PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN TERPADU
SERTA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR
DAN LAUT KABUPATEN DELI SERDANG
T E S I S
Oleh
BAMBANG HENDRA SISWOYO
077004005/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
SE K
O L A H
P A
S C
A S A R JA
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN TERPADU
SERTA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR
DAN LAUT KABUPATEN DELI SERDANG
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BAMBANG HENDRA SISWOYO
077004005/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN TERPADU SERTA BERKELANJUTAN DI PESISIR DAN LAUT KABUPATEN DELI SERDANG
Nama Mahasiswa : Bambang Hendra Siswoyo Nomor Pokok : 077004005
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. H. Syamsul Arifin, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc) (Ir. O.K. Nazaruddin Hisyam, MS)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 16 September 2009
___________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. H. Syamsul Arifin, SH, MH
ABSTRAK
Pengalihan lahan hutan mangrove menjadi lahan berbagai peruntukan lain di Kabupaten Deli Serdang dimulai pada tahun 1995 tetapi pada tahun 2001 sampai tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 9344 Ha atau 1557,3 Ha/tahun. Pengalihan lahan konversi menjadi lahan peruntukan lain selama 7 tahun terakhir (2001-2007) berdampak pada produksi perikanan. Produksi perikanan Kabupaten
Deli Serdang dari tahun 2004 – 2005 mengalami penurunan yang sangat besar, baik
dari hasil tangkapan maupun dari hasil budidaya tambak. Hal ini diduga karena akhir-akhir ini hutan mangrove cendrung berkurang dan mengalami kerusakan oleh aktivitas manusia yang mengeksploitasi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa memperhatikan daya dukung hutan mangrove itu sendiri. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup para nelayan (responden) yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan, maka mereka mengganti jenis alat tangkap maupun kapal penangkap ikan serta jumlah armada, walaupun dengan biaya dan resiko yang lebih besar. Jenis alat tangkap yang dipergunakan oleh kapal motor adalah jenis pukat layang (mini beam trawl) dan fish net atau otter trawl, baik pukat layang maupun otter trawl merupakan alat tangkap yang secara hukum berdasarkan Keppres No. 39 Tahun 1980 di larang penggunaannya, karena alat tangkap ini dapat merusak sumberdaya perikanan secara luas serta memutus siklus regenerasi ikan dan bertentangan dengan visi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang merupakan visi dunia internasional maupun visi nasional.
Pengelolaan sumberdaya perikanan secara terpadu dan berkelanjutan dapat tercapai melalui: (1) konsep keterpaduan (ekologis, sektor, disiplin ilmu dan stakeholder); (2) peningkatan kualitas sumberdaya manusia; (3). pemulihan biofisik lingkungan pesisir yang terdegradasi; (4) pengembangan industri perikanan tangkap dan budidaya ikan yang lestari; (5) pencegahan kasus pencurian ikan; (6) pengembangan sistem informasi sejumlah kegiatan penelitian; (7) pengadaan peraturan dan peningkatan penegakan hukum; serta (8) penyusunan rencana detail tata ruang dengan pendekatan mitigasi bencana.
dan begitu pula sebaliknya. Salah satu cara dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelestarian ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang adalah melibatkan komponen masyarakat lokal, baik organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, maupun LSM, sehingga secara keseluruhan bersatu merasa memiliki. Dengan adanya rasa memiliki maka diharapkan mampu merubah pola pandang terhadap pemanfaatan mangrove secara optimal, lestari serta berkelanjutan. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan kemauan dari penanggung jawab pembangunan di Kabupaten Deli Deli Serdang serta keterpaduan dari Pemerintah, masyarakat dan swasta/investor.
ABSTRACT
The changing of mangrove forest becomes other function in Deli Serdang district stars in 1995, but in 2007, it becomes low about 9344 hectare or 1557,3 hectare every year. The changing of convention land becomes other function for the last seven years (2001-2007) influences for fishery production. The production of fishery in Deli Serdang district on 2004-2005 is very low even from the catching or the plantation. Recently mangrove forest become low and destroy, it is caused by the activity of human being who use mangrove forest for the importance with out paying attention to the habitat. To maintain their need, the responden hang up their life with the fishery so the change their tools or the ship event hough it has big risk. The kind of the ship to catch the fish is mini bearn and fish net or other trawl. Either mini bearn is a kind of tools to catch according to Keppres No. 39 year 1980 and it is forbidden to use because it can destroy the plantation of the fish and it can cut the circulation of the fish beside that it is not suitable with the mission of sustainable development which become the international mission and national mission.
The making of fishery plantation unitly everlasting and continuously can be reached from (1) consept of the ecologi, sector knowledge and stakeholder, (2) the improvement of man being is quality, (3) the rehabilitasion of biofisik, (4) the improvement of catching tool industry and the plantation of the fish, (5) the prevent of stolen fish problem, (6) the improvement of information system of searching activity, (7) the making of rule and the improvent of doing the law and (8) the arrangement of the room especially.
The development mission continuiously does not forbid the activity of economi development but it suggests conditionaly that the grade of the development’s activity
is not over of carrying capacity of environment. Thes the next generation still have the exis of nature and the merit of the same environment or it can be better than this generation.
The sea society in Deli Serdang district have the important role for the existence of mangrove forest, the activity can be as individual or in a team of the society the result of chi cuadrat to caracteristic of the team include the activity institude and the advantage which is got from economic or ecologi have the relatim to the society in keeping mangrove forest, the high advantages from mangrove forest can improve the activity of society despite. One of the way to improve the society activity in keeping the ecosistem mangrove toreis ned the sea of Deli Serdang is included the local society especially the organization of society or LSM, so they fell to have each other by each other is expected using of mangrove optimally eternally and continuosly. To reach that care everything is needed willing of the owner of responsibility in Kabupaten Deli Serdang and the unity of goverment, society and private/investor.
KATA PENGANTAR
Berbagai pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pembangunan yang
berorientasi pada aspek ekonomi tanpa pendekatan pemanfaatan sumberdaya yang
berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan sosial ternyata hanya
memberikan manfaat dalam jangka pendek.
Pesatnya peningkatan pertumbuhan populasi, teknologi dan disisi lain
semakin terbatasnya sumberdaya dan rendahnya mutu lingkungan dituntut adanya
pola pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik serta
bernuansa lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan
sumberdaya secara berkelanjutan.
Penelitian tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu serta
Berkelanjutan ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pola pembangunan
wilayah pesisir dan laut Kabupaten Deli Serdang secara terpadu sehingga
kesejahteraan masyarakat pesisir dapat ditingkatkan setara dengan masyarakat
di wilayah lain.
Berdasarkan gambaran di atas, seyogyanya tujuan pembangunan nasional
dalam masa kini dan ke depan adalah mengembangkan prakarsa dari dalam,
menumbuhkan kekuatan-kekuatan baru dari masyarakat, sehingga intervensi dari luar
termasuk dari pemerintah kepada masyarakat harus merupakan proses pemberdayaan,
di pesisir dan laut nasional serta mengantisipasi perubahan dan peluang yang lebih
besar.
Terealisasinya penyusunan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu serta
Berkelanjutan ini adalah berkat dukungan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk itu pada kesempatan ini saya
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur ke hadirat Allah SWT penulis haturkan, karena berkat rahmat dan
hidayahNya penyusunan laporan penelitian ini telah dapat diselesaikan sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan
di kawasan pesisir Kabupaten Deli Serdang dengan judul “Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan di Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Deli Serdang”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Prof. H. Syamsul Arifin, SH, MH selaku Ketua Pembimbing, Bapak
Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc dan Bapak Ir. O.K. Nazaruddin
Hisyam, MS selaku Anggota Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan
kesabaran telah memberikan dorongan bimbingan serta saran sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan pula pada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang telah membiayai penulis
selama pendidikan, serta Ketua Yayasan Universitas Dharmawangsa yang telah
membantu biaya dalam penelitian ini. Di samping itu tidak lupa penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Saudara Ayi Sudrajat atas bantuannya kepada penulis.
Juga ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda, yang selalu
turut berperan aktif dalam membantu serta memberi motivasi selama penulis
menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan
penuh pengertian dan pengorbanannya penulis dapat menyelesaikan tesis dan
pendidikan ini.
Demikianlah ucapan terima kasih ini penulis sampaikan. Semoga atas segala
bantuan, perhatian dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis agar mendapat
imbalan dari Allah SWT dan menjadi amal ibadah disisiNya.
Medan, September 2009 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1970 di Medan, Provinsi Sumatera
Utara dari Ibunda Juriah dan Ayahanda Munawi Amin.
Menikah dengan Ellyta Rahayu Pane, SH pada tanggal 2 Januari 1998 dan
telah dikaruniai dua orang anak:
1. Dita Venica
2. Muhammad Rizky Alamsyah
Pendidikan yang telah ditempuh:
- SD Negeri 060968 di Medan, tamat tahun 1984
- SMP Negeri 22 Medan, tamat tahun 1987
- STM Negeri 3 Medan, tamat tahun 1990
- Universitas Dharmawangsa, Fakultas Perikanan, tamat tahun 1997
- Mahasiswa Sekolah Pascasarjana PSL-USU mulai tahun 2007
Pengalaman dalam bidang pekerjaan :
1. Salesman PT. Telkom Devire I Sumatera tahun 1998 – 2000.
2. Manager Koperasi Simpatik Medan tahun 2000 – 2001.
3. Dosen pada Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa tahun 2001-
sekarang.
DAFTAR ISI
2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup….………
2.2. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara
Terpadu………
2.3. Pengertian Wilayah Pesisir……….
2.4. Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Perikanan Budidaya..
2.5. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis
BAB III METODE PENELITIAN... 20
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian………...
3.2. Populasi dan Sampel...
BAB IV PROFIL WILAYAH PESISIR KABUPATEN DELI
SERDANG …... 29
5.1.1. Perubahan Lahan Hutan Mangrove Menjadi
Lahan Berbagai Peruntukan Berdampak pada
Produksi Perikanan……. ………
5.1.2. Karakteristik Secara Individu Mempunyai
Hubungan dengan Tingkat Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pelestarian Hutan
Mangrove ………...
5.1.3. Karakteristik Secara Kelompok Sebagai Suatu
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Desa/Kecamatan yang Termasuk dalam Ruang Lingkup
Penelitian……….. 20
2. Penentuan Penarikan Sampel Populasi Penelitian…..………….. 22
3. Skala Tingkat Peran Serta Responden untuk Setiap Indikator... 27
4. Rentangan Nilai Persentase Peran Serta Masyarakat dalam
Upaya Pelestarian Hutan Mangrove di Kabupaten Deli Serdang 28
5. Kondisi Vegetasi Mangrove di Kabupaten Deli Serdang………. 34
6. Hasil Tangkapan dari Laut di Kabupaten Deli Serdang Menurut
Kecamatan Tahun 2008………. 39
7. Jumlah Alat Tangkap Menurut Kecamatan di Kabupaten Deli
Sedang Tahun 2008……….………. 40
8. Jumlah Perahu dan Kapal Penangkapan Ikan Menurut
Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang……… 40
9. Jumlah Nelayan Penangkap Ikan di Laut Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2008………. 41
10. Produksi Budidaya Perikanan di Perairan Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2008 ………. 41
11. Luas Areal Budidaya Perikanan (Ha) Kabupaten Deli Serdang.. 42
12. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya Kabupaten Deli
Serdang……….………. 42
13. Produksi Tahunan Menurut Sub Sektor Perikanan
14. Perkembangan Produksi Perikanan di 4 Kecamatan Pesisir
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2008.……….. 46
15. Perkembangan Nelayan Kabupaten Deli Serdang Tahun
2004-2008 ………. 49
16. Perkembangan Perahu Penangkap Ikan Kabupaten Deli
Serdang 2004-2008……….. 50
17. Mandat Instansi Teknis dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Laut di Kabupaten Deli Serdang……… 64
18. Keanggotaan Pengelola Sumberdaya Perikanan di Wilayah
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Peta Wilayah Penelitian……….. 21
2
3
Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Empat Kecamatan Lokasi Penelitian………...
Struktur Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu serta
Berkelanjutan di Pesisir dan Laut Kabupaten Deli Serdang……..
47
67
ABSTRAK
Pengalihan lahan hutan mangrove menjadi lahan berbagai peruntukan lain di Kabupaten Deli Serdang dimulai pada tahun 1995 tetapi pada tahun 2001 sampai tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 9344 Ha atau 1557,3 Ha/tahun. Pengalihan lahan konversi menjadi lahan peruntukan lain selama 7 tahun terakhir (2001-2007) berdampak pada produksi perikanan. Produksi perikanan Kabupaten
Deli Serdang dari tahun 2004 – 2005 mengalami penurunan yang sangat besar, baik
dari hasil tangkapan maupun dari hasil budidaya tambak. Hal ini diduga karena akhir-akhir ini hutan mangrove cendrung berkurang dan mengalami kerusakan oleh aktivitas manusia yang mengeksploitasi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa memperhatikan daya dukung hutan mangrove itu sendiri. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup para nelayan (responden) yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan, maka mereka mengganti jenis alat tangkap maupun kapal penangkap ikan serta jumlah armada, walaupun dengan biaya dan resiko yang lebih besar. Jenis alat tangkap yang dipergunakan oleh kapal motor adalah jenis pukat layang (mini beam trawl) dan fish net atau otter trawl, baik pukat layang maupun otter trawl merupakan alat tangkap yang secara hukum berdasarkan Keppres No. 39 Tahun 1980 di larang penggunaannya, karena alat tangkap ini dapat merusak sumberdaya perikanan secara luas serta memutus siklus regenerasi ikan dan bertentangan dengan visi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang merupakan visi dunia internasional maupun visi nasional.
Pengelolaan sumberdaya perikanan secara terpadu dan berkelanjutan dapat tercapai melalui: (1) konsep keterpaduan (ekologis, sektor, disiplin ilmu dan stakeholder); (2) peningkatan kualitas sumberdaya manusia; (3). pemulihan biofisik lingkungan pesisir yang terdegradasi; (4) pengembangan industri perikanan tangkap dan budidaya ikan yang lestari; (5) pencegahan kasus pencurian ikan; (6) pengembangan sistem informasi sejumlah kegiatan penelitian; (7) pengadaan peraturan dan peningkatan penegakan hukum; serta (8) penyusunan rencana detail tata ruang dengan pendekatan mitigasi bencana.
dan begitu pula sebaliknya. Salah satu cara dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelestarian ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang adalah melibatkan komponen masyarakat lokal, baik organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, maupun LSM, sehingga secara keseluruhan bersatu merasa memiliki. Dengan adanya rasa memiliki maka diharapkan mampu merubah pola pandang terhadap pemanfaatan mangrove secara optimal, lestari serta berkelanjutan. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan kemauan dari penanggung jawab pembangunan di Kabupaten Deli Deli Serdang serta keterpaduan dari Pemerintah, masyarakat dan swasta/investor.
ABSTRACT
The changing of mangrove forest becomes other function in Deli Serdang district stars in 1995, but in 2007, it becomes low about 9344 hectare or 1557,3 hectare every year. The changing of convention land becomes other function for the last seven years (2001-2007) influences for fishery production. The production of fishery in Deli Serdang district on 2004-2005 is very low even from the catching or the plantation. Recently mangrove forest become low and destroy, it is caused by the activity of human being who use mangrove forest for the importance with out paying attention to the habitat. To maintain their need, the responden hang up their life with the fishery so the change their tools or the ship event hough it has big risk. The kind of the ship to catch the fish is mini bearn and fish net or other trawl. Either mini bearn is a kind of tools to catch according to Keppres No. 39 year 1980 and it is forbidden to use because it can destroy the plantation of the fish and it can cut the circulation of the fish beside that it is not suitable with the mission of sustainable development which become the international mission and national mission.
The making of fishery plantation unitly everlasting and continuously can be reached from (1) consept of the ecologi, sector knowledge and stakeholder, (2) the improvement of man being is quality, (3) the rehabilitasion of biofisik, (4) the improvement of catching tool industry and the plantation of the fish, (5) the prevent of stolen fish problem, (6) the improvement of information system of searching activity, (7) the making of rule and the improvent of doing the law and (8) the arrangement of the room especially.
The development mission continuiously does not forbid the activity of economi development but it suggests conditionaly that the grade of the development’s activity
is not over of carrying capacity of environment. Thes the next generation still have the exis of nature and the merit of the same environment or it can be better than this generation.
The sea society in Deli Serdang district have the important role for the existence of mangrove forest, the activity can be as individual or in a team of the society the result of chi cuadrat to caracteristic of the team include the activity institude and the advantage which is got from economic or ecologi have the relatim to the society in keeping mangrove forest, the high advantages from mangrove forest can improve the activity of society despite. One of the way to improve the society activity in keeping the ecosistem mangrove toreis ned the sea of Deli Serdang is included the local society especially the organization of society or LSM, so they fell to have each other by each other is expected using of mangrove optimally eternally and continuosly. To reach that care everything is needed willing of the owner of responsibility in Kabupaten Deli Serdang and the unity of goverment, society and private/investor.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam
hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu
aset pembangunan Indonesia yang penting. Sebagai modal dasar pembangunan
sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan cara-cara
yang tidak merusak, bahkan sebaliknya, cara-cara yang dipergunakan harus dipilih
yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut makin besar
manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut di masa mendatang. Sumberdaya alam
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan
tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang satu
dengan yang lainnya.
Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik makhluk hidup
dengan faktor-faktor alam terdiri dari bermacam-macam keadaan dan hubungan yang
secara bersama-sama mewujudkan struktur dasar ekosistem sebagai kesatuan yang
mantap, hubungan timbal balik tersebut merupakan mata rantai siklus penting yang
menentukan daya dukung lingkungan hidup bagi pembangunan.
Kegiatan-kegiatan pembangunan dapat mempengaruhi struktur dasar
ekosistem, dengan menimbulkan perubahan yang merusak atau dengan menimbulkan
karena itu gangguan terhadap struktur dasar ekosistem harus dihindari dan
diupayakan kelestariannya tetap di pertahankan.
Gagasan pembangunan berkelanjutan di Indonesia telah di upayakan di dalam
program dan strategi pengelolaan lingkungan sebagaimana tertuang dalam dokumen
Agenda 21 Indonesia. Agenda 21 Indonesia merumuskan strategi nasional untuk
pembangunan berkelanjutan yang dikelompokkan menjadi empat area yakni:
1. Pelayanan masyarakat, 2. Pengelolaan limbah, 3. Pengelolaan sumberdaya tanah,
dan 4. Pengelolaan sumberdaya alam.
Agenda pelayanan pada masyarakat pada dasarnya merupakan perwujudan
prinsip sosial ekonomi pembangunan berkelanjutan. Agenda ini mendapat penekanan
utama dalam konferensi tingkat tinggi bumi di Rio de Janeiro, terutama didasarkan
atas fakta masih banyaknya penduduk dunia yang hidup dalam tingkat kesejahteraan
yang minim. Di Indonesia, agenda pelayanan masyarakat yang diletakkan sebagai
agenda pertama mengisyaratkan bahwa fokus pembangunan dan pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia memang di arahkan pada dimensi sosial-ekonomi,
tanpa mengabaikan dimensi lain (Mitchell, et al, 2007).
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas laut lebih besar dari pada
luas daratan. Jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau dengan panjang garis pantai
81.000 km atau 18.4% dari garis pantai dunia (Wirayawan, et al, 2005).
Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity dalam hal
keanekaragaman hayati, serta memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial untuk
Kawasan pesisir merupakan bagian dari daerah yang menjadi batas antara
wilayah laut dengan daratan. Kawasan ini sangat kompleks dengan berbagai isu dan
permasalahan yang memerlukan penanganan yang komprehensif dengan strategi
khusus dan terpadu. Selama ini kawasan pesisir belum mendapat perhatian yang
cukup serius baik dari pemerintah, masyarakat maupun pihak ketiga dalam
pengelolaannya.
Sehingga belakangan ini baru dirasakan berbagai permasalahan yang muncul
tentang kawasan pesisir, hal ini disebabkan pemanfaatan sumberdaya tersebut sampai
saat ini kurang memperhatikan kelestariannya, akibatnya terjadi penurunan fungsi,
kualitas serta keanekaragaman hayati yang ada. Sebagai contoh adalah degradasi
ekosistem terumbu karang yang telah teridentifikasi sejak tahun 1990-an. Hasil
penelitian Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(2001) diketahui bahwa terumbu karang Indonesia dalam kondisi sangat baik hanya
6,41%, kondisi baik 24,3%, kondisi sedang 29,22% dan kondisi rusak 40,14%.
Dalam rangka mengatasi degradasi sumberdaya pesisir diperlukan suatu
desain pengelolaan yang komprehensif, secara terpadu dan berkelanjutan dengan
pendekatan Pengelolaan Pesisir dan Lautan Terpadu (Integrated Coastal and Ocean
Management/ICOM), yaitu dengan cara mengintegrasikan setiap kepentingan dalam
keseimbangan antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan
seluruh pemangku kepentingan (stakeholders).
Rancangan pengelolaan ini diharapkan dapat menyatukan beberapa kebijakan
1.2. Perumusan Masalah
Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan dan perkembangan
pemukiman serta perkotaan ke arah pesisir, maka terlihat jelasnya degradasi
sumberdaya pesisir. Salah satu degradasi sumberdaya pesisir yang cukup menonjol
adalah degradasi hutan mangrove sebagai akibat pembukaan lahan atau konversi
menjadi peruntukan lain. Selain konversi, degradasi hutan mangrove juga terjadi
sebagai akibat pemanfaatannya yang intensif untuk arang, bahan konstruksi atau
bahan konstruksi kertas serta pemanfaatan langsung lainnya.
Untuk itu masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan
pada hal-hal sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan perubahan lahan hutan mangrove di wilayah pesisir
menjadi lahan berbagai peruntukan lain terhadap produksi perikanan.
2. Seberapa jauh tingkat peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian hutan
mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang.
3. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sebagai organisasi
dalam masyarakat terhadap tingkat peran serta dalam upaya pelestarian ekosistem
hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang.
1.3. Tujuan dan Manfaat 1.3.1. Tujuan
Tujuan dari penelitian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Wilayah Pesisir
1. Untuk mengetahui perkembangan perubahan lahan hutan mangrove menjadi
lahan untuk berbagai peruntukan lain terhadap produksi perikanan.
2. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan
mangrove di wilayah pesisir dan laut Kabupaten Deli Serdang.
3. Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
sebagai organisasi masyarakat terhadap tingkat peran serta dalam upaya
pelestarian hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang.
1.3.2. Manfaat
Manfaat pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu, berkelanjutan berbasis
masyarakat di Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai pedoman, arahan dan metoda
bagi para pemangku kepentingan untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengendalikan berbagai kegiatan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir
melalui pemanfaatan dan perlindungan sumber daya perikanan sesuai dengan daya
dukung lingkungan.
1.4. Hipotesis
1. Perubahan lahan hutan mangrove menjadi lahan berbagai peruntukan
berdampak pada produksi perikanan.
2. Karakteristik secara individu mempunyai hubungan dengan tingkat peran serta
3. Karakteristik masyarakat secara kelompok sebagai suatu organisasi dalam
masyarakat mempunyai hubungan dengan tingkat peran serta masyarakat dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan
hidup (Pasal 1 UU No. 23 Tahun 1997).
Gagasan pembangunan berkelanjutan di Indonesia telah diupayakan di dalam
program dan strategi pengelolaan lingkungan sebagaimana tertuang dalam dokumen
Agenda 21 Indonesia, yang merumuskan stategi nasional untuk pembangunan
berkelanjutan yang dikelompokkan menjadi empat area yakni: (1) pelayanan
masyarakat, (2) pengelolaan limbah, (3) pengelolaan sumberdaya tanah, dan
(4) pengelolaan sumberdaya alam (Mitchell, et al, 2007).
Pengelolaan sumberdaya alam merupakan agenda keempat dalam agenda 21
Indonesia. Tiga sub-agenda dirumuskan dalam agenda ini yakni: (1) Konservasi
keanekaragaman Hayati, (2) Pengembangan bioteknologi, dan (3) Pengelolaan
2.2. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki
hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air
sungai, air permukaan maupun air tanah, dan dengan aktivitas manusia. Keterkaitan
tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir.
Secara konseptual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara
lingkungan darat, lingkungan laut, dan aktivitas manusia (Bengen, 2004).
Studi mengungkapkan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
sumberdaya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan bersifat sektoral dan
terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan alamiah ekosistem pesisir dan lautan yang
secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan ekosistem lahan atas,
serta beraneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi
pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam suatu hamparan ekosistem pesisir,
mensyaratkan bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara
optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan
holistik. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang mengindahkan aspek konservasi dan
keberlanjutannya (Bengen, 2004).
Adapun konteks keterpaduan yang dimaksud dalam Pasal 5 UU No. 27 Tahun
2007 wajib dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: a. antara Pemerintah
dan Pemerintah Daerah, b. antar- Pemerintah Daerah, c. antar sektor, d. antara
laut, serta f. antara ilmu Pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen. Pengelolaan
sumberdaya pesisir secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability)
dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah
pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat
berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM).
Apabila perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan tidak dilakukan
secara terpadu, maka dikhawatirkan sumberdaya tersebut akan rusak bahkan punah,
sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang keseimbangan pembangunan
nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju, adil dan makmur. Pengelolaan
sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses untuk mewujudkan
pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan (Dahuri, et al, 1996).
Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi
jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat
dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat
(stakeholders), dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir,
sehingga pembangunan dapat berlangsung secara lestari. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut maka unsur essensial dari ICZM adalah keterpaduan dan koordinasi.
Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir harus
berdasarkan kepada: (1) pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah
ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat; dan (3) kebutuhan saat ini dan yang
akan datang terhadap barang dan (produk) serta jasa lingkungan pesisir (Bengen,
2004).
Di dalam proses pengelolaan dilakukan identifikasi dan analisis mengenai
berbagai isu pengelolaan atau pemanfaatan yang ada maupun yang diperkirakan akan
muncul dan kemudian menyusun serta melaksanakan kebijakan dan program aksi
untuk mengatasi isu yang berkembang. Proses pengelolaan kawasan pesisir secara
terpadu dan berkelanjutan ini minimum memiliki empat tahapan utama yaitu:
(1) Penataan dan Perencanaan, (2) Formulasi, (3) Implementasi, dan (4) Evaluasi.
Pada tahap perencanaan dilakukan pengumpulan dan analisis data guna
mengidentifikasi kendala dan permasalahan, potensi dan peluang pembangunan dan
tantangan. Atas dasar ini, kemudian ditetapkan tujuan dan target pengelolaan atau
pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan struktur implementasi untuk
mencapai tujuan tersebut (Cicin-Sain and Knect, 1998).
Oleh karena tujuan ICZM adalah mewujudkan pembangunan kawasan pesisir
secara berkelanjutan maka keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan
pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu: (a) Keterpaduan wilayah/ekologis;
(b) Keterpaduan sektor; (c) Keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) Keterpaduan
stakeholder. Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju/tingkat kegiatan
pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
dapat dirasakan oleh segenap stakeholders secara adil dan berkelanjutan (Cicin-Sain
Menurut Bengen (2004), Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara
terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dengan
demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan
pesisir dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan
and one manegement serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan
kesejahteraan secara keseluruhan.
Keterpaduan secara sektoral di wilayah pesisir berarti diperlukan adanya suatu
koordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi
(horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa,
kecamatan, kabupaten, propinsi sampai pemerintah pusat (vertikal integration).
Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam
pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar inter disiplin ilmu,
yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya
yang relevan. Hal ini wajar dilakukan mengingat wilayah pesisir pada dasarnya terdiri
dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis
(Bengen, 2004).
Wilayah pesisir yang tersusun dari berbagai macam ekosistem itu satu sama
lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa
suatu ekosistem akan berdampak negatif ke ekosistem lainnya. Selain itu wilayah
pesisir, juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang
terdapat di kawasan sekitarnya dan lahan atas maupun laut lepas. Kondisi empiris
secara terpadu harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological
linkages) yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Nuansa keterpaduan
tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi mengingat bahwa
suatu pengelolaan terdiri dari 3 tahap utama, yaitu perencanaan, implementasi dan
monitoring/evaluasi (Cicin-Sain and Knect, 1998).
2.3. Pengertian Wilayah Pesisir
Pengertian dan batasan mengenai wilayah pesisir secara baku sampai saat ini
belum ada. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah
pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Apabila ditinjau dari
garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas
(boundaries), yaitu: batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak
lurus terhadap garis pantai (Bengen, 2004).
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut, kearah
daratan meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembasan air
asin.
Ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami
yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pertanian dan pencemaran (Soegiarto,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian dari sumberdaya alam yang
dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan yang dikuasai
oleh Negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan
datang, bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keragaman potensi
sumber daya alam yang tinggi dan sangat penting bagi pengembangan sosial,
ekonomi, budaya, lingkungan dan penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu
perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasan global, dengan memperhatikan
aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma
hukum nasional.
2.4. Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Perikanan Budidaya
Kawasan pesisir merupakan potensi lahan untuk usaha perikanan budidaya,
baik budidaya perikanan berbasis di lahan darat (land-based aquaculture) maupun
budidaya perikanan berbasis di perairan laut (marine-based aquaculture).
Jenis budidaya di lahan darat, terutama diwakili oleh pertambakan yang
sangat umum dipakai sebagai tempat membesarkan ikan bandeng (Chanos chanos)
dan udang misalnya (Penaeus monodon).
Jenis komoditi lain yang juga dibudidayakan di pertambakan adalah kepiting
di kawasan laut Deli Serdang diperkirakan cukup besar. Jenis komoditi yang dapat
diusahakan dalam jenis budidaya ini antara lain ikan kerapu, ikan kakap putih,
teripang serta kerang-kerangan (Bengen, 2004).
Wilayah pesisir selain memiliki potensi sumberdaya yang besar, juga memiliki kompleksitas yang cukup tinggi. Kompleksitas yang dimaksud adalah:
1. Penentuan wilayah pesisir baik kearah darat maupun kearah laut sangat
bervariasi tergantung karakteristik lokal kawasan tersebut.
2. Adanya keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem
di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan
laut lepas.
3. Sumberdaya wilayah pesisir memiliki berbagai jenis sumberdaya dan jasa
lingkungan, sehingga menghadirkan berbagai penggunaan/pemanfaatan
sumberdaya pesisir yang dapat menimbulkan berbagai konflik kepentingan
antar sektor pembangunan.
4. Secara sosial ekonomi, wilayah pesisir biasa dihuni oleh lebih dari satu
kelompok masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda.
5. Adanya sifat common property dari sumberdaya pesisir yang dapat
mengakibatkan ancaman terhadap sumberdaya tersebut, dan
6. Sistem sosial budaya masyarakat pesisir memiliki ketergantungan terhadap
fenomena alam.
Karena kompleksitas permasalahan di wilayah pesisir ini cukup tinggi, maka
terpadu. Sebaliknya pengelolaan sektoral hanya akan memperbesar ancaman terhadap
kelangsungan sumberdaya pesisir dan laut (Bengen, 2004).
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007,
menyatakan bahwa: Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil dilaksanakan
dengan tujuan:
a. Melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya
Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau kecil serta sistem ekologisnya secara
berkelanjutan.
b. Menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
c. Memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong
inisiatif masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil agar tercapai keadilan, kesimbangan, dan keberlanjutan, serta
d. Meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan budaya masyarakat melalui peran serta
masyarakat dalam pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian terhadap interaksi manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta proses alami
secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 5 UU No. 27 Tahun
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002,
menyatakan, Pengelolaan Pesisir Terpadu adalah suatu proses pengelolaan
sumberdaya alam pesisir dan jasa lingkungan yang mengintegrasikan antara kegiatan
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan horizontal dan vertikal
ekosistem darat dan laut, sains dan manajemen sehingga pengelolaan sumberdaya
tersebut berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
2.5. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat
Pengelolaan Berbasis Masyarakat atau biasa disebut Community Based
Management (CBM) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya
alam, misalnya Perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan
masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Selain itu, masyarakat lokal juga
memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaannya
(religion). Dengan kemampuan transfer antar generasi yang baik, maka CBM dalam
prakteknya tercakup dalam sebuah sistem tradisional, di mana akan sangat berbeda
dengan pendekatan pengelolaan lain di luar daerahnya (Nikijuluw, 1994 dalam
Bengen, 2004).
Pengelolaan Berbasis Masyarakat (CBM) adalah sebagai “suatu strategi untuk
mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pusat pengambilan
kebijakan mengenai pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan di suatu
daerah terletak/berada di tangan masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya dikatakan
jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimilikinya, di mana
masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasi nya serta
masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya (Carter, 1996
dalam Bengen, 2004).
Pada peran masyarakat kita dapat memahami langkah alternatif solusi
pengelolaan sumberdaya perikanan menurut tingkatannya.
Pertama, pada level masyarakat, ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian khusus dalam mengelola sumberdaya perikanan, yaitu:
a. Menguatkan kelembagaan dan institusi lokal untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan dan pengawasan sumberdaya perikanan.
b. Melakukan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan berbasis
masyarakat, dan
c. Pengembangan industri perikanan yang mampu memberi nilai tambah melalui
diversifikasi produk perikanan.
Kedua, pada level kabupaten/kota masyarakat diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan dan ketrampilannya serta mengembangkan institusi lokal
dalam pengawasan dan pengelolaan sumberdaya perikanan karena aturan lokal dalam
penegakan hukum masih bersifat parsial. Satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah
mewujudkan mekanisme kelembagaan untuk mengkoordinasikan antara birokrasi
pemerintah dan nelayan.
seperti melalui stok ikan yang diidentifikasi serta di kelola secara bersama-sama. Ini
penting bagi semua daerah, terlebih bagi daerah-daerah yang pengelolaannya bersifat
frointier-based management (Bengen, 2004).
Sebagai suatu model, pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat
memiliki kelemahan dan kelebihan, yang tentunya harus diperhatikan manakala kita
mengembangkan sebuah model CBM sumberdaya perikanan. Beberapa kelebihan
(nilai-nilai positif) dari model CBM ini adalah:
1. Mampu mendorong pemerataan (equity) dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan.
2. Mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik.
3. Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang
ada.
4. Mampu meningkatkan efisiensi secara ekonomi dan ekologi.
5. Responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal.
6. Masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumberdaya secara
berkelanjutan.
Sementara itu, kelemahan (nilai-nilai negatif) dari pengelolaan sumberdaya
perikanan berbasis masyarakat antara lain adalah:
1. Hanya dapat diterapkan dengan baik pada kondisi masyarakat yang
strukturnya masih sederhana dengan skala dan wilayah kegiatan yang kecil.
2. Masyarakat memiliki keterbatasan seperti tingkat pendidikan, kesadaran akan
3. Terjadinya ketimpangan dalam implementasinya karena tidak didukung oleh
pemerintah.
4. Hanya efektif untuk kawasan pesisir dan laut dengan batas geografis yang
jelas atau terbatas.
5. Rentan terhadap intervensi luar atau peledakan permintaan sumberdaya alam
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian
Daerah penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan di pesisir dan laut
Kabupaten Deli Serdang ini dilaksanakan pada 4 (empat) Kecamatan Pesisir yang
meliputi batas administrasi wilayah desa pantai yang secara administrasi mencakup
17 desa, berikut nama desa/kecamatan yang termasuk dalam ruang lingkup penelitian.
Tabel 1. Desa/Kecamatan yang Termasuk dalam Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian 3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga (3) bulan yaitu: pada bulan Maret 2009
sampai pada bulan Mei 2009.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah nelayan yang berdomisili di 4 (empat)
Kecamatan Pesisir Kabupaten Deli Serdang sebanyak 2985 orang sedangkan untuk
(2005) bila populasi lebih kecil dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila
populasi lebih dari 100 maka dapat diambil 10%-15%.
Tabel 2. Penentuan Penarikan Sampel Populasi Penelitian
No Kecamatan Jumlah Populasi
/Nelayan
Jumlah Sampel Nelayan
1 Hamparan Perak 656 66
2 Labuhan Deli 493 49
3 Percut Sei Tuan 675 67
4 Pantai Labu 1.161 116
Total 2985 299
3.3. Bahan dan Sumber Data
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari: Peta administrasi,
kamera, alat perekam suara dan kuesioner panduan.
3.4. Metoda Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metoda yang dipergunakan adalah metode survei yang
bersifat deskriptif korelasional serta observasi lapangan. Sedangkan daya yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan pengisian daftar
pertanyaan (kuisioner) kepada pihak-pihak yang dikualifikasikan sebagai responden
peran serta dalam upaya pelestarian hutan mangrove, yaitu kegiatan atau aktivitas
responden mengikuti kegiatan penyuluhan, penanaman dan pemeliharaan hutan
mangrove yang dilakukan lembaga/pemerintahan desa maupun aktivitas penanaman
dan pemeliharaan terhadap hutan mangrove yang dilakukan atas kehendak sendiri.
Dan pemahaman akan kegiatan, kelembagaan serta manfaat yang diperoleh dari hutan
mangrove. Untuk pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait
seperti: BAPPEDA, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Deli Serdang, dan Dinas Kehutanan, yang meliputi data:
a. Data Sumberdaya Alam
Data sumberdaya alam yang dimaksudkan meliputi data-data tanah, data iklim
termasuk curah hujan, data sumberdaya perairan darat dan laut serta data luas
penggunaan lahan untuk Budidaya Perikanan (Bab IV, Deskripsi).
b. Data Sumberdaya Manusia
Data sumberdaya Manusia ini terdiri dari data jumlah proporsi penduduk usia
kerja, data penduduk berdasarkan jenis mata pencahariannya untuk memahami
proporsi ketenagakerjaan di sektor perikanan (Bab IV, Deskripsi).
c. Data Sumberdaya Institusi/Kelembagaan
Data sumberdaya institusi ini meliputi data-data jumlah dan jenis
kelembagaan masyarakat dan kelembagaan pemerintah yang berkaitan dengan
perikanan. Yang termasuk dalam kategori sumberdaya institusi ini adalah peraturan
daerah yang berkaitan dengan penataan ruang, serta kebijakan sejenis yang berkaitan
mengumpulkan data-data seperti di atas, dilakukan penelusuran sumber data, baik itu
lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan.
3.5. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metoda:
1. Untuk menguji hipotesis 1 (pertama) dilakukan Analisis Deskriptif, untuk
menganalisis variabel-variabel yang dinyatakan dengan sebaran frekuensi, baik
secara angka-angka maupun dalam bentuk persentase (perkembangan produksi
perikanan di 4 kecamatan pesisir Kabupaten Deli Serdang dari tahun 2004- 2008).
2. Untuk menguji hipotesis 2 (kedua) dilakukan Analisis Diskriptif dengan
menggunakan metoda statistik Chi-kuadrat.
X2 = ∑ { ( f0– f1)2 / (f1) }
Di mana: X2 = nilai Chi kuadrat
F0 = Umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan, lama bermukim
dan tingkat pendapatan.
F1 = frekuensi teoritis.
Untuk mengetahui signifikansinya, hasil X2 hitung dibanding dengan X2 tabel,
jika X2 hitung diperoleh sama atau lebih besar dari angka yang terdapat dalam X2
tabel, maka Hi diterima, ada hubungan dan jika X2 hitung lebih kecil dari X2
tabel, Ho diterima, tidak ada hubungan.
3. Untuk menguji hipotesis 3 (ketiga) dilakukan Analisis Diskriptif dengan
X2 = ∑ { ( f0– f1)2 / (f1) }
Di mana X2 = nilai Chi kuadrat
F0 = tingkat aktivitas, kelembagaan, manfaat
F1 = frekuensi teoritis.
Untuk mengetahui signifikansinya, hasil X2 hitung dibanding dengan X2 tabel, s
jika X2 hitung diperoleh sama atau lebih besar dari angka yang terdapat dalam X2
tabel, maka Hi diterima, ada hubungan dan jika X2 hitung lebih kecil dari X2
tabel, Ho diterima, tidak ada hubungan.
Variabel yang Diamati
Variabel penelitian yang diamati didefinisikan secara operasional yang
meliputi:
1. Tingkat peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove (Dependent
Variable) yang meliputi: frekuensi dan aktivitas mengikuti penyuluhan,
penanaman dan pemeliharaan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa,
maupun atas kehendak (kemauan) sendiri.
2. Karakteristik individu (independent variable) yang meliputi (1) umur,
(2) jumlah anggota keluarga, (3) pendidikan, (4) lama bermukim di desa
penelitian, dan (5) tingkat pendapatan.
3. Karakteristik kelompok dalam suatu organisasi dalam masyarakat yang
merupakan karakteristik di luar individu (independent variable) meliputi:
(1) tingkat aktivitas/kegiatan, (2) kelembagaan, dan (3) manfaat yang
Untuk menghindari interpretrasi, pengertian dari definisi yang
berbeda-beda, maka variabel yang diamati perlu didefinisikan secara operasinal guna
memberikan batasan-batasan terhadap setiap variabel yang diteliti sebagai
berikut:
1. Peran serta masyarakat adalah, keikut sertaan masyarakat dalam
pelestarian hutan mangrove, dalam bentuk keterlibatannya mengikuti
kegiatan penyuluhan, penanaman, dan pemeliharaan yang direncanakan
dan dilaksanakan oleh pemerintah desa maupun atas kehendak sendiri.
2. Karakteristik Individu meliputi:
Umur, adalah usia responden yang dihitung dari tahun lahir sampai saat
penelitian dilaksanakan dan dinyatakan dalam tahun.
Pendidikan yaitu, lamanya pendidikan formal yang diikuti oleh responden
yang dinyatakan dalam tahun.
Tingkat pendapatan yaitu: penghasilan rata-rata responden setiap bulan
yang diperoleh dari berbagai sumber.
Lama tinggal (masa bermukim) yaitu, lamanya responden mulai tinggal
di desa penelitian sampai saat penelitian dilaksanakan dan dinyatakan
dalam tahun.
Jumlah anggota keluarga yaitu: banyaknya anggota keluarga yang
3. Karakteristik kelompok meliputi:
Tingkat aktivitas/kegiatan adalah, frekuensi dan aktivitas/kegiatan yang
dilaksanakan baik penyuluhan, penanaman maupun pemeliharaan
mangrove.
Kelembagaan adalah, wadah yang ada yang berupaya untuk memberikan
berbagai bentuk pelayanan yang kaitannya dengan pelestarian mangrove.
Manfaat yaitu, keuntungan baik ekonomi maupun ekologis yang diperoleh
masyarakat dalam menggunakan potensi sumberdaya ekosistem
mangrove.
Tabel 3. Skala Tingkat Peran Serta Responden untuk Setiap Indikator Tingkat Peran Serta Responden
Untuk menafsirkan tingkat peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian
hutan mangrove di Kabupaten Deli Serdang, maka dibuat rentangan nilai persentase
Tabel 4. Rentangan Nilai Persentase Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pelestarian Hutan Mangrove di Kabupaten Deli Serdang
No Rentang Persentase dari Hasil Skor Tafsiran
1 2 3
1 2 3 4 5
81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20
BAB IV
PROFIL WILAYAH PESISIR KABUPATEN DELI SERDANG
4.1. Wilayah Administratif
Wilayah administratif kawasan pesisir meliputi 17 desa di 4 kecamatan dari
sejumlah desa pada 22 kecamatan di Kabupaten Deli Serdang. Adapun luas wilayah
pesisir 630,02 km2 (25,22%) dari luas Kabupaten Deli Serdang seluas 2.497,72 km2.
Adapun batas wilayah kabupaten Deli Serdang:
Sebelah Utara berbatasan dengan : Kabupaten Langkat
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Karo dan Kab. Simalungun
Sebelah Timur berbatasan dengan : Kabupaten Sergai dan Kabupaten Sergai
Sebelah Barat berbatasan dengan : Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat
Iklim
Iklim di daerah Kabupaten Deli Serdang termasuk wilayah pesisir Kabupaten
Deli Serdang merupakan iklim tropis dengan rata-rata kelembaban udara perbulan
sekitar 84%, curah hujan antara 70 sampai dengan 525 mm perbulan dengan periode
tertinggi pada bulan Agustus - Desember, rata-rata kecepatan udara 2,5 mil/detik
dengan tingkat penyerapan 3,10 mil/hari. Temperatur udara perbulan minimum 22,6
o
Oceanografi
Perairan Kabupaten Deli Serdang merupakan perairan yang termasuk kedalam
kategori perairan yang landai, seperti halnya dengan perairan pesisir Timur Sumatera
Utara lainnya. Garis Pantai Kabupaten Deli Serdang relatif kurang berlekuk-lekuk,
terutama di bagian Tenggara. Di bagian Barat laut terutama di Labuhan Deli, terlihat
garis Pantai yang berlekuk-lekuk akibat adanya muara sungai dan alur anak-anak
sungai. Adanya lekukan garis pantai tersebut juga diikuti dengan dasar perairan yang
landai, di mana garis kedalaman 5 meter berada pada jarak 7 – 10 km dari garis pantai
(BPS, 2008).
Pasang Surut (PASUT)
Pasang surut (pasut) merupakan fenomena alam yang dapat diamati dalam
bentuk naik turunnya muka (paras) air laut secara periodik. Pasang surut dibangkitkan
oleh gaya tarik benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Naik turunnya
muka air terjadi karena adanya gesekan tangensial (horizontal) dari gaya pembangkit
pusat sehingga masa air mengalir sebagai arus pasang surut ke suatu lokasi dan
sebagai akibatnya muka air naik dan dikatakan air pasang.
Saat arus pasang surut meninggalkan lokasi tersebut, muka air surut dan
dikatakan mengalami air surut. Tipe pasang surut di suatu lokasi tergantung dari
respon perairan tersebut terhadap komponen pasang surut. Komponen pasang surut
secara garis besar dikelompokkan ke dalam pasang surut harian (diurnal) dan pasang
surut semi harian (semi diurnal). Pasang surut harian (tunggal) mempunyai priode
sehari. Pasang surut semi harian (ganda) mengalami dua kali air pasang dan dua kali
air surut dengan priode sekitar 6 jam. Resapan dari suatu lokasi terhadap rambatan
komponen pasang surut ini tergantung geomorfologi garis pantai dan batimetri
perairan, sehingga dapat terbentuk tipe pasang surut harian, semi harian atau
campuran dari kedua tipe pasang surut tersebut dengan dominasi satu tipe pasang
surut (BAPPEDA, 2003).
Pasang surut di perairan Kabupaten Deli Serdang seperti halnya di perairan
Kabupaten Langkat, juga dipengaruhi rambatan pasang surut semi harian dari laut
Andaman. Hasil pengukuran pasang surut Desa Bagan Kuala, Kecamatan Tanjung
Beringin, pantai Wisata Pantai Cermin dan Muara Sungai Deli di Labuhan Deli oleh
Ditjen Perikanan (2000) menunjukkan kesamaan dengan pasang surut harian ramalan
pasang surut di Pelabuhan Belawan yang dipublikasikan Dinas Hidro Oceanografi
TNI AL tahun 2000. Berdasarkan konstanta harmonica pusat di Belawan, maka nilai
Fomzhal sebesar 0,27. Hal ini berarti tipe pasut adalah tipe campuran dominasi semi
harian, walaupun grafik pasang surutnya lebih mirip tipe semi harian, karena nilai
Fomzhal dekat dengan batas bawah tipe semi harian murni (BAPPEDA, 2003).
Arus Laut
Arus permukaan di perairan pesisir Kabupaten Deli Serdang dipengaruhi oleh
sistem sirkulasi arus di Selat Malaka. akan tetapi di sekitar pantai, selat, muara sungai
maka arusnya dipengaruhi oleh arus pasang surut. Pergerakan arus permukaan
di Selat Malaka kurang dipengaruhi oleh arah tiupan angin lokal, tetapi lebih
arus permukaan selalu bergerak kearah barat laut menuju Laut Andaman (Wyrtki,
1961).
Arah arus permukaan pada umumnya adalah ke Barat Laut dan Utara hampir
sepanjang tahun dengan kecepatan 2-8 cm/det dan kecepatan tertinggi mencapai 34
cm/det (November) kecuali pada bulan Pebruari di mana arus permukaan bergerak ke
Tenggara dengan kecepatan mencapai 34 cm/det (BAPPEDA, 2003).
Angin
Sistem angin di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dipengaruhi sistem
angin Muson yang arahnya berubah sesuai dengan pergantian musim. Dalam setahun
dikenal 4 musim yaitu musim hujan (musim Barat) pada bulan Desember – Pebruari,
musim peralihan I pada bulan Maret – Mei, musim kemarau atau musim Timur pada
bulan Juni – Agustus dan musim Peralihan II bulan September – Nopember
(BAPPEDA, 2003).
Gelombang
Gelombang yang terdapat di suatu perairan pesisir dapat dibangkitkan dilokasi
tersebut oleh angin lokal dapat juga berupa gelombang yang merambat dari laut
bebas. Selain itu gelombang dapat terbentuk oleh kapal laut yang melintas maupun
akibat adanya gempa di dasar laut. Pantai Kabupaten Deli Serdang relatif
berlekuk-lekuk di bagian barat laut, namun ada bagian dari pantai tersebut yang terbuka
terhadap hantaman gelombang yang dibangkitkan oleh angin pada arah tersebut
Suhu
Suhu dipermukaan laut di daerah tropis umumnya tinggi, akan tetapi variasi
musiman dan tahunannya kecil, karena variasi intensitas penyinaran matahari tidak
besar. Suhu permukaan laut di selat malaka bervariasi antara 27,5 sampai 29,0 oC
(Wyrtki, 1961).
Salinitas
Salinitas di perairan Selat Melaka lebih bervariasi dari suhu, baik secara
spasial maupun secara temporal. Hasil pengukuran salinitas di muara sungai Bandar
Khalifah, muara sungai Percut dan Pantai Labu menunjukkan salinitas
masing-masing 14,3 o/oo, 12,7 o/oo dan 30 o/oo (BPS, 2008).
4.2. Ekologi Wilayah
Ekosistem peisir yang dikemukakan khususnya Kabupaten Deli Serdang
berupa vegetasi pantai antara lain jenis mangrove (bakau). Di beberapa daerah
di Pantai Labu vegetasi bakau dijumpai dengan ketebalan cukup tipis (< 300 m
di daerah Percut vegetasi mangrove ditemukan dengan ketebalan sedang (25 – 100 m)
hingga lebat (> 100 m). Ketebalan dan kerapatan hutan mangrove di lokasi ini
menjadikan daerah tersebut sebagai tempat persinggahan beberapa jenis burung.
Jenis vegetasi mangrove yang mendominasi di daerah ini adalah jenis Avicennia sp,
Rhizophora sp dan Nypa fucticans (nipah). Selain vegetasi mangrove, di daerah ini
juga ditemukan vegetasi pantai lainnya seperti kelapa (Cocos nucifera), jenis Pinus
Tabel 5. Kondisi Vegetasi Mangrove di Kabupaten Deli Serdang
Peruntukan/Status (Ha) No Kecamatan Luas (Ha)
HSN HPT HPK
1 Labuhan Deli 2.982,99 2.982,99 - -
2 Hamparan Perak 5.509,68 1.192,15 4.317,53 -
3 Percut Sei Tuan 3.817,00 2.580,60 - 1.236,40
4 Pantai Labu 2.079,53 - 2.079,53 -
Jumlah 14.389,20 6.755,74 6.397,06 1.236,40
Sumber: Statistik Kehutanan Kab. Deli Serdang, 2008.
Dari data Tabel 5 di atas, maka kondisi hutan mangrove sekarang tampaknya
telah mengalami perubahan. Perubahan tersebut berupa pengurangan luasan hutan
mangrove karena konservasi lahan atau kegiatan lainnya yang berdampak pada
kerusakan mangrove (BAPPEDA, 2008).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pantai Labu
Luas Daerah
Kecamatan Pantai Labu memiliki luas 81,85 km2 (8.185 Ha), yang terdiri dari
19 desa dan 76 dusun dengan ibukota Desa Kelambir.
Keadaan Alam Topografi
Secara geografis, Kecamatan Pantai Labu terletak pada 20 57’– 30 16’ LU
dan 980 37’ - 99 0 27’ BT yang merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 0
Iklim
Daerah Kecamatan Pantai Labu beriklim tropis dengan dua musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau dengan suhu berkisar antara 23 0C sampai dengan
34 0C. Kedua musim ini sangat dipengaruhi oleh angin laut yang membawa hujan dan
angin gunung yang membawa panas dan lembab.
Curah hujan yang menonjol di wilayah Kecamatan Pantai Labu adalah pada
bulan-bulan Maret, April, September sampai dengan Desember. Sedangkan musim
kemarau terjadi pada bulan-bulan Januari, Pebruari, Mei sampai dengan Agustus
(BPS, 2008).
Batas-batas
Wilayah Kecamatan Pantai Labu berbatasan dengan
Sebelah Utara berbatasan dengan : Selat Malaka
Sebelah Timur berbatasan dengan : Kecamatan Pantai Cermin
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Beringin
Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan Percut Sei Tuan
Jumlah penduduk di Kecamatan Pantai Labu adalah sebanyak 42.618 jiwa
yang terdiri dari laki-laki sebanyak 21.762 jiwa dan perempuan sebanyak 20.866 jiwa
yang mendiami 8.702 rumah tangga dengan sebagian besar suku Melayu dan Jawa,