• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relationship Motivation In Improving Performance of Civil Servants (Studies in North Sumatera Provincial Foresty Office)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Relationship Motivation In Improving Performance of Civil Servants (Studies in North Sumatera Provincial Foresty Office)"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Studi Pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

OLEH :

BENNY APB L.TORUAN 090903023

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Nama : Benny APB L.Toruan

Nim : 090903023

ABSTRAK

Hubungan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi kepuasan dan motivasi proses serta hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

Bentuk penelitian adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk melihat hubungan motivasi kepuasan, motivasi proses, dan kinerja pegawai menggunakan pendekatan kuantitatif. Sementara itu, teknik pengumpulan data menggunakan Korelasi Product Moment. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan motivasi kepuasan dan dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,06. Maka

berdasarkan makna Korelasi Product Moment, koefisien rx1y sebesar 0,06

mempunyai arti bahwa hubungan antara motivasi kepuasan (variabel x1) terhadap

kinerja pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi kepuasan terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 0,36%. Selain itu, ada hubungan motivasi proses dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,14. Maka berdasarkan makna Korelasi

Product Moment, koefisien rx2y sebesar 0,14 mempunyai arti bahwa hubungan

antara motivasi proses (variabel x2) terhadap kinerja pegawai di Dinas Kehutanan

Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi proses terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 1,96%.

(3)

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF STATE ADMINISTRATION

Name : Benny APB L.Toruan Nim : 090903023

ABSTRACT

Relationship Motivation In Improving Performance of Civil Servants (Studies in North Sumatera Provincial Foresty Office)

The purpose of this study was to determine the satisfaction and motivation motivational motivational processes and relationship satisfaction and motivation in the process of improving the performance of civil servants in the Department of Forestry of North Sumatra Province .

Form of study is a descriptive study with a qualitative approach. To see the motivation relationship satisfaction, motivational processes, and employee performance using a quantitative approach. Meanwhile, data collection techniques using Product Moment Correlation. The sampling technique used in this study is a random sample .

Based on the analysis of data obtained a conclusion, no relationship satisfaction and motivation and performance in North Sumatra Provincial Forestry Service. It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.06 rx1y correlation. So based on the meaning of the

Product Moment Correlation, rx1y coefficient of 0.06 means that the relationship

between motivation and satisfaction (variable x1) on the performance of employees

in North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the satisfaction of motivation on employee performance contributed 0.36%. In addition, there is the relationship between. motivation and performance in the process and the Forest Service of North Sumatra Province It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.14 rx1y correlation. So based on the meaning of the

Product Moment Correlation, rx2y coefficient of 0,14 means that the relationship

between motivational processes (variable x2) on the performance of employees in

North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the process of motivation on employee performance contributed by 1.96 % .

(4)

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas

kasih karunia-Nya penulis diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi

ini tepat pada waktunya. Adapun skripsi yang penulis selesaikan berjudul Hubungan

Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Pada Dinas

Kehutanan Provinsi Sumatera Utara). Skripsi disusun untuk diajukan sebagai salah

satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana

Sosial Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu penulis sangat menghargai setiap saran dan kritik yang membangun dalam

penyempurnaan skripsi ini.

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. H.M.Husni Thamrin Nasution,M.Si selaku Ketua Departeman

Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Beti Nasution, M.Si selaku dosen pembimbing saya yang telah

banyak membimbing dan memberi masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Kepada seluruh staf dosen di Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang

telah memberikan ilmunya kepada saya dan seluruh staf pegawai yang

membantu dalam kepengurusan administrasi, saya ucapkan terima kasih.

5. Kepada Jesus Christ yang memberikan anugerah-Nya kepada saya sehingga

(5)

merawat dan membesarkanku. Terima kasih atas motivasi yang diberikan

selama ini. Begitu juga kepada adek-adek ku “Amelia, Mario, dan Dani”

yang memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

Kepada seluruh keluarga besarku yang telah mendoakan ku.

7. Buat teman seperjuangan yaitu Bontor, Darwin, Widodo, Rizal, Jaka, Dolly,

Mianhot, Rio, Benny, Ana, Amelia, Ijun, Shinta, Samuel, Cardinal, Brian,

dan seluruh teman-teman PKL ku dan kepada senior-senior yang telah

memberikan masukan dan kepada adek-adek stambuk yang telah membantu

dalam penulisan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman ReGe HKI Teladan yang tidak dapat saya sebutkan

satu-persatu namanya, terima kasih. Semoga kita tetap menjadai saudara di

dalam Kristus.

9. Buat rental langgananku “Pujimora” yang setia memberikan pelayanan

terbaik saat aku mengprint,, semoga usaha kalian semakin maju.

10.Kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang telah

memberikan izin penelitian di dinas yang dipimpin oleh beliau dan kepada

seluruh staf pegawai yang telah membantu dalam pengambilan data dan

informasi di dinas ini, saya ucapkan terima kasih banyak.

Medan, April 2014

(6)

Halaman

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitiian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II PENDAHULUAN 2.1 Motivasi ... 11

2.1.1 Pengertian Motivasi ... 11

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi ... 14

2.1.3 Manfaat Motivasi ... 16

2.1.4 Teori Motivasi ... 16

2.2 Kinerja Pegawai... 26

2.2.1 Pengertian Kinerja Pegawai ... 26

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ... 28

2.2.3 Indikator Kinerja ... 30

2.2.4 Tujuan Penilaian Kinerja ... 32

(7)

2.3 Definisi Konsep ... 36

2.4 Definisi Operasional ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 40

3.2 Lokasi Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 40

3.4 Informan Penelitian ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.6 Teknik Pengukuran Skor ... 43

3.7 Teknik Analisa Data ... 44

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Fungsi Dinas Kehutanan ... 48

4.2 Visi dan Misi ... 49

4. 3 Kebijakan Penyelenggaraan Pembangunan Kehutanan di Provinsi Sumatera Utara ... 49

4.4 Tugas dan Fungsi Dinas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 51

4.5 Tugas dan Fungsi Sekretariat ... 52

4.6 Tugas dan Fungsi Sub Bagian Umum ... 54

4.7 Tugas dan Fungsi Sub Keuangan ... 56

4.8 Tugas dan Fungsi Sub Bagian Program ... 57

4.9 Tugas dan Fungsi Bidang Inventarisasi dan Penatagunaan Hutan ... 58

4.10 Tugas dan Fungsi Bidang Pengusahaan Hutan ... 59

(8)

4.13 Unit Pelaksana Teknis Dinas ... 62

4.14 Kelompok Jabatan Fungsional ... 63

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas Responden ... 65

5.1.1 Jenis Kelamin ... 65

5.1.2 Umur Pegawai ... 66

5.1.3 Pendidikan ... 66

5.1.4 Status Golongan ... 67

5.1.5 Lama Bekerja ... 68

5.2 Motivasi Kepuasan di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 69

5.2.1 Kebutuhan Sandang ... 69

5.2.2 Kebutuhan Pangan ... 70

5.2.3 Kebutuhan Papan ... 71

5.2.4 Situasi dan Kondisi di Kantor ... 72

5.2.5 Gaji/Tunjangan/Fasilitas ... 72

5.2.6 Rekan Kerja Yang Baik... 73

5.2.7 Kemampuan Bekerja Sama Dengan Rekan Kerja ... 74

5.2.8 Keberadaan Responden Diterima Oleh Rekan Kerja ... 75

5.2.9 Keinginan Berbagi dan Menerima Sikap Berkawan Degan Rekan Kerja ... 76

5.2.10 Pemberian Penghargaan Atas Prestasi Kerja Sesuai Dengan Harapan ... 77

(9)

5.3 Motivasi Proses di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 79

5.3.1 Perhatian Dari Atasan ... 80

5.3.2 Pengetahuan Akan Peraturan ... 81

5.3.3 Mengetahui Keputusan Mengenai Pekerjaan ... 81

5.3.4 Pendapat Mengenai Fasilitas Mempengaruhi Motivasi ... 82

5.3.5 Pujian Atas Kerja Yang Baik ... 83

5.3.6 Sanksi Atas Kesalahan ... 84

5.3.7 Perilaku Positif Mendapat Pujian dan Cenderung Diulangi ... 85

5.3.8 Perilaku Negatif Mendapat Sanksi dan Cenderung Diulangi ... 85

5.3.9 Kenaikan Pangkat Memberi Semangat Kerja ... 86

5.3.10 Kenaikan Pangkat Sesuai Waktu Yang Ditentukan ... 87

5.3.11 Mengikuti Pelatihan Kerja ... 88

5.4 Kinerja Pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 89

5.4.1 Pekerjaan Selesai Tepat Waktu ... 89

5.4.2 Mencapai Sasaran Kerja ... 90

5.4.3 Kesalahan Dalam Melaksanakan Kesalahan ... 90

5.4.4 Menguasai Tugas Praktis Jabatan ... 91

5.4.5 Membuat Perencanaan Yang Matang ... 92

5.4.6 Merealisasikan Potensi Saat Bekerja ... 93

5.4.7 Pendapat Mengenai Keterampilan Merupakan Faktor Penting Dalam Meningkatkan Kinerja ... 94

5.4.8 Datang Terlambat ... 95

5.4.9 Cepat Pulang ... 95

(10)

5.5.2 Motivasi Proses di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 98

5.5. 3 Kinerja Pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ... 100

5.6 Analisis Data ... 101

5.6. 1 Analisis Motivasi Kepuasan di Dinas Kehutanan Provinsi SUMUT .. 101

5.6. 2 Analisis Motivasi Proses di Dinas Kehutanan Provinsi SUMUT ... 102

5.6.3 Analisis Kinerja Pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi SUMUT... 104

5.7 Analisis Hubungan Motivasi Kepuasan (X1) Dengan Kinerja (Y) ... 104

5.8 Analisis Hubungan Motivasi Proses (X2) Dengan Kinerja (Y)... 106

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 108

6.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA

(11)

TABEL HALAMAN

3.1 Interprestasi Korelasi Product Moment ... 47

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pegawai ... 66

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 67

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Golongan ... 68

5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja... 68

5.6 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kebutuhan Sandang ... 70

5.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kebutuhan Pangan ... 70

5.8 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kebutuhan Papan ... 71

5.9 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Situasi dan Kondisi di Kantor ... 72

5.10 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Gaji/Tunjangan/Fasilitas ... 73

5.11 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Rekan Kerja Yang Baik ... 74

5.12 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kemampuan Bekerja Sama Dengan Rekan Kerja ... 75

5.13 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Keberadaannya Diterima Oleh Rekan Kerja ... 76

5.14 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Keinginan Berbagi dan Menerima Sikap Berkawan Dengan Rekan Kerja ... 76

5.15 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pemberian Penghargaan Atas Prestasi Kerja Sesusai Harapan ... 77

5.16 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pendapat Bahwa Pengakuan Dari Rekan Kerja Dapat Menjadi Motivasi ... 78

(12)

Kepada Pegawai ... 80

5.19 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Akan Peraturan ... .... 81

5.20 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Akan

Keputusan Tentang Pekerjaan ... 82

5.21 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pendapat Fasilitas Mempengaruhi

Motivasi . ... 83

5.22 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pujian Atas Kerja Yang Baik ... 84

5.23 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sanksi Atas Kesalahan ... ....84

5.24 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Perilaku Positif Mendapat

Pujian Dan Cenderung Diulangi ... 85

5.25 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Perilaku Negatif Mendapat

Sanksi Dan Cenderung Diulangi ... ....86

5.26 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kenaikan Pengkat Memberi

Semangat Bekerja ... ....86

5.27 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kenaikan Pangkat Sesuai

Waktu Yang Ditentukan ... ....87

5.28 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Mengikuti

Pelatihan Kerja ... ....88

5.29 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pekerjaan Selesai

Tepat Waktu ... ....89

5.30 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Kemampuan Mencapai

Sasaran Kerja ... ....90

5.31 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Kesalahan Dalam

(13)

Menguasai Tugas Praktis Jabatan ... 92

5.33 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Membuat

Perencanaan Yang Matang ... 93

5.34 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Merealisasikan

Potensi Saat Bekerja ... 93

5.35 Distribusi Responden Mengenai Pendapat Keterampilan Merupakan Faktor

Penting Dalam Meningkatkan Kinerja ... 94

(14)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Nama : Benny APB L.Toruan

Nim : 090903023

ABSTRAK

Hubungan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi kepuasan dan motivasi proses serta hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

Bentuk penelitian adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk melihat hubungan motivasi kepuasan, motivasi proses, dan kinerja pegawai menggunakan pendekatan kuantitatif. Sementara itu, teknik pengumpulan data menggunakan Korelasi Product Moment. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan motivasi kepuasan dan dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,06. Maka

berdasarkan makna Korelasi Product Moment, koefisien rx1y sebesar 0,06

mempunyai arti bahwa hubungan antara motivasi kepuasan (variabel x1) terhadap

kinerja pegawai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi kepuasan terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 0,36%. Selain itu, ada hubungan motivasi proses dan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis korelasi Product Moment dimana koefisien korelasi rx1y = 0,14. Maka berdasarkan makna Korelasi

Product Moment, koefisien rx2y sebesar 0,14 mempunyai arti bahwa hubungan

antara motivasi proses (variabel x2) terhadap kinerja pegawai di Dinas Kehutanan

Provinsi Sumatera Utara (variabel y) menunjukkan tingkat hubungan yang sangat rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa motivasi proses terhadap kinerja pegawai memberi kontribusi sebesar 1,96%.

(15)

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF STATE ADMINISTRATION

Name : Benny APB L.Toruan Nim : 090903023

ABSTRACT

Relationship Motivation In Improving Performance of Civil Servants (Studies in North Sumatera Provincial Foresty Office)

The purpose of this study was to determine the satisfaction and motivation motivational motivational processes and relationship satisfaction and motivation in the process of improving the performance of civil servants in the Department of Forestry of North Sumatra Province .

Form of study is a descriptive study with a qualitative approach. To see the motivation relationship satisfaction, motivational processes, and employee performance using a quantitative approach. Meanwhile, data collection techniques using Product Moment Correlation. The sampling technique used in this study is a random sample .

Based on the analysis of data obtained a conclusion, no relationship satisfaction and motivation and performance in North Sumatra Provincial Forestry Service. It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.06 rx1y correlation. So based on the meaning of the

Product Moment Correlation, rx1y coefficient of 0.06 means that the relationship

between motivation and satisfaction (variable x1) on the performance of employees

in North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the satisfaction of motivation on employee performance contributed 0.36%. In addition, there is the relationship between. motivation and performance in the process and the Forest Service of North Sumatra Province It is evident from the results of the analysis where the product moment correlation coefficient = 0.14 rx1y correlation. So based on the meaning of the

Product Moment Correlation, rx2y coefficient of 0,14 means that the relationship

between motivational processes (variable x2) on the performance of employees in

North Sumatra Provincial Forestry Office (variable y) showed a very low level of relationship. The calculations show that the process of motivation on employee performance contributed by 1.96 % .

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara yang

memberikan pelayanan publik kepada masyarakat di negara kita ini masih sangat

rendah dibandingkan dengan negara lain. Hal inilah yang membuat daya saing

Indonesia, terutama dalam bidang ekonomi selalu tertinggal dibanding

negara-negara lain. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Djimanto

mengatakan, keberadaan birokrat sangat penting dalam mendukung perekonomian

bangsa, karena birokrat merupakan pelayan publik. Jika pelayan publiknya malas

dan kompetensi rendah, maka pembangunan ekonomi terhambat. Menurut

Djimanto , ada beberapa hal mengapa kinerja dan produktivitas PNS Indonesia

rendah. Pertama, sistem rekrutment PNS yang masih berkolusi, korupsi dan

nepotisme (KKN), bukan berdasarkan merit system atau berdasarkan kompetensi.

Kedua, kenaikan pangkat dan sistem penggajian PNS dilakukan secara berkala

bukan berdasarkan prestasi kerja. Ketiga, sistem pengawasan internal PNS seperti

adanya inspektorat jenderal tidak berjalan. Inspektorat jenderal hanya sebagai

stempel saja . Ketiga hal menyebabkan kinerja PNS Indonesia rendah seperti

malas-malasan, sering bolos, tidak produktif dan tidak tepat tanggal masuk kerja

jika ada libur tertentu. Menurut Djimanto, yang merusak etos kerja PNS adalah

jaminan kenaikan pangkat dan gaji secara berkala. PNS yang malas dan rajin

(17)

efektif. Selain itu, pemberian sanksi yang tidak tegas kepada PNS yang memiliki

kinerja yang rendah

(http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/kinerja-dan-produktivitas-birokrasi-indonesia-buruk/10863, diakses pada tanggal 19

September 2013 pukul 17.00 WIB).

Menurut Menpan dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, sekitar 50

persen dari 4,7 juta PNS yang ada di Indonesia memiliki kualitas rendah. Hampir

di setiap kantor pemerintahan atau instansi, kinerja pegawai negeri sipil sangat

rendah. Ini merupakan dampak buruknya sistem seleksi penerimaan pegawai

negeri pada masa lalu. Sudah menjadi rahasia umum, banyak permainan dalam

penerimaan pegawai negeri. Calon pegawai negeri kebanyakan merupakan titipan

orang dalam atau saudara pejabat. Hal ini dilakukan tanpa memperhatikan kualitas

sumber daya manusia, sehingga kinerja pegawai negeri sangat rendah.

Penyebab lain rendahnya kinerja pegawai negeri sipil di Indonesia adalah

panjangnya sistem birokrasi dalam organisasi kepegawaian negeri. Sistem

birokrasi yang seperti menyebabkan tidak efektifnya kerja PNS. Birokrasi PNS

yang mengenal 9 golongan menimbulkan jika ada satu perintah harus melalui

jenjang yang sangat panjang untuk sampai kepada pelaksananya. Menpan dan

Reformasi Birokrasi berencana memangkas birokrasi ini dengan cara mengurangi

jumlah golongan yang ada. Posisi staf yang selama ini diduduki oleh 2 juta PNS

akan dididik untuk menjadi seorang menajer atau setingkat diatas staf. Jumlah staf

yang sedemikian banyaknya telah membuat PNS banyak menganggur. Hal ini

terjadi karena staf tidak memiliki kelulasaan untuk memutuskan atau untuk

mengambil satu kebijakan maupun program kerja. Menpan dan Reformasi

(18)

PNS dapat ditingkatkan

(http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/12/14/men-pan-50-persen-pns-berkualitas-rendah, diakses pada tanggal 19 September 2013, pukul

19.10 WIB).

Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Sumut tidak

berjalan dengan baik atau stagnan. Tim I sub 2 Kunjungan Kerja DPRD Sumut

kecewa setelah mengunjungi beberapa SKPD, dan terbukti kinerjanya tidak

produktif. Kinerja tidak mengalami peningkatan melainkan hanya jalan ditempat.

Besarnya alokasi anggaran yang diberikan tidak sesuai dengan produk yang

menyentuh kehidupan perekonomian masyarakat. Banyak pelayanan masyarakat

macet. Tidak ada keseriusan untuk mengimplementasikan sumber daya yang

dimiliki. Menurut Tunggul Siagian Anggota DPRD Fraksi Demokrat, kegagalan

ini merupakan kegagalan kepemimpinan Sumut yang tidak memiliki ketegasan

dan komitmen dalam membangun Sumut. Kunjungan kerja yang tergabung dalam

satu tim ini mengunjungi Dinas Kehutanan Sumut. Hasil kunjungan tersebut

membuktikan kinerja di Dinas Kehutanan Sumut belum maksimal atau masih

mendapat nilai cukup baik. Hal ini terbukti dengan kurang mampunya

memanfaatkan sumber daya yang ada untuk melakukan terobosan dalam

meningkatkan pelayanan bagi masyarakat. Jumlah pegawai yang banyak dan

sokongan anggaran untuk gaji pegawai tidak diimbangi dengan program untuk

pelayanan masyarakat yang baik. Oleh karena itu DPRD Sumatera Utara siap

mendukung gubernur mengevaluasi kinerja gubernur. Semuanya ini dilakukan

untuk pelayanan kepada masyarakat sebagai wujud tanggungjawab moral dan

konstitusional kepada

(19)

masyarakat(http://medan.tribunnews.com/2011/09/15/membangun-sumut-tidak-cukup-hanya-dengan-senyum, diakses pada tanggal 19 September 2013 pukul

19.15 WIB).

Kinerja PNS di Dinas Kehutanan Sumut yang belum maskimal dibuktikan

dengan kurang maksimalnya penggunaan dana alokasi khusus. Oleh karena itu,

Guntur Manurung sebagai anggota Komisi B DPRD Sumut menyarankan Dinas

Kehutanan harus mampu melakukan serapan anggaran hingga 50 persen agar

dapat mengetahui seberapa banyak tambahan anggaran yang dibutuhkan. Saat ini,

Dinas Kehutanan hanya mampu menyerap anggaran sebesar 32 persen

(http://www.bisnis-sumatra.com/index.php/2011/07/dprd-sumut-nilai-kinerja-dinas-kehutanan-lebih-baik-dari-dinas-lain/).

Sebagai jawaban atas masukan juga sorotan sejumlah Fraksi DPRD Sumut

atas kinerja SKPD di jajaran Pemprovsu, Gubernur Sumut H Gatot Pujo Nugroho,

ST, MSi akan segera melakukan evaluasi kinerja SKPD. Evaluasi akan dilakukan

mengingat ada SKPD yang ternyata belum optimal dalam menjalankan tugasnya

sesuai tupoksi yang telah ditetapkan. Sebagai perpanjangan tangan kebijakan

Gubernur Sumatera Utara, Kepala SKPD harus dapat mengoptimalkan kinerja

instansi yang dipimpinnya agar visi dan misi Gubernur yang diusung dalam

kampanyenya berhasil. Keingingan segera melakukan evaluasi itu didasari

komitmen yang kuat dari Gubsu dan Wagubsu membawa Sumatera Utara ke arah

yang jauh lebih baik menuju Sumut yang sejahtera dan berdaya saing. Rencana

evaluasi itu dituangkan dalam nota jawaban Gubernur Sumatera Utara atas

Pandangan Umum Anggota Dewan yang disampaikan Fraksi- Fraksi DPRD

Sumatera Utara terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang

(20)

Wagubsu(http://www.menaranews.com/regionalx/sumatera/gubsu-segera-evaluasi-kinerja-skpd, diakses pada tanggal 19 September 2013 pukul 19.25

WIB).

Rencana evaluasi kinerja SKPD Pemprovsu tidak hanya menjadi

rancangan saja. Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho mengadakan

evaluasi kinerja PNS pada tanggal 12 Agustus 2013 di berbagai instansi termasuk

di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Gubsu memberikan arahan dan

mengingatkan pentingnya meningkatkan kinerja sebagai aparatur negara dan

pelayan masyarakat. Secara keseluiruhan, tingkat kehadiran PNS mencapai 98,77

%. Angka ini meningkat dari catatan tahun sebelumnya sebanyak 98,75%.

Tingkat kehadiran PNS yang meningkatkan menunjukkan kinerja yang semakin

meningkat. Peningkatan kinerja merupakan suatu kemajuan yang berarti

(http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/08/13/44872/gubsu_semangat

_idul_fitri_tingkatkan_kualitas_kinerja_kehadiran_pns_9877persen/#.UjJDkX-J1H0, diakses pada tanggal 12 September 2013, pukul 19.20 WIB).

Penilaian kinerja PNS merupakan kegiatan rutin untuk mengetahui

kualitas birokrasi negara ini. Penilaian kinerja PNS harus dilakukan secara

objektif. Hasil penilaian kinerja PNS menjadi syarat setiap PNS yang mengajukan

kenaikan pangkat. Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), penilaian kinerja diatur

dalam PP 10 tahun 1979 melalui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan atau

DP3. Komponen penilaian dalam DP3 antara lain adalah kesetiaan, prestasi kerja,

tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakasa, dan kepemimpinan bagi

(21)

birokrasi, sistem penilaian kinerja PNS melalui DP3 dinilai tidak lagi

komprehensif untuk dijadikan sebagai alat pengukur kinerja.

DP3 yang lebih ditekankan kepada aspek perilaku PNS tidak dapat

mengukur secara langsung produktivitas dan hasil akhir kerja PNS. Selain itu

penilaian DP3 acapkali memiliki bias dan subjektifitas yang tinggi. Seringkali

pemberi nilai dalam DP3 akan memasukkan pendapat pribadinya dan nilai yang

didapatkan akan bervariasi tergantung pada penilai.

Berdasarkan penilaian yang sering subjektif tersebut diadakan

penyempurnaan DP3 dengan penilaian prestasi kerja PNS. Berbeda dengan DP3

penilaian prestasi kerja terdiri dari dua unsur yaitu Sasaran Kerja Pegawai (SKP)

dan perilaku kerja dimana bobot nilai unsur SKP sebesar 60% dan perilaku kerja

sebesar 40%. Penilaian SKP meliputi aspek-aspek seperti kuantitas, kualitas,

waktu, dan biaya sementara penilaian perilaku kerja meliputi orientasi pelayanan,

integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan. Penilaian prestasi

kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif,

dan transparan.

Dalam penerapan SKP, setiap PNS wajib menyusun SKP sebagai

rancangan pelaksanaan Kegiatan Tugas Jabatan sesuai dengan rincian tugas,

tanggung jawab dan wewenangnya sesuai dengan struktur dan tata kerja

organisasi. SKP disusun dan ditetapkan sebagai rencana operasional pelaksanaan

Tugas Jabatan dengan mengacu pada Renstra dan Renja. SKP yang telah disusun

harus disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai dan ditetapkan setiap tahun

(22)

kinerja PNS menggunakan SKP adalah salah satu solusi untuk mengukur kinerja

PNS secara objektif. Penilaian ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014 .

Untuk menghindari ketidaksepahaman, Kantor Regional III BKN Bandung

beserta dengan Direktorat Kinerja BKN Pusat mengadakan workshop dan

sosialisasi PP 46 tahun 2011 bertempat di Aula Rama-Shinta Kanreg III BKN.

Acara ini diikuti oleh 114 peserta ini, sebanyak 57 peserta berasal dari instansi

pembina kepegawaian daerah dan bagian kepegawaian instansi vertikal yang

berada di wilayah kerja Kanreg III BKN. Pada pengarahannya dalam pembukaan

Deputi Bidang Bina Kinerja dan Perundang-Undangan, Drs. S. Kuspriyo

Murdono, M.Si mengatakan bahwa pada dasarnya SKP adalah sebuah komitmen

berdasarkan kesepakatan bersama antara atasan dengan bawahan, Karenanya

kedua belah pihak harus aktif agar proses penilaian kerja berlangsung efektif

(http://www.bkn.go.id/kanreg03/in/component/content/article/188-penilaian-kinerja-pns-dengan-sasaran-kinerja-pegawai.html , diakses pada tanggal 19

September 2013 pukul 19.35 WIB).

Satuan Kinerja Pegawai (SKP) akan melakukan penilaian kinerja kepada

PNS. Jika ada PNS yang hasil penilaian kinerjanya buruk selama tiga tahun

berturut turut, dapat dikenakan sanksi bahkan pemecatan dini. Wakil Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Eko

Prasodjo menjelaskan bahwa mekanisme ini diperlukan untuk memperkuat kinerja

PNS di masa mendatang.

Jalan lain yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kinerja PNS

adalah menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS). Dalam RAPBN Tahun 2014,

(23)

43,4 % dari total belanja pegawai. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan

sebesar Rp. 5,5 triliun atau 4,8 % dari alokasi anggaran APBNP tahun 2013

sebesar Rp. 114, 5 triliun. Kenaikan gaji PNS setiap tahun diharapkan dapat

meningkatkan kinerja PNS. Selain itu, peningkatan kinerja PNS diperlukan

seiring semakin ketatnya pengawasan terhadap kinerja PNS. Penilaian secara

individu dan subjektif menjadi perhatian penting bagi PNS

(http://economy.okezone.com/read/2013/08/26/20/855599/gaji-pns-naik-penilaian-kinerja-makin-ketat, diakses pada tanggal 19 September 2013 pukul

19.40 WIB).

Rancangan lain dari pemerintah untuk tiga tahun ke depan adalah gaji PNS

tidak dipukul rata. PNS akan digaji sesuai dengan kinerjanya. Semakin baik

pencapaian kerjanya, maka gajinya akan semakin tinggi, demikian juga

sebaliknya. Pertimbangan lain dalam sistem penggajian yang baru adalah beban,

resiko, dan tanggung jawab kerja. Selain itu, Wakil Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo menyebutkan kinerja PNS

juga akan mempengaruhi bonus tahunan yang diterima

(http://www.cpnsonline.org/2013/tahun-2016-pns-akan-digaji-sesuai-kinerja.html,

diakses pada tanggal 12 September 2013 pukul 19.45 WIB).

Langkah dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil diupayakan

pemerintah semaksimal mungkin . Berbagai rancangan dibuat demi peningkatan

kualitas kerja para aparatur pemerintah di negara ini. Berdasarkan

fenomena-fenomena tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian

yang berjudul “Hubungan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka

masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu :

1. Bagaimana motivasi kepuasan pada pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan

Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana motivasi proses pada pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan

Provinsi Sumatera Utara?

3. Bagaimana hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam

meningkatkan kinerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui motivasi kepuasan pada pegawai negeri sipil di Dinas

Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui motivasi proses pada pegawai negeri sipil di Dinas

Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui hubungan motivasi kepuasan dan motivasi proses dalam

meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan Provinsi

(25)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara subjektif, untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang

peranan motivasi dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil.

2. Secara praktis, dapat memberikan masukan bagi pemerintah, khususnya Dinas

Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dalam meningkatkan kinerja pegawai

negeri sipil.

3. Secara akademis, dapat dijadikan referensi bagi pihak yang tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan motivasi dalam meningkatkan

kinerja pegawai negeri sipil.

2.5 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi kerangka teori, definisi konsep, defenisi operasional

dan sistematika penulisan.

BAB II I : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan

sampel, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik

(26)

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi

penelitian.

BAB V : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

dokumentasi yang akan dianalisis, serta memuat pembahasan atau

interprestasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya,

serta analisis dari hasil di lapangan dan dokumentasi.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang

(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Motivasi

2.1.1 Pengertian Motivasi

Suatu instansi pemerintah/swasta, memerlukan pegawai sebagai tenaga

gerak dalam melaksanakan segala kegiatan atau aktivitasnya. Kegiatan atau

aktivitas tersebut sedikit banyaknya dipengaruhi faktor-faktor tertentu. Motivasi

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut dalam

mencapai tujuannya.

Kata motivasi berasal dari bahasa Latin “movere”, yang berarti bergerak.

Motivasi erat hubungannya dengan hasrat, keinginan, tujuan, sasaran, kebutuhan,

dorongan, dan insentif. Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi

fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang

ditujukan untuk tujuan atau insentif. Proses motivasi bergantung pada pengertian

dan hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan insentif (Luthars, 2006: 268).

Kebutuhan membentuk dorongan yang bertujuan pada insentif. Motivasi

mencakup tiga elemen yang berinteraksi dan saling tergantung, yaitu (Luthars,

2006: 270).

1. Kebutuhan

Kebutuhan tercipta saat tidak adanya keseimbangan fisiologis atau psikologis.

(28)

Dorongan terbentuk untuk mengurangi kebutuhan. Dorongan fisiologis dapat

didefenisikan sebagai kehilangan petunjuk. Dorongan fisiologis dan psikologis

adalah tindakan yang berorientasi dan menghasilkan daya dorong dalam

meraih insentif. Hal tersebut adalah motivasi.

3. Insentif

Pada akhir siklus motivasi adalah insentif, didefenisikan sebagai semua yang

akan mengurangi sebuah kebutuhan dan dorongan. Dengan memperoleh

insentif akan cenderung memulihkan keseimbangan fisiologis atau psikologis

dan akan mengurangi dorongan.

Pengertian motivasi juga diungkapkan oleh beberapa ahli sebagai berikut

ini :

1. Sardiman

Motivasi adalah motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang

ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap

adanya tujuan (Sardiman, 2006: 73).

2. Chung dan Megginson

Motivasi dalam (Gomes, 2003: 177) merupakan hal yang berkaitan dengan

tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan.

3. Mulyasa

Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya

tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu (Sumber :

(29)

Motivasi seseorang atau pegawai tergantung pada kekuatan atau motivasi

itu sendiri. Dorongan menyebabkan seseorang berusaha mencapai tujuan-tujuan,

baik sadar ataupun tidak sadar. Dorongan juga menyebabkan seseorang atau

pegawai berperilaku yang dapat mengendalikan dan memelihara

kegiatan-kegiatan, dan yang menetapkan arah yang harus ditempuh oleh seorang pegawai

(Thoha, 2008: 207-208).

Seseorang bekerja mempunyai motivasi yang berbeda-beda. Ada orang

yang termotivasi mengerjakan sesuatu karena uang yang banyak, meskipun

kadang-kadang pekerjaan itu secara hukum tidak benar. Ada juga yang

termotivasi karena rasa aman atau keselamatan meskipun bekerja dengan jarak

yang jauh. Bahkan ada orang yang termotivasi bekerja hanya karena pekerjaan

tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya sangat kecil.

Hal yang mendasar dari motivasi adalah self concept realization, yaitu

merealisasikan konsep dirinya. Self concept realization bermakna bahwa

seseorang akan selalu termotivasi jika (Arep & Tanjung, 2003: 13) :

1. Ia hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang lebih ia sukai.

2. Diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih ia sukai.

3. Dihargai sesuai dengan cara yang mencerminkan penghargaan seseorang atas

kemampuannya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka ada 3 hal yang diperlukan dalam memotivasi

seseorang yaitu peran, perlakuan, dan penghargaan.

John R. Schermerhorn dalam Winardi (2001: 4) menjelaskan motivasi

untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam bidang perilaku

(30)

kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seseorang individu, yang menjadi penyebab

timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal

bekerja. Dengan demikian analisis mengenai motivasi akan bersinggunggan

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Ditegaskan Atkinson dalam

Winardi (2001: 4) bahwa analisis motivasi perlu memusatkan perhatian pada

faktor-faktor yang menimbulkan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas seseorang.

Wahjosumidjo mengatakan motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil

proses interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi bawahan dari seseorang

dengan lingkungan, motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya

sendiri disebut faktor intrinsik, dan faktor yang dari luar diri seseorang disebut

faktor ekstrinsik. Selanjutnya faktor intrinsik dapat berupa kepribadian, sikap,

pengalaman, pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa

depan

(http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2116186-insentif-dibagi-menjadi-dua-macam/#ixzz2PbGGrrLY, diakses pada tanggal 2 September 2013

pukul 11.00 WIB).

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai motivasi, dapat disimpulkan

bahwa motivasi adalah daya dorong yang ada pada pegawai baik dorongan

internal yaitu kepuasan maupun dorongan eksternal yaitu proses yang

menyebabkan seseorang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Chung & Megginson dalam (Winardi, 2001: 5) menjelaskan, motivasi

melibatkan beberapa faktor, anatra lain :

(31)

Faktor-faktor individual meliputi :

a. kebutuhan-kebutuhan (needs)

b.tujuan-tujuan (goals)

c. sikap (attitude)

d. kemampuan-kemampuan (abilities).

2. Faktor-faktor organisasional

Faktor-faktor organisasional meliputi :

a. pembayaran atau gaji (pay)

b. keamanan pekerjaan (job security)

c. sesama pekerja (co-workers)

d. pengawasan (supervision)

e. pujian (praise),

f. pekerjaan itu sendiri (job itself).

Helleriegel dan Slocum (Winardi, 2001: 8) mengklasifikasikan tiga faktor

utama yang mempengaruhi motivasi meliputi:

1. Perbedaan karakteristik individu

Karakteristik individu yang berbeda jenis kebutuhan, sikap dan minat

menimbulkan motivasi yang bervariasi, misalnya pegawai yang mempunyai

motivasi untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya akan bekerja keras

dengan resiko tinggi dibanding dengan pegawai yang mempunyai motivasi

keselamatan, dan akan berbeda pada pegawai yang bermotivasi untuk

memperoleh prestasi. Setiap pekerjaan yang berbeda membutuhkan persyaratan

keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan tipe-tipe

(32)

2. Perbedaan karakteristik pekerjaan

Perbedaan karakteristik yang melekat pada pekerjaan itu membutuhkan

pengorganisasian dan penempatan orang secara tepat sesuai dengan kesiapan

masing-masing pegawai. Setiap organisasi juga mempunyai peraturan,

kebijakan, sistem pemberian hadiah, dan misi yang berbeda-beda yang akan

berpengaruh pada setiap pegawainya.

3. Perbedaan karakteristik lingkungan kerja atau organisasi. Motivasi seseorang

dipengaruhi oleh stimuli kekuatan intrinsik yang ada pada diri

seseorang/individu yang bersangkutan, stimuli eksternal mungkin juga dapat

mempengaruhi motivasi, tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi

individu terhadap stimuli tersebut.

2.1.3 Manfaat Motivasi

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga

produktivitas kerja meningkat. Manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan

orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat.

Artinya, pekerjaan diselesaikan dengan standart yang benar dan dalam skala

waktu yang sudah ditentukan, serta orang akan senang melakukan suatu

pekerjaan. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan

membuat orang senang mengerjakan suatu pekerjaan. Seseorang juga akan merasa

dihargai/diakui. Hal ini terjadi karena pekerjaannya itu dihargai oleh orang yang

termotivasi. Melalui penghargaan tersebut, seseorang akan bekerja keras. Hal ini

terjadi karena dorongan yang tinggi untuk menghasilkan sesuai target yang

(33)

membutuhkan terlalu banyak pengawasan. Individu tersebut akan berkerja dengan

motivasi yang tinggi (Arep & Tanjung, 2003: 16-17).

2.1.4 Teori Motivasi

Teori motivasi dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu :

I. Teori Kepuasan

Teori kepuasan motivasi menentukan apa yang memotivasi orang dalam

pekerjaan. Ahli teori kepuasan berfokus pada identifikasi kebutuhan dan dorongan

pada diri seseorang dan bagaimana kebutuhan dan dorongan tersebut

diprioritaskan. Mereka menitikberatkan jenis insentif dan tujuan yang berusaha

dicapai oleh seseorang untuk dipuaskan dan dilakukan dengan baik. Teori

kepuasan mengacu pada statis, karena teori tersebut berhubungan hanya pada satu

atau beberapa hal dalam suatu waktu tertentu, baik masa lalu maupun sekarang.

Oleh karena itu, teori ini tidak memprediksikan motivasi atau perilaku kerja,

tetapi memahami apa yang memotivasi orang dalam bekerja. Hal yang

memotivasi semangat bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan

kepuasan materil maupun non materil yang diperoleh dari hasil pekerjaan, yakni

tinggi atau rendah tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang

mencerminkan semangat kerja orang tersebut. Teori motivasi dapat dibedakan

menjadi (Winardi, 2011: 11) :

1. Teori Hierarki Kebutuhan (Abraham H.Maslow)

(34)

Abraham H. Maslow pada tahun 1943. Teori ini diilhami oleh Human Science

Theory dari Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan

kepuasan itu bersifat jamak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa

materil dan non materil.

Abraham H. Maslow mengemukakan sejumlah proposisi penting tentang

perilaku pegawai sebagai berikut:

1. Pegawai adalah makhluk yang serba berkeinginan (man is a wanting being). Ia

senantiasa menginginkan sesuatu dan ia senantiasa menginginkan lebih

banyak. Apa yang diinginkan, tergantung pada apa yang sudah dimiliki.

2. Sebuah kebutuhan yang dipenuhi, bukanlah sebuah motivator perilaku. Hanya

kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, memotivasi perilaku.

3. Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan suatu hierarki menurut

pentingnya masing-masing kebutuhan. Segera setelah kebutuhan-kebutuhan

pada tingkatan lebih rendah, kurang lebih terpenuhi, maka muncul

kebutuhan-kebutuhan pada tingkat berikut yang lebih tinggi, yang menuntut pemuasan.

Tingkatan kebutuhan pegawai tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan-kebutuhan Fisiologikal

Pada tingkatan terendah pada hierarki yang ada, dan pada titik awal teori

motivasi, terdapat kebutuhan-kebutuhan fisiologikal. Kebutuhan-kebutuhan

inilah yang perlu dipenuhi untuk mempertahankan hidup.

Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal memiliki sejumlah karakteristik sebagai

berikut:

(35)

2. Dalam banyak kasus mereka dapat diidentifikasi dengan sebuah lokasi

khusus di dalam tubuh (misalnya perasaan lapar luar biasa, dapat dikaitkan

dengan perut).

3. Pada sebuah kultur bercukupan (an affluent culture), kebutuhan-kebutuhan

demikian bukan merupakan motivator-motivator tipikal, melainkan

motivator-motivator yang tidak biasa.

4. Akhirnya dapat dikatakan bahwa mereka harus dipenuhi secara

berulang-ulang dalam periode waktu yang relatif singkat, agar tetap terpenuhi.

Apabila kebutuhan-kebutuhan fisiologikal tidak terpenuhi, maka

mereka akan lebih terasa dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Maka boleh dikatakan bahwa seseorang individu, yang tidak memiliki apa-apa

dalam kehidupan, mungkin sekali akan termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan

fisiologikal.

b. Kebutuhan akan keamanan

Kebutuhan akan keamanan dinyatakan dalam wujud akan keinginan akan

proteksi terhadap bahaya fiskal, keinginan untuk mendapatkan kepastian ekonomi,

prefensi terhadap hal-hal yang dikenal, dan menjauhi hal-hal yang tidak dikenal,

dan keinginan atau dambaan orang akan dunia yang teratur, serta yang dapat

diprediksi.

Kebutuhan-kebutuhan akan keamanan, juga mencakup keinginan unuk

mengatahui batas-batas perilaku yang diperkenankan. Maksudnya adalah

keinginan akan kebebasan di dalam batas-batas tertentu daripada kebebasan yang

(36)

batas-batas perilaku yang diterima bagi dirinya sendiri dapat mempunyai perasaan

yang sangat terancam.

Sebagian besar pegawai tergantung pada organisasi tempat ia bekerja

sehubungan dengan ketenteraman, supervisi, keputusan-keputusan yang berkaitan

dengan pekerjaannya dan peluang kerja yang berkesinambungan.

c. Kebutuhan-kebutuhan sosial

Kebutuhan fisiologikal manusia dan kebutuhan akan keamanan pegawai

relatif terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan

pada tingkatan berikutnya menjadi motivator penting bagi perilaku. Seorang

pegawai ingin tergolong pada kelompok-kelompok tertentu. Pegawai ingin

berasosiasi dengan pihak lain, ingin diterima oleh rekan-rekannya, ingin berbagi

dan menerima sikap berkawan, dan afeksi.

d. Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan

Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (egoistik) terdiri dari

penghargaan diri dan penghargaan dari pihak lain. Kebutuhan akan penghargaan

diri, prestasi, kompetensi, pengetahuan, penghargaan diri, dan kebebasan serta

idepedensi (ketidaktergantungan). Kelompok kedua, kebutuhan-kebutuhan akan

penghargaan dari pihak lain mencakup kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan

dengan reputasi seseorang pegawai, atau penghargaan dari pihak lain, kebutuhan

akan status, pengakuan, apresiasi terhadap dirinya, dan respek yang diberikan oleh

pihak lain.

Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau melampui prestasi

orang-orang lain yang merupakan sifat universal manusia. Kebutuhan pokok akan

(37)

kinerja keorganisasian yang luar biasa. Tidak seperti kebutuhan-kebutuhan

tingkatan lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan jarang sekali terpenuhi

secara sempurna.

e. Kebutuhan untuk merealisasikan diri (aktualisasi)

Kebutuhan-kebutuhan ini berupa kebutuhan-kebutuhan individu untuk

merealisasi potensi yang ada pada diri pegawai untuk mencapai pengembangan

diri secara berkelanjutan dan menjadi kreatif. Bentuk khusus kebutuhan ini

berbeda pada setiap pegawai (Winardi, 2001: 14-16).

2. Teori Kebutuhan Berprestasi (David McClelland)

McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau

Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda,

sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. McClelland

merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan melaksanakan

sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau

mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal

tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang

berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi, dan mencapai

performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan

pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara

berhasil.

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high

achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :

a. Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan

(38)

b. Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya

mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran.

c. Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,

dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah (Winardi, 2001: 17-18).

3. Teori ERG (Clyton Alderfer)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam

teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E =

Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk

berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).

1. Secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang

dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena existence dapat dikatakan

identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow. Relatedness

senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep

Maslow. Growth mengandung makna sama dengan self actualization menurut

Maslow.

2. Teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu

diusahakan pemuasannya secara serentak. Teori Alderfer menunjukkan bahwa:

a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula

keinginan untuk memuaskannya.

b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar

apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.

c. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih

tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih

(39)

Pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya,

karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada

kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya

kepada hal-hal yang mungkin dicapainya (Winardi, 2001: 19-20).

4. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)

Herzberg dikenal dengan teori dua faktor yaitu faktor motivasional dan

faktor hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud faktor

motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik,

yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan

faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik

yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang

dalam kehidupan seseorang.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain

ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,

kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor

hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam

organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang

dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para

penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja

dan sistem imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg

ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat

dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik atau yang bersifat

(40)

II. Teori Proses

Teori proses dapat dibedakan atas empat bagian, yaitu :

1. Teori Keadilan (Equity Theory)

S. Adams dalam teori ini mengemukakan bahwa manusia terdorong untuk

menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi

dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai

persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat

terjadi, yaitu :

1. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.

2. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang

menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan

empat hal sebagai pembanding, yaitu :

1. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima

berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat

pekerjaan dan pengalamannya.

2. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan

sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;

3. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang

sama serta melakukan kegiatan sejenis.

4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis

imbalan yang merupakan hak para pegawai.

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa

(41)

sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai.

Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi

organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering

terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat

kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau

bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain (Winardi, 2010: 23).

2. Teori penetapan tujuan (Goal Setting Theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki

empat macam mekanisme motivasional yakni :

a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian

b. Tujuan-tujuan mengatur upaya

c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi

d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.

Teori ini juga mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :

a. Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak

dicapai.

b. Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan,

apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.

c. Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar

keengganan untuk bertingkah laku (Dharma, 2010: 36).

3. Teori Harapan (Expectacy Theory)

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work And Motivation

mengtengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai Teori Harapan. Menurut teori

(42)

dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil

yang diinginkan. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan

jalan terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya

mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata

bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh

sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk

memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal

yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Teori ini bagi kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber

daya manusia mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang

pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan

hal-hal yang diinginkan serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk

mewujudkan keinginan. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman

menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang

diinginkan, apalagi cara untuk memperoleh (Dharma, 2010: 36-37).

4. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku (Reinforcement Theory)

Teori ini dikemukakan oleh B.F. Skinner yang didasarkan atas hukum

pengaruh. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang,

sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak

diulang. Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi

timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu

konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang

(43)

direspon kembali dan menghasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya

sehingga motivasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang

positif

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu

menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut

mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang

dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekuensi perilakunya itu, ia

lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan

berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan

komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya

diharapkan mempunyai konsekuensi positif lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat

berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan

dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi

sebagai konsekuensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi

perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.

Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk

modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang

harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan gaya yang

manusiawi pula (Winardi, 2001: 24-25).

2.2 Kinerja Pegawai

2.2.1 Pengertian Kinerja Pegawai

Menurut Keban dalam (Tangkilisan, 2003: 1) bahwa kinerja (performence)

(44)

accomplishment atau dengan kata lain kinerja merupakan tingkat pencapaian

tujuan organisasi.

Pengertian kinerja telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen dalam

(Tika, 2006: 121) antara lain sebagai berikut :

1. Stoner, dalam bukunya Management mengemukakan bahwa kinerja adalah

fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan.

2. Bernardin dan Russel, mendefenisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil

yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama

kurun waktu tertentu.

3. Handoko, mendefenisikan kinerja sebagai proses dimana organisasi

mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.

4. Prawiro Suntoro, mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka

mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

Dari empat defenisi kinerja diatas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur

yang terdapat dalam kinerja terdiri dari :

1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti :

motivasi, kecakapan, persepsi, peranan, dan sebagainya.

3. Pencapaian tujuan organisasi

4. Periode waktu tertentu

Sedangkan pengertian pegawai negeri sipil adalah unsur aparatur negara,

abdi negara dan abdi masyarakat yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan

(45)

keperibadian, harga diri, punya posisi sebagai aparatur negara dan abdi

masyarakat yang memahami kewajiban dan tanggungjawabnya. Pegawai negeri

sipil yang demikianlah yang diharapkan memiliki kegairahan dan kegembiraan

bekerja, penuh inisiatif dan langkah-langkah yang positif untuk menciptakan

prestasi kerja yang bermutu dan sikap mental dalam dinas dan pergaulan

masyarakat yang dapat diandalkan menjadi contoh (Situmorang, 1990: 27).

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja seorang

pegawai negeri sipil adalah adalah tingkat pencapaian hasil kerja pegawai yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam kurun waktu tertentu yang diketahui

melalui evaluasi prestasi kerja pegawai.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Davis dalam (Mangkunegara, 2006: 57) faktor yang

mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor

motivasi dan merumuskan bahwa : Human performance = ability x motivation

Motivation = atitude x situation

Ability = knowledge x skill

a. Faktor kemampuan (ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan (IQ) dan

kemampuan reality (knowledge-skill). Artinya, pemimpin dan pegawai yang

memiliki IQ di atas rata-rata IQ 110-120 apalagi IQ superior, very superior, gilfed

dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil

dalam mengerjakan pekerjaaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai

(46)

b. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (atitude) pimpinan dan karyawan

terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya. Mereka yang

bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja

tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi

kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah.

Menurut Henry Simamora dalam (Mangkunegara, 2006: 14), kinerja

(performence) akan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

1. Faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan keahlian, latar belakang,

demografi.

2. Faktor psikologis yang terdiri dari : persepsi, atitude, personality,

pembelajaran, motivasi.

3. Faktor organisasi yang terdiri dari : sumber daya alam, kepemimpinan,

penghargaan, struktur, job design.

Mitchel dalam (Sinambela, 2006: 140) berpendapat yang sama, bahwa

kinerja yang baik akan dipengaruhi oleh dua hal yaitu tingkat kemampuan dan

motivasi kerja yang baik. Kemampuan seseorang dipengaruhi pemahamannya atas

jenis pekerjaan dan keterampilan melakukannya, oleh karena itu seseorang harus

dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya. Selain itu kontribusi

motivasi kerja terhadap kinerja tidaklah dapat diabaikan. Meskipun kemampuan

pegawai sangat baik apabila motivasi kerjanya rendah, sudah tentu kerjanya juga

akan rendah. Dengan demikian, Mitchel memformulasikan kinerja adalah fungsi

(47)

2.2.3 Indikator Kinerja

Analisis mengenai kinerja merupakan suatu penelitian terhadap suatu

organisasi, bagaimana sasaran kerja, program-program atau tugas-tugas khusus

yang telah dilakukan, diukur atau dievaluasi dengan menggunakan berbagai

metode.

Pengukuran kinerja (Mahsum, 2006: 34) merupakan suatu aktivitas

penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis

organisasi. Mahsun menjelaskan terdapat perbedaan pengukuran kinerja sektor

publik dan sektor bisnis. Pengukuran kinerja pada sektor bisnis (organisasi yang

berorientasi pada laba) lebih mudah dilakukan, jika dibandingkan dengan

organisasi sektor publik (organisasi yang tidak berorientasi pada laba).

Pada organisasi bisnis, kinerja penyelenggaraannya dapat dilakukan dengan

cara, misalnya tingkat laba yang berhasil diperolehnya. Pada organisasi sektor

publik, pengukurannya keberhasilannya lebih kompleks, karena hal-hal yang

dapat diukur lebih beraneka ragam, terkadang bersifat abstrak sehingga

pengukurannya tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan satu variabel

saja.

Pengukuran kinerja bukanlah hasil akhir, melainkan merupakan alat agar

keberhasilan manajemen alat agar dihasilkan manajemen yang efisien dan terjadi

peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberi tahu kita apa

yang telah terja

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Koefesien regresi motivasi kerja dan kepuasan kerja bertanda positif menandakan hubungan yang searah, dengan kata lain motivasi kerja dan kepuasan kerja akan meningkatkan kinerja

Motivasi merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh seorang manajemen dalam meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan motivasi kerja terhadap kinerja Pegawai pada Badan Keuangan Daerah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecepatan putaran mata pisau dan jenis mata pisau terhadap kinerja mesin pemotong rumput tipe gendong pada

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh stress kerja, beban kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga kesehatan di ruang rawat inap, serta

Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Motivasi Dan Disiplin Serta Dampaknya Pada Kinerja Effect Of Work Environment On Motivation And Discipline And Its Impact On Performance.. Retrieved

Oleh sebab itu, penelitian kepuasan kerja pada perawat terkait kinerjanya masih penting dilakukan Tujuan: Penelitian ini mengungkap hubungan kepuasan kerja dengan kinerja perawat di

Hipotesis penelitian adalah dengan menggunakan permainan dapat meningkatkan prestasi dan motivasi dalam melakukan senam lantai pada siswa SMA Negeri 1 Meulaboh tahun pembelajaran