KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
(Studi Pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH :
BENNY APB L.TORUAN 090903023
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Nama : Benny APB L.Toruan
Nim : 090903023
ABSTRAK
Hubungan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi kepuasan dan motivasi proses serta hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
Bentuk penelitian adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk melihat hubungan motivasi kepuasan, motivasi proses, dan kinerja pegawai menggunakan pendekatan kuantitatif. Sementara itu, teknik pengumpulan data menggunakan Korelasi Product Moment. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan motivasi kepuasan dan dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,06. Maka
berdasarkan makna Korelasi Product Moment, koefisien rx1y sebesar 0,06
mempunyai arti bahwa hubungan antara motivasi kepuasan (variabel x1) terhadap
kinerja pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi kepuasan terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 0,36%. Selain itu, ada hubungan motivasi proses dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,14. Maka berdasarkan makna Korelasi
Product Moment, koefisien rx2y sebesar 0,14 mempunyai arti bahwa hubungan
antara motivasi proses (variabel x2) terhadap kinerja pegawai di Dinas Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi proses terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 1,96%.
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF STATE ADMINISTRATION
Name : Benny APB L.Toruan Nim : 090903023
ABSTRACT
Relationship Motivation In Improving Performance of Civil Servants (Studies in North Sumatera Provincial Foresty Office)
The purpose of this study was to determine the satisfaction and motivation motivational motivational processes and relationship satisfaction and motivation in the process of improving the performance of civil servants in the Department of Forestry of North Sumatra Province .
Form of study is a descriptive study with a qualitative approach. To see the motivation relationship satisfaction, motivational processes, and employee performance using a quantitative approach. Meanwhile, data collection techniques using Product Moment Correlation. The sampling technique used in this study is a random sample .
Based on the analysis of data obtained a conclusion, no relationship satisfaction and motivation and performance in North Sumatra Provincial Forestry Service. It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.06 rx1y correlation. So based on the meaning of the
Product Moment Correlation, rx1y coefficient of 0.06 means that the relationship
between motivation and satisfaction (variable x1) on the performance of employees
in North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the satisfaction of motivation on employee performance contributed 0.36%. In addition, there is the relationship between. motivation and performance in the process and the Forest Service of North Sumatra Province It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.14 rx1y correlation. So based on the meaning of the
Product Moment Correlation, rx2y coefficient of 0,14 means that the relationship
between motivational processes (variable x2) on the performance of employees in
North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the process of motivation on employee performance contributed by 1.96 % .
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih karunia-Nya penulis diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi
ini tepat pada waktunya. Adapun skripsi yang penulis selesaikan berjudul Hubungan
Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Pada Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara). Skripsi disusun untuk diajukan sebagai salah
satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana
Sosial Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat menghargai setiap saran dan kritik yang membangun dalam
penyempurnaan skripsi ini.
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Drs. H.M.Husni Thamrin Nasution,M.Si selaku Ketua Departeman
Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
3. Ibu Dra. Beti Nasution, M.Si selaku dosen pembimbing saya yang telah
banyak membimbing dan memberi masukan dalam penulisan skripsi ini.
4. Kepada seluruh staf dosen di Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang
telah memberikan ilmunya kepada saya dan seluruh staf pegawai yang
membantu dalam kepengurusan administrasi, saya ucapkan terima kasih.
5. Kepada Jesus Christ yang memberikan anugerah-Nya kepada saya sehingga
merawat dan membesarkanku. Terima kasih atas motivasi yang diberikan
selama ini. Begitu juga kepada adek-adek ku “Amelia, Mario, dan Dani”
yang memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.
Kepada seluruh keluarga besarku yang telah mendoakan ku.
7. Buat teman seperjuangan yaitu Bontor, Darwin, Widodo, Rizal, Jaka, Dolly,
Mianhot, Rio, Benny, Ana, Amelia, Ijun, Shinta, Samuel, Cardinal, Brian,
dan seluruh teman-teman PKL ku dan kepada senior-senior yang telah
memberikan masukan dan kepada adek-adek stambuk yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman ReGe HKI Teladan yang tidak dapat saya sebutkan
satu-persatu namanya, terima kasih. Semoga kita tetap menjadai saudara di
dalam Kristus.
9. Buat rental langgananku “Pujimora” yang setia memberikan pelayanan
terbaik saat aku mengprint,, semoga usaha kalian semakin maju.
10.Kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang telah
memberikan izin penelitian di dinas yang dipimpin oleh beliau dan kepada
seluruh staf pegawai yang telah membantu dalam pengambilan data dan
informasi di dinas ini, saya ucapkan terima kasih banyak.
Medan, April 2014
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 8
1.3 Tujuan Penelitiian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Sistematika Penulisan ... 9
BAB II PENDAHULUAN 2.1 Motivasi ... 11
2.1.1 Pengertian Motivasi ... 11
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi ... 14
2.1.3 Manfaat Motivasi ... 16
2.1.4 Teori Motivasi ... 16
2.2 Kinerja Pegawai... 26
2.2.1 Pengertian Kinerja Pegawai ... 26
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ... 28
2.2.3 Indikator Kinerja ... 30
2.2.4 Tujuan Penilaian Kinerja ... 32
2.3 Definisi Konsep ... 36
2.4 Definisi Operasional ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 40
3.2 Lokasi Penelitian ... 40
3.3 Populasi dan Sampel ... 40
3.4 Informan Penelitian ... 41
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.6 Teknik Pengukuran Skor ... 43
3.7 Teknik Analisa Data ... 44
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Fungsi Dinas Kehutanan ... 48
4.2 Visi dan Misi ... 49
4. 3 Kebijakan Penyelenggaraan Pembangunan Kehutanan di Provinsi Sumatera Utara ... 49
4.4 Tugas dan Fungsi Dinas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 51
4.5 Tugas dan Fungsi Sekretariat ... 52
4.6 Tugas dan Fungsi Sub Bagian Umum ... 54
4.7 Tugas dan Fungsi Sub Keuangan ... 56
4.8 Tugas dan Fungsi Sub Bagian Program ... 57
4.9 Tugas dan Fungsi Bidang Inventarisasi dan Penatagunaan Hutan ... 58
4.10 Tugas dan Fungsi Bidang Pengusahaan Hutan ... 59
4.13 Unit Pelaksana Teknis Dinas ... 62
4.14 Kelompok Jabatan Fungsional ... 63
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas Responden ... 65
5.1.1 Jenis Kelamin ... 65
5.1.2 Umur Pegawai ... 66
5.1.3 Pendidikan ... 66
5.1.4 Status Golongan ... 67
5.1.5 Lama Bekerja ... 68
5.2 Motivasi Kepuasan di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 69
5.2.1 Kebutuhan Sandang ... 69
5.2.2 Kebutuhan Pangan ... 70
5.2.3 Kebutuhan Papan ... 71
5.2.4 Situasi dan Kondisi di Kantor ... 72
5.2.5 Gaji/Tunjangan/Fasilitas ... 72
5.2.6 Rekan Kerja Yang Baik... 73
5.2.7 Kemampuan Bekerja Sama Dengan Rekan Kerja ... 74
5.2.8 Keberadaan Responden Diterima Oleh Rekan Kerja ... 75
5.2.9 Keinginan Berbagi dan Menerima Sikap Berkawan Degan Rekan Kerja ... 76
5.2.10 Pemberian Penghargaan Atas Prestasi Kerja Sesuai Dengan Harapan ... 77
5.3 Motivasi Proses di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 79
5.3.1 Perhatian Dari Atasan ... 80
5.3.2 Pengetahuan Akan Peraturan ... 81
5.3.3 Mengetahui Keputusan Mengenai Pekerjaan ... 81
5.3.4 Pendapat Mengenai Fasilitas Mempengaruhi Motivasi ... 82
5.3.5 Pujian Atas Kerja Yang Baik ... 83
5.3.6 Sanksi Atas Kesalahan ... 84
5.3.7 Perilaku Positif Mendapat Pujian dan Cenderung Diulangi ... 85
5.3.8 Perilaku Negatif Mendapat Sanksi dan Cenderung Diulangi ... 85
5.3.9 Kenaikan Pangkat Memberi Semangat Kerja ... 86
5.3.10 Kenaikan Pangkat Sesuai Waktu Yang Ditentukan ... 87
5.3.11 Mengikuti Pelatihan Kerja ... 88
5.4 Kinerja Pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 89
5.4.1 Pekerjaan Selesai Tepat Waktu ... 89
5.4.2 Mencapai Sasaran Kerja ... 90
5.4.3 Kesalahan Dalam Melaksanakan Kesalahan ... 90
5.4.4 Menguasai Tugas Praktis Jabatan ... 91
5.4.5 Membuat Perencanaan Yang Matang ... 92
5.4.6 Merealisasikan Potensi Saat Bekerja ... 93
5.4.7 Pendapat Mengenai Keterampilan Merupakan Faktor Penting Dalam Meningkatkan Kinerja ... 94
5.4.8 Datang Terlambat ... 95
5.4.9 Cepat Pulang ... 95
5.5.2 Motivasi Proses di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 98
5.5. 3 Kinerja Pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 100
5.6 Analisis Data ... 101
5.6. 1 Analisis Motivasi Kepuasan di Dinas Kehutanan Provinsi SUMUT .. 101
5.6. 2 Analisis Motivasi Proses di Dinas Kehutanan Provinsi SUMUT ... 102
5.6.3 Analisis Kinerja Pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi SUMUT... 104
5.7 Analisis Hubungan Motivasi Kepuasan (X1) Dengan Kinerja (Y) ... 104
5.8 Analisis Hubungan Motivasi Proses (X2) Dengan Kinerja (Y)... 106
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 108
6.2 Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA
TABEL HALAMAN
3.1 Interprestasi Korelasi Product Moment ... 47
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pegawai ... 66
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 67
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Golongan ... 68
5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja... 68
5.6 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kebutuhan Sandang ... 70
5.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kebutuhan Pangan ... 70
5.8 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kebutuhan Papan ... 71
5.9 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Situasi dan Kondisi di Kantor ... 72
5.10 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Gaji/Tunjangan/Fasilitas ... 73
5.11 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Rekan Kerja Yang Baik ... 74
5.12 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kemampuan Bekerja Sama Dengan Rekan Kerja ... 75
5.13 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Keberadaannya Diterima Oleh Rekan Kerja ... 76
5.14 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Keinginan Berbagi dan Menerima Sikap Berkawan Dengan Rekan Kerja ... 76
5.15 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pemberian Penghargaan Atas Prestasi Kerja Sesusai Harapan ... 77
5.16 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pendapat Bahwa Pengakuan Dari Rekan Kerja Dapat Menjadi Motivasi ... 78
Kepada Pegawai ... 80
5.19 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Akan Peraturan ... .... 81
5.20 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Akan
Keputusan Tentang Pekerjaan ... 82
5.21 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pendapat Fasilitas Mempengaruhi
Motivasi . ... 83
5.22 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pujian Atas Kerja Yang Baik ... 84
5.23 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sanksi Atas Kesalahan ... ....84
5.24 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Perilaku Positif Mendapat
Pujian Dan Cenderung Diulangi ... 85
5.25 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Perilaku Negatif Mendapat
Sanksi Dan Cenderung Diulangi ... ....86
5.26 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kenaikan Pengkat Memberi
Semangat Bekerja ... ....86
5.27 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kenaikan Pangkat Sesuai
Waktu Yang Ditentukan ... ....87
5.28 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Mengikuti
Pelatihan Kerja ... ....88
5.29 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pekerjaan Selesai
Tepat Waktu ... ....89
5.30 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kemampuan Mencapai
Sasaran Kerja ... ....90
5.31 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Kesalahan Dalam
Menguasai Tugas Praktis Jabatan ... 92
5.33 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Membuat
Perencanaan Yang Matang ... 93
5.34 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Merealisasikan
Potensi Saat Bekerja ... 93
5.35 Distribusi Responden Mengenai Pendapat Keterampilan Merupakan Faktor
Penting Dalam Meningkatkan Kinerja ... 94
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Nama : Benny APB L.Toruan
Nim : 090903023
ABSTRAK
Hubungan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi kepuasan dan motivasi proses serta hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
Bentuk penelitian adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk melihat hubungan motivasi kepuasan, motivasi proses, dan kinerja pegawai menggunakan pendekatan kuantitatif. Sementara itu, teknik pengumpulan data menggunakan Korelasi Product Moment. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan motivasi kepuasan dan dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,06. Maka
berdasarkan makna Korelasi Product Moment, koefisien rx1y sebesar 0,06
mempunyai arti bahwa hubungan antara motivasi kepuasan (variabel x1) terhadap
kinerja pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi kepuasan terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 0,36%. Selain itu, ada hubungan motivasi proses dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,14. Maka berdasarkan makna Korelasi
Product Moment, koefisien rx2y sebesar 0,14 mempunyai arti bahwa hubungan
antara motivasi proses (variabel x2) terhadap kinerja pegawai di Dinas Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi proses terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 1,96%.
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF STATE ADMINISTRATION
Name : Benny APB L.Toruan Nim : 090903023
ABSTRACT
Relationship Motivation In Improving Performance of Civil Servants (Studies in North Sumatera Provincial Foresty Office)
The purpose of this study was to determine the satisfaction and motivation motivational motivational processes and relationship satisfaction and motivation in the process of improving the performance of civil servants in the Department of Forestry of North Sumatra Province .
Form of study is a descriptive study with a qualitative approach. To see the motivation relationship satisfaction, motivational processes, and employee performance using a quantitative approach. Meanwhile, data collection techniques using Product Moment Correlation. The sampling technique used in this study is a random sample .
Based on the analysis of data obtained a conclusion, no relationship satisfaction and motivation and performance in North Sumatra Provincial Forestry Service. It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.06 rx1y correlation. So based on the meaning of the
Product Moment Correlation, rx1y coefficient of 0.06 means that the relationship
between motivation and satisfaction (variable x1) on the performance of employees
in North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the satisfaction of motivation on employee performance contributed 0.36%. In addition, there is the relationship between. motivation and performance in the process and the Forest Service of North Sumatra Province It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.14 rx1y correlation. So based on the meaning of the
Product Moment Correlation, rx2y coefficient of 0,14 means that the relationship
between motivational processes (variable x2) on the performance of employees in
North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the process of motivation on employee performance contributed by 1.96 % .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara yang
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat di negara kita ini masih sangat
rendah dibandingkan dengan negara lain. Hal inilah yang membuat daya saing
Indonesia, terutama dalam bidang ekonomi selalu tertinggal dibanding
negara-negara lain. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Djimanto
mengatakan, keberadaan birokrat sangat penting dalam mendukung perekonomian
bangsa, karena birokrat merupakan pelayan publik. Jika pelayan publiknya malas
dan kompetensi rendah, maka pembangunan ekonomi terhambat. Menurut
Djimanto , ada beberapa hal mengapa kinerja dan produktivitas PNS Indonesia
rendah. Pertama, sistem rekrutment PNS yang masih berkolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN), bukan berdasarkan merit system atau berdasarkan kompetensi.
Kedua, kenaikan pangkat dan sistem penggajian PNS dilakukan secara berkala
bukan berdasarkan prestasi kerja. Ketiga, sistem pengawasan internal PNS seperti
adanya inspektorat jenderal tidak berjalan. Inspektorat jenderal hanya sebagai
stempel saja . Ketiga hal menyebabkan kinerja PNS Indonesia rendah seperti
malas-malasan, sering bolos, tidak produktif dan tidak tepat tanggal masuk kerja
jika ada libur tertentu. Menurut Djimanto, yang merusak etos kerja PNS adalah
jaminan kenaikan pangkat dan gaji secara berkala. PNS yang malas dan rajin
efektif. Selain itu, pemberian sanksi yang tidak tegas kepada PNS yang memiliki
kinerja yang rendah
(http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/kinerja-dan-produktivitas-birokrasi-indonesia-buruk/10863, diakses pada tanggal 19
September 2013 pukul 17.00 WIB).
Menurut Menpan dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, sekitar 50
persen dari 4,7 juta PNS yang ada di Indonesia memiliki kualitas rendah. Hampir
di setiap kantor pemerintahan atau instansi, kinerja pegawai negeri sipil sangat
rendah. Ini merupakan dampak buruknya sistem seleksi penerimaan pegawai
negeri pada masa lalu. Sudah menjadi rahasia umum, banyak permainan dalam
penerimaan pegawai negeri. Calon pegawai negeri kebanyakan merupakan titipan
orang dalam atau saudara pejabat. Hal ini dilakukan tanpa memperhatikan kualitas
sumber daya manusia, sehingga kinerja pegawai negeri sangat rendah.
Penyebab lain rendahnya kinerja pegawai negeri sipil di Indonesia adalah
panjangnya sistem birokrasi dalam organisasi kepegawaian negeri. Sistem
birokrasi yang seperti menyebabkan tidak efektifnya kerja PNS. Birokrasi PNS
yang mengenal 9 golongan menimbulkan jika ada satu perintah harus melalui
jenjang yang sangat panjang untuk sampai kepada pelaksananya. Menpan dan
Reformasi Birokrasi berencana memangkas birokrasi ini dengan cara mengurangi
jumlah golongan yang ada. Posisi staf yang selama ini diduduki oleh 2 juta PNS
akan dididik untuk menjadi seorang menajer atau setingkat diatas staf. Jumlah staf
yang sedemikian banyaknya telah membuat PNS banyak menganggur. Hal ini
terjadi karena staf tidak memiliki kelulasaan untuk memutuskan atau untuk
mengambil satu kebijakan maupun program kerja. Menpan dan Reformasi
PNS dapat ditingkatkan
(http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/12/14/men-pan-50-persen-pns-berkualitas-rendah, diakses pada tanggal 19 September 2013, pukul
19.10 WIB).
Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Sumut tidak
berjalan dengan baik atau stagnan. Tim I sub 2 Kunjungan Kerja DPRD Sumut
kecewa setelah mengunjungi beberapa SKPD, dan terbukti kinerjanya tidak
produktif. Kinerja tidak mengalami peningkatan melainkan hanya jalan ditempat.
Besarnya alokasi anggaran yang diberikan tidak sesuai dengan produk yang
menyentuh kehidupan perekonomian masyarakat. Banyak pelayanan masyarakat
macet. Tidak ada keseriusan untuk mengimplementasikan sumber daya yang
dimiliki. Menurut Tunggul Siagian Anggota DPRD Fraksi Demokrat, kegagalan
ini merupakan kegagalan kepemimpinan Sumut yang tidak memiliki ketegasan
dan komitmen dalam membangun Sumut. Kunjungan kerja yang tergabung dalam
satu tim ini mengunjungi Dinas Kehutanan Sumut. Hasil kunjungan tersebut
membuktikan kinerja di Dinas Kehutanan Sumut belum maksimal atau masih
mendapat nilai cukup baik. Hal ini terbukti dengan kurang mampunya
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk melakukan terobosan dalam
meningkatkan pelayanan bagi masyarakat. Jumlah pegawai yang banyak dan
sokongan anggaran untuk gaji pegawai tidak diimbangi dengan program untuk
pelayanan masyarakat yang baik. Oleh karena itu DPRD Sumatera Utara siap
mendukung gubernur mengevaluasi kinerja gubernur. Semuanya ini dilakukan
untuk pelayanan kepada masyarakat sebagai wujud tanggungjawab moral dan
konstitusional kepada
masyarakat(http://medan.tribunnews.com/2011/09/15/membangun-sumut-tidak-cukup-hanya-dengan-senyum, diakses pada tanggal 19 September 2013 pukul
19.15 WIB).
Kinerja PNS di Dinas Kehutanan Sumut yang belum maskimal dibuktikan
dengan kurang maksimalnya penggunaan dana alokasi khusus. Oleh karena itu,
Guntur Manurung sebagai anggota Komisi B DPRD Sumut menyarankan Dinas
Kehutanan harus mampu melakukan serapan anggaran hingga 50 persen agar
dapat mengetahui seberapa banyak tambahan anggaran yang dibutuhkan. Saat ini,
Dinas Kehutanan hanya mampu menyerap anggaran sebesar 32 persen
(http://www.bisnis-sumatra.com/index.php/2011/07/dprd-sumut-nilai-kinerja-dinas-kehutanan-lebih-baik-dari-dinas-lain/).
Sebagai jawaban atas masukan juga sorotan sejumlah Fraksi DPRD Sumut
atas kinerja SKPD di jajaran Pemprovsu, Gubernur Sumut H Gatot Pujo Nugroho,
ST, MSi akan segera melakukan evaluasi kinerja SKPD. Evaluasi akan dilakukan
mengingat ada SKPD yang ternyata belum optimal dalam menjalankan tugasnya
sesuai tupoksi yang telah ditetapkan. Sebagai perpanjangan tangan kebijakan
Gubernur Sumatera Utara, Kepala SKPD harus dapat mengoptimalkan kinerja
instansi yang dipimpinnya agar visi dan misi Gubernur yang diusung dalam
kampanyenya berhasil. Keingingan segera melakukan evaluasi itu didasari
komitmen yang kuat dari Gubsu dan Wagubsu membawa Sumatera Utara ke arah
yang jauh lebih baik menuju Sumut yang sejahtera dan berdaya saing. Rencana
evaluasi itu dituangkan dalam nota jawaban Gubernur Sumatera Utara atas
Pandangan Umum Anggota Dewan yang disampaikan Fraksi- Fraksi DPRD
Sumatera Utara terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang
Wagubsu(http://www.menaranews.com/regionalx/sumatera/gubsu-segera-evaluasi-kinerja-skpd, diakses pada tanggal 19 September 2013 pukul 19.25
WIB).
Rencana evaluasi kinerja SKPD Pemprovsu tidak hanya menjadi
rancangan saja. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho mengadakan
evaluasi kinerja PNS pada tanggal 12 Agustus 2013 di berbagai instansi termasuk
di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Gubsu memberikan arahan dan
mengingatkan pentingnya meningkatkan kinerja sebagai aparatur negara dan
pelayan masyarakat. Secara keseluiruhan, tingkat kehadiran PNS mencapai 98,77
%. Angka ini meningkat dari catatan tahun sebelumnya sebanyak 98,75%.
Tingkat kehadiran PNS yang meningkatkan menunjukkan kinerja yang semakin
meningkat. Peningkatan kinerja merupakan suatu kemajuan yang berarti
(http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/08/13/44872/gubsu_semangat
_idul_fitri_tingkatkan_kualitas_kinerja_kehadiran_pns_9877persen/#.UjJDkX-J1H0, diakses pada tanggal 12 September 2013, pukul 19.20 WIB).
Penilaian kinerja PNS merupakan kegiatan rutin untuk mengetahui
kualitas birokrasi negara ini. Penilaian kinerja PNS harus dilakukan secara
objektif. Hasil penilaian kinerja PNS menjadi syarat setiap PNS yang mengajukan
kenaikan pangkat. Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), penilaian kinerja diatur
dalam PP 10 tahun 1979 melalui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan atau
DP3. Komponen penilaian dalam DP3 antara lain adalah kesetiaan, prestasi kerja,
tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakasa, dan kepemimpinan bagi
birokrasi, sistem penilaian kinerja PNS melalui DP3 dinilai tidak lagi
komprehensif untuk dijadikan sebagai alat pengukur kinerja.
DP3 yang lebih ditekankan kepada aspek perilaku PNS tidak dapat
mengukur secara langsung produktivitas dan hasil akhir kerja PNS. Selain itu
penilaian DP3 acapkali memiliki bias dan subjektifitas yang tinggi. Seringkali
pemberi nilai dalam DP3 akan memasukkan pendapat pribadinya dan nilai yang
didapatkan akan bervariasi tergantung pada penilai.
Berdasarkan penilaian yang sering subjektif tersebut diadakan
penyempurnaan DP3 dengan penilaian prestasi kerja PNS. Berbeda dengan DP3
penilaian prestasi kerja terdiri dari dua unsur yaitu Sasaran Kerja Pegawai (SKP)
dan perilaku kerja dimana bobot nilai unsur SKP sebesar 60% dan perilaku kerja
sebesar 40%. Penilaian SKP meliputi aspek-aspek seperti kuantitas, kualitas,
waktu, dan biaya sementara penilaian perilaku kerja meliputi orientasi pelayanan,
integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan. Penilaian prestasi
kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif,
dan transparan.
Dalam penerapan SKP, setiap PNS wajib menyusun SKP sebagai
rancangan pelaksanaan Kegiatan Tugas Jabatan sesuai dengan rincian tugas,
tanggung jawab dan wewenangnya sesuai dengan struktur dan tata kerja
organisasi. SKP disusun dan ditetapkan sebagai rencana operasional pelaksanaan
Tugas Jabatan dengan mengacu pada Renstra dan Renja. SKP yang telah disusun
harus disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai dan ditetapkan setiap tahun
kinerja PNS menggunakan SKP adalah salah satu solusi untuk mengukur kinerja
PNS secara objektif. Penilaian ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014 .
Untuk menghindari ketidaksepahaman, Kantor Regional III BKN Bandung
beserta dengan Direktorat Kinerja BKN Pusat mengadakan workshop dan
sosialisasi PP 46 tahun 2011 bertempat di Aula Rama-Shinta Kanreg III BKN.
Acara ini diikuti oleh 114 peserta ini, sebanyak 57 peserta berasal dari instansi
pembina kepegawaian daerah dan bagian kepegawaian instansi vertikal yang
berada di wilayah kerja Kanreg III BKN. Pada pengarahannya dalam pembukaan
Deputi Bidang Bina Kinerja dan Perundang-Undangan, Drs. S. Kuspriyo
Murdono, M.Si mengatakan bahwa pada dasarnya SKP adalah sebuah komitmen
berdasarkan kesepakatan bersama antara atasan dengan bawahan, Karenanya
kedua belah pihak harus aktif agar proses penilaian kerja berlangsung efektif
(http://www.bkn.go.id/kanreg03/in/component/content/article/188-penilaian-kinerja-pns-dengan-sasaran-kinerja-pegawai.html , diakses pada tanggal 19
September 2013 pukul 19.35 WIB).
Satuan Kinerja Pegawai (SKP) akan melakukan penilaian kinerja kepada
PNS. Jika ada PNS yang hasil penilaian kinerjanya buruk selama tiga tahun
berturut turut, dapat dikenakan sanksi bahkan pemecatan dini. Wakil Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Eko
Prasodjo menjelaskan bahwa mekanisme ini diperlukan untuk memperkuat kinerja
PNS di masa mendatang.
Jalan lain yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kinerja PNS
adalah menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS). Dalam RAPBN Tahun 2014,
43,4 % dari total belanja pegawai. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan
sebesar Rp. 5,5 triliun atau 4,8 % dari alokasi anggaran APBNP tahun 2013
sebesar Rp. 114, 5 triliun. Kenaikan gaji PNS setiap tahun diharapkan dapat
meningkatkan kinerja PNS. Selain itu, peningkatan kinerja PNS diperlukan
seiring semakin ketatnya pengawasan terhadap kinerja PNS. Penilaian secara
individu dan subjektif menjadi perhatian penting bagi PNS
(http://economy.okezone.com/read/2013/08/26/20/855599/gaji-pns-naik-penilaian-kinerja-makin-ketat, diakses pada tanggal 19 September 2013 pukul
19.40 WIB).
Rancangan lain dari pemerintah untuk tiga tahun ke depan adalah gaji PNS
tidak dipukul rata. PNS akan digaji sesuai dengan kinerjanya. Semakin baik
pencapaian kerjanya, maka gajinya akan semakin tinggi, demikian juga
sebaliknya. Pertimbangan lain dalam sistem penggajian yang baru adalah beban,
resiko, dan tanggung jawab kerja. Selain itu, Wakil Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo menyebutkan kinerja PNS
juga akan mempengaruhi bonus tahunan yang diterima
(http://www.cpnsonline.org/2013/tahun-2016-pns-akan-digaji-sesuai-kinerja.html,
diakses pada tanggal 12 September 2013 pukul 19.45 WIB).
Langkah dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil diupayakan
pemerintah semaksimal mungkin . Berbagai rancangan dibuat demi peningkatan
kualitas kerja para aparatur pemerintah di negara ini. Berdasarkan
fenomena-fenomena tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian
yang berjudul “Hubungan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka
masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu :
1. Bagaimana motivasi kepuasan pada pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara?
2. Bagaimana motivasi proses pada pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara?
3. Bagaimana hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam
meningkatkan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui motivasi kepuasan pada pegawai negeri sipil di Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui motivasi proses pada pegawai negeri sipil di Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam
meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan Provinsi
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara subjektif, untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang
peranan motivasi dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil.
2. Secara praktis, dapat memberikan masukan bagi pemerintah, khususnya Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dalam meningkatkan kinerja pegawai
negeri sipil.
3. Secara akademis, dapat dijadikan referensi bagi pihak yang tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan motivasi dalam meningkatkan
kinerja pegawai negeri sipil.
2.5 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi kerangka teori, definisi konsep, defenisi operasional
dan sistematika penulisan.
BAB II I : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
sampel, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi
penelitian.
BAB V : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi yang akan dianalisis, serta memuat pembahasan atau
interprestasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya,
serta analisis dari hasil di lapangan dan dokumentasi.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Motivasi
2.1.1 Pengertian Motivasi
Suatu instansi pemerintah/swasta, memerlukan pegawai sebagai tenaga
gerak dalam melaksanakan segala kegiatan atau aktivitasnya. Kegiatan atau
aktivitas tersebut sedikit banyaknya dipengaruhi faktor-faktor tertentu. Motivasi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut dalam
mencapai tujuannya.
Kata motivasi berasal dari bahasa Latin “movere”, yang berarti bergerak.
Motivasi erat hubungannya dengan hasrat, keinginan, tujuan, sasaran, kebutuhan,
dorongan, dan insentif. Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi
fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang
ditujukan untuk tujuan atau insentif. Proses motivasi bergantung pada pengertian
dan hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan insentif (Luthars, 2006: 268).
Kebutuhan membentuk dorongan yang bertujuan pada insentif. Motivasi
mencakup tiga elemen yang berinteraksi dan saling tergantung, yaitu (Luthars,
2006: 270).
1. Kebutuhan
Kebutuhan tercipta saat tidak adanya keseimbangan fisiologis atau psikologis.
Dorongan terbentuk untuk mengurangi kebutuhan. Dorongan fisiologis dapat
didefenisikan sebagai kehilangan petunjuk. Dorongan fisiologis dan psikologis
adalah tindakan yang berorientasi dan menghasilkan daya dorong dalam
meraih insentif. Hal tersebut adalah motivasi.
3. Insentif
Pada akhir siklus motivasi adalah insentif, didefenisikan sebagai semua yang
akan mengurangi sebuah kebutuhan dan dorongan. Dengan memperoleh
insentif akan cenderung memulihkan keseimbangan fisiologis atau psikologis
dan akan mengurangi dorongan.
Pengertian motivasi juga diungkapkan oleh beberapa ahli sebagai berikut
ini :
1. Sardiman
Motivasi adalah motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan (Sardiman, 2006: 73).
2. Chung dan Megginson
Motivasi dalam (Gomes, 2003: 177) merupakan hal yang berkaitan dengan
tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan.
3. Mulyasa
Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu (Sumber :
Motivasi seseorang atau pegawai tergantung pada kekuatan atau motivasi
itu sendiri. Dorongan menyebabkan seseorang berusaha mencapai tujuan-tujuan,
baik sadar ataupun tidak sadar. Dorongan juga menyebabkan seseorang atau
pegawai berperilaku yang dapat mengendalikan dan memelihara
kegiatan-kegiatan, dan yang menetapkan arah yang harus ditempuh oleh seorang pegawai
(Thoha, 2008: 207-208).
Seseorang bekerja mempunyai motivasi yang berbeda-beda. Ada orang
yang termotivasi mengerjakan sesuatu karena uang yang banyak, meskipun
kadang-kadang pekerjaan itu secara hukum tidak benar. Ada juga yang
termotivasi karena rasa aman atau keselamatan meskipun bekerja dengan jarak
yang jauh. Bahkan ada orang yang termotivasi bekerja hanya karena pekerjaan
tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya sangat kecil.
Hal yang mendasar dari motivasi adalah self concept realization, yaitu
merealisasikan konsep dirinya. Self concept realization bermakna bahwa
seseorang akan selalu termotivasi jika (Arep & Tanjung, 2003: 13) :
1. Ia hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang lebih ia sukai.
2. Diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih ia sukai.
3. Dihargai sesuai dengan cara yang mencerminkan penghargaan seseorang atas
kemampuannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka ada 3 hal yang diperlukan dalam memotivasi
seseorang yaitu peran, perlakuan, dan penghargaan.
John R. Schermerhorn dalam Winardi (2001: 4) menjelaskan motivasi
untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam bidang perilaku
kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seseorang individu, yang menjadi penyebab
timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal
bekerja. Dengan demikian analisis mengenai motivasi akan bersinggunggan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Ditegaskan Atkinson dalam
Winardi (2001: 4) bahwa analisis motivasi perlu memusatkan perhatian pada
faktor-faktor yang menimbulkan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas seseorang.
Wahjosumidjo mengatakan motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil
proses interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi bawahan dari seseorang
dengan lingkungan, motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya
sendiri disebut faktor intrinsik, dan faktor yang dari luar diri seseorang disebut
faktor ekstrinsik. Selanjutnya faktor intrinsik dapat berupa kepribadian, sikap,
pengalaman, pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa
depan
(http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2116186-insentif-dibagi-menjadi-dua-macam/#ixzz2PbGGrrLY, diakses pada tanggal 2 September 2013
pukul 11.00 WIB).
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai motivasi, dapat disimpulkan
bahwa motivasi adalah daya dorong yang ada pada pegawai baik dorongan
internal yaitu kepuasan maupun dorongan eksternal yaitu proses yang
menyebabkan seseorang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Chung & Megginson dalam (Winardi, 2001: 5) menjelaskan, motivasi
melibatkan beberapa faktor, anatra lain :
Faktor-faktor individual meliputi :
a. kebutuhan-kebutuhan (needs)
b.tujuan-tujuan (goals)
c. sikap (attitude)
d. kemampuan-kemampuan (abilities).
2. Faktor-faktor organisasional
Faktor-faktor organisasional meliputi :
a. pembayaran atau gaji (pay)
b. keamanan pekerjaan (job security)
c. sesama pekerja (co-workers)
d. pengawasan (supervision)
e. pujian (praise),
f. pekerjaan itu sendiri (job itself).
Helleriegel dan Slocum (Winardi, 2001: 8) mengklasifikasikan tiga faktor
utama yang mempengaruhi motivasi meliputi:
1. Perbedaan karakteristik individu
Karakteristik individu yang berbeda jenis kebutuhan, sikap dan minat
menimbulkan motivasi yang bervariasi, misalnya pegawai yang mempunyai
motivasi untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya akan bekerja keras
dengan resiko tinggi dibanding dengan pegawai yang mempunyai motivasi
keselamatan, dan akan berbeda pada pegawai yang bermotivasi untuk
memperoleh prestasi. Setiap pekerjaan yang berbeda membutuhkan persyaratan
keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan tipe-tipe
2. Perbedaan karakteristik pekerjaan
Perbedaan karakteristik yang melekat pada pekerjaan itu membutuhkan
pengorganisasian dan penempatan orang secara tepat sesuai dengan kesiapan
masing-masing pegawai. Setiap organisasi juga mempunyai peraturan,
kebijakan, sistem pemberian hadiah, dan misi yang berbeda-beda yang akan
berpengaruh pada setiap pegawainya.
3. Perbedaan karakteristik lingkungan kerja atau organisasi. Motivasi seseorang
dipengaruhi oleh stimuli kekuatan intrinsik yang ada pada diri
seseorang/individu yang bersangkutan, stimuli eksternal mungkin juga dapat
mempengaruhi motivasi, tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi
individu terhadap stimuli tersebut.
2.1.3 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan
orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat.
Artinya, pekerjaan diselesaikan dengan standart yang benar dan dalam skala
waktu yang sudah ditentukan, serta orang akan senang melakukan suatu
pekerjaan. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan
membuat orang senang mengerjakan suatu pekerjaan. Seseorang juga akan merasa
dihargai/diakui. Hal ini terjadi karena pekerjaannya itu dihargai oleh orang yang
termotivasi. Melalui penghargaan tersebut, seseorang akan bekerja keras. Hal ini
terjadi karena dorongan yang tinggi untuk menghasilkan sesuai target yang
membutuhkan terlalu banyak pengawasan. Individu tersebut akan berkerja dengan
motivasi yang tinggi (Arep & Tanjung, 2003: 16-17).
2.1.4 Teori Motivasi
Teori motivasi dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu :
I. Teori Kepuasan
Teori kepuasan motivasi menentukan apa yang memotivasi orang dalam
pekerjaan. Ahli teori kepuasan berfokus pada identifikasi kebutuhan dan dorongan
pada diri seseorang dan bagaimana kebutuhan dan dorongan tersebut
diprioritaskan. Mereka menitikberatkan jenis insentif dan tujuan yang berusaha
dicapai oleh seseorang untuk dipuaskan dan dilakukan dengan baik. Teori
kepuasan mengacu pada statis, karena teori tersebut berhubungan hanya pada satu
atau beberapa hal dalam suatu waktu tertentu, baik masa lalu maupun sekarang.
Oleh karena itu, teori ini tidak memprediksikan motivasi atau perilaku kerja,
tetapi memahami apa yang memotivasi orang dalam bekerja. Hal yang
memotivasi semangat bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan materil maupun non materil yang diperoleh dari hasil pekerjaan, yakni
tinggi atau rendah tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang
mencerminkan semangat kerja orang tersebut. Teori motivasi dapat dibedakan
menjadi (Winardi, 2011: 11) :
1. Teori Hierarki Kebutuhan (Abraham H.Maslow)
Abraham H. Maslow pada tahun 1943. Teori ini diilhami oleh Human Science
Theory dari Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan
kepuasan itu bersifat jamak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa
materil dan non materil.
Abraham H. Maslow mengemukakan sejumlah proposisi penting tentang
perilaku pegawai sebagai berikut:
1. Pegawai adalah makhluk yang serba berkeinginan (man is a wanting being). Ia
senantiasa menginginkan sesuatu dan ia senantiasa menginginkan lebih
banyak. Apa yang diinginkan, tergantung pada apa yang sudah dimiliki.
2. Sebuah kebutuhan yang dipenuhi, bukanlah sebuah motivator perilaku. Hanya
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, memotivasi perilaku.
3. Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan suatu hierarki menurut
pentingnya masing-masing kebutuhan. Segera setelah kebutuhan-kebutuhan
pada tingkatan lebih rendah, kurang lebih terpenuhi, maka muncul
kebutuhan-kebutuhan pada tingkat berikut yang lebih tinggi, yang menuntut pemuasan.
Tingkatan kebutuhan pegawai tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan-kebutuhan Fisiologikal
Pada tingkatan terendah pada hierarki yang ada, dan pada titik awal teori
motivasi, terdapat kebutuhan-kebutuhan fisiologikal. Kebutuhan-kebutuhan
inilah yang perlu dipenuhi untuk mempertahankan hidup.
Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal memiliki sejumlah karakteristik sebagai
berikut:
2. Dalam banyak kasus mereka dapat diidentifikasi dengan sebuah lokasi
khusus di dalam tubuh (misalnya perasaan lapar luar biasa, dapat dikaitkan
dengan perut).
3. Pada sebuah kultur bercukupan (an affluent culture), kebutuhan-kebutuhan
demikian bukan merupakan motivator-motivator tipikal, melainkan
motivator-motivator yang tidak biasa.
4. Akhirnya dapat dikatakan bahwa mereka harus dipenuhi secara
berulang-ulang dalam periode waktu yang relatif singkat, agar tetap terpenuhi.
Apabila kebutuhan-kebutuhan fisiologikal tidak terpenuhi, maka
mereka akan lebih terasa dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Maka boleh dikatakan bahwa seseorang individu, yang tidak memiliki apa-apa
dalam kehidupan, mungkin sekali akan termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan
fisiologikal.
b. Kebutuhan akan keamanan
Kebutuhan akan keamanan dinyatakan dalam wujud akan keinginan akan
proteksi terhadap bahaya fiskal, keinginan untuk mendapatkan kepastian ekonomi,
prefensi terhadap hal-hal yang dikenal, dan menjauhi hal-hal yang tidak dikenal,
dan keinginan atau dambaan orang akan dunia yang teratur, serta yang dapat
diprediksi.
Kebutuhan-kebutuhan akan keamanan, juga mencakup keinginan unuk
mengatahui batas-batas perilaku yang diperkenankan. Maksudnya adalah
keinginan akan kebebasan di dalam batas-batas tertentu daripada kebebasan yang
batas-batas perilaku yang diterima bagi dirinya sendiri dapat mempunyai perasaan
yang sangat terancam.
Sebagian besar pegawai tergantung pada organisasi tempat ia bekerja
sehubungan dengan ketenteraman, supervisi, keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan pekerjaannya dan peluang kerja yang berkesinambungan.
c. Kebutuhan-kebutuhan sosial
Kebutuhan fisiologikal manusia dan kebutuhan akan keamanan pegawai
relatif terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan
pada tingkatan berikutnya menjadi motivator penting bagi perilaku. Seorang
pegawai ingin tergolong pada kelompok-kelompok tertentu. Pegawai ingin
berasosiasi dengan pihak lain, ingin diterima oleh rekan-rekannya, ingin berbagi
dan menerima sikap berkawan, dan afeksi.
d. Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (egoistik) terdiri dari
penghargaan diri dan penghargaan dari pihak lain. Kebutuhan akan penghargaan
diri, prestasi, kompetensi, pengetahuan, penghargaan diri, dan kebebasan serta
idepedensi (ketidaktergantungan). Kelompok kedua, kebutuhan-kebutuhan akan
penghargaan dari pihak lain mencakup kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan reputasi seseorang pegawai, atau penghargaan dari pihak lain, kebutuhan
akan status, pengakuan, apresiasi terhadap dirinya, dan respek yang diberikan oleh
pihak lain.
Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau melampui prestasi
orang-orang lain yang merupakan sifat universal manusia. Kebutuhan pokok akan
kinerja keorganisasian yang luar biasa. Tidak seperti kebutuhan-kebutuhan
tingkatan lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan jarang sekali terpenuhi
secara sempurna.
e. Kebutuhan untuk merealisasikan diri (aktualisasi)
Kebutuhan-kebutuhan ini berupa kebutuhan-kebutuhan individu untuk
merealisasi potensi yang ada pada diri pegawai untuk mencapai pengembangan
diri secara berkelanjutan dan menjadi kreatif. Bentuk khusus kebutuhan ini
berbeda pada setiap pegawai (Winardi, 2001: 14-16).
2. Teori Kebutuhan Berprestasi (David McClelland)
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau
Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda,
sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. McClelland
merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan melaksanakan
sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal
tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang
berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi, dan mencapai
performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan
pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high
achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
a. Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan
b. Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran.
c. Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah (Winardi, 2001: 17-18).
3. Teori ERG (Clyton Alderfer)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam
teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E =
Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
1. Secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang
dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena existence dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow. Relatedness
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep
Maslow. Growth mengandung makna sama dengan self actualization menurut
Maslow.
2. Teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak. Teori Alderfer menunjukkan bahwa:
a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula
keinginan untuk memuaskannya.
b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar
apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
c. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih
tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih
Pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya,
karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada
kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya
kepada hal-hal yang mungkin dicapainya (Winardi, 2001: 19-20).
4. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)
Herzberg dikenal dengan teori dua faktor yaitu faktor motivasional dan
faktor hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud faktor
motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik,
yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan
faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik
yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang
dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain
ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor
hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam
organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang
dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para
penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja
dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg
ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat
dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik atau yang bersifat
II. Teori Proses
Teori proses dapat dibedakan atas empat bagian, yaitu :
1. Teori Keadilan (Equity Theory)
S. Adams dalam teori ini mengemukakan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi
dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai
persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat
terjadi, yaitu :
1. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
2. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan
empat hal sebagai pembanding, yaitu :
1. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima
berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat
pekerjaan dan pengalamannya.
2. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan
sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang
sama serta melakukan kegiatan sejenis.
4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis
imbalan yang merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa
sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai.
Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi
organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau
bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain (Winardi, 2010: 23).
2. Teori penetapan tujuan (Goal Setting Theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki
empat macam mekanisme motivasional yakni :
a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
b. Tujuan-tujuan mengatur upaya
c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak
dicapai.
b. Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan,
apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
c. Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar
keengganan untuk bertingkah laku (Dharma, 2010: 36).
3. Teori Harapan (Expectacy Theory)
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work And Motivation
mengtengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai Teori Harapan. Menurut teori
dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil
yang diinginkan. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata
bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal
yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Teori ini bagi kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber
daya manusia mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang
pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan
hal-hal yang diinginkan serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk
mewujudkan keinginan. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman
menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang
diinginkan, apalagi cara untuk memperoleh (Dharma, 2010: 36-37).
4. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku (Reinforcement Theory)
Teori ini dikemukakan oleh B.F. Skinner yang didasarkan atas hukum
pengaruh. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang,
sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak
diulang. Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi
timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu
konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang
direspon kembali dan menghasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya
sehingga motivasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang
positif
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut
mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang
dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekuensi perilakunya itu, ia
lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan
berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan
komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya
diharapkan mempunyai konsekuensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat
berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan
dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi
sebagai konsekuensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi
perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk
modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang
harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan gaya yang
manusiawi pula (Winardi, 2001: 24-25).
2.2 Kinerja Pegawai
2.2.1 Pengertian Kinerja Pegawai
Menurut Keban dalam (Tangkilisan, 2003: 1) bahwa kinerja (performence)
accomplishment atau dengan kata lain kinerja merupakan tingkat pencapaian
tujuan organisasi.
Pengertian kinerja telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen dalam
(Tika, 2006: 121) antara lain sebagai berikut :
1. Stoner, dalam bukunya Management mengemukakan bahwa kinerja adalah
fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan.
2. Bernardin dan Russel, mendefenisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil
yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama
kurun waktu tertentu.
3. Handoko, mendefenisikan kinerja sebagai proses dimana organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.
4. Prawiro Suntoro, mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.
Dari empat defenisi kinerja diatas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur
yang terdapat dalam kinerja terdiri dari :
1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti :
motivasi, kecakapan, persepsi, peranan, dan sebagainya.
3. Pencapaian tujuan organisasi
4. Periode waktu tertentu
Sedangkan pengertian pegawai negeri sipil adalah unsur aparatur negara,
abdi negara dan abdi masyarakat yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan
keperibadian, harga diri, punya posisi sebagai aparatur negara dan abdi
masyarakat yang memahami kewajiban dan tanggungjawabnya. Pegawai negeri
sipil yang demikianlah yang diharapkan memiliki kegairahan dan kegembiraan
bekerja, penuh inisiatif dan langkah-langkah yang positif untuk menciptakan
prestasi kerja yang bermutu dan sikap mental dalam dinas dan pergaulan
masyarakat yang dapat diandalkan menjadi contoh (Situmorang, 1990: 27).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja seorang
pegawai negeri sipil adalah adalah tingkat pencapaian hasil kerja pegawai yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam kurun waktu tertentu yang diketahui
melalui evaluasi prestasi kerja pegawai.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Davis dalam (Mangkunegara, 2006: 57) faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi dan merumuskan bahwa : Human performance = ability x motivation
Motivation = atitude x situation
Ability = knowledge x skill
a. Faktor kemampuan (ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge-skill). Artinya, pemimpin dan pegawai yang
memiliki IQ di atas rata-rata IQ 110-120 apalagi IQ superior, very superior, gilfed
dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai
b. Faktor motivasi (motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (atitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya. Mereka yang
bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja
tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi
kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah.
Menurut Henry Simamora dalam (Mangkunegara, 2006: 14), kinerja
(performence) akan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1. Faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan keahlian, latar belakang,
demografi.
2. Faktor psikologis yang terdiri dari : persepsi, atitude, personality,
pembelajaran, motivasi.
3. Faktor organisasi yang terdiri dari : sumber daya alam, kepemimpinan,
penghargaan, struktur, job design.
Mitchel dalam (Sinambela, 2006: 140) berpendapat yang sama, bahwa
kinerja yang baik akan dipengaruhi oleh dua hal yaitu tingkat kemampuan dan
motivasi kerja yang baik. Kemampuan seseorang dipengaruhi pemahamannya atas
jenis pekerjaan dan keterampilan melakukannya, oleh karena itu seseorang harus
dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya. Selain itu kontribusi
motivasi kerja terhadap kinerja tidaklah dapat diabaikan. Meskipun kemampuan
pegawai sangat baik apabila motivasi kerjanya rendah, sudah tentu kerjanya juga
akan rendah. Dengan demikian, Mitchel memformulasikan kinerja adalah fungsi
2.2.3 Indikator Kinerja
Analisis mengenai kinerja merupakan suatu penelitian terhadap suatu
organisasi, bagaimana sasaran kerja, program-program atau tugas-tugas khusus
yang telah dilakukan, diukur atau dievaluasi dengan menggunakan berbagai
metode.
Pengukuran kinerja (Mahsum, 2006: 34) merupakan suatu aktivitas
penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis
organisasi. Mahsun menjelaskan terdapat perbedaan pengukuran kinerja sektor
publik dan sektor bisnis. Pengukuran kinerja pada sektor bisnis (organisasi yang
berorientasi pada laba) lebih mudah dilakukan, jika dibandingkan dengan
organisasi sektor publik (organisasi yang tidak berorientasi pada laba).
Pada organisasi bisnis, kinerja penyelenggaraannya dapat dilakukan dengan
cara, misalnya tingkat laba yang berhasil diperolehnya. Pada organisasi sektor
publik, pengukurannya keberhasilannya lebih kompleks, karena hal-hal yang
dapat diukur lebih beraneka ragam, terkadang bersifat abstrak sehingga
pengukurannya tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan satu variabel
saja.
Pengukuran kinerja bukanlah hasil akhir, melainkan merupakan alat agar
keberhasilan manajemen alat agar dihasilkan manajemen yang efisien dan terjadi
peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberi tahu kita apa
yang telah terja