PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE
VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA
(Carica papaya L.)
Oleh :
Ali Parjito
F14103039
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE
VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA
(Carica papaya L.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ali Parjito
F14103039
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE
VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA
(Carica papaya L.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ali Parjito
F14103039
Dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1985 Di Klaten, Jawa Tengah
Tanggal lulus : 13 Agustus 2007
Menyetujui, Bogor, Agustus 2007
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Pembimbing Akademik
Mengetahui,
RINGKASAN
Ali Parjito. F14103039. Pengaruh Perlakuan Panas Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.
Buah pepaya termasuk dalam kelompok hortikultura yang pengembangannya mendapat perhatian. Banyak buah-buahan yang dihasilkan para petani lokal namun masih sedikit buah yang menempati pasar swalayan dan pasar internasional. Masalah mutu yang dihadapi diantaranya penampilan buah yang kotor, memar-memar, tidak higiene, warna yang tidak merata dan citarasa buah yang tidak sama antar buah yang diperdagangkan. Buah termasuk komoditas pangan yang cepat rusak (perishable) sehingga fleksibilitas di pasaran menjadi terbatas. Bila penanganan pascapanen kurang sempurna maka sekitar 30-50% hasil panen akan mengalami kerusakan sesampai ditangan konsumen. Kerusakan ini disebabkan karena setelah dilakukan pemanenan, respirasi lanjutan atau proses hidup masih terjadi. Proses tersebut meliputi perubahan warna, respirasi, dan proses lain yang menyebabkan pembusukan oleh aktivitas mikroba. Proses tersebut dapat dikendalikan dengan adanya kegiatan pascapanen yang benar sehingga berpengaruh pada kualitas buah.
Pepaya tergolong buah yang banyak diminati hampir di seluruh dunia. Daging buah yang lunak, warnanya merah atau kuning, rasanya yang manis dan mengandung banyak air. Kandungan vitamin A-nya lebih banyak daripada wortel, vitamin C-nya lebih tinggi daripada jeruk. Mengandung juga vitamin B kompleks dan vitamin E.
Nilai ekspor pepaya Indonesia masih kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya buah pepaya bermutu tinggi yang memenuhi selera dan standar luar negeri. Rendahnya mutu pepaya disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan teknologi karantina menggunakan teknik perlakuan panas (heat treatment).
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan panas dengan metode vapor heat treatment terhadap mutu buah pepaya dan mengamati perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan, meliputi susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, uji organoleptik dan menentukan perlakuan terbaik terhadap mutu pepaya selama penyimpanan.
Waktu penelitian mulai bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007 di laboratorium AP4 (Agricultural Producs Processing Pilot Plant), dan laboratorium TPPHP (Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap kegiatan, yaitu tahap I (mengkaji perkembangan suhu buah selama proses VHT) dan tahap II (mengkaji pengaruh lama proses VHT dengan pelilinan dan tanpa pelilinan terhadap mutu buah). Perlakuan panas dilakukan dengan menempatkan pepaya pada VHT chamber
dengan suhu dan kelembaban terkontrol. Perubahan suhu dan waktu yang terjadi selama perlakuan dimonitor setiap menit menggunakan hybrid recorder. Data dianalisis menggunakan SAS dan Microsoft Excel. Pada tahap II, perlakuan panas dilakukan selama 0, 15, dan 30 menit setelah conditoning pada tahap I. Kemudian pepaya diberi perlakuan pelilinan dan tanpa pelilinan. Sebagai pembanding, diperlukan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan dan tanpa pelilinan. Pepaya kontrol dan pepaya yang sudah diberi perlakuan panas disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 10ºC dan RH 85-90%. Pengamatan mutu terhadap susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan kadar air dilakukan setiap 3 hari selama 21 hari. Setiap pengamatan dilakukan uji organoleptik terhadap warna kulit, warna daging buah, aroma, dan rasa kepada 10 orang panelis.
Model matematika penyebaran suhu yang digunakan selama VHT pada mutu A, B, dan C adalah model asimtotik, dengan persamaan Tθ = 48.59 - (22.48 EXP (-0.02θ)) dengan r2 = 0.992 untuk pepaya mutu A, Tθ = 47.24 - (22.41 EXP (-0.06θ)) dengan r2 = 0.998 untuk pepaya mutu B, dan Tθ = 49.7 - (21.21 EXP (-0.07θ)) dengan r2 = 0.993 untuk pepaya mutu C.
Pepaya yang digunakan pada tahap II adalah pepaya mutu A. Suhu pusat pepaya mencapai 45.5ºC dengan suhu medium 46.5ºC dalam waktu sekitar 80 menit (conditoning). Pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot, dan kadar air. Pelilinan mampu menghambat proses transpirasi dan respirasi buah sehingga susut sobot cenderung lebih kecil. VHT berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut dan kekerasan pepaya. Semakin lama perlakuan panas (VHT) akan menurunkan nilai total padatan terlarut dan akan memberikan efek lunak pada buah. Interaksi antara VHT dan pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya selama penyimpanan. Pemberian lilin mampu menghambat efek lunak akibat pengaruh VHT selama penyimpanan.
Perlakuan VHT selama 30 menit setelah conditioning dengan pelilinan 6% merupakan perlakuan yang optimum karena dapat mempertahankan mutu pepaya berdasarkan parameter mutu susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit sampai akhir penyimpanan (hari ke-21). Sedangkan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan maupun tanpa pelilinan hanya mampu bertahan sampai hari ke 6 karena serangan pengakit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tingkat keseragaman dimensi dan kematangan yang lebih tinggi dengan melakukan uji mortalitas hama dan penyakit pada pepaya khususnya lalat buah.dan pengamatan parameter mutu yang lebih lengkap seperti laju respirasi, uji mikroba, dan uji vitamin A.
RIWAYAT HIDUP
Ali Parjito dilahirkan di Kabupaten Klaten Propinsi
Jawa Tengah pada tanggal 19 Juli 1985, anak ke-1 dari 2 bersaudara, putra Parji dan Sudarsi.
Memulai pendidikan di SDN Mudal II lulus tahun 1997, melanjutkan ke SLTPN I Boyolali lulus tahun 2000,
melanjutkan di SMUN I Boyolali lulus tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian.
Penulis sempat aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya : FBI FATETA, OMDA Boyolali, HIMATETA, dan pengelola F-Mart. Pada tahun 2003 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di Gudang Bulog Baru,
Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Topik yang diambil “ MEMPELAJARI ASPEK KETEKNIKAN PADA PROSES PENYIMPANAN DAN
PENGGILINGAN GABAH/BERAS DI GUDANG BULOG BARU
MOJOLABAN, SUKOHARJO, JAWA TENGAH”.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi
Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “
PENGARUH
PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica pepaya L.)”.
Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada rosulullah SAW sebagai suri tauladan kita. Skripsi ini berjudul Pengaruh Perlakuan Panas Dengan Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyusunan skripsi ini, yaitu :
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penelitian dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu, Bapak, dan adikku yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama ini.
5. Teman-teman satu kosan : Gia, Khafid, Drajat, dan Fuad atas segala bantuan yang telah diberikan.
6. Teman-teman TEP 40 khususnya : Rini Susilo, Kindi, Dedi, Iin dan semua
pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna.
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN PENELITIAN ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. PEPAYA ... 4
1. Tanaman pepaya ... 4
2. Panen buah pepaya ... 7
3. Pascapanen pepaya ... 8
4. Hama dan penyakti pepaya ... 9
B. TEKNOLOGI KARANTINA ... 13
1. Cold treatment (perlakuan dingin) ... 14
2. Fumigasi ... 14
3. Iradiasi ... 15
4. Perlakuan panas (heat treatment) ... 17
C. PELILINAN ... 22
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 25
B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ... 25
C. METODE PENELITIAN ... 25
D. RANCANGAN PERCOBAAN ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
A. PERLAKUAN PANAS PADA BUAH PEPAYA ... 31
1. Susut bobot ... 35
2. Kekerasan ... 36
3. Total padatan terlarut ... 41
4. Kadar air ... 44
5. Uji organoleptik ... 47
6. Serangan hama dan penyakit ... 54
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. KESIMPULAN ... 56
B. SARAN ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia ... 1
Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100g bahan ... 5
Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar ... 7
Tabel 4. Klasfikasi/golongan pepaya malang segar ... 8
Tabel 5. Dosis radiasi minimum untuk berbagai spesies lalat buah ... 16
Tabel 6. Konsentrasi emulsi lilin karnauba yang optimal pada beberapa komoditi hortukultura ... 23
Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan ... 24
Tabel 8. Nilai parameter model asimtotik pada pepaya mutu A, B, dan C ... 31
Tabel 9. Perbandingan lama pencapaian suhu target pada pengukuran dan pendugaan ... 33
Tabel 10. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap susut robot pada hari ke-21 ... 36
Tabel 11. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kekerasan pada hari ke-12. ... 39
Tabel 12. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap total padatan terlarut pada hari ke-21. ... 44
Tabel 13. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kadar air pada hari ke-6 ... 46
Tabel 14. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna kulit buah pada hari ke-15 ... 48
Tabel 15. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna daging buah pada hari ke-15 ... 50
Tabel 16. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap aroma buah pada hari ke-15 ... 51
Tabel 17. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap rasa buah pada hari ke-15 ... 53
PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE
VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA
(Carica papaya L.)
Oleh :
Ali Parjito
F14103039
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE
VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA
(Carica papaya L.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ali Parjito
F14103039
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE
VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA
(Carica papaya L.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ali Parjito
F14103039
Dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1985 Di Klaten, Jawa Tengah
Tanggal lulus : 13 Agustus 2007
Menyetujui, Bogor, Agustus 2007
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Pembimbing Akademik
Mengetahui,
RINGKASAN
Ali Parjito. F14103039. Pengaruh Perlakuan Panas Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.
Buah pepaya termasuk dalam kelompok hortikultura yang pengembangannya mendapat perhatian. Banyak buah-buahan yang dihasilkan para petani lokal namun masih sedikit buah yang menempati pasar swalayan dan pasar internasional. Masalah mutu yang dihadapi diantaranya penampilan buah yang kotor, memar-memar, tidak higiene, warna yang tidak merata dan citarasa buah yang tidak sama antar buah yang diperdagangkan. Buah termasuk komoditas pangan yang cepat rusak (perishable) sehingga fleksibilitas di pasaran menjadi terbatas. Bila penanganan pascapanen kurang sempurna maka sekitar 30-50% hasil panen akan mengalami kerusakan sesampai ditangan konsumen. Kerusakan ini disebabkan karena setelah dilakukan pemanenan, respirasi lanjutan atau proses hidup masih terjadi. Proses tersebut meliputi perubahan warna, respirasi, dan proses lain yang menyebabkan pembusukan oleh aktivitas mikroba. Proses tersebut dapat dikendalikan dengan adanya kegiatan pascapanen yang benar sehingga berpengaruh pada kualitas buah.
Pepaya tergolong buah yang banyak diminati hampir di seluruh dunia. Daging buah yang lunak, warnanya merah atau kuning, rasanya yang manis dan mengandung banyak air. Kandungan vitamin A-nya lebih banyak daripada wortel, vitamin C-nya lebih tinggi daripada jeruk. Mengandung juga vitamin B kompleks dan vitamin E.
Nilai ekspor pepaya Indonesia masih kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya buah pepaya bermutu tinggi yang memenuhi selera dan standar luar negeri. Rendahnya mutu pepaya disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan teknologi karantina menggunakan teknik perlakuan panas (heat treatment).
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perlakuan panas dengan metode vapor heat treatment terhadap mutu buah pepaya dan mengamati perubahan mutu yang terjadi selama penyimpanan, meliputi susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, uji organoleptik dan menentukan perlakuan terbaik terhadap mutu pepaya selama penyimpanan.
Waktu penelitian mulai bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007 di laboratorium AP4 (Agricultural Producs Processing Pilot Plant), dan laboratorium TPPHP (Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap kegiatan, yaitu tahap I (mengkaji perkembangan suhu buah selama proses VHT) dan tahap II (mengkaji pengaruh lama proses VHT dengan pelilinan dan tanpa pelilinan terhadap mutu buah). Perlakuan panas dilakukan dengan menempatkan pepaya pada VHT chamber
dengan suhu dan kelembaban terkontrol. Perubahan suhu dan waktu yang terjadi selama perlakuan dimonitor setiap menit menggunakan hybrid recorder. Data dianalisis menggunakan SAS dan Microsoft Excel. Pada tahap II, perlakuan panas dilakukan selama 0, 15, dan 30 menit setelah conditoning pada tahap I. Kemudian pepaya diberi perlakuan pelilinan dan tanpa pelilinan. Sebagai pembanding, diperlukan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan dan tanpa pelilinan. Pepaya kontrol dan pepaya yang sudah diberi perlakuan panas disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 10ºC dan RH 85-90%. Pengamatan mutu terhadap susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan kadar air dilakukan setiap 3 hari selama 21 hari. Setiap pengamatan dilakukan uji organoleptik terhadap warna kulit, warna daging buah, aroma, dan rasa kepada 10 orang panelis.
Model matematika penyebaran suhu yang digunakan selama VHT pada mutu A, B, dan C adalah model asimtotik, dengan persamaan Tθ = 48.59 - (22.48 EXP (-0.02θ)) dengan r2 = 0.992 untuk pepaya mutu A, Tθ = 47.24 - (22.41 EXP (-0.06θ)) dengan r2 = 0.998 untuk pepaya mutu B, dan Tθ = 49.7 - (21.21 EXP (-0.07θ)) dengan r2 = 0.993 untuk pepaya mutu C.
Pepaya yang digunakan pada tahap II adalah pepaya mutu A. Suhu pusat pepaya mencapai 45.5ºC dengan suhu medium 46.5ºC dalam waktu sekitar 80 menit (conditoning). Pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot, dan kadar air. Pelilinan mampu menghambat proses transpirasi dan respirasi buah sehingga susut sobot cenderung lebih kecil. VHT berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut dan kekerasan pepaya. Semakin lama perlakuan panas (VHT) akan menurunkan nilai total padatan terlarut dan akan memberikan efek lunak pada buah. Interaksi antara VHT dan pelilinan memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan pepaya selama penyimpanan. Pemberian lilin mampu menghambat efek lunak akibat pengaruh VHT selama penyimpanan.
Perlakuan VHT selama 30 menit setelah conditioning dengan pelilinan 6% merupakan perlakuan yang optimum karena dapat mempertahankan mutu pepaya berdasarkan parameter mutu susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit sampai akhir penyimpanan (hari ke-21). Sedangkan pepaya kontrol (tanpa VHT) dengan pelilinan maupun tanpa pelilinan hanya mampu bertahan sampai hari ke 6 karena serangan pengakit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tingkat keseragaman dimensi dan kematangan yang lebih tinggi dengan melakukan uji mortalitas hama dan penyakit pada pepaya khususnya lalat buah.dan pengamatan parameter mutu yang lebih lengkap seperti laju respirasi, uji mikroba, dan uji vitamin A.
RIWAYAT HIDUP
Ali Parjito dilahirkan di Kabupaten Klaten Propinsi
Jawa Tengah pada tanggal 19 Juli 1985, anak ke-1 dari 2 bersaudara, putra Parji dan Sudarsi.
Memulai pendidikan di SDN Mudal II lulus tahun 1997, melanjutkan ke SLTPN I Boyolali lulus tahun 2000,
melanjutkan di SMUN I Boyolali lulus tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian.
Penulis sempat aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya : FBI FATETA, OMDA Boyolali, HIMATETA, dan pengelola F-Mart. Pada tahun 2003 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di Gudang Bulog Baru,
Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Topik yang diambil “ MEMPELAJARI ASPEK KETEKNIKAN PADA PROSES PENYIMPANAN DAN
PENGGILINGAN GABAH/BERAS DI GUDANG BULOG BARU
MOJOLABAN, SUKOHARJO, JAWA TENGAH”.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi
Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “
PENGARUH
PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica pepaya L.)”.
Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi.KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada rosulullah SAW sebagai suri tauladan kita. Skripsi ini berjudul Pengaruh Perlakuan Panas Dengan Metode Vapor Heat Treatment Terhadap Mutu Pepaya (Carica papaya L.).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyusunan skripsi ini, yaitu :
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penelitian dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu, Bapak, dan adikku yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama ini.
5. Teman-teman satu kosan : Gia, Khafid, Drajat, dan Fuad atas segala bantuan yang telah diberikan.
6. Teman-teman TEP 40 khususnya : Rini Susilo, Kindi, Dedi, Iin dan semua
pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna.
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN PENELITIAN ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. PEPAYA ... 4
1. Tanaman pepaya ... 4
2. Panen buah pepaya ... 7
3. Pascapanen pepaya ... 8
4. Hama dan penyakti pepaya ... 9
B. TEKNOLOGI KARANTINA ... 13
1. Cold treatment (perlakuan dingin) ... 14
2. Fumigasi ... 14
3. Iradiasi ... 15
4. Perlakuan panas (heat treatment) ... 17
C. PELILINAN ... 22
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 25
B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ... 25
C. METODE PENELITIAN ... 25
D. RANCANGAN PERCOBAAN ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
A. PERLAKUAN PANAS PADA BUAH PEPAYA ... 31
1. Susut bobot ... 35
2. Kekerasan ... 36
3. Total padatan terlarut ... 41
4. Kadar air ... 44
5. Uji organoleptik ... 47
6. Serangan hama dan penyakit ... 54
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. KESIMPULAN ... 56
B. SARAN ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia ... 1
Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100g bahan ... 5
Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar ... 7
Tabel 4. Klasfikasi/golongan pepaya malang segar ... 8
Tabel 5. Dosis radiasi minimum untuk berbagai spesies lalat buah ... 16
Tabel 6. Konsentrasi emulsi lilin karnauba yang optimal pada beberapa komoditi hortukultura ... 23
Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan ... 24
Tabel 8. Nilai parameter model asimtotik pada pepaya mutu A, B, dan C ... 31
Tabel 9. Perbandingan lama pencapaian suhu target pada pengukuran dan pendugaan ... 33
Tabel 10. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap susut robot pada hari ke-21 ... 36
Tabel 11. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kekerasan pada hari ke-12. ... 39
Tabel 12. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap total padatan terlarut pada hari ke-21. ... 44
Tabel 13. Pengaruh VHT dengan pelilinan terhadap kadar air pada hari ke-6 ... 46
Tabel 14. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna kulit buah pada hari ke-15 ... 48
Tabel 15. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap warna daging buah pada hari ke-15 ... 50
Tabel 16. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap aroma buah pada hari ke-15 ... 51
Tabel 17. Pengaruh perlakuan panas (VHT) dengan pelilinan terhadap rasa buah pada hari ke-15 ... 53
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bactroceradorsalis (Hendel) / lalat buah oriental ... 11
Gambar 2. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses karantina produk hortikultura ... 22
Gambar 3. Diagram alir perkembangan suhu selama proses vapor heat treatment pada berbagai kelas mutu pepaya ... 29
Gambar 4. Diagram alir proses perlakuan panas dan analisis mutu pepaya ... 30
Gambar 5. Sebaran suhu pusat hasil pendugaan menggunakan model asimtotik dan hasil pengukuran selama proses VHT pada pepaya mutu A ... 32
Gambar 6. Sebaran suhu pusat hasil pendugaan menggunakan model asimtotik dan hasil pengukuran selama proses VHT pada pepaya mutu B ... 32
Gambar 7. Sebaran suhu pusat hasil pendugaan menggunakan model asimtotik dan hasil pengukuran selama proses VHT pada pepaya mutu C ... 33
Gambar 8. Susut bobot pepaya selama penyimpanan pada suhu 10° C (hari ke-21) ... 35
Gambar 9. Nilai kekerasan pepaya pada hari ke-12 ... 38
Gambar 10. Nilai total padatan terlarut pada hari ke-18 ... 43
Gambar 11. Nilai kadar air pada hari ke-21 ... 45
Gambar 12. Nilai warna kulit pepaya pada hari ke-15 ... 48
Gambar 13. Nilai warna daging buah pepaya pada hari ke-15 ... 49
Gambar 14. Nilai aroma buah pada hari ke-15 ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Sebaran suhu pusat pepaya mutu A selama VHT ... 61 Lampiran 2. Sebaran suhu pusat pepaya mutu B selama VHT ... 64 Lampiran 3. Sebaran suhu pusat pepaya mutu C selama VHT ... 66 Lampiran 4. Hasil pengamatan susut bobot selama penyimpanan ... 68 Lampiran 5. Hasil pengamatan parameter mutu kekerasan ... 70
Lampiran 6. Hasil pengamatan total padatan terlarut pepaya ... 72 Lampiran 7. Hasil pengamatan kadar air pepaya selama penyimpanan .. 74 Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam susut bobot ... 76 Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam kekerasan ... 77 Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam terhadap total padatan terlarut ... 79
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Buah-buahan termasuk dalam kelompok hortikultura yang
pengembangannya mendapat perhatian. Banyak buah-buahan yang dihasilkan
para petani lokal namun masih sedikit buah yang menempati pasar swalayan dan
pasar internasional. Untuk memenuhi kebutuhan buah dalam negeri dengan
mengurangi nilai impor, pemerintah berusaha meningkatkan produksi
buah-buahan dengan cara mengembangkan agribisnis buah-buah-buahan. Namun
peningkatan produksi saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan peningkatan mutu
buah-buahan. Dalam agribisnis, mutu buah-buahan sangatlah penting dan
menentukan keberhasilan usaha. Masalah mutu yang dihadapi diantaranya
penampilan buah yang kotor, memar-memar, tidak higiene, warna yang tidak
merata dan citarasa buah yang tidak sama antar buah yang diperdagangkan.
Indonesia banyak menghasilkan buah-buahan tropika eksotik yang
potensial untuk dipasarkan baik di dalam maupun di luar negeri seperti pisang,
mangga, jeruk, pepaya dan nenas (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi buah-buahan tropika Indonesia (ton).
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Apukat 141,703 238,182 255,959 221,774 22,577 Belimbing 53,157 56,753 67,261 78,117 65,967 Duku/Langsat 113,071 208,350 233,086 146,067 163,389
Pisang 137,598 162,120 239,107 210,320 178,576 Nenas 73,061 97,296 115,209 117,576 110,704 Durian 415,079 537,186 694,654 710,795 712,693 Manggis 681,255 768,015 928,613 800,975 937,930 Pepaya 500,571 605,194 626,745 732,611 548,657
Sumber : Biro Pusat Statistik 2006.
Salah satu buah tropikal Indonesia yang dikenal luas dan digemari
masyarakat adalah buah pepaya. Buah ini termasuk komoditas pangan yang cepat
rusak (perishable) sehingga fleksibilitas di pasaran menjadi terbatas. Bila
penanganan pascapanen kurang sempurna maka sekitar 30-50% hasil panen akan
mengalami kerusakan sesampai ditangan konsumen. Kerusakan ini disebabkan
terjadi. Proses tersebut meliputi perubahan warna, respirasi, dan proses lain yang
menyebabkan pembusukan karena aktivitas mikroba. Proses tersebut dapat
dikendalikan dengan adanya kegiatan pascapanen yang benar sehingga
berpengaruh pada kualitas buah.
Kualitas produk yang rendah menimbulkan permasalahan serius, antara
lain pangsa pasar buah-buahan Indonesa masih sangat kecil yaitu pada tahun 1990
hanya berkisar 0.2% (Sunarjono, 1998). Menurut ITC (International Trade
Centre), Indonesia belum termasuk dalam daftar negara penghasil buah tropis
karena nilai ekspornya masih sangat kecil. Menurut Dr. Sumarno (2005),
Indonesia cenderung sebagai pengimpor produk-produk hortikultura. Sebagai
contoh pada tahun 2003 Indonesia mengekspor produk sayuran sebesar 125 ribu
ton dan mengimpor sebesar 362 ribu ton sayuran segar dan olahan. Pada produk
buah-buahan, Indonesia mengekspor sebesar 209 ribu ton dan mengimpor sebesar
215 ribu ton buah-buahan segar dan olahan. Dari data tersebut, nilai defisit
perdagangan Indonesia mencapai 122.6 juta US dolar. Masing-masing berasal dari
defisit perdagangan produk sayuran yang mencapai 54.8 juta US dolar dan
buah-buahan mencapai 67.8 juta US dolar.
Kendala yang menyebabkan kecilnya nilai ekspor yaitu kurangnya sarana
dan prasarana yang memadai, pengusaha komoditi buah-buahan sebagian besar
masih bersifat tradisional, dan ketatnya sistem pangawasan mutu dan karantina
yang harus dijalani. Produk hortikultura Indonesia merupakan produk-produk
yang dilarang masuk ke Jepang oleh Divisi Karantina Tanaman Jepang. Larangan
tersebut disebabkan karena produk-produk pertanian tropis seperti Indonesia
disinyalir mengandung hama dan penyakit tanaman yang di Jepang sendiri telah
lama diselesaikan melalui program eradikasi (Indonesian Agricultural Sciences
Association, 2005.http//iasa-online.org).
Salah satu penanganan pascapanen sebagai salah satu program eradikasi
hama dan penyakit adalah dengan teknologi karantina. Teknologi ini diperlukan
dalam rantai pemasaran komoditi yang merupakan inang dari suatu hama dan
penyakit dari daerah yang terinfestasi ke daerah yang tidak terinfestasi yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tersebut. Dalam
panas (heat treatment) sebagai salah satu teknologi karantina setelah adanya
pelarangan penggunaan senyawa kimia seperti etilen dibromida untuk proses
disinfestasi hama dan pengendalian penyakit sejak tahun 1984 (Lurie, 1998).
Dalam penelitian ini digunakan metode perlakuan panas dengan vapor
heat treatment. Teknologi karantina dengan metode VHT merupakan salah satu
metode disinfestasi hama/penyakit pascapanen buah-buahan yang cukup efektif
tanpa menggunakan senyawa kimia sehingga tidak perlu dikhawatirkan adanya
residu kimia yang membahayakan kesehatan. Proses disinfestasi ini secara umum
semakin tinggi suhu yang digunakan akan semakin efektif untuk membunuh hama
dan penyakit. Akan tetapi dapat mengakibatkan penurunan mutu produk seperti
rasa, tekstur, perubahan warna, dan kandungan nutrisi. Kombinasi suhu-waktu
yang tepat perlu dikaji agar proses disinfetasi tercapai tanpa merusak mutu
produk.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh perlakuan
panas metode vapor heat treatment (VHT) terhadap mutu buah pepaya.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah
1. Mengamati perkembangan suhu buah selama proses perlakuan panas metode
VHT.
2. Mengamati pengaruh VHT dan pelilinan terhadap perubahan mutu yang
terjadi selama proses penyimpanan dan menentukan perlakuan terbaik yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PEPAYA
1. Tanaman Pepaya
Di Indonesia tanaman pepaya tersebar dimana-mana bahkan telah menjadi
tanaman perkarangan. Sentra penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah
Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Yogyakarta
(Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), Sulawesi Utara
(Manado). Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun
sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan
pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu
dan bergizi yang tinggi (PKBT, 2003).
Pepaya yang banyak yang dikembangkan di Indonesia adalah jenis pepaya
besar dengan berat 2.5–3 kg/buah, panjang antara 30-37 cm, warna kulit hijau
kemerahan dengan tebal daging buah antara 2–3 cm seperti Jinggo, Dampit,
Cibinong, dan Paris. Akhir-akhir ini konsumen di pasar domestik mulai melirik
jenis pepaya yang ukurannya lebih kecil seperti tipe Solo maupun tipe Hawai,
karena citarasanya yang manis, menyegarkan dan praktis dapat habis dikonsumsi
oleh 1–2 orang dalam sekali makan.
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah berupa herba dari
famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan
kawasan sekitar Mexico dan Costa Rica. Klasifikasi tanaman pepaya adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya
Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar 22º - 26ºC,
berlangsung cepat bila suhu siang hari 35ºC dan malam hari 26ºC. Biji akan
berkecambah dan tumbuh setelah 12 – 14 hari (Kalie, 2004).
Menurut Kalie (2004), pepaya merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika tropis. Buah pepaya sudah merupakan bagian penting dalam menu
makanan pagi. Pepaya tergolong buah yang banyak diminati hampir di seluruh
dunia. Daging buah yang lunak warnanya merah atau kuning, rasanya yang manis
dan mengandung banyak air. Nilai gizi buah ini cukup tinggi karena banyak
mengandung provitamin A, vitamin C, dan mineral. Buah pepaya mengandung
berbagai jenis enzim, vitamin, dan mineral. Kandungan vitamin A-nya lebih
banyak daripada wortel, vitamin C-nya lebih tinggi daripada jeruk. Mengandung
juga vitamin B kompleks dan vitamin E. Oleh karena teksturnya yang lunak dan
nilai gizi yang tinggi maka buah ini sangat baik diberikan untuk anak-anak dan
lansia. Kandungan pepaya secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi zat gizi pepaya per 100 g bahan.
Unsur Komposisi Buah Masak
Air (g)
Buah pepaya mengandung enzim papain. Enzim ini sangat aktif dan
memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Mencerna protein
merupakan problem utama yang umumnya dihadapi banyak orang dalam pola
makan sehari-hari.
Jenis pepaya di Indonesia terdiri dari pepaya jantan, pepaya betina, dan
panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai.
Ciri-ciri bunga jantan ialah putih/bakal buah yang rundimeter yang tidak
berkepala, benang sari tersusun dengan sempurna. Pepaya betina memiliki bunga
majemuk artinya pada satu tangkai bunga terdapat beberapa bunga. Tangkai
bunganya sangat pendek dan terdapat bunga betina kecil dan besar. Bunga yang
besar akan menjadi buah. Memiliki bakal buah yang sempurna, tetapi tidak
mempunyai benang sari, biasanya terus berbunga sepanjang tahun. Pepaya
sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya, bakal buah dan benang
sari dapat melakukan penyerbukan sendiri maka dapat ditanam sendirian.
Terdapat 3 jenis pepaya sempurna, yaitu: Berbenang sari 5 dan bakal buah bulat,
berbenang sari 10 dan bakal buah lonjong, berbenang sari 2 - 10 dan bakal buah
mengkerut (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Tanaman pepaya merupakan jenis tanaman buah tropis yang tergolong
cepat menghasilkan, bila ekologi tempat tumbuhnya dan teknik budidaya yang
dilakukan sesuai aturan maka buah dapat segera dipanen sekitar 10-12 bulan
setelah tanam. Bila tidak ada gangguan hama dan penyakit, tanaman pepaya
dapat mencapai umur 25 tahun atau lebih. Semakin tua tanaman maka buah yang
dihasilkan akan semakin berkurang, dan mempengaruhi kualitas maupun
kuantitasnya (Kalie, 2004). Umur panen buah pepaya berbeda-beda tergantung
dari varietas buah pepaya. Perkembangan buah pepaya dari penyerbukan hingga
kulit buah semburat kuning adalah 134-140 hari. Varietas buah pepaya yang
berhasil dikembangkan di Indonesia, diperoleh dari pengumpulan berbagai hasil
eksplorasi dari daerah. Berdasarkan pengujian dan seleksi diantaranya pepaya
Arum Bogor dikenal dengan nama varietas Pepaya IPB1 dan Pepaya Prima Bogor
dikenal dengan nama varietas Pepaya IPB2 serta IPB 3. Masing-masing memiliki
umur panen 140 ,150, dan 120 hari setelah bunga mekar.
Tanaman pepaya yang dibudidayakan di dataran rendah berbunga pada
umur empat bulan. Enam bulan kemudian tanaman pepaya sudah dapat dipanen.
Pada pemanenan pertama pepaya pada daerah dataran rendah dapat dilakukan
setelah 10 bulan tanam. Umur berbunga dan umur petik ini akan bertambah bila
tanaman pepaya ditanam pada lahan yang lebih tinggi atau di wilayah iklim yang
seperti peti kayu atau plastik, keranjang yang dialasi koran atau daun pisang
kering, yang kemudian diangkut.
Perkebunan pepaya komersial di Hawai hanya dipelihara dalam jangka
waktu tiga tahun atau tiga kali panen. Tanaman yang berumur lebih dari empat
tahun ke atas, ukuran pohonnya sudah tinggi dan dinyatakan tidak ekonomis dari
sudut pemetikan, namun dengan ditemukannya teknik pemetikan buah dengan
menggunakan mesin traktor khusus untuk memetik buah tanaman pepaya ini
dapat dipertahankan sampai jangka waktu 4-5 tahun. Di Indonesia tanaman
pepaya yang dibudidayakan dengan baik dapat dipertahankan sampai umur 4-6
tahun. Pemanenan dengan menggunakan tangan atau pisau,yang selanjutnya buah
diangkut dengan keranjang (Kalie, 2004).
Pada tahun 2000, produksi buah pepaya di Indonesia mencapai 429.1 ton.
Dari jumlah kecil buah pepaya sudah diekspor ke beberapa negara, seperti
Singapura, Australia, Korea Selatan, Arab Saudi, Perancis, dan Belanda. Kecilnya
nilai ekspor disebabkan karena kurangnya buah-buah pepaya bermutu tinggi yang
memenuhi selera dan standar luar negeri.
2. Panen Buah Pepaya
Produksi buah pepaya sangat tergantung pada varietas, kondisi benih,
iklim, dan kultur teknis yang digunakan. Pada umumnya produksi buah pepaya
berkisar antara 6-20 ton/ha. Pemanenan harus memperhatikan tingkat kemasakan.
Pepaya untuk ekspor atau pasar swalayan menghendaki suatu standar buah
tertentu. Pepaya Malang Segar digolongkan dalam 3 (tiga) ukuran yaitu kelas A,
B, C, dan D berdasarkan berat tiap buah, yang masing-masing digolongkan dalam
3 (tiga) jenis mutu yaitu Mutu I, Mutu II, dan Mutu III (Tabel 3 dan 4).
Tabel 3. SNI Pepaya Malang Segar.
Sumber : SNI-01-4230-1996
Kelas Berat per buah
A
B
C
D
kg – 3.0 kg
1.8 kg – 2.4 kg
1.5 kg – 1.7 kg
Buah Pepaya Malang Segar masing-masing digolongkan dalam 3 (tiga)
jenis mutu yaitu Mutu I, Mutu II, dan Mutu III. Kriteria dalam menentukan jenis
mutu buah Pepaya Malang Segar dinilai dari tingkat ketuaan dimana jumlah strip
berwarna jingga pada permukaan kulit buah yang berwarna hijau botol saat
dipanen, kebenaran kultivar, keseragaman ukuran berat, tingkat kerusakan,
kebusukan, dan kadar kotoran, serta tingkat kesegaran.
Spesifikasi Satuan Mutu I Mutu II Mutu III
a. Tingkat ketuaan warna kulit
(jumlah strip warna jingga)
b. Kebenaran kultivar
c. Keseragaman ukuran berat
d. Keseragaman bentuk
e. Buah cacat dan busuk
f. Kadar kotoran
g. Serangga hidup atau mati
h. Tingkat kesegaran
Sumber : SNI-01-4230-1996
3. Pascapanen Pepaya
Di Hawai untuk mencegah kerusakan, buah pepaya yang akan diekspor ke
Amerika dan Jepang dikemas dalam kotak karton atau kotak styrofoam berukuran
6.5 x 10.5 x 14.0 inci. Untuk mencegah serangan busuk buah selama
pengangkutan, sebelum dikemas buah dicelup air panas dengan suhu 43º - 48ºC
selama 20 menit. Setelah itu buah difumigasi selama 2 jam dengan etilen
dibromida (EDB) sebanyak 8 g/m3 ruangan. Sekarang ini penggunaan
bahan-bahan kimia seperti methil bromida, phospine, dan etilen dibromida sudah
dilarang dan diutamakan dengan teknologi karantina seperti perlakuan panas.
Buah yang sudah mendapat perlakuan diangkut pada suhu 10ºC dan
kelembaban 80-90%. Dalam kondisi tersebut buah dapat disimpan selama 3-4
dari 10ºC, tepatnya lebih rendah dari 7.2ºC dapat menimbulkan kerusakan (chiling
injury). Buah terlihat bintik-bintik rasanya dingin dan dapat menjadi busuk
(Kalie,1999).
4. Hama dan Penyakit Pepaya
Hama yang menjadi perhatian utama adalah lalat buah (fruit fly). Enam
spesies lalat buah yang terdapat di Indonesia yaitu Dacus dorsalis Hendel (=D.
Ferrugineus F.), D. Pedestris (Bezzi), D. Cucurbitae, D. Umbrosus, D. Caudatus
dan Adrama determinata. Genus Dacus yang sebelumnya diidentifikasi terdapat
di daerah tropika termasuk Indonesia merupakan kekeliruan identifikasi dari
genus Bactrocera. Bactrocera merupakan spesies asli daerah tropika, sedangkan
Dacus merupakan spesies asli daerah Afrika yang berasosiasi dengan bunga dan
buah dari tanaman cucubit (cucurbitaceae).
Bactrocera dorsalis spesies kompleks (lalat buah oriental) merupakan
spesies kompleks yang mempunyai nilai ekonomis dan terdiri dari 52 spesies, 21
spesies diantaranya tersebar di Indonesia. Lalat buah oriental B. dorsalis spesies
kompleks bersifat polifagus, menyerang lebih dari 20 jenis buah-buahan antara
lain belimbing, jeruk, mangga, pepaya, dan pisang yang telah masak (Kalshoven,
1981). Dua anggota dari kompleks lalat buah yang erat hubungan taksonominya
adalah B. Carambolae dan B. pepayae. Bactrocera dorsalis Hendel (Oriental fruit
fly) adalah salah satu lalat buah yang paling merugikan di Asia Timur dan pasifik
dan menyerang bermacam-macam buah-buahan.
Perkembangan lalat buah dari telur sampai imago melalui 4 stadium, yaitu
telur, larva, pupa, dan imago. Seekor lalat betina dapat bertelur 100-500 butir.
Telur lalat buah berbentuk bulat panjang berwarna putih dengan panjang 1–1.2
mm dan lebar ± 0.21 mm. Telur diletakkan berkelompok di bawah permukaan
kulit buah. Stadium telur kurang lebih selama 3 hari kemudian terbentuk larva.
Larva terdiri dari 3 instar, yaitu instar1, 2, dan 3. larva lalat buah mangga instar 1
memiliki panjang tubuh 1-4 mm, instar 2, 4-7 mm dan instar 3, 7-9 mm. Lama
stadium larva 5-9 hari dengan rata-rata 7 hari (Sodiq, 1992). Warna tubuh larva
putih sampai kecoklatan. Setelah mencapai instar 3, larva akan keluar dari buah
melalui lubang kecil dan berwarna hitam. Setelah berada pada permukaan kulit
akan mengerutkan tubuhnya dan membentuk puparium. Pupa merupakan stadium
inaktif dengan lama stadium 8-12 hari dengan rata-rata 10 hari (Sodiq, 1992).
Pupa berwarna kuning kecoklatan dengan ukuran panjang 4.80 mm dan lebar
tubuh ± 2 mm. Kemudian pupa berubah menjadi imago. Tubuh imago umumnya
berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman. Lama stadium imago kurang lebih
2-3 minggu dengan rincian, imago betina 23-27 hari dan imago jantan 13-15 hari.
Imago setelah kawin dapat meletakkan telur antara 3-8 butir. Lalat buah yang
menyerang pada pepaya antara lain :
a. Bactrocera pepayae Drewand Hancock (lalat buah pepaya)
Bactrocera pepayae merupakan sinonim dari B. conformis yang tidak
terdapat dalam Nomenklatur. Banyak spesies yang diidentifikasi sebagai B.
pedestris (Bezzi) dari Indonesia dan Malaysia adalah kekeliruan identifikasi dari
Bactrocera pepaya. Spesies B. pedestris sangat jarang ditemukan di Filipina.
Laporan tentang B. dorsalis dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand bagian selatan
adalah salah identifikasi dari spesies B. pepayae dan sebelumnya diidentifikasi
sebgai sp. near B. dorsalis. Ciri-ciri dari spesies ini antara lain mempunyai sayap
dengan anal steak, sel costal pada sisi basal sangat jelas, pada scutum dominan
warna hitam, scutum mempunyai rambut di anterior supra-alar, scutum dengan
lateral postsutural vittae (garis berwarna kuning/oranye). Pola pada abdomen
terlihat jelas dan Tergite-3 pada jantan dengan pecten (steal comb) di
masing-masing sisinya dengan ciri-ciri adanya garis melintang.
Selain pepaya, B. pepayae terdapat pada pisang (Musa x paradisiaca),
mangga (Mangifera indica), dan rambutan (Nephelium lappaceum). Telur B.
pepayae berwarna putih berbentuk seperti buah pisang dengan panjang 1 mm.
Telur tersebut diletakkan secara bergerombol sebanyak 10-12 butir. Setelah 2-3
hari telur akan menetas menjadi larva dan langsung melakukan aktivitas makan.
Stadium larva berlangsung selama ± 10 hari. Larva tersebut akan jatuh ke tanah
dan membentuk pupa selama 9 hari. Pupa berwarna coklat gelap sampai hitam
dengan panjang 4-5 mm. Masa preoviposisi stadium dewasa berlangsung selama 7
hari guna memenuhi kebutuhan protein dan zat gula.
Daerah penyebaran spesises ini di Indonesia meliputi antara lain Papua,
meliputi antara lain Malaysia, Sabah, Singapura, Thailand, Australia khususnya
Quensland dan Papua New Guinea.
b. Bactroceradorsalis (Hendel, 1912)/ lalat buah oriental
Spesies ini mempunyai sinonim B. ferrugineus, B. conformis. Sebelumnya
spesies ini dikenal sebagai Chaetodacus dorsalis (Hendel), C. ferrugineus
dorsalis (Hendel), C. ferrugineus okinawanus Shiraki, Dacus dorsalis Hendel,
dan Strumeta dorsalis (Hendel). Menurut Drew dan Hancock (1994) spesies ini
tidak dimasukkan ke dalam kelompok B. dorsalis spesies kompleks, sehingga
untuk identifikasi dimasukkan ke dalam B. dorsalis (Hendel).
B. dorsalis (Hendel) mempunyai ciri-ciri antara lain pada sayap terdapat
noda-noda pada garis costa dan cubita, tidak mempunyai noda-noda pada vena
melintang, dua rambut pada scutellum, mosonotum dengan tanda hitam, pita
lateral kuning pada mesonotum memanjang ke dekat rambut supra alar, abdomen
sebagian besar berwarna merah pucat (coklat), terdapat pita hitam melintang pada
terga ke-2 dan ke-3, pita hitam sempit longitudinal membelah di tengah-tengah
terga ke-3 sampai ke-5 dan mempunyai panjang tubuh 4.5-4.7 mm (Gambar 1).
Gambar 1. Bactroceradorsalis (Hendel) / lalat buah oriental.
Spesies ini biasanya menyerang berbagai jenis buah-buahan. Daerah
penyebaran di Indonesia sebagian besar ada di Jawa. Sedangkan penyebaran di
luar negeri meliputi India, Myanmar, Srilanka, Taiwan, Malaysia, Thailand,
Filipina, California, dan Florida (USA), Bangladesh, Hongkong, Pakistan, dan
Selain rentan terhadap hama, buah pepaya juga rentan terhadap penyakit.
Patogen penyakit cukup beragam, dapat berupa bakteri, cendawan, virus, dan
nematoda. Penyakit yang menyerang buah pepaya antara lain sebagai berikut :
1. Penyakit bercak daun (pepaya black spot)
Serangan pada buah diawali oleh bintik kecil yang kemudian membesar
dengan diameter antara 0.8-3.0 mm dan berwarna hitam. Bercak ini tidak
menimbulkan busuk pada buah tetapi hanya menimbulkan suatu bentuk gabus di
bagian bawah epidermis. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora
pepayae Hans yang dapat ditemukan diseluruh di Indonesia. Pencegahan penyakit
ini dapat dilakukan dengan fungisida Maneb 80 dosis 0.1-0.2% atau Zineb 80 WP
0.1-0.2%.
2. Penyakit busuk buah Rhizopus
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Rhizopus stolonifer Lind yang
hanya menyerang buah pepaya tua yang terluka. Buah yang terkena serangan
akhirnya menjadi busuk, bonyok, dan berair. Bila dalam keadaan lembab, buah
dilapisi oleh sporangiospora berwarna hitam. Oleh karena itu, pada saat
pemanenan, pengangkutan, dan pengepakan harus dilakukan secara hati-hati.
Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencelupkan buah ke dalam air
panas dengan suhu 49ºC selama 20 menit. Pada suhu tersebut sporangiospora
akan mati. Di tempat penyimpanan, buah pepaya yang terserang penyakit segera
dipisahkan dan dimusnahkan agar tidak menular ke buah lain yang masih sehat.
3. Penyakit busuk buah antraknosa
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporiodes
(Penz) Sacc. Gejala serangan penyakit ini tampak pada buah menjelang masak
yang berupa bulatan-bulatan kecil berwarna gelap. Bila buah semakin masak,
bulatan-bulatan tersebut akan semakin membesar dan busuk cekung ke arah dalam
buah. Saat buah masih mentah, gejala serangan ini terlihat berbentuk luka kecil
dengan getah yang keluar dan mengental. Luka ini tetap kecil selama buah masih
mentah. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan fungisida Dithane M-45
dosis 0.2%. Penyemprotan pada musim kering dilakukan selang 10 hari
penyimpanan dapat dicegah dengan cara mencelupkan ke dalam air panas yang
bersuhu 43-49ºC.
4. Penyakit mosaik pepaya (pepaya mosaic)
Penyakit ini ditularkan oleh kutu daun Myzus persicae. Serangan mosaik
pada buah dapat berlangsung pada seluruh stadia kemasakan. Gejalanya berupa
bercak-bercak berbentuk cincin kecil berdiameter 1.6 mm, berwarna hijau gelap,
dan tampak pada seluruh bagian buah. Pada awalnya bercak cincin yang terjadi
belum sempurna lingkarannya tetapi akhirnya menjadi bentuk utuh melingkar.
Pada buah yang masak, bercak warna hijau gelap tidak kelihatan. Pencegahannya
dengan memusnahkan buah pepaya yang sudah terserang untuk menghindari
penularan.
B. TEKNOLOGI KARANTINA
Buah-buahan tropika selain mudah rusak (perishable) juga merupakan
inang bagi lalat buah dari famili Tephritidae yang oleh kebanyakan negara
pengimpor diawasi secara ketat. Sehingga upaya untuk mengekspor komoditas
tersebut terhambat oleh adanya aturan karantina yang mengharuskan terbebasnya
komoditas tersebut dari hama dan penyakit. Agar dapat diterima oleh negara
pengimpor, buah harus diberi perlakuan untuk menjamin terbebasnya buah dari
lalat buah.
Teknologi karantina diperlukan dalam rantai pemasaran komoditi yang
merupakan inang dari suatu hama dan penyakit dari daerah yang terinfestasi ke
daerah yang tidak terinfestasi yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama
dan penyakit tersebut (Armstrong dan Couey, 1989). Berdasarkan media yang
digunakan untuk mengendalikan infestasi serangga, teknologi karantina dapat
dikelompokan menjadi 3 macam. Yakni, perlakukan kimia menggunakan
fumigan seperti fungisida, insektisdia dll; perlakuan fisik seperti penggunaan
temperatur (tinggi atau rendah), penggunaan efek gelombang frekuensi tinggi,
irradiasi dll; dan kombinasi antara perlakuan kimia dan fisik. Beberapa perlakuan
yang telah digunakan antara lain Cold treatment, Fumigasi, Iradiasi, dan
1. Cold treatment (perlakuan dingin)
Pada proses penyimpanan terdapat beberapa perlakuan antara lain
penyimpanan dingin yang dilakukan pada suhu 10oC hingga -2oC, penyimpanan
beku dengan suhu di bawah -18oC, dan penyimpanan biasa pada suhu di atas
10oC. Metode cold treatment diaplikasikan pada proses penyimpanan dengan
suhu rendah untuk mengendalikan hama dan penyakit khususnya serangga lalat
buah. Sebagai metode disinfestasi pada buah dan sayuran, suhu harus disesuaikan
untuk menghindari kebekuan produk selama proses perlakuan. Titik beku pada
buah adalah -1º hingga -2oCsedangkan sayuran pada suhu -0.5º hingga -1oC.
Keuntungan dari penggunaan teknologi ini adalah kerusakan atau
penurunan mutu produk cenderung lebih kecil dibandingkan penggunaan heat
treatment dan prosedurnya lebih mudah dilakukan dan dikontrol. Namun dalam
pengontrolan serangga, teknologi ini sangat tergantung pada lamanya perlakuan,
dan biaya operasinya yang mahal.
2. Fumigasi
Fumigan adalah bahan kimia yang pada suhu dan tekanan tertentu dapat
berbentuk fasa gas pada konsentrasi yang cukup untuk membunuh hama.
Teknologi fumigasi sudah dikenal sejak lama dan telah diaplikasikan secara luas
diberbagai negara diseluruh dunia. Salah satu keunggulan fumigasi adalah dapat
diaplikasikan pada komoditas dalam jumlah besar secara bersamaan sehingga
dapat menghemat waktu. Fumigan dapat diperoleh dalam 3 bentuk, antara lain
gas (methyl bromida, kabondioksida,Hidrogen sianida), cair (ethylen dibromida,
dan karbon tetra khlorida), dan padat (alumunium phospine). Penggunan fumigan
ini dalam satuan berat/volume.
Methyl bromida (CH3Br) merupakan fumigan dalam bentuk gas yang
sudah umum digunakan, karena dapat mengontrol berbagai spesies serangga
secara efektif, tidak mudah meledak dan relatif aman digunakan. Selain itu juga
dapat diaplikasikan pada suhu rendah. Kelemahan methyl bromida dapat
merusak lapisan ozon dan meninggalkan residu pada komoditas yang dapat
berbahaya bagi kesehatan. Sementara itu karbondioksida (CO2) tidak
meninggalkan residu pada produk yang difumigasi dan cukup efektif untuk
aplikasi yang tidak terlalu lama. Namun fumigan ini tidak dapat mengontrol pupa
serangga beras secara efektif. Untuk pengendalian hama dan penyakit pada
komoditas perishable seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga potong
digunakan Hidrogen sianida.
Alumunium phospine umumnya digunakan untuk pengendalian serangga
di gudang penyimpanan biji-bijian. Bentuknya dapat berupa tablet atau tepung.
3. Iradiasi
Penggunaan iradiasi dosis rendah dapat memperlambat pematangan
buah-buahan, mengontrol cendawan dan dapat memperpanjang umur simpan. Dengan
mengiradiasi 0.25-1 kGy, proses pematangan pada pisang, pepaya, dan mangga
dapat ditunda. Stroberi yang biasanya selalu diserang oleh cendawan Botritis
dapat diperpanjang umur simpannya selama 14 hari dengan meradiasinya 2-3
kGy dan penyimpanan pada suhu 10oC. Stroberi lebih tahan terhadap iradiasi
dibandingkan buah-buahan lainya, beberapa varietas dapat toleran hingga dosis 4
kGy. Iradiasi 0.15-0.3 kGy pada jeruk, mangga dan pepaya dapat mengontrol
serangan lalat buah..
Pada tahun 1986, Food and Drug Administration (FDA) mengijinkan
penerapan radiasi hingga 1 kGy (100 krad) pada buah dan sayuran. Dimana
tujuannya adalah untuk memperpanjang masa simpan dan memperlambat proses
pembusukan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dosis 0.75 kGy dapat
mensterilkan serangga dan dosis yang lebih besar dari 1 kGy dapat mengontrol
pembusukan.
Pada tahun 1996 United States Departement of Agriculture (USDA) dan
Animal and Plan Health Inspection Service (APHIS) menyatakan iradiasi legal
sebagai salah satu perlakuan karantina untuk mengontrol lalat buah. Selanjutnya
pada tahun 1997 USDA dan APHIS mengeluarkan peraturan untuk mengiradiasi
pepaya, carambola, dan litchi sebagai salah satu perlakukan pitosanitari. Dosis
Tabel 5. Dosis radiasi minimum untuk berbagai spesies lalat buah.
Jenis Nama latin Dosis radiasi minimum (Gy) Oriental fruit fly Bactrocera dorsalis 250 Mediterranean fruit fly Ceratitis capitata 225 Melon fly Bactrocera cucurbitae 210 Caribbean fruit fly Anastrepha suspensa 150 Mexican fruit fly Anastrepha ludens 150 West Indian fruit fly Anastrepha obliqua 150 Sapote fruit fly Anastrepha serpentina 150 Queensland fruit fly Bacterocera tryoni 150
- Bactrocera jarvisi 150
Sumber: Mitcham, 1999
Iradiasi masih menjadi perdebatan menyangkut keamanannya terhadap
kesehatan. Dikhawatirkan proses radiasi akan menyebabkan mutagen pada produk
yang diradiasi sehingga membahayakan kesehatan ketika dikonsumsi. Iradiasi
juga menyebabkan beberapa penurunan kualitas pada beberapa jenis buah-buahan
tertentu. Ionisasi menyebabkan perubahan kimia pada komponen dinding sel
seperti selulosa, hemi selulosa dan pektin sehingga dinding sel menjadi lunak
karena kehilangan kalsium. Hal ini umumnya terjadi pada dosis radiasi 6 kGy atau
lebih, bahkan pada level yang lebih tinggi kehilangan kalsium mencapai 80% atau
lebih. Akibatnya buah menjadi sangat bermasalah ketika dalam proses transportasi
karena daging buah menjadi cepat sekali melunak. Pada transportasi normal pada
buah yang diiradiasi mengalami kerusakan sebagaimana buah yang tidak
diradiasi. Kehilangan kalsium memegang peranan penting dalam terjadinya
pelunakan pada buah dan sayuran. Selain itu buah-buahan yang diradiasi menjadi
lebih sensitif terhadap suhu dingin, sehingga memudahkan terjadinya chiling
injury. Oleh karena itu iradiasi hanya diijinkan di beberapa negara tertentu.
Iradiasi pada jeruk Australia Washington dan Valencia tidak dapat lebih
dari dosis 0.30 kGy, karena dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan kulit
buah. Jeruk California yang diiradiasi dengan 0.35-0.50 kGy mengalami
kerusakan kulit dan perubahan rasa setelah diradiasi. Laporan lain menyebutkan
bahwa iradiasi jeruk pada dosis 0.50 kGy menyebabkan perubahan warna dan rasa
setelah dilakukan penyimpanan selama 2-4 minggu. Demikian juga dengan
menyebabkan perubahan yang signifikan pada rasa. Dan banyak survei
menunjukan bahwa jeruk tidak tahan pada radiasi lebih dari 0.50 kGy, sementara
cendawan penyebab penyakit pascapanen pada jeruk membutuhkan dosis radiasi
hingga 3 kGy. Pada buah cherry, aprikot dan peach dibutuhkan dosis radiasi lebih
dari 2 kGy untuk mengontrol pertumbuhan cendawan Monilia fructicola yang
menyebabkan penyakit brown rot. Hanya Mangga Kent dari Afrika Selatan yang
tahan terhadap iradiasi.
4. Perlakuan panas (heat treatment)
Teknologi ini digunakan dalam pengendalian hama penyakit
produk-produk pertanian khususnya buah-buahan segar (mangga, pepaya, kesemak, jeruk,
pisang) dan sayuran segar (lada, terong, tomat, dan timun) yang merupakan
komoditi mudah rusak (perishable). Teknologi perlakuan panas terdiri dari 3
perlakuan, yaitu hot water treatment, high temperature forced air, dan vapor heat
treatment. Perlakuan panas untuk disinfestasi pada buah sudah dilakukan sejak
1929 ketika Baker dan pekerjanya mengembangkan pencegahan lalat buah
(Williamson M, 2002). Pengembangan perlakuan panas ini semakin berkurang
daripada penggunaan bahan-bahan kimia yang lebih mudah dan murah dalam
aplikasinya. Obat-obatan kimia yang biasa digunakan adalah methyl bromide.
Karena beberapa komoditi sangat sensitive dengan bahan-bahan kimia
penggunaan methyl bromide memerlukan suhu dan dosis khusus.
Teknologi perlakuan panas penerapannya relatif mudah dan sama sekali
tidak menggunakan bahan kimia dalam pengendaliannya terhadap hama dan
penyakit pada komoditi yang mudah rusak (perishable). Penggunaan teknologi ini
lebih disukai oleh konsumen daripada penggunaan methyl bromide. Teknologi
perlakuan panas tidak mempunyai risiko kesehatan dari residu bahan-bahan kimia.
Pada tahun 1984, penggunaan perlakuan panas menjadi alternatif utama sejak
adanya pembatasan bahkan larangan penggunaan bahan kimia seperti ethylen
dibromida, phosphine untuk proses disinfestasi hama dan penyakit. Proses
disinfestasi pada buah dilakukan dengan cara memanaskan buah pada suhu
tertentu selama periode waktu tertentu yang bertujuan untuk membunuh lalat buah
(fruit fly) atau mengendalikan penyakit seperti antraknosa dan busuk pangkal buah
Beberapa negara seperti Jepang dan USA mensyaratkan penggunaan
teknologi karantina ini untuk produk hortikultura yang akan diimpornya. Lembaga
pengawas kesehatan hewan dan tanaman Amerika (USDA-APHIS dalam JFTA,
1996) menyatakan bahwa perlakuan pencelupan buah ke dalam air panas (
hot-water immersion) selama waktu dengan suhu tertentu sesuai jenis buah, terbukti
efektif untuk disinfestasi hama dan penyakit pada buah. Pemanasan dilakukan
hingga inti buah mencapai suhu 43º – 46,7ºC dan dipertahankan selama 30-90
menit (Williamson M, 2002).
Setiap bahan pangan memiliki toleransi panas yang berbeda, tergantung
pada kultivar, ukuran dan bentuk, serta kematangan dan metode yang digunakan.
Penentuan waktu dan suhu yang optimum diperlukan dalam proses heat treatment
bahan pangan untuk mencegah terjadinya kerusakan. Kerusakan yang terjadi
dapat berupa kerusakan eksternal maupun internal. Kerusakan eksternal
umumnya berupa pencoklatan (browning) pada kulit dan terjadinya penguningan
pada sayuran hijau seperti ketimun. Kerusakan internal yang terjadi diantaranya
adalah pelunakan abnormal dan penghitaman pada daging buah, misalnya pada
buah leci.
Buah mangga dan pepaya yang diberi perlakuan panas selama 4 jam pada
suhu 50°C mengalami pelunakan yang lebih cepat. Pada umumnya buah-buahan dan sayuran masih toleran dalam air bersuhu 50°-60°C selama 10 menit, tetapi pada waktu yang lebih singkat telah dapat membunuh larva-larva penyebab
penyakit pada komoditas tersebut. Pencelupan buah-buahan dalam air panas pada
suhu 46°C membutuhkan waktu 90 menit dan perlakuan panas dengan uap panas
menggunakan suhu 40-50°C sudah dapat membunuh telur serangga yang terinfestasi pada buah atau sayuran. Pencegahan kebusukan akibat jamur dapat
dilakukan dalam hitungan menit pada suhu di atas 50°C.
Hot water treatment adalah dengan mencelupkan komoditas ke dalam air
panas pada suhu dan waktu tertentu, tergantung kepada varietas, jenis dan stadia
serangga yang akan dibasmi (APHIS, 1993). Untuk buah-buahan yang bersifat
perishable, pemanasan dapat dilakukan hingga suhu pusat buah mencapai 43 o
-46.7oC selama 35-90 menit. Variasi tergantung kepada jenis dan stadium hama
untuk menghantarkan panas secara seragam keseluruh bagian buah dalam waktu
yang tidak terlalu lama. Metode hot water treatment ini juga dapat mengontrol
penyakit pascapanen seperti antraknose dan stem end rot (Couey, 1989 dan Mc
Guire, 1991).
Pencelupan komoditas non-food perishable seperti bunga ke dalam air
panas dengan suhu 43.3o-49oC selama 6 menit hingga 1 jam efektif untuk
membunuh serangga dan tidak merusak kualitas produk. Saat ini hot water
treatment digunakan pada mangga yang terinfestasi lalat buah Mediterenean dan
beberapa lalat buah dari jenis Anastrepha, yang diimpor dari Meksiko, Karibia,
Amerika Tengah dan Amerika Selatan ke Amerika Serikat. Kesuksesan
penerapan hot water treatment pada karantina mangga juga dikembangkan pada
pepaya, jambu biji, dan pisang. Namun demikian metode ini tidak
direkomendasikan untuk anggur, belimbing, plum, dan peach karena dapat
merusak mutu buah.
Penggunaan perlakukan udara panas (hot air treatment) juga digunakan
sebagai salah satu perlakuan karantina. Pemanasan dengan udara hingga suhu
40o-50oC selama kurang dari 8 jam dapat digunakan untuk mengontrol lalat buah
pada buah-buhan tropika (Amstrong et. al., 1989). Kondensasi pada permukaan
buah atau pada ruang perlakuan dihindari dengan menjaga titik embun 2o-3oC
dibawah temperatur bola kering. Hal ini akan mengontrol kelembaban relatif
ruangan sehingga menghindari kondensasi pada ruang perlakukan dan pada
permukaan buah yang ditreatment.
USDA-APHIS telah menggunakan perlakuan udara panas ini pada
pepaya, mangga, dan anggur (APHIS, 1993). Metode ini efektif digunakan untuk
mengendalikan lalat buah seperti lalat buah Meksiko pada anggur dari Meksiko,
lalat buah Mediteranean, Oriental, dan Melon fly pada pepaya dari Hawai serta
lalat buah Meksiko, West Indian, dan lalat buah hitam pada mangga dari
Meksiko.
Vapor heat treatment (VHT) merupakan penggunaan uap panas jenuh
pada komoditas perishable dengan suhu dan waktu tertentu untuk memastikan
semua hama yang ditargetkan terbunuh (APHIS, 1993). Penggunaan vapor heat
mentreatment buah clementine, anggur, jeruk, mangga, yang diimpor untuk
membebaskannya dari lalat buah Meksiko. Juga pada paprika, terong, pepaya,
tomat, zuchini dan markisa yang diimpor dari area yang terinfestasi Oriental dan
Melon fly (APHIS, 1993). Perlakuan vapor heat juga efektif membunuh serangga
codling meth pada cherry, Caribbean fly pada bunga potong begitu juga untuk
aphid, thrips, dan mealybug (Hansen et al., 1992).
Dalam prakteknya, penggunaan panas pada mangga dengan metode VHT
dilakukan pada suhu buah (dekat biji) 46.5oC selama 10-30 menit dan terbukti
efektif untuk membunuh lalat buah jenis Oriental fruit fly dan Melon fruit fly dari
mangga ‘Nang Klangwan’ (Thailand) dan mangga ‘Irwin’ (Taiwan dan Okinawa)
serta mampu mengendalikan penyakit stem end rot dari mangga ‘Kensington’
(JFTA, 1996; Rokhani et. al., 2001). Rokhani et. al. (2001) melaporkan bahwa
dengan metode vapor heat treatment, mangga varietas ‘Irwin’ yang diproduksi di
Okinawa tahan pada suhu 46.5oC selama 30 menit. Proses tersebut cukup efektif
dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah
(stem end rot) pada mangga serta dapat mempertahankan mutu buah hingga 21
hari penyimpanan pada suhu 13oC.
Semua komoditas buah-buahan dari Hawai yang terserang oleh Oriental
fruit fly (Dacus dorsalis Hendel), Melon fly (D. Cucurbitae Coquillet) dan
Mediterranean fruit fly (Ceratitis capitata Wiedermann) harus didisinfeksi
terlebih dahulu sebelum diekspor ke USA, Jepang dan beberapa negara lainnya
yang diketahui tidak memiliki spesies hama ini. Dan untuk buah-buahan yang
diimpor dari Philipina pemerintah Australia mengharuskan penerapan vapor heat
treatment dengan suhu 46º C selama 10 menit, untuk membunuh semua stadium
lalat buah, Bactrocera cucurbitae, B. occipotalis dan B. philipiniensis. Dua
metode yang non kimia yang digunakan untuk membunuh Oriental dan
Mediteranean fruit fly yang terinfestasi di dalam Pepaya Hawai adalah dengan
pencelupan berulang ke dalam air panas dan penggunaan uap panas.
Perlakuan panas juga efektif mengontrol penyakit yang disebabkan
Phytophthora citrophthora pada lemon, Rhizopus dan Molinia pada peach,
Colletrotichum gloesporoides pada mangga dan pepaya serta Gloesporium sp.