BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Direktorat Jenderal RLPS (2006) menyatakan bahwa luas hutan rakyat di
Indonesia sampai dengan April 2006 tercatat 1.272.505,61 ha. Dinas Kehutanan
Propinsi Jawa Barat (2007) mengemukakan bahwa angka luasan hutan rakyat di
Propinsi Jawa Barat sebesar 185.547,63 ha dengan produksi kayu sebesar
1.336.006,30 m3, dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati dan afrika.. Beberapa jenis kayu yang potensial dari hutan rakyat antara lain sengon, cempaka
dan manglid. Pemanfaatan kayu sengon sudah sangat banyak misalnya pembuatan
kayu lapis, papan serat, dan papan partikel. Kayu manglid dan cempaka termasuk
kayu yang berkualitas tinggi. Kayu cempaka memiliki kelas awet II dan kelas kuat
III-IV (Mandang dan Pandit 1997). Menurut Heyne (1987), kayu manglid
mempunyai kelas kuat III dan IV dan kelas awet II. Muslich dan Krisdianto
(2006) mengemukakan bahwa hutan rakyat menghasilkan kayu masih muda
(juvenile), diamater kecil, banyak mata kayu, berat jenis rendah, kayu kurang awet secara alami sehingga kayu tersebut lebih mudah diserang organisme perusak
kayu.
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan kayu
dari hutan rakyat berdiameter kecil (< 30 cm) antara lain pembuatan produk
komposit, salah satunya papan partikel. Bahan baku untuk pembuatan papan
partikel juga tidak menuntut kualitas kayu yang begitu bagus, karena papan
partikel bisa dibuat dari kayu dengan diameter kecil, banyak mata kayu, bengkok
maupun limbah industri kayu. Proses pembuatan papan partikel ditambahkan pula
perekat untuk menyatukan partikel-partikel kayu dan penambahan bahan aditif
seperti parafin juga dilakukan untuk meningkatkan stabilisasi dimensi papan
partikel.
Seperti diketahui bahwa produk papan partikel juga berasal dari kayu yang
mengandung selulosa. Dimana selulosa menjadi makanan utama bagi organisme
partikel dari kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran ketiga jenis kayu juga
perlu dilakukan untuk mengetahui kelas keawetannya.
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui nilai kehilangan berat papan partikel berkerapatan rendah dan
sedang kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dari ketiga jenis kayu
tersebut pada pengujian menggunakan metode SNI dan JIS.
2. Mengetahui kelas keawetan papan partikel sengon,, cempaka, manglid dan
campuran ketige jenis tersebut.
3. Mengetahui jenis papan partikel yang disukai rayap berdasarkan nilai feeding rate.
4. Mengetahui mortalitas rayap keempat jenis papan partikel pada kerapatan
rendah dan sedang.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keawetan papan partikel kerapatan rendah dan sedang yang dibuat dari kayu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Rakyat
Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999, hutan rakyat
adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani oleh hak milik. Definisi ini
diberikan untuk membedakan dengan hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di
atas tanah yang tidak dibebani olah hak milik. Definisi hutan rakyat menurut
Hardjanto (2000) adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan
oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat disebut juga hutan milik dengan
luasan minimal 0,25 hektar.
Luas hutan rakyat di Indonesia sampai dengan April 2006 tercatat
1.272.505,61 ha (Direktorat Jenderal RLPS 2006). Dinas Kehutanan Propinsi
Jawa Barat (2007) mengemukakan bahwa angka luasan hutan rakyat di Propinsi
Jawa Barat sebesar 185.547,63 ha dengan produksi kayu sebesar 1.336.006,30 m3, dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati dan afrika.
Jenis kayu yang berasal dari hutan rakyat ialah jenis kayu yang diusahakan
atau dibudidayakan oleh rakyat dengan lokasi atau tempat tumbuh tidak teratur
atau tidak terpola, biasanya ditanam pada areal dekat hutan alam atau hutan
tanaman atau tanah-tanah negara yang belum dimanfaatkan. Selain itu, hutan
rakyat juga terdapat di halaman atau pekarangan (Abdurachman dan Hadjib
2006). Jenis kayu yang ditanam pada hutan rakyat umumnya merupakan jenis
kayu cepat tumbuh (fast growing spesies), seperti kayu sengon, sungkai, manglid, mindi, mangium, dan gmelina.
Menurut Hardjanto (2000), hutan rakyat mempunyai fungsi untuk
perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat (menahan erosi, mengurangi
bahaya banjir, perbaikan tata air dan sebagainya) dan sebagai sumber pendapatan
rumah tangga pemiliknya, karena dalam pengelolaan hutan rakyat, tidak hanya
menghasilkan kayu tetapi juga menghasilkan buah-buahan, daun, kulit kayu, dan
2.2 Kayu Sengon
Sengon (Paraserianthes falcataria (L.)Nielsen) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak digunakan dalam program penghijauan maupun
pembangunan hutan rakyat. Penanaman jenis ini banyak diminati karena daur
tidak terlalu panjang, harga kayu sengon relatif membaik dan tanaman tidak
terlalu menuntut persyaratan tempat tumbuh yang sulit. Pohon sengon dapat
tumbuh dari daerah pantai sampai ketinggian 1600 mdpl, dengan ketinggian
optimum 0-800 mdpl. Secara umum sengon tumbuh secara alami di Kepulauan
Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Bismark. Pohon sengon banyak
ditanam di daerah tropis. Selain itu, pohon sengon dapat tumbuh dan beradaptasi
di daerah beriklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/tahun
(Siregaret al.2008).
Menurut Atmosuseno(1998), sengon mempunyai nama ilmiah
Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen dengan nama yang berbeda pada tiap daerah. Nama daerah dari sengon antara lain albasia, jeunjing (Jawa Barat),
sengon laut (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Timur), jing laut (Madura),
tedehu pute (Sulawesi), rawe, selawoku, merah, seka, sekah, tawasela (Maluku),
bae, wahogon, wai, wikie (Irian Jaya). Adapun taksonomi dari sengon sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Fabaceae
Subfamili : Mimosoideae
Genus : Paraserianthes
Pohon sengon dapat tumbuh dengan baik pada tanah subur dan tanpa
dipupuk. Akan tetapi, sengon tidak akan tumbuh subur pada tanah yang
drainasenya jelek. Selain itu, pohon sengon juga termasuk ke dalam salah satu
jenis yang dalam pertumbuhannya memerlukan cahaya (Siregar et al.
2008).Pohon sengon memiliki ciri-ciri batang lurus, kulit luar berwarna putih atau
kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas, dan tidak berbanir. Diamater sengon bisa
mencapai 80 cm dengan tingginya bisa mencapai 40 m dengan tinggi bebas
cabang 10-30 m (Martawijaya et al. 1989). Menurut Atmosuseno (1998), sengon memiliki tata daun majemuk menyirip ganda dengan anak daun yang kecil dan
mudah rontok. Sengon mempunyai tajuk yang berbentuk perisai, agak jarang dan
selalu hijau. Pertumbuhannya selama 25 tahun dapat mencapai tinggi 45 m
dengan diameter batang mencapai 100 cm.
Pandit dan Kurniawan (2008) menyebutkan bahwa kayu sengon bagian
gubal dan teras sukar untuk dibedakan, warnanya putih abu-abu kecoklatan atau
putih merah kecoklatan pucat. Selain itu, kayu sengon memiliki tekstur yang
sedikit kasar dengan arah serat berpadu dan kadang-kadang lurus serta sedikit
bercorak. Kekerasan dari kayu sengon adalah agak lunak dan beratnya ringan.
Menurut Mandang dan Pandit (1997), ciri utama dari sengon antara lain porinya
soliter dan berganda radial, parenkim baur dan kayunya lunak. Kandungan kimia
kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan kimia kayu sengon
Sumber : Martawijayaet al. (1989).
Berat jenis dari kayu sengon tergolong rendah dengan berat jenis rata-rata
0,33 (0,24-0,49). Kayu sengon termasuk kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V.
Kayu sengon banyak digunakan oleh penduduk Jawa Barat untuk bahan Komponen kimia Kadar (%)
Selulosa 49,40
Holoselulosa 73,99
Hemiselulosa 24,59
Lignin 26,8
Abu 0,60
perumahan (papan, balok dan tiang). Selain itu dapat juga dipakai untuk
pembuatan peti, veneer, pulp, papan serat, papan partikel, korek api, dan kayu bakar (Martawijayaet al. 1989).
2.3 Kayu Cempaka
Menurut Abdurrohimet al. (2004), daerah penyebaran kayu cempaka antara lain Malesia, Sulawesi (Muna), Maluku (Moratai, Ambon). Dalam dunia
perdagangan kayu ini dikenal dengan nama cempaka. Kayu ini mempunyai juga
nama daerah diantaranya minjaran, warisan, dan arimot. Adapun klasifikasi dari
cempaka sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Magnoliales
Famili : Magnoliaceae
Genus :Elmerrillia
Spesies :Elmerrillia ovalis(Miq.) Dandy.
Menurut Martawijaya et al. (1989), secara umum pohon cempaka akan tumbuh hingga ketinggian 45 m dengan batang utama yang lurus, silindris,
ketinggian cabang pertama mencapai (12-16) m, dan diameternya mencapai
(100-200) cm. Cempaka mempunyai tangkai daun tidak berbulu dan berjonjot
kekuningan dengan bentuk daun berbentuk jorong (7-36) cm x (4-16) cm, ujung
daun bulat, pangkal daun bundar dengan ujung tulang daun bersambungan
membentuk sudut. Warna bunga dari kayu ini adalah krem atau putih.
Ciri umum dari kayu cempaka antara lain kayu teras yang berwarna kuning
kehijauan, yang lambat laun warnanya akan berubah menjadi coklat, cukup jelas
batasnya dengan gubal yang berwarna putih kekuning-kuningan. Kayu cempaka
mempunyai corak yang polos, tetapi kurang mengkilap dan kesan raba yang agak
ini mempunyai kekerasan dari sedikit lunak sampai sedikit keras. Jika kayu
cempaka masih segar maka akan tercium bau harum (Mandang dan Pandit 1997).
Pandit dan Kurniawan (2008) menyebutkan bahwa ciri utama kayu cempaka
antara lain kayu cempaka berwarna kuning dan berbau agak harum, serta
mempunyai parenkim yang berbentuk pita, pembuluh berganda radial, bidang
perforasi bentuk tangga.
Berat jenis kayu ini tergolong rendah yaitu 0,43 (0,31-0,50) dengan kelas
awet II (Mandang dan Pandit 1997). Dilihat dari sifat fisik dan mekanis, kayu
cempaka tergolong kayu kelas kuat III-IV. Menurut Mandang dan Pandit (1997),
jenis kayu cempaka ini sangat awet dan sangat disukai untuk bangunan rumah
(balok, papan dinding, dan lantai), kerangka pintu dan jendela, bangunan kapal
termasuk dek, tiang pancang di air tawar, alat olah raga, alat musik, ukiran, barang
kerajinan, peti jenazah, alat gambar, dan kayu lapis. Komponen kimia kayu
cempaka menurut Abdurrohim et al. (2004) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Komponen kimia kayu cempaka
Komponen Kadar (%)
Kadar abu 1,55
Silika 1,50
Lignin 29,99
Selulosa 45,59
Pentosan 18,50
Kelarutan alkohol benzena 11,86
NaOH 1 % 19,93
Air panas 8,92
Air dingin 8,42
2.4 Kayu Manglid
Menurut Heyne (1987), kayu Manglid yang dikenal dengan nama
perdagangan cempaka sedangkan secara umum di Indonesia dikenal dengan nama
Baros. Berdasarkan taksonomi, manglid (Manglietia glauca Bl.) termasuk suku Magnoliaceae yang terdiri atas 12 marga dan 220 jenis. Marga Magnoliaceae
Amerika Utara dan Brazil, sedangkan 80 jenis lainnya tersebar di daerah India,
Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Indonesia (Sosef et al. 1998). Heyne (1987) mengemukakan bahwa manglid merupakan salah satu jenis kayu khas
pulau Jawa yang paling banyak ditemukan di daerah Jawa Barat, sedangkan Jawa
Tengah tidak umum dijumpai pohon Manglid apalagi Jawa Timur jarang sekali
dijumpai pohon jenis ini. Pada beberapa daerah kayu manglid terkenal dengan
beberapa nama antara lain: jatuh, madang limpaung (Sumatra), baros, manglid,
cempaka bulus (Sunda atau Jawa). Berikut disajikan mengenai klasifikasi
manglid:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Magnoliales
Famili : Magnoliaceae
Genus :Manglietia
Spesies :Manglietia glaucaBl.
Menurut Djam’an (2006), pohon manglid akan secara alami tumbuh di
hutan primer di dataran rendah sampai pegunungan pada ketinggian antara
1000-1500 mdpl. Manglid hidup berkelompok dan tumbuh mencapai ketinggian 40 m
dan tinggi bebas cabang mencapai 25 m dengan diameter mencapai 125 cm.
Manglid mempunyai bentuk tajuk melingkar dan batangnya berbentuk tiang bulat
dengan banir kecil, permukaan licin. Setelah jauh dari permukaan tanah
percabangan manglid terlihat seperti garpu. Manglid mempunyai daun tunggal
berbentuk elips memanjang atau elips melebar, kebanyakan daunnya berbentuk
bulat telur memanjang dengan ukuran 13-18 cm dan terkadang panjang mencapai
25 cm. Permukaan daun tidak berbulu dan permukaan bawahnya berwarna
abu-abu kebiruan, sedangkan permukaan atas berwarna hijau muda agak mengkilap
yang tersusun spiral. Ujung dan pangkal daun berbentuk meruncing serta tangkai
Pada umumnya kayu manglid memiliki nilai kerapatan sebesar 0,32-0,58
kg/m3 pada saat kadar airnya 15 %. Kayu manglid mempunyai tekstur kayu yang agak kasar dengan arah serat lurus. Ukuran pembuluh yang dimilikinya termasuk
kedalam kategori sedang dan soliter sedangkan parenkimnya apotrakeal. Sosef et al. (1998) menyebutkan bahwa kayu manglid merupakan kayu yang lunak, tidak kuat dan mudah untuk dikerjakan. Sifat-sifat kimia kayu manglid telah disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Sifat-sifat kimia kayu manglid
Sumber : Triana (2005).
Kayu teras dan gubal pada kayu manglid bisa dibedakan dengan jelas. Kadar
zat ekstraktif kayu manglid, baik teras maupun gubalnya termasuk kategori tinggi.
Kelarutan kayu manglid bagian teras dan gubal pada berbagai jenis pelarut dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kelarutan kayu manglid dalam berbagai jenis pelarut
Sumber : Triana (2005).
Menurut Heyne (1987), kayu manglid yang berkualitas tinggi dapat
digunakan untuk kayu bangunan, mebel, dan jembatan. Hal ini dikarenakan
manglid mempunyai kelas kuat III-IV dan kelas awet II yang menunjukan bahwa
kayu manglid kuat dan awet, dan mudah dikerjakan. Di daerah Jawa Tengah dan
Jawa Timur sifat baik kayu manglid tidak diketahui oleh umum atau hanya sedikit
sekali orang yang mengetahuinya. Menurut Sosef et al. (1998), manglid yang termasuk kayu perdagangan yang kurang dikenal, juga digunakan sebagai bahan
Komponen kimia Kadar (%)
Selulosa 48,87
Alpha selulosa 34,90
Holoselulosa 71,72
Hemiselulosa 22,85
Lignin 21,96
Abu 0,56
Silika 0,08
Jenis pelarut Gubal (%) Teras (%)
Air dingin 2,35 4,14
Air panas 4,93 7,06
Etanol benzena (1:2) 4,45 6,71
baku pembuatan papan semen, pembuatan veneer dan kayu lapis, serta furniture. Kayu manglid di Provinsi Bali dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat
kerajinan sehingga potensinya menurun karena ekspolitasi yang berlebihan. Lain
halnya dengan Jawa Barat, kayu manglid telah dipergunakan untuk rehabiltasi
lahan kritis dan reforestasi. Sementara itu, kayu manglid di Vietnam telah
menunjukan potensi yang bagus untukagroforestry.
2.5 Papan Partikel
Menurut Maloney (1993), papan partikel merupakan salah satu jenis produk
komposit kayu atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan
berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan menggunakan perekat sintetis atau
bahan pengikat lain dan dikempa panas. Sementara itu, Haygreen dan Bowyer
(1996) juga mendefinisikan papan partikel sebagai salah satu produk panil yang
dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu dan diikat dengan
menggunakan perekat sintesis.
Papan partikel dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan
kerapatannya (Maloney 1993):
1. Papan partikel berkerapatan rendah (low density particleboard) dengan kerapatan yang dimilikinya sebesar < 0,59 g/cm3.
2. Papan partikel berkerapatan sedang (medium density particleboard) dengan kerapatan yang dimilikinya sebesar 0,59-0,8 g/cm3.
3. Papan partikel berkerapatan tinggi (high density particleboard) dengan kerapatan yang dimilikinya sebesar > 0,8 g/cm3.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), salah satu keuntungan papan
partikel sebagai bahan industri antara lain dapat memenuhi variasi yang luas
mengenai persyaratan penggunaannya. Sementara itu, kelemahan dari papan
partikel sebagai bahan bangunan antara lain stabilisasi dimensi yang rendah
sehingga kebanyakan papan partikel digunakan untuk keperluan di dalam ruangan
(interior). Selanjutnya, Maloney (1993) menyatakan bahwa beberapa kelebihan papan partikel dibandingkan kayu asalnya antara lain papan partikel bebas mata
dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan,
mempunyai sifat isotropis, sifat dan kualitasnya dapat diatur.
2.6 Perekat Urea Formaldehida
Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memilki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan (Blomquist et al, 1993;
Forest Product Society, 1999dalamRuhendi 2007).Urea formaldehida merupakan hasil kondensasi dari urea dan formaldehida dengan perbandingan molar 1 :
(1,5-2). Urea formaldehida akan cepat mengeras dengan naiknya temperatur dan atau
turunnya pH (Ruhendiet al. 2007).
Perekat ini tergolong tipe perekat thermosetting, dimana perekat akan mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan sebuah katalisator yang
disebut hardener, dimana perekat tipe ini bersifat irreversible. Perekat UF termasuk tipe perekat MR (Moisture Resistance), dalam pemakaiannya banyak digunakan untuk industri mebel dan kayu lapis tipe II. Perekat UF matang dalam
kondisi asam (Pizzi 1983). Menurut Maloney (1997) perekat ini mempunyai
karakteristik viscositas (25oC) sebesar 30 Cps, persen Resin Solid Content 40-60%, pH sekitar 7-8, berat jenis (25oC) adalah 1,27-1,29.
Menurut Ruhendi et al. (2007), kelebihan dari perekat urea formaldehida antara lain warnanya putih sehingga tidak menimbulkan warna gelap pada waktu
penggunaannya, dapat dicampur perekat melamin formaldehida agar kualitas
perekatannya lebih bagus, harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
sintesis lainnya dan tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin. Kelemahan urea
formaldehida antara lain kurang tahan terhadap pengaruh asam dan basa serta
penggunaannya terbatas untuk interior saja. Pizzi (1983) mengemukakan bahwa kelemahan utama dari perekat ini adalah mudah terhidrolisis sehingga terjadi
kerusakan pada ikatan hidrogennya oleh kelembaban atau basa serta asam kuat
khususnya pada suhu sedang sampai tinggi.
Emisi formaldehida merupakan pengeluaran sebagian zat formaldehida
bebas dari perekat berformaldehida dikarenakan sebagian zat formaldehida
formadehida sehingga dianggap berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan
manusia (Lorenz et al. 1999 diacu dalam Daud et al.2009). Menurut Ria (2009), keberadaan formaldehida yang bersifat racun dalam perekat akan menyebabkan
kematian rayap yang tinggi.
2.7 Keawetan Alami
Menurut Martawijaya et al. (1981), keawetan alami kayu merupakan ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam
lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Ketahanan kayu
terhadap serangan mikroorganisme disebabkan karena dua faktor, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal antara lain jenis dan banyaknya zat
ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang terdapat
dalam kayu seperti tanin, alkaloid, saponin, fenol, quinone, dan damar (Tsoumis 1991). Umumnya semakin tinggi kandungan dalam kayu, maka keawetan alami
kayu akan cenderung meningkat (Wistaraet al.2002).
Penggolongan keawetan kayu di Indonesia dibagi menjadi lima kelas yaitu
kelas I (yang paling awet) sampai kelas V (yang paling tidak awet). Penggolongan
keawetan kayu dilakukan berdasarkan umur pakai kayu pada kondisi penggunaan
yang selalu berhubungan dengan tanah lembab dimana terdapat koloni rayap
(Tabel 5).
Tabel 5Penggolongan kelas awet kayu
Kelas Awet Umur Pakai (Tahun)
I > 8
II 5-8
III 3-5
IV 1-3
V <1
Sumber: Nandikaet al.1996.
Penggolongan keawetan kayu ini hanya berlaku untuk dataran rendah tropik
selalu memiliki keawetan yang lebih rendah.Hal ini disebabkan pada kayu teras
terdapat zat-zat ekstraktif seperti fenol, tanin, alkaloid, saponin, dan damar.Zat-zat
tersebut mempunyai daya racun terhadap organisme perusak kayu (Wistara et al. 2002).
2.8 Rayap
Menurut Nandika et al. (2003), rayap merupakan serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Rayap tidak memiliki
kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya (Nandika
et al. 2003).Inward et al. (2007) juga mendefiniskan rayap sebagai serangga dengan ukuran tubuh yang kecil berasal dari Ordo Blatodeayang makanannya selulosa dari kayu. Nama lain dari rayap adalah anai-anai, semut putih (white ant), rengas, dan laron. Untuk saat ini, rayap tidak hanya dijumpai pada daerah tropis
dan subtropis saja, melainkan rayap sudah ditemukan pada daerah temperate
dengan letak lintang 500LU dan 500LS. Di daerah tropika rayap dapat ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 mdpl (Tarumingkeng 2001).
Sari (2002) diacu dalam Normasari (2007) menerangkan bahwa
Coptotermes curvignathus merupakan genus terbesar dari Famili Rhinotermitidae
yang tersebar di daerah-daerah tropis. Serangan yang paling luas di Indonesia
disebabkan oleh rayap Coptotermes curvignathus lebih sering dikenal dengan sebutan rayap tanah. Coptotermes curvignathus Holmgren dapat bersarang di dalam kayu yang mati atau yang masih hidup serta di dalam tanah. Adapun
taksonomi dariCoptotermes curvignathusHolmgren antara lain:
Kelas : Insecta
Ordo : Blatodea
Famili : Rhinotermitidae
Subfamili : Coptotermitinae
Genus :Coptotermes
Komunitas rayap akan bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta)
dimana masing-masing kasta memiliki peran yang berbeda dalam kehidupannya.
Dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Ketiga jenis kasta yang ada di dalam
koloni rayap yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Nandikaet al.2003). Adapun sistem pembagian kasta rayap sebagai berikut:
1) Kasta prajurit
Kasta ini dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar
dan mengalami penebalan yang nyata. Gambar rayap kasta prajurit disajikan pada
Gambar 1. Sementara itu, Hasan (1986) diacu dalam Simamora (2010)
menyatakan bahwa jumlah polulasi rayap kasta prajurit sebesar 10% dari jumlah
satu populasi.
Sumber:Nandikaet al.2003.
Gambar 1 Rayap kasta prajurit Coptotermes curvignathusHolmgren (perbesaran 100 kali).
Kasta prajurit mempunyai kemampuan menyerang musuhnya dengan
menusuk, mengiris, dan menjepit musuhnya. Biasanya gigitannya pada tubuh
musuhnya sukar untuk dilepaskan bahkan sampai prajurit tersebut mati. Fungsi
dari kasta prajurit ini adalah melindungi sarang dan anggota koloni terhadap
gangguan dari luar, khususnya semut (Nandikaet al.2003).
2) Kasta pekerja
Sekitar 80-90% dari populasi dalam koloni rayap didominasi oleh rayap
pekerja. Ciri dari rayap pekerja antara lain badannya berwarna pucat dan kelihatan
berbentuk seperti nimfa. Mandibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan
rayap kasta prajurit. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan Komunitas rayap akan bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta)
dimana masing-masing kasta memiliki peran yang berbeda dalam kehidupannya.
Dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Ketiga jenis kasta yang ada di dalam
koloni rayap yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Nandika et al.2003). Adapun sistem pembagian kasta rayap sebagai berikut:
1) Kasta prajurit
Kasta ini dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar
dan mengalami penebalan yang nyata. Gambar rayap kasta prajurit disajikan pada
Gambar 1. Sementara itu, Hasan (1986) diacu dalam Simamora (2010)
menyatakan bahwa jumlah polulasi rayap kasta prajurit sebesar 10% dari jumlah
satu populasi.
Sumber:Nandikaet al.2003.
Gambar 1 Rayap kasta prajurit Coptotermes curvignathusHolmgren (perbesaran 100 kali).
Kasta prajurit mempunyai kemampuan menyerang musuhnya dengan
menusuk, mengiris, dan menjepit musuhnya. Biasanya gigitannya pada tubuh
musuhnya sukar untuk dilepaskan bahkan sampai prajurit tersebut mati. Fungsi
dari kasta prajurit ini adalah melindungi sarang dan anggota koloni terhadap
gangguan dari luar, khususnya semut (Nandikaet al.2003).
2) Kasta pekerja
Sekitar 80-90% dari populasi dalam koloni rayap didominasi oleh rayap
pekerja. Ciri dari rayap pekerja antara lain badannya berwarna pucat dan kelihatan
berbentuk seperti nimfa. Mandibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan
rayap kasta prajurit. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan Komunitas rayap akan bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta)
dimana masing-masing kasta memiliki peran yang berbeda dalam kehidupannya.
Dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Ketiga jenis kasta yang ada di dalam
koloni rayap yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Nandika et al.2003). Adapun sistem pembagian kasta rayap sebagai berikut:
1) Kasta prajurit
Kasta ini dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar
dan mengalami penebalan yang nyata. Gambar rayap kasta prajurit disajikan pada
Gambar 1. Sementara itu, Hasan (1986) diacu dalam Simamora (2010)
menyatakan bahwa jumlah polulasi rayap kasta prajurit sebesar 10% dari jumlah
satu populasi.
Sumber:Nandikaet al.2003.
Gambar 1 Rayap kasta prajurit Coptotermes curvignathusHolmgren (perbesaran 100 kali).
Kasta prajurit mempunyai kemampuan menyerang musuhnya dengan
menusuk, mengiris, dan menjepit musuhnya. Biasanya gigitannya pada tubuh
musuhnya sukar untuk dilepaskan bahkan sampai prajurit tersebut mati. Fungsi
dari kasta prajurit ini adalah melindungi sarang dan anggota koloni terhadap
gangguan dari luar, khususnya semut (Nandikaet al.2003).
2) Kasta pekerja
Sekitar 80-90% dari populasi dalam koloni rayap didominasi oleh rayap
pekerja. Ciri dari rayap pekerja antara lain badannya berwarna pucat dan kelihatan
berbentuk seperti nimfa. Mandibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan
rayap muda, serta memindahkannya ke tempat yang lebih aman. Gambar rayap
kasta pekerja disajikan pada Gambar 2.
Tugas dari rayap kasta ini antara lain memberi makan dan memelihara ratu,
mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya. Kasta
pekerja juga membuat dan merawat serambi sarang, dan liang-liang kembara,
merancang bentuk dan memperbaiki sarang jika terjadi kerusakan. Bahkan rayap
pekerja akan memakan rayap lain yang lemah sehingga hanya individu-individu
yang kuat saja yang dipertahankan dalam koloni (Nandikaet al.2003). Sementara itu, tugas rayap kasta pekerja menurut Tarumingkeng (2001) antara lain mencari
makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat liang-liang kembara, menyuapi
dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan
membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit,
sudah tua, dan malas).
Sumber:Nandikaet al.2003.
Gambar 2 Rayap kasta pekerja Coptotermes curvignathus Holmgren (perbesaran 100 kali).
3) Kasta reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (ratu)
yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang bertugas untuk membuahi ratu.
Kasta ini dibedakan menjadi kasta reproduktif primer dan reproduktif
supplementer (neoten). Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga
dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Adapun ukuran
tubuh ratu rayap bisa mencapai 5-9 cm atau lebih. Peningkatan ukuran tubuh ini
terjadi melalui penggelembungan abdomen karena ovari, usus, dan penambahan
lemak. Sementara itu, neoten akan muncul setelah kasta reproduktif primer mati
peran kasta reproduktif primer untuk perkembangan koloni. Neoten akan
terbentuk bila reproduktif primer mati atau koloni membutuhkan penambahan
kasta reproduktif dan sebagian koloni terpisah dari sarang utamanya (Nandika et al.2003).
Seekor ratu dapat hidup 6 sampai 20 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun.
Seekor ratu rayap dapat menghasilkan ribuan telur (Tarumingkeng 2001).
Nandika et al.(2003) mengemukakan bahwa telur rayap Coptotermes curvignathusmenetas setelah berumur 8-11 hari, namun beberapa jenis rayap lain memiliki kisaran masa penetasan telur antara 20-70 hari.
Sumber:Nandikaet al.2003.
Gambar 3 Ratu rayapCoptotermes curvignathus Holmgren (perbesaran 100 kali).
Rayap merupakan serangga pemakan kayu atau bahan yang terutama
mengandung selulosa. Pada keadaan yang luar biasa rayap juga bersifat kanibal di
dalam koloninya, tetapi bukan predator. Secara umum, sumber makanan rayap
dibedakan menjadi sumber makanan mentah (crude nutrient) dan sumber makanan dari rayap kasta pekerja. Sumber bahan mentah berupa tanaman atau
pohon hidup, kayu atau tanaman yang sudah mati, dan bahan makanan lain seperti
humus, rumput, jamur. Sumber makanan untuk kasta lain selain rayap kasta
prajurit, yaitu nimfa, kasta prajurit, kasta reproduktif maupun neoten diperoleh
dari rayap pekerja. Sumber makanan tersebut berupa bahan makanan yang
diberikan melalui mulut atau anus (Nandikaet al.2003).
Rayap mempunyai kemampuan mencerna selulosa dan sebagian besar
eksremen (kotoran) hanya tinggal lignin saja. Hal ini dikarenakan pada rayap
tingkat tingkat rendah; Mastotermitidae, Kalotermitidae, Rhinotermitidae) keberadaan protozoa flagellata dalam usus belakang rayap yang berperan sebagai
tempat yang anaerob dan makanan bagi organisme simbion. Di sisi lain,
organisme simbion menyumbangkan enzim selulosa yang masuk ke dalam
pencernaan rayap. Namun pada rayap tingkat tinggi, peran dari protozoa flagellata
digantikan oleh bakteri. Rayap juga memanfaatkan hasil akhir metabolisme
selulosa yaitu berupa asam asetat dan menggunakannya sebagai salah satu sumber
energi.
Trofalaksis merupakan salah satu sifat khas dari rayap yang berada dalam satu koloni. Dalam hal ini, masing-masing individu akan sesekali mengadakan
hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan anggota tubuhnya
satu dengan lainnya. Sifat ini merupakan salah satu cara untuk menyampaikan
makanan ke dari kasta pekerja ke anggota koloni lainnya dan protozoa flagellata
bagi individu rayap yang baru saja ganti kulit (eksidisis). Pada saat eksidisis kulit usus juga lepas sehingga protozoa flagellata juga ikut keluar. Selain itu, tujuan
dari rayap melakukantrofalaksis adalah agar terjadi pertukaran feromon (Nandika
et al.2003).
Rayap juga mempunyai sifatCryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Lain halnya dengan rayap yang
memerlukan cahaya selama periode hidupnya yang pendek. Sifat ini tidak berlaku
pada rayap yang bersayap (laron).
Sifat Cannibalismeakan muncul ketika daya dukung lingkungan terbatas, ukuran poplulasi akan berkurang. Rayap akan bersifat kanibal yaitu sifat rayap
yang memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini akan semakin
terlihat bila rayap kekurangan makanan. Perilaku ini merupakan suatu mekanisme
untuk mempertahankan keseimbangan koloni. Necrophagy juga menjadi salah satu sifat rayap dimana rayap yang hidup akan bangkai sesamanya (Nandikaet al.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan
April 2011 yang bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu,
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain oven,laminar flow, botol kaca atau jampot dengan diameter 5 cm dan tinggi 14 cm, timbangan
elektrik, pinset, cawan petri, gelas ukur, gergaji, amplas, paralon dengan diameter
8 cm dan tinggi 6 cm, cawan petri, bulu ayam, wadah botol uji, gergaji, kantong
plastik dan desikator. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut :
a) Papan partikel yang terbuat dari kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen), cempaka (Elmerillia ovalis (Miq.) Dandy), manglid (Manglietia glauca Bl.) dan campuran ketiga jenis kayu tersebut dengan kerapatan target 0,4 g/cm3dan 0,6 g/cm3.
b) Kayu solid sengon, cempaka dan manglid.
c) Pasir steril.
d) Dental cement.
e) Rayap tanah(Coptotermes curvignathusHolmgren). f) Kapas gulung.
g) Jaring plastik.
h) Alumunium foil.
i) Alkohol 90%.
3.3 MetodePengujian
Metode pengujian keawetan dalam penelitian ini menggunakan dua metode
yaitu SNI 01.7202-2006 danJIS K 1571-2004.
3.3.1 Metode SNI 01.7202-2006 yang dilakukan
Contoh uji papan partikel dipotong denganukuran panjang 2,5 cm dan
lebar 2,5 cm sebanyak tiga ulangan. Contohuji kayu solid sengon, cempaka dan
manglid dipotong sesuai SNI dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 0,5 cm dengan
pengulangan pengujian sebanyak tiga kali. Pengambilan foto contoh uji sebelum
pengumpanan. Pengovenan contoh uji dilakukan selama 48 jam dengansuhu 60oC ± 2oC untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1) serta
pengovenan pasir yang sebelumnya telah diayak dan botol uji. Penyinaran
ultraviolet dengan laminar flowselama ± 24 jam pada botol uji dan pasir yang digunakan agar steril.
Contoh uji dimasukkan ke dalam botol uji kaca, dengan posisi berdiri dan
disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji.
Pasir sebanyak 200 g dan air 50 ml ditambahkan ke dalam botol uji (kadar air
pasir 25%) dari sisi bersebelahan dengan kayu. Selanjutnya rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) dari kasta pekerja ditambahkan sebanyak 200 ekor ke dalam botol uji. Botol uji ditutup dengan alumunium foil dan
diletakkan di tempat yang gelap selama empat minggu. Pasir dalam botol uji yang
terlihat kering akan ditambahkan air mineral secukupnya sampai pasir terlihat
lembab. Setelah empat minggu botol uji dibongkar, dilakukan perhitungan rayap
yang masih hidup. Selanjutnya contoh uji dicuci dan dilakukan pengovenan
Gambar 4 Pengujian Keawetan Kayu terhadap Serangan Rayap Tanah yang Dilakukan Berdasarkan SNI 01.7202-2006.
3.3.2 Metode JIS K 1571-2004
Contoh uji papan partikel dan kayu solidnya dipotong dengan ukuran (2,0 x
2,0 x 1,0) cm dengan pengulangan pengujian sebanyak tiga kali. Pengambilan foto
contoh uji sebelum pengumpanan. Pengovenan contoh uji dilakukan selama 48
jam dengan suhu 60±2oC untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1). Botol uji dibuat dengan dasardental cementdan jaring tipis, kemudian botol
uji dilakukan penyinaran ultraviolet denganlaminar flowagar steril.
Contoh uji kayu dimasukkan ke dalam paralon dengan posisi bidang radial
kayu menyentuh jaring tipis (Gambar 5). Sebanyak 150 ekor rayap tanah dari
kasta pekerja dan 15 ekor rayap prajurit ditambahkan ke dalam botol uji.
Kemudian botol uji ditutup dengan alumunium foil, ditempatkan dalam wadah
yang telah diberi alas kapas basah. Botol uji diiletakkan di atas kapas basah,
kemudian ditaruh di tempat gelap selama tiga minggu. Selama pengujian
diusahakan agar kelembaban botol uji tetap terjaga dan rayap yang mati harus
segera dikeluarkan dari botol uji. Setelah tiga minggu botol uji dibongkar,
dilakukan penghitungan jumlah rayap yang masih hidup untuk mengetahui nilai
mortalitas rayap. Sementara itu, contoh uji dicuci dan dioven selama 48 jam
dengan suhu 60 ± 2oC. Contoh uji diletakkan pada desikator selama 30 menit, kemudian contoh uji ditimbang (W2).
Alumunium foil
Rayap
Pasir lembab
Contoh uji
Botol uji
14 cm
8 cm
Gambar 5 Pengujian Keawetan Kayu terhadap Serangan Rayap Tanah Berdasarkan Standar JISK 1571-2004.
3.4 Respon yang Diukur
Klasifikasi penentuan kelas ketahanan berdasarkan nilai kehilangan
beratnya. Penentuan kelas keawetan contoh uji berdasarkan Tabel 6. Penurunan
berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan :
WL = 1 − 2
1 100
Keterangan :
WL = Kehilangan berat contoh uji (%).
W1 = Berat kering oven sebelum diumpan (g).
W2 = Berat kering oven setelah diumpan (g).
Tabel 6 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat berdasarkan SNI 07.7207-2006
Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52 – 7,50
III Sedang 7,50 – 10,96
IV Buruk 10,96 – 18,94
V Sangat buruk 18,94 – 31,89
6 cm
Dental cement
Alumunium foil
Jaring tipis Rayap
Contoh uji
Mortalitas rayap dihitung dengan persamaan :
MR= 100%
Keterangan:
MR = Mortalitas rayap (%).
D = Jumlah rayap yang mati (ekor).
Do = Jumlah rayap pada awal pengumpanan (ekor).
Feeding ratedihitung dengan rumus:
=
( + 1)/2 /
Keterangan:
FR =Feeding rate(µg/ekor/hari).
= Selisih kehilangan berat contoh uji (µg).
= Jumlah rayap awal pengujian (ekor).
1 = Jumlah rayap hidup pada akhir pengujian (ekor).
T = Lama waktu pengumpanan (hari).
Kerapatan contoh uji diukur dengan menggunakan rumus:
=
Keterangan:
KR = Kerapatan (g/cm3).
= Berat kering udara contoh uji (g).
= Volume contoh uji (cm3).
3.4 Analisis Data
(RAL) dengan dua factor yaitu faktor α (jenis papan partikel sengon, cempaka,
manglid, dan campuran), faktor β (kerapatan target papan partikel yakni 0,4
g/cm3 dan 0,6 g/cm3). Respon yang diukur adalah kehilanganberat dan feeding rate. Model persamaan yang digunakansebagai berikut:
Yijk= µ + αi+ βj+(αβ)ij+ + εijk
i = 1,2,3,4 ; j = 1,2 ; k= 1,2,3
Keterangan:
Yijkl = Respon percobaan terhadap unit percobaan karena pengaruh taraf
ke-j faktor β, dan taraf ke–i faktor α padaulanganke–k.
µ = Rata-rata umum.
αi = Pengaruh dari tarafke-i factor α (jenis kayu).
βj = Pengaruh dari tarafke-j faktorβ (kerapatan target).
(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari taraf ke-i faktor α dan taraf ke-j faktor β.
εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal.
Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan-perlakuan maka dilakukan
analisis keragaman. Kriteria ujinya yang digunakan adalah jika nilai signifikansi
lebih kecil atau sama dengan 0,05 (alpha) maka perlakuan berpengaruh nyata pada
tingkat kepercayaan 95% sedangkan nilai signifikansi lebih besar 0,05 (alpha)
berarti perlakuan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95%.
Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis ragam
kemudian diuji lanjut menggunakan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test). Uji lanjut ini dilakukan untuk mengetahui taraf perlakuan mana yang memberikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Papan partikel sengon, cempaka dan manglid yang digunakan dalam
penelitian ini mempunyai kerapatan target 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3. Nilai kerapatan contoh uji yang dipergunakan untuk pengujian disajikan pada Lampiran
3 dan Lampiran 6. Nilai rata-rata kerapatan papan partikel bervariasi dan melebihi
dari kerapatan papan yang ditargetkan.Papan partikel sengon, cempaka, manglid,
dan campuran dengan kerapatan target 0,4 g/cm3 termasuk kategori papan partikel berkerapatan rendah karena papan partikel ini mempunyai nilai kerapatan < 0,59
g/cm3 (Maloney 1993). Sementara itu, papan partikel sengon, cempaka, manglid, dan campuran dengan kerapatan target 0,6 g/cm3 termasuk kategori papan partikel berkerapatan sedang karena papan partikel ini mempunyai nilai kerapatan
0,59-0,80 g/cm3 (Maloney 1993). Pengujian keawetan papan partikel kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dilakukan dengan uji laboratoris. Metode
pengujian keawetan yang dilakukan mengacu pada SNI 01.7207-2006 dan JIS K
1571-2004. Parameter yang digunakan dalam pengujian keawetan ini yaitu
kehilangan berat contoh uji,feeding raterayap dan mortalitas rayap.
Untuk mengetahui pengaruh metode pengujian terhadap kehilangan berat
dan feeding ratemaka dilakukan pengujian beda nilai tengahpengamatan independen dengan ragam populasi tidak diketahui (uji-t 2 sampel independen).
Hasil uji T ini disajikan disajikan secara lengkap dalam Lampiran 9 dan Lampiran
13. Hasil uji beda nilai tengah (uji-t) kedua metode pengujian terhadap nilai
kehilangan berat dan feeding ratemenunjukkan bahwa nilai kehilangan berat contoh uji menggunakan metode pengujian SNI dan JIS berpengaruh nyata. Hal
ini berarti bahwa nilai kehilangan berat contoh uji dipengaruhi oleh metode
pengujian yang dipergunakan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah rayap
yang digunakan pada metode SNI dan JIS, lama waktu pengujian yang berbeda.
4.1.1 Kehilangan Berat
Nilai kehilangan berat contoh uji menunjukkan dimakan atau tidaknya
sebuah contoh uji yang diumpankan ke rayap. Nilai kehilangan berat papan
partikel mempunyai nilai yang bervariasi untuk pengujian keawetan dengan
menggunakan metode pengujian SNI.Nilai persentase kehilangan berat
masing-masing contoh uji papan partikel kerapatan rendah dan sedang kayu
sengon, cempaka dan manglid pada pengujian keawetan menggunakan
metode SNI selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Rata-rata persentase
kehilangan berat papan partikel kerapatan rendah dari keempat jenis berkisar
antara (2,75-7,51)%. Sementara itu, persentase nilai kehilangan berat papan
partikel kerapatan sedang dari keempat jenis berkisar antara (2,39-4,15)%.
Rata-rata nilai persentase kehilangan berat papan partikel kerapatan rendah
dan sedang kayu sengon, cempaka dan manglid pada pengujian menggunakan
metode SNI disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Kehilangan berat papan partikel pada pengujian menggunakan metode SNI
Kerapatan Kehilangan berat (%) papan partikel
Sengon Cempaka Manglid Campuran
Rendah 7,51 6,86 2,75 6,50
Sedang 4,15 3,16 2,39 2,48
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai persentase kehilangan berat
papan partikel kerapatan rendah lebih tinggi dibandingkan papan partikel
kerapatan sedang. Persentase kehilangan berat papan partikel hasil pengujian
menggunakan metode SNI disajikan pada Gambar 6.
Pengujian keawetan contoh uji baik papan partikel menggunakan
metode SNI memberikan nilai persentase kehilangan berat yang bervariasi.
Untuk mengetahui pengaruh jenis dan kerapatan target papan partikel
terhadap kehilangan berat maka dilakukan pengujian secara statistik. Hasil
anlisis sidik ragam disajikan pada Tabel 8.
Sumber DB JK KT F Sig.
Jenis Papan Partikel 3 41,38 13,80 27,61 0,00
Kerapatan 1 37,75 37,76 75,56 0,00
Jenis Papan Partikel * Kerapatan 3 11,49 3,83 7,67 0,00
Eror 16 7,99 0,50
Hasil analisis ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa faktor jenis,
faktor kerapatan target papan partikel dan interaksi kedua faktor memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap respon kehilangan berat contoh uji.
Faktor jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kehilangan berat.
Nilai kehilangan berat pada papan partikel baik kerapatan rendah maupun
sedang untuk kayu sengon, cempaka dan manglid metode pengujian
menunjukkan hasil yang bervariasi. Papan partikel sengon mempunyai nilai
kehilangan berat tertinggi sedangkan papan partikel manglid mempunyai nilai
kehilangan berat terendah pada pengujian menggunakan metode SNI. Hal ini
diduga karena karakteristik komponen kimia pada tiap jenis kayu yang
berbeda, khususnya komponen ekstraktif yang terkandung dalam tiap jenis
kayu yang berbeda-berbeda. Menurut Tsoumis (1991), zat ekstraktif yang
bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang terdapat dalam kayu
seperti tannin, alkaloid, saponin, fenol, quinon, dan dammar.
Berdasarkan hasil analisis keragaman (Tabel 8), faktor kerapatan papan
partikel berpengaruh sangat nyata terhadap kehilangan berat. Hal ini berarti
bahwa kehilangan berat contoh uji dipengaruhi oleh kerapatan papan partikel.
Nilai kehilangan berat papan partikel kerapatan rendah dan sedang pada
pengujian menggunakan metode SNI disajikan pada Gambar 6. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kehilangan berat papan partikel kerapatan
rendah mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan
partikel sedang. Hal ini diduga papan partikel kerapatan sedang lebih kompak
dan lebih berat dibandingkan papan partikel kerapatan rendah. Hasil
Penelitian Hadi dan Febrianto (1992) menunjukkan bahwa kerapatan papan
yang lebih tinggi serta kadar perekat yang lebih tinggi akan menghasilkan
papan yang lebih kompak, sehingga rayap akan sulit mencapai zat kayu
dibanding dengan kerapatan papan yang lebih rendah. Keberadaan perekat
lebih sulit menembus partikel kayu karena terhalang oleh keberadaan perekat
in ini. Selain itu, hasil penelitian Fajriani (2011) menunjukkan kehilangan
berat papan partikel kerapatan 0,8 g/cm³ lebih kecil dibandingkan dengan
kehilangan berat papan partikel kerapatan 0,6 g/cm³.
Hasil analisis sidik ragam juga dilihat pengaruh dari interaksi tiap faktor
terhadap kehilangan berat. Interaksi antara jenis dengan kerapatan papan
partikel memberikan pengaruh yang sangat nyata (alpha < 0,05). Untuk
mengetahui taraf kombinasi perlakuan mana yang bagus dan berpengaruh
nyata maka dilakukan pengujian lanjut. Hasil uji statistik interaksi antara jenis
dengan kerapatan papan partikel disajikan secara lengkap pada Lampiran 11.
Hasil Uji Lanjut mengenai pengaruh interaksi antara jenis dengan kerapatan
papan partikel pada pengujian menggunakan metode SNI disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9 Hasil uji lanjut interaksi jenis dengan kerapatan papan partikel terhadap kehilangan berat untuk metode SNI
KehilanganBerat Duncana,,b
InteraksiJenisPapanPartikel dengan Kerapatan
N Subset
1 2 3
Campuran 0,4 3 2,39
Campuran 0,6 3 2,48
Cempaka 0,4 3 2,75
Manglid 0,4 3 4,15
Manglid 0,6 3 4,57
Cempaka 0,6 3 6,50
Sengon 0,6 3 6,87
Sengon 0,4 3 7,51
Sig. 0,56 0,48 0,12
Pengaruh interaksi antara jenis dengan kerapatan papan partikel pada
pengujian menggunakan SNI yang nyata menunjukkan besarnya peningkatan
kerapatan papan partikel yakni 0,4 g/cm3dan 0,6 g/cm3mempengaruhi nilai kehilangan berat papan partikel. Hasil pengujian lanjut menunjukkan bahwa
kehilangan berat papan partikel manglid kerapatan rendah tidak berbeda nyata
dengan kehilangan berat papan partikel manglid kerapatan sedang, namun
tingkat kerapatan rendah dan sedang. Hal ini diduga kayu manglid
mempunyai ketahanan alami yang tinggi. Misalnya pada pengujian
menggunakan metode SNI, kehilangan berat papan partikel manglid
kerapatan sedang(2,39%) lebih rendah dibandingkan kehilangan berat papan
partikel manglid kerapatan rendah (2,75%) tetapi nilai kehilangan berat papan
partikel manglid kerapatan sedang (2,39%) lebih rendah dibandingkan
kehilangan berat papan partikel sengon, cempaka dan campuran kerapatan
rendahberturut-turut 7,51%, 6,86% dan 6,50%.
Nilai persentase kehilangan berat masing-masing contoh uji kayu solid
sengon, cempaka dan manglid pada pengujian keawetan menggunakan
metode SNI selengkapnya disajikan pada Lampiran. Rata-rata persentase
kehilangan berat sengon, cempaka dan manglid berkisar antara
(3,98-22,22)%. Rata-rata nilai persentase kehilangan berat kayu solid sengon,
cempaka dan manglid pada pengujian menggunakan metode SNI disajikan
pada Tabel 10 dan hubungan secara skematis data kehilangan berat dapat
dilihat pada Gambar 6.
Tabel 10Kehilangan berat kayu solid sengon, cempaka dan manglid pada
pengujian menggunakan metode SNI
Kayu Solid Kehilangan berat (%)
Sengon 22,22
Cempaka 6,75
Manglid 3,98
Menurut hasil penelitian, kayu sengon termasuk kelas awet V . Hal ini
sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Martawijaya et al.(1989) bahwa kayu sengon termasuk kelas awet IV-V. Kayu cempaka termasuk
kelas awet II (3,52–7,50)%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mandang dan
Pandit (1997) yang menyatakan bahwa kayu cempaka termasuk kelas awet II
(tahan). Kayu manglid termasuk kelas awet II (3,52-7,50)%. Hal ini sesuai
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Heyne (1987) bahwa kayu
manglid termasuk kelas awet II (tahan). Kayu manglid dan kayu cempaka
kayu sengon mempunyai kelas awet paling rendah dibandingkan kelas awet
kayu cempaka dan manglid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kehilangan berat
papan partikel akan lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat kayu
solidnya. Dengan kata lain, kelas keawetan kayu solid dapat ditingkatkan
dengan pembuatan papan partikel. Nilai persentase kehilangan berat papan
partikel kerapatan rendah lebih tinggi dibandingkan papan partikel kerapatan
sedang. Persentase kehilangan berat papan partikel beserta kayu solid hasil
penelitian menggunakan metode SNIdisajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Histogram persentase kehilangan berat papan partikel kerapatan rendah dan sedang kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dengan metode SNI.
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa persentase nilai kehilangan berat
tertinggi pada papan partikel dengan kerapatan rendah adalah papan partikel
sengon (7,51%) dan kehilangan berat terendah pada papan partikel manglid
(2,75%). Sementara itu, nilai kehilangan berat tertinggi pada papan partikel
dengan kerapatan sedang adalah papan partikel sengon (4,15%) dan
kehilangan berat terendah pada papan partikel manglid (2,39%).
Klasifikasi kelas keawetan papan partikel dan kayu solid sengon,
cempaka dan manglid berdasarkan kehilangan berat pada pengujian
menggunakan metode SNI disajikan pada Tabel 11. Secara umum, papan
partikel kerapatan rendah akan mempunyai kelas keawetan yang lebih rendah
dibandingkan dengan papan partikel kerapatan sedang, terkecuali untuk papan
partikel dari kayu manglid yang memiliki kelas keawetan yang sama pada
0
kayu sengon mempunyai kelas awet paling rendah dibandingkan kelas awet
kayu cempaka dan manglid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kehilangan berat
papan partikel akan lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat kayu
solidnya. Dengan kata lain, kelas keawetan kayu solid dapat ditingkatkan
dengan pembuatan papan partikel. Nilai persentase kehilangan berat papan
partikel kerapatan rendah lebih tinggi dibandingkan papan partikel kerapatan
sedang. Persentase kehilangan berat papan partikel beserta kayu solid hasil
penelitian menggunakan metode SNIdisajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Histogram persentase kehilangan berat papan partikel kerapatan rendah dan sedang kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dengan metode SNI.
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa persentase nilai kehilangan berat
tertinggi pada papan partikel dengan kerapatan rendah adalah papan partikel
sengon (7,51%) dan kehilangan berat terendah pada papan partikel manglid
(2,75%). Sementara itu, nilai kehilangan berat tertinggi pada papan partikel
dengan kerapatan sedang adalah papan partikel sengon (4,15%) dan
kehilangan berat terendah pada papan partikel manglid (2,39%).
Klasifikasi kelas keawetan papan partikel dan kayu solid sengon,
cempaka dan manglid berdasarkan kehilangan berat pada pengujian
menggunakan metode SNI disajikan pada Tabel 11. Secara umum, papan
partikel kerapatan rendah akan mempunyai kelas keawetan yang lebih rendah
dibandingkan dengan papan partikel kerapatan sedang, terkecuali untuk papan
partikel dari kayu manglid yang memiliki kelas keawetan yang sama pada
sengon cempakaJenismanglid mixed
kayu sengon mempunyai kelas awet paling rendah dibandingkan kelas awet
kayu cempaka dan manglid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kehilangan berat
papan partikel akan lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat kayu
solidnya. Dengan kata lain, kelas keawetan kayu solid dapat ditingkatkan
dengan pembuatan papan partikel. Nilai persentase kehilangan berat papan
partikel kerapatan rendah lebih tinggi dibandingkan papan partikel kerapatan
sedang. Persentase kehilangan berat papan partikel beserta kayu solid hasil
penelitian menggunakan metode SNIdisajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Histogram persentase kehilangan berat papan partikel kerapatan rendah dan sedang kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dengan metode SNI.
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa persentase nilai kehilangan berat
tertinggi pada papan partikel dengan kerapatan rendah adalah papan partikel
sengon (7,51%) dan kehilangan berat terendah pada papan partikel manglid
(2,75%). Sementara itu, nilai kehilangan berat tertinggi pada papan partikel
dengan kerapatan sedang adalah papan partikel sengon (4,15%) dan
kehilangan berat terendah pada papan partikel manglid (2,39%).
Klasifikasi kelas keawetan papan partikel dan kayu solid sengon,
cempaka dan manglid berdasarkan kehilangan berat pada pengujian
menggunakan metode SNI disajikan pada Tabel 11. Secara umum, papan
partikel kerapatan rendah akan mempunyai kelas keawetan yang lebih rendah
dibandingkan dengan papan partikel kerapatan sedang, terkecuali untuk papan
partikel dari kayu manglid yang memiliki kelas keawetan yang sama pada
papan partikel kerapatan rendah maupun sedang. Hal ini dikarenakan kayu
manglid mempunyai kelas ketahanan alami yang bagus dibandingkan jenis
kayu lainnya.
Tabel 11 Kelas keawetan papan partikel kayu sengon,cempaka dan manglid berdasarkan metode pengujian SNI
No Jenis
Kelas Keawetan Papan partikel
kerapatan rendah
Papan partikel kerapatan sedang
Kayu Solid
1 Sengon III II V
2 Cempaka II I II
3 Manglid I I II
4. Campuran II I
Keterangan:
Kelas awet I : Sangat tahan. Kelas awet II : Tahan. Kelas awet III : Sedang. Kelas awet IV : Buruk. Kelas awet V : Sangat buruk.
Berdasarkan Tabel 11 didapat keawetan kayu solid dapat ditingkatkan
dengan pembuatan papan partikel. Papan partikel manglid kerapatan rendah
dan sedang mempunyai kelas awet yang sama, yakni II. Kemungkinan hal ini
bisa terjadi karena kayu manglid mempunyai kelas ketahanan alami yang
tinggi. Kelarutan ekstraktif dalam alkhohol benzena untuk manglid pada
bagian gubal 4,45% dan 6,71% untuk bagian teras. Kadar ekstraktif tersebut
tergolong tinggi karena kadar ekstraktifnya > 4% (Abdurrohim et al 2004). Sementara itu, Lukmandaru (2009) mengemukakan bahwa semakin tinggi
kadar ekstraktif, khususnya ekstrak etanol benzena akan menguntungkan pada
sifat keawetan alaminya. Kemungkinan zat ekstraktif dalam kayu manglid
bersifat racun bagi rayap. Lain halnya dengan papan partikel kayu sengon.
Papan partikel sengon kerapatan rendah dan sedang mengalami peningkatan
kelas awet dibandingkan kayu solidnya. Kayu solidnya mempunyai kelas
awet V (sangat buruk) dan bila kayu sengon dibuat papan partikel kerapatan
Perbedaan kerapatan juga menyebabkan kelas keawetan yang
dihasilkan berbeda pula. Papan partikel kerapatan rendah yang paling awet
adalah papan partikel manglid yang mempunyai nilai rata-rata kehilangan
berat yang paling kecil. Begitu pula sebaliknya, papan partikel yang
mempunyai nilai rata-rata nilai kehilangan berat paling tinggi terdapat pada
papan partikel sengon. Papan partikel kerapatan sedang yang paling awet
adalah papan partikel yang mempunyai nilai rata-rata kehilangan berat yang
paling kecil, yakni papan partikel manglid. Begitu pula sebaliknya, papan
partikel yang mempunyai nilai rata-rata nilai kehilangan berat paling tinggi
terdapat pada papan partikel sengon. Semakin tinggi kerapatan papan partikel
maka kelas keawetan juga meningkat. Aktivas makan juga menurun seiring
dengan meningkatnya kerapatan papan partikel. Hal ini diduga karena
semakin tinggi kerapatan maka papan yang dihasilkan akan semakin kompak
dan lebih berat. Kondisi yang demikian, rayap akan lebih cenderung
memakan papan partikel dengan kerapatan rendah. Semakin tinggi kerapatan
maka aktivitas makan rayap juga akan berkurang. Hal ini diduga tingkat
kerapatan yang tinggi akan menyulitkan rayap dalam mencapai selulosa yang
menjadi makanannya. Kondisi yang demikian akan menyebabkan rayap akan
lebih sulit menembus partikel kayu karena terhalang oleh keberadaan perekat
Urea Formaldehida (12 %) yang ditambahkan dan dicampur secara merata
dalam proses pembuatannya. Selain itu, hasil penelitian Ria (2009)
menunjukkan bahwa parafin mempengaruhi kehilangan berat contoh uji.
Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa keberadaan parafin akan
membantu produk terlindung terhadap air dan membuatnya kedap air.
Kemungkinan penambahan parafin menyebabkan rayap kurang menyukai
papan partikel dibandingkan kayu solidnya.
Sornuwat (1996) menyatakan bahwa salah satu parameter yang bisa
dijadikan penentuan keefektifan aktivitas rayap adalah feeding rate. Penghitungan kemampuan makan tersebut dilakukan berdasarkan penelitian
Arinana et al. (2010), hal tersebut dilakukan karena pada standar SNI tidak terdapat perhitungan mengenai kemampuan makan rayap. Nilai rata-rata
kemampuan makan rayap dari hasil pengujian disajikan dalam Gambar7.
Gambar 7 Histogram feeding rate papan partikel kerapatan rendah dan sedang kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dengan metode SNI.
Berdasarkan Gambar 7, nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada papan partikel kerapatan rendah adalah papan partikel sengon (78,33
µg/ekor/hari), papan partikel cempaka (70,60 µg/ekor/hari), papan partikel
campuran (65,36 µg/ekor/hari) dan nilai feeding rate terendah pada papan
partikel manglid (26,19 µg/ekor/hari). Sementara itu, nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada papan partikel dengan kerapatan sedangadalah papan partikel sengon (58,93 µg/ekor/hari), papan partikel cempaka (47,50
µg/ekor/hari), papan partikel manglid (39,17 µg/ekor/hari) dan nilai feeding
rate terendah pada papan partikel campuran (38,33 µg/ekor/hari).Untuk mengetahui pengaruh faktor jenis dan kerapatan terhadap responfeeding rate
maka dilakukan pengujian statistik. Hasil analisis sidik ragam disajikan pada
Tabel 12.
Sornuwat (1996) menyatakan bahwa salah satu parameter yang bisa
dijadikan penentuan keefektifan aktivitas rayap adalah feeding rate. Penghitungan kemampuan makan tersebut dilakukan berdasarkan penelitian
Arinana et al. (2010), hal tersebut dilakukan karena pada standar SNI tidak terdapat perhitungan mengenai kemampuan makan rayap. Nilai rata-rata
kemampuan makan rayap dari hasil pengujian disajikan dalam Gambar7.
Gambar 7 Histogram feeding rate papan partikel kerapatan rendah dan sedang kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dengan metode SNI.
Berdasarkan Gambar 7, nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada papan partikel kerapatan rendah adalah papan partikel sengon (78,33
µg/ekor/hari), papan partikel cempaka (70,60 µg/ekor/hari), papan partikel
campuran (65,36 µg/ekor/hari) dan nilai feeding rate terendah pada papan
partikel manglid (26,19 µg/ekor/hari). Sementara itu, nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada papan partikel dengan kerapatan sedangadalah papan partikel sengon (58,93 µg/ekor/hari), papan partikel cempaka (47,50
µg/ekor/hari), papan partikel manglid (39,17 µg/ekor/hari) dan nilai feeding
rate terendah pada papan partikel campuran (38,33 µg/ekor/hari).Untuk mengetahui pengaruh faktor jenis dan kerapatan terhadap responfeeding rate
maka dilakukan pengujian statistik. Hasil analisis sidik ragam disajikan pada
Tabel 12.
sengon cempaka manglid mixed
Jenis
Kerapatan Rendah Kerapatan Sedang
Sornuwat (1996) menyatakan bahwa salah satu parameter yang bisa
dijadikan penentuan keefektifan aktivitas rayap adalah feeding rate. Penghitungan kemampuan makan tersebut dilakukan berdasarkan penelitian
Arinana et al. (2010), hal tersebut dilakukan karena pada standar SNI tidak terdapat perhitungan mengenai kemampuan makan rayap. Nilai rata-rata
kemampuan makan rayap dari hasil pengujian disajikan dalam Gambar7.
Gambar 7 Histogram feeding rate papan partikel kerapatan rendah dan sedang kayu sengon, cempaka, manglid dan campuran dengan metode SNI.
Berdasarkan Gambar 7, nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada papan partikel kerapatan rendah adalah papan partikel sengon (78,33
µg/ekor/hari), papan partikel cempaka (70,60 µg/ekor/hari), papan partikel
campuran (65,36 µg/ekor/hari) dan nilai feeding rate terendah pada papan
partikel manglid (26,19 µg/ekor/hari). Sementara itu, nilai rata-rata feeding rate tertinggi pada papan partikel dengan kerapatan sedangadalah papan partikel sengon (58,93 µg/ekor/hari), papan partikel cempaka (47,50
µg/ekor/hari), papan partikel manglid (39,17 µg/ekor/hari) dan nilai feeding
rate terendah pada papan partikel campuran (38,33 µg/ekor/hari).Untuk mengetahui pengaruh faktor jenis dan kerapatan terhadap responfeeding rate
maka dilakukan pengujian statistik. Hasil analisis sidik ragam disajikan pada
Tabel 12.
Tabel 12 Hasil analisis sidik ragam feeding rate pada pengujian menggunakan metode SNI
Sumber DB JK KT F Sig.
Jenis Papan Partikel 3 4170,73 1390,24 15,03 0,00
Kerapatan 1 1199,07 1199,07 12,96 0,00
Jenis Papan Partikel * Kerapatan 3 1514,19 504,73 5,46 0,01
Eror 16 1480,07 92,54
Hasil analisis ragam pada Tabel 12 menunjukkan bahwa faktor jenis
dan kerapatan berpengaruh sangat nyata terhadap respon feeding rate, begitu pula dengan interaksi kedua faktor.
Faktor jenis berpengaruh sangat nyata terhadap feeding rate. Nilai
feeding ratepada tiap jenis papan partikel sengon, cempaka dan manglid pada pengujian menggunakan metode SNI menunjukkan hasil yang bervariasi.
Nilai feeding rate papan partikel sengon, cempaka dan manglid pada pengujian menggunakan metode SNI disajikan pada Gambar 7. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa feeding ratepapan partikel tertinggi pada papan partikel sengon baik pada kerapatan rendah dan sedang. Nilai feeding rate terendah pada papan partikel kerapatan rendah yaitu manglid sedangkan pada papan partikel kerapatan sedang yaitu campuran. Dalam pengujian ini,
papan partikel sengon paling disukai rayap dibandingkan papan partikel
cempaka, manglid dan campuran. Hal ini diduga kayu sengon terdapat
ekstraktif yang bersifat atraktan bagi rayap yaitu saponin (Atmosuseno 1998).
Berdasarkan hasil analisis keragaman (Tabel 12), faktor kerapatan
papan partikel berpengaruh sangat nyata terhadap feeding rate. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kerapatan berpengaruh terhadap feeding rate contoh uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa feeding rate papan partikel kerapatan rendah mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan
dengan papan partikel sedang.
Hasil analisis sidik ragam juga dilihat pengaruh dari interaksi tiap faktor
terhadap kehilangan berat. Pengaruh interaksi antara jenis dengan kerapatan
papan partikel pada pengujian menggunakan SNI yang sangat nyata
menunjukkan besarnya peningkatan kerapatan papan partikel yakni
mengetahui taraf kombinasi perlakuan mana yang bagus dan berpengaruh
nyata maka dilakukan uji lanjut. Hasil Uji Lanjut mengenai pengaruh
interaksi antara jenis dengan kerapatan papan partikel pada pengujian
menggunakan metode SNI disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil pengujian statistik interaksi jenis dengan kerapatan papan partikel terhadapfeeding rateuntuk metode SNI
FeedingRate Duncana,,b
InteraksiJenisdengan Kerapatan
N Subset
1 2 3 4 5
Cempaka 0,4 3 26,19
Campuran 0,6 3 38,33 38,33
Campuran 0,4 3 39,17 39,17
Manglid 0,6 3 47,50 47,50
Manglid 0,4 3 58,93 58,93
Cempaka 0,6 3 65,36 65,36
Sengon 0,6 3 70,60 70.,60
Sengon 0,4 3 78,33
Sig. 0,14 0,29 0,65 0,18 0,14
Hasil pengujian lanjut (Tabel 13) menunjukkan bahwa feeding rate
papan partikel manglid kerapatan rendah tidak berbeda nyata denganfeeding rate papan partikel manglid kerapatan rendah, namun berbeda nyata dengan papan partikel sengon, cempaka dan campuran pada tingkat kerapatan baik
rendah maupun sedang. Misalnya pada pengujian menggunakan metode SNI,
feeding rate papan partikel sengon kerapatan rendah (78,33 µg/ekor/hari) lebih rendah dibandingkan feeding rate papan partikel sengon kerapatan sedang(58,93 µg/ekor/hari) tetapi nilai feeding rate papan partikel partikel
sengon kerapatan rendah (78,33 µg/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan
kehilangan berat papan partikel manglid, cempaka dan campuran kerapatan
rendah berturut-turut 65,36 µg/ekor/hari, 70,60 µg/ekor/hari dan 38,33
µg/ekor/hari.
Untuk membandingkan kemampuan makan rayap pada papan partikel