KAJIAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
PEMANFAATAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM SEBAGAI
RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN
Studi kasus: Tempat Pemakaman Umum Muslim Kayu Besar Jl. MH. Thamrin, Jl. Sutomo Ujung dan Tempat Pemakaman Umum Kristen Jl. Abdullah Lubis
THESIS
Oleh
HAMDAN SUKRAWI
107020022/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU
DI KOTA MEDAN
Studi Kasus: Tempat Pemakaman Umum Muslim Kayu Besar Jl. MH. Thamrin, Jl. Sutomo Ujung dan Tempat Pemakaman Umum Kristen Jl.
Abdullah Lubis
THESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
HAMDAN SUKRAWI 107020022/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN
KAJIAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
PEMANFAATAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN
Studi Kasus: Tempat Pemakaman Umum Muslim Kayu Besar Jl. MH. Thamrin, Jl. Sutomo Ujung dan Tempat Pemakaman Umum Kristen Jl.
Abdullah Lubis
THESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam thesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2014
Judul Thesis : KAJIAN PERSEPSI MASYARAKAT
TERHADAP PEMANFAATAN
TEMPAT PEMAKAMAN UMUM
SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN
Studi Kasus: Tempat Pemakaman Umum Muslim Kayu Besar Jl. MH. Thamrin, Jl. Sutomo Ujung dan Tempat Pemakaman Umum Kristen Jl. Abdullah Lubis
Nama Mahasiswa : HAMDAN SUKRAWI
Nomor Pokok : 107020022/AR
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD) (Wahyuni Zahrah, ST, MS)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. Ir. Dwira Nurfalini Aulia, M.Sc) (Prof.Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Telah diuji pada tanggal : 23 Juni 2014
Panitia Penguji Thesis
Ketua Komisi Penguji : Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD. Anggota Komisi Penguji : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS.
i ABSTRAK
Tempat Pemakaman Umum merupakan ruang terbuka yang memiliki potensi
dengan fungsi ekologis, sosial, estetika dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk
kenyamanan, keteduhan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat kota, tetapi
belum dimanfaatkan secara optimal.
Untuk itu diperlukan kajian persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan tempat
pemakaman umum sebagai ruang terbuka hijau. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan melakukan analisis persepsi masyarakat dan potensi
pemakaman umum sebagai ruang terbuka hijau. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif dengan melakukan survey fisik, interview dan kuisioner lapangan
kepada masyarakat yang tinggal di sekitar pemakaman atau yang mengetahui
tentang pemakaman umum lokasi kajian.
Penelitian menemukan bahwa persepsi masyarakat yang cukup baik terhadap
pemanfaatan Tempat Pemakaman Umum sebagai Ruang Terbuka Hijau dan potensi
yang tinggi terhadap fungsi ekologis, mengingat tersedianya lahan kosong untuk
menambah kuantitas beragam tumbuhan hijau. Untuk fungsi sosial tetap dapat
dilakukan untuk hal-hal yang terbatas dan berkaitan dengan ritual ziarah. Fungsi
estetis dapat ditingkatkan dengan penataan tata letak dan tinggi rendah petak
makam, komposisi tanaman dan variasi tajuk pohon. Fungsi ekonomi adalah yang
paling rendah potensinya diantara fungsi-fungsi yang lain.
Kata Kunci :
Persepsi Masyarakat, Tempat Pemakaman Umum, fungsi ekologis, fungsi sosial,
ii ABSTRACT
Public graveyard is an open place which has ecological, social, ethic, and economic functions; it can be used for the comfort, the shade, and the increase in
urban dwellers’ quality of life; but, unfortunately, it has not been used optimally.
Therefore, a study on public perception on the use of public graveyard as green open place is needed. The objective of the research was to identify and to analyze public perception and the potency of public graveyard as green open place. The research used descriptive qualitative method by conducting physical survey and interviews, and distributing questionnaires to the people who lived in the vicinity of the graveyard where the research was conducted.
The result of the research showed that public perception on the use of public graveyard as green open place was good and the potency of ecological function was high since there are a lot of unused lands for increasing the quantity of various green plants. Social function could be performed for some specific things related to
people’s visiting the graveyard. Aesthetic function could be increased by arranging
the layout and the size of the graves, the composition of plants and the variation of tree crowns. Economic function was the lowest potency, compared with the other functions.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah,
rahmah, dan hidayah-Nya lah maka penyusun dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Kajian Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Tempat Pemakaman
Umum Sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan” ini.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Magister Teknik (M.T.) dalam program studi Magister Teknik Arsitektur Bidang
Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota, Universitas Sumatera Utara.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih yang sebesar besarnya, kepada :
Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc selaku Ketua Program Studi Magister
Teknik Arsitektur, Universitas Sumatera Utara.
Ibu Beny O.Y Marpaung, ST, MT, PhD dan Ibu Wahyuni Zahrah,ST, MS.
atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah diluangkan kepada penulis untuk
berdiskusi selama menjadi dosen pembimbing.
Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA, Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT, Bapak
Imam Faisal,ST, MT, Ibu Salmina W. Ginting,ST, MT dan Ibu Ir. Basaria
Talarosha,MT yang telah memberikan masukan masukan dan saran pada saat
iv
Seluruh Dosen program Pascasarja Magister Teknik Arsitektur Bidang
Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota yang memberikan pengajaran, arahan
dan bimbingan untuk mendalami ilmu Manajemen Pembangunan Kota.
Ayahanda Alm. Nya’Ubat dan Ibunda Almh. Isah atas do’a dan bimbingannya
hingga menghantarkan penulis menempuh dan meraih gelar di pendidikan tinggi.
Seluruh Keluarga Besar penulis, Kakak, Adik-adik dan Pakcik yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada istriku Fitri Wijayawati, Psi, MPd dan anak-anak tercinta Faiz
Huwaidi Sukrawi, Fildzah Husna Sukrawi, Farhan Husein Sukrawi, Furqon Habibi
Sukrawi atas segala motivasi, perhatian dan doa nya serta kesabaran yang telah
diberikan.
Dinas Pertamanan/Bagian Pemakaman Kota Medan beserta Staff yang telah
membantu memberikan data untuk penulisan.
Seluruh responden, tokoh masyarakat, tokoh agama, penjaga makam yang
telah menjawab kuisioner dan memberikan informasi dalam penulisan tesis ini.
Rekan-rekan mahasiswa S-2 seangkatan, yang telah memberikan do’a,
dorongan dan masukan-masukan yang berharga.
Rekan-rekan Pengurus Harian DPC PPP Kota Medan atas dorongan dan
semangat yang diberikan.
Rekan-rekan di PT. Jaya, CM khususnya personil Proyek Pembangunan
v
Staff Administrasi program studi Magister Teknik Arsitektur Bidang
Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota, Universitas Sumatera Utara.
Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu
pengembangan lebih lanjut agar benar benar bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan penulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini
dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Juni 2014
HAMDAN SUKRAWI
vi
RIWAYAT HIDUP
Hamdan Sukrawi, , lahir di sebuah desa di Kabupaten Aceh Tenggara pada tanggal
21 Mei 1971. Setelah menamatkan SMA Negeri Kutacane tahun 1990 kemudian
mengambil jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Medan Area (UMA),
Medan dan tamat tahun 1996.
Bekerja pada konsultan Manajemen Konstruksi PT. Jaya CM untuk Pembangunan
Bandar Udara Medan Baru (Kualanamu) dari tahun 2008 hingga tahun 2013.
Kemudian tercatat sebagai personil untuk Tender Assistance Service (2) for
Installation and Procurement of Railway Systems & Track and Rolling Stock for
Jakarta Mass Rapid Transit System Project Jakarta. Selain itu juga pernah
beraktifitas di organisasi kepemudaan dan saat ini masih aktif sebagai pengurus di
vii DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian... 5
1.5 Kerangka berfikir... 5
1.6 Sistematika Pembahasan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1 Pengertian Persepsi Masyarakat ... 8
2.2 Ruang Terbuka Hijau ... 10
2.2.1 Pengertian ruang terbuka hijau ... 10
viii
2.2.3 Fungsi ruang terbuka hijau………... 13
2.2.4 Manfaat ruang rerbuka hijau………... 19
2.2.5 Luas dan jenis ruang rerbuka hijau. ... 30
2.3 Tempat Pemakaman Umum…………... 31
2.4 Pemakaman sebagai Taman ……... 33
2.5 Memorial Park ……..…... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………... 43
3.1 Jenis Penelitian …….. ... 43
3.2 Lokasi Penelitian ... 44
3.3 Jenis dan Sumber Data...………. 45
3.4 Populasi dan Sampel …….………... 45
3.5 Teknik pengumpulan Data ………... 46
3.6 Teknik Analisis Data …………... 46
3.7 Tahap Penyajian Hasil Analisa Data ………... 48
3.8 Analisis Persepsi Masyarakat ………... 48
BAB IV GAMBARAN UMUM TPU KOTA MEDAN …………..…..... 51
4.1 Gambaran Umum Kota Medan ……... 51
4.1.1 Kondisi umum ruang terbuka di Kota Medan... ... 53
4.1.2 Pola penggunaan lahan .………... .... 54
4.1.3 Kawasan ruang terbuka hijau ………... 54
ix
4.3 Tempat Pemakaman Umum Kajian ... ... 59
4.4. Sarana dan Prasarana Pemakaman ... ... 64
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 68
5.1 Analisis Pemanfaatan TPU sebagai Ruang Terbuka Hijau …. .... 68
5.1.1 Analisis pemanfaatan fungsi ekologis ………... 68
5.1.2 Analisis pemanfaatan fungsi sosial …..………... 70
5.1.3 Analisis pemanfaatan fungsi estetis .……... 71
5.1.4 Analisis pemanfaatan fungsi ekonomi ………... 72
5.2 Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan TPU sebagai RTH ... 74
5.2.1 Persepsi masyarakat terhadap fungsi ekologis ……... 74
5.2.2 Persepsi masyarakat terhadap fungsi sosial …..……... 88
5.2.3 Persepsi masyarakat terhadap fungsi estetis .……... 96
x
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
3.1 Kategori Jawaban responden ... 49
4.1 Tempat Pemakaman Umum yang dikelola Pemko Medan ... ... 56
5.1 Persepsi Tingkat Kepuasan Responden terhadap Fungsi Ekologis ... 83
5.2 Persepsi Tingkat Kepentingan Responden terhadap Fungsi Ekologis ... 84
5.3 Persepsi Tingkat Persetujuan Responden terhadap Fungsi Ekologis ... 85
5.4 Persepsi Tingkat Kepuasan Responden terhadap Fungsi Sosial ... 92
5.5 Persepsi Tingkat Kepentingan Responden terhadap Fungsi Sosial ... 93
5.6 Persepsi Tingkat Persetujuan Responden terhadap Fungsi Sosial ... 94
5.7 Persepsi Tingkat Kepuasan Responden terhadap Fungsi Estetis ... 101
5.8 Persepsi Tingkat Kepentingan Responden terhadap Fungsi Estetis ... 102
5.9 Persepsi Tingkat Persetujuan Responden terhadap Fungsi Estetis ... 102
5.10 Persepsi Tingkat Kepuasan Responden terhadap Fungsi Ekonomi ... 106
5.11 Persepsi Tingkat Kepentingan Responden terhadap Fungsi Ekonomi ... 106
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Pembagian Ruang Wilayah Kota ... 30
2.2 TPU Tanah Kusir di Jakarta ... 34
2.3 Forest Lawn di San Fransisco ... 35
2.4 Memorial park Houston ... 36
2.5 Berlin Holocaust Memorial ... 36
2.6 Memorial Park Awaji Yumebutai ... 37
2.7 Komplek Pemakaman Ma’la di Mekkah ... 39
2.8 Pemakaman San Diego Hill di Karawang Indonesia ... 40
4.1 Kawasan Kajian ... 52
4.2 Lokasi TPU Kajian ... 59
4.3 TPU Kayu Besar ... 60
4.4 TPU Sutomo Ujung ... 62
4.5 TPU Abdullah Lubis ... 63
4.6 Jaringan jalan di TPU ... 65
4.7 Kantor Pengelola TPU ... 66
4.8 MCK di TPU ... 66
4.9 Musholla dan Mesjid di TPU ... 67
xii
5.2 Fungsi Sosial di TPU ... 70
5.3 Fungsi Estetika di TPU ... 72
5.4 Fungsi Ekonomi di TPU ... 73
5.5 Tumbuhan di TPU Kayu Besar ... 75
5.6 Hamparan rumput di TPU Kayu Besar ... 77
5.7 Tumbuhan Rerumputan dan Pepohonan di TPU Sutomo Ujung ... 80
5.8 Tumbuhan di TPU Abdullah Lubis ... 82
5.9 Tumbuhan semak di TPU Abdullah Lubis ... 82
5.10 Fungsi Ekologi di TPU ... 87
5.11 Kondisi Fungsi Ekologis di .TPU Tanah Kusir ... 88
5.12 Fungsi Sosial di TPU Sutomo Ujung ... 91
5.13 Fasilitas Sosial di TPU Sutomo Ujung ... 91
5.14 Kondisi Pedestrian di TPU ... 95
5.15 Pohon di TPU Kayu Besar ... 97
5.16 Pencahayaan di TPU Kayu Besar ... 98
5.17 Pagar dan Pencahayaan di TPU Kayu Besar ... 99
5.18 Kondisi Fungsi Estetika di TPU Abdullah Lubis ... 99
5.19 Kondisi Fasilitas Estetika di TPU Abdullah Lubis ... 100
5.20 Kondisi Fungsi Estetis di TPU ... 104
5.21 Fungsi Ekonomi di TPU ... 108
xiii
5.23 Potensi Penataan Fungsi Sosial TPU ... 114
5.24 Potensi Penataan Fungsi Estetiis TPU ... 117
i ABSTRAK
Tempat Pemakaman Umum merupakan ruang terbuka yang memiliki potensi
dengan fungsi ekologis, sosial, estetika dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk
kenyamanan, keteduhan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat kota, tetapi
belum dimanfaatkan secara optimal.
Untuk itu diperlukan kajian persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan tempat
pemakaman umum sebagai ruang terbuka hijau. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan melakukan analisis persepsi masyarakat dan potensi
pemakaman umum sebagai ruang terbuka hijau. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif dengan melakukan survey fisik, interview dan kuisioner lapangan
kepada masyarakat yang tinggal di sekitar pemakaman atau yang mengetahui
tentang pemakaman umum lokasi kajian.
Penelitian menemukan bahwa persepsi masyarakat yang cukup baik terhadap
pemanfaatan Tempat Pemakaman Umum sebagai Ruang Terbuka Hijau dan potensi
yang tinggi terhadap fungsi ekologis, mengingat tersedianya lahan kosong untuk
menambah kuantitas beragam tumbuhan hijau. Untuk fungsi sosial tetap dapat
dilakukan untuk hal-hal yang terbatas dan berkaitan dengan ritual ziarah. Fungsi
estetis dapat ditingkatkan dengan penataan tata letak dan tinggi rendah petak
makam, komposisi tanaman dan variasi tajuk pohon. Fungsi ekonomi adalah yang
paling rendah potensinya diantara fungsi-fungsi yang lain.
Kata Kunci :
Persepsi Masyarakat, Tempat Pemakaman Umum, fungsi ekologis, fungsi sosial,
ii ABSTRACT
Public graveyard is an open place which has ecological, social, ethic, and economic functions; it can be used for the comfort, the shade, and the increase in
urban dwellers’ quality of life; but, unfortunately, it has not been used optimally.
Therefore, a study on public perception on the use of public graveyard as green open place is needed. The objective of the research was to identify and to analyze public perception and the potency of public graveyard as green open place. The research used descriptive qualitative method by conducting physical survey and interviews, and distributing questionnaires to the people who lived in the vicinity of the graveyard where the research was conducted.
The result of the research showed that public perception on the use of public graveyard as green open place was good and the potency of ecological function was high since there are a lot of unused lands for increasing the quantity of various green plants. Social function could be performed for some specific things related to
people’s visiting the graveyard. Aesthetic function could be increased by arranging
the layout and the size of the graves, the composition of plants and the variation of tree crowns. Economic function was the lowest potency, compared with the other functions.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka
hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman,
perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana
perkotaan lainnya. Lingkungan perkotaan akhirnya hanya berkembang secara
ekonomi, tetapi secara ekologi menurun. Kondisi tersebut menyebabkan
terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan yang ditandai dengan
meningkatnya suhu udara, pencemaran udara (meningkatnya kadar CO, ozon,
karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang,
monoton, bising dan kotor), banjir, intrusi alir laut, kandungan logam berat tanah
meningkat, dan menurunnya permukaan air tanah. Oleh karena itu dibutuhkan
upaya-upaya untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan
perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan perkotaan dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat,
indah, bersih dan nyaman, sebagaimana di diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal
29 ayat 2 (dua) dan 3 (tiga) menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada
wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota dan proporsi
ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen
dari luas wilayah kota. Kota Medan dengan luas lahan mencapai 26.510 ha dan
dengan jumlah penduduk yang 2,1 juta jiwa, dengan kepadatan 80 jiwa/ha, terdiri dari
21 kecamatan. Kebutuhan luas Ruang Terbuka Hijau sesuai standar UU Nomor 26
Tahun 2007 adalah 30% dari 26.510 Ha, sekitar 7.953 Ha, yang terdiri dari 5.302 Ha
RTH Publik dan 2.651 Ha Privat.
Kebutuhan Publik saat ini yang menjadi aset Pemko Medan, yaitu RTH (Jalur
Hijau) Jaringan Jalan di Kota Medan tidak terdata dan Taman Kota eksisting seluas
220.995 meter² yaitu sekitar 0,08 % sedangkan yang diwajibkan yang harus disediakan 12,5 %. RTH Pemakaman yang menjadi aset Pemko hanya 34,7 Ha atau sekitar 0,44 % selebihnya masih berupa tanah pribadi, wakaf dan yayasan sebesar
73,76 Ha. RTH fungsi tertentu di Kota Medan dalam RTRW Kota Medan seperti
Sempadan Sungai, Pantai, Jalur Kereta api, Saluran Umum Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET) direncanakan menjadi jalur hijau tetapi kepemilikan lahannya masih
dimiliki masyarakat sehingga pada sempadan sungai, pantai, kereta api, SUTET
masih penuh dengan bangunan dan rumah penduduk yang sering kali terkena bencana
seperti banjir.
Untuk memenuhi kebutuhan RTH Kota sebesar 7.953 Ha (30%) maka arahan
jalur hijau), antara lain: Kawasan Wisata, RTH Hutan Kota, RTH Taman Kota, RTH
Tempat Pemakaman Umum, RTH Jalur Hijau Jalan, RTH Ruang Pejalan kaki.
Pentingnya ruang terbuka hijau, dapat kita lihat dari fungsi dan manfaat yang
dapat diambil darinya. Secara umum Ruang Terbuka Hijau mempunyai atau memiliki
fungsi utama (intrinsik) yakni fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu
fungsi arsitektural, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Pemakaman sebagai tempat
penguburan, yang selalu didatangi untuk mengenang mereka yang telah mati.
Pemakaman yang ada saat ini tidak tertata rapi sehingga pemanfaatan lahannya tidak
optimal dalam pengelolaan dan penataannya sehingga menimbulkan kesan angker
dan seram sehingga pemakaman merupakan tempat yang selalu dihindari. Padahal
Tempat Pemakaman Umum dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari ruang Terbuka
Hijau, jika fungsi-fungsi dari ruang terbuka hijau yang terdapat di TPU dapat
dioptimalkan dengan baik.
Berdasarkan sumber data dari Dinas Pertamanan Kota Medan tahun 2011
Tanah Pemakaman Umum di Kota Medan tersebar di 115 kawasan dengan prakiraan
luas areal 1.084.565,80 m2 (108, 46 Ha). Sehingga jika sebagian dari lahan TPU
dapat dimanfaatkan menjadi bagian dari RTH Kota Medan maka ketentuan yang
dipersyaratkan sebagai RTH Perkotaan akan mendekati jumlah yang dipersyaratkan
tersebut. Pemanfaatan TPU sebagai RTH di Kota Medan sangat memungkinkan
karena fungsi-fungsi yang ada di dalamnya, seperti fungsi ekologi, fungsi sosial,
Penelitian ini bermaksud menganalisa bagaimana Tempat Pemakaman
Umum memberikan kontribusi dalam penambahan kuantitas dan kualitas RTH di
Kota Medan. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran kepada pemerintahan
Kota Medan betapa pentingnya manfaat Tempat Pemakaman Umum bagi
penambahan dan peningkatan luasan RTH yang telah ada, serta memberikan
pemahaman kepada masyarakat umum untuk menjaga, memelihara dan melestarikan
Tempat Pemakaman Umum sebagai RTH yang berada di tengah Kota Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan melakukan penelitian TPU di kota Medan maka akan didapat
permasalahan penting diantaranya adalah :
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan Tempat
Pemakaman Umum sebagai RTH.
2. Bagaimana potensi yang terdapat pada TPU dapat dimanfaatkan sebagai
RTH di Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Meneliti tingkat persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan Tempat
2. Mengidentifikasi potensi yang terdapat pada Tempat Pemakaman Umum
agar dapat dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi Pemerintah Kota Medan untuk menata Tempat Pemakaman Umum
yang dapat bermanfaat sebagai Ruang Terbuka Hijau.
2. Bagi Masyarakat sebagai upaya peningkatan pemahaman, bahwa Tempat
Pemakaman Umum tidak hanya sekedar tempat pemakaman tetapi juga
sebagai fungsi RTH yang sangat dibutuhkan bagi kelestarian dan
keberlanjutan suatu wilayah serta pengembangan potensi ekonomi sekitar
Tempat Pemakaman Umum;
3. Sebagai pengembangan ilmu serta bermanfaat bagi dunia pendidikan.
1.5 Kerangka Berfikir
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, perumusan masalah dan
tujuan penelitian bahwa di Pemakaman Umum Kayu Besar Jl. MH. Thamrin,Jl.
Sutomo Ujung dan Jl. Abdullah Lubis, dapat difungsikan sebagai ruang terbuka.
Untuk mendapatkan indikator yang lebih konkrit dan gambaran yang lebih jelas
tentang pemanfaatan tersebut, maka diadakan penelitian deskriptif, seperti dalam
Gambar 1.1 Kerangka berfikir
1.6 Sistematika Pembahasan
Adapun urutan metode-metode pembahasan yang digunakan dan
menerangkan tentang sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
LatarBelakangPenelitian
Pemanfatan Tempat Pemakaman Ruang Terbuka Hijau
RumusanMasalah
Bagaimana potensi yang terdapat pada TPU dapat dimanfaatkan
sebagai RTH di Kota Medan.
Bagaimana tingkat kepuasan, kepentingan dan persetujuan
masyarakat terhadap pemanfaatan Tempat Pemakaman Umum sebagai RTH.
Tujuan
Mengkaji pemanfaatan pemakaman sebagai ruang terbuka
Mengkaji persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan TPU sebagai
BAB PERTAMA
Merupakan bab Pendahuluan yang berisikan : Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran,
Batasan dan Lingkup Pembahasan, Metode Pembahasan serta Sistematika
Pembahasan.
BAB KEDUA
Merupakan Tinjauan Pustaka yang mengemukakan dasar teori dan
pengertian-pengertian.
BAB KETIGA
Merupakan tahap yang menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini.
BAB KEEMPAT
Merupakan tahap yang menjelaskan tentang gambaran umum kawasan kajian
penelitian dan gambaran umum lokasi penelitian.
BAB KELIMA
Merupakan Hasil dan Pembahasan Pemanfaatan Tempat Pemakaman Umum
sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan.
BAB KEENAM
Merupakan tahap kesimpulan dan saran yang didapat dari pembahasan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persepsi Masyarakat
Persepsi merupakan proses akhir dari suatu pengamatan yang diawali oleh
proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, dan baru
kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamanakan persepsi. Dengan
persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang lingkungan yang ada disekitarnya
maupun hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Davidoff, 1981 dalam
Walgito, 2000).
Jadi persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui
panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui,
mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun
didalam diri individu.
Berdasarkan atas hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa adanya
kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang lain tidak sama
sekalipun stimulusnya sama dikarenakan pengalaman yang tidak sama, kemampuan
berpikir yang tidak sama, dan kerangka acuan yang tidak sama,
Persepsi dipengaruhi oleh adalah faktor internal, seperti: perasaan,
faktor eksternal seperti: stimulus itu sendiri dan keadaan lingkungan persepsi itu
berlangsung. Kejelasan stimulus sangat mempengaruhi persepsi. Bila stimulus itu
berwujud benda-benda bukan manusia, maka ketepatan persepsi sangat dite
individtukan oleh individu yang mengadakan persepsi karena benda-benda yang
dipersepsi tersebut tidak dapat mempengaruhi persepsi.
Persepsi dihasilkan dari para stakeholders termasuk staf dan masyarakat
umum. Persepsi berbeda-beda mulai dari identifikasi isu kritis dalam taman dan
tempat pemakaman umum sampai kepada sebuah visi dari sistem yang ideal dari
tempat pemakaman umum, ruang terbuka hijau, tempat ziarah dan pedestrian yang
diinginkan untuk masyarakat. Mengenai pengertian masyarakat dalam kamus bahasa
inggris, masyarakat disebut society asal katanya socius yang berarti kawan. Arti yang
lebih khusus, bahwa masyarakat adalah kesatuan sosial yang mempunyai kehidupan
jiwa seperti adanya ungkapan-ungkapan jiwa rakyat, kehendak rakyat, kesadaran
masyarakat dan sebagainya. Sedangkan jiwa masyarakat ini merupakan potensi yang
berasal dari unsur-unsur masyarakat meliputi pranata, status dan peranan sosial.
Sehingga para pakar sosiologi seperti Maclver, J.L Gillin memberikan pengertian
bahwa masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang saling bergaul
berinteraksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur
yang merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu identitas bersama (Soelaiman, 1993 dalam
Persepsi masyarakat merupakan tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari
kumpulan individu-individu yang bergaul dan berinteraksi atas dasar nilai-nilai,
norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa suatu
sistem adat istiadat tertentu yang berlangsung secara terus menerus dan terikat oleh
suatu identitas bersama yang diperoleh melalui interpretasi data indera.
2.2 Ruang Terbuka Hijau
2.2.1 Pengertian ruang terbuka hijau
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun
introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan estetis yang dapat
memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Ruang terbuka
non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang
terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang
diper-untukkan sebagai genangan retensi. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi
RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman
nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah
Dari segi fungsi RTH dapat berfungsi secara ekologis, sosial/budaya, estetis,
dan ekonomi. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah
banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk
RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan
kota, taman botani, sempadan sungai dan lainnya. Secara sosial-budaya keberadaan
RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan
sebagai identitas kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya
antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dsb. Secara
arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui
keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan
kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung
seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan (urban
agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat
mendatangkan wisatawan (Hakim, R dan Utomo, H. 2008).
Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan
konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi ekologis
merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung, perbukitan,
sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dan sebagainya. Sedangkan RTH dengan
konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola
struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota
RTH public yang dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH
privat (pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan pribadi.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan, memiliki beberapa definisi terkait RTH yakni:
a. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih
luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area
memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka
yang pada dasarnya tanpa bangunan.
b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat
RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi,
sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, didefinisikan bahwa ruang terbuka
hijau adalah area memanjang/jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam.
2.2.2 Tujuan ruang terbuka hijau
Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007 tujuan dialokasikannya RTH
Kawasan Perkotaan adalah:
2. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan di perkotaan; dan
3. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih
dan nyaman.
2.2.3 Fungsi ruang terbuka hijau
RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi yang strategis. Fungsi RTH
dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan
Fungsi ekologis ini yaitu menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota
secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran,
dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk
perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk
membangun jejaring habitat hidupan liar.
Beberapa fungsi ekologis RTH di kota adalah antara lain sebagai areal
resapan air menghasilkan oksigen, meredam kebisingan, filter dari partikel
padat yang mencemari udara kota, menyerap gas-gas rumah kaca atau hujan
asam, penahan angin, mencegah intrusi air laut, amelorasi iklim serta
konservasi air tanah.
Hutan merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting,
selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan
berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat
menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan
kebakaran, maka perlu dibangun ruang terbuka hijau untuk membantu
mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan
dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik ruang terbuka hijau, hutan
alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang
berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi
karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan
karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2) adalah 6 CO2 + 6 H2O + Energi
dan klorofil menjadi C6H12O6 + 6 O2 (Kriedemann, 1977).
Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses
fotosintesis dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat
akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek
rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen
yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.
b. Pelestarian air tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus
akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan
mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim
yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang
tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan dilingkungan
perkotaan. Ruang terbuka hijau dengan luas minimal setengah hektar
mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke
dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research,
2002).
c. Penahan Angin
Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai penahan angin yang mampu
mengurangi kecepatan angin 75-80 %. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam mendesain ruang terbuka hijau untuk menahan angin
adalah sebagai berikut:
i. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki
dahan yang kuat
ii. Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna
sebagai penahan angin pada musim dingin, sehingga pada
akhirnya dapat menghemat energi sampai dengan 50 persen
energi yang digunakan untuk penghangat ruangan pada
pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas pohon-pohon
akan menahan sinar matahari dan memberikan kesejukan di
dalam ruangan (Forest Service Publications. Trees save energy,
2003)
Ruang terbuka hijau dapat dibangun untuk mengelola lingkungan
perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya
pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan
radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu
hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur
tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang.
Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang
tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang
diatur oleh ruang terbuka hijau adalah kelembaban. Pohon dapat
memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island)
akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal
dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada
suatu areal akan mengurangi temperature atmosfer pada wilayah yang
panas tersebut (Forest Service Publications, 2003. Trees Modify Local
Climate, 2003)
e. Habitat Hidupan Liar
Ruang terbuka hijau bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis
hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Ruang
terbuka hijau merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi
beberapa jenis satwa terutama burung, mamalia kecil dan serangga.
keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan
menyediakan tempat dan makanan untuk burung dan binatang lainnya
(Forest Service Publications, 2003. Trees Reduce Noise Pollution and
Create Wildlife and Plant Diversity, 2003).
2. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi estetis, sosial, dan fungsi
ekonomi.
RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural)
merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan
budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi,
dan pendukung arsitektur kota. Dalam suatu wilayah perkotaan empat
fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota.
a. Fungsi sosial
Ruang terbuka hijau dalam fungsinya secara sosial dapat
menurunkan tingkat stress masyarakat, konservasi situs alami
sejarah, menurunkan konflik sosial, meningkatkan keamanan
kota, meningkatkan produktivitas masyarakat, dan sebagainya.
b. Fungsi estetika (arsitektural)
Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan
kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk
ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri.
Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada
bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu
studi yang dilakukan atas keberadaan ruang terbuka hijau
terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk
membayar keberadaan ruang terbuka hijau karena memberikan
rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen, 1998).
c. Fungsi ekonomi
Manfaat ruang terbuka hijau dalam aspek ekonomi bisa
diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung, manfaat ekonomi ruang terbuka hijau diperoleh dari
penjualan atau penggunaan hasil ruang terbuka hijau berupa
kayu bakar maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tanaman
ruang terbuka hijau yang bisa menghasilkan biji, buah atau
bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh
masyarakat untuk meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan
penghasilan masyarakat. Buah kenari selain untuk dikonsumsi
juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Bunga
tanjung dapat diambil bunganya. Buah sawo, pala, kelengkeng,
duku, asam, menteng dan lain-lain dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat
terbuka hijau berupa perlindungan terhadap angin serta fungsi
ruang terbuka hijau sebagai perindang, menambah kenyamanan
masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan
kota (Fandeli, 2004).
Ruang terbuka hijau dapat meningkatkan stabilitas ekonomi
masyarakat dengan cara menarik minat wisatawan dan
peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan menikmati kehidupan
dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang
jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon
akandisewakan serta banyak orang yang akan menginap dengan
harga yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lama, kegiatan
dilakukan pada perkantoran yang mempunyai banyak
pepohonan akan memberikan produktivitas yang tinggi.kepada
para pekerja (Forest Service Publications, 2003. Trees Increase
Economic Stability, 2003).
2.2.4 Manfaat ruang terbuka hijau
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti
mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible)
seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman
hayati.
Selanjutnya dalam Hakim (2006), manfaat RTH tersebut diatas diuraikan
secara rinci, sebagai berikut:
1. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan
di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan
dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang
besar bagi Indonesia di masa depan. RTH dapat dijadikan sebagai tempat
koleksi keanekaragaman hayati dan sebagai areal pelestarian di luar
kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan
fauna.
2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan
oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya RTH,
partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat
dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan
adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan
menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian
berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi
terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang
menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting.
3. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal
Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur,
Pringgodigdo dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni
(Swietenia mahagoni), jamuju (Dacrycarpus imbricatus) dan pala
(Mirystica fragrans), asam landi (Pithecellobium dulce), johar (Cassia
siamea), mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menurunkan
kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini:
glodogan (Polyalthea longifolia), keben (Barringtonia asiatica), dan
tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya terhadap
timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar
udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea)
dan kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah
dan sangat tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor.
4. Penyerap dan Penjerap Debu Semen
Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan,
karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu
semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. Studi
mahagoni), bisbul (Diospyros discolor), tanjung (Mimusops elengi),
kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorea leprosula), kiara
payung (Filicium decipiens), kayu hitam (Diospyros elebica), duwet
(Eugenia cuminii), medang lilin (Litsca roxburghii) dan sempur (Dillenia
ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990. Tanaman tersebut
dipergunakan dalam program pengembangan RTH dikawasan pabrik
semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu
semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan
menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari,
meranti merah, kiara payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang
lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk
penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini
selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai kemampuan
yang rendah dalam menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati,
1990).
5. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara
oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk
meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang
rindang (Grey dan Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis
tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat
berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman
dapat menyerap kebisingan sampai 95%.
6. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Menurut Smith (1984), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak
negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses
dan translokasi. Proses translokasi akan memberikan beberapa unsur
diantaranya ialah: Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan
gula.
7. Penyerap Karbon Monoksida
Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah
(Phascolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari.
Mikroorganisme serta tanah pada lantai RTH mempunyai peranan yang
baik dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Smith (1981)
mengemukakan, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas
ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104
μg/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.
8. Penyerap Karbon dioksida dan Penghasil Oksigen
RTH merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari
fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan
berkurangnya kemampuan RTH dalam menyerap gas ini sebagai akibat
menurunnya luasan RTH akibat peladangan, pembalakan dan kebakaran,
RTH tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan
baik RTH kota, RTH alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses
fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi
karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat
bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya
meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan
mengakibatkan efek rumah kaca.
9. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau
permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan
untuk mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung,
atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber
bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman
yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau
busuk dan menggantinya dengan bau harum seperti: cempaka (Michelia
campaka) dan tanjung (Mimusops elengi).
10. Mengatasi Penggenangan
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis
tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi.
Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang
mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata
air yang tinggi diantaranya adalah nangka (Artocarpus integra), sengon
(Paraserianthes falcataria), akasia (Acacia auriculiformis), sonokeling
(Dalbergia latifolia), mahoni (Swietenia mahagoni), jati (Tectona
grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro (Leucaena glauca).
11. Ameliorasi Iklim.
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan
adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu
udara di perkotaan. RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan
perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat
banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan
reklame, menara, antena pemancar radio, televisi, dan lain-lain,
sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan
dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke,
1978 dan Robinette, 1983). Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan,
jumlah pantulan radiasi surya suatu RTH sangat dipengaruhi oleh
panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar
surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah
mempunyai RTH lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh
tanaman.
12. Pengelolaan Sampah
RTH dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal: (1) sebagai
dari sampah; (3) sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin
terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan
beracun dan berbahaya lainnya.
13. Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis
dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka
kadar air tanah RTH akan meningkat.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke
lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah.
Dengan demikian RTH yang dibangun pada daerah resapan air dari kota
yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan
kualitas yang baik.
Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi
yang rendah antara lain : cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin
(Ficus elastica), karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia
mangostana), bungur (Lagerstromia speciosa), trembesi (Fragraea
fragrans), dan kelapa (Coccos nucifera).
14. Penapis Cahaya Silau
Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan
cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan
sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang
pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi.
Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut
bergantung pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih
berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan tajuknya.
15. Meningkatkan Keindahan
Warna daun, bunga atau buah dapat dipilih sebagai komponen yang
kontras atau untuk memenuhi rancangan yang harmonis (bergradasi
lembut).
Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa,
sehingga pemandangan yang kurang enak dilihat seperti: tempat
pembuangan sampah, pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran
yang beraneka bentuk dan warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat
sedikit ditingkatkan citranya menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan
akrab dengan hadirnya RTH sebagai tabir penyekat di sana.
16. Sebagai Habitat Burung
Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature).
Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota
diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami
oleh penduduk perkotaan. Menurut Hernowo dan Prasetyo (1989) salah
Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak
kecil artinya bagi masyarakat, antara lain:
a. Membantu mengendalikan serangga hama,
b. Membantu proses penyerbukan bunga,
c. Mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi,
d. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan
suasana yang menyenangkan,
e. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi,
f. Sebagai sumber plasma nutfah,
g. Objek untuk pendidikan dan penelitian.
Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat
mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon
kaliandra (Calliandra calothyrsus) di antaranya disenangi burung
pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat
yang dapat dimakan oleh jenis burung lainnya.
17. Mengurangi Stress
Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan
persaingan yang tinggi. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis)
dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota
masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya
bekerja untuk memenuhi kepergiannya saja di kota. Program
sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang diberikannya
akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO,
SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai RTH.
Kicauan dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. RTH juga
dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.
18. Meningkatkan Industri Pariwisata
Bunga bangkai (Amorphophallus titanuni) di Kebun Raya Bogor yang
berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga
Raflesia Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis
domestik maupun mancanegara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan
tersendiri, jika berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi
dengan RTH yang unik, indah dan menawan.
19. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang
Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu
diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat
menghilangkan monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja. Keberadaan
RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan
kualitas lingkungan.
2.2.5 Luas dan jenis ruang terbuka hijau
Besaran luas RTH yang ideal di suatu kota berdasarkan UU No. 26 tahun 2007
sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, pada ayat 3 berbunyi proporsi
ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen
dari luas wilayah kota.
Ruang terbuka hijau public merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas wilayah kota merupakan ukuran minimal untuk menjamin
seimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan system
nikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal
20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan
agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya
sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.
Dalam penyediaan ruang terbuka hijau proporsi yang diamanatkan dalam
Permendagri No. 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaaan
disebutkan bahwa luas ideal RTHKP adalah sebesar 20% (dua puluh) persen. Luas
RTHKP tersebut mencakup luas RTH publik dan RTH privat. Luas RTHKP publik
penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten atau kota yang
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.
2.3 Tempat Pemakaman Umum
Menurut Peaturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1987, tentang
Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman, Tempat
Pemakaman Umum (TPU) adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan
pemakaman jenazah bagi setiap orang tanpa membedakan agama dan golongan, yang
Untuk mendukung program penghijauan kota dan memberi kontribusi bagi
lingkungan, maka pemanfaatan lahan pemakaman, yaitu:
1. Standar rasio penataan pemanfaatan ruang :
a. 70% dan luas lahan diperuntukkan guna pamakaman jenazah.
b. 30% dari luas lahan diperuntukkan sarana dan prasarana, dengan
komposisinya adalah 25,2% untuk jalan, jembatan dan saluran,
2,8% untuk taman, 1,3% untuk tempat parker, 0,4% untuk
bangunan, 0,3% untuk pagar.
2. Penanaman pohon pelindung pada lahan TPU yang dipadukan dengan
pertamanan dapat berfungsi sebagai paru-paru kota.
3. Kebijaksanaan penggunaan plakat makam dan peutup lahan oleh rumput,
tercipta unsur hijau yang luas.
4. Kombinasi hard material dan soft material yang berpori-pori pada lahan
parkir dapat meningkatkan fungsi resapan air secara maksimal.
5. Pola pagar transparan, terkesan lokasi makam akrab lingkungan Taman
pemakaman umum dan taman pemakaman khusus dibagi atas:
a. Bagian umat Islam, untuk orang yang saat meninggalnya beragama
Islam
b. Bagian umat Kristen, untuk orang yang saat meninggalnya beragama
Kristen
c. Bagian umat Hindu, untuk orang yang saat meninggalnya beragama
2.4 Pemakaman Sebagai Taman
Taman selalu identik dengan segala keindahan dan kesenangan. Pemakaman
haruslah dijadikan seperti sebuah taman dengan segala keindahannya, yang
menimbulkan perasaan senang bagi yang berada di dalamnya maupun yang hanya
sekedar melihatnya, bukannya tempat yang kumuh dan menakutkan seperti yang
selama ini sering diidentikkan terhadapnya.
Menjaga permukaan agar tidak lembab penting untuk mempercepat proses
pembusukan jenazah. Itulah sebabnya pemilihan tanah dan pengaturan drainase
menjadi faktor yang penting.
Akses ke dalam ataupun di dalam pemakaman tentu perlu diperhatikan. Tidak
boleh ada makam yang terisolasi, sulit dijangkau, dan tidak terlihat, yang akan
mempersulit perawatan, dan pengunjungan oleh para peziarah.
Pengelolaan tempat pemakaman umum sebagai sebagai taman dapat
dilakukan dengan menata tata letak petak makam dan penanaman rumput.
Petak-petak makam yang semula dibeton dengan letak yang tidak beraturan diganti dengan
petak-petak makam berupa gundukan tanah yang ditanami rumput dengan
membentuk kesamaan besaran dan jarak antar makam. Pola seperti ini terlihat di
TPU Tanah Kusir (Gambar 2.2) , sehingga fungsi ruang terbuka hijau di pemakaman
umum terlihat baik dan indah di TPU Tanah Kusir. TPU Tanah Kusir merupakan
salah satu pemakaman umum terbesar di Jakarta dengan luas tapak secara
Pemakaman Jakarta Selatan di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI
Jakarta.
Gambar 2.2 TPU Tanah Kusir Jakarta
Sumber: https://www.google.com
2.5 Memorial Park
Konsep Taman mulai dimunculkan dalam bentuk memorial park. Memorial
park merupakan perwujudan bentuk ruang sebagai peringatan dan penyimpanan
memori kolektif terhadap kematian massal yang dianggap ‘kehilangan’. Memorial
park pertama didirikan tahun 1906 dengan nama Forest Lawn di San Fransisco
(Gambar 2.3). Pada tahun 1917, Dr. Hubert Eaton sebagai pengelola baru dari area
pemakaman ini mengubah kuburan berbatu nisan yang berkesan gelap dan
menyeramkan menjadi kuburan tanpa nisan tegak, hanya plakat yang diletakkan di
tanah. Banyak pemakaman pada masa itu yang sekelilingnya dibatasi oleh dinding,
menghormati mereka yang telah meninggal. Saat hari peringatan kematian, para
kerabat dapat menggunakan summer-houses dan area makan yang disediakan di sana.
Air mancur, kolam,patung-patung dan jalan yang teduh, memperindah taman
pemakaman tersebut dan dianggap sebagai simbol keindahan taman di dunia lain.
Gambar 2.3 Forest Lawn di San Fransisco Sumber : www.forestlawn.com
Maka banyak contoh memorial park yang akhirnya melengkapi kawasan
pemakaman dan/atau kawasan memorial ini dengan fasilitas-fasilitas yang meriah,
antara lain:
a. Memorial Park Houston (Gambar 2.4) yang memiliki lapangan golf
dan convention hall, tanpa pemakaman ataupun monumen peringatan
di dalamnya sekalipun perancangannya konon sebagai sebuah
‘pengingat’ akan para prajurit Amerika yang tewas dalam Perang
Gambar 2.4 Memorial Park Houston Sumber : www.wow.com/Memorial+Park+Houston
b. Kawasan Berlin Holocaust Memorial (Gambar 2.5) ini terbuka di
keempat sisinya, memungkinkan pengunjung untuk mengakses desain
Eisenmann dari titik manapun. Konfigurasi stelae dalam tapak yang
berkontur dan dengan ketinggian balok beton yang berbeda-beda bagi
pengunjung justru dapat menimbulkan perasaan playful.
Gambar 2.5 Berlin Holocaust Memorial
Tertutupinya pandangan akibat komposisi balok yang tinggi dan besar
membangun perasaan tersesat di sebagian tempat. Perasaan ini
tersembuhkan ketika pengunjung keluar dari kurungan balok beton
berwarna abu-abu kehitaman menuju lokasi tempat balok stelae
berubah menjadi lebih rendah dan menjadi satu lokasi yang nyaman
untuk memandang keseluruhan kawasan.
c. Awaji Yumebutai (Gambar 2.6) dirancang sebagai salah satu cara
mengembalikan kehidupan di pulau Awaji setelah luluh lantak
digoyang gempa berkekuatan 6,8 MMS (berdasarkan USGS) dan
kedalaman episentrum hanya 16 km. Untuk mengenang mereka yang
meninggal sebagai korban dalam gempa besar saat itu, Ando
merancang sebuah taman bunga. Hyakudanen Garden dalam
masterplan Awaji Yumebutai seakan-akan menjadi semata taman
belakang bagi Westin Hotel dan Oval Forum yang sangat dominan
sebagai paket wisata.
Sumber : http://archinect.com/blog/article/awaji-yumebutai-tadao-ando Dalam kawasan yang didominasi warna abu-abu khas Tadao
Ando, taman ini justru menjadi pemanis yang meringankan kesan
‘kering’ dari komposisi beton sebagai material utama. Hal ini juga
memberi perasaan positif bagi yang berkunjung ke sana terhadap yang
telah meninggal. Keuntungan yang didapat dari hasil produksi
perkebunannya digunakan untuk membantu biaya perawatan taman
dan pemakaman.
d. Komplek pemakaman Ma`la (Gambar 2.7) terletak di sebelah timur
Masjidilharam, berjarak sekitar setengah kilometer dan bisa ditempuh
dengan berjalan kaki selama 15 menit. Sejak zaman dahulu Ma’la
memang sudah menjadi tempat pemakaman nenek moyang Nabi
Muhammad dari Bani Hasyim.
Di samping itu banyak pula jamaah haji dari Indonesia dan
negara lainnya yang meninggal di Mekah dimakamkan di tempat ini.
Keberadaan komplek pemakaman Ma`la tidak seperti pemakaman
umum yang terdapat di Indonesia. Karena setiap kuburan di
pemakaman ini tanpa nisan dan gundukan. Hanya sebuah batu sebesar
kepalan tangan orang dewasa saja yang diletakkan sebagai penanda di
atas kuburan yang rata dengan tanah itu. Di sini semua bentuk dan
ukuran makam sama. Hanya tanah rata yang ditandai dengan sebuah