• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pseudomonas Aeruginosa Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut Dan Hubungannya Dengan Derajat Keparahan PPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pseudomonas Aeruginosa Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut Dan Hubungannya Dengan Derajat Keparahan PPOK"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PSEUDOMONAS AERUGINOSA PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIK (PPOK) EKSASERBASI AKUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN

DERAJAT KEPARAHAN PPOK

PENELITIAN POTONG LINTANG DI DEPARTEMEN / SMF PENYAKIT

DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP. H. ADAM MALIK / RSUD.

Dr. PIRNGADI MEDAN

Agustus 2009- Juni 2010

TESIS

OLEH:

NOVRIYANTI DEWI ARTIKA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP. H. ADAM MALIK / RSUD. Dr. PIRNGADI

(2)
(3)

DEWAN PENILAI

1. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV

2. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH

3. Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH

4. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD

(4)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT

yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga saya dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Pseudomonas aeruginosa pada

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) eksaserbasi akut dan

hubungannya dengan derajat keparahan PPOK“ yang merupakan

persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang Ilmu

Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan

terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada:

1. Dr. Salli Roseffi Nasution SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan

yang telah memberikan kemudahan dan dorongan buat penulis

dalam menyelesaikan tulisan ini.

2. Dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH selaku Ketua Program Studi

Ilmu Penyakit Dalam dan Dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD

selaku Sekretaris Program Ilmu Penyakit Dalam yang dengan

sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis

menjadi ahli Penyakit Dalam yang berkualitas, handal dan berbudi

luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis SpPD-KGH, selaku Ketua TKP

PPDS yang telah menerima penulis masuk pendidikan di

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU. Juga atas bimbingan

dan pengayoman kepada penulis selama ini.

4. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain SpPD-KGEH, selaku Kepala

Departemen Ilmu Penyakit Dalam pada saat penulis mulai masuk

pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU. Juga

terima kasih yang setinggi-tingginya atas bimbingan, dan teladan

(5)

5. Dr. Zainuddin Amir, SpP, selaku Ketua TKP PPDS saat ini, yang

telah banyak memberi bantuan, dukungan serta kesempatan

sampai penulis menyelesaikan tulisan ini.

6. Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis SpPD-KHOM, yang telah

merekomendasikan penulis masuk pendidikan di Departemen

Ilmu Penyakit Dalam.

7. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Alwinsyah Abidin

SpPD-KP dan Dr. R. Lia Kusumawati MS, SpMK sebagai pembimbing

tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi

penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak

meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis

sampai selesainya karya tulis ini. Kiranya Allah SWT memberikan

rahmat dan karunia kepada beliau beserta keluarga.

8. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD Dr

Pirngadi / RSUP H Adam Malik Medan : Prof. Dr. Habibah Hanum

SpPD-KPsi, Prof. Dr. OK Moehad Sjah SpPD-KR, Prof. Dr.

Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof. Dr. Azhar Tanjung

SpPD-KP-KAI, SpMK, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution SpPD-KGH, Prof. Dr.

Azmi S. Kar KHOM, Prof. Dr. Gontar A Siregar

SpPD-KGEH, Prof. Dr. Haris Hasan SpPD-SpJP(K), Dr. Nur Aisyah

SpPD-KEMD, Dr. A. Adin St Bagindo SpPD-KKV, Dr. Lutfi Latief

SpPD-KKV, Dr. Syafii Piliang SpPD-KEMD, Dr. T. Bachtiar

Panjaitan SpPD, Dr. Abiran Nababan SpPD-KGEH, Dr. Betthin

Marpaung SpPD KGEH, Dr. Sri M Sutadi SpPD-KGEH, Dr. Mabel

Sihombing SpPD-KGEH, Dr. Salli R. Nasution SpPD-KGH,

DR.Dr.Juwita Sembiring SpPD-KGEH, Dr. Abdurrahim Rasyid

Lubis SpPD-KGH, Dr.Dharma Lindarto SpPD-KEMD, DR.Dr Umar

Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr. Yosia Ginting SpPD-KPTI, Dr.

Refli Hasan SpPD-SpJP, Dr. EN. Keliat SpPD-KP, DR.Dr.

Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr. Leonardo D SpPD-KGEH, Dr.

(6)

SpPD, Dr. Dairion gatot SpPD-KHOM, Dr Zuhrial Zubir SpPD

yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan

arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

9. Dr. R Tunggul Ch Sukendar SpPD-KGH (Alm), Dr. Armon Rahimi

SpPD-KPTI, Dr. Daud Ginting SpPD, Dr. Tambar Kembaren

SpPD, Dr. Saut Marpaung SpPD, Dr. Dasril Effendi SpPD-KGEH,

Dr. Ilhamd SpPD, Dr. Calvin Damanik SpPD, Dr. Zainal Safri

SpPD,SpJP, Dr. Rahmat Isnanta SpPD, Dr. Jerahim Tarigan

SpPD, Dr. Endang SpPD, Dr. Abraham SpPD, Dr. Soegiarto Gani

SpPD, Dr. Savita Handayani SpPD, Dr. Fransiskus Ginting SpPD,

Dr. Deske Muhadi SpPD, Dr. Syafrizal SpPD sebagai Dokter

Kepala Ruangan / senior yang telah amat banyak membimbing

saya selama mengikuti pendidikan ini.

10. Dr. R Tunggul Ch Sukendar SpPD-KGH (Alm), yang telah banyak

memberi bantuan, dukungan dan teladan kepada penulis selama

menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Semoga beliau mendapat tempat yang sebaik-baiknya di sisi

Allah SWT.

11. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr. Pirngadi

Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan

izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk

menunjang pendidikan keahlian ini.

12. Kepala Dinas Kesehatan TK I Departemen Kesehatan RI Propinsi

Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan izin dan menerima penulis, sehingga dapat

mengikuti pendidikan keahlian ini.

13. Kepala Rumah Sakit Umum Langsa, Dr. Furqon, SpB, Kepala

Departemen Penyakit Dalam Dr. Aswir Aboet, SpPD, dan Dr.

Gunardi, SpPD (staf), yang telah menerima, dan membimbing

penulis selama ditugaskan sebagai Konsultan Daerah di RSU

(7)

14. Para co asisten dan petugas kesehatan di SMF / Bagian Ilmu

Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan / RSUD Dr.

Pirngadi Medan / RS Haji Medan / RS Tembakau Deli, karena

tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan

pendidikan ini.

15. Kepada teman-temanku yang memberikan dorongan semangat:

Dr. T Realsyah SpPD, Dr. Ok Yulizal, SpPD, Dr. Christina JRE

L.Tobing, SpPD, Dr. Idwan Harris Siahaan, SpPD, Dr. Rismauli

Doloksaribu, SpPD, Dr. Wika Hanida Lubis, SpPD, Dr. Suhartono,

SpPD. Juga para sejawat dan PPDS interna lainnya yang tidak

dapat penulis sebut satu persatu, paramedis dan Syarifuddin

Abdullah, Kak Leli, Yanti, Deni, Wanti, Fitri, atas kerjasama yang

baik selama ini.

16. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam

menyelesaikan penelitian ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang setinggi-tingginya

penulis tujukan kepada ayahanda dr. H Anwarsjah Osmansjah dan

ibunda Hj. Frieda Siregar yang sangat ananda sayangi dan kasihi,

tiada kata-kata yang tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa

terima kasih atas semua jasa-jasa ayahanda dan ibunda yang telah

mengasuh dengan penuh kasih sayang, memberi dukungan moril dan

materil, membimbing dan menasehati, serta doa yang tulus buat

ananda, tiada mungkin dapat terbalaskan. Demikian juga dengan

mertua penulis Alm. Dr. H. Irfan Abdullah, SpPK(K) dan Hj. Ina

Juairiah yang telah mendukung, membimbing, menyemangati dan menasehati agar kuat dalam menjalani pendidikan, penulis ucapkan

terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga Allah memberikan

kesehatan dan kebahagian orang tua yang sangat penulis cintai dan

sayangi.

Kepada saudara-saudaraku Novamira Dewi Artika, SS dan

(8)

semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak

terhingga untuk segalanya.

Kepada tulang, Drs. Amhar Nasution yang mendukung

penulis selama melaksanakan penelitian ini, ananda haturkan banyak

terima kasih.

Kepada suamiku tercinta Dr. Sirrul Fuad Irfan, SpTHT,

tiada kata yang paling tepat selain terima kasih kepada Allah SWT atas

suami yang Engkau anugerahkan kepadaku, yang selalu menjadi

pendorong dan teman paling setia dalam suka maupun duka. Terima

kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang

telah diberikan selama ini, semoga apa yang kita capai ini dapat

memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan diberkati

Allah SWT. Juga anak-anakku tersayang Muhammad Zikri

Ramadhansyah, Nazwa Nurfadilla Putri, dan Lutfina Kayla Putri,

yang merupakan tempat curahan kasih sayang penulis pendorong

serta pelipur lara bagi penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

Kepada semua pihak baik perorangan maupun instansi

yang tidak mungkin kami ucapkan satu persatu yang telah membantu

kami dalam menyelesaikan pendidikan spesialis ini kami mengucapkan

banyak terima kasih.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang

sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti

pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang

diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya

mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha

pengasih, maha pemurah dan maha penyayang.

Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Agustus 2010

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR LAMBANG………. x

ABSTRAK……… xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

BAB III. PENELITIAN SENDIRI ... 13

LATAR BELAKANG... 13

PERUMUSAN MASALAH... 14

HIPOTESIS... 14

TUJUANUMUM ... 14

TUJUANKHUSUS ... 14

MANFAAT PENELITIAN... 15

KERANGKA KONSEP... 15

METODOLOGI PENELITIAN... 15

• Rancangan penelitian ... 15

• Waktu dan tempat penelitian ... 15

• Subjek penelitian ... 15

• Kriteria inklusi... 16

• Kriteria eksklusi ... 16

• Kriteria drop out... 16

• Besar sampel ... 16

KERANGKA OPERASIONAL... 17

DEFINISI OPERASIONAL ... 17

(10)

PENGOLAHAN DATA... 22

BAB IV. HASIL PENELITIAN...

23

BABV. PEMBAHASAN... 30

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 38

DAFTAR PUSTAKA... 40

LAMPIRAN

• Lampiran 1: Tabel induk……… 45

• Lampiran 2 : Lembar penjelasan kepada calon subjek

penelitian………... 47

• Lampiran 3: Lembar Persetujuan Penderita (

informed consent

)... 48

• Lampiran 4: Keterangan lolos uji kaji etik (

ethical clearance

)……

49

• Lampiran 5: Daftar Riwayat Hidup……… 50

• Lampiran 6: Tabel 3. Uji sensitivitas kuman menurut CLSI...

51

• Lampiran 7: Tabel Hasil Uji sensitivitas

Klebsiella pneumonia

terhadap berbagai antibiotik... 52

• Lampiran 8: Tabel Hasil Uji sensitivitas

Staphylococcus aureus

terhadap berbagai antibiotik... 53

• Lampiran 9: Tabel Hasil Uji sensitivitas

Klebsiella ozaenae

terhadap berbagai antibiotik...

54

• Lampiran 10: Tabel Hasil Uji sensitivitas

Pseudomonas aeruginosa

terhadap berbagai antibiotik... 55

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pola kuman PPOK dari berbagai penelitian ... 7

Tabel 2. Bartlett's grading system untuk penilaian kualitas sputum ... 11

Tabel 3. Tabel 3. Uji sensitivitas kuman menurut CLSI... 51 Tabel 4. Klasifikasi derajat keparahan PPOK berdasarkan spirometri... 20

Tabel 5. Kriteria klinis PPOK eksaserbasi ... 20

Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian ... 24

Tabel 7. Pola kuman PPOK eksaserbasi ... 25

Tabel 8. Pola kuman terbanyak ... 25

Tabel 9. Karakteristik perbandingan faal paru... 26

Tabel 10 Distribusi kuman dan hubungannya dengan derajat ke parahan PPOK... 26

Tabel 11. Distribusi jenis kuman terhadap tipe eksaserbasi...27

Tabel 12. Antibiotik yang sensitif………... 28

Tabel 13. Antibiotik yang resisten………... 28

Tabel 14.Hasil Uji sensitivitas

Klebsiella pneumonia

terhadap berbagai

a

ntibiotik……… 52

Tabel 15.Hasil Uji sensitivitas

Staphylococcus aureus

terhadap berbagai

a

ntibiotik……… 53

Tabel 16.Hasil Uji sensitivitas

Klebsiella ozaenae

terhadap berbagai

a

ntibiotik……… 54

Tabel 17.Hasil Uji sensitivitas

Pseudomonas aeruginosa

terhadap berbagai

antibiotik………. 55

(12)

DAFTAR SINGKATAN

VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa 1 detik

VEP 1%pred : Volume Ekspirasi Paksa 1 detik persen prediksi

KVP : Kapasitas Vital Paksa

PPOK : Penyakit paru obstruktif kronik

GOLD : Global initiative for Obstructive Lung Disease

WHO : World Health Organozation

HIV : Human Immunodefficiency Virus

PMN : Polimorfonuklear

CLSI : Clinical and Laboratory Standard Institute

MSA : Mannitol Salt Agar

SPSS : Statistical Product and Science Service

BPP : Bakteri Potensial Patogen

BNP : Bakteri Non-potensial Patogen

Cfu : colony forming unit

(13)

DAFTAR LAMBANG

mL : mililiter

µg : mikrogram

β : beta

(14)

ABSTRACT

Pseudomonas aeruginosa plays an important role in acute

exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Since

exacerbation caused by this bacteria results in worsening lung function,

and high rate of morbidity and mortality, it is necessary to manage

Pseudomonas aeruginosa course adequately and efficiently. Then,

obtaining the role of Pseudomonas aeruginosa during exacerbation is

important to guide the appropriate antibiotic treatment and find out the

association between this bacteria and severity of copd is another benefit in

treating patients with acute exacerbation of COPD.

A cross sectional study was conducted on 50 patients who were

hospitalized due to exacerbation of COPD in Internal Medicine ward of H.

Adam Malik General Hospital since August 2009 –June 2010. History of

illness, physical examination, chest radiograph, spirometry and sputum

culture were obtained from the patients. Statistical analysis was done

using chi-square test and Anova test.

Pseudomonas aeruginosa counted as the fourth most common

bacteria in this study. Bacterial pattern during exacerbation were consist of

4 most common bacteria including Klebsiella pneumonia (20.37%) ,

Staphylococcus aureus (18.52%), Klebsiella ozaenae (11.11%) dan,

Pseudomonas aeruginosa (9.26%). Pseudomonas aeruginosa was found

related to severe degree of COPD (FEV1 < 50%pred) significantly

(p=0,05). All of the bacteria has very high sensitivity to meropenem

(100%), followed by amikacin (96,88%), gentamycin (93,75%), kanamycin

(84,38%), cefotaxim (78,12%), and levofloxacin (75%). Meanwhile, the

most common found resistant antibiotics are tetracyclin dan amoxycillin

(84,38), followed by ampicilin (81,25%).

In conclusion, Pseudomonas aeruginosa was found as the fourth

most common bacteria in this study and was related to severe degree of

(15)

ABSTRAK

Pseudomonas aeruginosa memegang peranan penting pada

eksaserbasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Eksesarbasi oleh

kuman ini menyebabkan perburukan fungsi paru, morbiditas dan

mortalitas yang tinggi, sehingga diperlukan penanganan yang adekwat

dan efisien. Maka perlu diketahui peranan kuman ini saat eksaserbasi

sebagai panduan terapi antibiotik yang tepat dan informasi mengenai

hubungannya dengan derajat keparahan PPOK memberi manfaat

tambahan dalam penanganan pasien-pasien dengan eksaserbasi akut.

Sebuah penelitian potong lintang dilakukan terhadap 50 orang

pasien yang dirawat karena eksaserbasi PPOK di ruang rawat inap

Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan mullai Agustus 2009- Juni

2010. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, spirometri dan

kultur sputum. Analisa statistik menggunakan uji chi-square dan Anova.

Pseudomonas aeruginosa menempati urutan ke-4 kuman

terbanyak pada penelitian ini. Pola kuman pada saat eksaserbasi meliputi

Klebsiella pneumonia (20.37%) , Staphylococcus aureus (18.52%),

Klebsiella ozaenae (11.11%) dan, Pseudomonas aeruginosa (9.26%).

Pseudomonas aeruginosa ditemukan berhubungan dengan PPOK derajat

berat (FEV1 <50% prediksi, p=0,05). Semua bakteri memiliki sensitivitas

yang sangat tinggi terhadap meropenem (100%), diikuti amikasin

(96,88%), gentamisin (93,75%), kanamisin (84,38%), sefotaksim

(78,12%), and levofloksasin (75%). Sementara itu, antibiotik yang paling

banyak resisten adalah tetrasiklin dan amoksisilin (84,38), diikuti ampisilin

(81,25%).

Pseudomonas aeruginosa menempati urutan ke-4 kuman

terbanyak pada penelitian ini dan berhubungan dengan PPOK derajat

(16)

ABSTRACT

Pseudomonas aeruginosa plays an important role in acute

exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Since

exacerbation caused by this bacteria results in worsening lung function,

and high rate of morbidity and mortality, it is necessary to manage

Pseudomonas aeruginosa course adequately and efficiently. Then,

obtaining the role of Pseudomonas aeruginosa during exacerbation is

important to guide the appropriate antibiotic treatment and find out the

association between this bacteria and severity of copd is another benefit in

treating patients with acute exacerbation of COPD.

A cross sectional study was conducted on 50 patients who were

hospitalized due to exacerbation of COPD in Internal Medicine ward of H.

Adam Malik General Hospital since August 2009 –June 2010. History of

illness, physical examination, chest radiograph, spirometry and sputum

culture were obtained from the patients. Statistical analysis was done

using chi-square test and Anova test.

Pseudomonas aeruginosa counted as the fourth most common

bacteria in this study. Bacterial pattern during exacerbation were consist of

4 most common bacteria including Klebsiella pneumonia (20.37%) ,

Staphylococcus aureus (18.52%), Klebsiella ozaenae (11.11%) dan,

Pseudomonas aeruginosa (9.26%). Pseudomonas aeruginosa was found

related to severe degree of COPD (FEV1 < 50%pred) significantly

(p=0,05). All of the bacteria has very high sensitivity to meropenem

(100%), followed by amikacin (96,88%), gentamycin (93,75%), kanamycin

(84,38%), cefotaxim (78,12%), and levofloxacin (75%). Meanwhile, the

most common found resistant antibiotics are tetracyclin dan amoxycillin

(84,38), followed by ampicilin (81,25%).

In conclusion, Pseudomonas aeruginosa was found as the fourth

most common bacteria in this study and was related to severe degree of

(17)

ABSTRAK

Pseudomonas aeruginosa memegang peranan penting pada

eksaserbasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Eksesarbasi oleh

kuman ini menyebabkan perburukan fungsi paru, morbiditas dan

mortalitas yang tinggi, sehingga diperlukan penanganan yang adekwat

dan efisien. Maka perlu diketahui peranan kuman ini saat eksaserbasi

sebagai panduan terapi antibiotik yang tepat dan informasi mengenai

hubungannya dengan derajat keparahan PPOK memberi manfaat

tambahan dalam penanganan pasien-pasien dengan eksaserbasi akut.

Sebuah penelitian potong lintang dilakukan terhadap 50 orang

pasien yang dirawat karena eksaserbasi PPOK di ruang rawat inap

Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan mullai Agustus 2009- Juni

2010. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, spirometri dan

kultur sputum. Analisa statistik menggunakan uji chi-square dan Anova.

Pseudomonas aeruginosa menempati urutan ke-4 kuman

terbanyak pada penelitian ini. Pola kuman pada saat eksaserbasi meliputi

Klebsiella pneumonia (20.37%) , Staphylococcus aureus (18.52%),

Klebsiella ozaenae (11.11%) dan, Pseudomonas aeruginosa (9.26%).

Pseudomonas aeruginosa ditemukan berhubungan dengan PPOK derajat

berat (FEV1 <50% prediksi, p=0,05). Semua bakteri memiliki sensitivitas

yang sangat tinggi terhadap meropenem (100%), diikuti amikasin

(96,88%), gentamisin (93,75%), kanamisin (84,38%), sefotaksim

(78,12%), and levofloksasin (75%). Sementara itu, antibiotik yang paling

banyak resisten adalah tetrasiklin dan amoksisilin (84,38), diikuti ampisilin

(81,25%).

Pseudomonas aeruginosa menempati urutan ke-4 kuman

terbanyak pada penelitian ini dan berhubungan dengan PPOK derajat

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversibel.Eksaserbasi akut pada PPOK merupakan kejadian

yang akan memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu, nilai

faal paru tidak akan kembali ke nilai dasar, oleh karena itu perlu

penatalaksanaan yang tepat dan adekwat untuk mencegah terjadinya

eksaserbasi.1,2

Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan

yang akut, ditandai dengan peningkatan sesak napas, volume dan

purulensi sputum. Hal ini sering menyebabkan pasien membutuhkan

perawatan rumah sakit pada PPOK stadium I dan II dan gagal napas

dengan ketergantungan pada alat-alat khusus pada PPOK stadium IV.

Mortalitas di rumah sakit mencapai 10% disertai outcome yang buruk.

Mortalitas 1 tahun mencapai 40% dan meningkat sampai 59% pada

pasien berusia lebih dari 65 tahun.1 PPOK juga menduduki peringkat

keempat penyebab kematian di Amerika Serikat dan Eropa, dan

diperkirakan menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020.2

Penyebab tersering eksaserbasi adalah infeksi virus, bakteri, dan

polusi udara. Sampai saat ini, peran bakteri sebagai penyebab utama

eksaserbasi masih diperdebatkan. Hurst dkk.3 mendapati 76%

eksaserbasi berhubungan dengan infeksi bakteri. Bakteri yang sering

dijumpai saat eksaserbasi antara lain Streptococcus pneumonia,

Haemophilus influenzae dan Moraxela catarrhalis. Selain itu terdapat pula

Pseudomonas aeruginosa, Klebsiela spp, Staphylococcus. aureus,

Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia spp. Global initiative for

Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007 sepakat adanya sputum yang

purulen selama simtom eksaserbasi mengindikasikan dimulainya terapi

antibiotik secara empiris.1,4

(19)

pada saat eksaserbasi, karena beberapa laporan menunjukkan outcome

yang buruk dan mortalitas yang tinggi sehubungan infeksi bakteri ini. Oleh

karena itu, kami merasa perlu dilakukan penelitian mengenai peranan

Pseudomonas aeruginosa pada PPOK eksaserbasi dan hubungannya

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Menurut GOLD 2007 PPOK adalah suatu penyakit yang dapat

dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang berperan

pada beratnya penyakit. Komponen pulmonalnya ditandai dengan

hambatan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat

progresif dan terkait dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau

gas berbahaya.1

Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan

yang akut. Menurut Anthonisen eksaserbasi meliputi meningkatnya sesak

nafas, purulensi dan volume sputum. Anthonisen dkk.6 mendefinisikan

berbagai tipe eksaserbasi. Tipe 1 jika mempunyai semua gejala mayor

yaitu peningkatan sesak napas, peningkatan volume dan purulensi

sputum, tipe 2 jika minimal mempunyai 2 macam gejala mayor dan tipe

3 jika minimal mempunyai 1 gejala mayor ditambah gejala batuk, mengi

atau gejala infeksi saluran napas atas.7-8

Epidemiologi

Satu meta-analysis dari studi-studi yang dilaksanakan di 28 negara

antara 1990 dan 2004, menunjukkan bukti bahwa prevalensi PPOK

(Stadium I: PPOK ringan dan yang lebih tinggi) adalah lebih tinggi pada

perokok dan bekas perokok dibanding pada bukan perokok, pada mereka

berusia di atas 40 tahun dibanding mereka di bawah 40, dan pada pria

lebih banyak dibanding wanita.1

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa PPOK

masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas ke-3 terdepan,

yang kemudian menyebabkan beban sosioekonomik semakin meningkat

di seluruh dunia. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka

prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun ke atas, dengan rerata

(21)

terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%1.

Morbiditas

Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas karena PPOK

meningkat dengan usia dan lebih besar pada pria dibanding wanita. Selain

itu morbiditas PPOK juga bisa dipengaruhi oleh komorbid kondisi kronis

lain.1

Mortalitas

PPOK merupakan salah penyebab kematian paling penting pada

banyak negara. Global Burden Disease Study sudah memproyeksikan

PPOK menduduki peringkat keenam penyebab kematian pada 1990, dan

akan menjadi yang ketiga penyebab kematian di seluruh dunia pada 2020.

Peningkatan mortalitas ini dipicu oleh berkembang luasnya merokok dan

perubahan demografis di banyak negara.1

Indonesia sendiri belum memiliki data pasti mengenai PPOK,

hanya survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes (SKRT)1992

menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkial

menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di

Indonesia.9 Ilhamd dkk. mendapatkan bahwa penderita PPOK menduduki

proporsi terbesar yaitu 31,5% dari seluruh penderita penyakit paru yang

dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP. H.Adam Malik Medan pada

periode Januari – Desember 1999 dari seluruh penyakit paru yang ada.10

Patologi, patogenesis dan patofisiologi

Eksaserbasi PPOK dihubungkan dengan peningkatan inflamasi

sistemik saluran nafas atas dan saluran nafas bawah. Pada PPOK stabil

dijumpai peningkatan CD8+, limfosit dan makrofag pada mukosa bronkus

dan peningkatan netrofil terutama PPOK berat. Pada pasien eksaserbasi

dengan bronkitis kronis yang dilakukan biopsi dijumpai peningkatan

eosinofil di saluran nafas terutama pada PPOK ringan.11

(22)

dengan infeksi virus dan bakteri. Respon inflamasi menimbulkan edema

saluran nafas, bronkospasme, dan peningkatan produksi sputum, terjadi

hambatan aliran nafas dan hiperinflasi dinamik. Hiperinflasi adalah

penyebab utama sesak nafas, diikuti gejala eksaserbasi yang lain.

Umumnya pada penyakit yang berat hambatan aliran nafas makin

memburuk yang dapat berkembang menjadi gagal nafas.11

Selama eksaserbasi, sekresi neutrofil di jalan napas meningkat

yang berhubungan dengan purulensi sputum. Degranulasi neutrofil

melepaskan elastase dan proteinase penyebab kerusakan epitel,

menurunkan frekuensi silier, menstimulasi sekresi mukus oleh sel goblet,

meningkatkan permeabilitas mukosa bronkus yang menyebabkan edema

dan eksudasi protein ke jalan napas.11

Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta

disfungsi siliar mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan

menyebabkan obstruksi pada saluran nafas yang kecil dengan diameter <

2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan

berlanjut pada abnormalitas perbandingan ventilasi/perfusi yang pada

tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa

hiperkapnia. Progresivitas ini berlanjut menjadi hipertensi pulmonal

dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor

konstriksi dari arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi

endotel dan remodelling arteri pulmonalis (hipertrofi dan hiperplasia otot

polos) dan destruksi pulmonary capillary bed menjadi faktor yang turut

memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.12

Etiologi

Penyebab utama eksaserbasi antara lain infeksi bakteri dan virus,

polusi udara, cuaca dingin, dan putus obat. Sampai saat ini, pendapat

tentang infeksi bakteri sebagai penyebab utama eksaserbasi masih

kontroversi, tapi sedikitnya 50% pasien memiliki jumlah bakteri patogen

yang banyak pada saluran nafas bawah selama ekaserbasi.13-14

(23)

bahwa dijumpai respon imun spesifik terhadap strain bakteri dan

kenyataan bahwa eksaserbasi bakterial berhubungan dengan inflamasi

neutrofilik, seperti yang tampak pada PPOK umumnya.15-18

Hisyam B dkk.19 (2001) menemukan 82 isolat dari 55 sampel

sputum penderita PPOK eksaserbasi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan

hampir semuanya sensitif terhadap sefotaksim. Jenis bakteri terbanyak

dan sensitivitasnya terhadap sefotaksim adalah berturut-turut sebagai

berikut: Klebsiella pneumonia (33%;96%), Streptococcus (30%; 91%),

Pseudomonas aeruginosa (17%; 71%), Enterobacter (8%; 71%),

Neisseria catharralis (6%; 100%), Staphylococcus epidermidis (6%;

100%).

Usyinara20 mendapati 85 dari 87 sampel sputum tidak dicuci yang

dikultur dijumpai kuman, dimana dari total 131 isolat yang ada dijumpai 76

kuman merupakan bakteri potensial patogen (BPP). Kuman terbanyak

penyebab PPOK eksaserbasi akut pada sputum tidak dicuci berturut-turut

yaitu Streptococcus pyogenes (50%), Pseudomonas aeruginosa(15,38%),

Streptococcus beta-hemolyticus (13,46%), Streptococcus pneumonia

(11,53%), dan Klebsiella pneumonia (9,61%).

Groenewegen,21 melaporkan proporsi infeksi bakteri sebesar 50%

dari 171 pasien PPOK eksaserbasi dan menyimpulkan pasien dengan

fungsi paru yang lebih berat memiliki insiden infeksi bakteri yang lebh

tinggi.21

Ringkasan hasil penelitian dari beberapa studi terangkum pada

Tabel 1. Secara umum terlihat isolasi Pseudomonas aeruginosa berkisar

(24)

Tabel 1. Pola kuman PPOK dari berbagaipenelitian

Studi Jmlh Jumtah Jumlah % Isolasi bakteri

Psn kultur isolasi Haemophi Moraxell Streptococcu Staphylococc Pseudomona Haemophius Enterobac

posit if bakteri influenzae catarrhal pnemoniae aureus aeruginosa parainfluenza teriaceae

Afegradkk. 728 298 375 28 11 26 5 11 _ 15

Arauettodk 218 673 777 13 18 7 17 4 15 18

Chodoshdk 376 234 274 36 20 14 1 5 4 7

Chodosh 307 208 253 25 21 10 4 3 8 15

Chodoshdk 624 290 379 18 21 7 20 detail tdk ada 6 detail tdk

Davis* dkk. 140 124 146 50 17 21 1 8 - 3

DeAbatedk 798 647 835 18 9 8 5 4 32 8

Habfedkk. 373 192 181 25 14 8 7 13 12 19

Langandkk. 684 192 211 34 4 12 9 5 11 5

Langandkk. 802 400 513 36 12 11 3 detail tdk ada 27 detail tdk

Langandkk. 656 478 542 41 19 23 1 3 6 detail tdk

Readdkk. 364 103 128 46 9 9 8 5 3 15

Shahdkk. 832 547 577 36 16 18 3 8 2 5

Wfcondkk. 750 287 342 31 15 25 5 1 5 5

ikutip dari22

Kolonisasi dan infeksi kronik pada saluran napas PPOK memicu

kerusakan paru secara progresif dan terus-menerus sehingga faal paru

semakin memburuk. Selain hal tersebut tingginya frekuensi eksaserbasi

juga akan mempercepat penurunan faal paru. Pada beberapa pasien

PPOK yang diikuti selama 15 sampai 25 tahun, sebagian besar pasien

PPOK mengalami perubahan pola kuman saat eksaserbasi seiring

dengan penurunan faal paru. Kuman Pseudomonas sp.,

Enterobacteriaceae dan bakteri Gram negatif semakin sering ditemukan

seiring dengan beratnya penurunan faal paru.23

Berat derajat obstruksi pada PPOK dipikirkan merupakan suatu

faktor yang mempengaruhi jenis kuman yang ditemukan saat eksaserbasi.

Hal ini diduga disebabkan turunnya daya pertahanan mukosa bronkus

yang akan mempengaruhi adesi kuman Pseudomonas sp dan bakteri

Gram negatif lainnya terhadap epitel saluran napas.5

Miravitlles dkk. menemukan hubungan antara jenis kuman dan

derajat obstruksi penurunan faal paru. Pseudomonas aeruginosa dan

Haemophilus influenzae secara bermakna ditemukan lebih banyak pada

VEP1 pred < 50% (obstruksi berat) daripada VEP1 pred > 50%

sedangkan Streptococcus pneumoniae secara bermakna ditemukan pada

(25)

Eller dkk. menemukan bahwa saat eksaserbasi akut bakteri

Pseudomonas sp. dan Enterobacteriaceae lebih sering ditemukan pada

pasien PPOK dengan VEP1 pred < 35%, sedangkan Streptococcus

pneumoniae dan kuman Gram positif lainnya lebih sering ditemukan

pada PPOK dengan faal paru yang masih baik. Terdapat hubungan

bermakna antara turunnya faal paru dengan jenis bakteri yang ditemukan.23

Peran bakteri sebagai pencetus eksaserbasi akut masih

diperdebatkan. Hirschmann25, menyatakan bahwa pemberian antibiotik

pada PPOK eksaserbasi akut tidak bermanfaat. Kesimpulan ini diambil

dari investigasi berbagai penelitian tentang PPOK. Hasil interpretasi dan

berbagai penelitian menyimpulkan bahwa bakteri Haemophilus

influenza, Moraxella catarrhalis dan Streptococcus pneumonia ternyata

tidak ditemukan pada 50% serangan, tidak terjadi peningkatan koloni saat

eksaserbasi, uji serologi gagal untuk membuktikan peningkatan titer

antibodi Haemophilus influenzae, vaksinasi untuk Streptococcus

pneumoniae dan Haemophilus influenza tidak terbukti bermanfaat

menurunkan eksaserbasi dan antibiotik tidak terbukti bermanfaat pada

penelitian randomized, placebo-controlled trials.25

Namun Murphy dkk.26 menyatakan bahwa antibiotik dapat diberikan

pada setiap pasien yang mempunyai minimal 2 gejala mayor saat

eksaserbasi. Mereka melakukan telaah ilmiah pada setiap data, penelitian

bakteriologis, investigasi patologi serta uji klinis peran bakteri dan antibiotik

pada PPOK. Pemberian terapi antibiotik terbukti dapat bermanfaat

walaupun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dan

dibutuhkan studi lebih lanjut terhadap vaksin efektif pencegah

eksaserbasi dan definisi mekanisme invasi bakteri yang lebih baik.26

Pemeriksaan mikrobiologi

Beberapa istilah di bidang Mikrobiologi dan hal-hal lain yang

menyangkut pemeriksaan sampel pada penelitian ini, perlu untuk

(26)

1. Flora normal, bakteri patogen dan patogen oportunistik

Analisis infeksi dan penyakit menyebabkan bakteri digolongkan

menjadi bakteri patogen, patogen oportunistik , atau nonpatogen (flora

normal). Beberapa spesies bakteri selalu dianggap patogen, dan

keberadaannya merupakan hal yang abnormal; contohnya adalah

Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis) dan Yersinia pestis (penyakit

pes). Spesies lain umumnya merupakan bagian dari flora normal pada

manusia (dan hewan) tetapi juga sering menyebabkan penyakit.

Misalnya: Escherichia coli merupakan flora normal gastrointestinal pada

manusia normal tetapi juga sering menyebabkan infeksi saluran kemih,

diare pelancong, dan penyakit lain. Bakteri lain (misal: spesies

Pseudomonas) hanya menyebabkan penyakit pada orang yang

mengalami penekanan imun dan lemah, bakteri seperti ini merupakan

patogen oportunistik.27

Pembagian lain yang sering dipakai adalah Bakteri Potensial

Patogen (BPP) dan Bakteri non-Potensial Patogen (BNP) adalah

mikroorganisme yang dikenal sebagai agen yang menyebabkan infeksi

saluran nafas, baik flora gastrointestinal atau orofaring : batang gram

negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae dan

Haemophilus spp; kokus Gram positif seperti Staphylococcus aureus,

Streptococcus pneumoniae, dan kokus Gram negatif seperti Moraxella

catarrhalis. BNP adalah mikroorganisme yang merupakan flora

gastrointestinal atau orofaring yang biasanya tidak menyebabkan

infeksi saluran nafas pada pasien non-immunocompromised

(Streptococcus viridans, Neisseria spp, Corynebacterium spp, Candida

spp, dll).28

2. Bahan sampel sputum

Untuk menetapkan diagnosis etiologik infeksi paru, penting sekali

memperoleh bahan pemeriksaan bakteriologik yang representatif,

mulai dari cara yang sederhana seperti sputum ekspektorasi, sampai

metode yang invasif. Metode invasif pengambilan sputum untuk

(27)

melalui bronkoskop, aspirasi transtrakeal dan aspirasi transtorakal.

Cara invasif tersebut mempunyai ketepatan yang tinggi namun

membutuhkan tenaga yang terampil, biaya mahal dan risiko tinggi.29,30

Beberapa aturan umum yang diterapkan pada semua bahan

pemeriksaan antara lain:27

a. Jumlah bahan harus adekuat (3-5 mL).

b. Bahan harus representatif ( mewakili ) bagi proses infeksi.

c. Kontaminasi bahan harus dihindari dengan hanya menggunakan

peralatan

steril dan tindakan-tindakan aseptik.

d. Spesimen harus dibawa ke laboratorium dan diperiksa secara

cepat. Medium

transpor khusus mungkin membantu.

e. Bahan diambil sebelum obat-obat antimikroba diberikan.

Sebagian besar sputum ekspektorasi yang dipakai untuk

menegakkan etiologi infeksi saluran pernapasan bagian bawah

kualitasnya tidak sesuai untuk kultur. Berbagai usaha dilakukan untuk

meningkatkan kualitas sampel, antara lain dengan mempengaruhi

pengolahan spesimen termasuk dengan washing, straining, dan flash

freezing untuk memisahkan bahan purulen dari konstituen spesimen

lainnya. Metode ini rumit dan jarang dipakai. Cara lain dengan menilai

kualitas sputum dengan pemeriksaan sitologi.31 Q-Probe Study,31 suatu

studi yang dilakukan pada 697 partisipan untuk menilai pemakaian kriteria

sitologi sebagai penyaring sputum sebelum diproses, merekomendasikan

metode ini untuk diterapkan secara rutin di laboratorium baik untuk

memilih sampel yang baik untuk kultur maupun sebagai kriteria rejeksi

terhadap sampel yang diterima.

Kriteria sitologis yang sering dan telah dipakai selama

bertahun-tahun di laboratorium antara lain kriteria Bartlett dan Murray-Washington.32

Cara Bartlett dilakukan sebagai berikut: hapusan sputum diperiksa

(28)

polimorfonuklear (PMN) dan epitel skuamous dihitung tiap lapangan

pandang pada 20 sampai 30 lapang pandang. Nilai positif diberikan bila

terdapat sejumlah neutrofil untuk menggambarkan infeksi akut dan nilai

negatif pada sel epitel yang menggambarkan kontaminasi orofaring

(saliva). Skor total dihitung dari masing-masing skor berdasarkan

pemeriksaan lapang pandang. Skor total >0 atau positif dianggap layak

untuk kultur sedangkan skor 0 atau negatif menggambarkan terjadi

inflamasi atau kontaminasi orofaring sehingga spesimen tidak layak kultur.32

Tabel 2. Bartlett's grading system untuk penilaian kualitas sputum

Jenis dan jumlah sel /Ipk Skor

Sel PMN

<10 0

10-25 +1

>25 +2

beserta mukus +1

Epitel

10-25 -1

>25 -2

Dikutip dari 32

Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri gram negatif,

berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 µm, bersifat aerob,

katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat

mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai

selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada

kutub) sehingga selalu bergerak. Terlihat sebagai bakteri tunggal,

berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek.33

Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik

dengan adanya unsur N dan C. Suhu optimum untuk pertumbuhannya

(29)

media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Di

laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan

asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Pembiakan

dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang

halus : 1. Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi.

2. Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berbahan dari alignat.

Tipe ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih.

Alignat merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari

glucoronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling

bakteri. Alignat ini memungkinkan bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu

kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan

misalnya kateter intravena atau jaringan paru.27 Alignat dapat melindungi

bakteri dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di

saluran pernafasan, antibodi, dan komplemen. Pseudomonas aeruginosa

membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan hidupnya saat

membentuk koloni pada paru-paru manusia.27

Infeksi Pseudomonas aeruginosa dimulai dengan penempelan dan

kolonisasi bakteri ini pada jaringan

untuk penempelan

dapat membentu

mengurangi keefektifan mekanisme sistem imun inang. Jaringan inang

akan mencoba merusak penempelan dan kolonisasi bakteri. Selanjutnya,

bakteri ini memproduksi sejumlah

yang menunjang invasi lokal dan penyebaran mikroorganisme. Toksin dan

produk ekstraseluler ini mencakup protease ekstraseluler, sitotoksin,

hemolisin, dan piosianin. Untuk penyakit sistemik, produk yang

menunjang invasi mencakup kapsul antifagositas, endotoksin, eksotoksin

(30)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

LATAR BELAKANG

Infeksi bakteri dipercaya sebagai salah satu pencetus eksaserbasi

yang sangat penting. Hurst et al. bahkan mendapati 76% eksaserbasi

disebabkan oleh bakteri, namun bagaimana sesungguhnya peran infeksi

bakteri menimbulkan gejala eksaserbasi masih kontroversi. Hal ini

disebabkan karena pada pasien PPOK stabil juga sudah terdapat

kolonisasi bakteri, sehingga sulit menentukan apakah bakteri yang

ditemukan merupakan kolonisasi atau penyebab eksaserbasi.34-36

Bakteri tersering pada eksaserbasi adalah Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Selain

itu terdapat pula Pseudomonas aeruginosa, Klebsiela spp,

Staphylococcus. aureus, Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia spp.1

Pseudomonas aeruginosa tampaknya memegang peranan penting

pada saat eksaserbasi, karena beberapa laporan menunjukkan outcome

yang buruk dan mortalitas yang tinggi sehubungan infeksi bakteri ini.5 Lin

dkk. mendapati kuman ini sebagai kuman terbanyak ke-2 setelah

Klebsiella pneumonia dan sebagian besar ditemukan pada PPOK derajat

berat di Taiwan.5 Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya hubungan

jenis kuman dengan derajat obstruksi PPOK, dimana dilaporkan kuman

Pseudomonas aeruginosa dan kuman Gram negatif lainnya cenderung

lebih sering ditemukan pada PPOK dengan derajat obstruksi berat ,

sedangkan Streptococcus sp. Dan kuman Gram positif lainnya sering

ditemukan pada PPOK derajat obstruksi lebih ringan.24

Pemeriksaan sputum sering digunakan untuk mencari etiologi infeksi

saluran napas bawah, karena mudah dan murah. Namun banyak ahli

menganggap nilai diagnostiknya rendah akibat kontaminasi kuman

orofarofaring. Sehingga dikembangkanlah berbagai teknik untuk

meningkatkan kualitas sputum, agar dapat menggambarkan kuman pada

(31)

kriteria untuk meningkatkan validitas sputum layak kultur dengan menilai

dan menghitung jumlah sel epitel dan netrofil.32 Cara lain dengan teknik

pencucian sputum, kultur kuantitatif, dan lain-lain.31

Mengingat pentingnya Pseudomonas aeruginosa pada PPOK

eksaserbasi, maka kami merasa perlu dilakukan penelitian mengenai

peranan Pseudomonas aeruginosa pada PPOK eksaserbasi akut di ruang

rawat inap Penyakit Dalam RSUP. H.Adam Malik Medan dan

hubungannya dengan derajat keparahan PPOK.

Penelitian ini memakai sputum ekspektorasi sebagai sampel, yang

disaring dengan Kriteria Bartlett untuk menentukan kelayakan sampelnya.

Dilakukan penilaian hubungan jenis kuman dengan fungsi paru dan tipe

eksaserbasi.

PERUMUSAN MASALAH

• Bagaimana peranan Pseudomonas aeruginosa pada PPOK eksaserbasi akut di ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUP.

H.Adam Malik Medan?

• Apakah Pseudomonas aeruginosa lebih sering ditemukan pada PPOK derajat berat yang mengalami eksaserbasi ?

HIPOTESIS:

Pseudomonas aeruginosa lebih sering ditemukan pada PPOK derajat

berat (VEP1/VEP1 pred <50%) yang mengalami eksaserbasi.

TUJUAN

Tujuan Umum

Mengetahui pola kuman pada PPOK eksaserbasi akut dan antibiotika

yang masih sensitif sesuai hasil uji sensitivitas.

Tujuan Khusus

- Mengetahui peranan Pseudomonas aeruginosa pada PPOK

(32)

PPOK derajat berat.

- Mengetahui distribusi Pseudomonas aeruginosa terhadap tipe

eksaserbasi.

MANFAAT PENELITIAN

Dengan diketahuinya pola kuman dan peranan Pseudomonas

aeruginosa pada saat eksaserbasi, diharapkan dapat memberikan

antibiotika yang lebih rasional, khususnya pada kasus-kasus yang

disebabkan Pseudomonasaeruginosa.

KERANGKA KONSEP

METODOLOGI PENELITIAN

a. Rancangan penelitian: penelitian dilakukan secara potong

lintang yang bersifat deskriptif analitik.

b. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di bangsal RSUP. H. Adam Malik Medan

yang memenuhi kriteria inklusi mulai Agustus 2009 - selesai.

c. Subjek penelitian

Penderita PPOK eksaserbasi yang berobat jalan dan rawat inap

di RSUP. H. Adam Malik di Medan.

d. Kriteria inklusi:

i. Penderita PPOK eksaserbasi.

ii. Berusia di atas 40 tahun. PPOK

Eksaserbasi

Th/ Antibiotik empiris

Th/ antibiotik definitif Kultur sputum dan

(33)

iii. Bersedia ikut dalam penelitian.

e. Kriteria eksklusi:

i. Pasien Immunocompromised (penderita HIV/AIDS)

ii. Pemakaian antibiotika sebelumnya

iii. Menderita Tuberkulosis paru, pneumonia

iv. Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya.

v. Penderita dengan penurunan kesadaran dan pemakaian ventilator.

f. Kriteria drop out:

i. Tidak mengikuti prosedur protokol penelitian.

ii. Penderita meminta berhenti dan tidak meneruskan

penelitian.

g. Penelitian ini dilakukan setelah ada persetujuan komite etik riset

FK USU

h. Besar sampel

Rumus : n=Z2 p (1-p)

d2

Keterangan:

n : besar sampel

Z2 : 1,96 pada interval (IK)Æ95%

p : prevalensi yang diperkirakanÆ0,5013,14,21

(1-p) : (1-prevalensi)

d2 : kesalahan maksimum yang masih ditolerirÆ0,15

n=1,962 x 0,50 (1-0,50)

0,152

(34)

KERANGKA OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL

a. Penderita PPOK eksaserbasi adalah subyek yang ditegakkan sebagai

PPOK melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks dan

spirometri yang memenuhi kriteria Anthonisen, yaitu6:

i. Meningkatnya sesak nafas

ii. Meningkatnya purulensi sputum

iii. Meningkatnya volume sputum

b. Sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan dari paru-paru, bronkus

dan trakea. Pada infeksi sal. nafas bawah sputum dapat berbentuk

cair sampai purulen, berwarna putih, abu-abu atau kuning kehijauan.

Subyek perlu batuk untuk memdorong sputum dari paru-paru, bronkus

dan trakea ke mulut dan mengeluarkan ke wadah penampung

(sputum ekspektorasi spontan).30

c. Cara pengambilan sputum umumnya di pagi hari, saat bangun tidur

subyek mengeluarkan sputum yang diakumulasi sejak semalam. Bila

diperlukan dapat dipakai sputum sewaktu. Langkah-langkah

pengambilan spesimen sebagai berikut34:

-Dilakukan perawatan mulut (kumur-kumur dengan air).

-Pasien diminta berdiri tegak atau duduk tegak.

-Pasien diminta untuk menarik napas dalam 2-3 kali

kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang Pasien PPOK

eksaserbasi sesuai kriteria inklusi

Foto toraks Kultur sputum dan uji sensitivitas

Bukan PPOK (dikeluarkan)

PPOK Uji bronkodilator

Diambil sampel sputum yang memenuhi kriteria Bartlett

(35)

kuat berulangkali sampai sputum keluar.

-Sputum ditampung langsung di dalam wadah penampung,

dengan cara mendekatkan wadah ke mulut. Amati keadaan

sputum. Sputum yang berkualitas baik akan tampak kental

purulen dengan volume cukup 3-5 ml.

-Tutup wadah penampung dan dibawa ke laboratorium

Mikrobiologi FK USU / RSUP HAM secepatnya untuk

diperiksa.

Spesimen harus sudah tiba di laboratorium dalam waktu 1 jam. Jika

hal ini tidak dapat dilaksanakan, spesimen harus disimpan dalam

lemari es (2-8oC). Pengiriman sputum dilakukan dalam cool box

(2-8oC) kecuali jika waktu pengiriman kurang dari 1 jam.34

d. Kriteria Bartlett 32:

hapusan sputum diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran

kecil (x 10), jumlah sel PMN dan epitel skuamous dihitung tiap

lapangan pandang pada 20 sampai 30 lapang pandang.

PMN: <10/lpb nilai 0, 10-25/lpb nilai +1, >25/lpb nilai +2, beserta mukus

nilai +1.

Epitel: 10-25/lpb nilai -1, >25/lpb nilai -2. Skor total 0 atau negatif

menggambarkan terjadi inflamasi atau kontaminasi orofaring sehingga

spesimen tidak layak kultur.

e. Kultur sputum merupakan pembiakan kuman dengan menggunakan

media tempat pembiakan.27

f. Mediakultur yang dipakai33 :

• media agar darah : media kultur yang lazim dipakai untuk bakteri aerob, pengeraman dilakukan selama 24 jam pada 370C.

• media coklat agar : media kultur khusus untuk bakteri-bakteri tertentu seperti Moraxella catarrhalis dan

Hemophillus influenzae, media dimasukkan ke dalam

candle jar (CO2,5-10%), dieramkan 37°C,18-24 jam.

(36)

McConkey Agar : media untuk menanam kuman Gram (-) g. Pola kuman merupakan gambaran kuman yang paling sering muncul.35

h. Uji sensitivitas adalah tes untuk mengetahui kuman yang masih

sensitif terhadap suatu antibiotika.36 Dilaporkan dengan tiga kategori,

yaitu:

sensitif, intermediate, resisten, berdasarkan besarnya diameter zona

hambat yang terbentuk di sekitar cakram antibiotik, yang diukur dari

cakram sepanjang daerah yang terlihat bersih (clear zone). Nilainya

berbeda-beda untuk tiap jenis antibiotik, sehingga akhirnya

diinterpretasikan sebagai sensitif, intermediate atau resisten

berpedoman pada Clinical and Laboratory Standard Institute yang

dipakai di Departemen Mikrobiologi FK-USU/RSUP.H. Adam Malik

Medan.36 Antibiotik yang digunakan pada uji sensitivitas ini tercantum

pada Tabel 3 (lihat lampiran 6).

i. Uji bronkodilator37

i. Dilakukan dengan pemeriksaan spirometri (Chest Graph

HI-701)

ii. Pasien sebelumnya tidak boleh menggunakan

obat-obatan bronkodilator (selama 6 jam untuk bronkodilator

yang kerja singkat, dan 12 jam untuk bronkodilator kerja

panjang, dan 24 jam untuk teofilin yang lepas lambat.

iii. Dilakukan pengukuran VEP1 sebelum pemakaian

bronkodilator.

iv. Kemudian diberikan 400μg bronkodilator β2 agonis kerja

singkat melalui Metered-Dose Inhaler dalam hal ini

dengan memakai fenoterol.

v. Dilakukan pengukuran setelah 10-15 menit pemberian

inhalasi bronkodilator.

vi. Bila didapati peningkatan kurang dari 12% atau kurang

dari 200 ml paska bronkodilator dibandingkan dengan

hasil pre bronkodilator, maka dipastikan didapati adanya

(37)

j. Derajat keparahan penderita PPOK ditentukan dengan

klasifikasi menurut kriteria (GOLD) 2007, seperti terlihat

pada tabel 4 berikut ini :

[image:37.595.115.506.186.382.2]

k.

Tabel 4. Kasifikasi derajat keparahan PPOK berdasarkan spirometri.

Derajat PPOK Hasil pemeriksaan spirometri Post

bronkhodilator

I : RINGAN VEP1/KVP < 0,70

VEP1/KVP > 80% pred

II : SEDANG VEP1/KVP < 0,70

50% < VEP1/KVP < 80% pred

III : BERAT VEP1/KVP < 0,70

30% < VEP1/KVP <50% pred

IV : SANGAT BERAT VEP1/KVP < 0,70

VEP1 < 30% pred atau VEP1 < 50% pred +

gagal nafas kronik

VEP1: Volume Ekspirasi Paksa satu detik; KVP: Kapasitas Vital Paksa; Gagal nafas:

Tekanan Oksigen Parsial Arteri (PaO2) kurang 8,0 kPa (60mmHg) dengan atau tanpa

Tekanan Karbondioksida Parsial Arteri (PaCO2)> 6,7 kPa (50 mmHg) saat bernafas pada

ketinggian rata-rata air.

Dikutip dari 1 k. Derajat keparahan penderita secara klinis ditentukan dengan klasifikasi

dari Anthonisen seperti tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria klinis PPOK eksaserbasi

Tipe eksaserbasi

Karakteristik Tipe I (eksaserbasi

berat)

Sesak nafas bertambah, volume sputum meningkat dan sputum menjadi purulen

Tipe II (eksaserbasi

sedang)

Dijumpai 2 dari gejala di atas

Tipe III (eksaserbasi

ringan)

Dijumpai satu gejala di atas ditambah infeksi saluran nafas atas lebbih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi, atau peningkatan frekuensi pernafasan > 20% baseline atau frekuensi nadi > 20% baseline

[image:37.595.114.509.526.738.2]
(38)

Alur Penelitian

Seluruh subyek penelitian yang selama ini menderita PPOK , saat

ini diduga mengalami PPOK eksaserbasi dilakukan:

1. Anamnesis meliputi keluhan utama, riwayat paparan asap rokok

atau merokok, jumlah rokok per hari, dan lama merokok. Riwayat

serangan sehingga subyek pernah masuk rumah sakit karena

sesak nafas, riwayat penyakit lainnya, riwayat pemakaian

obat-obatan.

2. Foto toraks untuk menyingkirkan tuberkulosis dan pneumonia.

3. Pemeriksaan fisik, meliputi tanda vital, tinggi badan, berat badan,

Indeks Massa Tubuh (IMT), pemeriksaan sistem; khususnya sistem

pernafasan.

4. Pengambilan sampel sputum. Kultur sputum dan uji sensitivitas:

a. Untuk setiap sampel sputum ekspektorasi yang diperoleh

dibuat hapusan Gram untuk melihat kuman Gram positif atau

negatif, dan menghitung jumlah sel epitel dan PMN sesuai

Kriteria Bartlett.

b. Sampel yang memenuhi Kriteria Bartlett, kemudian di bagi 2:

i. Satu bagian di tanam pada media agar darah.

Selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator pada

suhu 370C dan keesokan harinya ada pertumbuhan

koloni dilanjutkan identifikasi jenis kuman berdasarkan

pengecatan Gram. Bakteri gram positif akan

diteruskan dengan MSA (Mannitol Salt Agar)

sedangkan gram negatif akan dibiakkan lagi pada

media MacConkey dan dilakukan pemeriksaan

biokimia. Selanjutnya dilakukan identifikasi kuman.

ii. Satu bagian lagi ditanam pada coklat agar Ædimasukkan ke dalam candle jar (CO2,5-10%), dieramkan 37°C,18-24 jam. Identifikasi dibuat dengan

pewarnaan Gram, morfologi koloni, tes biokimia.

(39)

terhadap antibiotik dengan metode difusi cakram.

6. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi darah rutin.

7. Diagnostik PPOK ditentukan dengan uji bronkodilator, kemudian

dilakukan penilaian derajat keparahan PPOK sesuai dengan GOLD

2007.

Pengolahan Data

Seluruh data yang diperoleh, dikumpulkan, dan diedit menggunakan

program excel 2007, diberi kode untuk mempermudah pengelompokan

data dan membaca hasil. Disajikan sebagai mean, dan simpangan baku

memakai software SPSS (Statistical Product and Science Service) versi

15.0. Analisa deskriptif untuk melihat gambaran karakteristik penderita

meliputi umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, riwayat merokok,

indeks Brinkman, tipe eksaserbasi, derajat PPOK, kadar hemoglobin,

lekosit, pendidikan, dan pekerjaan. Untuk melihat hubungan parameter

fungsi paru dengan pola kuman dipakai uji one way analysis of variance

(ANOVA). Untuk melihat hubungan pola kuman dengan derajat keparahan

PPOK (VEP1/VEP pred < 50% atau VEP1/VEP pred ≥ 50%) digunakan

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

KARAKTERISTIK SUBJEK

Karakteristik subjek PPOK eksaserbasi akut dapat dilihat pada Tabel 5.

Rerata usia pasien adalah 61,48 (SD±10,03) tahun, dengan usia termuda 40

tahun dan tertua 87 tahun. Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 49

orang (98%), sedangkan perempuansebanyak 1 orang (2%). Rerata tinggi badan

sebesar 162 (SD ±4,73) cm dan rerata berat badan 57,06 (SD±8,77) kg. Status

riwayat merokok pasien terdiri atas; perokok sebanyak 14 orang (28%), bekas

perokok sebanyak 35 orang (70%), dan bukan perokok sebanyak1 orang (2%).

Rerata indeks Brinkman sebesar 717± 412, dengan indeks Brinkman terendah 0

dan tertinggi 1800. Indeks Brinkman dibagi menjadi ; indeks Brinkman ringan

sebanyak 4(8%) , indeks Brinkman sedang 25 (50%) sebanyak dan indeks

Brinkman berat sebanyak 20 (40%) . Indeks Brinkman terbanyak yang ditemukan

adalah derajat sedang.

Distribusi pasien berdasarkan tipe eksaserbasi PPOK terbagi atas :

eksaserbasi tipe1 sebanyak 17 (34%) orang, eksaserbasi tipe 2 sebanyak 25

(50%) orang, dan eksaserbasi tipe 3 sebanyak 8(16%) orang, sehingga jenis

eksaserbasi PPOK terbanyak yang ditemukan adalah tipe 2. Distribusi pasien

berdasarkan derajat PPOK terbagi atas: derajat 1 sebanyak 0, derajat II

sebanyak 26 (52%) orang, derajat III sebanyak 20(40%) orang, dan derajat IV

sebanyak 4(8%) orang, sehingga derajat PPOK terbanyak yang ditemukan pada

penelitian ini adalah derjat II.

Pada pemeriksaan faal paru didapatkan rerata VEP1 sebesar 1102 (SD ±

462) mL dengan rerata VEP1 pred sebesar 2200 (SD ± 417) mL sehingga rerata

VEP1/VEP pred 49,66 (SD ± 17,42)%, dan rerata KVP sebesar 1682 (SD ± 619)

mL dan rerata VEP1/KVP sebesar 63,73 (SD ± 6,9)%.

Pada pemeriksaan darah lengkap diperoleh rerata hemoglobin 12,85gr%,

dengan nilai terendah 10 gr% dan tertinggi 17,2 gr%. Rerata lekosit 10768/mm3, nilai terendah 3800/mm3 dan tertinggi 23100/mm3.

Riwayat pendidikan didominasi Sekolah Dasar (SD) sebanyak 21 orang

(42%), diikuti SLTA, SLTP, dan sarjana 1 orang (2%). Riwayat pekerjaan paling

banyak adalah petani sebanyak 16 orang (32%),diikuti wiraswasta, pensiunan 10

(41)
[image:41.595.116.464.103.752.2]

Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian

Karateristik Nilai

Usia, tahun (rerata±SD) 61,48±10,03 Jenis Kelamin

Perempuan (%) 1(2%)

Laki-laki (%) 49(98%)

Tinggi Badan,m (rerata±SD) 1,62±4,73 Berat Badan,kg (rerata±SD) 57,06±8,77 Riwayat merokok

Perokok, % 14 (28%)

Bekas perokok, % 35 (70%)

Tidak merokok, % 1 (2%)

Indeks Brinkman 717 ± 412 < 200 4 (8%) 200-599 25 (50%) > 600 20 (40%)

Tipe

Tipe 1 17 (34%)

Tipe 2 25 (50%)

Tipe 3 8 (16%)

Derajat PPOK

I: (VEP1 ≥ 8o%), % 0

II: (50% < VEP1 < 80%), % 26 (52%) III ( 30% < VEP1 < 50%), % 20 (40%) IV: ( VEP1 < 30%), % 4 (8%)

VEP1 mL (rerata±SD) 1102 ± 462

VEP1 % pred, mL (rerata ± SD) 2200 ± 417 KVP, mL (rerata ± SD) 1709,19 ± 483 VEP1/VEP pred, % (rerata± SD) 49,66 ± 17,42 VEP1/ KVP, % (rerata ± SD) 63,73 ± 6,9 Hemoglobin, mg% (rerata ± SD) 12,85 ± 1,60 Lekosit, /mm3(rerata ± SD) 10768 ± 4305

Pendidikan SD, n (%) 21 (42,0%)

SLTP, n (%) 9 (18%)

SLTA, n(%) 19 (38%)

Sarjana, n (%) 1 (2%)

Pekerjaan

Tidak bekerja, n (%) 8 (16%)

PNS, n (%) 6 (12%)

Wiraswasta, n (%) 10 (20%)

Petani, n (%) 16 (32%)

(42)

Pada penelitian ini, diperoleh 55 sampel sputum, dimana 5 sampel

dikeluarkan karena tidak memenuhi kriteria Bartlett, 47 sampel ditemukan

1 jenis kuman dan pada 3 sampel ditemukan 2 jenis kuman , sehingga

[image:42.595.114.443.185.416.2]

umlah keseluruhan kuman yang ditemukan adalah 53 kuman(Tabel 7).

Tabel 7. Pola kuman PPOK eksaserbasi

No. Pola Kuman Jumlah Persentase

1 Klebsiella pneumonia 11 20.37

2 Staphylococcus aureus 10 18.52

3 Klebsiella ozaenae 6 11.11

4 Pseudomonas aeruginosa 5 9.26

5 Klebsiella oxytoca 2 3.70

6 Eschericia coli 2 3.70

7 Streptococcus pneumonia 1 1.85

8 Citrobacter diversus 1 1.85

9 Streptococcus viridians 11 22.22

10 Streptococcus α-hemolyticus 2 3.70

11 Streptococcus epidermidis 2 3.70

Total 53 100.00

Dari total 53 kuman pada tabel 7, 38 diantaranya adalah BPP (

no.1-8) dan 15 kuman lainnya adalah BNP (no.9-11). Selanjutnya, yang

dinilai sebagai penyebab eksaserbasi hanya hasil kultur yang memiliki 1

BPP (38 kuman), sementara kuman BNP tidak diikutsertakan dalam

pengolahan data. Pola kuman diambil berdasarkan kuman yang paling

sering muncul (kuman yang terbanyak) pada penelitian ini, sehingga

didapatlah 32 kuman yang terdiri dari 4 jenis kuman terbanyak pada

[image:42.595.112.474.636.752.2]

PPOK eksaserbasi akut (Tabel 8).

Tabel 8. Pola kuman Terbanyak pada PPOK eksaserbasi

No.  Empat Kuman Terbanyak Jumlah Persentase

Klebsiella pneumonia 11 20,37 

Staphylococcus aureus 10 18,52 

Klebsiella ozaenae 6 11,11 

Pseudomonas aeruginosa 5 9,26 

(43)
[image:43.595.108.566.167.318.2]

HUBUNGAN JENIS KUMAN DENGAN FAAL PARU

Tabel 9. Karakteristik perbandingan faal paru berdasarkan jenis kuman

yang diisolasi.

Karateristik K.pneumonia

(n=11)

x ± SD

S. aureus

(n=10)

x ± SD

K. ozaenae

(n=6)

x ± SD

P. aeruginosa

(n=5)

x ± SD

p

VEP1 mL 1170 ± 482 1174± 402 1088 ± 515 610 ± 233 0,105 VEP1 % pred 2185 ± 412 2265 ± 138 2027 ± 226 2082 ± 412 0,484 KVP, mL 1714 ± 646 1865 ± 545 1697 ± 663 984 ± 375 0,068 VEP1/VEPpred 53,58 ± 18,92 52,34 ± 18,62 53,61 ± 23,20 28,98 ± 10,870 0,095 VEP1/KVP, % 64,78 ± 6,3 62,19 ± 5,85 61,17 ± 10,75 61,88 ± 1,45 0,696 Keterangan: analisa dengan uji Anova p ≤ 0,05.

Pseudomonas aeruginosa memiliki rerata VEP1/VEPpred paling

rendah dibanding kuman-kuman lainnya meski tidak bermakna secara

statistik (p=0,095)

Tabel 10.Distribusi kuman dan hubungannya dengan derajat keparahan

PPOK (VEP1/VEP1 pred)

Jenis kuman VEP1/VEP pred < 50% VEP1/VEP pred ≥ 50% p

n (%) n (%)

K.pneumonia (n=11)a) 5 (45,5 6 (54,5) 0,733

S. aureus(n=10)b) 4 (40) 6 (60) 0,48

K. ozaenae (n=6)a) 2 (33,3) 4 (66,7) 0,667

P. Aeruginosa (n=5)b) 5 (100) 0 (0) 0,05

Keterangan: a)Uji Pearson Chi-square.

b)

Uji Exact Fisher

* signifikan p ≤ 0,05.

Nilai faal paru dipisahkan dan dikelompokkan dengan kategori

VEP1 pred < 50% dan VEP1≥ 50%. Isolasi Pseudomonas aeruginosa

lebih banyak ditemukan pada pasien dengan VEP1/VEP1 pred < 50%

daripada VEP1/VEP1 pred > 50%. Hubungan ini ditemukan perbedaan

[image:43.595.113.538.454.564.2]
(44)

DISTRIBUSI JENIS KUMAN TERHADAP TIPE EKSASERBASI

Untuk melihat gambaran kuman terhadap keparahan eksaserbasi,

32 kuman BPP pada tabel 8 dikelompokkan berdasarkan tipe

eksaserbasinya. Klebsiella pneumonia merupakan kuman terbanyak pada

penelitian ini, dan ditemukan pada ketiga tipe eksaserbasi, namun paling

banyak ditemukan pada eksaserbasi tipe 1 dan tipe 3.(Tabel 11).

[image:44.595.111.563.312.403.2]

Pseudomonas aeruginosa lebih dominan ditemukan di tipe 1.

Tabel 11. Distribusi jenis kuman terhadap tipe eksaserbasi

Kuman Tipe I Tipe II Tipe III

Klebsiella ozaenae 1 5 0

Klebsiella pneumonia 6 3 2

Pseudomonas aeruginosa 4 0 1

Staphylococcus aureus 2 7 1

SENSITIVITAS 4 KUMAN TERBANYAK TERHADAP BERBAGAI

ANTIBIOTIK

Tabel 12 menunjukkan hasil uji sensitivitas 4 kuman terbanyak

pada penelitian ini, yang menampilkan beberapa antibiotik yang masih

sensitif minimal 70% terhadap 4 kuman terbanyak. Tabel ini menunjukkan

Klebsiella pneumonia masih sangat sensitif terhadap meropenem dengan

sensitivitas 100%, diikuti amikasin, gentamisin, kanamisin dan

levofloksasin. Sementara Staphylococcus aureus, Klebsiella ozaenae ,

dan Pseudomonas aeruginosa memiliki sensitivitas yang sangat baik

terhadap 3 antibiotik yaitu amikasin, gentamisin,dan meropenem

(45)
[image:45.595.106.544.119.395.2]

Tabel 12. Antibiotik yang sensitif Antibiotik Klebsiella pneumonia n(%) Staphylococcus aureus n(%) Klebsiella ozaenae n(%) Pseudomonas aeruginosa n(%) Amikasin Sefotaksim Sefoperazon/Sulbaktam Kloramfenikol Kotrimoksazol Gentamisin Kanamisin Levofloksasin Meropenem Piperasilin 10(90,9) 8(72,7) 7(63,6) 5(45,5) 7(63,6) 9(81,8) 9(81,8) 8(72,7) 11(100) 6(54,5) 10(100) 9(90) 7(70) 9(90) 7(70) 10(100) 9(90) 7(70) 10(100) 9(90) 6(100) 4(66,7) - - - 6(100) 5(83,3) 5(83,3) 6(100) 3(50) 5(100) 4(80) 3(60) 3(60) 2(40) 5(100) 3(60) 4(80) 5(100) 4(80)

Di sisi lain, amoksisilin, ampisilin, dan tetrasiklin ditemukan sebagai

antibiotik yang paling banyak resisten pada penelitian ini.(Tabel 13)

Tabel 13. Antibiotik yang resisten

Antibiotik Klebsiella

[image:45.595.111.540.474.723.2]
(46)

Hasil uji sensitivitas ini, secara lengkap dicantumkan pada Tabel

14-17, pada lampiran 7-10).

Untuk melihat gambaran hasil uji sensitivitas ini secara

keseluruhan, data-data tersebut kemudian ditabulasikan, sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut: antibiotik paling sensitif terhadap 4 kuman

terbanyak pada penelitian ini adalah meropenem, (100%) diikuti amikasin

(96,88), gentamisin (93,75), kanamisin (84,38), sefotaksim (78,12) dan

levofloksasin (75%).

Antibiotik amoksisilin klavulanat, seftazidim, seftriakson,

sefuroksim, dan sefepim, sensitivitasnya <50%. Sedangkan yang paling

banyak resisten adalah tetrasiklin dan amoksisilin (84,38%) diikuti

(47)

BAB V

PEMBAHASAN

Total 55 pasien PPOK eksaserbasi akut ikut dalam penelitian

namun hanya diperoleh 50 spesimen sputum yang memenuhi syarat

sputum layak kultur menurut Bartlett. Hanya terdapat 5 spesimen

sputum yang dikeluarkan karena mempunyai skor Bartlett <1 dengan

perincian 1 spesimen sputum skor -2 dan 4 spesimen sputum skor 0.

Gambaran karakteristik pasien PPOK yang ditemukan dapat dilihat

pada tabel 6.

Gambar

Tabel 1. Pola kuman PPOK dari berbagai penelitian
Tabel 2. Bartlett's grading system untuk penilaian kualitas sputum
Tabel 4. Kasifikasi derajat keparahan PPOK berdasarkan spirometri.
Tabel 6. Karakteristik subjek penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui apakah pengaruh nebulizer dan chest fisioterapi dapat mengurangi sesak napas pada kondisi PPOK eksaserbasi akut.. Untuk mengetahui apakah pengaruh

Berdasarkan panduan Global initiative for chronic obstructive lung disease (2015) penderita PPOK yang memerlukan perawatan di RS adalah penderita PPOK dengan

Frekuensi eksaserbasi PPOK 2 kali atau lebih dalam satu tahun sebelumnya, perokok aktif, PPOK derajat III dan IV, serta komorbiditas dengan CCI lebih dari dua

Mengetahui proses penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi PPOK eksaserbasi akut, menambah pengetahuan dan menyebar luaskan peran fisioterapi pada kondisi PPOK eksaserbasi

PERBEDAAN KADAR MAGNESIUM SERUM ANTARA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) STABIL DAN PPOK EKSASERBASI.. Ricky Sanowara, Ermanta Ngirim Keliat, Alwinsyah Abidin

Metode: Penelitian cross sectional terhadap 34 pasien (17 pasien PPOK stabil dan 17 pasien PPOK eksaserbasi akut), dilakukan pemeriksaan magnesium serum dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola kuman dengan derajat obstruksi VEP 1 pada pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP H.. Adam Malik Medan

penelitian di bawah yang berjudul Hubungan antara pola kuman dengan derajat obstruksi (VEP 1 ) pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksaserbasi akut di RSUP. H.Adam