• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Social Loafing dengan Self-Efficacy pada Mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Social Loafing dengan Self-Efficacy pada Mahasiswa"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

A

(2)

1. Reliabilitas Aitem Social Loafing

2. Reliabilitas Aitem Self-Efficacy

(3)

se6 85,6812 198,514 ,710 ,939

se7 85,9130 199,610 ,587 ,940

se8 86,0290 195,852 ,709 ,939

se9 85,6087 207,301 ,340 ,942

se10 85,7391 195,931 ,736 ,938

se11 85,7826 196,673 ,750 ,938

se12 85,7826 199,114 ,616 ,940

se13 85,8841 198,986 ,626 ,940

se14 85,8406 197,783 ,583 ,940

se15 85,7826 198,820 ,630 ,940

se16 85,6812 206,426 ,312 ,943

se17 85,6812 203,426 ,531 ,941

se18 85,9420 195,232 ,744 ,938

se19 85,7391 199,313 ,582 ,940

se20 85,9710 197,176 ,586 ,940

se21 85,7826 198,379 ,650 ,939

se22 85,6957 205,921 ,320 ,943

se23 85,8841 195,133 ,752 ,938

se24 85,7971 198,899 ,551 ,941

se25 85,4203 201,924 ,522 ,941

se26 85,6377 202,587 ,469 ,941

se27 85,4928 197,048 ,594 ,940

se28 85,6812 197,162 ,665 ,939

se29 85,8406 199,048 ,542 ,941

(4)

LAMPIRAN B

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

39 46

(16)

LAMPIRAN C

1. Uji Normalitas

2. Uji Linearitas

(17)

1. Uji Normalitas

Spearman's rho total sl Correlation Coefficient 1,000 ,365(**)

Sig. (1-tailed) . ,000

N 300 300

total se Correlation Coefficient ,365(**) 1,000

Sig. (1-tailed) ,000 .

N 300 300

(18)

LAMPIRAN D

(19)

No : …….

RAHASIA

SKALA PSIKOLOGI

(20)

KATA PENGANTAR

Partisipan yang terhormat,

Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang sedang melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan untuk menjadi sarjana Psikologi. Dalam tugas akhir ini saya melakukan penelitian mengenai

Social loafing” dan partisipasi Anda sangat dibutuhkan demi terselesaikannya penelitian ini.

Pada peneilitian ini Anda diminta untuk merespon seluruh pernyataan yang ada dalam skala ini sesuai dengan keadaan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam pengisian skala ini. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri anda dengan sejujur-jujurnya. Semua respon dan informasi yang Anda berikan melalui skala ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Atas kesediaan Anda meluangkan waktu dan kerjasama yang Anda berikan, saya mengucapkan terimakasih.

Peneliti

(21)

IDENTITAS DIRI

Nama/Inisial : (boleh disingkat) Jenis Kelamin : L / P *

Usia : tahun

Angkatan : Universitas :

Fakultas/Jurusan: / * Coret yang tidak perlu

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut disajikan sejumlah pernyataan, mohon Anda baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih salah satu pilihan yang tersedia di sebelah kanan pernyataan berdasarkan keadaan diri Anda yang sesungguhnya.

Tidak ada jawaban yang salah dan data yang diperoleh akan dijaga kerahasiannya.

Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan Anda. Alternatif jawaban yang tersedia terdiri dari 5 pilihan, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).

Contoh Pengisian Skala:

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Saya senang belajar X

Jika Anda ingin mengganti jawaban Anda, berikan tanda = pada jawaban yang salah dan berikan tanda silang pada jawaban yang Anda anggap sesuai.

(22)

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Saya senang belajar X X

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Saya tidak begitu menonjol ketika bekerja di dalam kelompok.

2. Saya tidak begitu maksimal ketika bekerja di dalam kelompok.

3. Saya akan secara aktif ikut serta dalam diskusi dan memberikan gagasan-gagasan ketika bekerja di dalam kelompok.

4. Tidak masalah apabila saya tidak diikutsertakan di dalam kerja kelompok. 5. Di dalam kelompok tidak terlalu

berpengaruh apabila saya bekerja sebaik mungkin atau tidak.

6. Dengan kemampuan saya, saya akan melakukan yang terbaik di dalam kelompok.

7. Saya sangat menonjol ketika bekerja di dalam kelompok.

8. Mengingat kemampuan yang saya miliki, saya selalu mengupayakan yang terbaik di dalam kelompok.

9. Saya akan memberikan sumbangsih yang maksimal dalam kelompok.

(23)
(24)

No. PERNYATAAN STS TS S SS

12. Saya tidak dapat aktif memberikan gagasan-gagasan di dalam kelompok. 13. Walaupun dengan kemampuan yang

saya miliki, saya tidak dapat melakukan yang terbaik untuk kelompok saya.

Berdasarkan pernyataan yang telah Anda isi di atas, Anda diminta untuk

menentukan pilihan atas pernyataan di bawah ini:

No. PERNYATAAN STS TS S SS

1. Pada saat dihadapkan dengan ugas yang baru, saya akan tetap berusaha tenang. 2. Bila dihadapkan dengan permasalahan

yang sulit, saya tidak mampu menyelesaikannya.

3. Saya akan menyerah jika tugas yang sudah beberapa kali saya kerjakan tetap gagal.

4. Saya tidak mau menerima tugas yang belum pernah saya tangani karena saya kurang yakin dapat menyelesaikannya. 5. Saya dapat mengandalkan kemampuan

saya untuk menghadapi masalah-masalah yang belum pernah saya tangani sebelumnya.

(25)

7. Walaupun merasa capek, saya akan tetap berusaha melanjutkan tugas saya hingga selesai.

No. PERNYATAAN STS TS S SS

8. Saya merasa cemas jika dihadapkan dengan tugas-tugas yang sulit.

9. Saya tidak menganggap sepele terhadap tugas yang sudah sering saya hadapi. 10. Saya mudah menyerah jika dihadapkan

dengan tugas yang sulit.

11. Saya tertantang untuk menyelesaikan tugas yang belum pernah saya hadapi sebelumnya.

12. Ketika ditawarkan mengerjakan tugas yang sulit, saya cenderung menolaknya. 13. Jika saya mengalami hambatan dalam

mengerjakan tugas, saya tetap tertantang untuk menyelesaikannya.

(26)
(27)

No. PERNYATAAN STS TS S SS

19. Baik tugas yang sederhana maupun tugas yang sulit akan tetap saya kerjakan dengan baik.

20. Daripada menambah masalah, lebih baik saya menolak tugas yang diberikan kepada saya.

21. Saya meragukan kemampuan saya ketika diberikan yanggung jawab yang besar.

22. Seberat apapun masalah dalam tugas saya, saya akan tetap berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik.

23. Saya merasa tidak tahu apa yang harus saya lakukan ketika saya mengalami kegagalan.

24. Saya merasa bahwa tugas yang baru merupakan beban dalam pekerjaan saya.

25. “Dimana ada kemauan disitu ada jalan”

merupakan prinsip hidup saya.

26. Saya yakin semua masalah pasti ada jalan keluarnya walaupun masalah itu baru pertama kali saya hadapi.

27. Pada saat diminta mengerjakan tugas, saya mencari alasan bagaimana cara untuk menolaknya karena saya tahu tugas itu sulit.

(28)

No. PERNYATAAN STS TS S SS

29. Saya akan segera menolak tugas yang sulit yang diberikan kepada saya karena

saya tidak yakin dapat

menyelesaikannya dengan baik.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological testing (7th ed.). Upper Saddle River, New Jersey: Simon & Schuster / A Viacom Company.

Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. _______. 2001. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

_______. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

_______. 2010. Sikap Manusia (Cetakan IX). Jakarta: Pustaka Belajar.

Bandura, Albert. 1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social-Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

____________. 1997. Self-efficacy : The Exercise Of Control. New York: Freeman and Company.

Baron, R. A.,dan Byne, D. 2000. Psikologi Sosial Jilid 1 (edisi 10). Jakarta : Erlangga.

Brickner, M.A., Ostrom, T.M., & Harkins, S.G. 1986. Effects of Personal Involvement: Thgought-Provoking Implications for Social loafing. Journal of Personality and Social Psychology. 51: 763-769.

Comer, D. R. 1995. A model of social loafing in real work groups. Human Relations, 48: 647–667.

Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 1999. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta.

Earley, P. C. 1989. Social loafing and Colectivism: A Comparison of the United

States and the People’s Republic of China. Administrative Science Quarterly, 34: 565-581

George, J. M. 1992. Extrinsic and intrinsic origins of perceived social loafing in organizations. Academy of Management Journal, 35: 191–202.

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

(30)

Harkins, S.G., & Petty, R.E. 1982. Effects of Task Difficulty and Task Uniqueness on Social loafing. Journal of Personality and Social Psychology, 43: 1214-1229.

Jones, G. R. 1984. Task visibility, free riding, and shirking: Explaining the effect of structure and technology on employee behavior. Academy of Management Review, 9: 684–695.

Karau, S. J., & Williams, K. D. 1993. Social loafing: A meta-analytic review and theoretical integration. Journal of Personality and Social Psychology, 65: 681–706.

________________________. 1997. The effects of group cohesiveness on social loafing and social compensation. Group Dynamics, 1: 156–168.

Kerr, N.L., & Bruun, S.E. 1983. Dispensability dari upaya anggota dan kehilangan motivasi grup. Jurnal Kepribadian dan Psikologi Sosial, 45: 819-828.

Kidwell, R. E., & Bennett, N. 1993. Employee propensity to withhold effort: A conceptual model to intersect three avenues of research. Academy of Management Review, 18: 429–456.

Knopfemacher, B. A. 1978. Penatalaksanaan Stres. Jakarta: Rineka Cipta.

Kugihara, N. 1999. Gender and Social loafing in Japan. The Journal of Social Psychology, 139: 516-526.

Latané, B., Williams, K. D., & Harkins, S. 1979. Many hands make light the work: The causes and consequences of social loafing. Journal of Personality and Social Psychology, 37: 822–832.

Lawrence, J. S. 1992. Self-efficacy Theory: Implications for Social Facilitation and Social loafing. The American Psychological Association. 62: 774-786.

Liden, R.C., Wayne, S.J., Jaworski, R.A., & Bennett, N. 2004. Social loafing: A Field Investigation. Journal of Management, 30: 285-304).

Linse, A.R. 2004. Team Peer Evaluation. (http://www.schreyerinstitute.psu.edu/

diakses pada 2 Juli 2015).

Manz, C. C., & Angle, H. 1986. Can group self-management mean a loss of personal control: Triangulating a paradox. Group & Organization Studies, 11: 309–334.

Mudrack, P. E. 1989. Group cohesiveness and productivity: A closer look. Human

(31)

Mukti, Patria. 2013. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Social loafing pada Mahasiswa. Thesis. Fakultas Sains Psikologi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Sanna, L. J., & Shotland, R. L. 1990. Valence of anticipated evaluation and social facilitation: One more time. Journal of Experimental Social Psychology, 22: 242–248.

Schmuck, R.A., & Schmuck, P.A. 1980. Group Processes in the Classroom. Dubuque, Iowa: WM. C. Brown.

Schultz, D., & Schultz, E.S. 1994. Theories of personality. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Sudjana, Nana. 2001. Penelitian dan Peneliaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Smith, B. N. Dkk. 2001. Individual Differences in Social loafing: Need for Cognition as a Motivator in Collective Performance. The Educational Publishing Foundation. 5: 150-158.

Stipek. 1996. Efikasi diri (Self-efficacy).

(http://bk2009.files.wordpress.com/2010/06/monday.docx diakses pada 1 Juli 2015).

Suryabrata, S. 2010. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Syamsu, Yusuf. Dkk. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wagner, J. A. 1995. Studies of individualism/collectivism: Effects on cooperation in groups. Academy of Management Journal, 38: 152–172.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu:

1. Variabel bebas (independent variable): self-efficacy

2. Variabel terikat (dependent variable): social loafing

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Social loafing

Social loafing merupakan kecenderungan individu untuk mengurangi

usaha yang dikeluarkannya ketika bekerja di dalam kelompok dan dibandingkan

ketika bekerja secara individual. Social loafing diukur dengan menggunakan

skala social loafing yang disusun berdasarkan aspek dilution effect dan imediacy

gap. Social loafing dapat dilihat dari skor social loafing masing-masing subjek

yang diperoleh dari skala. Skor social loafing didapat dari penjumlahan hasil

masing-masing aspek social loafing yaitu dilution effect dan imediacy gap. Jika

skor social loafing semakin tinggi maka semakin tinggi derajat social loafing

yang ia miliki.

2. Self-efficacy

(33)

suatu tindakan dan melakukan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan dan

menghasilkan sesuatu dengan kemampuan tertentu. Self-efficacy diukur dengan

skala adaptasi yang disusun berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu level,

generality, dan strenght. Self-efficacy dapat dilihat dari skor self-efficacy

masing-masing subjek yang diperoleh dari skala. Skor self-efficacy didapat dari

penjumlahan hasil masing-masing aspek self-efficacy yaitu level, generality dan

strength. Jika skor self-efficacy semakin tinggi maka semakin tinggi derajat

self-efficacy yang ia miliki.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian merupakan individu yang menjadi sumber data

penelitian. Menurut Azwar (2001) populasi merupakan sekelompok subjek yang

hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Sekelompok subjek yang akan

dikenai generalisasi tersebut terdiri dari sejumlah individu yang setidaknya

mempunyai satu ciri atau karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian ini

adalah mahasiswa di Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist

Indonesia yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Mahasiswa S1

2. Mahasiswa aktif

Berdasarkan kriteria tersebut teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah nonprobability incidental sampling yakni metode pengambilan sampel

yang ketika ditemukan akan dijadikan sampel. Metode ini digunakan karena

(34)

diutamakan. Sampel yang diambil merupakan mahasiswa Fakultas Pertanian.

Hal ini dikarenakan mahasiswa fakultas Pertanian memiliki cara belajar dan

mengerjakan tugas secara berkelompok baik itu tugas kuliah ataupun tugas

laboraturium. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 300 orang.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk mengungkap

data mengenai variabel yang akan diteliti. Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi karena data yang ingin

diungkap dalam penelitian ini adalah berupa konstrak atau konsep psikologis

yang menggambarkan aspek kepribadian individu bukan faktual. Data yang

berupa konstrak atau konsep psikologis hanya bisa didapatkan secara tidak

langsung melalui indikator-indikator perilaku yang dihimpun dalam skala

psikologi (Azwar, 2007, h.5). Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini

adalah skala social loafing dan skala self-efficacy disajikan dalam bentuk

pernyataan yang favorable dan unfavorable. Setiap aitem pada skala terdiri dari

lima alternatif jawaban yang terdiri dari SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N

(Netral), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Nilai setiap pilihan

bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu :

Sangat Setuju = 4, Setuju = 3, Tidak Setuju = 2, dan Sangat Tidak Setuju 1,

sedangkan bobot penilaian untuk yang unfavorable yaitu : Sangat Setuju = 1,

(35)

1. Skala Social loafing

Skala Social loafing yang digunakan adalah skala yang disusun oleh peneliti

berdasarkan teori yang dikemukakan Latane (1979). Blue print dari skala Social

loafing dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Blue Print Skala Social loafing

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Immediacy

gap 8, 10, 12 1, 5, 11, 14 7 46.67% Dilution

Effect

2, 4, 7, 9,

13, 15 3, 6 8 53.33%

2. Skala Self-efficacy

Skala self-efficacy akan diukur dengan skala self-efficacy adaptasi yang

disusun berdasarkan dimensi self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura

(1997) yakni level, generality, dan strength. Blue print dari skala self-efficacy

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Blue Print Skala Self-efficacy

Favorable Unfavorable Total Bobot

Level 6, 12, 19 2, 8, 15, 20,

21, 27, 29

10 33,33%

Generality 1, 5, 9, 11,

16, 22, 24,

26

(36)

Strength 7, 17, 25, 28 3, 10, 13, 14,

23, 30

10 33,33%

E. Uji Coba Alat Ukur

1. Validitas

Uji validitas menurut Azwar (2010) diperlukan untuk mengetahui apakah

sebuah alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan

ukurnya. Atau dengan kata lain alat ukur tersebut memang mengukur apa yang

ingin diukur. Menurut Anastasi dan Urbina (1997), validitas tes berhubungan

dengan apa yang diukur oleh suatu tes dan seberapa baik tes tersebut dapat

mengukur atribut.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content

validity). Validitas isi menunjukkan sejauhmana item-item dalam tes mencakup

keseluruhan hal yang akan diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri

atribut yang hendak diukur. Validitas isi diperoleh melalui pendapat profesional

dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang

yang hendak diteliti (Azwar, 2000).

Selain itu, validitas lainnya adalah validitas tampilan (face validity).

Validitas ini menunjukkan apakah tes tersebut terlihat valid bagi peserta tes yang

mengikutinya, bagi administator yang memutuskan untuk menggunakannya, dan

(37)

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur merujuk pada konsistensi hasil pengukuran ketika alat

ukur tersebut digunakan oleh orang atau kelompok orang yang sama dalam

waktu berlainan atau oleh orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau

dalam waktu berlainan (Suryabrata, 2010). Sejalan dengan hal tersebut Azwar

(2010) mengungkapkan reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan

hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi

internal dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes

kepada sekelompok individu sebagai subjek. Teknik yang digunakan untuk

pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha

Cronbach. Reliabilitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan bantuan

program SPSS versi 15.0 for windows.

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat

mengungkap dengan tepat apa yang diukur dan seberapa jauh alat ukur

menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2007). Uji coba alat ukur penelitian

ini dilakukan terhadap 40 orang subjek penelitian yang dianggap memiliki

(38)

1. Hasil Uji Coba Skala Social loafing

Aitem yang diujicobakan dalam skala social loafing sebanyak 15 aitem.

Berdasarkan hasil analisis aitem maka diperoleh 13 aitem yang memiliki nilai

diskriminasi aitem di atas 0.3 dan 2 aitem yang gugur. Aitem-aitem inilah yang

nantinya akan digunakan di dalam penelitian. Hasil uji coba terhadap skala

social loafing menunjukkan koefisien α = 0.899 dengan rxy aitem yang bergerak

dari 0.429 sampai dengan 0.751 yang memiliki daya diskriminasi aitem yang

tinggi (rxy ≥ 0.30).

Tabel 3. Distribusi Skala Social loafing Setelah Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

Immediacy

gap 8, 10 1, 5, 11, 14 6 46.67%

Dilution Effect

4, 7, 9, 13,

15 3, 6 7 53.33%

2. Hasil Uji Coba Skala Self-efficacy

Skala Self-efficacy yang diadaptasi sudah diujicobakan sebelumnya. Aitem

yang diujicobakan dalam skala self-efficacy sebanyak 30 aitem. Berdasarkan

hasil analisis aitem maka diperoleh 30 aitem yang memiliki nilai diskriminasi

aitem di atas 0.3 dan tidak ada aitem yang gugur. Aitem-aitem inilah yang

nantinya akan digunakan di dalam penelitian. Hasil uji coba terhadap skala

self-efficacy menunjukkan koefisien α = 0.942 dengan rxy aitem yang bergerak

dari 0.312 sampai dengan 0.752 yang memiliki daya diskriminasi aitem yang

(39)

Tabel 4. Distribusi Skala Self-efficacy Setelah Uji Coba

Favorable Unfavorable Total Bobot

Level 6, 12, 19 2, 8, 15, 20,

21, 27, 29

10 33,33%

Generality 1, 5, 9, 11,

16, 22, 24,

26

4, 18 10 33,33%

Strength 7, 17, 25, 28 3, 10, 13, 14,

23, 30

10 33,33%

G. Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa tahap yang perlu

diperhatikan, yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan penelitian, serta tahap

pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah mempersiapkan penelitian yang

terdiri dari langkah-langkah berikut:

a. Pertama kali peneliti akan membuat alat ukur. Penelitian ini menggunakan

dua skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Skala terdiri dari 45 aitem yang

terdiri dari 15 aitem untuk skala social loafing, dan 30 aitem untuk skala

(40)

b. Setelah skala disusun, maka aitem-aitem tersebut akan ditelaah dengan

analisis rasional dari professional judgement.

c. Setelah diuji validitasnya skala tersebut akan diuji coba kepada mahasiswa

yang ada di kota Medan yang memenuhi kriteria sampel.

d. Setelah melakukan try out peneliti akan melakukan uji coba alat ukur dengan

menguji validitas, daya beda aitem, dan reliabilitas semua skala. Aitem-aitem

yang lolos hasil uji coba alat ukurlah yang akan dimasukkan ke dalam skala.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah diujicobakan, selanjutnya peneliti akan menyebarkan skala pada

sampel penelitian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh hasil skor nilai pada masing-masing subjek, maka

untuk pengolahan data selanjutnya diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS

for windows 15.0 version.

H. Metode Pengolahan Data

Metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam

penelitian ini adalah dengan metode Spearman’s Correlation Coeficient.

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan program komputer

Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 15.0.

(41)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data (Santoso

& Ashari, 2005). Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik

parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut

terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dengan melihat

koefisien dengan menggunakan analisa Saphiro Wilk. Data dikatakan

terdistribusi normal jika nilai koefisien p > 0.005.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel linear

atau tidak. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antara variabel social

loafing dan variabel self-efficacy yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus.

Uji linearitas dalam penelitian ini dilakukan melalui Test for Linearity pada

program SPSS version 15.0 for Windows dengan melihat nilai p, dimana jika p ≤

0.05 artinya terdapat hubungan linear antara variabel bebas dan variabel

tergantung. Sebaliknya jika p > 0.05 artinya hubungan antara variabel bebas dan

(42)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan analisa data dan pembahasan yang diawali

dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan

pembahasan.

A. Analisa Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia angkatan 2013 dan 2014.

Subjek Penelitian adalah 300 mahasiswa Fakultas Pertanian dengan

masing-masing 150 mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan

Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia yang terdiri dari angkatan

2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015.

2. Hasil Penelitian

a. Uji Asumsi Penelitian

Jumlah skala yang disebarkan kepada subjek penelitian sebanyak 300 buah

dan sesuai dengan karakteristik penelitian. Setelah dilakukan pemeriksaan

terhadap skala tersebut maka keseluruhannya telah memenuhi syarat untuk

(43)

Sebelum analisis data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan

terlebih dahulu yaitu uji asumsi normalitas sebaran pada kedua variabel

penelitian, baik variabel social loafing maupun variabel self-efficacy. Selain itu,

dilakukan juga uji lineritas untuk mengetahui bentuk korelasi antara

masing-masing variabel. Pengujian asumsi dan analisa data dilakukan dengan program

SPSS 15.0 for Windows.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian

telah menyebar secara normal. Uji normalitas menggunakan metode

Shapiro-Wilk. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p > 0.05. Hasil uji

normalitas dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Normalitas Sebaran Variabel Social loafing dan Variabel

Self-efficacy

Variabel P Z Keterangan

Social loafing 0.001 0.981 Tidak Normal

Self-efficacy 0.000 0.973 Tidak Normal

Kaidah normal yang digunakan untuk uji normalitas jika p ≥ 0.05 maka data

penelitian tedistribusi normal, sebaliknya jika nilai p ≤ 0.05 maka data penelitian

tidak terdistribusi normal.

Hasil uji normalitas variabel social loafing diperoleh nilai z = 0.981 dan p =

0.001. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0.001) < α (0.05) maka data dari

(44)

Hasil uji normalitas variabel self-efficacy diperoleh nilai z = 0.973 dan p =

0.000. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0.000) < α (0.05) maka data dari

variabel self-efficacy terdistribusi tidak normal.

2) Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian,

yaitu variabel social loafing dan self-efficacy memiliki hubungan linear. Uji

linearitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisa Varians, yang

menunjukkan bahwa variabel social loafing memiliki hubungan linear dengan

self-efficacy. Kedua variabel dikatakan memiliki hubungan yang linear jika nilai

p < 0.05. dari hasil uji linearitas antara social loafing dengan self-efficacy,

diperoleh nilai p = 0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan variabel social

loafing memiliki hubungan yang linear dengan self-efficacy. Hal ini dapat

dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil Pengujian Linearitas

Variabel F P Keterangan

Social loafing dengan

Self-efficacy 61.188 0.000 Linear

b. Hasil Utama Penelitian

1) Hasil Perhitungan Korelasi

Untuk menjawab hipotesa yang diajukan oleh peneliti, digunakan uji

Spearman’s Correlation Ceofficient untuk menguji hubungan antara social

loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa. Adapun hipotesa penelitian adalah

(45)

1. Hₒ (hipotesa nihil) : tidak ada hubungan negatif antara social

loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa.

2. Hₐ (Hipotesa alternatif) : ada hubungan negatif antara social

loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa.

Tabel 7. Korelasi Antara Social loafing dengan Self-efficacy

Social

Berdasarkan hasil pengujian statistik yang telah dilakukan diperoleh

koefisien korelasi (r) sebesar 0.365 dan p = 0.000 untuk korelasi antara social

loafing dengan self-efficacy. Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai

signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05) maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ha

diterima dan Ho ditolak yang artinya ada hubungan negatif antara social

loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia.

2) Hasil Analisa Tambahan

a) Gambaran mean pada aspek social loafing

Tabel 8. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Social loafing

(46)

Immediacy

gap 14.53 2.119 0.122

Dilihat dari tabel 8, maka ditemukan bahwa aspek dilution effect jauh lebih

tinggi daripada aspek immediacy gap pada variabel social loafing.

b) Gambaran mean pada aspek self-efficacy

Tabel 9. Nilai Mean Berdasarkan Aspek Self-efficacy

Aspek Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

Level 28.24 2.830 0.163

Generality 29.88 2.896 0.167

Strength 29.75 3.51 0.203

Dilihat dari tabel 9 ditemukan bahwa, ketiga aspek level, generality, dan

strength memiliki mean yang tidak terlalu jauh berbeda.

c) Gambaran mean social loafing dan self-efficacy

Analisa data penelitian dapat dilakukan dengan pengelompokan yang

mengacu pada kriteria kategorisasi.

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian Social loafing dan Self-efficacy

Variabel Skor Mean

Min Max Mean SD

Social Loafng 27 52 38.44 3.98

(47)

Berdasarkan tabel 10 diperoleh mean untuk skala Social loafing sebesar 38.44

dengan SD sebesar 3.98 dan mean untuk skala self-efficacy sebesar 87.88 dengan

SD sebesar 7.86.

Sesuai dengan kategorisasi subjek penelitian secara empirik, data

dikelompokkan dalam tingkatan-tingkatan untuk kemudian disusun menurut

norma tertentu. Untuk kriteria variabel social loafing mahasiswa dengan jumlah

frekuensi dan persentase dapat dilihat pada tabel 11 berikut:

Tabel 11. Kategorisasi Data Social loafing

Variabel Rentang

Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Social loafing

42 ≤ X Tinggi 49 16.3%

34 ≤ X < 42 Sedang 220 73.3%

X < 34 Rendah 31 10.3%

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak

16.3% termasuk dalam kategori social loafing yang tinggi, 73.3% termasuk

dalam kategori social loafing yang sedang dan 10.3% yang berada pada kategori

rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar social loafing mahasiswa

berada dalam kategori sedang.

Untuk kriteria variabel self-efficacy mahasiswa dengan jumlah frekuensi dan

persentase dapat dilihat pada tabel 12 berikut:

Tabel 12. Kategorisasi Data Self-efficacy

Variabel Rentang Nilai

Kategori Frekuensi Persentase

Self-efficacy

96 ≤ X Tinggi 44 14.7%

80 ≤ X < 96 Sedang 219 73%

(48)

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak

14.7% termasuk dalam kategori self-efficacy yang tinggi, 73% termasuk dalam

kategori self-efficacy yang sedang dan 12.3% yang berada pada kategori rendah.

Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar self-efficacy mahasiswa berada

dalam kategori sedang.

B. Pembahasan

Hasil pengujian korelasi antara social loafing dengan self-efficacy di dapat

koefisien korelasi r sebesar 0.365 dan p = 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa

ada hubungan negatif yang signifikan antara social loafing dengan self-efficacy.

Dengan demikian dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa orang yang

memiliki self-efficacy rendah cenderung melakukan social loafing begitu juga

sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lawrence (1992) yang

mengatakan bahwa seseorang dengan self-efficacy yang tinggi apabila

mengerjakan sebuah tugas secara berkelompok dan diberikan evaluasi akan

memiliki performa yang lebih baik daripada melakukan tugas secara individual.

Bandura (1977) juga mengatakan bahwa seseorang yang memiliki self-efficacy

yang tinggi akan percaya dengan kemampuan yang ia miliki sehingga tidak akan

mengurangi segala usaha yang ia lakukan. Hal ini juga berlaku ketika individu

itu bekerja dalam kelompok ia tidak akan mengurangi usahanya untuk bisa

(49)

individu yang percaya akan kemampuannya dalam melakukan suatu tugas maka

akan mengurangi kemungkinan social loafing yang akan dilakukannya.

Mahasiswa pada umumnya memiliki banyak tugas yang dilakukan secara

berkelompok seperti pada fakultas pertanian. Tuntutan mereka bekerja kelompok

cukup besar mengingat mereka harus mengerjakan tugas yang diberikan dosen

maupun di kegiatan lab ataupun di lapangan. Bekerja dalam kelompok memiliki

kelemahan yakni akan terjadinya social loafing. Dari penelitian di atas, dapat

diantisipasi bahwa mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dengan ciri-ciri

salah satunya adalah memiliki komitmen dalam bekerja, percaya akan

kemampuan dirinya, tekun mengerjakan tugas, diprediksi akan mampu bekerja

dengan optimal walau bekerja dalam kelompok. Sesuai dengan teori Bandura

(1977) yakni orang dengan self-efficacy yang tinggi memiliki keinginan yang

besar dalam memotivasi dirinya untuk menyelesaikan tugas dalam bentuk

apapun dan menjadikan hal tersebut sebagai tantangan yang harus diselesaikan.

Sesuai dengan hal tersebut, orang dengan self-efficacy yang tinggi memiliki

kemungkinan yang sangat kecil dalam melakukan social loafing. Ia merasa

segala bentuk tugas yang harus diselesaikan harus segera diselesaikan oleh

dirinya sendiri. Bahkan orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan

membuat tujuan dan meningkatkan komitmennya dalam mengerjakan sebuah

tugas.

Hasil tambahan penelitian berdasarkan aspek social loafing ditemukan

bahwa aspek dilution effect memiliki nilai mean yang paling tinggi jika

(50)

mengungkapkan bahwa dilution effect adalah kurangnya motivasi seseorang di

dalam sebuah kelompok karena merasa kontribusi yang ia berikan tidak berarti

dan kurang dihargai. Konsep dilution effect bisa dijelaskan oleh penleitian yang

dilakuan oleh Geen (1991) dalam Hogg (2011) yang mengatakan bahwa

evaluation apprehension yaitu orang merasa kurang dihargai bisa menjadi

penyebab social loafing.

Latane, Williams & Harkins (1979) juga mengatakan bahwa kemungkinan

seseorang melakukan social loafing karena mereka merasa banyak anggota yang

mampu mengerjakan tugas kelompok tersebut sehingga kontribusi yang mereka

berikan tidak akan terlalu berpengaruh bagi performa kelompok. Sejalan dengan

hal ini, Harkins & Szymanski (1989) juga mengungkapkan bahwa orang akan

cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di dalam kelompok tidak

dievaluasi, baik oleh pemberi tugas maupun dari rekan kerjanya. Mereka akan

merasa tidak diberikan penghargaan sehingga akan lebih memilih melakukan

social loafing. Oleh karena itu, orang yang memiliki social loafing yang tinggi

merasa kontribusi yang ia berikan tidak berarti dan menyadari bahwa

penghargaan ataupun evaluasi yang diberikan kepada tiap individu tidak ada

kaitannya dengan dirinya.

Pada aspek self-efficacy, ditemukan bahwa hampir ke tiga aspek dari

self-efficacy tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga aspek

tersebut berperan penting dalam pembentukan self-efficacy mahasiswa. Sehingga

mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi memiliki ketiga aspek

(51)

keyakinan bahwa ia dapat menangani dengan baik keadaan dan situasi yang

mereka hadapi dan percaya pada kemampuan diri sendiri.

Berdasarkan pada hasil penelitian tambahan lainnya, sebagian besar

mahasiswa yaitu sebanyak 73.3% berada dalam rentang social loafing yang

sedang. Sebanyak 16.3% berada dalam rentang social loafing tinggi, dan 10.3%

mahasiswa berada dalam rentang social loafing rendah. Hal ini dapat diartikan

bahwa sebagian besar social laofing mahasiswa berada dalam kategori sedang.

Ini berarti bahwa mereka bisa saja melakukan atau tidak melakukan socil loafing

tergantung dari situasinya.

Sedangkan pada self-efficacy mahasiswa, sebagian besar mahasiswa yaitu

sebanyak 73% mahasiswa berada dalam rentang self-efficacy yang sedang.

Sebanyak 14.7% berada dalam rentang self-efficacy yang tinggi, dan 12.3%

mahasiswa berada dalam rentang self-efficacy yang rendah. Hal ini dapat

diartikan bahwa sebagian besar self-efficacy mahasiswa berada pada kategori

sedang.

Informasi tamnbahan yang dilihat peneliti di lapangan, mahasiswa fakultas

Pertanian dari Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia

memiliki perbedaan dimana pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara jauh

lebih kondusif ketika mengerjakan skala dibandingkan Universitas Methodist

Indonesia dan hasil yang peneliti lebih cepat mengumpulkan hasil dari skala

yang disebar di Universitas Sumatera Utara daripada Universitas Methodist

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan

hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan

kesimpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan dikemukakan

saran-saran baik yang bersifat praktis maupun metodologis yang mungkin dapat berguna

bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan pada bagian

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Sesuai dengan hasil penelitian, ada hubungan negatif yang signifikan antara

social loafing dengan self-efficacy pada mahasiswa Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara dan Universitas Methodist Indonesia.

2. Dilution effect adalah aspek tertinggi dari social loafing yang ditemukan dari

penelitian ini berdasarkan nilai meannya. Sedangkan untuk variabel

self-efficacy pada penelitian ini ketiga yaitu level, generality, dan strength

ternyata tidak terlalu berbeda jauh berdasarkan nilai meannya.

3. Hasil penelitian tambahan diperoleh data sebagai berikut:

a. Sebagian besar social laofing mahasiswa berada dalam kategori

sedang.

(53)

B. SARAN

1. Saran Metodologis

a. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti topik yang sama diharapkan

dapat mengontrol faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi

social loafing dan self-efficacy.

b. Diharapkan pada penelitian selanjutnya apabila melakukan pengambilan

data dalam kelompok untuk lebih mengondusifkan kondisi pengambilan

data agar tidak ada bias atau kesalahan pengambilan data.

2. Saran Praktis

a. Bagi dosen dan pihak fakultas

1) Untuk mengurangi tindakan social loafing yang rentan terjadi pada

mahasiswa, sebaiknya para dosen dan staf pengajar memberikan

evaluasi atas setiap pekerjaan ataupun tugas yang diberikan kepada

mahasiswa agar mengurangi salah satu aspek pembentuk social loafing

yakni dilution effect tidak terjadi.

2) Pihak fakultas khususnya khususnya staf pengajar sebaiknya dapat

mendukung mahasiswa untuk terus mendukung dan mempertahankan

self-efficacy yang sudah tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi social

loafing mahasiswa terutama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

(54)

b. Bagi mahasiswa diharapkan tetap bekerja dengan optimal walaupun di

dalam kelompok karena hasil yang didapatkan tetap merupakan tanggung

(55)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SOCIAL LOAFING

1. Pengertian Social loafing

Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerja

sama dengan kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri (Latane, 1979).

Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi

upaya yang dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan

ketika bekerja secara individual. (Karau & Williams, 1993). Menurut

Ringelmann dalam Latane, Williams, & Harkins (1979), social loafing berarti

penurunan usaha individu atau seseorang ketika ia bekerja dalam kelompok

dibandingkan dengan ketika ia bekerja seorang diri.

Dari definisi di atas saya dapat menyimpulkan bahwa social loafing

adalah kecenderungan individu untuk mengurangi usaha yang dikeluarkannya

ketika bekerja di dalam kelompok dan dibandingkan ketika bekerja secara

(56)

2. Dimensi Social loafing

Menurut Latane (1981), social loafing dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu:

a. Dilution Effect

Individu kurang termotivasi karena merasa kontribusinya tidak berarti atau

menyadari bahwa penghargaan yang diberikan kepada tiap individu tidak ada.

b. Immediacy gap

Individu merasa terasing dari kelompok. Hal ini menandakan semakin jauh

anggota kelompok dari anggotanya maka ia akan semakin jauh dengan pekerjaan

yang dibebankan kepadanya.

3. Faktor-faktor Penyebab Social loafing

Faktor penyebab seseorang melakukan social loafing adalah:

a. Orang akan cenderung melakukan social loafing apabila kinerjanya di

dalam kelompok tidak dievaluasi, baik itu dari pemberi tugas atau dari rekan

kerjanya (Harkins & Szymanski, 1989).

b. Gender seseorang merupakan salah satu faktor penyebab social loafing.

Seorang perempuan lebih mungkin untuk tidak melakukan social loafing

dibandingkan dengan seorang laki-laki. Hal ini dikarenakan wanita umunya

berorientasi pada pemeliharaan koordinasi kelompok (Kugihara, 1999).

c. Individu yang mendapatkan tugas secara berkelompok tidak merasakan

hasilnya secara pribadi. Individu ini akan memandang tugas yang dikerjakan

(57)

senang dengan hasil yang harus ia bagi dengan anggota yang lainnya (Manz

& Angle, 1986).

d. Individu ingin menumpang pada kesuksesan atau pekerjaan orang lain tanpa

ikut serta dalam pengerjaannya. Hal ini juga terkadang dilakukan karena

keyakinan individu tersebut bahwa orang yang memberikan tugas tidak akan

menyadari pengurangan usaha yang dilakukannya (Kidwell & Benner,

1993).

e. Social loafing dipengaruhi oleh ketidakjelasan tugas. Tugas yang tidak jelas

pembagiannya atau arahnya akan cenderung memberikan kemalasan bagi

individu yang mengerjakannya. Individu tersebut kurang termotivasi dalam

memberikan upaya saat menyelesaikan tugas (George, 1992).

f. Tugas yang terlalu mudah. Ketika sebuah kelompok mendapatkan tugas

yang sulit untuk diselesaikan, maka akan sedikit kemungkinan anggota di

dalam kelompok melakukan social loafing (Harkins & Petty, 1982).

g. Social loafing lebih sering terjadi pada budaya individualis daripada

kolektivis. Performa individualis yang bekerja dalam sebuah kelompok

lebih rendah dibandingkan ketika bekerja sendiri. Sebaliknya, mereka yang

memiliki budaya kolektivis akan memiliki performa yang lebih baik dalam

kelompok daripada bekerja sendiri. Mereka yang memiliki budaya

kolektivis akan menempatkan tujuan kelompok dan pekerjaan kelompok

sebagai hal yang utama. Selain itu, mereka yang memiliki budaya kolektivis

menmpercayai bahwa kontribusi individu sangat penting bagi keberhasilan

(58)

h. Semakin banyak anggota dalam sebuah kelompok, maka social loafing

seorang individu akan semakin meningkat. Hal ini juga semakin membuat

sulit untuk menilai kontribusi masing-masing individu. Kemungkinan

seseorang melakukan social loafing dikarenakan merasa banyak anggota

yang mampu mengerjakan tugas kelompok tersebut (Latane, Williams, &

Harkins, 1979).

i. Ketidak-lekatan antar anggota kelompok atau noncohesiveness group juga

dapat mempengaruhi social loafing (Karau & Williams, 1997). Hal ini dapat

didefinisikan sebagai sejauh mana anggota kelompok yang satu dengan

yang lainnya tertarik dan memiliki keinginan untuk bersama-sama

(Mudrack, 1989).

j. Evaluation Apprehension atau ada tidak adanya evaluasi yang diberikan

oleh pemberi tugas ataupun sesama rekan kerja (Geen, 1991).

k. Kepercayaan diri juga dapat membuat perilaku social loafing menurun

(Mukti, 2013)

Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang melakukan social loafing dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah tidak adanya

evaluasi (Harkins & Szymanski, 1989), gender (Kugihara, 1999), tugas yang

dirasa harus dikerjakan secara berkelompok (Manz & Angle, 1986), menumpang

kesuksesan (Kidwell & Benner, 1993), ketidakjelasan tugas (George, 1992),

faktor budaya (Early, 1989), kemudahan tugas (Harkins & Petty, 1982), besarnya

kelompok (Jones, 1984), kepercayaan diri (Mukti, 2013), dan kelekatan kelompok

(59)

B. SELF-EFFICACY

1. Pengertian Self-efficacy

Konsep self-efficacy pertama kali diungkapkan oleh Bandura. Menurut

Bandura (1997), Self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang atas

kemampuannya dalam mengorganisasikan dan melaksanakan performa yang

dibutuhkan untuk mencapai hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Schultz

(1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan individu terhadap

kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan.

Self-efficacy juga memiliki arti sebagai penilaian individu terhadap kemampuan atau

kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan

menghasilkan sesuatu (Baron & Byne, 2000).

Dari definisi di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa self-efficacy adalah persepsi, penilaian, dan perasaan tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi suatu tindakan, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan dan menghasilkan sesuatu dengan kecakapan tertentu.

2. Ciri-Ciri Individu dengan Self-efficacy Tinggi dan Self-efficacy Rendah

Bandura (1997) menjelaskan bahwa individu dengan self-efficacy yang

tinggi adalah ketika individu tersebut merasa memiliki keyakinan bahwa ia dapat

menangani dengan baik keadaan dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam

mengerjakan tugas-tugas, memiliki keinginan yang besar dalam memotivasi diri

(60)

memandang kesulitas sebagai tantangan, mampu membuat tujuan dan

meningkatkan komitmen terhadap apa yang dilakukan, menanamkan usaha pada

apa yang dilakukannya, bila gagal maka akan memikirkan strategi dalam

menghadapinya dan mudah bangkit setelah mengalami kegagalan.

Sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah adalah individu

yang merasa tidak berdaya, menghindari kegiatan-kegiatan yang menantang,

cepat menyerah, mudah cemas, apatis, upaya yang rendah dan komitmen yang

lemah pada sebuah tujuan yang ingin digapai, cenderung akan memikirkan

kekurangan dan konsekuensi akan kegagalan, serta lambat untuk

membangkitkan kembali perasaan bahwa ia mampu menghadapi kegagalan.

3. Dimensi Self-efficacy

Bandura (1997) mengungkapkan ada tiga dimensi self-efficacy, yakni:

a. Level

Level berkaitan dengan derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan

dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda, mungkin orang

hanya terbatas pada tugas yang sederhana, menengah atau sulit. Persepsi setiap

individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Ada

yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa

tidak demikian. Apabila sedikit rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan

(61)

b. Generality

Generality sejauh mana inidividu yakin akan kemampuannya dalam

berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa

dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam

serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi. Generality merupakan

perasaan kemampuan yang ditunjukkan individu pada konteks tugas yang

berbeda-beda, baik itu melalui tingkah laku, kognitif dan afektifnya.

c. Strength

Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan

yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam

pemenuhan tugasnya. Individu yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang

kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus

bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan.

Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self-efficacy yang diyakini sesesorang.

Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu itu pula. Individu

yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan mereka akan teguh

dalam usaha untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi.

C. Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di

Universitas, institut atau akademi. Mahasiswa merupakan calon sarjana yang

dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi, dididik dan diharapkan menjadi

(62)

mahasiswa meliputi rentang umur 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Mahasiswa

biasa belajar di kelas, membaca buku, membuat makalah, presentasi, diskusi dan

lain sebagainya. Mereka sangat erat kaitannya dengan tugas yang diberikan oleh

para pengajar atau dosen. Tugas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999)

memiliki arti sebagai sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk

dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang atau pekerjaan

yang wajib dibebankan. Mahasiswa sudah pasti pernah merasakan saat-saat

dimana membuat laporan, makalah, mencari bahan kuliah, tugas praktek dan

presentasi. Tugas itu sendiri dapat diberikan secara individual ataupun

berkelompok (Sudjana, 2001).

D. Hubungan antara self-efficacy dengan social loafing mahasiswa

Mahasiswa yang sangat erat kaitannya dengan tugas seringkali diberikan

tugas dengan bentuk kelompok. Biasanya, ketika dosen memberikan tugas

secara berkelompok diharapkan agar penyelesaian tugas lebih mendalam dan

sempurna, karena merupakan produk pemikiran dari beberapa orang. Mahasiswa

juga diajarkan untuk bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan sesama dan

lingkungan sekitarnya. Mereka dapat belajar untuk mengambil keputusan

dengan baik, bersikap toleransi dan menghargai sesama mahasiswa lain.

Orang dapat memenuhi tujuan untuk menyelesaikan tugas individu

mereka dengan lebih mudah melalui kerjasama dalam kelompok (Latane,

Williams, & Harkins, 1979). Pemberian tugas secara berkelompok ini

(63)

satu kelompok sering terdapat mahasiswa yang tidak turut aktif berpartisipasi

dalam proses pengerjaan tugas tersebut. Hal ini dapat dikatakan sebagai social

loafing, yaitu kecenderungan untuk mengurangi upaya yang dikeluarkan

individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja secara

individual (Karau & Williams, 1993). Social loafing memiliki dampak yang

sangat banyak khususnya terhadap sebuah kelompok. Dampak yang diberikan

juga merupakan dampak yang bersifat merugikan.

Seringkali terdapat banyak mahasiswa yang melakukan loafing karena

berbagai hal. Seperti karena tidak adanya kelekatan pada setiap anggota

kelompok (Karau & Williams, 1997), terlalu besarnya sebuah kelompok (Latane,

Williams, & Harkins, 1979), atau bahkan karena terlalu mudahnya tugas yang

diberikan oleh dosen (Harkins & Petty, 1982).

Social loafing yakni kecenderungan untuk mengurangi upaya yang

dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika

bekerja secara individual (Karau & Williams, 1993). Tidak sedikit faktor-faktor

yang menyebabkan seseorang melakukan social loafing. Kugihara menemukan

bahwa laki-laki cenderung melakukan social loafing daripada perempuan

(Kugihara, 1999). Faktor eksternal yang kerap dihubungkan adalah besarnya

kelompok (Latane, Williams, & Harkins, 1979) yang dibuktikan dengan semakin

banyak nya anggota dalam sebuah kelompok, maka social loafing seorang

individu akan semakin meningkat. Orang akan cenderung melakukan social

loafing apabila kinerjanya di dalam kelompok tidak dievaluasi, baik itu dari

(64)

antar anggota kelompok atau noncohesiveness group juga dapat mempengaruhi

social loafing (Karau & Williams, 1997). Jika individu tidak menyukai anggota

yang lain maka ia akan lebih mungkin untuk terlibat dalam social loafing.

Budaya yang dimiliki dan dianut oleh individu juga membuat seseorang seperti

individualis atau kolektivis (Earley, 1993).

Pada penelitian Early (1993) dikatakan bahwa Social loafing lebih sering

terjadi pada budaya individualis daripada budaya kolektivis. Performa seorang

individu yang berasal dari budaya individualis lebih rendah ketika bekerja

dalam sebuah kelompok dibandingkan ketika ia bekerja sendiri. Sebaliknya,

mereka yang memiliki budaya kolektivis akan memiliki performa yang lebih

baik dalam kelompok daripada bekerja sendiri. Mereka yang memiliki budaya

kolektivis akan menempatkan tujuan kelompok dan pekerjaan kelompok sebagai

hal yang utama. Selain itu, mereka yang memiliki budaya kolektivis

mempercayai bahwa kontribusi individu sangat penting bagi keberhasilan

kelompok.

Hasil dari penelitian Ames (1992) dan Dweck & Legger (1988)

mengungkapkan bahwa orang yang menganut budaya individualis merupakan

orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi. Hal ini dikarenakan orang dalam

budaya individualis akan mencoba mencari tahu bagaimana cara untuk belajar

serta lebih memberikan usaha yang lebih untuk performanya. Sebaliknya, orang

(65)

Self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang atas kemampuannya

dalam mengorganisasikan dan melaksanakan performa yang dibutuhkan untuk

mencapai hasil yang telah ditentukan sebelumnya (Bandura, 1997).

Lawrence (1992) yang melakukan 2 eksperimen di mana eksperimen

pertama self-efficacy dimanipuasi dengan evaluasi yang salah dan hasil yang

diharapkan dimanipulasi dengan 3 kelompok yang memiliki kondisi yang

berbeda (sendiri, bekerja bersama tetapi dengan melihat hasil individu, dan

bekerja bersama dengan melihat hasil dari kelompok). Pada ekperimen kedua,

self-efficacy yang diinginkan ditingkatkan secara tiba-tiba ketika para partisipan

mengerjakan tugas yang mudah ke yang sulit, dan hasil yang diharapkan

dimanipulasi dengan 3 kondisi evaluasi yang berbeda (sendiri, dievaluasi, dan

tidak dievaluasi). Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa seseorang

dengan self-efficacy yang tinggi apabila mengerjakan sebuah tugas secara

berkelompok dan diberikan evaluasi akan memiliki performa yang lebih baik

daripada melakukan tugas secara individual. Sebaliknya, jika seseorang dengan

self-efficacy yang rendah dan mengerjakan sebuah tugas secara berkelompok dan

dievaluasi, maka ia akan memiliki performa yang buruk daripada melakukannya

secara individual. Schmuck & Schmuck (1980) menyatakan bahwa membentuk

kelompok kecil dan dapat membantu satu sama lain untuk menyelesaikan tugas

yang lebih kompleks adalah strategi untuk meningkatkan self-efficacy seseorang.

Berdasarkan dari beberapa penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa

orang dengan self-efficacy yang tinggi justru akan membuat tindakan social

(66)

mengerjakan tugas (Lawrence, 1992) dan dapat saling membantu saat bekerja

kelompok (Schmuck & Schmuck, 1980) sehingga akan mengurangi perilaku

social loafing seseorang.

E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teori dan dinamika antara dimensi self-efficacy yang

telah dipaparkan oleh peneliti, hipotesa yang diajukan dalam penelitian adalah

ada hubungan negatif antara self-efficacy dengan social loafing mahasiswa

dimana semakin tinggi derajat self-efficacy yang dimiliki individu justru

(67)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mahasiswa merupakan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan

perguruan tinggi, dididik dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual

(Knopfemacher, 1978). Mahasiswa biasa belajar di kelas, membaca buku,

membuat makalah, presentasi, diskusi dan lain sebagainya. Mereka sangat erat

kaitannya dengan tugas yang diberikan oleh para pengajar atau dosen. Tugas

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) memiliki arti sebagai sesuatu yang

wajib dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi

tanggung jawab seseorang atau pekerjaan yang wajib dibebankan. Mahasiswa

sudah pasti pernah merasakan saat-saat dimana membuat laporan, makalah,

mencari bahan kuliah, tugas praktek dan presentasi. Tugas itu sendiri dapat

diberikan secara individual ataupun berkelompok (Sudjana, 2001). Biasanya,

ketika dosen memberikan tugas secara berkelompok diharapkan agar penyelesaian

tugas lebih mendalam dan sempurna, karena merupakan produk pemikiran dari

beberapa orang. Mahasiswa juga diajarkan untuk bisa bekerjasama dan

berinteraksi dengan sesama dan lingkungan sekitarnya. Mereka dapat belajar

untuk mengambil keputusan dengan baik, bersikap toleransi dan menghargai

(68)

Orang dapat memenuhi tujuan untuk menyelesaikan tugas individu mereka

dengan lebih mudah melalui kerjasama dalam kelompok (Latane, Williams, &

Harkins, 1979). Pemberian tugas secara berkelompok ini sesungguhnya juga

memiliki kelemahan, yakni pengambilan keputusan yang berlarut-larut,

kecakapan anggota kelompok yang berbeda, memakan waktu yang banyak dan

terlalu banyak persiapan. Selain itu, ada juga kelemahan lainnya yaitu social

loafing. Pada satu kelompok sering terdapat mahasiswa yang tidak turut aktif

berpartisipasi dalam proses pengerjaan tugas tersebut. Hal ini dapat dikatakan

sebagai social loafing, yaitu kecenderungan untuk mengurangi upaya yang

dikeluarkan individu ketika bekerja dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja

secara individual (Karau & Williams, 1993).

Social loafing memiliki dampak yang sangat banyak. Dampak positif dari

social loafing biasanya akan dirasakan oleh individu yang melakukan social

loafing. Orang yang melakukan social loafing akan merasa diuntungkan dengan

tidak ikutnya dalam proses penyelesaian tugas, mendapatkan nilai yang baik

karena kinerja kelompok dan lainnya. Selain itu ada juga dampak yang bersifat

merugikan khususnya terhadap sebuah kelompok. Hal ini dapat terlihat dari

sebuah kutipan wawancara dengan seorang mahasiswa yang merasa kelompok

tidak efektif dalam penyelesaian tugas karena tidak adanya kerjasama yang baik

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Social loafing
Tabel 3. Distribusi Skala Social loafing Setelah Uji Coba
Tabel 4. Distribusi Skala Self-efficacy Setelah Uji Coba
Tabel 5. Normalitas Sebaran Variabel Social loafing dan Variabel Self-efficacy
+5

Referensi

Dokumen terkait

Di satu sisi, individu dengan derajat individualisme horisontal yang tinggi akan menolak social loafing yang dilakukan oleh rekan-rekan sekelompoknya, karena tindakan

Hipotesis minor kedua yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan social loafing pada mahasiswa.. Subjek penelitian berjumlah 199

Self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang atas kemampuannya dalam mengorganisasikan dan melaksanakan performa yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang telah

Saya akan segera menolak tugas yang sulit yang diberikan kepada saya karena saya tidak yakin dapat menyelesaikannya dengan baik. Pada saat gagal, hal yang bisa saya

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN SOCIAL LOAFING MAHASISWA PADA TUGAS BERBASIS

Evaluasi kelompok juga menjadi penyebab dari social loafing , penelitian oleh. Harkins dan Szymanski (1989) membuktikan bahwa seseorang

Selanjutnya terdapat korelasi signifikan dan bersifat negatif antara self efficacy dan kohesivitas kelompok dengan social loafing yang artinya semakin mahasiswa mempunyai

Di satu sisi, individu dengan derajat individualisme horisontal yang tinggi akan menolak social loafing yang dilakukan oleh rekan-rekan sekelompoknya, karena tindakan