• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Batang Pane II Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Batang Pane II Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH-INTERVIEW) IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DI PUSKESMAS BATANG PANE II KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

TAHUN 2016

1. Pedoman wawancara mendalam mengenai komitmen politis.

No. Informan Pertanyaan

1. penting dibuat ke dalam program kesehatan? b. Mengapa menurut bapak/ibu TB paru penting

d. Bagaimanakah kerjasama lintas sektor dan lintas program yang dilakukan untuk program penanggulangan TB paru?

2.

Kepala Puskesmas Batang Pane II

a. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang komitmen politis dinas kesehatan kabupaten/kota terhadap program penanggulangan TB paru ini? Ditandai dengan apakah komitmen politis tersebut?

b. Darimanakah sumber pendanaan untuk program TB paru?

c. Apakah pernah dilakukan pelatihan terhadap petugas TB paru?

d. Bagaimana kerjasama yang dilakukan oleh puskesmas untuk mengatasi masalah TB paru?

3.

Petugas TB paru

Puskesmas Batang Pane II

a. Darimanakah sumber pendanaan untuk program TB paru?

b. Adakah insentif yang diberikan kepada petugas yang melaksanakan penyuluhan TB paru kepada masyarakat?

c. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan pelatihan mengenai program penanggulangan TB paru? d. Siapa yang melakukan pelatihan tersebut dan

pelatihan dalam hal apa saja yang dilakukan? e. Apakah obat TB paru selalu tersedia di puskesmas? 4.

Petugas Analis Puskesmas Hutaimbaru

a. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan pelatihan mengenai program penanggulangan TB paru? b. Siapa yang melakukan pelatihan tersebut dan

pelatihan dalam hal apa saja yang dilakukan? 5.

Pasien TB paru a. Apakah obat TB paru selalu tersedia di puskesmas? b. Apakah bapak/ibu mendapatkan obat TB paru

(2)

2. Pedoman wawancara mendalam mengenai tenaga kesehatan dalam program penanggulangan TB paru

No. Informan Pertanyaan

1. masing-masing tenaga kesehatan tersebut?

b.Berapa jumlah tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam program TB paru?

2.

b.Berapa jumlah tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam program TB paru?

3. Pedoman wawancara mendalam mengenai pendanaan dalam program penanggulangan TB paru

No. Informan Pertanyaan

1.

a. Bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program TB paru?

2.

Kepala Puskesmas Batang Pane II

a. Bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program TB paru? b.Apakah ada kegiatan penanggulangan TB paru

yang terkendala untuk dilaksanakan karena tidak tersedianya dana?

Petugas TB paru Puskesmas

Batang Pane II

a. Bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program TB paru? b. Apakah ada kegiatan penanggulangan TB paru

yang terkendala untuk dilaksanakan karena tidak tersedianya dana?

4. Pedoman wawancara mendalam mengenai sarana dan prasarana dalam program penanggulangan TB paru

No. Informan Pertanyaan

1. dalam pelaksanaan program penanggulangan TB paru?

(3)

Penyakit terpenuhi/tersedia di puskesmas?

c. Bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan persediaan Obat Anti Tuberkulosis? dalam pelaksanaan program penanggulangan TB paru? dalam pelaksanaan program penanggulangan TB paru?

b.Apakah sarana dan prasarana tersebut sudah terpenuhi/tersedia di puskesmas?

c. Bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan persediaan Obat Anti Tuberkulosis? dalam pelaksanaan program penanggulangan TB paru?

b.Apakah sarana dan prasarana tersebut sudah terpenuhi/tersedia di puskesmas?

5. Pedoman wawancara mendalam mengenai pelaksanaan kegiatan dalam program penanggulangan TB paru

No. Informan Pertanyaan

1.

b.Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap puskesmas dalam program penanggulangan TB paru?

2.

Kepala Puskesmas Batang Pane II

a. Bagaimana alur pemeriksaan penderita TB paru di puskesmas ini?

b.Apakah ada monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap pelaksanaan program penanggulangan TB paru di puskesmas?

3.

Petugas TB paru Puskesmas

Batang Pane II

a. Bagaimana alur pemeriksaan penderita TB paru di puskesmas ini?

b.Bagaimana prosedur untuk mendiagnosa pasien TB paru?

c. Dalam penemuan kasus:

 Bagaimana pelaksanaan penemuan kasus TB paru yang dilakukan di puskesmas?

(4)

paru dengan door to door ke rumah warga?

 Apakah penemuan kasus sudah mencapai target dan berapa targetnya?

d.Dalam pemeriksaan BTA (+):

 Bagaimana cara pemeriksaan BTA (+)?

 Bagaimana dengan waktu yang diperlukan untuk mendapat hasil pemeriksaan BTA (+) dari Puskesmas Hutaimbaru?

 Setelah hasil datang dari PRM, apa yang Bapak/Ibu lakukan dalam mendiagnosa penderita?

e. Bagaimana cara memantau hasil pengobatan penderita TB paru?

f. Terkait penyuluhan

 Siapa yang melaksanakan penyuluhan?

 Bagaimana penyuluhan tuberkulosis dilaksanakan?

 Berapa kali frekuensi dilakukannya penyuluhan?

g. Apakah ada monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap pelaksanaan program penanggulangan TB paru di puskesmas?

h.Terkait dengan pelaksanaan program pengendalian TB paru, apa saja hambatan yang sering ditemui? i. Strategi apa yang dilakukan dalam mengatasi

kendala-kendala tersebut? Petugas Analis

Puskesmas Hutaimbaru

a. Bagaimana prosedur untuk mendiagnosa pasien TB paru?

b. Dalam pemeriksaan BTA (+)

 Bagaimana cara pemeriksaan BTA (+)?

 Apa kendala yang ditemui pada saat pemeriksaan BTA (+)?

 Bagaimana dengan waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan BTA (+)?

 Setelah hasil pemeriksaan BTA (+) diketahui, apa yang bapak/ibu lakukan terkait hasil pemeriksaan tersebut?

Pasien TB paru a. Ketika Bapak/Ibu berobat ke puskesmas, apakah ada petugas yang menerangkan apa itu penyakit TB paru dan bagaimana cara menyembuhkannya? b. Bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan

petugas selama berobat ke puskesmas?

(5)

d. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan dahak/ BTA (+)? e. Apakah petugas TB paru melakukan pemantauan

terhadap kemajuan hasil pengobatan yang Bapak/Ibu jalani? Bagaimana caranya?

f. Apakah petugas pernah memberikan penyuluhan mengenai TB paru kepada masyarakat umum? Pengawas

Menelan Obat (PMO)

a. Ketika Bapak/Ibu ditunjuk sebagai PMO, apakah ada petugas yang menerangkan apa itu penyakit TB dan informasi lainnya mengenai TB paru? b.Apa saja tugas Bapak/Ibu sebagai PMO?

c. Menurut Bapak/Ibu bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan petugas selama berobat ke puskesmas?

d.Menurut Bapak/Ibu bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di puskesmas ini? e. Apakah petugas TB paru melakukan pemantauan

terhadap kemajuan hasil pengobatan yang dijalani pasien TB paru? Bagaimana caranya?

f. Apa saja kendala/kesulitan yang dihadapi Bapak/Ibu sebagai PMO?

g. Apakah petugas pernah memberikan penyuluhan mengenai TB paru kepada masyarakat umum? Penderita TB

Paru yang

Sembuh

a. Ketika Bapak/Ibu berobat ke puskesmas, apakah ada petugas yang menerangkan apa itu penyakit TB paru dan bagaimana cara menyembuhkannya? b.Bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan

petugas selama berobat ke puskesmas?

c. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di puskesmas ini? d.Berapa lama waktu yang diperlukan untuk

mengetahui hasil pemeriksaan dahak/ BTA (+)? e. Apakah petugas TB paru melakukan pemantauan

terhadap kemajuan hasil pengobatan yang Bapak/Ibu jalani? Bagaimana caranya?

(6)

TABEL DAFTAR COCOK (CHECKLIST)

Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Batang Pane II

No. Kegiatan Program Penanggulangan

TB Paru Ya Tidak Keterangan

1.

Petugas TB melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai TB paru untuk meningkatkan penemuan kasus

2.

Dahak suspek TB paru di tampung di pot dahak pada saat datang ke puskesmas untuk pertama kalinya/petugas TB menjaring suspek TB.

3.

Pada saat pulang dari puskesmas, suspek TB paru diberikan informasi dan pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.

4.

Pada hari kedua pasien datang ke puskesmas untuk mengantar dahak pagi segera setelah bangun tidur dan dahak ke Puskesmas Hutaimbaru dengan form TB.05

7.

Dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung di Puskesmas Hutaimbaru

8. Petugas TB menyampaikan hasil diagnosis ke pasien suspek TB paru 9. Petugas TB membuat klasifikasi tipe

penderita 10.

Petugas TB mengisi kartu penderita (Form TB.01) dan kartu identitas

(7)

tersebut dalam kartu penderita (Form TB.01)

15.

Petugas TB melakukan penemuan kasus secara aktif yaitu dengan melakukan penemuan kasus pada kelompok yang rentan/beresiko tinggi sakit TB seperti pada orang yang kontak erat dengan penderita TB paru dan pada pasien HIV/AIDS.

16.

Petugas TB paru memberikan penyuluhan kepada penderita, keluarga dan PMO

17.

Petugas TB melakukan pemantauan dan hasil pengobatan pasien TB paru dengan melakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu dan pagi) setelah penderita TB paru menjalani pengobatan tahap awal selama 2 bulan dan melakukan pemeriksaan ulang dahak selanjutnya pada bulan ke-5 dan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.

18.

(8)

Tabel checklist mengenai sarana dan prasarana yang diperlukan dalam program penanggulangan TB paru.

1. Sarana dan Prasarana yang harus ada di Puskesmas Satelit (Puskesmas Batang Pane II)

No. Sarana dan Prasarana Ada Tidak

Ada

Keterangan

a. Sarana dan Prasarana habis pakai

1. Bahan-bahan laboratorium TB: pot dahak, kaca sediaan, lidi 2. Obat Anti Tuberkulosis 3. Formulir pencatatan dan

pelaporan TB : TB.01 s/d TB.13 b. Sarana dan prasarana tidak

habis pakai

1. Alat-alat laboratorium TB: kotak penyimpanan kaca sediaan (box slide), lemari/rak penyimpanan OAT, lampu spiritus/Bunsen 2. Barang cetakan lainnya: buku

(9)

2. Sarana dan Prasarana yang harus ada di Puskesmas Rujukan Mikroskopis (Puskesmas Hutaimbaru)

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2014

No. Sarana dan Prasarana Ada Tidak

Ada

Keterangan a. Sarana dan Prasarana habis

pakai:

1. Bahan-bahan laboratorium TB: reagensia, pot dahak, kaca sediaan, oli emersi, ether alcohol, tisu, sarung tangan, lysol, lidi, kertas saring, kertas lensa

2. Obat Anti Tuberkulosis 3. Formulir pencatatan dan

pelaporan TB: TB.01 s/d TB.13 b. Sarana dan prasarana tidak

habis pakai:

1. Alat-alat laboratorium TB: mikroskop binokuler, ose, lampu spiritus/bunsen, rak pengering kaca sediaan (slide), kotak penyimpanan kaca sediaan (box slide), safety cabinet, dan lemari/rak penyimpanan OAT

(10)
(11)
(12)
(13)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah

Aditama, Tjandra Yoga. 2002. Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi dan Masalahnya Ed. 4. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Amiruddin R. 2006. Faktor Keberhasilan Konversi Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Jongaya Tahun 2006. Laporan Penelitian. Makassar: FKM Unhas.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2013. Gunung Tua.

. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014. Gunung Tua.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Medan.

. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Medan.

Firdaufan; Santoso; Hartanto, Rifai; Hendratno; Sumardiyono; Sutisna, Endang; Syahril, mohammad. 2009. Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Eks Kerasidenan Surakarta. Jurnal Kedokteran Indonesia.

Hamidi. 2010. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: UMM press. Junaidi, P. 2005. Kualitas Tenaga Mikroskopis untuk Program Directly

Observer Treatment Short-Course-Therapy (DOTS) di Puskesmas. Universa Medica. Volume 24, No 2.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta

(14)

. 2014. Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB. Jakarta

. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta Muninjaya, A.A. Gede. 2011. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Nasution, Wilda Zulihartika. 2015. Implementasi Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2015. Skripsi, FKM USU. Medan.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan seni (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2014 Tentang Pusat kesehatan Masyarakat. Jakarta.

. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 82 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Jakarta.

Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media.

Saryono; Anggraeni, Mekar Dwi. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Implementasi Kebijakan Publik: Transformasi Pikiran George Edwards. Yogyakarta: Lukman Offset. Tuharea, Rosmila; Anneke Suparwati & Ayun Sriatmi. 2014. Analisis

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi penemuan pasien TB paru dalam Program Penanggulangan TB di Puskesmas Kota Semarang. Semarang: FKM Universitas Diponegoro. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia vol. 02 (02) 170.

WHO. 2015. Global Tuberkulosis Report 2015. Prancis: WHO Press.

(15)
(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap informan agar diketahui secara jelas dan lebih mendalam tentang pelaksanaan program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II Kabupaten Padang Lawas Utara. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono dan Anggraeni, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak karena berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015 diketahui bahwa angka kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan TB Paru yang telah dicapai Puskesmas Batang Pane II masih rendah yaitu sebesar 16,67%, sedangkan target angka keberhasilan pengobatan secara nasional sebesar 88%.

3.2.2 Waktu Penelitian

(17)

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini yaitu:

a. Pegawai bidang seksi pengendalian dan pemberantasan penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara

b. Kepala Puskesmas Batang Pane II

c. Petugas TB Paru Puskesmas Batang Pane II

d. Petugas analisis Puskesmas Hutaimbaru (Puskesmas Rujukan Mikroskopis)

e. Penderita TB Paru di wilayah kerja Puskemas Batang Pane II

f. PMO (keluarga penderita TB Paru di wilayah kerja Puskemas Batang Pane II)

g. Penderita TB Paru yang sembuh yang telah berobat di Puskemas Batang Pane II

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

(18)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara, Puskesmas Batang Pane II dan hasil penelitian yang berhubungan dengan implementasi program penanggulangan TB paru.

3.5 Instrumen Pengambilan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat perekam suara (voice recorder), pedoman wawancara dan tabel checklist.

3.6 Triangulasi

Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Saryono dan Anggraeni, 2010). Untuk menjaga validitas data maka dilakukan dengan triangulasi sumber yang berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2012).

3.7 Metode Analisa Data

(19)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi

Puskesmas Batang Pane II terletak di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II mempunyai luas wilayah 204 km². Wilayah Puskesmas Batang Pane II mempunyai batas sebagai berikut:

- Sebelah utara berbatasan dengan Desa Mompang Kecamatan Halongonan - Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Barumun Tengah

- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Halongonan

- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Selatan

4.1.2 Demografi

(20)

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Tahun 2014

Sumber: Profil Puskesmas Batang Pane II tahun 2014

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Tahun 2014

No. Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

1. 0 – 4 1.214 1.037 2.251

Sumber: Profil Puskesmas Batang Pane II tahun 2014

4.1.3 Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Batang Pane II yaitu sebanyak 63 orang. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.3 berikut.

(21)

Tabel 4.3 Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Batang Pane II Tahun 2014

No. Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 1

2. Dokter Gigi 1

3. Bidan 47

4. Perawat 8

5. Tenaga Kefarmasian 1

6. Tenaga Kesehatan Masyarakat 2

7. Tenaga Sanitasi 2

8. Tenaga Gizi 1

Sumber: Profil Puskesmas Batang Pane II tahun 2014

4.1.4 Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II terdiri dari : 1 Puskesmas Induk, 2 Puskesmas Pembantu, 13 Posyandu, 1 Poskesdes, dan 1 Polindes. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Data Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Tahun 2014

No. Sarana Kesehatan Jumlah

1. Puskesmas 1

2. Puskesmas Pembantu 2

3. Posyandu 13

4. Poskesdes 1

5. Polindes 1

Sumber: Profil Puskesmas Batang Pane II tahun 2014

4.2 Karakteristik Informan

(22)

laboratorium Puskesmas Hutaimbaru sebagai Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), 1 orang pasien TB paru yang berobat ke Puskesmas Batang Pane II, 1 orang Pengawas Menelan Obat (PMO) dan 1 orang pasien TB paru yang sembuh yang telah berobat ke Puskesmas Batang Pane II. Adapun karakteristik informan berdasarkan hasil penelitian dapat terlihat pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Karakteristik Informan

4.3 Analisis Komponen Input 1. Komitmen Politis

(23)

baik. Sedangkan dari sisi ketersediaan dana dan kerjasama lintas sektor, komitmen politis untuk TB paru masih kurang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan mengenai komitmen politis yang berkaitan dengan program TB paru di Puskesmas Batang Pane II belum memadai dari pemerintah daerah. Hal ini dapat dilihat dari minimnya dana dari APBD untuk program TB paru dan belum adanya kerjasama lintas sektor yang dilakukan untuk menanggulangi masalah TB paru. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan mengenai Komitmen Politis dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan

Informan 1

(Dinas Kesehatan)

a. mengenai pentingnya program TB paru

Sangat jelas, karena TB paru itu kan masuk MDG’s dan

sekarang SDG’s namanya Dan TB paru itu kan penyakit

menular. Penularannya pun mudah hanya melalui droplet kan.

c. mengenai pelatihan petugas TB paru

Pada tahun 2016, pelatihannya di lakukan di triwulan ketiga di Dinas Kesehatan Kabupaten dari bidang SDM ya.

d. mengenai kerjasama lintas sektor

Kalau sampai sekarang belum ada kerjasama lintas sektor . Soalnya itu biasanya kan kerjasama dengan LSM. Untuk daerah medan ada Aisyiyah, kalau di Paluta ini belum dapat LSM yang cocok untuk program TB ini. e. mengenai ketersediaan OAT di Puskesmas

Ya, selalu tersedia di puskesmas. Nggak pernah nggak ada, soalnya itu dari Global Fund kan.

Informan 2 (Kepala

(24)

Puskesmas) untuk TB paru itu ditampung dari kegiatan BOK namanya, tinggilah komitmen politisnya. Dana yang tersedia mencukupi.

b. mengenai sumber dana

Sumber dana dari APBN namanya DAK non fisik untuk pengambilan suspek ada, untuk fiksasi ada, untuk pengantaran dari puskesmas Batang pane II ke PRM ada, BOK dari APBN itu.

c. mengenai pelatihan petugas

Untuk petugas TB sudah pernah ikut pelatihan. Bahkan kalau untuk refresh semacam penyegaran setiap tahun itu ada di Dinkes Kabupaten sama dokternya juga dilatih. d. mengenai kerjasama lintas sektor

Selama ini kan kita libatkan juga bidan desa untuk pelacakan/sweeping terhadap suspek TB paru.

Informan 3 (Petugas TB)

a. mengenai sumber dana

Kalau sekarang sumber dananya itu dari dana BOK dan yang ngasih kapus sendiri dari dana BOK. Kalau tahun 2015, kita yang harus ngambil dananya ke dinas

b. mengenai pelatihan

Sudah pernah di Dinkes Kabupaten, tapi kalau ke Medan belum pernah. Pelatihannya mengenai pengisian form TB dan pemberian obatnya.

c. mengenai ketersediaan OAT

Kalau obatnya selalu ada di puskesmas. Kalau kira-kira tinggal 5 paket lagi kita buat lembar permintaan obat ke dinas baru kita ambil obatnya ke dinas.

d. mengenai kerjasama lintas sektor Belum ada dilakukan.

Iya gratis, obatnya pun selalu ada di puskesmas.

Informan 7

(Pasien TB paru yang sembuh)

(25)

2. Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan mengenai tenaga kesehatan dalam program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II terdiri dari dokter, Petugas TB/Penanggung jawab program TB, dan Bidan desa. Sumber daya manusia dalam pelaksanaan kegiatan program TB ini telah sesuai dengan pedoman penanggulangan TB paru tahun 2014. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.7 berikut.

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan mengenai Tenaga Kesehatan dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

3. Pendanaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan mengenai pendanaan untuk program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II di tahun 2016 ini tidak ada dana dari APBD, dana pelaksanaan diagnosis. Kemudian yang kedua, petugas wasor TB atau pemegang programnya. Jadi, dialah yang melakukan fiksasi dan pelacakan untuk pengumpulan spesimen. Kemudian yang ketiga, bidan desa. Bidan desa juga melakukan pengambilan spesimen, tapi dia langsung ke masyarakatnya. Hanya petugas TB/pemegang program TB sebagai penanggung jawab program.

Informan 3 (Petugas TB)

(26)

kegiatan berasal dari DAK (Dana Alokasi Khusus) non fisik dari APBN. Dana yang tersedia mencukupi. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan tentang Pendanaan dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan

Informan 1 (Dinas Kesehatan)

Kalau dulu kan ada Global Fund namanya, kalau sekarang itu sudah di stop. Sekarang Global Fund itu hanya menyumbangkan obat aja. Jadi inilah kami sekarang masih lagi proses dukungan dari kadis agar dimasukkan dalam APBD. Soalnya dari Global Fund sudah berhenti. Jelas kurang lah, sangat kurang. Apalagi sekarang kan Global Fund itu hanya menyumbang obat. Sedangkan kartu saja, logistik-logistik lain seperti TB.01 dst sampai 14 itu kan, dananya itu kan di triwulan tiga. Untuk 2016 ini tunggu cair dulu lah baru bisa kami print kan, kami cetak. Ya untuk sementara pakai stok yang lama untuk pengantaran dari puskesmas Batang pane II ke PRM ada, BOK dari APBN itu.

Jadi, dulu TB paru ini kan dibantu dana hibah non APBD atau non APBN namanya Global Fund ATM (AIDS, TB, Malaria). Nah, sekarang itu sudah di stop. Jadi kita sekarang mendorong dari APBD. Terkait kegiatan untuk program TB ini, tidak ada yang terkendala. Dananya mencukupi ya.

Informan 3 (Petugas TB)

(27)

4. Sarana dan Prasarana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan mengenai sarana dan prasarana sudah mendukung untuk pelaksanaan program TB paru. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

4.4 Pelaksanaan Kegiatan Program TB Paru 1. Penemuan Kasus

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan tentang penemuan kasus dalam program TB paru yaitu penemuan kasus dilakukan secara

Informan Pernyataan

Informan 1 (Dinas Kesehatan)

Terkait sarana, yang menjadi masalah di puskesmas adalah ruang lab yang belum memadai. Soalnya kan puskesmas tahu lah kecil, sempit. Ya, memang sebagian yang ada khusus ruang labnya sebagian lagi tidak. Dan kalaupun ada ruang labnya, fasilitasnya belum memadai, logistik untuk ruang labnya belum memadai.

Informan 2

(Kepala Puskesmas)

Kalau dalam program TB paru ini kan ada namanya puskesmas satelit. Kita memang sebagai puskesmas satelit belum ada fasilitas labnya karena ketidaktersediaan sarana dan alat. Kalau sarana labnya belum tersedia lah secara lengkap.

Informan 3 (Petugas TB)

Kalau dana untuk program TB ini palingan untuk kaca slidenya aja nya. kalau mengenai sarana yang diperlukan palingan kaca slide, lidi, lilin dan plastik untuk membungkus kaca slidenya itu nanti. Kalau itu selalu tersedia di puskesmas lah.

Informan 4

(Petugas Analis Lab)

(28)

pasif dan penemuan kasus secara aktif. Petugas TB turun ke desa sekali dalam sebulan untuk melakukan penemuan kasus secara aktif (home to home) terhadap suspek TB paru yang ada di desa tersebut atas informasi dari bidan desa. Penemuan kasus secara pasif yaitu puskesmas melayani pasien/suspek TB paru yang datang berobat ke puskesmas. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.10 berikut.

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Penemuan Kasus dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan fiksasi di puskesmas barulah dibawa ke PRM. Kita juga melayani pasien/suspek TB paru yang berobat ke puskesmas.

Informan 3 (Petugas TB)

Kita kan pelacakan kan nggak mengasih ruang untuk musyawarah. Pelacakan kita mendatangi home to home. Misalnya kita ke Batang Pane III, bidan desanya harus tahu dimana disitu yang ada suspek TB, itu yang harus kita datangi.

Ada juga bidan desanya yang mengambil dahak suspek kemudian dibawanya ke puskesmas untuk di fiksasi.

Informan 5 (Pasien TB paru)

Bapak kan batuk-batuk sudah lama, datang lah bapak ke puskesmas. Ditanya keluhannya baru diperiksa dokternya. Kemudian di puskesmas ditampung dahaknya, baru bapak disuruh pulang dulu dan disuruh menampung dahak pas bangun tidur dan mengantar dahak itu ke puskesmas. pas disana ditampung lagi sekali lagi.

Informan 7

(Pasien TB paru yang sembuh)

(29)

2. Pemeriksaan Dahak/Sputum

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan tentang pemeriksaan dahak/sputum diketahui bahwa pemeriksaan dahak/BTA positif dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis. Petugas TB paru di puskesmas hanya melakukan fiksasi, dan kemudian mengirimnya ke PRM untuk dilakukan pewarnaan dan pemeriksaan dengan mikroskop. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.11 berikut.

(30)

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Pemeriksaan BTA (+) dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan

Informan 3 (Petugas TB)

Kalau alur untuk pemeriksaannya pasien datang ke puskesmas ke meja pendaftaran, Tanya keluhannya, baru diperiksa dokter. Kalau dia dicurigai TB baru ke saya. Kemudian dahaknya ditampung. Kemudian kita kasih konseling baru dia kita suruh pulang kan. Besoknya pagi dia ngambil dahak pagi kemudian dibawanya dahak pagi kesini. Pas disini kita kasih sewaktu lagi. Itulah SPS namanya.

Setelah SPS itu kan, kita ambil pot dahaknya baru ambil lidi, kucek semua biar larut semua biar nyatu kumannya, baru diputar lidinya mengikut dia (dahak). Naikkan ke kaca slidenya. Jadi, di kaca slidenya itu kita buat bundaran bola dulu. Setelah itu, baru kita ambil lagi dahaknya baru kita putar, dia harus seperti arah jarum jam, tidak boleh bertolakan. Memutarnya sampai kering, sampai rata. Setelah kering baru lewatkan di atas lilin. Baru di kasih pklastik dan dikasih labelnya. Kemudian kita kirim ke PRM.

Informan 4

(Petugas Analis Lab)

(31)

3. Pengobatan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan tentang pengobatan diketahui bahwa pengobatan yang dijalani pasien TB paru selama 6 bulan dan ditunjuk seorang PMO dengan tujuan agar pasien TB paru rutin meminum obat dan OAT tersebut gratis. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.12 berikut.

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Pengobatan dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan

Informan 2

(Kepala Puskesmas)

Pengobatannya itu kan selama 6 bulan. Karena waktu yang cukup lama, selama 6 bulan itu kan ada juga pasien itu yang malas, jenuh, lupa dia minum 1 hari atau satu minggu dia sudah dianggap gagal kan. Jadi, dia sudah resisten dengan obat yang kita berikan kan.

Terkait upaya dari puskesmas untuk hal tersebut yaitu sekarang kita galakkan kan namanya PMO, itu adalah pengawas minum obatnya. Jadi, disamping kita memberikan informasi/konseling, kita juga melakukan pemeriksaan apakah si penderita ini sudah meminum obatnya sesuai dengan protapnya. Nah, yang kedua kan kita perlu konseling karena si penderita ini kadang tidak tahu bahwa, misalnya dia membuang dahak sembarangan, sementara kan ada keluarganya. Ini kan kita khawatirkan menularkan ke yang lain karena kan 1 orang BTA positif secara teorinya itukan diduga bisa menularkan kepada 10 orang yang terpapar. Jadi itulah upaya yang kita lakukan, disamping PMO, konseling, ya kunjungan rumah lah istilahnya.

Informan 3 (Petugas TB)

Pengobatannya itu kan selama 6 bulan. Kita tunjuk lah PMO yang mengawasi agar dia patuh meminum obatnya. Baru dua bulan pertama setelah pengobatan, dikumpul lagi dahaknya dikirim lagi ke Puskesmas Hutaimbaru untuk memantau kemajuan pengobatannya. Soal obat TB, selalu tersedia di puskesmas.

(32)

4. Pemantauan dan Hasil Pengobatan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan tentang pemantauan kemajuan berobat diketahui bahwa 1 informan mengatakan adanya pemantauan terhadap kemajuan pengobatan. Berbeda dengan yang dikatakan oleh 2 informan lain yaitu tidak adanya dilakukan pemantauan terhadap kemajuan pengobatan yang dijalani. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.13 berikut.

Bidan desanya kita suruh nanya apa mau berobat lagi atau nggak kan gitu. Kalau udah dua kali kita nyuruh dia datang tapi nggak mau ya biar aja. Dia nggak mau sembuh iya kan, kita ingin dia sembuh. Tapi kita dorong jugalah dia biar berobat. Kita kasih tahu kalau penyakitnya itu bisa menular ke orang lain.

Informan 5 (Pasien TB paru)

Obatnya itu gratis. Pertama dikasih obatnya yang warna merah itu. Itu diminum setiap hari, tapi kalau yang kuning itu nggak tiap hari, cuma 3 kali seminggu. Udah mendingan lah nak.

Informan 6 (PMO)

Iya ka. Dijelaskan kaka itu mengenai penyakit bapak ini. Di suruh kaka itu biar aku ingatkan bapak biar teratur minum obatnya biar sembuh.

Informan 7

(Pasien TB paru yang sembuh)

Alhamdulillah obatnya gratis nak. 6 bulan yang berobat itu nak. Pertama kali berobat, pil yang warna merah. Itu jangka 2 bulan. Baru siap itu, baru pil yang kuning itu makannya 3 kali seminggu. Obatnya dimakan sebelum makan nak. Pas ibu bangun tidur, langsung makan obatnya biar nggak lupa nak. Baru sering juga diingatkan sama adekmu (anak ibu yang kedua) untuk mengingatkan minum obat.

(33)

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang Pemantauan dan Hasil Pengobatan dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

5. Penyuluhan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan tentang penyuluhan diketahui bahwa penyuluhan kepada masyarakat umum belum pernah dilakukan. Penyuluhan hanya dilakukan terhadap suspek TB paru dan pasien TB paru. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.14 berikut.

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Penyuluhan dalam Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan terealisasi. Semenjak saya belum ada penyuluhan TB secara masyarakat luas. Kalau kunjungan rumah ada oleh bidan desa dan pemegang program TB. Informan 3

(Petugas TB paru)

Kalau penyuluhan secara musyawarah belum ya. Kita penyuluhannya nggak menyediakan ruang untuk musyawarah, tetapi langsung ke perorangan atau home to home.

Informan 5 (Pasien TB paru)

Nggak pernah. Nggak tahu kalau di desa lain.

Informan 6 (PMO)

(34)

6. Monitoring dan Evaluasi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan mengenai monitoring dan evaluasi diketahui bahwa 1 informan mengatakan ada dilakukan monitoring dan evaluasi sekali per triwulan. Berbeda dengan 2 informan yang mengatakan belum ada dilakukan monitoring dan evaluasi langsung ke puskesmas. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.15 berikut.

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan tentang Monitoring dan Evaluasi dalam pelaksanaan Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan

Informan 1 (Dinas Kesehatan)

Kalau monitoring ke puskesmas bentuknya supervisi sekali tiga bulan kesana.

Informan 2

(Kepala Puskesmas)

Monitoring ya mungkin pertama dari sisi pemantauan pelaporan. Kemudian yang kedua mengenai pelaksanaan fiksasi di puskesmas, ketersediaan peralatan; pot dahak, kaca slide dan sebagainya.

Secara periodik itu tidak ada memang, cuman kunjungan mungkin dia sifatnya insidentil. Artinya tidak sekali 3 bulan tetapi insidentil. Kadang turun juga.

Informan 3 (Petugas TB paru)

Untuk tahun 2016 ini, monitoring belum ada. Palingan laporannya lah. Laporan per triwulan, diantar kesana (Dinas Kesehatan Kabupaten) langsung laporannya.

7. Hambatan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan tentang hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program TB paru diketahui bahwa

Informan 7

(Pasien TB paru yang sembuh)

(35)

hambatan yang sering ditemui adalah keterlambatan dalam hal pencatatan dan pelaporan dan masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai TB paru sehingga kesadaran untuk berobat masih kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.16 berikut.

Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan tentang Hambatan/Kendala dalam pelaksanaan Program Penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II

Informan Pernyataan

Informan 2

(Kepala Puskesmas)

Kendalanya itulah paling, mungkin dari sisi ketenagaan kita terutama laporannya kan. Karena memang kan karena ketiadaan mikroskop TB dan laporannya kan juga menjadi kendala sehingga kita tidak bisa memeriksa sendiri dan harus dirujuk ke puskesmas lain.

Informan 3 (Petugas TB paru)

Hambatannya apa ya. Ya, paling kalau dalam pemeriksaan nya ajanya, kadang itu hambatan dari pasiennya, kurang pengalaman pasiennya. Misalnya dia batuk terus lebih dari 2 minggu. Dia sudah berobat ke tempat lain. Sudah makan antibiotik dia dosis tinggi. Tiba-tiba datang dia kesini, kita periksa dahak dia kan udah mati kumannya. Sementara dia sudah kelihatan seperti positif TB karena kan udah ada demam-demam, tapi diperiksa dahaknya udah negatif karena antibiotik tadi. Jadi, biasanya itu kita suruh pasiennya rontgen, tapi kadang pasiennya itu yang ngggak mau rontgen. Itu kendalanya. Informan 4

(Petugas Analis Lab)

(36)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Masukan (Input)

Masukan merupakan elemen yang diperlukan untuk berfungsinya sebuah sistem (Notoatmodjo, 2011). Beberapa aspek yang dikategorikan sebagai masukan (input) dalam program penanggulangan TB paru yaitu komitmen politis, tenaga kesehatan, pendanaan, serta sarana dan prasarana.

5.1.1 Komitmen Politis

Secara umum komitmen pemerintah dibangun atas kesadaran tentang besarnya masalah TB dan pengetahuan tentang dampak yang diakibatkan dari TB paru. Komitmen politik pemerintah ditandai dengan kesediaan dan kesinambungan pendanaan untuk program TB paru dan kerjasama lintas sektor untuk menanggulangi masalah TB paru. Kebutuhan dana hanya bisa terpenuhi kalau ada komitmen politis dari pemerintah.

(37)

Kesehatan Propinsi dengan membentuk gerdunas TB yang terdiri dari tim pengarah dan tim teknis. Untuk tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas TB yang terdiri dari tim pengarah dan tim teknis yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada unit pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Praktek Dokter Swasta (Kemenkes RI, 2014).

Tim TB di tingkat provinsi memiliki peran untuk memantau dan memberikan dukungan teknis bagi dinas kesehatan di kabupaten/kota. Oleh karena itu di tingkat provinsi dibentuk tim DOTS diperkuat dengan penambahan tenaga yang terdiri dari Provincial Project officer (PPO), Provincial Training Coordination (PTC) dan Provincial Technical Officer (PTO) (Kemenkes RI, 2014).

(38)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa supervisi yang dilakukan wasor TB tidak dilaksanakan secara rutin. Berdasarkan keterangan dari petugas TB diketahui bahwa untuk tahun 2016 belum ada dilakukan supervisi/monitoring pelaksanaan program penanggulangan TB paru di puskesmas. Sedangkan menurut kepala puskesmas supervisi yang dilakukan sifatnya insidentil, tidak dilakukan secara periodik.

Pengendalian TB paru seharusnya dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB (Gerdunas TB). GERDUNAS-TB merupakan wadah yang memperluas pelaksanaan penanggulangan TB paru dengan keikutsertaan berbagai sektor yang terkait dalam menanggulangi masalah TB paru.

Dalam penanggulangan TB paru, kerjasama dengan berbagai sektor akan memaksimalkan pelaksanaan program penanggulangan TB paru. Kerjasama lintas sektor bisa dilakukan dengan sektor agama yaitu dapat dilakukan melalui kegiatan pengajian, sektor pendidikan melalui murid-muridnya, sektor pemerintahan desa (kepala desa, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, anggota PKK, dll).

(39)

sangatlah penting dalam hal pendampingan di masyarakat untuk menemukan kasus TB, menurunkan angka putus berobat dan meningkatkan kesembuhan serta penemuan kasus TB di wilayahnya, maka sangat perlu dilakukan kerjasama lintas sektor.

(40)

Selain ketersediaan dana dan kerjasama lintas sektor, komitmen politis pemerintah dilihat juga dari sisi pelatihan petugas TB paru dan ketersediaan OAT. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa petugas TB paru belum mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan Provinsi, namun telah mendapat pelatihan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara dalam hal pencatatan dan pelaporan dan pemberian obat. Petugas belum mendapat pelatihan TB paru di tingkat provinsi dikarenakan baru menjabat sebagai pemegang program TB paru akibat pergantian staf. Petugas TB paru yang sebelumnya dipindahkan ke bagian pelayanan kesehatan lainnya. Menurut keterangan informan dari staf dinas kesehatan dan kepala puskesmas diketahui bahwa pelatihan ulang (refreshing) selalu dilaksanakan setiap tahunnya.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa ketersediaan OAT di Puskesmas Batang Pane II sudah cukup baik. OAT selalu tersedia di puskesmas. Puskesmas membuat lembar permintaan OAT ke Dinas Kesehatan Kabupaten jika persediaan OAT di puskesmas sudah tinggal sedikit. OAT merupakan sumbangan/hibah dari Global Fund.

(41)

Rendahnya komitmen politis untuk pengendalian TB merupakan ancaman bagi kesinambungan program pengendalian TB. Program pengendalian TB nasional semakin perlu penguatan kapasitas untuk melakukan advokasi dalam meningkatkan pembiayaan dari pusat maupun daerah baik untuk pembiayaan program maupun biaya operasional lainnya sesuai kebutuhan daerah (Kemenkes RI, 2014).

Adanya komitmen politis akan memantapkan program pengendalian TB paru. Adanya anggaran yang berkesinambungan maka kepercayaan mitra akan meningkat. Dengan demikian komponen yang lain (sarana dan prasarana dan tenaga kesehatan) akan terdukung sehingga dapat dilaksanakan lebih baik. Oleh sebab itu advokasi kepada para pemegang kebijakan dan pemangku kepentingan amat penting.

5.1.2 Tenaga Kesehatan

Kecukupan anggaran masih harus didukung oleh sumber daya manusia di bidang kesehatan khususnya pengelola program TB. Menurut Kemenkes RI (2014), standar kebutuhan minimal tenaga pelaksana program TB paru di puskesmas satelit yaitu tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB. Sedangkan kebutuhan minimal untuk puskesmas rujukan mikroskopis yaitu tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB dan 1 tenaga laboratorium.

(42)

1 petugas TB dan 1 dokter. Tenaga kesehatan dalam program penanggulangan TB paru di Puskesmas Hutaimbaru (PRM) juga telah sesuai dengan pedoman penanggulangan TB paru tahun 2014 yaitu terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB dan 1 tenaga laboratorium.

Dokter mempunyai tugas untuk menetapkan diagnosis penderita TB paru. Sedangkan petugas TB paru mempunyai tugas untuk melakukan pelacakan kasus ke desa, penemuan kasus, pengumpulan dahak, melakukan fiksasi slide, mengantarkan slide ke PRM, dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Selain petugas TB, Bidan desa juga melakukan pengambilan/pengumpulan dahak suspek TB paru. Petugas laboratorium mempunyai tugas mengumpulkan dahak/membuat sediaan apus dahak, pewarnaan, membaca sediaan dahak, mengirim hasil bacaan kepada petugas TB dan menyimpan sediaan untuk di

crosscheck. Sebagian besar tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan tenaga kesehatan yang terlibat dalam program penanggulangan TB paru telah dilaksanakan. Akan tetapi masih ada tugas yang belum dilaksanakan dengan maksimal yaitu memberikan penyuluhan kepada masyarakat umum. Penyuluhan yang dilakukan hanya kepada suspek dan penderita TB paru. Penyuluhan untuk masyarakat umum belum pernah dilakukan, sehingga penemuan kasus TB paru belum optimal.

(43)

pelatihan TB paru di tingkat provinsi dikarenakan baru menjabat sebagai pemegang program TB paru akibat pergantian staf. Petugas TB paru yang sebelumnya dipindahkan ke bagian pelayanan kesehatan lainnya. Dengan rendahnya pelatihan yang didapat oleh petugas, perubahan di bidang pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam program TB Paru juga akan rendah. Hal ini juga berpengaruh pada upaya pelaksanaan program penanggulangan TB paru terutama dalam hal penemuan kasus dan pembuatan sediaan apus dahak dan fiksasi (Puskesmas Satelit). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Junaidi (2005) yang menyatakan bahwa rendahnya pelatihan yang didapat oleh petugas, perubahan dibidang pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dalam program P2TB juga akan rendah. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan petugas mempengaruhi hasil pewarnaan, pembacaan laboratorium, dan pencatatan pada formulir pemeriksaan laboratorium.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tenaga kesehatan yang terlibat dalam program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II telah sesuai dengan kebutuhan minimal tenaga pelaksana program TB paru. Petugas TB paru sudah mendapat pelatihan di Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara.

5.1.3 Pendanaan

(44)

banyaknya masalah kesehatan masyarakat lainnya yang juga perlu didanai (Kemenkes RI, 2014).

Sebelum tahun 2016, pendanaan untuk program penangulangan TB paru sangat bergantung kepada bantuan dari luar yaitu Global Fund ATM. Pada tahun 2016, dana hibah dari Global Fund sudah distop. Global Fund hanya menyumbangkan obat untuk TB paru. Oleh karena itu, pembiayaan program TB paru saat ini sangat bergantung kepada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah. Saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara masih dalam proses advokasi ke pemerintah daerah untuk pendanaan program TB paru di Kabupaten Padang Lawas Utara. Untuk sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan program penanggulangan TB paru, dinas kesehatan masih menggunakan logistik yang tahun 2015 seperti kartu pencatatan dan pelaporan TB (TB.01 s/d TB.14), pot dahak dan sebagainya.

(45)

dilakukan diketahui bahwa dana yang ada mencukupi untuk melaksanakan semua kegiatan program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Firdaufan dkk (2009) yang mengatakan bahwa dukungan pemerintah daerah dan DPRD dalam pembiayaan program pengendalian TB masih rendah sehingga program TB tidak menjadi prioritas kesehatan.

Dana hibah dari Global Fund sudah tidak ada lagi untuk tahun 2016. Oleh karena itu, untuk menunjang pelaksanaan program TB paru, saat ini dinas kesehatan telah mengusulkan dana khusus TB paru ke dalam anggaran APBD. Dengan adanya ketersediaan dana maka kegiatan program penanggulangan TB paru akan dapat memberikan hasil yang optimal dalam menanggulangi penyakit TB paru.

5.1.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan TB paru. Menurut Kemenkes RI (2014) sarana dan prasarana yang diperlukan oleh Puskesmas dalam pelaksanaan program TB paru terdiri dari sarana dan prasarana habis pakai dan sarana dan prasarana tidak habis pakai. Sarana dan prasarana tersebut antara lain: a. Sarana dan prasarana habis pakai : reagensia, pot dahak, kaca sediaan, oli

emersi, ether alkohol, tisu, sarung tangan, lysol, lidi, kertas saring, kertas lensa, OAT dan formulir pencatatan dan pelaporan TB

(46)

sediaan (box slide), safety cabinet, lemari/rak penyimpanan OAT, buku pedoman, buku petunjuk teknis, leaflet/brosur/poster dan ruang khusus TB paru.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Puskesmas Hutaimbaru (PRM) dan Puskesmas Batang Pane II (PS) sudah sesuai dengan pedoman penanggulangan TB paru dimana sarana yang dimiliki oleh puskesmas satelit yaitu memiliki sarana pendukung sampai pada pembuatan sediaan dahak yang nantinya untuk pembacaaan dilakukan di PRM. Sedangkan PRM sudah memiliki sarana prasarana lengkap dan layak digunakan untuk pelaksanaan program TB paru.

Ketersediaan OAT dan sarana prasana lain berasal dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara. Ketersediaan OAT di Puskesmas Batang Pane II sudah cukup baik. OAT selalu tersedia di puskesmas. Puskesmas membuat lembar permintaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten jika persediaan OAT di puskesmas sudah tinggal sedikit. OAT berasal dari sumbangan hibah dari Global Fund.

5.2 Proses (Process)

(47)

pengobatan, pemantauan dan hasil pengobatan dan penyuluhan kepada penderita TB dan masyarakat umum.

5.2.1 Penemuan Kasus

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana pasien TB. Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan fisik dan laboratris, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain (Kemenkes RI, 2014).

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan terduga pasien, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan tersebut (Kemenkes RI, 2014).

(48)

pengumpulan dan pemeriksaan dahak, jika hasil pemeriksaan BTA positif maka dilakukan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya. Penemuan kasus secara pasif juga dilakukan oleh bidan desa. Pasien yang berobat ke bidan desa dengan gejala-gejala TB paru akan ditampung dahaknya oleh bidan desa. Kemudian bidan desa membawa pot dahak tersebut ke puskesmas untuk selanjutnya di kumpulkan kepada petugas TB paru puskesmas. Petugas TB kemudian melakukan fiksasi slide dan mengirim sediaan apus dahak ke PRM untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis.

Penemuan kasus secara aktif hanya dilakukan ke wilayah-wilayah yang diduga ada suspek TB paru berdasarkan informasi dari bidan desa dan frekuensi turun ke desa masih kurang yaitu hanya sekali dalam sebulan. Petugas lebih menekankan penemuan secara pasif di puskesmas dengan menunggu pasien memeriksakan diri ke puskesmas.

Agar pelaksanaan program penanggulangan TB paru dapat berjalan dengan baik khususnya dalam penemuan kasus diperlukan adanya penyuluhan kepada masyarakat umum. Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan sehingga mau memeriksakan kesehatannya ke puskesmas jika mengalami gejala-gejala TB paru sehingga kasus TB paru yang ada di masyarakat terdeteksi.

(49)

paru yang ada di masyarakat terdeteksi. Hal ini akan meningkatkan cakupan penemuan kasus dan akan mencegah penularan TB paru di masyarakat.

Upaya yang dilakukan Puskesmas Batang Pane II untuk meningkatkan penemuan kasus diantaranya dengan pelacakan kasus ke desa tetapi intensitas/frekuensinya masih kurang yaitu hanya sekali dalam sebulan. Selain pelacakan kasus ke desa, juga ada insentif yang diberikan kepada petugas TB sesuai dengan jumlah suspek TB paru (BTA positif maupun BTA negatif) yang ditemukan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan angka penemuan kasus di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa petugas TB paru belum mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan Provinsi, namun telah mendapat pelatihan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara dalam hal pencatatan dan pelaporan dan pemberian obat. Dengan rendahnya pelatihan yang didapat oleh petugas, maka pengetahuan dan keterampilan dalam program TB Paru juga akan rendah. Hal ini juga berpengaruh pada upaya pelaksanaan program penanggulangan TB paru terutama dalam hal penemuan kasus dan pembuatan sediaan apus dahak dan fiksasi (Puskesmas Satelit). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Tuharea dkk (2014) di Semarang menunjukkan bahwa dengan rendahnya pelatihan yang didapat oleh petugas, perubahan di bidang pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam program TB Paru juga akan rendah.

(50)

disebabkan karena penemuan kasus hanya dilakukan secara pasif, malasnya pasien memeriksakan dirinya walaupun telah mengalami batuk lebih dari 2 minggu, peralatan kurang lengkap sehingga sediaan dahak harus dikirim ke puskesmas lain untuk diperiksa sehingga membutuhkan waktu untuk memberitahukan hasil laboratorium, pasien malas kembali ke puskesmas untuk menyerahkan sediaan dahak sehingga tidak mengikuti pemeriksaan sputum secara lengkap yaitu Sewaktu Pagi dan Sewaktu (SPS).

5.2.2 Pemeriksaan Dahak/Sputum

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu - Pagi - Sewaktu (SPS):

- S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua. - P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasilitas pelayanan kesehatan.

- S (sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

(51)

dalam laboratorium antara lain yaitu pembuatan sediaan, pembacaan sediaan, pencatatan dan pelaporan. Faktor di luar laboratorium antara lain yaitu pasien, petugas kesehatan, pengambilan sampel, pengadaan logistik, dan pengelola program (Kemenkes RI, 2012).

Untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan mikroskopik, perlu memperhatikan faktor-faktor tekhnis yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, salah satunya adalah fiksasi terhadap preparat sputum BTA. Fiksasi dilakukan dengan tujuan melekatkan sel bakteri pada obyek glass sehingga pada pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen tidak muda lepas saat pembilasan. Dengan fiksasi yang baik, benar dan waktu yang tepat dapat meningkatkan sensitivitas pemeriksaan mikroskopis (Depkes RI, 2007).

(52)

Dalam pemeriksaan BTA positif, petugas TB paru Puskesmas Batang Pane II melakukan pengumpulan dahak dan fiksasi slide dan selanjutnya dikirim ke Puskesmas Hutaimbaru (PRM) untuk dilakukan pewarnaan dan pemeriksaan mikroskopis. Sediaan-sediaan yang telah dikumpul di Puskesmas Batang Pane II dibawa ke PRM oleh pegawai/staf puskesmas yang rumahnya arah PRM.

Berdasarkan wawancara dengan petugas TB diketahui bahwa kendala dalam pemeriksaan BTA positif ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai TB paru. Selain itu, petugas TB hanya memberikan penyuluhan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis hanya terbatas kepada pasien yang datang berobat ke puskesmas. Sebelum datang ke puskesmas, suspek TB paru telah berobat ke tempat lain dan meminum antibiotik dosis tinggi sehingga ketika suspek TB paru diperiksa dahaknya di puskesmas hasilnya negatif padahal suspek tersebut sudah diperkirakan positif TB paru dilihat dari gejala lain yang mendukung sebagai positif TB paru. Hal ini disebut sebagai negatif palsu.

(53)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tuharea dkk (2014) yang mengatakan bahwa koordinator TB Paru dalam menyampaikan pesan tentang pentingnya pemeriksaan dahak dalam penemuan pasien terbatas pada sasaran langsung saja, yaitu masyarakat yang datang berobat di puskesmas atau secara pasif dan belum sepenuhnya didukung dengan penyuluhan yang aktif. Hal ini beradampak pada rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai TB paru.

5.2.3 Pengobatan

Setelah diagnosa ditegakkan secara pasti melalui konfirmasi hasil pemeriksaan mikroskopis maka pengobatan segera dimulai. Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Tujuan pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan TB, menurunkan penularan TB, dan mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat. Pengobatan TB terdiri dari tahap awal dan tahap lanjutan (Kemenkes RI, 2014).

(54)

membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman

persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pasien TB paru menjalani pengobatan setelah hasil pemeriksaan dahaknya menunjukkan BTA positif. Pengobatan yang dilakukan sudah sesuai dengan pedoman penanggulangan TB paru tahun 2014 yaitu pada tahap awal (selama 2 bulan) pasien meminum obat setiap hari. Setelah dua bulan pengobatan tersebut dilanjutkan dengan tahap lanjutan. Pada tahap lanjutan ini pasien TB meminum obat sebanyak tiga kali dalam seminggu dan untuk menjamin penderita TB paru menyelesaikan pengobatannya maka ditunjuk seorang pengawas menelan obat (PMO) yang berasal dari keluarga penderita TB paru. Adapun tugas PMO adalah mengingatkan penderita TB paru agar minum obat secara rutin. Berdasarkan hasil wawancara dengan penderita TB paru diketahui bahwa untuk mencegah ketidakpatuhan minum obat maka penderita biasanya meminum obat segera setelah bangun tidur.

5.2.4. Pemantauan dan Hasil Pengobatan

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan (Kemenkes RI, 2014).

(55)

bulan pertama pengobatan, bulan ke 5 pengobatan, dan pada akhir pengobatan. Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif (Kemenkes RI, 2014).

Pemantaun kemajuan pengobatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pasien TB paru selama menjalani pengobatan jika pemeriksaan ulang dahaknya tetap positif sehingga kendala tersebut dapat diatasi. Berdasarkan wawancara dengan penderita TB paru diketahui bahwa pemantauan kemajuan pengobatan belum sesuai dengan pedoman penanggulangan TB tahun 2014 karena tidak ada dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada dua bulan pertama pengobatan untuk memantau kemajuan pengobatan maupun pada bulan ke 5 pengobatan. Hal ini dikarenakan karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB paru dan sulitnya menjangkau/menemui pasien TB paru. Pemeriksaan dahak hanya dilakukan pada saat pemeriksaan BTA positif untuk menentukan diagnosis.

5.2.5 Penyuluhan

Penyuluhan TB paru perlu dilakukan karena masalah TB paru banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB paru (Depkes RI, 2002).

(56)

dengan menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak (leaflet, poster, atau spanduk) dan media massa (media cetak dan media elektronik) (Depkes RI, 2002). Mengingat pengobatan TB paru yang membutuhkan waktu yang lama, setidaknya 6 bulan. Hal ini menyebabkan penderita putus berobat. Tidak jarang pula setelah memakan obat 2-3 bulan keluhan telah hilang sehingga pasien berhenti berobat. Untuk itu maka harus diberikan penyuluhan secara baik agar penderita TB paru patuh minum obat.

Berdasarkan wawancara dengan petugas TB diketahui bahwa penyuluhan kepada masyarakat umum belum pernah dilakukan. Penyuluhan hanya dilakukan terhadap suspek TB paru dan pasien TB paru. Penyuluhan kepada masyarakat umum akan meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga semua penderita TB paru yang ada di masyarakat terdeteksi. Hal ini akan meningkatkan cakupan penemuan kasus yang ada di masyarakat dan akan mencegah penularan TB paru di masyarakat.

(57)

5.3 Keluaran (Output)

Keluaran adalah hal yang dihasilkan oleh proses (Notoatmodjo, 2011). Tingkat keberhasilan program secara kuantitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output (cakupan pelayanan) kegiatan program (Muninjaya, 2011).

Tujuan program penanggulangan TB paru adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2014). Upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dapat dilakukan dengan penemuan dan penyembuhan pasien. Penemuan dan penyembuhan pasien merupakan fokus utama strategi DOTS. Penemuan dan penyembuhan pasien TB paru akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat.

(58)

pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk melakukan pengobatan secara teratur. Hal ini dapat diketahui dari keterangan petugas TB dan petugas analis laboratorium yang mengatakan banyak pasien TB paru yang tidak datang mengambil obat.

Masih rendahnya cakupan angka kesembuhan berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dan keberhasilan pencapaian program, karena masih memberi peluang terjadinya penularan penyakit TB Paru kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. Selain itu memungkinkan terjadinya resistensi kuman TB Paru terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT), sehingga menambah penyebarluasan penyakit TB Paru, meningkatkan kesakitan dan kematian akibat TB (Amiruddin, 2006).

Secara umum pelaksanaan program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II belum berjalan dengan maksimal. Hal ini diakibatkan karena kurangnya komitmen politis pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara yang ditandai dari minimnya dana dari APBD untuk program penanggulangan TB paru dan tidak adanya kerjasama lintas sektor dalam menanggulangi masalah TB paru. Selain itu, penyuluhan TB paru kepada masyarakat umum belum pernah dilakukan. Penyuluhan yang diberikan terbatas hanya kepada penderita TB paru dan keluarganya. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat menyebabkan banyak suspek dan penderita TB tidak mengantar dahak ke puskesmas dan tidak mengambil obat.

(59)
(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Komponen sumber daya dalam implementasi program penanggulangan TB paru belum optimal. Komitmen politis belum memadai dari pemerintah daerah. Secara kuantitas tenaga kesehatan untuk program TB di Puskesmas telah sesuai dengan standar Kemenkes RI 2014, akan tetapi masih belum mendapatkan pelatihan. Dukungan pemerintah daerah dan DPRD dalam pembiayaan program pengendalian TB masih rendah. Sedangkan sarana dan prasarana sudah memadai.

2. Pelaksanaan program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II belum berjalan dengan maksimal. Penemuan kasus dilakukan dengan secara pasif dan aktif, akan tetapi penemuan secara aktif masih kurang. Pemeriksaan dahak dilakukan dengan mengumpulkan dahak secara SPS kemudian dikirim ke PRM untuk pemeriksaan mikroskopis. Pengobatan dilakukan setelah dilakukan diagnosis. Pengobatan dibagi tahap awal dan tahap lanjutan. Pemantauan kemajuan pengobatan belum dilaksanakan oleh petugas TB paru puskesmas. Penyuluhan kepada masayarakat umum belum pernah dilakukan. 3. Pencapaian program penanggulangan TB paru Puskesmas Batang Pane II

(61)

dilihat dari angka penemuan kasus yang masih rendah yaitu sebesar 28,57% dan angka keberhasilan pengobatan yang masih rendah yaitu 16,67%.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi program penanggulangan TB paru di Puskesmas Batang Pane II terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara agar meningkatkan dukungan dalam pembiayaan program pengendalian TB paru di Kabupaten Padang Lawas Utara.

2. Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Utara agar meningkatkan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program penanggulangan TB paru di puskesmas.

(62)

Gambar

Tabel checklist mengenai sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Tahun 2014
Tabel 4.4 Data Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Tahun 2014
Tabel 4.5 Karakteristik Informan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah: (1) sebaiknya peneliti melakukan survey terhadap demografi penduduk agar peneliti mempunyai data-data tentang para penderita stroke

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah dilakukan evaluasi oleh Pokja ULP Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya yang dibentuk berdasarkan surat keputusan Bupati Aceh Jaya Nomor

[r]

seluruh peserta lelang yang masih membutuhkan penjelasan lebih empatan untuk mengajukan pertanyaan melalui website LPSE.. eu.go.id selama waktu penjelasan dokumen

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur Yogyakarta, mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa tahap I untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012,

Kelompok Kerja 8 Unit Layanan Pengadaan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan

Tujuan penelitian yaitu: 1) mengetahui penerapan asessment kinerja dapat meningkatkan aktivitas siswa pada konsep pencemaran; 2) mengetahui perbedaan keterampilan proses sains

It i ndicated that students’ vocabulary achievement and reading comprehension is classified into Average to Good, it can be seen from comparison between the score of