• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Edukasi terhadap Kemampuan Keluarga dalam Perawatan Stoma pada Anggota Keluarga yang Mengalami Kolostomi di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Edukasi terhadap Kemampuan Keluarga dalam Perawatan Stoma pada Anggota Keluarga yang Mengalami Kolostomi di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Edukasi terhadap Kemampuan Keluarga dalam

Perawatan Stoma pada Anggota Keluarga yang

Mengalami Kolostomi di Rindu B Ruang 2A

RSUP. H. Adam Malik Medan

Santy Ercelina Nainggolan

081101017

Skripsi

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Edukasi Terhadap Kemampuan

Keluarga dalam Perawatan Stoma pada Anggota Keluarga yang Mengalami

Kolostomi Di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan”.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang dihadapi oleh

penulis, namun atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa disertai usaha dan

kemauan yang tinggi dari penulis serta bimbingan, bantuan, dan motivasi dari

berbagai pihak, sehingga kesulitan dapat diatasi.

Penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam penulis sampaikan

kepada Almh. Ibunda tercinta K. br. Tambunan yang telah mengajarkan kepada

saya dalam mengejar cita-cita dan nasihat-nasihat, Ayahanda tercinta M.

Nainggolan yang membuat saya semangat untuk meneruskan kuliah walaupun

tanpa sosok kehadirannya, tante saya Astilia M. Tambunan, Spd. Msi dan Tante

Bonur Tambunan, Spd. dalam dukungan materi dan bimbingan yang diberikan,

dan terkhusus juga buat teman setia penulis: Dedi Gengsi Butar-Butar, ANT III

yang selalu mendukung, membantu dalam menyemangati perkuliahan terlebih lagi

dalam memfasilitasi penyelesaian skripsi saya dan selalu ada baik suka maupun

(4)

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih

setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardianta, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian dan arahan

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Asrizal, S.Kep. Ns, WOC (ET)N, WCS sebagai dosen pembimbing

yang telah memberikan masukan/pengarahan kepada penulis dalam penulisan

skripsi ini.

4. Bapak Ikhsanudin Harahap dan Ibu Rosina Tarigan sebagai dosen penguji

yang telah memberikan masukan untuk skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar yang telah membimbing dan mengarahkan penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Direktur Utama RSUP. H. Adam Malik Medan, Direktur SDM dan Penelitian,

Kepala Instalasi LITBANG beserta stafnya, Kepala Instalasi Rindu B, Kepala

Ruangan dan pegawai Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan yang

telah memberikan izin penelitian kepada saya dan membantu proses penelitian

skripsi ini.

7. Seluruh keluarga terkhusus opung saya yang telah memberikan segala nasihat

dan doa-doanya kepada saya.

8. Abang Mangiring, adik Julio Riki, dan adik Rita yang telah menyediakan

(5)

9. Sahabat saya Novayanti Tanjung yang telah menemani saya baik suka maupun

duka selama proses penyelesaian skripsi ini.

10.Seluruh teman-teman seperjuangan Fakultas Keperawatan 2008 Universitas

Sumatera Utara yang telah mendukung dan membantu menyemangati saya

dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Seluruh responden dalam penelitian saya yang sudah kooperatif bekerja sama

selama proses penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini kurang sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi

pembacanya.

Medan, Juli 2012

Penulis,

(6)
(7)

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 31

1.1.Karakteristik Responden ... 46

1.2.Kemampuan Responden ... 48

1. Surat Izin Penelitian dari F. Kep USU

2. Surat balasan survey awal dari RSUP. H. Adam Malik Medan

3. Surat balasan penelitian dari RSUP. H. Adam Malik Medan

4. Jadwal Tentatif Penelitian

5. Taksasi Dana

6. Inform Consent

7. Instrumen Penelitian

(8)

9. Hasil uji validitas (CVI) 10. Hasil uji reliabilitas

11. Hasil SPSS: Distribusi dan frekuensi karakakteristik responden,

Distribusi Normal Kolmogorov-Smirnov, Uji

Wilcoxon Signed Ranks Test dan Uji Paired T-Test

12. Master Data

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Defenisi Operasional ………... 32

Tabel 4.1. Rancangan Penelitian ……….. 35

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase data demografi ………... 48

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kemampuan (pre test) ………... 49

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Kemampuan (pre test)

ditinjau dari aspek pengetahuan tentang perawatan stoma ………….. 50

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Kemampuan (pre test)

ditinjau dari aspek tindakan melakukan perawatan stoma ………….. 51

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kemampuan (post test) …... 52

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Kemampuan (post test)

ditinjau dari aspek pengetahuan tentang perawatan stoma …..….… 52

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Kemampuan (post test)

ditinjau dari aspek tindakan melakukan perawatan stoma ……….… 53

Tabel 5.8. Hasil uji Wilcoxon kemampuan keluarga pre test dan post test

dalam perawatan stoma ………...………...… 54

Tabel 5.9. Hasil uji Wilcoxon kemampuan keluarga pre test dan post test

Ditinjau dari aspek pengetahuan dalam perawatan stoma ……... 55

Tabel 6.0. Hasil uji Pair T-Test kemampuan keluarga pre test dan post test

(11)

Judul Penelitian : Pengaruh Edukasi terhadap Kemampuan Keluarga dalam Perawatan Stoma pada Anggota Keluarga yang Mengalami Kolostomi Di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan

Peneliti : Santy Ercelina Nainggolan

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan)

Tahun : 2012

ABSTRAK

Stoma merupakan lubang usus yang muncul dipermukaan abdomen yang berupa mukosa kemerahan. Edukasi merupakan suatu intervensi yang dapat membantu pasien dan keluarga untuk menjaga kesehatan stoma dengan perawatan yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan yang dilaksanakan pada tanggal 14 Maret sampai 21 Mei 2012. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi experimen dengan teknik sampling yaitu purposive sampling terhadap 15 anggota keluarga pasien kolostomi di ruangan Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur kemampuan keluarga dalam merawat stoma anggota keluarga yang mengalami kolostomi berupa kuesioner pengetahuan dan lembar observasi. Analisis yang digunakan adalah Wilcoxon, dengan nilai p = 0.001 (p<0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam perawatan stoma. Kemampuan keluarga sebelum diberi edukasi rata-rata 18,93 (SD=3,105), hal ini menunjukkan kemampuan keluarga kurang dalam merawat stoma. Sedangkan kemampuan setelah diberi edukasi rata-rata 35,67 (SD=1,175), hal ini berarti bahwa keluarga sudah mampu melakukan perawatan stoma pada anggota keluarganya yang mengalami kolostomi. Oleh sebab itu, hendaknya perawat dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan yang salah satunya dengan tetap memberikan edukasi perawatan stoma pada keluarga pasien kolostomi dan pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan home care atau memonitoring perawatan yang dilakukan keluarga/pasien pada saat pulang kerumah.

(12)

Judul Penelitian : Pengaruh Edukasi terhadap Kemampuan Keluarga dalam Perawatan Stoma pada Anggota Keluarga yang Mengalami Kolostomi Di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan

Peneliti : Santy Ercelina Nainggolan

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan)

Tahun : 2012

ABSTRAK

Stoma merupakan lubang usus yang muncul dipermukaan abdomen yang berupa mukosa kemerahan. Edukasi merupakan suatu intervensi yang dapat membantu pasien dan keluarga untuk menjaga kesehatan stoma dengan perawatan yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan yang dilaksanakan pada tanggal 14 Maret sampai 21 Mei 2012. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi experimen dengan teknik sampling yaitu purposive sampling terhadap 15 anggota keluarga pasien kolostomi di ruangan Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur kemampuan keluarga dalam merawat stoma anggota keluarga yang mengalami kolostomi berupa kuesioner pengetahuan dan lembar observasi. Analisis yang digunakan adalah Wilcoxon, dengan nilai p = 0.001 (p<0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam perawatan stoma. Kemampuan keluarga sebelum diberi edukasi rata-rata 18,93 (SD=3,105), hal ini menunjukkan kemampuan keluarga kurang dalam merawat stoma. Sedangkan kemampuan setelah diberi edukasi rata-rata 35,67 (SD=1,175), hal ini berarti bahwa keluarga sudah mampu melakukan perawatan stoma pada anggota keluarganya yang mengalami kolostomi. Oleh sebab itu, hendaknya perawat dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan yang salah satunya dengan tetap memberikan edukasi perawatan stoma pada keluarga pasien kolostomi dan pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan home care atau memonitoring perawatan yang dilakukan keluarga/pasien pada saat pulang kerumah.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kolostomi merupakan sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah

pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991 dalam

Murwani, 2009). Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan yang berupa

mukosa kemerahan disebut dengan stoma. Kolostomi dapat dibuat secara

permanen ataupun temporer (sementara) yang disesuaikan dengan kebutuhan

pasien (Murwani, 2009).

Tindakan kolostomi paling sering dilakukan karena adanya karsinoma

kolon dan rektum (Mayers, 1996). Angka kejadian karsinoma kolon dan rektum di

Amerika Serikat bekisar 150.000 dalam setahun (Smeltzer & Bare, 2002).

Sedangkan di Indonesia prevalensi karsinoma kolon dan rektum cukup tinggi, dan

kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun (Sjamsuhidajat, 1997). Pada saat

peneliti melakukan studi pendahuluan di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah

pasien kolostomi mulai bulan januari 2009 sampai dengan September 2011

sebanyak 1.221 jiwa.

Pasien dengan pemasangan kolostomi disertai dengan tindakan laparotomi

(operasi pembukaan dinding perut). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami

infeksi karena letaknya yang bersebelahan dengan lubang stoma yang

kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka

(Murwani, 2009). Komplikasi pada stoma yang dapat terjadi adalah

(14)

adanya pergeseran feses yang sulit dikeluarkan, stenosis akibat penyempitan

lumen, prolap pada stoma akibat kelemahan otot abdomen, perdarahan stoma

akibat tidak adekuatnya haemostasis dari jahitan batas mucocutaneus, edema

jaringan stoma akibat tekanan dari hematoma peristomal dan pengkerutan dari

kantong kolostomi, nekrotik stoma akibat cedera pada pembuluh darah stoma, dan

retraksi/pengkerutan stoma akibat kantong stoma yang terlalu sempit/tidak pas

untuk ukuran stoma dan akibat jaringan scar disekitar stoma (Blackley, 2004).

Penelitia

kulit yang telah menggunakan kantong stoma yang normal. Dermatosis termasuk

reaksi iritasi, terutama dari kebocoran urin atau tinja (42%); penyakit kulit yang

sudah ada, terutama psoriasis, dermatitis seboroik dan eksim (20%), infeksi (6%);

dermatitis kontak alergi (0,7%) dan pioderma gangrenosum (0,6% kejadian

tahunan). Selanjutnya 15% dari pasien mengalami dermatitis persisten atau

berulang tidak diketahui dengan pasti apakah akibat alergi, infeksi atau iritasi

terang fekal. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa insiden peristomal

kulit pada pasien ostomy berkisar 25% sampai 35%. Penelitian

menyatakan tidak ada masalah kulit tapi secara keseluruhan 27 pasien memiliki

gangguan kulit (11 dari mereka menyadari memiliki masalah dan 16 dari mereka

tidak sadar). Pasien yang melakukan perawatan stoma tidak melaporkan masalah

apapun meskipun 27 mempunyai beberapa gangguan kulit. Tidak ada pasien yang

dilaporkan memiliki erosi kulit meskipun 13 terdeteksi oleh perawat stoma.

(15)

baru tetapi juga untuk pasien lain dengan stoma permanen yang mungkin lebih

membutuhkan pendidikan.

Perawatan stoma harus diajarkan pada pasien dan keluarga bersamaan

dengan bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi.

Karena singkatnya masa perawatan (2-4 minggu), pasien belum dapat sepenuhnya

terlatih dalam teknik perawatan stoma sebelum pulang (Smeltzer & Bare, 2002).

Dalam penelitian Panusur dan Nurhidayah (2007), sebagian besar responden

pasien kolostomi (58,33%) mempunyai gambaran diri negatif setelah tindakan

kolostominya ketika pasien akan pulang dari perawatan. Pasien dengan kolostomi

akan menganggap bahwa stoma mereka akan tetap dapat terlihat oleh orang lain

walaupun sebenarnya tidak terlihat sehingga mereka merasa takut akan di tolak

oleh pasangan, teman dekat ataupun orang–orang disekitarnya.

Syok psikologis merupakan reaksi emosional pasien terhadap perubahan,

dan dapat terjadi pada saat pertama pembuatan stoma ditetapkan atau setelah

operasi dilakukan. Reaksi pasien saat ini mungkin menggunakan pertahanan ego

mengingkari, menolak, proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.

Tahap menarik diri merupakan tahap dimana pasien menjadi sadar akan kenyataan

dan ingin lari dari kenyataan, reaksi pasien pada tahap ini mungkin pasien menjadi

sangat tergantung, pasif, tidak ada motivasi dalam berperan dalam perawatannya.

Oleh karena itulah, pasien membutuhkan orang lain yang dapat membantunya

dalam melakukan perawatan ketika pasien meninggalkan rumah sakit (WHO,

(16)

sehingga keluarga nantinya diharapkan dapat memantau dan ikut membantu

pasien untuk mencapai self care-nya.

Menurut Friedman (1986, dalam Setiawan & Dermawan, 2008), salah satu

fungsi keluarga adalah fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan

yang merupakan fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan

dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Tujuan dari

fungsi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam

merawat anggota keluarga yang sakit (Suprajitno, 2004). Berkembangnya

kemampuan seseorang terjadi melalui tahapan tertentu, yang dimulai dari

pembentukan pengetahuan, sikap, sampai dimilikinya keterampilan baru (Suliha,

dkk, 2001).

Pada saat survey awal ke ruangan pada tanggal 26 september sampai 3

oktober 2012 terdapat 6 pasien kolostomi yang sedang dirawat inap yang terdiri

dari 4 dirawat di Rindu B Ruang 3 (onkologi) dan 2 di Rindu B Ruang 2A ( bedah

digestif). Peneliti mendapatkan bahwa 3 anggota keluarga dari pasien kolostomi

tidak tahu dampak yang akan terjadi apabila stoma tidak dirawat, tidak tahu kapan

kantong kolostomi harus diganti, tidak tahu apa yang harus dilakukan jika kantong

kolostomi sudah penuh, tidak tahu dan tidak mampu bagaimana cara membuka

kantong kolostomi dengan baik, tidak tahu dan tidak mampu apa yang dapat

dilakukan apabila terjadi iritasi disekitar stoma, tidak tahu cara membersihkan

stoma, dan tidak mampu untuk memasang kantong kolostomi seandainya lepas.

Hal ini memungkinkan untuk diberikan edukasi pada keluarga tentang perawatan

(17)

Dari latar belakang masalah yang sudah disebutkan di atas, maka peneliti

merasa tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan

keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami

kolostomi di RSUP. H. Adam Malik Medan.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi apakah ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga

dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi di

Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan.

3. Pertanyaan penelitian

a. Bagaimana kemampuan keluarga tentang perawatan stoma pada anggota

keluarga yang mengalami kolostomi sebelum diberi edukasi tentang

perwatan stoma?

b. Bagaimana kemampuan keluarga merawat stoma pada anggota keluarga

yang mengalami kolostomi setelah diberi edukasi tentang perawatan

stoma?

c. Apakah ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam

perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi?

4. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh edukasi terhadap

kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang

(18)

5. Tujuan penelitian 5.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh edukasi terhadap

kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang

mengalami kolostomi di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan.

5.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada

anggota keluarga yang mengalami kolostomi sebelum diberi edukasi

tentang perwatan stoma.

b. Mengidentifikasi kemampuan keluarga dalam merawat stoma pada

anggota keluarga yang mengalami kolostomi setelah diberi edukasi

tentang perawatan stoma.

c. Mengidentifikasi pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam

perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi.

6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada berbagai

pihak.

6.1. Bagi Keluarga

Keluarga mendapat informasi dan pengetahuan tentang perawatan stoma

dan dapat menerapkannya pada saat merawat stoma pada salah satu anggota

(19)

6.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebagai informasi bagi pendidikan keperawatan tentang pentingnya

perawatan stoma pada pasien kolostomi sehingga dapat dikembangkan dan

diperkenalkan pada calon perawat di dunia pendidikan keperawatan.

6.3. Bagi Praktisi keperawatan

Bila hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh edukasi terhadap

kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang

mengalami kolostomi, diharapkan sebagai perawat yang merupakan salah satu

elemen pelayanan kesehatan agar dapat memberikan edukasi kepada keluarga

tentang perawatan stoma agar keluarga mampu merawat pasien kolostomi. Selain

itu hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data dan informasi untuk

evaluasi dalam pengembangan praktek keperawatan klinik khususnya di bagian

keperawatan medikal bedah.

6.4. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar pada penelitian

berikutnya, yang menyangkut pengembangan asuhan keperawatan khususnya

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Kolostomi 1.1. Pengertian

Kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada

dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (Bouwhuizen, 1991 dalam Murwani,

2009). Randy (1987, dalam Murwani, 2009) mendefenisikan kolostomi sebagai

suatu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding

perut untuk mengeluarkan feses. Evelyn (1991, dalam Murwani, 2009) juga

mengatakan bahwa kolostomi merupakan lubang yang dibuat melalui lubang

dinding abdomen kedalam kolon iliaka untuk mengeluarkan feses. Berdasarkan

defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa kolostomi merupakan suatu tindakan

pembedahan untuk membuat suatu lubang dari kolon melalui dinding abdomen

baik sementara ataupun permanen agar feses dapat keluar melalui kolon.

1.2. Stoma

Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan yang berupa mukosa

kemerahan disebut dengan stoma (Muwarni, 2009). Untuk mengambil keluaran

dari stoma, diperlukan sebuah kantong sekali pakai atau kantong drainase yang

disebut appliance yang dilekatkan pada stoma. Karena kontrol sfingter normal

tidak digunakan, mungkin akan muncul masalah-masalah kebocoran,

pengendalian bau dan iritasi di sekitar area (Blackley, 2004). Perlengkapan ostomi

terdiri atas satu lapis dengan barier kulit hipoalergik untuk mempertahankan

(21)

dalam perawatan stoma. Peralatan yang sesuai ukuran merupakan hal yang

penting untuk mencegah kebocoran stoma (Wong, 2009).

Komplikasi pada stoma yang dapat terjadi jika tidak dilakukan perawatan

adalah dapat terjadi obstruksi/penyumbatan yang diakibatkan karena adanya

perlengketan usus atau adanya pergeseran feses yang sulit dikeluarkan, stenosis

akibat penyempitan lumen, prolap pada stoma akibat kelemahan otot abdomen,

perdarahan stoma akibat tidak adekuatnya haemostasis dari jahitan batas

mucocutaneus, edema jaringan stoma akibat tekanan dari hematoma peristomal

dan pengkerutan dari kantong kolostomi, nekrotik stoma akibat cedera pada

pembuluh darah stoma, dan retraksi/pengkerutan stoma akibat kantong stoma

yang terlalu sempit/tidak pas untuk ukuran stoma dan akibat jaringan scar

disekitar stoma (Blackley, 2004). Oleh sebab itu, sangatlah penting dilakukan

perawatan stoma untuk menjaga area tersebut agar tetap bersih dan kering. Untuk

menampung drainase, digunakan kantong kolostomi sekali pakai yang menutupi

stoma. Kantong tersebut ditahan menggunakan sabuk atau perekat.

Perawatan stoma yang benar sangat diperlukan untuk mempertahankan

kesehatan jaringan karena daerah disekitar stoma mengalami kontak langsung

dengan feses yang cair atau semicair (Hegner & Caldwell, 2003). Sebaiknya

keluarga secara aktif dilibatkan karena keluarga mempunyai tanggung jawab akhir

dalam mengatur hidup mereka sendiri, selain itu tindakan ini merupakan cara

untuk menghormati dan menghargai keluarga (Carey, 1989 dalam Suprajitno,

2004). Menurut Suprajitno (2004), untuk menstimulasi kesadaran atau penerimaan

(22)

memberikan informasi yang tepat, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan

keluarga tentang kesehatan, serta mendorong sikap emosi yang mendukung upaya

kesehatan. Rencana tindakan ini diarahkan untuk mengubah pengetahuan, sikap

dan tindakan keluarga sehingga pada akhirnya keluarga mampu memenuhi

kebutuhan kesehatan anggota keluarganya (Calgary, 1994 dalam Suprajitno,

2004).

1.3. Indikasi Kolostomi

Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis dan kondisi umum klien

( McGarity, 1992 dalam Potter dan Perry, 2006).

Kolostomi dapat dibuat secara permanen ataupun temporer (sementara)

yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Kolostomi temporer dibuat pada

pasien yang tujuannya untuk dekompresi kolon sedangkan kolostomi permanen

dibuat pada pasien yang tidak mampu lagi untuk defekasi secara normal melalui

anus, hal ini biasanya disebabkan karena adanya keganasan, perlengketan, atau

pengangkatan kolon sigmoid dan rektum.

1.4. Perawatan Stoma

Keadaan stoma yang baik adalah berwarna merah muda yang agak gelap

mendekati warna merah. Apabila mengalami gangguan sirkulasi, stoma akan

berubah warna menjadi merah gelap. Beberapa hari pertama stoma akan menjadi

oedema dan akan menciut (Lewis & Collier, 1983). Oleh karena itu, perawatan

stoma dapat dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kebersihan pasien, mencegah

terjadinya infeksi, mencegah terjadinya iritasi pada kulit sekitar stoma, dan untuk

(23)

Kulit stoma harus dicuci dengan menggunakan air hangat dan dikeringkan

segera. Kulit harus dijaga bebas dari cairan intestinal yang mungkin akan keluar.

Sebuah barier kulit seperti topical sprays, ostomi cream, stomahesive, bedak

karaya, dan produk lainnya dapat menjadi proteksi bagi kulit. Sebuah kantong

kolostomi yang sekali pakai, open-ended, dan transparan lebih mudah untuk

memproteksi kulit sekaligus dapat dilihat komponen didalamnya. Kantong harus

sesuai atau pas untuk mencegah kebocoran sekitar stoma. Ukuran stoma

ditentukan oleh kartu pengukur stoma. Kantong kolostomi akan dipasang setelah

pembedahan tetapi belum berfungsi. Kolostomi akan berfungsi 2 sampai 4 hari

lagi setelah operasi ketika peristaltik usus sudah cukup pulih.

Volume, warna, dan konsistensi drainase harus dicatat. Setiap kali kantong

kolostomi tersebut diganti, kondisi kulit harus diamati apakah ada iritasi atau

sebagai pertimbangan tindakan. Kantong kolostomi yang kotor tidak boleh

digunakan lagi secara langsung pada kulit yang sudah teriritasi.

Diet pada pasien kolostomi bersifat individual. Pasien harus diajarkan

untuk menghindari makanan yang menyebabkan gas, diare, sembelit, atau yang

odorforming atau yang mengiritasi kulit. Jika klien memperkenalkan satu

makanan pada suatu waktu, makanan yang menyebabkan masalah dapat dengan

mudah diidentifikasi. Masalah dengan diare dapat dikendalikan dengan

obat-obatan. Laxative atau pencahar ringan dapat dikonsumsi ketika konstipasi

(sembelit) menjadi suatu masalah.

Kantong kolostomi dapat juga dipakai untuk mengumpulkan drainase.

(24)

karakteristik tinja yang semiliquid dan lebih sulit dikendalikan daripada

kolostomi di sisi kiri usus besar. Sedangkan kolostomi yang berada di kolon

sigmoid atau menurun memiliki karakteristik tinja yang semipadat dan lebih

mudah untuk mengkelolanya. Ada klien yang mungkin memakai kantong drainase

atau mungkin ada juga yang tidak memakai kantong drainase. Sebuah cap

(pengatur udara) dapat dikenakan di atas stoma untuk membantu mengontrol bau.

Deodorized seperti nilodar, arang, tablet klorofil, atau oral bismut subcarbonat

(derifil) akan membantu mengontrol bau (Lewis & Collier, 1983).

1.4.1. Perawatan Kulit

Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada kolostomi

transversal, terdapat fese lunak dan berlendir yang mengiritasi kulit. Pada

kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan sedikit

mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering

mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barier kulit

protektif disekitar stoma, dan mengamankannya dengan melekatkan kantung

drainase. Bedah nistatin (Mycostatin) dapat ditebarkan sedikit pada kulit

peristoma bila terdapat iritasi atau pertumbuhan jamur.

Kulit dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan, dan waslap

lembab serta lembut. Adanya kelebihan barier kulit dibersihkan. Sabun bertindak

sebagai agen abrasive ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan fekal.

Selama kulit dibersihkan, kassa dapat digunakan untuk menutupi stoma atau

tampon vagina dapat dimasukkan dengan perlahan untuk mengabsorpsi kelebihan

(25)

Pasien diizinkan untuk mandi atau mandi pancuran sebelum memasang

alat yang bersih. Plester mikropor yang yang dilekatkan pada sisi kantung akan

melindunginya selama mandi. Kulit dikeringkan dengan seksama menggunakan

kasa; hindari menggosok area tersebut. Barier kulit (wafer, pasta, atau bedak)

digunakan disekitar stoma untuk melindungi kulit dari drainase fekal (Smeltzer &

Bare, 2002).

1.4.2. Memasang Kantung Kolostomi

Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang

kantung harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. kulit dibersihkan sesuai

prosedur di atas. Barier kulit peristoma dipasang. Kantung kemudian dipasang

dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya diatas stoma selam 30

detik. Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak karaya pada kulit atau bedak

stomahesive sebelum kantung dilekatkan (Smeltzer & Bare, 2002).

1.5. Macam-Macam Jenis Kantong Kolostomi

Menurut Setyorini (2009), ada bermacam – macam jenis kantong stoma

yang perlu diketahui, antara lain:

1. Menurut jenis “Base Plate”/“Faceplate”/Lapisan dasar yang menempel di

kulit sekitar stoma:

a. “One piece system”/sistem satu lempengan (lapisan): pada sistem ini

lapisan dasarnya ada yang seperti perekat “double tape” saja, dan ada pula

yang memiliki “skin barrier”.

b. “Two pieces system”/sistem dua lempengan (lapisan)”: pada sistem ini

(26)

pasangannya/tangkupannya sesuai dengan ukurannya masing-masing

(tidak boleh beda ukuran).

2. Menurut bentuk “Base Plate”/“Faceplate”/“Wafer”/Lapisan dasar yang

menempel pada kulit sekitar stoma, ada 2 (dua) jenis:

a. Standard/Normal flange base plate/face plate.

b. Convex flange base plate / face plate.

3. Menurut bentuk kantong stomanya, ada 3 (tiga) jenis:

a. Closed pouch/kantong yang tertutup pada bagian bawahnya.

b. Drainable pouch/kantong yang terbuka pada bagian bawahnya (barus

ditutup menggunakan klip.

c. Mini closed pouch/kantong stoma yang kecil.

4. Menurut warna kantong stomanya, ada 2 (dua):

a. Clear bag/Transparant bag/kantong transparan.

b. Opaque bag/kantong warna gelap (sesuai dengan warna kulit).

5. Menurut jenis stomanya, ada 2 (dua):

a. Kantong stoma untuk menampung feses.

b. Kantong stoma untuk menampung urin.

Biasanya pemilihan kantong ini disarankan secara umum sebagai berikut:

- Pada pasien pasca operasi hari ke 0–3 atau 5 (sesuai jumlah produksi

stoma) disarankan untuk menggunakan kantong stoma yang transparan,

supaya mudah diobservasi.

- Pada pasien yang akan pulang ke rumah disarankan untuk menggunakan

(27)

- Khusus untuk “Ostomate” dengan stoma kolon, apabila ingin berenang

dapat menggunakan kantong stoma yang kecil/mini closed pouch.

Pada perawatan stoma ini ada kalanya menemukan berbagai masalah yang

timbul akibat dari produksi stomanya sendiri atau bahan dari base plate yang

membuat alergi terhadap kulit sekitar stoma; selain itu dapat juga terjadi infeksi

disekitar jahitan stoma, sehingga jahitan stoma terlepas. Oleh karena itu perlu juga

diketahui berbagai asesoris yang dapat dipilih untuk memberikan perawatan pada

kulit sekitar stoma tersebut, antara lain:

1. Various standard size protective sheets: lapisan dasar untuk memproteksi kulit

sekitar stoma dari cairan/produksi stoma.

2. Strip paste/pasta yang berupa lempengan seperti penggaris kecil, dan small

paste tube/pasta seperti pasta gigi: bahan ini dapat dipergunakan untuk

melapisi lubang yang terjadi akibat adanya infeksi pada jahitan sekitar stoma,

atau pasta ini dapat dimanfaatkan juga untuk membantu lebih rekatnya base

plate dengan kulit sekitar stoma

3. Powder: bahan yang dapat dimanfaatkan untuk melapisi kulit sekitar stoma

yang mengalami iritasi/ekskoriasi, dan penggunaannya cukup pada daerah

yang teriritasi tersebut, serta penggunaannya cukup tipis saja seperti

menggunakan bedak (jika terlalu tebal, base plate kurang menempel ).

Ada bermacam-macam jenis klip yang dapat dipilihkan untuk “Ostomate”,

akan tetapi tetap pilihan yang tepat adalah sesuai keinginan pasien setelah

diberikan penjelasan. Klip ini bisa tahan lama pemakaiannya, sepanjang tidak

(28)

menempel pada stoma bag drainable/kantong stoma yang bagian bawahnya

terbuka (ada beberapa cara pemakaiannya, yang dapat diikuti sesuai petunjuk

pemakaian).

Selain asesoris di atas, ada satu lagi asesoris yang tidak kalah pentingnya,

yaitu yang disebut dengan Stoma Guide/ukuran stoma yaitu alat yang

dipergunakan untuk mengukur diameter stoma.

1.6. Prosedur Perawatan Kolostomi

Berikut akan dijelaskan tentang prosedur melakukan perawatan stoma

rutin (kolostomi) menurut Hegner & Caldwell (2003) yang harus diketahui oleh

keluarga dalam perawatan stoma :

a. Ingatlah untuk mencuci tangan anda dan mengidentifikasi pasien misalnya

keluhan yang dirasakan pasien.

b. Siapkan peralatan yang diperlukan :

1. waslap dan handuk

2. baskom berisi air hangat

3. perlak

4. selimut mandi

5. kantung kolostomi sekali pakai dan sabuknya

6. bedpan

7. sarung tangan sekali pakai

8. losion kulit sesuai instruksi

c. Ganti selimut tempat tidur dengan selimut mandi

(29)

e. Pakai sarung tangan, lepaskan kantong stoma sekali pakai yang kotor

(appliance) dan letakan di dalam bedpan—perhatikan jumlah dan jenis

drainase.

f. Buka sabuk yang menahan kantong stoma dan simpan jika bersih.

g. Bersihkan dengan perlahan daerah di sekitar stoma dengan tisu toilet untuk

membersihkan feses dan drainase. Buang tisu di dalam bedpan.

h. Bersihkan daerah sekitar stoma dengan sabun dan air. Basuh dengan

menyeluruh dan keringkan.

i. Jika diinstruksikan, oleskan sedikit losion di sekitar stoma—losion yang

terlalu banyak dapat menggangu daya rekat kantong ostomi yang baru.

j. Letakkan sabuk yang bersih di sekeliling tubuh pasien—periksa kulit di bawah

sabuk akan adanya iritasi atau kerusakan kulit.

k. Jika perlu, lepas dan ganti obat perekat. Letakan kantong ostomi bersih diatas

stoma dan kaitkan sabuk tersebut.

l. Angkat perlak. Periksa seprei di bawahnya untuk memastikan bahwa seprei

tersebut tidak basah dan ganti jika perlu.

m. Ganti selimut mandi dengan selimut tempat tidur, buat pasien merasa nyaman.

n. Kumpulkan peralatan yang kotor dan bedpan. Buang semua bahan-bahan

sesuai ketentuan berlaku.

o. Kosongkan, cuci, dan keringkan bedpan.

p. Lepas dan buang sarung tangan dengan tepat.

Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci tangan

(30)

2. Keluarga

2.1. Defenisi Keluarga

Keluarga merupakan satu kelompok atau sekumpulan manusia yang hidup

bersama sebagai satu kesatuan unit masyarakat yang terkecil dan biasanya tidak

selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan, atu ikan lain. Mereka hidup

bersama dalam satu rumah, di bawah asuhan seorang kepala keluarga dan makan

dari satu periuk (Sub Dit Kes. Mas Dep. Kes RI, 1983, dalam Setiawati dan

Dermawan, 2008). Dep. Kes RI (1988, dalam Setiawati & Dermawan, 2008)

menyatakan bahwa keluaraga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat

dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Friedman (1998, dalam

dalam Setiawati & Dermawan, 2008) juga menyatakan bahwa keluarga adalah

kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah,

atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah. Sedangkan Stuart dalam ICN (2001,

dalam dalam Setiawati & Dermawan, 2008) menyatakan terdapat lima hal penting

dalam defenisi keluarga, yaitu (1). Keluarga adalah suatu sistem atau unit. (2).

Komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban di

masa yang akan dating. (3). Fungsi keluarga dalam pemberian perawatan meliputi

perlindungan, pemberian nutrisi dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarag.

(4). Anggota-anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama

atau mungkin tidak ada hubungan dan tinggal terpisah. (5). Keluarga mungkin

(31)

2.2. Fungsi Keluarga

Friedman (1986, dalam setiawan & Dermawan, 2008), membagi fungsi

keluarga menjadi 5 yaitu:

1. Fungsi afektif, yang merupakan fungsi dasar kekuatan keluarga atau sebagai

fungsi internal keluarga. Didalamnya terkait saling mengasihi, saling

mendukung, dan saling menghargai antar anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi, yang merupakan fungsi yang mengembangkan proses

interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan

tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

3. Fungsi reproduksi, yang merupakan fungsi keluarga untuk meneruskan

kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

4. Fungsi ekonomi, yang merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan

sekuruh anggota keluarganya seperti sandang, pangan, dan papan.

5. Fungsi perawatan kesehatan, yang merupakan fungsi keluarga untuk

mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang

mengalami masalah kesehatan.

3. Edukasi 3.1. Pengertian

Edukasi adalah suatu upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi

perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan

informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya. Memang dampak yang timbul

(32)

Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan

langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat,

tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat. Edukasi adalah

suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku

tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain edukasi mengupayakan

agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif

terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Edukasi merupakan penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang

melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta

atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self

direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru (Craven & Hirnle,

1996 dalam Suliha, dkk, 2002). Suliha, dkk (2002) juga menegaskan bahwa

edukasi merupakan proses belajar dari individu, kelompok, atau masyarakat dari

tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari yang tidak mampu

mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mampu mengatasi masalah

kesehatan sendiri secara mandiri. Edukasi merupakan usaha/kegiatan untuk

membantu individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan

baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara

optimal.

Dalam keperawatan, edukasi merupakan satu bentuk intervensi

(33)

maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan

pembelajaran, yang dialami perawat berperan sebagai perawat pendidik.

Istilah edukasi telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan kesehatan

dalam berbagai pengertian, tergantung sudut pandang masing-masing. Edukasi

adalah komponen program kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas upaya

terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok maupun masyarakat yang

merupakan perubahan cara berpikir, bersikap, dan berbuat dengan tujuan

membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan promosi hidup sehat

(Stuart, 1968).

Edukasi adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang

dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat.

Edukasi tidak dapat diberikan kepada sesorang oleh orang lain, bukan seperangkat

prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi

merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, dimana

seseorang menerima atau menolak informasi, sikap maupun praktek baru yang

berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Nyswander, 1947).

3.1.1. Tujuan edukasi

Secara umum, tujuan dari edukasi ialah mengubah perilaku

individu/masyarakat dibidang kesehatan (WHO, 1954 dalam Notoatmojo, 1997).

Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi:

a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.

b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

(34)

c. Mendorong pengembangan dan pengguanaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

Secara operasional, tujuan edukasi diperinci oleh Wong (2009) sebagai berikut:

a. Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada

kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakat.

b. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya

sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah

keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh

penyakit.

c. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan

perubahan-perubahan system dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan

efektif.

d. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana

caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada system pelayanan

kesehatan yang formal.

Dalam keperawatan, tujuan edukasi adalah untuk meningkatkan status

kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan bertambahnya masalah kesehatan,

mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan

peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi

masalah kesehatan (Suliha, 2002).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya edukasi

bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di

(35)

mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai.

4. Kemampuan

4.1. Defenisi Kemampuan (Ability)

Mampu adalah kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu. Kemampuan

adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan (KBBI, 2005). Menurut Chaplin

(1997:34 yang dikutip dari Todar, 2008) ability (kemampuan, kecakapan,

ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk

melakukan perbuatan sesuai kapasitasnya. Kemampuan bias merupakan

kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek

(Robbins, 2003:46 yang dikutip dari Todar, 2008). Kompeten adalah berasal dari

kata competence yang berarti mampu. Pengertian kompetensi menurut AZ/N2S

ISO 9000 (2000, dalam Nurmianto & Nurhadi, 2006) ialah demon strated ability

to apply knowledge and skill yang artinya pengetahuan yang ditunjukan untuk

menerapkan pengetahuan dan keahlian. Menurut Nurhidayah (2009),

ketidakmampuan melakukan suatu tindakan paling sering disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan tentang cara melakukan tindakan tersebut, atau

merupakan akibat dari kurang atau sulitnya memperoleh sarana untuk melakukan

tindakan tersebut.

4.2. Jenis Kemampuan

Kemampuan dapat digolongkan pada dua jenis, yaitu kemampuan fisik

dan kemampuan intelektual (Robbins, 2003 yang dikutip dari Senen, 2007).

(36)

aktivitas secara mental dan berkaitan dengan pengetahuan dan atau pendidikan

dan kemampuan fisik (Physical ability) merupakan kemampuan melakukan

aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

Dalam penelitian ini kemampuan yang diberikan dan diukur berupa

komponen pengetahuan dan tindakan (keterampilan) saja dalam hal perawatan

stoma.

4.2.1. Pengetahuan

4.2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan, kata dasarnya ‘tahu’, mendapatkan awalan dan akhiran pe

dan an. Imbuhan ‘pe-an’ berarti menunjukkan adanya proses (Suhartono, 2005).

Menurut Setiawati (2008) pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran

dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap.

Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap

mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Demikian juga menurut

Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang.

4.2.1.2. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

(37)

rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, dan menyatakan.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, metode, prinsip

dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

(38)

Misalnya, menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

4.2.1.3. Cara Mengukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

4.2.1.4. Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Stoma

Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke-3 sampai hari ke-6

pascaoperatif. Untuk itu, perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan

bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi. Karena

singkatnya masa perawatan, pasien mungkin belum dapat sepenuhnya terlatih

dalam teknik perawatan stoma sebelum pulang. Anggota keluarga harus diberi

tahu tentang prosedur dan perawatan stoma. Penyesuaian oleh keluarga sangat

diperlukan agar mereka terbiasa dengan hal ini pada saat pulang kerumah. Mereka

juga perlu untuk memahami pentingnya membuat penyesuaian untuk

memungkinkan pasien menghadapi perubahan citra tubuh dan melakukan

(39)

melakukan tindakan (irigasi, pembersihan luka) dan penggantian balutan. Mereka

perlu mengetahui dengan pasti kapan komplikasi memerlukan perhatian segera

seperti perdarahan, distensi abdomen, dan kekakuan, diare, dan sindrom dumping

(Smeltzer & Bare, 2002). Keluarga dapat membantu pasien kolostomi dengan

menjaga area kolostomi tetap kering dan bersih serta melakukan perawatan rutin

pada stoma termasuk drainase dan atau mengganti appliance (kantong kolostomi

sekali pakai) (Hegner & Caldwell, 2003).

4.2.2. Tindakan

Tindakan berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan

dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf

dan otot (Suciati, 2001 dalam Nurhidayah, 2009). Tindakan biasanya

dihubungkan dengan mengungkapkan pendapat, mendemonstrasikan kembali,

serta hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan teknis. Keterampilan

psikomotorik (tindakan) mudah diidentifikasi dan diukur karena keterampilan itu

pada dasarnya mencakup kegiatan yang berorientasi pada gerakan yang relatif

mudah diamati (Nurhidayah, 2009).

Tingkatan psikomotorik (tindakan/keterampilan) menurut Nurhidayah (2009)

terdiri dari:

a. Persepsi: kemampuan untuk memperlihatkan keadaan sensorik terhadap objek

atau isyarat yang berhubungan dengan tugas yang dilakukan. Isyarat yang

relevan dengan suatu situasi disimak, ditafsirkan secara simbolik, dan

diseleksi untuk memandu tindakan, mendapatkan wawasan, dan menerima

(40)

proses dengan memperhatikan semua langkah atau teknik yang inheren dalam

sebuah proses.

b. Pengaturan: kemampuan peserta didik untuk memperlihatkan kesiapannya

dalam melakukan suatu tindakan, misalnya, mengikuti perintah, dengan

menyatakan kesediaan, menyimak dengan indera, atau bahasa tubuh yang

mendukung suatu tindakan motorik (persepsi merupakan perilaku prasyarat).

c. Respon terkendali: kemampuan peserta didik untuk mengeluarkan tenaga

melalui tindakan kasat mata yang dilakukan secara sadar untuk meniru

perilaku yang dapat diamati di bawah bimbingan instruktur.

d. Mekanisme: kemampuan peserta didik untuk mengulangi langkah-langkah

pada suatu keterampilan yang diinginkan dengan tingkat percaya diri tertentu,

yang menunjukkan bahwa penguasaannya sudah sampai pada tahap tertentu

dimana beberapa atau semua aspek proses tersebut sudah menjadi kebiasaan.

Langkah-langkah tersebut sudah lebur menjadi satu kesatuan yang bermakna

yang dapat dilakukan dengan lancar tanpa perlu banyak dipikirkan lagi

(persepsi, pengaturan, respon terkendali merupakan perilaku prasyarat).

e. Respon yang kompleks: kemampuan peserta didik untuk secara otomatis

melakukan tindakan motorikyang rumit dengan bebasdan dengan sangat mahir

tanpa merasa ragu dan tanpa banyak menggunakan waktu serta tenaga;

melakukan seluruh rangkaian perilaku yang rumit tanpa perlu memperhatikan

rinciannya (persepsi, pengaturan, respon terkendali, dan mekanisme

(41)

f. Adaptasi: kemampuan peserta didik untuk melakukan modifikasi atau adaptasi

dalam proses motorik agar sesuai dengan situasi tertentu atau situasi yang

beragam, yang menunjukkan bahwa dia menguasai gerakan yang sangat unik

yang dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi (persepsi, pengaturan, respon

terkendali, mekanisme, dan respon yang kompleks merupakan perilaku

prasyarat).

g. Keaslian: kemampuan peserta didik untuk menciptakan tindakan motorik baru,

misalnya cara baru untuk memanipulasi objek atau materi, yang terbentuk

karena pemahamannya terhadap suatu keterampilan dan kemampuannya

melakukan keterampilan (persepsi, pengaturan, respon terkendali, mekanisme,

respon yang kompleks, dan adaptasi merupakan perilaku prasyarat).

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan

Menurut Suliha, dkk (2001) terbentuknya pola perilaku baru dan

berkembangnya kemampuan seseorang terjadi melalui tahapan tertentu, yang

dimulai dari pembentukan pengetahuan, sikap, sampai dimilikinya keterampilan

baru. Setiawati & Dermawan (2008) menyatakan salah satu fungsi keluarga yaitu

sebagai fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan yang merupakan

fungsi untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota

keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Suprajitno (2004) menegaskan

untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga

(42)

a) Pengetahuan keluarga tentang penyakit yang dialami anggota keluarga

(sifat, penyebaran, komplikasi, kemungkinan setelah tindakan, dan cara

perawatannya).

b) Pemahaman keluarga tentang perawatan yang perlu dilakukan keluarga.

c) Pengetahuan keluarga tentang peralatan, cara, dan fasilitas untuk merawat

anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.

d) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki anggota keluarga

(anggota keluarga yang mampu dan bertanggung jawab, sumber

keuangan/finansial, fasilitas fisik, dukungan psikososial).

e) Bagaimana sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit atau

(43)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasikan pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam

merawat stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi di Rindu B

Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan.

Berdasarkan tujuan penelitian dan Landasan teori maka kerangka

konsepnya adalah sebagai berikut :

Skema 1. Kerangka konseptual penelitian pengaruhedukasi terhadap kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang

(44)

2. Defenisi Konseptual dan Defenisi Operasional 2.1. Defenisi Konseptual

Edukasi (Pendidikan kesehatan) merupakan usaha/kegiatan untuk

membantu individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan

baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara

optimal (Suliha, dkk, 2002).

Mampu adalah kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu. Kemampuan

adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan (KBBI, 2005). Menurut Chaplin

(1997:34 yang dikutip dari Todar, 2008) ability (kemampuan, kecakapan,

ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk

melakukan perbuatan sesuai kapasitasnya. Kemampuan bias merupakan

kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek

(Robbins, 2003:46 yang dikutip dari Todar, 2008).

2.2.Defenisi Operasional Tabel 3.2. Defenisi Operasional

(45)
(46)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah quasi

eksperimen dengan rancangan penelitian one group pre and post test design yang

bertujuan untuk mengungkapkan kemungkinan adanya pengaruh pengetahuan

yang dimiliki keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam perawatan stoma

pada pasien kolostomi. Desain ini melibatkan satu kelompok subjek serta

melakukan pengukuran kemampuan keluarga dalam merawat stoma sebelum

pemberian edukasi dan setelah pemberian edukasi perawatan stoma.

Tabel 4.1. Rancangan penelitian

Subjek Pre test Perlakuan Post test

K O I O1

Time 1 Time 2 Time 3

Penelitian ini terdiri dari satu kelompok intervensi (K), kelompok ini sebelum

dikenai perlakuan tertentu diberi pre test. Setelah itu diberi intervensi yaitu

edukasi selama kurang lebih 30 menit. Selanjutnya akan diadakan kembali post

test (O1) pada kelompok tersebut hari ke empat setelah dilakukan intervensi.

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 2.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian yang mencakup semua

(47)

hasilnya dianalisis, disimpulkan, dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh

populasi (Arikunto, 2006).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kolostomi dan sedang

menjalani rawat inap di RSUP H. Adam Malik medan, pada bulan Maret sampai

dengan Mei 2012. Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, diketahui

jumlah rata-rata pasien kolostomi di RSUP H. Adam Malik Medan dalam 3 bulan

terakhir mulai bulan Juli sampai September 2011 adalah sebanyak 35 orang per

bulan.

2.2.Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek yang diteliti atau

dianggap mewakili seluruh populasi dengan kriteria inklusi adalah karakteristik

sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti (Hidayat, 2007).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini :

a. Salah satu anggota keluarga dari pasien pasca kolostomi di Rindu B Ruang 2A

RSUP. H. Adam Malik Medan yang bersedia menjadi responden dalam

penelitian.

b. Salah satu anggota keluarga yang dapat membaca dan menulis dari keluarga

pasien pasca kolostomi yang berada di Rindu B ruang 2A RSUP H. Adam

Malik Medan.

c. Salah satu anggota keluarga pasien pasca kolostomi yang dapat diajak

komunikasi dan berbahasa Indonesia yang berada di Rindu B Ruang 2A RSUP.

(48)

d. Salah satu anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah, tinggal satu

rumah dan yang memungkinkan untuk merawat stoma pasien pasca kolostomi

yang berada di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 32

responden yang ditentukan dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel

yang dikembangkan Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5% (Sugiyono,

2006). Tetapi selama 9 minggu, jumlah sampel yang diperoleh pada saat peneliti

melakukan penelitian yaitu 15 orang, dikarenakan ada beberapa responden pulang

sebelum waktu penelitian selesai dan untuk pasien bayi dan anak tidak

menggunakan kantong kolostomi.

2.3.Teknik sampling

Teknik Sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk digunakan

dalam penelitian (Sugiyono, 2006). Sampling adalah suatu proses dalam

menyeleksi dari populasi untuk mewakilinya. Pada penelitian ini teknik sampling

yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan yang sesuai dengan

yang dikehendaki, yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat

sendiri oleh peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi (Hidayat ,2007).

Teknik purposive sampling ini merupakan jenis non-probability sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan

sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel

(49)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 Maret sampai dengan 21 Mei

2012 di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam malik Medan karena rumah sakit

tersebut merupakan salah satu rumah sakit umum pendidikan, rumah sakit rujukan

dan rumah sakit yang menangani kasus kolostomi yang cukup banyak

dibandingkan rumah sakit lainnya, dengan kondisi inilah memungkinkan bagi

peneliti untuk memperoleh sampel sesuai yang diinginkan.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian dilakukan setelah proposal disetujui oleh institusi pendidikan

dan direktur RSUP. H. Adam malik Medan serta peneliti mendapat izin dari pihak

rumah sakit untuk mengumpulkan data yang akan menjadi bagian penelitian.

Peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan yang sudah dilampirkan

di lembar persetujuan responden dan menyerahkan langsung lembar persetujuan

penelitian kepada responden. Jika responden bersedia diteliti maka harus terlebih

dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti

maka peneliti tidak berhak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden

(hak autonomy) atau bersifat sukarela. Tindakan atau intervensi yang dilakukan

tidak akan membahayakan klien (nonmalaficence). Untuk menjaga kerahasian

responden (confidentiality), peneliti tidak akan mencantumkan nama responden

pada lembar pengumpulan data yg telah di isi oleh responden. Lembar tersebut

hanya diberi kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan oleh responden

dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan

(50)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan adalah kuesioner data

demografi responden dan instrumen kemampuan yang terdiri dari: kuesioner

pengetahuan responden merawat stoma, dan lembar observasi tindakan untuk

melihat responden pada saat melakukan perawatan stoma.

5.1.Kuesioner Data Demografi

Data-data demografi responden yang terdapat pada bagian ini meliputi

kode responden, tanggal, umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan terakhir,

dan pekerjaan responden.

5.2.Instrumen Kemampuan

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan respoden dalam

perawatan stoma ini terdiri dari 39 pertanyaan yang terdiri dari 17 pertanyaan

untuk kuesioner pengetahuan perawatan stoma dan 22 pernyataan pada lembar

observasi prosedur perawatan stoma.

5.2.1. Kuesioner Pengetahuan Keluarga tentang Perawatan Stoma

Kuesioner tingkat pengetahuan terdiri dari 17 pertanyaan yang bertujuan

untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga dalam perawatan stoma yang

disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep perawatan stoma.

Kuisioner yang terdiri dari 17 pertanyaan tentang perawatan stoma ini dibuat

ketentuannya, bahwa setiap pertanyaan bernilai 1 (satu) untuk jawaban yang benar

(51)

5.2.2. Lembar Observasi Tindakan Keluarga Merawat Stoma

Lembar observasi prosedur tindakan keluarga dalam merawat stoma terdiri

dari 22 pernyataan yang diadopsi dari Siregar, C. T, dkk (2009), yang terdiri dari

9 pernyataan tentang ketersediaan alat-alat/bahan perawatan stoma dan 13

pernyataan tentang prosedur tindakan perawatan stoma yang akan dilakukan

anggota keluarga dari pasien kolostomi. Ketentuan penilaiannya yaitu; jika calon

responden ada menyediakan alat-alat perawatan stoma sesuai dengan yang

ditentukan pada instrumen, maka nilainya 1 dan jika alat-alat tersebut tidak ada

disediakan, maka nilainya 0. Jika responden melakukan tindakan prosedur

perawatan stoma, maka nilainya 1 dan apabila responden tidak melakukan

tindakan prosedur yang ditetapkan maka nilainya diberi 0.

Berdasarkan rumus Hidayat (2007):

p =

dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 39 (selisih nilai

tertinggi dengan nilai terendah) dan banyak kelas 3 (mampu, kurang mampu, dan

tidak mampu) maka didapat panjang kelas sebesar 39/3 = 13 dan nilai 0 sebagai

batas bawah kelas interval pertama, sehingga kemampuan keluarga tentang

perawatan stoma dapat dikategorikan sebagai berikut:

- mampu dalam merawat stoma = 26-39

- kurang mampu dalam merawat stoma = 13-25

(52)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner pengetahuan keluarga tentang perawatan stoma dan lembar

observasi kemampuan keluarga dalam perawatan stoma dibuat sendiri oleh

peneliti, sehingga perlu dilakukan uji validas.

Kuesioner dan lembar observasi ini divalidasi dengan menggunakan

validitas isi (Content validity) yang dilakukan oleh 3 orang ahli dalam penelitian

ini yaitu dosen F. Kep USU bagian Departemen KMB; Ibu Rosina Tarigan,

S.Kep, M.kep, sp. KMB, CWCC, Bapak Asrizal, S. Kep, Ns, WOC (ET)N, dan

dari Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan yaitu Ibu Lela Wira, S.

Kep, Ns.

Hal ini dilakukan dengan mengajukan kuesioner, lembar observasi dan

proposal penelitian kepada penguji validitas. Ahli diminta untuk mengamati

secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian

mengoreksi semua item yang telah dibuat. Pada akhir perbaikan, ahli diminta

untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut menggambarkan

cakupan isi yang akan diukur. Pertimbangan ahli tersebut juga menyangkut

apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertanyaan

dalam tes (Sukardi, 2009). Dan hasil dari ketiga ahli tersebut dihitung dengan

menggunakan CVI (content validity index) menurut Polit & Hungler (1999)

dengan rumus:

r =

(53)

Pada instrumen penelitian ini, nilai validitas (r) yang didapat yaitu 0.86, jadi

instrumen yang digunakan sudah valid.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi instrumen

sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang

sama (Notoatmodjo, 2005). Tes reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara

konsistensi sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah bila beberapa

kali dipakai sebagai alat ukur pada kelompok subjek yang sama akan memberikan

hasil yang sama. Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 9

responden yang memenuhi kriteria yang sama dengan sampel di RSUP. H. Adam

Malik pada bulan Maret 2012.

Dalam penelitian ini akan menggunakan reability konsistensi internal.

Untuk menguji instrumen berupa kuesioner pengetahuan, peneliti akan

menggunakan formula Kuder Richardson 20 (K-R 20), dimana instrumen

mempunyai dua pilihan jawaban yaitu benar dan salah (Sukardi, 2009). Arikunto

(2006) juga menyatakan bahwa K-R 20 ini digunakan untuk jumlah pertanyaan

yang merupakan bilangan ganjil dan dalam kuesioner ini terdiri dari 17

pertanyaan. Sedangkan untuk lembar observasi menurut Arikunto (2006), peneliti

menggunakan crudel index agreement (index kesesuaian kasar). Reabilitas

biasanya dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut dengan koefisien.

Koefisien yang tinggi menunjukkan reabilitas yang tinggi. Instrumen pengukuran

yang memiliki reabilitas yang sempurna, nilai koefisiennya 1.00. Akan tetapi,

(54)

dilaporkan biasanya kurang dari 1.00, yaitu 0.80; 0.70; atau 0.50 (Dempey &

Dempsey, 2002), sedangkan menurut Polit & Hungler (1997) suatu instrument

dikatakan reliabel jika nilai koefisien reliabelnya (r) > 0.7.

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan sudah diuji, dengan nilai

r11 untuk kuesioner kemampuan = 0,74 dan untuk lembar observasi dengan nilai

index kasarnya (KK) = 0,972. Kesimpulannya dari hasil uji, maka instrumen

sudah reliabel karena nilainya lebih besar dari 0,7.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai dengan cara mengajukan permohonan izin

pelaksanaan penelitian kepada pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Kemudian mengirim surat izin penelitian dari F.Kep USU ke

tempat penelitian RSUP. H. Adam Malik Medan. Setelah mendapat izin maka

dilakukan pengumpulan data. Peneliti mencari responden sesuai dengan kriteria

yang telah dibuat sebelumnya. Apabila peneliti sudah menemukan calon

responden, peneliti menjelaskan tujuan dan manfat dari penelitian ini. Kemudian

peneliti meminta persetujuan dari responden dan kontrak waktu selama 5 hari

dengan menandatangani informed consent (lembar persetujuan).

Pada hari pertama peneliti akan mendapatkan responden. Setelah meminta

persetujuan, peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan meminta

responden untuk menjawab kuesioner pertanyaan tentang pengetahuan perawatan

kolostomi. Setelah selesai pengisian kuesioner, peneliti meminta calon responden

melakukan prosedur tindakan perawatan stoma dan peneliti mengisi lembar

(55)

pengisiaan lembar observasi, pada hari ke 2 peneliti memberi edukasi dengan

menjelaskan informasi tentang kolostomi dan mengajarkan prosedur perawatan

stoma selama kurang lebih 30 menit (warna stoma, pengukuran stoma pada

kantong kolostomi, waktu mengganti kantong kolostomi, jenis-jenis kantong

kolostomi, dan peralatan apa saja yang perlu dalam perawatan stoma, dan tujuan

dilakukan perawatan stoma). Lalu pada hari ke-3 dan ke-4, responden melakukan

perawatan sendiri dengan didampingi peneliti sekaligus mengevaluasi tindakan

yang dilakukan. Pada hari ke-5 diadakan post test.

Pelatihan hanya sekali dilakukan dalam satu hari dan pada waktu sore hari,

jika responden kurang jelas responden dapat bertanya kepada peneliti. Selanjutnya

data dianalisa.

Pada saat pengumpulan data ada beberapa responden yang berumur diatas

50 tahun dan kurang dapat membaca dengan jelas, maka peneliti memberi bantuan

kepada responden untuk mengisi lembar kuesioner dengan cara membacakan

pertanyaan yang ada dilembar kuisioner kemudian responden diminta menjawab

pertanyaan sesuai dengan yang mana yang paling dominan.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data berupa kuisioner dan lembar

observasi dikumpulkan oleh peneliti dan diperiksa satu per satu. Data yang

diperoleh dari setiap responden berupa data demografi dan hasil pengisian

kuesioner pengetahuan keluarga sebelum dan sesudah intervensi. Sedangkan

untuk lembar observasi kemampuan keluarga merawat stoma, peneliti sendiri

Gambar

Tabel 3.2. Defenisi Operasional
Tabel 4.1. Rancangan penelitian
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik
tabel.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Independen: Pelatihan perawatan kolostomi Merupakan tindakan pemberian latihan kolostomi pada orang

judul “ Latihan Rentang Gerak Sendi Kaki dalam Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Mellitus di Ruang RINDU A2 RSUP Haji Adam Malik Medan ” yang merupakan salah satu syarat

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami osteoartritis di Desa

Adam Malik Medan agar mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan di ruang rawat inap anak rindu B-4 khususnya dalam pemberian discharge planning pada pasien dan untuk

Kepuasan Pasien Dalam Pelaksanaan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) oleh Perawat di Rindu ARSUP H..

Oleh sebab itu, hendaknya tenaga kesehatan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan yang salah satunya dengan tetap memberikan informasi kepada pasien kolostomi

didapatkan hasil bahwa 100% menjadi keluarga mandiri IV yaitu keluarga yang dapat terlibat aktif dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami

Ukur stoma dengan menggunakan panduan ukur dan buat lubang pada kantong dengan ukuran 0,3-0,4 cm lebih besar dari stoma. Jika menggunakan kantong one piece, lepaskan kertas