• Tidak ada hasil yang ditemukan

Insidensi Dan Derajat Dry Eye Pada Menopause Di RSU. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Insidensi Dan Derajat Dry Eye Pada Menopause Di RSU. H. Adam Malik Medan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

INSIDENSI DAN DERAJAT DRY EYE PADA MENOPAUSE

DI RSU. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

OLEH :

NUR CHAIRONIKA

DEPARTMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan pendidikan spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSU H. Adam Malik Medan.

Dengan telah berakhirnya  masa  pendidikan,  pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Yang terhormat Bapak Rektor dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Yang terhormat Dr. Delfi, SpM (K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU/ RSU H. Adam Malik Medan yang telah banyak memberikan bimbingan serta nasihat baik sebagai Ketua Departemen, maupun sebagai guru selama saya mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU/ RSU H. Adam Malik Medan ini.

Yang terhormat Dr. Hj. Aryani A. Amra, SpM, sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU/ RSU H. Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta dorongan semangat selama menempuh pendidikan spesialis ini.

(4)

petunjuk, meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Yang terhormat guru-guru saya pada jajaran Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU/ RSU H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan, Prof. Dr. H. Aslim D. Sihotang, SpM (KVR), Dr. H. Mohd. Dien Mahmud, SpM, Dr. H. Chairul Bahri AD, SpM, Dr. H. Azman Tanjung, SpM, Dr. H. Abdul Gani, SpM, Dr. Masang K. Sitepu, SpM, Dr. Hj. Adelina Hasibuan, SpM, Dr. H. Bachtiar, SpM (K), Dr. Suratmin, SpM (K), dr. Hj. Nurhaida Djamil, SpM, dr. Syaiful Bahri, SpM, dr. Hj. Pinto Y. Pulungan, SpM, dr. Hj. Rizafatmi, SpM, dr. Beby Parwis, SpM, dr. Hj. Heriyanti Harahap, SpM, dr. H. Zaldi, SpM, dr. Nurchaliza H. Siregar, SpM, dr. Masitha Dewi Sari, SpM, dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM, dr. Bobby RE Sitepu, SpM, dr. Novie Diana Sari, SpM, dr. Nova Arianti, SpM, dr. T. Siti Harilza Zubaidah, SpM, dr. Vanda Virgayanti, SpM, dr. Fithria Aldy, SpM, dr. Ruly Hidayat, SpM, dr. Marina Yusnita Albar, SpM dan dr. Laszuarni, SpM yang telah banyak memberikan bimbingan dalam ilmu dan pengetahuan di Bidang Ilmu Kesehatan Mata, baik secara teori maupun ketrampilan serta kritik dan saran yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya dikemudian hari.

Yang terhormat Direktur RSU H. Adam Malik dan Direktur RSU dr. Pirngadi Medan, beserta staf Ilmu Kesehatan Mata RSU H. Adam Malik dan RSU dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk belajar dan bekerja selama mengikuti pendidikan pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata.

(5)

Kepada senior-senior dan teman saya, dr. Ira Karina Siregar, SpM, dr. Andriyeni, SpM, dr. Herman, SpM, dr. Christina YY Bangun, SpM, dr. Reni Guspita, SpM, dr. Cut Nori Altika R., SpM, dr. Lesus Eko Sakti, SpM, dr. Jenny Rahmalita, dr. Herna Hutasoit, SpM, dr. Muhammad, SpM, dr. Iskandar Mirza B, SpM, dr. Kaherma Sari, SpM, dr. Hasnawati, SpM, dr. Meriana Rasyid, SpM, dr. Yulia Puspita Sari, SpM terimakasih banyak atas segala bimbingan, bantuan, dorongan, dukungan serta persahabatan dan kebersamaan selama saya menjalani pendidikan.

Kepada teman-teman sejawat PPDS, dr. Rida Anisa, dr. Yessy Yasmina, dr. Idaman Putri, dr. Enny Nilawati, dr. Siti Hajar, dr. Cut Masdalena, dr. M. Agung Eka P, dr. Rudi Wanhar, dr. Syarifah Yusriani, dr. Erfitrina, dr. Sri Marlinda, dr. Eva Imelda, dr. Ronnie Juliandri, dr. Iqbal, dr. Erma Dardanella, dr. Ayrika Yuliani, dr. Shanti Wardhani, dr. Vera Avliwani, dr. Soraya Fasya, dr. Muti Lestari, dr. M. Syukri H., dr. Mila Karmila, dr. Fiska Anggraini, dr. Fitriani, dr. Musda Hidayati, dr. Chitra W, dr. Dian W, dr. Deza Y, dr. Wina F, dr. Hera K, Faisal B, dr. Eka S, dr. Iridha W, terimakasih atas kebersamaan, persahabatan, bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini.

Kepada paramedis dan karyawan Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU/ RSU H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan yang telah banyak membantu dan bekerjasama selama saya menjalani pendidikan ini, saya ucapkan terimakasih.

(6)

Yang tersayang Ayahanda H. Chairul Bachri C, MBA dan Ibunda Hj. Mulyati Alwis, dengan segala keikhlasannya dalam mengasuh, membesarkan dan membimbing saya dengan penuh kasih sayang semenjak kecil hingga dewasa, selalu mengiringi setiap langkah saya dengan doa serta senantiasa memberikan dorongan dan motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Yang saya sayangi Bapak Mertua saya Drs. H. Luthfi Lubis dan Ibu Mertua saya Hj. Nurjannah Tanjung yang telah memberikan bantuan, dorongan semangat serta doa kepada saya selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Kepada suami saya tercinta, dr. Ilham Sejahtera Lubis, SpOG terimakasih atas cinta, kasih sayang, pengertian, bantuan, dorongan semangat, pengorbanan dan kesabaran selama saya menjalani pendidikan ini, semoga Allah selalu melindungi dan mengasihi keluarga kita. Putra saya tercinta dan terkasih Ibrahim Keandre Lubis, terimakasih atas segala pengorbanan serta doanya, Ibra merupakan inspirasi dan motivasi terbesar serta pemberi semangat mama untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada adik saya Chair Arrafi, SH, MH dan adik-adik ipar saya yang saya sayangi, Dina Anggraini, SH, MH, Faisal Riza Lubis, SP, dr. Fontanella, Julia Nurfi R. Lubis, S.Kom, MM, Kamal Sidik, ST, Mustika Syahri Lubis, SE, MM, Fadlul Faisal, ST, Nurhadiansyah Lubis, ST dan Filia Amanda Lubis, terimakasih atas dorongan semangat dan doanya selama ini.

(7)

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin Ya Robbal’alamin.

Medan, Maret 2011

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause ... 4

2.2 Komposisi Air Mata ... 10

2.3 Dry Eye ... 12

2.4 Hubungan Menopause dan Dry Eye ... 23

BAB III. KERANGKA KONSEPSIONAL, DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsepsional ... 26

3.2 Definisi Operasional ... 26

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 28

4.2 Pemilihan Tempat Penelitian ... 28

4.3 Populasi Penelitian ... 28

(9)

4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

4.6 Identifikasi Variabel ... 30

4.7 Bahan dan Alat ... 31

4.8 Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 31

4.9 Analisa Data ... 35

4.10 Pertimbangan Etika ... 35

4.11 Lama Penelitian ... 35

4.12 Biaya Penelitian ... 36

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 37

5.2 Pembahasan ... 43

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 47

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR

BELAKANG

Saat ini jumlah penduduk Negara Indonesia adalah ± 230 juta jiwa dengan usia harapan hidup 62 tahun untuk pria dan 65 tahun untuk wanita. Pertambahan penduduk adalah 1,33 % per tahun, maka pada akhir tahun 2025 penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai lebih dari 263 juta jiwa,1,2 dimana jumlah penduduk usia tua akan meningkat dari 7.998.543 (5,5 %) pada tahun 1980 menjadi 29.021.128 (11,4 %) pada tahun 2020. Keberhasilan Indonesia dalam peningkatan kesejahteraan penduduknya dalam hampir 3 dekade menyebabkan terjadinya peningkatan usia harapan hidup, dan sebagai konsekuensi dari peningkatan jumlah wanita usia lanjut, maka berbagai masalah kesehatan akan lebih banyak dijumpai.3

(11)

Lebih dari 3,6 juta penduduk Amerika usia 40 tahun keatas yang menderita gangguan penglihatan , termasuk kebutaan, 2,3 juta diantaranya adalah wanita. Wanita juga lebih rentan terhadap sindroma dry eye. Menurut National Women’s Health Resource Center sekitar 6 juta wanita dan 3 juta pria mengalami gejala-gejala dry eye

sedang hingga berat. Lebih sering dijumpai pada wanita paska menopause dan hamil, hal ini disebabkan adanya fluktuasi hormonal.4,5

The Society for Women’s Health Research mengatakan bahwa 62% wanita yang

mengalami menopause menderita dry eye, namun hanya sekitar 16% yang melaporkan bahwa gejala-gejala yang dirasakan berhubungan dengan menopause. Hal ini menunjukkan lebih dari separuh wanita tidak menyadari bahwa adanya dry eye adalah sebagai gejala dari perubahan hormonal.6

Dry eye dapat menyebabkan penurunan penglihatan, sikatriks dan perforasi

(12)

I.2. RUMUSAN

MASALAH

T

ingginya insidensi dry eye pada wanita menopause di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2010.

I.3. TUJUAN

PENELITIAN

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidensi dry eye pada wanita menopause di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2010.

Tujuan Khusus

Menentukan derajat dry eye pada wanita menopause berdasarkan masing-masing kelompok usia di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2010.

I.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dapat diketahui angka kejadian dry eye pada wanita menopause di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2010.

2. Dapat diketahui derajat dry eye pada wanita menopause berdasarkan masing-masing kelompok usia di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2010

(13)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 MENOPAUSE

Definisi

Menopause didefinisikan sebagai penghentian haid secara permanen selama 1 tahun dan secara fisiologis berhubungan dengan penurunan sekresi estrogen akibat hilangnya fungsi folikel.7,8 Menopause berasal dari bahasa Yunani men (bulan) dan pausis (penghentian).9

Penghentian haid sebagai akibat hilangnya fungsi ovarium merupakan peristiwa yang alamiah, sebagai bagian dari proses penuaan normal. Waktu terjadinya menopause ditentukan secara genetik dan terjadi pada median usia 51 tahun.7,9,10 Menopause tidak berhubungan dengan ras ataupun status nutrisi. Namun, menopause terjadi lebih cepat pada nulipara, perokok tembakau, dan pada beberapa wanita yang mengalami histerektomi.7

Perubahan hormon

(14)

semakin cepat hingga pasokan folikel itu akhirnya habis. Penelitian menunjukkan bahwa percepatan rusaknya folikel ini dimulai sekitar usia tiga puluh tujuh atau tiga puluh delapan. Inhibin, zat yang dihasilkan dalam indung telur, juga semakin berkurang sehingga mengakibatkan meningkatnya kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone - hormon perangsang folikel yang dihasilkan hipofise).10

Akhirnya terdapat 10-20 kali lipat peningkatan FSH dan kira-kira 3 kali lipat peningkatan LH (Luteinizing Hormone), mencapai kadar maksimalnya 1-3 tahun setelah menopause, dimana setelahnya terdapat penurunan sedikit dan perlahan-lahan pada kedua gonadotropin. Peningkatan kadar keduanya baik FSH dan LH pada saat ini merupakan bukti yang meyakinkan dari kegagalan ovarium.9

Sebelum menopause, estrogen utama yang dihasilkan tubuh seorang wanita adalah estradiol. Namun selama pra-menopause, tubuh wanita mulai menghasilkan lebih banyak estrogen dari jenis yang berbeda, yang dinamakan estron, yang dihasilkan di dalam indung telur maupun dalam lemak tubuh.10

(15)

Produksi testosteron menurun sekitar 25 % setelah menopause, namun sebagian besar ovarium paska menopause (tidak pada semua wanita), mensekresi lebih banyak testosteron daripada ovarium premenopause, setidaknya dalam tahun pertama periode paska menopause.Sebaliknya, kadar progesteron benar-benar mulai menurun selama pra-menopause, bahkan jauh sebelum terjadinya perubahan-perubahan pada estrogen atau testosteron dan ini merupakan hal yang paling penting bagi kebanyakan wanita. 9,11

Tabel 1. Perubahan pada kadar sirkulasi hormon saat menopause

Pra menopause Paska menopause

Estradiol 40-400 pg/mL 10-20 pg/mL

Estrone 30-200 pg/mL 30-70 pg/mL

Testosterone 20-80 ng/dL 15-70 ng/dL

Androstenedione 60-300 ng/dL 30-150 ng/dL

Dikutip dari : Speroff L, Fritz M A, Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, Seventh Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005

Gejala Klinis

7,9,11

Gejala yang paling sering adalah :

• Jantung berdebar-debar • Hot flushes (rasa panas)

(16)

Gejala lainnya dapat termasuk :

• Penurunan libido

• Pelupa (pada beberapa wanita) • Periode haid yang tidak teratur

• Perubahan mood termasuk mudah tersinggung, depresi, dan ansietas • Inkontinensia urin

• Vagina kering dan nyeri pada saat berhubungan • Infeksi vagina

• Nyeri sendi

• Denyut jantung tidak teratur (palpitasi)

Diagnosis

Usia

(17)

kurang nyaman. Pasien ingin selalu berada di tempat dingin. Frekuensi kemunculan rasa panas per harinya sangat berbeda pada setiap individu. Pada keadaan berat, rasa panas dapat muncul sampai 20 kali per hari. Rasa panas dan berkeringat yang muncul pada malam hari menyebabkan gangguan tidur, cepat lelah dan mudah tersinggung. Sebanyak 70 % wanita mengalami rasa panas satu tahun setelah menopause, dan 5 tahun setelah menopause hanya 25 % yang mengalaminya.8

Rasa panas akan diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi, makanan dan minuman panas. Rasa panas dapat juga terjadi akibat reaksi alergi dan pada keadaan hipotiroid. Selain itu, obat-obat tertentu seperti insulin, niasin, nifedipin, nitrogliserin, kalsitonin dan antiestrogen juga dapat menyebabkan rasa panas.8

Keluhan lain adalah keluhan psikologik berupa perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, sulit berkonsentrasi, perubahan perilaku, depresi dan gangguan libido. Pada sistem urogenital muncul keluhan nyeri senggama, vagina kering, keputihan, infeksi, perdarahan paska senggama, infeksi saluran kemih, gatal-gatal pada vulva/vagina. Pada paska menopause ditemukan prolapsus uteri dan vagina, nyeri berkemih dan inkontinensia urin. Kulit menjadi kering dan menipis, gatal-gatal, keriput, kuku rapuh, dan berwarna kuning. Tulang-tulang dan otot terasa nyeri. Mata kering (keratokonjungtivitis sika), sulit menggunakan lensa kontak. Muncul keluhan oral discomfort, berupa mulut kering yang persisten, rasa terbakar atau panas, ulserasi di

(18)

tumbuh bulu di tempat-tempat tertentu (diatas bibir). Kadar kolesterol tinggi, HDL turun dan LDL naik.8

Dalam jangka panjang dampak kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis, demensia, penyakit jantung koroner, stroke dan kanker usus besar.8

Pemeriksaan Laboratorium

(19)

Pengobatan

Kepada semua pasien perlu dijelaskan bahwa keluhan yang dialami tersebut adalah akibat kekurangan hormon estrogen. Meskipun pasien tidak ada keluhan, perlu dijelaskan bahwa dampak jangka panjang kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis, penyakit jantung koroner, stroke, demensia, dan kanker usus besar. Oleh karena itu, satu-satunya pengobatan yang tepat adalah dengan penambahan hormon estrogen dari luar, yang dikenal dengan hormone replacement therapy (HRT), atau istilah dalam bahasa Indonesia adalah terapi sulih hormon.8

2.2

KOMPOSISI AIR MATA

Air mata merupakan salah satu proteksi mata atau daya pertahanan mata disamping tulang rongga mata, alis dan bulu mata, kelopak mata, refleks mengedip dan adanya sel-sel pada permukaan kornea dan konjungtiva.12

(20)

mikroorganisme ke dan dari sel-sel epitel kornea dan konjungtiva terutama oksigen dan karbondioksida.12

Lapisan air mata terdiri atas tiga lapisan. Lapisan superfisial adalah lapisan lipid, dengan ketebalan kurang lebih 0,1 µm yang berasal dari kelenjar Meibom. Lapisan ini berfungsi menghambat penguapan air dan merupakan sawar kedap bila palpebra ditutup. Disfungsi kelenjar Meibom dapat menyebabkan lapisan air mata tidak stabil dan berakibat terjadi gangguan permukaan kornea dan konjungtiva.12

Lapisan tengah adalah lapisan akuos dengan ketebalan kurang lebih 7 µm dihasilkan oleh kelenjar lakrimal utama, yang terletak pada orbita serta kelenjar lakrimal asesorius Kraus dan Wolfring pada konjungtiva. Lapisan akuos mentransportasikan nutrien-nutrien yang larut dalam air; defisiensi lapisan akuos, yang dapat terjadi bersamaan dengan disfungsi kelenjar Meibom merupakan penyebab dry eye paling umum.12

(21)

PH air mata normal adalah berkisar 7.2, dengan osmolaritas sebesar 302 mOsm/L, dan indeks refraksi sebesar 1,336.12

2.3

DRY EYE

Istilah sindroma dry eye mewakili kelompok keadaan yang bermacam-macam dikarakterisasikan oleh adanya gejala-gejala ketidaknyamanan okular dan berhubungan dengan penurunan produksi airmata dan/atau abnormalitas penguapan airmata yang sangat cepat. Prevalensi sindroma dry eye meningkat dengan usia, mengenai sekitar 5% populasi dewasa selama dekade keempat kehidupan, meningkat hingga 10-15% pada dewasa diatas usia 65 tahun. Kebanyakan penelitian epidemiologis menunjukkan adanya prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Sampai saat ini, sindroma dry eye tampaknya timbul dengan prevalensi yang sama pada semua ras dan kelompok etnik.12

(22)

Tabel 2. Klasifikasi Dry Eye

Aqueous tear deficiency

Non-Sjogren syndrome

Kelainan-kelainan lakrimal (primer atau sekunder)

Kelainan obstruktif lakrimal

Refleks hiposekresi

Lain-lain (misal : neuromatosis multipel)

Sjogren syndrome

Primer

Sekunder

Evaporative tear dysfunction

Kelainan glandula meibom

Disfungsi glandula meibom

Peningkatan ukuran apertura palpebra

Ketidaksesuaian kelopak mata/ bola mata

Penggunaan lensa kontak

(23)

Tabel 3. Derajat Dry Eye

DERAJAT DRY EYE 1 2 3 4

Rasa sakit, Keparahan, dan Frekuensi

Ringan dan/atau Episodik, Terjadi dibawah stres lingkungan

Episodik sedang atau kronis, Ada atau tidak ada stres lingkungan

Berat/ Sering atau terus menerus tanpa stres lingkungan

Berat dan melumpuhkan aktivitas, terus menerus

Gejala visual Tidak ada atau ada kelelahan episodik ringan

Mengganggu dan/ atau menghambat aktivitas secara episodik

Mengganggu,

menghambat aktivitas secara kronis dan/ atau terus menerus

Terus menerus dan/ atau kemungkinan melumpuhkan aktivitas

Kelopak mata/ kelenjar Meibom

MGD dijumpai berubah-ubah

MGD dijumpai berubah-ubah

Sering ada Trikiasis, Keratinisasi, Simblefaron

Injeksi konjungtiva Tidak ada sampai Ringan Tidak ada sampai Ringan +/- +/++

Pewarnaan Kornea Tidak ada sampai Ringan Bervariasi Jelas di sentral Erosi pungtata berat Pewarnaan Konjungtiva Tidak ada sampai Ringan Bervariasi Sedang sampai Jelas Jelas

Tanda pada kornea/ airmata Tidak ada sampai Ringan Debris ringan, penurunan meniskus

Keratitis filamen, gumpalan mukus, peningkatan debris airmata

Keratitis filamen, gumpalan mukus,peningkatan debris airmata, ulserasi

TFBUT (detik) Bervariasi ≤10 ≤5 Segera tampak

Tes Schirmer (tanpa anastesi) (mm/ 5 menit)

Bervariasi ≤10 ≤5 ≤2

Terapi yang direkomendasikan

Edukasi pasien, Modifikasi asupan makanan dan terapi kelopak mata, Air mata buatan/ gel, Kontrol lingkungan Penambahan anti inflamasi, Tetrasiklin, Sumbat pungtum, Moisture chamber spectacles

Penambahan autologus serum, lensa kontak (bandage atau rigid

dengan diameter besar), Oklusi pungtum permanen

Penambahan anti inflamasi sistemik, Intervensi bedah

(24)

Faktor Resiko14 Besar

Wanita Usia tua

Blefaritis/ meibomianitis Kelainan-kelainan jaringan ikat Defisiensi vitamin A

Status Androgen

Haematopoietic stem cell transplantation

Laser in situ keratomileusis (LASIK)

Lensa kontak Diabetes melitus Obat-obatan sistemik

Obat tetes mata berbahan pengawet Sarkoidosis

Penyakit Parkinson Kecil

Hepatitis C HIV

(25)

Pemeriksaan Khusus

Tear film break-up time 12,15

Tear film break up time (BUT) adalah indeks dari stabilitas lapisan

airmata pre korneal. Diukur sebagai berikut :

a. Fluorescein diteteskan pada forniks inferior

b. Pasien diinstruksikan untuk berkedip beberapa kali kemudian berhenti

c. Lapisan airmata diperiksa dengan cahaya yang luas dan cobalt blue filter. Setelah interval beberapa waktu, titik-titik atau garis-garis hitam yang mengindikasikan daerah dry eye akan timbul.

BUT merupakan interval antara kedipan terakhir dengan munculnya dry spot pertama yang terdistribusi secara acak. BUT yang kurang dari 10 detik adalah abnormal.

Rose bengal 15

(26)

dry eye yang berat. Untuk meminimalisasi iritasi yang dapat terjadi diberikan hanya satu tetes kecil saja, namun penggunaan anastesi topikal tidak diberikan oleh karena dapat memberikan hasil positif palsu.

• Tes Schirmer 12

Produksi lapisan akuos airmata dapat dilakukan dengan berbagai macam cara (Tabel 4). Tes Schirmer dilakukan dengan meletakkan kertas strip tipis pada kuldesak inferior. Jumlah pembasahan dapat diukur untuk mengetahui jumlah produksi akuos. Terdapat berbagai macam cara melakukan tes Schirmer. Tes sekresi basal (Basal secretion test) dilakukan setelah diteteskan anastetik topikal. Kertas strip tipis (lebar 5 mm, panjang 35 mm) diletakkan pada pertemuan antara pertengahan dan 1/3 lateral palpebra inferior untuk meminimalisasi iritasi pada kornea selama tes berlangsung. Tes ini dapat dilakukan dengan mata tertutup ataupun terbuka, meskipun beberapa ahli merekomendasikan dengan mata yang tertutup untuk membatasi efek dari berkedip. Meskipun pengukuran normal cukup bervariasi, pemeriksaan yang telah diulang dengan hasil pembasahan ‹ 5 mm dengan anastesi, dapat merupakan sugesti yang besar terhadap defisiensi lapisan akuos, sedangkan 5-10 mm masih meragukan.

(27)

Tes Schirmer II yang mengukur refleks sekresi, dilakukan dengan cara yang serupa tanpa anastetik topikal. Namun setelah kertas filter diletakkan pada forniks inferior, aplikator dengan ujung kapas digunakan untuk mengiritasi mukosa nasal. Pembasahan ‹ 15 mm setelah 5 menit konsisten dengan adanya defek pada refleks sekresi.

Tabel 4. Pemeriksaan Produksi Airmata

Pemeriksaan Anastetik topikal Waktu Stimulasi nasal Nilai normal

Basal sekresi airmata + 5 menit - ≥ 10 mm

Schirmer I - 5 menit - ≥ 10 mm

Schirmer II - 5 menit + ≥ 15 mm

Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology: External Disease and Cornea in Basic and Clinical Science Course,

Section 8, 2009-2010

Tear meniscus 12

Dilakukan dengan inspeksi tinggi tear meniscus antara bola mata dengan kelopak mata bawah (normal tingginya adalah 1,0 mm dan konveks). Tear meniscus 0,3 mm atau kurang dianggap abnormal.

Aqueous Tear Deficiency (ATD)

(28)

lissamine green atau rose bengal, pewarnaan kornea dengan fluorescein, dan filamentary

keratopathy mendukung diagnosis ATD.12

Gejala Klinis

Spektrum dari defisiensi lapisan akueus berkisar dari iritasi ringan dengan kelainan permukaan okular yang minimal hingga iritasi berat, kadang-kadang berhubungan dengan komplikasi kornea yang mengancam penglihatan. Stadium lanjut dapat terjadi kalsifikasi kornea, terutama berhubungan dengan obat-obat tetes mata tertentu (khususnya obat-obatan antiglaukoma); band keratopathy; serta keratinisasi kornea dan konjungtiva.12

Gejala-gejalanya cenderung memburuk menjelang penghujung siang, dengan penggunaan mata yang berlangsung sangat lama, atau dengan paparan terhadap lingkungan yang ekstrem. Sensasi benda asing merupakan gejala yang sering berhubungan dengan keratopati epitelial pungtata. Keluhan-keluhan yang berhubungan termasuk rasa panas, sensasi kering, fotofobia, dan penglihatan kabur.11 Gejala-gejala lain yang juga sering dilaporkan adalah mata yang berat atau lelah, rasa sakit, berkedip lebih sering, sekret mukus berlebihan dan intoleransi terhadap aliran udara atau lingkungan yang kering. Pasien dengan defisiensi lapisan akueus cenderung mengalami gejala iritasi yang memburuk di malam hari, sementara pasien yang menderita meibomian gland disease dan pembersihan lapisan airmata yang terlambat cenderung mengalami

(29)

Tanda-tanda dari dry eye termasuk dilatasi pembuluh darah konjungtiva bulbi, lipatan-lipatan konjungtiva, penurunan tear meniscus, permukaan kornea yang ireguler, dan peningkatan debris didalam lapisan airmata. Keratopati epitelial, bisa tipis dan granular, kasar, atau menyatu dapat dilihat dengan lebih jelas setelah diteteskan lissamine green, rose bengal atau fluorescein. Fluorescein mewarnai erosi epitel dan membrana

basalis yang terpapar dan bisa menghasilkan pewarnaan granular yang halus ataupun kasar pada kornea bagian sentral atau inferior. Dalam mengevaluasi pasien-pasien dry eye terutama yang lebih bermanfaat adalah pewarnaan dengan rose bengal 1% atau lissamine green. Dahulu, rose bengal dianggap hanya mewarnai sel-sel yang mati dan mukus.

Belum lama ini telah ditunjukkan bahwa rose bengal juga dapat mewarnai sel-sel epitel yang tidak dilindungi secara adekuat oleh lapisan musin. Pewarnaan rose bengal dan lissamine green dapat lebih sensitif dibandingkan fluorescein dalam menunjukkan

kasus-kasus dini atau ringan dari keratokonjungtivitis sika; pewarnaannya dapat terlihat pada limbus nasal dan temporal dan/atau kornea parasentral inferior (exposure staining). Dapat juga lebih menonjol sepanjang kornea inferior dan konjungtiva inferior (linear staining), seperti yang terlihat pada meibomian gland disease (MGD). Lissamine green mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan rose bengal yaitu tidak mewarnai epitel konjungtiva yang sehat, jauh lebih kurang mengiritasi, dan tidak menghambat pertumbuhan viral seperti rose bengal.12

(30)

Terapi

[image:30.612.109.534.200.511.2]

Pemilihan terapi untuk pasien-pasien dry eye sangat bergantung pada berat penyakitnya (tabel 5).

Tabel 5. Rekomendasi terapi untuk Dry Eye

Tingkat Keparahan Pilihan terapi

Ringan

Sedang

Berat

- Airmata buatan dengan pengawet hingga 4 x per hari

- Salep lubrikasi sebelum tidur

- Kompres hangat & masase kelopak mata

- Airmata buatan tanpa pengawet 4 x per hari hingga setiap jam sekali

- Salep lubrikasi sebelum tidur

- Anti-inflamasi topikal (siklosporin A 0,05%,2xsehari)

- Oklusi reversibel, pungtum lakrimalis bawah

- Semua yang diatas

- Oklusi pungtum (bawah dan atas)

- Serum tetes topikal (20%) 4-6 x sehari

- Steroid topikal (tanpa pengawet jika tersedia)

- Melembabkan lingkungan

- Tarsorafi (lateral dan medial)

- Lensa kontak (jarang)

Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology: External Disease and Cornea in Basic and Clinical Science Course, Section 8, 2009-2010

(31)

dysplasia; Adie syndrome; dan disfungsi otonom idiopatik (Shy-Drager syndrome).

Penyebab sekunder dari kelainan-kelainan lakrimal termasuk sarkoidosis, chronic graft-vs-host disease, HIV, xerophthalmia, dan ablasi operatif dari kelenjar lakrimal. Obstruksi

dari aliran keluar lakrimal dapat disebabkan oleh konjungtivitis sikatrikal berat (trakoma, erythema multiforme, trauma kemis, dan cicatricial pemphigoid), dimana duktus

ekskretorius lakrimal yang terdapat pada forniks konjungtiva superior terganggu.12

Penurunan sekresi lakrimal dapat terjadi sebagai akibat dari adanya gangguan pada cabang aferen atau eferen dari arkus refleks. Gangguan dari cabang aferen refleks arkus dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit akibat virus (contoh : herpes simpleks [HSV], varisella-zoster [VZV]), penggunaan lensa kontak, neuropati perifer (contoh : diabetes, Bell’s palsy), gangguan akibat tindakan operatif (contoh : laser insitu keratomileusis [LASIK], keratektomi fotorefraktif [PRK], penetrating keratoplasty [PK],

ekstraksi katarak ekstrakapsular [ECCE], dan proses penuaan. Penurunan sensasi kornea setelah tindakan PRK atau LASIK sering mengakibatkan gejala-gejala dry eye yang bertahan selama beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya membaik setelah terjadinya perbaikan sensitivitas normal kornea. Cabang eferen dari arkus refleks dapat dipengaruhi oleh berbagai macam obat-obatan antikolinergik sistemik.12

Evaporative Tear Dysfunction

(32)

asing, kemerahan pada palpebra dan konjungtiva, penglihatan berkabut dan kalazion berulang. Tanda-tanda dari ETD adalah termasuk penurunan tear break up time, MGD, produksi lapisan akueus yang abnormal, dan pewarnaan konjungtiva dan kornea inferior serta margin kelopak mata dengan rose bengal/ lissamine green dengan pola linear yang khas.12

2.4

HUBUNGAN MENOPAUSE DAN DRY EYE

Terdapat peningkatan insidensi dan prevalensi dry eye pada usia tua, terutama pada wanita usia 50 tahun keatas, yang mana dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Menopause mempunyai peranan penting dalam menyebabkan timbulnya gejala-gejala dry eye.17

Status hormonal dan khususnya seks steroid mempunyai peranan pada homeostasis dan fungsi permukaan okular, selama hidup dan pada kedua jenis kelamin, dilaksanakan oleh reseptor estrogen dan androgen yang terletak pada epitel kornea dan konjungtiva, kelenjar lakrimal serta kelenjar meibom.18,19 Permukaan okular merupakan satu kesatuan, sehingga adanya disfungsi apapun berakibat pada ketidakstabilan lapisan airmata yang menghasilkan dry eye.18

(33)

antara KCS dan menopause. Namun, penelitian terbaru memusatkan pada androgen, khususnya testosteron, dan/atau androgen yang dimetabolisasi.19,20

Defisiensi steroid seks lebih spesifiknya androgen, dapat menjadi faktor patogenesis penting dari etiologi sindroma dry eye. Pertama, androgen mengontrol berbagai aspek dari kelenjar lakrimal, termasuk morfologi sel epitel, ekspresi gen, sintesis protein, proses sekresi dan fungsi imun. Kerja androgen nampaknya bertanggungjawab terhadap banyak perbedaan yang berhubungan dengan jenis kelamin pada anatomi, fisiologi, biologi molekuler dan imunologi dari jaringan ini. Bagaimanapun, wanita dengan sindroma Sjogren mengalami defisiensi androgen, dan defisiensi hormon ini dapat mempredisposisi terjadinya disfungsi kelenjar lakrimal, sekresi airmata yang terganggu dan dry eye tipe defisiensi akuous.20

(34)
(35)

BAB III

KERANGKA KONSEPSIONAL, DEFINISI OPERASIONAL

3.1

KERANGKA KONSEPSIONAL

3.2 DEFINISI OPERASIONAL

Dry eye adalah kelompok keadaan yang bermacam-macam dikarakterisasikan

oleh adanya gejala-gejala ketidaknyamanan okular dan berhubungan dengan penurunan produksi airmata dan/atau abnormalitas penguapan airmata yang sangat cepat.

DRY EYE

• Usia

Lamanya menopause

MENOPAUSE

Derajat 1

Derajat 2

Derajat 3

(36)

Derajat dry eye adalah:

Derajat 1 : Ringan dan/ atau episodik, terjadi dibawah stres lingkungan

Derajat 2 : Episodik sedang atau kronis, ada atau tidak ada stres lingkungan

Derajat 3 : Berat/ sering atau terus menerus tanpa stres lingkungan

Derajat 4 : Berat dan melumpuhkan aktifitas, terus menerus

• Menopause adalah penghentian haid secara permanen selama 1 tahun dan secara fisiologis berhubungan dengan penurunan sekresi estrogen akibat hilangnya fungsi folikel

• Usia adalah waktu sejak pasien dilahirkan sampai saat ini

(37)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 RANCANGAN

PENELITIAN

Penelitian ini bersifat survei dengan metode Cross Sectional, dimana subyek yang diteliti dinilai pada saat bersamaan dengan satu kali pengamatan.

4.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Bagian Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSU. H. Adam Malik Medan.

4.3 POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian adalah seluruh wanita yang telah menopause yang berobat ke poliklinik mata RSU H. Adam Malik Medan

4.4 BESAR

SAMPEL

(38)

Dimana :

n = Jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam penelitian ini

zα = Nilai baku normal dari tabel z yang besarnya tergantung pada

nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 Î zα = 1,96

zß = Nilai baku normal dari tabel z yang besarnya tergantung pada

nilai ß yang ditentukan. Untuk ß = 0,10 Î zß = 1,282

Po = Proporsi dry eye pada menopause = 0,62 6

Qo = 1 - Po = 1 - 0,62 = 0,38

Pa = Proporsi dry eye pada menopause panda saat penelitian = 0,77

Qa = 1 – Pa = 1 – 0,77 = 0,23

Pa – Po = 0,15

n = (1,96√(0,62)(0,38) + 1,282√(0,77)(0,23))2

(0,15)2

= 98,8 ~ 99

 

n = (zα√PoQo + zß√PaQa)2

(39)

4.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria Inklusi

1. Semua wanita menopause yang datang berobat ke poliklinik mata RSU H. Adam Malik Medan

2. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian

Kriteria Eksklusi

1. Dijumpai adanya infeksi/ kelainan pada mata

2. Menderita penyakit sistemik lainnya seperti Diabetes melitus, Sarkoidosis, Parkinson, HIV, Herpes simpleks, Varisella-Zoster

3. Menggunakan obat-obat sistemik seperti anti histamin, anti hipertensi

4. Post operatif LASIK, PRK

5. Menggunakan lensa kontak

6. Menggunakan terapi sulih hormon

4.6 IDENTIFIKASI

VARIABEL

1. Variabel terikat adalah Dry eye, derajat 1, derajat 2, derajat 3, derajat 4

(40)

• Usia

• Lamanya menopause

4.7 BAHAN DAN ALAT

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Snellen chart

2. Slit lamp untuk memeriksa : kilatan pada kornea, kondisi konjungtiva, meniskus air mata, mukus

3. Kertas filter Schirmer test strip

4. Fluorescein test strip, dilihat dengan slit lamp menggunakan filter kobalt

5. Stop watch

6. Status penelitian

4.8 CARA KERJA DAN ALUR PENELITIAN

(41)

filter Schirmer berukuran lebar 5 mm dan panjang 35 mm pada sakus konjungtiva kedua mata di daerah pertemuan 1/3 lateral dengan 2/3 medial palpebra inferior, kemudian setelah 5 menit kertas Schirmer dicabut dari sakus konjungtiva kedua mata dan diukur kertas yang basah, hasilnya dicatat dalam milimeter; Tear film break up time diperiksa dengan terlebih dahulu menempelkan kertas fluoresein pada konjungtiva atau forniks dimana posisi mata pasien melihat ke atas, setelah itu pasien berkedip-kedip beberapa kali kemudian pasien diminta untuk tidak berkedip sementara matanya diperiksa dengan cahaya biru (filter kobalt) pada slit lamp dan dihitung waktunya sampai munculnya titik-titik atau garis-garis hitam yang mengindikasikan daerah dry eye, hasilnya dicatat dalam detik. Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan-pemeriksaan ditegakkan diagnosa dry eye dengan derajatnya, yaitu :

• Derajat 1 (ringan) : - Gejala visual : ada gejala episodik ringan

- Tear Film Break Up Time : > 10 detik

- Schirmer I : > 10 mm

• Derajat 2 (sedang) : - Gejala visual : mengganggu dan/ atau menghambat aktifitas

secara episodik

- Tear Film Break Up Time : ≤ 10 detik

(42)

• Derajat 3 (berat) : - Gejala visual : mengganggu, menghambat aktifitas secara kronis

dan/ atau terus menerus

- Tear Film Break Up Time : ≤ 5 detik

- Schirmer I : ≤ 5 mm

• Derajat 4 (berat) : - Gejala visual : terus menerus dan/ atau kemungkinan melumpuhkan

aktifitas

- Tear Film Break Up Time : segera tampak

- Schirmer I : ≤ 2 mm

(43)

Skrining kriteria Inklusi & Eksklusi

POPULASI

Sampel

Anamnesa

Visus

Pemeriksaan 

segmen anterior

Tear Film Break Up Time

Tes Schirmer I Tear Meniscus

DRY EYE

(44)

4.9 ANALISA

DATA

Analisa data dilakukan secara deskripsi dan disajikan dalam bentuk tabulasi data.

4.10 PERTIMBANGAN ETIKA

Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSU. H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini telah disetujui oleh rapat Komite Etika PPKRM Fakultas Kedokteran USU

4.11 LAMA PENELITIAN

Bulan Usulan Penelitian

Penelitian Penyusunan Laporan

Presentasi

(45)

4.12 BIAYA PENELITIAN

(46)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berbentuk survei yang dilakukan pada tanggal 3 Juni 2010 sampai dengan 4 Desember 2010 pada wanita menopause di poliklinik mata RSU H. Adam Malik Medan.

Jumlah sampel yang didapat adalah 99 orang, hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel menggunakan rumus sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi suatu populasi dengan metode consecutive sampling.

5.1HASIL PENELITIAN

5.1.1 Data Umum Sampel

[image:46.612.74.540.503.675.2]

1. Usia

Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan usia

Usia (tahun) Frekuensi %

40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 > 80

4 18 45 27 5

4,0 18,2 45,5 27,3 5,0

(47)

Dari tabel 5.1 di atas tampak bahwa pada distribusi sampel berdasarkan usia ditemukan adanya jumlah sampel yang paling tinggi adalah pada usia 60-69 tahun yaitu 45 orang (45,5%).

[image:47.612.75.538.246.488.2]

2. Suku Bangsa

Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan suku bangsa

Suku Bangsa Frekuensi %

Karo Batak Mandailing

Minang Jawa Aceh Melayu Gorontalo

44 25 6 5 12

2 4 1

44,4 25,3 6,1 5,1 12,1

2,0 4,0 1,0

Total 99 100,0

(48)
[image:48.612.73.539.160.312.2]

3. Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi sampel berdasarkan pendidikan

Pendidikan Frekuensi %

SD SLTP SLTA Sarjana

49 9 24 17

49,5 9,1 24,2 17,2

Total 99 100,0

Dari tabel 5.3 di atas tampak bahwa pada distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan ditemukan adanya jumlah sampel yang paling banyak adalah pada tingkat SD yaitu sebanyak 49 orang (49,5%).

4. Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi %

Pegawai Pensiunan

Petani Ibu Rumah Tangga

17 9 5 68

17,2 9,1 5,0 68,7

[image:48.612.75.542.515.669.2]
(49)

Dari tabel 5.4 di atas tampak bahwa pada distribusi sampel berdasarkan pekerjaan ditemukan adanya jumlah sampel yang paling banyak adalah ibu rumah tangga yaitu 68 orang (68,7 %).

5.1.2 Data Angka kejadian Dry Eye

1. Dry Eye berdasarkan Usia Tabel 5.5 Dry Eye berdasarkan Usia

Usia Dry Eye % Tidak Dry Eye % Total % 40 - 49

50 - 59 > 60

0 0 76 0,0 0,0 76,8 4 18 1 4,0 18,2 1,0 4 18 77 4,0 18,2 77,8

Total 76 76,8 23 23,2 99 100,0

Dari tabel 5.5 di atas tampak bahwa dry eye yang terjadi dijumpai pada usia > 60 tahun yaitu sebanyak 76 orang (76,8 %).

[image:49.612.74.541.548.676.2]

2. Dry Eye berdasarkan Lamanya Menopause Tabel 5.6 Dry Eye berdasarkan Lamanya Menopause

Lama Menopause

(tahun)

Dry Eye % Tidak Dry Eye % Total %

< 5 5 - 10

> 10

(50)

Total 76 76,8 23 23,2 99 100,0

Dari tabel 5.6 di atas tampak bahwa proporsi dry eye yang terjadi paling banyak dijumpai pada lama menopause > 10 tahun yaitu sebanyak 54 orang (54,6 %).

3. Estimasi Angka Kejadian Dry Eye pada Menopause Tabel 5.7 Estimasi Angka kejadian Dry Eye pada Menopause

RSU H. Adam Malik Medan

Estimasi pada CI 95 % (Batas bawah %, Batas Atas %) Angka kejadian Dry Eye pada Menopause

76/ 99 x 100 % = 76,8 % (68,5 ; 85,1)

Dari tabel 5.7 di atas didapatkan Estimasi Angka kejadian dry eye pada menopause di RSU H. Adam Malik Medan adalah sebesar 76,8 %.

5.1.3 Karakteristik Dry Eye

[image:50.612.73.540.593.687.2]

1. Derajat Dry Eye pada Menopause berdasarkan kelompok usia Tabel 5.8 Derajat Dry Eye pada Menopause berdasarkan kelompok usia

Derajat Dry Eye

Usia (tahun) Tidak Dry Eye Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Total 40 – 49

50 – 59

4 18

0 0

0 0

0 0

(51)

≥ 60 1 2 23 51 77

Total 23 2 23 51 99

Dari tabel 5.8 di atas didapatkan derajat dry eye pada menopause berdasarkan kelompok usia yang terbanyak adalah kelompok usia > 60 tahun dengan derajat 3 yaitu sebanyak 51 orang. Secara statistik didapatkan P < 0,05, yang berarti ada hubungan antara usia dengan derajat dry eye

[image:51.612.74.538.346.508.2]

2. Derajat Dry Eye berdasarkan Lamanya Menopause

Tabel 5.9 Derajat Dry Eye pada Menopause berdasarkan Lamanya Menopause

Lama Menopause

Derajat Dry Eye

(tahun) Tidak Dry Eye Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Total < 5

5 - 10 > 10

20 2 1

0 2 0

0 5 18

0 15 36

20 24 55

Total 23 2 23 51 99

(52)

5.2 PEMBAHASAN

Dari tabel 5.1 sampai dengan tabel 5.4 dapat dilihat gambaran karakteristik sampel penelitian.

Tabel 5.1 menunjukkan distribusi usia dimana jumlah sampel terbanyak yang didapat adalah sampel dalam kelompok usia 60 – 69 tahun yaitu sebanyak 45 orang (45,5 %). Hal ini sesuai dengan usia harapan hidup untuk wanita di Indonesia umumnya yaitu 65 tahun.

Dari tabel 5.2 terlihat bahwa suku terbanyak dari sampel yang didapat adalah suku Karo sebanyak 44 orang (44,4 %) diikuti oleh suku Batak sebanyak 25 orang (25,3 %). Hal ini sesuai dengan letak RSU H. Adam Malik Medan yang berada pada kecamatan Medan Tuntungan Propinsi Sumatera Utara dimana mayoritas penduduknya adalah suku Karo.

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel mempunyai tingkat pendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD) yaitu sebanyak 49 orang (49,5 %).

Pada tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar sampel mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 68 orang (68,7 %).

(53)

pada wanita menopause akan menyebabkan fungsi ovarium menurun dan terganggunya sistem hormonal sehingga akan menimbulkan gangguan neurovegetatif, psikis dan gangguan somatik.

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa proporsi dry eye yang terjadi paling banyak dijumpai pada lama menopause > 10 tahun yaitu sebanyak 54 orang (54,6 %). Hal ini disebabkan semakin lama terjadinya menopause maka kadar hormon seks dalam sirkulasi akan semakin menurun terutama kadar androgen khususnya testosteron, dimana pada awal menopause terjadi penurunan kadar testosteron sebesar 25 %. Mathers W.D (1998) dalam penelitiannya terhadap wanita menopause mendapatkan bahwa total testosteron berhubungan positif dengan fungsi air mata.21 Defisiensi hormon ini dapat mempredisposisi terjadinya disfungsi kelenjar lakrimal, sekresi airmata yang terganggu dan dry eye tipe defisiensi akuous, kemudian juga dapat terjadi disfungsi glandula meibom, tear film instability dan peningkatan signifikan pada gejala dan tanda dry eye.

Dari tabel 5.7 didapatkan estimasi Angka kejadian dry eye pada menopause di RSU H. Adam Malik Medan adalah sebesar 76,8 %. Penelitian yang dilakukan oleh The Society for Women’s Health Research mendapatkan bahwa 62% wanita yang mengalami menopause

menderita dry eye.6 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shaumberg et al (2005) ditemukan bahwa prevalensi dry eye pada orang Hispanik dan Asia lebih besar daripada kulit putih.22

Tabel 5.8 menunjukkan derajat dry eye pada menopause berdasarkan kelompok usia yang terbanyak adalah kelompok usia > 60 tahun dengan derajatnya yang terbanyak adalah derajat 3 yaitu sebanyak 51 orang. Secara statistik didapatkan P < 0,05, yang berarti ada hubungan antara usia dengan derajat dry eye. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Optometry & Vision Science (2005) yang mendapatkan bahwa seiring dengan peningkatan usia didapatkan

(54)
(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1KESIMPULAN

1. Angka kejadian dry eye pada menopause di RSU H. Adam Malik Medan adalah sebesar 76,8 %. Ini berarti lebih besar dari penelitian yang didapat oleh The Society for Women’s Health Research sebesar 62 %.

2. Dry eye yang terjadi seluruhnya dijumpai pada kelompok usia ≥ 60 tahun, dengan derajat terbanyak adalah derajat 3, hasil statistik menunjukkan ada hubungan antara usia dengan derajat dry eye.

(56)

6.2SARAN

1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan dry eye pada wanita yang telah menopause agar dapat dideteksi secara dini adanya kelainan pada mata khususnya dalam hal ini adalah dry eye, sehingga dapat dilakukan pengobatan secara dini guna mencegah komplikasi yang dapat terjadi.

2. Dapat menjadi pertimbangan bagi dokter mata dimana alat untuk pemeriksaan tear film tidak tersedia, hendaknya tidak melupakan dry eye pada pasien berusia ≥ 60 tahun dan pada wanita menopause terutama dengan lama menopause > 10 tahun, untuk dapat memberikan artificial tears.

3. Penyuluhan tentang kesehatan mata serta penyakit yang dapat terjadi pada wanita menopause, agar masyarakat pada umumnya serta wanita menopause khususnya semakin mengerti tentang dry eye dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya, serta dapat menimbulkan kesadaran untuk berobat sedini mungkin, sehingga terjadinya gangguan penglihatan akibat dry eye dapat dicegah.

4. Mengingat banyaknya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dry eye, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap dry eye pada wanita menopause.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. BPS siapkan sensus penduduk 2010, available at : 2. Sensus penduduk Mei 2010, available at :

3. Menopause-Country-Specific information of Indonesia, available at :

4. Hecker S, Women more susceptible to sight-threatening eye diseases and conditions, available at : 5. Women more prone to eye disease, available at :

6. Dry eyes and menopause in women, available at :

7. Hurd WW, Amesse LS, Randolph JF, Menopause in Novak’s Gynecology, thirteenth edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2002, hal. 1109-1133

8. Baziad A, Endokrinologi Ginekologi, edisi ketiga, Media Aesculapius, 2008, hal. 115-141

9. Speroff L, Fritz M, Menopause and The Perimenopausal Transition in Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, Seventh edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2005, hal. 621-674

10.Menopause (Perimenopause), available at :

(58)

12.American Academy of Ophthalmology: External Disease and Cornea in Basic and Clinical Science Course, Section 8, 2009-2010, page 71-109

13.Nichols K, Foulks G, The New Dry Eye : A Global Perspective, Lippincott CME Institute. Available at :

14.Dry eye, BMJ, available at :

15.Kanski JJ, The Dry Eye in Clinical Ophthalmology A Systematic Approach, Sixth Edition, Butterworth-Heinemann Elsevier, 2005, page 57-61

16.Holland EJ, Mannis MJ, Dry Eye in Ocular Surface Disease Medical and Surgical Management, Springer-Verlag New York, Inc, 2002, page 49-55

17.Menopause and dry eye. A possible relationship, available at :

18.Sruthi S, Elizabeth J, Lyndon J, Tear Osmolality and Ferning Patterns in Postmenopausal Women, Optometry and Vision Science, volume 84, July 2007

19.Foster CS, Yuksel E, Dry Eye Syndrome. Available at :

20.Sullivan DA, Sex steroids & dry eye syndromes : The impact of androgen deficiency, Schepens Eye Research Institute and Harvard Medical School, Boston. Available at :

21. Mathers WD, Stovall D, Lane JA : Menopause and tear function, the influence of prolactin and sex hormones on human tear production, American Journal of Ophthalmology, Nov. 1998, vol. 126, 752

(59)

Lampiran

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Alamat :

Setelah mendapat penjelasan dan memahami dengan penuh kesadaran mengenai penelitian ini, maka dengan ini saya menyatakan bersedia untuk ikut serta. Apabila dikemudian hari saya mengundurkan diri dari penelitian ini, maka saya tidak akan dituntut apapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, agar dapat dipergunakan bila dipergunakan.

Medan, ……… 2010 Peserta penelitian

(60)

FORMULIR ISIAN

PENELITIAN INSIDENSI DAN DERAJAT DRY EYE PADA MENOPAUSE DI RSU H. ADAM MALIK MEDAN

Nomor Penelitian : No. Rekam Medis : Tanggal Pemeriksaan :

I. Identitas

1. Nama :

2. Usia :

3. Suku :

4. Agama :

5. Pendidikan terakhir : 6. Pekerjaan :

7. Alamat : II. Riwayat Penyakit

III.Riwayat Pemakaian Obat-obatan

IV.Lamanya Menopause : ____ tahun V. Gejala/ Keluhan

1. Rasa kering : 2. Rasa berpasir : 3. Rasa panas :

4. Gatal :

5. Berair :

6. Silau :

7. Mata merah :

8. Mata sulit/ berat dibuka pagi hari : 9. Dirasakan : sekali-sekali

sering

(61)

VI.Hasil Pemeriksaan Mata

1. Status Oftalmikus OD OS

• Tajam Penglihatan Koreksi (BCVA)

• Palpebra superior

• Palpebra inferior

• Konj. Tarsalis Superior

• Konj. Tarsalis Inferior

• Konjungtiva bulbi

• Kornea

• Kamera Okuli Anterior

• Iris

• Pupil

• Lensa

2. Tear Meniscus OD : OS : 3. Uji Schirmer I

OD : OS :

4. Tear Film Break Up Time OD :

(62)

DATA HASIL PEMERIKSAAN DRY EYE

No. Urut

(63)
(64)

78  79  80  81  82  83  84  85  86  87  88  89  90  91  92  93  94  95  96  97  98 

99   

Gambar

Tabel 1. Perubahan pada kadar sirkulasi hormon saat menopause
Tabel 3. Derajat Dry Eye
Tabel 4. Pemeriksaan Produksi Airmata
Tabel 5. Rekomendasi terapi untuk Dry Eye
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian, diperoleh derajat hipertensi penderita retinopati hipertensi yang paling banyak adalah hipertensi tahap I dengan jumlah 23 orang (46,9%), kemudian

penderita apendisitis berdasarkan usia paling banyak ditemukan pada kelompok. usia 21-30 tahun adalah sebanyak 21

Berdasarkan uji statistik yang dilakukan (Chi-Square) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor resiko tekanan darah sistolik dan diastolik (derajat

Variasi anatomi prosesus unsinatus merupakan kelainan yang paling banyak ditemukan (71,4%), dan unsinektomi merupakan prosedur operasi yang paling sering dilakukan pada

Pada tabel 5.7 diatas dapat dijelaskan bahwa berdasarkan jumlah sinus yang terlibat untuk single rinosinusitis merupakan yang paling banyak diderita oleh pasien-pasien yang datang

Berdasarkan stadium, mayoritas responden dan responden yang paling banyak mengalami depresi ringan berada pada stadium IIb, sedangkan yang tidak mengalami depresi paling banyak

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan pada daerah kepala dan leher, yang banyak diderita oleh laki-laki berusia diatas 20

Semakin banyak sitokin yang terlibat dalam patogenesis psoriasis yang dihasilkan pada orang obesitas maka semakin banyak inflamasi yang dihasilkan atau derajat