hari ke-21. ... 44

Tabel 13. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kadar air pada hari ke-6 ... 46

Tabel 14. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna kulit buah pada hari ke-15 ... 48

Tabel 15. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna daging buah pada hari ke-15 ... 50

Tabel 16. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap aroma buah pada hari ke-15 ... 51

Tabel 17. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap rasa buah pada hari ke-15 ... 53

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bactroceradorsalis (Hendel) / lalat buah oriental ... 11

Gambar 2. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses karantina produk hortikultura ... 22

Gambar 3. Diagram alir perkembangan suhu selama proses vapor heat treatment pada berbagai kelas mutu pepaya ... 29

Gambar 4. Diagram alir proses perlakuan panas dan analisis mutu pepaya ... 30

Gambar 5. Sebaran suhu pusat hasil pendugaan menggunakan model asimtotik dan hasil pengukuran selama proses VHT pada pepaya mutu A ... 32

Gambar 6. Sebaran suhu pusat hasil pendugaan menggunakan model asimtotik dan hasil pengukuran selama proses VHT pada pepaya mutu B ... 32

Gambar 7. Sebaran suhu pusat hasil pendugaan menggunakan model asimtotik dan hasil pengukuran selama proses VHT pada pepaya mutu C ... 33

Gambar 8. Susut bobot pepaya selama penyimpanan pada suhu 10° C (hari ke-21) ... 35

Gambar 9. Nilai kekerasan pepaya pada hari ke-12 ... 38

Gambar 10. Nilai total padatan terlarut pada hari ke-18 ... 43

Gambar 11. Nilai kadar air pada hari ke-21 ... 45

Gambar 12. Nilai warna kulit pepaya pada hari ke-15 ... 48

Gambar 13. Nilai warna daging buah pepaya pada hari ke-15 ... 49

Gambar 14. Nilai aroma buah pada hari ke-15 ... 51

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sebaran suhu pusat pepaya mutu A selama VHT ... 61 Lampiran 2. Sebaran suhu pusat pepaya mutu B selama VHT ... 64 Lampiran 3. Sebaran suhu pusat pepaya mutu C selama VHT ... 66 Lampiran 4. Hasil pengamatan susut bobot selama penyimpanan ... 68 Lampiran 5. Hasil pengamatan parameter mutu kekerasan ... 70

Lampiran 6. Hasil pengamatan total padatan terlarut pepaya ... 72 Lampiran 7. Hasil pengamatan kadar air pepaya selama penyimpanan .. 74 Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam susut bobot ... 76 Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam kekerasan ... 77 Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam terhadap total padatan terlarut ... 79

(23)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Buah-buahan termasuk dalam kelompok hortikultura yang

pengembangannya mendapat perhatian. Banyak buah-buahan yang dihasilkan

para petani lokal namun masih sedikit buah yang menempati pasar swalayan dan

pasar internasional. Untuk memenuhi kebutuhan buah dalam negeri dengan

mengurangi nilai impor, pemerintah berusaha meningkatkan produksi

buah-buahan dengan cara mengembangkan agribisnis buah-buah-buahan. Namun

peningkatan produksi saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan peningkatan mutu

buah-buahan. Dalam agribisnis, mutu buah-buahan sangatlah penting dan

menentukan keberhasilan usaha. Masalah mutu yang dihadapi diantaranya

penampilan buah yang kotor, memar-memar, tidak higiene, warna yang tidak

merata dan citarasa buah yang tidak sama antar buah yang diperdagangkan.

Indonesia banyak menghasilkan buah-buahan tropika eksotik yang

potensial untuk dipasarkan baik di dalam maupun di luar negeri seperti pisang,

mangga, jeruk, pepaya dan nenas (Tabel 1).

Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia (ton).

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005

Apukat 141,703 238,182 255,959 221,774 22,577 Belimbing 53,157 56,753 67,261 78,117 65,967 Duku/Langsat 113,071 208,350 233,086 146,067 163,389

Pisang 137,598 162,120 239,107 210,320 178,576 Nenas 73,061 97,296 115,209 117,576 110,704 Durian 415,079 537,186 694,654 710,795 712,693 Manggis 681,255 768,015 928,613 800,975 937,930 Pepaya 500,571 605,194 626,745 732,611 548,657

Sumber : Biro Pusat Statistik 2006.

Salah satu buah tropikal Indonesia yang dikenal luas dan digemari

masyarakat adalah buah pepaya. Buah ini termasuk komoditas pangan yang cepat

rusak (perishable) sehingga fleksibilitas di pasaran menjadi terbatas. Bila

penanganan pascapanen kurang sempurna maka sekitar 30-50% hasil panen akan

mengalami kerusakan sesampai ditangan konsumen. Kerusakan ini disebabkan

(24)

terjadi. Proses tersebut meliputi perubahan warna, respirasi, dan proses lain yang

menyebabkan pembusukan karena aktivitas mikroba. Proses tersebut dapat

dikendalikan dengan adanya kegiatan pascapanen yang benar sehingga

berpengaruh pada kualitas buah.

Kualitas produk yang rendah menimbulkan permasalahan serius, antara

lain pangsa pasar buah-buahan Indonesa masih sangat kecil yaitu pada tahun 1990

hanya berkisar 0.2% (Sunarjono, 1998). Menurut ITC (International Trade

Centre), Indonesia belum termasuk dalam daftar negara penghasil buah tropis

karena nilai ekspornya masih sangat kecil. Menurut Dr. Sumarno (2005),

Indonesia cenderung sebagai pengimpor produk-produk hortikultura. Sebagai

contoh pada tahun 2003 Indonesia mengekspor produk sayuran sebesar 125 ribu

ton dan mengimpor sebesar 362 ribu ton sayuran segar dan olahan. Pada produk

buah-buahan, Indonesia mengekspor sebesar 209 ribu ton dan mengimpor sebesar

215 ribu ton buah-buahan segar dan olahan. Dari data tersebut, nilai defisit

perdagangan Indonesia mencapai 122.6 juta US dolar. Masing-masing berasal dari

defisit perdagangan produk sayuran yang mencapai 54.8 juta US dolar dan

buah-buahan mencapai 67.8 juta US dolar.

Kendala yang menyebabkan kecilnya nilai ekspor yaitu kurangnya sarana

dan prasarana yang memadai, pengusaha komoditi buah-buahan sebagian besar

masih bersifat tradisional, dan ketatnya sistem pangawasan mutu dan karantina

yang harus dijalani. Produk hortikultura Indonesia merupakan produk-produk

yang dilarang masuk ke Jepang oleh Divisi Karantina Tanaman Jepang. Larangan

tersebut disebabkan karena produk-produk pertanian tropis seperti Indonesia

disinyalir mengandung hama dan penyakit tanaman yang di Jepang sendiri telah

lama diselesaikan melalui program eradikasi (Indonesian Agricultural Sciences

Association, 2005.http//iasa-online.org).

Salah satu penanganan pascapanen sebagai salah satu program eradikasi

hama dan penyakit adalah dengan teknologi karantina. Teknologi ini diperlukan

dalam rantai pemasaran komoditi yang merupakan inang dari suatu hama dan

penyakit dari daerah yang terinfestasi ke daerah yang tidak terinfestasi yang

bertujuan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tersebut. Dalam

(25)

panas (heat treatment) sebagai salah satu teknologi karantina setelah adanya

pelarangan penggunaan senyawa kimia seperti etilen dibromida untuk proses

disinfestasi hama dan pengendalian penyakit sejak tahun 1984 (Lurie, 1998).

Dalam penelitian ini digunakan metode perlakuan panas dengan vapor

heat treatment. Teknologi karantina dengan metode VHT merupakan salah satu

metode disinfestasi hama/penyakit pascapanen buah-buahan yang cukup efektif

tanpa menggunakan senyawa kimia sehingga tidak perlu dikhawatirkan adanya

residu kimia yang membahayakan kesehatan. Proses disinfestasi ini secara umum

semakin tinggi suhu yang digunakan akan semakin efektif untuk membunuh hama

dan penyakit. Akan tetapi dapat mengakibatkan penurunan mutu produk seperti

rasa, tekstur, perubahan warna, dan kandungan nutrisi. Kombinasi suhu-waktu

yang tepat perlu dikaji agar proses disinfetasi tercapai tanpa merusak mutu

produk.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh perlakuan

panas metode vapor heat treatment (VHT) terhadap mutu buah pepaya.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah

1. Mengamati perkembangan suhu buah selama proses perlakuan panas metode

VHT.

2. Mengamati pengaruh VHT dan pelilinan terhadap perubahan mutu yang

terjadi selama proses penyimpanan dan menentukan perlakuan terbaik yang

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PEPAYA

1. Tanaman Pepaya

Di Indonesia tanaman pepaya tersebar dimana-mana bahkan telah menjadi

tanaman perkarangan. Sentra penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah

Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Yogyakarta

(Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), Sulawesi Utara

(Manado). Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun

sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan

pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu

dan bergizi yang tinggi (PKBT, 2003).

Pepaya yang banyak yang dikembangkan di Indonesia adalah jenis pepaya

besar dengan berat 2.5–3 kg/buah, panjang antara 30-37 cm, warna kulit hijau

kemerahan dengan tebal daging buah antara 2–3 cm seperti Jinggo, Dampit,

Cibinong, dan Paris. Akhir-akhir ini konsumen di pasar domestik mulai melirik

jenis pepaya yang ukurannya lebih kecil seperti tipe Solo maupun tipe Hawai,

karena citarasanya yang manis, menyegarkan dan praktis dapat habis dikonsumsi

oleh 1–2 orang dalam sekali makan.

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah berupa herba dari

famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan

kawasan sekitar Mexico dan Costa Rica. Klasifikasi tanaman pepaya adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Brassicales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya

Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar 22º - 26ºC,

(27)

berlangsung cepat bila suhu siang hari 35ºC dan malam hari 26ºC. Biji akan

berkecambah dan tumbuh setelah 12 – 14 hari (Kalie, 2004).

Menurut Kalie (2004), pepaya merupakan tanaman yang berasal dari

Amerika tropis. Buah pepaya sudah merupakan bagian penting dalam menu

makanan pagi. Pepaya tergolong buah yang banyak diminati hampir di seluruh

dunia. Daging buah yang lunak warnanya merah atau kuning, rasanya yang manis

dan mengandung banyak air. Nilai gizi buah ini cukup tinggi karena banyak

mengandung provitamin A, vitamin C, dan mineral. Buah pepaya mengandung

berbagai jenis enzim, vitamin, dan mineral. Kandungan vitamin A-nya lebih

banyak daripada wortel, vitamin C-nya lebih tinggi daripada jeruk. Mengandung

juga vitamin B kompleks dan vitamin E. Oleh karena teksturnya yang lunak dan

nilai gizi yang tinggi maka buah ini sangat baik diberikan untuk anak-anak dan

lansia. Kandungan pepaya secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100 g bahan.

Unsur Komposisi Buah Masak

Air (g)

Buah pepaya mengandung enzim papain. Enzim ini sangat aktif dan

memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Mencerna protein

merupakan problem utama yang umumnya dihadapi banyak orang dalam pola

makan sehari-hari.

Jenis pepaya di Indonesia terdiri dari pepaya jantan, pepaya betina, dan

(28)

panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai.

Ciri-ciri bunga jantan ialah putih/bakal buah yang rundimeter yang tidak

berkepala, benang sari tersusun dengan sempurna. Pepaya betina memiliki bunga

majemuk artinya pada satu tangkai bunga terdapat beberapa bunga. Tangkai

bunganya sangat pendek dan terdapat bunga betina kecil dan besar. Bunga yang

besar akan menjadi buah. Memiliki bakal buah yang sempurna, tetapi tidak

mempunyai benang sari, biasanya terus berbunga sepanjang tahun. Pepaya

sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya, bakal buah dan benang

sari dapat melakukan penyerbukan sendiri maka dapat ditanam sendirian.

Terdapat 3 jenis pepaya sempurna, yaitu: Berbenang sari 5 dan bakal buah bulat,

berbenang sari 10 dan bakal buah lonjong, berbenang sari 2 - 10 dan bakal buah

mengkerut (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2004).

Tanaman pepaya merupakan jenis tanaman buah tropis yang tergolong

cepat menghasilkan, bila ekologi tempat tumbuhnya dan teknik budidaya yang

dilakukan sesuai aturan maka buah dapat segera dipanen sekitar 10-12 bulan

setelah tanam. Bila tidak ada gangguan hama dan penyakit, tanaman pepaya

dapat mencapai umur 25 tahun atau lebih. Semakin tua tanaman maka buah yang

dihasilkan akan semakin berkurang, dan mempengaruhi kualitas maupun

kuantitasnya (Kalie, 2004). Umur panen buah pepaya berbeda-beda tergantung

dari varietas buah pepaya. Perkembangan buah pepaya dari penyerbukan hingga

kulit buah semburat kuning adalah 134-140 hari. Varietas buah pepaya yang

berhasil dikembangkan di Indonesia, diperoleh dari pengumpulan berbagai hasil

eksplorasi dari daerah. Berdasarkan pengujian dan seleksi diantaranya pepaya

Arum Bogor dikenal dengan nama varietas Pepaya IPB1 dan Pepaya Prima Bogor

dikenal dengan nama varietas Pepaya IPB2 serta IPB 3. Masing-masing memiliki

umur panen 140 ,150, dan 120 hari setelah bunga mekar.

Tanaman pepaya yang dibudidayakan di dataran rendah berbunga pada

umur empat bulan. Enam bulan kemudian tanaman pepaya sudah dapat dipanen.

Pada pemanenan pertama pepaya pada daerah dataran rendah dapat dilakukan

setelah 10 bulan tanam. Umur berbunga dan umur petik ini akan bertambah bila

tanaman pepaya ditanam pada lahan yang lebih tinggi atau di wilayah iklim yang

(29)

seperti peti kayu atau plastik, keranjang yang dialasi koran atau daun pisang

kering, yang kemudian diangkut.

Perkebunan pepaya komersial di Hawai hanya dipelihara dalam jangka

waktu tiga tahun atau tiga kali panen. Tanaman yang berumur lebih dari empat

tahun ke atas, ukuran pohonnya sudah tinggi dan dinyatakan tidak ekonomis dari

sudut pemetikan, namun dengan ditemukannya teknik pemetikan buah dengan

menggunakan mesin traktor khusus untuk memetik buah tanaman pepaya ini

dapat dipertahankan sampai jangka waktu 4-5 tahun. Di Indonesia tanaman

pepaya yang dibudidayakan dengan baik dapat dipertahankan sampai umur 4-6

tahun. Pemanenan dengan menggunakan tangan atau pisau,yang selanjutnya buah

diangkut dengan keranjang (Kalie, 2004).

Pada tahun 2000, produksi buah pepaya di Indonesia mencapai 429.1 ton.

Dari jumlah kecil buah pepaya sudah diekspor ke beberapa negara, seperti

Singapura, Australia, Korea Selatan, Arab Saudi, Perancis, dan Belanda. Kecilnya

nilai ekspor disebabkan karena kurangnya buah-buah pepaya bermutu tinggi yang

memenuhi selera dan standar luar negeri.

2. Panen Buah Pepaya

Produksi buah pepaya sangat tergantung pada varietas, kondisi benih,

iklim, dan kultur teknis yang digunakan. Pada umumnya produksi buah pepaya

berkisar antara 6-20 ton/ha. Pemanenan harus memperhatikan tingkat kemasakan.

Pepaya untuk ekspor atau pasar swalayan menghendaki suatu standar buah

tertentu. Pepaya Malang Segar digolongkan dalam 3 (tiga) ukuran yaitu kelas A,

B, C, dan D berdasarkan berat tiap buah, yang masing-masing digolongkan dalam

3 (tiga) jenis mutu yaitu Mutu I, Mutu II, dan Mutu III (Tabel 3 dan 4).

Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar.

Sumber : SNI-01-4230-1996

Kelas Berat per buah

A

B

C

D

kg – 3.0 kg

1.8 kg – 2.4 kg

1.5 kg – 1.7 kg

(30)

Buah Pepaya Malang Segar masing-masing digolongkan dalam 3 (tiga)

jenis mutu yaitu Mutu I, Mutu II, dan Mutu III. Kriteria dalam menentukan jenis

mutu buah Pepaya Malang Segar dinilai dari tingkat ketuaan dimana jumlah strip

berwarna jingga pada permukaan kulit buah yang berwarna hijau botol saat

dipanen, kebenaran kultivar, keseragaman ukuran berat, tingkat kerusakan,

kebusukan, dan kadar kotoran, serta tingkat kesegaran.

Spesifikasi Satuan Mutu I Mutu II Mutu III

a. Tingkat ketuaan warna kulit

(jumlah strip warna jingga)

b. Kebenaran kultivar

c. Keseragaman ukuran berat

d. Keseragaman bentuk

e. Buah cacat dan busuk

f. Kadar kotoran

g. Serangga hidup atau mati

h. Tingkat kesegaran

Sumber : SNI-01-4230-1996

3. Pascapanen Pepaya

Di Hawai untuk mencegah kerusakan, buah pepaya yang akan diekspor ke

Amerika dan Jepang dikemas dalam kotak karton atau kotak styrofoam berukuran

6.5 x 10.5 x 14.0 inci. Untuk mencegah serangan busuk buah selama

pengangkutan, sebelum dikemas buah dicelup air panas dengan suhu 43º - 48ºC

selama 20 menit. Setelah itu buah difumigasi selama 2 jam dengan etilen

dibromida (EDB) sebanyak 8 g/m3 ruangan. Sekarang ini penggunaan

bahan-bahan kimia seperti methil bromida, phospine, dan etilen dibromida sudah

dilarang dan diutamakan dengan teknologi karantina seperti perlakuan panas.

Buah yang sudah mendapat perlakuan diangkut pada suhu 10ºC dan

kelembaban 80-90%. Dalam kondisi tersebut buah dapat disimpan selama 3-4

(31)

dari 10ºC, tepatnya lebih rendah dari 7.2ºC dapat menimbulkan kerusakan (chiling

injury). Buah terlihat bintik-bintik rasanya dingin dan dapat menjadi busuk

(Kalie,1999).

4. Hama dan Penyakit Pepaya

Hama yang menjadi perhatian utama adalah lalat buah (fruit fly). Enam

spesies lalat buah yang terdapat di Indonesia yaitu Dacus dorsalis Hendel (=D.

Ferrugineus F.), D. Pedestris (Bezzi), D. Cucurbitae, D. Umbrosus, D. Caudatus

dan Adrama determinata. Genus Dacus yang sebelumnya diidentifikasi terdapat

di daerah tropika termasuk Indonesia merupakan kekeliruan identifikasi dari

genus Bactrocera. Bactrocera merupakan spesies asli daerah tropika, sedangkan

Dacus merupakan spesies asli daerah Afrika yang berasosiasi dengan bunga dan

buah dari tanaman cucubit (cucurbitaceae).

Bactrocera dorsalis spesies kompleks (lalat buah oriental) merupakan

spesies kompleks yang mempunyai nilai ekonomis dan terdiri dari 52 spesies, 21

spesies diantaranya tersebar di Indonesia. Lalat buah oriental B. dorsalis spesies

kompleks bersifat polifagus, menyerang lebih dari 20 jenis buah-buahan antara

lain belimbing, jeruk, mangga, pepaya, dan pisang yang telah masak (Kalshoven,

1981). Dua anggota dari kompleks lalat buah yang erat hubungan taksonominya

adalah B. Carambolae dan B. pepayae. Bactrocera dorsalis Hendel (Oriental fruit

fly) adalah salah satu lalat buah yang paling merugikan di Asia Timur dan pasifik

dan menyerang bermacam-macam buah-buahan.

Perkembangan lalat buah dari telur sampai imago melalui 4 stadium, yaitu

telur, larva, pupa, dan imago. Seekor lalat betina dapat bertelur 100-500 butir.

Telur lalat buah berbentuk bulat panjang berwarna putih dengan panjang 1–1.2

mm dan lebar ± 0.21 mm. Telur diletakkan berkelompok di bawah permukaan

kulit buah. Stadium telur kurang lebih selama 3 hari kemudian terbentuk larva.

Larva terdiri dari 3 instar, yaitu instar1, 2, dan 3. larva lalat buah mangga instar 1

memiliki panjang tubuh 1-4 mm, instar 2, 4-7 mm dan instar 3, 7-9 mm. Lama

stadium larva 5-9 hari dengan rata-rata 7 hari (Sodiq, 1992). Warna tubuh larva

putih sampai kecoklatan. Setelah mencapai instar 3, larva akan keluar dari buah

melalui lubang kecil dan berwarna hitam. Setelah berada pada permukaan kulit

(32)

akan mengerutkan tubuhnya dan membentuk puparium. Pupa merupakan stadium

inaktif dengan lama stadium 8-12 hari dengan rata-rata 10 hari (Sodiq, 1992).

Pupa berwarna kuning kecoklatan dengan ukuran panjang 4.80 mm dan lebar

tubuh ± 2 mm. Kemudian pupa berubah menjadi imago. Tubuh imago umumnya

berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman. Lama stadium imago kurang lebih

2-3 minggu dengan rincian, imago betina 23-27 hari dan imago jantan 13-15 hari.

Imago setelah kawin dapat meletakkan telur antara 3-8 butir. Lalat buah yang

menyerang pada pepaya antara lain :

a. Bactrocera pepayae Drewand Hancock (lalat buah pepaya)

Bactrocera pepayae merupakan sinonim dari B. conformis yang tidak

terdapat dalam Nomenklatur. Banyak spesies yang diidentifikasi sebagai B.

pedestris (Bezzi) dari Indonesia dan Malaysia adalah kekeliruan identifikasi dari

Bactrocera pepaya. Spesies B. pedestris sangat jarang ditemukan di Filipina.

Laporan tentang B. dorsalis dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand bagian selatan

adalah salah identifikasi dari spesies B. pepayae dan sebelumnya diidentifikasi

sebgai sp. near B. dorsalis. Ciri-ciri dari spesies ini antara lain mempunyai sayap

dengan anal steak, sel costal pada sisi basal sangat jelas, pada scutum dominan

warna hitam, scutum mempunyai rambut di anterior supra-alar, scutum dengan

lateral postsutural vittae (garis berwarna kuning/oranye). Pola pada abdomen

terlihat jelas dan Tergite-3 pada jantan dengan pecten (steal comb) di

masing-masing sisinya dengan ciri-ciri adanya garis melintang.

Selain pepaya, B. pepayae terdapat pada pisang (Musa x paradisiaca),

mangga (Mangifera indica), dan rambutan (Nephelium lappaceum). Telur B.

pepayae berwarna putih berbentuk seperti buah pisang dengan panjang 1 mm.

Telur tersebut diletakkan secara bergerombol sebanyak 10-12 butir. Setelah 2-3

hari telur akan menetas menjadi larva dan langsung melakukan aktivitas makan.

Stadium larva berlangsung selama ± 10 hari. Larva tersebut akan jatuh ke tanah

dan membentuk pupa selama 9 hari. Pupa berwarna coklat gelap sampai hitam

dengan panjang 4-5 mm. Masa preoviposisi stadium dewasa berlangsung selama 7

hari guna memenuhi kebutuhan protein dan zat gula.

Daerah penyebaran spesises ini di Indonesia meliputi antara lain Papua,

(33)

meliputi antara lain Malaysia, Sabah, Singapura, Thailand, Australia khususnya

Quensland dan Papua New Guinea.

b. Bactroceradorsalis (Hendel, 1912)/ lalat buah oriental

Spesies ini mempunyai sinonim B. ferrugineus, B. conformis. Sebelumnya

spesies ini dikenal sebagai Chaetodacus dorsalis (Hendel), C. ferrugineus

dorsalis (Hendel), C. ferrugineus okinawanus Shiraki, Dacus dorsalis Hendel,

dan Strumeta dorsalis (Hendel). Menurut Drew dan Hancock (1994) spesies ini

tidak dimasukkan ke dalam kelompok B. dorsalis spesies kompleks, sehingga

untuk identifikasi dimasukkan ke dalam B. dorsalis (Hendel).

B. dorsalis (Hendel) mempunyai ciri-ciri antara lain pada sayap terdapat

noda-noda pada garis costa dan cubita, tidak mempunyai noda-noda pada vena

melintang, dua rambut pada scutellum, mosonotum dengan tanda hitam, pita

lateral kuning pada mesonotum memanjang ke dekat rambut supra alar, abdomen

sebagian besar berwarna merah pucat (coklat), terdapat pita hitam melintang pada

terga ke-2 dan ke-3, pita hitam sempit longitudinal membelah di tengah-tengah

terga ke-3 sampai ke-5 dan mempunyai panjang tubuh 4.5-4.7 mm (Gambar 1).

Gambar 1. Bactroceradorsalis (Hendel) / lalat buah oriental.

Spesies ini biasanya menyerang berbagai jenis buah-buahan. Daerah

penyebaran di Indonesia sebagian besar ada di Jawa. Sedangkan penyebaran di

luar negeri meliputi India, Myanmar, Srilanka, Taiwan, Malaysia, Thailand,

Filipina, California, dan Florida (USA), Bangladesh, Hongkong, Pakistan, dan

(34)

Selain rentan terhadap hama, buah pepaya juga rentan terhadap penyakit.

Patogen penyakit cukup beragam, dapat berupa bakteri, cendawan, virus, dan

nematoda. Penyakit yang menyerang buah pepaya antara lain sebagai berikut :

1. Penyakit bercak daun (pepaya black spot)

Serangan pada buah diawali oleh bintik kecil yang kemudian membesar

dengan diameter antara 0.8-3.0 mm dan berwarna hitam. Bercak ini tidak

menimbulkan busuk pada buah tetapi hanya menimbulkan suatu bentuk gabus di

bagian bawah epidermis. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora

pepayae Hans yang dapat ditemukan diseluruh di Indonesia. Pencegahan penyakit

ini dapat dilakukan dengan fungisida Maneb 80 dosis 0.1-0.2% atau Zineb 80 WP

0.1-0.2%.

2. Penyakit busuk buah Rhizopus

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Rhizopus stolonifer Lind yang

hanya menyerang buah pepaya tua yang terluka. Buah yang terkena serangan

akhirnya menjadi busuk, bonyok, dan berair. Bila dalam keadaan lembab, buah

dilapisi oleh sporangiospora berwarna hitam. Oleh karena itu, pada saat

pemanenan, pengangkutan, dan pengepakan harus dilakukan secara hati-hati.

Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencelupkan buah ke dalam air

panas dengan suhu 49ºC selama 20 menit. Pada suhu tersebut sporangiospora

akan mati. Di tempat penyimpanan, buah pepaya yang terserang penyakit segera

dipisahkan dan dimusnahkan agar tidak menular ke buah lain yang masih sehat.

3. Penyakit busuk buah antraknosa

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporiodes

(Penz) Sacc. Gejala serangan penyakit ini tampak pada buah menjelang masak

yang berupa bulatan-bulatan kecil berwarna gelap. Bila buah semakin masak,

bulatan-bulatan tersebut akan semakin membesar dan busuk cekung ke arah dalam

buah. Saat buah masih mentah, gejala serangan ini terlihat berbentuk luka kecil

dengan getah yang keluar dan mengental. Luka ini tetap kecil selama buah masih

mentah. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan fungisida Dithane M-45

dosis 0.2%. Penyemprotan pada musim kering dilakukan selang 10 hari

(35)

penyimpanan dapat dicegah dengan cara mencelupkan ke dalam air panas yang

bersuhu 43-49ºC.

4. Penyakit mosaik pepaya (pepaya mosaic)

Penyakit ini ditularkan oleh kutu daun Myzus persicae. Serangan mosaik

pada buah dapat berlangsung pada seluruh stadia kemasakan. Gejalanya berupa

bercak-bercak berbentuk cincin kecil berdiameter 1.6 mm, berwarna hijau gelap,

dan tampak pada seluruh bagian buah. Pada awalnya bercak cincin yang terjadi

belum sempurna lingkarannya tetapi akhirnya menjadi bentuk utuh melingkar.

Pada buah yang masak, bercak warna hijau gelap tidak kelihatan. Pencegahannya

dengan memusnahkan buah pepaya yang sudah terserang untuk menghindari

penularan.

B. TEKNOLOGI KARANTINA

Buah-buahan tropika selain mudah rusak (perishable) juga merupakan

inang bagi lalat buah dari famili Tephritidae yang oleh kebanyakan negara

pengimpor diawasi secara ketat. Sehingga upaya untuk mengekspor komoditas

tersebut terhambat oleh adanya aturan karantina yang mengharuskan terbebasnya

komoditas tersebut dari hama dan penyakit. Agar dapat diterima oleh negara

pengimpor, buah harus diberi perlakuan untuk menjamin terbebasnya buah dari

lalat buah.

Teknologi karantina diperlukan dalam rantai pemasaran komoditi yang

merupakan inang dari suatu hama dan penyakit dari daerah yang terinfestasi ke

daerah yang tidak terinfestasi yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama

dan penyakit tersebut (Armstrong dan Couey, 1989). Berdasarkan media yang

digunakan untuk mengendalikan infestasi serangga, teknologi karantina dapat

dikelompokan menjadi 3 macam. Yakni, perlakukan kimia menggunakan

fumigan seperti fungisida, insektisdia dll; perlakuan fisik seperti penggunaan

temperatur (tinggi atau rendah), penggunaan efek gelombang frekuensi tinggi,

irradiasi dll; dan kombinasi antara perlakuan kimia dan fisik. Beberapa perlakuan

yang telah digunakan antara lain Cold treatment, Fumigasi, Iradiasi, dan

(36)

1. Cold treatment (perlakuan dingin)

Pada proses penyimpanan terdapat beberapa perlakuan antara lain

penyimpanan dingin yang dilakukan pada suhu 10oC hingga -2oC, penyimpanan

beku dengan suhu di bawah -18oC, dan penyimpanan biasa pada suhu di atas

10oC. Metode cold treatment diaplikasikan pada proses penyimpanan dengan

suhu rendah untuk mengendalikan hama dan penyakit khususnya serangga lalat

buah. Sebagai metode disinfestasi pada buah dan sayuran, suhu harus disesuaikan

untuk menghindari kebekuan produk selama proses perlakuan. Titik beku pada

buah adalah -1º hingga -2oCsedangkan sayuran pada suhu -0.5º hingga -1oC.

Keuntungan dari penggunaan teknologi ini adalah kerusakan atau

penurunan mutu produk cenderung lebih kecil dibandingkan penggunaan heat

treatment dan prosedurnya lebih mudah dilakukan dan dikontrol. Namun dalam

pengontrolan serangga, teknologi ini sangat tergantung pada lamanya perlakuan,

dan biaya operasinya yang mahal.

2. Fumigasi

Fumigan adalah bahan kimia yang pada suhu dan tekanan tertentu dapat

berbentuk fasa gas pada konsentrasi yang cukup untuk membunuh hama.

Teknologi fumigasi sudah dikenal sejak lama dan telah diaplikasikan secara luas

diberbagai negara diseluruh dunia. Salah satu keunggulan fumigasi adalah dapat

diaplikasikan pada komoditas dalam jumlah besar secara bersamaan sehingga

dapat menghemat waktu. Fumigan dapat diperoleh dalam 3 bentuk, antara lain

gas (methyl bromida, kabondioksida,Hidrogen sianida), cair (ethylen dibromida,

dan karbon tetra khlorida), dan padat (alumunium phospine). Penggunan fumigan

ini dalam satuan berat/volume.

Methyl bromida (CH3Br) merupakan fumigan dalam bentuk gas yang

sudah umum digunakan, karena dapat mengontrol berbagai spesies serangga

secara efektif, tidak mudah meledak dan relatif aman digunakan. Selain itu juga

dapat diaplikasikan pada suhu rendah. Kelemahan methyl bromida dapat

merusak lapisan ozon dan meninggalkan residu pada komoditas yang dapat

berbahaya bagi kesehatan. Sementara itu karbondioksida (CO2) tidak

meninggalkan residu pada produk yang difumigasi dan cukup efektif untuk

(37)

aplikasi yang tidak terlalu lama. Namun fumigan ini tidak dapat mengontrol pupa

serangga beras secara efektif. Untuk pengendalian hama dan penyakit pada

komoditas perishable seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga potong

digunakan Hidrogen sianida.

Alumunium phospine umumnya digunakan untuk pengendalian serangga

di gudang penyimpanan biji-bijian. Bentuknya dapat berupa tablet atau tepung.

3. Iradiasi

Penggunaan iradiasi dosis rendah dapat memperlambat pematangan

buah-buahan, mengontrol cendawan dan dapat memperpanjang umur simpan. Dengan

mengiradiasi 0.25-1 kGy, proses pematangan pada pisang, pepaya, dan mangga

dapat ditunda. Stroberi yang biasanya selalu diserang oleh cendawan Botritis

dapat diperpanjang umur simpannya selama 14 hari dengan meradiasinya 2-3

kGy dan penyimpanan pada suhu 10oC. Stroberi lebih tahan terhadap iradiasi

dibandingkan buah-buahan lainya, beberapa varietas dapat toleran hingga dosis 4

kGy. Iradiasi 0.15-0.3 kGy pada jeruk, mangga dan pepaya dapat mengontrol

serangan lalat buah..

Pada tahun 1986, Food and Drug Administration (FDA) mengijinkan

penerapan radiasi hingga 1 kGy (100 krad) pada buah dan sayuran. Dimana

tujuannya adalah untuk memperpanjang masa simpan dan memperlambat proses

pembusukan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dosis 0.75 kGy dapat

mensterilkan serangga dan dosis yang lebih besar dari 1 kGy dapat mengontrol

pembusukan.

Pada tahun 1996 United States Departement of Agriculture (USDA) dan

Animal and Plan Health Inspection Service (APHIS) menyatakan iradiasi legal

sebagai salah satu perlakuan karantina untuk mengontrol lalat buah. Selanjutnya

pada tahun 1997 USDA dan APHIS mengeluarkan peraturan untuk mengiradiasi

pepaya, carambola, dan litchi sebagai salah satu perlakukan pitosanitari. Dosis

(38)

Tabel 5. Dosis radiasi minimum untuk berbagai spesies lalat buah.

Jenis Nama latin Dosis radiasi minimum (Gy) Oriental fruit fly Bactrocera dorsalis 250 Mediterranean fruit fly Ceratitis capitata 225 Melon fly Bactrocera cucurbitae 210 Caribbean fruit fly Anastrepha suspensa 150 Mexican fruit fly Anastrepha ludens 150 West Indian fruit fly Anastrepha obliqua 150 Sapote fruit fly Anastrepha serpentina 150 Queensland fruit fly Bacterocera tryoni 150

- Bactrocera jarvisi 150

Sumber: Mitcham, 1999

Iradiasi masih menjadi perdebatan menyangkut keamanannya terhadap

kesehatan. Dikhawatirkan proses radiasi akan menyebabkan mutagen pada produk

yang diradiasi sehingga membahayakan kesehatan ketika dikonsumsi. Iradiasi

juga menyebabkan beberapa penurunan kualitas pada beberapa jenis buah-buahan

tertentu. Ionisasi menyebabkan perubahan kimia pada komponen dinding sel

seperti selulosa, hemi selulosa dan pektin sehingga dinding sel menjadi lunak

karena kehilangan kalsium. Hal ini umumnya terjadi pada dosis radiasi 6 kGy atau

lebih, bahkan pada level yang lebih tinggi kehilangan kalsium mencapai 80% atau

lebih. Akibatnya buah menjadi sangat bermasalah ketika dalam proses transportasi

karena daging buah menjadi cepat sekali melunak. Pada transportasi normal pada

buah yang diiradiasi mengalami kerusakan sebagaimana buah yang tidak

diradiasi. Kehilangan kalsium memegang peranan penting dalam terjadinya

pelunakan pada buah dan sayuran. Selain itu buah-buahan yang diradiasi menjadi

lebih sensitif terhadap suhu dingin, sehingga memudahkan terjadinya chiling

injury. Oleh karena itu iradiasi hanya diijinkan di beberapa negara tertentu.

Iradiasi pada jeruk Australia Washington dan Valencia tidak dapat lebih

dari dosis 0.30 kGy, karena dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan kulit

buah. Jeruk California yang diiradiasi dengan 0.35-0.50 kGy mengalami

kerusakan kulit dan perubahan rasa setelah diradiasi. Laporan lain menyebutkan

bahwa iradiasi jeruk pada dosis 0.50 kGy menyebabkan perubahan warna dan rasa

setelah dilakukan penyimpanan selama 2-4 minggu. Demikian juga dengan

(39)

menyebabkan perubahan yang signifikan pada rasa. Dan banyak survei

menunjukan bahwa jeruk tidak tahan pada radiasi lebih dari 0.50 kGy, sementara

cendawan penyebab penyakit pascapanen pada jeruk membutuhkan dosis radiasi

hingga 3 kGy. Pada buah cherry, aprikot dan peach dibutuhkan dosis radiasi lebih

dari 2 kGy untuk mengontrol pertumbuhan cendawan Monilia fructicola yang

menyebabkan penyakit brown rot. Hanya Mangga Kent dari Afrika Selatan yang

tahan terhadap iradiasi.

4. Perlakuan panas (heat treatment)

Teknologi ini digunakan dalam pengendalian hama penyakit

produk-produk pertanian khususnya buah-buahan segar (mangga, pepaya, kesemak, jeruk,

pisang) dan sayuran segar (lada, terong, tomat, dan timun) yang merupakan

komoditi mudah rusak (perishable). Teknologi perlakuan panas terdiri dari 3

perlakuan, yaitu hot water treatment, high temperature forced air, dan vapor heat

treatment. Perlakuan panas untuk disinfestasi pada buah sudah dilakukan sejak

1929 ketika Baker dan pekerjanya mengembangkan pencegahan lalat buah

(Williamson M, 2002). Pengembangan perlakuan panas ini semakin berkurang

daripada penggunaan bahan-bahan kimia yang lebih mudah dan murah dalam

aplikasinya. Obat-obatan kimia yang biasa digunakan adalah methyl bromide.

Karena beberapa komoditi sangat sensitive dengan bahan-bahan kimia

penggunaan methyl bromide memerlukan suhu dan dosis khusus.

Teknologi perlakuan panas penerapannya relatif mudah dan sama sekali

tidak menggunakan bahan kimia dalam pengendaliannya terhadap hama dan

penyakit pada komoditi yang mudah rusak (perishable). Penggunaan teknologi ini

lebih disukai oleh konsumen daripada penggunaan methyl bromide. Teknologi

perlakuan panas tidak mempunyai risiko kesehatan dari residu bahan-bahan kimia.

Pada tahun 1984, penggunaan perlakuan panas menjadi alternatif utama sejak

adanya pembatasan bahkan larangan penggunaan bahan kimia seperti ethylen

dibromida, phosphine untuk proses disinfestasi hama dan penyakit. Proses

disinfestasi pada buah dilakukan dengan cara memanaskan buah pada suhu

tertentu selama periode waktu tertentu yang bertujuan untuk membunuh lalat buah

(fruit fly) atau mengendalikan penyakit seperti antraknosa dan busuk pangkal buah

(40)

Beberapa negara seperti Jepang dan USA mensyaratkan penggunaan

teknologi karantina ini untuk produk hortikultura yang akan diimpornya. Lembaga

pengawas kesehatan hewan dan tanaman Amerika (USDA-APHIS dalam JFTA,

1996) menyatakan bahwa perlakuan pencelupan buah ke dalam air panas (

hot-water immersion) selama waktu dengan suhu tertentu sesuai jenis buah, terbukti

efektif untuk disinfestasi hama dan penyakit pada buah. Pemanasan dilakukan

hingga inti buah mencapai suhu 43º – 46,7ºC dan dipertahankan selama 30-90

menit (Williamson M, 2002).

Setiap bahan pangan memiliki toleransi panas yang berbeda, tergantung

pada kultivar, ukuran dan bentuk, serta kematangan dan metode yang digunakan.

Penentuan waktu dan suhu yang optimum diperlukan dalam proses heat treatment

bahan pangan untuk mencegah terjadinya kerusakan. Kerusakan yang terjadi

dapat berupa kerusakan eksternal maupun internal. Kerusakan eksternal

umumnya berupa pencoklatan (browning) pada kulit dan terjadinya penguningan

pada sayuran hijau seperti ketimun. Kerusakan internal yang terjadi diantaranya

adalah pelunakan abnormal dan penghitaman pada daging buah, misalnya pada

buah leci.

Buah mangga dan pepaya yang diberi perlakuan panas selama 4 jam pada

suhu 50°C mengalami pelunakan yang lebih cepat. Pada umumnya buah-buahan dan sayuran masih toleran dalam air bersuhu 50°-60°C selama 10 menit, tetapi pada waktu yang lebih singkat telah dapat membunuh larva-larva penyebab

penyakit pada komoditas tersebut. Pencelupan buah-buahan dalam air panas pada

suhu 46°C membutuhkan waktu 90 menit dan perlakuan panas dengan uap panas

menggunakan suhu 40-50°C sudah dapat membunuh telur serangga yang terinfestasi pada buah atau sayuran. Pencegahan kebusukan akibat jamur dapat

dilakukan dalam hitungan menit pada suhu di atas 50°C.

Hot water treatment adalah dengan mencelupkan komoditas ke dalam air

panas pada suhu dan waktu tertentu, tergantung kepada varietas, jenis dan stadia

serangga yang akan dibasmi (APHIS, 1993). Untuk buah-buahan yang bersifat

perishable, pemanasan dapat dilakukan hingga suhu pusat buah mencapai 43 o

-46.7oC selama 35-90 menit. Variasi tergantung kepada jenis dan stadium hama

(41)

untuk menghantarkan panas secara seragam keseluruh bagian buah dalam waktu

yang tidak terlalu lama. Metode hot water treatment ini juga dapat mengontrol

penyakit pascapanen seperti antraknose dan stem end rot (Couey, 1989 dan Mc

Guire, 1991).

Pencelupan komoditas non-food perishable seperti bunga ke dalam air

panas dengan suhu 43.3o-49oC selama 6 menit hingga 1 jam efektif untuk

membunuh serangga dan tidak merusak kualitas produk. Saat ini hot water

treatment digunakan pada mangga yang terinfestasi lalat buah Mediterenean dan

beberapa lalat buah dari jenis Anastrepha, yang diimpor dari Meksiko, Karibia,

Amerika Tengah dan Amerika Selatan ke Amerika Serikat. Kesuksesan

penerapan hot water treatment pada karantina mangga juga dikembangkan pada

pepaya, jambu biji, dan pisang. Namun demikian metode ini tidak

direkomendasikan untuk anggur, belimbing, plum, dan peach karena dapat

merusak mutu buah.

Penggunaan perlakukan udara panas (hot air treatment) juga digunakan

sebagai salah satu perlakuan karantina. Pemanasan dengan udara hingga suhu

40o-50oC selama kurang dari 8 jam dapat digunakan untuk mengontrol lalat buah

pada buah-buhan tropika (Amstrong et. al., 1989). Kondensasi pada permukaan

buah atau pada ruang perlakuan dihindari dengan menjaga titik embun 2o-3oC

dibawah temperatur bola kering. Hal ini akan mengontrol kelembaban relatif

ruangan sehingga menghindari kondensasi pada ruang perlakukan dan pada

permukaan buah yang ditreatment.

USDA-APHIS telah menggunakan perlakuan udara panas ini pada

pepaya, mangga, dan anggur (APHIS, 1993). Metode ini efektif digunakan untuk

mengendalikan lalat buah seperti lalat buah Meksiko pada anggur dari Meksiko,

lalat buah Mediteranean, Oriental, dan Melon fly pada pepaya dari Hawai serta

lalat buah Meksiko, West Indian, dan lalat buah hitam pada mangga dari

Meksiko.

Vapor heat treatment (VHT) merupakan penggunaan uap panas jenuh

pada komoditas perishable dengan suhu dan waktu tertentu untuk memastikan

semua hama yang ditargetkan terbunuh (APHIS, 1993). Penggunaan vapor heat

(42)

mentreatment buah clementine, anggur, jeruk, mangga, yang diimpor untuk

membebaskannya dari lalat buah Meksiko. Juga pada paprika, terong, pepaya,

tomat, zuchini dan markisa yang diimpor dari area yang terinfestasi Oriental dan

Melon fly (APHIS, 1993). Perlakuan vapor heat juga efektif membunuh serangga

codling meth pada cherry, Caribbean fly pada bunga potong begitu juga untuk

aphid, thrips, dan mealybug (Hansen et al., 1992).

Dalam prakteknya, penggunaan panas pada mangga dengan metode VHT

dilakukan pada suhu buah (dekat biji) 46.5oC selama 10-30 menit dan terbukti

efektif untuk membunuh lalat buah jenis Oriental fruit fly dan Melon fruit fly dari

mangga ‘Nang Klangwan’ (Thailand) dan mangga ‘Irwin’ (Taiwan dan Okinawa)

serta mampu mengendalikan penyakit stem end rot dari mangga ‘Kensington’

(JFTA, 1996; Rokhani et. al., 2001). Rokhani et. al. (2001) melaporkan bahwa

dengan metode vapor heat treatment, mangga varietas ‘Irwin’ yang diproduksi di

Okinawa tahan pada suhu 46.5oC selama 30 menit. Proses tersebut cukup efektif

dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah

(stem end rot) pada mangga serta dapat mempertahankan mutu buah hingga 21

hari penyimpanan pada suhu 13oC.

Semua komoditas buah-buahan dari Hawai yang terserang oleh Oriental

fruit fly (Dacus dorsalis Hendel), Melon fly (D. Cucurbitae Coquillet) dan

Mediterranean fruit fly (Ceratitis capitata Wiedermann) harus didisinfeksi

terlebih dahulu sebelum diekspor ke USA, Jepang dan beberapa negara lainnya

yang diketahui tidak memiliki spesies hama ini. Dan untuk buah-buahan yang

diimpor dari Philipina pemerintah Australia mengharuskan penerapan vapor heat

treatment dengan suhu 46º C selama 10 menit, untuk membunuh semua stadium

lalat buah, Bactrocera cucurbitae, B. occipotalis dan B. philipiniensis. Dua

metode yang non kimia yang digunakan untuk membunuh Oriental dan

Mediteranean fruit fly yang terinfestasi di dalam Pepaya Hawai adalah dengan

pencelupan berulang ke dalam air panas dan penggunaan uap panas.

Perlakuan panas juga efektif mengontrol penyakit yang disebabkan

Phytophthora citrophthora pada lemon, Rhizopus dan Molinia pada peach,

Colletrotichum gloesporoides pada mangga dan pepaya serta Gloesporium sp.

Gambar

Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia (ton).
Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100 g bahan.
Tabel 4. Klasifikasi/golongan pepaya malang segar.
Gambar 1. Bactrocera dorsalis (Hendel) / lalat buah oriental.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Percobaan I1 bertujuan untuk mengetahui pengaruh letak buah pada cabang yang berbeda terhadap produksi dan mutu benih pepaya d m merupakan faktor tunggal yang

Buah pepaya dengan tingkat ketuaan 0% dan disimpan pada suhu 10.C memiliki lama penyimpanan terlama yaitu 20 hari sedangkan buah pepaya dengan tingkat ketuaan 10% dan

dorsalis, (2) pengaruh perlakuan panas terhadap mutu buah, dan (3) rancangan proses perlakuan panas yang optimum. Lalat buah pada stadium telur diperoleh dari

Setelah buah pepaya dibersihkan dan disterilisasi dengan thibendazol selanjutnya dilakukan penyimpanan pada beberapa suhu yaitu 15 o C selama 18 hari (data digunakan untuk

Berdasarkan hasil uji organoleptik yang meliputi warna kulit buah, warna daging buah, aroma, rasa, dan kekerasan, untuk penyimpanan buah pepaya sampai 20 hari lebih baik disimpan

Selama penyimpanan, buah pepaya mengalami perubahan susut bobot, warna kulit dan daging buah, kelunakan dan perubahan kadar glukosa buah.Buah pepaya yang telah

Perlakuan panas pada logam (Heat treatment) merupakan ilmu yang mempelajari tentang perubahan sifat dan struktur pada logam akibat pemberian panas pengaturan laju

Berdasarkan penelitian pemberian edible coating pada buah pepaya terolah minimal dapat disimpulkan bahwa konsentrasi terbaik untuk mempertahankan mutu buah pepaya